BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian saat ini berkaitan dengan kemajuan teknologi yang memungkinkan segala jenis data mengalir cepat melalui serat kabel optik. Selain itu, jenis data didapatkan melalui transmisi satelit sehingga memungkinkan menembus batas ruang dan waktu. Kondisi ini menyebabkan suatu wilayah dapat bersaing secara global tanpa mempertimbangkan kekayaan alam, populasi, bahkan faktor lokasi strategis (Helmi, 2007). Wilayah dapat bersaing dengan pasar global melalui perbaikan sistem yang ada di wilayah tersebut. Sistem yang buruk akan merugikan wilayah itu sendiri bahkan mengorbankan penduduk yang menjadi tenaga kerja atau buruh. Sistem yang perlu dibenahi antara lain penerapan pajak secara konsisten, pemberian insentif yang sesuai kepada pekerja, dan menaikkan gaji buruh atau tenaga kerja (Kim dan Mouborogne, 2005 dalam Helmi, 2007). Memasarkan wilayah merupakan salah satu cara untuk memajukan daerah yang membutuhkan konsistensi dan kerja keras kolektif antara pemerintah daerah dengan masyarakat. Memajukan daerah tidak hanya mengandalkan APBD tetapi diperlukan upaya-upaya yang kreatif dan inovatif. Dewasa ini memajukan daerah tidak cukup dengan mengandalkan besarnya potensi kekayaan sumberdaya alam atau tingkat pendapatan daerah. Kondisi yang demikian hanya akan membuat wilayah menjadi statis. Memasarkan wilayah adalah salah satu langkah solutif yang dapat diambil dan diaplikasikan daerah untuk mendorong kegiatan perekonomian wilayahnya. Kemampuan membentuk citra wilayah merupakan kunci agar dapat memasarkan wilayah. Citra wilayah dalam pemasaran wilayah akan selalu selaras dengan sebuah nilai kepercayaan. Harapannya dengan citra wilayah yang positif mampu menarik minat bagi penanam modal demi meningkatkan daya saing wilayah (Yananda, 2014). Sejalan dengan pemikiran diatas, Kabupaten Purbalingga mulai memahami pentingnya pemasaran wilayah (regional marketing). Terciptanya wilayah yang mandiri menjadi tujuan utama demi melepaskan diri dari ketergantungan APBD dan kekayaan sumberdaya alam. Pemasaran wilayah (regional marketing) mulai

2 dilakukan dengan pembenahan dan persiapan Purbalingga, dilihat dari rancangan Purbalingga yang sudah mengarah kepada penciptaan poros perekonomian baru. Hal tersebut dilakukan guna mengelola jumlah penduduk produktif yang mencapai 73,76%. Kepercayaan diri tersendiri bagi pemerintah Kabupaten Purbalingga untuk mulai merintis wilayah Purbalingga yang dinamis dan berdaya saing (Bappeda, 2014) Rumusan Masalah Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang tidak dilalui jalur utama pantai utara (pantura), tidak memiliki pelabuhan, dan tidak mempunyai akses kereta api. Aksesibilitas wilayah yang tidak mendukung dan relatif kurang strategis menyebabkan perkembangan ekonomi Kabupaten Purbalingga relatif stagnan. Hal tersebut menyebabkan sebagian besar wilayah Kabupaten Purbalingga merupakan wilayah tertinggal dengan ciri pokok seperti; perekonomian didominasi sektor pertanian tradisional; kehidupan perekonomian kurang berkembang akibat kurangnya akses masyarakat terhadap teknologi, modal, dan pasar; kondisi infrastruktur dan prasarana sosial dasar masyarakat yang kurang memadai; derajat kesehatan dan tingkat pendidikan masyarakat relatif rendah (Kelana, 2009). Pengembangan wilayah tidak hanya bergantung pada APBD tetapi juga mempertimbangkan potensi masing-masing wilayah. Pengembangan wilayah dapat dilakukan dengan menjadikan suatu wilayah ramah terhadap modal atau investasi, agar potensi yang ada mampu berkembang dengan baik sehingga menjadi kekuatan utama bagi wilayah. Awal September 2004 berdasarkan inisiasi Bupati, Kabupaten Purbalingga mematenkan diri sebagai Kabupaten Pro Investasi (Prasetyo, 2007). Hal ini menjadi tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Purbalingga untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui modal yang ditanam oleh investor. Pemasaran wilayah (regional marketing) berkaitan dengan kemampuan pemerintah kabupaten menyiapkan segala yang dibutuhkan investor guna menciptakan suasana yang nyaman. Implementasi dari pemasaran wilayah (regional marketing) yang diturunkan pemerintah kabupaten juga perlu diperhatikan. Setiap usaha yang dilakukan akan selalu mempertanyakan hasil implementasinya di lapangan. Berjalan tidaknya dan sampai sejauh mana mampu membawa

3 wilayah tersebut untuk bersaing dikancah nasional atau internasional. Sederhananya, keberhasilan implementasi suatu kebijakan diukur dengan melihat kesesuaian antara pelaksanaan atau penerapan kebijakan dengan tujuan maupun sasaran kebijakan itu sendiri (Andriyani, 2014). Dukungan diberikan pemerintah pusat melalui kebijaksanaan otonomi luas dan utuh kepada Kabupaten atau Kota sebagaimana ditegaskan dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan peluang kepada Kabupaten untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa dan aspirasi sendiri mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Adanya otonomi daerah memberikan kebebasan bagi wilayah untuk berkreasi demi terwujudnya kemandirian dalam penyelenggaraan pembangunan wilayah. Faktor lain yang mendorong percepatan pembangunan wilayah Kabupaten Purbalingga yakni ketersediaan tenaga kerja yang ditandai dengan sebagian besar penduduk (73,76%) Kabupaten Purbalingga berusia dewasa atau masuk dalam klasifikasi usia produktif (Bappeda, 2014). Ketersediaan tenaga ini apabila diselaraskan dengan upaya peningkatan kualitas SDM akan menjadi kekuatan pembangunan. Hal tersebut sudah mulai dirintis pemerintah Kabupaten Purbalingga dengan memperoleh beberapa keuntungan, namun belum maksimal sehingga apa yang menjadi harapan belum tercapai. Terlebih dipengaruhi oleh pergantian Bupati yang terjadi sebanyak tiga kali dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir setelah pengukuhan diri sebagai kabupaten ramah investasi di tahun 2004 (Prasetyo, 2007). Berdasarkan rumusan masalah tersebut dapat dirumuskan pertanyaan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana persepsi pengusaha terhadap penerapaan kebijakan pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga dan pandangan serta langkah yang disiapkan oleh pemerintah kabupaten akan hal tersebut? 2. Apa hasil yang telah dicapai dari implementasi pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga?

4 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk menilai proses dan hasil proses implementasi pemasaran wilayah (regional marketing), tujuan penelitian dirinci sebagai berikut : 1) Mengidentifikasi persepsi pengusaha terkait pemasaran wilayah (regional marketing) kabupaten ramah investasi di Kabupaten Purbalingga. 2) Mengidentifikasi pandangan serta langkah yang diambil pemerintah kabupaten terkait pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga. 3) Mengidentifikasi secara riil implementasi pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga tahun Kegunaan Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui persepsi pelaku usaha dan pemerintah kabupaten serta implementasi pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga yang terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Manfaat Praktis a. Memberikan sumbangsih pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Purbalingga khususnya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop), serta Kantor Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (KPMPT) sebagai instansi yang berkaitan dengan investasi daerah. 2. Manfaat Teoritis a. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat sebagai media pengaplikasian ilmu khususnya tentang implementasi kebijakan. b. Bagi kepentingan ilmu pengetahuan diharapkan menjadi data pendukung bagi penelitian selanjutnya yang menganalisis terkait implementasi kebijakan Keaslian Penelitian Studi mengenai pemasaran wilayah dalam kajian regional marketing telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan objek kajian dan tujuan penelitian yang beragam. Berdasarkan hasil studi literatur yang dilakukan

5 mengenai pemasaran wilayah (regional marketing) diperoleh beberapa penelitian dengan tema kajian yang sesuai untuk dijadikan acuan maupun tolok ukur. Meski belum diperoleh kajian yang berfokus pada wilayah Kabupaten Purbalingga namun beberapa literatur dibawah sesuai dengan apa yang diharapkan peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Michael J. Ahn tahun 2013 melalui penggabungan dari penelitian yang sejenis mengenai pengaruh seni budaya dan implementasi kebijakan dalam nilai brand negara. Keterkaitan dengan penelitian kali ini yakni implementasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah guna mendukung potensi yang ada di dalam wilayah. Kebijakan yang mendukung dan terimplementasi di lapangan menghasilkan daya tarik bagi wilayah. Hasil kajian tesis yang dilakukan oleh Kunti Handani tahun 2010 dalam perspektif hukum diperoleh hasil bahwa meski pemasaran wilayah (regional marketing) sudah digunakan melalui slogan, namun belum ada acuan kebijakan yang mematenkan brand tersebut. Meski demikian, adanya pemasaran wilayah (regional marketing) mampu mempengaruhi mindset masyarakat atas keberadaan brand tersebut. Keselarasan penelitian terdapat dalam nilai pemasaran wilayah (regional marketing) yang seharusnya ikut dikenalkan oleh masyarakat sebagai dukungan terhadap kebijakan yang diterapkan. Dalam pandangan Erlangga Agustino Landiyanto melalui penelitiannya pada tahun 2010 terdapat keselarasan dengan penelitian saat ini terkait dengan implementasi nyata di lapangan merupakan hal yang penting dalam sebuah pelaksanaan kebijakan. Di lain sisi, Syafrizal Helmi mengemukakan melalui jurnalnya pada tahun 2007 bahwa brand merupakan perwajahan wilayah yang mampu menjadikan satu nilai jual tersendiri, pemasaran wilayah (regional marketing) harus mulai dibangun manakala ingin memajukan wilayah sesuai dengan kearifan lokal dan kekayaan yang ada didalamnya. Pemasaran wilayah (regional marketing) selalu berbicara soal nilai jual suatu wilayah, inilah keselaran dengan penelitian yang sedang dilakukan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.1. Penelitian terkait Pemasaran Wilayah (Regional Marketing), Kabupaten Ramah Investasi, di Kabupaten Purbalingga Tahun :

6 Nama Peneliti (Tahun Terbit) Michael J. Ahn (2013) Kunti Handani (2010) Erlangga Agustino Landiyanto Tabel 1.1. Penelitian terkait Pemasaran Wilayah (Regional Marketing), Kabupaten Ramah Investasi, di Kabupaten Purbalingga Tahun Metode Tujuan Judul Penelitian Penelitian dan Penelitian Pendekatan The Art of Nation 1. Mengetahui peranan sektor seni dan budaya, Menghubungkan Branding kebijakan pemerintah, serta hubungan dengan berbagai penelitian negara lain terhadap nilai brand negara. sebelumnya dengan penambahan variabel. Regional 1. Mengetahui pertimbangan-pertimbangan yang Penelitian yuridis branding Solo memunculkan adanya brand wilayah di Kota Solo, empiris, memecahkan The Spirit of Solo the Spirit of Java. masalah penelitian Java (Suatu dengan meneliti data Tinjauan dari sekunder terlebih Aspek Hak dahulu untuk kemudian Kekayaan dilanjutkan dengan data Intelektual) primer yang ada di (Tesis) lapangan. Konsentrasi 1. Mengetahui sub sektor industri manufaktur kota Metode eksploratif Spasial Industri Surabaya yang terkonsentrasi. dalam menjawab Manufaktur 2. Analisis mengenai kebijakan dalam permasalahan. Hasil Penelitian 1. Negara yang mempunyai perkembangan seni budaya yang selaras dengan implementasi kebijakan pemerintah lebih berkembang dalam pemasaran negaranya. 1. Brand Kota Solo sudah digunakan sebagai pemasaran wilayah (regional marketing), namun belum ada acuan kebijakan yang mematenkan brand tersebut. Kondisi yang ada, brand digunakan secara kultural oleh warga dan pengunjung Kota Solo, sehingga mampu mempengaruhi mindset masyarakat hadirnya brand, Solo the Spirit of Java. 1. Ditemukan bahwa hal yang mampu menjadi kompas suatu pembangunan dan konsentrasi wilayah yakni munculnya kebijakan yang

7 (2010) (Tinjauan Empiris di Kota Surabaya) (Skripsi) Syafrizal Helmi Regional (2007) marketing : Strategi Memasarkan Daerah Ridlo Gilang Implementasi Wicaksono Regional (2014) Marketing di Kabupaten Purbalingga Tahun mengembangkan industri manufaktur kota Surabaya. 1. Mengetahui pengaruh dari adanya brand pada Metode deskriptif. wilayah terhadap ekonomi wilayah. 1. Mengidentifikasi persepsi pengusaha terkait Metode deskriptif pemasaran wilayah (regional marketing) kabupaten kualitatif. ramah investasi di Kabupaten Purbalingga. 2. Mengidentifikasi pandangan serta langkah yang diambil pemerintah kabupaten terkait pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga. 3. Mengidentifikasi secara riil implementasi pemasaran wilayah (regional marketing) di Kabupaten Purbalingga tahun Sumber : Studi Pustaka, 2015 sesuai. 2. Hal terpenting lainnya adalah adanya keselarasan kebijakan yang dibuat dengan kemauan pemerintah untuk mewujudkannya. 1. Brand merupakan perwajahan wilayah yang mampu menjadi nilai jual, sehingga perlu mulai dibangun citra wilayah manakala ingin memajukan wilayah sesuai kearifan lokal dan kekayaan wilayah. 1. Perizinan diakui sebagai salah satu pelayanan paling siap yang membuat nyaman pengusaha. 2. Pemerintah kabupaten memberikan bentuk pelayanan lainnya sebagai dukungan terhadap pemasaran wilayah. 3. Hal yang menjadi sorotan bersama adalah ketersediaan infrastruktur (mikro dan pendukung) yang belum tersedia. Kondisi tersebut juga dipicu oleh status Kabupaten Purbalingga sebagai peruntukan kawasan industri.

8 1.6. Tinjauan Pustaka Implementasi Kebijakan Program yang dicanangkan pemerintah daerah harus berimplementasi agar mempunyai dampak dan tujuan yang diinginkan. Wahab dalam Setyadi (2005) mengutip bahwa proses implementasi tidak selalu menyangkut kerja dan kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan program-program. Melainkan juga dituntut adanya jaringan kekuatan politik, ekonomi, sosial baik langsung atau tidak langsung yang mempengaruhi semua pihak untuk terlibat. Agar dampak positif dapat dirasakan diperlukan kesamaan pandangan tujuan yang hendak dicapai dan komitmen semua pihak untuk memberikan dukungan. Keberhasilan implementasi dari suatu kebijakan wilayah dapat diukur melalui kesesuaian antara pelaksanaan atau penerapan kebijakan dengan tujuan dan sasaran. Adanya dampak negatif maupun positif yang dirasakan suatu wilayah merupakan bentuk keberhasilan implementasi lainnya (Andriyani, 2014). Konsep lain berpandangan bahwa secara formal pengertian dari implementasi terbagi ke dalam dua bagian. Pertama, implementasi merupakan fungsi yang terdiri atas maksud dan tujuan, hasil sebagai suatu produk, dan hasil dari suatu akibat. Kedua, implementasi juga menyangkut terealisasinya suatu rancangan kebijakan dengan berbatas waktu pelaksanaannya (Lane, 1995 dalam Firmansyah, 2003). dua faktor, yaitu : Menurut Grindle (1980), keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh 1) Content of policy terdiri dari : kepentingan yang dipengaruhi, jenis atau tipe manfaat, derajat atau perubahan yang diharapkan, letak mengambil keputusan, pelaksanaannya sendiri dan sumberdaya yang diperlukan; 2) Context of Implementation terdiri dari : kekuasaan, kepentingan, strategi aktor yang terlibat, karakteristik penguasa dan lembaga, serta kepatuhan dan daya tanggap.

9 Pandangan lain datang dari Edward III (1980 dalam Firmansyah, 2003), bahwa terdapat empat faktor atau variabel kritis dalam implementasi kebijakan publik, sebagai berikut : a. Faktor Komunikasi Komunikasi secara sederhana diartikan sebagai penyampaian informasi, kejelasan informasi, dan konsistensinya. Menurut Wuryanto (2002 dalam Firmansyah, 2003) komunikasi merupakan interaksi atau proses hubungan saling pengertian antar manusia. Kaitannya dengan implementasi kebijakan wilayah yakni penyampaian informasi dilakukan sesuai petunjuk-petunjuk pelaksanaan secara jelas dan dipahami serta konsisten. Tujuannya menghindarkan pada kebingungan antar pelaksana dan kesalahan penafsiran perintah. Komunikasi juga dijadikan alat penyampaian informasi, ide-ide dan masukkan lainnya secara timbal balik dari masyarakat dalam rangka mencapai tujuan bersama. b. Faktor Sumberdaya Sumberdaya dalam proses implementasi mencakup staf atau tenaga kerja yang mempunyai keahlian dan kemampuan melaksanakan tugas, kelayakan antara jumlah staf yang dibutuhkan dan keahlian yang dimiliki. Selain itu, sumberdaya pendukung lainnya berupa dana untuk membiayai operasional kegiatan serta fasilitas lainnya yang memadai. Menurut Tangkilisan (2003), meskipun komunikasi telah dilakukan sesuai prosedur namun kekurangan sumberdaya menyebabkan implementasi tidak akan efektif. c. Faktor Disposisi Sikap dan komitmen dari pemerintah daerah untuk melaksanakan kebijakan wilayah yang telah disepakati. Kecakapan pemerintah daerah tidak akan cukup tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Disposisi berperan menjaga konsistensi tujuan antara apa yang ditetapkan oleh pengambil kebijakan dengan implementasinya di lapangan. Kunci keberhasilan suatu program atau implementasi kebijakan adalah sikap pekerja terhadap penerimaan dan dukungan atas kebijakan yang diberlakukan (Firmansyah, 2003). d. Faktor Struktur Birokasi Struktur birokrasi yaitu standar baku yang mengatur tata kerja dan tata laksana. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan atau program memerlukan

10 pondasi birokrasi yang kuat, sehingga terhindar dari keadaan yang terombangambing akibat perubahan politik (Firmansyah, 2003). Koordinasi yang baik diperlukan agar ada kesamaan pandangan dan kesepakatan antar unit pelaksana untuk menyeragamkan tindakan Pemasaran Wilayah (Regional Marketing) Pemasaran dalam sektor publik diartikan sebagai instrumen penguatan potensi sumber daya dalam batas administratif tertentu secara kewilayahan yang dilakukan bersama unsur lokal terkait. Upaya penguatan terhadap potensi daerah yang umumnya menyangkut aspek ekonomi, citra wilayah, dan identitas daerah. Ketiga unsur tersebut menjadi penopang kekuatan daya saing wilayah yang sejalan dengan sasaran regional marketing. Pemasaran wilayah menitikberatkan pada kemampuan bersaing dalam menarik investasi (compectitiveness). Maka pemasaran wilayah (regional marketing) dapat dibagi menjadi tiga fungsi utama yaitu (Abdurahman, 2005) : 1) Menerangkan kepada masyarakat luas tentang kualitas dan potensi daerah yang bertujuan memperkuat identifikasi masyarakat dengan wilayahnya serta memperkuat citra khusus (special image) wilayah. 2) Mengaktifkan kerja kolektif seluruh unsur daerah dalam rangka menguatkan potensi lokal guna memperoleh kekuatan daya saing wilayah. 3) Melakukan kegiatan yang relevan dalam rangka menarik dan mempertahankan faktor ekonomi (investasi, SDM berkualitas, dan perusahaan). Pemasaran wilayah (regional marketing) bukanlah konsep yang menggantikan perencanaan pembangunan daerah yang telah ditetapkan. Pemasaran wilayah menunjang dan memperkuat potensi wilayah yang ada untuk menguatkan daya saing. Pelaksanaan pemasaran wilayah (regional marketing) dilakukan pada seluruh tingkatan dan oleh seluruh pihak terkait di daerah agar mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Tujuan utama pemasaran wilayah (regional marketing) adalah meningkatkan daya saing suatu wilayah dan memperkuat identitas regional serta komitmen stakeholder (Abdurahman, 2007).

11 Ramah Investasi Investasi merupakan salah satu komponen yang mampu menggerakan ekonomi wilayah. Pembangunan dan rencana pemerintah dapat terealisasi dengan adanya investasi yang menjadi salah satu target market dalam pemasaran wilayah (regional marketing). Kegiatan investasi dalam wilayah mempunyai multiplier effect bagi ekonomi wilayah. Hal ini dikarenakan kegiatan investasi mampu menciptakan lapangan kerja baru sehingga mengurangi angka pengangguran. Lapangan kerja baru dapat meningkatkan pendapatan sehingga mampu memperbaiki taraf hidup masyarakat secara umum. Pertumbuhan ekonomi wilayah salah satunya berasal dari masuknya investasi ke wilayah (Riyadi, 2013). Bentuk investasi berupa modal dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas yang mampu meningkatkan produktifitas wilayah. Investasi yang diadakan oleh pemerintah juga mempunyai arah fungsi yang sama atau lebih dikenal dengan human investment. Human investment yakni pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui penyediaan layanan kesehatan dan peningkatan gizi masyarakat, penyediaan pendidikan bagi anak usia sekolah, serta jaminan sosial. Investasi pemerintah dalam bentuk fisik berupa pembangunan infrastruktur yang menyediakan sarana dan prasarana bagi peningkatan pertumbuhan perekonomian serta pelayanan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Murwito, 2013). Ramah terhadap investasi merupakan salah satu langkah untuk mendorong pertumbuhan investasi wilayah. Diperlukan adanya iklim usaha yang kondusif dengan adanya : kemudahan dalam memulai usaha; kesepakatan terkait izin bangunan; mempekerjakan pekerja lokal; memperoleh kredit; perlindungan terhadap investor (Suryana, 2007). Kondisi yang kondusif diperlukan untuk menarik minat investor, mempertahankan dan memperbesar usaha yang sudah ada di wilayah. Meski demikian, beberapa hal dapat mempengaruhi kondusifitas investasi seperti ketidakstabilan ekonomi nasional, ketidakpastian hukum, kebijakan yang tidak berimplementasi, tindakan korupsi, sulitnya perizinan usaha, dan sarana prasarana yang tidak memadai. Hal-hal tersebut yang akan merusak usaha wilayah untuk menarik minat investor (Riyadi, 2013).

12 1.7. Kerangka Pemikiran Hal yang menjadi sorotan dari peraturan daerah melalui slogan pemasaran wilayah (regional marketing) adalah kesesuaian (implementasi) antara konsep dengan kondisi lapangan. Perekonomian merupakan aspek yang dipengaruhi oleh adanya pemasaran wilayah (regional marketing). Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada instansi agar menjadi koreksi demi perbaikan wilayah Kabupaten Purbalingga. Lebih jelasnya mengenai pengembangan kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat gambar 1.1 dibawah ini : Aspek Ekonomi Wilayah Pemasaran wilayah (regional marketing) Persepsi pengusaha (investor) Persepsi kualitas administrasi daerah Persepsi perlindungan terhadap investor Persepsi mempekerjakan pekerja lokal Persepsi ketersediaan infrastruktur Persespsi keamanan publik Pandangan dan usaha pemerintah Kabupaten Purbalingga Kualitas administrasi daerah Perlindungan terhadap investor Mempekerjakan pekerja lokal Infrastruktur Keamanan Publik Implementasi pemasaran wilayah (regional marketing) Masukan terhadap aspek-aspek yang perlu diperbaiki dan dipertahankan Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Sumber : Studi Pustaka, 2015

13 1.8. Batasan Operasional Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dan peranan dari pemasaran wilayah (regional marketing) melaui slogan yang ada terhadap perekonomian wilayah, melalui pertumbuhan industrialisasi yang ada di wilayah Kabupaten Purbalingga. Studi terkait brand wilayah memiliki beberapa asumsi dan beberapa hal yang mempengaruhi keefektifan dari penelitain ini. Beberapa asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Pembangunan ekonomi wilayah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah bersama masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2002). 2) Investasi merupakan pendayagunaan sumberdaya hari ini untuk mendapatkan keuntungan di masa depan sebagai kegiatan yang dapat menggerakan pertumbuhan ekonomi (Suryana, 2007). 3) Regional marketing merupakan kegiatan pemasaran wilayah yang dilakukan oleh pemerintah daerah pada batas administratif tertentu untuk meningkatkan daya saing wilayah, memperkuat identitas daerah, dan komitmen stakeholder dalam pelaksanaannya (Abdurahman, 2007). 4) Pemasaran wilayah (regional marketing) berarti mendesain suatu daerah agar mampu memenuhi dan memuaskan keinginan serta ekspektasi target market-nya (Kartajaya dan Yuswohadi, 2005 dalam Helmi, 2007). 5) Keberhasilan implementasi suatu kebijakan, dapat diukur dengan melihat kesesuaian antara pelaksanaan atau penerapan kebijakan dengan desain, tujuan, dan sasaran kebijakan itu sendiri serta memberikan dampak atau hasil yang positif bagi pemecahan permasalahan yang dihadapi (Andriyani, 2014).

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI REGIONAL MARKETING DI KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN Ridlo Gilang Wicaksono

IMPLEMENTASI REGIONAL MARKETING DI KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN Ridlo Gilang Wicaksono IMPLEMENTASI REGIONAL MARKETING DI KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2000-2014 Ridlo Gilang Wicaksono ridlo.gilang.w@mail.ugm.ac.id R. Rijanta rijanta@ugm.ac.id ABSTRACT Regional marketing is one way solution

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Berdasarkan kondisi yang dihadapi Kabupaten Aceh Barat Daya serta permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam 5 (lima) tahun mendatang dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu, maka yang menjadi tujuan pemasaran adalah brand loyality. Tanpa sebuah brand

BAB I PENDAHULUAN. satu, maka yang menjadi tujuan pemasaran adalah brand loyality. Tanpa sebuah brand BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika keseluruhan aktivitas pemasaran harus diringkas menjadi satu kata saja, maka kata yang keluar adalah branding. Jika semua tujuan pemasaran digabung menjadi satu,

Lebih terperinci

PASANGAN BALON BUPATI/WAKIL BUPATI KAB.HUMBANG HASUNDUTAN PALBET SIBORO,SE-HENRI SIHOMBING,A.Md VISI, MISI, TUJUAN DAN PROGRAM

PASANGAN BALON BUPATI/WAKIL BUPATI KAB.HUMBANG HASUNDUTAN PALBET SIBORO,SE-HENRI SIHOMBING,A.Md VISI, MISI, TUJUAN DAN PROGRAM PASANGAN BALON BUPATI/WAKIL BUPATI KAB.HUMBANG HASUNDUTAN PALBET SIBORO,SE-HENRI SIHOMBING,A.Md VISI, MISI, TUJUAN DAN PROGRAM Visi dan Misi Sebagaimana dimaklumi bahwa visi dan misi memainkan peran yang

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

I. PENDAHULUAN. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk mempersiapkan diri dalam kehidupan global

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Pada bagian perumusan isu strategi berdasarkan tugas dan fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan mengemukakan beberapa isu strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Sawahlunto Tahun 2013-2018, adalah rencana pelaksanaan tahap ketiga (2013-2018) dari Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA Pemerintah Kabupaten Demak Perencanaan strategik, sebagai bagian sistem akuntabilitas kinerja merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah agar mampu

Lebih terperinci

URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN

URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL DAERAH URAIAN RUPMD BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran Pemerintah Daerah dalam memfasilitasi perkembangan

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk

I. PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan. sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan yang terjadi dengan cepat dalam segala aspek kehidupan sebagai dampak globalisasi memaksa organisasi pemerintah untuk mempersiapkan diri dalam kehidupan global

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin modern, jaringan fisik serta pelayanan sarana dan prasarana nasional

BAB I PENDAHULUAN. semakin modern, jaringan fisik serta pelayanan sarana dan prasarana nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini negara kita dihadapkan pada kemajuan zaman yang begitu pesat. Pembangunan disegala bidang mengakibatkan kehidupan masyarakat semakin modern, jaringan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan cita-cita luhur yang ingin dicapai setelah lahirnya bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Sistem

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS, POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Lebih terperinci

BAB 8 PENUTUP. Manfaat Investasi terhadap Ekonomi

BAB 8 PENUTUP. Manfaat Investasi terhadap Ekonomi BAB 8 PENUTUP Penanaman Modal adalah kegiatan pengusaha dalam menanamkan modalnya untuk melakukan aktivitas ekonomi produktif di Kabupaten Pandeglang yang dapat dilakukan oleh pengusaha baik yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TAHUN 2009-2014 A. Rencana Strategis BKPM Tahun 2009-2014 Rencana Strategis (Renstra) BKPM yang disusun merupakan fungsi manajemen untuk melaksanakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman

Lebih terperinci

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya memiliki beberapa fungsi sistem penyuluhan yaitu: 1. Memfasilitasi

Lebih terperinci

BAB.I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB.I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang selama ini dicapai menunjukkan angka yang cukup menggembirakan. Namun jika

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

5 / 7

5 / 7 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG Untuk memberikan arahan pada pelaksanaan pembangunan daerah, maka daerah memiliki visi, misi serta prioritas yang terjabarkan dalam dokumen perencanaannya. Bagi

Lebih terperinci

Rencana Umum Penanaman Modal Aceh

Rencana Umum Penanaman Modal Aceh Rencana Umum Penanaman Modal Aceh Dr. Nazamuddin, SE, MA Universitas Syiah Kuala Salah Satu MISI PEMBANGUNAN ACEH RPJM 2012-2017 Mewujudkan Peningkatan Nilai Tambah Produksi Masyarakat dan Optimalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sedang berjuang dengan giat untuk memajukan pertumbuhan ekonomi di setiap provinsi yang ada di Indonesia yang

Lebih terperinci

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Kab. Minahasa Selatan MISI TUJUAN SASARAN

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Kab. Minahasa Selatan MISI TUJUAN SASARAN Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Kab. Minahasa Selatan 2016-2021 I. MENGEMBANGKAN KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG BERIMAN DAN BERBUDAYA MEMBENTUK MANUSIA YANG BERTAQWA KEPADA TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan dinamika pembangunan, peningkatan kesejahteraan masyarakat telah menumbuhkan aspirasi dan tuntutan baru dari masyarakat untuk mewujudkan kualitas kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki keleluasaan untuk mengelola daerah dan sumberdaya alam yang ada di daerahnya. Dengan keleluasaan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR Oleh: SESARIA HADIANI L2D 005 401 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Ardhana Januar Mahardhani Mahasiswa Magister Kebijakan Publik, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya Abstract Implementasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan tangkap pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, sekaligus untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

BAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*)

BAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*) BAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*) Oleh M. RUSMIN NURYADIN, SE.M.Si I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi sudah berjalan selama 11 tahun. Seperti kita

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB VI KEBIJAKAN DAN STRATEGI 6.1. Kebijakan Pengembangan Investasi di Kabupaten Banyuaesin Konsep dan design arah pengembangan investasi di Kabupaten Banyuasin dibuat dengan mempertimbangkan potensi wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Terjadinya berbagai krisis kawasan yang tidak lepas dari kegagalan mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN Perangkat Daerah Pekerjaan Umum Pengairan Kabupaten Lamongan merupakan unsur pelaksana teknis urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.

Lebih terperinci

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2013 ISU STRATEGIS, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2014 A. Isu Strategis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan Misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Jeneponto Tahun 2014 2018 selaras dengan arahan Rencana pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja 156 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja pembangunan ekonomi daerah di wilayah Kabupaten Banyumas dapat dikelompokkan berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif.

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini dunia telah memasuki era industri pada gelombang keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Industri ini telah mampu

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 7-8 Juli 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 4.1 VISI PEMBANGUNAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 Mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, Rencana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 4.1 Permasalahan Pembangunan Capaian kinerja yang diperoleh, masih menyisakan permasalahan dan tantangan. Munculnya berbagai permasalahan daerah serta diikuti masih banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep pembangunan seringkali dianggap sama dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan salah satu jalur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2013 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2013 2028 Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Ketahanan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran sebuah

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Ketahanan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran sebuah BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Ketahanan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi kemakmuran sebuah wilayah. Ketahanan ekonomi dapat dicapai dengan meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan. Di negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

TERWUJUDNYA MASYARAKAT INDRAMAYU YANG RELIGIUS, MAJU, MANDIRI, SEJAHTERA SERTA TERCIPTANYA KEUNGGULAN DAERAH

TERWUJUDNYA MASYARAKAT INDRAMAYU YANG RELIGIUS, MAJU, MANDIRI, SEJAHTERA SERTA TERCIPTANYA KEUNGGULAN DAERAH VISI DAN MISI 1. VISI Misi Visi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Indramayu Tahun 2015 2020 adalah TERWUJUDNYA MASYARAKAT INDRAMAYU YANG RELIGIUS, MAJU, MANDIRI, SEJAHTERA SERTA TERCIPTANYA KEUNGGULAN

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB 6 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaiman pemerintah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien. Dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci