BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Dandang Gendis Sistematika tumbuhan Tumbuhan dandang gendis memilki sistematika sebagai berikut (Akbar, 2010): Kingdom Divisi Sub Divisi Kelas Bangsa Suku Marga Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Solanales : Acanthaceae : Clinacanthus : Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) Nama lain Tumbuhan dandang gendis memiliki sinonim Beleperone futgina Hassk., dan Clinacanthus burmani Nees. Nama daerah, yaitu daun thailand, lidah ular, seribu bias (Sumatera), ki tajam (Jawa Barat), gendis (Jawa Tengah). Nama asing, yaitu pha ya yor (Thailand), bi phaya yow (Cina) (Anonim, 2005 a ).

2 2.1.3 Habitat Tumbuhan dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) tumbuh pada daerah dataran rendah dan dapat digunakan sebagai pagar hidup (Nainggolan, 2004) Morfologi Tumbuhan Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau memiliki batang berkayu, tegak lurus slindris, beruas dan berwarna hijau. Akar tunggang berwarna putih dan kotor. Daun tunggal berhadapan, bentuk lanset, ujung runcing, pangkal membulat, tepi beringgit, panjang 8-12 mm, lebar 4-6 cm, pertulangan menyirip berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk malai, panjang ± 1 cm, mahkota bunga berbentuk tabung, memanjang melebar, panjang ± 3,5 cm, berwarna merah muda. Benang sari coklat, putih berbentuk tabung, bakal buah pipih, tiap ruas berisi 2 biji berwarna merah. Buah kotak, bulat memanjang berwrna coklat. Biji kecil berwarna hitam (Anonim, 2005 b ) Kandungan kimia Daun dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f.) Lindau) mengandung senyawa alkaloid, triterpenoid/steroid, glikosida, tanin, saponin dan flavonoid (Linda, 2007; Wirasty, 2004) Khasiat dan penggunaannya Pada sistem pengobatan Cina dan pengobatan tradisional lain disebutkan bahwa tanaman ini memiliki sifat seperti mengefektifkan fungsi kelenjar tubuh, meningkatkan sirkulasi, peluruh air seni, penurun panas karena demam, mengobati disentri (Anonim, 2005 a ). Khasiat lain diantaranya sebagai

3 antivirus (herpes dan zoster), antiinflamasi, antioksidan, antitoksin binatang berbisa, obat luka bakar dan eksim (Nainggolan, 2004). 2.2 Metode Ekstraksi Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan asal dengan menggunakan pelarut (Syamsuni, 2006). Zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Ditjen POM, 2000). Tujuan utama ekstraksi ini adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (Syamsuni, 2006). Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : a. Maserasi Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan, sedangkan remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Ditjen POM, 2000). Maserasi dilakukan dengan cara masukkan 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga dipreoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana tertutup,

4 biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Enap tuangkan dan saring (Ditjen POM, 1979). b. Perkolasi Perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang disebut perkolator dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) sampai diperoleh ekstrak (Ditjen POM, 2000). Prosedur perkolasi yaitu basahi 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, masukkan ke dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali di tekan hati-hati, tuangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator, biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia, hingga diperoleh 80 bagian perkolat. Peras massa, campurkan cairan perasan ke dalam perkolat, tambahkan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana, tutup, biarkan selama 2 hari di tempat yang sejuk, terlindung dari cahaya. Enap tuangkan atau saring (Ditjen POM, 1979).

5 c. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan pelarut akan terdestilasi menuju pendingin dan akan kembali ke labu (Ditjen POM, 2000). d. Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah alat soklet, setelah pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun ke labu destilasi, demikian berulang-ulang (Ditjen POM, 2000). e. Digesti Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontiniu pada temperatur yang tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 º -50 º C (Ditjen POM, 2000). f. Infus Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90 o C selama 15 menit (Ditjen POM, 2000). g. Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000).

6 2.3 Toksikologi Secara sederhana dan ringkas, Lu (1994) mendefinisikan toksikologi sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai bahan terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Menurut Hodgson dan Levi (2000) toksikologi didefinisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan erat dengan senyawa racun dimana racun yang dimaksud adalah senyawa-senyawa yang menimbulkan efek merugikan tubuh bila dikonsumsi baik secara sengaja maupun tidak sengaja. 2.4 Paparan Umum Toksikologi Peristiwa timbulnya pengaruh berbahaya atau efek toksik racun terhadap makhluk hidup terjadi melalui beberapa proses. Pertama kali makhluk hidup mengalami paparan dengan toksikan. Berikutnya, setelah mengalami absorpsi dari tempat paparannya maka toksikan atau metabolitnya akan terdistribusi ke tempat aksi (sel sasaran atau reseptor) tertentu yang ada di dalam diri makhluk hidup. Di tempat aksi ini kemudian terjadi interaksi antara toksikan atau metabolitnya dengan komponen penyusun sel sasaran atau reseptor sehingga timbul pengaruh berbahaya atau efek toksik dengan wujud serta sifat tertentu. Ada dua kemungkinan toksikan masuk ke dalam tubuh, yakni secara intravaskuler meliputi intravena, intrakardial, dan intraarteri dimana toksikan langsung masuk ke dalam sirkulasi darah dan ekstravaskuler meliputi peroral, intramuskular, intraperitonial, subkutan, dan inhalasi dimana toksikan tidak langsung masuk ke dalam sirkulasi darah. Toksikan yang masuk

7 secara ekstravaskuler selanjutnya akan masuk ke dalam sirkulasi darah setelah melalui tahap absorpsi terlebih dahulu. Setelah toksikan berada dalam sirkulasi darah maka toksikan akan mengalami distribusi ke tempat aksi (sel sasaran atau reseptor) (Retnomurti, 2008). 2.5 Pengujian Toksisitas Penelitian toksisitas konvensional pada hewan coba sering mengungkapkan serangkaian efek akibat pajanan toksikan dalam berbagai dosis untuk berbagai masa pajanan. Penelitian toksikologi biasanya dibagi menjadi tiga kategori: 1. Uji toksisitas akut dilakukan dengan memberikan bahan kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam. 2. Uji toksisitas jangka pendek (dikenal dengan subkronik) dilakukan dengan memberikan bahan tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10% dari masa hidup hewan, yaitu tiga bulan untuk tikus dan satu atau dua tahun untuk anjing. 3. Uji toksisitas jangka panjang dilakukan dengan memberikan bahan kimia berulang-ulang selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari masa hidupnya, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet (Lu, 1994). Uji toksisitas tidak dirancang untuk menunjukkan bahwa bahan kimia itu aman akan tetapi untuk mengkarakterisasi efek racun kimia yang dapat

8 dihasilkan. FDA (Food and Drug Administration), EPA (Environmental Protection Agency), dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah menuliskan standar cara bekerja yang baik di laboratorium (GLP) dengan prosedur yang telah ditetapkan. Pedoman ini diharapkan dapat mendukung pengenalan keamanan bahan kimia ke masyarakat ketika uji toksisitas dilakukan (Casarett, 2008). Prinsip pengujian toksikologi dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut. Identifikasi bahan uji Karakterisasi kimia Tinjauan pustaka Pengujian struktur / aktivitas Pengujian hewan jangka pendek Toksikologi genetik in vitro Metabolisme Toksisitas subkronik Reproduktif /Teratologi Toksisitas kronik Oncogenesitas Gambar 2.1 Prinsip toksikologi (Casarett, 2008)

9 Suatu kerangka kerja umum bagaimana suatu bahan kimia baru dievaluasi toksisitasnya ditunjukkan pada Gambar 2.1. Studi awal membutuhkan evaluasi senyawa kimia untuk mengetahui kemurnian, stabilitas, kelarutan, dan faktor-faktor fisikokimia lainnya yang dapat mempengaruhi efektivitas senyawa uji. Kemudian struktur senyawa uji dibandingkan dengan struktur senyawa yang telah ada untuk mengetahui informasi toksisitasnya. Hubungan struktur aktivitas dapat ditinjau dari literatur toksikologi yang ada. Setelah informasi dasar telah dievaluasi, senyawa uji dapat diberikan kepada hewan untuk studi dosis toksisitas akut dan berulang (Casarett, 2008) Uji toksisitas akut Uji toksisitas akut secara umum merupakan uji yang pertama dilakukan. Uji ini memberikan data pada toksisitas relatif yang meningkat dari dosis tunggal hingga dosis berganda. Uji standar tersedia dalam pemberian secara oral, dermal dan inhalasi (Gupta, et al., 2012). Parameter-parameter dasar dalam pengujian toksisitas akut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Parameter dasar pengujian toksisitas akut Spesies Umur Jumlah Hewan Dosis Waktu Pengamatan (Gupta, et al., 2012) Tikus lebih disukai pada uji secara oral dan inhalasi, kelinci lebih disukai pada uji secara dermal Dewasa 5 setiap jenis kelamin per level dosis Tiga level dosis yang direkomendasi, pemberian secara dosis tunggal selama 24 jam untuk uji oral dan dermal dan 4 jam untuk uji inhalasi 14 hari Penelitian uji toksisitas akut sebagian besar dirancang untuk menentukan dosis letal median (LD 50 ) toksikan. LD 50 didefenisikan sebagai

10 dosis tunggal suatu bahan yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan coba. Pengujian ini juga dapat menunjukkan organ sasaran yang mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama (Lu, 1994). LD 50 adalah dosis perkiraan bahwa ketika racun itu diberikan langsung kepada hewan uji, menghasilkan kematian 50% dari populasi di bawah kondisi yang ditentukan dari tes atau LC 50 merupakan konsentrasi perkiraan, dalam lingkungan hewan yang terpapar, yang akan membunuh 50% dari populasi di bawah kondisi yang ditentukan dari tes (Hodgson dan Levi, 2000). Nilai LD 50 sangat berguna untuk hal-hal sebagai berikut: 1. Klasifikasi lazim zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya adalah sebagai berikut: Kategori LD 50 Supertoksik 5 mg/kg atau kurang Amat sangat toksik 5-50 mg/kg Sangat toksik mg/kg Toksik sedang 0,5-5 g/kg Toksik ringan 5-15 g/kg Praktis tidak toksik >15 g/kg 2. Evaluasi dampak keracunan yang tidak disengaja; perencanaan penelitian toksisitas subkronik dan kronik pada hewan, memberikan informasi tentang mekanisme toksisitas, pengaruh umur, seks, faktor penjamu dan faktor lingkungan lainnya dan variasi respons antarspesies dan antarstrain hewan; memberikan informasi tentang reaktivitas suatu populasi hewan (Lu, 1994).

11 Faktor-faktor yang berpengaruh pada LD 50 sangat bervariasi antara jenis yang satu dengan jenis yang lain dan antara individu yang satu dengan individu yang lain dalam satu jenis. Beberapa faktor tersebut antara lain (Retnomurti, 2008): a. Spesies, strain dan keragaman individu Setiap spesies dan strain yang berbeda memiliki sistem metabolisme dan detoksikasi yang berbeda. Setiap spesies mempunyai perbedaan kemampuan bioaktivasi dan toksikasi suatu zat. b. Perbedaan jenis kelamin Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi toksisitas akut yang disebabkan oleh pengaruh langsung dari kelenjar endokrin. Hewan betina mempunyai sistem hormonal yang berbeda dengan hewan jantan sehingga menyebabkan perbedaan kepekaan terhadap suatu toksikan. c. Umur Hewan-hewan yang lebih muda memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap obat karena enzim untuk biotransformasi masih kurang dan fungsi ginjal belum sempurna. Pada hewan yang tua kepekaan individu meningkat karena fungsi biotransformasi dan ekskresi sudah menurun. d. Berat badan Penentuan dosis dalam pengujian toksisitas akut dapat didasarkan pada berat badan. Pada spesies yang sama, berat badan yang berbeda dapat memberikan nilai LD 50 yang berbeda pula, semakin besar berat badan maka jumlah dosis yang diberikan semakin besar.

12 e. Cara pemberian Lethal dosis juga dapat dipengaruhi oleh cara pemberian. Pemberian obat peroral tidak langsung didistribusikan ke seluruh tubuh. Pemberian obat atau toksikan peroral didistribusikan ke seluruh tubuh setelah terjadi penyerapan di saluran cerna sehingga mempengaruhi kecepatan metabolisme suatu zat di dalam tubuh. f. Faktor lingkungan Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi toksisitas akut antara lain temperatur, kelembaban, iklim, perbedaan siang dan malam. Perbedaan temperatur suatu tempat akan mempengaruhi keadaan fisiologis suatu hewan. g. Kesehatan hewan Status hewan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap suatu toksikan. Kesehatan hewan sangat dipengaruhi oleh kondisi hewan dan lingkungan. Hewan yang tidak sehat dapat memberikan nilai LD 50 yang berbeda dibandingkan dengan nilai LD 50 yang didapatkan dari hewan sehat. h. Diet Komposisi makanan hewan percobaan dapat mempengaruhi nilai LD 50. Komposisi makanan akan mempengaruhi status kesehatan hewan percobaan Uji toksisitas subkronik Uji toksisitas subkronik dilakukan dengan memberikan bahan berulangulang, biasanya setiap hari atau lima hari seminggu, selama jangka waktu 10% dari masa hidup hewan (Retnomurti, 2008). Uji toksisitas subkronis meneliti toksisitas yang disebabkan oleh dosis berulang dalam jangka waktu tertentu

13 (Hodgson dan Levi, 2000). Paparan subkronis dapat bertahan selama periode waktu yang berbeda, tapi 90 hari adalah durasi uji yang paling umum. Tujuan utama uji subkronik adalah untuk mencapai NOAEL (no-observed-adverse effect level) dan untuk mengidentifikasi lebih lanjut ciri organ tertentu atau organ yang terpapar senyawa uji setelah pemberian secara berulang. Studi subkronik dapat dilakukan pada dua spesies (biasanya tikus dan anjing untuk FDA; dan mencit untuk EPA) dengan rute pemberian yang lazim yaitu oral. Setidaknya ada tiga dosis yang diberikan (dosis tinggi yang menghasilkan toksisitas tetapi tidak menyebabkan lebih dari 10% korban jiwa, dosis rendah yang tidak menghasilkan efek beracun jelas, dan dosis intermediate) dengan 10 sampai 20 tikus dan 4 sampai 6 anjing dari masing-masing jenis kelamin per dosis (Casarett, 2008). Lama penelitian pada tikus biasanya 90 hari. Pada anjing masa itu sering diperpanjang sampai enam bulan atau bahkan satu atau dua tahun (Lu, 1994). Pengamatan yang dilakukan dalam pengujian toksisitas subkronis adalah pengamatan pada awal pemberian senyawa meliputi penampakan fisik (kematian, membran mucus, kulit, dan lain sebagainya), konsumsi makanan, berat badan, respon neurologi, kelakuan yang tidak normal, pernafasan, ECG, EEG, hematologi, pemeriksaan darah, urin. Pengamatan pada akhir pengujian meliputi nekropsi dan histologi (Hogson dan Levi, 2000) Uji toksisitas kronik Uji toksisitas kronis menentukan toksisitas dari keberadaan bahan yang sebagian besar terdapat dalam kehidupan. Mereka mirip dengan tes subkronis

14 tetapi memerlukan waktu yang lebih lama dan melibatkan kelompok yang lebih besar dari hewan (Gupta, et al., 2012). Pada tikus, paparan kronik biasanya 6 bulan sampai 2 tahun. Untuk hewan selain tikus biasanya selama satu tahun tetapi mungkin lebih lama (Casarett, 2008). Tujuan uji toksisitas kronik adalah menentukan sifat toksisitas zat kimia dan menentukan NOAELnya. Protokol yang biasa digunakan pada pengujian subkronik dan kronik melibatkan kelompok hewan mengandung jumlah yang sama dari kedua jenis kelamin (jantan dan betina) menerima setidaknya tiga tingkat dosis obat dan satu kelompok kontrol. Hewan-hewan ini diobservasi setiap hari terhadap tanda-tanda klinis toksisitas. Berat badan dan konsumsi makanan diukur secara berkala. Ada tiga parameter, yaitu tanda-tanda klinis, berat badan, dan konsumsi makanan. Profil kimia hematologi dan serum lengkap diukur setidaknya pada akhir pengujian (Gupta, et al., 2012). 2.6 Pengujian In Vivo Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan untuk mengetahui metabolisme suatu senyawa di dalam tubuh. Hewan percobaan yang digunakan pada percobaan secara in vivo harus dari jenis mamalia, karena hasilnya dapat diterapkan pada manusia. Ciri-ciri hewan mamalia adalah hewan yang menyusui anaknya, berambut, berdarah panas, mempunyai empat ruang jantung, dan melahirkan anak (Retnomurti, 2008).

15 Mencit sebagai hewan percobaan sangat praktis digunakan untuk penelitian yang bersifat kuantitatif karena sifatnya yang mudah berkembangbiak. Selain itu, dalam bidang peternakan mencit tidak membutuhkan biaya yang mahal, efisien dalam waktu, dan kemampuan reproduksi tinggi dengan waktu yang singkat (Hadriyanah, 2008). Sistem taksonomi mencit adalah sebagai berikut (Pribadi, 2008). Kingdom Filum Subfilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Rodentia : Muridae : Mus : Mus musculus Mencit memiliki beberapa data biologis, diantaranya (Retnomurti, 2008): Lama hidup : 1-2 tahun Lama produksi ekonomis : 9 bulan Lama hamil : hari Umur dewasa : 35 hari Umur dikawinkan : 8 minggu Berat dewasa : gram (jantan) ; gram (betina)

16 2.7 Hati Hati adalah organ terbesar yang terdapat di dalam tubuh kita, letaknya di rongga perut di sebelah kanan bawah diafragma. Hati berwarna merah tua dan beratnya ± 1,5 kg. hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma, permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan yang disebut fisura tranversus (Irianto, 2004). Fisura longitudinal memisahkan belahan kanan dan kiri di bagian atas hati. Selanjutnya hati dibagi empat belahan, yaitu lobus kanan, lobus kiri, lobus kaudata dan lobus kuadratus. Hati mempunyai dua jenis peredaran darah, yaitu arteri hepatica dan vena porta (Syaifuddin, 2006). Fungsi hati adalah sebagai berikut (Syaifuddin, 2006): 1. Mengubah zat makanan yang diabsorpsi dan yang di simpan di suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan. 2. Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan urin. 3. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen. 4. Sekresi empedu, garam empedu di buat di hati, dibentuk dalam sistem retikuloendotelium, dialirkan ke empedu. 5. Pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum, dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin. 6. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.

17 2.8 Ginjal Ginjal sering disebut buah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan letaknya disebelah belakang rongga perut, kanan dan kiri rongga perut. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah (Irianto, 2004). Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar, korpuskulus renal, tubulus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus distal. Tubulus dan duktus koligens, menampung urin yang dihasilkan oleh nefron dan menghantarnya ke pelvis ranalis. Nefron dan duktus koligens merupakan tubulus uriniferus sebagai satuan fungsional ginjal (Anggraini, 2008). Fungsi ginjal adalah (Syaifuddin, 2006): 1. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. 2. Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). 3. Ekskresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin), zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing. 4. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh. 5. Fungsi hormonal dan metabolisme. 2.9 Jantung Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (toraks), di atas paru-paru (Irianto, 2004). Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) disebut basis kordis, di sebelah bawah

18 agak runcing disebut apeks kordis. Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira gram (Syaifuddin, 2006). Jantung terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan terluar disebut epikardium, lapisan tengah disebut miokardium, lapisan terdalam disebut endokardium (Irianto, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun. temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun temurun oleh masyarakat. Penggunaan obat tradisional dalam upaya mempertahankan kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PEMBUATAN SEDIAAN HERBAL

BAB I PEMBUATAN SEDIAAN HERBAL BAB I PEMBUATAN SEDIAAN HERBAL A. Informasi Umum Sediaan Herbal Dalam buku ini yang dimaksud dengan Sediaan Herbal adalah sediaan obat tradisional yang dibuat dengan cara sederhana seperti infus, dekok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengobatan dan pendayagunaan obat tradisional merupakan program pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengobatan dan pendayagunaan obat tradisional merupakan program pelayanan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai tanaman berkhasiat obat sebagai upaya penanggulangan masalah kesehatan. Pengobatan dan pendayagunaan obat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian dan pengembangan tumbuhan obat saat ini berkembang pesat. Oleh karena bahannya yang mudah diperoleh dan diolah sehingga obat tradisional lebih banyak digunakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Savanna Afrika Barat yang kering.tumbuhan ini dapat tumbuh baik pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Savanna Afrika Barat yang kering.tumbuhan ini dapat tumbuh baik pada daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Kelapa Sawit 2.1.1 Habitat Habitat asli kelapa sawit adalah di hutan dekat dengan sungai di Guinea Savanna Afrika Barat yang kering.tumbuhan ini dapat tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah sekitar Meksiko bagian selatan dan Nikaragua (Kalie, 2008). Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah sekitar Meksiko bagian selatan dan Nikaragua (Kalie, 2008). Pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Habitat tumbuhan Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika, berada pada daerah tropis dan pusat penyebarannya diduga di daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UraianTumbuhan Lidah Mertua 2.1.1 Sistematika Tumbuhan Menurut Chase, dkk (2009), sistematika dari tumbuhan lidah mertua adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi Kelas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Pecut kuda tumbuh liar di tepi jalan, tanah lapang dan tempat- tempat terlantar lainnya. Tanaman yang berasal dari Amerika ini dapat ditemukan di daerah cerah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil alam yang berlimpah dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Salah satu dari hasil alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manfaat berbagai macam tanaman sebagai obat sudah dikenal luas di negara berkembang maupun negara maju. 70-80% masyarakat Asia dan Afrika masih menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

Metoda-Metoda Ekstraksi

Metoda-Metoda Ekstraksi METODE EKSTRAKSI Pendahuluan Ekstraksi proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan tumbuhan. Sekitar 30.000 jenis tumbuhan diperkirakan terdapat di dalam hutan tropis Indonesia. Dari jumlah tersebut, 9.600 jenis

Lebih terperinci

BAB 4. SEDIAAN GALENIK

BAB 4. SEDIAAN GALENIK BAB 4. SEDIAAN GALENIK Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu : a. Menjelaskan definisi sediaan galenik b. Menjelaskan jenis jenis sediaan galenik c. Menjelaskan teknologi ekstraksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan obat tradisional sudah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi pengetahuan masyarakat akan khasiat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan obat tradisional sudah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi pengetahuan masyarakat akan khasiat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan obat tradisional sudah dikenal sejak zaman dahulu, akan tetapi pengetahuan masyarakat akan khasiat dan kegunaan tanaman obat hanya berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

Analisis Hayati UJI TOKSISITAS. Oleh : Dr. Harmita

Analisis Hayati UJI TOKSISITAS. Oleh : Dr. Harmita Analisis Hayati UJI TOKSISITAS Oleh : Dr. Harmita Pendahuluan Sebelum percobaan toksisitas dilakukan sebaiknya telah ada data mengenai identifikasi, sifat obat dan rencana penggunaannya Pengujian toksisitas

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang timbul karena faktor keturunan. Padahal diabetes merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan penelitian dengan menggunakan bahan alam yang digunakan sebagai salah satu cara untuk menanggulangi berbagai macam penyakit semakin

Lebih terperinci

Tanaman Putri malu (Mimosa pudica L.) merupakan gulma yang sering dapat ditemukan di sekitar rumah, keberadaannya sebagai gulma 1

Tanaman Putri malu (Mimosa pudica L.) merupakan gulma yang sering dapat ditemukan di sekitar rumah, keberadaannya sebagai gulma 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan tanaman obat sebagai alternatif pengobatan telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia secara turun temurun. Hal tersebut didukung dengan kekayaan alam yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian adalah buah luwingan (Ficus hispida L.f.). Kesamaan genus buah

I. PENDAHULUAN. perhatian adalah buah luwingan (Ficus hispida L.f.). Kesamaan genus buah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan terhadap penyakit ringan atau berat dapat dilakukan menggunakan obat sintetis ataupun obat yang berasal dari bahan alam. Namun demikian, beberapa pihak terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat modern walaupun telah mendominasi dalam pelayanan kesehatan, namun penggunaan obat tradisional tetap mendapat tempat yang penting bahkan terus berkembang

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era ini, masyarakat Indonesia mulai memanfaatkan berbagai tanaman sebagai ramuan obat seperti zaman dahulu yang dilakukan oleh nenek moyang kita. Munculnya kembali

Lebih terperinci

TOKSIKOMETRIK. Studi yang mempelajari dosis dan respon yang dihasilkan. Efek toksik. lethal dosis 50

TOKSIKOMETRIK. Studi yang mempelajari dosis dan respon yang dihasilkan. Efek toksik. lethal dosis 50 TOKSIKOMETRIK TOKSIKOMETRIK Toksikologi erat hubungannya dengan penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek toksik sehubungan dengan terpaparnya mahluk hidup. Sifat spesifik dan efek suatu paparan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Biji Orok-orok Tanaman orok-orok merupakan tanaman semak tegak, tinggi 0,6-2,5 m. Ujung batang berambut pendek. Daun penumpu bentuk paku, rontok. Tangkai daun berukuran 4-8 cm.

Lebih terperinci

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter Ginjal adalah organ pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia yang berfungsi untik mengekskresikan urine. Ginjal berbentuk seperti kacang merah, terletak di daerah pinggang, di sebelah kiri dan kanan tulang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat. 3 TINJAUAN PUSTAKA Alpukat Tanaman alpukat berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18, namun secara resmi antara tahun 1920-1930 (Anonim 2009). Kata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kekayaan lautnya. Di Indonesia terdapat jenis tumbuhan memiliki

I. PENDAHULUAN. kekayaan lautnya. Di Indonesia terdapat jenis tumbuhan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara megabiodiversity terbesar di dunia, menduduki urutan kedua setelah Brazil yang memiliki keanekaragaman

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian

Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian Lampiran 1. Hasil Persetujuan Etik Penelitian 49 Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan 50 Lampiran 3. Karakteristik Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lam. ) Tanaman kelor Daun kelor 51 Lampiran 3. (Lanjutan)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ginjal sering disebut buah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan letaknya disebelah belakang rongga perut, kanan dan kiri dari tulang punggung. Ginjal kiri letaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic

BAB I PENDAHULUAN. Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic acid atau metabolisme purin dalam tubuh. Berdasarkan penelitian bahwa 90% dari asam urat merupakan

Lebih terperinci

pudica L.) pada bagian herba yaitu insomnia (susah tidur), radang mata akut, radang lambung, radang usus, batu saluran kencing, panas tinggi pada

pudica L.) pada bagian herba yaitu insomnia (susah tidur), radang mata akut, radang lambung, radang usus, batu saluran kencing, panas tinggi pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sangat bergantung dengan alam untuk memenuhi kebutuhannya dari dulu sampai sekarang ini. Kebutuhan paling utama yang berasal dari alam merupakan kebutuhan makanan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia merupakan perubahan-perubahan dalam profil lipid yang terdiri dari kolesterol total, trigliserida (TG), Low Density Lipoprotein (LDL) dan High Density

Lebih terperinci

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (Sukandar et al., 2009). Diabetes menurut WHO (1999) adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat

I. PENDAHULUAN. tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat I. PENDAHULUAN Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun

Lebih terperinci

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan METODE EKSTRAKSI Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan menstrum yang cocok, uapkan semua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk memelihara kesehatan (Dorly,

I. PENDAHULUAN. dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk memelihara kesehatan (Dorly, I. PENDAHULUAN Tumbuhan telah digunakan manusia sebagai obat sepanjang sejarah peradaban manusia. Penggunaan tumbuh-tumbuhan dalam penyembuhan suatu penyakit merupakan bentuk pengobatan tertua di dunia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Alam telah menyediakan beraneka ragam hasil bumi yang diperlukan untuk semua makhluk hidup, termasuk bahan obat. Kebutuhan manusia dalam meningkatkan kualias

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Gaya hidup kembali ke

BAB I PENDAHULUAN. baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Gaya hidup kembali ke BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuh-tumbuhan mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai sumber pangan, papan, maupun obat-obatan. Gaya hidup kembali ke alam (back to nature),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem

BAB I PENDAHULUAN. (Wasser, 2002). Polisakarida mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jamur merupakan sumber terbesar dari produk baru dalam bidang farmasi. Lebih dari itu, jamur memiliki peranan penting dalam pengobatan modern, itu menunjukkan sumber

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Nama Daerah Tanaman markisa ungu di Indonesia memiliki berbagai macam nama daerah seperti buah monyet (Sunda), markisah (Melayu) dan buwah negri (Jawa)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat dari alam yang secara turun temurun telah digunakan sebagai ramuan obat tradisional. Pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Uji toksisitas adalah uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi, dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji. Data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman herbal merupakan minuman yang berasal dari bahan alami yang bermanfaat bagi tubuh. Minuman herbal biasanya dibuat dari rempah-rempah atau bagian dari tanaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Habitat Tumbuhan dandang gendis (Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau) merupakan perdu tahunan, tinggi lebih kurang 2,5 m. Tumbuh liar di pekarangan rumah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, atau campuran bahan bahan tersebut yang secara tradisional telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lemak merupakan salah satu zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Lemak ini mencakup kurang lebih 15% berat badan dan dibagi menjadi empat kelas yaitu trigliserida,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. piperaceae. Sirih memiliki jenis yang beragam, seperti sirih hijau, sirih hitam,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. piperaceae. Sirih memiliki jenis yang beragam, seperti sirih hijau, sirih hitam, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian tanaman Sirih (Piper betle L.) merupakan tumbuhan terna yang termasuk famili piperaceae. Sirih memiliki jenis yang beragam, seperti sirih hijau, sirih hitam, sirih kuning

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Penetapan Parameter Nonspesifik Ekstrak Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai berikut : warna coklat kehitaman, berbau spesifik dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dikenal dengan istilah back to nature (Sari, 2006). Namun demikian,

I. PENDAHULUAN. lebih dikenal dengan istilah back to nature (Sari, 2006). Namun demikian, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat telah lama memanfaatkan sumberdaya alam terutama tanaman atau tumbuhan yang ada di sekitarnya untuk obat tradisional maupun tujuan lainnya (Sutarjadi, 1992;

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman herbal sudah lama digunakan oleh penduduk Indonesiasebagai terapi untuk mengobati berbagai penyakit. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat berpendapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya hayati Indonesia sangat berlimpah dan beraneka ragam. Sumbangsih potensi sumber daya alam yang ada di Indonesia terhadap kekayaan keanekaragaman sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan inggir-inggir (Solanum sanitwongsei Craib) umumnya. tumbuh di semak dan di pekarangan rumah dengan tinggi ± 2 m

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan inggir-inggir (Solanum sanitwongsei Craib) umumnya. tumbuh di semak dan di pekarangan rumah dengan tinggi ± 2 m BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Tumbuhan inggir-inggir (Solanum sanitwongsei Craib) umumnya tumbuh di semak dan di pekarangan rumah dengan tinggi ± 2 m (Widyaningrum, 2011). Gambar 2.1 Tumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian paparan ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) pada mencit galur DDY selama 90 hari adalah sebagai berikut. 4.1.1 Deskripsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alam merupakan sumber bahan baku obat selama ribuan tahun yang mengandung banyak senyawa berkhasiat. Berbagai tanaman obat sudah dimanfaatkan oleh kalangan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagian besar masyarakat Provinsi Aceh, khususnya masyarakat Desa Samakurok,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagian besar masyarakat Provinsi Aceh, khususnya masyarakat Desa Samakurok, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Lannea coromandelica (Houtt.)Merr. atau Daun Kedongdong Pagar adalah tumbuhan yang dapat tumbuh secara liar dan biasanya dijadikan sebagai pagar oleh sebagian

Lebih terperinci

badan berlebih (overweight dan obesitas) beserta komplikasinya. Selain itu, pengetahuan tentang pola makan juga harus mendapatkan perhatian yang

badan berlebih (overweight dan obesitas) beserta komplikasinya. Selain itu, pengetahuan tentang pola makan juga harus mendapatkan perhatian yang BAB 1 PENDAHULUAN Masalah kegemukan (obesitas) dan penurunan berat badan sangat menarik untuk diteliti. Apalagi obesitas merupakan masalah yang serius bagi para pria dan wanita, oleh karena tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kedondong hutan (Spondias pinnata), suku Anacardiaceae,

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kedondong hutan (Spondias pinnata), suku Anacardiaceae, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kedondong hutan (Spondias pinnata), suku Anacardiaceae, merupakan salah satu tanaman yang dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat batuk (Syamsuhidayat

Lebih terperinci

PENGANTAR TOKSIKOLOGI INDUSTRI Pengertian Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh merugikan suatu zat/bahan kimia pada organisme hidup atau ilmu tentang racun. Bahan toksik atau racun adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini

BAB I PENDAHULUAN. berkhasiat obat ini adalah Kersen. Di beberapa daerah, seperti di Jakarta, buah ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ribuan jenis tumbuhan yang diduga berkhasiat obat, sejak lama secara turun-temurun dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu dari tumbuhan berkhasiat obat ini adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan dalam kesehatan adalah

I. PENDAHULUAN. tumbuhan yang telah banyak dikenal dan dimanfaatkan dalam kesehatan adalah I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya hayati yang telah dikenal sejak lama dan dimanfaatkan menjadi obat tradisional sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) merupakan tanaman berupa pohon yang biasanya memiliki tinggi mencapai 10 m sampai 20 m. Tanaman ini merupakan tanaman dikotil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlebihan (Rohmawati, 2008). Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai indra

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berlebihan (Rohmawati, 2008). Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai indra BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit pada Mamalia merupakan salah satu organ yang berperan penting dalam fisiologis tubuh. Organ ini berfungsi untuk melindungi jaringan di bawahnya, menjaga

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tanaman Kecubung Kecubung termasuk tumbuhan perdu yang tersebar luas di daerah yang beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang tidak begitu

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS AKUT (LD50)

UJI TOKSISITAS AKUT (LD50) UJI TOKSISITAS AKUT (LD50) 1. Tujuan percobaan Adapun tujuan yang diharapkan dalam praktikum ini adalah : a. Untuk mengetahui dosis suatu obat yang menimbulkan kematian 50% dari hewan percobaan. b. Untuk

Lebih terperinci

Ringkasan Uji Toksisitas Akut. e-assignment

Ringkasan Uji Toksisitas Akut. e-assignment Ringkasan Uji Toksisitas Akut Toksisitas: umum-khusus, tunggalberulang, akut (beda) Minimum LD, No ED LD 50 potensi toksisitas (kelas) Konversi, kapasitas maksimum Aplikasi & makna uji toksisitas akut

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut Tanah gambut terbentuk dari bahan organik sisa tanaman yang mati diatasnya, dan karena keadaan lingkungan yang selalu jenuh air atau rawa, tidak memungkinkan terjadinya proses

Lebih terperinci

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid, BAB 1 PENDAHULUAN Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap kerusakan jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan bahan pemanis di dalam bahan makanan dan minuman sudah dimulai sejak berabad-abad yang lalu. Bahan pemanis alami yang sangat umum digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.) Menurut Fachruddin (2000) tanaman kacang panjang termasuk famili leguminoceae. Klasifikasi tanaman kacang panjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa 2.1.1 Klasifikasi Rhizophora stylosa Menurut Cronquist (1981), taksonomi tumbuhan mangrove Rhizophora stylosa sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu ciri budaya masyarakat di negara berkembang adalah masih dominannya unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Boraks pada saat ini sering sekali diberitakan melalui media cetak maupun elektronik karena penyalahgunaannya dalam bahan tambahan makanan. Berdasarkan dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

CREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra

CREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra CREATIVE THINKING MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra HIDUNG Hidung merupakan panca indera manusia yang sangat penting untuk mengenali bau dan juga untuk bernafas. Bagian-Bagian Hidung Dan Fungsinya

Lebih terperinci

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,-

J. Gaji dan upah Peneliti ,- 4. Pembuatan laporan ,- Jumlah ,- Anggaran Tabel 2. Rencana Anggaran No. Komponen Biaya Rp 1. Bahan habis pakai ( pemesanan 2.500.000,- daun gambir, dan bahan-bahan kimia) 2. Sewa alat instrument (analisa) 1.000.000,- J. Gaji dan upah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari,

TINJAUAN PUSTAKA. Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari, TINJAUAN PUSTAKA Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis plasma nutfah tertentu untuk mengamankan dari kepunahan. Langkah pertama pengeksplorasian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selada air (Nasturtium officinale R. Br.) termasuk suku Brassicaceae.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Selada air (Nasturtium officinale R. Br.) termasuk suku Brassicaceae. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Selada air (Nasturtium officinale R. Br.) termasuk suku Brassicaceae. Selada air sering dikonsumsi sebagai sayur tumis dan rasanya agak mirip dengan kangkung

Lebih terperinci

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS)

EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) EFEK EKSTRAK TANDUK RUSA SAMBAR (CERVUS UNICOLOR) TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (RATTUS NOVERGICUS) Defriana, Aditya Fridayanti, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA

Lebih terperinci

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI 15 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI Pengeluaran zat di dalam tubuh berlangsung melalui defekasi yaitu pengeluaran sisa pencernaan berupa feses. Ekskresi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci