BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dismenore Primer Nyeri haid adalah keluhan ginekologis yang sering terjadi pada wanita. Nyeri saat haid menyebabkan ketidaknyamanan dalam aktifitas fisik sehari-hari. Keluhan ini berhubungan dengan ketidakhadiran berulang di sekolah ataupun di tempat kerja, sehingga dapat mengganggu produktivitas. Empat puluh hingga tujuh puluh persen wanita pada masa reproduksi mengalami nyeri haid dan sebesar 10 persen mengalaminya hingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Sekitar 70-90% kasus nyeri haid terjadi saat usia remaja dan remaja yang mengalami nyeri haid akan terpengaruh aktifitas akademisnya, sosial, dan olahraga. Di Amerika Serikat, nyeri haid dilaporkan sebagai penyebab utama ketidakhadiran berulang pada siswa wanita di sekolah, sedangkan di Indonesia belum ada angka yang pasti untuk kejadian nyeri haid. 7,8,9,10,11 Nyeri haid dapat dibagi menjadi 2 yaitu nyeri haid primer dan nyeri haid sekunder. Nyeri haid primer didefinisikan sebagai nyeri kram yang berulang yang terjadi saat menstruasi tanpa ada kelainan patologik pada pelvis. Nyeri haid sekunder adalah nyeri saat haid yang didasari oleh adanya kelainan patologik pada pelvis, contohnya endometriosis. Nyeri haid primer mulai saat usia remaja, saat dimana siklus ovulasi mulai teratur. Penyebab nyeri haid primer sampai saat ini masih belum jelas, tetapi beberapa teori menyebutkan bahwa kontraksi miometrium akan menyebabkan iskemia pada uterus sehingga menyebabkan rasa nyeri. Kontraksi miometrium tersebut disebabkan oleh sintesis prostaglandin. Prostaglandin disebut dapat mengurangi atau menghambat sementara suplai darah ke uterus yang menyebabkan uterus mengalami kekurangan oksigen sehingga menyebabkan kontraksi miometrium dan terasa nyeri. 5,8,9,10,11 Gejala dari nyeri haid primer berupa rasa nyeri di perut bagian bawah, menjalar ke daerah pinggang dan paha. Kadang-kadang disertai mual, muntah, diare, sakit kepala dan emosi yang labil. Nyeri timbul sebelum haid dan berangsur hilang setelah darah haid keluar. Penanganan awal pada penderita nyeri haid

2 pimer adalah dengan memberikan obat-obatan penghilang rasa nyeri dan sebesar 80% penderita mengalami penurunan rasa nyeri haid setelah minum obat penghambat prostaglandin. Obat-obatan anti inflamasi golongan non-steroid seperti ibuprofen, naproksen, asam mefenamat dan aspirin banyak digunakan sebagai terapi awal untuk nyeri haid. Tetapi obat-obatan tersebut memiliki efek samping gangguan gastrointestinal seperti nausea, dispepsia dan muntahmuntah. 5,8,9,10,11 Nyeri haid dalam istilah medis dinamai dismenore sebenarnya merupakan suatu kondisi yang umum dialami oleh wanita yang sudah mendapatkan menstruasi. Sesungguhnya saat menstruasi, di dalam tubuh setiap wanita terjadi peningkatan kadar Prostaglandin (suatu zat yang berkaitan dengan proses inflamasi pada tubuh manusia). 4,5,6,7,8 Dismenore adalah nyeri selama menstruasi yang disebabkan kejang otot uterus. Menstruasi yang sangat menyakitkan, terutama terjadi pada perut bagian bawah dan punggung serta biasanya terasa seperti kram, dikenal sebagai dismenore. 8,12,13 Walaupun frekuensi dismenore cukup tinggi dan penyakit ini sudah lama dikenal, namun sampai sekarang patogenesisnya belum dapat dipecahkan dengan memuaskan. 14,15 Adapun dismenore dibagi atas: 5,6,8,16,17 1. Dismenore Primer (esensial, intrinsik, idiopatik), Tidak terdapat hubungan dengan kelainan ginekologi. 2. Dismenore Sekunder (ekstrinsik, yang diperoleh/acquired), Disebabkan oleh kelainan ginekologi (PID, endometriosis, adenomiosis dan lain-lain). Secara umum, nyeri haid timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan satu gejala atau lebih, mulai dari nyeri yang ringan sampai berat di perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik di sisi medial paha. 18,19,20,21 Selama menstruasi, sel-sel endometrium yang terkelupas (sloughing endometrial cells) melepaskan prostaglandin, yang menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi miometrium dan vasokonstriksi. Peningkatan kadar prostaglandin

3 telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita dengan dismenore berat (severe dysmenorrhea). Kadar ini memang meningkat terutama selama dua hari pertama menstruasi. 4,5,6,7,18,19,20,21 Dismenore primer didefinisikan sebagai rasa sakit berupa kram mentruasi tanpa ada bukti patologis. Bila kita merujuk dari persentase nyeri selama menstruasi maka persentasenya adalah 5 10% dari remaja akhir atau usia 20 tahun yang menderita dismenore primer dalam waktu singkat setiap bulannya. Nyerinya bisa rendah, menengah, berturut-turut, kram pelviks, dan nyerinya menjalar ke belakang atau sebelah dalam paha. Kram dapat terjadi dalam satu atau beberapa hari disertai mual, diare, sakit kepala dan kemerahan pada wajah. Uterus mengalami vasokontriksi, anoreksia kontraksi terus menerus karena prostaglandin PGF2 dan PGF2α. Pada sebagian wanita dengan dismenore primer, terjadi peningkatan sekresi endometrial dari menstruasi dari prostaglandin F2 (PGF2) selama fase menstruasi. Pelepasan prostaglandin ke cairan menstruasi tejadi secara berkesinambungan ataupun tidak berkesinambungan sehingga jumlah cairan menstruasi ataupun prostaglandin bervariasi. Intensitas kram dan gejala dismenore sebanding dengan jumlah dilepaskannya PGF2. 9,10,18,19,21,22,23 Radikal bebas oksigen dan terbentuknya dismenorea primer sangat berkaitan dengan kontraksi arteri dari otot polos uterus ketika uterus terkompresi, iskemik otot sehingga menghasilkan lebih banyak radikal bebas oksigen mencari klorin superoxid dismutase. 6,7,8,22 Dismenorea primer hampir selalu terjadi saat siklus ovulasi (ovulatory cycles) dan biasanya muncul dalam 6-12 bulan setelah menarche (haid pertama). Pada dismenorea primer klasik, nyeri dimulai bersamaan dengan onset haid (atau hanya sesaat sebelum haid) dan bertahan/menetap selama 1-2 hari. Nyeri dideskripsikan sebagai spasmodik pada perut bagian bawah yang menyebar ke bagian belakang (punggung) atau anterior dan/atau medial paha. 7,8,10,24,25

4 Faktor resiko dismenore primer: 8,12,14,24 Obesitas Merokok Konsumsi alkohol Gaya hidup yang buruk 2.2. Patofisiologi Nyeri Haid Primer Nyeri haid adalah nyeri saat haid yang sedemikian beratnya sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidup sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari. Nyeri haid primer disebut sebagai nyeri haid sejati, intrinsik, esensial, fungsional, timbul sejak menarche, biasanya pada bulan-bulan atau tahun-tahun pertama haid. Terjadi pada usia antara 15 sampai 25 tahun dan kemudian hilang pada usia akhir 20-an atau awal 30-an dan tidak dijumpai kelainan alat kandungan. Nyeri haid sekunder, dimulai pada usia dewasa, menyerang wanita yang semula bebas dari nyeri haid. Disebabkan oleh adanya kelainan alat-alat kandungan, misalnya endometriosis, peradangan di daerah panggul, tumor kandungan dan sebagainya. 9,10,11,21 Etiologi nyeri haid primer belum jelas tetapi umumnya berhubungan dengan siklus ovulatorik. Beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya nyeri haid primer, yaitu : A. Prostaglandin Prostaglandin adalah komponen mirip hormon yang berfungsi sebagai mediator dari berbagai respon fisiologis seperti inflamasi, kontraksi otot, dilatasi pembuluh darah, dan agregasi platelet. Prostaglandin terbentuk dari asam lemak tak jenuh yang disintesis oleh seluruh sel yang ada dalam tubuh. Setelah ovulasi terjadi penumpukan asam lemak pada bagian fosfolipid dalam sel membran. Tingginya asupan asam lemak omega 6 pada diet menyebabkan meningkatnya kadar asam lemak omega 6 pada bagian fosfolipid dinding sel. Pada saat kadar progesteron menurun sebelum haid, asam lemak omega 6 tersebut yaitu asam arakhidonat dilepaskan dan mengalami reaksi berantai menjadi prostaglandin dan

5 leukotrien, yang diawali di uterus. Prostaglandin dan leukotrien menyebabkan respon inflamasi, yang akan menimbulkan spasme otot uterus dan keluhan sistemik seperti mual, muntah, perut kembung dan sakit kepala. PGF2α merupakan hasil metabolisme dari asam arakhidonat oleh enzim siklooksigenase, menyebabkan vasokontriksi dan kontraksi dari miometrium, yang menyebabkan iskemik dan rasa nyeri. 9,10,11,21 Sebuah studi menunjukkan berbagai variasi kadar prostaglandin pada saluran reproduksi wanita mempengaruhi regresi korpus luteum dan peluruhan endometrium. prostaglandin juga mempengaruhi efek LH saat ovulasi. 9,10,11,21 Ditemukan ada hubungan antara keluhan nyeri haid dan produksi prostaglandin serta adanya substansi dalam darah menstruasi yang menstimulasi kontraksi otot polos uterus. Substansi tersebut mengandung PGF2α dan PGE2, dimana rasio PGF2α /PGE2 lebih tinggi dalam endometrium dan darah menstruasi wanita yang mengalami nyeri haid primer. PGF2α dan PGE2 memiliki efek vaskuler yang berlawanan, yang menyebabkan vasokontriksi dan vasodilatasi. Pemberian PGF2α merangsang kontraksi uterus selama seluruh fase siklus haid, sedangkan PGE2 menghambat kontraktilitas miometrium selama haid dan merangsangnya saat fase proliferatif dan fase luteal. 9,10,11,21 Wanita dengan nyeri haid menunjukkan peningkatan konsentrasi PGF2α dan metabolitnya dalam darah menstruasi dan sirkulasi perifer. Hal ini semakin memperkuat hipotesis bahwa nyeri haid berhubungan dengan hipertonisitas dari miometrium yang disertai dengan iskemi uteri yang disebabkan pelepasan lokal prostaglandin. 9,10,11,21,26 Lepasnya prostaglandin dari uterus ke sirkulasi sistemik mengakibatkan efek sistemik seperti gangguan gastrointestinal, lesu, pusing dan sakit kepala. Teori tersebut didukung oleh beberapa penemuan yaitu : - Tingginya kadar prostaglandin terutama PGF2α selama fase sekresi dibandingkan fase proliferasi pada siklus menstruasi. - Tingginya kadar prostaglandin dan rasio PGF2α / PGE2 yang ditemukan dalam endometrium dan darah menstruasi wanita dengan nyeri haid.

6 - Pemberian prostaglandin menimbulkan keluhan yang sama dengan nyeri haid. - Pemberian penghambat prostaglandin dapat mengurangi keluhan nyeri haid. 21 Sejak ovulasi dianggap mengawali kejadian nyeri haid primer, hormonhormon ovarium dianggap terlibat dalam produksi prostaglandin dalam jumlah besar. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa aksi prostaglandin dalam uterus tergantung pada kadar hormon progesteron, dimana tingginya kadar progesteron menyebabkan uterus resisten terhadap stimulasi prostaglandin dan saat awal menstruasi kadar progesteron yang rendah menyebabkan uterus tidak resisten terhadap kadar prostaglandin sehingga menyebabkan nyeri haid. 9,10,11,21,26 Salah satu produk sampingan metabolisme dari prostaglandin adalah malondialdehid yang juga disangkakan mengalami peningkatan kadarnya dalam kejadian dismenore primer. 9,10,11,21,26 B. Hormon steroid seks Nyeri haid primer hanya terjadi pada siklus ovulatorik. Nyeri haid hanya timbul bila uterus berada dibawah pengaruh progesteron. Sedangkan sintesis prostaglandin berhubungan dengan fungsi ovarium. Kadar progesteron yang rendah akan menyebabkan terbentuknya prostaglandin dalam jumlah yang banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus luteum menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase A2 yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis prostaglandin melalui perubahan fosfolipid menjadi asam arakhidonat. Kadar estradiol wanita yang menderita dismenore lebih tinggi dibandingkan wanita normal. Peningkatan kadar estradiol dalam darah vena uterina dan vena ovarika disertai juga dengan peningkatan kadar PGF2α yang tinggi dalam endometrium. 9,10,11,21

7 C. Sistem saraf Uterus dipersarafi oleh sistem saraf otonom ( SSO ) yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Nyeri haid ditimbulkan oleh ketidakseimbangan pengendalian SSO terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatik sehingga serabutserabut sirkuler pada ismus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik. 9,10,11,21 D. Psikis Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat, khususnya talamus dan korteks. Derajat penderitaan yang dialami akibat rangsang nyeri tergantung pada latar belakang pendidikan penderita. Pada nyeri haid, faktor pendidikan dan faktor psikis sangat berpengaruh, nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan psikis penderita. Seringkali nyeri haid hilang segera setelah perkawinan dan melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut (perkawinan dan melahirkan ) membawa perubahan fisiologik pada genitalia maupun perubahan psikik. 9,10,11, Pengaruh Radikal Bebas terhadap Lipid Radikal bebas bersifat sangat reaktif, dapat menimbulkan perubahan kimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup seperti protein, gugus tiol nonprotein, lipid, karbohidrat, nukleotida terhadap protein, radikal bebas dapat menyebabkan fragmentasi dan cross-linking, sehingga mempercepat terjadinya proteolisis. Pengaruh radikal bebas pada gugus tiol enzim akan menyebabkan antara lain perubahan dalam aktifitas enzim tersebut. Terhadap lipid menyebabkan reaksi peroksidasi yang akan mencetuskan proses auto-katalitik yang akan menjalar sampai jauh dari tempat asal reaksi semula. Terhadap nukleotida radikal bebas akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur (DNA atau RNA) yang menyebabkan terjadinya mutasi atau sitotoksisitas. Kerusakan sel oleh radikal bebas reaktif didahului oleh kerusakan membran sel. 9,10,11,12,25 Adapun terjadi rangkaian proses tersebut meliputi reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk PUFA.

8 Hasil peroksidasi lipid membran oleh radikal bebas berefek langsung terhadap kerusakan membran sel, antara lain dengan mengubah fluiditas, cross-linking, struktur dan fungsi membran dalam keadaan yang lebih ekstrim akhirnya akan menyebabkan kerusakan sel. Efek biologi dari peroksidasi lipid membran bergantung antara lain pada populasi sel yang bersangkutan dan profil asam lemak pada membran fosfolipid. Contoh, membran mitokondria dan mikrosom sensitif terhadap peroksidasi lipid karena kandungan PUFA pada fosfolipid membran cukup tinggi. Umumnya semua membran peka terhadap reaksi peroksidasi lipid dalam derajat yang berbeda-beda. Kerusakan struktur sub-seluler secara langsung mempengaruhi pengaturan metabolisme. Sebagai contoh adalah: disrupsi membran lisosom menyebabkan pelepasan enzim-enzim hidrolitik lisosom yang selanjutnya mampu memperantarai kerusakan intraseluler, dan memperkuat kemampuan radikal bebas dalam menginduksi kerusakan sel. 9,10,11,22,27 Dalam keadaan normal tubuh kita memiliki mekanisme pertahanan terhadap pengrusakan oleh radikal bebas yang beragam, efisien dan tersebar di berbagai tempat dalam sel. Menurut konsep radikal bebas, kerusakan sel akibat molekul radikal baru dapat terjadi bila kemampuan mekanisme pertahanan tubuh sudah dilampaui atau menurun. 9,10,24,28,29 Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki sebuah elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya ( unpaired electron ). Zat ini sangat reaktif dan struktur yang demikian membuat radikal bebas cenderung mengambil atau mengekstraksi satu elektron dari molekul lain didekatnya untuk melengkapi dan selanjutnya mencetuskan reaksi berantai yang dapat mengakibatkan cedera sel. 27,28,30 Oksidan adalah senyawa penerima elektron ( electron acceptor ), yaitu senyawa yang dapat menarik elektron. Sering dibaurkan pengertian antara radikal bebas dan oksidan, karena keduanya memiliki sifat-sifat yang sama yaitu kecenderungan untuk menarik elektron ( penerima elektron ). Aktifitas keduanya menghasilkan akibat yang sama walaupun prosesnya berbeda, oleh karena itu radikal bebas digolongkan dalam oksidan, namun tidak setiap oksidan adalah radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan oksidan yang

9 bukan radikal bebas, dikarenakan sifat radikal bebas memiliki reaktifitas tinggi dan kecenderungan membentuk radikal yang baru sehingga terjadi reaksi rantai ( chain reaction ) dan akan berhenti apabila dapat diredam 9 quenched oleh antioksidan. 31,32 Selama proses metabolisme dalam eritrosit maupun sel tubuh lainnya dihasilkan berbagai oksidan kuat. Metabolit oksigen utama yang dihasilkan melalui reduksi satu elektron adalah Species Oxygen Reactive ( SOR ) yang terdiri dari Superoksida, radikal bebas hidroksil, hidrogen peroksida serta radikal peroksil. SOR terus menerus dibentuk dalam jumlah besar di dalam sel melalui jalur metabolik tubuh yang merupakan proses biologis normal karena berbagai rangsangan, misalnya radiasi, tekanan parsial oksigen ( po2 ) tinggi, paparan zatzat kimia tertentu, infeksi maupun inflamasi. Semua SOR merupakan oksidan kuat dengan derajat berbeda-beda. Radikal hidroksil merupakan molekul yang paling reaktif dan dapat merubah struktur serta menimbulkan kerusakan jaringan, Anti oksidan merupakan senyawa pemberi elektron untuk meredam dampak negatif dari SOR. Alam menyediakan senyawa-senyawa anti oksidan yang merupakan senyawa pemberi elektron termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat logam. 31,32 Strategi yang digunakan anti oksidan dalam meredam oksidan adalah strategi 2 tahap, yaitu : 1. Mencegah terhimpunnya senyawa-senyawa oksidan secara berlebihan 2. Mencegah reaksi rantai lanjut. 31,32 Stress oksidatif akan terjadi apabila SOR yang dihasilkan lebih besar dibanding yang dapat diredam oleh mekanisme pertahanan sel. Apabila senyawa-senyawa tersebut tidak diredam, maka oksigen akan berbalik menjadi racun bagi tubuh. Anti oksidan merupakan senyawa pemberi elektron untuk meredam dampak negatif SOR. 31,32

10 2.4. Proses Peroksidasi Lipid dan Malondialdehid (MDA) Gambar 2.1. Kaskade pemecahan lipid melalui jalur siklooksigenase sehingga menghasilkan PGF2α yang berperan sebagai mediator nyeri 6 Proses patofisiologi yang melibatkan pembentukan radikal bebas menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan, dan hal ini banyak dipelajari terutama pada penyakit degeneratif dan terjadinya proses inflamasi. Salah satu pengaruh radikal bebas adalah pada asam lemak tidak jenuh. Efek biologis dari proses peroksidasi lipid membran bergantung pada profil asam lemak tidak jenuh pada membran fosfolipid sel. Asam lemak tidak jenuh (PUFA) dapat mengalami proses peroksidasi menjadi peroksida lipid. PUFA pada manusia disintesis dari MUFA, melalui penambahan ikatan rangkap antara ikatan rangkap yang sudah ada (D 9 ) dan gugus karboksil yang menghasilkan asam lemak. 10,19,20,29

11 Gambar 2.2. Proses peroksidasi melalui jalur siklooksigenase arakidonat menjadi PGF2α dengan hasil sampingan Malondialdehid 11 Peroksidasi lipid adalah reaksi penyerangan radikal bebas terhadap asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA) yang mengandung sedikitnya tiga ikatan rangkap. Reaksi ini dapat terjadi secara alami di dalam tubuh yang diakibatkan oleh pembentukan radikal bebas secara endogen dari proses metabolisme di dalam tubuh. Peroksidasi lipid diinisiasi oleh radikal bebas seperti radikal anion superoksida, radikal hidroksil dan radikal peroksil. Radikal bebas secara

12 berkesinambungan dapat dibuat oleh tubuh kita. Setiap radikal bebas yang terbentuk oleh tubuh dapat memulai suatu reaksi berantai yang akan terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh radikal bebas lain dan oleh sistem antioksidan tubuh. Radikal bebas dapat menyerang hampir semua biomolekul termasuk membran lipid. 21,27,28 Gambar 2.3. Struktur Kimia malondialdehid 11 Asam lemak polyunsaturated teroksidase secara invivo oleh radikal bebas dan spesies reaktif lainnya. Produk lanjutan dari degradasi molekul lipid yang teroksidase itu menyebabkan pembentukan beberapa metabolit spesifik yang termasuk didalamnya adalah aldehid dengan panjang rantai yang bervariasi misalnya malondialdehid dan hexanal. MDA, sebuah produk peroksidase lipid yang larut air, separuhnya tereksresi lewat urin dibawah kondisi normal. 33 Malondialdehid adalah rincian produk peroksidasi asam lemak rantai panjang yang meningkat ketika terjadi proses peroksidasi lipid. Peroksida lipid selanjutnya mengalami dekomposisi menjadi MDA. Sehingga MDA yang merupakan produk akhir proses peroksidasi lipid dan yang paling sering digunakan untuk mengukur proses peroksidasi lipid. 8,29,30,34 Malondialdehid adalah suatu struktur solid, cukup stabil dalam kondisi netral, tetapi tidak dalam kondisi asam. Biasanya zat ini diproduksi dan dipakai dalam jumlah yang kecil untuk tujuan penelitian. Secara alamiah, malondialdehid dijumpai pada jaringan manusia dan hewan sebagai produk akhir dari peroksidase lemak. Zat ini juga merupakan produk sampingan dari biosintesis prostaglandin dan tromboksan. Malondialdehid ini dijumpai pada trombosit darah dan juga serum. 35

13 Beberapa penelitian telah melihat hubungan antara MDA sebagai salah satu indikator peroksidase lipid. Penelitian yang dilakukan oleh Flemming di Kanada, pada Tahun 1997 pada 213 individu, terbagi atas 107 pria dan 106 wanita dengan rentang umur tahun. Dari penelitian tersebut, tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan umur dengan kadar MDA. Pada kelompok sampel yang merupakan perokok berat didapati kadar MDA lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak merokok, demikian juga dengan kelompok yang mengkonsumsi alkohol. Hasil penelitian tersebut mendukung plasma MDA sebagai biomarker potensial terhadap suatu stress oksidatif. 36 Peninggian stress oksidatif telah mengimplikasi patogenesis dari banyak sekali penyakit. Sebagai konsekuensi dari stress oksidatif, protein, lemak dan DNA dapat mengalami kerusakan, dan menyebabkan perubahan struktural. Ketika membran fosfolipid mengalami peroksidase lipid, MDA dan produk turunan lainnya diproduksi. Selanjutnya akan terjadi modifikasi molekul endogen spesifik seperti sejumlah epitop yang akan melekat pada permukaan sel dan akhirnya mengalami apoptosis. MDA dan produk kondensasi lainnya merupakan marker yang cukup baik untuk stress oksidatif dan berhubungan dengan banyak keadaan misalnya atherosklerosis sampai degenerasi makula pada retina. 37 Sebuah penelitian yang dilakukan di Thailand oleh Chavalit di Tahun 2007 menunjukkan adanya hubungan peningkatan penanda stress oksidatif terhadap kejadian tumor kandung kemih, dimana didapati perbedaan yang bermakna dan peningkatan signifikan kadar MDA pada urin 48 pasien dengan kanker kandung kemih dibandingkan dengan 30 orang normal. Dari penelitian ini juga ditemukan korelasi yang bermakna antara kadar MDA urin tersebut dengan derajat keparahan kanker. 38 Selain itu, peningkatan MDA juga dijumpai pada keadaan gagal ginjal kronik yang mengalami keadaan stress oksidatif yang dieksaserbasi oleh hemodialisis. Dikatakan bahwa sel darah sebenarnya memiliki jalur proteksi yang lengkap terhadap kemungkinan trauma oksidatif, baik pada darah sendiri maupun pada sistem intravaskuler. Pada keadaan gagal ginjal kronik, dimana sel darah sangat

14 sedikit diproduksi, maka mekanisme pertahanan terhadap keadaan ini tidak terpenuhi. 33 Radikal bebas dan peroksidase lipid juga dianggap bertanggung jawab terhadap keadaan trauma serebro-vaskuler. Seperti penelitian yang dilakukan oleh pada 50 pasien dengan stroke dibandingkan dengan 25 kontrol didapatkan kenaikan dan perbedaan yang signifikan antara kadar MDA serum pada kelompok dengan gangguan serebrovaskuler dengan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa stress oksidatif juga merupakan suatu mekanisme yang terkait dengan kerusakan neuronal yang disebabkan oleh iskemia dan reperfusi mungkin oleh karena peroksidase lipid. 39 Walaupun stress oksidatif dicetuskan oleh suatu ketidakseimbangan antara produk oksidan dengan anti oksidan, sebuah penelitian membuktikan bahwa kenaikan kadar dari MDA hanya sedikit dipengaruhi oleh kadar antioksidan yang rendah. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lykkesfeldt di Denmark, Tahun 2004, dengan desain kohort pada sekelompok besar perokok dan non perokok dengan status antioksidan yang sama didapati kenaikan kadar plasma MDA pada kelompok perokok. 40,41 Beberapa penelitian telah menunjukkan peningkatan kadar MDA pada kejadian dismenore primer. Turhan, dkk di Turki pada Tahun 2012 mendapatkan peningkatan kadar MDA pada kelompok dismenore dibanding dengan kelompok kontrol yang ditelitinya. Rerata kadar MDA pada kelompok dismenore adalah sebesar 1,32 + 0,46 nmol/ml sedang pada kelompok kontrol didapati sebesar 0,91 + 0,26 nmol/ml. Dari penelitian ini tidak dijumpai korelasi antara tingkat keparahan dismenore dengan level marker stress oksidatif tersebut. 42 Hal senada juga dikemukakan oleh Rao, dkk di India pada tahun 2011 dimana pada penelitiannya didapati peningkatan kadar MDA pada kelompok dismenore primer dibanding pada kelompok kontrol yang diteliti, dimana rerata pada kelompok dismenore primer adalah sebesar 4,31 ± 0,48 nmol/ml dan 1,94 + 0,22 nmol/ml pada kelompok kontrol. 22

15 2.5. Pengukuran Radikal Bebas Radikal bebas memiliki waktu paruh yang sangat pendek sehingga sulit diukur dalam laboratorium. Kerusakan jaringan lipid akibat SOR dapat diperiksa dengan mengukur senyawa MDA yang merupakan produk peroksidase lipid. Produksi SOR secara tidak langsung dinilai dengan kadar peroksida lipid. 33 Pengukuran kadar MDA serum dapat dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut : 1. Tes thiobarbituric acid reactive substance ( TBARS ) Dasar pemeriksaan adalah reaksi spektrofotometrik sederhana, dimana satu molekul MDA akan terpecah menjadi 2 molekul 2-asam thiobarbiturat. Reaksi ini berjalan pada ph 2-3. TBA akan memberikan warna pink-chromogen yang dapat diperiksa secara spektrofotometrik. Tes TBA selain mengukur kadar MDA yang terbentuk karena proses peroksidase lipid juga mengukur produk aldehid lainnya termasuk produk non volatil yang terjadi akibat panas yang ditimbulkan pada saat pengukuran kadar MDA serum yang sebenarnya. Kadar MDA dapat diperiksa baik di plasma, jaringan maupun urin. 31,43 Beberapa metode pengukuran TBA adalah sebagai berikut : a. Pengukuran reaksi TBA a.1 Pengukuran reaksi TBA dengan metode kalorimetri Pengukuran reaksi TBA dengan metode kalorimetri dengan spektrofotometer merupakan kadar MDA yang paling sering dilakukan. Metode yang digunakan adalah metode Yagi. Metode ini mudah dilakukan akan tetapi bersifat tidak spesifik oleh karena mengukur produk aldehid lainnya. 31,43 a.2 Pengukuran reaksi TBA dengan metode fluorosensi Metode ini memiliki keunggulan dibanding metode kalorimetri oleh karena tidak terganggu oleh beberapa substansi produk reaksi TBA yang larut air. Pemeriksaan dilakukan dengan metode spektrofluorometri. 31,43 b. Pengukuran MDA-TBA dengan HPLC ( High Performance Liquid Chromatography )

16 Metode ini secara spesifik dapat mengukur kompleks MDA-TBA, sehingga pengukuran kadar MDA lebih akurat. Namun demikian metode ini membutuhkan kondisi asam dengan suhu tinggi sehingga tetap ada kemungkinan terbentuknya MDA yang bukan karena peroksidasi lipid. 31,43 2. Pengukuran kadar MDA serum bebas dengan metode HPLC Merupakan metode pengukuran kadar MDA serum yang paling sensitif dan spesifik. MDA bukan produk yang spesifik dari proses peroksidase lipid sehingga dapat menimbulkan positif palsu yang berakibat nilai duga positif yang rendah, dan telah dilaporkan dapat meningkatkan spesifisitas pada pemeriksaan kadar MDA serum. 31, Persepsi nyeri Nyeri adalah sensasi penting bagi tubuh. Sensasi penglihatan, pendengaran, bau, rasa, sentuhan dan nyeri merupakan hasil stimulasi reseptor sensorik. Provokasi saraf-saraf sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distress, atau menderita. 44 Kontrol nyeri tetap merupakan problem signifikan pada pelayanan kesehatan diseluruh dunia. Masalah-masalah yang berkaitan dengan profesional kesehatan, pasien dan sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan diketahui sebagai salah satu penghambat dalam penatalaksanaan nyeri yang tepat. Teknik pemeriksaan/penilaian oleh para profesional kesehatan dan keengganan pasien untuk melaporkan nyeri merupakan dua masalah utama. 44 Informasi yang subjektif, spesifik oleh pasien ( atau informasi yang dilaporkan sendiri ) merupakan cara utama pada evaluasi nyeri. Namun, informasi laporan sendiri ( self-reported ) ini dipengaruhi oleh usia, status kognitif, disabilitas fisik, penggunaan obat pasien dan harapan pasien dan profesional kesehatan terhadap terapi. 44

17 2.7. Cara Penilaian Nyeri Informasi laporan sendiri juga dapat diperoleh dengan menggunakan berbagai cara penilaian nyeri. Perlu diingat, bahwa kedalaman dan kompleksitas cara-cara untuk penilaian nyeri ini bervariasi. Idealnya, caracara untuk penilaian ini mudah digunakan, mudah dimengerti oleh pasien, dan valid, sensitif dan dapat dipercaya. Tindakan untuk menentukan lokasi fisik dan tingkat keparahan nyeri adalah yang paling sering dilakukan. Pada beberapa kasus, 5 dimensi tambahan yang berkaitan dengan informasi diperlukan untuk mengetahui tingkat nyeri pasien dan efeknya terhadap kehidupan pasien : 1. Ketidakmampuan fisik yang disebabkan oleh nyeri, misalnya perubahan aktivitas kehidupan sehari-hari atau kemampuan merawat diri sendiri. 2. Aspek perilaku kognitif nyeri, misalnya jumlah obat yang diperlukan, jumlah kunjungan ke dokter, penilaian perilaku non verbal, dan identifikasi gejala neurotik. 3. Respon emosional nyeri, misalnya depresi dan keganasan, yang dapat menurunkan ambang nyeri dan membuat pasien melaporkan tingkat nyeri yang lebih tinggi. 4. Akibat ekonomi nyeri, misalnya kemampuan bekerja untuk membayar pengobatan nyeri. 5. Informasi sosial budaya yang berkaitan dengan masalah litigasi, kemandirian pasien, kualitas hidup, dinamika keluarga dan tujuantujuan pasien. 44 Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri dengan menggunakan cara dimensi tunggal atau multidimensi. 44 Skala Analog Visual ( Visual Analogue Scale = VAS ) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pasa tiap sentimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa

18 angka atau pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. Manfaat utama dari skala ini adalah penggunaannya yang sangat mudah dan sederhana. Namun, pada periode pasca bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena pada VAS diperlukan koordinasi visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri. 44 Alternatif cara lain, selain VAS, adalah skala numerik verbal. Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrim juga digunakan pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode pasca bedah, karena secara alami verbal/kata-kata tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan motorik, skala verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilangnya/redanya nyeri dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri. 44

19 Gambar 2.4. Skala Analog Visual 44 Nyeri adalah sensori tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang diasosiasikan dengan kerusakan jaringan potensial atau dideskripsikan dalam terminologi kerusakan jaringan. Nyeri yang dideskripsikan oleh wanita yang mengalami dismenore direpresentasikan ke dalam skala VAS. Partisipan diminta untuk menandai garis pada VAS sesuai dengan derajat nyeri yang dirasakan. Nyeri pada dismenore diklasifikasikan ringan pada point 1 sampai 3, nyeri sedang pada point 4 sampai 7 dan berat pada point 8 sampai ,45

20 2.8. Kerangka Konsep Remaja usia menarche yang mengalami Dismenore Primer Variabel Independen Peningkatan Kadar MDA Variabel Dependen Usia Menarche IMT Siklus Haid Lama Haid Variabel Confounding

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus pada masa remaja yang dimana terjadi proses pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus pada masa remaja yang dimana terjadi proses pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja putri merupakan salah satu bagian dalam program kesehatan reproduksi yang dicanangkan Departemen Kesehatan RI, oleh karena itu harus mandapatkan perhartian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dismenore adalah nyeri menstruasi seperti kram pada perut bagian bawah yang terjadi saat menstruasi atau dua hari sebelum menstruasi dan berakhir dalam 72 jam. Terkadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. yang cepat, termasuk pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah fase pertumbuhan dan perkembangan saat individu mencapai usia 10-19 tahun. Dalam rentang waktu ini terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dismenore merupakan suatu gejala rasa sakit atau rasa tidak enak. diperut bagian bawah pada masa menstruasi sampai dapat menggangu

BAB I PENDAHULUAN. Dismenore merupakan suatu gejala rasa sakit atau rasa tidak enak. diperut bagian bawah pada masa menstruasi sampai dapat menggangu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dismenore merupakan suatu gejala rasa sakit atau rasa tidak enak diperut bagian bawah pada masa menstruasi sampai dapat menggangu aktifitas sehari-hari yang paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010). 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menstruasi 2.1.1 Pengertian Menstruasi Mentruasi adalah pendarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi (Bobak, dkk, 2005). Menstruasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dismenore primer merupakan nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada

BAB I PENDAHULUAN. Dismenore primer merupakan nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dismenore primer merupakan nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang tumbuh dan berkembang. Salah satu tahap pertumbuhan dan perkembangannya adalah masa remaja. Masa remaja merupakan periode peralihan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan keadaan sehat karena dengan keadaan sehat setiap orang dapat melakukan segala aktifitas tanpa hambatan. Begitu pula dengan wanita. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, terutama usia dewasa. Insidensi dan prevalensinya meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, terutama usia dewasa. Insidensi dan prevalensinya meningkat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan penyebab kematian ke tiga setelah penyakit jantung dan kanker serta merupakan penyebab kecacatan tertinggi pada manusia, terutama usia dewasa. Insidensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saat ini umur harapan hidup di Indonesia sekitar 72 tahun dengan rerata perempuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saat ini umur harapan hidup di Indonesia sekitar 72 tahun dengan rerata perempuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Definisi Lansia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menetapkan, bahwa batasan umur lansia di Indonesia adalah 60 tahun ke atas. Pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dismenore didefinisikan sebagai nyeri perut bagian bawah ketika menstruasi.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dismenore didefinisikan sebagai nyeri perut bagian bawah ketika menstruasi. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dismenore 2.1.1.Definisi. 1,2,3,4 Dismenore didefinisikan sebagai nyeri perut bagian bawah ketika menstruasi. Istilah dismenore berasal dari bahasa Yunani dys, yang berarti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat - zat gizi. Status gizi ini menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan pola hidup serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada persoalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, stroke, sirosis hati, katarak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latihan fisik secara teratur memberikan banyak manfaat bagi kesehatan termasuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan penyakit diabetes (Senturk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama pada remaja putri yang nantinya akan menjadi seorang wanita yang

BAB I PENDAHULUAN. terutama pada remaja putri yang nantinya akan menjadi seorang wanita yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kesehatan reproduksi remaja saat ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian. Kesehatan reproduksi remaja tidak hanya masalah seksual saja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Haid adalah perdarahan dari kemaluan yang terjadi pada seorang wanita yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Haid adalah perdarahan dari kemaluan yang terjadi pada seorang wanita yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Haid adalah perdarahan dari kemaluan yang terjadi pada seorang wanita yang tidak hamil, terjadi secara siklik dan periodik akibat peluruhan dinding endometrium sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam tahap perkembangan manusia, setiap manusia pasti mengalami masa remaja atau adolescence. Menurut WHO (2007) masa remaja terjadi pada usia antara 10 24 tahun, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menstruasi adalah pendarahan periodik dan siklik dari uterus, disertai

BAB 1 PENDAHULUAN. Menstruasi adalah pendarahan periodik dan siklik dari uterus, disertai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menstruasi adalah pendarahan periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran atau polusi merupakan perubahan yang tidak dikehendaki yang meliputi perubahan fisik, kimia, dan biologi. Pencemaran banyak mengarah kepada pembuangan

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa-masa yang akan dilalui dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa-masa yang akan dilalui dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa-masa yang akan dilalui dengan berbagai aktifitas salah satunya adalah belajar. Seseorang yang dikatakan remaja berada dalam usia 10 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Autisme adalah gangguan perkembangan yang biasanya didiagnosis awal pada masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada interaksi sosial,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi 1 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi pelatihan fisik berlebih selama 35 hari berupa latihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menstruasi merupakan perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Menstruasi merupakan perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menstruasi merupakan perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala yang dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan masalah penting dalam bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua kelahiran dan mengakibatkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah individu yang berada pada tahap masa transisi yang unik yang ditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja yaitu masa yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren (Arenga pinnata) sejenis minuman yang merupakan hasil fermentasi dari bahan minuman/buah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tanda seorang perempuan memasuki masa pubertas adalah terjadinya menstruasi. Menstruasi atau haid adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Penyebabnya adalah terjadinya hambatan aliran darah pada arteri

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Pemberian Minuman Jahe. sebagian responden mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan berkurang

BAB V PEMBAHASAN. A. Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Pemberian Minuman Jahe. sebagian responden mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan berkurang BAB V PEMBAHASAN A. Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Pemberian Minuman Jahe Responden yang mengalami nyeri diberikan minuman jahe 100 ml sebanyak 3 kali sehari selama dua hari pertama periode menstruasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pasca Menopause Wanita mempunyai masa kehidupan seksual dimana banyak folikel primodial tumbuh menjadi folikel vesicular setiap siklus seksual, dan akhirnya hampir semua ovum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat dengan diameter kurang dari 10 µm, sulfur dioksida (SO2), ozon troposferik, karbon monoksida (CO),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Karena itu dari pengalaman dan

TINJAUAN PUSTAKA. terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Karena itu dari pengalaman dan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asam urat telah diidentifikasi lebih dari dua abad yang lalu akan tetapi beberapa aspek patofisiologi dari hiperurisemia tetap belum dipahami dengan baik. Asam urat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup remaja yang telah digemari oleh masyarakat yaitu mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan mengakibatkan gangguan pada organ hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan ancaman besar bagi kesehatan di dunia (Emmons, 1999). Merokok memberikan implikasi terhadap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini merupakan uji eksperimental dengan. rancangan one group pretest and posttest design, dimana pada individu

METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini merupakan uji eksperimental dengan. rancangan one group pretest and posttest design, dimana pada individu METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini merupakan uji eksperimental dengan rancangan one group pretest and posttest design, dimana pada individu yang sama dilakukan penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik secara teratur mempunyai efek yang baik terutama mencegah obesitas, penyumbatan pembuluh darah, penyakit jantung koroner, dan osteoporosis (Thirumalai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di Indonesia. Jumlah perokok di seluruh dunia saat ini mencapai 1,2 milyar orang dan 800 juta diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa yang ditandai oleh perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orangorang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orangorang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orangorang yang lebih tua melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda (Purdy dan DeBerker, 2007). Prevalensi yang mencapai 90 %

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri haid atau dismenore merupakan keluhan yang sering dialami wanita

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri haid atau dismenore merupakan keluhan yang sering dialami wanita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri haid atau dismenore merupakan keluhan yang sering dialami wanita saat menstruasi. Nyeri dirasakan pada perut bagian bawah, kadang-kadang disertai pusing, lemas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi adalah salah suatu proses fisiologis yang dialami oleh semua wanita di dunia, menstruasi adalah siklus discharge fisiologik darah dan jaringan mukosa melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. remaja yaitu perubahan perubahan yang sangat nyata dan cepat. Anak

BAB I PENDAHULUAN. remaja yaitu perubahan perubahan yang sangat nyata dan cepat. Anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak kanak ke masa dewasa. Hamid (1999) menentukan usia remaja antara 12 18 tahun dan menggunakan usia 12 20 tahun sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa wanita masa menstruasi merupakan masa-masa yang sangat menyiksa. Itu terjadi akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan menstruasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang PENDAHULUAN Latar Belakang Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang cenderung mengkonsumsi makanan-makanan cepat saji dengan kadar lemak yang tinggi. Keadaan ini menyebabkan munculnya

Lebih terperinci

Mitos dan Fakta Kolesterol

Mitos dan Fakta Kolesterol Mitos dan Fakta Kolesterol Oleh admin Selasa, 01 Juli 2008 09:19:20 Apakah mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol tidak baik bagi tubuh? Apakah kita tak boleh mengonsumsi makanan berkolesterol?

Lebih terperinci

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring bertambahnya usia, daya fungsi makhluk hidup akan menurun secara progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada beberapa faktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan dan martabat manusia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Dismenore a. Pengertian Dismenore adalah nyeri kram (tegang) daerah perut mulai terjadi pada 24 jam sebelum terjadinya perdarahan haid dan dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mengalami menstruasi atau haid. Menstruasi merupakan bagian dari proses

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mengalami menstruasi atau haid. Menstruasi merupakan bagian dari proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahap pertama pertanda kedewasaan atau pubertas pada anak perempuan yaitu mengalami menstruasi atau haid. Menstruasi merupakan bagian dari proses reguler yang mempersiapkan

Lebih terperinci

2015 PROFIL KONSENTRASI BELAJAR SISWI YANG MENGALAMI DISMENORE

2015 PROFIL KONSENTRASI BELAJAR SISWI YANG MENGALAMI DISMENORE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa, pada masa remaja seseorang akan mengalami pubertas. Pubertas adalah masa ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis

BAB I PENDAHULUAN. Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam wanita yang terjadi secara berkala dan di pengaruhi oleh hormon reproduksi, yang dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN dan 2000, kelompok umur tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta

BAB I PENDAHULUAN dan 2000, kelompok umur tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sekitar 1 miliyar manusia atau setiap 1 di antara 6 penduduk di dunia adalah remaja. Sebanyak 85% diantaranya hidup di negara berkembang, seperti Indonesia. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak seluruhnya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh

Lebih terperinci

Hubungan kelebihan berat badan dengan dysmenorrhea primer pada mahasiswi Fakultas Kedokteran UNS

Hubungan kelebihan berat badan dengan dysmenorrhea primer pada mahasiswi Fakultas Kedokteran UNS 5 Hubungan kelebihan berat badan dengan dysmenorrhea primer pada mahasiswi Fakultas Kedokteran UNS Putri Utami Ningrum G.0005159 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Dysmenorrhea a. Definisi Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja (pubertas) merupakan masa transisi antara masa anak dan dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja (pubertas) merupakan masa transisi antara masa anak dan dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja (pubertas) merupakan masa transisi antara masa anak dan dewasa dimana terjadi pacu tumbuh (growth spruth), dan pada umumnya belum mencapai tahap kematangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.

BAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit kulit akibat peradangan menahun dari unit pilosebasea yang ditandai dengan gambaran lesi yang bervariasi, seperti komedo, papul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan 2011 yang memenuhi kriteria inklusi, dismenorea adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan 2011 yang memenuhi kriteria inklusi, dismenorea adalah salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan lima belas studi utama yang diterbitkan antara tahun 2002 dan 2011 yang memenuhi kriteria inklusi, dismenorea adalah salah satu masalah yang paling umum

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE

HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Menopause merupakan salah satu proses dalam siklus reproduksi alamiah yang akan dialami setiap perempuan selain pubertas, kehamilan, dan menstruasi. Seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Umumnya prevalensi abortus sekitar % dari semua. prevalensi masih bervariasi dari yang terendah 2-3% sampai yang

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Umumnya prevalensi abortus sekitar % dari semua. prevalensi masih bervariasi dari yang terendah 2-3% sampai yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Abortus merupakan kejadian yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Umumnya prevalensi abortus sekitar 10-15 % dari semua tanda klinis kehamilan yang dikenali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vagina. Terjadi setiap bulan kecuali bila terjadi kehamilan. Siklus menstruasi

BAB I PENDAHULUAN. vagina. Terjadi setiap bulan kecuali bila terjadi kehamilan. Siklus menstruasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menstruasi adalah proses alami pada wanita ditandai dengan proses deskuamasi, atau meluruhnya endometrium bersama dengan darah melalui vagina. Terjadi setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ayu et al (2015), tentang hubungan derajat nyeri dismenorea terhadap penggunaan obat anti inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan, manusia menghabiskan sebagian besar waktu sadar mereka (kurang lebih 85-90%) untuk beraktivitas (Gibney et al., 2009). Menurut World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua perempuan mengalami menstruasi setiap bulan. Ada beberapa gangguan yang dialami oleh perempuan berhubungan dengan menstruasi diantaranya hipermenore, hipomenore,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prevalensi hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan

Lebih terperinci

2015 PERBED AAN TINGKAT D ISMENORE PAD A AKTIVITAS RINGAN, SED ANG, D AN BERAT ATLET WANITA KBB

2015 PERBED AAN TINGKAT D ISMENORE PAD A AKTIVITAS RINGAN, SED ANG, D AN BERAT ATLET WANITA KBB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wanita pada umumnya menginjak usia pubertas pada usia 8 hingga 10 tahun. Pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Di Amerika, nyeri kepala lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pada pria (Karli,2012). Sebagai contoh, 18% wanita memiliki migren sedangkan pria hanya 6%. Wanita

Lebih terperinci

Menurut Manuaba (2010), terdapat beberapa teori pada dismenorea primer, yaitu: a) Obstruksi Servikal

Menurut Manuaba (2010), terdapat beberapa teori pada dismenorea primer, yaitu: a) Obstruksi Servikal 4 2.1 Dismenorea 2.1.1 Definisi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dismenorea atau nyeri haid merupakan nyeri berupa kram yang terjadi beberapa jam sebelum perdarahan yang dapat terjadi dalam beberapa jam sampai hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latihan fisik merupakan pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masyarakat latihan fisik dipahami sebagai olahraga. Olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta berdampak pada kinerja fisik. Olahraga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jalan beragam. Contoh yang paling sering ditemui adalah pecel lele dan gorengan.

BAB 1 PENDAHULUAN. jalan beragam. Contoh yang paling sering ditemui adalah pecel lele dan gorengan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan di pinggir jalan telah menjadi bagian dari masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Keterbatasan waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Plumbum (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Logam berat

BAB 1 PENDAHULUAN. Plumbum (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Logam berat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plumbum (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Logam berat dibutuhkan makhluk hidup sebagai logam esensial dalam proses metabolisme dan juga sebagai co-faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Haid merupakan proses kematangan seksual bagi seorang wanita (LK lee dkk, 2006). Haid adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan jumlah penderitanya terus meningkat di seluruh dunia seiring dengan bertambahnya jumlah populasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan yang sangat signifikan, banyak sekali aktivitas lingkungan yang menghasilkan radikal bebas sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di hati dan ginjal, sedangkan di otak aktivitasnya rendah. 2 Enzim

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di hati dan ginjal, sedangkan di otak aktivitasnya rendah. 2 Enzim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Enzim katalase bersifat antioksidan ditemukan pada hampir sebagian besar sel. 1 Enzim ini terutama terletak di dalam organel peroksisom. Katalase ditemukan di semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini terjadi transisi epidemiologi yakni di satu sisi masih tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain mulai meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik adalah kegiatan hidup yang harus dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan

Lebih terperinci