BAB II TINJAUAN UMUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM A. Persetujuan (Perjanjian) 1. Pengertian Persetujuan (Perjanjian) Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan. Karena kedua belah pihak setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya 13. Masalah persetujuan (perjanjian) ini diatur dalam KUHPerdata Pasal 1313, yang menyatakan bahwa, suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dalam hubungan dokter-pasien dalam bidang pengobatan jelas adanya ikatan ini. Untuk itu kalangan dokter harus menyadari adanya landasan hukum yang mengatur ikatan ini Dijelaskan akibat persetujuan ini akan terjadi perjanjian karena terdapat 2 pihak yang bersetuju dan berjanji untuk melakukan sesuatu. Akibat dari perjanjian ini maka terjadi perikatan antara kedua belah pihak di atas (dokter dan pasien). Adapun yang dimaksud dengan perikatan oleh Buku III KUHPerdata ialah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, sedangkan pihak yang lain itu berkewajiban memenuhi tuntutan R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. ke XII, PT Intermasa, Jakarta, 1987, hal Amri Amir, op. cit. hal. 14.

2 itu 15. Perikatan tersebut dapat lahir dikarenakan dua hal yaitu karena persetujuan (perjanjian) dan karena Undang-Undang seperti yang tercantum di dalam Pasal 1233 KUHPerdata. Mengenai pengertian dari persetujuan (perjanjian) yang terdapat pada Pasal 1313 KUHPerdata itu sendiri, sebenarnya menurut para sarjana belumlah lengkap atau jelas karena ada beberapa kata yang rancu, sehingga diperlukan adanya tambahan kata untuk memperjelasnya. Seperti pada kata perbuatan, tidak jelas di kata itu perbuatan seperti apa halnya, sehingga harus disempurnakan menjadi perbuatan hukum. Dan pada kata satu orang kata tersebut seolah-olah menjelaskan bahwa yang melakukan perjanjian itu hanya orang saja, padahal subjek hukum bukan hanya orang (manusia) saja tetapi juga termasuk badan hukum. Sehingga perlu diganti menjadi pihak-pihak. Perlu adanya tambahan kata saling di depan kata mengikatkan sehingga memiliki makna bahwa para pihak sama-sama sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam perjanjian tersebut. Sehingga konsep mengenai pengertian dari suatu perjanjian atau persetujuan yang dianggap lebih baik pun dapat dijabarkan sebagai berikut : suatu persetujuan adalah suatu perbuatan hukum dengan mana pihak-pihak saling mengikatkan dirinya terhadap pihak-pihak lainnya. Adapun dari pengertian yang ada di atas dapat dikatakan bahwa suatu perjanjian mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : a. Adanya perbuatan hukum yang menimbulkan hubungan hukum 15 Ibid.

3 b. Adanya para pihak c. Adanya kesepakatan untuk saling mengikatkan diri 2. Asas-asas Hukum Perjanjian Asas-asas hukum yang penting diperhatikan pada waktu membuat perjanjian maupun melaksanakannya adalah sebagai berikut: a. Asas Konsensualisme Asas bahwa perjanjian yang dibuat itu pada umumnya bukan secara formil tetapi konsensuil, artinya perjanjian itu selesai karena persetujuan kehendak atau consensus semata-mata. b. Asas Kekuatan Mengikat dari Perjanjian (pacta sunt servanda) Asas, bahwa pihak-pihak harus memenuhi apa yang telah dijanjikan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata, bahwa perjanjian berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak. c. Asas Kebebasan Berkontrak Orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi berlakunya dan syarat-syarat perjanjian dengan kontrak tertentu atau tidak dan bebas memilih Undang-Undang mana yang akan dipakainya untuk perjanjian itu, Selama tidak bertentangan dengan Pasal 1337 KUHPerdata. 16 d. Asas iktikad baik (Togoe dentrow) Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata) iktikad baik ada dua yakni : Bersifat objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. Dan bersifat subjektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang Unsur-Unsur Perjanjian Menurut Asser dalam perjanjian terdiri dari bagian inti (Essensialia) dan bagian bukan inti (Naturalia dan Accidentalia). 16 Purwahid Pairik, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Cet. 1, Penerbit Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal. 45.

4 a. Unsur Essensialia. Unsur yang mutlak harus ada. Unsur ini sangat erat berkaitan dengan syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata) dan untuk mengetahui ada/tidaknya perjanjian serta untuk mengetahui jenis perjanjiannya. Contoh: Kesepakatan. b. Unsur Naturalia Unsur yang lazimnya ada/sifat bawaan perjanjian, sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian. misalnya: Menjamin terhadap cacat tersembunyi. c. Unsur Accidentalia Unsur yang harus tegas diperjanjikan, misalnya: Pemilihan tempat kedudukan Syarat Sah Perjanjian Suatu perjanjian akan mengikat para pihak yang membuatnya apabila perjanjian tersebut dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk sahnya suatu persetujuan (perjanjian) diperlukan 4 syarat, sebagaimana tercantum pada Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu d. Suatu sebab yang halal Ad. a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak para pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan. Kesepakatan merupakan kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara pihak-pihak. Adapun Unsur kesepakatan terdiri atas : 1) Offerte (penawaran) adalah pernyataan pihak yang menawarkan. 18 Mariam Darus Badrulzaman, KUHPERDATA Buku III, Alumni, Bandung, 2006, hal

5 2) Acceptasi (penerimaan) adalah pernyataan pihak yang menerima penawaran 19. Sebelum para pihak melakukan kesepakatan, maka salah satu pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan apa yang dikendakinya, dengan segala macam persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati para pihak. Pernyataan kehendak yang disampaikan tersebut dikenal dengan nama penawaran. Jadi penawaran itu berisikan kehendak dari salah satu pihak dalam perjanjian, yang disampaikan kepada lawan pihaknya, untuk memperoleh persetujuan dari lawan pihaknya tersebut. Pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran selanjutnya harus menentukan apakah ia menerima tawaran yang disampaikan. Apabila ia menerima maka tercapailah kesepakatan tersebut. Sedangkan jika ia tidak menyetujui, maka dapat saja ia mengajukan tawaran balik, yang memuat ketentuan-ketentuan yang dianggap dapat ia penuhi atau yang sesuai dengan kehendaknya yang dapat diterima atau dilaksanakan olehnya. Dalam hal terjadi demikian maka kesepakatan belum tercapai. Keadaan tawarmenawar ini akan terus berlanjut hingga pada akhirnya para pihak mencapai kesepakatan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh para pihak dalam perjanjian tersebut. Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian. untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi ada beberapa macam teori/ajaran yaitu: 19 Ibid. hal. 98.

6 1) Teori pernyataan, mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak pihak yang menerima tawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu, misalnya saat menjatuhkan bolpoin untuk menyatakan menerima. Kelemahannya sangat teoritis karena dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis. 2) Teori pengiriman, mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. Kelemahannya adalah bagaimana hal itu bisa diketahui? Bisa saja walaupun sudah dikirim tetapi tidak diketahui oleh pihak yang menawarkan. 3) Teori pengetahuan, mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima. (walaupun penerimaan itu belum diterimanya dan tidak diketahui secara langsung). Kelemahannya, bagaimana ia bisa mengetahui isi penerimaan itu apabila ia belum menerimanya. 4) Teori penerimaan, mengajarkan kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan 20. Pernyataan kehendak itu dapat dilakukan secara tegas ataupun secara diam-diam. Jika dilakukan secara tegas dapat dilakukan secara tertulis, secara lisan ataupun dengan tanda. Pernyataan kehendak secara tegas yang dilakukan secara tertulis dapat dilakukan dengan akta di bawah tangan ataupun dengan akta autentik. Permasalahan lain tentang kesepakatan. Bagaimana bila terjadi pernyataan yang keluar tidak sama dengan kemauan sebenarnya? Untuk menjawab hal tersebut ada beberapa teori yaitu : 1) Teori kehendak, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah adanya kehendak para pihak. 2) Teori pernyataan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah pernyataan. Jika terjadi perbedaan antara kehendak dengan pernyataan maka perjanjian tetap terjadi. 3) Teori kepercayaan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah pernyataan seseorang yang secara objektif dapat dipercaya. Kelemahannya adalah kepercayaan itu sulit dinilai Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Bandung, 2003, hal Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hal

7 Selanjutnya menurut Pasal 1321 KUHPerdata, kata sepakat harus diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan. Masalah lain yang dikenal dalam KUHPerdata yakni yang disebut cacat kehendak (kehendak yang timbul tidak murni dari yang bersangkutan). Tiga unsur cacat kehendak (Pasal 1321 KUHPerdata) 22 : 1) Kekhilafan/ kekeliruan/ kesesatan/ dwaling (Pasal 1322 KUHPerdata). Sesat dianggap ada apabila pernyataan sesuai dengan kemauan tapi kemauan itu didasarkan atas gambaran yang keliru baik mengenai orangnya (disebut eror in persona) atau objeknya (disebut eror in subtantia). cirinya, yakni tidak ada pengaruh dari pihak lain. Contoh: a) Si A membeli lukisan potret yang dikira lukisan Affandi, tapi ternyata bukan lukisan affandi melainkan lukisan palsu (eror in subtantia). b) Si A memanggil Inul Daratista si Goyang Ngebor namun saat pentas ternyata Inul yang tampil bukan Inul Daratista melainkan Inul Dara Manja (eror in persona). 2) Paksaan/dwang (Pasal KUHPerdata). Paksaan bukan karena kehendaknya sendiri,namun dipengarui orang lain. Paksaan telah terjadi bila perbuatan itu sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan seseorang yang berpikiran sehat dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Dengan demikian maka pengertian paksaan adalah kekerasan 22 Handri Raharjo, op. cit. hal

8 jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian. Contohnya, orang menodongkan pistol guna memaksa orang yang lemah untuk membubuhkan tanda tangan di sebuah perjanjian. 3) Penipuan/bedrog (Pasal 1328 KUHPerdata) pihak menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu gambaran yang keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga pihak lain bergerak untuk menyepakati. Perjanjian itu dapat dibatalkan, apabila terjadi ketiga hal yang disebut di atas. Dalam perkembangannya muncul unsur cacat kehendak yang keempat yaitu penyalahgunaan keadaan/undue Influence (KUHPerdata tidak mengenal). Pada hakikatnya ajaran penyalahgunaan keadaan bertumpuh pada kedua hal berikut, yaitu : a) Penyalahgunaan keunggulan ekonomi b) Penyalahgunaan keunggulan kejiwaan termasuk tentang psikologi, pengetahuan, dan pengalaman. Di dalam penyalahgunaan keadaan tidak terjadi ancaman fisik hanya terkadang salah satu pihak punya rasa ketergantungan, suatu hal darurat, tidak berpengalaman, atau tidak tahu. Apa yang menjadi dasar pengajuan ke pengadilan bila di KUHPerdata tidak mengaturnya? Dapat dengan dasar yurisprudensi. Konsekuensi bila ada penyalah-gunaan keadaan maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Jika hal ini dikaitkan dengan pelayanan kesehatan dalam hal informed consent (Persetujuan Tindakan Kedokteran), maka kesepakatan para pihak untuk saling mengikatkan dirinya timbul jika, pasien atau keluarga terdekat pasien setuju untuk

9 dilakukannnya tindakan medis/kedokteran, setelah sebelumnya dokter memberikan informasi atau penjelasan yang jelas mengenai apa saja yang berkaitan dengan tindakan medis/kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien sebagaimana tercantum pada Pasal 7 ayat 3 PERMENKES No 290 tahun Ad.b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Pada Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Pada Pasal 1330 KUHPerdata lebih lanjut dinyatakan bahwa yang tidak cakap membuat perjanjian adalah : 1) Orang orang yang belum dewasa 2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan 3) Orang-orang perempuan (wanita bersuami) 4) Orang yang dilarang undang-undang untuk membuat perjanjian tertentu. Mengenai ketentuan yang ada pada nomor urut ketiga pada Pasal 1330 KUHPerdata yang ada di atas, berkenaan dengan kedudukan orang-orang perempuan (wanita bersuami) yang dianggap tidak cakap untuk membuat perjanjian telah dihapus, dengan keluarnya SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 3 Tahun 1963, yang menyatakan bahwa perempuan bersuami cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Serta keluarnya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa hak dan kedudukan suami-istri seimbang dan

10 masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum, hal ini dapat dilihat pada Pasal 31 undang-undang tersebut. Mereka yang belum cukup umur menurut Pasal 1330 KUHPerdata adalah mereka yang belum genap 21 tahun dan belum menikah. Agar mereka yang belum dewasa dapat melakukan perbuatan hukum maka harus diwakili oleh wali/perwalian (Pasal KUHPerdata). Perwalian adalah pengawasan atas orang (anak-anak yang belum dewasa yang tidak ada di bawah kekuasaan orangtua) sebagaimana diatur dalam undang-undang dan pengelolaan barang-barang dari anak yang belum dewasa 23. Mereka yang diletakkan di bawah pengampuan diatur dalam Pasal KUHPerdata tentang pengampuan. Pengampuan adalah keadaan dimana seseorang (disebut curandus) karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak sendiri (pribadi) di dalam lalu lintas hukum, karena orang tersebut (curandus),oleh putusan hakim dimasukkan ke dalam golongan orang yang tidak cakap bertindak dan lantas diberi seorang wakil menurut undangundang yang disebut pengampu (curator/curatrice), sedangkan pengampuannya disebut curatele. Sifat-sifat pribadinya yang dianggap tidak cakap adalah (Pasal 433 KUHPerdata) : 1) Keadaan dungu. 2) Sakit ingatan/gila/mata gelap (dianggap tidak cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya). 3) Pemboros dan pemabuk (ketidakcakapan bertindak terbatas pada perbuatanperbuatan dalam bidang hukum harta kekayaan saja). 24 Pengampuan terjadi karena putusan hakim yang didasarkan adanya permohonan. Yang dapat mengajukan permohonan diatur di dalam Pasal KUHPerdata yaitu, keluarga, diri sendiri, dan jaksa dari kejaksaan Ibid. hal Ibid. hal Juni Rahardjo, Hukum Administrasi Indonesia Pengetahuan Dasar, Atma Jaya, Yogyakarta, 1995, hal. 79.

11 Akibat hukum dari perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap berbuat berdasar penentuan hukum ialah dapat dimintakan pembatalan (Pasal 1331 ayat (1) KUHPerdata) 26. Jika hal ini dikaitkan dengan pelayanan kesehatan dalam hal informed consent (Persetujuan Tindakan Kedokteran) maka kecakapan ini harus datang dari kedua belah pihak yang memberikan pelayanan maupun yang memerlukan pelayanan. Artinya dari kalangan dokter mereka harus mempunyai kecakapan yang dituntut atau diperlukan oleh pasien. Dokter umum sebagai dokter umum dan dokter spesialis menurut spesialis yang dipunyainnya. Hal tersebut harus ada buktinya (seperti izajah atau sertifikat yang diakui oleh organisasi keahliannya) 27. Dari pihak pasien tentulah dituntut orang yang cakap pula untuk membuat perikatan yaitu orang dewasa yang waras, namun bila keadaan pasien masih di bawah umur atau tidak memungkinkan untuk membuat suatu perikatan maka dapat digantikan oleh pihak keluarga terdekat dari pasien. Ad.c. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu disini berbicara tentang objek perjanjian (Pasal 1332 s/d 1334 KUHPerdata). Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam pasal tersebut yaitu : 1) Objek yang akan ada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung. 26 Handri Raharjo, l oc. cit. 27 Amri Amir, op. cit. hal. 15.

12 2) Objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian). 28 Suatu perjanjian harus mempunyai objek suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya dapat tidak ditentukan pada waktu dibuat perjanjian asalkan nanti dapat dihitung atau ditentukan jumlahnya (Pasal 1333 KUHPerdata). Jika dikaitkan dengan pelayanan kesehatan dalam hal informed consent (Persetujuan Tindakan Kedokteran), maka yang menjadi objek atau suatu hal tertentunya adalah tindakan medis/kedokteran yang akan dilakukan dokter terhadap pasien demi kepentingan kesehatan pasien. Ad.d. Suatu sebab yang halal Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian (Pasal 1337 KUHPerdata). Halal adalah tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan 29. Syarat ini merupakan mekanisme netralisasi, yaitu sarana untuk menetralisir terhadap prinsip hukum perjanjian yang lain yaitu prinsip kebebasan berkontrak. Prinsip mana dalam KUHperdata ada dalam Pasal 1338 ayat (1) yang pada intinya menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah memiliki kekuatan yang sama dengan undang-undang. Adanya suatu kekhawatiran terhadap azas kebebasan berkontrak ini bahwa akan menimbulkan perjanjian-perjanjian yang dibuat secara 28 Mariam Darus Badrulzaman, op. cit. hal Handri Raharjo, op. cit. hal. 57.

13 ceroboh, karenanya diperlukan suatu mekanisme kebebasan berkontrak ini tidak disalahgunakan. Sehingga diperlukan penerapan prinsip moral dalam suatu perjanjian. sehingga timbul syarat suatu sebab yang halal sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian. Itu sebabnya suatu perjanjian dikatakan tidak memiliki suatu sebab yang halal atau suatu sebab yang terlarang jika perjanjian tersebut antara lain melanggar prinsip kesusilaan atau ketetiban umum disamping melanggar perundangundangan hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 1337 KUHPerdata. Konsekuensi yuridis apabila syarat ini tidak terpenuhi adalah perjanjian yang dibuat tersebut tidak memiliki kekuatan hukum atau dengan kata lain batal demi hukum. Jika dikaitkan dengan dengan pelayanan kesehatan dalam hal informed consent (Persetujuan Tindakan Kedokteran), maka yang perlu juga diperhatikan disini adalah mengenai suatu sebab yang halal. Yang dimaksud persetujuan itu (dalam bidang pengobatan) adalah hal-hal yang tidak melanggar hukum, seperti melakukan aborsi dan lain-lain 30. Syarat kesepakatan dan syarat kecakapan di atas biasa disebut syarat subjektif, yakni mengenai subjeknya, bila syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan (untuk membatalkan perjanjian itu harus ada inisiatif minimal dari salah satu pihak yang merasa dirugikan untuk membatalkannya) 31. Batas waktu untuk membatalkannya 5 tahun (Pasal 1454 KUHPerdata). Syarat suatu hal tertentu dan sebab yang halal disebut syarat objektif yaitu syarat mengenai objeknya, bila syarat 30 Amri Amir, loc. cit. 31 R. Subekti, op. cit. hal. 20.

14 ini tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum (sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian sehingga tidak perlu pembatalan) 32. Munir Fuady berpendapat agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat yang digolongkan sebagai berikut : 1) Syarat sah yang umum, yaitu : a) Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata terdiri dari : (1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (3) Suatu hal tertentu (4) Suatu sebab yang halal b) Syarat sah umum diluar Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata yang terdiri dari : (1) Syarat itikad baik (2) Syarat sesuai dengan kebiasaan (3) Syarat sesuai dengan kepatutan (4) Syarat sesuai dengan kepentingan umum 2) Syarat sah yang khusus terdiri dari : a) Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentu b) Syarat akta notaris untuk perjanjian-perjanjian tertentu c) Syarat akta pejabat tertentu yang bukan notaris untuk perjanjian-perjanjian tertentu d) Syarat izin dari yang berwenang Prestasi dan Wanprestasi a. Prestasi Sesuatu yang dapat dituntut itu dinamakan Prestasi yang menurut Undang- Undang pada Pasal 1234 KUHPerdata dapat berupa : 1) Menyerahkan sesuatu barang 32 Ibid. 33 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 33.

15 2) Melakukan sesuatu perbuatan 3) Tidak melakukan sesuatu perbuatan 34 Dalam kaitan dokter dengan pasien, prestasi yang utama disini adalah melakukan sesuatu perbuatan baik dalam rangka preventif, curatif, rehabilitatif, maupun promotif 35. b. Wanprestasi Menurut Subekti, seorang debitur dapat dikatakan wanprestasi apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi. Ia ingkar janji atau alpa atau lalai atau juga ia melanggar perjanjian. bila ia berbuat atau melakukan sesuatu yang tidak boleh melakukannya 36. Menurut Satrio, wanprestasi terjadi apabila apa yang dijanjikan oleh pihak lawan, debitur tidak melaksanakan kewajiban prestasinya atau tidak melaksanakan sebagaimana mestinya 37. Ada 4 macam bentuk dari wanprestasi, yaitu : 1) Tidak berprestasi sama sekali atau berprestasi tapi tidak bermanfaat lagi atau tidak dapat diperbaiki. 2) Terlambat memenuhi prestasi. 3) Memenuhi prestasi secara tidak baik atau tidak sebagaimana mestinya. 4) Melakukan sesuatu namun menurut perjanjian tidak boleh dilakukan Amri Amir, loc cit. 35 Ibid. 36 R. Subekti, op. cit. hal J. Satrio, Hukum Perjanjian, Cipta Aditya Bhakti, Bandung, 1992, hal. 31.

16 Tidak dipenuhinya kewajiban dalam perjanjian karena 2 hal : 1) Kesalahan debitur karena: disengaja dan/atau lalai. 2) Keadaan memaksa. 39 Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah sebagai berikut : 1) Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau biasa dinamakan ganti rugi. 2) Pembatalan perjanjian atau dinamakan pemecahan perjanjian 3) Peralihan risiko. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim 40. Pembelaan untuk debitur wanprestasi ada tiga macam yaitu : 1) Memajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeur); 2) Memajukan bahwa si berpiutang (kreditur) sendiri juga telah lalai (exceptio non adimpleti contractus); 3) Memajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi (rechtsverwerking). 41 Jika dikaitkan dengan hubungan dokter dengan pasien dalam hal pelayanan kesehatan maka, wanprestasi dapat terjadi dalam pelayanan kesehatan jika, dokter tidak melakukan suatu tindakan medis/kedokteran sebagaimana yang telah diperjanjikan, atau melakukan tindakan medis yang sebenarnya tidak ada/sesuai 38 Handri Raharjo, op. cit. hal Ibid. 40 R. Subekti, loc cit. 41 Ibid. hal. 61.

17 dengan apa yang diperjanjikan sebelumnya. Sedangkan untuk pasien sendiri dianggap melakukan wanprestasi apabila tidak membayar biaya administrasi untuk keperluan tindakan medis/kedokteran tersebut atau melanggar kesepakatan yang ada dalam perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. 6. Jenis-Jenis Perjanjian Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, yaitu : a. Perjanjian menurut sumbernya: 1) Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga. Misalnya, perkawinan. 2) Perjanjian yang bersumber dari hukum kebendaan, adalah perjanjian yang berhubungan dengan peralihan hukum benda. 3) Perjanjian obligatoir, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban. 4) Perjanjian yang bersumber dari hukum acara. 5) Perjanjian yang bersumber dari hukum publik. 42 b. Perjanjian menurut hak dan kewajiban para pihak, dibedakan menjadi 43 : 1) Perjanjian timbal-balik, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Perjanjian ini ada dua macam yaitu timbal balik yang sempurna dan tidak sempurna. Misalnya, perjanjian jual beli 2) Perjanjian sepihak, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja, sedangkan pada pihak yang lain hanya ada hak. Contoh : hibah 42 Sudikno Mertokusumo, Rangkuman Kuliah Hukum Perdata, Fakultas Pascasarjana UGM, Yogyakarta, 1992, hal Salim HS, op. cit. hal Mariam Darus Badrulzaman, op. cit. hal

18 (Pasal 1666 KUHPerdata) dan perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792 KUHPerdata) 45. c. Perjanjian menurut keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi pada pihak yang lain, dibedakan menjadi 46 : 1) Perjanjian Cuma-Cuma, adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada salah satu pihak. Contoh, perjanjian hibah 2) Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak yang lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum, contoh, perjanjian jual beli, sewa-menyewa dan lain-lain d. Perjanjian menurut namanya, dibedakan menjadi perjanjian khusus/ bernama/ nominaat dan perjanjian umum/ tidak bernama/ innominaat/ perjanjian jenis baru (Pasal 1319 KUHPerdata) 49 1) Perjanjian khusus/bernama/nominaat adalah perjanjian yang memiliki nama dan diatur dalam KUHPerdata. 50. Contoh, perjanjian-perjanjian yang terdapat dalam buku III Bab V-XVIII KUHPerdata, antara lain perjanjian jual beli, perjanjian tukar-menukar, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian penitipan 45 Djaja S. Meliala, op. cit. hal Salim HS, loc. cit. 47 Mariam Darus Badrulzaman, loc. cit. 48 Ibid. 49 Salim HS, op. cit. hal Djaja S. Meliala, op. cit. hal. 88.

19 barang, perjanjian hibah, perjanjian pinjam-memimjam, perjanjian pinjam pakai, perjanjian pemberian kuasa, perjanjian perdamaian dan lain-lain. 2) Perjanjian umum/tidak bernama/innominaat/perjanjian jenis baru, adalah perjanjian yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat karena asas kebebasan berkontrak dan perjanjian ini belum dikenal pada saat KUHPerdata diundangkan 51. Karena perjanjian innominaat didasarkan pada asas kebebasan berkontrak maka sistem pengaturan hukum perjanjian innominaat adalah sistem terbuka/open system. Dilihat dari aspek pengaturannya perjanjian innominaat dibedakan menjadi 3, yaitu : a) Perjanjian innominaat yang diatur secara khusus dan dituangkan dalam bentuk undang-undang dan atau telah diatur dalam pasal-pasal tersendiri. Misalnya, kontrak production sharing yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. b) Perjanjian innominaat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah, misalnya tentang waralaba/franchise yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang waralaba. c) Perjanjian innominaat yang belum diatur atau belum ada undangundangnya di Indonesia, misalnya kontrak rahim atau surrogate mother. 52 Perjanjian innominaat bersifat khusus sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sedangkan perjanjian nominaat bersifat umum sehingga disini asas lex spesialis derogat legi generale berlaku meskipun ketentuan umum mengenai perjanjian sendiri tetap mengacu atau tunduk pada KUHPerdata sebagaimana tertuang dalam Pasal 1319 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak 51 Salim HS, op. cit. hal. 4 dan Ibid. hal. 2.

20 terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat didalam bab ini dan bab yang lalu. e. Perjanjian menurut bentuknya ada 2 macam, yaitu perjanjian lisan/tidak tertulis dan perjanjian tertulis. Termasuk perjanjian lisan adalah 53 : 1) Perjanjian konsensual, adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja sudah cukup untuk timbulnya perjanjian yang bersangkutan 54 2) Perjanjian riil, adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya penyerahan barang atau kata sepakat bersamaan dengan penyerahan barangnya. Misalnya, perjanjian penitipan barang dan perjanjian pinjam pakai 55.. Sedangkan yang termasuk perjanjian tertulis, yaitu : a) Perjanjian standar atau baku adalah perjanjian yang berbentuk tertulis berupa formulir yang isinya telah distandarisasi (dibakukan) terlebih dahulu secara sepihak oleh produsen, serta bersifat masal, tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen Ibid. hal J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Buku I, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal Mariam Darus Badrulzaman, op. cit. hal Djaja S. Meliala, op. cit. hal. 90.

21 b) Perjanjian formal adalah perjanjian yang telah ditetapkan dengan formalitas tertentu 57. Misalnya, perjanjian perdamaian yang harus secara tertulis (Pasal 1851 KUHPerdata), perjanjian hibah dengan akta notaris. f. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya. Yang termasuk dalam perjanjian ini menurut Mariam Darus Badrulzaman : 1) Perjanjian liberatoir adalah perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada. Misalnya, pembebasan hutang (Pasal 1438 KUHPerdata). 2) Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka. 3) Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi (Pasal 1774 KUHPerdata). 4) Perjanjian publik, adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas 58. g. Perjanjian campuran/contractus sui generis (Pasal 1601 C KUHPerdata). Di dalam perjanjian ini terdapat unsur-unsur dari beberapa perjanjian bernama yang terjalin menjadi satu sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri-sendiri. Contoh, perjanjian antara pemilik hotel dengan tamu R. Subekti, op. cit. hal Mariam Darus Badrulzaman, loc. cit. 59 Djaja S. Meliala, op. cit. hal. 89.

22 h. Perjanjian penanggungan (borgtocht). Adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga demi kepentingan kreditur mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur tidak memenuhi perikatannya (Pasal 1820 KUHPerdata) 60. i. Perjanjian garansi (Pasal 1316 KUHPerdata) dan Derden Beding (Pasal 1317 KUHPerdata) 61. 1) Perjanjian garansi adalah suatu perjanjian dimana seorang menjamin pihak lain (lawan janjinya) bahwa seorang pihak ketiga yang ada di luar perjanjian (bukan pihak dalam perjanjian yang bersangkutan) akan melakukan sesuatu (atau tidak akan melakukan sesuatu) dan kalau sampai terjadi pihak ketiga tidak memenuhi kewajibannya, maka ia akan bertanggung jawab untuk itu Dengan kata lain, perjanjian garansi adalah perjanjian dimana seorang (A) berjanji kepada pihak (B) bahwa orang lain (C) akan melaksanakan/memenuhi prestasi. 2) Derden Beding (janji pihak ketiga) berdasarkan asas pribadi suatu perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri (Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata) dan para pihak tidak dapat mengadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga, kecuali dalam apa yang disebut janji guna pihak ketiga (Pasal 1317 KUHPerdata) Ibid. hal Handri Raharjo, op. cit. hal J. Satrio, op. cit. hal. 97.

23 j. Perjanjian menurut sifatnya dibedakan menjadi : 1) Perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang utama. 2) Perjanjian accesoir adalah perjanjian tambahan yang mengikuti perjanjian utama/pokok, misalnya perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia 63. Sedangkan penggolongan yang lain adalah didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya kewajiban tersebut: a. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang hanya (baru) meletakkan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak dan belum memindahkan hak milik. b. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu kepada pihak lain, misalnya peralihan hak milik Akibat dari suatu perjanjian Akibat dari suatu perjanjian menurut Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu : a. Perjanjian mengikat para pihak. yang dimaksud dengan para pihak antara lain : 1) Para pihak yang membuatnya (Pasal 1340 KUHPerdata). 2) Ahli waris berdasarkan alas hak umum karena mereka itu memperoleh segala hak dari seseorang secara tidak terperinci (enblock). 3) Pihak ketiga yang diuntungkan dari perjanjian yang dibuat berdasarkan alas hak khusus karena mereka itu memperoleh segala hak dari seseorang secara terperinci/khusus 65. b. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali secara sepihak karena (Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata) merupakan kesepakatan diantara kedua belah pihak dan alasanalasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. c. Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata). Melaksanakan apa yang menjadi hak di satu pihak dan kewajiban 63 Salim HS, loc. cit. 64 Handri Raharjo, op. cit. hal R. Subekti, op. cit. hal. 32.

24 di pihak yang lain dari yang membuat perjanjian. Hakim berkuasa menyimpangi isi perjanjian bila bertentangan dengan rasa keadilan. Sehingga agar suatu perjanjian dapat dilaksanakan harus dilandasi dengan prinsip iktikad baik, prinsip kepatutan, kebiasaan, dan sesuai undang-undang Berakhirnya Perjanjian Pada umumnya, suatu perjanjian akan berakhir bilamana tujuan perjanjian itu telah tercapai. Dimana masing-masing pihak telah saling menunaikan prestasi yang diperlukan sebagaimana yang mereka kehendaki bersama-sama dalam perjanjian tersebut. Namun demikian, Menurut R. Setiawan, suatu perjanjian dapat hapus karena: a. Para pihak menentukan berlakunya perjanjian untuk jangka waktu tertentu. b. Undang-Undang menentukan batas waktu berlakunya suatu perjanjian (Pasal 1066 ayat 3 KUHPerdata). c. Salah satu pihak meninggal dunia. d. Salah satu pihak (hal ini terjadi bila salah satu pihak lalai melaksanakan prestasinya maka pihak yang lain dengan sangat terpaksa memutuskan perjanjian secara sepihak) atau kedua belah pihak menyatakan menghentikan perjanjian. e. Karena putusan hakim. f. Tujuan perjanjian telah dicapai dengan kata lain dilaksanakannya objek perjanjian atau prestasi. g. Dengan persetujuan para pihak 67. Menurut Handri Raharjo untuk mengetahui apakah sebuah perjanjian itu sudah berakhir atau belum harus dilihat dulu masing-masing perikatan dalam perjanjian itu sudah hapus atau belum, kalau sudah maka tinggal melihat apakah sumber dari perikatan itu (perjanjian) juga sudah hapus atau belum sehingga untuk hal ini perlu dilihat perjanjian itu sendiri dari berapa perikatan Cara berakhirnya perjanjian yang disampaikan R. Setiawan adalah cara lain yang dibuat para pihak sesuai perkembangan zaman. Dengan kata lain, cara Handri Raharjo, op. cit. hal Ibid. hal Ibid. hal. 102.

25 hapusnya/berakhirnya perjanjian dapat berlaku atau digunakan untuk cara hapusnya perikatan begitu juga sebaliknya cara hapusnya/berakhirnya suatu perikatan sebagaimana yang tertulis didalam Pasal 1381 KUHPerdata dapat berlaku atau digunakan untuk cara hapusnya/berakhirnya suatu perjanjian 69. B. Perjanjian Terapeutik 1. Pengertian Perjanjian Terapeutik Perjanjian atau transaksi atau persetujuan adalah hubungan timbal balik yang terjadi antara kedua belah pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan sesuatu hal. Perjanjian terpeutik atau transaksi terpeutik terjadi antara dokter dengan pasien yang berakibat pada timbulnya hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak 70. Pengertian mengenai perjanjian terapeutik ada beberapa definisi dari para sarjana antara lain sebagai berikut : a. Veronica Komalawati : transaksi terapeutik adalah hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis secara profesional, didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan tertentu di bidang kedokteran 71. b. Hermien Hadiati Koeswadji : transaksi terapeutik adalah transaksi untuk menentukan-mencari terapi yang paling tepat bagi pasien oleh dokter Ibid. 70 Y.A. Triana Ohoiwutun, op. cit. hal Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, Cet. 1, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPERDATA Buku Satu, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal

26 c. Bahder Johan Nasution : transaksi terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak 73. d. Al purwohadiwardoyo : transaksi terapeutik adalah hubungan hukum antara dokter dan pasien yang dilaksanakan dengan rasa kepercayaan dari pasien terhadap dokter 74 e. Salim HS : kontrak terapeutik adalah kontrak yang dibuat antara pasien dengan tenaga kesehatan dan/atau dokter atau dokter gigi, dimana tenaga kesehatan dan/atau dokter atau dokter gigi berusaha untuk melakukan upaya maksimal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara keduanya, dan pasien berkewajiban untuk membayar biaya penyembuhannya. 75. Lebih lanjut menurut Salim HS, ada tiga unsur yang terkandung dalam definisi kontrak/transaksi/perjanjian terapeutik yang ia kemukakan di atas, yaitu : 1) Adanya subjek hukum; 2) Adanya objek hukum; 3) Kewajiban pasien. 76 Subjek dalam kontrak terapeutik meliputi pasien, tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi. Objek dalam kontrak terapeutik adalah upaya maksimal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien. Kewajiban pasien adalah membayar biaya atau jasa 73 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Cet. 1, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal Al Purwohadiwardoyo, Etika Medis, Kanisius, Yogyakarta, 1989, hal Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPERDATA Buku Satu, op. cit. hal Ibid.

27 terhadap tenaga kesehatan/dokter atau dokter gigi. Besarnya biaya atau jasa itu ditentukan secara sepihak oleh tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi, sementara pasien sendiri tidak mempunyai kekuatan untuk tawar-menawar terhadap apa yang disampaikan oleh tenaga kesehatan/dokter/dokter gigi 77. Dalam perjanjian terpeutik, antara dokter dengan pasien telah membentuk hubungan medis berupa tindakan medis yang secara otomatis juga mengakibatkan terbentuknya hubungan hukum 78. Menurut Wirjono Prodjodikoro, dalam hubungan hukum terdapat objek, subjek, dan causa sebagai berikut : a. Objek dalam hubungan hukum berupa hal yang diwajibkan atau hal yang menjadi hak seseorang. b. Subjek dalam hubungan hukum ialah seorang manusia atau badan hukum yang mendapat beban kewajiban atau yang diberikan hak terhadap sesuatu. c. Causa dalam hubungan hukum adalah hal yang menyebabkan adanya perhubungan hukum, yaitu rangkaian kepentingan yang harus dijaga dan diperhatikan seperti yang termaksud dalam isi perhubungan hukum itu 79. Berdasarkan uraian tersebut apabila mengacu pada peraturan perundangan di bidang kesehatan maka hubungan hukum yang terjadi dalam perjanjian terapeutik adalah sebagai berikut : a. Objek hukum perjanjian terapeutik adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh dokter terhadap pasien yang berhak untuk menerima tindakan medis. b. Subjek hukum perjanjian terapeutik adalah pasien, dokter, dan sarana kesehatan (menurut Pasal 1 angka 4 UU Kesehatan, sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan). c. Causa hukum perjanjian terapeutik adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat melalui pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan Ibid. hal Y.A. Triana Ohoiwutun, loc. cit. 79 Ibid. 80 Ibid. hal. 8-9.

28 2. Aspek hukum perjanjian terapeutik antara dokter dengan pasien 81 Perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya pelayanan kesehatan menurut hukum yang meliputi aspek hukum perdata berupa persetujuan antara dokter dengan pasien dan atau keluarganya merupakan akibat kelalaian di bidang perdata serta tuntutannya terhadap pelayanan masyarakat. Aspek hukum pidana yang ditimbulkan adanya hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan meliputi kebenaran dari isi surat keterangan kesehatan, wajib simpan rahasia oleh dokter tentang kesehatan pasien, pengguguran kandungan (abortus provocatus criminalis), penyalahgunaan pemberian resep obat yang mengandung psikotropika, dan sebagainya. Hubungan yang bersifat istimewa antara dokter dengan pasien dapat menimbulkan permasalahan yang disebabkan antara lain oleh rasa ketidakpuasan pasien atas adanya dugaan kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh dokter. Hal itu pada umumnya disebabkan oleh kurangnya informasi yang seharusnya menjadi hak dan kewajiban masing-masing pihak (dokter dan pasien). Kedudukan antara dokter dengan pasien sebagai para pihak yang terikat dalam perjanjian terapeutik tidak seimbang. Hal itu menarik ditinjau dari aspek hukum. Dari aspek hukum pidana, tindakan medis yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien tidak bertentangan dengan hukum, meskipun menimbulkan rasa sakit. Dokter tidak dapat dipidana atas rasa sakit yang ditimbulkan dalam suatu tindakan medis tertentu, 81 Ibid. hal

29 meskipun rasa sakit merupakan salah satu unsur tindak pidana penganiayaan. Atas tindakan medis tertentu yang dilakukan oleh dokter tidak dapat dijatuhi sanksi pidana, apabila memenuhi beberapa syarat berikut : a. Ada indikasi medis yang dilakukan untuk mencapai tujuan konkret tertentu. b. Tindakan medis dilakukan menurut aturan dalam ilmu kedokteran. c. Mendapatkan persetujuan dari pasien terlebih dahulu. Meskipun ada persetujuan pasien/keluarganya berupa persetujuan tindakan medis (pertindik), namun jika terjadi kesalahan yang dilakukan oleh dokter maka perbuatan tersebut tidak menghilangkan sifat melawan hukum dalam hukum pidana. Dengan demikian, apabila ada kesalahan yang dilakukan oleh dokter maka kesalahan tersebut tetap dapat dipertanggung jawabkan menurut hukum pidana, meskipun tindakan medis yang dilakukan oleh dokter telah disetujui oleh pasien/keluarganya. Dari aspek hukum administrasi, praktik dokter dalam melakukan tindakan medis berhubungan dengan kewenangan dokter secara yuridis didasarkan pada syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu adanya kewajiban untuk memiliki izin praktik dokter yang sah. Dari aspek hukum perdata, tindakan medis yang dilakukan oleh dokter merupakan pelaksanaan dari perikatan berupa perjanjian/transaksi terapeutik antara dokter dengan pasien. Perikatan antara dokter dengan pasien disebut perjanjian/transaksi terapeutik, yaitu perjanjian yang dilakukan antara dokter dengan pasien untuk mencari/menemukan terapi sebagai upaya penyembuhan penyakit pasien oleh dokter.

30 Di dalam ilmu hukum, khususnya hukum perdata ada dua jenis perjanjian, yaitu resultaatsverbintenis (perjanjian berdasarkan hasil kerja) dan inspanningverbintenis (perjanjian berdasarkan usaha yang maksimal ikhtiar). Pada umumnya perjanjian terapeutik merupakan inspanningverbintenis. Dalam hal ini, secara hati-hati dan teliti dokter berusaha mempergunakan ilmu, kepandaian, keterampilan, dan pengalamannya untuk menyembuhkan pasien. Hasil usaha yang dilakukan oleh dokter tidak pasti, ada kemungkinan pasien sembuh, tetap sakit, tambah sakit, atau bahkan mati. Dokter tidak dapat menjamin hasil usaha yang dilakukannya dalam memberikan pelayanan kesehatan. Akan tetapi, dalam perjanjian terapeutik juga dimungkinkan adanya resultaatsverbintenis. Dalam hal ini penerapan perjanjian yang dilakukan oleh dokter dengan pasien didasarkan atas hasil kerja, misalnya dalam pembuatan gigi palsu, pembuatan organ anggota badan palsu, dan sebagainya. Pada hakikatnya perjanjian terapeutik tidak berbeda dengan perjanjian pada umumnya. Adapun syarat perjanjian pada umumnya menurut Pasal 1320 KUH Perdata meliputi (1) kesepakatan antara para pihak, (2) kecakapan untuk membuat perikatan, (3) adanya suatu hal tertentu, dan (4) adanya sebab halal. Perjanjian terapeutik merupakan perjanjian yang bersifat istimewa (khusus) dan objeknya berupa pelayanan kesehatan. Keistimewaan perjanjian terapeutik adalah sebagai berikut : a. Kedudukan antara pihak (dokter dengan pasien) tidak seimbang karena dokter dipandang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan upaya kesehatan, sedangkan pasien tidak mengetahui tentang keadaan kesehatannya.

31 b. Dalam tindakan medis tertentu ada informed consent sebagai hak pasien untuk menyetujuinya secara sepihak. Hal tersebut dapat dibatalkan setiap saat sebelum dilakukannya tindakan medis yang telah disepakati. c. Hasil perjanjian yang belum pasti dalam pelayanan medis. 3. Dasar hukum perjanjian terapeutik Perjanjian terapeutik sebagai bagian dari hukum privat tunduk pada aturan-aturan yang ditentukan dalam KUHPerdata sebagai dasar adanya perikatan. Pasal 1233 KUHPerdata menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dapat dilahirkan dari suatu perjanjian maupun karena undang-undang. Pada perjanjian terapeutik di samping terikat pada perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata, para pihak juga terikat undang-undang. Kedua dasar hukum dalam perjanjian terapeutik bersifat saling melengkapi. Untuk lebih memudahkan pemahaman penjelasan dasar hukum dalam hubungan dokter dengan pasien, maka dapat digambarkan sebagai berikut : a. karena kontrak (perjanjian terapeutik); Dokter dan pasien telah dianggap sepakat melakukan perjanjian apabila dokter telah memulai tindakan medis terhadap pasien. b. karena undang-undang; Timbulnya karena kewajiban yang dibebankan pada dokter (yang ditentukan dalam undang-undang, antara lain UU kesehatan, UU praktik kedokteran, termasuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan sebagainya) 82. Di dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sampai saat ini, tentang perikatan diatur dalam Buku III KUHPerdata, yang didasarkan sistem terbuka. Sistem terbuka ini tersirat dalam ketentuan Pasal 1319 KUHPerdata, yang menyatakan 82 Ibid.

32 bahwa : semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum, yang termuat dalam Bab ini dan Bab yang lalu 83. Dari ketentuan pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan dimungkinkannya dibuat suatu perjanjian lain yang tidak dikenal dalam KUHPerdata, seperti Perjanjian terapeutik yang termasuk perjanjian yang tidak dikenal dalam KUHPerdata (perjanjian innominaat). Akan tetapi, terhadap perjanjian tersebut berlaku ketentuan mengenai perikatan pada umumnya yang termuat dalam Bab I Buku III KUHPerdata, dan mengenai perikatan yang bersumber pada perjanjian yang termuat dalam Bab II Buku III KUHPerdata. Dengan demikian, untuk sahnya perjanjian tersebut, harus tetap dipenuhi syarat-syarat yang termuat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, dan akibat yang ditimbulkannya diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang mengandung asas 84 pokok hukum perjanjian. Dari penjelasan yang ada di atas, dapat disimpulkan secara garis besar bahwa dasar hukum perjanjian/kontrak terapeutik adalah : a. KUHPerdata (khususnya Buku III) b. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan c. Undang-Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran d. Peraturan Menteri Kesehatan No 290/MENKES/PER/III/ Para pihak yang terkait beserta subjek-subjek dalam perjanjian terapeutik a. Para pihak yang terkait dalam perjanjian terapeutik Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan telah ditentukan para pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan, yaitu pasien dan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri 83 Veronica Komalawati, op. cit. hal Ibid.

33 dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Ada 3 ciri tenaga kesehatan, yaitu : 1) Orang yang mengabdi di bidang kesehatan; 2) Memiliki pengetahuan dan/atau memiliki keterampilan; dan 3) Memiliki wewenang untuk melakukan upaya kesehatan. Dari ketiga ciri itu, ciri yang harus melekat pada tenaga kesehatan adalah mempunyai pengetahuan dan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Pengetahuan yang dimaksud disini adalah pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu kesehatan. Sementara itu, kewenangan upaya kesehatan adalah suatu kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada tenaga kesehatan untuk melakukan upaya kesehatan. Upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi, dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran telah ditentukan para pihak dalam kontrak terapeutik, yaitu pasien dengan dokter atau dokter gigi. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi (Pasal 1 angka 10 Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran). Ciri pasien, yaitu : 1) Orang yang melakukan konsultasi; 2) Untuk memperoleh pelayanan yang diperlukan; 3) Dilakukan secara langsung atau tidak langsung; 4) Yang melakukan pelayanan itu adalah dokter atau dokter gigi. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah RI sesuai dengan peraturan perundangundangan (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran). Dokter dalam defenisi ini digolongkan menjadi dua golongan, yaitu dokter dan dokter spesialis. Begitu juga dokter gigi. Dokter gigi dibagi menjadi dua golongan, yaitu dokter gigi dan dokter gigi spesialis. Syarat dari dokter atau dokter gigi adalah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan verbintenis, yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan.

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. KUH Perdata, yang memiliki sifat terbuka artinya isinya dapat ditentukan oleh para

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. KUH Perdata, yang memiliki sifat terbuka artinya isinya dapat ditentukan oleh para BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Ruang Lingkup Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum Perjanjian diatur dalam bab II dan bab V sampai dengan Bab XVIII buku III KUH Perdata, yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Hukum Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan Hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata. Definisi perikatan tidak ada dirumuskan dalam undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313

BAB II LANDASAN TEORI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum Perjanjian dan Wanprestasi 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN

BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN 32 BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN A. Perjanjian Kerjasama dalam Praktek Travel 1. Perjanjian Kerjasama Perjanjian merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata ovreenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN. (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang

PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN. (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN Istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. BW (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH A. Pengaturan tentang Perikatan Jual Beli Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN 1.1 Wanprestasi 2.1.1 Pengertian Dan Dasar Hukum Wanprestasi Perkataan wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang artinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN 31 BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN A. PENANGGUNGAN ADALAH PERJANJIAN Sesuai defenisinya, suatu Penanggungan adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM. A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian. kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Rumusan tersebut membawa

BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM. A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian. kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Rumusan tersebut membawa BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian Sebelum penulis menguraikan apa itu perjanjian, ada baiknya jika penulis membicarakan dulu apa yang dimaksud dengan perikatan.

Lebih terperinci

BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA

BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA A. Tinjauan Perjanjian 1. Definisi Perjanjian Perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN. Perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst yang diterjemahkan

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN. Perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst yang diterjemahkan BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN A. Pengertian Perjanjian/Perikatan Perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan.

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Bangun Bagi Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Perjanjian Kredit Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala ketentuan umumnya didasarkan pada ajaran umum hukum perikatan yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian perjanjian Istilah perjanjian tanpa adanya penjelasan lebih lanjut menunjuk pada perjanjian obligator, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-Jenis Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Untuk membuat suatu perjanjian hendaknya kita lebih dulu memahami arti dari perjanjian tersebut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016 PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA (UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999) 1 Oleh: Aristo Yermia Tamboto 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM A. Pengertian kontrak Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang bermakna perjanjian. Dalam bahasan belanda kontrak dikenal dengan kata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia. Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 ABSTRAK Setiap perbuatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA. Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA. Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA A. Pengertian Perjanjian Sewa-Menyewa Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II SEKILAS TENTANG HUKUM PERJANJIAN DAN KONTRAK PENYEDIA JASA PEKERJA DI INDONESIA

BAB II SEKILAS TENTANG HUKUM PERJANJIAN DAN KONTRAK PENYEDIA JASA PEKERJA DI INDONESIA BAB II SEKILAS TENTANG HUKUM PERJANJIAN DAN KONTRAK PENYEDIA JASA PEKERJA DI INDONESIA A. Rumusan Perjanjian dalam Peraturan dan Ahli Hukum Perjanjian. Menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata Perjanjian

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN. sebagai makhluk sosial (zoon politicon). Melalui interaksi sosial yang selalu

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN. sebagai makhluk sosial (zoon politicon). Melalui interaksi sosial yang selalu BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN F. Pengertian dan Asas-Asas Perjanjian Dinamika perkembangan masyarakat tidak terlepas dari kodrat manusia sebagai makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas BAB II LANDASAN TEORI A. RUANG LINGKUP PERJANJIAN 1. Pengertian Perjanjian Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) berjudul Perihal Perikatan (Verbintenis), yang mempunyai arti lebih luas

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN A. Pengertian Perjanjian/Perikatan Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 KUH Perdata dinyatakan suatu persetujuan adalah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan

Lebih terperinci

A. Pengertian dan Akibat Hukum Dari Suatu Perjanjian Pada Umumnya. lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tentunya tidak selamanya dengan

A. Pengertian dan Akibat Hukum Dari Suatu Perjanjian Pada Umumnya. lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tentunya tidak selamanya dengan A. Pengertian dan Akibat Hukum Dari Suatu Perjanjian Pada Umumnya Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan kausal dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tentunya tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Berbagai kepustakaan Indonesia menggunakan istilah overeenkomst dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Berbagai kepustakaan Indonesia menggunakan istilah overeenkomst dan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Berbagai kepustakaan Indonesia menggunakan istilah overeenkomst dan verbintenis sebagai tejemahan istilah perjanjian maupun persetujuan.

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP TENTANG PERJANJIAN. yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang

BAB II RUANG LINGKUP TENTANG PERJANJIAN. yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang BAB II RUANG LINGKUP TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN PERJANJIAN TERAPEUTIK (TRANSAKSI MEDIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN PERJANJIAN TERAPEUTIK (TRANSAKSI MEDIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN DAN PERJANJIAN TERAPEUTIK (TRANSAKSI MEDIS) DALAM PELAYANAN KESEHATAN A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 7. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian

Lebih terperinci

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA 53 BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Pengertian Hutang Piutang Pengertian hutang menurut etimologi ialah uang yang dipinjam dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN JASA BERDASARKAN BUKU III KUHPERDATA

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN JASA BERDASARKAN BUKU III KUHPERDATA BAB II TINJAUAN MENGENAI PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN JASA BERDASARKAN BUKU III KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian merupakan terjemahan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN A. Dasar Hukum Memorandum Of Understanding Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : Kemudian daripada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, perjanjian didefenisikan sebagai: perjanjian adalah suatu perbuatan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( )

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( ) PENERAPAN PASAL 1320 KUHPERDATA TERHADAP JUAL BELI SECARA ONLINE (E COMMERCE) Herniwati STIH Padang Email: herni@yahoo.co.id Submitted: 22-07-2015, Rewiewed: 22-07-2015, Accepted: 23-07-2015 http://dx.doi.org/10.22216/jit.2014.v8i4.13

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian 1. Pengertian perjanjian Perjanjian secara umum diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan. Dalam KUHPerdata Buku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian dalam KUHPerdata merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst. Istilah overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN GADAI DAN PEGADAIAN. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN GADAI DAN PEGADAIAN. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN GADAI DAN PEGADAIAN A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Menurut Pasal 1233 KUHPerdata, perjanjian melahirkan perikatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. A. Pengertian dan Ketentuan Umum Perjanjian Kerjasama

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. A. Pengertian dan Ketentuan Umum Perjanjian Kerjasama BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian dan Ketentuan Umum Perjanjian Kerjasama 1. Pengertian perjanjian Menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukan dengan sendiri, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA

BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA 51 BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA A. Pengertian Perjanjian pada Umumnya Perjanjian adalah suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN DAN PENGEMBANG PERUMAHAN 2.1 Pengertian Perjanjian Buku III KUHPerdata Indonesia mengatur tentang Perikatan, terdiri dari dua bagian yaitu peraturan-peraturan umum

Lebih terperinci