BAB I PENDAHULUAN. perempuan di sektor publik merupakan efek dari adanya emansipasi wanita yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. perempuan di sektor publik merupakan efek dari adanya emansipasi wanita yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah seorang yang dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. Dari definisi perempuan dan wanita yang tercantum dalam KBBI, arti dari kata tersebut hanya berkaitan dengan hal biologis saja tidak ada pernyataan yang berkaitan dengan suatu pekerjaan. Namun saat di saat ini, definisi perempuan mengalami perkembangan berupa hal yang berkaitan dengan sebuah pekerjaan. Kehadiran perempuan di sektor publik merupakan efek dari adanya emansipasi wanita yang dibawa oleh Kartini. Sehingga kehadiran mereka menciptakan peran-peran sosial di antara perempuan dan laki-laki yang kemudian disebut sebagai gender. Terdapat berbagai macam konsep yang menjelaskan apa itu gender?, namun secara umum gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 2010, hal. 8). Misalnya saja sifat-sifat yang melekat pada perempuan dan laki-laki. Perempuan merupakan sosok yang lembut, sedangkan laki-laki kasar. Sifat-sifat tersebutlah yang muncul dari penilaian masyarakat sehingga menimbulkan peran-peran sosial di antara keduanya. Keterlibatan perempuan di sektor publik masih menjadi isu yang hangat. Hal ini menjadi tantangan dan tentu saja ukuran suatu negara terhadap keterbukaan partisipasi perempuan. Di negara-negara maju seperti Swedia dan Amerika Serikat 1

2 keikutsertaan perempuan dianggap sebagai kemajuan. Oleh karena itu di parlemen, militer maupun kesempatan kerja perempuan tidak dibedakan lagi. Masyarakat masih memandang gender sebagai jenis kelamin. Padahal sebenanrnya gender tersebut bukan hanya fokus pada ketidakadilan ataupun ketimpangan tetapi mengenai peran sosial yang dilakukan baik itu oleh perempuan maupun laki-laki. Peran sosial inilah yang terkadang menimbulkan ketidakadilan khususnya bagi perempuan. Sehingga dari permasalahan itu gender selalu diidentikan dengan ketidakadilan, ketimpangan. Relasi sosial antara perempan dan laki-laki selama ini tak hanya menimbulkan gesekan melainkan pula tumpang tindih. Kondisi biologis perempuan sering kali dieksploitasi oleh laki-laki untuk mendudukan perempuan di kelas dua. Pelbagai praktik sosial menunjukkan betapa kuatnya laki-laki atas perempuan. Gender identik dengan gerakan feminisme. Feminis menekankan bahwa perbedaan peran berdasarkan gender merupakan produk budaya dan bukan dari adanya perbedaan biologis. Karena itu para feminisme berupaya memerangi praktik sosial yang menindas. Meski dalam kenyataannya banyak keganjilan yang ditunjukkan oleh feminis sendiri. Misalnya misi utama agenda feminis mainstream yang memfokuskan pada bagaimana mewujudkan kesetaraan gender secara kuantitatif, yaitu para pria dan wanita harus sama-sama (fifty-fifty) berperan baik di luar maupun di dalam rumah (Megawangi, Membiarkan Berbeda?: Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, 1999, hal. 9). Misi ini dianggap memaksakan. Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan tidaklah muncul begitu saja melainkan melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan tersebut dibentuk 2

3 oleh berbagai macam hal, di antaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara (Fakih, 2010, hal. 9). Terkadang dari perbedaan-perbedaan inilah yang menimbulkan hadirnya ketidakadilan baik bagi perempuan ataupun laki-laki. Namun yang sering terjadi adalah ketidakadilan tersebut mengacu pada kaum perempuan meskipun ada juga ketidakadilan yang dialami oleh kaum laki-laki. Kaum laki-laki dan perempuan merupakan korban dari struktur dan sistem yang dihasilkan oleh adan,ya gender. Terdapat berbagai macam bentuk ketidakadilan gender yang ada di masyarakat, yaitu marginalisasi perempuan atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak, serta sosialisasi ideologi nilai peran gender (Fakih, 2010, hal. 13). Ketidakadilan yang disebutkan tadi banyak dialami oleh kaum perempuan. Oleh karena itu, ketidakadilan gender lebih mengacu kepada kaum perempuan. Terkadang banyak perempuan yang tidak menyadari adanya ketidakadilan pada dirinya. Mereka hanya patuh dengan konstruksi yang sudah ada di masyarakat. Mereka tidak ambil pusing dengan peran yang sudah dijalani dari nenek moyangnya selama bertahun-tahun, mereka tidak masalah jika masyarakat mengonstruksi bahwa perempuan hanya pandai bekerja di sektor domestik. Pada umumnya hal seperti itu dialami oleh perempuan yang memiliki pendidikan rendah. Berbeda dengan kaum perempuan yang berpendidikan tinggi. Mereka lebih menginginkan untuk bekerja di sektor publik dari pada hanya berkutat dengan sektor domestik saja. Mereka lebih ingin memiliki peran di masyarakat serta secara tidak langsung 3

4 mereka ingin melawan ketidakadilan kaum perempuan di sektor publik. Kaum perempuan seperti ini ingin menyetarakan perannya di masyarakat dengan peran kaum laki-laki yang dianggap lebih unggul oleh konstruksi sosial. Sudah berbagai macam cara dilakukan untuk mewujudkan kesetaraan gender. Namun kesetaraan gender masih banyak yang menggunakan standar ukuran maskulin. Sehingga kesetaraan gender 50/50 yang menggunakan standar ukuran maskulin (materi, status, dan power) hanya dapat dicapai dengan mengubah institusi budaya agar nature wanita juga dapat berubah (Megawangi, 1999, hal. 111). Keberhasilan standar maskulin sangatlah berbeda jauh dengan sifat kaum perempuan itu sendiri, yaitu keterikatan, dependen, berkorban, pengasuh, tidak mampu mengontrol keadaan, dan orientasi sirkular. Padahal dunia publik pada umumnya menggunakan indikator keberhasilan yang linear progresif. Sehingga untuk mencapai keberhasilan di dunia publik, perempuan harus masuk dalam dunia maskulin seorang laki-laki, memiliki karakter agresif, ambisi kuat, dan mampu menang dalam persaingan. Saat ini masyarakat sudah terbiasa terhadap peran perempuan di sektor publik. Terbiasa melihat dan mengetahui bahwa perempuan pun juga bekerja di sektor publik baik bekerja kantoran ataupun berwiraswasta. Namun jika perempuan bekerja di sektor yang sangat maskulin yaitu tidak hanya mengandalkan otak saja tetapi juga kekuatan, merupakan hal yang masih asing dan dianggap nilai lebih bagi sebagian masyarakat. Seperti yang telah dikemukakan pada paragraf sebelumnya bahwa perempuan jika ingin berhasil setara dengan laki-laki maka harus memasukkan sisi maskulin dalam kehidupannya. Masuknya perempuan di sektor 4

5 yang sangat maskulin merupakan salah satu upaya mereka untuk mewujudkan kesetaraan tersebut baik secara sadar ataupun tidak. Kehadiran perempuan di dunia maskulin pun sudah banyak ditemui di Indonesia. Misalnya saja keterlibatan mereka dalam perusahan-perusahan besar. Bahkan mereka pun tidak hanya menjadi pegawai tingkat bahwa tetapi ada juga yang memiliki jabatan. Tidak hanya itu saja perempuan pun sudah banyak yang membuka lapangan pekerjaan baru. Perempuan sudah banyak yang ikut terlibat dalam pembangunan negara dalam sektor ekonomi. Bidang sosial dan politik pun tidak jarang perempuan ikut terlibat di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan sudah bisa memasukkan sisi maskulin di dalam kehidupan mereka. Perempuan sudah tidak takut lagi untuk bekerja setara dengan laki-laki. Hadirnya perempuan di dunia militer pun sudah tidak asing lagi di Indonesia. Bahkan merupakan suatu kebanggan bila salah satu anggota keluarganya menjadi anggota TNI meskipun itu perempuan. Ketakuan akan kejamnya dunia militer pun sepertinya sudah hilang dari memori keluarga mereka sehingga memperbolehkan anggota keluarga yang perempuan untuk masuk ke militer. Dunia militer saat ini tidak hanya milik laki-laki melainkan kaum perempuan pun bisa ikut berperan dalam institusi militer. Saat ini perempuan pun banyak yang memiliki minat yang sama dengan laki-laki dalam hal menentukan peran di masyarakat. Salah satu caranya yaitu dengan ikut serta dalam dunia lakilaki, dunia militer. Perempuan mencoba mendobrak stigma masyarakat bahwa mereka itu tidak bisa seperti laki laki yang memiliki sifat kuat, rasional, jantan, perkasa. Masyarakat pada umumnya melihat perempuan merupakan makhluk lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sifat-sifat tersebut yang terkadang 5

6 menyudutkan kaum perempuan. Namun dengan masuknya perempuan di dunia militer, penilaian masyarakat yang sudah disebutkan di atas sudah tidak mengandung istilah negatif lagi melainkan menjadi nilai lebih mereka ketika bisa masuk ke dunia yang semestinya hanya laki-laki yang bisa terlibat. Sebuah negara tentunya memerlukan alat pertahanan untuk membantu dalam menghadapi acaman dari luar terhadap bangsa. Dalam Undang-Undang nomor 34 Tahun 2004 mengenai Tentara Nasional Indonesia, pada pasal 1 nomor 5 menyatakan bahwa pertahanan negara adalah segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap masyarakat bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Fungsi militer yang sangat penting dalam menjaga negara dan bangsa tentunya berbanding lurus dengan kebutuhan dalam mencetak personil-personil yang memiliki kualitas dalam segala hal terutama pada kegiatan kemiliteran, seperti strategi berperang serta cara-cara menggunakan peralatan militer. Kegiatan kemiliteran sangatlah identik dengan kaum laki-laki dalam perspektif gender disebut sebagai maskulinitas. Pekerjaan militer adalah pekerjaan maskulin karena pekerjaan ini sangat menekankan pada kekuatan, keperkasaan, dan heroisme (Darwin, 1999). Oleh karena itu, bagi sebagian laki-laki jika mereka masuk dalam dunia kemiliteran maka sisi maskulin akan muncul dengan sendirinya. Mereka akan terlihat gagah dan terkesan berani. Tidak jarang orang tua berlomba-lomba untuk memasukkan anaknya dalam dunia militer. 6

7 Akademi Militer (AKMIL) Magelang baru saja mengeluarkan peraturan bahwa perempuan diperbolehkan untuk berpartisipasi menjadi siswa di sana. Peraturan ini diberlakukan pada tahun ajaran baru 2013/2014. Peraturan tersebut menjadi angin segar bagi perempuan yang menginginkan untuk menempuh pendidikan tinggi di sekolah militer. Awal kebijakan itu dipublikasikan, memang belum banyak Taruni AKMIL yang berminat, kurang dari 100 Taruni AKMIL yang masuk sebagai civitas akademika di AKMIL. Tetapi dari situ dapat dilihat bahwa kaum perempuan pun memiliki minat untuk masuk di dalam dunia maskulin. Jika dibandingkan dengan Taruni Akademi Kepolisisan (AKPOL), Taruni AKMIL usianya lebih muda. Taruni AKPOL sudah ada sejak tahun 2003, dia menjaring lulusan SMA untuk menjadi perwira Polri (Polisi Republik Indonesia). Taruni AKPOL harus menjalani 4 tahun masa pendidikan di AKPOL. Sedangkan di tubuh TNI jalur Taruni seperti di AKPOL belum ada, dan baru ada pada tahun Fakta di atas sangat menarik jika diihat dari sudut pandang pengarusutaman gender. Akan tetapi penelitian ini bukan studi perbandingan antara Polisi dan TNI melainkan pada sebab-sebab dan juga respon TNI dibalik lahirnya Taruni AKMIL. Baik Taruni AKPOL maupun Taruni AKMIL sesungguhnya memberikan arti penting. Dalam arti keberadaan mereka menjadi pintu masuk perempuan untuk berkarir di dunia polisi maupun militer. Jika antusiasme masyarakat terhadap keterbukaan Taruni AKMIL ini besar, itu adalah bukti bahwa respons terhadap gender di militer mampu membangun kepercayaan masyarakat. Hal yang menarik dari lahirnya Taruni AKMIL adalah afirmasi Taruni itu sendiri sebenarnya belum terlihat. Peran Taruni AKMIL masih belum bisa 7

8 disamakan dengan peran Taruna AKMIL. Setelah hadirnya siswa perempuan di lingkungan pendidikan AKMIL tentu saja ada peran-peran yang berubah, tidak hanya berubah bahkan mungkin ditambahkan dalam kegiatan pendidikan tersebut. Dan tentu saja ada perbedaan peran yang dilakukan oleh siswa laki-laki, Taruna AKMIL dengan siswa perempuan, Taruni AKMIL. Perbedaan peran ini lah yang disebut sebagai peran gender. Penelitian ini berupaya melihat bagimana pendidikan gender tersebut diberikan dan juga bagaimana proses penerimaan itu berjalan. Upaya apa saja yang dilakukan Taruni AKMIL saat mereka masuk ke dalam dunia militer. Serta melihat aspek-aspek yang mempengaruhi pengarusutamaan gender di lingkungan AKMIL. Dalam faktanya faktor aspirasi Taruni AKMIL dalam ukuran tertentu bisa dikatakan memuaskan. Di lapangan penulis menemukan adanya perubahan kebijakan yang direspons cepat oleh Akmil agar lebih responsif terhadap kebutuhan perempuan. Tetapi dari segi kontrol belum terlihat secara jelas bagaimana mereka mampu memiliki kontrol terhadap lingkukngan. Aspek manfaat juga belum sepenuhnya dapat dirasakan Rumusan Masalah 1. Mengapa Akademi Militer melahirkan Taruni AKMIL di lingkungan pendidikannya? 2. Apakah kebijakan tersebut sejalan dengan Pengarusutamaan Gender (PUG)? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini sebagai berikut : 8

9 1. Mengkaji kelahiran Taruni AKMIL sebagai upaya responsif gender di lingkungan TNI. Kelahiran Taruni AKMIL adalah upaya bagi AKMIL untuk merespons kebutuhan internal mereka sekaligus membuka peluang bagi perempuan untuk berkarir di militer. Perkembangan ini selaras dengan wacana gender di aras internasional yang menyeimbangan wacana gender dengan dunia militer. 2. Mengembangkan wacana pengarusutamaan gender di lingkungan militer khususnya di Akademi Militer Magelang. Kelahiran Taruni AKMIL, dengan segala kekurangannya, adalah hal penting. Tentu saja kekurangankekurangan itu harus dilengkapi agar standar PUG benar-benar bisa direalisasikan Manfaat Penelitian Manfaat bagi peneliti : a. Adanya penelitian ini digunakan sebagai salah satu tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial. b. Penelitian ini memberikan ilmu baru dan pengetahuan baru bagi peneliti ketika sedang melakukan penelitian yang mungkin tidak didapatkan ketika di bangku kuliah Manfaat bagi pembaca : a. Adanya penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan baru bagi pembaca baik secara isi maupun sistematis penelitiannya. b. Adanya penelitian ini memberikan pengetahuan baru dalam wacana gender di lingkungan militer khususnya di Akademi Militer Magelang. 9

10 1.5 Kerangka Teori Tinjauan Pengarusutamaan Gender (gender mainstreaming) Analisis gender dalam diskursus ilmu sosial berfungsi untuk melengkapi teori-teori sosial yang dinilai telah meninggalkan perdebatan gender. Teori-teori konflik seperti Karl Marx yang mendarahdaging dianggap kurang lengkap jika tak memasukkan unsur gender di dalamnya. Persoalan-persoalan yang membentang di antara hubungan laki-laki dan perempuan selama ini menggugah kesadaran para ilmuan sosial. Mereka menaruh minat pada kajian gender dengan menempatkan gagasan-gagasan tentang keadilan gender di tengah ilmu sosial. Mansour Fakih (2010) menjelaskan: Analisis gender dalam sejarah pemikiran manusia tentang ketidakadilan sosial dianggap suatu analisis baru, dan mendapatkan sambutan akhir-akhir ini. Dibanding dengan analisis sosial lainnya, sesungguhnya analisis gender tidak kalah mendasar. Analisis gender justeru ikut mempertajam analisis kritis yang sudah ada. Dengan sendirinya analisis gender memiliki tempat khusus di dunia sosial karena sangat dibutuhkan, alih-alih sekedar pelengkap. Sepanjang persoalanpersoalan gender di masyarakat tetap mengemuka analisis ini masih tetap dipakai untuk melihat fenomena tersebut dan memecahkan persoalan. Analisis gender menjadi bahan penting untuk mengusung bentuk-bentuk keadilan pada praktik sosial yakni ketika muncul pengarusutamaan gender (gender mainstreaming). Munculnya pengarusutamaan gender (selanjutnya disebut PUG) menjadi sandaran kuat pada perjalanan diskursus gender. Pengarusutamaan gender adalah ruang baru yang mereposisi hubungan perempuan dan laki-laki secara adil. Pada praktiknya PUG sudah menyebar luas ke berbagai sektor. Hampir tak ada yang lepas dari dorongan untuk mengarusutamakan 10

11 gender dalam kebijakan. PUG adalah bentuk komitmen bahwa dalam praktik sosial prinsip-prinsip keadilan harus tegak berdiri untuk menghilangkan perlakuan berdasarkan perbedaan alat genital. Laki-laki dan perempuan dalam peradaban dianggap sama: memiliki kesempatan. Dalam arti baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak yang sama di dunia pendidikan, ekonomi, budaya maupun gelanggang politik. Selama ini nampak persoalan gender di dalam kehidupan sosial masyarakat. Persoalan yang, pada awalnya, disebabkan alasan biologis yang melekat di antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dengan alat biologis yang melekat sejak lahir dinilai sebagai keterbatasan. Perbedaan genital membuat keruh peran-peran sosial di antara mereka sehingga muncul berbagai macam anggapan dan praktik yang merugikan. Ketidakadilan pada perempuan misalnya tampak pada kesempatan mengenyam pendidikan. Di sebagian masyarakat tidak terlalu penting untuk memasukkan anak perempuan ke sekolah. Sebab karir mereka akan berhenti menjadi ibu rumah tangga saja. Marginalisasi terhadap perempuan juga bisa dilihat dari nasib buruh perempuan di perusahaan-perusahaan. Posisi mereka sebagai penggerak roda perusahaan tidak lantas menjadikan mereka sejahtera. Dari sisi gaji sangat tidak layak padahal peran mereka sangat penting. Kekerasan terhadap perempuan di sektor keluarga juga kerap terjadi di mana ini mengindikasikan lemahnya posisi perempuan di publik. Masih banyak contoh lain yang tak disebutkan. Para feminis egalitis demikian Ratna Megawangi menyebut- berusaha menciptakan keadilan melalui jalan kesetaraan gender. Sistem sosial yang hierarkis 11

12 yang menindas perempuan harus dirubah agar tercapai posisi yang egaliter. Feminis liberal yang berangkat dari doktrin natural rights (hak asasi manusia) mengatakan bahwa setiap manusia memiliki hak hidup yang sama. Karena itu keadilan sudah seharusnya didistribuskan. John Stuart Mill (1869) mengajak perempuan untuk merebut sektor publik. Mill menyuruh wanita untuk juga menekan dan menghilangkan segala aspek yang ada kaitannya dengan pekerjaan domestik agar kebahagiaan tertinggi dapat dicapai (Megawangi, 1999, hal. 119). Gagasan-gagasan feminis liberal seperti Mill memang luar biasa. Sebab dalam praktiknya dapat memantik perubahan sosial dengan mengedepankan prinsip keadilan bagi perempuan. Mereka banyak mengkritik tentang praktik di sektor publik seperti sistem kerja maupun sektor keluarga. Dua sektor ini masih menggerus perempuan di posisi bawah. Bukti yang membuat posisi feminis liberal ini kuat adalah munculnya fenomena gugatan cerai yang boleh dilakukan oleh wanita. Selain itu ada pula konsep Equal Rights Amandement (ERA) yang masih dianut. Sementara itu feminisme sosialis melihat adanya kesamaan antara ekonomi kapitalis dengan praktik di dalam keluarga. Baik suami maupun isteri adalah representasi dari kelas sosial yang tertindas dan yang menindas. Suami dianalogikan sebagai pemilik sementara isteri adalah barang yang dimiliki sepenuhnya oleh suami. Mereka berdiri secara hierarkis dan hubungan ini hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Maka praktik penindasan dalam keluarga itu sama nilainya dengan kapitalisme. Feminis sosialis memperjuangkan perempuan melalui program masyarakat tanpa kelas. Segala sesuatu yang menghambat pembebasan ini atau yang membuat perempuan menjadi inferior harus 12

13 disingkirkan, bahkan batas agama dianggap perlu diterjang. Bahkan jika yang menghambat perempuan itu sendiri maka perlu untuk disadari. Ratna Megawangi (1999) menegaskan bahwa: Feminisme sosialis adalah gerakan untuk membebaskan para perempuan melalui perubahan struktur patriarkat. Perubahan struktur patriarkat bertujuan agar kesetaraan gender dapat terwujud. Menurut para feminis sosialis, perwujudan kesetaraan gender adalah salah satu syarat penting untuk terciptanya masyarakat tanpa kelas, egaliter, atau tanpa hierarki horizontal. Sasaran feminisme sosialis sebenarnya adalah perempuan sendiri, yang dianggapnya sebagai korban. Sebab menurut mereka perempuanlah yang bisa merubah sendiri dengan cara menumbuhkan kesadaran. Termasuk bagaimana mereka diharuskan mengilangkan feminine mode dan bersikap layaknya laki-laki. Kesadaran gender pada cara pandang di atas tentu saja menggugat praktik sosial sehari-hari di masyarakat yang sudah terbiasa dengan posisinya yang timpang. PUG memang mengandaikan adanya sensitif gender dalam cara pandang. Sensitif gender adalah semangat menghindari diskriminasi gender dan mendukung keadilan bagi laki-laki dan perempuan. PUG dengan sensitif gendernya membangun ruang baru yang egaliter. PUG mengarah pada dua sasaran. Pertama pada ketidakadilan yang diciptakan oleh budaya patriarki. Mereka dituntut untuk sensifit terhadap gender dan mengakui serta menerima perempuan dan laki-laki secara sejajar. Perempuan memiliki hak untuk diberdayakan sebagaimana laki-laki. Kedua, seruan untuk perempuan sendiri agar mereka dapat bersaing dengan laki-laki. Perempuan perlu untuk mengejar harapan, mengembangkan karir, dan meneguhkan semangat juang. Mereka juga perlu yakin bahwa setiap orang berhak atas kesempatan baik di dunia 13

14 kerja maupun pendidikan. Sementara berdasarkan aspek kelembagaan, sasaran PUG adalah negara, masyarakat, dan organisasi. Dengan demikian tujuan PUG adalah terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam konteks pembangunan nasional keberhasilan pembangunan tergantung pada peran aktif masyarakatnya yang meliputi laki-laki dan perempuan. Ketimpangan di antara keduanya tentu harus ditutup agar pembangunan bisa jalan secara optimal. Untuk melengkapi kerja PUG dibutuhkan model analisa. Dalam hal ini, dan yang sesuai dengan penelitian ini, adalah model analisa GAP (Gender Analysis Pathway). Model atau kerangka analisa gender GAP merupakan suatu alat analisa gender yang dapat digunakan untuk membantu perencanaan dan pelaksanaan dari kegiatan pengarusutamaan gender melalui perencanaan kebijakan, program, atau proyek dari kegiatan pembangunan. GAP merupakan piranti yang dirancang sejak semula bagi para perencana dalam melakukan keseluruhan proses perencanaan agar kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang dihasilkan menjadi responsif gender. Perencanaan ini berusaha menempatkan ulang perempuan dan laki-laki secara adil dengan mendistribusikan prinsip-prinsip keadilan. Di berbagai negara responsif gender sudah dipopulerkan. Walau bagaimanapun juga perempuan berhak untuk mendapatkan hak-haknya. Berbagai kebutuhan atau keinginan yang mendorong transformasi masyarakat, khususnya di bidang gender, dengan 14

15 mencanangkan kerja sama laki-laki dan perempuan perlu didorong. Dalam hubungannya dengan pemerintah perencanaan pembangunan yang responsif gender tentu merupakan suatu keharusan. Perencanaan yang responsif gender adalah perencanaan berdasarkan atas analisis secara sistematis terhadap data dan informasi yang terpilah menurut jenis kelamin, dengan mempertimbangkan isu-isu gender yang timbul sebagai hasil dari pengalaman, kebutuhan, aspirasi dan permasalahan yang dihadapi perempuan atau laki-laki dalam mengakses dan memanfaatkan intervensi kebijakan/program/kegiatan pembangunan. Selanjutnya melalui analisis gender, hasilnya diintegrasikan ke dalam keseluruhan proses penyusunan perencanaan itu, yaitu sejak memformulasikan tujuan (kebijakan atau program atau kegiatan) sampai dengan monitoring dan evaluasi serta menentukan indikator. Untuk mendukung responsif gender perlu ukuran-ukuran tertentu untuk mematok apakah pembangunan itu sudah responsif. Ukuran-ukuran itu berupa akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat. Empat point inilah yang menjadi acuan perencanaan pembangunan, yaitu : 1. Akses: adalah salah satu indikator bagaimana perencanaan pembangunan atau kebijakan harus responsif gender. Karena itu apakah perencanaan pembangunan yang dibuat telah mempertimbangkan untuk memberikan akses yang adil bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh sumber daya pembangunan? Inilah pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap pengambil keputusan. Contohnya bagaimana kesempatan pendidikan bagi anak perempuan yang selama ini masih menjadi masalah. Di masyarakat masih berkembang nilai-nilai yang menyudutkan perempuan. Imbasnya adalah mereka tidak diperbolehkan mengenyam sekolah dan lebih memilih untuk mengawinkan anaknya. 2. Partisipasi: partisipasi adalah instrumen penting untuk melihat tingkat partisipasi perempuan di dalam perencanaan pembangunan. Partisipasi itu 15

16 bisa berupa pengalaman, ide atau aspek lainnya yang mengakomodir kebutuhan perempuan. Sering kali perempuan jarang terwakili partisipasinya sehingga berbagai perencanaan pembangunan menyudutkan mereka. 3. Kontrol: yaitu bahwa lelaki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan kontrol atas pemanfaatan sumber daya-sumber daya tersebut. 4. Manfaat: yaitu bahwa lelaki dan perempuan harus sama-sama menikmati hasil-hasil pemanfaatan sumber daya-atau pembangunan-secara sama dan setara Metode Penelitian Jenis Penelitian Pada penelitian ini, metode yang dipakai menggunakan kualitatif dengan pendekatan deskriptif sebagai pisau analisis. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (Sugiyono, 2011, hal. 15). Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui ataupun sesuatu yang baru sedikit diketahui. Secara umum penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami (understanding) dunia makna yang disimbolkan dalam perilaku masyarakat menurut perspektif masyarakat itu sendiri (Suprayogo, 2001, hal. 1). Penelitian kualitatif merupakan salah satu metode untuk mendapatkan kebenaran dan 16

17 tergolong sebagai penelitian ilmiah yang dibangun atas dasar teori-teori yang berkembang dari penelitian dan terkontrol atas dasar empirik. Sedangkan pendekatan deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa saja yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan mengintepretasikan kondisi yang sekarang terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan yang ada (Mardalis, 1999, hal. 26). Penelitian deskriptif kualitatif dirancang untuk mrngumpulkan informasi mengenai keadaan nyata sekarang yang sementara berlangsung. Mely G. Tan dalam (Silalahi, 2010) mengatakan: Penelitian yang bersifat desktiptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini mungkin sudah ada hipotesis-hipotesis, mungkin belum, tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan. Pendekatan deskriptif yang dipakai dalam penelitian ini ditujukan untuk mengamati secara mendalam mengenai sebab-sebab Taruni AKMIL hadir di AKMIL. Di mana baru pada tahun 2013 Akademi Militer membolehkan perempuan untuk berpartisipasi ke dalam proses pendidikan di Akademi Militer. Hal ini yang menarik melihat berbagai macam latar belakang atas hadirnya Taruni AKMIL di Akademi Militer Pemilihan Informan Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Pada teknik ini dalam pengambilan informan sumber data menggunakan pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang dimaksudkan di sini adalah orang tersebut yang dianggap paling mengetahui mengenai apa yang peneliti harapkan, 17

18 atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2011, hal. 300). Informan dalam penelitian ini merupakan instansi terkait yaitu Akademi Militer. Informan yang dibutuhkan berjumlah 6 orang yang sebagian berperan dalam proses pembuat kebijakan bagi Akademi Militer, seperti pejabat Akademi Militer, pengajar Akademi Militer, pengasuh Taruni AKMIL dan sebagian lagi adalah Taruni AKMIL itu sendiri. Alasan pemilihan informan ini dikarenakan pembuat kebijakan tentunya mengerti alasan yang memperbolehkan perempuan menjadi siswa di Akademi Militer. Sehingga mereka dapat memberikan informasi yang tepat dalam penelitian ini Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari data yang langsung diambil melalaui kegiatan lapangan penelitian seperti wawancara mendalam (indept interview) dan observasi lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari pihak lain yang bukan merupakan informan utama untuk melengkapi data primer, memperkuat analisis, serta menarik kesimpulan. Data sekunder berupa studi literatur serta informasi dari internet. a) Wawancara mendalam ( Indept Interview ) Metode wawancara mendalam digunakan untuk wawancara langsung ke domain subyek penelitian. Wawancara dilakukan secara terstruktur, sehingga mendapatkan gambaran lengkap mengenai obyek yang akan diteliti. Peneliti menggunakan interview guide dalam proses wawancara agar memudahkan untuk menggali informasi yang diperlukan secara santai dan mengalir. Peneliti juga 18

19 mencoba memahami apa yang diungkapkan oleh informan secara cermat. Wawancara dilakukan dengan menggunakan prinsip triangulasi, dimana data yang diperoleh dari informan akan di crossceck kepada informan lain untuk memperoleh data yang valid. Persoalan yang dihadapi penulis dalam mewawancarai pejabat AKMIL tentu saja adalah kesulitan waktu karena harus menyesuaikan kesibukan mereka. Wawancara terhadap Taruni AKMIL juga sedikit menemui kendala karena jadual yang padat. Tetapi dengan kesabaran dan ketekunan semua persoalan ini dapat diatasi. b) Dokumentasi lapangan Keadaan dan setting dari lokasi Akademi Militer Magelang serta kegiatan pendidikan khususnya pada kegiatan lapangan didokumentasikan agar didapatkan data sekunder sebagai penguat data primer. Dokumentasi dilakukan pada saat observasi dan proses pengumpulan data dengan cara mendokumentasikan kejadian atau gambar yang dapat digunakan sebagai instrumen atau suplemen untuk memperkuat analisis data informan. c) Observasi Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan dengan sistemtik fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi, 1984, hal. 136). Digunakan sebagai langkah awal dan pendalaman untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian sebagai penguat data primer. Observasi dilakukan dengan datang langsung ke lokasi melihat kegiatan Taruni AKMIL Akademi Militer serta proses pengajaran yang diberikan untuk mereka khususnya pada kegiatan lapangan. Pencarian infomasi melalui studi pustaka yang bersifat literatur seperti buku, jurnal, e-book, surat kabar, serta 19

20 berbagai situs di internet pun dilakukan guna melihat profil secara umum Akademi Militer Magelang serta bagaimana pengarusutamaan gender di Akademi Militer guna memperkuat data primer. Sebelum penelitian ini berlangsung penulis terlebih dulu melakukan observasi ke AKMIL. Dari situ dapat diketahui secara sederhana potret Taruni AKMIL. Juga aktivitas dan kegiatan yang ada. Selain itu penulis juga melakukan penelusuran literatur khususnya melalui internet tentang Taruni AKMIL. Tidak banyak data tentang hal ini. Hal ini dapat dimaklumi karena sampai sekarang keberadaan Taruni AKMIL berada pada fase percobaan. Tetapi beberapa data yang penulis himpun cukup membantu peneliti Analisis data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajarim dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Peneliti menemukan kendala pada wawancara. Misalnya pada hari tertentu penulis mewawancarai tentang kehidupan Taruni tetapi setelah dikaji hasil wawancara itu kurang memenuhi kebutuhan peneliti. Ini yang mengharuskan penulis melakukan wawancara ulang demi terpenuhinya data yang diinginkan. a) Reduksi Data 20

21 Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tiak perlu. Data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2011, hal. 334). b) Penyajian Data Penyajian data adalah proses dimana suatu data dibentuk sedemikian rupa berupa rangkaian penelitian secara diskriptif dengan tujuan agar mempermudah pembaca dalam memahami penelitian ini (Sugiyono, 2011, hal. 334). c) Penarikan Kesimpulan (Sugiyono, 2011, hal. 345) menyebutkan pada proses penarikan kesimpulan ini bersifat awal atau bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. 21

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga banyak perusahaan go publik yang ikut berperan dalam peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia dewasa ini dan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap profesi auditor mampu membawa perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam 10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Norma dan nilai gender dalam masyarakat merujuk pada gagasan-gagasan tentang bagaimana seharusnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

KEHIDUPAN PEREMPUAN PEDAGANG PADA MALAM HARI DI PASAR TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF GENDER (STUDI KASUS DI PASAR LEGI KOTA SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI

KEHIDUPAN PEREMPUAN PEDAGANG PADA MALAM HARI DI PASAR TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF GENDER (STUDI KASUS DI PASAR LEGI KOTA SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI KEHIDUPAN PEREMPUAN PEDAGANG PADA MALAM HARI DI PASAR TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF GENDER (STUDI KASUS DI PASAR LEGI KOTA SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER 1. Tentang Lahirnya PUG Pengarusutamaan Gender PUG secara formal diadopsi dalam Beijing Flatform For Action BPFA tahun yang menyatakan bahwa pemerintah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. gagasan anti poligami (Lucia Juningsih, 2012: 2-3). keterbelakangan dan tuntutan budaya. BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori 1. Gagasan Emansipasi Kartini Tiga gagasan yang diperjuangkan Kartini yaitu emansipasi dalam bidang pendidikan, gagasan kesamaan hak atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Laki-laki dan perempuan memang berbeda, tetapi bukan berarti perbedaan itu diperuntukkan untuk saling menindas, selain dari jenis kelamin, laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika dahulu dunia pekerjaan hanya didominasi oleh kaum laki-laki, sekarang fenomena tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK (Studi Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di DPC PKB Kota Tasikmalaya. 2. Sasaran Penelitian Sasaran penelitian ini adalah Ketua dan Pengurus DPC PKB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan terhadap sesama manusia telah memiliki sumber atau alasan yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi gender. Salah satu sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan; PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI GENDER MENGENAI PANDANGAN PARA PEREMPUAN DESA TERHADAP PENDIDIKAN

BAB II TINJAUAN TEORI GENDER MENGENAI PANDANGAN PARA PEREMPUAN DESA TERHADAP PENDIDIKAN BAB II TINJAUAN TEORI GENDER MENGENAI PANDANGAN PARA PEREMPUAN DESA TERHADAP PENDIDIKAN A. Gender dan Kajian tentang Perempuan Istilah gender pada awalnya dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu sosial

Lebih terperinci

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial RI Sebagaimana telah kita ketahui bersama Bahwa Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional / RPJMN 2005 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya jaman dan arus globalisasi membuat tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya jaman dan arus globalisasi membuat tidak sedikit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya jaman dan arus globalisasi membuat tidak sedikit perempuan yang berkesempatan berkarir di luar rumah dan menduduki posisiposisi penting di perusahaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin banyak wanita yang bekerja di sektor formal. Ada yang sekedar untuk

BAB I PENDAHULUAN. makin banyak wanita yang bekerja di sektor formal. Ada yang sekedar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, sebagaimana juga yang terjadi di seluruh penjuru dunia, makin banyak wanita yang bekerja di sektor formal. Ada yang sekedar untuk menyambung nafkah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbincang tentang persoalan pendidikan memang tidak ada habisnya. Semakin dibicarakan dan didialektikakan semakin tidak menemukan ujungnya. Bukan karena pendidikan

Lebih terperinci

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi ini, yang berjudul Peranan Alice Paul Dalam MemperolehHak Suara Bagi Wanita Di Amerika Serikat. Kesimpulan ini merujuk pada jawaban

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

KONSEP DAN ANALISIS JENDER. Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd

KONSEP DAN ANALISIS JENDER. Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd KONSEP DAN ANALISIS JENDER Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd Pengantar Dalam banyak budaya tradisional, perempuan ditempatkan pada posisi yang dilirik setelah kelompok laki-laki. Fungsi dan peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. bahwa dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang BAB IV KESIMPULAN Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang terjadi pada abad pertengahan, sampai saat ini masih menyisakan citra negatif yang melekat pada perempuan. Sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN A. Persamaan antara Pemikiran Riffat Hassan dan Mansour Fakih tentang Kesetaraan Jender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN SALINAN Menimbang BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian

BAB 6 PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian BAB 6 PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas dan menjelaskan hasil dan analisis pengujian terhadap hipotesis yang telah diajukan. Penjelasan secara diskripsi tentang hasil pnelitian ini menekankan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam mendukung pembangunan nasional, sehingga aspek yang penting diperhatikan untuk memberdayakan manusia menuju

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi yang penuh dengan persaingan, peran seseorang tidak lagi banyak mengacu kepada norma-norma kebiasaan yang lebih banyak mempertimbangkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kantor Pemberdayaan Perempuan Kabupaten mempunyai peranan dan fungsi penting serta strategis dalam rangka melayani masyarakat Kabupaten Badung di bidang Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nasional telah memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu dalam penerimaan siswa,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, media massa sudah menjadi kebutuhan penting bagi khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media massa adalah perpanjangan alat indra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi

Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi Oleh; Agoes Moh. Moefad (NPM : 170130087012) Hamzah Turmudi (NPM : 170130087004) Zaenal Mukarom (NPM : 170230087001) Feminisme merupakan suatu gerakan emansipasi

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA DEPOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA DEPOK, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penyesuaian diri remaja panti asuhan. Menurut Sugiyono (2012:1) metode

BAB III METODE PENELITIAN. penyesuaian diri remaja panti asuhan. Menurut Sugiyono (2012:1) metode BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian kualitatif dengan maksud untuk memahami dan menggali lebih dalam mengenai fenomena penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini banyak terjadi pergeseran peran atau kedudukan antara lakilaki dan perempuan dalam masyarakat, sebagai contoh perempuan tidak lagi semata-mata

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Magelang. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena di Dusun

BAB III METODE PENELITIAN. Magelang. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena di Dusun 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Industri Batu Bata Dusun Somoketro III, Desa Somoketro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Alasan peneliti memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER. SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009

ANALISIS GENDER. SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009 ANALISIS GENDER SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009 Analisa Gender Adalah proses yang dibangun secara sistematis untuk mengidentifikasi dan memahami: pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman kebutuhan kelompok dan individu masyarakat, tak terkecuali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam good governance menjamin berlangsungnya proses pembangunan yang partisipatoris dan berkesetaraan gender. Menurut

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci