BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman belimbing wuluh berupa pohon kecil dengan batang yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman belimbing wuluh berupa pohon kecil dengan batang yang"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Tanaman belimbing wuluh berupa pohon kecil dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah 30 cm (Lathifah, 2008). Tanaman ini mudah sekali tumbuh dan berkembangbiak melalui cangkok atau persemaian biji. Jika ditanam lewat biji, pada usia 3-4 tahun sudah mulai berbuah. Jumlah setahunnya bisa mencapai buah (Mario, 2011) Habitat Belimbing wuluh disebut juga belimbing asam adalah sejenis pohon yang diperkirakan berasal dari kepulauan Maluku. Tanaman ini tumbuh dengan subur di Indonesia, Filipina, Sri Lanka, Myanmar dan Malaysia. Dapat ditemui di tempat yang banyak terkena sinar matahari langsung tetapi cukup lembap. Merupakan salah satu tanaman yang banyak tumbuh dipekarangan rumah atau tumbuh secara liar di ladang dan hutan. Hidup pada ketinggian m di atas permukaan laut (Yuniarti, 2008) Morfologi Pohon belimbing bisa tumbuh dengan ketinggian mencapai 5-10 m. Batang utamanya pendek, berbenjol-benjol, cabangnya rendah dan sedikit. Batangnya bergelombang atau tidak rata (Masripah, 2009). Bentuk daunnya majemuk menyirip ganjil dengan pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, berbentuk bulat telur sampai jorong,

2 ujung runcing, pangkal membulat, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebarnya 1-3 cm, berwarna hijau, permukaan bawah hijau muda (Dalimartha, 2008). Perbungaan berupa malai, bunganya kecil, berkelompok, keluar langsung pada batang dan cabang-cabangnya dengan tangkai bunga berambut, menggantung, panjang 5-20 cm, mahkota bunga biasanya berjumlah 5, panjang kelopak bunga 5-7 mm; helaian mahkota bunga berbentuk elips; panjang mm, berwarna ungu gelap dan bagian pangkalnya ungu muda; benang sari semuanya subur (Masripah, 2009; Mario, 2011). Buah belimbing wuluh berbentuk elips hingga seperti torpedo dengan panjang 4-10 cm. Warna buah ketika muda hijau, dengan sisa kelopak bunga menempel diujungnya. Jika masak buahnya berwarna kuning pucat. Daging buahnya berair dan sangat asam. Kulit buah berkilap dan tipis. Bijinya kecil (6 mm) berbentuk pipih dan berwarna coklat, serta tertutup lendir (Mario, 2011) Sistematika tumbuhan Sistematika tumbuhan belimbing wuluh (Heyne, 1987) sebagai berikut: Divisi Subdivisi Kelas Bangsa Suku Marga : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Geraniales : Oxalidaceae : Averrhoa Spesies : Averrhoa bilimbi L.

3 2.1.4 Kandungan kimia Kandungan kimia pada tanaman belimbing wuluh secara lebih rinci yaitu pada daunnya mengandung tanin, sulfur, asam format, kalium sitrat dan kalsium oksalat. Sedangkan ibu tangkai daunnya mengandung alkaloid dan polifenol. Batang pada tanaman belimbing mengandung senyawa saponin, tanin, glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, peroksidase, dan buahnya mengandung senyawa flavonoid dan triterpenoid (Permadi, 2006). Menurut Ardananurdin (2004), bunga belimbing wuluh mengandung golongan senyawa kimia yang bersifat antibakteri seperi saponin, flavonoid dan polifenol Manfaat Bunga belimbing wuluh dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati batuk, flu dan sariawan pada anak-anak (Heyne, 1987; Das, et al., 2011). Untuk mengobati batuk pada anak-anak dapat dibuat ramuan dengan cara, tim segenggam bunga belimbing wuluh, beberapa butir adas, gula secukupnya dan 1 cangkir air selama setengah jam. Setelah dingin disaring, kemudian bagi untuk 2 kali minum, pagi dan malam sewaktu perut kosong (Dalimartha, 2008). Sedangkan untuk mengobati sariawan dibuat ramuan dengan cara segenggam bunga belimbing wuluh, gula jawa secukupnya, dan 1 cangkir air. Direbus sampai kental, setelah dingin disaring. Dipakai untuk membersihkan mulut dan dioleskan pada sariawan (Mario, 2011). Bunga belimbing wuluh juga dapat digunakan untuk mengobati demam tifoid (Ardananurdin, 2004).

4 2.2 Metode Ekstraksi Ekstraksi merupakan penarikan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Cara ekstraksi yang tepat tergantung pada bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang diisolasi (Ditjen POM, 2000). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Sebagai cairan penyari dapat digunakan air, eter atau campuran etanol dan air (Ditjen POM, 1979). Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: I. Cara dingin a. Maserasi Maserasi adalah proses penyarian dengan merendam simplisia dalam pelarut yang sesuai dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan dan terlindung dari cahaya (Depkes, 2000). b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan (Depkes, 2000). II. Cara panas a. Refluks Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut

5 terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes, 2000). b. Sokletasi Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang dipanaskan hingga mendidih sehingga uap membasahi serbuk simplisia karena adanya pendingin balik dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan (Ditjen POM, 2000). c. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur o C (Depkes, 2000). d. Infus Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90 o C selama 15 menit (Depkes, 1986). e. Dekok Dekok adalah penyarian dengan menggunakan air pada suhu 90 o C selama 30 menit (Goeswin, 2007). 2.3 Sterilisasi Sterilisasi berarti membebaskan tiap benda atau substansi dari semua kehidupan dalam bentuk apapun, tujuannya untuk mendapatkan keadaan yang steril. Sterilisasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: a) Sterilisasi pemanasan basah dengan menggunakan uap atau air panas, b) Sterilisasi kering dalam tanur, dan c) Pembakaran total (incineration).

6 Berdasarkan dari tiga cara tersebut, sterilisasi dapat dibagi menjadi: I. Sterilisasi kering Sterilisasi kering dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pemijaran Pemijaran digunakan untuk sterilisasi pada ose, ujung-ujung pinset, dan sudip (spatula) logam. b. Jilatan api (Flaming) Jilatan api digunakan untuk sterilisasi pada skalpel, jarum, mulut tabung biakan, kaca objek, dan kaca penutup. Benda-benda tersebut dijilatkan pada api bunsen tanpa membiarkannya memijar. c. Tanur uap panas (Hot-Air Oven) Sebagian besar sterilisasi kering dilakukan dengan alat ini. Biasanya digunakan suhu ºC selama 1 jam. Cara ini baik dilakukan terhadap alat-alat kering terbuat dari kaca, seperti tabung reaksi, cawan petri, labu, pipet, pinset, skalpel, gunting, kapas hapus tenggorok, dan alat suntik dari kaca. Kadang-kadang dilakukan sterilisasi pada suhu 170ºC selama 2 jam. II. Sterilisasi basah Sterilisasi basah dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Perebusan dalam air Cara ini hanya cukup untuk mematikan mikroorganisme yang tidak berspora. Memang ada spora yang tidak tahan perebusan, tetapi endospora dari famili Bacillaceae ada yang tahan perebusan selama

7 1-3 jam. Efek pensterilan dengan perebusan dapat diperbaiki dengan penambahan 2% natrium karbonat. b. Uap mengalir Uap mengalir bebas digunakan dalam tempat yang tidak tertutup rapat, yang dapat menahan uap tanpa tekanan. Air mendidih dan uap bebas tidak pernah mencapai suhu lebih dari 100ºC (212ºF). Uap bebas ini kadang-kadang digunakan untuk melakukan sterilisasi bertingkat atau tindalisasi. Cara ini dipelopori oleh John Tyndall ( ), adalah suatu proses sterilisasi dengan menggunakan uap pada suhu 100ºC, yang dialirkan pada benda yang akan disterilkan untuk beberapa menit berkali-kali (tiga sampai empat kali) dengan selang waktu 24 jam. c. Uap dalam tekanan Pensterilan dengan uap dalam tekanan dilakukan dalam autoklaf. Dalam autoklaf, sterilisasi dilakukan pada suhu 121ºC di bawah tekanan 15 ib (2 atmosfer) selama menit. Dalam suhu dan waktu tersebut semua mikroorganisme, baik vegetatif maupun spora dapat dimusnahkan (Irianto, 2006). 2.4 Bakteri Bakteri merupakan suatu organisme prokariot yang berarti tidak mempunyai inti sel sejati. Bakteri pada umumnya mempunyai ukuran sel 0,5-1,0 µm kali 2,0-5,0 µm (Fardiaz, 1992). Berdasarkan proses pewarnaan gram, bakteri dibagi menjadi dua golongan yaitu bakteri gram positif dan bakteri

8 gram negatif. Bakteri gram positif menyerap zat warna pertama yaitu kristal violet yang menyebabkan warna ungu, sedangkan bakteri gram negatif menyerap zat warna kedua yaitu safranin dan menyebabkannya berwarna merah. Perbedaan hasil dalam pewarnaan gram disebabkan perbedaan struktur, terutama dinding sel kedua bakteri tersebut (Waluyo, 2010) Morfologi sel bakteri Ada beberapa bentuk dasar sel bakteri menurut Fardiaz (1992), yaitu bulat (tunggal: coccus, jamak: cocci), batang atau silinder (tunggal: bacillus, jamak: bacilli), dan bentuk spiral. a. Bentuk bulat (cocci) Berdasarkan pengelompokkan selnya, bakteri berbentuk bulat dapat dibedakan atas beberapa jenis, antara lain diplococci (sel yang berpasangan atau dua sel), streptococci (rangkaian sel yang membentuk rantai panjang atau pendek), tetrad (empat sel bulat yang membentuk persegi empat), staphylococci (kumpulan sel yang tidak beraturan seperti buah anggur), dan sarcina (kumpulan sel berbentuk kubus yang terdiri dari 8 sel atau lebih). b. Bentuk bacilli Sebagian besar bacilli tampak sebagai batang tunggal. Terbagi dalam dua bentuk yaitu diplobacilli (bentuk berpasangan) dan streptobacilli (membentuk rantai).

9 c. Bentuk spiral Bakteri berbentuk spiral (tunggal, spirilium; jamak, spirila) terdapat secara terpisah-pisah (tunggal), tetapi masing-masing spesies berbeda dalam panjang, jumlah, dan lekukan spiralnya. Bakteri yang ukurannya pendek dengan spiral yang tidak lengkap disebut bakteri koma atau vibrio Fase pertumbuhan mikroorganisme Fase pertumbuhan mikroorganisme menurut Pratiwi (2008) terbagi menjadi empat macam fase yaitu fase lag, fase log (fase eksponensial), fase stasioner, dan fase kematian. I. Fase lag (fase adaptasi), merupakan fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan. II. Fase log (fase eksponensial), merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat media dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. III. Fase stasioner, merupakan fase dimana pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati.

10 IV. Fase kematian, merupakan fase dimana jumlah sel yang mati meningkat. Faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik Pengaruh faktor lingkungan pada pertumbuhan Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan menjadi faktor fisik dan faktor kimia. Faktor fisik meliputi temperatur, ph, dan tekanan osmosis. Faktor kimia meliputi karbon, oksigen, trace element dan faktor-faktor pertumbuhan organik termasuk nutrisi yang terdapat dalam media pertumbuhan (Pratiwi, 2008). A. Pengaruh faktor fisik pada pertumbuhan I. Temperatur Temperatur menentukan aktivitas enzim yang terlibat dalam aktivitas kimia. Peningkatan temperatur sebesar 10ºC dapat meningkatkan aktivitas enzim sebesar dua kali lipat. Pada temperatur yang sangat tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein yang tidak dapat balik (irreversible) sedangkan pada temperatur yang sangat rendah aktivitas enzim akan berhenti. Pada temperatur pertumbuhan optimal akan terjadi kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel yang maksimal. Berdasarkan kisaran temperatur tumbuh, mikroorganisme dibagi atas empat golongan: a. Psikrofil, tumbuh pada temperatur maksimal 20 o C dengan suhu optimal 0 sampai 15 o C.

11 b. Psikrofil fakultatif/ psikotrof, tumbuh pada temperatur maksimal 30ºC dengan suhu optimal 20 sampai 30ºC, dapat tumbuh pada 0ºC. c. Mesofil, tumbuh pada temperatur 15 sampai 45 o C dengan suhu optimal 20 sampai 40 o C. d. Termofil, tumbuh pada temperatur 45 sampai 100 o C dengan suhu optimal 55 sampai 65 o C. II. ph ph merupakan indikasi konsentrasi ion hidrogen. Peningkatan dan penurunan konsentrasi ion hidrogen dapat menyebabkan ionisasi gugusgugus dalam protein, amino dan karboksilat. Hal ini dapat menyebabkan denaturasi protein yang mengganggu pertumbuhan sel. Kebanyakan bakteri memiliki ph optimum terletak antara 6,5 dan 7,5. III. Tekanan osmosis Tekanan osmosis merupakan tekanan yang dihasilkan akibat adanya proses osmosis. Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Dalam larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel mikroorganisme, sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari dalam sel mikroorganisme sehingga membran plasma mengerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis), serta menyebabkan sel secara metabolik tidak aktif (Pratiwi, 2008).

12 B. Pengaruh faktor kimia pada pertumbuhan I. Nutrisi Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi dua yaitu makroelemen, yaitu elemen yang diperlukan dalam jumlah banyak dan mikroelemen yaitu elemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah sedikit (Pratiwi, 2008). II. Media kultur Bahan nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme di laboratorium disebut media kultur. III. Oksigen Klasifikasi mikroorganisme berdasarkan kebutuhan oksigen dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: a. Aerob mutlak, oksigen sebagai syarat utama metabolisme. b. Anaerob mutlak, tidak mentoleransi adanya oksigen atau akan mati bila ada oksigen. c. Anaerob fakultatif, mampu tumbuh baik dalam suasana dengan atau tanpa oksigen. d. Mikroaerofilik, hanya tumbuh baik pada konsentrasi oksigen yang rendah yaitu kurang dari 20%, pada konsentrasi oksigen yang tinggi menyebabkan toksik (Pratiwi, 2008).

13 2.4.4 Staphylococcus aureus Berikut sistematika Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1994): Divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Protophyta : Schizomycetes : Eubacteriales : Micrococaceae : Staphylococcus : Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus adalah bakteri berbentuk bulat (kokus) dengan diameter 0,7-0,9 µm yang terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan, tetrad, atau berkelompok seperti buah anggur. Nama bakteri ini berasal dari bahasa latin staphele yang berarti anggur. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, tumbuh secara anaerobik fakultatif, tumbuh dengan cepat pada temperatur 37ºC namun pembentukan pigmen yang terbaik yaitu pada temperatur kamar (25-30ºC), patogen utama pada manusia, biasanya membentuk koloni abu-abu hingga kuning emas (Fardiaz, 1992; Jawetz, et al., 2001) Klebsiella pneumoniae Berikut sistematika Klebsiella pneumoniae (Dwidjoseputro, 1994): Divisi Kelas Bangsa Suku : Protophyta : Schizomycetes : Enterobacteriales : Enterobacteriaceae

14 Marga Jenis : Klebsiella : Klebsiella pneumoniae Klebsiella pneumoniae merupakan salah satu jenis bakteri dari famili enterobacteriaceae. Dengan ciri-ciri: basil, bergerak dengan flagel yang peritrik atau tidak bergerak, gram negatif, memiliki kapsul polisakarida yang besar dan memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan gas. Klebsiella pneumoniae berada dalam sistem pernafasan sehingga bakteri ini dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan. Nama bakteri ini Klebsiella pneumoniae karena dapat menyebabkan penyakit pneumonia. Klebsiella pneumoniae dapat dikultur pada media lempeng agar darah dan media differensial seperti MacConkey agar. Pada media lempeng agar darah, bakteri Klebsiella pneumoniae tidak bersifat menghemolisis, sedangkan pada media MacConkey agar membentuk koloni berwarna merah (Dwidjoseputro, 1994; Jawetz, et al., 2001; Tim Mikrobiologi FK Unibraw, 2003; Yolanda, 2011). 2.5 Media Biakan Mikroba Berdasarkan sifat keheterotrofan mikroba, media dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok besar, yaitu: I. Media hidup Media hidup pada umumnya dipakai dalam laboratorium virologi untuk pembiakan berbagai virus, sedangkan dalam laboratorium bakteriologi hanya beberapa kuman tertentu saja, dan terutama pada hewan percobaan. Contoh media hidup adalah hewan percobaan, manusia, telur berembrio dan biakan jaringan.

15 II. Media mati Media mati disebut juga sebagai media sintetis. Media sintetis merupakan media yang memiliki kandungan dan isi bahan yang telah diketahui secara terperinci. Berdasarkan konsistensinya, media mati terbagi menjadi beberapa kelompok yakni: a) Media padat Media padat diperoleh dengan cara menambahkan agar-agar. Agar berasal dari ganggang/ alga yang berfungsi sebagai bahan pemadat. Media padat biasanya digunakan untuk mengamati penampilan atau morfologi koloni dan untuk mengisolasi biakan murni. b) Media setengah padat (semi solid medium) Media setengah padat dibuat dengan bahan yang sama seperti media padat, akan tetapi yang berbeda adalah komposisi agarnya. Media ini digunakan untuk melihat gerak kuman secara mikroskopik dan kemampuan fermentasi. c) Media cair Secara umum media cair adalah media berbentuk cair yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti pembiakan mikroba dalam jumlah besar, pengamatan fermentasi, dan berbagai macam uji. Berdasarkan susunan kimianya, media mati dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok yakni:

16 a) Media non sintetik Media non sintetik merupakan media yang susunan kimianya tidak dapat ditentukan dengan pasti. Media ini banyak digunakan untuk menumbuhkan dan mempelajari taksonomi mikroorganisme. Misalnya kaldu nutrien, serum, plasma dan lain-lain. b) Media sintetik Media sintetik merupakan media yang susunan kimianya dapat diketahui dengan pasti. Media ini biasanya digunakan untuk mempelajari kebutuhan makanan mikroorganisme. Contohnya cairan Hanks, Locke, Thyrode, Eagle. c) Media semi sintetik Media semi sintetik merupakan campuran media sintetik dengan media non sintetik. Misalnya cairan Hanks yang ditambah serum. Berdasarkan fungsinya, media mati dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu: a) Media selektif Media ini ditambah zat kimia tertentu yang bersifat selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroba lainnya. b) Media differensial Media ini mengandung zat-zat kimia tertentu yang memungkinkan membedakan berbagai macam tipe mikroba.

17 c) Media eksklusif Merupakan media yang hanya memungkinkan tumbuhnya satu jenis mikroba tertentu, sedangkan mikroba lainnya dihambat atau dimatikan. d) Media penguji Merupakan media dengan susunan kimia tertentu yang digunakan untuk pengujian vitamin, asam amino, antibiotika dan sebagainya. e) Media diperkaya Media ditambah zat-zat tertentu untuk menumbuhkan mikroorganisme heterotrof tertentu. Zat-zat tertentu yang ditambahkan seperti serum, darah, ekstrak tumbuh-tumbuhan. f) Media khusus Media ini untuk menentukan tipe pertumbuhan mikroorganisme dan kemampuannya untuk mengadakan perubahan-perubahan kimia tertentu. g) Media persemaian Media ini yang sangat kaya akan zat makanan dan mempunyai susunan bahan sedemikian rupa sehingga hanya menyuburkan satu jenis mikroba yang dicari saja. h) Media serbaguna Media ini merupakan media yang paling umum digunakan dalam mikrobiologi (dapat menunjang pertumbuhan sebagian besar mikroba) (Waluyo, 2010).

18 2.6 Pengujian Aktivitas Antimikroba Komponen antimikroba dihasilkan oleh tumbuhan dan aktif terhadap mikroorganisme yang bersifat patogenik terhadap tumbuhan maupun manusia (Das, et al., 2011). Beberapa bahan antimikrobial tidak bersifat membunuh, tetapi hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Bahan antimikrobial bersifat menghambat apabila digunakan dalam konsentrasi kecil, namun bila digunakan dalam konsentrasi tinggi dapat mematikan mikroorganisme. Berdasarkan ini, perlu diketahui Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) yaitu konsentrasi terendah bahan antimikrobial yang menghambat pertumbuhan dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) bahan antimikrobial terhadap mikroorganisme. KHM didefinisikan sebagai konsentrasi terendah bahan antimikrobial yang menghambat pertumbuhan, sedangkan KBM adalah konsentrasi terendah bahan antimikrobial yang mematikan (Lay, 1994). Ada beberapa metode yang digunakan untuk uji aktivitas antimikroba, antara lain: a. Metode dilusi Metode ini digunakan untuk menentukan KHM dan KBM dari zat antimikroba. Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution). Untuk metode dilusi cair yaitu menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi dengan media cair dan sejumlah tertentu mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diuji dengan zat antimikroba yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu ± 36 o C selama jam dan diamati

19 terjadinya kekeruhan pada tabung. Selanjutnya biakan dari semua tabung yang jernih diinokulasikan pada media agar padat, diinkubasikan pada suhu ± 36 o C selama jam. Lalu diamati ada tidaknya koloni bakteri yang tumbuh (Pratiwi, 2008). b. Metode difusi Metode ini merupakan metode yang umum digunakan di laboratorium dimana didapat kepekaan suatu organisme terhadap senyawa atau obat. Zat yang akan diuji berdifusi dari pencadang (reservoir) kedalam medium agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri uji. Diinkubasi selama waktu tertentu dan amati adanya hambatan pertumbuhan bakteri uji. Prinsip penetapannya yaitu mengukur luas diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri. Sebagai cadangan larutan uji dapat digunakan: a) Silinder gelas atau logam Silinder yang dipakai terbuat dari gelas atau logam tahan karat dengan diameter 6-8 milimeter. Keuntungannya jumlah larutan uji dalam silinder dapat diperbanyak untuk menjamin ketersediaan larutan uji dalam cadangan selama waktu inkubasi. Kerugiannya adalah sukar mengatur kedalaman silinder secara manual, sehingga difusi yang terjadi ada kemungkinan tidak homogen yang ditujukan oleh diameter hambatan yang tidak berupa lingkaran.

20 b) Cakram kertas (Paper Disc) Dengan menggunakan cakram kertas ini, jumlah larutan uji yang diserap dapat diatur homogen sesuai dengan kapasitas dan daya serap kertas yang tergantung pada diameter dan ketebalan cakram. c) Cetak lubang Dilakukan dengan cara melobangi medium agar dengan alat penghisap agar atau pelobang gabus. Keuntungannya yaitu jumlah larutan yang berdifusi dapat terukur jumlahnya dan medium yang digunakan tidak terlalu tebal, namun bila mencetak lubang kurang sempurna akan mempengaruhi difusi zat uji (Masripah, 2009). c. Metode turbidimetri Metode turbidimetri dilakukan berdasarkan hambatan pertumbuhan mikroba dalam media cair yang mengandung zat antimikroba. Hambatan pertumbuhan mikroba ditentukan dengan mengukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm (Ditjen POM, 1995).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan kesehatan di masyarakat yang tidak pernah dapat diatasi secara tuntas yang menjadi penyebab utama penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi Tumbuhan Tumbuhan Sida rhombifolia.l. merupakan tumbuhan dikotil berakar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi Tumbuhan Tumbuhan Sida rhombifolia.l. merupakan tumbuhan dikotil berakar BAB II TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tumbuhan Tumbuhan Sida rhombifolia.l. merupakan tumbuhan dikotil berakar tunggang. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan perdu, tegak, bercabang, tinggi dapat mencapai 2 meter.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pohon yang besar dan rindang, dapat tumbuh hingga setinggi m.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pohon yang besar dan rindang, dapat tumbuh hingga setinggi m. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi morfologi tumbuhan, habitat, sistematika tumbuhan, sinonim, nama asing, nama daerah, khasiat tumbuhan dan kandungan senyawa kimia. 2.1.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan Leea aequata L.merupakan tumbuhan perdu, tahunan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan Leea aequata L.merupakan tumbuhan perdu, tahunan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Morfologi tumbuhan Tumbuhan Leea aequata L.merupakan tumbuhan perdu, tahunan, tingginya 1½-3 m. Batang tumbuhan ini berkayu, bercabang, bentuk bulat, masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Tuba Saba Sistemika tumbuhan Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Polygonales : Polygonaceae : Polygonum

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nama Tanaman 1. Klasifikasi Kingdom Divisi Class Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Dicotyledoneae : Malvales : Elaeocarpaceae : Muntingia : Muntingia calabura

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi daerah tumbuh, sistematika tumbuhan, sinonim tumbuhan, nama daerah, nama asing, morfologi tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kadar garam dan lain-lain. Substrat dasar tempat melekatnya adalah berupa batu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kadar garam dan lain-lain. Substrat dasar tempat melekatnya adalah berupa batu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh Habitat dan sebaran Sargasssun di Indonesia pada umumnya tumbuh di perairan yang terlindung maupun berombak besar pada habitat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan Lampiran 2. Gambar bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Lampiran 3. Gambar simplisia bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Lampiran 4. Gambar serbuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bunga Rosella 1. Klasifikasi Dalam sistematika tumbuhan, kelopak bunga rosella diklasifikasikan sebagai berikut : Gambar 1. Kelopak bunga rosella Kingdom : Plantae Divisio :

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 JENIS PENELITIAN : Eksperimental Laboratoris 3.2 LOKASI PENELITIAN : Laboratorium Fatokimia Fakultas Farmasi UH & Laboratorium Mikrobiologi FK UH 3.3 WAKTU PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1. Hasil Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang berasal dari daerah Sumalata, Kabupaten Gorontalo utara. 4.1.1 Hasil Ektraksi Daun Sirsak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Alga dikelompokkan ke dalam Divisio Thallophyta. Alga tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Alga dikelompokkan ke dalam Divisio Thallophyta. Alga tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Alga dikelompokkan ke dalam Divisio Thallophyta. Alga tidak mempunyai akar, batang dan daun tetapi hanya terdiri dari talus saja. Alga merupakan biota perairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tumbuhan Bunga Bakung Tumbuhan bunga bakung mempunyai ketinggian antara 0,5-1,25 m, merupakan tumbuhan yang memiliki daun dan bunga. Bunga bakung termasuk tumbuhan

Lebih terperinci

PENGAMATAN MORFOLOGI KOLONI BAKTERI

PENGAMATAN MORFOLOGI KOLONI BAKTERI PENGAMATAN MORFOLOGI KOLONI BAKTERI A. Dasar Teori Bakteri merupakan golongan prokariot. Salah satu karakteristik utama bakteri adalah ukuran, bentuk, struktur, dan penataan selnya. Berbagai ciri ini mencakup

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh daya antibakteri ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh makhluk hidup, syarat penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh makhluk hidup, syarat penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu laboratoris (in vitro). In vitro adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan dalam tabung reaksi, piring

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tapanuli dan Palembang (Heyne, 1987). Kabupaten Humbang Hasundutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tapanuli dan Palembang (Heyne, 1987). Kabupaten Humbang Hasundutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Kemenyan (Styrax benzoin Dryand.) merupakan pohon yang terdapat di Asia Tenggara dan India Timur (Claus, 1971). Sumatera dan Jawa adalah daerah di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni laboratorium in vitro. B. Subjek Penelitian 1. Bakteri Uji: bakteri yang diuji pada penelitian ini

Lebih terperinci

Metoda-Metoda Ekstraksi

Metoda-Metoda Ekstraksi METODE EKSTRAKSI Pendahuluan Ekstraksi proses pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda dari komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen. 2. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme patogen yang masuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober Desember 2014 bertempat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal (1211702067) Biologi 3 B Kelompok 6 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Semua peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disterilisasikan terlebih dahulu. Peralatan mikrobiologi disterilisasi dengan oven pada suhu 171 o C

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu 10%, 25%, 50%, 75% dan 100%. 2. Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Enterococcus faecalis dengan

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu 10%, 25%, 50%, 75% dan 100%. 2. Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Enterococcus faecalis dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Disain Penelitian Disain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental murni secara laboratoris in vitro. B. Bahan Uji dan Bakteri Uji 1. Bahan uji yang digunakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME PERTUMBUHAN MIKROORGANISME 2 pertumbuhan Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

Alat dan Bahan : Cara Kerja : No : 09 Judul : Uji kualitatif dan kuantitatif Bakteri Coli (Coliform) Tujuan : - Untuk menentukan kehadiran bakteri coliform dalam sampel air - Untuk memperkirakan jumlah bakteri coliform dalam sampel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris secara in vitro menggunakan ekstrak daun sirih merah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

Gelas beker 3. Potato Dextrose Agar (PDA) 39 gr/l. Labu Erlenmeyer 4. Daging segar tanpa lemak 200 gr

Gelas beker 3. Potato Dextrose Agar (PDA) 39 gr/l. Labu Erlenmeyer 4. Daging segar tanpa lemak 200 gr TUJUAN Praktikum ini dimaksudkan untuk memberi pengetahuan kepada mahasiswa mengenai berbagai jenis media pertumbuhan mikroba dan menguasai cara-cara pembuatannnya. ALAT BAHAN Tabung Reaksi 1. Nutrien

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III A. Jenis Penelitian METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratoris secara in vitro menggunakan ekstrak kelopak bunga mawar yang diujikan pada bakteri P. gingivalis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Asam Jawa (Tamarindus indica L) yang diujikan pada bakteri P. gingivalis.

BAB III METODE PENELITIAN. Asam Jawa (Tamarindus indica L) yang diujikan pada bakteri P. gingivalis. BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris secara in vitro menggunakan ekstrak buah Asam Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian eksperimental laboratorik. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut methanol

Lebih terperinci

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Penetapan Potensi Antibiotik Secara Mikrobiologi Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Mengapa antibiotik perlu ditentukan kadar atau potensinya? Efek penggunaan antimikroba yang meningkat, sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum melakukan pengamatan terhadap bakteri dan jamur di laboratorium, telebih dahulu kita harus menumbuhkan atau membiakan bakteri/jamur tersebut. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 6. NUTRISI DAN MEDIA Kebutuhan dan syarat untuk pertumbuhan, ada 2 macam: fisik suhu, ph, dan tekanan osmosis. kimia

Lebih terperinci

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian 6 mudah pada medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan 1988). Escherichia coli bersifat motil atau non-motil dengan kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 o C, dengan suhu pertumbuhan optimum adalah

Lebih terperinci

Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih

Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih Sterilisasi Alat dan Bahan untuk Pengujian Kesehatan Benih Steril adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora. Sterilisasi adalah proses penghancuran semua mikroorganisme termasuk spora

Lebih terperinci

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI II. PEWARNAAN SEL BAKTERI TUJUAN 1. Mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan bakteri 2. Mempelajari teknik pembuatan apusan kering dalam pewarnaan bakteri 3. Mempelajari tata cara pewarnaan sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan suatu penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme yang patogen, mikroba

Lebih terperinci

PEMBUATAN MEDIA AGAR MIRING

PEMBUATAN MEDIA AGAR MIRING PEMBUATAN MEDIA AGAR MIRING Tujuan 1. Untuk mengetahui pertumbuhan mikroba pada medium agar miring. 2. Mengetahui cara membuat media pertumbuhan mikrorganisme 3. Mengetahui cara mensterilkan media. Teori

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 3. Serbuk Simplisia Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

Lebih terperinci

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.)

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.) Lampiran 1 A Gambar 1. Tanaman ceplukan dan daun ceplukan B Keterangan A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.) B : Daun ceplukan Lampiran 1 (Lanjutan) A B Gambar 2. Simplisia dan serbuk simplisia Keterangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L. Less) TERHADAP ZONA HAMBAT BAKTERI Escherichia coli patogen SECARA IN VITRO Oleh: Ilma Bayu Septiana 1), Euis Erlin 2), Taupik Sopyan 3) 1) Alumni Prodi.Pend.Biologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel penelitian 1. Variabel bebas : variasi konsentrasi sabun yang digunakan. 2. Variabel tergantung : daya hambat sabun cair dan sifat fisik sabun 3. Variabel terkendali

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini telah dilaksanakan pada percobaan uji mikrobiologi dengan menggunakan ekstrak etanol daun sirih merah. Sebanyak 2,75 Kg daun sirih merah dipetik di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 di Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental laboratorium untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih merah (Piper

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL faktorial dengan 15 perlakuan dan 3 kali ulangan. Desain perlakuan pada penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia)

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. B. Bahan Uji dan Bakteri Uji Bakteri uji

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

Teknik Identifikasi Bakteri

Teknik Identifikasi Bakteri MODUL 5 Teknik Identifikasi Bakteri POKOK BAHASAN : 1. Teknik Pewarnaan GRAM (Pewarnaan Differensial) 2. Uji Katalase 3. Pembuatan stok agar miring TUJUAN PRAKTIKUM : 1. Mempelajari cara menyiapkan apusan

Lebih terperinci

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng 44 Tumbuhan ketepeng Daun ketepeng Lampiran 3.Gambarsimplisia dan serbuk simplisia daun ketepeng 45 Simplisia daun ketepeng Serbuk simplisia daun ketepeng Lampiran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn.) Lampiran 3. Gambar Buah Segar, Simplisia, dan Penampang Melintang Buah Segar Belimbing Manis (Averrhoa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. Mikroorganisme itu sangat kecil, biasanya bersel tunggal, secara individual tidak dapat dilihat dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan penelitian 49 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian tentang uji efektivitas jamu keputihan dengan parameter zona hambat dan tingkat kerusakan dinding sel pada jamur Candida albicans merupakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian obat kumur ekstrak etanol tanaman sarang semut (Myrmecodia pendens Merr. & Perry) terhadap bakteri Lactobacillus acidophilus secara in vitro merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH :

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR. Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR Pengecatan Gram dan Pengujian KOH Pada Bakteri OLEH : NAMA : NUR MUH. ABDILLAH S. NIM : Q1A1 15 213 KELAS : TPG C JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda pada pollard terhadap kandungan total bakteri, Gram positif/negatif dan bakteri asam laktat telah

Lebih terperinci

MODUL 1 PENGENALAN ALAT LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

MODUL 1 PENGENALAN ALAT LABORATORIUM MIKROBIOLOGI MODUL 1 PENGENALAN ALAT LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Klasifikasi Alat : 1. Alat untuk Pengamatan (Koloni dan Morfologi) 2. Alat untuk Sterilisasi 3. Alat untuk Kultivasi 4. Alat untuk Kuantifikasi Mikroorganisme

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya AKTIVITAS ANTIBAKTERI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI Hari, Tanggal :Selasa, 4 Oktober 2011 Materi Praktikum Tujuan :Teknik Isolasi dan Inokulasi Mikroba : Mengetahui cara teknik isolasi dan inokulasi Mikroba A. DASAR TEORI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode difusi Kirby bauer. Penelitian di lakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Sampel pada penelitian ini adalah jamur Fusarium oxysporum. Penelitian eksperimen yaitu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia penyakit infeksi masih merupakan penyebab kematian tertinggi. Selain itu, penggunaan antibakteri atau antiinfeksi masih dominan dalam pelayanan

Lebih terperinci

TUJUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Jadi mirip bawang daun berbentuk mungil dengan daun kecil panjang, dan juga

TUJUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Jadi mirip bawang daun berbentuk mungil dengan daun kecil panjang, dan juga TUJUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Kegunaan Bawang Batak (A. cinense) Bawang batak (A. cinense) memiliki morfologi seperti bawang kucai namun dengan ujung tangkai yang lebih panjang dan warnanya cenderung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga pada bulan Januari-Mei

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium organik Jurusan Kimia dan Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Sains

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium untuk membandingkan kemampuan antibakteri ekstrak etanol daun sirih merah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah, kandungan kimia dan khasiat tumbuhan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah, kandungan kimia dan khasiat tumbuhan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi, morfologi tumbuhan, sistematik tumbuhan, nama daerah, kandungan kimia dan khasiat tumbuhan. 2.1.1 Morfologi tumbuhan Pacar air merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi biasanya disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti bakteri,

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PE ELITIA

BAB 4 METODE PE ELITIA BAB 4 METODE PE ELITIA 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian : eksperimental laboratorik 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian : Laboratorium Biologi Oral FKG UI Waktu penelitian : Minggu ke-4

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian : eksperimental laboratorik 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian : Laboratorium Biologi Oral FKG UI Waktu penelitian : Minggu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI. Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PETUNJUK PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI Disusun oleh : Dr. Henny Saraswati, M.Biomed PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2017 TATA TERTIB PRAKTIKUM 1. Setiap kali praktikum,

Lebih terperinci

Lampiran 1.Identifikasi tumbuhan

Lampiran 1.Identifikasi tumbuhan Lampiran 1.Identifikasi tumbuhan Lampiran 2. Gambar tumbuhan dan daun segarkembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray Keterangan :Gambar tumbuhan kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimental dengan menguji isolat bakteri endofit dari akar tanaman kentang (Solanum tuberosum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat pada susu kambing segar ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) faktorial yang

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

Zat-zat hara yang ditambahkan kedalam media tumbuh suatu mikroba adalah :

Zat-zat hara yang ditambahkan kedalam media tumbuh suatu mikroba adalah : 1. DEFINISI MEDIA Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara (nutrient) yang berguna untuk membiakkan mikroba. Dengan mempergunakan bermacammacam media dapat dilakukan isolasi, perbanyakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara alami. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan yang dimanfaatkan dan diakui masyarakat dunia, hal ini menandai kesadaran untuk

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Waktu Penelitian Oktober - November 2008. 4.3 Lokasi Penelitian Laboratorium Biologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Staphylococcus aureus 1.1. Morfologi Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram terlihat bentuk kokus ukurannya 0.8-1.0 mm dengan diameter 0.7-0.9

Lebih terperinci