KEHILANGAN CADANGAN KARBON AKIBAT KEBAKARAN PADA BERBAGAI TIPE HUTAN DAN LAHAN DI SUMATERA SELATAN
|
|
- Vera Tanudjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEHILANGAN CADANGAN KARBON AKIBAT KEBAKARAN PADA BERBAGAI TIPE HUTAN DAN LAHAN DI SUMATERA SELATAN (Carbon Stock Loss Affect by Fire on Various Forest and Land Type in South Sumatera) Hengki Siahaan, Adi Kunarso, Agus Sumadi, Purwanto, Teddy Rusolono, Tatang Tiryana, Hendi Sumantri, dan Berthold Haasler ABSTRAK Kebakaran hutan dan lahan merupakan sumber emisi yang besar di Sumatera Selatan. Sejalan dengan kebijakan nasional, Provinsi Sumatera Selatan berkomitmen untuk mengurangi emisi, termasuk emisi dari kebakaran hutan dan lahan. Sebagai dasar pengukuran kinerja pengurangan emisi, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan perlu menetapkan tingkat emisi acuan hutan atau FREL (Forest reference emission level) yang mencakup emisi dari kebakaran hutan dan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kehilangan cadangan karbon akibat kebakaran hutan dan lahan pada berbagai srtatum/tipe hutan di Sumatera Selatan tahun Penelitian dilakukan dengan pengukuran ulang pada plot-plot pengukuran cadangan karbon yang terbakar tahun Kehilangan cadangan karbon dihitung dengan membandingkan cadangan karbon sebelum dan sesudah terbakar pada 4 stratum/tipe hutan yang terbakar yaitu hutan rawa gambut sekunder, hutan lahan kering sekunder, semak belukar rawa, dan hutan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehilangan cadangan karbon bervariasi pada setiap stratum/ tipe hutan. Kehilangan karbon terbesar terjadi pada hutan rawa gambut sekunder sebesar 94,2 t/ha atau setara dengan emisi 345 t CO2eq/ha. Kehilangan terbesar kedua terjadi pada hutan lahan kering sekunder sebesar 36,3 t/ha dan berikutnya pada hutan tanaman sebesar 18,5 t/ha dan semak belukar rawa sebesar 13,5 t/ha. Pada hutan rawa gambut sekunder dan hutan tanaman kehilangan karbon terbesar terjadi pada pool karbon biomass atas permukaan sedangkan pada hutan lahan kering sekunder dan semak belukar rawa, terjadi pada pool karbon kayu mati. ABSTRACT Forest and land fire is a high source of emission in South Sumatera. Relevan to the national policy, South Sumatera Province commit to reduce emission, include emission from forest and land fire. As a baseline to assess the reducing emission performance, the South Sumatera Goverment should develope the forest reference emission level (FREL) that include emission from forest and land fire. This research was aimed to assess carbon loss affect by fire in the year of 2015 in South Sumatera. Research was conducted by remeasurement of carbon stocks plots on 4 forest and land type i.e. secondary peat swamp forest, secondary dryland forest, swamp shrub, and forest plantation. Result shows that carbon loss was vary on each forest and land type. The largest number of carbon loss occur on secondary peat swamp forest of 94,2 t/ha that equivalen to emission of 345,4 t CO2eq. The second largest of carbon loss occur on secondary dryland forest of 36,3 t/ha follow by forest plantation and swamp shrub of 18,5 t/ha and 13,5 t/ha. The largest carbon loss on secondary peat swamp forest and forest plantation occur on above ground biomass pool but on secondary dry forest and swamp shrub occur on dead wood pool.
2 I. PENDAHULUAN Kebakaran hutan dan lahan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap lingkungan dan keberlangsungan hidup manusia. Di Sumatera Selatan, kebakaran hutan dan lahan merupakan kejadian yang cenderung terjadi secara berulang atau dapat dikatakan hampir setiap tahun terjadi. Kebakaran terakhir di Sumatera Selatan yang terjadi pada akhir tahun 2015 merupakan kebakaran yang diperkirakan mempunyai dampak terbesar. Untuk mengatasai persoalan tersebut, Pemerintah Indonesia saat ini telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan, baik melalui inisiatif sendiri, misalnya melalui Direktorat Jenderal Pengendalia n Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan KLHK serta Badan Restorasi Gambut, maupun melalui kerjasama internasional (Dharmawan, 2012; Wibowo, 2010). Kehilangan stok karbon dan keanekaragaman hayati merupakan salah satu dampak kebakaran hutan dan lahan terhadap lingkungan. Kebakaran tersebut juga menjadi penyumbang emisi yang sangat besar, terutama jika terjadi di lahan gambut. Provinsi Sumatera Selatan sebagai salah satu wilayah sebaran lahan gambut di Indonesia, selama bertahun-tahun menjadi penyumbang emisi yang besar dari peristiwa kebakaran gambut tersebut (Gustina, 2014; Agus, 2013; Krisnawati, 2010). Sejalan dengan kebijakan di tingkat nasional, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah berkomitmen untuk mengurangi emisi, terutama dari sektor kehutanan dan lahan gambut, baik melalui usaha sendiri maupun melalui mekanisme kerjasama internasional. REDD+ (Reducing emissions from deforestation and forest degradation, the role of conservation, sustainable forest management, and enhancement of forest carbon stocks) merupakan salah satu mekanisme internasional dalam penurunan emisi dari sektor kehutanan dan lahan gambut yang diimplementasikan pada tingkat sub nasional. Implementasi REDD+ memerlukan tingkat emisi acuan hutan (Forest Reference Emission Level disingkat FREL) sebagai dasar pengukuran kinerja penurunan emisi, oleh karena itu, implementasi REDD+ pada suatu provinsi memerlukan FREL yang disusun secara spesifik untuk wilayah tersebut dengan tingkat kerincian yang tinggi (tier 3) (Manuri et al, 2011). Sebagai upaya untuk menyusun FREL yang spesifik dengan tingkat kerincian yang tinggi, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerjasama dengan GIZ Bioclime telah menyusun faktor emisi
3 untuk berbagai tipe hutan di Sumatera Selatan. Penelitian tersebut dilakukan dengan membangun 112 plot contoh yang tersebar pada 7 tipe kawasan hutan (hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, hutan rawa gambut primer, hutan rawa gambut sekunder, dan hutan tanaman) dan 3 tipe kawasan non hutan yaitu perkebunan, semak belukar, dan semak belukar rawa (Tiryana et al, 2016). Selain itu, sebagai wilayah sebaran gambut yang sering mengalami kebakaran hutan dan lahan, maka penyusunan FREL di Sumatera Selatan harus memperhitungkan emisi yang bersumber dari kebakaran dan dekomposisi gambut. Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan pada tahun 2015 terjadi dengan intensitas yang tinggi dan cakupan areal yang luas. Kebakaran tersebut juga terjadi pada plot-plot sampel yang digunakan untuk penentuan faktor emisi lokal pada berbagai tipe hutan dan tutupan lahan di Sumatera Selatan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menilai besarnya kehilangan karbon yang terjadi akibat kebakaran tersebut dengan melakukan pengukuran ulang pada plot-plot yang terbakar. Hasil penelitian ini juga akan digunakan sebagai data untuk penyusunan FREL Provinsi Sumatera Selatan. II. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pendugaan kehilangan karbon akibat kebakaran dilaksanakan pada areal-areal bekas terbakar akhir tahun Lokasi tersebut terdapat pada 3 kabupaten di Sumatera Selatan yaitu Kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin, dan Musi Rawas serta mencakup 4 tipe hutan/stratum yaitu hutan rawa gambut, hutan lahan kering sekunder, semak belukar rawa, dan hutan tanaman. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran ulang plot-plot pengukuran cadangan karbon yang dibangun sebelum terjadinya kebakaran pada tahun 2015 (Tiryana et al, 2016). Penempatan dilakukan dengan rancangan penarikan contoh sistematik berlapis (Stratified systematic sampling design), namun demikian jumlah plot pada masing-masing tipe hutan sangat ditentukan oleh luas areal terbakar pada masing-masing stratum. Plot-plot pengukuran pada masing-masing lokasi disajikan secara rinci pada Tabel 1 dan peta lokasi disajikan pada Gambar 1.
4 Tabel 1. Lokasi dan tipe hutan pengukuran kehilangan karbon pasca kebakaran tahun 2015 di Sumatera Selatan No. Tipe hutan Lokasi Plot pengukuran 1. Hutan rawa gambut Hutan rawa gambut Merang Kepahyang 2. Semak belukar rawa Hutan rawa gambut Merang Kepahyang, KPHP Lakitan, SM. Bentayan Dangku 3. Hutan lahan kering sekunder SM. Bentayan Dangku 316, Hutan tanaman Hutan Tanaman Eucalyptus PT. Musi Hutan Persada (MHP) 111, 113, 114, 115, 405, , 528, 173, , 68, 76 Gambar 1. Peta lokasi plot penelitian penilaian kehilangan karbon akibat kebakaran pada berbagai stratum/tipe hutan di Sumatera Selatan B. Pembuatan Plot Pengukuran Besarnya kehilangan karbon hutan akibat kebakaran hutan dan lahan dihitung dengan membandingkan cadangan karbon pada plot-plot pengukuran sebelum dan sesudah terjadinya kebakaran. Metode pengukuran yang digunakan mengacu pada
5 Panduan Survey Cadangan Karbon dan Keanekaragaman Hayati di Sumatera Selatan (Rusolono et al, 2015). Bentuk plot yang digunakan berbentuk persegi panjang berukuran 20 m x 50 m untuk berbagai tipe hutan alam, semak belukar dan areal budidaya masyarakat (Gambar 1). Pada hutan tanaman atau perkebunan yang mempunyai vegetasi dengan ukuran dan umur yang relatif seragam, pengukurannya lebih sederhana sehingga menggunakan plot berbentuk lingkaran (Gambar 2). Radius plot berbentuk lingkaran disesuaikan dengan umur tanaman. Pengukuran pada hutan tanaman dengan umur < 4 tahun menggunakan plot lingkaran radius 7,98 cm (luas 0,02 ha) dan jika umur > 4 tahun, radius plot adalah 11,29 cm (luas 0,04 ha). B A C A D E A Gambar 1. Bentuk dan ukuran plot persegi panjang untuk pengukuran kabon pada hutan alam dan tanaman budidaya campuran r = 11,29 cm r = 7,98 cm (a) (b) Gambar 2. Bentuk dan ukuran plot lingkaran untuk pengukuran kabon pada hutan tanaman atau perkebunan: (a) umur < 4 tahun dan (b) umur > 4 tahun
6 C. Analisis Data Pengukuran dan analisis cadangan karbon pada hutan dan lahan pasca kebakaran pada penelitian ini dibatasi pada 3 pool karbon, yaitu pada biomassa diatas permukaan tanah (BAP), nekromas atau kayu mati (KM), dan seresah (SR). Analisis cadangan karbon pada masing-masing pool tersebut dilakukan dengan tingkat ketelitian tier 3 sesuai dengan metode IPPC 2006 dan Panduan Survey Cadangan Karbon dan Keanekaragaman Hayati di Sumatera Selatan (Rusolono et al, 2015). 1. Pengukuran pool karbon di atas permukaan tanah Pool karbon di atas permukaan tanah adalah pool karbon yang tersimpan pada tumbuhan hidup yang terdiri atas tumbuhan berkayu (TK) dan tumbuhan bawah (TB). Tumbuhan berkayu dibedakan menjadi beberapa tingkat permudaan yaitu tingkat pancang, tiang, pohon, dan pohon besar. Pengukuran cadangan karbon tumbuhan berkayu dilakukan pada masing-masing sub plot B, C, D, dan E (Gambar 1) sedangkan pengukuran tumbuhan bawah dilakukan pada sub plot A berukuran 0,5 m x 0,5 m yang diulang sebanyak 3 kali pada pojok sub plot B, C, dan D. Pengukuran cadangan karbon pada biomassa hidup di atas permukaan dilakukan dengan dua pendekatan. Pada tingkat tumbuhan bawah, pendugaan cadangan karbon dilakukan dengan cara penimbangan tumbuhan bawah dalam sub plot A dan kemudian dilakukan pengambilan sampel untuk mengetahui berat keringnya. Pendekatan ini dilakukan untuk mengetahui berat kering tumbuhan bawah per satuan luas (ton/ha). Pada tumbuhan berkayu, pendugaan biomassa dilakukan dengan menggunakan modelmodel allometrik sesuai dengan tipe hutan dan lokasi sebarannya (Tabel 2). Kandungan karbon pada biomassa dihitung dengan menggunakan faktor konversi 0,47 (IPPC 2006). Tabel 2. Model-model allometrik yang digunakan dalam menduga biomassa di atas permukaan tanah Jenis pohon Model allometrik Lokasi Sumber Hutan tanaman Eucalyptus pellita Wag = *D Sumatera Selatan Hutan rawa gambut Species campuran Wag = 0.15 D *ρ *H Riau, Sumatera Selatan Hutan lahan kering Species campuran Wag = (ρ*d 2 *H) Asia, Afrika, Amerika Onrizal et al (2009) dalam Krisnawati et al (2012) Manuri et al (2014) Chave et al (2014)
7 2. Pengukuran pool karbon Seresah Seresah merupakan sisa-sisa bagian tumbuhan berupa daun dan ranting yang telah mengering yang terakumulasi di lantai hutan. Seresah dibatasi sebagai bagian tumbuhan berupa daun, ranting dan dahan yang mati dan jatuh di lantai hutan dengan ukuran diameter < 10 cm. Pengukuran pool karbon seresah dilakukan secara terintegrasi pada plot pengukuran tumbuhan bawah yaitu pada sub plot A berukuran 0,5 m x 0,5 m yaitu dengan cara memisahkan tumbuhan yang masih hidup (tumbuhan bawah) dengan seresah (yang mati). Pengambilan data cadangan karbon dilakukan secara langsung dengan menimbang seluruh seresah yang terdapat pada ketiga sub plot tersebut dan mengambil sampel sebanyak ± 300 gram untuk pengukuran berat kering di laboratorium. 3. Pengukuran pool karbon kayu mati (nekromas) Kayu mati (nekromas) merupakan pohon-pohon atau bagian pohon yang mati, yang terdiri atas kayu mati berdiri (KMB) dan kayu mati yang sudah rebah atau jatuh di lantai hutan (KMR). KMB digolongkan ke dalam 4 kelas, yaitu kelas 1, 2, 3, dan 4 sesuai dengan Panduan Survey Cadangan Karbon dan Keanekaragaman Hayati di Sumatera Selatan (Rusolono et al, 2015). Berdasarkan panduan tersebut biomassa KMB kelas 1, 2, dan 3 dihitung dengan model allometrik pohon hidup (Tabel 2) dengan mengalikan dengan faktor koreksi 0,9; 0,8; dan 0,7 untuk masing-masing kelas KMB 1, 2, dan 3. Sedangkan kelas KMB 4 dihitung dengan konversi volume batang menjadi biomassa dengan persamaan (1). Berat jenis kayu mati yang digunakan sesuai dengan hasil survey cadangan karbon hutan di Sumatera Selatan (Tabel 3). Wdw4 = 0,25 π (D/100) 2 *T * f * WD... (1) Keterangan: Wdw4 = Biomassa dead wood (KMB) kelas 4, D = diameter batang (cm), T = tinggi batang (m), f = angka bentuk (0,6), dan WD = wood density (berat jenis kayu mati). Pengukuran biomassa kayu mati rebah dihitung dengan metode volumetrik, yaitu dengan mengalikan volume kayu mati rebah dengan berat jenisnya. Berat jenis kayu mati disesuaikan dengan hasil survey cadangan karbon di Sumatera Selatan (Tiryana et al, 2016) pada Tabel 3. Volume kayu mati dihitung dengan persamaan:
8 Vldw = 0,25 π ((Dp + Du)/200)2. L... (2) Keterangan: Vldw = volume KMR, Dp = diameter pangkal, Du = diameter ujung, dan L = panjang KMR Tabel 3. Nilai rata-rata berat jenis kayu mati berdiri dan kayu mati rebah pada berbagai tipe hutan di Sumatera Selatan (Sumber: Tiryana et al, 2016) Jenis kayu mati Kelas Rata-rata (g/cm 3 ) St. Deviasi (g/cm 3 ) Kayu mati berdiri Kayu mati rebah ,559 0,351 0,389 0,308 0,560 0,441 0,354 0,092 0,099 0,107 0,094 0,175 0,159 0,153 III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kehilangan Cadangan Karbon Biomassa Atas Permukaan Kehilangan cadangan karbon akibat kebakaran pada biomassa atas permukaan tanah terutama terjadi pada tumbuhan berkayu. Kehilangan cadangan karbon terbesar terjadi pada hutan rawa gambut sekunder, yaitu hutan rawa gambut Merang Kepahyang. Hasil analisis data menunjukkan bahwa cadangan karbon BAP tumbuhan berkayu pada hutan rawa gambut sebelum kebakaran memang tergolong tinggi (Gambar 2), rata-rata 105,3 t/ha dan setelah kebakaran hanya tersisa sebesar 3,4 t/ha, artinya terjadi kehilangan cadangan karbon sebesar 101,9 t/ha atau sebanyak 96,77% (Tabel 4). Kehilangan karbon BAP tumbuhan berkayu terbesar kedua terjadi pada hutan tanaman sebesar 15,9 t/ha, namun dari prosentase kehilangan karbon pada stratum ini adalah yang terbesar, yaitu mencapai 100%. Kehilangan cadangan karbon BAP tumbuhan berkayu pada stratum hutan lahan kering sekunder (HLKS) dan semak belukar rawa (SBR) relatif kecil, yaitu sebesar 2,1 t/ha (10,5%) pada stratum SBR dan 6,8 t/ha (9%) pada stratum HLKS. Perbedaan kehilangan karbon pada tipe hutan atau stratum yang berbeda disebabkan oleh perbedaan karakteristik lahan yang juga menyebabkan perbedaan karakteristik dan intensitas kebakaran yang terjadi. Kebakaran pada hutan rawa gambut sekunder yang mengandung material gambut dengan lapisan yang tebal mengakibatkan
9 kebakaran tidak hanya terjadi di permukaan tetapi menjalar hingga ke dalam perakaran pohon. Kebakaran tersebut akan berlangsung lama dan pohon-pohon yang hidup hampir seluruhnya mati. Berbeda halnya dengan kebakaran yang terjadi pada stratum lainnya, yang umumnya hanya terjadi di permukaan, sehingga pohon-pohon yang ada sebagian besar masih bertahan hidup pasca kebakaran. Tabel 4. Cadangan karbon diatas permukaan tanah (BAP) sebelum dan sesudah terbakar pada berbagai stratum/tipe hutan di Sumatera Selatan Stratum/Tipe hutan Cadangan Karbon BAP Sebelum terbakar (t/ha) Cadangan Karbon BAP setelah terbakar (t/ha) TK TB Total TK TB Total HRGS SBR HLKS HT Keterangan: TK = tumbuhan berkayu, TB = tumbuhan bawah, HRGS = hutan rawa gambut sekunder, SBR = semak belukar rawa, HLKS = hutan lahan kering sekunder, HT = hutan tanaman Gambar 2. Kondisi Hutan Rawa Gambut Merang Kepahyang sebelum (kiri) dan sesudah kebakaran (kanan) Tabel 4 juga menunjukkan bahwa dampak kebakaran terhadap cadangan karbon BAP tumbuhan bawah relatif tidak berpengaruh, bahkan cenderung mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena pasca kebakaran, ± 1,5 tahun setelah kebakaran, pada lokasi-lokasi tersebut telah tumbuh tumbuhan bawah yang bisa saja lebih besar jumlahnya dibandingkan sebelum terjadi kebakaran. Namun demikian, presentase cadangan karbon BAP tumbuhan bawah yang kecil, mengakibatkan kenaikan tersebut tidak berarti terhadap penurunan cadangan karbon BAP total.
10 B. Kehilangan Cadangan Karbon Seresah Perubahan cadangan karbon seresah menunjukkan perbedaan pada masingmasing stratum/tipe hutan. Pada hutan rawa gambut sekunder (HRGS) dan semak belukar rawa (SBR) terjadi penurunan cadangan karbon pada seresah, sebaliknya pada hutan lahan kering sekunder dan hutan tanaman terjadi peningkatan (Tabel 5). Penumpukan seresah di permukaan tanah bersumber dari biomassa atas permukaan (BAP) dan kayu mati (KM) yang mengalami peluruhan ranting atau daun. Seresah yang ada sebelum kebakaran diperkirakan telah habis terbakar, sehingga seresah yang ada setelah kebakaran merupakan seresah yang terakumulasi setelah kebakaran. Pada hutan rawa gambut sekunder (HRGS) dan semak belukar rawa (SBR), seresah hanya bersumber dari peluruhan kayu mati pasca kebakaran sehingga jumlahnya lebih sedikit dibanding dengan jumlah seresah sebelum kebakaran yang merupakan akumulasi jangka panjang. Hal sebaliknya terjadi pada hutan tanaman (HT) dan hutan lahan kering sekunder (HLKS), pada kedua tipe hutan ini terjadi peningkatan cadangan karbon seresah pasca kebakaran (Tabel 5). Peningkatan ini diduga karena pasca kebakaran terjadi peluruhan daun dan ranting pohon yang terbakar. Pohon-pohon pada kedua tipe hutan ini, sebagian besar tidak mati, tetapi bagian-bagian pohon berupa daun dan ranting mengering dan luruh beberapa saat setelah terbakar. Selanjutnya setelah pohon tumbuh normal, secara fisiologis, daun dan ranting pohon yang mengalami penuaan secara normal akan menjadi sumber akumulasi seresah. Tabel 5. Cadangan karbon seresah sebelum dan sesudah terbakar pada berbagai stratum/tipe hutan di Sumatera Selatan STRATUM Cadangan karbon seresah Sebelum Terbakar (t/ha) Cadangan karbon seresah Setelah terbakar (t/ha) HRGS SBR HLKS HT Keterangan: HRGS = hutan rawa gambut sekunder, SBR = semak belukar rawa, HLKS = hutan lahan kering sekunder, HT = hutan tanaman C. Kehilangan Cadangan Karbon Kayu Mati Cadangan karbon kayu mati umumnya mengalami penurunan setelah kebakaran kecuali pada tipe hutan rawa gambut sekunder (Tabel 6). Kehilangan cadangan karbon kayu mati terbesar terjadi pada tipe hutan lahan kering sekunder, yaitu sebesar 31,4 t/ha
11 atau (76,2%) dari cadangan karbon sebelum terbakar (41,2 t/ha). Kehilangan ini sebagian besar terjadi karena terbakarnya pohon-pohon mati berdiri yang sebelum terjadi kebakaran mencapai 38,9 t/ha menjadi 5,8 t/ha setelah kebakaran. Kehilangan cadangan karbon kayu mati terbesar kedua terjadi pada semak belukar rawa, sebesar 9,9 t/ha atau sebesar 58,23% dari cadangan karbon sebelum terjadinya kebakaran. Berbeda dengan 3 tipe hutan/stratum lainnya, cadangan karbon kayu mati (KM) pada hutan rawa gambut sekunder mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena setelah kebakaran, pohon-pohon hidup (BAP) pada lokasi tersebut mati dan menjadi kayu mati berdiri (MB) atau kayu mati rebah (MR). Cadangan karbon kayu mati berdiri pada hutan rawa gambut sekunder meningkat 3,2 t/ha atau 47,06% dari cadangan karbon sebelum terbakar, sedangkan cadangan karbon kayu mati rebah meningkat sebesar 4,6 t/ha atau 52,87 % dibandingkan sebelum terbakar. Tabel 6. Cadangan karbon kayu mati sebelum dan sesudah kebakaran pada berbagai stratum/tipe hutan di Sumatera Selatan STRATUM Cadangan karbon Kayu Mati Sebelum terbakar (t/ha) Cadangan karbon Kayu Mati setelah terbakar (t/ha) MB MR Total MB MR Total HRGS SBR HLKS HT Keterangan: MB = kayu mati berdiri, MR = kayu mati rebah, HRGS = hutan rawa gambut sekunder, SBR = semak belukar rawa, HLKS = hutan lahan kering sekunder, HT = hutan tanaman D. Kehilangan Cadangan Karbon Total Cadangan karbon total merupakan jumlah cadangan karbon atas permukaan (BAP), karbon seresah (SR), dan karbon kayu mati (KM). Ketiga pool karbon tersebut merupakan pool karbon yang secara langsung dipengaruhi oleh terjadinya kebakaran, sehingga menjadi indikator penting dalam menilai dampak kebakaran terhadap emisi karbon dioksida (CO2). Kehilangan cadangan karbon total terbesar terjadi pada hutan rawa gambut sekunder sebesar 94,2 t/ha (Tabel 7) yang setara dengan emisi sebesar 345,4 t CO2eq/ha. Kehilangan cadangan karbon pada hutan rawa gambut sekunder sebagian besar adalah akibat hilangnya biomassa atas permukaan (BAP) yang habis terbakar atau berubah menjadi kayu mati (KM), sehingga cadangan karbon kayu mati justru mengalami peningkatan setelah kebakaran (Tabel 8).
12 Emisi terbesar kedua terjadi pada kebakaran hutan lahan kering sekunder yang mengakibatkan kehilangan cadangan karbon sebesar 36,3 t/ha yang setara dengan emisi sebesar 133,1 t CO2eq/ha. Berbeda dengan hutan rawa gambut sekunder, kehilangan karbon pada hutan lahan kering sekunder lebih banyak terjadi akibat terbakarnya kayu mati. Kehilangan cadangan karbon total pada stratum semak belukar rawa (SBR) dan hutan tanaman, masing-masing sebesar 18,5 t/ha dan 13,5 t/ha atau setara dengan emisi masing-masing sebesar 67,8 t CO2eq/ha dan 49,47 t CO2eq/ha. Pada hutan tanaman, emisi sebagian besar akibat hilangnya biomassa atas permukaan. Pada tipe hutan ini, sekalipun emisi yang terjadi relatif kecil dibanding tipe hutan lainnya, kebakaran pada lokasi ini mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar karena biomassa atas permukaan (BAP) pada stratum ini tanaman yang dibudidayakan. Tabel 7. Kehilangan cadangan karbon total akibat kebakaran pada berbagai stratum/tipe hutan di Sumatera Selatan STRATUM Cadangan karbon total sebelum terbakar (t/ha) Cadangan karbon total setelah terbakar (t/ha) Kehilangan cadangan karbon total (t/ha) HRGS SBR HLKS HT Keterangan: MB = kayu mati berdiri, MR = kayu mati rebah, HRGS = hutan rawa gambut sekunder, SBR = semak belukar rawa, HLKS = hutan lahan kering sekunder, HT = hutan tanaman Tabel 8. Kehilangan cadangan karbon pada setiap pool karbon akibat kebakaran pada berbagai stratum/tipe hutan di Sumatera Selatan STRATUM BAP (t/ha) Kayu Mati SR TK TB Total MB MR Total Karbon Total HRGS SBR HLKS HT Keterangan: TK = tumbuhan berkayu, TB = tumbuhan bawah, MB = kayu mati berdiri, MR = kayu mati rebah, HRGS = hutan rawa gambut sekunder, SBR = semak belukar rawa, HLKS = hutan lahan kering sekunder, HT = hutan tanaman. Tanda negatif (-) berarti terjadi peningkatan cadangan karbon pada pool tersebut setelah terbakar
13 IV. KESIMPULAN Berdasarkan analisis data kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan tahun 2015 dapat disimpulkan bahwa kehilangan cadangan karbon bervariasi pada setiap stratum/ tipe hutan. Kehilangan karbon terbesar terjadi pada hutan rawa gambut sekunder sebesar 94,2 t/ha atau setara dengan emisi 345 t CO2eq/ha. Kehilangan terbesar kedua terjadi pada hutan lahan kering sekunder sebesar 36,3 t/ha dan berikutnya pada hutan tanaman sebesar 18,5 t/ha dan semak belukar rawa sebesar 13,5 t/ha. Pada hutan rawa gambut sekunder dan hutan tanaman kehilangan karbon terbesar terjadi pada pool karbon biomass atas permukaan sedangkan pada hutan lahan kering sekunder dan semak belukar rawa, terjadi pada pool karbon kayu mati. DAFTAR PUSTAKA Agus, F Konservasi dan Rehabilitasi Lahan Gambut untuk Penurunan Emisi karbon: Aplikasi untuk Provinsi Sumatera Selatan. Prosiding workshop Stakeholder Consultation the Application of Method and Technologies to Enhance the Restoration of PSF Ecosystem. Puslibang Konservasi dan Rehabilitasi. Bogor. Chave, J., Rejou-Mechain M, Burquez A, Chidumayo E, Colgan MS, Delitti WBC, Duque A, Eid T, Fearnside PM, Goodman RC, Henry M, Martinez-Yrizar A, Mugasha WA, Muller-Landau HC, Mencuccini M, Nelson BW, Ngomanda A, Nogueira EM, Ortiz-Malavassi E, Pelissier R, Ploton P, Ryan CM, Saldarriaga JG, Vieilledent G Improve allometric models to estimate the above ground biomass of tropical trees. Global Change Biology 20: Dharmawan W.S Konsep Sistem MRV dalam REDD+ dan Perkembangan di Tingkat Global dan Nasional. Prosiding Workshop MRV untuk Persiapan Implementasi REDD+ di Sumatera Selatan. Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan. Bogor. Gustina, T.M Strategi dan Kebijakan Provinsi Sumatera Selatan untuk Mencapai Target Penurunan Emisi: Pengalaman dari Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD). Dalam: Ginoga, K.L., A. Pribadi, D. Djaenudin, dan M. Lugina (Editor): Monitoring Permanen Sample Plot di Provinsi Sumatera Selatan. Bogor. Krisnawati H., Adinugroho WC, Imanudin R Model-model allometrik untuk pendugaan biomassa pada berbagai tipe ekosistem hutan di Indonesia. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.
14 Krisnawati H Status Data Stok Karbon Dalam Biomas Hutan di Indonesia. Dalam: Masripatin N., dan Wulandari C (Editors). REDD+ & Forest Governance. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Bogor. Manuri S., Brack C, Nugroho MP, Hergoualc h K, Novita N, Dotzauer H, Verchot L, Putra CAS, Widyasari E Tree biomass equations for tropocal peat swamp forest ecosystems in Indonesia. Forest Ecology and Management 334: Manuri S., Lingenfelder and KH. Steinmann Tier 3 Biomass Assessment for Baseline Emission in Merang Peat Swamp Forest. Workshop on Tropical Wetland Ecosystems of Indonesia. Cifor. Bogor. Rusolono T., T. Tiryana, dan J. Purwanto Panduan Survey Cadangan Karbon dan Keanekaragaman Hayati di Sumatera Selatan. GIZ, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan. Tiryana, T., Rusolono T, Siahaan H, Kunarso A, Sumantri H, dan Haasler B. Cadangan Karbon Hutan dan Keanekaragaman Flora di Sumatera Selatan. Biodiversity and Climate Change (Bioclime) Project. Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit. Palembang. Wibowo, A Measurable, Reportable dan Verifyable (MRV) untuk Emisi Gas Rumah Kaca dari Kegiatan Kehutanan. Dalam: Masripatin N., dan Wulandari C (Editors). REDD+ & Forest Governance. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Bogor.
Rancangan Sampling Pengukuran Cadangan Karbon dan Keanekaragaman Flora di Sumatera Selatan
Rancangan Sampling Pengukuran Cadangan Karbon dan Keanekaragaman Flora di Sumatera Selatan Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project Dipresentasikan pada: Pelatihan Pengukuran Cadangan Karbon
Lebih terperinciPENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman
PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang
Lebih terperinciLESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012
LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012 Disampaikan pada Lokakarya Strategi Monitoring PSP di Tingkat Provinsi Mataram, 7-8 Mei 2013 PUSAT PENELITIAN
Lebih terperinciInformasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk
Informasi hasil aplikasi perhitungan emisi grk Aplikasi perhitungan grk di wilayah sumatera Aplikasi Perhitungan GRK di Wilayah Sumatera Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul
Lebih terperinciTopik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon
Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon 1 Presentasi ini terbagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, memberikan pengantar tentang besarnya karbon yang tersimpan di lahan gambut. Bagian kedua membahas
Lebih terperinciLESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012
LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012 Disampaikan pada Lokakarya Strategi Monitoring PSP di Tingkat Provinsi Ambon, 27-28 Mei 2013 PUSAT PENELITIAN
Lebih terperinciESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU. Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) erminasari.unilak.ac.
13 ESTIMASI CADANGAN KARBON PADA TUMBUHAN TEGAKAN ATAS DI KAWASAN HUTAN KOTA PEKANBARU Ermina Sari 1) Siska Pratiwi 2) Email: erminasari.unilak.ac.id *Alumni FKIP Universitas Lancang Kuning ** Dosen FKIP
Lebih terperinciProsedur Pembuatan Plot, Pengukuran Biomassa Atas dan Bawah Permukaan Tanah
Prosedur Pembuatan Plot, Pengukuran Biomassa Atas dan Bawah Permukaan Tanah Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project Dipresentasikan pada: Pelatihan Pengukuran Cadangan Karbon dan Keanekaragaman
Lebih terperinciPENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI
PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinci9/21/2012 PENDAHULUAN STATE OF THE ART GAMBUT DI INDONESIA EKOSISTEM HUTAN GAMBUT KEANEKARAGAMAN HAYATI TINGGI SUMBER PLASMA NUTFAH TINGGI
9/1/1 PEMULIHAN ALAMI HUTAN GAMBUT PASKA KEBAKARAN: OPTIMISME DALAM KONSERVASI CADANGAN KARBON PENDAHULUAN EKOSISTEM HUTAN GAMBUT OLEH: I WAYAN SUSI DHARMAWAN Disampaikan pada acara Diskusi Ilmiah lingkup
Lebih terperinciTatang Tiryana, Teddy Rusolono, Hengki Siahaan, Adi Kunarso, Hendi Sumantri, Berthold Haasler
Cadangan Karbon Hutan dan Keanekaragaman Flora di Sumatera Selatan Tatang Tiryana, Teddy Rusolono, Hengki Siahaan, Adi Kunarso, Hendi Sumantri, Berthold Haasler GIZ Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME)
Lebih terperinciPanduan Survei Cadangan Karbon dan Keanekaragaman Flora di Sumatera Selatan
Panduan Survei Cadangan Karbon dan Keanekaragaman Flora di Sumatera Selatan Teddy Rusolono, Tatang Tiryana, Judin Purwanto, Hendi Sumantri GIZ Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Palembang Panduan
Lebih terperinciOVERVIEW DAN LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN
OVERVIEW DAN LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF TAHUN 2012-2013 Tim Puspijak Disampaikan di Kupang, 16-17 Oktober 2014 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Lebih terperinciPERKEMBANGAN APLIKASI DATABASE PEMANTAUAN KARBON HUTAN
PERKEMBANGAN APLIKASI DATABASE PEMANTAUAN KARBON HUTAN Disampaikan pada Pelatihan Verifikasi dan Updating Data PSP untuk Mendukung Sistem Pemantauan Karbon Hutan yang Sesuai Prinsip MRV Bogor, 23-24 Juni
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perubahan iklim telah menjadi isu penting dalam peradaban umat manusia saat ini. Hal ini disebabkan karena manusia sebagai aktor dalam pengendali lingkungan telah melupakan
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG
ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang
Lebih terperinciPengukuran Karbon di Kawasan Hutan Produksi melalui IHMB
Pengukuran Karbon di Kawasan Hutan Produksi melalui IHMB Solichin, MSc (Merang REDD Pilot Project GTZ) Ir. Bambang Riyanto. MSc (Direktorat Jenderal Bina Program, Kementrian Kehutanan) Pendahuluan Indonesia
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan konsentrasi karbon di atmosfer menjadi salah satu masalah lingkungan yang serius dapat mempengaruhi sistem kehidupan di bumi. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)
Lebih terperinciPERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM
PERAN BENIH UNGGUL DALAM MITIGASI PERUBAHAN IKLIM Ari Wibowo ariwibowo61@yahoo.com PUSLITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN SEMINAR NASIONAL
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kadar CO 2 di atmosfir yang tidak terkendali jumlahnya menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut disebabkan oleh adanya gas
Lebih terperinciPENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI
PENDUGAAN CADANGAN KARBON PADA TEGAKAN REHABILITASI TOSO DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT ZANI WAHYU RAHMAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciKementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan.
Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan ISSN : 2085-787X Policy Volume 4 No. 3 Tahun 2010 Melihat Demonstration Activity
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan gambut merupakan salah satu tipe hutan yang terdapat di Indonesia dan penyebarannya antara lain di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Pulau
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
PENDUGAAN CADANGAN KARBON DI HUTAN RAWA GAMBUT TRIPA KABUPATEN NAGAN RAYA PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM SKRIPSI Oleh SUSILO SUDARMAN BUDIDAYA HUTAN / 011202010 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciTINGKAT EMISI ACUAN HUTAN (FOREST REFERENCE EMISSION LEVEL) PROVINSI SUMATERA SELATAN
TINGKAT EMISI ACUAN HUTAN (FOREST REFERENCE EMISSION LEVEL) PROVINSI SUMATERA SELATAN Penyusun: Herwin Purnomo, Arief Dermawan Prasetyo, Silvan Adri Rahmana, Muara Laut Tarigan, Syamsuddin, Pernando Sinabutar,
Lebih terperinciIsi Paparan. REL Tanah Papua Tahun dari Sektor Kehutanan 6/22/ Roadmap Implementasi REDD+ di Tanah Papua 4.
Oleh: Task Force Pembangunan Rendah Emisi Provinsi Papua dan Papua Barat Isi Paparan 1. Pendahuluan REL Tanah Papua Tahun 2001-2020 dari Sektor Kehutanan 3. Roadmap Implementasi REDD+ di Tanah Papua 4.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanasan Global Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global
Lebih terperinciPengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan
Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Ruhyat Hardansyah, Maria C.L. Hutapea Subbidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan daya Tampung
Lebih terperinciHALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN INTISARI ABSTRAK BAB I.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRAK... xii
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...
Lebih terperinciMODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA
MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciKebijakan Pelaksanaan REDD
Kebijakan Pelaksanaan REDD Konferensi Nasional terhadap Pekerjaan Hijau Diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional Jakarta Hotel Borobudur, 16 Desember 2010 1 Kehutanan REDD bukan satu-satunya
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Sektor Kehutanan. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Sektor Kehutanan Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Kehutanan Indonesia... 3 2. Asumsi... 7 3. Metodologi... 12 4. Hasil Pemodelan... 14 5. Referensi...
Lebih terperinciPerubahan Stok Karbon dan Nilai Ekonominya pada Konversi Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri Pulp
Perubahan Stok Karbon dan Nilai Ekonominya pada Konversi Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri Pulp Change of The Carbon Stock and It s Economic Value on the Conversion of Peat Swamp Forest
Lebih terperinciESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT
34 ESTIMASI EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI KEBAKARAN LAHAN GAMBUT Maswar Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar 12 Bogor 16114 (maswar_bhr@yahoo.com) Abstrak.
Lebih terperinciGovernors Climate & Forests Task Force. Provinsi Kalimantan Tengah Central Kalimantan Province Indonesia
Governors limate & Forests Task Force Provinsi Kalimantan Tengah entral Kalimantan Province Indonesia Kata pengantar Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang, SH entral Kalimantan Governor Preface
Lebih terperinciBAB 2. Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
BAB 2 Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Sumatera Barat 13 2.1 Program dan Kegiatan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN PUSAT LITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN
TROPICAL FOREST CONSERVATION FOR REDUCING EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION AND ENHANCING CARBON STOCKS IN MERU BETIRI NATIONAL PARK, INDONESIA ITTO PD 519/08 REV.1 (F) KEMENTERIAN KEHUTANAN
Lebih terperinciGovernors Climate & Forests Task Force. Provinsi Kalimantan Barat West Kalimantan Province Indonesia
Governors limate & Forests Task Force Provinsi Kalimantan Barat West Kalimantan Province Indonesia Kata pengantar Gubernur Kalimantan Barat ornelis M.H West Kalimantan Governor Preface ornelis M.H Puji
Lebih terperinciRehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan
Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan Dr. Muhammad Syakir, MS Kepala Kongres Nasional VII Perkumpulan Masyarakat Gambut Indonesia (HGI) dan Seminar Pengelolaan Lahan Sub-optimal Secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol
Lebih terperinciPerhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan grk
Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan grk Program : Pengelolaan Hutan Tanaman Judul RPI : Penelitian Pengembangan Perhitungan Emisi Gas Rumah Kaca Koordinator RPI : Ir. Ari Wibowo,
Lebih terperinciPengukuran Emisi Karbon di Kawasan Hutan Rawa Gambut Merang
Pengukuran Emisi Karbon di Kawasan Hutan Rawa Gambut Merang Solichin Merang REDD Pilot Project - Jl. Jenderal Sudirman Km 3,5 Palembang- solichin@merang-redd.org 1. Pendahuluan Pada tahun 2008, pihak gtz-jerman
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton
Lebih terperinciII. METODOLOGI. A. Metode survei
II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) sejak pertengahan abad ke 19 telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah lapisan gas yang berperan
Lebih terperinciPLOT SAMPEL PERMANEN
PLOT SAMPEL PERMANEN DAN WEB-GIS PEMANTAUAN KARBON HUTAN Donny Wicaksono Disampaikan pada acara Gelar IPTEK Hasil Litbang dan Inovasi Tahun 2016 Auditorium Gedung Manggala Wanabakti Jakarta, 12 Mei 2016
Lebih terperinciFrida Sidik (P3SEKPI-KLHK, ASEAN-US S&T Fellow); Virni Budi Arifanti (P3SEKPI-KLHK); Haruni Krisnawati (P3H-KLHK)
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN INFO BRIEF April 017 www.puspijak.org
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Lahan Kritis Indonesia... 3 2. Asumsi... 6 3. Metodologi... 7 4. Hasil Pemodelan... 8 5. Referensi...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.
Lebih terperinciD4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.
D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi
Lebih terperinciPanduan Pengguna Untuk Sektor Kehutanan. Indonesia 2050 Pathway Calculator
Panduan Pengguna Untuk Sektor Kehutanan Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Kehutanan Indonesia... 3 2. Asumsi... 7 3. Metodologi... 12 4. Hasil Pemodelan... 13 5. Referensi...
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan
Lebih terperinciOleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI
Izin Usaha Pemanfaatan Penyerapan Karbon dan/atau Penyimpanan Karbon (PAN-RAP Karbon) Nomor: SK. 494/Menhut-II/2013 Hutan Rawa Gambut Tropis Merang-Kepayang Sumatera Selatan, Indonesia Oleh: PT. GLOBAL
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Universitas Palangkaraya, Hampangen dan Hutan Penelitian (Central Kalimantan Peatland Project)
Lebih terperinci2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep
No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2011, bertempat di Seksi Wilayah Konservasi II Ambulu, Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Kecamatan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciCADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT
CADANGAN, EMISI, DAN KONSERVASI KARBON PADA LAHAN GAMBUT Fahmuddin Agus Balai Penelitian Tanah, Jln. Ir H Juanda No. 98, Bogor PENDAHULUAN Dalam perdebatan mengenai perubahan iklim, peran lahan gambut
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciNational Forest Monitoring System untuk mendukung REDD+ Indonesia
National Forest Monitoring System untuk mendukung REDD+ Indonesia IMAN SANTOSA T. Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Ditjen Planologi kehutanan Kementerian Kehutanan Workshop Sistem
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Timur
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Indonesia
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan
Lebih terperinciIstilah dalam Perubahan Iklim
MENGHITUNG CADANGAN KARBON DAN EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR KEHUTANAN Ari Wibowo PUSAT LITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN Jambore Nasional Penyuluh Kaliurang, Yogyakarta, Mei 2013 Istilah dalam Perubahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan
Lebih terperinciPemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut
SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta
Lebih terperinciHesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi, KLHK
Hesti Lestari Tata Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi, KLHK Seminar Hasil Penelitian Penguatan Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Jakarta, 17 Januari
Lebih terperinciDefining Baseline for REDD Ulu Masen, Aceh. Bogor, Agustus 2009
Defining Baseline for REDD Ulu Masen, Aceh Bogor, 25-26 Agustus 2009 Forest cover & deforestation Forest Cover 1945 Forest Cover 1980 Forest Cover 1990 Forest Cover 2000 Forest Cover 2006 Deforestation
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Jawa Barat
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Bali
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Maluku
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di DKI Jakarta
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Aceh
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciVALIDASI DATA PENGUKURAN KARBON HUTAN
VALIDASI DATA PENGUKURAN KARBON HUTAN I WAYAN SUSI DHARMAWAN Email: salifa03@yahoo.co.id (Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan) Disampaikan pada acara
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Gorontalo
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciDisajikan oleh: MRPP Team Seite 1
20.12.2011 Seite 1 Merang REDD Pilot Project (MRPP) Pelajaran dalam MRV dan Masyarakat di Kawasan Hutan Produksi Rawa Gambut Merang Kepayang Kab Musi Banyuasin Prop Sumatera Selatan 2008-2011 Disajikan
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Nusa Tenggara Timur
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Tenggara
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. DAS ini memiliki panjang sungai utama sepanjang 124,1 km, dengan luas total area sebesar
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karbon Biomassa Atas Permukaan Karbon di atas permukaan tanah, meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah (semak belukar berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar dan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Stok Karbon 4.1.1 Panai Jaya Data stok karbon yang digunakan pada kebun Panai Jaya berasal dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yulianti (2009) dan Situmorang
Lebih terperinciEmisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Barat
Emisi bersih GRK Dugaan emisi bersih tahunan GRK dari penggunaan lahan lahan dan perubahan penggunaan lahan di hutan dan lahan gambut akibat ulah manusia selama 2001-2012. Hasil yang ada menunjukkan jumlah
Lebih terperinci2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima
No.161, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Perangkat REDD+. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG
Lebih terperinciI WAYAN SUSI DHARMAWAN (Puslitbang Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan)
Inventarisasi Carbon Hutan Berbasis Pengukuran Lapangan (SNI 7724-2011) dan Penyusunan Persamaan Allometrik untuk Pendugaan Cadangan Karbon Hutan Berdasarkan Pengukuran Lapangan (SNI 7725-2011) I WAYAN
Lebih terperinciPendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai Tipe Penutupan Lahan di Kalimantan Tengah, Tahun
JURNAL Vol. 03 Desember SILVIKULTUR 2012 TROPIKA Pendugaan Emisi Gas CO 2 143 Vol. 03 No. 03 Desember 2012, Hal. 143 148 ISSN: 2086-8227 Pendugaan Emisi CO 2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat Kebakaran Hutan
Lebih terperinciPemanfaatan Data PSP untuk Penetapan REL REDD+ Nasional
Pemanfaatan Data PSP untuk Penetapan REL REDD+ Nasional Teddy Rusolono Fakultas Kehutanan IPB/ WorkingGroup MRV BPREDD+ Disampaikan pada Pelatihan Verifikasi dan Updating data PSP untuk mendukung Sistem
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.
4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun
Lebih terperinciSTUDI POTENSI BIOMASSA DAN KARBON PADA TEGAKAN HUTAN DI KPHP MODEL SUNGAI MERAKAI KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT
STUDI POTENSI BIOMASSA DAN KARBON PADA TEGAKAN HUTAN DI KPHP MODEL SUNGAI MERAKAI KABUPATEN SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT The Potential Biomass and Carbon of Forest In Model Forest Production Management
Lebih terperinciKementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.
Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924; Email:
Lebih terperinciPENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU
PENDUGAAN KANDUNGAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN TANAH PADA KAWASAN ARBORETUM UNIVERSITAS RIAU ESTIMATION OF THE CARBON POTENTIAL IN THE ABOVE GROUND AT ARBEROTUM AREA OF RIAU UNIVERSITY Ricky Pratama 1, Evi
Lebih terperinciMODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.
MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J. Tujuan Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang
Lebih terperinciBAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA
BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi
Lebih terperinci