BAB II LANDASAN TOERI
|
|
- Handoko Kusnadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II LANDASAN TOERI 2.2 Kepercayaan Diri Pengertian Kepercayaan Diri Konsep percaya diri pada dasarnya merupakan suatu keyakinan untuk menjalani kehidupan, mempertimbangkan pilihan dan membuat keputusan sendiri pada diri sendiri bahwa ia mampu untuk melakukan sesuatu. McClelland (dalam Luxori, 2005) menyebutkan bahwa kepercayaan diri adalah kontrol internal, perasaan akan adanya sumber kekuatan dalam diri, sadar akan kemampuan-kemampuan dan bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan yang telah ditetapkannya. Menurut Tosi dkk (dalam Lie, 2003) mengungkapkan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam diri seseorang bahwa individu mampu meraih kesuksesan dengan berpijak pada usahanya sendiri. Selanjutnya Redenbach (1998) menyatakan bahwa percaya diri bukan berarti menjadi keras atau seseorang yang paling sering menghibur dalam suatu kelompok, percaya diri tidak juga menjadi kebal terhadap ketakutan. Percaya diri adalah kemampuan mental untuk mengurangi pengaruh negatif dari keraguraguan, dengan demikian biarkan rasa percaya diri setiap orang digunakan pada kemampuan dan pengetahuan personal untuk memaksimalkan efek.
2 Angelis (1997) menerangkan bahwa kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia untuk menghadapi tantangan hidup apapun dengan berbuat sesuatu. Setiap individu mempunyai hak untuk menikmati kebahagiaan dan kepuasan atas apa yang telah diperolehnya, tetapi itu akan sulit dirasakan apabila individu tersebut memiliki kepercayaan diri yang rendah. Bukan hanya ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu pekerjaan, tetapi juga ketidakmampuan dalam menikmati pekerjaan tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah penilaian positif terhadap diri sendiri mengenai kemampuan yang ada dalam dirinya untuk menghadapi berbagai situasi dan tantangan serta kemampuan mental untuk mengurangi pengaruh negatif dari keragu-raguan yang mendorong individu untuk meraih keberhasilan atau kesuksesan tanpa tergantung kepada pihak lain dan bertanggung jawab atas keputusan yang telah ditetapkannya Penyebab Timbulnya Kurang Percaya Diri Sunarman (2008) menyatakan bahwa kelemahan yang ada pada diri seseorang, seringkali menjadi penyebab timbul atau hilangnya rasa percaya diri tiba-tiba. Misalnya penampilan yang buruk, cacat fisik, dan latar belakang pendidikan yang rendah. Selain itu perasaan kurang percaya diri terkait erat dengan latar belakang kehidupan sejak kecil, terutama dalam proses pendidikan keluarga.
3 Istilah lain dari kurang percaya diri adalah minder. Purnawan (2009) mendeteksi sejumlah penyebab minder diantaranya: (a) pengaruh lingkungan, dimana seorang bisa menjadi minder apabila selalu dilarang, disalahkan, tidak dipercaya, diremehkan oleh lingkungannya; (b) sering diremehkan dan dikucilkan teman sejawat; (c) pola asuh orang tua yang sering melarang dan membatasi kegiatan anak; (d) orang tua yang selalu memarahi kesalahan anak, tapi tidak pernah member penghargaan apabila anak melakukan hal yang positif; (e) kurang kasih saying, penghargaan, atau pujian dari keluarga; (f) tertular sifat orang tua atau keluarga yang minder; (g) trauma kegagalan di masa lalu; (h) trauma dipermalukan atau dihina di depan umum; (i) merasa diri tidak berharga lagi karena pernah dilecehkan secar seksual; (j) merasa bentuk fisik tidak sempurna; (k) merasa berpendidikan rendah. Sementara itu menurut Ubaydillah (2009) menyatakan ada sejumlah pola asuh yang berpotensi mengancam munculnya kualitas mental yang disebut kurang percaya diri yaitu: (a) terlalu sering memberikan label negatif atau minor pada anak; (b) terlalu sering memotong proses eksplorasi dan eksperiensi yang dilakukan anak dengan terlalu banyak atau terlalu cepat mengeluarkan larangan jangan ; (c) menciptakan perbandingan negatif; (d) terlalu mengabaikan prestasi anak; (e) memberikan ancaman dan rasa takut.
4 2.2.5 Karakteristik Individu Yang Mempunyai Kepercayaan Diri Tinggi Fatimah (2006) mengemukakan beberapa ciri-ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional adalah sebagai berikut : a. Percaya akan kemampuan atau kompetensi diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan ataupun hormat dari orang lain. b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain, berani menjadi diri sendiri d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosi stabil) e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, bergantung pada usaha sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak bergantung atau mengharapkan bantuan orang lain) f. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya g. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi. Sementara itu menurut Hakim (2005) bahwa cirri-ciri orang yang mempunyai kepercayaan diri antara lain: (a) selalu bersikap tenang di dalam
5 mengerjakan segala sesuatu; (b) mempunyai potensi dan kemampuan yang memadai; (c) mampu menetralisasi ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi; (d) mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi; (e) memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya; (f) memiliki kecerdasan yang cukup; (g) memiliki tingkat pendidikan formal yang cukup; (h) memiliki keahlian atau keterampilan lain yang menunjang kehidupannya, misalnya keterampilan berbahasa asing; (i) memiliki kemampuan bersosialisasi; (j) memiliki latar belakang pendidikan keluarga yang baik; (k) memiliki pengalaman hidup yang menempa mentalnya menjadi kuat dan tahan di dalam menghadapi berbagai cobaan hidup; (l) selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dengan tetap tegar, sabar dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup Karakteristik Individu Yang Mempunyai Kepercayaan Diri Rendah Seorang anak yang mempunyai kepercayaan diri yang rendah atau kurang percaya diri akan memiliki sifat dan perilaku antara lain (Leman, 2000): (a) tidak mau mencoba suatu hal yang baru; (b) merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan; (c) punya kecenderungan melemparkan kesalahan pada orang lain; (d) memiliki emosi yang kaku dan disembunyikan; (e) mudah mengalami rasa frustasi dan tertekan; (f) meremehkan bakat dan kemampuannya sendiri; (g) mudah terpengaruh orang lain.
6 Pendapat lainnya dikemukakan oleh Widoyoko (2009) yang menunjukkan beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri diantaranya adalah: (a) berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok; (b) menyimpan rasa takut atau kekhawatiran terhadap penolakan; (c) sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan diri) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri, namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri; (d) pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif; (e) takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil; (f) cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri); (g) selalu menempatkan atau memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu; (h) mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangat tergantung pada keadaan dan pengakuan atau penerimaan serta bantuan orang lain). Secara khusus Hakim (2005) mengidentifikasi berbagai gejala perilaku tidak percaya diri di kalangan remaja terutama yang berusia sekolah antara SMP dan SMA, antara lain: a. Takut menghadapi ulangan b. Menarik perhatian dengan cara yang kurang wajar Pada saat belajar mengajar di kelas, perilaku menarik perhatian teman-teman di kelas ditunjukkan dengan bertingkah laku yang berlebihan (over acting), seperti mengeluarkan berbagai perkataan ( nyeletuk ) dan melakukan
7 berbagai ulah untuk membuat teman tertawa saat sedang belajar di kelas. Perbuatan seperti ini umumnya dilakukan oleh siswa yang memiliki berbagai kekurangan dalam prestasi. c. Tidak berani bertanya dan menyatakan pendapat Pada saat guru member kesempatan untuk bertanya, yang terjadi adalah jarang siswa yang berani bertanya sekalipun mereka belum mengerti pelajaran yang baru dijelaskan. Begitu pula dalam menyatakan pendapat. Setiap kali guru member kesempatan kepada siswa untuk menyatakan pendapat, jarang siswa yang memiliki inisiatif dan keberanian untuk menyatakan pendapatnya. d. Salah tingkah atau grogi saat tampil di depan kelas Jika guru memerintahkan siswa satu per satu tampil di depan kelas untuk mengerjakan suatu tugas, maka akan tampak jelas perbedaan antara siswa yang memiliki rasa percaya diri dan siswa yang tidak percaya diri. Pada saat seorang siswa yang tidak percaya diri tampil di depan kelas biasanya akan tampak gejala antara lain bicara tergagap-gagap, muka agak pucat, tidak berani menatap teman-teman yang sedang dihadapinya, dan gemetar. e. Timbulnya rasa malu yang berlebihan Untuk tampil percaya diri dan menunjukkan eksistensi (keberadaan diri), seseorang dapat mengalami berbagai hambatan, seperti timbul rasa malu yang berlebihan dan sering dikompensasikan dalam bentuk tingkah laku
8 yang justru mencerminkan tingkah laku yang agresif, nakal dan sikap tidak sopan. f. Tumbuhnya sikap pengecut Gejala sikap pengecut bisa dilihat pada remaja yang ingin menunjukkan keberadaannya sebagai jagoan yang suka berkelahi seperti dalam film. Akan tetapi, karena rasa percaya diri yang rendah maka hal ini diwujudkan dengan cara berkelahi main keroyokan. Selain itu, banyak siswa yang ingin banyak bicara di kelas pada saat guru mengajar, tetapi mereka tidak berani menyatakannya secara wajar. Keinginan berbicara tadi diwujudkannya dalam bentuk sikap nyeletuk yang kadang-kadang tidak sopan karena bertujuan untuk sekedar menarik perhatian teman kelas. g. Sering mencontek pada saat menghadapi tes Gejala tidak percaya diri saat menghadapi tes ditunjukkan dengan timbulnya rasa cemas, gugup dan keluar keringat dingin. Sebelum tes dimulai, siswa sudah meminta tolong pada temannya agar mau duduk di dekatnya dan mau membantunya. Pada saat tes berlangsung, banyak siswa yang melihat buku catatan atau melihat lembaran tes temannya. h. Mudah cemas dalam menghadapi berbagai situasi Gejala tidak percaya diri akibat perubahan situasi antara lain menghadapi lingkungan baru, menghadapi orang-orang yang baru dikenal, timbulnya suasana persaingan di sekolah, masuk ke lingkungan yang ramai, atau berhadapan dengan orang yang status sosialnya lebih tinggi.
9 i. Salah tingkah dalam menghadapi lawan jenis Gejala tidak percaya diri muncul ditunjukkan dengan mengganggu lawan jenis, tidak berani sama sekali untuk bergaul dengan lawan jenis atau salah tingkah jika didekati oleh lawan jenis dan cenderung menghindar. j. Tawuran dan main keroyok Kenakalan remaja dalam bentuk perkelahian merupakan salah satu bentuk kelemahan kepribadian remaja. Banyak siswa yang mengambil jalan pintas untuk ikut tawuran jika merasa ada pihak dalam jumlah yang lebih banyak dan mundur karena takut jika hanya sedikit orang yang ikut Jenis-jenis Kepercayaan Diri Lindenfield (dalam Kamil, 1997) menyatakan ada 2 jenis kepercayaan diri, yaitu : a. Kepercayaan diri batin Yaitu kepercayaan diri yang memberikan kepada individu perasaan dan anggapan bahwa individu dalam keadaan baik. Ada empat ciri utama yang khas pada orang yang mempunyai kepercayaan diri batin yang sehat. Keempat ciri itu adalah : 1) Cinta diri Orang yang percaya diri akan mencintai diri mereka sendiri, dan cinta diri ini bukan merupakan sesuatu yang dirahasiakan. Ia akan lebih
10 peduli pada diri sendiri karena perilaku dan gaya hidupnya untuk memelihara diri. 2) Pemahaman diri Orang yang percaya diri batin, ia juga sadar diri. Mereka tidak terus menerus merenungi diri sendiri, tetapi secara teratur mereka memikirkan perasaan, pikiran, dan perilaku. Dan mereka selalu ingin tahu bagaiamana pendapat orang lain tentang diri mereka. 3) Tujuan yang jelas Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya, karena mereka mempunyai pikiran yang jelas mengapa mereka melakukan tindakan tertentu dan mereka tahu hasil apa yang bias diharapkan. 4) Berfikir positif Orang yang mempunyai kepercayaan diri biasanya hidupnya menyenangkan. Salah satunya ialah karena mereka biasa melihat kehidupannya dari sisi positif dan mereka mengharap serta mencari pengalaman dan hasil yang bagus. b. Kepercayaan diri lahir Yaitu memungkinkan individu untuk tampil dan berperilaku dengan cara menunjukkan kepada dunia luar bahwa individu yakin akan dirinya. Untuk memberi kesan percaya diri pada dunia luar, individu perlu mengembangkan empat bidang ketrampilan, yaitu: komunikasi, ketegasan, penampilan diri dan pengendalian perasaan.
11 2.2.8 Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri Lindenfield (1997) menjelaskan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam meningkakan atau mengembangkan kepercayaan diri diantaranya sebagai berikut : a. Cinta Yang penting bukan besarnya jumlah cinta yang diberikan, tetapi mutunya. Individu perlu terus dicintai tanpa syarat, untuk perkembangan harga diri yang sehat dan langgeng, mereka harus merasa dihargai karena keadaan mereka sesungguhnya, bukan keadaan mereka yang seharusnya, bukan keadaan mereka yang sesungguhnya atau yang diinginkan orang lain. b. Rasa aman Ketakutan dan kekhawatiran merupakan hal yang berpengaruh terhadap kepercayaan diri individu. Individu yang selalu khawatir bahwa kebutuhan dasar mereka tidak akan terpenuhi, atau dunia lahiriah atau batiniah mereka setiap saat akan hancur. Akan sulit mengembangkan pandangan positif tentang diri mereka, orang lain, dan dunia pada umumnya. Bila indvidu merasa aman, mereka secara tidak langsung akan mencoba mengembangkan kemampuan mereka dengan menjawab tantangan serta berani mengambil resiko. c. Model peran Mengajar lewat contoh adalah cara paling efektif agar anak mengembangkan sikap dan ketrampilan sosial yang diperlukan untuk percaya diri. Dalam hal
12 ini peran orang lain sangat dibutuhkan untuk dijadikan contoh bagi individu dalam meningkatkan kepercayaan dirinya. d. Hubungan Untuk mengembangkan rasa percaya diri terhadap segala macam hal, individu jelas perlu mengalami dan bereksperimen dengan beraneka hubungan dari yang dekat dan akrab di rumah, teman sebaya, maupun yang lebih asing. Melalui hubungan, individu juga membangun rasa sadar diri dan pengenalan diri yang merupakan unsur penting dari rasa percaya diri batin. e. Kesehatan Untuk bisa menggunakan kekuatan dan bakat kita, kita membutuhkan energi. Jika individu dalam keadaan sehat, bisa dipastikan bahwa ia akan mendapatkan lebih banyak perhatian, dorongan moral, dan bahkan kesempatan dalam masyarakat atau lingkungan sekitarnya. 2.3 Bimbingan Kelompok Pengertian Bimbingan Kelompok Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing/ konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Sukardi, 2008). Bimbingan kelompok dapat juga didefinisikan
13 sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, member saran dan lain sebagainya, apa yang dibicarakan itu semuanya bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan untuk peserta lainnya (Prayitno, 1995). Bimbingan kelompok juga diartikan sebagai suatu cara memberikan bantuan kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok (Tohirin, 2007). Sementara itu menurut Romlah (dalam Lasitosari, 2007) menyebutkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksanakan dalam situasi kelompok. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok yaitu adanya interaksi saling mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, saran dan sebagainya, dimana pemimpin kelompok menyediakan informasi-informasi yang bermanfaat agar dapat membantu individu (siswa) mencapai perkembangan yang optimal.
14 2.2.2 Tujuan dan Manfaat Bimbingan Kelompok Tujuan layanan bimbingan kelompok menurut Tohirin (2007) dikelompokkan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk pengembangan kemampuan bersosialisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi perserta layanan (siswa). Secara lebih khusus layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yaitu peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal para siswa. Tujuan layanan bimbingan kelompok juga dikemukakan oleh Amti (1992) yang dikelompokkan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum bimbingan kelompok bertujuan untuk membantu para siswa yang mengalami masalah melalui prosedur kelompok. Selain itu juga mengembangkan pribadi masing-masing anggota kelompok melalui berbagi suasana yang muncul dalam kegiatan itu, baik suasana yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Secara khusus bimbingan kelompok bertujuan untuk: (a) melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat di hadapan teman-temannya; (b) melatih siswa dapat bersikap terbuka di dalam kelompok; (c) melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama teman-teman dalam kelompok khususnya dan teman di luar kelompok pada umumnya; (d) melatih
15 siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan kelompok; (e) melatih siswa untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan orang lain; (f) melatih siswa memperoleh keterampilan sosial; (g) membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam hubungannya dengan orang lain. Winkel dan Sri Hastuti (2004) menyebutkan manfaat layanan bimbingan kelompok adalah mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa; memberikan informasi yang dibutuhkan oleh siswa; siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi; siswa dapat menerima dirinya setelah menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan yang kerap kali sama; dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada dalam kelompok; diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama; lebih bersedia menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan oleh seorang teman daripada yang dikemukakan oleh seorang konselor Jenis Bimbingan Kelompok Terdapat beberapa jenis metode bimbingan kelompok menurut Tohirin (2007) yaitu: a. Program Home Room Program ini dilakukan dilakukan di luar jam perlajaran dengan menciptakan kondisi sekolah atau kelas seperti di rumah sehingga tercipta kondisi yang bebas dan menyenangkan. Dengan kondisi tersebut siswa
16 dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah sehingga timbul suasana keakraban. Tujuan utama program ini adalah agar guru dapat mengenal siswanya secara lebih dekat sehingga dapat membantunya secara efsien. b. Karyawisata Karyawisata dilaksanakan dengan mengunjungi dan mengadakan peninjauan pada objek-objek yang menarik yang berkaitan dengan pelajaran tertentu. Mereka mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Hal ini akan mendorong aktivitas penyesuaian diri, kerjasama, tanggung jawab, kepercayaan diri serta mengembangkan bakat dan cita-cita. c. Diskusi kelompok Diskusi kelompok merupakan suatu cara di mana siswa memperoleh kesempatan untuk memecahkan masalah secara bersama-sama. Setiap siswa memperoleh kesempatan untuk mengemukakan pikirannya masingmasing dalam memecahkan suatu masalah. Dalam memlakukan diskusi siswa diberi peran-peran tertentuseperti pemimpin diskusi dan notulis dan siswa lain menjadi peserta atau anggota. Dengan demikian akan timbul rasa tanggung jawab dan harga diri. d. Kegiatan Kelompok Kegiatan kelompok dapat menjadi suatu teknik yang baik dalam bimbingan, karena kelompok dapat memberikan kesempatan pada individu (para siswa) untuk berpartisipasi secara baik. Banyak kegiatan tertentu yang lebih berhasil apabila dilakukan secara kelompok. Melalui kegiatan
17 kelompok dapat mengembangkan bakat dan menyalurkan dorongandorongan tertentu dan siswa dapat menyumbangkan pemikirannya. Dengan demikian muncul tanggung jawab dan rasa percaya diri. e. Organisasi Siswa Organisasi siswa khususnya di lingkungan sekolah dan madrasah dapat menjadi salah satu teknik dalam bimbingan kelompok. melalui organisasi siswa banyak masalah-masalah siswa yang baik sifatnya individual maupun kelompok dapat dipecahkan. Melalui organisasi siswa, para siswa memperoleh kesempatan mengenal berbagai aspek kehidupan sosial. Mengaktifkan siswa dalam organisasi siswa dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan memupuk rasa tanggung jawab serta harga diri siswa. f. Sosiodrama Sosiodrama dapat digunakan sebagai salah satu cara bimbingan kelompok. sosiodrama merupakan suatu cara membantu memecahkan masalah siswa melalui drama. Masalah yang didramakan adalah masalah-masalah sosial. Metode ini dilakukan melalui kegiatan bermain peran. Dalam sosiodrama, individu akan memerankan suatu peran tertentu dari situasi masalah sosial. Pemecahan masalah individu diperoleh melalui penghayatan peran tentang situasi masalah yang dihadapinya. Dari pementasan peran tersebut kemudian diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan masalah.
18 g. Psikodrama Hampir sama dengan sosiodrama. Psikodrama adalah upaya pemecahan masalah melalui drama. Bedanya adalah masalah yang didramakan. Dalam sosiodrama masalah yang diangkat adalah masalah sosial, akan tetapi pada psikodrama yang didramakan adalah masalah psikis yang dialami individu. h. Pengajaran Remedial Pengajaran remedial (remedial teaching) merupakan suatu bentuk pembelajaran yang diberikan kepada seorang atau beberapa orang siswa untuk membantu kesulitan belajar yang dihadapinya. Pengajaran remedial merupakan salah satu teknik pemberian bimbingan yang dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa Proses Bimbingan Kelompok Proses bimbingan kelompok menurut Prayitno (1995) terdiri atas empat tahapan sebagai berikut: 1. Pembentukan Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. Memberikan
19 penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses pelaksanaannya, mereka akan mengerti bagaimana cara menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka. 2. Peralihan Tahap kedua merupakan jembatan antara tahap pertama dan ketiga. Ada kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat. Adapun yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: (a) Menjelaskan kegiaatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya; (b) menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; (c) membahas suasana yang terjadi; (d) meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota; (e) Bila perlu kembali kepada beberapa aspek tahap pertama.
20 3. Kegiatan Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati. Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu: (a) masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan; (b) menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu; (c) anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas; (d) kegiatan selingan. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya masalah atau topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok. Selain itu dapat terbahasnya masalah yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas serta ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan. Pengakhiran Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan
21 hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. Dalam hal ini ada kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan kegiatan. Ada beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu: (a) pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri; (b) pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiata; (c) membahas kegiatan lanjutan, (d) mengemukakan pesan dan harapan. Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari (dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata mereka seharihari. 2.4 Tinjauan Penelitian Sebelumnya Kristanti (2007) melakukan penelitian tentang Efektifitas Layanan Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Bumijawa Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2006/2007, dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa berdasarkan perhitungan Uji Wilcoxon diperoleh data nilai Zhitung= 4,10, sedang nilai Ztabel= 1,96. Jadi nilai Zhitung > Ztabel. Hal ini berarti bahwa layanan bimbingan kelompok
22 efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bumijawa Kabupaten Tegal Tahun Pelajaran 2006/2007. Pinasti (2011) melakukan penelitian tentang Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri Melalui Layanan Bimbingan Kelompok pada Siswa Kelas X SMK NEGERI 1 Jambu, dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari pengujian wilcoxon diperoleh Zhitung = 2,803 dan Ztabel = 1,96 sehingga Zhitung > Ztabel. Dengan demikian maka Ha diterima dan Ho ditolak. Simpulan dari penelitian ini adalah kepercayaan diri siswa kelas X SMK N 1 Jambu dapat meningkat setelah mendapatkan layanan bimbingan kelompok. 2.5 Hipotesis Adapun hipotesis empirik yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa: layanan bimbingan kelompok efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa kelas X SMA Kristen 1 Salatiga.
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai
BAB II KAJIAN TEORI 1.1. Motivasi Belajar 1.1.1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiman, 2001). Motivasi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. percaya diri, sumber percaya diri, gejala tidak percaya diri, ciri-ciri orang yang
5 BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pecaya Diri Dalam teori tentang percaya diri, akan dijelaskan mengenai pengertian percaya diri, sumber percaya diri, gejala
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Interaksi Sosial 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Menurut Mead (dalam Partowisastro, 1983) interaksi sosial adalah relasi sosial yang berfungsi sebagai relasi sosial dinamis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. mesin gasoline tersebut, kalau bahan bakarnya tidak ada. Sama halnya dengan
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Mark dan Tombouch (dalam Bachtiar 2005), mengumpamakan motivasi sebagai bahan bakar dalam beroperasinya mesin gasoline. Tidaklah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang
Lebih terperincimendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Kedisiplinan Belajar Kedisiplinan belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari sekolah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada kesiapannya dalam menghadapi kegiatan belajar mengajar.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pendidikan di Indonesia tidak hanya terletak pada persoalan, pengajar/ dosen, sarana prasarana serta media pembelajaran. Masalah pembelajaran jauh lebih kompleks
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh salah satu atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Atas adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama. Usia sekolah menengah
Lebih terperinciNO : TB : BB : PETUNJUK PENGISIAN 1. Berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda sendiri.
NO : TB : BB : PETUNJUK PENGISIAN 1. Berikan tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan anda sendiri. Pilihan jawaban sebanyak empat buah, yaitu: SS : Bila pernyataan tersebut
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIK
BAB II LANDASAN TEORITIK A. Perencanaan Karier 1. Teori Perencanaan Karier E.G Williamson (Winkel dan Sri Hastuti, 2006) menguraikan sejarah perkembangan bimbingan jabatan dan proses lahirnya konseling
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia agar mampu mandiri, menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, kita sedang memasuki suatu abad baru yang banyak menimbulkan perubahan dan perkembangan, sekaligus menjadi tantangan. Tantangan akibat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya diri dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka
digilib.uns.ac.id 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Sikap terhadap Layanan Konseling Individual a. Pengertian Sikap Sikap menurut Sarlito adalah kesiapan seseorang untuk bertindak terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian komunikasi antar pribadi Komunikasi antar pribadi merupakan proses sosial dimana individu-individu yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan, dapat dilihat pada akhir akhir ini telah timbul akibat negatif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah remaja adalah suatu masalah yang sebenarnya sangat menarik untuk dibicarakan, dapat dilihat pada akhir akhir ini telah timbul akibat negatif yang sangat mencemaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. besar siswa hanya berdiam diri saja ketika guru meminta komentar mereka mengenai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan presentasi maupun diskusi biasanya melibatkan guru dan siswa maupun siswa dengan siswa dalam suatu proses belajar mengajar, di dalam kegiatan presentasi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. yang diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi kedirian dan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah yang dihadapi tanpa bergantung pada orang lain (Monk, 1989). Dengan kata
Lebih terperinciSosiodrama pada Pembelajaran IPS sebagai Upaya Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa
Sosiodrama pada Pembelajaran IPS sebagai Upaya Peningkatan Kepercayaan Diri Siswa Pendahuluan Oleh Dinar dan Ahmad Juanda: Latifa Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS 2010 FIS UNY Sejatinya pendidikan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas
12 II. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini berjudul Penggunaan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas XII SMA Negeri 1 Labuhan Maringgai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, kenakalan ini merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan kepribadian individu, dimana kepribadian seseorang berhubungan dengan apa yang ditangkap/direspon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang berkembang dan mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan mahkluk sosial, sehingga tidak mungkin manusia mampu menjalani kehidupan sendiri tanpa melakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu dalam kehidupannya akan menghadapi berbagai permasalahan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu dalam kehidupannya akan menghadapi berbagai permasalahan, terutama ketika memasuki usia remaja. Masa remaja adalah masa transisi atau peralihan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Konsentrasi Belajar 1. Pengertian Konsentrasi Belajar Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan mengesampingkan semua hal lain yang tidak berhubungan (Emon,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Layanan Bimbingan Kelompok Pengertian layanan bimbingan kelompok
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Layanan Bimbingan Kelompok 2.1.1 Pengertian layanan bimbingan kelompok Menurut Romlah (2001), bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada individu dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Harga diri adalah penilaian seseorang mengenai gambaran dirinya sendiri yang berkaitan dengan aspek fisik, psikologis, sosial dan perilakunya secara keseluruhan.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Dalam penelitian ini, tinjauan pustaka berisi komponen self esteem (harga diri) dan konseling kelompok, yaitu sebagai berikut :
13 II. TINJAUAN PUSTAKA Dalam penelitian ini, tinjauan pustaka berisi komponen self esteem (harga diri) dan konseling kelompok, yaitu sebagai berikut : A. Self Esteem Self esteem merupakan aspek penting
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Nasution (2010), memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Begitu juga dengan siswa di sekolah, siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari segi fisik maupun psikologis. Manusia mengalami perkembangan sejak bayi, masa kanak- kanak,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIS. Pengertian perilaku bertanggung jawab Menurut Adiwiyoto (2001: 2)
4 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakikat Perilaku Tanggung Jawab Pengertian perilaku bertanggung jawab Menurut Adiwiyoto (2001: 2) Dalam bukunya melatih anak bertanggung jawab, arti tanggung jawab adalah mengambil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan siswa dalam belajar adalah memperoleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator keberhasilan siswa dalam belajar adalah memperoleh prestasi akademik sesuai dengan target yang telah ditentukan. Berdasarkan konsep pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kuat untuk memiliki banyak teman, namun kadang-kadang untuk membangun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tidak dapat terlepas dari individu lain dan selalu hidup bersama dalam berbagai bentuk hubungan sosial. Seseorang dalam perkembangannya memiliki kebutuhan yang
Lebih terperinciBLUE PRINT SKALA KEMATANGAN VOKASIONAL. Kematangan vokasional merupakan kesiapan dan kemampuan individu dalam
BLUE PRINT SKALA KEMATANGAN VOKASIONAL Definisi Kematangan Vokasional Kematangan vokasional merupakan kesiapan dan kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan vokasional yang berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial. membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi. Untuk berhubungan dengan orang lain dibutuhkan komunikasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk
Lebih terperinciUPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah
Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 2, No. 1, Januari 2016 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA Arni Murnita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dibentuk. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang sangat penting karena melalui pendidikan watak, tingkah laku serta kepribadian manusia dapat dibentuk.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Sebelum dikaji tentang pengertian bimbingan dan konseling Terlebih dahulu diuraikan
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.I Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling Sebelum dikaji tentang pengertian bimbingan dan konseling Terlebih dahulu diuraikan tentang pengertian bimbingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran merupakan proses perubahan dalam perilaku sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja, tetapi juga mendidik aspek-aspek lainnya, salah satunya aspek sosial perilaku
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Setting Penelitian dan Karakteristik Penelitian Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo. Penelitian ini dilakukan pada anak yang berjumlah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan
Lebih terperinciBAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.
1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah
Lebih terperinciNomor : Usia : PETUNJUK PENGISIAN
Nomor : Usia : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian kerjakanlah dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Kerjakanlah semua nomor dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, melalui pendidikan akan terbentuk manusia yang cerdas. Dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Manusia sebagai makhluk individu memiliki keunikan tersendiri berbeda satu dengan yang lain, baik dari segi fisik,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Siswa
Lebih terperinciPENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENINGKATKAN PERCAYA DIRI PESERTA DIDIK KELAS VII SMP WIYATA KARYA NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
p-issn 2089-9955 Konseli: Jurnal Bimbingan dan Konseling 03 (2) (2016) 317-330 e-issn 2355-8539 https://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/konseli Nopember 2016 PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK DALAM MENINGKATKAN
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Keterampilan Sosial. tersebut cocok bagi suatu kelompok atau lingkungan sosial.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Keterampilan Sosial 2.1.1. Pengertian Keterampilan Sosial Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam kehidupan individu, mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya dapat hidup berkembang dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya dapat hidup berkembang dan berperan sebagai manusia dengan berhubungan dan bekerja sama dengan manusia lain. Dimanapun
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI
Hubungan Antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan dalam Menyusun Proposal Skripsi (Pindho Hary Kristanto, dkk.) HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN DALAM MENYUSUN PROPOSAL SKRIPSI Pindho
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia dalam kehidupannya. Kemajuan zaman memiliki nilai yang positif dalam kehidupan manusia, dimana pada
Lebih terperinciLAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENGARUHNYA TERHADAP SELF-ESTEEM SISWA. Kata kunci: self-esteem; layanan bimbingan kelompok; siswa
LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENGARUHNYA TERHADAP SELF-ESTEEM SISWA Meiske Puluhulawa, Moh. Rizki Djibran, Mohamad Rizal Pautina Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).
BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) kecemasan komunikasi interpersonal adalah kondisi ketika individu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Kemandirian Belajar 1. Pengertian Kemandirian Belajar Hiemstra yang dikutip Darmayanti (2004) menyatakan tentang kemandirian belajar sebagai bentuk belajar yang memiliki tanggung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SEMESTER GASAL KELAS VIIIF SMP NEGERI I SEMARANG TAHUN AJARAN 2009/2010
HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SEMESTER GASAL KELAS VIIIF SMP NEGERI I SEMARANG TAHUN AJARAN 2009/2010 Skripsi Diajukan dalam rangka menyelesaikan studi strata 1 untuk memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang
Lebih terperinciLAMPIRAN C ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN
LAMPIRAN C ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN SKALA KEMANDIRIAN BELAJAR DAN SKALA DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan hormat, Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan
Lebih terperinciPENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak
PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tak akan terlepas dari kodratnya, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, yang mana ia harus hidup berdampingan dengan manusia lainnya dan sepanjang hidupnya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau
Lebih terperinciKAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Dan
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Komunikasi Interpersonal a. Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan suatu sistem sosial terkecil dan unik yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Suatu keluarga itu dapat berbeda dari keluarga yang satu dengan yang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. sekolah, yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah dan guru
BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoritis 1. Manajemen Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhannya. Alasannya tanpa manajemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anakanak. Masa remaja adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki kesiapan untuk memasuki
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian stimulus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembaharuan di bidang pendidikan telah dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan di negara kita semakin mendapatkan tantangan, berbagai usaha pembaharuan di bidang pendidikan telah dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. berpikir positif. Adapun penjabaran dan hubungan dari masing-masing
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Latar Belakang Teoritis Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang saling berkaitan. Variabel bebas adalah layanan bimbingan kelompok dan variabel terikat adalah berpikir positif.
Lebih terperinciPssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita
Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 133 134 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 135 136 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 137 138
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekitarnya. Berkaitan dengan Pendidikan, Musaheri (2007 : 48) mengungkapkan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia menuju kepribadian mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekitarnya. Berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan lembaga formal yang didirikan oleh pemerintah untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga formal yang didirikan oleh pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satunya yaitu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang
Lebih terperinci