BAB I PENDAHULUAN. Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok (Teori Realitas Kelompok)"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembahasan Pada era global zaman sekarang, secara langsung ataupun tidak langsung merupakan tantangan sekaligus peluang bagi konselor. Seorang konselor harus mampu memberikan respon secara proaktif dalam menghadapi tantangan dan peluang melalui layanan yang profesional, sehingga mampu membantu individu dalam beradaptasi dengan tuntutan global. Bimbingan dan konseling merupakan suatu jabatan professional karena pelaksanaannya menuntut keahlian tertentu melalui pendidikan formal yang khusus, serta rasa tanggung jawab dari para pelaksananya. Profesi sebagai konselor merupakan jabatan yang harus dipegang oleh orang-orang yang mempunyai dasar pengetahuan dan keterampilan. Keahlian dalam bidang Bimbingan dan Konseling menuntut dipenuhinya standar persiapan profesi melalui pendidikan khusus di perguruan tinggi dan pengalaman kerja dalam bidang Bimbingan dan Konseling. Konselor adalah individu dan makhluk sosial yang mempunyai tanggung jawab atas kebaikan lingkungan masyarakat. Konselor sebagai makhluk individu, perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi dalam diri. Konselor sebagai makhluk sosial, perlu mengembangkan kemampuan dalam bersosialisasi agar mampu hidup harmonis dengan sesama makhluk sosial lainnya dalam berbagai kehidupan. Sehingga konselor harus dibekali dengan pemahaman dan penguasaann teori, agar memudahkan proses konseling dengan menerapkan teori yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi kliennya, hal itu merupakan tuntutan profesi sebagai seorang konselor. 1

2 B. Tujuan Pembahasan Adapun tujuan pembahasan makalah Teori Realitas adalah untuk : 1. mengetahui pentingnya manfaat teori bagi konselor. 2. mengetahui fungsi teori bimbingan dan konseling. 3. menyadari fenomena yang terjadi di lapangan dan kaitannya dengan teori bimbingan dan konseling. C. Sistematika Pembahasan Adapun pembahasan makalah Teori Realitas menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembahasan B. Tujuan Pembahasan C. Sistematika Pembahasan D. Metode Pembahasan BAB II. POKOK BAHASAN (TEORI REALITAS) A. Konsep Dasar Teori Realitas Kelompok a. Sejarah Teori Realitas Kelompok b. Pandangan Tentang Manusia c. Konsep Utama Teori Realitas Kelompok d. Tujuan Konseling Teori Realitas Kelompok e. Konseli dalam Pandangan Teori Realitas Kelompok f. Peran Konselor dalam Teori Realitas Kelompok B. Teknik yang Digunakan dalam Teori Realitas Kelompok BAB III. ANALISIS DAN KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA D. Metode Pembahasan Adapun metode pembahasan yang dilakukan dalam penyelesaian makalah ini adalah dengan menggunakan metode literatur kepustakaan. 2

3 BAB II POKOK BAHASAN (TEORI REALITAS KELOMPOK) A. Konsep Dasar Teori Realitas Kelompok a. Sejarah Teori Realitas Kelompok Tokoh dari teori realitas adalah William Galsser. William Glasser lahir pada tahun yang awalanya dilatih untuk menjadi psikoanalis, tetapi menimbulkan kekecewaan dengan pendekatan ini, awalnya terapi realitas tidak memiliki teori yang sistematis, hanya ide empiris tentang individu yang bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan. Glasser enggan mengutarakan ketidakpuasaanya terhadap terapi psikoanalitik, sampai Glasser berjumpa dengan G.L Harrington yang dianggapnya memberikan andil yang besar dengan memberikan sumbangannya atas ide-ide yang dibuat oleh Glasser. Pada tahun 1956, Glasser menjabat sebagai psikiatris pembimbing pada Sekolah Putri di Ventura, sebuah sekolah untuk perawatan anak nakal milik Negara bagian California. Pengalaman itu menambah keyakinan Glasser mengenai teknik dan konsep psikoanalitik yang kurang bermanfaat, oleh karena itu Glasser mulai mengembangkan pendekatan terapeutik yang sangat berlawanan dengan teori psikoanalitik Freud. Seperti analisis transaksional, terapi realitas pada awalnya lebih banyak digunakan dalam kelompok alih-alih individual. Terapi realitas juga menjadi tumpuan dalam lingkungan kerja/tugas, seperti pergerakan kualitas total, yang menekankan bekerja secara kooperatif dan produktif dalam kelompok-kelompok kecil. b. Pandangan Tentang Manusia Terapi realitas bertumpu pada ide sentral bahwa anggota kelompok bebas memilih perilaku dan harus bertanggung jawab tidak hanya atas apa yang kelompok lakukan tetapi juga atas bagaimana anggota kelompok 3

4 berfikir dan merasakan. Terapi realitas merupakan suatu model terapi yang dikembangkan sebagai reaksi melawan terapi konvensional. Terapi realitas adalah terapi jangka pendek yang berfokus pada saat sekarang, menekankan kekuatan pribadi, dan pada dasarnya merupakan jalan dimana para anggota keompok bisa belajar tingkah laku dan lebih realistik. Terapi realitas memfokuskan pada perbuatan serta fikiran yang dilakukan sekarang dan bukan pada pemahaman, perasaan, pengalaman masa lalu, ataupun motivasinya yang tidak disadari. Suatu kelompok dapat mernperbaiki kualitas hidup melalui proses evaluasi terhadap kelompoknya, kemudian kepada anggota kelompok diajarkan kebutuhan pokok dan diminta untuk mengidentifikasikan keinginan anggota kelompok. Kelompok ditantang untuk mengevaluasi apakah yang anggota kelompok lakukan bisa memenuhi kebutuhannya atau tidak. Apabila tidak bisa, kelompok didorong untuk membuat rencana untuk bisa berubah, untuk melakukan komitmen terhadap rencana kelompok dan terus setia pada komitmennya. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan anggota kelompok dengan cara-cara yang mampu membantu anggota kelompok menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan anggota kelompok lain. Terapi realitas adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku. Salah satu sebab mengapa teori realitas meraih popularitas adalah, keberhasilannya dalam menerjemahkan sejumlah konsep tentang modifikasi tingkah laku ke dalam model praktek yang relatif sederhana. c. Konsep Utama Teori Realitas Kelompok Glasser mengatakan bahwa tanggung jawab adalah inti dari teori realitas. Arah baru bagi teori realitas adalah berlandaskan asumsi bahwa individu menciptakan dunia batin. Sebagai usahanya memperbaharui teori realita, Glasser mengeksplorasi tema tingkah laku adalah usaha untuk mengendalikan persepsi dalam kelompok pada dunia luar, mencocokkan dunia batin dengan dunia pribadi individu. Modifikasi teori realitas ini, 4

5 Glasser mengajarkan pada tahun 1981 dan terkenal sebagai control theory. Glasser percaya bahwa orang yang mempelajari itu akan mampu mengambalikan hidup mereka lebih efektif. Oleh karena itu anggota kelompok akan dapat mencegah masalah-masalah potensial yang mungkin menyebabkan kelompok menggunakan teori realitas. Adapun ciri-ciri dari teori realitas kelompok : 1. terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Glasser berasumsi bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidak bertanggungjawaban. 2. terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap. 3. terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau, karena pada masa lampau seseorang telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang. 4. terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran kelompok dalam menilai kualitas-kualitas tingkah laku anggota kelompok dalam menentukan apa yang membantu kegagalan yang dialami kelompok. 5. terapi realitas tidak menekankan transferensi. Glasser memandang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Transferensi sebagai suatu cara bagi pemimpin kelompok untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. 6. terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketidaksadaran. 7. terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada anggota kelompok dan perusakan hubungan terapeutik 5

6 8. terapi realitas menekankan tanggung jawab, seperti pernyataan Glasser tanggung jawab adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu. Ada delapan hal yang menjadi ciri khas dari teori Realitas antara lain sebagai berikut: 1. terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental (medis). Teori realitas berasumsi, bentuk-bentuk gangguan tingkah laku adalah akibat dari ketidakbertanggungjawaban. Pendekatan teori realitas tidak berkaitan dengan diagnosis psikologis. Teori realitas menyamakan gangguan mental dengan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan sebaliknya, menyamakan mental yang sehat dengan perilaku yang bertanggung jawab. 2. terapi realitas memfokuskan pada tingkah laku sekarang terlebih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap. Meskipun teori realitas tidak menganggap perasaan dan sikap-sikap tidak bertanggungjawab itu tidak penting tetapi teori realitas menekankan pada kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapis realitas tidak bergantung pada pemahaman untuk mengubah sikap-sikap tetapi menekankan perubahan sikap mengikuti perubahan tingkah laku. 3. terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan pada masa lampau. Teori realitas berasumsi bahwa masa lampau seseorang adalah tetap dan tidak bisa dirubah maksud yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang. Glasser berpendapat "merupakan penghamburan waktu membicarakan kesalahan-kesalahan masa lampau" menurut Glesser penghitungan kembali sejarah dan pengeksplorasian kembali masa lampau merupakan usaha yang tidak produktif. 4. terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai, terapi realitas menempatkan pokok kepentinganya pada peran konseli dalam 6

7 menilai kualitas tingkahlaku konseli sendiri dalam menentukan apa yang menyebabkan kegagalan yang dialami konseli. Jadi jika para konseli menjadi sadar bahwa individu tidak akan memperoleh apa yang individu inginkan dan bahwa apa yang individu lakukan itu dapat merusak diri, maka ada kemungkinan terjadinya perubahan yang positif. 5. terapi realitas tidak menekankan transferensi. Terapi Realitas tidak memandang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting melainkan sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadinya. Terapi Realitas menghimbau agar para terapis menjadi diri sendiri tidak memainkan peran sebagai ayah atau ibu konseli. 6. terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, tidak seperti teori psikoanalitik. Terapi Realitas menekankan kekeliruan yang dilakukan oleh konseli. Bagaimana tingkah laku konseli sekarang hingga konseli tidak mendapatkan apa yang diinginkanya, dan bagaimana konseli bisa terlibat dalam suatu rencana tingkah laku yang berhasil dan berlandaskan tingkah laku yang bertanggung jawab dan realistis. Terapi Realitas menegaskan bahwa ketidaksadaran berarti mengelak dari pokok masalah yang menyangkut ketidak bertanggungjawaban klien dan memaafkan kesalahan klien atas tindakanya dalam menghindari kenyataan. 7. terapi realitas meniadakan hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman untuk mengubah tingkahlaku adalah tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada konseli dan perusakan hubungan teurapetik. Terapi Realitas menentang penggunaan pernyataan-pernyataan yang mencela karena dianggap sebagai hukuman. Glasser menganjurkan untuk membiarkan konseli menerima konsekuensi yang wajar dari perilakunya sendiri. 7

8 8. terapi realitas menekankan tanggung jawab. Glasser menyatakan klien perlu belajar mengoreksi diri apabila klien berbuat salah dan membanggakan diri apabila klien berbuat benar. Untuk memperbaiki tingkah laku klien apabila berbuat salah, kita perlu mengevaluasi tingkah laku klien. Bagian yang esensial dari terapi Realitas mencakup moral, standar-standar, pertimbangan-pertimbangan nilai, serta benar dan salahnya tingkah laku berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan akan rasa berguna. d. Tujuan Konseling Teori Realitas Tujuan keseluruhan dari terapi realitas adalah agar setiap individu bisa mendapatkan cara yang lebih efektif untuk memenuhi kebutuhankebutuhan menjadi bagian dari suatu kelompok, kekuasaan, kebebasan, dan kesenangan. Pada lokakaryanya Glasser menekankan bahwa konseling itu terdiri dari menolong konseli belajar tentang cara-cara untuk mendapatkan kontrol terhadap hidupnya, dan untuk bisa hidup lebih efektif. Termasuk didalam konseling, berkonfrontasi dengan konseli untuk meneliti apa yang konseli dan konselor lakukan, pikirkan, dan rasakan untuk mendapatkan gambaran apakah ada cara yang lebih baik bagi konseli dan konselor untuk berfungsi. Fokus terapi realitas adalah pada apa yang disadari oleh konseli dan kemudian menolong konseli menaikkan tingkat kesadarannya itu. Setelah konseli menjadi sadar betapa tidak efektifnya perilaku yang konseli lakukan untuk mengontrol dunia, mereka akan lebih terbuka untuk mempelajari alternatif lain dari cara berperilaku. Tidak seperti banyak pendekatan lain, terapi realitas menaruh perhatian khusus tentang mengajar orang untuk dapat berurusan dengan dunia secara lebih efektif. Inti dari terapi realitas adalah menolong konseli mengevaluasi apakah yang konseli inginkan itu realistik dan apakah perilakunya bisa menolongnya kearah itu. Konselilah yang menentukan apakah konseli lakukan itu bisa membuatnya mendapatkan apa yang konseli kehendaki, dan mereka menentukan perubahan apa, kalaupun ada, yang mereka 8

9 kehendaki untuk dilakukan. Setelah konseli lakukan penilaian terhadap masalah yang dihadapi konseli, maka konseli dibantu oleh konselor dalam hal mendesain suatu rencana perubahan sebagai cara menerjemahkan perkataan menjadi perbuatan. Glasser (1989) menekankan satu-satunya perilaku seseorang yang bisa indivisu kontrol adalah perilaku individu itu sendiri, yang berarti bahwa cara terbaik untuk mengontrol peristiwa sekitar individu adalah melalui apa yang individu lakukan. Memudahkan konseli dalam mengekplorasi keinginan, kebutuhan dan persepsi. Keterampilan terapi realitas mencakup konseling dalam cara yang tidak bernada kritik dan bersikap mau menerima sehingga konseli akan mengungkapkan apa yang ada di dunia yang khusus. Focus pada perilaku sekarang. Terapi realitas menekankan pada perilaku sekarang dan memperdulikan peristiwa di masa lalu hanya sejauh peristiwa yang ada pengaruhnya terhadap perilaku konseli sekarang. Membuat konseli mau mengevaluasi perilakunya. Inti dari terapi realitas adalah meminta konseli membuat evaluasi seperti berikut apakah perilaku anda sekarang ini ada peluang yang wajar untuk bisa mendapatkan apa yang anda inginkan sekarang, dan akan membawa anda ke arah tujuan yang anda inginkan? (glesser, 1986a, 1986c). Tujuan umumnya adalah untuk membantu individu memperoleh tingkah laku yang betanggungjawab. Terapi realitas berasumsi bahwa konseli dapat menciptakan kebahagian konseli itu sendiri dan kunci untuk menemukan kebahagiaan adalah penerimaan tanggung jawab. Adapun fungsi dari terapi realitas ini adalah memasang batas-batas, mencakup batas-batas dalam situasi terapeutik dan batas-batas yang ditempatkan oleh kehidupan pada seseorang. Glasser dan Zunin menunjukan penyelenggaraan kontrak sebagai suatu tipe pemasangan batas. e. Konseli dalam Pandangan Teori Realitas Kelompok Konseli dalam teori realitas bukanlah orang-orang yang telah belajar menjalani kehidupan secara bertanggung jawab, melainkan orang-orang 9

10 yang termasuk tidak bertanggung jawab, meskipun tingkah lakunya tidak layak, tidak realistis, dan tidak bertanggung jawab, tingkah laku para konseli masih merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar konslei akan cinta dan rasa berguna. Tingkah laku konseli merupakan upaya untuk memperoleh identitas. f. Peran Konselor dalam Teori Realitas Kelompok Wubbolding (1988) menyarankan empat prosedur khusus yang diterapkan untuk kelompok terapi realitas, yaitu : a) Mahir menggunakan pertanyaan yang sudah disiapkan. Hal ini penting bahwa pimpinan kelompok mengajukan pertanyaan terbuka dan pertanyaan yang menarik dalam rangka membantu anggota lebih eksploratif. b) Prosedur-prosedur bantuan diri hendaknya terfokus pada hal-hal yang positif. Perilaku-perilaku yang diinginkan anggota kelompok sebagai target. Ada usaha nyata pada sebagian anggota dan kelompok untuk mengimplementasikan tindakan yang akan membawa kepada identitas keberhasilan, seperti mempelajari keterampilan-keterampilan sosial baru. c) Menggunakan humor. Wubbolding menekankan prosedur pada ketepatan waktu, fokus dan pentingnya kepercayaan didalam proses. Humor tidak pernah menganjurkan orang untuk murung. Humor digunakan untuk membantu individu memperoleh kesadaran akan situasi yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain. d) Memanfaatkan paradoks. Wubbolding menekankan bahwa dengan beberapa anggota kelompok, perubahan yang terbaik lebih dianjurkan secara tidak langsung alih-alih seperti yang dianjurkan Glasser. Agar berhasil, pemimpin kelompok dapat menggunakan paradoks (meminta para anggota berbuat yang berlawanan dengan keinginan mereka), selanjutnya pesan yang mereka berikan, diterima secara serius dan diingkarai untuk kebaikan anggota kelompok. Dibawah ini ada empat kriteria pemimpin terapi realitas yang efektif, yaitu : 10

11 1) Mereka harus menjadi pribadi yang bertanggung jawab yang mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka. 2) Mereka harus kuat mental dan mampu menentang kesenangan anggota kelompok untuk simpati dan berdalih atas perilaku yang tidak produktif. 3) Berkualitas untuk menerima anggota kelompok siapapun mereka. 4) Pemimpin kelompok terapi realitas harus terlibat secara emosional dan mendukung setiap anggota kelompok. Pemimpin secara mental harus matang dan menyenangkan sebelum mereka dapat bekerja dan membantu anggota kelompok menuju kepada perubahan yang dibutuhkannya. Keterlibatan konselor atau terpis tidak terbatas hanya dalam memberikan dukungan-dukungan yang "manis." Kadang, Glasser menegaskan, konselor harus mendorong orang dengan cara yang tidak "manis." Misalnya, dalam menyikapi pilihannya yang salah, konselor mesti berani mengkomunikasikan kepada konseli bahwa konseli itu telah mengambil langkah yang salah. Namun sikap itu tidak berkonotasi penolakan terhadap diri konseli. Atau, sewaktu konseli terus enggan melihat kehilangannya, konselor mesti menyadarkan konseli dengan penuh kasih sayang. Tujuannya jelas, yakni agar konselor tetap dapat membimbing konseli melewati ketiga fase pemulihan itu mengakui realitas, memikul tanggung jawab, dan melakukan tindakan yang benar. Tugar dasar dari seorang terapis dalam teori realitas adalah melibatkan diri dengan anggota kelompok dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan. Dan tugas terapis adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu setiap anggota kelompok agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realitas. B. Teknik yang Digunakan dalam Teori Realitas Kelompok Teknik merupakan suatu cara yang dapat dilakukan oleh konselor untuk membantu konseli dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling. Adapun teknik yang di gunakan dalam teori realitas adalah Corey (2003, hal. 277): 11

12 1. Terlibat dalam permainan peran dengan klien 2. Menggunakan humor 3. Mengonfrontasikan klien dan menolak berdalih apapun 4. Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan 5. Bertindak sebagai model atau guru 6. Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi 7. Menggunakan terapi kejutan verbal atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis; dan 8. Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif. Tahap-tahap teknik lain yang digunakan dalam teori ini menurut William Glasser adalah : 1. Berteman/membangun suatu hubungan yang bermakna (Mengembangkan suatu hubungan) Dalam langkah pertama, usaha terapis realitas adalah membangun hubungan baik (rapport) dengan setiap anggota kelompok. Orang biasanya terlibat dalam kelompok karena butuh berhubungnan dengan orang lain,. Oleh karena itu, pimpinan kelompok dapat memenuhi kebutuhan tersebut pada langkah awal ini. Proses awal ini dipakai pimpinan kelompok (konselor) melalui penyaringan. Pemimpin juga menentukan denan membantu anggota kelompok menggambarkan cara mempertemukan kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Gambaran ini datang dari dunia internal anggota kelompok dan digambarkan oleh pemimpin melalui keterampilan bertanya dan interaksi. 2. menegaskan perilaku sekarang/bertanya, apa yang dilakukan sekarang (Memfokuskan kepada tingkah laku konseli yang sekarang) Seperti yang diketahui bahwa teori realitas memfokuskan pada perbuatan serta fikiran yang dilakukan sekarang dan bukan pada pemahaman, perasaan, pengalaman masa lalu, ataupun motivasinya yang tidak disadari. Teori realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada 12

13 masa lampau, karena pada masa lampau seseorang telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang. Langkah ini terfokus pada proses pilihan. Anggota kelompok diminta untuk konsentrasi pada pengontrolan perilaku mereka sekarang. Sebagai contoh, anggota memiliki pilihan dalam cara-cara dalam mereka berfikir dan berinteraksi dengan anggota kelompok lain serta dengan pemimpin kelompok. 3. Menegaskan apakah tindakan-tindakan konseli mencapai yang mereka inginkan (Meminta konseli untuk mengevaluasi tingkah laku ini) Setiap anggota kelompok dapat mernperbaiki kualitas hidup melalui proses evaluasi terhadap kelompok, kemudian kepada anggota kelompok diajarkan kebutuhan pokok dan diminta untuk mengidentifikasikan keinginan setiap anggota kelompok. Setiap anggota kelompok ditantang untuk mengevaluasi apakah yang anggota kelompok lakukan bisa memenuhi kebutuhannya atau tidak. Apabila tidak bisa, anggota kelompok didorong untuk membuat rencana untuk bisa berubah, untuk melakukan komitmen terhadap rencana dan terus setia pada komitmennya. 4. Membuat suatu rencana untuk berbuat lebih baik (Mengembangkan rencana untuk perubahan) Langkah ini merupakan tahapn krits dalam tahapan kelompok. Langkah ini meliputi perencanaan, menasehati, membantu, dan mendorong, (Glasser, 1984). Tahap ini berdasarkan pada penyelesaian tahap ketiga, perencanaan tindakan adalah individual,tetapi anggota dan pimpinan kelompok dapat sangat efektif memberikan inputu dan sugestisugesti yang akan membuat perencanaan potensial. Wubbolding (1988) menyarankan rencana yang efektif memenuhi komponen-komponen sebagai berikt : a) Berhubungan erat dengan kebutuhan anggota b) Sederhana dan mudah dipahami c) Realistik dan mudah dicapai 13

14 d) Melibatkan tindakan-tindakan positif e) Independen terhadap kontribusi orang lain f) Dapat dipraktekkan secara teratur g) Dapat dilakukan dnegan segera h) Berorientasi proses i) Dan terbuka untuk input yang membangun dari anggota kelompok melalui tulisan dan diformulasikan dengan baik 5. Membuat kesepakatan untuk rencana positif selanjutnya(mendapatkan suatu keterikatan) Melalui tahap-tahap yang sebelumnya, maka pada poin ini anggota kelompok mendapatkan suatu keterikatan dengan rencana yang sudah dirancangnya dengan bantuan konselor. Anggota kelompok harus memiliki tanggungjawab yang penuh untuk melaksanakan rencananya untuk perubahan pada diri konseli. Konselor juga harus dapat menumbuhkan rasa keterikatan pada rencana yang sudah dibuat oleh konseli agar perubahan yang lebih baik itu dapat terealisasikan. 6. Tiada alasan (Tidak menerima permintaan maaf) Anngota kelompok tidfak akan berhasil dalam rencana tenadakan mereka bilaseriang memaafkan kesalahannya. Dalam suatu kasus; pemimpin dan anggota kelompok dengan mudah mengakui bahwa seseorang itu gagal. Tentang masa lalu tidak dikemukan, dan alasan tidk didiskusikan. Penerimaan alasan yang diberikan seseorang dalam kelompok menunjukan bahwa ide mereka lemah, tidak dapat berubah,dan akibatnya tidak mampu mengontrol kehidupan mereka. (Wubbolding, 1988;1991) malahan individuindividu dibantu memformulasikan rencana-rencana lain (biasanya memodifikasi sesuatu yang asli) dan dianjurkan untuk mencobanya lagi. 7. Tiada hukuman (Menolak penggunaan hukuman) Pada teori realitas konselor tidak menggunakan hukuman untuk konseli yang tidak dapat melakukan rencana yang telah disusunnya itu. Akan tetapi konselor harus mempertanyakan pada diri konseli mengapa komitmen yang telah dibuat dan di sepakati menjadi tidak terealisasi dengan 14

15 benar, dan konselor tidak menyalahkan konseli atas apa yang telah dilakukannya dan konselor tidak peduli dengan apa yang sudah dilakukan konseli yang menyebabkan tujuan hidupnya tidak tercapai, namun apabila penelusuran sebab atau tingkah laku pada masa lalu dirasakan bisa membantu proses konseling, maka konseli diperbolehkannya, namun tidak sepenuhnya terpaku dan tergantung pada masa lalu. Terapi realitas menekankan, bahwa seseorang yang tdak mengikuti rencana yang mereka buat, harus hidup dengan konsekuensi alami dari hail yang dilakukannya. Biasanya tujuan mereka tidak dicapai sebagaimana yang diinginkan. Tipe respon ini selalu memotivasi mereka, sepanjang kelompok mendorong untuk mencoba lagi. 8. Tak pernah berhenti (Dan tidak pernah menyerah pada diri konseli) Perubaahan selalu memerlukan waktu, khususnya jika konseli memiliki sejarah kegagalan yang panjang. Pemimpin kelompok gigih dengan anggota kelompok yang lambat untuk berubah. Awal konsistensi ini diinternalisasikan oleh konseli. Mereka menyadari bahwa pemimpin layaknya pteman baik yang tidak pernah berhenti berupaya membautu dengan susah payah. Dengan kenyataan ini, mereka selalu menjadi lebih berkeinginan untuk mencoba perilaku yang baru, dan proses perubahan itu dapat dimulai. Teknik-teknik terapi realitas telah dipercaya bisa diterapkan pada lingkup masalah tingkah laku dan emosional yang luas. Terapi realitas telah digunakan dengan berhasil pada penanganan masalah-masalah individu yang spesifik seperti masalah kecemasan, maladjusment, konflik-konflik perkawinan, perversi, dan psikosis. Teori realitas tidak memasukkan sejumlah teknik yang secara umum digunakan oleh teori lain, para pempraktek teori realitas tidak menghabiskan waktunya untuk bertindak sebagai detektif mencari alasan-alasan, teori berusaha membangun kerja sama dengan para konseli untuk membantu mereka dalam mencapai tujuan-tujuannya. Teknik-teknik lain yang tidak 15

16 digunakan adalah penafsiran, pemahaman, wawancar-wawancara nondirektif, sikap diam yang berkepanjangan, asosiasi bebas, analisis tranferensi, dan analisis mimpi. Individu harus berani menghadapi realitas dan bersedia untuk tidak mengulangi masa lalu. Hal penting yang harus dihadapi seseorang adalah mencoba menggantikan dan melakukan intensi untuk masa depan. Seorang terapis bertugas menolong individu membuat rencana yang spesifik bagi perilaku mereka dan membuat sebuah komitmen untuk menjalankan rencana-rencana yang telah dibuatnya. Dalam hal ini identitas diri merupakan satu hal penting kebutuhan sosial manusia yang harus dikembangkan melalui interaksi dengan sesamanya, maupun dengan dirinya sendiri. Perubahan identitas biasanya diikuti dengan perubahan perilaku di mana individu harus bersedia merubah apa yang dilakukannya dan mengenakan perilaku yang baru. Dalam hal ini terapi realitas dipusatkan pada upaya menolong individu agar dapat memahami dan menerima keterbatasan dan kemampuan dalam dirinya. 16

17 BAB III ANALISIS DAN KESIMPULAN A. Analisis Teori realitas merupakan teori yang mempelajari tingkah laku individu dan tanggung jawab, seperti yang dikatakan oleh Glasser bahwa tanggung jawab adalah inti dari teori realitas. Teori realitas tampaknya sangat cocok bagi interfensi-interfensi singkat dalam situasi-situasi konseling krisis dan bagi penanganan para remaja dan orang-orang dewasa penghuni lembaga-lembaga untuk tingkah laku kriminal. William Galsser menguraikan teorinya dengan tiga R yaitu (a) "reality", (b) "responsibility", dan (c) "right-wrong". Jika konseli menderita depresi, pertama-tama konseli harus dapat menghadapi realitas hidup apa adanya, bukan apa yang seharusnya terjadi atau tidak terjadi. Pemikiran "seharusnya" niscaya menjauhkan konseli dari realitas dan hanyalah memasukkan konseli ke alam khayali dan impian. Sebaliknya, pemikiran "apa adanya", membawa konseli masuk ke dalam realitas dan memaksa konseli memikirkan apa yang harus konseli lakukan sekarang. Inilah R pertama, yakni realitas. Satu contoh kasus misalnya, konseli atau konseli kehilangan anak yang dikasihinya, konseli tersebut harus dapat menghadapi realitas kehilangan itu dengan cara mengakui makna kehadiran anak tersebut dalam kehidupannya dan melihat apa yang telah hilang dalam kehidupannya dengan kepergiannya. Makin berlama-lama konseli melihat dan mengakui kepergiannya maka makin parah depresi yang harus konseli alami. Sebaliknya, makin cepat konseli melihat dan mengakui kepergiannya, maka makin cepat pulalah konseli menyadari apa yang harus konseli perbuat untuk mengisi kepergiannya. Inilah R kedua, yakni "responsibility" atau tanggung jawab. R ketiga adalah right-wrong. Glasser menegaskan bahwa konseli hanya akan dapat melihat diri secara positif jika konseli melakukan tindakan 17

18 yang benar. Mustahil konseli akan dapat menyenangi diri sendiri bila konseli terus melakukan hal-hal yang salah. Sebaliknya, jika konseli melakukan hal yang benar, barulah konseli bisa berbangga dan bersenang hati. Di sini diperlukan kemampuan untuk memilih atau mengambil keputusan dengan benar. Pilihan yang salah tidak akan mengangkat konseli dari kubangan depresi. Terapi realitas kelompok ini tidak memiliki suatu teknik yang berarti atau kontekstual, namun beberapa ahali seperi Gerald Corey dan Glasser lebih memperlihatkan teknik yang digunakan dalam terapi kelompok ini lebih kesuatu tahapan yang jikalau salah satu tahapan hilang atau terlewat maka proses itu dapat dikatakan gagal, jadi tahapan itu merupakan suatu kesatuan. Maka diperlukannya keterampilan-keterampilan khusus dari pemimpin kelompok itu sendiri, seperti peningkatan rasa empati, kemahiran dalam berkomunikasi dan mengkomunikasikan dan pribadi yang menyenangkan. B. Kesimpulan Inti dari terapi realitas adalah menerima pertanggungjawaban pribadi dan bisa mendapatkan kontrol yang lebih efektif. Orang bertanggung jawab atas hidupnya dan bukan menjadi korban dari keadaan diluar kontrolnya. Praktisi terapi realitas berfokus pada apa yang klien bisa dan mau mengerjakan pada saat sekarang untuk bisa merubah perilaku klien. Terapis realitas berfungsi sebagai guru dan model, yang berkonfrontasi dengan klien dengan cara cara yang bisa menolong klien untuk mengevaluasi apa yang dilakukan dan apakah perilaku konseli bisa memenuhi kebutuhan dasar tanpa harus mencelakakan diri konseli sendiri dan orang lain. Kelebihan dari terapi realitas adalah jangka waktu terapinya yang relatif pendek. Konseli dihadapkan pada keharusan untuk mengevaluasi tingkah laku klien sendiri dan membuat pertimbangan nilai. Sedangkan kekurangan dari terapi realitas ini adalah, tidak memberikan penekanan khusus pada perilaku tak sadar dan pada masa lampau individu sebagai salah satu penyebab dari tingkah laku konseli sekarang. 18

19 Pendapat tradisional yang beranggapan bahwa seseorang berperilaku tidak bertanggungjawab disebabkan oleh gangguan mental ditolak oleh Glasser. Justru ia berpendapat bahwa orang mengalami gangguan mental karena ia berperilaku tidak bertanggungjawab. Terapi realitas menekankan pada masalah moral antara benar dan salah yang harus diperhadapkan kepada konseli sebagai kenyataan atau realitas. Terapi realitas menekankan pertimbangan menyangkut nilai-nilai. Ia menekankan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya. Pengalaman masa lalu diabaikan karena terapi realitas mengarahkan pandangan penilaiannya pada bagaimana perilaku saat ini dapat memenuhi kebutuhan konseli. Dengan kata lain terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang. Meskipun tidak menganggap perasaan dan sikap tidak penting, tetapi terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapi realitas adalah proses pengajaran ( teaching process ) dan bukan proses penyembuhan ( healing process ). Itu sebabnya terapi realitas sering menggunakan pula pendekatan kognitif dengan maksud agar konseli dapat meneyesuaikan diri terhadap realitas yang dihadapinya. Faktor alam bawah sadar sebagaimana ditekankan pada psikoanalisis Freud tidak diperhatikan karena Glasser lebih mementingkan apa daripada mengapa -nya. Terapi realitas menolong individu untuk memahami, mendefinisikan, dan mengklarifikasi tujuan hidupnya. Terapi realitas menolak alasan tertentu atas perbuatan yang dilakukan. Misalnya, orang yang mencuri tidak boleh beralasan bahwa ia terpaksa atau kepepet, dsb. Dalam terapi realitas kelompok, anggota kelompok bebas memilih perilaku dan harus bertanggung jawab tidak hanya atas apa yang kelompok lakukan tetapi juga atas bagaimana anggota kelompok berfikir dan merasakan. Diperlukannya suatu keterampilan khusus yang dimiliki oleh pemimpin kelompok seperti keterampilan dalam komunikasi karena dalam terapi realitas kelompok ini tidak menggunakan teknik khusus dalam proses konnselingnya. 19

20 DAFTAR PUSTAKA Corey, Gerald Theory and Practice of Counseling and Psychothepy (Diterjemahkan oleh: E. Koeswara). Bandung: PT. Refika Aditama Gibson, Robert L. at al Introduction to Counseling and Guidance. New York: Macmillan Publishing Company Gunadi, Paul. No. 4 Edisi: Oktober - Desember PARAKALEO (dan dapat di lihat dalam situs g/files/kepala%2520sekolah.doc+william+glasser&hl=id&ct=clnk&cd=6 &gl=id) Hansen, James C. at al Counseling: Theory and Process. Library of Congress Cataloging in Publication Data Rosjidan Pengantar Teori-teori Konseling. Jakarta: DEPDIKBUD 20

21 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Pembahasan... 1 B. Tujuan Pembahasan... 2 C. Sistematika Pembahasan... 2 D. Metode Pembahasan... 2 BAB II. POKOK PEMBAHASAN (TEORI REALITAS KELOMPOK)... 3 A. Konsep Dasar Teori Realitas Kelompok... 3 a. Sejarah Teori Realitas Kelompok... 3 b. Pandangan Tentang Manusia... 3 c. Konsep Utama Teori Realitas Kelompok... 4 d. Tujuan Konseling Teori Realitas... 8 e. Konseli dalam Pandangan Teori Realitas Kelompok... 9 f. Peran Konselor dalam Teori Realitas Kelompok B. Teknik yang Digunakan dalam Teori Realitas Kelompok BAB III. ANALISIS DAN KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA 21 i

22 KATA PENGANTAR Bismllairahmannirrahim, Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia serta izinya, Tidak lupa salawat serta salam semoga tercurahkan kepada teladan kita junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya, serta pengikutnya sampai akhir zaman, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata Teori Bimbingan dan Konseling Kelompok. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji suatu teori yang merupakan salah satu upaya pemberian bantuan dalam siatuasi konseling. Dalam makalah ini tidak hanya membahas mengenai suat7u konsep yang melatrbelakangi teori realitas ini, namun lebih mengembangkan pembahasan dalam penggunaan teknik-teknik yang ada dalam teori realitas ini, yang dimana sebenarnya dalam teori realitas ini tidak ada teknik-teknik yang digunakan secara khusus, namun lebih mengutamakan hubungan teraupetik dengan konseli. Penyusun menyadari bahwa isi dari makalah ini masih jauh dai sempurna dan memiliki banyak kekurangan dan mengingat adanya berbagai keterbatsan yang kami miliki. Semoga dapat di jadikan bahan pelajaran untuk membuat makalah yang lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga pula makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Bandung, Mei 2008 Penyusun 22 ii

Reality Therapy. William Glasser

Reality Therapy. William Glasser Reality Therapy William Glasser 1. Latar Belakang Sejarah William Glasser lahir tahun 1925, mendapatkan pendidikan di Cleveland dan menyelesaikan sekolah dokter di Case Western Reserve University pada

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 12 61033 Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan

Lebih terperinci

TERAPI REALITAS UNTUK MEMBAWA GENERASI MUDA INDONESIA KEMBALI KEPADA REALITA KEHIDUPAN SAAT INI.

TERAPI REALITAS UNTUK MEMBAWA GENERASI MUDA INDONESIA KEMBALI KEPADA REALITA KEHIDUPAN SAAT INI. TERAPI REALITAS UNTUK MEMBAWA GENERASI MUDA INDONESIA KEMBALI KEPADA REALITA KEHIDUPAN SAAT INI. Yusak Novanto, S.Psi, M.Psi, Psikolog Fakultas Psikologi Universitas Pelita Harapan Surabaya yusak.novanto@uphsurabaya.ac.id

Lebih terperinci

PENTINGNYA KUALITAS HUBUNGAN ANTAR PRIBADI KONSELOR DALAM KONSELING REALITAS. Abstrak :

PENTINGNYA KUALITAS HUBUNGAN ANTAR PRIBADI KONSELOR DALAM KONSELING REALITAS. Abstrak : PENTINGNYA KUALITAS HUBUNGAN ANTAR PRIBADI KONSELOR DALAM KONSELING REALITAS Dra, Anak Agung Rai Tirtawati, M.Si Program Studi PPKn, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Dwijendra Denpasar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penerimaan diri 2.1.1 Definisi Penerimaan Diri Ellis (dalam Richard et al., 201) konsep penerimaan diri disebut Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Terapi Realitas (Reality

Lebih terperinci

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

Psikologi Konseling MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10 MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Problem Solving Counseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 10 MK 61033 Muhammad Ramadhan, M.Psi, Psikolog Abstract Modul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini prokrastinasi sudah menjadi fenomena di kalangan umum dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena penunda-nundaan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy adalah keyakinan diri individu tentang kemampuannya dan juga hasil yang akan individu peroleh dari kerja kerasnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang sangat terpenting bagi setiap individu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang sangat terpenting bagi setiap individu, pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah hal yang sangat terpenting bagi setiap individu, pendidikan dibutuhkan oleh siapapun karena pendidikan mampu membantu seseorang dalam mencapai masa

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu cenderung mengharapkan dirinya berkembang dan menjadi lebih baik. Perkembangan potensi seseorang tidak terwujud begitu saja apabila tidak diupayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN KONSELING INDIVIDUAL

LAPORAN KONSELING INDIVIDUAL LAPORAN KONSELING INDIVIDUAL A. Identitas Konseli Nama : E Umur : 16 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Domisili : Yogyakarta B. Deskripsi Masalah yang Dikeluhkan Konseli adalah anak tunggalketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah

Lebih terperinci

Mekanisme dan Taktik Bertahan ; Penolakan Realita Dalam Konseling Oleh : Sigit Sanyata

Mekanisme dan Taktik Bertahan ; Penolakan Realita Dalam Konseling Oleh : Sigit Sanyata Mekanisme dan Taktik Bertahan ; Penolakan Realita Dalam Konseling Oleh : Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id Abstrak Mekanisme individu untuk menghindari kenyataan yang sedang dihadapi merupakan representasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena.

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai suatu kegiatan profesional dan ilmiah, pelaksaan konseling bertitik tolak dari teori-teori yang dijadikan sebagai acuannya. Pada umumnya teori diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sikap pasif siswa sering ditunjukan dalam sebuah proses belajar, hal ini terlihat dari perilaku siswa dalam sebuah proses belajar yang cenderung hanya berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan orang lain. Kehidupan manusia mempunyai fase yang panjang, yang di dalamnya selalu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hidupnya didunia ini. Pendidikan sangat berperan dalam upaya menjamin kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB II PERSPEKTIF TEORITIS

BAB II PERSPEKTIF TEORITIS BAB II PERSPEKTIF TEORITIS A. KONSEP TERAPI REALITAS Terapi Realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan klien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harga diri adalah penilaian seseorang mengenai gambaran dirinya sendiri yang berkaitan dengan aspek fisik, psikologis, sosial dan perilakunya secara keseluruhan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. bernilai, penting, penerus bangsa. Pada kenyataannya, tatanan dunia dan perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas keadaan anak di muka peta dunia ini masih belum menggembirakan. Nasib mereka belum seindah ungkapan verbal yang kerap kali memposisikan anak bernilai,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENGATASI KEJENUHAN ISTRI MENGURUS

BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENGATASI KEJENUHAN ISTRI MENGURUS BAB IV ANALISIS (BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENGATASI KEJENUHAN ISTRI MENGURUS RUMAH TANGGA DI DESA BOLO UJUNGPANGKAH GRESIK) A. Analisis Faktor-faktor yang melatar belakangi

Lebih terperinci

Konsep Diri Rendah di SMP Khadijah Surabaya. baik di sekolah. Konseli mempunyai kebiasaan mengompol sejak kecil sampai

Konsep Diri Rendah di SMP Khadijah Surabaya. baik di sekolah. Konseli mempunyai kebiasaan mengompol sejak kecil sampai BAB IV ANALISIS ISLAMIC COGNITIVE RESTRUCTURING DALAM MENANGANI KONSEP DIRI RENDAH SEORANG SISWA KELAS VIII DI SMP KHADIJAH SURABAYA A. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Seorang Siswa Kelas VIII Mengalami

Lebih terperinci

THEORY AND PRACTICE OF COUNSELING AND PSYCHOTHERAPY (TEORI DAN PRAKTEK DARI KONSELING DAN PSIKOTERAPI) TERAPI ADLER

THEORY AND PRACTICE OF COUNSELING AND PSYCHOTHERAPY (TEORI DAN PRAKTEK DARI KONSELING DAN PSIKOTERAPI) TERAPI ADLER THEORY AND PRACTICE OF COUNSELING AND PSYCHOTHERAPY (TEORI DAN PRAKTEK DARI KONSELING DAN PSIKOTERAPI) GERALD COREY TERAPI ADLER ALFRED ADLER ( 1870-1912 ) Pengembang psikodinamika pada terapi (8-10) thn.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Membahas mengenai pacaran dalam era globalisasi ini sudah tidak asing lagi. Pacaran sekarang bahkan seolah olah sudah merupakan aktifitas remaja dalam kehidupan sehari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia sebagai makhluk sosial adalah perilaku komunikasi antarmanusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap kegiatan manusia atau masyarakat harus berdasarkan pada peraturan yang ada dan norma-norma yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan memiliki daya saing. Hal utama yang ingin dicapai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya terapi-terapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kasus-kasus kekerasan terhadap anak akhir-akhir ini menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kasus-kasus kekerasan terhadap anak akhir-akhir ini menunjukkan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perkembangan kasus-kasus kekerasan terhadap anak akhir-akhir ini menunjukkan adanya kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat kita simak dari liputan

Lebih terperinci

Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Membantu Siswa Meningkatkan Motivasi Belajar. Desti Fatayati 1 dan Eko Darminto 2

Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Membantu Siswa Meningkatkan Motivasi Belajar. Desti Fatayati 1 dan Eko Darminto 2 Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Membantu Siswa Meningkatkan Motivasi Belajar Desti Fatayati 1 dan Eko Darminto 2 Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menguji penerapan konseling kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Diciptakan dengan istimewa serta sempurna. Dengan memiliki akal pikiran dan hati yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang dan Masalah Komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang

Lebih terperinci

KONSELING REMAJA Putri Marlenny P, S.Psi, M.Psi, Psikolog Rumah Duta Revolusi Mental HP/WA :

KONSELING REMAJA Putri Marlenny P, S.Psi, M.Psi, Psikolog Rumah Duta Revolusi Mental HP/WA : KONSELING REMAJA Putri Marlenny P, S.Psi, M.Psi, Psikolog Rumah Duta Revolusi Mental HP/WA : 081-5687-1604 NB : Materi ini telah TIM RDRM persentasikan di Dinas Kesehatan Kota Semarang 2017 About Me Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN SEORANG AYAH

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN SEORANG AYAH BAB IV ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS DALAM MENANGANI KECEMASAN SEORANG AYAH PADA PERKEMBANGAN ANAKNYA DI DESA SUKODONO PANCENG GRESIK Analisis data yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang yang merencanakan untuk berkeluarga biasanya telah memiliki impian-impian akan gambaran masa depan perkawinannya kelak bersama pasangannya.

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA

APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA A. Pendekatan Psikoanalisis Aliran psikoanalisis dipelopori oleh Sigmund Freud pada tahun 1896. Dia mengemukakan bahwa struktur kejiwaan manusia

Lebih terperinci

Small Groups in Counseling and Therapy. Sigit Sanyata 07 Juni 2009

Small Groups in Counseling and Therapy. Sigit Sanyata 07 Juni 2009 Small Groups in Counseling and Therapy Sigit Sanyata 07 Juni 2009 Konseling kelompok? Konseling kelompok? Kita perlu belajar Perubahan dalam konseling Perasaan Pikiran Perilaku Bahagia Konsep konseling

Lebih terperinci

NO. Hal yang diungkap Daftar Pertanyaan

NO. Hal yang diungkap Daftar Pertanyaan 179 LAMPIRAN 180 181 A. Pedoman Wawancara NO. Hal yang diungkap Daftar Pertanyaan 1. Perkenalan dan Rapport 2. Riwayat Penyakit 3. Dampak penyakit terhadap kehidupan secara keseluruhan 4. Aspek Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran) A. Identitas Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Asal Sekolah Kelas : Nissa (Nama Samaran) : 18 tahun : Perempuan : Islam : Siswa : SMA Negeri 1 Sanden : XII Semester : 1 Alamat B. Deskripsi Kasus

Lebih terperinci

BK KELOMPOK Diana Septi Purnama HUBUNGAN INTERPERSONAL

BK KELOMPOK Diana Septi Purnama   HUBUNGAN INTERPERSONAL BK KELOMPOK Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id HUBUNGAN INTERPERSONAL Pembelajaran intereprsonal adalah faktor terapeutik yang luas dan kompleks dalam analog konseling kelompok seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada pengertian kemandirian yaitu bahwa manusia dengan keutuhan

Lebih terperinci

BAB II TEKNIK KONSELING DALAM TEORI GESTALT

BAB II TEKNIK KONSELING DALAM TEORI GESTALT BAB I PENDAHULUAN Konseling atau Terapi Gestalt dikembangkan dari sumber dan pengaruh tiga disiplin ilmu yang sangat berbeda, yaitu Psikoanalisis yang dikembangkan oleh Wilhelm Reih, Fenomenologi Eksistensialisme

Lebih terperinci

Penerapan Konseling Kelompok Realita untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri di Sekolah. Nurin Cholifatul Ma rifa 1 dan Titin Indah Pratiwi 2

Penerapan Konseling Kelompok Realita untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri di Sekolah. Nurin Cholifatul Ma rifa 1 dan Titin Indah Pratiwi 2 Penerapan Konseling Kelompok Realita untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri di Sekolah Nurin Cholifatul Ma rifa 1 dan Titin Indah Pratiwi 2 Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji penerapan konseling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING INDIVIDUAL PENANGGULANGAN NAFZA BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA

MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING INDIVIDUAL PENANGGULANGAN NAFZA BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING INDIVIDUAL PENANGGULANGAN NAFZA BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA DISUSUN OLEH YUSI RIKSA YUSTIANA BADAN PENANGGULANGAN NAFZA, KENAKALAN REMAJA, ROSTITUSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau tugas yang diberikan dengan segenap kemampuannya terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. atau tugas yang diberikan dengan segenap kemampuannya terutama dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Menurut Lickona (2013:64) Tanggung jawab berarti menjalankan suatu pekerjaan atau tugas (dalam keluarga, di sekolah, di tempat kerja) dengan segenap kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Tujuan

I. PENDAHULUAN. A. Tujuan A. Tujuan I. PENDAHULUAN Setelah mempelajari modul ini para konselor diharapkan : 1. Memiliki pemahamam tentang konselor sebagai suatu profesi 2. Memiliki pemahamam tentang kinerja profesional konselor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Harga Diri 1.1. Pengertian harga diri Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi

Lebih terperinci

BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA

BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA 79 BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA A. Analisis Proses Konseling dalam Menangani Depresi Seorang Anak yang Tidak Menerima Ayah Tirinya Dalam proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pendidikan telah mengawali masuknya konseling untuk pertama kalinya ke Indonesia. Adaptasi konseling dengan ilmu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) GUIDENA, Vol.1, No.1, September 2011 MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) Nurul Atieka Universitas Muhammadiyah Metro PENDAHULUAN Semua orang dalam membina keluarga, menginginkan keluarga

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik.

Lebih terperinci

PENGARUH KONSELING REALITA TERHADAP PEMBENTUKAN KEMANDIRIAN PADA SISWA SMPN 2 KURIPAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

PENGARUH KONSELING REALITA TERHADAP PEMBENTUKAN KEMANDIRIAN PADA SISWA SMPN 2 KURIPAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 PENGARUH KONSELING REALITA TERHADAP PEMBENTUKAN KEMANDIRIAN PADA SISWA SMPN 2 KURIPAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Elis Sulistiya, Hj. Jumailiyah, dan Harmoko Bimbingan dan Konseling, FIP IKIP Mataram Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dihadapkan pada karakterisktik siswa yang beraneka ragam dalam kegiatan pembelajaran. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajar secara lancar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi BAB IV ANALISA DATA A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Silaturahmi pada Seorang Remaja yang Mengalami Depresi di Desa Sembayat Kabupaten Gresik. Dalam proses pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan yang dilaksanakan secara baik dan dikelola dengan perencanaan yang matang akan menciptakan

Lebih terperinci

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok merupakan kesatuan unit yang terkecil dalam masyarakat. Individu merupakan kesatuan dari kelompok tersebut. Anggota kelompok tersebut merupakan individu-individu

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING BAGI GURU. 6/14/2010 Anne Hafina PPB UPI Bandung

KETERAMPILAN KONSELING BAGI GURU. 6/14/2010 Anne Hafina PPB UPI Bandung KETERAMPILAN KONSELING BAGI GURU Konseling sekolah merupakan kekuatan baru dalam pendidikan, sumber kontroversi, sumber inspirasi, sumber pemahaman teoritis, dan sumber keterampilan praktis. Komponen Keterampilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah saat ini menuntut siswa untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah satu karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BK KELOMPOK Diana Septi Purnama TAHAP AWAL KEGIATAN KELOMPOK

BK KELOMPOK Diana Septi Purnama   TAHAP AWAL KEGIATAN KELOMPOK BK KELOMPOK Diana Septi Purnama Email: dianaseptipurnama@uny.ac.id TAHAP AWAL KEGIATAN KELOMPOK A. Pendahuluan Pekerjaan konselor kelompok sudah dimulai jauh sebelum pertemuan kelompok yang pertama kali.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

MAKALAH KEPEMIMPINAN / LEADERSHIP Makalah Kepemimpinan Leadership Gratis Dipersembahkan oleh : www.tipspublicspeaking.net TipsPublicSpeaking.NET adalah website berisi cara belajar public speaking secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu keperawatan adalah suatu ilmu yang mempelajari pemenuhan kebutuhan dasar manusia mulai dari biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pemenuhan dasar tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir.

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kerangka pelaksanaan pendidikan anak usia dini yang tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berawal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi pahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Setiap aktivitas yang dilakukan tentu memerlukan komunikasi. Tidak terkecuali seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing orang selalu menginginkan harga diri yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing orang selalu menginginkan harga diri yang tinggi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia dan kehidupan kita sering mendengar tentang kepemilikan harga diri. Tiap manusia yang ada di dunia ini pasti memiliki harga diri dan tentunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

Teori dan Teknik Konseling. Nanang Erma Gunawan

Teori dan Teknik Konseling. Nanang Erma Gunawan Teori dan Teknik Konseling Nanang Erma Gunawan nanang_eg@uny.ac.id Konselor memiliki daya terapeutik Diri konselor adalah sebagai instrumen Memiliki pengetahuan mengenai: - teori kepribadian dan psikoterapi

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi

Lebih terperinci

PENGARUH PENDEKATAN TIDWELL DAN BACHUS DALAM LAYANAN KONSELING KELOMPOK TERHADAP AGRESIVITAS PESERTA DIDIK KELAS VIII PAGI SMPN 9 TAMBUN

PENGARUH PENDEKATAN TIDWELL DAN BACHUS DALAM LAYANAN KONSELING KELOMPOK TERHADAP AGRESIVITAS PESERTA DIDIK KELAS VIII PAGI SMPN 9 TAMBUN 65 PENGARUH PENDEKATAN TIDWELL DAN BACHUS DALAM LAYANAN KONSELING KELOMPOK TERHADAP AGRESIVITAS PESERTA DIDIK KELAS VIII PAGI SMPN 9 TAMBUN Istianah 1 Dra. Endang Setyowati 2 Herdi, M. Pd. 3 Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pada lingkungannya (Sunarto dan Hartono, 2008). Penyesuaian merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. pada lingkungannya (Sunarto dan Hartono, 2008). Penyesuaian merupakan 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Penyesuaian Diri Penyesuaian mengacu pada seberapa jauhnya kepribadian individu berfungsi secara efisien dalam masyarakat (Hurlock, 2005). Penyesuaian adalah usaha menusia untuk

Lebih terperinci

Konseling Kelompok. Pertemuan ke-13

Konseling Kelompok. Pertemuan ke-13 Konseling Kelompok Pertemuan ke-13 Pengantar Konseling kelompok memungkinkan konselor menghadapi bbrp konseli - dg keuntungan biaya yg lebih murah dmn proses kelompok jg memiliki keuntungan dg tjdnya keunikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan baik berdasarkan hasil observasi maupun wawancara secara langsung kepada narasumber, maka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, psikologi adalah salah satu disiplin ilmu yang amat penting dipelajari. Namun sebagian besar teori psikologi berasal dari Barat, jadi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan tempat didikan bagi anak anak. Lebih dalam tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan tempat didikan bagi anak anak. Lebih dalam tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat didikan bagi anak anak. Lebih dalam tentang defenisi sekolah, sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistwmatis melaksanakan

Lebih terperinci