PENGEMBANGAN SISTEM AERASI UNTUK PENURUNAN KANDUNGAN BESI DALAM AIRTANAH

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN SISTEM AERASI UNTUK PENURUNAN KANDUNGAN BESI DALAM AIRTANAH Muhammad Arif Fahrudin Alfana 1, Ahmad Cahyadi 2, Sri Rahayu Budiani 3, Garda 4 dan Ambar Kusuma Wati 5 1 Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, arif.fahrudinalfana@yahoo.com 2 Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, ahmadcahyadi@geo.ugm.ac.id 3 Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, srbudiani@yahoo.com 4 Departemen Geografi Lingkungan, Universitas Gadjah Mada 5 Departemen Geografi Lingkungan, Universitas Gadjah Mada ABSTRAK Airtanah yang berasal dari Gunungapi Merapi tersedia dalam jumlah yang melimpah. Namun demikian, seringkali ditemukan airtanah memiliki kandungan logam berat khususnya besi dalam jumlah yang melebihi baku mutu, sehingga pemnafaatannya menjadi sangat terbatas. Makalah ini memaparkan program penerapan teknologi tepat guna yang dilaksanakan penulis yang berupa sistem aerasi. Sistem ini bermanfaat untuk mengurangi kadar logam berat berupa besi yang terdapat dalam airtanah. Penerapan teknologi tepat guna ini dilaksanakan di Madrasan Aliyah Negeri (MAN) Pakem, Kabupaten Sleman. Hasil uji efektifitas dari penerapan teknologi ini pada tahap awal dianalisis berdasarkan persepsi pengguna air yang terdiri dari siswa dan karyawan terhadap kinerja alat. Hasil kajian menunjukkan bahwa alat berfungsi secara efektif dalam mengurangi kadar besi dalam airtanah. Kata Kunci: Sistem Aerasi, Logam Berat, Besi, Airtanah 1. Pendahuluan Daerah Istimewa Yogyakarta terbentuk dengan proses geomorfologi yang beragam, sehingga menghasilkan dinamika bentanglahan yang sangat unik [1]. Proses geomorfologi utama yang terbentuk di Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi semua jenis bentuklahan berdasarkan genesisnya kecuali bentuklahan asal proses glasial [2]. Proses vulkanik membentuk lereng gunungapi, dataran kaki gunungapi, pegunungan, perbukitan dan dataran fluviovulkanik yang proses awalnya juga berasal dari aktivitas vulkanik masa kini ataupun masa lampau. Proses geomorfologi yang terjadi akan mempengaruhi bentuklahan dan materi pembentuknya. Selain itu, kondisi tersebut akan mempengaruhi dinamika potensi sumberdaya alam dan bencana. Kabupaten Sleman yang terletak di lereng selatan Gunungapi Merapi memiliki ancaman bahaya erupsi gunungapi. Namun demikian, di sisi yang lain Kabupaten Sleman memiliki potensi airtanah yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Kabupaten Sleman dan daerah di bawahnya yaitu Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul [1]. Selain potensi airtanah, Kabupaten Sleman juga memiliki potensi mataair yang dapat digunakan sebagai bahan baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Meskipun demikian, kondisi airtanah yang melimpah di lereng Gunungapi seringkali diikuti dengan kualitas yang kurang baik karena tingginya kandungan logam besi (Fe) [2, 3]. Airtanah yang mengandung kadar besi yang tinggi akibat pengaruh aktivitas vulkanik dapat terjadi karena berbagai proses [3]. Proses yang menyebabkan airtanah mengandung kadar besi yang tinggi di antaranya adalah karena adanya batuan penyusun akuifer yang mengandung besi yang tinggi, sehingga airtanah yang mengalir melewati batuan tersebut akan mengandung mineral besi dengan kadar tinggi. Proses erupsi yang mengeluarkan berbagai jenis

2 material baik ditumpahkan di udara maupun di permukaan tanah akan mempengaruhi komposisi mineral airtanah. Material erupsi seperti abu vulkanik yang berterbangan di udara kemudian tercampur dengan air hujan dan air permukaan dapat mengalami infiltrasi menjadi recharge airtanah. Air yang mengalami infiltrasi tersebut akan kaya berbagai mineral, salah satunya kandungan besi yang dapat memiliki kadar berlebih untuk keperluan pemenuhan kebutuhan tertentu. Kangungan besi dan mangan yang diperbolehkan untuk kesehatan adalah 0,3 mg/l untuk besi dan 0,05 mg/l untuk mangan [4]. Indonesia sendiri telah menetapkan ambang batas yang diperbolehkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002 yaitu 0,3 mg/l untuk besi dan 0,1 mg/l untuk mangan [5,6]. Kandungan besi yang berlebih jika dikonsumsi terus menerus oleh manusia mengakibatkan dampak buruk pada kesehatan manusia [7]. Kandungan besi dapat mengganggu kerja sistem organ-organ penting manusia, bahkan dalam jangka panjang dapat merusak organ. Gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan yaitu gangguan hati dan ginjal [5,6,8]. Penelitian ini bertujuan melakukan inovasi terhadap sistem aerasi yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar besi dalam airtanah, sehingga diharapkan pilihan penggunaannya dapat ditingkatkan. Selain itu, kajian ini diharapkan menjadi bentuk mitigasi dampak buruk dari tingginya kandungan besi dalam airtanah. 2. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan studi kasus pembuatan aerator di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Pakem. Pembuatan aerator dilakukan untuk menurunkan kadar besi dalam airtanah di lokasi kajian. Konsep dan kinerja alat aerator terdiri dari tiga tahap (Gambar 1.). Tahap pertama yaitu manaikkan air dari sumur menggunakan pompa air hingga ketinggian mencapai 6 meter. Pada tahap ini air dialirkan dan dipantulkan dengan pola zig-zag dengan tujuan terjadi pergerakan air dan terjadi kontak dengan udara. Adanya kontak dengan udara ini akan melarutkan kandungan besi pada airtanah sehingga akan membentuk padatan. Setelah itu, air akan disalurkan ke dalam bak penampungan pertama dengan sistem gravitasional. Air yang masuk ke dalam bak penampungan pertama akan mengalami aerasi dengan jatuhan dari saluran dan terjadi pengendapan padatan besi pada bak penampungan pertama. Aliran dari bak pertama ini kemudian akan dialirkan lagi pada bak penampungan kedua yang posisinya lebih rendah. Proses mengalirnya air ini akan menimbulkan percikan yang akan membuat adanya kontak dengan oksigen yang berfungsi membantu pelepasan mineral besi pada air. Setelah itu, air yang keluar dari bak penampungan kedua dialirkan ke saluran-saluran air yang digunakan oleh warga sekolah. Analisis efektifitas aerator dilakukan dengan mengambil sampel airtanah sebelum dan sesudah melewati proses aerasi. Analisis kandungan besi dalam aerator diukur dengan menggunakan hanna iron checker kit (Gambar 2). Penggunaan alat ini relatif mudah dan dapat dilakukan langsung di lokasi kajian, sehingga kandungan besi relative tidak berubah karena sampel tidak mengalami pengawetan dan penyimpanan.

3 Gambar 1. Sistem Aerasi yang Dikembangkan dalam Penelitian Gambar 2. Hanna Iron Checker Kit yang Digunakan

4 3. Hasil dan Pembahasan Metode aerasi yang sering digunakan untuk menurunkan kandunngan besi dalam air memiliki beberapa teknik. Beberapa metode yang sering digunakan di antaranya yaitu teknik cascada aerator dan teknik bubble aerator [9,10]. Kedua metode ini memiliki tujuan yang sama yaitu mengahasilkan interaksi antara airtanah dengan udara agar besi bereaksi dengan oksigen dari udara [11,12]. Aerasi dengan teknik cascade aerator (Gambar 3) dilakukan dengan cara airtanah ditampung dalam bak penampungan air, kemudian air dalam bak tersebut dialirkan melewati tangga yang bertujuan agar airtanah berkontak langsung dengan udara. Air tersebut kemudian ditampung dalam bak yang dipompa kembali dan dimasukkan ke dalam bak penampungan pertama untuk mengulangi proses tersebut. Semakin banyak pengulangan proses tersebut, maka semakin banyak terjadi reaksi besi dengan oksigen. Gambar 3. Berbagai Jenis Cascade Aerator [13] Teknik bubble aerator dilakukan dengan cara airtanah ditampung dalam bak penampungan air yang telah dipasang alat aerator. Gelembung udara kemudian dikeluarkan di dalam air melalui aerator dengan harapan terjadi reaksi antara besi dengan oksigen dari aerator [14]. Proses tersebut dilakukan selama minimal 30 menit. Semakin banyak pengulangan maka semakin bagus karena semakin banyak besi yang bereaksi dengan oksigen. Teknologi yang dikembangan di MAN Pakem merupakan hasil modifikasi dan pengembangan dari metode cascade aerator. Bentuk pengembangannya yaitu merubah konsep tangga menjadi tangga vertikal dan ditambahkan dengan sistem bertangga dari 2 bak penampungan. Metode tangga vertikal sebelumnya juga diterapkan oleh beberapa PDAM di Provinsi D.I Yogyakarta. Pengembangan metode ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan, salah satunya dari segi biaya. Penggunaan kayu sebagai papan pada tangga vertikal akan lebih murah dari segi biaya dan akan menghasilkan percikan yang lebih besar [15]. Namun demikian perawatan dan keawetan menjadi pertimbangan utama tidak digunakannya bahan ini. Metode cascade aerator juga

5 pernah dilakukan oleh Wei et.al. (2016) [16], sedangkan tambahan dua bak penampungan secara bertahap akan menambah proses aerasi, semain banyak proses makan akan semakin banyak mineral besi yang terlepas [17]. Hal ini kemudian menjadi dasar desain dari alat yang penulis buat. Diagram road map yang mendasari inovasi yang dilakukan ditunjukkan oleh Gambar 4. Gambar 4. Road Map Metode Aerasi Hasil analisis kadar besi pada airtanah sebelum dan sesudah melalui aerasi menunjukkan bahwa kadar besi mengalami penurunan yang cukup besar. Pengukuran kadar besi dalam airtanah sebelum mengalami proses aerasi adalah sebesar 6,20 mg/l. Kandungan ini sangat tinggi mengingat kandungan yang diperkenankan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Air Minum adalah sebesar 0,30 mg/l. Kandungan besi dalam airtanah pasca perlakuan aerasi adalah sebesar 0,68 mg/l. Kandungan ini masih terlalu tinggi dibandingkan syarat air minum, namun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air pengolahan air ini telah memenuhi baku mutu pengolahan air yakni 5 mg/l. Hasil ini juga menunjukkan hasil yang baik karena penurunan kadar besi dapat dilakukan sampai dengan 89,03%. Nilai ini cukup tinggi mengingat hasil Cascade Aerator biasanya berkisar antara 68% sampai dengan 98% [8, 9, 10, 14]. 4. Kesimpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa modifikasi dari metode aerasi yang dilakukan mampu menurunkan nilai besi dalam airtanah sebesar 89,03 %. Nilai ini cukup tinggi mengingat keberhasilan pada metode ini umumnya 68% - 98%. Kandungan besi yang dihasilkan masih memiliki nilai di atas baku mutu air minum (0,30 mg/l) yakni sebesar 0,68 mg/l. Namun demikian sudah memenuhi baku mutu pengolahan air konvensional yakni sebesar 5 mg/l, sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan manusia kecuali untuk dikonsumsi. 5. Pengakuan Penelitian ini merupakan bagian dari Hibah Program Pengabdian Kepada Masyarakat Berbasis Pemanfaatan Hasil Penelitian dan Penerapan Teknologi Tepat Guna dengan Judul Pengembangan Metode Aerasi untuk Mengatasi Permasalahan Kandungan Fe pada Airtanah di MAN Pakem, Kabupaten Sleman yang dibiayai oleh Bantuan Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (BPPTN BH) Universitas Gadjah Mada. Peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan penelitian ini. REFERENSI [1] Santosa, L.W. dan Adji, T.N Karakteristik Akuifer dan Potensi Airtanah Graben Bantul. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

6 [2] Santosa, L.W Keistimewaan Yogyakarta dari Sudut Pandang Geomorfologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. [3] Kusumayudha, S.B. dan Sutedjo, B Proses-proses Hidrogeologi. Yogyakarta: Wimaya Press. [4] Yoo, S.H Genimics, Biological Features, and Biotechnological Applications of Escherchiacoli B: Is B for better. Springer. [5] Effendi, H Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius. [6] Darmono Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta: UI Press. [7] Sembel, D.T Toksikologi Lingkungan Dampak Pencemaran dan Berbagai bahan Kimia dalam Kehidupan Sehari-hari. Yogyakarta: Penerbit ANDI. [8] Hartini, E Cascade Aerator dan Bubble Aerator dalam Menurunkan Kadar Mangan Air Sumur Gali. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(1): [9] Asfiana, A Penurunan Kadar Kontaminan Mangan (Mn) Dalam Air Secara Bubble Aerator dan Cascade Aerator. Tugas Akhir. Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanudin. [10] Mubarak, A Keefektifan Waktu Aerasi Menggunakan Bubble Aerator dalam Menurunkan Kadar Besi (Fe) Air Sumur Desa Kebarongan Kemranjen Banyumas Tahun Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. [11] Siregar, S.A Instalasi Pengolahan Air Limbah: Menuntaskan Pengenalan Alat-alat dan Sistem Pengolahan Air Limbah. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius. [12] Suprihatin dan Suparno, O Teknologi Proses Pengolahan Air untuk Mahasiswa dan Praktisi Industri. Bogor: IPB Press. [13] Donaldson, G Cascade Aeration. Diakses dari oleh Ahmad Cahyadi pada 25 Maret wib. [14] Rahmawati, T. dan Mangkoediharjo, S. Tanpa Tahun. Perencanaan Multiple Tray Aerator untuk Menurunkan Kandungan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) pada Air Baku di PDAM Kota Palembang. Skripsi. Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. [15] Jiang, T.; Li, G.; Tang, Q.; Ma, Q.; Wang, G.; dan Schuchardt, F Effects of Aeration Method and Aeration Rate on Greenhouse Gas Emissions During Composting of Pig Feces in Pilot Scale. Journal Environmental Science, 31: [16] Wei, W.; Deng, J.; dan Zhang, F Development of Self-Aeration Process for Supercritical Chute Flows. International Journal of Multiphase Flow, 79: [17] Wang, X.; Tian, Y.; Zhao, X.; Peng, S.; Wu, Q.; dan Yan, L Effects of Aeration Position on Organics, Nitrogen and Phosphorus Removal in Combined Oxidation Pond Constructed Wetland Systems. Bioresource Technology, 198: 7 15.