BAB II RIWAYAT SINGKAT A.H. NASUTION. Hendriyanti Saharah dan Ade Irma Suryani 2. Dia adalah dari keluarga Batak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II RIWAYAT SINGKAT A.H. NASUTION. Hendriyanti Saharah dan Ade Irma Suryani 2. Dia adalah dari keluarga Batak"

Transkripsi

1 BAB II RIWAYAT SINGKAT A.H. NASUTION A. Kehidupan, dan Pendidikan A.H. Nasution A.H. Nasution lahir di Katanapan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 31 Mei Dari pasangan H. A. Halim Nasution (ayah) dan Hj. Zaharah Lubis (Ibu) yang bekerja sebagai petani. A.H. Nasution menikah dengan Sunarti putri dari Gondokusumo pada 30 Mei 1947 dan dikaruniai 2 orang anak bernama Hendriyanti Saharah dan Ade Irma Suryani 2. Dia adalah dari keluarga Batak Muslim. Semasa kecil, A.H. Nasution akrab dengan panggilan si Ris 3. A.H. Nasution menyenangi pelajaran ilmu bumi dan sejarah. Ia mendapat nilai tinggi untuk kedua pelajaran tersebut. Pada kelas 6 dan 7 HIS ia boleh meminjam buku dari perpustakaan sekolah yang umumnya berbahasa Belanda. Desa A.H. Nasution terdiri dari tiga kampung, yakni kampung Huta Pungkut Jae (Hilir), Huta Pungkut Tonga (Tengah), dan Huta Pungkut Julu (hulu). Kampung halaman A.H. Nasution dilihat dari segi geografisnya dikelilingi oleh barisan-barisan gunung, serta lembah dengan sungai-sungainya. Berdasarkan kondisi alamnya, kebanyakan masyarakat mata pencahariannya mengandalkan 1 Dalam Riwayat dinas tercantum lahir pada 3 Desember Akan tetapi yang sebenarnya lahir pada 31 Desember Untuk kepentingan sekolah Belanda, terpaksa diundurkan 6 bulan. 2 Ade Irma Suryani gugur pada 1 Oktober 1965 akibat peristiwa Gerakan 30 September (G 30 S) yang dilakukan oleh PKI. 3 TIM PDAT, Stanley Adi Prasetyo dan Toriq Hadad (ed), 2002, Jenderal Tanpa Pasukan, Politisi Tanpa Partai: Perjalanan Hidup A.H.A.H. Nasution, Jakarta: Grafitipers, (cetakan kedua), hlm. 2 26

2 27 dari bercocok tanam sekaligus pedagang. Ayahnya seorang pedagang tekstil, kelontong atau karet dan kopi yang dijual pada pedagang-pedagang Cina di Padang Sidempuan, Sibolga, Bukittinggi atau Padang 4. Selain itu ayah A.H. Nasution juga salah seorang pengagum perjuangan kebangkitan Islam dan kebangkitan Turki. Hal ini terbukti dengan dijadikannya gambar Kemal Pasha sebagai satu-satunya hiasan dinding dirumahnya. 5 Hiburan atau kesenangan anak-anak mudanya ialah bersepak bola, lapangannya adalah sawah yang sudah panen dan bolanya biasanya adalah hanya sebuah kulit jeruk bali yang besar-besar. Desa A.H. Nasution terkenal diseluruh wilayah sebagai desa maju usahanya, dan pedagang-pedagang Huta Pungut adalah unggul di pekan-pekan tersebut. Distrik A.H. Nasution terkenal dengan banyak sekolah dan banyak pergerakan politiknya. Tiga orang dari 6 Gubernur Sumatra Utara sejak republik ini berdiri, adalah 3 dari distrik A.H. Nasution. 6 Desa A.H. Nasution juga terkenal sebagai desa pelopor pergerakan politik di masa kolonial. Di masa kebangkitan nasional telah ada Sarekat Islam yang selalu dibanggakan oleh Ayahanda A.H. Nasution. Berbagai jenjang pendidikan telah dilewatinya, A.H. Nasution memperoleh ijasah pada Sekolah Guru (HIK) (lihat lampiran 2), Sekolah Menengah Atas (AMS) dan dalam bidang militer dari Akademi Militer (KMA). 4 A.H. Nasution Memenuhi Panggilan Tugas Jilid I: Kenangan Masa Muda. Jakarta: Gunung Agung, hlm. 5 5 Ibid,. hlm Ibid,. hlm. 6

3 28 Ketika A.H. Nasution masih kecil, keinginan dari kakek dan neneknya, supaya A.H. Nasution kelak menjadi guru pencak silat seperti kakeknya, hal itu bertentangan dengan keinginan dari Ayahnya. Ayah A.H. Nasution ingin supaya A.H. Nasution sehabis sekolah dasar, mengutamakan kesekolah agama dan ibunya ingin supaya A.H. Nasution sekolah di sekolah umum, yang waktu itu disebut dengan sekolah Belanda mengikuti jejak almarhum kakaknya yang sekolah dokter di Betawi. A.H. Nasution sekolah di HIS di Kotanopan, yang jauhnya 6 km dari kampung Huta Pungut. Tiap hari naik bendi (delman) bersama 5 orang saudara sepupunya kesekolah dan pulang pukul atau kembali kerumah, dan setibanya di rumah melanjutkan aktivitasnya pergi ke madrasah untuk mengaji sampai pukul Tahun 1932 A.H. Nasution tamat sekolah HIS dan melanjutkan di Sekolah Raja (HIK) Bukittinggi, yaitu Sekolah Guru. Pada waktu mengikuti pendidikan guru di HIK, ia berkeinginan untuk masuk ke akademi militer. A.H. Nasution mulai tertarik untuk menjadi seorang tentara militer. Keinginan untuk masuk dan menjadi prajurit militer bersumber dari inspirasi dimana A.H. Nasution telah banyak membaca buku tentang perjuanganperjuangan luar negeri. Seperti contohnya sesosok tokoh Kemal Attaruk sang pemimpin Turki yang membawa negeri dan bangsanya kearah yang lebih maju. Selain itu tokoh Napoleon Bonaparte yang mengisahkan revolusi Perancis menjadi darah muda A.H. Nasution terbakar oleh semangat perjuangan. Itulah 7 Ibid., hlm

4 29 sebabnya keinginannya untuk masuk ke sekolah militer sangat kuat 8. Akan tetapi untuk masuk ke akademi militer tersebut harus mempunyai ijazah sekolah AMS atau setara dengan SMU kalau sekarang. Tiap tahunnya hanya satu orang saja yang dapat diterima itupun hanya berasal dari keluarga-keluarga pamong praja serta keluarga yang sedang berdinas terhadap Belanda 9. Karena didorong keinginannya yang sangat kuat, meskipun belum lulus HIK, ia mencoba untuk mengikuti ujian AMS. Dalam waktu yang bersamaan ia berhasil memperoleh dua ijazah sekaligus. Pada tahun 1935 A.H. Nasution memulai satu langkah lagi, yakni meninggalkan Sumatera untuk sekolah di Bandung, pindah ke pulau lain dan bagi A.H. Nasution untuk pertama kalinya mengalami perjalanan laut. Karena pada masa itu di Sumatera belum ada Sekolah Menengah Atas, karena itu harus pergi ke Pulau Jawa. Pada masa tengah tahun selalu banyak pemuda yang bertolak dari Padang ke Jawa Barat dengan kapal KPM, maskapai monopoli Belanda. Perjalanan dari Padang-Tanjung Priok berlangsung 4 hari 4 malam, dan terhenti setengah jam di depan Indrapura, Bungkulu dan Kroe Pada tahun 1940 setelah pecah Perang Dunia II di Eropa, pemerintah Hindia-Belanda menderita kekalahan dan kerugian di bawah kekuasaan Jerman. Belanda memiliki KMA (Koninklijke Militaire Academi) di Breda, yang terletak 8 Eko Endarmoko. (ed) Memoar Senarai Kiprah Sejarah Buku Kesatu. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, hlm A.H. Nasution op.cit., hlm 26.

5 30 di bagian selatan negeri itu. Karena Belanda diduduki oleh Jerman, maka akademi serupa diadakan di Bandung untuk menghadapi tentara Jepang. Pemerintah Hindia-Belanda membutuhkan perwira cadangan, maka kemudian didirikan Corps Ofleiding Reserve Officieren (CORO) yang memberikan kesempatan pada pemuda-pemuda Indonesia yang memiliki ijazah AMS untuk dididik menjadi perwira cadangan militer 10. Pemerintah kolonial Belanda mengadakan suatu proses secepatnya guna mengisi kebutuhan akan perwira-perwira. Pada tingkatan pertama semua menjadi milisi biasa. Selanjutnya akan diseleksi yang terpilih kemudian menjadi bintara-bintara milisi. Selanjutnya diseleksi lagi untuk manjadi taruna-taruna tingkat kedua akademi serta menjadi Vaandrig Milisi (calon perwira cadangan dengan pangkat Pembantu Letnan, dari tingkat Vaandrig Milisi dipilih untuk menjadi Taruna Akadem Militer III 11. Di Breda landasan teoritis diberikan tahun pertama dan tahun kedua, sedangkan praktek pada tahun ketiga. Namun di Bandung sejak pertama diberikan sekaligus teori dan praktek agar setiap saat bisa terjun ke medan perang. 12 A.H. Nasution mengikuti pendidikan di CORO, dan setelah selesai sebagai Taruna Akademi Militer (KMA) pada tingkat II dengan pangkat Sersan Taruna. Di sekolah ini, A.H. Nasution mempelajari seluk beluk dan teknik kemiliteran. 10 Hatta Taliwang, Jendral Besar A.H. Nasution dan Perjuangan Mahasiswa. Jakarta: LKPI ( Lembaga Komunikasi Informasi Perkotaan). hlm A.H. Nasution op.cit. hlm Aswi Warman Adam, Militerisasi Sejarah Indonesia Peran A.H. Nasution. Artikel

6 31 A.H. Nasution merupakan salah satu siswa yang pandai dan cakap dalam menerima pelajaran sehingga ia cepat naik pangkat Pembantu Letnan Taruna. B. Masuknya A.H. Nasution Dalam Dunia Militer A.H. Nasution memang sudah digariskan untuk menjadi seorang perwira yang berjuang untuk membela, mempertahankan, dan membebaskan negeri ini dari kolonialisme. Meskipun cita-citanya dari kecil untuk menjadi seorang guru, yang mengamalkan ilmunya lewat dunia pendidikan, dengan berjalannya waktu dan tumbuh pemikirannya, akhirnya A.H. Nasution memilih untuk menjadi seorang perwira yang berjuang untuk merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan. Pada waktu itu, untuk seorang guru sangat dihormati di mata masyarakat. Keinginan itu didorong sepenuhanya oleh kedua orang tuanya dalam memasuki sekolah guru yang bernama Sekolah Raja. Setelah lulus dari Sekolah Raja, A.H. Nasution bekerja dan menerapkan ilmu yang diperolehnya dengan menjadi guru partikelir di Bengkulu dan di Muara Dua dekat Sumatera Selatan pada tahun Pada perkembangannya kondisi pekerjaan dirasakan kurang memuaskan bagi A.H. Nasution. Dengan hanya memiliki dua tenaga pengajar yang harus memberi pelajaran serta mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan sekolah ditambah lagi dengan hubungannya dengan pengurus sekolah tidak begitu lancar membuat A.H. Nasution memutuskan berhenti. Selain dari faktor tersebut A.H. Nasution juga semakin menyadari bahwa profesi seorang guru belum sesuai 13 Eko Endarmoko. (ed) op.cit. hlm. 12.

7 32 dengan keinginannya. Ia berkeinginan untuk menjadi seorang militer sejati. Pada dasarnya jiwa A.H. Nasution adalah jiwa seorang militer. Masuknya Jepang ke Indonesia, mempunyai kesempatan untuk melakukan propaganda akibat meletusnya Perang Dunia II, untuk memerdekakan negaranegara di Asia dari penjajahan Barat. Dengan alasan untuk kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Bangsa-bangsa di Asia percaya terhadap Jepang untuk bisa mengusir kolonialisme barat sangat besar termasuk Indonesia. Kepercayaan ini pula yang menjadikan dinas rahasia Jepang dapat mengadakan front dalam negeri untuk menikam Belanda 14. Dengan demikian secara tidak langsung dimulailah kolonial Jepang menggantikan kolonial Belanda atas Indonesia. Pada masa penjajahan Jepang dibentuk ketentaraan teritorial yang disebut dengan Pembela Tanah Air (PETA). Anggota PETA sendiri dari kalangan pribumi yang ingin membela dan mempertahankan bangsa bersama Jepang. Itu merupakan siasat dari Jepang untuk menambah kekurangan pasukan Jepang karena kekalahan pada perang melawan sekutu. A.H. Nasution menjadi salah satu anggota Badan Pembantu Prajurit yang tidak dipersenjatai 15. Badan ini bertugas untuk membantu kesejahteraan prajurit PETA dengan pimpinan Otto Iskandardinata dengan mempunyai wilayah tugas yang diemban pada A.H. Nasution meliputi Jakarta, Semarang, Solo, dan Surabaya. 14 A.H. Nasution Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid I: Proklamasi. Bandung: Angkasa, hlm Ibid., hlm 107

8 33 Kariernya dalam militer perlahan tapi pasti terus berkembang dalam masamasa yang bergejolak. Ketika bangsa ini mencapai kemerdekaan pada 1945, A.H. Nasution merupakan Kolonel Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan menjabat sebagai Kepala Staf Komandemen I Jawa Barat. Pada tahun itu pula kemudian A.H. Nasution sebagai Kolonel Tentara Keamanan Rakyat (TKR) menjadi Panglima Divisi III TKR (Priangan). Pada tahun 1943, A.H. Nasution bekerja sebagai pegawai Kotapraja Bandung dan menjabat sebagai Pimpinan Barisan Pemuda dan Wakil Komandan Batalyon Barisan Pelopor. Ketika bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, A.H. Nasution merupakan Perwira Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan menjabat sebagai Kepala Staf Komandemen I Jawa Barat 16. Kemudian beliau mendapatkan kepercayaan untuk menggantikan Kolonel Aruji sebagai Panglima Divisi III TKR yang meliputi wilayah seluruh Priangan ditambah wilayah Sukabumi dan Cianjur. A.H. Nasution membawahi Resimen 8 dan 9 sehingga kelaskarannya menjadi lebih kuat. Pada tahun 1946 dan 1948 jabatan A.H. Nasution naik sebagai Mayor. Divisi Siliwangi yang merupakan gabungan dari Divisi I, Devisi II, dan Divisi III 17. Dalam kurun tahun A.H. Nasution telah memimpin perang gerilya Jawa Barat melawan Agresi Militer Belanda I. Selama menjabat sebagai Mayor Jendral, A.H. Nasution menjadi Wakil Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) merangkap sebagai Kepala Staf Operasi Markas Besar 16 Eko Endarmoko., op.cit., hlm Ibid., hlm. 17.

9 34 Angkatan Perang dan mewakili tugas Panglima Besar Jenderal Sudirman karena pada saat itu beliau dalam keadaan sakit 18. Pada tahun 1949, beliau mendapat kepercayaan lagi untuk menjabat Kepala Staf Angkatan Darat Republik Indonesia Serikat (KSAD RIS) dengan pangkat Kolonel sampai dengan tahun Pada tahun 1952 beliau sempat dinonaktifkan sebagai KSAD setelah peristiwa 17 Oktober Peristiwa 17 Oktober 1952 merupakan dimana A.H. Nasution memimpin tentara mengadakan Show of Force yakni dengan mengepung istana kepresidenan dengan persenjataan lengkap. Karena peristiwa tersebut, A.H. Nasution dianggap melakukan kudeta. Didalam petisi tersebut, A.H. Nasution menginginkan ketegasan dari Presiden Sukarno dan membubarkan parlemen yang pada waktu itu tidaklah stabil. Setelah masalah intern TNI AD itu selesai tahun 1955, A.H. Nasution diangkat kembali menjadi KSAD. Pada tahun terjadi kemelut mengenai Irian Barat. A.H. Nasution menjadi salah satu anggota yang bergabung dalam Anggota Dewan Nasional dan Ketua Front Nasional Pembebasan Irian Barat. Dan pada tahun 1958 pula, A.H. Nasution diangkat sebagai Letnan Jendral 19. A.H. Nasution menapaki karier dan pekerjaannya, secara setapak demi setapak sampai akhirnya ia mencapai pangkat tertinggi dalam karier kemiliterannya. 18 A.H. Nasution. Bakri A.G Tianlean (ed) Bisikan Nurani Seorang Jendral. Jakarta: Mizan Pustaka. hlm A.H. Nasution loc.cit.

10 35 Selain di dunia militer, A.H. Nasution juga mempunyai karier dalam bidang politik. Hal ini bisa dilihat dari kedudukannya yang sangat strategis di bidang politik. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Keamanan Nasional, Ketua Panitia Penyusun Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara, anggota Panitia Perumus Dekrit Presiden untuk kembali kepada UUD 1945, panitia Tiga Menteri Pelaksanaan Penpres Tujuh tentang Penyederhanaan Kepartaian, anggota Panitia Enam untuk Regrouping Kebinet Kerja, anggota Penyusunan MPRS, Ketua Panitia Retooling aparatur Negara, Wakil Ketua Pengurus Besar Front Barat, Anggota MPRS, dan Ketua MPR. Ringkasan tentang Karier 20 A.H. Nasution adalah sebagai berikut. a. Masa Hindia-Belanda: : Menjadi Guru di daerah Bengkulu kemudian di daerah Palembang Sumatera Selatan : Cadet Vaandrig Pembantu Letnan/Taruna, Perwira Batalyon Inf. III Surabaya (pada saat Pendaratan Tentara Jepang di Indonesia) b. Masa Pendudukan Jepang: : Bekerja sebagai Pegawai Kotapraja Bandung c. Masa Republik Indonesia: 20 Solichin Salam, 1990, A.H. Nasution: Prajurit, Pejuang, dan Pemikir, Jakarta: Penerbit Kuning Mas, hlm

11 : Kolonel. selama setengah bulan menjabat sebagai Kepala Staf Komandan Jawa Barat, kemudian menjadi Panglima divisi III/TKR (Priangan) : Panglima Divisi I Siliwangi (Jawa Barat), kemudian dengan sukarela menurunkan pangkat satu tingkat menjadi Kolonel : Wakil Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia. Kemudian terjadi penurunan pangkat setingkat dalam TNI yaitu Kolonel : Menjabat sebagai Panglima Komando Jawa : Kepala Staf Angkatan Darat RIS : Kepala Staf Angkatan Darat RI 1952 : Berhenti menjadi KSAD 1955 : 1. Terpilih menjadi anggota Konstituante, 2. Mayor Jendral, Diangkat kembali menjadi KSAD, 3. Ketua GKS (Gabungan Kepala Staf) 1958 : Letnan Jendral. Anggota Dewan Nasional, mengusulkan dengan lisan, untuk kembali ke UUD : Menteri Keamanan Nasional/ Menko Hankam/ KASAB : Jenderal, Anggota MPRS

12 : (1). Wakil Panglima Besar Pembebasan Irian Barat, (2). Berhenti Menjadi KSAD. Diangkat sebagai KSAB, di samping tetap menajadi Menteri Koordinator Hankam. (3). Berhenti sebagai Wakil Panglima Besar Pembebasan Irian Barta, berhubung jabatan tersebut dihapuskan : Sebentar diangkat kembali menjadi Wakil Panglima Besar, setalah terjadi G.30.S/PKI, kemudian jabatan tersebut dihapuskan lagi :(1). Februari 1966, setelah TRITURA (Aksi KAMI), diberhentikan sebagai Menko Hankam/KASAB (jabatan-jabatan tersebut dihapuskan oleh Presiden. (2). Setelah SUPER SEMAR dan diadakan pembaruan Kabinet, diangkat kembali sebentar sebagai Wakil Panglima Besar Komando Ganyang Malaysia (KOGAM) : Menjabat sebagai Ketua MPRS 1997 : Dianugerahkan Pangkat Kehormatan Jenderal Bintang Lima C. Pemikiran A.H. Nasution Terhadap Dwi Fungsi ABRI Berbeda dari banyak angkatan bersenjata lain, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), terutama Angkatan Daratnya, merupakan salah satu dari sedikit angkatan bersenjata yang dilahirkan sebagai pasukan pembebasan

13 38 nasional. 21 Selanjutnya Nugroho Notosusanto, mantan Kepala Pusat Sejarah ABRI menjelaskan bahwa sebenarnya lebih 50 negara baru yang lahir sesudah akhir Perang Dunia II, hanya empat yang mencapai kemerdekaan dengan perjuangan bersenjata perang kemerdekaan atau revolusi. 22 Masalah mulainya militer Indonesia berpolitik, ada yang mengatakan sejak awal kelahirannya 5 Oktober , peristiwa 3 Juli atau 17 Oktober Hal ini merupakan konsekuensi dari keadaan-keadaan istimewa yang terjadi di Indonesia. Setelah lebih dari tiga abad kolonilisme Belanda, Indonesia dijajah oleh jepang dari Maret 1942 sampai Agustus Selama periode ini, seperti halnya tempat lain di Asia Tenggara, rakyat Indonesia harus mengalami banyak penderitaan. Sementara warisan penderitaan dan dominasi asing meninggalkan bekas yang tidak bisa dihapuskan pada jiwa orang Indonesia. Secara militer pihak Jepang juga memainkan peran penting dalam mempengaruhi arah masa depan politik masyarakat Indonesia. 21 Harlod Crouch, Kaum Militer Masalah Pergantian Generasi, Prisma, Tahun VIII, No 2, Februari 1980, hlm Nugroho Notosusanto, Angkatan Bersenjata dalam Percaturan Politik di Indonesia, Prisma, Tahun VIII, No. 8, Agutus 1978, hlm. 23 Ibid., 24 Sides Sudaryanto (ed). 1983, Tingkah Laku Politik Panglima Besar Soedirman. Jakarta : Karya Unipers, hlm Aris Santoso, Peranan 17 Oktober 1952 : Awal Dwifungsi ABRI, Media Indonesia. 26 Bilveer Singh Dwi Fungsi ABRI, Asal-usul, Aktualisasi dan Implikasinya bagi Stabilitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. hlm. 25

14 39 Kelahiran konsep Dwifungsi ABRI tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa, oleh karenanya memang sulit untuk di mengerti Dwifungsi ABRI tanpa mengaitkannya dengan kerangka sejarah perjuangan dan kebudayaan bangsa Indonesia. Dalam kaitannya dengan hal ini Ulf Sundhaussen mengakui faktor budaya, idiologi dan sistem nilailah yang mungkin dapat menerangkan tentang sikap dan prilaku ABRI. Asal-usul ABRI amat menentukan pembentukan pandangan tentang peran dan tempatnya dalam masyarakat. ABRI merupakan angkatan bersenjata ciptaan ABRI sendiri dalam sejauh ini, ABRI merupakan dirinya berada diatas politik dan proses-proses politik. Empat perkembangan yang mempengaruhi persepsi diri dan norma perilaku ABRI antara lain. Pertama, fakta bahwa ABRI menciptakan diri sendiri dan memandang dirinya sebagai pihak yang memiliki hak yang sama besarnya dengan kekuatan-kekuatan lain di negara ini, untuk ikut menentukan jalannya masyarakat. Kedua, adalah fakta bahwa para pemuda dan anggota angkatan bersenjata memandang diri mereka sendiri sebagai pejuang kemerdekaan yang telah ikut memperjuangkan kemerdekaan bagi Negara. Ketiga adalah fakta bahwa para politikus sipil cenderung terpecah-pecah dan hanya mementingkan diri atau partai sendirinya, sementara angkatan bersenjata muncul sebagai kekuatan satu-satunya yang nampak mempunyai sifat nasional. Keempat adalah kenyataan bahwa Jenderal Sudirman, melalui tindakannya dan sikap diamnya, mampu menarik garis dalam hubungan sipil-militer, bahkan sampai tidak mau ditundukan Ibid., hlm

15 40 Konsep yang dihasilkan A.H. Nasution sampai saat ini menjadi bahan dan kajian yang terus dibicarakan yaitu Dwifungsi ABRI. Dialah yang mula pertama melemparkan gagasan tersebut. Sebagai Kepala Staf TNI-AD, ia mengemukakan pada bulan November Militer Indonesia tak ingin menjiplak situasi di Amerika Latin, di negeri Latin itu, saat itu tentara mempunyai kekuatan dan kekuasaan politik yang mutlak, sebaliknya, ia juga tak ingin meniru militer model Eropa Barat yang hanya tinggal di barak. Dengan Dwifungsi ABRI inilah tentara Indonesia tak hanya berperan di belakang moncong bedil mempertahankan negara, tetapi juga punya andil dalam kehidupan politik. 28 Dwi fungsi ABRI adalah suatu konsep politik yang menempatkan ABRI baik sebagai kekuatan Hankam maupun sebagai kekuatan sosial politik dalam supra maupun infra struktur politik sekaligus 29. ABRI adalah angkatan bersenjata yang lahir dan tumbuh dengan kesadaran untuk melahirkan kemerdekaan, membela kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan. Kelahiran dan pertumbuhan ABRI yang demikian itu membuat ABRI juga berhak dan merasa wajib ikut menentukan haluan negara dan jalannya pemerintahan. Inilah sebab pokok mengapa ABRI mempunyai dua fungsi, yakni sebagai kekuatan militer (pertahanan dan keamanan) yang merupakan alat negara, dan sebagai kekuatan hlm TIM PDAT, Stanley Adi Prasetyo dan Toriq Hadad (ed), 2002, op. cit., 29 Soebijono, dkk Dwifungsi ABRI, Perkembangan dan Peranannya dalam Kehidupan Politik di Indonesia. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press. hlm. 1

16 41 sosial politik yang merupakan alat perjuangan rakyat. 30 Pada hakikatnya dwifungsi ABRI adalah jiwa dan semangat pengabdian ABRI, yang bersamasama dengan kekuatan sosial lainnya memikul tugas dan tanggung jawab perjuangan bangsa Indonesia, baik dibidang keamanan nasional maupun dibidang kesejahteraan nasional 31. Sejak awal kemerdekaan Indonesia pihak militer sudah terlibat dalam masalah politik, bahkan tidak jarang pihak militer lebih dominan dari pada sipil. Dalam beberapa catatan sejarah, ada beberapa peristiwa yang menggambarkan dominasi militer dalam masalah sipil, antara lain pertentangan Sudirman terhadap perintah Soekarno saat menghadapi Agresi Militer Belanda II ( ). Sudirman sebagai pimpinan tentara memutuskan untuk melaksanakan perang gerilya dalam menghadapi Belanda, sedangkan Soekarno memutuskan untuk menempuh jalan diplomasi. Dari sikap Sudirman tersebut mengilhami tokoh militer bahwa angkatan bersenjata biasa memiliki sikap sendiri yang bisa berbeda dengan pemerintah. Peristiwa tersebut menunjukan bahwa pihak militer mampu melaksanakan haknya sebagai kelompok militer sekaligus sebagai politikus. Walaupun Jendral Sudirman telah menunjukan bagaimana dwifungsi ABRI dapat dilaksanakan, Jenderal A.H. Nasutionlah yang sebenarnya mengkonseptualisasikan secara teoritis. 30 Ibid., 31 Mabes ABRI, Doktrin Perjuangan TNI-ABRI Catur Darma Eka Karma Cadek Jakarta: Mabes ABRI. hlm. 63.

17 42 A.H. Nasution berpendapat bahwa dalam negara Pancasila, TNI mempunyai posisi dan peranan sebagai salah satu kekuatan sosial revolusi Indonesia, yang bahu-membahu dengan kekuatan sosial lainnya mempertahankan dan membangun bangsa dan negara Indonesia 32. A.H. Nasution juga menekankan Dwifungsi ABRI jangan diekseskan dan disalahtafsirkan bahwa seorang anggota ABRI dapat sekaligus merangkap jabatan atau fungsi dibidang eksekutif, legeslatif atau pula seperti yang sering dikatakan dengan penguasa dan pengusaha 33. Ketika Konstituante mengalami kemacetan saat penyusunan UUD yang baru, A.H. Nasution termasuk salah seorang yang paling gigih mendukung gagasan Bung Karno untuk kembali menggunakan Undang-Undang Dasar Apalagi dengan landasan konstitusional tersebut, ia melihat peluang konsep Dwifungsi ABRI bisa dipraktekkan secara mulus. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 hanya ada tiga kelompok politik yaitu partai politik, golongan fungsional, dan utusan daerah. Dan ABRI, menurut A.H. Nasution, bisa digolongkan dalam kelompok fungsional 34. Konsep A.H. Nasution mengenai dwifungsi ABRI yang dikenal dengan The Army s Middle Way adalah menekan pada fungsi ABRI sebagai stabilisator, ABRI hanya perlu ikut dalam pembinaan negara bukan untuk 32 A.H. Nasution Kekaryaan ABRI, Jakarta: Seruling Masa, hlm Ibid., hlm TIM PDAT, Stanley Adi Prasetyo dan Toriq Hadad (ed), 2002, op.cit. hlm. 304

18 43 mendominasi atau memonopoli kekuasaan, karena bertentangan dengan Sapta Marga 35. Isi dari Sapta Marga antara lainsebagai berikut. 1. Kami warga negara kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila. 2. Kami patriot Indonesia, pendukung serta pembela idiologi negara yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah. 3. Kami ksatria Indonesia, yang bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan. 4. Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia, memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada pemimpin serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan prajurit. 5. Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia, mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan tugas serta senantiasa siap sedia berbakti kepada negara dan bangsa. 6. Kami prajurit Tentara Indonesia, setia dan menepati janji serta sumpah prajurit Sumpah Prajurit: 1. Setia kepada negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Sapta Marga berasal dari bahasa Sansekerta atau Jawa Kuno. Sapta Marga berarti tujuh dan Marga yang berarti jalan. Sapta Marga berarti tujuh jalan. Sapta Marga lahir pada tanggal 5 Oktober Isi Sapta Marga lihat Dinas Militer TNI-Angkatan Darat, 1972, Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI-Angkatan Darat, Bandung: Dinas Sejarah Militer TNI-Angkatan Darat dan Fa. Mahjuma, hlm

19 44 2. Tunduk kepada hukum dan memegang disiplin keprajuritan 3. Taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau keputusan 4. Menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan negara Republik Indonesia. 5. Memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya. Menurut A.H. Nasution roh dari konsep Dwifungsi ABRI itu sebenarnya terletak dalam urusan politik dengan Partai Besar, seperti ABRI yang hanya memiliki wakil di MPR, mewakili utusan golongan sesuai dengan Undang- Undang Dasar 1945, dengan kata lain, tentara tidak usah terlibat dalam kegiatan politik praktis 36. Konsep Dwifungsi ABRI sudah tertuang dalam buku karya A.H. Nasution sendiri yang berjudul Kekarayaan ABRI (1971). Dalam buku itu A.H. Nasution Menjelaskan: Dari sejak semula, maksud dan tujuan dari Kekaryaan itu adalah untuk pekerjaan yang berhubungan dengan keadaan yang bersifat darurat atau dimana betul-betul lebih bermanfaat menggunakan Kekaryaan TNI/ABRI itu, dan untuk partisipasi dalam lembaga-lembaga demi ikut sertanya ABRI dalam rangka pembinaan Negara sebagai salah satu kekuatan sosial. 37 Untuk lebih memahami hakikat dan isi dwifungsi ABRI, kita mesti mulai dengan perkembangan selama revolusi dari tahun kemudian melihat 36 Definisi Politik Praktis adalah suatu kegiatan, aktivitas atau gerakan dari satu orang atau sekelompok yang dapat mempangaruhi pandangan, pendapat (opini) masyarakat tentang suatu keputusan/kebijakan pemerintah, atau bahkan dapat merubah keputusan pemerintah 37 A.H. Nasution 1971, op.cit., hlm. 121

20 45 evolusinya selama periode demokrasi liberal tahun , selama fase demokrasi terpimpin tahun Bilveer Singh. 1996, op.cit., hlm. 48

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 4, 1988 (ADMINISTRASI. HANKAM. ABRI. Warga Negara. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Ta

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Ta No.1957, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Prajurit TNI. Jabatan ASN. Persyaratan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PRAJURIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cikal bakal lahirnya TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada awal

BAB I PENDAHULUAN. Cikal bakal lahirnya TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada awal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat mempertahankan kemerdekaan, banyak orang Indonesia berjuang untuk membentuk pasukan mereka sendiri atau badan perjuangan Masyarakat. Tradisi keprajuritan

Lebih terperinci

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA

PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA PERAN POLITIK MILITER DI INDONESIA Materi Kuliah Sistem Politik Indonesia [Sri Budi Eko Wardani] Alasan Intervensi Militer dalam Politik FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL 1. Nilai dan orientasi perwira

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah Barat di Nusantara. Perjuangan itu berawal sejak kedatangan bangsa Portugis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada dasarnya lahir dalam kancah perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang berambisi untuk menjajah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Peralihan Kekuasaan Dari Pemerintahan Soekarno Ke Pemerintahan. segi historis maupun dari segi pedagogis sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN. Peralihan Kekuasaan Dari Pemerintahan Soekarno Ke Pemerintahan. segi historis maupun dari segi pedagogis sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN Dari pembahasan mengenai Peranan A.H Nasution Dalam Peralihan Kekuasaan Dari Pemerintahan Soekarno Ke Pemerintahan Soeharto Tahun 1965-1969, maka dapat diambil kesimpulan baik dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung merupakan sebuah kota yang terletak di Propinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu bagian wilayah di Negara Indonesia. Kota ini dalam sejarahnya

Lebih terperinci

Lampiran. Gambar 1. Foto Jenderal Abdul Haris Nasution. Sumber:

Lampiran. Gambar 1. Foto Jenderal Abdul Haris Nasution. Sumber: 108 Lampiran Gambar 1. Sumber: www.google.com Foto Abdul Haris Nasution 109 Gambar 2 Foto Nasution saat sebagai siswa di Sekolah Raja (HIK) di Bukit Tinggi 1934 Sumber: TIM PDAT, Stanley Adi Prasetyo dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak serta merta mengakhiri perjuangan rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah negara selain memiliki wilayah dan Penduduk, sebuah negara juga harus memiliki sebuah Angkatan Bersejanta untuk mengamankan wilayah kedaulatan negaranya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah sebagai suatu narasi besar diperlihatkan melalui peristiwa dan tokoh besar dengan mendokumentasikan asal-usul kejadian, menganalisis geneologi, lalu membangun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang mengemukakan sumber-sumber

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang mengemukakan sumber-sumber BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang mengemukakan sumber-sumber yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini. Tinjauan kepustakaan dikembangkan melalui penelaahan secara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SEJARAH DAN PENGARUH MILITER DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA

SEJARAH DAN PENGARUH MILITER DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA SEJARAH DAN PENGARUH MILITER DALAM KEPEMIMPINAN DI INDONESIA Latar belakang Sejarah awal terbentuknya bangsa Indonesia tidak lepas dari peran militer Terdapat dwi fungsi ABRI, yaitu : (1) menjaga keamanan

Lebih terperinci

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN Nama : DIMAS DWI PUTRA Kelas : XII MIPA 3 SMAN 1 SUKATANI 2017/3018 Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini penulis mencoba menarik kesimpulan dari pembahasan yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini penulis mencoba menarik kesimpulan dari pembahasan yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada bab ini penulis mencoba menarik kesimpulan dari pembahasan yang telah dikemukakan. Kesimpulan tersebut merupakan jawaban dari pertanyaanpertanyaan penelitian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.487, 2012 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Tata Cara. Pengajuan Hak. Penghormatan. Penerima Gelar. Tanda Jasa. Tanda Kehormatan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang dalam satu kesatuan yang bulat dan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang dalam satu kesatuan yang bulat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dinamika sejarah terletak pada kemampuan untuk memandang dimensi waktu sekaligus, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang dalam satu kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG FRONT NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan suatu gerakan rakyat, yang bersendikan demokrasi terpimpin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telah menjadi bangsa yang merdeka dan terbebas dari penjajahan. Namun pada. khususnya Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia.

I. PENDAHULUAN. telah menjadi bangsa yang merdeka dan terbebas dari penjajahan. Namun pada. khususnya Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan pada tanggal 17 agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No.56, hal ini merupakan bukti bahwa Indonesia telah menjadi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1988 TENTANG PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1988 TENTANG PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1988 TENTANG PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa usaha pembelaan negara diselenggarakan dengan Sistem

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra.

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra. BAB V KESIMPULAN Sumatra Barat punya peran penting dalam terbukanya jalur dagang dan pelayaran di pesisir barat Sumatra. Berakhirnya kejayaan perdagangan di Selat Malaka membuat jalur perdagangan beralih

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a. bahwa pertahanan negara

Lebih terperinci

A. Pengertian Orde Lama

A. Pengertian Orde Lama A. Pengertian Orde Lama Orde lama adalah sebuah sebutan yang ditujukan bagi Indonesia di bawah kepemimpinan presiden Soekarno. Soekarno memerintah Indonesia dimulai sejak tahun 1945-1968. Pada periode

Lebih terperinci

BAB II BIOGRAFI ABDUL HARIS NASUTION. Perjalanan hidup seseorang dari sejak lahir sampai meninggal dunia,

BAB II BIOGRAFI ABDUL HARIS NASUTION. Perjalanan hidup seseorang dari sejak lahir sampai meninggal dunia, BAB II BIOGRAFI ABDUL HARIS NASUTION Perjalanan hidup seseorang dari sejak lahir sampai meninggal dunia, merupakan suatu rantai peristiwa yang banyak mengandung arti, sehingga nilainilai kehidupannya merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu watak, kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah peristiwa yang terjadi begitu saja. Peristiwa tersebut adalah sebuah akumulasi sebuah perjuangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1988 TENTANG PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1988 TENTANG PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1988 TENTANG PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa usaha pembelaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kesempatan lebih luas bagi kaum wanita untuk lebih berkiprah maju

I. PENDAHULUAN. memberikan kesempatan lebih luas bagi kaum wanita untuk lebih berkiprah maju 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan babak baru bagi perjuangan rakyat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi

BAB I PENGANTAR. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 berbunyi : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gagalnya Konstituante dalam menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gagalnya Konstituante dalam menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagalnya Konstituante dalam menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan diikuti keadaan politik yang semakin rawan dengan munculnya rasa tidak puas dari daerah terhadap

Lebih terperinci

KIPRAH ABDUL HARIS NASUTION DALAM POLITIK DAN PERKEMBANGAN MILITER ANGKATAN DARAT DI INDONESIA ( ) SKRIPSI

KIPRAH ABDUL HARIS NASUTION DALAM POLITIK DAN PERKEMBANGAN MILITER ANGKATAN DARAT DI INDONESIA ( ) SKRIPSI KIPRAH ABDUL HARIS NASUTION DALAM POLITIK DAN PERKEMBANGAN MILITER ANGKATAN DARAT DI INDONESIA (1945-1966) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI

Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI Pemberontakan Militer dan Ideologi Peristiwa Madiun, DI/TII, G 30 S/PKI Pemberontakan Militer *PRRI/Permesta Pemberontakan Ideologi PKI tahun 1948 PKI tahun 1965 Pemberontakan PRRI/Permesta Tokoh yang

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Modul ke: Fakultas FAKULTAS TEKNIK PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA ERA KEMERDEKAAN BAHAN TAYANG MODUL 3B SEMESTER GASAL 2016 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas

BAB I PENDAHULUAN. berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia menjadi masa yang berat bagi rakyat Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka belum lepas dari incaran negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, Kota Sibolga juga memiliki kapalkapal

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, Kota Sibolga juga memiliki kapalkapal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sibolga merupakan satu kota yang dikenal sebagai Kota Bahari, Sibolga memilki sumber daya kelautan yang sangat besar. Selain pemandangan alamnya yang begitu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.503, 2009 DEPARTEMEN PERTAHANAN. Beasiswa. National Defense Academi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.503, 2009 DEPARTEMEN PERTAHANAN. Beasiswa. National Defense Academi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.503, 2009 DEPARTEMEN PERTAHANAN. Beasiswa. National Defense Academi PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KETENTUAN BAGI TARUNA AKADEMI TENTARA NASIONAL

Lebih terperinci

BAB III ORGANISASI MILITER DAN SIASAT GERILYA TII. Pada tanggal 15 Januari 1950, pihak NII telah berhasil mengubah dan

BAB III ORGANISASI MILITER DAN SIASAT GERILYA TII. Pada tanggal 15 Januari 1950, pihak NII telah berhasil mengubah dan BAB III ORGANISASI MILITER DAN SIASAT GERILYA TII A. Organisasi Militer TII Pada tanggal 15 Januari 1950, pihak NII telah berhasil mengubah dan menyempurnakan angkatan perang TII. Sejak waktu itu susunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15

1. PENDAHULUAN. Nagasaki, Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat pada sekutu pada tanggal 15 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah Kota Hiroshima dijatuhi bom atom oleh Sekutu tanggal 6 Agustus 1945, keesokan harinya tanggal 9 Agustus 1945 bom atom kedua jatuh di Kota Nagasaki, Jepang

Lebih terperinci

Multimedia Pembelajaran IPS. Sekolah Dasar Kelas V B. Skip >> Perang Kemerdekaan (Pertempuran Sepuluh Nopember & Bandung Lautan Api) Di Buat Oleh :

Multimedia Pembelajaran IPS. Sekolah Dasar Kelas V B. Skip >> Perang Kemerdekaan (Pertempuran Sepuluh Nopember & Bandung Lautan Api) Di Buat Oleh : Perang Kemerdekaan (Pertempuran Sepuluh Nopember & Bandung Lautan Api) Di Buat Oleh : Purwanto, S.Pd.SD SD Negeri 3 Slogohimo Multimedia Pembelajaran IPS Sekolah Dasar Kelas V B Skip >> SK/KD TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN 1945-1949 K E L O M P O K 1 A Z I Z A T U L M A R A T I ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 0 0 ) D E V I A N A S E T Y A N I N G S I H ( 1 4 1 4 4 6 0 0 2 1 2 ) N U R U L F I T R I A

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012

Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012 Sambutan Presiden RI pada Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Jakarta, 7 November 2012 Rabu, 07 November 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA UPACARA PENGANUGERAHAN GELAR PAHLAWAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjuangan bangsa Indonesia untuk menciptakan keadilan bagi masyarakatnya sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun 1950-1959 di Indonesia berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun

BAB V KESIMPULAN. dinobatkan sebagai sultan kemudian menjadi Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun BAB V KESIMPULAN Sri Sultan Hamengkubuwono IX naik tahta menggantikan ayahnya pada tanggal 18 Maret 1940. Sebelum diangkat menjadi penguasa di Kasultanan Yogyakarta, beliau bernama Gusti Raden Mas (GRM)

Lebih terperinci

Indikator. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Materi Pokok dan Uraian Materi. Bentuk-bentukInteraksi Indonesia-Jepang.

Indikator. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Materi Pokok dan Uraian Materi. Bentuk-bentukInteraksi Indonesia-Jepang. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Pokok dan Uraian Materi Indikator Bentuk-bentukInteraksi Indonesia-Jepang Dampak Kebijakan Imperialisme Jepang di Indonesia Uji Kompetensi 2. Kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bagian ini merupakan kesimpulan terhadap semua hasil penelitian yang telah diperoleh setelah melakukan pengkajian dan sekaligus memberikan analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perjuangan Pengertian perjuangan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan, yang dilakukan dengan menempuh

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PERSYARATAN PENGAJUAN USUL GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN BAGI PRAJURIT DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG ADMINISTRASI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Le

2017, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Le No.1209, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan bagi Prajurit TNI, WNI Bukan Prajurit TNI, dan WNA. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Farewell Presiden dg Perwira dan Prajurit TNI,di Magelang, tgl. 17 Okt 2014 Jumat, 17 Oktober 2014

Sambutan Presiden RI pd Farewell Presiden dg Perwira dan Prajurit TNI,di Magelang, tgl. 17 Okt 2014 Jumat, 17 Oktober 2014 Sambutan Presiden RI pd Farewell Presiden dg Perwira dan Prajurit TNI,di Magelang, tgl. 17 Okt 2014 Jumat, 17 Oktober 2014 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA FAREWELL PRESIDEN DENGAN PERWIRA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan nasional Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN A ZIZATUL MAR ATI ( )

PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN A ZIZATUL MAR ATI ( ) PERISTIWA YANG TERJADI PADA TAHUN 1945-1949 KELOMPOK 1 A ZIZATUL MAR ATI (14144600200) DEVIANA SETYANINGSIH ( 1 4144600212) NURUL FITRIA ( 1 4144600175) A JI SARASWANTO ( 14144600 ) Kembalinya Belanda

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Bahasan utama dalam kesimpulan ini merupakan intisari dari hasil penelitian

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR LEGIUN VETERAN REPUBLIK INDONESIA MUKADIMAH "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

ANGGARAN DASAR LEGIUN VETERAN REPUBLIK INDONESIA MUKADIMAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 14 TAHUN 2007 TANGGAL : 19 Juni 2007 ANGGARAN DASAR LEGIUN VETERAN REPUBLIK INDONESIA MUKADIMAH "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA" Bahwa Veteran

Lebih terperinci

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA

B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA B A B III KEADAAN AWAL MERDEKA A. Sidang PPKI 18 19 Agustus 1945 Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 hanya menyatakan Indonesia sudah merdeka dalam artian tidak mengakui lagi bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah selesai, tetapi proklamasi itu harus mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah selesai, tetapi proklamasi itu harus mendapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah sekian lama berada dalam belenggu penjajahan, tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Proklamasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus

I. PENDAHULUAN. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1 I. PENDAHULUAN A.Latar BelakangMasalah Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 banyak sekali permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia.Sebagai negara yang baru merdeka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti yang kita ketahui dua figur tersebut pernah menjadi presiden Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV A.H. NASUTION DALAM PERALIHAN KEKUASAAN DARI PEMERINTAHAN SOEKARNO KE SOEHARTO

BAB IV A.H. NASUTION DALAM PERALIHAN KEKUASAAN DARI PEMERINTAHAN SOEKARNO KE SOEHARTO BAB IV A.H. NASUTION DALAM PERALIHAN KEKUASAAN DARI PEMERINTAHAN SOEKARNO KE SOEHARTO 1965-1968 Pada bab ini akan dikaji mengenai beberapa aspek penting yang berkaitan dengan skripsi yang berjudul Peranan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah dipaparkan pada Bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa Bandung pada periode revolusi fisik tahun 1945-1948 merupakan waktu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 1967 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PJ. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 1967 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PJ. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 1967 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PJ. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG: 1. Bahwa dipandang perlu memberikan penghargaan kepada mereka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengenal menyerah dari seluruh lapisan masyarakat. Pada awal tahun 1946

I. PENDAHULUAN. mengenal menyerah dari seluruh lapisan masyarakat. Pada awal tahun 1946 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemerdekaan Indonesia merupakan hasil perjuangan yang gigih dan tidak mengenal menyerah dari seluruh lapisan masyarakat. Pada awal tahun 1946 usaha-usaha perjuangan

Lebih terperinci

PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI

PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI www.bimbinganalumniui.com 1. Setelah kabinet Amir Syarifuddin jatuh, atas persetujuan presiden KNIP memilih Hatta sebagai Perdana Menteri. Jatuhnya Amir Syarifuddin membuat kelompok kiri kehilangan basis

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI Pd Pertemuan dg Veteran dan Pejuang Perang..., tgl 23 Mar 2014, di Bali Minggu, 23 Maret 2014

Sambutan Presiden RI Pd Pertemuan dg Veteran dan Pejuang Perang..., tgl 23 Mar 2014, di Bali Minggu, 23 Maret 2014 Sambutan Presiden RI Pd Pertemuan dg Veteran dan Pejuang Perang..., tgl 23 Mar 2014, di Bali Minggu, 23 Maret 2014 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERTEMUAN DENGAN VETERAN DAN PEJUANG PERANG

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1969 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH SEBAGAIMANA DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

sherila putri melinda

sherila putri melinda sherila putri melinda Beranda Profil Rabu, 13 Maret 2013 DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA DEMOKRASI YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA Demokrasi berasal dari kata DEMOS yang artinya RAKYAT dan

Lebih terperinci

Sayidiman Suryohadiprojo. Jakarta, 24 Juni 2009

Sayidiman Suryohadiprojo. Jakarta, 24 Juni 2009 Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 24 Juni 2009 Pada tanggal 23 Juni 2009 di Markas Besar Legiun Veteran RI diselenggarakan ceramah tentang masalah Ambalat. Yang bertindak sebagai pembicara adalah Laksma

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG "JALASENA" PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG JALASENA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1968 TENTANG TANDA KEHORMATAN BINTANG "JALASENA" PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menghargai kesetiaan, kemampuan, kebijaksanaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1948 TENTANG SUMPAH JABATAN BAGI PEGAWAI NEGERI DAN ANGGOTA-ANGGOTA ANGKATAN PERANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1948 TENTANG SUMPAH JABATAN BAGI PEGAWAI NEGERI DAN ANGGOTA-ANGGOTA ANGKATAN PERANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1948 TENTANG SUMPAH JABATAN BAGI PEGAWAI NEGERI DAN ANGGOTA-ANGGOTA ANGKATAN PERANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa perlu diadakan peraturan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. tangan pemerintah bisa membuat hidup seseorang menjadi naik turun.

BAB V KESIMPULAN. tangan pemerintah bisa membuat hidup seseorang menjadi naik turun. BAB V KESIMPULAN Pada bagian kesimpulan merupakan jawaban dari pertanyaan yang tercantum di rumusan masalah. Pertama, menulusuri perjalanan hidup A.H. Nasution dipentas politik, ibarat memasuki lorong-lorong

Lebih terperinci

UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pertahanan keamanan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

AKHIR PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA DAN PEMERINTAHAN BARU BANGSA INDONESIA ENCEP SUPRIATNA

AKHIR PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA DAN PEMERINTAHAN BARU BANGSA INDONESIA ENCEP SUPRIATNA AKHIR PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA DAN PEMERINTAHAN BARU BANGSA INDONESIA ENCEP SUPRIATNA PASCA KEMERDEKAAN Tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidang untuk pertama kalinya dengan keputusan: Mengesahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang sebelumnya dijajah oleh Jepang selama 3,5 tahun berhasil mendapatkan kemerdekaannya setelah di bacakannya

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN;

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK POKOK KEPEGAWAIAN; DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci