MEMFUNGSIKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL KEPEMIMPINAN DOSEN DALAM PROSES PEMBELAJARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEMFUNGSIKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL KEPEMIMPINAN DOSEN DALAM PROSES PEMBELAJARAN"

Transkripsi

1 MEMFUNGSIKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL KEPEMIMPINAN DOSEN DALAM PROSES PEMBELAJARAN Oleh : Ahmad Fauzan ABSTRAK Dosen dituntut dalam tugasnya agar lebih baik, maka dia tidak hanya cukup memiliki kecerdasan intelektual dan kualifikasi akademik yang tinggi, tetapi perlu ditunjang oleh kecedrasan emosional dan diarahkan oleh kecerdasan spiritual. Kecerdasan intelektual berkaitan dengan penguasaan materi pembelajaran yang akan disampaikan. Kecerdasan emosional berperan dalam membangun hubungan yang positif dengan teman sejawat dan mahasiswa. Sedangkan kecerdasan spiritual berperan dalam menumbuhkan nilai-nilai kejujuran, semangat, inisiatif, kebijaksanaan, dan keberanian membuat keputusan A. PENDAHULUAN Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa berinteraksi dengan manusia lain di dalam kehidupan sehari-hari. Dalam interaksi ini akan terjadi proses saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Dalam proses saling mempengaruhi tersebut akan ditemukan individu-individu yang memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada yang lainnya. Individu-individu yang mampu memberikan pengaruh yang lebih besar tersebut dapat dikatakan memiliki sifat kepemimpinan yang lebih tinggi dan kuat. Setiap individu adalah pemimpin, apapun profesi dan pekerjaannya sesuai dengan fitrahnya. Hal ini sejalan dengan 1

2 Hadis Rasulullah SAW yang berbunyi: Setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya (HR. Bukhari dan Muslim). Dari penjelasan hadits di atas dosen termasuk salah satunya yang akan dimintai pertanggungjawaban. Dosen adalah pemimpin yang harus memiliki sifat kepemimpinan. Seorang dosen yang baik harus memiliki kemampuan untuk memimpin mahasiswanya. Seorang dosen yang baik adalah dosen yang mampu merobah perilaku mahasiswa, baik perilaku dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Untuk memberikan pengaruh tersebut seorang dosen memerlukan kepemimpinan. Dosen yang baik harus mampu menjadi teladan, mampu memotivasi, tegas, jujur, empati, dan sebagainya. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan sifat-sifat kepemimpinan yang bersifat universal. Kualitas kepemimpinan dosen merupakan determinan kualitas proses pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran yang rendah merupakan salah satu cerminan kualitas kepemimpinan dosen. Dosen yang tidak memiliki kepemimpinan yang kuat sulit diharapkan untuk menghasilkan proses pembelajaran yang baik. Proses pembelajaran yang baik memubutuhkan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang diperbaiki secara terus menerus. Proses pembelajaran yang baik membutuhkan hubungan yang baik antara Dosen dengan mahasiswa. Proses pembelajaran yang baik mebutuhkan motivasi mahasiswa yang tinggi, dan kemampuan untuk memotivasi mahasiswa merupakan salah satu esensi sifat kepemimpinan. Kecerdasan emosional dan spiritual merupakan elemen esensial bagi seorang pemimpin. Kecerdasan emosional merupakan kecerdasan yang memungkinkan seorang pemimpin untuk membangun hubungan yang positif dengan orang yang dipimpinnya. Kecerdasan spiritual akan mengarahkan seseorang untuk senantiasa menjalankan kecerdasan intelektual dan spiritualnya pada kebaikan. Kecerdasan intelektual dan emosional yang tidak didasari oleh kecerdasan spiritual berpotensi untuk menggunakan kecerdasannya tersebut pada 2

3 jalan yang salah. Dengan demikian pemimpin yang baik memerlukan ketiga jenis kecerdasan tersebut (IQ,EQ dan SQ) secara seimbang. B. TINJUAUAN TEORITIS 1. Definisi Kepemimpinan Apakah definisi kepemimpinan itu? Menurut sejarah, masa kepemimpinan muncul pada abad 18. Ada beberapa difinisi kepemimpinan, antara lain: 1. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281). 2. Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7). 3. Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46). 4. Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24). 5. Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya. Banyak definisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. Dalam kasus ini, dengan sengaja mempengaruhi dari orang ke orang lain dalam susunan aktivitasnya dan hubungan dalam kelompok atau organisasi. John C. Maxwell mengatakan bahwa inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut. 3

4 Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu membawa membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Pemimpin seperti ini diistilahkan oleh Danim (2003) yang mengutip pendapat Leithwood (1999) sebagai kepemimpinan transformasional (transformational leadership), yaitu kepemimpinan yang menggiring sumber daya manusia yang dipimpin ke arah tumbuhnya sensitivitas, pembinaan dan pengembangan organisasi, pengembangan visi secara bersama, pendistribusian kewenangan kepemimpinan, dan membangun kultur organisasi sekolah yang menjadi keharusan dalam skema restrukturisasi sekolah tersebut. 2. Gaya-Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan orang-orang yang dipimpinnya (Davis & Newstorm, 1995). Hal ini sejalan dengan pendapat Hersey & Blanchard (1982:95) yang menyatakan bahwa: Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang ditampilkan ketika mencoba mempengaruhi tingkah laku orang lain seperti yang dipersepsikan oleh orang yang akan kita pengaruhi tersebut. Menurut Hersey & Blanchard (1982) pada dasarnya gaya kepemimpinan seseorang terbagi pada dua kecenderungan, yaitu berorientasi pada tugas ( task behavior) dan berorientasi pada hubungan ( relationship behavior). Gaya yang pertama ditandai dengan adanya beberapa hal seperti : pemimpin memberikan petunjuk-petunjuk kepada bawahan, selalu mengadakan pengawasan secara ketat, meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dapat dilaksanakan sesuai dengan keinginanan pemimpin dan pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada pembinaan dan pengembangan bawahan. Sedangkan gaya kepemimpinan yang kedua, sebaliknya ditandai dengan beberapa gejala sebagai berikut : pemimpin lebih memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan terhadap bawahan, pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan, pemimpin lebih bersikap penuh kekeluargaan, percaya, hubungan kerjasama yang saling hormat menghormati diantara sesama anggota kelompok. 4

5 Selanjutnya Hersey dan Blanchard (1982) membedakan dua kecenderungan tersebut ke dalam empat gaya kepemimpinan, yaitu : Telling, Selling, Participating dan Delegating. Gaya Kepemimpinan Telling, ditandai dengan ciri-ciri : tinggi tugas dan rendah hubungan, pemimpin memberikan perintah khusus, pengawasan dilakukan secara ketat, pemimpin menerangkan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakan, kapan harus dilaksanakan pekerjaan itu, dan di mana pekerjaan itu harus dilakukan. Gaya kepemimpinan Telling disebut pula dengan gaya 1 atau G.1. Gaya Kepemimpinan Selling, ditandai dengan ciri-ciri : tinggi tugas dan tinggi hubungan, pemimpin menerangkan keputusan, pemimpin memberikan kesempa tan untuk penjelasan, pemimpin masih banyak melakukan banyak pengarahan, pemimpin melakukan komunikasi dua arah. Gaya kepemimpinan selling disebut pula dengan gaya 2 atau G.2. Gaya kepemimpinan Participating ditandai dengan ciri-ciri tinggi hubungan dan rendah tugas, di mana pemimpin dan bawahan saling memberikan gagasan dan membuat keputusan. Gaya kepemimpinan participating ini disebut pula gaya 3 atau G3. Gaya kepemimpinan Delegating merupakan gaya kepemimpinan yang ditandai dengan ciri-ciri : hubungan dan tugas rendah, pemimpin melimpahkan pembuatan keputusan dan pelaksanaan kepada bawahan. Gaya kepemimpinan delegating disebut pula gaya 4 atau G4. A.K. Korman (dalam Hersey & Blanchard, 1982) berpendapat bahwa antara perilaku tugas dan hubungan ditunjukkan dengan kurve, yang digambar pada jaringan dengan garis mendatar menunjukkan perilaku tugas dan garis menegak menunjukkan perilaku hubungan, sehingga tersusun empat macam gaya kepemimpinan seperti terlihat pada gambar 1. 5

6 Gambar 1. Model Gaya Kepemimpinan Hersey & Blanchard Pada gambar tersebut nampak bahwa semakin ke kanan maka gaya kepemimpinan yang digunakan adalah semakin berorientasi pada tugas, yaitu gaya kepemimpinan Telling dan Selling. Sedangkan semakin ke atas maka gaya kepemimpinan yang digunakan adalah semakin berorientasi pada hubungan, yaitu gaya kepemimpinan Participating dan Selling. Gaya kepemimpinan Delegating rendah tugas dan hubungan. 3. Pentingnya Kepemimpinan Bagi Dosen Dosen yang baik membutuhkan kepemimpinan yang kuat. Menurut Madhi (2001) salah satu kepemimpinan yang paling spesifik adalah kepemimpinan pendidikan (Qiyadah tarbiyyah atau Educative Leadership). Kesuksesan mendidik generasi, membina umat dan berusaha membangkitkannya terkait erat dengan terpenuhinya kepemimpinan pendidikan yang benar. Krisis yang mengepung umat kita saat ini tidak lain karena hilangnya murabbi (pendidik) yang teladan atau pemimpin tarbawi. Imam Al-Ghazali mengatakan: Seorang pelajar harus memiliki seorang guru pembimbing (mursyid) yang dapat mengeluarkan akhlak yang buruk dari dirinya dan menggantikannya dengan akhlak yang baik. Ia juga 6

7 harus memiliki seorang syaikh yang dapat mendidik dan menunjukkannya ke jalan Allah Ta ala. 1. Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional dalam pengertian Reuven Baron (dalam Coleman, 2000) adalah serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi seseorang untuk berhasil dalam mengatasi hambatan dan tekanan lingkungan. Shapiro (1999) kecerdasan emosional sangat berhubungan dengan berbagai hal yaitu perilaku moral, cara berfikir yang realistik, pemecahan masalah, interaksi sosial, emosi diri, dan keberhasilan baik secara akademik maupun pekerjaan. Secapramana (1999) mengemukakan kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali, mengolah dan mengontrol emosi agar seseorang mampu berespon secara positif terhadap setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi tersebut. Sedangkan Goleman tampaknya lebih ditujukan pada upaya mengenali, memahami dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat. Hal lain yang juga penting dalam kecerdasan emosional ini adalah upaya untuk mengelola emosi agar terkendali dan dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah kehidupan terutama yang terkait dengan hubungan antar manusia (Rostiana, 1997). Kesimpulannya bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengenali, mengelola dan mengendalikan emosi pada diri sendiri, memahami perasaan orang lain, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, untuk pemecahan masalah, serta berpikir realistis sehingga mampu merespon secara positif terhadap setiap kondisi yang merangsang munculnya emosi-emosi tersebut. Kecerdasan emosional merupakan suatu konsep baru yang sampai saat ini belum ada definisi yang baku yang menerangkan. Telaah mengenai arti kecerdasan emosional biasanya terkait dengan kemampuan seseorang dalam 7

8 menggunakan aspek pikiran dan emosi untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan (Seca Pramana, 1999). Coleman (2000) mengartikan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain. Menurut Shapiro (1999) kecerdasan emosional sangat berhubungan dengan berbagai hal yaitu perilaku moral, cara berpikir yang realistik, pemecahan masalah, interaksi sosial, emosi diri dan keberhasilan, baik secara akademik maupun pekerjaan. Salovey dan Mayer tahun 1990 menerangkan bahwa kualitas-kualitas emosional yang penting bagi keberhasilan, di antaranya adalah empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, pengendalian amarah, kemandirian, kemampuan memecahkan masalah pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat (Shapiro, 1999). Aspek-aspek Kecerdasan Emosional Menurut Salavey dan Mayer, ada lima aspek dalam kecerdasan emosional (dalam Coleman, 2000) yaitu : a. Mengenali emosi diri yaitu kemampuan untuk menguasai perasaannya sendiri agar perasaan tersebut dapat diungkap dengan tepat. Orang tidak mampu mengelola emosinya akan terus menyesali kegagalannya sedangkan mereka mampu mengelola emosinya akan segera bangkit dari kegagalan yang menimpanya. b. Mengenali emosi diri, merupakan inti dan dasar dari kecerdasan emosional yaitu kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu bagi pemahaman diri dan kemampuan mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. 8

9 c. Memotivasi diri sendiri yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dan menahan diri terhadap kepuasan sesaat untuk tujuan yang lebih besar, lebih agung dan lebih menguntungkan. d. Mengenali emosi orang lain, yaitu kemampuan menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi, yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki oleh orang lain. e. Membina hubungan dengan orang lain yaitu kemampuan seseorang untuk membentuk hubungan, membina kedekatan hubungan, meyakinkan, mempengaruhi dan membuat orang lain nyaman, serta dapat terjadi pendengar yang baik. Menurut Goleman (2000) mengemukakan bahwa ada aspek kecerdasan emosional yaitu: a. Pengaturan diri yaitu kemampuan seseorang menangani emosinya sendiri sehingga berdapak positif terhadap pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati, sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi. b. Kesadaran diri, yaitu kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang ia rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu dalam pengambilan keptusan bagi diri sendiri. c. Motivasi diri, kemampuan menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif serta mampu bertahan menghadapi kegagalan dan frustrasi. d. Empati yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe orang. e. Keterampilan sosial yaitu kemampuan untuk mengendalikan emosi dengan baik ketika berhubungan sosial dengan cermat dapat berinteraksi dengan lancar, 9

10 menggunakan ketrampilan ini untuk mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan permasalahan dan bekerja sama dengan tim. Kecerdasan emosi (EQ) sangat dibutuhkan untuk melengkapi kecerdasan intelektual (IQ). Banyak contoh empiris yang menunjukkan betapa IQ yang tinggi tidak mampu membawa kesuksesan bagi seseorang. Banyak orang yang memiliki IQ tinggi tapi tidak berhasil dalam pekerjaannya hanya karena tidak memiliki kecerdasan emosional yang cukup. 2. Kecerdasan Spiritual (SQ) Menurut Zohar dan Marshall (2001) Spiritual Quotion (SQ) atau Kecedasan Spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya; menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Selanjutnya berlandaskan pada beberapa ahli psikologi (Sigmund Freud, C.G. Jung), neurolog (Persinger, Ramachandran) dan filosof (Daniel Dennett, Rene Descartes), Zohar dan Marshall membahas lebih dalam mengenai Kecerdasan Spiritual. Kecerdasan Spiritual disimbolkan sebagai Teratai Diri yang menggabungkan tiga kecerdasan dasar manusia (rasional, emosional, dan spiritual), tiga pemikiran (seri, asosiatif, dan penyatu), tiga jalan dasar pengetahuan (primer, sekunder, dan tersier) dan tiga tingkatan diri (pusat transpersonal, tengah-asosiatif & interpersonal, dan pinggiran-ego personal). Dengan demikian SQ berkaitan dengan unsur pusat dari bagian diri manusia yang paling dalam menjadi pemersatu seluruh bagian diri manusia lain. Selanjutnya menurut Zohar dan Marshall, SQ adalah kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia yang berhubungan dengan kearifan di luar ego atau jiwa sadar. SQ menjadikan manusia yang benar-benar utuh secara intelektual, emosional dan spiritual. SQ adalah kecerdasan jiwa. Ia adalah kecerdasan yang dapat membantu manusia menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh. Namun, pada zaman sekarang ini terjadi krisis spiritual karena kebutuhan makna tidak terpenuhi sehingga hidup manusia terasa dangkal 10

11 dan hampa. Ada tiga sebab yang membuat seseorang dapat terhambat secara spiritual, yaitu tidak mengembangkan beberapa bagian dari dirinya sendiri sama sekali, telah mengembangkan beberapa bagian, namun tidak proporsional, dan bertentangannya / buruknya hubungan antara bagian-bagian. Lebih Jauh Zohar dan Marshall menambahkan bahwa bila SQ seseorang telah berkembang dengan baik, maka tanda-tanda yang akan terlihat pada diri seseorang adalah: (1) kemampuan bersikap fleksibel, (2) tingkat kesadaran diri tinggi, (3) kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan, (4) kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit, (5) kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai, (6) keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu, (7) kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan holistik), (8) kecenderungan nyata untuk bertanya Mengapa? atau Bagaimana jika? untuk mencari jawaban yang mendasar, (9) memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi. Kepemimpinan yang baik memerlukan dukungan SQ yang memadai. Menurut Zohar (2005) unsur spiritual dalam diri manusia membuat kita bertanya mengapa kita mengerjakan sesuau dan membuat kita mencari-cari yang secara fundamental lebih baik untuk melakukannya. Unsur spiritual itu membuat manusia ingin agar hidup dan upaya yang dilakukan memiliki makna. Unsur spiritual dalam diri mampu membangkitkan potensi diri secara optimal untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik. Unsur spiritual membangkitkan motivasi untuk melkukan sesuatu dengan baik. 11

12 Agustian (2003), mengutip hasil diskusi yang dilakukan di Harvard Business School untuk membahas bagaimana nilai-nilai spiritual yang mampu membawa seseorang menjadi powerful leader. Pada akhir diskusi mereka sepakat bahwa paham spiritualisme mampu menghasilkan lima hal, yaitu: a. Integritas atau kejujuran b. Energi atau semangat c. Inspirasi atau ide dan inisiatif d. Wisdom atau bijaksana e. Keberanian dalam mengambil keputusan. 3. Gambaran Pemimpin Yang Ideal Pemimpin yang ideal merupakan dambaan semua orang. Setiap manusia mungkin memiliki criteria pemimpin ideal yang berbeda. Namun demikian dari survai yang dilakukan menunjukkan variasi criteria pemimpin yang ideal tersebut tidak terlalu banyak. Agustian (2003) mengutip hasil survai yang dilakukan oleh Sebuah lembaga leadership internasional bernama The Leadership Challenge yang melakukan survai di seluruh benua untuk menilai dan memilih 7 karakeristik CEO ideal. Karakter CEO ideal yang diinginkan oleh responden berdasarkan persentase tertinggi adalah sebagai berikut: a. Honest (Jujur) b. Forward looking (berpikiran maju) c. Competent (kompeten) d. Inspiring (Dapat memberi inspirasi) e. Intelligent (cerdas) f. Fair-minded (adil) g. Broad-minded (berpandangan luas) h. Straight forward (terus terang/jujur) i. Supportivge (mendukung) j. Dependable (bisa diandalkan) k. Cooperative (bekerja sama) 12

13 l. Determined (tegas) m. Imaginative (berdaya imajinasi) n. Ambitious (berambisi) o. Courrageous (berani) p. Caring (perhatian) q. Mature (Matang) r. Loyal (setia) s. Self-controlled (penguasaan diri) t. Independen (mandiri) C. PEMBAHASAN 1. Pentingnya kecerdasan emosional dalam kepemimpinan dosen Orang yang memiliki sifat kepemimpinan yang yang tinggi dapat dilihat dari kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain. Sifat kepemimpinan identik dengan kemampuan untuk memberikan pengaruhi melalui ucapan dan perbuatan yang diucapkan dan dilakukannya. Orang yang dapat memberikan pengaruh kepada orang lain perlu membangun hubungan yang baik dengan orang yang akan dipengaruhinya, dan prasyarat untuk itu diperlukan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional merupakan kecerdasan yang dibutuhkan untuk membangun hubungan yang baik dengan sesame manusia. Dalam proses pembelajaran kecerdasan emosionla sangat dibutuhkan oleh dosen untuk membangun hubungan yang positip dengan mahasiswa. Dosen yang memiliki kecerdasan yang baik dapat memilih kalimat dan kata yang tepat dalam berkomunikasi dengan mahasiswanya. Dosen dengan kecerdasan emosional yang baik juga dapat memberikan respon yang tepat terhadap berbagai ucapan dan tindakan yang diucapkan dan diperbuat oleh mahasiswa. Dengan keadaan demikian hubungan antara dosen dengan mahasiswa akan senantiasa berjalan dengan baik. 13

14 Hubungan positip dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Hubungan positip antara dosen dengan mahasiswa dapat meningkatkan kepercayaan, simpati dan hormat mahasiswa terhadap dosennya. Dengan adanya ketiga hal tersebut akan lebih memudahkan bagi dosen untuk membuat kontrak perkuliahan dan melaksanakan kontrak tersebut tanpa adanya perasaan terpaksa dari mahasiswa. Dengan adanya kontrak yang disepakati tersebut mahasiswa akan lebih termotivasi untuk belajar. Motivasi belajar merupakan salah satu prasyarat untuk terjadinya proses pembelajaran yang efektif. Motivasi akan mendorong mahasiswa untuk menggali lebih banyak tentang materi yang diberikan oleh dosennya di kelas. Motivasi akan mendorong mahasiswa untuk menyelesaikan tugas-tugas tepat pada waktunya dengan kualitas yang baik. Mahasiswa yang termotivasi juga akan berpengaruh terhadap motivasi dosennya. Dengan terbangunnya motivasi yang tinggi pada dosen dan mahasiswa maka proses pebelajaran akan dapat berjalan dengan efektif. 2. Urgensi kecerdasan spiritual dalam kepemimpinan dosen Spiritualisme akan mendorong lahirnya sifat-sifat positip bagi seseorang dalam menjalankan tugasnya, termasuk bagi seorang dosen. a. Spiritual menorong tumbuhnya Integritas atau kejujuran Integritas atau kejujuran merupakan sifat yang harus dimiliki oleh seorang dosen. Dari penelitian tentang sifat-sifat pemimpin yang paling didambakan oleh masyarakat di enam benua ditemukan bahwa kejujuran merupakan sifat yang selalu menempati urutan pertama. Dosen yang jujur akan menjadi teladan yang baik masyarakat dan lingkungannya. Dengan keteladanan tersebut secara tidak disadarai dosen tersebut telah menjadi seorang pendidik bagi mahasiswa dan masyarakat di sekitarnya. Kejujuran dosen akan menghindari terjadinya kecelakaan dalam pendidikan. Kecelakaan dalam pendidikan antara lain terjadi karena adanya ketidakjujuran dalam pelaksanaan pendidikan, antara lain ketidakjujuran dalam penilaian, ketidakjujuran pemberian sanksi, ketidakjujuran dalam perencanaan. 14

15 Ketidakjujuran merupakan kecelakaan dalam dunia pendidikan yang dapat menyebabkan dampak negatip begitu luas dalam dunia pendidikan kita dewasa ini. Ketidakjujuran antara lain dapat terjadinya karena kurangnya kecerdasan spiritual pada beebagai pelaku dalam dunia pendidikan, antara lain pada pengambil kebijakan, dosen, mahasiswa dan masyarakat sendiri. b. Spiritualitas menimbulkan energi atau semangat Dosen yang memiliki kecerdasan spiritual akan senantiasa mendapatkan energi dan semangat dalam menjalankan tugasnya. Energi tersebut dapat timbul karena dosen yang demikian mandapatkan kebahagiaan dari apa yang diberikannya pada mahasiswanya. Kebahagiaan yang dirasakan tersebut merupakan kebahagiaan spiritual, yakni kebahagiaan tatkala potensi yang dimilikinya dapat memberikan manfaat bagi orang lain dalam hal ini adalah mahasiswanya. Dengan demikian dosen yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi akan memberikan potensinya secara optimal pada tugasnya tanpa tuntutan yang berlebihan terhadap imbalan, karena kebahagiaanya bukan terletak pada imbalan yang diterimanya tetapi justru ketika dia dapat mengeluarkan potensinya untuk maslahatan orang lain. Dosen dengan kecerdasan spiritual yang tinggi merupakan sosok manusia yang ideal. Sosok manusia yang demikian pada zaman ini dianggap sebagai manusia yang sangat langka. Hal terjadi karena secara tidak sadar kita telah menjadi pengikut paham materialisme. Paham materialisme cenderung menjadikan materi sebagai ukuran kebehagiaan. Dengan demikian kebehagiaan dipersepsikan sebagai keberhasilan dalam memperoleh atau menerima materi yang sebanyak-banyaknya. Paham demikian tidak akan pernah membawa manusia pada kebahagiaan sesungguhnya karena keinginan manusia tanpa batas sedangkan materi itu sendiri terbatas. Peningkatan kecerdasan spiritual dosen merupakan bagian integral dalam peningkatan profesionalisme dosen. Kualifikasi akademik dosen dewasa ini secara umum sudah semakin meningkat di satu sisi. Disisi yang lain dosen yang 15

16 benar-benar mendedikasikan diri pada profesinya semakin langka, dengan alas an klasik bahwa gaji yang diterima tidak mencukupi. Alasan itu tidak seluruhnya salah, tetapi juga tidak seluruhnya benar. Secara umum gaji yang diterima oleh seorang dosen di Indosensia saat ini memang belum memungkinkan untuk hidup mewah secara materi, akan tetapi dibandingkan dengan profesi lain, maka apa yang diterima oleh dosen sesungguhnya sudah jauh lebih tinggi. Dengan demikian supaya dosen dapat menikmati kebahagiaan dengan materi yang terbatas maka perlu dicari sumber kebahagian yang lain yang lebih mungkin dicapai, yaitu kebahagiaan spiritual, yakni kebahagiaan ketika kita dapat mengeluarkan potensi yang dimiliki untuk orang lain. c. Spiritualitas melahirkan inspirasi atau ide dan inisiatif Dosen yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi senantiasa memperoleh inspirasi dan inisiatif dalam menjalankan tugasnya. Inspirasi dan inisiatif tersebut dapat lahir karena dosen dengan spiritualitas yang tinggi akan mampu meminimalkan kepentingan-kepentingan pribadi yang dangkal atau dengan kata lain dosen tersebut dapat men zero kan dirinya, yaitu dapat menfokuskan pemikirannya pada pelaksanaan tugasnya tanpa terbelenggu oleh kepentingan-kepentingan dangkal yang bersifat materialis. d. Spiritualitas menuntun untuk menjadi wisdom atau bijaksana Dosen yang bijaksana mampu menyelesaikan konflik dan persoalan dengan sebaik-baiknya. Seperti diketahui bahwa konflik dalam sebuah organisasi merupakan suatu keniscayaan. Setiap interaksi dua orang atau lebih sewaktuwaktu dapat menimbulkan konflik. Dalam dunia pendidikan konflik dapat terjadi antara dosen dengan mahasiswa, antara sesama mahasiswa, antara mahsiswa dengan keluarganya atau konflik yang terjadi dalam diri individu-individu tersebut. Penyelesaian konflik yang baik menuntut sikap yang bijaksana. Penyelesaian konflik yang bijaksana akan melahirkan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik. Dengan demikian konflik itu sendiri dapat memiliki segi fungsional bila dikelola dengan baik. 16

17 e. Spiritualitas mendorong keberanian dalam mengambil keputusan. Kecerdasan spiritual akan melahirkan keberanian dalam mengambil keputusan. Dosen yang melaksanakan tidak kan terbebani dengan rasa takut terhadap konsekuensi hasil keputusannya Karena keputusannya telah melalui pertimbangan yang matang dan objektif. Keputusan yang diambil dengan pertimbangan matang dan objektif akan dapat diterima oleh pihak yang terkena akibat keputusan tersebut. Keberanian membuat keputusan yang tepat saat ini merupakan salah satu kelemahan yang dimiliki oleh para pendidik, termasuk dosen. Hilangnya keberanian tersebut karena dalam melaksanakan tugasnya terbelenggu oleh berbagai kepentingan dan kecemasan. Dosen yang berani membuat keputusan yang tegas sering dianggap aneh, killer, feodal dan sebagainya. Dosen dengan kecerdasan spiritual yang rendah biasanya cenderung tidak siap untuk menerima anggapan tersebut dan berusaha untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian meskipun harus mengorbankan kejujuran dan integritas atau sifat-sifat ideal kepemimpinan yang lain. Dosen yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi tidak takut dengan anggapan tersebut, karena keputusan yang dibuatnya telah melalui proses yang benar dan objektivitas yang tinggi. D. Kesimpulan Dari pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa untuk menjalankan tugasnya sebagai dosen dengan baik, maka seorang tidak hanya cukup memiliki kecerdasan intelektual dan kualifikasi akademik yang tinggi, tetapi perlu ditunjang oleh kecedrasan emosional dan dirahkan oleh kecerdasan spiritual. Kecerdasan intelektual berkaitan dengan penguasaan materi pembelejaran yang akan disampaikan. Kecerdasan emosional berperan dalam membangun hubungan yang positip dengan mahasiswa. Sementara kecerdasan spiritual berperan dalam menumbuhkan nilai-nilai kejujuran, semangat, inisiatif, kebijaksanaan, dan keberanian membuat keputusan 17

18 DAFTAR KEPUSTAKAAN Hersey, Paul & Blanchard, Kenneth H.(1982). Management of organizational behavior: Utilizing human resources, 4 th Ed. New Jersey : Prentice Hall, Inc.,Engelwood Cliffs. Jung, Dong I.(2001). Transformational and transactional leadership and their effectson creativity in groups. Creativity Reseacrh Journal, , vol. 13 No. 2, Madhi, Jamal Menjadi Pemimpin yang Efektif & Berpengaruh, tinjauan Manajem Kepemimpinan Islam. Bandung. PT. Syaamil Cipta Media. Republik Indonesia Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Robbins S., 1996 Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi dan Aplikasi, San Diego State University, diterbitkan oleh PT Prenhalinddo, Jakarta. Segal, Jeanne Meningkatkan Kecerdasan Emosional. Jakarta. Vitra Aksara. Terry, George R Prinsip-prinsip Manajemen (terjemahan oleh J.Smith DFM). Jakarta. Bumi Aksara Zohar, Danah dan Ian Marshall SQ: Memanfaatkan kecerdasan spiritual dalam berpikir integralistik dan holistik untuk memaknai kehidupan. Bandung : Mizan. Zohar, Danah Spiritual Capital (terjemahan Helmi Mustofa). Bandung. Mizan. 18

Kecerdasan Spiritual ( Spiritual Quotient )

Kecerdasan Spiritual ( Spiritual Quotient ) Resensi Buku Judul : SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan Penulis : Danah Zohar dan Ian Marshall Penerjemah : Rahmani Astuti, Ahmad Najib

Lebih terperinci

MAKALAH KEPEMIMPINAN. Di Ajukan sebagai Tugas Individu pada Mata Kuliah Perilaku Organisasi. Di Bawah Bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM

MAKALAH KEPEMIMPINAN. Di Ajukan sebagai Tugas Individu pada Mata Kuliah Perilaku Organisasi. Di Bawah Bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM MAKALAH KEPEMIMPINAN Di Ajukan sebagai Tugas Individu pada Mata Kuliah Perilaku Organisasi Di Bawah Bimbingan : Wahyu Indah Mursalini, SE, MM DI SUSUN OLEH : TURMUDI UNIVERSITAS MAHAPUTRA MUHAMMAD YAMIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Persaingan antara perusahaan semakin meningkat diiringi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Persaingan antara perusahaan semakin meningkat diiringi berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha semakin lama semakin cepat dan sangat bervariasi. Persaingan antara perusahaan semakin meningkat diiringi berbagai permasalahan yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional Menurut Stain dan Book (2002) kecerdasan emosional adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan kedunia yang rumit, aspek pribadi,

Lebih terperinci

MODUL KELIMA KEPEMIMPINAN. Di Susun Oleh: Erna Multahada, M.Si

MODUL KELIMA KEPEMIMPINAN. Di Susun Oleh: Erna Multahada, M.Si MODUL KELIMA KEPEMIMPINAN Di Susun Oleh: Erna Multahada, M.Si UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK INDUSTRI 2011 1 MODUL KELIMA KEPEMIMPINAN 1. Tujuan Instruksional Umum Dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM KeterkaitanKecerdasanEmosionaldenganKinerjaSDM Oleh: Dra. Maria F.Lies Ambarwati, M.M. Peran sumber daya manusia dalam sebuah organisasi sejak dulu hingga saat ini tidak pernah surut sedikitpun. Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada dua teori etika yang dikenal sebagai etika deontologi dan teleologi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada dua teori etika yang dikenal sebagai etika deontologi dan teleologi. 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Teori Etika Menurut (Keraf, 1998 dalam Hutahahean dan Hasnawati, 2015) ada dua teori etika yang dikenal sebagai etika deontologi dan teleologi. a. Etika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Etika dan Perilaku Etis Kata Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang artinya adalah adat istiadat kebiasaan yang baik. Etika bisa di artikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. daya tarik baginya. Menurut Slameto (Djamarah, 2008) minat adalah suatu

BAB II KAJIAN TEORETIK. daya tarik baginya. Menurut Slameto (Djamarah, 2008) minat adalah suatu BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Minat Belajar Minat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh cukup besar dalam belajar. Apabila bahan pelajaran yang tidak sesuai dengan minat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari

BAB II KAJIAN TEORI. jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan secara harfiah berasal dari kata pimpin. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan secara sengaja, teratur dan terprogram dengan tujuan untuk mengubah dan mengembangkan perilaku maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan dan Emosi Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi: kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada SDM yang dimilikinya. Oleh karena itu setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada SDM yang dimilikinya. Oleh karena itu setiap perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur yang sangat penting bagi setiap perusahaan atau organisasi, karena sukses tidaknya sebuah perusahaan tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan

Lebih terperinci

Pengertian Kepemimpinan

Pengertian Kepemimpinan Pengertian Kepemimpinan Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Kepemimpinan merupakan titik sentral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi senantiasa memanfaatkan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi senantiasa memanfaatkan sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi senantiasa memanfaatkan sumber daya manusia yang dimilikinya dengan sumber daya lainnya seperti mesin, sarana dan prasarana untuk dioptimalkan dalam mendukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki pengertian yang sangat luas. Kecerdasan menurut para ahli adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki pengertian yang sangat luas. Kecerdasan menurut para ahli adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Kecerdasan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000), mengartikan bahwa kecerdasan sebagai perihal cerdas (sebagai kata benda), atau kesempurnaan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak terhadap bidang ekonomi, politik, sosial, budaya saja, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak terhadap bidang ekonomi, politik, sosial, budaya saja, melainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, pengaruh globalisasi bukan hanya membawa dampak terhadap bidang ekonomi, politik, sosial, budaya saja, melainkan juga membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional Pada tahun 1990 psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire pertama kali melontarkan istilah kecerdasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menuntut perusahaan untuk dapat mengambil keputusan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menuntut perusahaan untuk dapat mengambil keputusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi menuntut perusahaan untuk dapat mengambil keputusan strategi yang tepat agar dapat bersaing di lingkungan industri yang semakin ketat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Definisi Semangat Kerja Davis & Newstrom (2000) menyebutkan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan maupun perilaku yang memungkinkan seseorang bekerja

Lebih terperinci

Interpersonal Communication Skill

Interpersonal Communication Skill Modul ke: 07 Dra. Fakultas FIKOM Interpersonal Communication Skill Kecerdasan Emosi Tri Diah Cahyowati, Msi. Program Studi Marcomm & Advertising Emotional Equotion (Kecerdasan Emosi) Selama ini, yang namanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengarahkan bawahannya. Selain itu dibutuhkan pemimpin yang

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengarahkan bawahannya. Selain itu dibutuhkan pemimpin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu organisasi, kelompok atau masyarakat tentunya membutuhkan dan memiliki pemimpin. Masyarakat yang ingin berkembang membutuhkan tidak saja adanya pemimpin namun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan lisan maupun tidak langsung (Purwanto, 2008). Sedangkan. yang mempunyai arti antara sesama manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan lisan maupun tidak langsung (Purwanto, 2008). Sedangkan. yang mempunyai arti antara sesama manusia. 7 A. Landasan Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kompetensi Komunikasi Kompetensi komunikasi adalah tingkat keterampilan penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu dan mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru atau seorang pendidik, merupakan ujung tombak pendidikan, karena guru

BAB I PENDAHULUAN. Guru atau seorang pendidik, merupakan ujung tombak pendidikan, karena guru 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru atau seorang pendidik, merupakan ujung tombak pendidikan, karena guru memegang perananan yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai,

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan sebagai suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai, misalnya meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Dalam usaha merealisasikan tujuan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Secara umum kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Audit atas laporan keuangan sangat diperlukan, terutama bagi perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Audit atas laporan keuangan sangat diperlukan, terutama bagi perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Audit atas laporan keuangan sangat diperlukan, terutama bagi perusahaan berbadan hukum berbentuk perseroan terbatas yang bersifat terbuka (PT terbuka). Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Intelligent Quotient

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Intelligent Quotient BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Intelligent Quotient 2.1.1.1 Pengertian Intelligent Quotient Dalam memahami akuntansi adanya intelligent quotient merupakan hal yang penting juga untuk

Lebih terperinci

Devi Tirttawirya FIK UNY 1

Devi Tirttawirya FIK UNY 1 Devi Tirttawirya FIK UNY 1 BUILDING A WINNING TEAM Devi Tirtawirya Pendahuluan Tim adalah sebuah kumpulan orang yang mempunyai kepentingan dan pemikiran yang sama untuk mewujudkan suatu gagasan atau kegiatan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ETIS MAHASISWA AKUNTANSI UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ETIS MAHASISWA AKUNTANSI UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN J u n a l E K B I S / V o l. X V I /No.2 E d i s i S e p t e m b e r 2 0 1 6 809 FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ETIS MAHASISWA AKUNTANSI UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN *(Sutri Handayani Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kecerdasan Emosional. Kecerdasan emosional dalam Martin (2003:41) ialah kemampuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kecerdasan Emosional. Kecerdasan emosional dalam Martin (2003:41) ialah kemampuan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional dalam Martin (2003:41) ialah kemampuan untuk memahami diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan

Lebih terperinci

Pengembangan Kepemimpinan

Pengembangan Kepemimpinan Penempatan Pegawai School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation Pengembangan Kepemimpinan KEPEMIMPINAN SITUASIONAL Mahasiswa dapat mengetahui tentang kepemimpinan situasional Pertemuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerangka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerangka penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menyajikan beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian empiris yang digunakan untuk mengembangkan hipotesis. Bagian pertama bab ini membahas beberapa konsep tentang

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN Konferensi Nasional Ilmu Sosial & Teknologi (KNiST) Maret 2015, pp. 188~192 PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN 188 Isah Aisyah 1, Srie Wijaya Kesuma Dewi 2 1 Universitas BSI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja selalu menjadi perbincangan yang sangat menarik, orang tua sibuk memikirkan anaknya menginjak masa remaja. Berbicara tentang remaja sangat menarik karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan Arus kemajuan zaman dan teknologi pada era globalisasi saat ini pendidikan selalu suatu hal yang tidak dapat dihindari. Sama halnya dalam mengalami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas

BAB II KAJIAN TEORI. dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas 1 BAB II KAJIAN TEORI 2.2 Kinerja 2.2.1 Pengertian Kinerja Mangkunegara (2002) menyatakan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi organisasi atau perusahaan itu sendiri. Sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi organisasi atau perusahaan itu sendiri. Sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di perkembangan zaman yang semakin pesat ini, banyak sekali organisasi atau perusahaan yang semakin berkembang sesuai dengan kebutuhan. Organisasi, baik pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu pengaruh kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja. Hal ini termasuk latar belakang penelitian, rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi (Susilo, 2008). rasional berfungsi utama pada jenis Homo sapiens, makhluk mamalia

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi (Susilo, 2008). rasional berfungsi utama pada jenis Homo sapiens, makhluk mamalia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ) adalah kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi (Susilo, 2008). Perkembangan otak manusia menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang merupakan keterampilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akuntansi, hal ini disebabakan karena banyaknya faktor-faktor diluar faktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akuntansi, hal ini disebabakan karena banyaknya faktor-faktor diluar faktor 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian sebelumnya Penelitian Trisnawati dkk (2003) menemukan kecerdasan emosional secara statistik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pemahaman akuntansi,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana Psikologi S-1 Disusun

Lebih terperinci

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA Ulil Nurul Imanah, M.Pd. Universitas Islam Majapahit ulil_math11@yahoo.co.id Abstrak Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Terj. Rahmani Astuti, dkk, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 3.

BAB 1 PENDAHULUAN. Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Terj. Rahmani Astuti, dkk, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 3. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak dengan kecerdasan intelektual tinggi merupakan dambaan bagi setiap orang tua, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan prestasi intelektual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku pemimpin pada lembaga-lembaga pendidikan seringkali menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku pemimpin pada lembaga-lembaga pendidikan seringkali menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku pemimpin pada lembaga-lembaga pendidikan seringkali menjadi titik perhatian para ahli, baik dibidang ilmu pendidikan itu sendiri maupun bidang disiplin

Lebih terperinci

LEADERSHIP IN A DYNAMIC ENVIRONMENT

LEADERSHIP IN A DYNAMIC ENVIRONMENT LEADERSHIP IN A DYNAMIC ENVIRONMENT ABOUT ME PARTONO, Arif 1967, May S1 1991 Unpar S2 1994 Unpad S3 2016 (in progress) Legal, Retail, Franchise, HR, OB, KM, Telco 1991 Store Spv 1994 - Training Coord 1999

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Akhir-akhir ini perhatian para akademisi dan praktisi pendidikan terhadap pendidikan karakter mulai bangkit kembali seiring terbitnya kesadaran akan pentingnya

Lebih terperinci

PENGARUH KEGIATAN PEMBINAAN ROHANI TERHADAP PERKEMBANGAN KECERDASAN SPIRITUAL MAHASISWA SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA JAFFRAY MAKASSAR SKRIPSI

PENGARUH KEGIATAN PEMBINAAN ROHANI TERHADAP PERKEMBANGAN KECERDASAN SPIRITUAL MAHASISWA SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA JAFFRAY MAKASSAR SKRIPSI PENGARUH KEGIATAN PEMBINAAN ROHANI TERHADAP PERKEMBANGAN KECERDASAN SPIRITUAL MAHASISWA SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA JAFFRAY MAKASSAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Dalam Menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perasaan dan pendapat kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang itu,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perasaan dan pendapat kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang itu, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1 Pengertian Asertif Individu yang asertif menurut Sumihardja (Prabowo 2000) mempunyai pengucapan verbal yang jelas, spesifik dan langsung mampu mengungkap

Lebih terperinci

DESKRIPSI PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIPA. Purwati 19, Nurhasanah 20

DESKRIPSI PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIPA. Purwati 19, Nurhasanah 20 DESKRIPSI PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIPA Purwati 19, Nurhasanah 20 Abstrak. Pendidikan harus mampu mempersiapkan warga negara agar dapat berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan

BAB I PENDAHULUAN. perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku Caring merupakan aspek penting yang harus dilakukan oleh perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan yang diperlukan antara pemberi

Lebih terperinci

Kecerdasan Emosi. Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Lembaga Administrasi Negara. PUSDIKMIN

Kecerdasan Emosi. Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Lembaga Administrasi Negara. PUSDIKMIN Kecerdasan Emosi Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Lembaga Administrasi Negara PUSDIKMIN http://www.pusdikmin.com DESKRIPSI SINGKAT Mata ajar ini membekali peserta dengan kemampuan menerapkan kecerdasan emosional

Lebih terperinci

NILAI-NILAI EQ (EMOTIONAL QUOTIENT) PADA NOVEL KUTITIPKAN AZEL KEPADAMU KARYA ZAYYADI ALWY DAN PEMBELAJARAN DI SMA

NILAI-NILAI EQ (EMOTIONAL QUOTIENT) PADA NOVEL KUTITIPKAN AZEL KEPADAMU KARYA ZAYYADI ALWY DAN PEMBELAJARAN DI SMA NILAI-NILAI EQ (EMOTIONAL QUOTIENT) PADA NOVEL KUTITIPKAN AZEL KEPADAMU KARYA ZAYYADI ALWY DAN PEMBELAJARAN DI SMA Oleh: Ika Defi Riyanti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu organisasi karena merupakan sumber yang mengarahkan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN PERKEMBANGAN MORAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA (UMS)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN PERKEMBANGAN MORAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA (UMS) HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN PERKEMBANGAN MORAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA (UMS) Naskah Publikasi Oleh : RAHMAD SETYAWAN F 100 070 035 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan pada dasarnya sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kualitas kinerja pegawai pemerintahan di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kualitas kinerja pegawai pemerintahan di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Secara umum kualitas kinerja pegawai pemerintahan di Indonesia pada saat sekarang ini tergolong sangat buruk yang mengakibatkan rendahnya kinerja institusi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian Altruis adalah suatu bentuk perilaku menolong berupa kepedulian untuk menolong orang lain dengan sukarela tanpa mengharapkan adanya imbalan atau balasan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Era globalisasi yang ditandai dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan gaya kepemimpinan..., Eka Prasetiawati, FISIP 1 UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan gaya kepemimpinan..., Eka Prasetiawati, FISIP 1 UI, 2009 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam upaya menjalankan usaha, setiap perusahaan baik perusahaan yang bergerak dalam sektor jasa maupun industri pasti memiliki tujuan yang harus dicapai dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia sebagai anggota organisasi dalam melakukan proses pekerjaan akan sangat dipengaruhi oleh kepribadian yang berbeda-beda, misalnya sifat, sikap, nilai-nilai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemimpin dan karyawan merupakan elemen penting dalam perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemimpin dan karyawan merupakan elemen penting dalam perusahaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemimpin dan karyawan merupakan elemen penting dalam perusahaan yang memiliki peran penting dalam menjalankan sebuah perusahaan. Dewasa ini perkembangan bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya,

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Pemahaman atau comprehension dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran. Karena itu belajar berarti harus mengerti secara mental makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan memiliki arti penting dalam kehidupan seluruh umat manusia. Betapa pentingnya pendidikan sehingga siapapun tidak dapat lepas dari proses pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Widjaja, 2006). Pegawai memiliki peran yang besar dalam menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Widjaja, 2006). Pegawai memiliki peran yang besar dalam menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang dipekerjakan dalam suatu badan tertentu, baik pada lembaga pemerintah maupun badan usaha merupakan seorang pegawai (A.W. Widjaja, 2006). Pegawai

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini akan berisikan teori-teori mengenai variable-variable, teori subjek penelitian yang akan diteliti dan juga kerangka berfikir. Teori variable akan terdiri dari teori

Lebih terperinci

BAB I. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang

BAB I. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang berperan besar menentukan pelayanan kesehatan. Keperawatan sebagai profesi dan perawat sebagai

Lebih terperinci

AKHLAK PRIBADI ISLAMI

AKHLAK PRIBADI ISLAMI AKHLAK PRIBADI ISLAMI Modul ke: 06Fakultas MATA KULIAH AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MERCU BUANA BEKASI Sholahudin Malik, S.Ag, M.Si. Program Studi Salah satu kunci sukses di dunia dan akhirat karena faktor

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA 1 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Disusun oleh : AHMAD ARIF F 100 030

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terpadu. UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. secara terpadu. UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diharapkan mampu membangun integritas kepribadian manusia Indonesia seutuhnya dengan mengembangkan berbagai potensi secara terpadu. UU RI No.20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah didera oleh berbagai keterpurukan, yang diantara penyebab keterpurukan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi dalam proyek konstruksi merupakan hal yang sangat penting.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi dalam proyek konstruksi merupakan hal yang sangat penting. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Proyek Organisasi dalam proyek konstruksi merupakan hal yang sangat penting. Dalam organisasi suatu proyek terdapat makna usaha, kerjasama, dan tujuan yang ingin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Caring. Swanson (dalam Watson, 2005) mendefinisikan caring sebagai cara perawat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Caring. Swanson (dalam Watson, 2005) mendefinisikan caring sebagai cara perawat 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Caring 1. Pengertian Perilaku Caring Swanson (dalam Watson, 2005) mendefinisikan caring sebagai cara perawat memelihara hubungan yang bernilai dengan pasien agar

Lebih terperinci

Kecerdasan Emosi. Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Lembaga Administrasi Negara

Kecerdasan Emosi. Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Lembaga Administrasi Negara Kecerdasan Emosi Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Lembaga Administrasi Negara DESKRIPSI SINGKAT Mata ajar ini membekali peserta dengan kemampuan menerapkan kecerdasan emosional melalui pembelajaran : Pengertian

Lebih terperinci

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional 15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap organisasi baik itu swasta maupun pemerintah akan berupaya dan berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya organisasi yang diindikasikan dengan

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH ( PROBLEM-BASED INSTRUCTION) DILIHAT DARI GAYA BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL

MODUL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH ( PROBLEM-BASED INSTRUCTION) DILIHAT DARI GAYA BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL MODUL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH ( PROBLEM-BASED INSTRUCTION) DILIHAT DARI GAYA BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL RATRI CANDRA HASTARI 1 1 STKIP PGRI TULUNGAGUNG 1 ratricandrahastari@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan sangat penting apabila berbicara tentang kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan sangat penting apabila berbicara tentang kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sangat penting apabila berbicara tentang kualitas pembangunan manusia pada suatu negara. Sesuai amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia

I. PENGANTAR Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia I. PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia yang tinggi sangat dibutuhkan agar manusia dapat melakukan peran sebagai pelaksana yang handal dalam proses pembangunan. Sumber daya manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dorongan untuk bekerja, kerjasama dan koordinasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dorongan untuk bekerja, kerjasama dan koordinasi. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen dapat diartikan sebagai sistem kerja, maksudnya adalah bahwa di dalam setiap aktifitas suatu organisasi perlu memiliki kerjasama

Lebih terperinci

School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior)

School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) LEADERSHIP Kemampuan mendorong/ mempengaruhi suatu kelompok/ anggota group dalam upaya pencapaian/

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk mendewasakan anak didik, dan mempersiapkan mereka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya para pelaku yang terdapat dalam setiap instansi. Pada sebuah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. upaya para pelaku yang terdapat dalam setiap instansi. Pada sebuah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu instansi didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap instansi dipengaruhi oleh perilaku dan sikap orang- orang yang terdapat

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN KEPERCAYAAN

KEPEMIMPINAN KEPERCAYAAN KEPEMIMPINAN KEPERCAYAAN LEADERSHIP Kemampuan mendorong/ mempengaruhi suatu kelompok/ anggota group dalam upaya pencapaian/ mewujudkan tujuan organisasi Suatu organisasi membutuhkan : PEMIMPIN untuk :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional.

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini peranan sumber daya manusia berkembang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini peranan sumber daya manusia berkembang semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi ini peranan sumber daya manusia berkembang semakin pesat, hal ini mengharuskan setiap perusahaan untuk dapat mengambil keputusan dalam hal strategi

Lebih terperinci