MEKANISME PENGHAMBATAN INISIASI ATEROSKLEROSIS DI TINGKAT SELULER OLEH KURKUMINOID EKSTRAK TEMU MANGGA (Curcuma mangga) TRINI SUSMIATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEKANISME PENGHAMBATAN INISIASI ATEROSKLEROSIS DI TINGKAT SELULER OLEH KURKUMINOID EKSTRAK TEMU MANGGA (Curcuma mangga) TRINI SUSMIATI"

Transkripsi

1 MEKANISME PENGHAMBATAN INISIASI ATEROSKLEROSIS DI TINGKAT SELULER OLEH KURKUMINOID EKSTRAK TEMU MANGGA (Curcuma mangga) TRINI SUSMIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Mekanisme Penghambatan Inisiasi Aterosklerosis di Tingkat Seluler oleh Kurkuminoid Ekstrak Temu Mangga (Curcuma mangga), adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Juli 2010 (Trini Susmiati) NIM P

3 ABSTRACT TRINI SUSMIATI. Inhibition Mechanism of Atherosclerosis Initiation at Cellular Level by Curcuminoid of Temu Mangga Extract (Curcuma mangga). Under direction of SULISTIYANI, DONDIN SAJUTHI, LATIFAH K DARUSMAN Temu mangga (Curcuma mangga) is a potent medicinal herb which functions as an antioxidant because of its curcuminoid content. The curcuminoid has been shown to reduce the susceptibility of low-density lipoprotein (LDL) to oxidation. The oxidation of LDL is believed to be the initiating factor for the development and progression of atherosclerosis. An adhesion molecule is a protein that is expressed to the cell surface when disturbed endothelial function. Proteoglican (PG) is an extracellular matrix found on the cell surface of blood vessels and PG could change in association at development of atherosclerosis. The study aims to assess the potential of the curcuminoids extract inhibiting LDL oxidation and expression of an adhesion molecules on endothelial surface and the role proteoglycan to LDL retention in vitro. The LDL was harvested and isolated from five adult male Macaca fascicularis fed an aterogenic diet for three months. Curcuminoid compound was isolated using ethanol and water solouble.smooth muscle cells isolated from white rat s aorta coronary. Macrophages was isolated from peritoneal of mice and monocyte of M nemestrina. Analyses the oxidation LDL were done by measuring the formation of thiobarbituric acid reactive substance (TBARS) as malonaldehyde (MDA). The fractions of curcuminoid was analized using HPLC. An adhesion molecules was examined immunohistochemical staining that reacted with anti VCAM-1 antibody and anti ICAM-1 antibody. The measured was hexaronat acid using HPLC method and then converted as proteoglican. The results showed as 1.84% curcuminoids from yield of rhizomes temu mango. The quantitative analysis showed is curcuminoids extracts consist of curcumine (6.2%), demetoxi-curcumine (2.3%) and bis-demetoxi curcumine (3.0%). The result of inhibiton of LDL oxidation in macrophage of mice and M. nemestrina were curcuminoid at eight ppm for four hours and six hours incubation (P<001). These data suggest that curcuminoid extract of temu mangga was able to inhibit LDL oxidation to macrophages of mice and Macaca nemestra. There was inhibited of % of oxidation LDL at eight ppm four hours incubation to macrophages of mice compared control without curcuminoid. Inhibiton of oxidation LDL at macrophages of M. nemestrina by curcuminoid at eight ppm for six hours incubation there was %. The results of adhesion molecule of ICAM-1 molecules can be expressed with brownish yellow color, whereas the VCAM-1 molecules did not expressed on the cell surface. The result of hexarunate acid could not be detected. Key words: Atherosclerosis, curcuminoid of temu mangga extract, LDL, VCAM- 1 and ICAM-1, and macrophage

4 RINGKASAN TRINI SUSMIATI. Mekanisme Penghambatan Inisiasi Aterosklerosis di Tingkat Seluler oleh Kurkuminoid Ekstrak Temu Mangga (Curcuma mangga). Dibimbing oleh SULISTIYANI, DONDIN SAJUTHI, LATIFAH K DARUSMAN Akumulasi lipid pada arteri merupakan aspek utama terjadinya patogenesis aterosklerosis. Ateroskleroses adalah gangguan pada lumen pembuluh berupa penebalan yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK) Kondisi ini dapat menimbulkan menimbulkan kerusakan sel endotel dan menjadi disfungsi endotel. Keadaan ini akan diikuti dengan terjadinya agregasi trombosit, peroksidasi lipid, migrasi dan proliferasi sel otot polos pada lapisan intima yang akhirnya membentuk plak. Penyebab utama aterosklerosis yaitu meningkatnya konsentrasi kolesterol yang berdar di aliran darah (hiperkolesterolemia). Sehingga meningkatkan peluang kejadian PJK. Selain peranan LDL, jumlah dan jenis asam lemak yang dikonsumsi diduga dapat mempengaruhi kepekaan terhadap penyakit pembuluh darah. Partikel LDL yang kaya akan apoe bersifat aterogenik dan mungkin berkorelasi terhadap peningkatan kemampuan LDL dalam mengikat proteoglikan (PG) dinding arteri. Proteoglikan berperanan penting dalam terjadinya retensi lipoprotein pada tahap awal aterosklerosis. Proses oksidasi LDL secara in vitro dapat diinisiasi oleh ion logam Cu 2+ dan akan memecah lipid hidroperoksida, dan menginisiasi reaksi propagasi. Pada umumnya LDL yang dioksidasi oleh ion Cu 2+ merupakan zat kemotatik terhadap monosit dan limfosit T. Akibat proses oksidasi yang terjadi di dalam tubuh, maka radikal bebas yang ada di dalam tubuh seperti, RO ROO dan OH akan mengoksidasi lipid lebih lanjut menghasilkan produk oksidasi lipid seperti malonaldehida. Rangsangan awal pada pembentukan lesi aterosklerosis akan menyebabkan perubahan dan intergritas fungsional endotel sehingga memudahkan lipoprotein plasma (LDL teroksidasi) masuk ke dalam subendotel. Dalam percobaan ini, kurkuminoid diharapkan dapat menghambat proses oksidasi LDL. Penghambatan oksidasi LDL menandakan kejadian proses awal aterosklerosis dapat dicegah. Percobaan ini bertujuan yaitu: 1 Mengkaji mekanisme kerja kurkuminoid ekstrak temu magga (Curcuma mangga) dalam menghambat perkembangan aterosklerosis ditingkat seluler yang meliputi oksidasi LDL pada sel makrofag mencit dan beruk, molekul VCAM-1 dan ICAM-1 pada permukaan sel endotel, dan retensi proteoglikan terhadap LDL. 3. Menentukan dosis efektif kurkuminoid ekstrak temu mangga dalam menghambat proses awal patogenesis aterosklerosis ditingkat seluler. Dalam percobaan ini menggunakan lima ekor monyet ekor panjang jantan ((MEP, Macaca fascicularis). Isolasi LDL dilakukan dengan menggunakan metode seperti dilakukan oleh Sulistiyani & Clair (1991). Isolasi kurkuminoid temu mangga dilakukan dengan metode Quiles et al. (2002). Sel makrofag diisolasi dari 20 ekor mencit menggunakan metode dari Aviram et al (2000) dan 3 ekor beruk jantan (Macaca nemestrina) menggunakan Lymphosite Separation Medium (LSM) yang mengandung 6,2 g ficoll dan 9,49 g sodium diatrizole.

5 Derajat oksidasi LDL yang terbentuk diukur dengan uji asam tiobarbiturat (Kleinveld et al. 1992; Conti et al. 1991). Respon ekspresi molekul adhesi (VCAM-1 dan ICAM-1) pada permukaan endotel ditentukan dengan pewarnaan imunohistokimia. Sedangkan isolasi sel otot polos disolasi dari lima belas tikus putih berumur umur 2 minggu (Leik et al. 2004). Proteoglikan ditentukan dengan mengukur konsentrasi asam heksarunat (Lefever et al. 2004). Hasil ekstraksi temu mangga diperoleh rendemen 1,84% Hasil fraksinasi kurkuninoid dengan KCKT diperoleh senyawa kurkumin, demetoksi kurkumin dan bis-demetoksi kurkumin, yang dibandingkan dengan standar kurkuminoid. Pengaruh ion Cu 2+ yang diinkubasi dalam sel makrofag mencit dan beruk yang pra-inkubasi dengan kurkuminoid ekstrak temu mangga 8 ppm ternyata mampu menghambat oksidasi lipid (P<0,01). Sedangkan penghambatan kurkuminoid terhadap oksidasi LDL yang diinkubasi selama 4 jam terjadi sebesar 23,29% pada mencit, dan 23,90 % pada beruk yang diinkubasi selama 6 jam. Oksidasi LDL yang diikubasi dengan ion Cu 2+ mampu dihambat oleh kurkuminoid 8 ppm, pada sel makrofag mencit sebasar 13,07%, yang diinkubasi selama 4 jam, sedangkan pada beruk sebesar 24,28% yang diikubasi selama 6 jam. Dalam percobaan ini VCAM-1 tidak terekspresikan setelah direaksikan antibodi primer (antibodi anti VCAM-1) dan divisualisasikan dengan DAB. Hal ini diduga antibodi primer tidak bereaksi dengan antigen permukaan dari sel. Molekul ICAM-1 terkspresikan setelah direaksikan dengan monoclonal antibody Human ICAM-1 (CD54). Terekspresinya molekul adhesi ICAM-1 ditandai dengan terbentuknya warna kuning kecoklatan setelah divisualisasikan dengan DAB. Kurkuminoid ektrak temu mangga 8 ppm mampu menurunkan respon ekspresi molekul ICAM-1pada permukaan sel endotel. Partikel LDL yang teroksidasi dapat mengekspresikan ICAM-1disamping terbentuk sel-sel busa pada sel endotel yang dikultur. Konsentrasi asam heksarunat yang konversikan sebagai proteoglikan tidak terdeteksi oleh KCKT. Hal ini kemungkinan proteoglikan tidak di lepaskan ke dalam media kultur, atau jumlah konsentrasi proteoglikan terlalu rendah sehingga hasil yang diharapkan tidak terealisasi.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 MEKANISME PENGHAMBATAN INISIASI ATEROSKLEROSIS DI TINGKAT SELULER OLEH KURKUMINOID EKSTRAK TEMU MANGGA (Curcuma mangga) TRINI SUSMIATI Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Mayor Primatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

8 Judul Disertasi Nama : Mekanisme Penghambatan Inisiasi Aterosklerosis di Tingkat Seluler oleh Kurkuminoid Ekstrak Temu Mangga (Curcuma mangga) : Trini Susmiati NIM : P Disetujui Komisi Pembimbing drh. Sulistiyani, M.Sc. Ph.D Ketua Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST. Ph.D Anggota Prof. Dr. Latifah K. Darusman, M.Si. Anggota Diketahui Ketua Mayor Primatologi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST. Ph.D Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, MS. Tanggal Ujian : 13 Agustus 2010 Tanggal Lulus : viii

9 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan lahir dan batin sehingga disertasi yang membahas mengenai Mekanisme Penghambatan Inisiasi Aterosklerosis di Tingkat Seluler oleh Kurkuminoid Ekstrak Temu mangga (Curcuma mangga) ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2004 sampai dengan Desember 2006 di Pusat Studi Satwa Primata, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat-IPB (PSSP LPPM-IPB). Dengan selesainya disertasi ini, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Ketua Komisi Pembimbing drh. Sulistyani, M.Sc. Ph.D yang penuh dengan kesabaran membimbing dan mengarahkan penelitian hingga selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST., Ph.D dan Prof. Dr. Latifah K. Darusman, M.Si, sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas segala pengorbanan waktu, nasehat, kesabaran, ketelitian dan pengorbanan yang dicurahkan selama pembimbingan hingga selesainya penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ketua Program Studi Mayor Primatologi Prof. drh. Dondin Sajuthi, MST. Ph.D dan staf, Kepala Pusat Studi Satwa Primata Dr. drh. Djoko Pamungkas, M.Sc., beserta staf pengajar, Rektor dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada yang telah memberi ijin tugas belajar, serta Dekan Sekolah Pascasarjana IPB atas kesempatan yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer dan Dr. dr. Irma Suparto yang telah membantu menyempurnakan penulisan disertasi hingga selesai, Dr. drh. Diah Iskandriati selaku Kepala Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi beserta staf yang telah memberikan fasilitas penggunaan laboratorium selama penelitian, Kepala Laboratorium Patologi dan Lipida dan staf, Direktur PT. Wanara Satwa Loka dan staf atas izin menggunakan sarana dan fasilitas selama penelitian, dan Direktur ix

10 PERHAPPI beserta staf Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional atas beasiswa kepada penulis. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan tak terhingga kepada Prof. Dr. drh. Wayan Artama, drh. Djoko Pranowo, M.Sc., Dr. drh. Rini W., Dr. drh. Aris Harianto, drh. Aris Purwantoro, MP., Dr. drh. Pudji Astuti MP., Dr. drh. Erni Sulistyawati, drh Susana Wijaya dan drh Ikin Mansjoer M.Sc., yang telah memberikan dukungan. Penghargaan dan rasa terima kasih ditujukan kepada drh. Silmi Marya MS selaku pribadi, drh. Diah Pawitri, Ria Oktarina S.Pt. M.Si., Keni Sultan, S.Pt, M.Si., Eli Supriyani, Windro, Nurjayanti, S.Pt., Mulyana, Alfian, Agus Saputra, S.Si, dan Willy Praira, S.Si atas bantuannya dalam menyelesaikan tulisan ini. Dalam penyelesaian ini, penulis tak akan berhasil tanpa pengorbanan dan kesabaran dari suami tercinta Setiawan, ananda tercinta Didit dan Dian. Terakhir terima kasih dengan penuh cinta dan kangen kepada ibunda dan ayahanda yang selalu senantiasa mendoakan penulis dalam segala ujian dan cobaan, juga kepada kakak, adik-adiku beserta keluarga besar. Tanpa mengecilkan arti, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh kerabat dan andai taulan yang tidak dapat penulis sebutkan. Bogor, Juli 2010 Trini Susmiati x

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 21 Oktober 1958 sebagai anak ketiga dari pasangan Legiman Wongso dan Ponirah. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, mulai tahun 1978 sampai dengan Pendidikan dokter hewan diselesaikan tahun Pendidikan Program Magister diselesaikan pada tahun 1996 di Fakultas Kedokteran Hewan UGM dan memperoleh gelar Magister Pertanian (MP). Pada tahun 2000 s/d 2002 penulis mendapat beasiswa APERI, tahun 2002 s/d 2004 mendapatkan beasiswa dari Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS-DIKTI) untuk melanjutkan Program Doktor pada Program Studi Primatologi. Sampai saat ini, penulis masih bekerja sebagai dosen pada Fakultas Kedokteran Hewan UGM sejak Penulis menikah dengan Setiawan pada tahun 1985 dan dikaruniai dua orang anak, Didit Yudha Setiawan dan Dian Hapsari. xi

12 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR SINGKATAN... PENDAHULUAN... Latar Belakang... Tujuan Penelitian... Manfaat Penelitian... Hipotesis Penelitian... Kerangka Pemikiran... Halaman xiv xvii xviii TINJAUAN PUSTAKA... Temu mangga (Curcuma mangga) Metabolisme Lipoprotein. Aterosklerosis Radikal Bebas dan Antioksidan ANALISIS KANDUNGAN EKSTRAK TEMU MANGGA (Curcuma mangga)... Abstrak... Abstract... Pendahuluan. Bahan dan Metode.. Hasil dan Pembahasan... Simpulan dan Saran. Daftar Pustaka. KEMAMPUAN KURKUMINOID EKSTRAK TEMU MANGGA DALAM MENGHAMBAT PROSES OKSIDASI LIPOPROTEIN DENSITAS RENDAH (LDL) PADA SEL MAKROFAG... Abstrak. Abstract Pendahuluan. Bahan dan Metode... Hasil dan Pembahasan. Simpulan dan Saran. Daftar Pustaka xii

13 RESPON EKSPRESI MOLEKUL ADHESI PADA PERMUKAAN SEL ENDOTEL OLEH KURKUMINOID EKSTRAK TEMU MANGGA Abstrak... Abstract Pendahuluan. Bahan dan Metode... Hasil dan Pembahasan. Simpulan dan Saran. Daftar Pustaka.. PRODUKSI PROTEOGLIKAN SEL OTOT POLOS PADA PEMBERIAN KURKUMINOID EKSTRAK TEMU MANGGA... PEMBAHASAN UMUM. SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram Kerangka Pemikiran Temu mangga (Curcuma mangga) Struktur Kurkumin (Cikrikci et al. 2008) Struktur kolesterol Stuktur lipoprotein Metabolisme lipoprotein Hipotesis Respon Kelukaan pada proses aterosklerosis (Ross 1993) Patogenesis aterosklerrosis (A, LDL teroksidasi menstimuli monosit; B, mencegah agresi monosit; C, pembentuk sel busa; D, oksidasi LDL menghasilkan disfungsi endotel dan perlukaan; E, sel busa penyeyebab sel nekrose dan LDL teroksidasi terakumulasi) (Stocker dan Keaney 2004) Keberadaan sel antigen pada plak aterosklerosis dan sel T pada permukaan endotel menandakan dimulai kejadian imunologik. Sitokina, khemokina, faktor pertumbuhan dan enzim hidolitik disekresikan oleh sel sebagai respon reeaksi peradangan. Plak akhinya berkembang menjadi radang, ruptur atau tetap stabil sebagai plak (Robertson & Hansson, 2005) Kaskade kejadian aterogenesis diawali oleh makrofag yang berinteraksi dengan limfosit sel T teraktivasi dan makrofag (Robertson & Hansson, 2005) Struktur dasar proteoglikan Biosintesis proteoglikan Kromatogram kurkuminoid ekstrak temu mangga dan standar kurkuminoid Bentuk sel monolayer makrofag peritoneal mencit (A) dan sel darah Putih beruk (B), Perbesaran 278x Efek sel makrofag mencit dan beruk terhadap oksidasi LDL dan ion Cu 2+ (inkubasi 4 jam) Penghambatan oksidasi LDL yang diinduksi ion Cu +2 Oleh kurkuminoid pada inkubasi 4 jam (biru) dan 6 jam (merah) (E 2 : 2 ppm; E 6 : 6 ppm, E 8 : 8 ppm) xiv

15 17. Penghambatan oksidasi lipid dalam sel makrofag mencit yang diinduksi oleh ion Cu 2+ dan kurkuminoid selama 4 jam (biru) dan 6 jam (merah) (E2: 2 ppm; E6: 6 ppm, E8: 8 ppm) Penghambatan oksidasi lipid dalam sel makrofag beruk oleh ion Cu 2+ dan kurkuminoid selama 4 4jam (biru) dan 6 jam (merah) (E2: 2 ppm; E6: 6 ppm, E8: 8 ppm) Penghambatan oksidasi LDL oleh sel makrofag mencit yang yang diinkubasi dengan Cu +2, dan kurkuminoid ekstrak selama 4 jam (biru) dan 6 jam (merah) (E 2 : 2 ppm; E 6 : 6 ppm, E 8 : 8 ppm) Penghambatan oksidasi LDL oleh makrofag beruk yang diinkubasi dengan Cu +2 dan kurkuminoid ekstrak, selama 4 jam (biru) dan 6 jam (merah) (E 2 : 2 ppm; E 6 : 6 ppm, E 8 : 8 ppm) Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia VCAM-1 sel endotel (SE), perbesaran 160x. (a) SE+ Ab 40 µg, (b) SE tanpa Ab, (c) SE+ Ab 40 µg+et 2 ppm (d) SE+ Ab 40 µg+et 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga) Gambar mikroskopis pewarnaan imunohistokimia VCAM-1 sel endotel (SE)dengan 5 µm Cu 2+, perbesaran 160x. (a) SE+ Ab 40 µg, (b) SE tanpa Ab, (c) SE+ Ab40 µg+et 2 ppm, (d) SE+ Ab 40 µg+et 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga) Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia VCAM-1 sel endotel (SE) dengan LDL 200 ug, perbesaran 160x. (a) SE+ Ab 1 40 µg, (b) SE tanpa Ab, (c), SE+ Ab40 µg+et 2 ppm (d) SE+ Ab 40 µg+et 8 ppm. (ET, ekstrak temu mangga) Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia VCAM-1 sel endotel (SE) dengan LDL 200 µg, 5µM Cu 2+, VCAM-1, perbesaran 160x. (a) SE+ A 40 µg, (b) SE tanpa Ab, (c), SE+ Ab 40 µg+et 2 ppm, (d) SE+ Ab40 µg+et 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga) Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia ICAM-1 sel endotel (SE), perbesaran 160x:(a) SE + A 1 20 µg, (b) SE tanpa Ab, (c) SE + Ab20 µg + ET 2 ppm, (d) SE + Ab20 µg + ET 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga) Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia ICAM-1 sel endotel (SE) dengan Cu 2+ 5 µm: (a) SE + Ab20 µg, (b) SE tanpa Ab, (c) SE + A 1 20 µg + ET 2 ppm, (d) SE + Ab 20 µg + ET 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga) xv

16 27. Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia ICAM-1 sel endotel (SE) dengan LDL 200 µg, perbesaran160x: (a) SE + Ab20 µg, (b) SE tanpa A 1, (c) SE + Ab 20 µg + ET 2 ppm, (d) SE + Ab20 µg + ET 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga) Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia ICAM-1 sel endotel (SE) dengan 200µg LDL dan 5µM Cu 2 +, perbesaran 160x: (a) SE + Ab20 µg, (b) SE tanpa Ab, (c) SE + Ab 20 µg + ET 2 ppm, (d) SE + Ab20 µg + ET 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga) Monolayer sel otot polos arteri koronaria tikus putih (perbesaran 160x). Sel otot polos diisolasi dari arteri koronaria tikus berumur 2-3 minggu, dengan cara membuka rongga dada, aorta dipotong dan ditampung dalam tabung berisi PBS (penisilin200 μ/ml, streptomisin 200 ug/ml & 50 U/ml nycostatin). Sel konfluen, dieliminasi dengan cara mengganti medium tanpa diberi FBS dan diinkubasi kembali selama 24 jam xvi

17 DAFTAR TABEL Halaman 1 Lipoprotein pada manusia (Horton et al 1996) Hasil analisis fitokimia ekstrak temu mangga Hasil kuantitatif kandungan ekstrak temu mangga Waktu retensi, luas area metabolit dan ketinggian puncak hasil fraksinasi kurkumimoid Jumlah Persentase fraksi kurkuminoid hasil KCKT Rerata jumlah lipoprotein (mg /ml) dari plasma darah MEP Efek kurkuminoid temu mangga pada oksidasi LDL yang diinduksi ion Cu Efek kurkuminoid ekstrak temu mangga terhadap reaksi oksidasi dalam sel makrofag mencit yang diinduksi ion Cu Efek kurkuminoid temu mangga pada oksidasi oleh sel makrofag beruk, diinduksi ion Cu Efek kurkuminoid temu mangga terhadap oksidasi LDL oleh sel makrofag mencit yang diinkubasi dengan ion Cu Efek kurkuminoid temu mangga terhadap oksidasi LDL sel makrofag beruk yang diinduksi ion Cu 2+ terhadap xvii

18 DAFTAR SINGKATAN Ab 1 BSA APC CPAE CS-PG DAB DMEM DNA DS-PG EDCF EDGF EDHF ELAM-1 ET FBS GAG GLM GM-CSF HS-PG HDL H 2 O 2 ICAM-1 IDL IL KCKT KS-PG LCAT LDL LPS LFA-1 MCP-1 M-CSF MDA MEP MHC-II MMP = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = antibody primer bovine serum albumin antigen presenting cells coronary pulmonary arterial endothelial kondroitin sulfat- proteoglikan 33-diaminobenzidine tetra hydrochloride Dulbeco s minimal eagle s media deoxy ribonucleic acids dermatan sulfat- proteoglikan endothelium derived constriction factor endothelium derived relaxing factor endothelium derived hyperpolarizing endothelium adhesion molecule-1 ekstrak temu mangga fetal bovine serum glikosaminoglikan general linear model granulocyte-monocyte stimulating factor heparan sufat - proteoglikan high density lipoprotein hidrogeperoksida intercellular adhesion molecule-1 intermediate density lipoprotein interleukin kromatografi cair kinerja tinggi keratan sulfat proteoglikan lecithin cholesterol aciltransferase Low density lipoprotein lipopolysaccharide Lymphocyte function-associated antigen-1 macrophage chemoattractant protein-1 macrophage colony stimulating factor malonaldehyde monyet ekor panjang Major histocompatibility complex clas II matrix metalloproteinase xviii

19 NO NOS OH PB PB PDGF PECAM PMA PG PMA ROS RPMI SE SOD TBA TF TNF-α VCAM-1 VLDL = = = = = = = = = = = = = = = = = = = nitrite oxide nitrite oxide synthesis radical hydroxi phosphate buffered phosphate buffered saline platelet derived growth factor platelet endothelial adhesion molecule phorbol 12-myriatate13-acetate proteoglikan phorbol 12-myristate 13 acetate radical oxygen singlet Roswell Park Memorial Institute sel endotel super oxide dismutase thiobarbituric acid tissue factor tumor necrosis factor- α vascular adhesion molecule-1 very low density lipoprotein xix

20 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : Dr. dr. Irma H. Suparto, MS Dr. dra. Eti Rohaeti, MS Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. drh. Wayan T. Arthama Prof. Dr. Maria Bintang MS. xx

21 PENDAHULUAN Penyakit jantung sampai saat ini masih merupakan penyakit yang banyak diderita manusia dan menyebabkan kematian di dunia yang cukup tinggi, termasuk di Indonesia. Salah satu penyakit jantung yang paling ditakuti orang adalah penyakit jantung koroner (PJK). Mosca et al (2007) melaporkan bahwa angka kejadian PJK pada wanita di Amerika Serikat meningkat hingga 34% dari 38,2 juta penduduk, sedangkan di Cina 53% terjadi pada usia 35 tahun, dan 25% pada usia 74 tahun. Laporan terakhir dari WHO (2005) menyebutkan bahwa, dari 17,5 juta penduduk didunia, 30% kematian disebabkan oleh PJK dan dari 30% tersebut 1,6 juta kematian disebabkan oleh serangan jantung, 5,7 juta disebabkan oleh stroke. Penyebab kematian di Indonesia, PJK menempati urutan tertinggi. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga yang dilakukan oleh Wuryastuti (2000) dan Priyana (2004) menyatakan bahwa persentase PJK meningkat setiap tahun, yakni pada tahun 1992 sebesar 9,9%; tahun 1995 sebesar 19% dan tahun 2001 sebesar 26,4%. Rackley (2006) melaporkan suatu studi dari hasil autopsi yang dilakukan pada 760 orang yang berumur tahun, yang merupakan korban kecelakaan dan bunuh diri. Dari hasil autopsi dijumpai kejadian peningkatan ateroma koroner, dengan kejadian sebesar 20 % pada laki-laki dan perempuan berumur tahun, sedangkan pada yang berumur tahun kejadiannya berkisar 8%. Selanjutnya dikatakan bahwa di Amerika Serikat sekarang ini sekitar 12,6 juta orang mengalami PJK dan 25% dari seluruh rakyatnya memiliki minimal satu faktor resiko penyakit jantung. Penyebab terjadinya PJK adalah aterosklerosis yang gejalanya dapat muncul secara tiba-tiba, dan berakibat fatal. Kondisi ini disebabkan karena kebutuhan selsel serabut otot jantung akan zat-zat makanan ataupun O 2 yang dialirkan melalui pembuluh darah koroner tidak terpenuhi. Kematian karena PJK berhubungan erat dengan konsentrasi total kolesterol darah dan asupan lemak yang berlebihan. Hal ini ditunjang oleh seringnya penyakit ini dijumpai pada orang-orang yang mempunyai kebiasaan makan makanan yang mengandung lipid atau kolesterol. 1

22 Kenaikan konsentrasi kolesterol dalam darah merupakan salah satu dari banyak faktor risiko terjadinya PJK. Faktor risiko atau atherogenic factor adalah berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya proses berkembangnya aterosklerosis. Ada dua jenis faktor risiko yang dapat mendorong terbentuknya aterosklerosis yaitu yang dapat diubah seperti kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, tekanan darah tinggi, obesitas, estrogen, dan merokok; dan yang tidak dapat diubah seperti usia, gender, etnis, dan genetik. Saat ini dikenal faktor risiko baru PJK seperti kadar homosistein, C-reactive Protein (CRP) serta lipoprotein (a) (Libby 2000; Packard & Libby 2008). Hiperkolesterolemia berkaitan erat dengan peran partikel LDL dan HDL dalam pembentukan aterosklerosis. Rackley (2006) menyatakan bahwa pada lesi aterosklerotik jumlah kolesterol non HDL kurang lebih 160mg/dl (4,14 mmol/l) dan kolesterol HDL kurang dari 35 mg/dl (0,91 mmol/l). Bila jumlah LDL dalam darah tinggi, sedangkan HDL jumlahnya menurun maka keadaan ini dapat memicu pembentukan awal aterosklerosis. Kejadian awal aterosklerosis ditandai dengan terbentuknya sel-sel busa pada intima sebagai akibat dari LDL teroksidasi yang masuk ke dinding pembuluh darah bagian dalam (intima). Di dalam intima, LDL teroksidasi tertangkap oleh sel makrofag (Fuller & Jialal 1994; Stocker & Keaney 2004). Hiperkolesterolemia dapat meningkatkan aktivitas permukaan lumen arteri yang dapat memicu peradangan (Hansson 2009). Pada proses radang maka sel mengeluarkan beraneka sitokina dan merangsang munculnya sel limfosit T ke permukaan pembuluh darah. Sitokina akan meningkatkan akktivitas permukaan sel endotel, sedangkan sel limfosit T akan masuk ke dalam sel endotel dan bergabung dengan makrofag (Packard & Hansson 2008). Aterosklerosis berawal dari penumpukan ester kolesterol LDL di dinding arteri. Secara normal LDL dapat masuk dan keluar dari dinding pembuluh darah melalui endotel, Masuknya lipoprotein ke bagian intima akan meningkat seiring tingginya jumlah lipoprotein dalam plasma (hiperlipidimia), ukuran lipoprotein, dan tekanan darah (hipertensi). Kondisi ini akan meningkatkan permebialitas 2

23 dinding arteri, sehingga lipoprotein dan ester kolesterol terakumulasi di dinding pembuluh darah. Oksidasi lipoprotein merupakan rangkaian reaksi penting dalam aterosklerosis, Partikel LDL teroksidasi akan masuk ke dalam intima dan dengan mudah ditangkap oleh makrofag melalui reseptor scavenger. Akibat terjadinya oksidasi LDL, maka struktur LDL akan berubah terutama terjadi pada Apo B- 100 sehingga lipoprotein bermuatan negatif. Perubahan LDL ini dengan mudah dapat berinteraksi dengan proteoglikan pada permukaan sel-sel pembuluh darah. Proteoglikan berperanan penting dalam terjadinya retensi lipoprotein pada tahap awal aterosklerosis. Proteoglikan mempunyai afinitas tinggi terhadap lipoprotein yang mengandung apo B-100 dan apo E. Kunjathoor et al. (2002) melaporkan bahwa proteoglikan adalah substrat yang dapat menjerat lipoprotein. Pada aterosklerosis, jumlah total proteoglikan yang dihasilkan lebih rendah dari kondisi normal. Perkembangan aterosklerosis dapat juga disebabkan oleh berinteraksinya sel-sel pembuluh darah yang dapat diperantarai oleh berbagai sitokina, faktor pertumbuhan, radikal bebas termasuk molekul adhesi. Molekul adhesi seperti selektin, Intercellular cell adhesion molecule (ICAM), vacular cell adhesion molecule (VCAM) merupakan protein yang dapat muncul dan menempel pada permukaan endotel sebagai akibat disfungsi endotel. Molekul ini berperan sebagai reseptor bagi glikokonjungat dan integrin yang terdapat pada monosit dan sel limfosit T. Molekul adhesi yang menempel pada sel endotel akan menstimuli sitokina. Sitokina dapat merangsang beriinteraksinya ikatan limfosit atau sel tumor pada sel endotel sampai ke tingkat mikrovaskular (Libby, 2002; Nakasima et al, 1998; Zibara et al, 1999, Hansson 2009). Meskipun peningkatan resistensi LDL teroksidasi telah banyak diteliti dengan menggunakan berbagai agen farmasetik sintetik, tetapi usaha untuk mengidentifikasi obat-obat tradisional masih terus dilakukan. Saat ini secara ekonomis masyarakat sangat mengharapkan dapat memperoleh obat alami, murah dan tersedia melimpah. Manfaat, khasiat dan penggunaan tanaman sebagai bahan baku obat biasanya diketahui secara turun menurun dari nenek moyang. Kecenderungan kuat untuk kembali kepada cara-cara pengobatan yang 3

24 menerapkan konsep back to nature, menyebabkan temu mangga banyak diburu dan diteliti. Sampai saat ini, secara ekonomis masyarakat Indonesia sangat mengharapkan dapat memperoleh obat yang alami, murah, dan tersedia melimpah. Temu mangga (Curcuma mangga) merupakan tanaman obat yang belum banyak dimanfaatkan dan diteliti. Temu mangga termasuk dalam jenis temutemuan yang mengandung senyawa kurkuminoid dan flavonoid. Kurkuminoid maupun flavonoid berfungsi sebagai antioksidan. Zat aktif yang terkandung dalam spesies kurkuma adalah diferuloil-metana yang dikenal sebagai kurkumin. Kurkumin merupakan turunan dari kurkuminoid yang memberikan aroma spesifik, berwarna kuning, dan dapat digunakan sebagai zat pewarna makanan, kosmetik. Penelitian terhadap kelompok rimpang temu-temuan telah banyak diteliti. Kelompok temu-temuan ini dapat digunakan sebagai obat karena mengandung kurkuminoid yang dapat berperan sebagai antiradang, antirematik, antihepatoksik, antikarsinogenik, antitrombosis dan bahkan antioksidan. Dilihat dari struktur kurkuminoid, gugus fenolik pada kurkuminoid mempunyai kemampuan mengeliminasi radikal bebas, sehingga temu mangga dapat digunakan sebagai alternatif terapi aterosklerosis. Dalam penelitian ini, kurkuminoid diisolasi dari rimpang temu mangga dan diharapkan dapat melindungi sel terhadap reaksi oksidasi lipid. Penghambatan oksidasi lipid merupakan pencegahan awal akan terbentuknya aterosklerosis. Peranan obat tradisional bagi kesehatan sangat penting. Arahan presiden RI untuk pengembangan jamu Indonesia yang disampaikan pada Munas GP 2007 dan Gelar Kebangkitan Jamu antara lain menyatakan: Meningkatakan peran jamu dalam kesehatan, kebugaran dan kecantikan; Ristek dan Perguruan Tinggi mengembangkan penelitian dan pengembangan jamu. Temu mangga merupakan salah satu jenis tanaman obat yang dapat dikembangkan. Dalam percobaan ini kurkuminoid ekstrak temu mangga yang diinkubasi ke dalam kultur sel, diharapkan mampu menghambat oksidasi LDL. Penghambat oksidasi lipid berarti mencegah terbentuknya sel busa oleh makrofag, menghambat terekspresinya molekul adhesi seperti VCAM-1, ICAM-1 pada sel endotel dan mencegah proliferasi sel otot polos. 4

25 Rumusan Masalah Mekanisme proses awal terjadinya patogenesis aterosklerosis telah diketahui dengan pasti. Namun informasi, pemanfaatan dan penggunaan kurkuminoid ekstrak temu mangga sebagai obat tradisional masih sangat terbatas dalam pencegahan aterosklerosis sebagai penyebab terjadinya PJK. Sejauh mana mekanisme kerja zat aktif yang terkandung dalam temu mangga sebagai obat, sampai saat kini belum diketahui. Ditambah lagi dengan cukup mahalnya biaya untuk mengobati kejadian PJK, maka peneliti tertarik untuk mengkaji mekanisme penghambatan inisiasi atereosklerosis di tingkat seluler oleh kurkuminoid ekstrak temu mangga (Curcuma mangga) sangat penting dilakukan. Adanya penghambatan proses oksidasi lipid pada sel makrofag dan sel endotel oleh kurkuminioid secara in vitro, akan memberikan informasi mengenai mekanisme kerja kurkuminoid ekstrak temu mangga sebagai obat, sekaligus angin segar bagi masyarakat tentang pemanfaatan temu mangga sebagat obat yang dapat dipertanggung jawabkan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengungkap peranan zat aktif yang terdapat di dalam temu mangga 2. Mendapatkan kurkuminoid temu mangga dan mengetahui turunannya yang terdapat pada kurkuminoid ekstrak temu mangga. 3. Mendapatkan informasi dan mengkaji mekanisme kurkuminoid ekstrak temu magga dalam menghambat perkembangan aterosklerosis tingkat seluler meliputi oksidasi LDL pada sel makrofag. 4. Mendapatkan informasi dan mengkaji mekanisme kurkuminoid dalam menghambat ekspresi molekul adhesi pada permukaan sel endotel (sel line CPAE) dan peran proteoglikan dalam retensi LDL. 5. Menentukan dosis efektif ekstrak kurkuminoid temu mangga dalam menghambat proses awal patogenesis aterosklerosis secara in vitro. 5

26 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang: 1. Komponen bioaktif di dalam rimpang temu mangga (Curcuma mangga) yang dapat digunakan sebagai obat alternatif pada aterosklerosis. 2. Khasiat kurkuminoid ekstrak temu mangga dalam mengobati kejadian awal aterosklerosis. 3. Prospek penggunaannya dan pengembangan temu mangga sebagai bahan baku obat karena mempunyai keanekaragaman, baik sebagai obat tradisional, fitoterapi, farmasetik sebagai usaha mandiri dalam bidang bahan baku obat. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan di atas dapat dibuat beberapa hipotesis sebagai berikut: 1. Kurkuminoid ekstrak temu mangga (Curcuma mangga) dapat menghambat proses reaksi oksidasi lipoprotein densitas rendah (LDL) secara in vitro. 2. Penghambatan oksidasi LDL dapat menurunkan konsentrasi malonaldehid (MDA) sel makrofag mencit dan beruk yang diberi ion Cu 2+, LDL dan LDL teroksidasi. 3. Mencegah terekspresinya molekul adhesi pada kultur sel endotel yang diinkubasi dengan ion Cu 2+, LDL dan LDL teroksidasi. 4. Dapat meningkatkan konsentrasi proteoglikan pada kultur sel otot polos arteri koronaria tikus yang menggambarkan adanya pencegahan reaksi oksidasi LDL 6

27 Kerangka Pemikiran Perkembangan dunia teknologi di segala bidang saat ini semakin banyak terjadi, demikian juga dengan perkembangan di bidang pengobatan. Berbagai macam obat jadi telah dihasilkan untuk mengobati berbagai macam penyakit sehingga banyak jenis dan macam penyakit bisa disembuhkan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, menyebabkan banyak sekali masyarakat yang mengabaikan masalah kesehatan. Mahalnya harga obat, biaya pengobatan tinggi dan sulitnya mendapatkan bahan obat merupakan salah satu penyebab rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Untuk menyikapi masalah tersebut, saat ini banyak dikembangkan produk obat yang secara alami tumbuh di Indonesia. Antioksidan adalah senyawa yang dapat melindungi sel terhadap efek kerusakan dan reaksi spesies oksigen yang menghasilkan oksigen singlet, super oksida, peroksil radikal, atom radikal dan peroksi nitrit. Antioksidan membantu memperbaiki sistem enzim di dalam sel tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul yang tidak stabil yang dapat menyerang DNA dan mitokondria, dengan demikian akan merusak fungsi kesehatan membran dan organ. Kerusakan ini mengganggu replikasi normal material seluler di seluruh tubuh. Akumulasi berbagai sel pada bagian intima dari arteri merupakan aspek utama dari patogenesis aterosklerosis. Kondisi ini dapat menimbulkan perubahan fungsi pada permukaan sel endotel. Perubahan yang terjadi pada permukaan sel endotel dapat menimbulkan kerusakan dan menjadi disfungsi endotel, kemudian diikuti dengan agregasi trombosit, peroksidasi lipid, sel otot polos pada lapisan intima yang akhirnya membentuk plak aterosklerosis. Tingginya oksidasi LDL berkaitan dengan penyakit jantung koroner. Partikel LDL yang teroksidasi dan beredar di sirkulasi merupakan faktor risiko yang meningkatkan peluang terjadinya penyakit jantung koroner (PJK). Selain peranan LDL, jumlah dan jenis asam lemak yang dikonsumsi diduga dapat mempengaruhi kepekaan terhadap penyakit pembuluh darah. 7

28 Penyakit jantung koroner selain disebabkan oleh LDL teroksidasi yang beredar di sirkulasi darah, dapat diperberat dengan adanya faktor resiko seperti jenis kelamin, total kolesterol, diabetes, hipertensi, merokok dan hemosistein. Lipoprotein yang terdapat di dalam darah dapat diinduksi oleh ion logam sehingga akan terbentuk LDL teroksidasi. Sedangkan pada dinding arteri, oksidasi dapat disebabkan karena adanya lipoksigenase dan atau mioloperoksidase. Kondisi ini dapat menyebabkan aterosklerosis dengan cara merangsang monosit untuk berinfiltrasi ke dalam endotel sehingga terbentuk sel busa. Apabila terjadi terus menerus akan menyebabkan perubahan struktur pembuluh darah. Perubahan struktur ini menimbulkan efek sitotoksik terhadap lipid peroksida akibat reaksi oksidasi lipid. Sel-sel endotel, monosit, makrofag, limfosit dan sel otot polos mempunyai kemampuan meningkatkan laju oksidasi LDL secara in vitro. Proses oksidasi LDL dapat terjadi di dalam serum namun membutuhkan sejumlah logam pereduksi/pengoksidasi seperti Cu 2+ dan Fe 3+. Hal ini menunjukkan bahwa LDL tidak dioksidasi di dalam sirkulasi darah. Oksidasi LDL terjadi pada dinding pembuluh darah yang kaya akan aktivitas antioksidan dan plasma, terutama pada dinding arteri dengan plak aterosklerosis dimana tingkat ion Cu 2+ dan Fe 3+ tinggi. Saat ini, perkembangan terhadap ilmu pengetahuan mengenai patogenesis aterosklerosis di tingkat molekuler berkembang pesat ke arah yang lebih spesifik pada target molekuler untuk terapi antiaterosklerosis. Perioxisome proliferator activated receptors (PPARs) berperan penting sebagai target antiaterogenik. Sel endotel spesifik berperan dalam mengatur PPARs termasuk menghambat molekul adhesi, meningkatkan pelepasan nitrit oksid (NO), menurunkan pembentukan sel busa dan pengambilan glikosilasi LDL, serta trigliserid yang kaya lipoproptein (Crowther, 2005). Dalam penelitian ini, kurkuminoid diharapkan dapat menghambat proses oksidasi LDL sehingga aterosklerosis dapat dicegah. Untuk membuktikan efek kurkumioid ekstrak temu mangga terhadap proses oksidasi LDL dalam, maka dilakukan penelitian secara in vitro terhadap sel makrofag mencit dan makrofag beruk (Macaca nemestrina ), sel otot polos arteri koronaria tikus putih dan sel endotel (bovine pulmonary artery, sel lestari CPAE, CCL 209, America Tissue Culture Collection). 8

29 Moyet Ekor Panjang (MEP) Plasma darah Liprotein densitas rendah/ldl Aterosklerosis Hipotesis: Kerusakan jaringan, Infiltrasi lipid Gabungan, Respon imun Back to nature Temu mangga, kurkuminoid (Sel endotel, Sel otot polos) Aktivitas Makrofag (Mencit, beruk) PUFA Reaksi redoks ion logam hidroksiperoksid Lipoksigenase (ion logam) Mieloperoksidase (tgt. ion logam) NO Nitrit NO antioksidan endogen, lipid peroksidasi, aldehid Aldehid bereaksi dengan lisin (pada apo B) Spesies reaktif (HOCl, radikal Tyr, Chloramin, NO 2 ) Oksidasi lipid dan protein LDL teroksidasi 1. Fraksi kurkuminoid KCKT 2. Konsentrasi MDA (TBA, uji ragam, Anova) 3. VCAM-1 dan ICAM-1 imunohistokimia 4. Proteoglikan (heksarunat) KCKT Rekomendasi : Dosis efektif kurkuminoid dalam menghambat oksidasi LDL sehingga Gambar secara 2 dini Kerangka aterosklerosis Pemikira dapat dicegah Gambar 1 Kerangka Pemikiran 9

30 TINJAUAN PUSTAKA Temu mangga (Curcuma mangga) Saat ini banyak dikembangkan produk obat herbal, yang secara alami banyak tumbuh di Indonesia. Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang penting untuk digali. Kunyit /kurkuma merupakan kerabat kunyit yang sudah sejak dulu ditanam sebagai bahan ramuan obat tradisional. Kunyit merupakan jenis tanaman yang dikenal sebagai temu-temuan dan semakin memasyarakat sebagai obat tradisional. Ada banyak jenis Curcuma sp. yang dijumpai di alam (de Padue et al. 1999), seperti temu ireng (Curcuma aerogenosa Roxb), temu purot (Curcuma aurantica v.zijp), kunir kebo (Curcuma eurochroma Valeton), temu giring (Curcuma heyneana Valeton & v. Zijp), kunyit (Curcuma longa L), temu mangga (Curcuma mangga Valeton & v. Zijp), temu badur (Curcuma petiolata Roxb), koneng pinggang (Curcuma purpurascens Blume), temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan temu putih (Curcuma zedoaria). Temu mangga (Curcuma mangga) merupakan salah satu dari sekian jenis kunir atau temu-temuan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obatobatan. Temu mangga sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat jawa, Malaya dan Madagaskar, penyebarannya mencapai wilayah Asia tengah, Cina, Taiwan. Menurut de Padue et al. 1999, taksonomi Curcuma mangga dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divis Spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas monokotiledon, bangsa zingiberales, suku zingiberaceae, marga curcuma dan spesies curcuma sp. (Gambar 2). Gambar 2 Temu mangga (Curcuma mangga) 10

31 Temu mangga dapat tumbuh mencapai 110 cm. Rimpang induk bulat telur, permukaan luar bewarna kuning pucat dan bagian dalam kuning pucat atau kuning belerang, berbau seperti wortel, rasanya seperti mangga, tunas muda berwarna putih, rimpangnya bercabang ke segala arah. Daun terdiri atas 5-7 helai berpelepah bewarna keunguan, helai daun berwarna hijau bagian ujung berekor hingga 2,5 cm. Bunga terpisah dari batang yang berdaun, tangkai bunga berukuran 15 cm. Bunga bewarna putih separuh cuping bibir berwarna kuning. Di Indonesia, kunyit/kurkuma termasuk dalam temu mangga. Ada 10 jenis kunyit yang banyak dipakai sebagai obat tradisional. Potensi sebagai obat dimungkinkan karena kunyit terbukti mempunyai daya antiradang, antikuman (Tonnesen et al. 1987), antirematik (Deodhar et al. 1980) serta antihepatoksik (Kiso et al. 1983), bahkan diduga mempunyai potensi antitumor serta antioksidan. Disamping itu kunyit/kurkuma banyak dipakai sebagai bumbu masak, menambah rasa, dan pewarna yang menarik pada berbagai bahan makanan. Ada 3 spesies kurkuma yang mengandung kurkumin yang telah diteliti dari 9 spesies kurkuma. Ketiga spesies tersebut adalah temu giring, temu lawak, dan kunir (Prana 1995), sedangkan 6 kurkuma lainnya relatif sedikit mengandung kurkumin, tidak berwarna tetapi mengandung flavonoid yang belum diidentifikasi lebih lanjut. Kurkumin Kurkumin adalah zat aktif yang terkandung di dalam tanaman jenis temutemuan. Secara kimia, kurkuminoid merupakan turunan diferoloilmetana terdiri atas dimetoksi diferuloil-metan (kurkumin) dan monodesmetoksi diferuloil-metan (desmetosi-kurkumin). Kurkumin mempunyai rumus molekul C 21 H 20 O 6 dengan bobot molekul 368, berwarna kuning dan mudah berubah menjadi kecoklatan karena sinar matahari (Quiles et al. 2002; Sreejayan et al. 1997). Kurkumin stabil pada ph di bawah 6,5 dan akan berubah strukturnya bila diatas ph 6,5. Jenis lain kurkumin adalah bisdemetoksi-kurkumin dan desmetosi-kurkumin (Gambar 3). Bila di lihat dari struktur kurkuminoid, gugus metoksi yang terdapat pada bis-desmetoksi-kurkumin digantikan dengan atom hidrogen. Gugus fenolik diduga berfungsi sebagai antibakterial, dan gugus fenolik tersebut menjadi dasar bahwa kurkumin juga mempunyai kemampuan dalam mengeliminasi turunan radikal 11

32 oksigen yang terdapat pada medium dan bertanggung jawab terhadap peroksidasi lipid di dalam sel. Gugus fenolik ini adalah esensial untuk scavenger superoksid dan keberadaan gugus orto metoksi pada molekul fenolik akan meningkatkan aktivitas kurkumin (Rao 1995;Sreejayan et al. 1997). O H O R R2 HO OH Keterangan: R1 R2 Kurkumin -OCH 3 -OCH 3 Demetoksi-kurkumin -OCH 3 H Bis-demetoksi-kurkumin H H Gambar 3 Struktur kurkuminoid (Cikrikci et al. 2008). Kurkumin merupakan skavenger kuat terhadap beberapa spesies oksigen reaktif dan mempunyai kemampuan untuk melindungi lipid, hemoglobin dan mencegah degradasi oksidatif DNA. Kurkumin dikenal sebagai agen antiradang dan antikarsinogenik, menghambat phorbol 12-myriatate13-acetate (PMA), Lipopolysaccharide (LPS), tumor necrosis factor- (TNF- ) dan mentraskripsi gen tissue factor (TF) pada sel endotel manusia serta dapat berfungsi sebagai antioksidan (Pendurthi et al. 1997; Rao 1995). Kurkumin diketahui mempunyai kemampuan untuk mencegah terjadinya peroksidasi lipid, kondisi ini merupakan awal kemajuan dari beberapa penyakit. Dari hasil penelitian secara in vitro, kurkumin 2,4-9,6 umol/l dapat menghambat oksidasi LDL manusia, menghambat peroksidasi lipid pada hemogenat hati dan otak tikus yang mengalami udema, mencegah peroksidasi lipid plasmatik, lipid plasmatik berperan penting dalam patogenesis penyakit (Quiles et al. 2002). Kurkumin juga mempunyai kemampuan dalam mencegah perluasan penyakit, seperti menurunkan kerentanan LDL terhadap oksidasi, mencegah proliferasi selsel otot polos pembuluh darah, mempunyai efek antitrombotik, efek hipotensif sementara dan mencegah agregasi platelet in vivo- ex vivo. Penggunaan 500 mg kurkumin pada manusia yang diberikan selama 7 hari, dapat menurunkan 12

33 peroksidasi lipid darah 35% (Sreejayan et al.1997). Kurkumin dapat mengeliminasi radikal hidroksi, radikal superoksida, nitrogen dioksid, dan nitrogen monooksida, serta mencegah turunan dari radikal superoksid (Rao 1995; Ruby & Lokesh 1995; Sreejayan et al. 1997). Hasil penelitian yang dilakukan Soesanto et al. (1992) bahwa Curcuma domestica val yang dicampur dalam ransum makanan yang diberikan pada tikus, dapat menurunkan kadar kolesterol dalam serum darah tikus dan mencegah timbulnya aterosklerosis. Metabolisme Kurkumin Biosintesis. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, mengindikasikan ada dua kemungkinan jalur untuk pembentukan formasi molekul kurkumin. Dari hasil penelitian tersebut, biosintesis kurkumin melibatkan dua unit asam sinamat yang berpasangan dengan pusat atom karbon asam mevalonat, yang dimulai dengan terbentunknya fenilalanin-sinamat. Hasil penelitian lainnya berjalan secara asimetris yang diawali dengan dua bagian molekul C 9 yang berbeda, dalam hal ini melibatkan sinamat sebagai pemula yang menghasilkan lima unit asam asetat (malonat). Siklasi terjadi pada pembentukan rantai kedua cincin aromatik kemudian berlanjut dengan proses hidroksilasi (Tonnesen 1986). Katabolisme. Katabolisme dan ekskresi kurkumin telah diteliti pada tikus. Kurkumin yang diberikan secara oral, sebagian besar diekskresikan melalui tinja sebagian lainnya melalui empedu dan dapat dimetabolisme secara cepat. Kurkumin radioaktif dengan dosis 80 mg, 99% akan diekskresikan bersama tinja yang terdiri dari 34% berupa kurkumin yang tidak berubah dan 65% berupa metabolit kurkumin. Hal ini menandakan sebagian besar kurkumin diabsorpsi oleh saluran pencernaan. Data tersebut membuktikan bahwa kurkumin yang diberikan secara oral pada tikus akan diabsorbsi dan dimetabolisasi, dengan jalur eliminasi utamanya melalui empedu. Metabolit utamanya adalah glukoronida tetrahidrokurkumin (THC), heksahidro-kurkumin, dan sebagian kecil berupa asam dihidroferulat (Pan et al. 2000; Rao et al. 1995). 13

34 Metabolisme Lipoprotein Lipoprotein utama yang berpotensi menyebabkan aterosklerosis adalah Low Density lipoprotein (LDL). Senyawa LDL adalah kompleks makromolekul yang intinya mengandung lipid non polar terutama ester kolesterol, lapisan permukaan LDL terdiri atas kolesterol yang tidak teresterifikasikan, fosfolipid dan apo B-100. Asam lemak yang terikat pada ester kolesterol sebagian merupakan asam lemak tak jenuh berantai bamyak polyunsurated fat acid (PUFA). Asam lemak inilah yang sangat peka terhadap oksidasi karena ikatan rangkapnya. Kolesterol (C 27 H 45 OH) adalah lipid yang dapat dibedakan dari trigliserida atau fosfolipidnya karena tidak mengandung gliserol, hanya terdiri atas inti steroid yang mengandung gugus hidroksil. Sebagai komponen membran plasma, kolesterol berperan penting dalam kehidupan sel (Brown & Goldstein, 1985). Struktur kolesterol seperti Gambar 4. Kolesterol yang kadarnya berlebihan di dalam tubuh dapat menyebabkan penyakit aterosklerosis. CH3 H3C CH3 CH3 H3C OH Gambar 4 Struktur kolesterol. Pada manusia sekitar 90%, sintesis kolesterol berlangsung di dalam hati, sedangkan sebagian kecil disintesis di usus. Hampir 75% kolesterol yang terbentuk di dalam hati digunakan untuk membentuk empedu. Kecepatan sintesis kolesterol oleh tubuh sendiri (hati dan usus) sangat dipengaruhi oleh banyaknya kolesterol yang diabsorbsi dari makanan. Kolesterol yang disintesis oleh hati dan usus dan akan distribusi ke seluruh sel yang diangkut oleh lipoprotein. Inti lipoprotein terdiri atas lipid-lipid netral, termasuk triasilgliserol dan ester kolesterol, yang dibungkus oleh fosfolipid dan apolipoprotein maupun kolesterol yang tertanam. Struktur lipoprotein disajikan pada Gambar 5. 14

35 Gambar 5 Struktur lipoprotein. Berdasarkan densitasnya, lipoprotein dibedakan menjadi 5 kolompok yaitu: chylomicron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Intermediate Density Lipoprotein (IDL), Low Density lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL). Setiap partikel terdiri atas inti lipid yang hidrofobik dikelilingi oleh lapisan lipid polar, fosfolipid dan kolesterol ester serta apoprotein. Ada 10 apoprotein yaitu A-I, A-II, A-III, B-48, B-100, C-I, CII, C-III, D dan E (Stryer 1995, Hortan et al. 1996). Jumlah dan komposisi lipoprotein dapat dilihat Tabel 1. Tabel 1 Lipoprotein pada manusia (Horton et al. 1996) Kilomikron VLDL IDL LDL HDL Berat molekul x10-6 > ,3 0,18-0,36 Densitas <0,95 0,95-1,006 1,006-1,019 1,019-1,063 1,066-1,210 Kompisisi kimia (%) Protein Trigliserol Kolesterol Fosfolipid Kilomikron disebut juga sebagai lipoprotein eksogen yang disintesis di dalam sel mukosa usus halus dengan apoprotein utamanya apob-48 dan waktu tinggalnya tidak lama. Kilomikron memiliki ukuran terbesar dan bobot teringan diantara lipoprotein. Molekul VLDL dikenal sebagai lipoprotein endogen disintesis oleh hati dan usus, apoprotein utamanya apob-100 dan ApoE. Kilomikron dan VLDL konsentrasinya lebih tinggi di dalam lipid, tetapi rendah untuk protein. Molekul IDL merupakan hasil katabolisme dari VLDL dengan bantuan enzim lipoprotein lipase. Hasil katabolisme selanjutnya adalah LDL, lipoprotein ini tidak mempunyai apoe-100 dan sering disebut sebagai kolesterol yang jahat yang dapat menyebabkan kejadian penyakit aterosklerosis dan penyakit 15

36 jantung koroner. Molekul HDL adalah lipoprotein yang bertugas mengembalikan kolesterol ke hati, dan dikenal sebagai kolesterol baik karena membantu mencegah terjadinya aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (Strayer 1995). Sistem transport lipoprotein di dalam tubuh dibagi atas 2, yaitu jalur eksogen dan jalur endogen (Gambar 6). Jalur eksogen mengatur pengangkutan lipid yang berasal dari makanan. Jalur endogen mengatur transportasi kolesterol yang disintesis di hati. USUS Sisa-sisa Reseptor Reseptor LDL Jaringan ekstra hepatik Kilomikron Sisa-sisa Kilomikron Kapiler Kapiler Gambar 6 Metabolisme lipoprotein. Jalur eksogen diawali dengan sekresi kilomikron yang banyak mengandung trigliserida ke pembuluh getah bening dan aliran darah. Dalam perjalanannya kilomikron akan menyusut karena trigliserida yang terdapat pada kilomikron mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas dan monogliserida pada kilomikron akan disimpan di dalam jaringan adiposa. Kilomikron yang menyusut dikenal sebagai chylomicron remnants (sisa-sisa kilomikron). Jalur endogen diawali dengan sekresi partikel VLDL oleh hati ke sirkulasi darah. Partikel VLDL akan berinteraksi dengan lipoprotein lipase pada pembuluh kapiler. Trigliserida pada VLDL mengalami hidrolisis lipoprotein lipase, sehingga membentuk partikel IDL. Kelebihan fosfolipid dan kolesterol pada IDL akan ditranfer ke HDL. Partikel HDL akan berinteraksi dengan enzim lesitin kolesterol asiltransferase (LCAT) yang akan mengesterifikasi kelebihan kolesterol pada 16

37 HDL selanjutnya dipindahkan kembali oleh enzim lipoprotein lipase membentuk LDL. Dalam degradasi ini hampir semua trigliserida dibebaskan dan yang tertinggal pada LDL adalah ester kolesterol dan apob-100 pada permukaan. Partikel LDL mengantarkan kolesterol ke sel-sel enterohepatik dan hati. Partikel LDL berikatan dengan reseptor LDL pada membran plasma, kemudian masuk ke lisosom dan dilisosom apo-b didegradasi menjadi asam amino. Sedangkan ester kolesterol dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi kolesterol bebas yang digunakan untuk kepentingan sel. Kelebihan kolesterol di dalam sel akan disekresikan kembali ke plasma dan diserap oleh HDL, dengan bantuan enzim LCAT kolesterol ester dipindahkan kembali ke LDL dan seterusnya. Kolesterol yang diserap oleh hati akan dibawa ke empedu dan dimetabolisme oleh asam empedu. Asam empedu dan sebagian kolesterol ini disekresikan oleh hati dan diabsorpsi kembali oleh usus lalu diangkut kembali ke hati dan seterusnya membentuk sirkulasi enterohepatik. Sebagian kecil kolestrol dibuang melalui tinja (Horton et al. 1996). Penyerapan sisa-sisa kilomikron oleh hati dilakukan secara endositosis menggunakan reseptor khusus (receptor-mediated endocytosis). Partikel LDL akan berikatan secara spesifik dengan reseptor yang ada di daerah membran plasma yang disebut coated pits (lekuk bermantel) dan disini LDL akan mengalami internalisasi membentuk coated vesicle. Pada ph 7,0, mantel terlepas kemudian vesikel berdifusi dengan vesikel endosom (ph 5). Partikel LDL terpisah dari reseptor dan bergabung dengan lisosom di sel hati menghasilkan lisosom kedua. Sedangkan reseptor yang terpisah akan mengalami siklus ulang yang selanjutnya menangkap LDL kembali (Cotran et al. 1989; Hortan et al. 1996; Voet & Voet 1995). Setelah terjadi absorpsi, VLDL yang dihasilkan hati dari asam lemak bebas, merupakan sumber utama trigliserida plasma. Molekul VLDL masuk ke dalam sirkulasi darah lalu mengangkut kolesterol dan trigliserida ke jaringan adiposa dan otot. Dalam sirkulasi, VLDL akan mengalami hidrolis menjadi IDL dan LDL Kira-kira 50 % IDL akan ditangkap oleh hati, sisa IDL kemudian diubah menjadi LDL oleh sel di dalam tubuh dan hepatosit seperti sel adrenal, fibroblas, sel otot polos, sel limfoid, dan sel endotel melalui reseptor secara endoditosis. Jadi LDL berfungsi mengangkut kolesterol endogen dan 17

38 eksogen ke jaringan, sedangkan HDL berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ke hati. Di dalam hati kolesterol dapat diubah menjadi asam empedu kemudian disekresikan ke dalam kantung empedu menuju usus halus dan bekerja sebagai pengemulsi lemak serta vitamin larut lemak. Di dalam ilium, selanjutnya kira-kira 2 % dari asam empedu yang dieksresikan dalam usus akan dikeluarkan bersama-sama tinja dan sisanya direabsorpsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik (Hortan et al. 1996; Mayes 1984). Lesi awal aterosklerosis pada pembuluh darah terjadi akibat infiltrasi senyawa lemak pada sirkulasi darah. Dalam perjalanannya menembus dinding pembuluh darah, kemudian berinfiltrasi yang menyebabkan peradangan dan terjadi proliferasi serabut-serabut otot polos dinding pembuluh darah. Kondisi ini juga didukung oleh adanya faktor pertumbuhan dan sel-sel busa. Sel otot polos sendiri berperan penting dalam mensintesis matrik protein dan proteoglikan. Teori ini didasarkan pada kenyataan adanya peningkatan kejadian penyakit pembuluh darah pada individu yang memiliki kadar lemak dan kolesterol darah yang tinggi, jika dibandingkan dengan yang normal (Getz 2005; Ross 1991). Pada Macaca fascicularis, yang diberi pakan diet kolesterol tinggi, akan terjadi hiperkolesterolemia moderat dengan gejala yang timbul sama seperti yang terjadi pada hamster dan manusia, akan tetapi sangat berbeda dengan tikus. Adanya diet kolesterol dan total kolesterol ester yang ada di hati, akan menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap sintesis sterol hepatik, penurunan aktivitas reseptor hepar dan meningkatnya produksi LDL. Tidak hanya terjadi peningkatan konsentrasi LDL, tetapi ukuran partikel LDL juga meningkat yang disebabkan oleh akumulasi molekul oleat kolesterol di dalam partikel inti akibat kerja enzim hepatik acyl-coenzyme A Cholestrrol Acyltransferase (ACAT). Enzim ini merespon esterifikasi kolesterol sebagai oleat Ko-A. Oleat kolesteril hepatik juga berkorelasi dengan kolesterol oleat-ldl plasma, hal ini berhubungan erat dengan kejadian aterosklerosis arteria koronaria. Partikel LDL yang kaya dengan apoe bersifat aterogenik dan mungkin berkorelasi terhadap peningkatan kemampuan partikel tersebut mengikat proteoglikan (PG) yang terdapat pada dinding arteri, yang pada akhirnya akan dimetabolisme oleh makrofag (Sreejayan & Rao. 1997). 18

39 Aterosklerosis Istilah aterosklerosis digunakan untuk lesi aterosklerotik yang disertai oleh perubahan degenerasi lemak. Arti kata aterosklerosis adalah pengerasan dinding arteri sebagai akibat perubahan kronis yang terjadi pada arteri. Perubahan kronis arteri disebabkan oleh hilangnya elastisitas arteri, menyempitnya lumen karena perubahan proliferatif dan degeneratif pada tunika intima dan media, dan proses radang. Aterosklerosis merupakan kelainan degeneratif pada pembuluh darah besar dan sedang yang dicirikan oleh penebalan pembuluh darah (Munro & Cotrans 1988). Penebalan pembuluh darah karena adanya akumulasi lipid dan elemenelemen fibrosa pada bagian ateri media maupun besar, sehingga pada akhirnya dapat terjadi obstruksi pada lumen arteri. Aterosklerosis, pada umumnya dapat menyerang arteri koronaria, aorta, iliaka, femoral dan arteri serebralis (Ross & Glomset 1973). Penebalan pembuluh darah ini ditandai dengan adanya sel busa, yaitu sel makrofag yang berisi kolesterol dan kolesterol ester. Adapun penyebab terbentuknya sel busa antara lain disebabkan oleh makrofag yang secara berlebihan mengambil LDL yang teroksidasi. Selain kolesterol atau kolesterol ester, pada lesi aterosklerosis terdapat juga protein, karbohidrat, dan komponen seluler termasuk sel otot polos, makrofag, dan limfosit (Kaplan & Aviram, 2001). Menurut Hansson (2009), aterosklerosis merupakan penyakit inflamasi, dan proses aterosklerosis dimulai saat LDL terakumulasi di intima sehingga mengaktifkan endotel, meningkatkan pengambilan monosit dan sel T. Monosit berdeferensiasi membentuk makrofag, mengubah lipoprotein akhirnya manjdi sel busa. Sedangkan sel T pada lesi akan mengenali antigen lokal yang berkontribusi pada pebentukan plak. Perubahan awal terjadinya aterosklerosis melibatkan bagian dalam permbuluh darah dan kejadiannya dimulai sejak anak-anak yang ditandai dengan perkembangan garit-garit lemak pada pembuluh darah (Rackley 2006). Garit lemak bila berlanjut akan membentuk plak lemak yang dapat diperiksa secara biokimiawi dan secara mikroskopis (Small 1988; Stary 1990). Garit lemak dapat ditemukan pada pembuluh arteri manusia semenjak usia belasan tahun. Satu studi autopsi terhadap laki-laki dan perempuan yang berumur tahun 19

40 mempunyai garit lemak pada aorta (Rackley 2007). Garit lemak merupakan prekusor plak aterosklerosis tahapan lebih lanjut, dan ternyata faktor genetik merupakan faktor utama yang mempengaruhi percepatan garit lemak menjadi plak aterosklerosis (McGill 1968). Patogenesis Aterosklerosis Berdasarkan penelitian dan teori proses awal terjadinya aterosklerosis, terdapat beberapa hipotesis yang mendasari aterosklerosis. Beberapa hipotesis tersebut adalah hipotesis infiltrasi lipid (McGill 1968), hipotesis respon terhadap kelukaan sel endotel (Ross 1991), hipotesis gabungan antara keduanya (Steinberg 1993), dan hipotesis respon imun (Hansson, 2009). Hipotesis Infiltrasi Lipid. Konsentrasi LDL yang tinggi dalam plasma atau hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko penyebab terjadinya aterosklerosis. Hiperkolesterolemia kronis dapat menyebabkan lesi patologi awal yang ditandai oleh adanya kristal kolesterol yang berbentuk tipis dan tajam dalam jaringan (Fuller & Jialal 1994). Menurut teori yang dikemukakan oleh Ross (1991), lesi awal pada dinding pembuluh darah akan terjadi akibat infiltrasi senyawa lemak dari sirkulasi darah yang menembus dinding pembuluh darah. Hal akan mengiritasi dan mengakibatkan peradangan serta proliferasi serabut-serabut otot polos dinding pembuluh darah. Kadar LDL yang tinggi memungkinkan LDL dapat menembus lumen pada dinding pembuluh darah masuk ke bagian intima. Pada bagian intima ini LDL akan mengalami oksidasi. LDL yang teroksidasi akan menyebabkan terjadinya peningkatan adhesi monosit ke endotel, yang diikuti dengan kemotaksis ke dalam jaringan subendotel (intima). Di intima, monosit akan berdeferensiasi menjadi makrofag. Perubahan monosit ini dipicu oleh LDL teroksidasi. Reseptor LDL tidak lagi dikenali oleh LDL teroksidasi tetapi akan dikenali oleh reseptor skavenger dari makrofag yang menyebabkan terbentuknya sel-sel busa. Kondisi ini akan merangsang terekspresinya sejumlah gen sitokin dan faktor pertumbuhan yang mengakibatkan terjadinya proliferasi sel otot polos di bagian intima. Akibatnya permukaan dinding pembuluh darah dibagian lumen akan 20

41 menggelembung akibat terjadinya penimbunan plak pada bagian media (Linder 1985; Stocker & Keaney 2004). Peneningkatan konsentrasi kolesterol tidak selalu mengakibatkan terjadinya aterosklerosis. Hal ini disebabkan dalam kondisi normal, 60-64% LDL didegradasi melalui umpan balik reseptor afinitas tinggi yang diatur melalui mekanisme umpan balik oleh peningkatan kolesterol. Sebanyak ± 35% sisanya LDL akan didegradasi melalui jalur reseptor alternatif spesifik, yaitu afinitas reseptor scavenger, reseptor tersebut hanya mampu mengenali LDL yang mengalami perubahan secara kimiawi (Weisgraber et al.1992; Goldstein & Brown 1992; Keys 1996). Hipotesis Terhadap Respon Kelukaan. Di dalam hipotesis ini, aterosklerosis dimulai dengan kelukaan endotel dan disfungsi endotel yang ditandai dengan peningkatan permebialitas endotel dan adaya kumpulan LDL pada permukaan endotel (Gambar 7). Keadaan ini diikuti dengan penempelan leukosit dan berpindah ke dalam sel endotel. Selanjutnya membentuk sel busa dan merangsang limfosit-t teraktivasi, beragregasi dan perlekatan trombosit, leukosit masuk ke dalam dinding pembuluh darah yang diikuti dengan migrasi sel otot polos masuk ke intima (Gambar 7a & 7b). Proses berjalan terus-menerus sehingga a b c d Akumulasi makrofag Pembentukan inti nekrosa Pembentukan tudung fibrosa Plak pecah Penipisan tudung fibrosa Perdarahan plak pembuluh darah kecil Gambar 7 Respon kelukaan pada proses aterosklerosis (Ross 1993). makrofag terakumulasi dan terbentuknya tudung fibrosa sampai akhirnya terjadi nekrosis di dalam inti sel dan sel pecah (Gambar 7c & 7d). 21

42 Lesi yang merupakan cikal bakal pembentukan aterosklerosis diawali dengan menurunnya fungsi sel endotel (disfungsi), atau bahkan terkelupasnya sel endotel. Traub & Berk (1998) menyatakan disfungsi endotel dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kecepatan aliran darah yang bertekanan tinggi, kimiawi, imunologik maupun infeksi virus. Disfungsi endotel menyebabkan perubahan permukaan membran sehingga terjadi perlekatan trombosit pada membran. Perlekatan trombosit akan melepaskan platelet derived growth factor (PDGF), yang merangsang sel-sel otot polos untuk bermigrasi dan berproliferasi pada lapisan subendotel. Kolesterol yang teroksidasi bersifat sangat toksik bagi sel otot polos (in vitro) dan merupakan agen aterogenik (in vivo) (Stocker & Keaney 2004; Traub & Berk 1998). Disfungsi endotel dan hilangnya sel endotel merupakan awal pembentukan plak ateroma yang ditandai oleh meningkatnya perlekatan (adhesi) monosit pada sel endotel arteri (Packard & Libby 2007). Adhesi leukosit pada sel dinding endotel merupakan mekanisme utama yang merespon pembentukan radikal bebas oksigen (ROS), yang akhirnya akan menghasilkan oksidan sitotoksik dan mediator peradangan yang mengaktifkan sistem komplemen. Oksidan yang dihasilkan akan menyebabkan kerusakan jaringan (Caterina et al. 2000; Hoorn et al. 2003; Joris et al.1983) Hipotesis Modifikasi Oksidatif (Gabungan). Menurut teori yang dikemukan oleh Steinberg (1993), lesi aterosklerotik diawali oleh teroksidasinya LDL sehingga mengakibatkan endotel mengekspresikan perlekatan monosit dan menghasilkan monocyte chemotatic protein (MCP), macrophage colony stimulating factor (M-CSF). Induksi tersebut mengakibatkan monosit berubah menjadi makrofag dan menempel pada endotel. Selanjutnya makrofag akan memfagositose LDL teroksidasi, kemudian terakumulasi pada dinding pembuluh darah membentuk sel busa dan berakhir dengan terbentuknya lesi awal yang dikenal sebagai lempeng kolesterol. Kerusakan lapisan endotel menyebabkan timbulnya efek sitotoksik dari lipid peroksida diakibatkan oleh reaksi oksidasi lipid, sehingga infiltrasi lipid menjadi berlebihan. Proses oksidasi diduga dimulai ketika oksigen reaktif mengambil atom hidrogen dari asam lemak tidak jenuh yang ada di dalam partikel LDL sehingga 22

43 terbentuk lipid peroksida dan radikal alkoksi yang selanjutnya akan menginisiasi oksidasi asam lemak di sekitarnya. Dalam situasi jumlah antioksidan yang ada di dalam partikel LDL tidak cukup untuk mengeliminasi lipid peroksida yang terbentuk, maka akan terjadi propagasi lipid peroksida. Sehingga terbentuk aldehid, keton dan produk lainnya yang reaktif, serta berikatan dengan residu lisin dalam apolipoprotein B-100. Partikel LDL yang menempel pada permukaan subendotel merupakan target sasaran terjadinya modifikasi oksidatif dengan penumpukan sel otot polos, sel endotel dan makrofag pada pembuluh darah. Pada Gambar 8, terlihat jelas bagaimana LDL dapat masuk menembus dinding permukaan pembuluh darah. Gambar 8 Patogenesis aterosklerosis (A, LDL teroksidasi menstimuli monosit; B, mencegah agresi monosit; C, pembentuk sel busa; D, oksidasi LDL menghasilkan disfungsi endotel dan perlukaan; E, sel-sel busa penyebab sel menjadi nekrosa dan terakumulasinya LDL teroksidasi) (Stocker & Keaney 2004). Perubahan metabolit yang terbentuk akibat interaksi lipid-lisin akan mengubah muatan listrik LDL sehingga mengakibatkan terbentuknya epitop baru yang hanya dikenal oleh reseptor pemangsa (scavenger) pada makrofag. Semua reaksi di atas mendorong terjadinya perubahan struktur LDL dan pembentukan senyawa baru yang beberapa diantaranya cukup polar untuk lepas dari partikel LDL dan memiliki pengaruh biologis yang negatif, termasuk diantaranya sifat aterogenik (Steinberg 1993; Riemersma 1994; Schwenke 1998). Hipotesis respon imun. Konsentrasi tinggi lipoprotein di dalam darah dapat meningkatkan permebialitas endotel yang akan memicu proses radang. 23

44 Terbentuknya radang pada pembuluh darah, menyebabkan sel mengeluarkan sitokina ke permukaan pembuluh darah sehingga menstimuli pembentukan molekul adhesi, protease maupun mediator terlarut lainya yang dapat masuk ke sirkulasi darah (Packard & Libby, 2008; Hansson 2009). Hansson (2009), menyatakan partikel LDL teroksidasi dapat merangsang sel limfosit T pada permukaan pembuluh darah. Peradangan akan mengakibatkan monosit masuk ke intima pembuluh darah yang akhirnya berubah menjadi makrofag. Pada waktu bersamaan sel limfost T masuk ke dalam pembuluh darah dan bergabung dengan makrofag Sel Endotel Sel-T Monosit Infritasi Sel Antigen permukaan Sel-T Pertumbuhan Plak peradangan dan Perlukaan atau Sel Adhesi Pengambilan LDL Sel Busa Makrofag, DC Peradangan dan reaktif imun Pembuluh Darah Gambar 9 Keberadaan sel antigen pada plak aterosklerosis dan sel T pada permukaan endotel menandakan dimulainya kejadian imunologik. Sitokina, khemokina, faktor pertumbuhan dan enzim hidrolitik disekresikan oleh sel sebagai respon reaksi radang. Plak akhirnya berkembang menjadi radang, ruptur atau tetap stabil sebagai plak (Robertson & Hansson, 2005). Rangsangan awal pada pembentukan lesi aterosklerosis menyebabkan perubahan dan intergritas fungsional endotel, sehingga memudahkan lipoprotein plasma masuk ke subendotel. Hiperkolesterolemia merupakan salah satu agen penyebab teraktivasinya sel endotel pembuluh darah. Terjadinya infiltrasi dan retensi LDL di dalam intima akan menginisiasi respon radang terhadap dinding pembuluh darah. Modifikasi LDL oleh oksidasi maupun reaksi enzimatis pada intima pembuluh darah, akan melepaskan fosfolipid yang dapat mengaktifkan selsel endotel dalam mengekspresikan molekul adhesi (Hansson 2005; Libby 2002). Partikel LDL termodifikasi kemudian ditangkap reseptor makrofag scavenger tanpa pengaturan, dan pada akhirnya terbentuklah sel-sel busa. Keadaan ini akan 24

45 mensintesis faktor pertumbuhan dan sitokina sehingga terjadi proliferasi sel otot polos, migrasi dan kematian sel (Caterina 2000; Siekmeier 2007; Hansson 2009). Pada awal perkembangan aterotrombosis ketika terjadi radang, molekul VCAM- 1 terekspresikan sehingga meningkatkan pengambilan monosit dan sel limfosit T ke endotel yang mengalami luka Kondisi ini menyebab leukosit melepaskan monocyte chemo-attractant protein-1(mcp-1) dan pengambilan kembali leukosit. Leukosit di dalam media pembuluh darah teraktivasi sehingga menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel otot polos. Respon ini memberikan tanda pada awal kejadian plak, adhesi monosit ke endotel lalu menembus lapisan bawah membran sel sebagai akibat dari aktivitas enzim. Matrix metalopoteinase (MMP) setempat pertama kali teraktivasi, lalu mendegradasi matrik jaringan konektivus. Makrofag akan melepaskan sitokina dan bermigrasi ke permukaan endotel pada bagian dalam media pembuluh darah. Proses ini selanjutnya akan meningkatkan pelepasan monocyte stimulating factor (M-CSF) setempat dan menyebabkan monosit berproliferasi (Crowther 2005). Pengaktifan monosit setempat menyebabkan sitokina merangsang perkembangan aterosklerosis dan oksidasi LDL (Hansson 2009; Libby 2002; Packard & Libby 2008). Setiap kali terjadi inisiasi aterosklerosis, mediator-mediator radang diekpresikan oleh sel-sel otot polos ke dalam plak aterosklerosis, yang meliputi interleukin-1b (IL-B), tumor necrosis factor (TNF α-β ), IL-6, M-CSF, MCP-1, IL- 18, dan CD-40L. Efek yang ditimbulkan oleh mediator dapat bermacam-macam, seperti mitogenesis, proliferasi matrik intraseluler, angiogenesis dan perkembangan sel busa. Molekul M-CSF merangsang reseptor scavenger pada permukaan sel makrofag, sehingga pengambilan LDL teroksidasi meningkat, yang pada akhirnya membentuk sel-sel busa busa (Crowther 2005; Linton & Fazio 2003). Proses oksidasi lipoprotein merupakan suatu mekanisme pembentukan abnormal dalam dinding pembuluh darah (Crowther 2005). Hal ini disebabkan adanya proses oksidasi asam lemak jenuh majemuk dari lipoprotein dalam bentuk LDL dan VLDL, yang melintasi sel endotel dan terperangkap dilingkungan ekstraseluler intima. Telah diuraikan sebelumnya, bahwa partikel LDL teroksidasi merupakan salah satu penyebab terbentuknya plak ateroma. Akibat proses 25

46 oksidasi yang terjadi di dalam tubuh, maka radikal bebas yang ada di dalam tubuh, RO ) ROO dan ( OH akan mengoksidasi lipid lebih lanjut menghasilkan produk oksidasi lipid seperti malonaldehid. Molekul LDL teroksidasi dapat dikenali oleh sistem imun tubuh sebagai senyawa asing. Oleh sebab itu tubuh akan nerespon dengan cara: partikel LDL bersama sama monosit berinfiltrasi ke intima, dan menghambat pergerakan makrofag; makrofag mengambil LDL teroksidasi melalui reseptor scavenger yang akhirnya membentuk sel-sel busa; LDL teroksidasi juga merusak endotel dan meningkatkan proliferasi monosit, sel endotel dan otot polos (Steinberg et al. 1989; Steinberg et al. 1997). Respon ini makin lama makin meningkat dan semangkin menebal hingga mempersempit arteri yang pada akhirnya memperberat kondisi aterosklerosis (Stocker & Keaney 2004) Sel imun limfosit T dapat menyesuaikan diri, berperan penting dalam pengaturan aterogenesis termasuk lesi aterosklerosis dalam merespon monokina yang diinduksi oleh interferon-γ (IFN-γ) dan IFN. Sub tipe CD4 + sel T, akan mengenali antigen yang dibawa oleh Major histocompatibility complex clas II (MHC-II) merupakan prediposisi terjadinya lesi (Packard & Libby 2008). Lesi aterosklerosis yang berisi CD4 + sel T sebagai antigen reaktif dalam mengikat LDL teroksidasi yang telah di klon dari lesi manusia. Pengaktifan CD8 + sel T pada mencit yang apoe dihilangkan, ternyata dapat menimbulkan kematian dinding arteri dan mempercepat aterosklerosis (Hansson 2009; Linton & Fazio 2003; Packard & Libby 2008) Ada dua tipe sel Th yaitu Th 1 dan Th 2, tipe Th 1 mengaktifkan respon makrofag dan menginisiasi hipersensitivitas terhadap patogen intraseluler. Sedangkan tipe Th 2 berespon pada alergi. Aterosklerosis yang mengandung sitokin akan meningkatkan respon T helper-1 (Th 1 ) sehingga sel T teraktivasi untuk berdeferensiasi menjadi sel-sel Th 1 efektor. Sel efektor akan memproduksi macrophage activating colony interferon-γ. Interferon γ meningkatkan efisiensi penyajian antigen dan sintesis sitokin peradangan TNF dan IL-1 (Caterina et al, 2000; Hansson 2009; Linton & Fazio 2003; Packard & Libby 2008). Makrofag yang berinteraksi dengan limfosit sel T dapat langsng beradaptasi (Gamabr 10), dan mensekresikan kemokin; sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6 dan 26

47 TNF-α); oksigen reaktif dan spesies nitrogen: penyebab LDL teroksidasi dan kerusakan sel; ekspresi faktor jaringan (trombogenositas); menangkap LDL teroksidasi (pembentuk sel busa); dan mensekresikan protease untuk degradasi sel otot (Robetson & Hansson 2006; Hansson 2009). Aktivitas biologis dari TNF-α akan menginduksi sel-sel endotel dari gen yang mengatur berinteraksinya sel endotel dengan leukosit, seperti molekul adhesi vascular celuler adhesion molecule-1 (VCAM-1), intercellular adhesion molecule -1 (ICAM-1, P-selektin, faktor jaringan, sitokina peradangan dan kemokin (Inoue et al. 2006). Molekul intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dapat menarik netrofil dan limfosit. Sedangkan endothelium leukocyte adhesion molecule-1 (ELAM-1) meningkatkan interaksi antara monosit dan limfosit T dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) meningkatkan ikatan pada permukaan leukosit antara monosit dan limfosit Pengambilan LDL terosidaksi pembentukan sel busa Sekresi protease Degradasi ECM, pembentukan lesi dan pecahnya plak Ekspresi factor jaringan Trombogenesitas Sekresi oksigen reaktif dan spesies nitrogen : LDL teroksidasi, kerusakan sel Makrofag Aktivasi Aktivasi Sekresi properadangan Sitokina (IL-1, IL-6, TNF-(α) Sekresi kemokin migrasi sel kemokin Molekul Adhesi Protease Reseptor skavenger Gambar 10 Kaskade kejadian aterogenesis diawali oleh makrofag yang berinteraksi dengan limfosit sel T teraktivasi dan makrofag (Robertson & Hansson, 2005). Secara in vitro, proses oksidasi LDL dapat diinisiasi melalui inkubasi dengan logam tembaga (Cu) dan atau besi (Fe) yang akan memecah lipid hidroperoksida dan menginisiasi reaksi propagasi. Umumnya LDL yang dioksidasi oleh ion logam merupakan zat kemotatik bagi monosit dan limfosit T. Sedangkan cara LDL teroksidasi dapat terjadi in vivo sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Hal ini terjadi karena perubahan kimiawi ketika LDL mengalami oksidasi kompleks dan prosesnya sebagian besar terjadi di daerah 27

48 subendotel pembuluh darah di luar sirkulasi sehingga evaluasi oksidasi LDL in vivo masih perlu diteliti secara mendalam. Faktor-faktor yang telah dilaporkan mempunyai kemampuan mempengaruhi oksidasi LDL in vivo antara lain (1) adanya oksigen yang mendorong terbentuknya radikal bebas seperti asap rokok, tekanan darah tinggi, senyawa kimia dan obat-obat tertentu, (2) jumlah LDL yang memasuki jaringan subendotel sangat tergantung pada konsentrasi plasma LDL dan derajat kerusakan jaringan endotel, (3) faktor yang ada di dalam partikel LDL, seperti: kandungan asam lemak tidak jenuh pada partikel LDL menjadi substrat dalam proses peroksidasi lipid dan kandungan senyawa antioksidan endogen, dan (4) faktor yang ada di luar partikel LDL, seperti aktivitas berbagai pro-oksidan selular, konsentrasi senyawa pro-oksidan dan konsentrasi berbagai senyawa antioksidan di dalam plasma dan cairan ekstraselular lainnya (Wuryastuti 2000; Morrow 1995; Reaven & Witztun 1998). Protein yang terdapat di dalam daging bila dikonsumsi dengan tidak baik dan hanya sedikit mikronutrien, dapat menimbulkan aterosklerosis karena terjadi akumulasi homosistein. Homosistein merupakan racun yang sangat kuat bagi sel otot polos dan sel endotel arteri. Homosistein adalah suatu asam amino yang mengandung gugus sulhifdril, secara in vitro mempunyai kemampuan dalam menghasilkan dan mengakumulasikan kolagen pada sel-sel otot polos pembuluh darah, tetapi prosesnya belum diketahui dengan jelas (Leaf & Weber 1989). Homosistein merupakan senyawa antara yang terbentuk pada system metabolisme dan terdapat dalam beberapa bentuk di dalam plasma. Bebarapa hasil penelitian terhadap peningkatan homosistein dalam darah (hiperhomosisteinemia), menyatkan bahwa hiperhomosisteinemia merupakan salah satu faktor risiko independen untuk terjadinya infak miokard, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer. Hiperhomosisteinemia moderat umumnya ditentukan oleh kadar homosistein umol/ml dan 40-50% merupakan penderita dengan komplikasi vaskular (Verhoef et al. 2000). Kadar homosistein meningkat seiring dengan menurunnya jumlah asam folat, vitamin B12 dan B6. Vitamin ini merupakan substrat pada metabolism metionin dan homosistein. 28

49 Plak Ateroma Ateroma adalah manifestasi aterosklerosis yang berarti pengerasan dinding arteri. Sklerosis berasal dari kata Yunani yang berarti keras. Perkembangan aterosklerosis diawali dengan perubahan di dalam endotel. Perubahan dimulai dengan terbentuknya plak ateroma, yang dicirikan dengan adanya penimbunan kolesterol dan asam lemak, kalsium, jaringan konektivus, sel-sel otot polos yang berproliferasi dan matrik ekstraseluler (ME). Matrik ekstraseluler pada plak ateroma tersebut berasal dari sel otot polos yang berproliferasi pada bagian intima. Sel otot polos pembuluh darah bertanggung jawab dalam mensintesis komponen matriks intraseluler termasuk proteoglikan. (Wagner 1985; Edwards dan Wagner 1988). Kwak et al. (2001) menyatakan, bahwa ada 3 komponen utama untuk terjadinya plak aterosklerosis yaitu: (1) sel endotel, sel otot polos, makrofag, dan limfosit T, (2) matriks ekstraseluler jaringan pengikat, dan (3) akumulasi lipid intraseluler dan ekstraseluler. Ketiga komponen tersebut dapat terjadi di dalam berbagai proporsi pada plak yang berbeda dan menggambarkan peningkatan lesi. Khususnya pada permukaan serabut penyusun sel otot polos yang menebal, dan sedikit meradang. Sel yang terlibat dalam aterosklerosis Sel endotel merupakan lapisan pelindung utama dinding pembuluh darah terhadap segala pengaruh buruk terutama berasal dari darah. Oleh karena itu jika sel endotel mengalami kerusakan/luka, maka sel-sel otot polos dan monosit akan masuk ke dalam sel intima endotel kemudian berproliferasi dan akhirnya akan menumpuk menjadi sel busa. Akhinya terbentuklah plak pada bagian intima dinding pembuluh darah. Sel endotel merupakan suatu struktur pembuluh darah yang sangat krusial, bukan hanya karena fungsinya, tetapi juga dapat menghasilkan mediator yang mengatur pertumbuhan vaskular, fungsi trombosit dan koagulasi darah. Endotel juga berfungsi dalam pengaturan tonus vasomotor dengan mensintesis dan metabolisme endothelium derived hyperpolerising factor, prostacycline dan faktor penting adalah endhotelium derived relaxing factor (EDGF), yang telah 29

50 diidentifikasi sebagai nitrit oxide (NO) atau suatu komponen terkait. NO dibentuk dari L-arginin oleh kerja enzim NO-synthase (NOS), yang bekerja menghambat agregasi dan perlekatan trombosit, modulasi proliferasi sel otot polos, menekan pembentukan endotelin dan memodulasi perlekatan leukosit dan monosit ke endotel (Bassenge & Busse 1988; Crowther 2005; Palmer et al. 1988; Wolin 2000). Sel endotel berfungsi sebagai vasodilator, antitrombotik dan antiinflamasi. Dalam kondisi normal, sel endotel mensintesis vasodilator yang berbeda seperti NO, prostaglandin PG12 dan endothelium derived hyperpolarizing factor (EDHF). Pada kondisi patologis, sel endotel mensintesis berbagai faktor vasokontriksi seperti endothelium derived contriction factor (EDCF) termasuk endotelin, superoksid dan prostaglandin (Shimokawa 2000). Sel endotel dan trombosit menghasilkan granula protein membran 140 kd (GMP-140) yang dapat berikatan dengan netrofil dan monosit, bila sel endotel teraktivasi dengan cepat terjadi translokasi netrofil dan monosit ke dalam membran. Setelah monosit menempel pada sel endotel, selanjutnya akan bermigrasi ke lapisan intima. Migrasi ini terkait dengan kehadiran sitokina monocyte chemottractant protein-1 (MCP-1) yang dihasilkan dan disekresikan oleh sel endotel, sel otot polos dan makrofag yang banyak dijumpai pada plak ateroma manusia maupun kelinci (Carlos & Harlan 1990; Munro & Cotrans 1988; Steinberg 1993). Peningkatan permebialitas sel endotel merupakan kelainan pertama akibat terjadi jejas arteri dan merupakan suatu respon yang tidak spesifik disebabkan oleh virus, toksin, kompleks imun, produk-produk yang dilepaskan oleh sel-sel darah putih maupun platelet-platelet yang teraktivasi, serta stres fisik yang tidak lazim (Hansson, 2009; McGill 1968). Hal ini dapat juga disebabkan adanya peningkatan konsentrasi lipoprotein dalam darah. Kerusakan endotel akan merangsang platelet-platelet terakumulasi, berdegranulasi dan menghasilkan adenosine difosfat (ADP) serta tromboksan A2. Molekul ADP dan tromboksan A2 merupakan penyebabkan penumpukan platelet. Platelet-platelet sel endotel, makrofag, dan sel T limfosit menghasilkan cytokines like stimulating factors, insulin like growth factor-1, TGF-B, interleukin-1, dan tumor necrosis factor. Semua ini menghasilkan suatu faktor yang diketahui sebagai Platelet derivate 30

51 growth factors (PDGF), yang menyebabkan sel-sel otot polos dapat berproliferasi masuk ke dalam intima dan mengambil lipoprotein untuk membentuk sel busa, menghasilkan elastin, kolagen kemudian membentuk plak fibrosa. plak fibrosa adalah lesi yang langsung berhubungan dengan penyakit terutama dalam kondisi perubahan degeneratif (Argman et al. 2001; Hansson, 2009; Hoffman 1996; Rackley 2006). Sel-sel otot polos merupakan unsur paling penting dalam pembentukan ateroma. Sel-sel ini berasal dari lapisan media dan berproliferasi ke dalam intima. Sel otot polos mempunyai sifat mitogenik dan proliferatif. Sifat ini dipengaruhi oleh rangsangan dari luar melalui reseptor khusus seperti LDL, faktor pertumbuhan (PDGF), insulin (Hansson, 2005). Sel-sel otot polos pada arteri terlibat di dalam kontraktil dan pengaturan intergritas struktur pembuluh darah, serta metabolisme lipid. Sel otot polos merupakan faktor utama yang berperan dalam perkembangan lesi aterosklerosis. Hansson (2005) menyatakan bahwa sel otot polos mempunyai sifat mitogenik dan proliferatif. Sifat ini dipengaruhi oleh adanya rangsangan dari luar melalui reseptor khusus seperti LDL, platelet derived growth factor (PDGF) dan insulin. Secara in vitro, sel otot polos yang dikultur dan diinkubasikan dengan LDL teroksidasi dapat menimbulkan gangguan terhadap integritas struktural matrik. Keadaan ini akan meningkatkan permebialitas terhadap lipoprotein plasma dan menyebabkan gangguan ketahanan jaringan terhadap daya tekan. Dalam media dari arteri normal mamalia, hanya sel otot polos ditemukan Menurut St Clair et al. 1996, sel-sel otot polos dijumpai juga pada bagian intima normal. Sedangkan Stary et al. (1992) menyatakan bahwa hasil uji mikroskop elektron dan imunohistokimia, terdapat dua jenis selsel otot polos pada intima arteri manusia yaitu sel otot polos yang banyak mengandung miofilamen atau kontraktil dan yang banyak mengandung retikulum endoplasmik kasar (r-er) atau sintetik. Menurut Stary et al. (1992) dan Stary et al. (1994), pada kultur sel, sel otot polos yang banyak mengandung retikulum endoplasmik kasar dapat mensintesis komponen matrik ekstraseluler. Menurut Anitshkow, sel-sel otot polos yang terdapat pada lesi aterosklerosis mempunyai perbedaan morfologis dengan sel otot 31

52 polos yang terdapat pada media yaitu bersifat lebih basofilik. Hal ini disebabkan sel otot polos banyak mengandung retikulo endoplasmik kasar dan (rer-smoot muscle cells) atau sel otot polos yang termodifikasi (modified smooth muscel cells). Proliferasi sel otot polos merupakan salah satu tanda adanya gangguan pada pembuluh darah yang menyebabkan terbentuknya aterosklerosis. Makrofag berperan penting dalam aterosklerosis dan metabolisme lipoprotein. Makrofag berasal dari monosit dan peredaran darah yang menetap di intima dan berkembang menjadi makrofag. Peran penting lainnya memediasi respon peradangan dan antigen (antigen-independent/innate). Makrofag derivat monosit adalah pemangsa dan penyaji antigen (antigen-presenting cells/apc) terhadap respon peradangan yang menghasilkan sitokina, radikal oksigen bebas, protease dan faktor komplemen. Pengambilan lipoprotein termodifikasi oleh makrofag maka akan terjadi akumulasi kolesterol ester membentuk sel busa yang dikenal sebagai garit lemak. Sel busa dapat pecah dan menghasilkan metaloproteinase (Ross, 1999; Linton & Fazio, 2003; Hansson, 2005). Makrofag memiliki reseptor yang dapat mengikat antibodi dan senjata yang mampu mencari dan menghancurkan antigen yang khas terhadap antibodi itu. Selama terjadi proses infeksi, sel limfosit-t yang terangsang menghasilkan sejumlah limfokin yang akan menarik makrofag ke tempat yang dibutuhkannya dan terus mengaktifkannya. Makrofag dapat juga berperan sebagai sel scavenger, sel mediator sistem imun, sumber molekul kemotaksis dan sitokina (Efendi 2003; Linton & Fazio 2003; Libby 2002). Peranan Proteoglikan dalam Aterosklerosis Proteoglikan (PG) merupakan makromolekul matrik ekstraseluler terdiri atas protein rantai glikosaminoglikan (GAG), dihubungkan oleh oligosakarida yang tersusun atas silosa-galaktosa-galaktosa. Sebagaimana dengan glikoprotein maka PG mengandung rantai N-oligosakarida dan O-oligosakarida. Rantai oligosakarida dari PG terdiri dari unit disakarida berulang yang mengandung 1) Glukosamin atau galaktosamin, 2) Asam uronat kecuali untuk keratan sulfat, dan 3) Ikatan kovalen gugus sulfat baik sebagai ester-o atau sebagai sulfat-n, kecuali 32

53 untuk asam hialoronat (Poole 1986). Pada arteri normal, PG utama adalah kondroitn 4-sufat (C4S), kondroitn 6-sufat (C6S), dan dermatan sulfat (DS), sedangkan heparin sulfat (HS) dan heparin sulfat ditemukan dalam jumlah sedikit (Edwards & Wagner 1988). Kompleks proteoglikan dengan lipoprotein (PG-lipoprotein) terjadi pada sel otot polos, hal ini merupakan bentuk terjadinya aterosklerosis. Kompleks PGlipoprotein dapat terbentuk karena kontak langsung dengan sel otot polos yang disebabkan oleh adanya makrofag yang terstimulasi. Keadaan ini memicu terjadinya akumulasi kolesterol ester sehingga menjadi sel-sel busa. Komposisi asam amino dan berat molekul protein inti pada DS-PG dan CS- PG aterosklerosis sama dengan normal, perbedaan ditemukan pada rantai GAG. Molekul DS-PG aterosklerosis mempunyai berat molekul GAG lebih kecil (15 kd) dari normal (18 kd), sedangkan CS-PG sebagian besar rantai GAG berukuran lebih panjang (2,0x10 4 ) dari normal (1,5x10 4 ) dan sebagian kecil berukuran lebih pendek (1,2 x 10 4 ). Pada DS-PG aterosklerosis, substitusi residu serin terhadap karbohidrat sangat tinggi (30 40%) dari normal (1-2%), monomernya berukuran lebih besar, dan memiliki afinitas yang sangat besar terhadap LDL. Rantai GAG CS-PG juga mengalami penurunan kandungan serin dan treonin yang mencapai separuh dari normalnya. Kemampuan PG ini untuk berikatan dengan asan hialoronat (HA) juga mengalami penurunan mencapai separuh PG normal. Selain itu CS-PG yang ditemukan pada aterosklerosis adalah C 6 S, sedangkan pada jaringan normal adalah C4S. Perbedaan-perbedaan tersebut diatas diduga terjadi pada proses postranslasional PG dalam badan golgi (Rowe & Wagner 1985; Wagner et al. 1986). Poole (1988) menyatakan bahwa, PG dan glikoprotein merupakan makromolekul dimana rantai oligosakarida atau polisakarida terikat secara kovalen ke kerangka polipeptida. Rantai oligosakarida dari PG terdiri atas unitunit disakarida berulang mengandung: 1). Glukosamin atau galaktosamin, 2). Asam uronat kecuali untuk keratan sulfat, dan 3). Ikatan kovalen gugus sulfat baik sebagai ester-o atau sebagai sulfat-n, kecuali untuk asam hialoronat. Proteoglikan merupakan matriks ekstraseluler pada permukaan sel yang mengandung polisakarida linear dengan gugus sulfat, glikosaminoglikan (GAG) 33

54 berikatan kovalen ke protein inti. Makromolekul karbohidrat berperan penting dalam memelihara intergritas struktural pada jaringan, karena berinteraksi dengan makromolekul jaringan penghubung seperti kolagen dan elastin, proteoglikan membentuk substansi dasar yang ada diantara sel. Proteoglikan juga memelihara struktur dan intergritas fungsional dari endotel (Key et al. 1992; Rowe & Wagner 1985). Struktur dasar PG seperti Gambar 11. Gambar 11 Struktur dasar proteoglikan Berdasarkan struktur dan sifat komponen penyusunnya, PG mempunyai peranan penting sebagai bagian matriks penyokong dari jaringan penghubung yang terlibat langsung dalam interaksi antar sel-sel maupun antar sel-sel dengan matriks (sel matriks). Molekul GAG bersifat hidrofilik, yang menyebabkan PG mampu membentuk gel sehingga tahan terhadap tekanan. Cairan antar sel dalam jalinan PG memungkinkan berlangsungnya difusi zat makanan dan metabolit, atau dengan kata lain PG berperan dalam mengatur dan mengontrol distribusi garam dan air. Hal ini penting untuk memelihara sel serta serabut ikat dengan baik (Poole, 1988). Identifikasi PG. Ioozo (1998) menyatakan bahwa berdasarkan struktur dan fungsi yang sama terhadap tingkat genomik dan tingkat protein, proteoglikan terdiri atas 4 macam gen yaitu, versican, aggregan, neurocan dan brevican. Proteoglikan yang kaya akan leusin kecil disebut small leucin-rich proteoglikan (SLRPs) berisi sedikitnya 9 produk yang dikode oleh gen terpisah dan dikelompokkan menjadi 3 klas. Klas I, terdiri atas decorin dan biglycan; klas II, 34

55 terdiri atas fibromodulin, lumican, keratocan, PRELP, osteodorin; klas III, terdiri atas epiphycan dan osteoglycan. Kaplan & Aviram (2000) menyatakan bahwa heparan sufat (HS) dan GAG berperan mengatur proses selular, termasuk mengatur berinteraksinya faktor transkripsi (TF) di dalam inti. Hal ini dikarenakan HS dan GAG kaya akan leusin seperti dekorin dan biglikan. Leusin dan biglikan terdapat pada jaringan arteri normal maupun berlesi. Proteoglikan yang terdapat pada dinding pembuluh darah terdiri atas: perlecan, agrin dan bamacan. Perlecan mengkode gen HS-PG yang terletak pada kromosom Ip-36 pter (manusia) dan kromosom 4-distal (tikus) dengan GAG adalah heparan/ CS. Agrin mengkode gen AGRN terletak pada kromosom Ip-32 pter pada manusia dan kromosom 4-distal pada tikus dengan tipe GAG adalah HS, sedangkan CS adalah bamacam tipe dari GAG (Ioozo 1998). Menurut Wagner (1985) dan Edwards & Wagner (1988) menyatakan nahwa proteoglikan utama pembuluh arteri normal adalah kondroitin 4 sulfat (C 4 S), kondroitin 6 sulfat (C 6 S) dan dermatan sulfat (DS), sedangkan heparan sulfat (HS) dan heparin dijumpai dalam jumlah sedikit. Mekanisme Sintesis Tempat Intraseluler Protein inti Retikulum endoplasmik Intermediet dolikol Penambahan oligosakarida difosfat manosa tinggi N linked Transferase glikosil glikosilasi Transferase glikosil Penambahan rantai CS, KS,HS, &H Golgi dengan UDP-glu & dan O- linked oligosakarida UDP-N-asetilglukosamin 3 fosfoadenosin- 5 fosfosulfat (PAPS) Sulfasi secara bersama dgn GAG lalu terjadi epimerasi dari as glukoronik untuk iduronik pada DS, HS & H Perubahan OS manosa tinggi ke asam sialik tipe OS terjadi sekresi vakuola Gambar 12 Biosintesis proteoglikan (poole 1988) 35

56 Biointesis proteoglikan berlangsung di dalam retikulum endoplasmik dan disempurnakan di dalam golgi kemudian disekresikan melalui vakuola (Gambar 12). Pengaturan biosintesis melibatkan beberapa molekul penting seperti hidrokortison, testosteron, follicle stimulation hormone (FSH) maupun growth factor seperti PDGF, insulin-like growth factor II, pituitary-derived fibroblast growth factor. Setiap jenis dari masing-masing sel mempunyai fungsi yang berbeda (Poole 1988). Fungsi lain PG dalam aterosklerosis adalah adanya hubungan tidak langsung DS-PG dengan HS-PG. DS-PG dan heparin dapat mempercepat penghambatan reaksi pembentukan trombin melalui stimulasi heparin cofactor II (HC-II). Trombin merupakan serin proteinase yang berperan dalam hemostasis dan trombosis melalui kemampuannya menghasilkan fibrin dan mengaktifkan platelet. Molekul HC-II distimulasi oleh DS-PG-HA, selanjutnya akan diaktifkan oleh HS- PG. Penurunan konsentrasi HS-PG pada penderita aterosklerosis menimbulkan ganggguan terhadap pengaturan trombin, sehingga aktivitas trombin menjadi berlebihan. Aktivitas trombin yang berlebihan ini selanjutnya akan menghambat aktivitas DS-PG untuk menstimulasi dan melepaskan HC II (Cadroy et al. 1993; Shirk et al. 1996). Faktor Risiko Faktor risiko merupakan penyebab yang dapat mendorong terbentuknya aterosklerosis dan dapat menyebabkan PJK. Salah satu cara pencegahan PJK yaitu menghindari berbagai faktor risiko. Faktor risiko tersebut antara lain: tingginya kolesterol di dalam darah (hiperkolesterolemia), hipertensi, merokok, usia, gender, estrogen, obesitas, etnis, diet, diabetes, gaya hidup, dan genetik. Saat ini dikenal faktor risiko baru PJK seperti kadar homosistein, C-reactive Protein (CRP) serta lipoprotein (a) (Libby 2000; Packard & Libby 2008). Hiperkolesterolemia adalah kenaikan konsentrasi kolesterol dalam peredaran dan darah tidak dapat disanggah lagi sebagai penyebab utama aterosklerosis. Hal ini telah dibuktikan oleh para ahli dengan penurunan kolesterol dalam darah menurunkan juga pembentukan aterosklerosis. Kolesterol sendiri tidak dapat dipisahkan dengan lipoprotein dan lipid lainnya sebagai faktor 36

57 aterogenik. Kolesterol-HDL dapat memediasi hati untuk mengeluarkan kolesterol melalui rivers transpotasi keperifer. Faktor genetik diketahui berkontribusi terhadap rendahnya konsentrasi kolesterol HDL yang melibatkan perubahan terhadap: gen untuk apolipoprotein A1-C11; lipoprotein lipase; protein transfer ester kolesterol; lipase hepatik dan lesitin asiltransferase kolestrol. Hipertensi dapat merangsang aterogenesis namun mekanisme kejadian hipertensi tidak diketahui dengan pasti. Penurunan tekanan darah secara nyata menurunkan resiko terjadinya stroke. Hipertensi diduga dapat menyebabkan disfungsi endotel dengan menurunkan kadar Nitrit Oxide (NO), sehingga vasodilatasi jadi berkurang dan resistensi pembuluh darah menjadi meningkat (Panaza et al. 1993). Kondisi ini berkaitan erat dengan adanya peningkatan Ca 2+ dan penuruan NO sintetase, atau sebagai efek radikal bebas derivat oksigen yang menghambat produksi NO. Selain itu juga diduga beberapa jenis zat yang dikeluarkan oleh tubuh seperti rennin, angiotensi dan lain lain dapat menginduksi perubahan seluler yang menyebabkan aterogenesis. Merokok, metabolit rokok adalah allylamine dengan produk akhir acreolin dan spesies oksigen reaktif. Penurunan tekanan oksidatif pada level antioksidan meneybabkan menurunnya kemampuan tehadap peroksidasi lipid, disfungsi endotel dan pembengkakan mitokondria (Zimmerman & McGeaccliie 1987). Merokok juga menyebabkan terjadi peningkatan agregasi dan fibrinogen plasma yang berkontribusi terhadap gangguan di arteri (Badimon et al. 1999). Diabetes berhubungan dengan aterosklerosis. Diabetes berperan dalam penyakit vascular sebagai komplikasi jangka panjang seperti gangguan ginjal. Pada diabetes terdapat peningkatan LDL yang mudah mengalami glikolasi dan oksidasi, disamping itu VLDL dan HDL juga mengalami oksidasi dan glikolasi (Bierman 1992). Hiperglikemia berkontribusi terhadap fungsi endotel yang merespon produksi abnormal asetetilkolin, meningkatkan tromboksan dan prostaglandin, meningkatkan Ca 2+ intraselular. Semua molekul kimia ini menyebabkan pelepasan agen vasokontriksi endotel seperti: asetilkolin1 dan endotelin1. Hiperglikemia juga beraselerasi menghasilkan radikal bebas untuk memediasi terjadinya LDL teroksidasi (Kawamura et al. 1994). 37

58 Fibrinogen merupakan prekursor dari fibrin dan berhubungan dengan viskositas darah, aliran dan koagulasi darah. Peningkatan agregasi platelet, fibrin dan pembentukan thrombin akan menstimuli proliferasi dan pembentukan plak. Proses juga karena tingginya level faktor VII dan aktivator plasminogen yang dapat sebagai prediksi dari aterosklerosis (Cartellaro et al. 1993). Homosistein dilaporkan cukup signifikan sebagai faktor risiko untuk penyakit pembuluh darah aterotrombotik. Mekanisme patogenik homosistein diduga terkait dengan penyakit penyakit jantung termasuk efek dari fungsi platelet, faktor pembekuan dan endotel yang menyebabkan migrasi dan proliferasi sel (Mayer et al. 1996, Robinson, 2000). Level homosistein dapat dipengaruhi oleh vitamin B12, B6 dan suplemen asam folat dalam pengaturan metabolisme homosistein (Toole, et al. 2004). Radikal Bebas dan Antioksidan Dewasa ini, dunia kedokteran dan kesehatan banyak membahas tentang radikal bebas dan antioksidan. Hal ini terjadi karena sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Reaksi oksidasi terjadi setiap saat, ketika kita bernafas reaksi oksidasi juga terjadi. Reaksi oksidasi dapat menimbulkan radikal bebas yang sangat aktif dan dapat merusak struktur dan fungsi sel. Tetapi reaktivitas radikal bebas dapat dihambat oleh system anti oksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh (Winarsih, 2007). Dalam kehidupan aerobik, oksigen mempunyai beberapa peranan penting antara lain memproduksi energi, mensintesis berbagai senyawa esensial, menurunkan aktivitas molekul yang tidak dikehendaki dan melawan mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Pada orang dewasa, oksigen yang dikonsumsi % akan diubah oleh proses respirasi di dalam mitokondria menjdi air (H 2 O). Sekitar 5-10% sisanya akan mengalami reduksi univalent atau bivalent menghasilkan senyawa oksigen reaktif, yaitu: radikal superoksida, hydrogen peroksida dan hidroksi radikal (Estaerbauer 1993; Wuryastuti 2000). Untuk pertahanan diri terhadap senyawa kimia yang berbahaya dan mikrobah patogen yang masuk ke dalam tubuh, terdapat suatu sistem detoksikasi 38

59 dan respon imunologik yang melibatkan berbagai organ tubuh. Mekanisme detoksifikasi ditunjukan untuk menanggulangi senyawa-senyawa kimia asing seperti logam berat, pestisida, insektisida dan lain-lain. Berbagai logam berat dan logam transisi telah diketahui sebagai katalis radikal bebas (Halliwel et al.1992). Mekanisme detoksifikasi dapat meliputi pembentukan senyawa radikal (elektrofil) dan radikal bebas. Reaksi ini terjadi didalam hati melalui system enzim monooksigenase sitokrom P-50 (Zakaria 1996). Jumlah P-450 dalam hati tergantung ukuran tubuh dan jangka hidup serta berbanding terbalik dengan kemampuan jaringan membentuk peroksida. Selain itu, sitokrom P-450 memproduksi sejumlah besar oksigen aktif, dan NADPH-sitokrom P-450 reduktase yang membantu dalam pembentukan oksigen radikal. Radikal Bebas Radikal bebas, yang sering disebut sebagai senyawa oksigen reaktif (SOR) adalah sebagai atom atau molekul yang mempunyai satu atom lebih yang tidak berpasangan pada orbital luarnya (Halliwell et al. 1992). Ada dua cara untuk terbentuknya radikal bebas yaitu: secara endogen, sebagai respon normal dari rantai biokimia di dalam tubuh, sel (intrasel) maupun ekstrasel; secara eksogen radikal bebas diperoleh dari polusi, makanan dan penyerapan kulit (Supari 1996). Radikal bebas dan senyawa reaktif yang diproduksi dalam jumlah normal sesungguhnya berperan penting dalam menjalankan fungsi biologik seperti sel darah putih menghasilkan H 2 O 2 untuk membunuh beberapa jenis bekteri (Wuryastuti 2000). Radikal bebas dianggap berbahaya karena menjadi sangat reaktif dalam upaya mendapat pasangan elektronnya, dan dapat membentuk radikal bebas baru dari atom atau molekul yang elektronnya terambil untuk berpasangan dengan radikal sebelumnya (Muhilal 1991). Reaktivitas radikal bebas merupakan upaya untuk mencari pasangan elektron. Sebagai dampak kerja radikal bebas tersebut akan terbentuk radikal bebas baru yang berasal dari atom atau molekul elektronnya untuk berpasangan dengan radikal sebelumnya. Tetapi apabila dua senyawa radikal bertemu dengan elektron-elektron yang tidak berpasangan, dan kedua senyawa tersebut akan bergabung membentuk ikatan kovalen yang stabil. Sedangkan bila radikal bebas 39

60 bertemu dengan senyawa bukan radikal bebas akan berpasangan dengan jalan:1. Radikal bebas memberikan elektronnya yang tidak berpasangan (reduktor) yang bukan radikal: 2. Radikal bebas menerima elektron (oksidator) dari senyawa bukan radikal bebas dan 3. Radikal bebas bergabung dengan senyawa bukan radikal bebas (Winarsi 2007; Halliwell et al. 1992). Menurut Sadikin (2001), serangan radikal bebas terhadap molekul sekelilingnya akan menyebabkan terjadinya reaksi berantai, kemudian menghasilkan senyawa radikal baru. Dampak reaktivitas senyawa radikal bebas dapat bermacam-macam dimulai dari kerusakan sel atau jaringan, penyakit autoimun, penyakit degeneratif hingga kanker. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan di berbagai bagian sel, karena sangat reaktif dalam gerakan yang tidak beraturan (Halliwell et al. 1992; Muhilal 1991). Kerusakan dapat terjadi pada komponen penyusun membran sel seperti asam lemak tak jenuh yang merupakan bagian dari fosfolipid, kerusaakan lebih lanjut terjadi pada organel sel sampai pada kerusakan DNA di dalam inti (Halliwel 2005). Pembentukan radikal bebas pada awalnya diketahui terjadi di netrofil dan makrofag yang terinfeksi mikroorganisme (Jenssen et al. 1993). Radikal anion superoksida (O 2 - ) dapat dibentuk dari oksigen tereduksi menjadi air dengan penambahan 4 elektron selama proses fosforilasi oksidatif. Radikal anion kemudian akan dubah menjadi peroksida (H 2 O 2 ) oleh enzim superoksid dismutase. Oksigen yang teraktivasi dapat terjadi dalam brbagai sel, termasuk mitokondra, glioksosom, perioksisom dan sitosol (Elastner,1991). Ion superoksida terbentuk dalam kloroplas, mitokondria dan peroksisom merupakan senyawa oksigen yang sangat reaktif (Fridovich 1986). Molekul H 2 O 2 dapat tereduksi membentuk radikal hidroksil ( OH ) yang sangat aktif dengan adanya ion logam melalui reaksi feton (Breen & Murphy 1995). Radikal hidroksil dapat juga terbentuk akibat reaksi non enzimatis selama pemaparan radiasi ion (Clark et al. 1987). Peroksidasi lipid dapat mempegaruhi struktur dan fungsi membran seperti: penurunan kandungan relatif asam eikosapentaenoat (C20:5) dan asam dokosaheksaenoat (C22:6), pembentukan lipid hidroksi peroksida yang dapat merangsang atau menghambat enzim spesifik yang berhubungan dengan 40

61 biomembran. Selain itu terjadinya oksidasi tiol grup dapat mempengaruhi aktivitas enzim di dalam membran, konformasi protein yang berhubungan dengan lipoprotein, penurunan fluiditas lipid biomembran. Terbebasnya produk pecahan dari peroksidasi lipid akan menghasilkan efek-efek kerusakan sel (Donelly & Robinson 1990). Bahan aditif pangan seperti asam karmiat dapat membentuk radikal bebas yang berperan sebagai inisiator dalam proses peroksidasi lipid sehingga menimbulkan kerusakan jaringan (Zakaria 1996). Penelitian terhadap radikal bebas dan antioksidan sampai saat ini cukup menarik. Telah diketahui bahwa berbagai pengaruh radikal bebas dapat menyebabkan kanker, penyakit jantung koroner, rematik, gangguan respiratorik, hepar, diabetes melitus dan proses penuaan. Akibat kerusakan sel ini dapat mengakibatkan terjadinnya berbagai penyakit degenertif. Berbagai hasil penelitian telah membuktikan bahwa reaksi senyawa elektrofil dapat diredam oleh antioksidan (Esterbeurer 1991; Thies & Siege 1989). Radikal bebas di dalam tubuh dapat dicegah pembentukannya dengan menghindari sinar matahari, langsung, asap rokok, polusi udara, serta meningkatkan asupan makanan yang kaya akan senyawa antioksidan seperti sayuran, buah-buahan, biji-bijian serta kacang-kacangan. Antioksidan Antioksidan adalah senyawa/ zat yang dalam konsentrasi kecil dapat mencegah reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Secara biologis, antioksidan adalah senyawa yang mampu meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga senyawa oksidan tersebut dapat dihambat reaksinya (Winarsi 2007). Selanjutnya dikatakan bahwa, konsumsi antioksidan dapat menurunkan kejadian penyakit degeneratif seperti: penyakit jantung koroner, kenker, aterosklerosis dan osteoporosis. Antioksidan dapat meningkatkan status imunologis dan menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan. Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena berkaitan dengan berfungsinya sistem imunitas tubuh. Kondisi ini untuk menjaga intergrites 41

62 dan fungsinya lipid, protein sel, asam nukleat dan mengontrol tranduksi sinal yang diekspresikan gen dalam imun. Komponen terbesar penyusun membrane sel adalah senyawa asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh sangat sensitif terhadap perubahan keseimbangan oksidan-antioksidan. Membran merupakan barier penting agar sel dapat berfungsi normal, demikian juga dengan sistem membran sel imun terhadap serangan berbagai benda asing (antigen). Sehingga sel imun membutuhkan antioksidan dalam jumlah besar dibandingkan sel-sel lainnya (Meydani et al. 1995; Winarsi 2007). Pada kondisi patologis, keseimbangan normal antara produksi senyawa oksigen reaktif dengan kemampuan pertahanan antioksidan akan mengalami gangguan. Efek semua ini dapat menggoyahkan rantai oksidasi-reduksi normal sehingga terjadi kerusakan oksidatf jaringan yang disebut sebagai stress oksidatif (Halliwell & Chirico 1993). Antioksidan dapat dikatagorikan menjadi dua golongan yaitu, 1) golongan zat gizi seperti vitamin A dan karotenoit, vitamin E, C dan B 2, Zn, Cu, Se dan protein; 2) zat non gizi seperti biogenik amin, senyawa fenol (tirosol, vanillin, asam vanilat, karpakrol, gingerol, zingiron), senyawa polifenol (flavonoid, flavon, flavonol, heterosida flavonoat, kalkon auron, biflavonoid), tanin (asam galat, asam elegat, proantosianidin) dan komponen tetrapirolik (klorofil dan feofitin) (Belleville-Nabet 1996). Menurut Krinsky (1992), antioksidan biologi dapat dibagi berdasarkan proses enzimatik dan non enzimatik. Antioksidan enzimatik adalah superoksida dismustase (SOD), katalase dan selenium glutation peroksidase. Antioksidan nonenzimatik adalah antioksidan larut lemak (tokoferol, karotenoid, flavonoid, kuinon dan bilirubin); antioksidan larut air (asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme). Antioksidan enzimatik dan non enzimatik saling bekerja sama dalam memerangi senyawa oksidan di dalam tubuh. Stres oksidatif dapat dihambat oleh kerja enzim-enzim antioksidan dan antioksidan non enzimatik. Berabagai antioksidan telah banyak diteliti dan diketahui fungsinya. Antioksida non enzimatis banyak dijumpai dalam sayuran dan buah-buahan. Kahkonten et al. (1999) menyatakan bahwa komponen antioksidan yang terdapat dalam sayuran dan buhan-buahan berupa vitamin C, E, β karoten, flavonoid, 42

63 isoflavon, flavon, antisianin, katekin dan isokatekin. Senyawa-senyawa fitokimia ini membantu melindungi sel terhadap kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas. Komponen sayuran, buah-buahan dan komponen penyusunnya telah banyak dibuktikan oleh beberapa peneliti terhadap efek hiperkolesterolemia. Stasse-Wolthuis (1980) menyatakan bahwa konsumsi sayuran 570 g/hari dan apel segar 600 g/hari mampu menurunkan kolesterol sebesar 4%. Menurut Sable- Amplis et al. (1983) konsumsi apel g/hari dapat menurunkan kolesterol sebanyak 8-11%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Robertson at al. (1976), dengan mengkonsumsi wortel sebanyak 200 g/hari ternyata dapat menurunkan konsentrasi kolesterol sebesar 11%. Vitamin C atau biasa dikenal sebagai L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air, mempunyai kemampuan sebagai scavenger radikal bebas di sitoplasma. Vitamin C tidak berfungsi sebagai scavenger radikal lipid di dalam reaksi propagasi, tetapi mempunyai kemampuan dalam menurunkan oksidasi vitamin E (Siekmeier et al. 2007). Zakaria et al. (1996) menyatakan, senyawa tersebut merupakan bagian dari sistem tubuh terhadap senyawa oksiogen reaktif dalam plasma dan sel. Bentuk Isomer-L vitamin C mempunyai aktivitas lebih besar dibaningkan dengan isomer-d. Menurut Levine et al. (1995), sebagai antioksidan vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan cara: memindahkan satu elektron ke ion Cu 2+ ; memberikan elektronnya ke dalam reaksi biokimia intraselular dan ekstraselular; menghilangkan oksigen reaktif di dalam sel netrofil, monosit, protein lensa, dan retina; diluar sel mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif dan mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron ke dalam tokoferol teroksidasi dan mengabsorpsi logam di dalam saluran pencernaan. Vitamin E yang disebut α-tokoferol merupakan antioksidan yang larut di dalam lemak, dan banyak terdapat di dalam eritrosit maupun lipoprotein plasma. Sebagai antioksidan, vitamin E berfungsi sebagai donor ion hidrogen yang mampu mengubah radikal peroksil (hasil oksidasi lipid) menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif, sehingga mampu mencegah kerusakkan rantai asam lemak. Menurut Siekmeier et al. (2007), menyatakan bahwa vitamin E mampu 43

64 menghambat pembentukkan oksidasi LDL dari trombin yang dilakukan secara in vitro. Secara alami vitamin E mempunyai 8 isomer yang dikelompokkan dalam 4 tokoferol (α, β, γ,δ) dan 4 tokotrienol (α, β, γ,δ) yang homolog. Vitamin E ini telah diketahui dan dipercaya dapat berfungsi sebagai antioksidan potensial. Asupan vitamin E mampu menrurunkan penyakit aterosklerosis dengan cara melindungi LDL dari oksidasi. Antioksidan vitamin E mampu bereaksi dengan radikal bebas pada mebran lipid membentuk radikal vitamin E yang sedikit reaktif. Menurut Halliwell et al. (1992), radikal vitamin E dapat mengalami regenerasi dengan adanya glutation atau asam askorbat melelui mekanisme sebagai berikut: 1. Tokoferol memindahkan atom hidrogen yang mempunyai elektron tunggal sehingga dapat menhilangkan radikal bebas peroksil lebih cepat dibandingkan dengan rantai radikal. 2. Radikal tokoferol yang tidak reaktif akan dieliminasi oleh asam askorbat. 3. Radikal tokoferol akan bereaksi dengan ubikuinon di dalam mitikondria kemudian dioksidasi lebih lanjut menjadi kuinon yang dapat diekskresikan melalui urin. Penelitian tentang mekanisme penghambatan awal aterosklerosis ditingkat seluler masih perlu dilakukan. Aterosklerosis, dapat menyebabkan infraksi sel-sel otot jantung, stroke iskhemik yang merupakan penyakit radang (Hanson 2009). Seperti telah diuraikan sebelumnya, LDL yang teroksidasi merupakan salah satu penyebab terjadinya plak ateroma. Proses oksidasi LDL merupakan suatu mekanisme pembentukan LDL abnormal pada dinding arteri. Dengan mengkaji dan mengetahu efek kurkuminoid ekstrak temu mangga, back to nature merupakan alternatif terbaik bagi masyarakat dalam pencegahan dini terhadap kejadian PJK. Hal ini ditunjang dengan studi epidemiologi yang telah banyak dilakukan bahwa, PJK merupakan salah satu penyebab utama kematian yang melebihi angka kematian yang disebabkan oleh penyakit infeksi. 44

65 ANALISIS KANDUNGAN KURKUMINOID EKSTRAK TEMU MANGGA (Curcuma mangga). The Analisys of Curcuminoid Content of Temu Mango Extract (Curcuma mangga) Abstrak Temu mangga (Curcuma mangga) merupakan tanaman obat yang berkhasiat sebagai antioksidan karena mengandung kurkuminoid. Kandungan kimia dan bioaktif temu mangga belum banyak diteliti dan infomasi ilmiah lainnya masih terbatas sekali. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa kurkuminoid ekstrak temu mangga dan turunan kurkuminoid. Senyawa kurkuminoid diisolasi dengan menggabungkan ekstrak air dan etanol (1:1), sedangkan untuk menganalisis turunannya yang ada dalam kurkuminoid digunakan Kromatografi Cair Kinerja tinggi (KCKT). Hasil uji fitokimia terhadap rimpang temu mangga, diperoleh alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin. Hasil ektrasi yang dilakukan, diperoleh kurkuminoid sebanyak 1,84% dari rendemen rimpang temu mangga. Sedangkan analisis kuantitatif kurkuminoid ekstrak menunjukkan konsentrasi dari masing-masing fraksi kurkuminoid sebagai berikut: kurkumin 6,2%, demetoksi-kurkumin 2,3%, dan bis-demetoksi kurkumin 3,0%. Abstract Temu mangga (Curcuma mangga) is a powerful medicinal plants as antioxidants because it contains curcuminoids. The constituents of bioactive chemical from temu mangga had not been widely researched and other scientific information is still limited. This study aimed to isolate compounds extract curcuminoids of temu mango and derivatives curcuminoids. The curcuminoids compounds were isolated by combine of the water and ethanol extracts (1:1), while curcuminoid derivative fractions were analyzed using High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The results of phytochemical from rhizome temu mango are alkaloids, flavonoids, tannins and saponins. The results showed as 1.84% curcuminoids from randemen of rhizomes temu mango. The quantitative analysis showed the concentration of curcuminoids extracts from the curcuminoid consist of curcumine (6.2%), demetoxi-curcumine (2.3%) and bis-demetoxi curcumine (3.0%) Key words: Temu mango (Curcuma mango), antioxidants, curcuminoids, HPLC 45

66 PENDAHULUAN Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang penting untuk digali dan dikembangkan, seperti tanaman obat yang berpotensi sebagai obat untuk mencegah penyakit yang terkait dengan sirkulasi darah. Salah satu tumbuhan yang telah diketahu memiliki sifat antioksidan adalah yang berasal dari anggota famili zingiberaceae, yang di Indonesia dikenal sebagai kunyit atau temu-temuan. Bebarapa spesies dari tumbuhan ini diketahui memiliki senyawa bersifat antioksidan seperti kurkumin yang terdapat pada kunyit (Curcuma longa), gliserol yang terdapat pada jahe (Zingiber officinale) dan temu putih (Curcuma zeodaria). Temu mangga (Curcuma mangga) adalah salah satu jenis temu-temuan yang belum banyak dimanfaatkan sebagai ramuan tradisional. Ciri khas tanaman ini adalah umbinya berwarna kuning dan memiliki bau yang khas seperti mangga. Kecenderungan kuat untuk kembali ke pengobatan yang menerapkan konsep back to nature. Temu mangga mempunyai prospek ke depan yang dapat dikembangkan sebagai bahan baku obat dan mempunyai daya jual tinggi. Karena keanekaragaman jenis temu-temuan ini, maka temu mangga dapat digunakan sebagai obat tradisional, fitoterapi, dan farmaseutik sebagai usaha mandiri dalam bidang bahan baku obat. Senyawa aktif yang terkandung dalam temu mangga adalah kurkuminoid, yang berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan telah banyak diteliti pada beberapa spesies kurkuma. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Quiles et al. (2002); Tonnessen & Karlsen (1985) menunjukan bahwa, kunyit mengandung kurkuminoid yang terdiri atas kurkumin, dimetoksi-kurkumin dan bis-demetoksi kurkumin. Hasil yang sama dilakukan juga oleh Kiso et al. (1983), bahwa temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) mengandung senyawa desmetoksi-kurkumin dan bisdesmetoksi-kurkumin. Senyawa-senyawa tersebut diketahui sebagai senyawa aktif yang dapat dapat digunakan untuk mengeliminasi radikal hidroksi, radikal superoksida, nitrogen dioksid dan nitrogen monooksida, serta mencegah turunan dari radikal superoksid (Quiles et al. 2002; Rao 1995; Ruby & Lokesh 1995; Sreejayan & Rao 1997). Selain itu, kurkuminoid terutama fraksi kurkumin 46

67 diketahui berpotensi dalam menghambat proses oksidasi LDL dan peroksidasi plasmatik yang berperan penting dalam patogenesis penyakit (Quiles et al. 2002). Berbagai macam zat aktif lainnya yang terkandung di dalam temu mangga, sampai saat ini belum banyak diteliti dan informasinya masih terbatas sekali. Kurkumin dan flavonoid selama ini telah digunakan sebagai obat kanker baik di bidang medis maupun obat tradisional. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tedjo dkk. (2005) menunjukan bahwa, senyawa ekstrak etanol dari temu mangga, memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan butil hidroksi anisol (BHA). Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi ekstrak kurkuminoid temu mangga serta turunannya. Hasil yang diperoleh, diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat dan komponen-komponen yang terdapat di dalam kurkuminoid ekstrak temu mangga. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan: tiga kg rimpang temu mangga, asam sulfat pekat, asam klorida, etanol absolut, pereaksi Mayer, Dragendorf dan Wagner, natrium hidroksi, feri klorida, standar kurkumin, standar flavonoid (quersetin), metanol, aseton nitril, amil alkohol, kloroform, dan akuades. Alat yang digunakan antara lain spektrofotometer, Kromatografi Cair Kinerja tinggi (KCKT) dengan Beckman Diode Array Detector (model 168), kolom LC-18 supelcosil (150 mm x 4,6 mm dan 5 µm. Supelco), erlenmeyer, vakum evaporator, tabung reaksi, gelas ukur dan alat gelas lainnya. Metode Penelitian Persiapan Serbuk (simplisia). Sebanyak tiga (3) kg rimpang temu mangga yang berumur sekitar satu tahun, dicuci dan diiris tipis lalu dikeringkan dan dihaluskan untuk dibuat serbuk. 47

68 Analisis Fitokimia. Sebagian serbuk rimpang temu mangga diuji secara kualitatf yang meliputi uji alkaloid, uji saponin, uji steroid, uji flavonoid, uji tanin dan uji kuinon. Sisanya (simplisia) digunakan untuk mengisolasi kurkuminoid. Uji Alkaloid. Serbuk ditambahkan 10 ml kloroform dan beberapa tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan H 2 SO 4 2 M. Fraksi H 2 SO 4 diambil, kemudian ditambahkan pereaksi Mayer, Dragendorf dan Wagner. Jika uji terdapat endapan putih dengan pereaksi Mayer, endapan merah dengan pereaksi Drangendorf dan endapan jingga dengan pereaksi Wagner, maka uji dinyatakan positif. Uji Saponin. Dua gram serbuk ditambah air secukupnya dan dipanaskan selama 5 menit. Lalu didinginkan dan dikocok kuat. Adanya saponin ditandai dengan timbulnya busa yang stabil selama 10 menit. Uji Steroid/Triterpenoid. Dua gram serbuk ditambahkan etanol lalu dipanaskan dan disaring. Filtrat diuapkan kemudian ditambahkan eter ke dalam pipet dan diuji dengan pereaksi Lieberman Burchad (asam asetat anhidrat asam sulfat pekat). Warna merah ungu yang terbentuk menunjukan positif mengandung triterpenoid dan warna hijau menunjukan positif kandungan steroid. Uji Flavonoid. Dua gram sampel ditambahkan air secukupnya lalu dipanaskan selam 5 menit, kemudian ditambahkan serbuk Mg, 0,2 ml asam klorida pekat dan beberapa tetes amil alkohol, larutan dikocok dan dibiarkan terpisah. Adanya flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna merah coklat pada lapisan amil alkohol. Uji Tanin. Dua gram serbuk ditambahkan air secukupnya dan dipanaskan selama 5 menit. Filtrat ditambahkan feri klorida 1%, bila membentuk warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukan positif mengandung tanin. Uji Kuinon. Dua gram serbuk ditambahkan air, kemudian didihkan selama 5 menit. Setelah dingindi saring lalu filtrat ditambahkan natrium hidroksi 15%, bila berwarna merah positif mengandung kuinon. Secara kuantitatif dilakukan juga terhadap pengukuran kadar air, kadar abu dan kadar lemak dengan menggunakan metode gravimetri. Sedangkan untuk pengukuran flavonoid dan kurkuminoid diggunakan spektrofotometri. Pengukuran 48

69 jumlah protein, karbohidrat dan lemak yang terdapat dalam rimpang temu mangga digunakan metode tritimetri. Semua metode dalam percobaan ini menggunakan metode standar Indonesia (MSI). Isolasi Kurkuminoid. Serbuk dimaserasi dengan air hangat 80 o C, lalu disaring sehingga diperoleh ekstrak air dan residu. Ekstrak air diuapkan dengan menggunakan vakum evaporator selama 2 jam pada suhu 60 0 C. Sisa residu diekstrak kembali dengan menggunakan etanol absolut dan dipanaskan selama 2 jam pada suhu 60 0 C, kemudian disaring lalu diuapkan dengan menggunakan vakum evaporator kembali sehingga diperoleh ekstrak alkohol. Kedua ekstrak (air dan alkohol) dicampur dengan perbandingan 1:1 dan diresuspensikan kembali sehingga diperoleh ekstrak kurkuminoid (Quiles et al. 2002). Fraksi kurkuminoid Ekstrak Temu Mangga Diidentifikasi dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja tinggi (KCKT). Kromatografi cair yang digunakan dengan Beckman Diode Array Detector (model 168), kolom LC- 18 supelcosil (150 mmx4,6 mm dan 5 µm. supelco), fase gerak menggunakan metanol:asam asetat: asetonitril pada panjang gelombang (λ) 425 mm, suhu kolom 30 0 C dan laju alir adalah 1 ml/menit. Sebanyak 5 μmol/ml kurkuminoid ekstrak temu mangga, dinjeksikan pada kolom KCKT (Quiles et al. 2002) Peubah yang Diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini, yaitu jumlah kurkuminoid ekstrak temu mangga dan fraksi kurkuminoid ekstrak temu mangga. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, terutama untuk data fitokimia dan kuantitatif dari temu mangga. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Fitokimia terhadap Serbuk Temu mangga (Curcuma mangga) Temu mangga mengandung berbagai macam senyawa kimia. Berdasarkan hasil analisis fitokimia terhadap rimpang temu mangga, ternyata temu mangga mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder. Metabolit sekunder tersebut 49

70 seperti terlihat pada Tabel 2. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa metabolit sekunder yang terkandung dalam temu mangga berupa alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin tetapi tidak mengandung steroid, triterpenoid maupun kuinon. Tabel 2 Hasil analisis fitokimia kandungan ekstrak temu mangga No Jenis analisa Hasil Alkoloid - Mayer -Wagner -Dragondorf Flavonoid Steroid Triterpenoid Kuinon Tanin Saponin Keterangan: +++ kandungan senyawa kimia tinggi; ++ kandungan senyawa kimia cukup tinggi; - tidak mengandung senyawa kimia Alkaloid merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tanaman kurang lebih 20%, strukturnya mengandung lebih dari 15 atom nitrogen. Struktur alkaloid berupa cincin heterosiklik yang mengandung nitrogen dan atom karbon. Kerangka karbon mengandung turunan dari terpenoid. Beberapa alkaloid dibedakan atas ornitin, termasuk asam nikotinamid vitamin B (niasin), yang merupakan prekursor dari cincin alkaloid. Pada tanaman, nitrogen sebagai gudang alkaloid tetapi pada hewan sebagai asam urat dan urik. Akaloid terdapat di dalam sitosol pada ph 7,2 dan disintesis dari beberapa asam amino seperti lisin, tirosin dan triptopan. Alkaloid sebagai alat pertahan bagi tanaman untuk menghindari predator. Alkaloid cukup toksik bagi manusia secara alami seperti strignin, atropin bahkan dapat menyerang sistem syaraf seperti nikotin (Taiz & Zeiger 2002). Menurut Pelletier 1983 & Bruneton 1993), berdasarkan cincin nitrogen dan biosintesisnya maka alkaloid dibagi kedala 3 kelompok terdiri atas: 1) Alkaloid sejati, senyawa nitrogen yang mempunyai struktur kompleks dan bersifat basa, atom nitrogennya bagian dari heterosiklik sehingga bersifat farmakologik. 2) Protoalkaloid, senyawa amina sederhana yang mana atom nitrogen bukan merupakan heterosiklik, bersifat basa, contohnya serotonin. 3) Pseudo alkaloid, 50

71 senyawa nitrogen heterosiklik tetapi bukan merupakan turunan asam amino, contoh isoprenoid, terpenoid. Tanin merupakan polimer heterogenus yang menganding senyawa fenolat dan asam galat dengan berat molekul antara Pada tanaman tanin terikat dengan lignin, sedangkan pada hewan tanin berikatan dengan protein kolagen di bawah kulit. Pada hewan, tanin dapat meningkatkan resistensi/ melindung dari cuaca panas, air maupun mikrobah. Tanin dapat berkondensasi membentuk polimerisasi dengan unit flavonoid, tetapi dapat juga dihidrolisis menjadi antasianida bila diperlakukan dengan asam kuat (Taiz & Zeiger 2002). Saponin merupaka senyawa steroid dan glikosil terpena yang dapat larut dalam lipid dan air. Secara normal dikenal sebagai ditergent (sabun), jika di gosokkan ke tangan. Bila membentuk kompleks dengan sterol, saponin menjadi toksik terutama pada sistem pencernakan dan merusak dinding pembuluh darah bagi manusia (Taiz & Zeiger 2002). Flavonoid merupakan produk yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan, termasuk dalam kelompok besar polfenol. Tanaman yang banyak mengandung polifenol tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan berbagai konsentrasi. Komponen tersebut terikat atau terkonjungasi dengan senyawa gula (Taiz & Zeiger 2002). Salah satu komponen flavonoid yang digunakan sebagai suplemen makanan adalah fitoestrogen, fitoestrogen tersusun atas isoflavon, lignin, dan kumestran (Ruggiero et al.2002). Berbagai sayuran dan buah-buahan yang dapat dimakan juga mengandung mengandung sejumlah flavonoid. Konsentrasi tertinggi flavonoid terdapat pada daun dan kulit kupasan jika dibandingkan dengan jaringan yang di dalam. Diet yang kaya akan flavonoid dapat menurunkan risiko penyakit arteri koronaria, kanker dan stroke. Flavonoid mempunyai mempunyai kemampuan sebagai skavenger radikal bebas dan dan menghambat oksidasi lipid (van Hoorn et al. 2003; Taiz & Zeiger 2002). Selain metabolit sekunder yang terkandung pada tanaman temu mangga, juga terdapat berbagai macam nutrisi sebagai metabolit primer lainnya, seperti karbohidrat, protein, lemak yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia (Tabel 3). Semua metabulit primer ini digunakan untuk kebutuhan sel tanaman itu sendiri (Taiz & Zeiger 2002). 51

72 Karbohidrat merupakan makro molekul yang digunakan sebagai sumber energi dan sebagai penyusun sel tumbuhan, seperti selulosa, lignin maupun pektin. Sebagai sumber energi, karbohidrat akan degradasi menjadi molekul sederhana yaitu air, adenosin trifosfat (ATP) dan karbon dioksida (CO 2 ). Protein merupakan makromolekul terdiri atas rangkaian asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Secara umum, protein digunakan untuk pertumbuhan sel tumbuhan itu sendiri, sebagai penyusun membran sel bersama-sama dengan lipid. Asam lemak merupakan senyawa penyusun membran sel dan dapat berfungsi sebagai sumber energi. Sintesis asam lemak terjadi di sitosol, sedangkan katabolisme terjadi di dalam mitokondria. Tabel 3 Hasil analisis kuantitatif kandungan ekstrak temu mangga No Jenis analisis Hasil Metode Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar lemak (%) Kadar flavonoid (mg/g) Kadar protein (%) Kadar karbohidrat (mg/g) Kadar kurkumin Rendemen air (%) Rendemen pelarut organik (%) 15,16 7,02 6,85 1,02 4,64 16,66 5,52 1,52 2,41 Gravimetri Gravimetri Gravimetri Spektrofometer Titrimetri Titrimetri Spektrometri Ekstraksi Ekstraksi Analisis Turunan Kurkuminoid Ekstrak Temu Mangga Kurkuminoid ekstrak temu mangga dalam penelitian ini diperoleh sebanyak randemen sebanyak 1,84 % dari rimpang temu mangga. Selain kurkuminoid, ekstrak temu mangga ternyata mengandung sejumlah senyawa kimia lainnya, seperti flavonoid (1,024 mg/g berat serbuk), alkaloid, tanin dan saponin, asam lemak, protein dan senyawa karbohidrat. Dalam percobaan ini, kurkuminoid diekstraksi dengan menggunakan air dan residu hasil ektraksi diekstrak kembali dengan menggunakan etanol. Tonnesen (1992) menyatakan bahwa kurkuminoid hasil ekstraksi dari rimpang Curcuma longa berwarna kekuningan, dan ju mlah yang diperoleh 1-5 % dari berat kering. 52

73 Sinyal Absorban Sinyal Absorban Hasil penelitian ini diperoleh kurkuminoid ekstrak temu mangga lebih rendah dibandingkan seperti yang diteliti oleh Tonesen (1992). Hal ini disebabkan temu mangga yang digunakan dalam penelitian ini dalam keadaan berat basah sehingga bilah dikeringkan bobotnya menjadi menurun. Disamping itu pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi kurkuminoid berbeda yaitu pelarut air dan etanol, sedangkan Tonessan (1992) menggunakan pelarut etanol dan aseton. Selain etanol dan aseton, kurkuminoid dapat juga diektraksi dengan menggunakan butanol, dietil eter, benzena, metanol, etilin diklorid dan petroleum eter. Quiles et al. (2002) mengekstraksi kurkuminoid dari Curcuma longa dengan menggunakan metode maserasi dengan air dan atanol absolut sebagai. Sedangkan Kiso (1985) mengisolasi kurkuminoid dengan metode soxhletasi bertingkat menggunakan etanol 50% sebagai pelarut. Fraksinasi turunan kurkuminoid temu mangga dipisahkan dengan metode KCKT. Hasil fraksinasi ekstrak kurkuminoid temu mangga dan standar kurkuminoid disajikan pada Gambar 13. Dalam percobaan ini, fraksi kurkuminoid dipisahkan dengan menggunakan metanol:asam asetat: asetonitril. Pemilihan fase gerak ini, karena senyawa tersebut dapat mimisahkan standar kurkuminoid. Hasil uji frakfsinasi terhadap kurkuminoid ekstrak temu mangga, diperoleh 4 fraksi kurkumioid. Hal ini terlihat seperti gambar di bawah yang terdiri atas 4 waktu retensi dengan luas area dan ketinggian yang berbeda bila dibandingkan dengan standar kurkuminoid yang terdiri atas 13 fraksi. Waktu (menit) Waktu (menit) Gambar 13 Kromatogram kurkuminoid ekstrak temu mangga dan standar kurkuminoid. 53

74 Dari ke empat fraksi yang diperoleh, hanya 3 fraksi utama yang telah teidentifikasi diantaranya kurkumin, demetoksi-kurkumin dan bis-demetoksi kurkumin. Ke tiga fraksi tersebut memiliki waktu retensi yang relatif sama dengan waktu retensi standard kurkuminoid. Namun mempunyai perbedaan waktu retensi dari nmasing-masing fraksi yang peroleh. Kondisi ini menandakan bahwa tingkat polaritas dari masing-masing fraksi yang diuji berbeda jenisnya. Luas area dan puncak ketinggian dari ke tiga fraksi kurkuminoid, hampir sama bentuknya jika dibandingkan dengan standard kurkuminoid. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa waktu retensi, luas area, dan ketinggian puncak dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi dan mengidentifikasi komponen-komponen yang terdapat di dalam sampel penelitian. Hostettman et al. (1995) menyatakan bahwa, senyawa yang bersifat polar dan atau mudah larut dalam air paling sesuai dipisahkan dengan menggunakan KCKT. Tonnessen & Karlsen (1985) menyatakan bahwa kurkumin dapat dipisahkan dengan metode KCKT, pada kolom nukleosil-nh2 dengan fase gerak etanol 96%, pada ph alkalis dengan masa inkubasi 5 menit dan 28 jam. Menurut Kiso (1983), pemisahan kurkumin jenis desmetoksi kurkumin dapat dipisahkan dengan teknik kolom kromatografi pada silika gel yang menggunakan campuran pengelusi klorofom dan metanol, fraksi kurkumin keluar sebagai fraksi awal. Hasil percobaan yang telah dilakukan menunjukkan, fraksi kurkuminoid temu mangga dapat dipisahkan dengan menggunakan KCKT, dengan kolom LC- 18 supelcosil (150 mm x 4,6 mm dan 5 µm. supelco). Fase gerak yang digunakan adalah metanol:asam asetat: asetonitril pada panjang gelombang (λ) 425 mm, dengan suhu kolom 30 0 C dan laju alir adalah 1 ml/menit (Tabel 4). Tabel 4 Waktu retensi, luas area dan ketinggian puncak hasil fraksinasi kurkuminoid Fraksi waktu retensi(meniti) luas Area (%) puncak (%) KTM Standar KTM Standar KTM Standar - 2,50 2,38 1,09 0,26 0,69 0, ,78-0,32-0, ,86-0,38-0, ,66-0,35-0,32 bis demetoksi kurkumin 6,83 6,88 8,11 8,95 7,18 8,50 demetoksi kurkumin 7,44 7,43 18,88 30,67 19,54 32,04 kurkumin 8,02 8,02 71,92 58,75 72,59 58, ,54-0,32-0,32 Keterangan: KTM, kurkuminoid temu mangga 54

75 Konsentrasi fraksi kurkuminoid ekstrak temu mangga berbeda hasilnya berbeda bila dibandingkan dengan Curcuma longa (Tabel 5). Perbedaan konsentrasi fraksi kurkuminoid Curcuma mangga dan Curcuma longa, terjadi karena jenis kurkuma yang diteliti berbeda dari peneliti sebelumnya. Perbedaan terlihat pada demetoksi-kurkumin dan bis-demetoksi kurkumin dari temu mangga, konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan Curcuma longa. Namun demikian, konsentrasi kurkumin temu mangga lebih rendah dibandingkan dengan Curcuma longa. Dengan demikian, dapat dibuat suatu disimpulkan bahwa temu mangga mempunyai spesifikasi yang berbeda dengan Curcuma longa, yaitu pada senyawa demetoksi-kurkumin dan bis-demetoksi kurkumin. Tabel 5 Jumlah persentase fraksi kurkuminoid hasil KCKT Fraksi Kurkuminoid Curcuma mangga Curcuma longa* bis demetoksi kurkumin (%) 3,00 0,70 demetoksi kurkumin (%) 2,30 1,97 kurkumin (%) 6,20 7,34 Keterangan: * Quiles et al. (2002). Penelitian yang dilakukan Quiles et al. (2002) menunjukan bahwa kurkumin dengan dosis 2,4-9,6 umol/l, mampu menghambat peroksidasi LDL pada makrofag dari manusia yang dilakukan secara in vitro. Kurkumin diketahui mempunyai aktivitas antioksidan, disamping itu kurkumin mampu mengeliminasi radikal bebas dari turunan oksigen yang memberikan respon peroksidasi lipid, radikal hidroksi, superoksid, singlet oksigen, nitrogen dioksida (Sreejeyan et al. 1994; Reddy & Lokesh 1994; Rao 1995; Rao et al. 1995; Unnikrishnan & Rao1997; Sreejeyan & Rao. 1997). Struktur kimia kurkuminoid mengandung gugus fenolik yang sangat esensial untuk scavenger superoksid, dan adanya gugus orto akan meningkatkan aktivitas fenolik (Sreejeyan et al. 1994). Bahkan telah didemontrasikan, bahwa kurkumin mampu menghambat turunan dari radikal superoksid (Rubby & Lokesh 1995). Sedangkan Vareed et al. (2008) menyatakan, substansi fenolik yang terdapat pada tanaman obat mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, antiradang, antikangker maupun antimutagenik. Hernani & Raharjo (2002) menyatakan bahwa polifenol merupakan senyawa turunan fenol yang mempunyai aktivitas 55

76 sebagai antioksidan, antioksidan fenolik biasanya digunakan untuk mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan, kosmetik, farmasi maupun plastik. Sedangkan Vareed et al. (2008) menyatakan bahwa substansi fenolik yang terdapat pada tanaman obat mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, antiradang, antikanker maupun antimutagenik. Jayaprakasa dkk (2005) menyatakan bahwa gugus hidroksil dan metoksil pada cicin fenil dan subtituen 1,3 diketon memiliki peran penting yang sangat signifikan dalam kemampuan kurkumin sebagai antioksidan. Secara in vitro, kurkumin dapat memperlihatkan toksisitas interinsik yang sangat rendah terhadap sel hepatosit tikus. Suatu kenyataan bahwa, tidak adanya toksisitas terhadap kurkumin kemungkinan besar karena struktur kurkumin mengandung gugus keton yang dapat mengikat hidrogen internal pada sistem aromatik. Kurkumin juga dijumpai sebagai fototoksik terhadap sel mamalia, sel leukemia basofilik tikus yang diberikan pada konsentrasi kurang dari 1 µm. Kecilnya dosis toksitas kurkumin menunjukkan bahwa kurkumin dapat digunakan sebagai pengobatan awal dari suatu penyakit (Tonnesen et al. 1987). Sedangkan menurut Kiso (1985), kurkuminoid mempunyai aroma yang khas dan tidak bersifat toksik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan dari data hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, kurkuminoid ekstrak temu mangga hasil ekstraksi dengan pelarut air dan etanol diperoleh randemen sebanyak 1,83% dari rimpang temu mangga. Sedangkan hasil fraksinasi kurkuminoid diperoleh senyawa kurkumin 6,2%; demetoksi-kurkumin 2,3% dan bis-demetoksi kurkumin 3,0%. Analisis fitokimia menghasilkan alkaloid, tannin dan saponin. Secara kuantitatif temu mangga mengandung nutrisi seperti protein, karbohidrat dan lemak. 56

77 Saran Saran yang diberikan dalam penelitian lebih lanjut adalah: masih diperlukan metode yang tepat untuk mengkaji aktivitas kurkuminoid terhadap aktivitas mikrobia, supaya data yang diperoleh menjadi lebih lengkap. Perlu membandingkan hasil KCKT kurkuminoid ekstrak temu mangga dengan kurkuminoid yang dihasilkan dari jenis temu-temuan lainnya. DAFTAR PUSTAKA Bruneton J Pharmaconogy, Medical plants. Lavoiser Publishing, London. Hernani, Rahardjo Tanaman berkhasiat antioksidan. Surabaya: Penebar Surabaya. hal Hostettmann K, Hostettmann M, dan Marston a Cara kromatografi Preparatif Penggunaan pada isolasi senyawa Alam. Terjemahan K. Padmawinata, Penerbit ITB Bandung. Kiso YY, Tohkin M, Hikino H Antihepatotoxic principles of Curcuma longa rhizomes. J. Med. Plant. Res. 49: Pelletier SW The Nature and definition of alkaloid. In Pelletier SW (Ed) Alcaloids, Chemical and Biological Perspectives. John Wiley an Son, New York. Quiles JL, Mesa MD, Tortosa CLR, Aguilera CM, Battio M, Gil A, and Tortosa MCR Curcuma longa extract suplementation reduces oxidative stress and attenuates aortic fatty streak development in rabbits. Arteriolscler Thromb Vasc Biol. 22: Rao MNA Antioxidan properties of curcumin. dalam: Proceeding of the International Symphosium on Curcumin Pharmacochemistry (ISCP) August 29-31, Yogyakarta Indonesia. Curcumin pharmacochemistry. Yogyakarta. Rao CV et al Chemoprevention of colon carcinogenesis by dietary curcumin, a naturally accruing plant phenolic compound. Cancer Res. 55: Reddy AC, Lokesh BR Studies on the inhibitory effecs of curcumin and ferrous iron. Mol Cell Biochem. 137:

78 Rubby AJ & Lokesh BR Anti-tumor and antioxidant activity of natural curcumoids. Cancer Lett. 146: Ruggiero RJ, Pharm DM, and Frances EL Estrogen: Physiology, Pharmacology, and Formulation for Replacement Therapy. In Journal of Midwifery and Women s Health. 47(3): Sreejayan N, Rao MNA Curcuminoid as poten inhibitor of lipid peroxidation. J. Phar. Pharmacols: 46: Sreejayan N, Rao MNA Nitric oxid scavengeing by curcumoids. J. Phar. Pharmacols 49: Taiz L and Zeiger E Secondery Metabolites an Plant in Plant Physiology. 3 th. Edition, Sinauer Associated, Sunderland Tejo A. Sjuthi D dan Darusman LK Aktivitas Kemoprevensi Ekstrak Temu Mangga. Makara, Kesehatan. Vol. 9, Tonnesen HH, and Karlsen J Hight Performance Liquid Chromatography of Curcumin and related compounds. J. Of Chromatogaph. 259: Tonnessen HH, Vries HD, Karlsen J, Henenggouwen GB Studies of curcumin and Curcuminoid IX Investigation of the photobiological activity of curcumin using bacterial indication system. J. Pharm. Sci. 76: Tonnessen HH, Smistad G, Agren T, an Karlsen J Studies of curcumin and curcuminoid. XX III: Effects of Curcumin on Liposomal Lipid Peroksidastion. Unnikrishnan MK, Rao MNA Curcumin inhibits nitrogen dioxide induced oxidation of hemoglobin. Mol Cell Biochem. 146: Van Hoorn DEC, van Norren K, Boelens PG, Nijveldi RJ, and van Leeuwen PAM, Biological Activitiess of Flavonoids. Science and Medicine. Vol 9(3) Vareed SK. Kakarala M, Ruffin MT, Crowell JA, Normolle DP, Djuric Z and Brener DE, Phamacokinetics of Curcumin Conjugate Metabolitees in Healthy Human Subjeccts. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 2008; 17 (6):

79 KEMAMPUAN CURCUMINOID EKSTRAK TEMU MANGGA DALAM MENGHAMBAT PROSES OKSIDASI LIPOPROTEIN DENSITAS RENDAH (LDL) OLEH SEL MAKROFAG (The Ability of Curcuminoid Temu Mango Extract to Inhibit the Oxidation Process of Low Density Lipoprotein by Macrophage Cells) Abstrak Oksidasi lipoprotein densitas rendah (LDL) merupakan penyebab awal timbulnya aterosklerosis. Kurkuminoid adalah metabolit dari temu mangga (Curcuma mangga) famili zingiberacea yang diharapkan dapat menghambat proses oksidasi lipoprotein densitas rendah (LDL). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efek kurkuminoid ekstrak temu mangga terhadap makrofag mencit dan beruk (Macaca nemestrina) yang diinduksi dengan LDL teroksidasi. Kolesterol diisolasi dari plasma darah monyet ekor panjang jantan (Macaca fascicularis) yang diberi pakan aterogenik. Makrofag mencit diisolasi dari cairan peritoneum, sedangkan makrofag beruk diisolasi dari monosit sel darah putih. Pembentukan malonaldehida (MDA) sebagai hasil oksidasi LDL ditentukan dengan metode uji thiobarbituric acid reactive substance (TBARS) menggunakan spektrofotomoter. Hasil pernelitian menunjukkan bahwa, kurkuminoid 8 ppm mampu menghambat oksidasi LDL yang diinkubasikan selama 4 jam dengan makrofag mencit, ditandai dengan penurunan konsentrasi MDA sebesar 13,07% (P<0.01). Sedangkan pada makrofag beruk, penurunan konsentrasi MDA sebesar 24,28% (P<00) terjadi pada masa inkubasi selama 6 jam. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa kurkuminoid ekstrak temu mangga mampu menghambat reaksi oksidasi LDL di tingkat seluler baik pada sel makrofag mencit maupun beruk. Asbtract The oxidation of low density lipoprotein (LDL) is the original cause of the occurrence of atherosclerosis. The curcuminoids is a metabolite of temu mango (Curcuma mango) from zingiberacea family is expected to inhibit oxidation of low density lipoprotein (LDL). This study aimed to examine the effects of curcuminoids of temu mango extract against macrophage mice and monkey (Macaca nemestrina) that were induced by oxidized LDL. Cholesterol was harvested and isolated from five adult male Macaca fascicularis fed an aterogenic diet for 3 months. Analyses were done by measuring the formation of thiobarbituric acid reactive substance (TBARS) as malonaldehyde (MDA). LDL oxidation by mice macrophages incubated for four hours were inhibited by curcuminoid extract at concentration of eight ppm. There was a decrease of % (P<0.01) in the concentration of MDA compared to the control without curcuminoid. Inhibiton of LDL oxidation at macrophages of M. nemestrina were highest by curcuminoid at eight ppm for four hours and six hours incubation. There was % inhibiton (P<001). These data suggest that curcuminoid of temu mango extract was able to inhibit LDL oxidation at the cellular level, to macrophages of mice and Macaca nemestra Key words: Currcuminoid, Oxidation LDL, Macrophage 59

80 PENDAHULUAN Penyakit jantung sampai saat ini merupakan penyakit yang banyak diderita dan menyebabkan angka kematian yang tinggi di dunia, termasuk Indonesia. Salah satu penyakit yang sangat ditakuti orang di dunia adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK), karena gejalanya dapat muncul secara tiba-tiba dan berakibat fatal. Data hasil survei yang dilakukan oleh Wuryastuti (2000) dan Priyana (2004) terhadap Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), menunjukkan peningkatan kejadian PJK untuk setiap tahunnya. Persentase yang terjadi pada tahun 1992 sebesar 9,9%; tahun 1995 sebesar 19% dan tahun 2001 sebesar 26,4%. Penyakit ini termasuk sering ditemukan pada orang-orang yang mempunyai kebiasaan makan yang banyak mengandung lipid atau kolesterol. Kenaikan konsentrasi kolesterol dalam darah tidak dapat disanggah lagi merupakan faktor risiko terjadinya PJK. Aterosklerosis merupakan penyebab utama kematian PJK. Lesi aterosklerosis dapat diisolasi dari aorta, arteri koronaria, arteri otak, dan arteri ilio femoral. Dalam proses aterosklerosis, makrofag berperan penting dalam terbentuknya sel busa dan tertimbun di dalam lapisan tunika intima maupun tunika media. Sel-sel busa lalu terakumulasi kemudian berkembang menjadi ateroma. Esterbauer (1993) menyatakan, bahwa lesi aterosklerosis dapat berkembang secara bertahap melalui reaksi selular kompleks yang melibatkan stres oksidatif ikut sebagai faktor penting pada tahap perkembangan lesi. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan yang didukung oleh banyak penelitian, mengungkapkan bahwa penyebab utama dan mekanisme terbentuknya lesi aterosklerosis berhubungan erat dengan peradangan. Menurut Hansson (2009), selama peradangan, pembuluh darah akan mensekresikan sitokina yang akan merangsang peningkatan permeabilitas permukaan pembuluh darah. Peningkatan permeabilitas ini menyebabkan monosit melekat pada permukaan pembuluh darah, bermigrasi ke intima, dan akhirnya berubah menjadi makrofag. Selama peradangan sel endotel juga akan mensekresikan limfosit sel T dan akan masuk ke intima. Selanjutnya interaksi makrofag dan sel T menyebabkan makrofag mensekresikan sitokina radang, oksigen reaktif dan spesies nitrogen. Semua ini akan menyebabkan LDL teroksidasi dan kerusakan sel, 60

81 diekspresikannya faktor jaringan (trombogenisitas), protease penyebab terjadinya proliferasi sel otot. Sel busa yang terbentuk akan terakumulasi membentuk plak aterosklerosis sebagai lesi awal yang berisi kumpulan sel-sel imun (Robertson & Hansson 2006; Hansson 2009). Perkembengan aterosklerosis pada dinding pembuluh darah terutama disebabkan oleh endositosis kolesterol plasma yang berlebihan. Sel-sel dinding pembuluh arterti yaitu: sel endotel, sel otot polos, dan makrofag dapat mengoksidasi LDL secara in vitro dengan kehadiran sejumlah katalitik ion metal transisi. Perkembangan aterosklerosis dapat juga dimodulasi karena berinteraksinya sel-sel arteri yang dimediasi oleh berbagai molekul adhesi, sitokina termasuk faktor pertumbuhan. Argmann et al. (2001) mengemukakan bahwa faktor pertumbuhan akan mengatur protein yang terlibat dalam pengambilan lipoprotein, termasuk menghambat reseptor skavenger dan mencegah terjadinya ekspresi gen. Makrofag adalah sel hasil diferensiasi dari monosit dan sel ini mempunyai dua reseptor khusus untuk menangkap kolesterol, yaitu reseptor LDL dan reseptor skavenger yang mengikat LDL termodifikasi. Partikel LDL yang termodifikasi tidak akan dikenali oleh reseptor LDL sehingga akan menjadi salah satu ligan reseptor LDL termodifikasi. Menurut Franke et al. (2006), makrofag adalah sel imun utama di dalam jaringan dan gangguan hebat terhadap makrofag dapat menimbulkan respon imun. Adanya kerusakan jaringan akan merangsang makrofag teraktivasi yang telah mengekspresikan mediator radang sehingga mempengaruhi respon peradangan, baik lokal maupun sistemik. Untuk mencegah proses peradangan yang terjadi pada pembuluh darah, maka diperlukan suatu pengobatan alternatif/tradisional, dimana bahan bakunya mudah didiperoleh, harganya murah dan penggunaannya mudah dimengerti. Penggunaan obat alternatif saat ini semakin memasyarakat dan telah banyak dimanfaatkan. Temu mangga merupakan salah satu jenis tanaman temu-temuan yang sampai saat belum dimanfaatkan sebagai obat. Kandungan zat aktif yang terdapat di dalam temu mangga antara lain kurkuminoid dan turunan kurkuminoid. 61

82 Gugus fenolik yang terdapat pada kurkuminoid diduga berfungsi sebagai antibakteri, dan gugus fenolik tersebut menjadi dasar bahwa kurkuminoid (kurkumin) mempunyai kemampuan dalam mengeliminasi derivat radikal oksigen bebas yang terdapat pada medium dan bertanggung jawab terhadap peroksidasi sel-sel lipid. Gugus fenolik ini adalah esensial untuk skavenger superoksid dan keberadaan gugus orto metoksi dari molekul fenolik akan meningkatkan aktivitas kurkumin (Rao 1995; Sreejayan et al. 1997). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji mekanisme kerja kurkuminoid ekstrak temu mangga dalam menghambat proses oksidasi LDL pada sel makrofag peritoneum mencit, dan makrofag sel darah putih beruk (Macaca nemestrina). Selain itu, untuk memperoleh dosis efektif kurkuminoid ekstrak dalam pencegahan proses awal patogenesis aterosklerosis. Diharapkan, dari data yang diperoleh dapat dibuat suatu rekomendasi tentang manfaat kurkuminoid temu mangga yang dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk pencegahan aterosklerosis sejak dini. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Penelitian ini mempergunakan 5 ekor monyet ekor panjang (MEP) jantan berumur 3 tahun, bobot badan ±7 kg. Total LDL diisolasi dari plasma darah MEP, makrofag diisolasi dari 20 ekor mencit jantan dan 5 ekor beruk jantan. Seluruh perlakuan yang melibatkan hewan percobaan, dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditentukan dan disetujui Komisi Kesejahteraan Hewan Laboratorium PSSP IPB (ACUC) dengan no: IR. Bahan kimia yang digunakan antara lain DMEM (Gibco, Cat. no ), medium RPMI-1640 (Sigma), Pheripheral Blood Mononuclear Cells (PBMC, Ficoll-Paque Plus Amersham, Biociences), Phosphate Buffer Saline (PBS), Fetal Bovine Serum (FBS, Sigma), Asam Thiobarbiturat (Sigma), Bovine Serum Albumine (BSA, Sigma), antibiotik (penisilin, streptomisin), asam tiobarbiturat (TBA, Sigma), kupri sulfat (CuSO 4.5H 2 O), kalium tartat, natrium 62

83 hidroksi, asam trikloro asetat (TCA, merck), natrium klorida, benzidin HCl dan asam 1,1,3,3-tetra metoksi propan (TMP, Sigma). Alat yang dipergunakan antara lain sentrifugasi berkecepatan rendah Beckman dengan rotor swing Bucket 3750 rpm, ultrasentrifugasi Beckman XL-90 dengan rotor swing-40, tabung polialomer, spektrofotometer UV-Vis DMS 100 (varian), vortex, filter Millipore 0,45, waterbath, hemositometer, mikroskop, cawan kultur sel, flask kultur, pipet mikro dan alat gelas lainnnya. Metode Penelitian Pengaruh Konsentrasi Kurkuminoid Ekstrak Temu Mangga Terhadap Tingkat Oksidasi LDL. Sebanyak 200 µg/ml LDL dipra-inkubasikan dengan kurkuminoid 2 ppm, 6 ppm dan 8 ppm/ml dalam medium pertumbuhan yang mengandung 10% FBS (v/v) pada suhu 37 0 C selama 48 jam. Untuk kontrol, LDL hanya diinkubasi dengan 0,05% etanol tanpa diberi kurkuminoid ekstrak. Kemudian kultur dicuci dengan PBS sebanyak 3x. Masing-masing perlakuan kemudian ditambahkan Cu 2+ 5 μm/ml, lalu diinkubasi pada 37 0 C dalam inkubator CO 2 dengan waktu inkubasi 4 jam dan 6 jam. Jumlah LDL yang teroksidasi diukur dengan uji TBAR. Pengaruh Konsentrasi Kurkuminoid Ekstrak Temu Mangga Terhadap Reaksi Oksidasi Lipid dalam Makrofag yang diinduksi dengan Cu 2+ Kultur makrofag dipra-inkubasikan dengan kurkuminoid ekstrak sebanyak 2 ppm, 6 ppm dan 8 ppm/ml, dalam medium pertumbuhan yang mengandung 10% FBS (v/v) pada suhu 37 0 C selama 48 jam. Untuk kontrol sel hanya diinkubasi dengan 0,05% etanol tanpa diberi kurkuminoid ekstrak. Lalu masing-masing kultur perlakuan ditambahkan Cu 2+ 5μM/ml, kemudian diinkubasi dengan kelembaban (5% CO 2, 95% udara) 37 0 C selama 4 jam dan 6 jam. Banyaknya sel teroksidasi diukur dengan uji TBAR. 63

84 Pengaruh Pemberian Kurkuminoid Ekstrak Temu Mangga Terhadap Proses LDL Teroksidasi oleh Sel Makrofag Kultur makrofag dipra-inkubasikan dengan kurkuminoid ekstrak sebanyak 2 ppm, 6 ppm dan 8 ppm/ml, dalam medium pertumbuhan yang mengandung 10% FBS (v/v) pada suhu 37 0 C selama 48 jam. Untuk kontrol sel hanya diinkubasi dengan 0,05% etanol tanpa diberi kurkuminoid ekstrak. Lalu masing-masing kultur perlakuan ditambahkan LDL 200 µg/ml dan Cu 2+ 5 μm/ml, kemudian diinkubasi dengan kelembaban (5% CO 2, 95% udara) 37 0 C selama 4 jam dan 6 jam. Jumlah LDL yang teroksidasi diukur dengan uji TBAR. Prosedur Penelitian Pengambilan Plasma Darah. Senyawa LDL plasma diisolasi dari darah MEP yang diberi pakan aterogenik selama 3 bulan, dan sebelumnya telah diadaptasikan selama 2 minggu (Adams et al. 1985). Sebelum pengambilan darah, MEP dipuasakan selama 24 jam. Pada saat pengambilan darah, MEP dibius menggunakan ketamin 10 mg/10 kg bobot badan, darah diambil melalui vena femoralis. Darah tersebut dimasukkan ke dalam tabung yang telah berisi EDTA 1 mg/ml dan dijaga pada suhu 4 0 C, lalu darah disentrifus untuk mendapatkan plasma darah. Isolasi Lipoprotein Densitas Rendah (LDL). Lipoprotein densitas rendah diisolasi sesuai dengan metode yang dilakukan oleh Sulistiyani dan Clair (1991). Plasma darah dipisahkan dengan cara sentrifugasi selama 30 menit menggunakan Beckman GS-6R low speed centrifuge dengan kecepatan 2700 rpm pada suhu 4 0 C. Sebanyak 8 ml, plasma darah dimasukan ke dalam tabung polialimer dan ditambahkan 5 ml larutan 0,9% NaCl- 0,01 % EDTA (w/v) secara hati-hati hingga tabung penuh. Larutan NaCl-EDTA ini berfungsi sebagai gradien densitas. Selanjutnya, plasma darah disentrifus dengan menggunakan ultrasentrifus Beckman XL-90 dengan rotor SW 40 pada suhu 4 o C selama 20 jam dengan kecepatan rpm, dari pemusingan diperoleh β-very Low Density Lipoprotein (β-vldl) yang terpisah, dengan cara mengambil lapisan bagian 64

85 bawah (d>1,006 g/ml) adalah plasma dan lapisan atas (d<1,006 g/ml). Lapisan bawah ini kemudian ditambahkan Kalium Bromida (KBr) sebanyak 0,1109 g/ml, kemudian dicampur hingga larut dan merata. Campuran larutan tersebut diambil 9 ml dan dipindah ke dalam tabung sentrifus polialomer yang baru dan ditambahkan 4 ml KBr (d=1,063 g/ml) yang mengandung larutan 0,9% NaCl-0,01% EDTA, lalu disentrifus dengan menggunakan ultrasentrifugasi dengan rotor SW-40 pada kecepatan rpm pada suhu 4 0 C selama 24 jam, dari pemusingan akan diperoleh LDL pada lapisan atas dan dipisahkan dengan menggunakan alat pemotong tabung. Fraksi LDL yang diperoleh, dilakukan dialisis dengan larutan 0,9% NaCl-0,01% EDTA ph 7,4/4 0 C, dilakukan 3X2 L selama 72 jam. Fraksi LDL yang diperoleh selanjutnya, disaring dengan milipore 0,45 µm dan disimpan pada suhu 4 0 C. Pengujian terhadap kandungan protein dilakukan dengan uji Lowry dengan Bovine Serum Albumin (BSA) sebagai standar (Lowry 1951). Sediaan LDL yang telah diukur proteinnya dilakukan dialisis kembali menggunakan larutan 0,9% NaCl-0,01% EDTA ph 7,4/4 0 C, dilakukan 3 x 2 L selama 72 jam. Dialisis ini bertujuan untuk menghilangkan EDTA dari sediaan LDL. Fraksi LDL yang diperoleh akan digunakan untuk penelitian berikutnya. Adapun derajat oksidasi LDL yang terbentuk diukur dengan uji asam tiobarbiturat (Kleinveld et al. 1992; Conti et al. 1991). Isolasi Makrofag Mencit. Mencit percobaan diinjeksi secara peritoneal dengan 2,5 ml tioglikolat (24 g/l dalam larutan saline). Setelah 4 hari sel dipanen, lalu dicuci dan disentrifus 3 kali dengan PBS pada 1500 rpm selama 10 menit pada suhu 25 0 C. Sel tersebut kemudian diresuspensikan kembali dan dikonsentrasikan 1 x 10 9 /L dengan DMEM yang mengandung 10 % FBS, U penisilin/l, 100 mg streptomisin dan 2 mmol glutamin/l. Suspensi sel ditumbuhkan dalam petridish 35 mm dan diinkubasi dalam inkubator dengan kelembaban tertentu (5% CO 2, 95% udara) selama 4 jam. Setelah itu, sel dicuci dengan 5 ml DMEM untuk membuang sel yang tidak menempel pada dasar kultur, sedangkan sel monolayer diinkubasi kembali selama jam sampai makrofag siap digunakan (Aviram et al. 2000). 65

86 Isolasi Makrofag Beruk. Darah diambil dari vena femoralis setelah beruk telah dibius dengan ketamin (10mg/kg boboit badan). Darah-EDTA yang diperoleh selanjutnya disentrifugasi selama 15 menit dengan menggunakan Beckman GS-6R low speed centrifuge dengan kecepatan 1500 rpm pada suhu 4 0 C. Buffy coat yang diperoleh lalu dipisahkan dan ditampung dalam tabung yang telah berisi PBS dan dicampur dengan perbandingan 1:1. Campuran tersebut kemudian dilapisi dengan Lymphocyte Separation Medium (LSM) yang mengandung 6,2 g ficoll dan 9,49 g sodium diatrizole, lalu disentrifus kembali selama 30 menit pada 1500 rpm pada suhu 4 0 C. Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMC) dipanen dan dipindahkan ke dalam tabung yang telah berisi PBS lalu disentrifus kembali pada kecepatan 1500 rpm selama 15 menit pada 4 0 C. Pelet yang diperoleh dipisahkan dan dimasukkan ke tabung yang telah berisi RPMI (Gibco, Invitrogen Corp) lalu diresuspensikan untuk dihitung. Jumlah sel dihitung dengan menggunakan 2% asam asetat dengan alat counting chamber. Setelah dihitung, sel dikultur dalam petridish yang berisi RPMI mengandung 10% FBS (Gibco, Invitrogen Corp), U penisilin/l, 100 mg streptomisin dan 2 mmol glutamin/l. Suspensi sel ditumbuhkan pada petridish 35 mm dan diinkubasi dalam inkubator dengan kelembaban (5% CO 2, 95% udara) 37 0 C selama 4 jam. Sel dicuci dengan 5 ml RPMI untuk membuang sel yang tidak menempel pada kultur flask, sedangkan sel monolayer diinkubasi kembali dengan RPMI selama jam sampai makrofag konfluen, kemudian medium diganti dan makrofag siap digunakan. Pengujian Sampel untuk Uji Asam Tiobarbiturat (TBARS) Pembuatan Kurva Standar. Standar yang digunakan untuk mengukur asam tiobarbiturat adalah 1,1,3,3 tetra metoksi propan (TMP). Larutan stock pereaksi 1,1,3,3 tetra metoksi propan 600 mm, dibuat menjadi 0,5; 0,8; 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9 dan 10 μm. Masing-masing konsentrasi diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setiap tabung reaksi ditambahkan 1,0 ml TCA 20% dan 1,0 ml TBA 1% dalam pelarut asam asetat 20%. Seluruh tabung kemudian diinkubasi selama 45 menit pada suhu 95 0 C. Setelah diinkubasi, semua tabung didinginkan lalu disentrifus selama15 menit pada 1000 rpm, absorban 66

87 diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 532 nm. Pengujian Sampel. Jumlah LDL yang teroksidasi dari masing-masing sampel, dilakukan proses yang sama seperti standar, yaitu 0,1 ml sampel +1,0 ml TCA 20%+1,0 ml TBA 1% dalam asam asetat 20%. Selanjutnya, diinkubasi selama 45 menit pada suhu 95 0 C, dibiarkan dingin lalu disentrifus pada 1000 rpm selama 15 menit dengan menggunakan Beckman GS-BR low speed centrifuge, kemudian diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang (λ) 532 nm. Peubah yang Diamati Dalam penelitian ini, peubah yang diamati antara lain jumlah total protein LDL plasma, konsentrasi Malonaldehida (MDA) dan jumlah hambatan oksidasi LDL. Analisis Data Kolesterol total ditentukan dengan kit kolesterol. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel rerata oksidasi LDL, yaitu MDA dan dilanjutkan uji ragam (ANOVA) dengan menggunakan prosedur General Linear Model (GLM) disain faktor tersarang (nested) menggunakan program Minitab Perlakuan yang bermakna akan dilanjutkan dengan uji pembanding rataan nilai tengah Tukey. Uji rerata nilai tengah Tukey ini bertujuan untuk mendapatkan rataan nilai tengah yang bermakna dari penelitian ini yang berbeda (Gaspersz 1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Fraksi Lipoprotein Densitas Rendah (LDL) M. fascicularis Hasil isolasi LDL menunjukkan adanya peningkatan protein LDL setelah monyet ekor panjang (MEP) diberi pakan aterogenik selama 3 bulan. Kondisi ini adalah normal akibat pemberian pakan dengan kolesterol tinggi karena konsentrasi kolesterol darah tergantung dari banyaknya kolesterol yang diperoleh dari makanan maupun dari sintesa de novo. Mekanisme reseptor LDL memegang 67

88 peranan penting dalam mendegradasi kolesterol di hati. Kolesterol disekresikan ke dalam kantong empedu untuk diubah menjadi empedu. Pembentukan kolesterol de novo di hati diatur oleh aktivitas enzim HMG-SKoA reduktase, dimana diet kolesterol dapat menurunkan aktivitas enzim tersebut (Hortan et al. 1996). Pengaturan homeostasis plasma kolesterol diatur oleh reseptor LDL yang terdapat di hati dan sel non hepatik. Adapun jumlah reseptor LDL ini bervariasi bergantung pada sel non hepatik (Brown & Goldstein 1986). Jumlah protein LDL (mg/ml) diukur dengan menggunakan uji Lowry dan BSA (1 mg/ml) sebagai standar. Berdasarkan hasil penelitian, terjadi peningkatan konsentrasi total protein kolesterol setelah hewan diberi pakan aterogenik selama 3 bulan. Protein kolesterol yang diperoleh ini digunakan untuk pengukuran aktivitas kolesterol terhadap sel seluler. Jumlah protein LDL hasil isolasi dari ke 5 MEP sebelum diberi pakan aterogenik diperoleh 2,30 mg /ml sebanyak 7 ml (A). Setelah diberi pakan pakan aterogenik selama 3 bulan diperoleh protein LDL 5,31 mg sebanyak 9 ml (B). Peningkatan total kolesterol dibandingkan dengan konsentrasi awal disebabkan pengaruh pakan aterogenik yang diberikan pada MEP selama 3 bulan. Rerata jumlah protein LDL disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Rerata jumlah lipoprotein (mg/ml) plasma darah monyet ekor panjang (MEP) No Hasil Isolasi Plasma darah A B 1 Kolesterol total 82,00 84,00 2 Kolesterol LDL 23,00 36,00 3 Kolesterol HDL 32,00 41,00 4 Trigliserida 43,00 38,00 5 Protein LDL 2,30 5,31 Keterangan: A: plasma darah diambil sebelum MEP diberi pakan aterogenik; B: plasma darah diambil setelah MEP diberi pakan aterogenik Monyet ekor panjang biasa digunakan sebagai hewan model untuk penyakit kronis. Aterosklerosis terkait dengan metabolisme lipid, lipoprotein dengan MEP sebagai hewan model, dikarenakan anatomis serta ukuran arteri koronaria yang sama dengan manusia. Keunggulan lainnya adalah ukuran hewan lebih kecil dan lengkap informasinya. Monyet ekor panjang bila diovariektomi dan diberi pakan aterogenik selama tiga bulan akan mengalami peningkatan 68

89 konsentrasi total kolestrol plasma dan kolesterol densitas tinggi. Bila pemberian pakan diperpanjang sampai satu tahun akan mengalami aterosklerosis pada arteri koronaria (Adam et al 1985; Wiliam & Suparto 2004). Kultur Primer Makrofag Peritoneal Mencit dan Makrofag Sel Darah Putih Beruk Metode isolasi sel yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan cara yang berbeda antara makrofag mencit dan beruk. Isolasi makrofag mencit menggunakan asam tioglikolat. Asam tioglikolat digunakan untuk merangsang pembentukkan udema di dalam rongga perut (abdomen) mencit. Sedangkan makrofag yang berasal dari beruk diperoleh dengan cara memisahkan sel darah merah dari sel darah putih menggunakan Lymphocite Separation Medium (LSM) sehingga diperoleh monosit. Berdasarkan pengamatan selama menumbuhkan sel makrofag, ternyata makrofag beruk lebih cepat mati dibandingkan dengan makrofag mencit yang terlihat ketika sel makrofag dikultur. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya perbedaan fisiologi sel makrofag sehingga mempengaruhi cara hidup dari sel makrofag(gambar 14). A B Gambar 14 Bentuk sel monolayer makrofag peritoneal mencit (A) dan sel darah putih beruk (B), perbesaran 278 kali. Hasil isolasi makrofag peritoneum mencit dan beruk memperlihatkan bentuk sel yang berbeda. Monolayer makrofag mencit memiliki komposisi lebih longgar dibandingkan dengan monolayer makrofag sel darah putih beruk pada pasase ke-3. Jumlah makrofag mencit (20 ekor) dan beruk (3 ekor; 100 ml darah) yang diisolasi, berturut-turut diperoleh sebanyak 19,9 x 10 6 dan 9,2 x Baik makrofag mencit maupun beruk, dapat tumbuh dengan baik dalam medium 69

90 DMEM/RPMI yang mengandung FBS 10%. Makrofag dapat tumbuh dengan baik setelah setelah 24 jam dan siap digunakan untuk percobaan berikutnya. Makrofag merupakan turunan dari sel darah putih (monosit) yang berfungsi sebagai pemangsa dan penyaji sel antigen (antigen presenting cells, APC) yang mensekresikan sitokina, kemokin, molekul pengatur pertumbuhan, metaloproteinase dan enzim hidrolitik lainnya. Kemampuan makrofag dalam menghasilkan sitokina contohnya TNF-IL1 dan Transforming Growth Factors (TGF); enzim proteolitik contohnya metaloproteinase dan faktor pertumbuhan seperti Platlet Derivate Growth Factor (PDGF) dan Insuline-like Growth Factor 1 yang bertanggungjawab pada kerusakan dan perbaikan lesi aterosklerosis (Argmann et al. 2001; Ross 1999). Efek Perbedaan Sel Makrofag terhadap Tingkat Oksidasi LDL Data pada percobaan 1 dari gambar 15, menunjukkan sel makrofag mencit dan beruk yang diinkubasi dalam medium pertumbuhan selama 4 jam tanpa ditambahkan apapun ternyata menghasilkan MDA. Konsentrasi MDA pada mencit 3,2 % lebih tinggi dibandingkan dengan beruk. Hal ini menunjukkan bahwa sel makrofag mencit mempunyai reaktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan sel makrofag beruk (P<0,01). Perbedaan konsentrasi MDA ini disebabkan cara mengisolasi makrofag yang berbeda. Sel makrofag beruk diisolasi dari sel darah putih tanpa diberi perlakukan apapun, sedangkan sel makrofag mencit diisolasi dengan cara: mencit diinjeksi dengan asam tioglikolat secara intraperitoneal (Aviram et al. 2000). Kemungkinan yang lain adalah LDL yang digunakan dalam percobaan berasal dari plasma darah yang diisolasi dari monyet ekor panjang. Secara biologis, baik monyet ekor panjang maupun beruk mempunyai kesamaan bentuk anatomi dan fisiologis. Monyet ekor panjang peka terhadap pakan yang dapat menginduksi aterosklerosis pada arteri koronaria. Distribusi, karakter dan keparahan lesi aterosklerosis mirip juga dengan manusia (Clarkson et al. 1996). Dengan demikian LDL monyet yang diinkubasi ke dalam kultur sel makrofag beruk hanya sedikit memicu reaksi oksidasi. Sedangkan pada sel makrofag mencit yang diinkubasi dengan LDL monyet, reaksi oksidasi yang terjadi menjadi lebih besar. 70

91 Pada percobaan 2 digunakan untuk menentukan apakah inkubasi LDL dengan sel menyebabkan LDL teroksidasi. Disini terlihat bahwa nilai MDA dari masing-masing perlakuan konsentarsinya berbeda. Pada kontrol, partikel LDL yang diinkubasikan tanpa diberi sel makrofag diperoleh konsentrasi MDA sebesar 2,09 nmol/mg protein LDL. Konsentrasi MDA ini lebih rendah jika dibandingkan dengan LDL yang diinkubasikan dalam sel makrofag mencit sebasar 19, 95 dan 7, 89 untuk sel makrofag beruk. Hasil perhitungan persentase terhadap LDL yang diinkubasi dengan sel makrofag mencit, konsentrasi MDA lebih tinggi 5,8 % dibandingkan dengan sel makrofag beruk. Kondisi ini disebabkan sel makrofag mencit lebih aktif dibandingkan sel makrofag beruk. Disamping itu, sel makrofag yang diinkubasi dengan LDL dapat meningkatkan konsentrasi oksidasi LDL dibandingkan dengan LDL yang hanya diinkubasi dalam medium pertumbuhan (P<0,01) Menurut Packard & Libby (2008) menyatakan bahwa, monosit yang berada dalam peredaran darah dapat berdiferensisai menjadi makrofag dan berada di intima. Dalam percobaan, makrofag yang berasal dari monosit beruk dapat juga dioksidasi oleh ion Cu 2+. Peran penting makrofag adalah memediasi respon peradangan dan sebagai penyaji antigen (antigen-independent/innate). Percobaan 3 dilakukan untuk melihat efek ion Cu 2+ terhadap reaksi oksidasi LDL yang menghasilkan derajad oksidasi. Konsentrasi MDA sebesar 33,15 nmol/mg protein LDL untuk kontrol. Sedangkan untuk sel makrofag mencit yang diinkubasi dengan LDL dan ion Cu 2+ diperoleh konsentrasi MDA sebanyak 36,77 nmol/mg protein LDL, dan sel makrofag beruk sebanyak 27,11 nmol/mg protein LDL. Bila dilihat dari nilai konsentrasi MDA antara sel makrofag mencit dan beruk, maka konsentrasi MDA makrofag mencit nilainya lebih tinggi 2,8 % dibandingkan makrofag beruk. Ion Cu 2+ yang diinkubasi dengan LDL dan sel mampu meningkatkan reaksi oksidasi lipid. Bila dilhat dari percobaan 2 dan 3, dapat disimpulkan bahwa makrofag mencit mempunyai reaktivitas terhadap oksidasi LDL dibandingkan dengan makrofag beruk dengan p(<0,01).namun bila dilihat dari kontrol, maka ion Cu 2+ cukup tinggi dalam memberikan andil terejadinya reaksi oksidasi LDL pada sel makrofag. 71

92 Holvoet et al. (1994) menyatakan bahwa, makrofag dapat memproduksi radikal bebas sebagai efek dari ion Cu 2+ yang dapat menimbulkan stres oksidatif terhadap sel yang dikultur secara in vitro. Selanjutnya dikatakan, makrofag berperan penting dalam kejadian aterosklerosis dan metabolisme lipoprotein. Pada aterosklerosis, akumulasi lipid yang teroksidasi akan ditangkap oleh mkrofag melalui reseptor scavenger. Mertens dan Holvoet (2001) menyatakan bahwa makrofag yang teraktivasi akan mensekresi mieloperoksidase untuk menghasilkan spesies reaktif yang nantinya akan mengoksidasi protein maupun lipid. Keterangan: Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaa Kontrol LDL LDL+ Cu 2+ Makrofag mencit LDL+ Sel LDL+ Cu 2+ Sel Makrofag beruk LDL+ Sel LDL + Cu 2+ Sel Grafik 15 Efek Makrofag dan ion Cu 2+ terhadap oksidasi LDL yang diinkubasi selama 4 jam Menurut Steinberg (1993), Riemersma (1994) dan Swhwenke (1998), proses oksidasi LDL diduga dimulai ketika oksigen reaktif mengambil atom hidrogen dari asam lemak tidak jenuh yang ada di dalam partikel LDL sehingga terbentuk lipid peroksida dan radikal aloksi. Selanjutnya akan menginisiasi oksidasi asam lemak disekitarnya. Apabila antioksidan di dalam LDL tidak mencukupi untuk mengeliminasi lipid peroksida yang terbentuk maka propagasi lipid terjadi, sehingga terbentuk aldehid, keton dan produk lain yang reaktif yang akan mengikat residu lisin dalam apolipoprotein B-100. Perubahan metabolit yang terbentuk ini disebabkan terbentuknya interaksi lipid-lisin dan merubah muatan 72

93 listrik LDL sehingga akan terbentuk epitop baru. Kondisi ini mempengaruhi fungsi biologis negatif LDL seperti aterogenik. Partikel LDL dapat dioksidasi oleh ion metal, lipoksigenesis, mieloperoksidase dan spesies nitrogen reaktif. Secara in vitro, proses oksidasi LDL oleh ion logam (Cu 2+ ) terdapat tiga fase, yaitu inisiasi fase lag (mengambil antioksidan endogen), fase propagasi (dengan cepat terjadi oksidasi dari asam lemak tidak jenuh menjadi lipid hidroksiperoksida) dan fase dekomposisi (hidroksiperoksida diubah menjadi aldehid yang reaktif seperti malodialdehida, 4- hidroksinonenal). Interaksi yang terjadi antara aldehid dengan group ε-amino dari residu lisin yang bermuatan positif akan mengubah LDL menjadi bermuatan negatif. Efek yang ditimbulkan menyebabkan penurunan afinitas reseptor LDL namun afinitas reseptor scavenger makrofag meningkat. Partikel LDL yang teroksidasi dapat meningkatkan kejadian aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (PJK). Pengaruh Kurkuminoid Ekstrak Temu Mangga terhadap tingkat Oksidasi LDL Pembentukan produk oksidasi MDA sangat dipengaruhi oleh lamanya waktu inkubasi dengan ion Cu 2+. Semakin lama waktu inkubasi semakin banyak produk oksidasi LDL akan terbentuk. Data pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa oksidasi LDL yang diinduksi oleh ion Cu 2+ tanpa ekstrak yang diinkubasi selama 4 jam cenderung nilainya lebih rendah dibandingkan dengan yang inkubasi 6 jam, tetapi tidak signifikan (P>0,05). Pemberian kurkuminoid ekstrak temu mangga sebesar 2-8 ppm menyebabkan penurunan konsentrasi MDA dibandingkan dengan kontrol tanpa kurkuminoid, baik yang diinkubasi selama 4 jam maupun 6 jam (P<0,01). Gambar 16 menunjukkan adanya peningkatan hambatan oksidasi LDL yang seiring dengan meningkatnya konsentrasi kurkuminoid, yakni sebesar 27,07% (inkubasi 4 jam) dan sebesar 21,21% pada inkubasi 6 jam dengan konsentrasi 8 ppm. Hal ini mengindikasikan bahwa kurkuminoid cukup kuat dalam menekan reaksi oksidasi LDL (P<0,01). Kurkuminoid yang ditambahkan dapat berfungsi mencegah ion Cu 2+ dalam menginduksi peroksidasi lipid. Sesuai 73

94 pendapat yang dikemukan oleh Sreejevan & Rao (1997), bahwa LDL yang dioksidasi ion metal (Cu 2+ ) dapat dihambat oleh kurkumin, namun aktivitas bisdemektoksi-kurkumin menjadi menurun. Holvoet et al. (1994) menyatakan bahwa makrofag yang hanya diinkubasi dengan LDL normal secara in vitro tidak akan memproduksi sel busa, Keadaan ini akan berbeda apabila makrofag terakumulasi dengan LDL yang teroksidasi, sehingga dengan cepat ditangkap oleh reseptor scavenger. Salah satu sifat reseptor scavenger dari makrofag mempunyai spesifikasi ikatan dengan ligan yang luas. Ligan-ligan yang dapat diikat oleh reseptor scavenger dengan afinitas tinggi seperti: LDL terasetilasi, LDL teroksidasi, beberapa polinukleotida, beberapa polisakarida, fosfolipid terterntu dan lipopolisakarida bakteri. Menurut Mahlberg et al. (1990) akumulasi kolesterol dalam makrofag akan menyebabkan pembentukan sel busa. Sel busa ini kemudian akan mensekresikan faktor pertumbuhan dan sitokina sehingga merangsang proliferasi sel otot polos dan pembentukan sel busa oleh sel-sel otot polos (Vijayagoval dan Glancy 1996). Tabel 7 Efek kurkuminoid temu mangga pada oksidasi LDL yang diinduksi dengan ion Cu 2+ Konsentrasi MDA (nmol/mg protein LDL) Perlakuan N Inkubasi 4 jam Inkubasi 6 jam LDL 3 2,09 ±0,008 33,15±0,139 A 31,59±0,080 B 27,81±0,216 C LDL+ Cu 2+ + E 0 3 LDL+Cu 2+ + E 2 3 LDL+ Cu 2+ + E 6 3 LDL+ Cu 2+ + E 8 3 2,84±0,02 38,29 A ±0,28 33,53 B ±0,30 31,07 C ±0,14 30,18 D ±0,31 24,18±0,169 D Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menujukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01), E 0 : tanpa kurkuminoid; E 2 kurkuminoid 2 ppm; E 6 : 6 ppm, E 8 8 ppm Gambar 16 Penghambatan oksidasi LDL yang diinduksi ion Cu +2 oleh kurkuminoid pada inkubasi 4 jam (biru) dan 6 jam (merah) (E 2 : 2 ppm; E 6 : 6 ppm, E 8 : 8 ppm) 74

95 Pengaruh Kurkuminoid Ekstrak Temu Mangga terhadap Reaksi Oksidasi Lipid dalam Makrofag yang Diinduksi oleh Cu 2+ Makrofag Mencit. Analisis malonaldehid (MDA) mengindikasikan terjadinya peningkatan peroksidasi lipid di dalam sel makrofag. Senyawa logam memegang peranan penting dalam pembentukkan oksidan yang dapat menginisiasi peroksidasi. Katalisasi-logam yang dihasilkan oleh radikal bebas merupakan faktor penting dalam progresi suatu penyakit (Halliwell & Gutteridge 1995). Pengaruh kurkuminoid esktrak temu mangga dan lama waktu inkubasi terhadap reaksi oksidasi oleh sel makrofag mencit yang diinduksi dengan ion Cu 2+ disajikan pada Tabel 8. Data menunjukkan bahwa ion Cu 2+ dapat meningkatkan proses oksidasi di dalam sel makrofag mencit. Oksidasi lipid yang terbentuk pada sel makrofak tanpa kurkuminoid sebanyak 10,04±0,451 (inkubasi 4 jam) dan 10,64±0,11 (inkubasi 6). Keadaan ini berbeda ketika sel makrofag mencit diinkubasi dengan ion Cu 2+ 5μM yang sebelumnya telah dipra-inkubasi dengan kurkuminoid selama 48 jam. Penambahan ion Cu 2+ 5 μm meningkatkan proses oksidasi di dalam sel hampir 3 kali lipat. Peningkatan konsentrasi MDA menandakan oksidasi lipid yang terjadi di dalam sel makrofag meningkat. Sebagai kontrol dalam percobaan ini, sel makrofag mencit diinkubasi dengan ion Cu 2+ tanpa kurkuminoid oksidasi lipid yang terbentuk sebanyak 2,2 % (4 jam) dan 2,3%. Hal ini menunjukkan bahwa waktu inkubasi tidak banyak mempengaruhi proses oksidasi lipid di dalal sel makrofag (P>0,05). Namun kenaikan oksidasi lipid ini dapat dihambat dengan pemberian kurkuminoid ekstrak temu mangga sebanyak 2 ppm. Penghambatan oksidasi lipid oleh kurkuminoid meningkat dengan ditingkatkan dosis kurkuminoid, baik pada sel makrofag yang diinkubasi 4 jam maupun 6 jam. Secara statistik, penurunan konsentrasi MDA sangat bermakna (P<0,01). Pra-inkubasi sel makrofag dengan kurkuminoid kurkuminoid 8 ppm selama 48 jam, ternyata menghambat proses oksidasi selular hingga 23,29 % (P<0,01). Hasil analisis ragam (anova) menunjukkan bahwa lama inkubasi mempengaruhi reaksi oksidasi lipid di dalam sel makrofag terutama pada perlakuan yang diberi kurkuminoid 2 ppm dan 6 ppm (P<0,01). Sedangkan pada 75

96 percobaan yang diberi kurkuminoid ekstrak temu mangga 8ppm dan di antara 4 jam dan 6 jam tidak ada perbedaan (P>0,05). Penghambatan oksidasi LDL di dalam sel makrofag mencit yang diinduksi dengan ion Cu 2+ akibat pemberian kurkuminoid hingga 23,29% (Gambar 17), yakni pada konsentrasi kurkuminoid 8 ppm (inkubasi 4 jam). Pola yang sama terlihat pada inkubasi 6 jam sebesar 19,82 %, namun penghambatannya tidak sebesar pada inkubasi 4 jam. Dalam percobaan ini, penghambatan oksidasi lipid dalam sel makrofag mencit tertinggi terjadi pada dosis kurkuminoid 8 ppm. Rao (1995) menyatakan bahwa kurkuminoid terutama kurkumin merupakan senyawa aktif yang banyak terkandung dalam temu-temuan berfungsi sebagai antioksidan, dan dapat menghambat proses oksidasi lipid serta menghambat proses degradasi oksidatif DNA. Tabel 8 Efek kurkuminoid temu mangga terhadap reaksi oksidasi dalam sel makrofag mencit yang diinduksi ion Cu 2+ Perlakuan N Konsentrasi MDA (nmol/mg protein LDL) Inkubasi 4 Jam Inkubasi 6 jam Sel 3 10,04±0,451 10,64±0,11 Sel + Cu 2+ + E ,70±2,09 A 34,33±0,01 A Sel + Cu 2+ + E ,36±1,15 B 33,93±0,71 A Sel + Cu 2+ + E ,78±0,51 B 31,82±0,27 AC Sel + Cu 2+ + E ,85±0,19 B 27,57±2,64 BC Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menujukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01), E 0 : tanpa kurkuminoid; E 2 kurkuminoid konsentrasi 2 ppm; E 6 : 6 ppm, E 8 8 ppm Gambar 17 Penghambatan oksidasi LDL dalam makrofag mencit yang diinduksi ion Cu 2+ dan kurkuminoid selama 4jam (biru) dan 6 jam (merah) (E 2 : 2 ppm; E 6 : 6 ppm, E 8 : 8 ppm). 76

97 Menurut Quiles et al. (2002), kurkuninoid yang diisolasi dari Curcuma longa dapat menghambat peroksidasi lipoprotein secara invitro pada makrofag dan in vivo pada kelinci. Sedangkan jahe yang mengandung senyawa fenolik bersifat antioksidan, sifat antioksidan ini dapat melindungi sel dari kerusakan oksidatif terhadap sel (Kikuzaki dan Nakatani (1993). Kombinasi kedelai dan vitamin E dapat menurunkan konsentrasi LDL dan meningkatkan konsentrasi HDL secara nyata yang dilakukan pada monyet ekor panjang (Williams et al. 2001). Jadi dapat dikatakan bahwa kurkuminoid ekstrak temu mangga dalam percobaan ini telah berfungsi sebagai antioksidan. Makrofag Beruk. Tabel 9 menunjukkan peningkatan proses oksidasi lipid di dalam sel makrofag beruk dengan adanya ion Cu 2+. Sel makrofag yang diinkubasi dengan ion Cu 2+ 5 μm dan tanpa diberi kurkuminoid ekstrak temu mangga, ternyata dapat meningkatkan oksidasi lipid sebanyak 4 kali lipat. Dalam percobaan ini, penambahan kurkuminoid ternyata mampu menghabat proses oksidasi lipid di dalam sel makrofag beruk pada semua tingkat konsentrasi yang ditambahkan secara signifikan (P<0,01). Konsentrasi MDA yang terbentuk pada sel makrofag tanpa diberi kurkuminoid ekstrak dan ion Cu 2+ sebesar 6,78± 0,06 ( inkubasi 4 jam) dan 7,69 ± 0,19 (inkubasi 6). Bila dibandingkan dengan sel makrofag yang diinkubasikan dengan ion Cu 2+, terjadi peningkatan oksidasi lipid sebanyak 7,6% (inkubasi 4 jam) dan 5,2 % (inkubasi 6 jam). Namun berbeda hasilnya ketika sel makrofag dipra-inkubasi dengan kurkuminoid ekstrak temu mangga selama 48jam, ternyata kurkuminoid ekstrak mampu menghambat proses oksidasi lipid. Penghambatan oksidasi lipid terbesar terjadi pada konsentrasi kurkuminoid 6 ppm dan 8 ppm yaitu sebesar 23, 26 % (inkubasi 4 jam) dan 23,90 % (inkubasi 6). Sel makrofag yang diinkubasi dengan Cu 2+ dalam medium pertumbuhan dapat melakukan proses oksidasi lipid. Sedangkan lama waktu inkubasi tidak berpengaruh terhadap reaksi oksidasi di dalam sel makrofag beruk (Gambar 18). 77

98 Tabel 9 Efek kurkuminoid temu mangga pada oksidasi dalam sel makrofag beruk, diinduksi ion Cu 2+ Perlakuan N Konsentrasi MDA (nmol/mg protein LDL) Inkubasi 4 Jam Inkubasi 6 Jam Sel 3 6,78± 0,06 7,69 ± 0,19 Sel + Cu 2+ + E ,39 ± 0,04 A 26,13± 0,07 A Sel + Cu 2+ + E ,47± 0,052 B 22,68 ± 0,01 B Sel + Cu 2+ + E ,25± 0,054 C 20,13± 0,81 C Sel + Cu 2+ + E ,26± 0,081 C 19,89± 0,07 C Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menujukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01), E 0 : tanpa kurkuminoid; E 2 kurkuminoid konsentrasi 2 ppm; E 6 : 6 ppm, E 8 8 ppm Gambar 18 Penghambatan oksidasi lipid dalam sel makrofag beruk yang diinduksi ion Cu 2+ dan kurkuminoid, inkubasi selama 4jam (biru) dan 6 jam (merah) (E 2 : 2 ppm; E 6 : 6 ppm, E 8 : 8 ppm) Ion Cu 2+ merupakan katalis yang dapat mengoksidasi lipid (Libby 2002). Makrofag berperan penting dalam peradangan dan sistim imun yang dibawa sejak lahir. Mekanisme ini tergantung pada kemampuan makrofag dalam memproduksi radikal oksigen bebas, protease, faktor komplemen dan sitokina. Makrofag juga menginisiasi respon imun yang menyebabkan kerusakan antigen (sel-t), aktivitas semua ini dapat berperan penting pada aterogenesis (Hansson 2005; Hansson 2009). Aterogenesis ini dapat dipercepat dengan adanya ion Cu 2+. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan nilai malonaldehida (MDA) dari masing-masing kultur sel makrofag. Namun reaksi aktivitas ion Cu 2+ ternyata dapat dihambat dengan pemberian kurkuminoid ekstrak temu mangga. 78

99 Inkubasi sel makrofag mencit (4 jam) dengan kurkuminoid ekstrak temu mangga 8 ppm selama 4 jam, menghasilkan hambatan oksidasi yang lebih besar daripada yang diinkubasi 6 jam, yaitu 23,29% vs 19,82 % (Gambar 17). Namun tidak demikian dengan sel makrofag beruk, hambatan oksidasi LDL yang dihasilkan setelah diinkubasi selama 4 jam dan 6 jam tidak menunjukkan adanya perbedaan (Gambar 18). Adanya perbedaan hambatan oksidasi lipid yang terjadi antara sel makrofag mencit dan beruk diduga karena profil LDL yang dimiliki berbeda. Dalam percobaan ini diperoleh adanya penurunan kadar MDA pada sel makrofag yang diinkubasi dengan kurkuminoid ekstrak temu mangga, jika dibandingkan dengan sel makrofag yang tidak diberi kurkuminoid ekstrak temu mangga. Pengaruh Kurkuminoid Ekstrak Temu mangga terhadap Proses Oksidasi LDL oleh Sel Makrofag Percobaan ini dilakukan untuk mengkaji kemampuan sel makrofag yang telah dipra-inkubasi dengan ekstrak dalam mengoksidasi LDL. Inkubasi LDL dan sel makrofag terjadi peningkatan konsentrasi MDA Tabel 10. Pada kontrol, LDL yang diinkubasi dengan sel makrofag selama 4 dan 6 jam, secara berturut-turut menghasilkan konsentrasi MDA sebesar 19,95 ± 0,01 dan 18,98 ± 0,04. Pada kontrol sel makrofag yang mengoksidasi LDL, menghasilkan konsentrasi MDA 36,77 ± 0,91 dan 36,054 ± 2,02. Bila dilihat dari data ini, konsentrasi MDA yang dihasilkan sel makrofak lebih tinggi dibandingkan kontrol. Disini jelas terjadi peningkatan konsentrasi MDA disebabkan kontrol sel makrofag diinkubasi dengan LDLdan ion Cu 2+. Namun pada kontrol tidak ada perbedaan (P>0,005) dengan tingkat persentase oksidasi sebesar 4,15% dan 4,10%. Pada percobaan terhadap sel makrofag mencit yang diberi kurkuminoid ekstrak temu mangga 2 ppm dan diinkubasi selama 4 jam dan 6 jam terjadi penurunan oksidasi LDL meskipun sangat kecil. Hal yang berbeda terjadi ketika percobaan diberi kurkuminoid ekstrak temu mangga 6 ppm dan 8 ppm. Proses oksidasi LDL di dalam sel makrofag mencit dapat dihambat sebesar 13,07% yang diinkubasi 4 jam, sedangkan pada inkubasi 6 jam sebesar 4,19%. Hasil uji Tukey pada percobaan yang diinkubasi selama 4 jam, memperlihatkan perbedaab (P<0,01). Kondisi ini menandakan bahwa konsentrasi 6 ppm mampu menekan 79

100 peningkatan konsentrasi MDA selama proses oksidasi. Hasil yang berbeda ditunjukkan juga pada ditunjukkan pada sel makrofag yang diinkubasi selama 6 jam ada perbedaan nyata (P<0,01). Sebagai kontrol dalam percobaan ini digunakan sel makrofag yang diinkubasikan dengan LDL dan ion Cu 2+ tanpa diberi kurkuminoid ekstrak temu mangga. Peningkatan hambatan oksidasi LDL terhadap sel makrofag mencit Gambar 19 memperlihatkan yang diinkubasi dengan LDL dan diinduksi oleh ion Cu 2+ selama 4 jam, penghambatan oksidasi LDL sebasar 13,07%, dan 4,19% yang diikubasi 6 jam. Bila dibandingkan dengan kontrol selyang diikubasi dengan LDL dan ion Cu 2+ tanpa kurkuminoid ekstrak temu mangga, hambatan oksidasi LDL sebanyak 3,73% (inkubasi 4 jam) dan 2,51% ( inkubasi 6 jam). Adanya perbedaan waktu inkubasi antara perlakuan di atas menandakan bahwa LDL yang diinduksi dengan ion Cu +2 memberikan reaksi yang cukup reaktif terhadap LDL teroksidasi. Namun kurkuminoid ekstrak yang dipra-inkubasi dalam percobaan ini, mampu menekan pembentukkan MDA sehingga oksidasi LDL dapat dihambat. Selain itu, ada ketergantungan dosis kurkuminoid ekstrak temu mangga yang diinkubasikan selama 4 jam, dan penghambatan oksidasi LDL dimulai dari 3,73 %, 10,4% dan 13,07% (Gambar 19). Dalam percobaan ini, lama waktu inkubasi antara 4 jam dan 6 jam untuk setiap perlakuan, secara statistik tidak memberikan pengaruh yang bermakna (P>0,05). Tabel 10 Efek kurkuminoid temu mangga terhadap oksidasi LDL oleh sel makrofag mencit yang diinkubasi dengan Cu 2+ Perlakuan N Konsentrasi MDA (nmol/mg proteinldl) Inkubasi 4 Jam Inkubasi 6 Jam Sel + LDL 3 19,95 ±0,01 18,98 ±0,04 Sel + LDL + Cu E ,77 ±0,91 A 36,054 ±2,02 Sel + LDL + Cu 2+ + E ,39 ±1,06 A 35,150 ±1,22 Sel + LDL + Cu 2+ + E ,89 ±0,18 BA 34,190 ±1,69 Sel + LDL + Cu 2+ + E ,97 ±0,03 B 34,544 ± 0,72 Keterangan:Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menujukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01), E 0 : tanpa kurkuminoid; E 2 kurkuminoid 2 ppm;e 6 6 ppm, E 8 8 ppm 80

101 Gambar 19 Panghambatan oksidasi LDL oleh kurkuminoid ekstrak pada makrofag beruk yang diinkubasi dengan LDL + Cu +2 pada inkubasi 4 jam (biru) dan 6 jam (merah) (E 2 : 2 ppm; E 6 : 6 ppm, E 8 : 8 ppm) Oksidasi LDL oleh sel makrofag beruk yang telah dipra-inkubasi dengan kurkuminoid 8ppm menurun secara bermakna (P<0,01) (Tabel 11). Proses oksidasi LDL menghasilkan MDA yang terjadi pada sel makrofag beruk sebesar 7,89 ± 0,02 (inkubasi 4 jam) dan 8,24 ±0,86 (inkubasi 6 jam). Peningkatan oksidasi LDL terjadi setelah sel makrofag diinkubasi dengan LDL dan ion Cu 2+. Konsentrasi MDA yang terbentuk sebesar 27,11 ± 0,97 (inkubasi 4 jam) dan 30,86 ± 2,49 (inkubasi 6 jam). Peningkatan konsentrasi MDA pada sel makrofag tanpa diberi kurkuminoid sebesar 2,9% dan 9,1%. Konsentrasi MDA ini dapat diturunkan setelah sel makrofag dipra-inkubasi dengan kurkuminoid ekstrak temu mangga. Gambar 20 memperlihatkan hambatan oksidasi LDL oleh sel makrofag yang diberi kurkuminoid 2 ppm sebesar 6,14 % (inkubasi 4 jam). Penghambatan oksidasi LDL dapat dititingkatkan menjadi 12,33 % setelah kultur sel makrofag dipra-inkubasikan dengan kurkuminoid 8 ppm. Sedangkan kultur sel makrofag yang diinkubasi selama 6 jam terjadi penurunan konsentrasi MDA dari 30,86±2,49 menjadi 23,37±0,12. Besar penurunan konsentrasi MDA menandakan adanya penghambatan oksidasi LDL di dalam sel makrofag dari 8,93% menjadi 24,28 %. Keadaan ini memberikan hasil yang cukup baik dari kurkuminoid dalam menekan proses oksidasi LDL. Data meunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak kurkuminoid yang diberikan, semakin bermakna penurunan proses oksidasi LDL yang terjadi (P<0,01). Uji Tukey terhadap perlakuan E 0 dengan E 6 dan E 0 dengan E 8 81

102 menunjukkan adanya penurunan konsentrasi MDA yang sangat bermakna (P<0,01), baik pada inkubasi 4 jam maupun 6 jam. Tabel 11 Efek kurkuminoid temu mangga terhadap oksidasi LDL oleh sel makrofag beruk yang diinkubasi dengan Cu 2+ Perlakuan N Konsentrasi MDA (nmol/mg proteinldl) Inkubasi 4 Jam Inkubasi 6 Jam Sel + LDL 3 7,89 ±0,02 8,24 ±0,86 Sel + LDL + Cu 2+ + E ,11±0,97 A 30,86±2,49 A Sel + LDL + Cu 2+ + E ,45±0,05 AB 28,11±1,23 AB Sel + LDL + Cu 2+ + E ,02±0,12 B 27,21±1,92 AB Sel + LDL + Cu 2+ + E ,77±0,10 B 23,37±0,12 B Keterangan:Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01), E 0 : tanpa kurkuminoid; E 2 kurkuminoid 2 ppm; E 6 : 6 ppm, E 8 : 8 ppm Gambar 20 Penghambatan oksidasi LDL oleh makrofag beruk yang diinkubasi dengan Cu +2 dan kurkuminoid ekstrak selama 4jam (biru) dan 6 jam (merah) (E 2 : 2 ppm; E 6 : 6 ppm, E 8 : 8 ppm) Kurkumin merupakan turunan dari kurkuminoid, diketahui mempunyai kemampuan dalam mencegah terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan kondisi awal kemajuan dari beberapa penyakit. Menurut Quiles et al. 2002, secara in vitro, kurkumin 2,4-9,6 umol/l dapat menghambat oksidasi LDL manusia, mencegah peroksidasi lipid plasmatik dan diketahui bahwa lipid plasmatik berperan penting dalam patogenesis penyakit. Penggunaan 500 mg kapsul kurkumin 98% murni yang diberikan pada voluntair selama 7 hari tidak memperlihatkan efek toksisitas (Soni & Kuttan 1992). Menurut Rao (1995), kurkumin dapat menghambat peroksidasi lipid pada hemogenat hati dan otak tikus 82

103 yang mengalami udema. Kurkumin mempunyai kemampuan dalam mencegah perluasan penyakit seperti menurunkan kerentanan LDL terhadap oksidasi, menceggah proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah, mempunyai efek antitrombik, efek hipotensif sementara dan mencegah agregasi platelet in vivo. Fuhman et al. (2000) menyatakan modifikasi oksidatif dari LDL memegang peranan penting di dalam pathogenesis atherosclerosis, kondisi ini dapat dihindarkan dengan mengkonsumsi makanan yang kaya akan antioksidan fenolik. Selanjutnya dikatakan bahwa 76% antioksidan fenolik yang berasal dari jahe dapat menurunkan biosintesa kolesterol selular pada makrofag peritoneal mencit. Sreejayan et al. (1997) melaporkan bahwa sebanyak 500 mg kurkumin yang diberikan pada manusia selama 7 hari dapat menurunkan peroksidasi lipid darah sebesar 35%. Salah satu fungsi kurkumin adalah mengeliminasi radikal bebas (radikal hidroksi, radikal superoksida, nitrogen dioksi, dan nitrogen monooksida), dan mencegah terbentuknya turunan dari radikal superoksid (Ruby & Lokesh 1995; Sreejayan et al. 1997). Makrofag yang diinduksi oleh LDL teroksidasi akan melepaskan radikal bebas yang dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya Libby (2002). Kurkumin 8 ppm/ml (kurkuminoid) yang ditambahkan dalam percobaan mampu menghambat pelepasan radikal bebas. Apabila dilihat dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka penelitian ini memberikan angin segar bagi dunia pengobatan Indonesia dalam mengembangkan obat tradisional untuk mencegah awal terjadinya proses arterosklerosis. Jayaprakasa dkk. (2005) menyatakan bahwa gugus hidroksil dan metoksil pada cicin fenil dan subtituen 1,3 diketon memiliki peran penting yang sangat signifikan dalam kemampuan kurkumini sebagai antioksidan. Rataan kadar MDA (nmol/ml protein LDL) dari hasil percobaan menunjukkan, kurkuminoid ekstrak temu mangga memberikan efek menekan terhadap reaksi oksidasi LDL. Demikian juga terhadap kultur makrofag mencit maupun makrofag beruk yang diinduksi dengan Cu 2+. Secara umum, dosis kurkuminoid ekstrak 2 ppm/ml yang ditambahkan ke dalam kultur belum mampu mencegah proses oksidasi LDL secara sempurna. Namun demikian, terjadi 83

104 peningkatan penghambatan oksidasi LDL setelah dosis kurkuminoid ekstrak ditingkatkan. Reaksi oksidasi LDL oleh sel makrofag mencit dan beruk yang ditambahkan LDL terjadi setelah diinkubasi selama 4 jam dan 6 jam. Namun demikian laju oksidasi yang dihasilkan jauh lebih rendah, dibandingkan bila LDL dioksidasi lebih dahulu dengan cara menambahkan ion Cu 2+. Hal ini membuktikan bahwa penambahan ion Cu 2+ dapat mempercepat proses reaksi oksidasi secara in vitro baik pada sel makrofag maupun LDL yang diinkubasikan dalam inkubator CO 2. uji Tukey terhadap lama waktu inkubasi sangat mempengaruhi penurunan oksidasi LDL ketika LDL diinkubasikan ke dalam kultur makrofag mencit dan beruk. Penurunan oksidasi ini terjadi setelah kultur dipra-inkubasikan dengan kurkuminoid ekstrak 2 ppm, 6 ppm dan 8 ppm/ml (Tabel 10 dan 11). Keadaan ini disebabkan oleh LDL yang digunakan berasal dari monyet ekor panjang. Telah diuraikan di atas bahwa Monyet ekor panjang dan beruk berasal dari spesies yang sama yaitu primata yang berbeda dengan mencit. Secara patologis dan fisiologis, beruk dan monyet ekor panjang mempunyai kesamaan reaksi biologis diantara sel-sel tubuh yang ada. Namun berbeda dengan mencit, sehingga mencit secara patologis-fisiologis memberikan reaksi yang berbeda pula terhadap reaksi oksidasi LDL yang berasal dari monyet ekor panjang. Makrofag yang diinkubasi dengan LDL secara in vitro, tidak akan memproduksi sel busa. Kondisi ini akan berbeda apabila makrofag terakumulasi dengan LDL termodifikasi sehingga dengan cepat dapat ditangkap oleh reseptor skavenger (Holvoet & Collen 1994). Partikel LDL yang teroksidasi /peroksidasi lipid, dapat terjadi pada semua sistem yang mengandung hidrogen peroksida (H 2 O 2 ). Hidrogen peroksida mempunyai efek yang sangat kuat terhadap peroksida lipid, sehingga peroksida lipid akan menginduksi ekpresi gen katalase pada selsel yang dikultur (in vitro). Hidrogen peroksida, secara umum dapat sebagai mediator oksidasi pada semua mekanisme yang ada pada LDL teroksidasi. Katalase merupakan protein enzim yang dapat meningkatkan aktivitas dinding arteri yang telah diteliti pada tikus jantan C57 BL/6 (Meilhac et al. 2001). 84

105 Hasil penelitian Keaney et al. (1999) terhadap sel pembuluh darah secara in vitro menunjukkan bahwa terjadinya oksidasi LDL akan merbentuk ligan bagi reseptor skavenger sehingga mengakibatkan terbentuknya sel busa. Molekul LDL teroksidasi adalah zat kemotaksis terhadap kultur monosit dan dapat menstimuli selr dalam memproduksi kemokina yang potensial dalam menarik sel radang ke dinding arteri Dapat disimpulkan dari hasil analisis terhadap data dalam penelitian ini bahwa, LDL teroksidasi yang diinkubasikan ke dalam makrofag mencit dan beruk dapat dihambat oleh kurkuminoid ekstrak temu manggs. Hal ini ditunjukan dengan penghambatan reaksi oksidasi yakni pada kultur yang diberi kurkuminoid ekstrak temu mangga hingga 8 ppm/ml (P<0,01). Ini berarti kurkuminoid ekstrak temu mangga dapat fungsinya sebagai antioksidan. Selain itu makrofag mencit lebih responsive terhadap ekstrak kurkuminoid debandingkan dengan makrofag beruk. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa kurkuminoid ekstrak temu mangga dapat menghambat proses oksidasi LDL di tingkat seluler, baik pada sel makrofag mencit maupun makrofag beruk. Sel makrofag mencit lebih responsif terhadap kurkuminoid ekstrak temu mangga dibandingkan dengan sel makrofag beruk. Makrofag mencit yang diinkubasi dengan kurkuminoid 8 ppm mampu menghambat oksidasi LDL yang ditandai dengan penghambatan oksidasi LDL sebesar 13,07% yang diinkubasi selama 4 jam (P<0.01). Sedangkan pada makrofag beruk, penghambatan oksidasi LDL sebesar 24,28% yang diinkubasi selama 6 jam (P<00). Saran Saran yang diberikan adalah adanya penelitian lanjutan untuk membuktian penghambatan oksidasi LDL oleh kurkuminoid ekstrak temu mangga secara in vivo pada hewan laboratorium. Bagaimana mekanisme kerja kurkuminoid temu 85

106 mangga dalam menurunkan kadar kolesterol LDL dan fraksi-fraksi lipoprotein lainnya. Masih diperlukan uji terhadap toksisitas kurkuminoid ekstrak temu mangga dan khasiat-khasiat lain serta melakukan orientasi efektivitas dosis kurkuminoid dengan tepat. DAFTAR PUSTAKA Adams MR, Kaplan JR, Kornitnik DR, Clarkson TB Ovariectomy, social status, and atheroscerosis in cynomolgus monkets. Aterioscleris 5: Argmann CA, Caroline H, Diespstraten van D, Sawyer CG, Edwards JY, Hegele RA, Wolfe BM, Huff MW Transforming growth factor- β1 inhibits macrophage cholesteryl ester accumulation induced by native and oxidized VLDL remnants. Arterioscler Thromd Vasc Biol. 21: Aviram M, Dornfeld L, Rosenblat M, Volkova N, Kaplan M, Coleman R, Hayek T, Presser D, Fuhrman B Promeganate juice consumption reduces oxidative stress, atherogenic modifications to LDL, and aggregation: studies in human and in atherosclerotic apolipoprotein E-deficient mice. Am. J Nutr. 71: Brown MS, Goldstein JL Nobel Lecture. The Nobel Foundation. Clarkson P, Adams MR, Powe AJ, Donald AE, McCredie R, Robinson J, Bettiridge DJ, Celermajer DS and Deanfield JE Oral-Larginie improves andothelium-depependent dilatation in hypercholesterolemic young adults. 92: Conti M, Morand CP, Levillain P, Lemonniera A Improved flouroletric determination of malondialdehyde. Journal Clinical Chemistry 37: Esterbauer H Cytotoxicity and genotoxicity of lipid oxidation products, Am.J.Clin.Nutr. 57:779S-7786S. Fuhman B, Rosenblat M, Hayek T, Coleman R & Aviram M Ginger Extract Consumption Reduces Plasma Cholesterol, Inhibits LDL Oxidation and Attenuates Development of Atherosclerosis in Atherosclerotic, Apolipoprotein E- Deficient Mice. J. Nutr. 130: Franke A, Lante W, Kurig E, Zoller LG, Weinhold C, Markewitz A Is interferon gamma suppression after cardiac surgery caused by a decreased interleukin-12 synthesis?. Ann Thorac Surg 82(1):

107 Gaspersz V Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-ilmu Pertanian, Ilmu-ilmu Teknik dan Biologi. Bandung: CV. Armico. Halliwell B, Gutteridge JMC, Cross CE Free radicals, antioxidants and human diseases, where are we now?. J. Lab Clin Med. 119(6): Hansson GK Inflamation, atherosclerosis and coronary atery disease. Atheroscler Thromb Vasc Biol. 352: Hansson GK Atherosclerosis-an immune disease: the Atnitschove lecture Atheroscler, 202(1):2:10. Holvoet P, Collen D Oxidazed lipoprotein in atherosclerosos and thrombosis. Faseb J. 8: Hortan HR, Moran LA, Ochs RS, Scrimgeour Principles of Biochemistry. Ed. 2. New York: Prentice- Hall International, Inc. hal Jayaprakarsha GK, Rao MJ & Sakaria KK. (2005). Chemistry and biological activities of Curcuma longa. Trends in Food Science and Tecnology 16, Keaney JF et al Vitamin E and vascular homeostasis: implication for atherosclerosis. Faseb J. 13: Kikuzaki H, & Nakatami N Antioxidants Effect of Some Ginger Constituent. Dalam: J. Food Scient. 58: Kleinveld HA, Hak-Lemmers HM, Stalenhoef AFH, Demacker PNM Improved measurement of low-density lipoprotein susceptability to cooperinduced oxidation: application of a short procedure of isolation low-density liporotein. Clin. Chem. 38: Libby P Inflamation in atherosclerosis. Nature 42: Lowry OH, Rosebrough NJ, Far A, randal NJ Protein measurement with the folin phenol reagent. J. Biol Chem. 193: Mahlberg FH, Glick JM, Jerome WG and Rothblat Metebolism of cholesteryl ester lipid droplets in a J774 macrophage foam cell model Biochemica et Biophysica, 1045: Meilhac O, Ramachandran S, Chiang K, Santanam N, Phatasarathy S Role of arterial wall antioxidant defense in benefficial effects of exercise on atherosclerosis in mice. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 21: Mertens A, Holvoet P Oxidazed LDL and HDL: antagonists in atherothrombosis. Faseb J. 15: Packard RS and Libby P Inflammation in Atherosclerosis: from Vascular Biology to Biomarker Discovery and risk prediction. Clin. Chem. 54:1 :

108 Priyana A.13 April Anggur merah baik untuk jantung. Kompas: 36 (kolom 5-8). Quiles JL, Dolores M, Ramires-Tortosa CL, Aquilera CM, Battina M, Gill A, Ramires-Tortosa MC Curcuma longa extract suplementation reduces oxidative stress and attenuates aortic fatty streak development in rabbits. Arteriolscler Thromb Vasc Biol. 22: Rao MNA Antioxidan properties of curcumin. Didalam: Proceeding of the International Symphosium on Curcumin Pharmacochemistry (ISCP) August 29-31, Curcumin Pharmacochemistry. Yogyakarta. Riemersma RA Epidemiology and the role of antioxidant in preventing coronary heart disease. A Brief overview. Proc. Nutr. Soc. 53: Robertson AKL and Hansson GK T Cells in Atherosclerosis. For Better or Worse. Atherioscler throm Vasc Biol; 26: Ross R Atherosclerosis an Inflammatory disease. N Engl. J Med. 340:11 Sreejayan N, Rao MNA. Pryardasini KI, Devasagayen TP Inhibition of radiation induced lipid peroxidation by curcumin. Int. J. Phamr, 151: Ruby AJ, Lokesh BR Anti-tumor and antioxidant activity of Natural curcuminoid. Cancer Lett. 146: Schwenke DC Antioxidants and atherogenesis. J. Nutr. Biochem. 9: Soni KB & Kuttan R Effect of oral curcumin administration on serum peroxides and cholesterol level in human volunteer. Indian J Physiol pharmacol. 36 (4): Sreejayan N, Rao MNA Curcuminoid as potent inhibitor of lipid peroxidation. J. Phar. Pharmacols 46: Sreejayan N, Rao MNA. Pryardasini KI, Devasagayen TP Inhibition of radiation induced lipid peroxidation by curcumin. Int. J. Phamr, 151: Sulistiyani, St Clair RW The method of isolation of primary cells and their subcultute influence the expression of LDL receptor on Pigeon and chicken embryo cells in culture. Arteroscler. 91: Steinberg D Vitamin E for a healthy heart. New Eng. J. Med. 31: Vijayagopal P, Glancy DL Macrophages Stimulate Cholesteryl Ester Accumulation in Cultured Muscle Cells Incubated with Lipoprotein Proteoglycan Complex. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 16:

109 Williams JK, Adam MR, Klopfeinstein HS Estrogen modulated responses of atherosclerotic coronary arteries. Circulation 81: Williams JK Suparto Hormone replacement therapy and cardiovascular disease: lessons from a monkey model of postmonopausal women. Ilar J. 4 (2): Wuryastuti H Stres oksidatif dan implikasinya terhadap kesehatan. Pidato pengukuhan Jabatan Guru Beasar dalam Ilmu Penyakit Dalam FKH- UGM Yogyakarta 89

110 RESPON EKSPRESI MOLEKUL ADHESI PADA PERMUKAAN SEL ENDOTEL OLEH KURKUMINOID EKSTRAK TEMU MANGGA (Response of Adhesion Molecule Expression on Surface of Endothelial Cells by Curcuminoid of Temu Mango Extract) Abstrak Molekul adhesi seperti Vascular cell adhesion molecule-1(vcam-1) dan Interceluler adhesion molecule-1(icam-1), adalah protein yang diekspresikan ke permukaan sel endotel apabila fungsi endotel terganggu. Molekul adhesi merupakan tanda-tanda awal terjadinya atesosklerosis yang dapat disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi kolesterol yang beredar di pembuluh darah. Penelitian bertujuan mengkaji potensi kurkuminoid ekstrak dalam menghambat ekspresi molekul adhesi coronary pulmonary arterial endothelial (CPAE) in vitro. Dalam percobaan, sel endotel dipra-inkubasi dengan kurkuminoid ekstrak selama 48 jam. Kultur sel endotel diinkubasikan kembali dengan LDL dan dioksidasi dengan CuSO 4 selama 24 jam. Molekul VCAM-1 dan ICAM-1 diamati secara imunohistokimia yang direaksikan dengan antibodi anti VCAM-1 atau antibodi anti ICAM-1 lalu divisualisasikan dengan3,3-diaminobenzidin tetrahydro chloride (DAB). Hasil penelitian menunjukkan VCAM-1 tidak terekpresikan. Sedangkan ICAM-1 terekspresi ke permukaan, berwarna kuning kecoklatan setelah divisualisasikan dengan DAB. Kurkuminoid ektrak 8 ppm mampu menurunkan respon ekspresi molekul ICAM-1. Partikel LDL teroksidasi dapat menginduksi ekspresi ICAM-1 disamping terbentuk juga sel-sel busa. Abstract The adhesion molecule such as vascular cell adhesion molecules-1 (VCAM- 1) and Interceluler adhesion molecule-1 (ICAM-1), is a protein that is expressed to the cell surface when disturbed endothelial function. The adhesion molecules is early signs of atherosclerosis which can be caused by the increase of cholesterol circulating in blood vessels. The study aims to assess the potential of the curcuminoids extract in inhibiting the expression of adhesion molecules on cells pulmonary arterial endothelial (CPAE) in vitro. In the reseach, endothelial cells pre-incubated with curcuminoids of temu mangga extracts for 48 hours, then washed with PBS. The cell culture pre-incubated with LDL that has been oxidized with CuSO4 for 24 hours. The VCAM-1 and ICAM-1 were observed stained by immunohistochemistry and reacted with anti VCAM-1 antibody or anti ICAM-1 antibody so visualized with 3.3 diamino benzidine tetrahydro-chloride (DAB). The results showed that VCAM-1 did not expression to endothelial surface cells but ICAM-1 expression vizualized by DAB is brown yellow. The curcuminoids of temu mangga extract eight ppm reduces induction of ICAM-1 response. Induction of ICAM-1 expression by oxidized LDL caused ICAM-1 expressed addition foam cells accumulation. Key words: Endothelial cells, VCAM-1, ICAM-1, LDL, curcuminoids 90

111 PENDAHULUAN Interaksi antara sel-sel dan matrik ekstraseluler sel memegang peranan penting dalam bermigrasinya sel dan teraktivasinya sel darah putih selama peradangan. Ekspresi molekul adhesi pada sel endotel dan jaringan ekstra vaskular merupakan tanda awal terjadinya patogenesis aterosklerosis. Dalam proses radang, sel akan mengeluarkan sitokina kepermukaan vaskular sehingga akan menstimuli pembentukan molekul adhesi, protease dan mediator lainnya yang terlarut dan dapat masuk ke sirkulasi darah (Packard & Libby, 2008; Hansson 2009). Peradangan pada arteria merupakan suatu respon nonspesifik yang dapat disebabkan oleh virus, toksin, kompleks imun, produk-produk yang dilepaskan oleh sel darah putih maupun platelet yang teraktivasi serta stress fisik yang tidak lazim. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh peningkatan konsentrasi lipoprotein dalam darah. Keadaan ini akan meningkatan permeabilitas endotel yang memicu terjadinya peradangan. Menurut Hansson (2009), peradangan berperan penting di dalam penyakit patogenesis aterosklerosis. Sel imun mendominasi lesi awal aterosklerosis, dimana pengaruh molekul ini mempercepat perkembangan lesi. Libby (2002); Packard & Libby, (2008) menyatakan, bahwa proses peradangan pada arteri dapat dipicu oleh meningkatnya produksi sitokina. Sitokina primer akan menginduksi dan meghasilkan messenger sitokina IL-6 untuk merangsang hati memproduksi C reaktive protein (CRP) pada fase akut. Platelet dan jaringan adiposa dapat menghasilkan mediator peradangan yang sama dengan aterotrombosis sehingga terjadi aterosklerosis. Darah pada radang, sisa pembuluh darah, sel otot polos, dan konstituen sel imun merupakan bagian penting dari ateroma. Ateroma di awali dengan pembentukan garit lemak dan merupakan kumpulan lipid dibawa oleh endotel. Pada umumnya garit lemak berisi makrofag bersama-sama sel T (Hansson, 2005). Pusat ateroma berisi sel busa, droplet lipid ekstraseluler membentuk bagian dari inti dikelilingi oleh sel-sel otot polos yang kaya matrik kolagen. Sel-sel T, makrofag dan mast sel berinfiltrasi ke lesi untuk berkembangnya ateroma, sel-sel imun yang teraktivasi akan memproduksi sitokina radang (Hansson, 2005; 91

112 Hansson 2009). Sel busa merupakan metabolit aktif yang dapat mensekresikan berbagai sitokina dan mediator radang, yang pada akhirnya akan merekrut sel otot polos untuk berproliferasi (Crowther 2005). Makrofag yang bergabung dengan limfosit sel T pada intima pembuluh darah, dapat beradaptasi langsung dan mensekresikan kemokina; sitokina proinflamasi seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α; oksigen reaktif dan spesies nitrogen: penyebab LDL teroksidasi dan kerusakan sel; ekspresi faktor jaringan (trombogenositas); menangkap LDL teroksidasi (pembentuk sel busa); dan mensekresikan protease untuk degradasi sel otot (Robetson & Hansson 2006). Molekul TNF-α secara biologis mengaktivitasi gen dari sel-sel endotel dalam mengatur berinteraksinya sel endotel dengan leukosit, seperti VCAM-1, ICAM-1, P-selektin, faktor jaringan, sitokina radang dan kemokina (Inoue et al. 2006). Secara normal, sel endotel resisten terhadap adhesi leukosit. Rangsangan awal pada peradangan, seperti diet tinggi asam lemak jenuh, hiperkolsterolemia, obesitas, resisten insulin, hipertensi dan merokok akan menstimuli molekul adhesi seperti P-selektin, VCAM-1 dan ICAM-1 sehingga monosit dan limfosit yang ada pada peredaran darah dapat menempel pada permukaan endotel (Packard & Libby, 2008). Molekul VCAM-1dan ICAM-1 merupakan suatu bentuk protein yang muncul pada permukaan endotel apabila terjadi rangsangan. Monosit yang melekat pada permukaan sel endotel, berpenetrasi ke intima menjadi makrofag lalu mengekspresikan macrophage colony stimulating factor (M-CSP). Molekul M-CSP berfungsi merangsang terjadinya radang. mengekspresikan reseptor skavenger yang dapat mengenali LDL termodifikasi sehingga membentuk sel busa. Dalam waktu bersamaan, proliferasi makrofag memperkuat respon radang dengan mensekresikan sejumlah faktor pertumbuhan dan sitokina, termasuk faktor tumor nekrosis-ά (TNF-α) dan IL-1β (Hansson 2009; Linton & Fazio, 2003). Sel imun sel T yang dapat menyesuaikan diri pada lesi aterosklerosis, berperan penting dalam pengaturan aterogenesis, termasuk lesi dalam merespon monokin yang diinduksi oleh interferon-γ (IFN-γ) dan IFN. Sub tipe CD4 +, akan mengenali antigen yang dibawa oleh Major histocompatibility complex clas II (MHC-II) yang merupakan prediposisi terjadinya lesi. Lesi yang berisi CD4 + sel T sebagai antigen reaktif dalam mengikat LDL teroksidasi yang telah di klon dari 92

113 lesi manusia. Pengaktifan CD8 + sel T pada mencit yang apoe dikeluarkan dapat menyebabkan kematian dinding arteri dan mempercepat aterosklerosis. Ada dua tipe sel Th yaitu Th-1 dan Th-2, tipe Th-1 mengaktifkan respon makrofag dan menginisiasi hipersensitivitas terhadap patogen intraseluler. Sedangkan tipe Th-2 berespon pada alergi. Aterosklerosis yang berisis sitokina akan meningkatkan respon T helper-1 (Th 1 ) sehingga sel T teraktivasi untuk berdeferensiasi menjadi sel-sel Th 1 efektor. Sel efektor akan memproduksi macrophage activating colony interferon-γ. Interferon γ meningkatkan efisiensi penyajian antigen dan sintesis sitokin peradangan TNF dan IL-1 (Hansson, 2009; Linton & Fazio 2003; Packard & Libby, 2008). Menurut Keaney (2004), kejadian oksidatif terlibat dalam pengaturan molekul adhesi seluler sel endotel. Sitokina akan menginduksi ekspresi molekul VCAM-1 sel endotel. Sedangkan senyawa O 2 intraseluler memproduksi efek dalam mengaturan induksi sitokina. Pada kondisi yang sama, O 2 merupakan signal dalam pengaturan ICAM-1 sel endotel akibat dari osilator shear stress. Sitokina yang menginduksi VCAM-1 dapat juga meningkatkan oksidasi LDL atau oksidasi asam lemak. Sel arteri endotel manusia yang diinduksi dengan LDL teroksidasi dapat mengekpresikan VCAM-1, ICAM-1dan E-selektin. Kondisi ini semua menandakan adanya gangguan oksidatf yang mengekspresikan molekul adhesi sel endotel. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji dan mendapatkan informasi tentang potensi kurkuminoid ekstrak temu mangga, dalam menghambat ekspresi molekul adhesi dari sel endotel yang diinkubasi dengan LDL teroksidasi secara in vitro. Diharapkan, data yang diperoleh dapat dibuat suatu rekomendasi tentang manfaat kurkuminoid temu mangga yang dapat mengobatan penyebab awal aterosklerosis. BAHAN DAN METODE 93

114 Bahan dan Alat Bahan penelitian yang digunakan antara lain line cell coronary pulmonary arterial endothelial (CPAE) yang diperoleh dari laboratorium mikrobiologi dan virologi PSSP LPPM-IPB. DMEM, 10% fetal bovine serum (FBS), monoclonal mouse anti human ICAM-1(CD 54) cat. No: C 2969; antibodi primer mouse anti VCAM-1 cat. No: V9263, PBS, 3,3-diaminobenzidine tetrahydro chloride (DAB, sigma, cat. No. D-5905), Avidin-Biotin- conjungated (Elite Vecta Stain R, Vector Lab. Cat. No: PK 6100), PBS, penisilin dan streptomisin. Alat yang digunakan antara lain laminar flow hood, inkubator CO 2, mikroskop, kultur flask, pipet mikro, spektrofotometer, sentrifugasi, kultur slide chamber, dan alat gelas lainnya. Metode Penelitian Respon Ekspresi Molekul Adhesi pada Permukaan Sel Endotel terhadap Efek Kurkuminoid Ekstrak Temu Mangga. Kultur sel lestari CPAE pra-inkubasi dengan penambahan ekstrak kurkuminoid temu mangga (2 ppm/ml dan 8 ppm/ml) pada suhu 37 0 C selama 48 jam dalam DMEM yang mengandung 20% FBS (v/v), sehingga diperkirakan 50% sel konfluen. Sebagai kontrol, dibuat tanpa menambahkan kurkuminoid ekstrak temu mangga. Kemudian sel dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali dan diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 24 jam sehingga sel konfluen. Setelah 24 jam, molekul adhesi ditentukan dengan reaksi antibodi anti VCAM-1 dan antibodi anti ICAM-1 (imunohistokimia). Respon Ekspresi Molekul Adhesi pada Permukaan Sel Endotel yang Diinduksi dengan Ion Cu 2+. Kultur sel lestari CPAE pra-inkubasi pada suhu 37 0 C selama 48 jam dalam DMEM yang mengandung 20% FBS (v/v), dengan penambahan ekstrak kurkuminoid temu mangga (2 ppm/ml dan 8 ppm/ml) sehingga diperkirakan 50% sel konfluen. Sebagai kontrol dibuat tanpa kurkumioid ekstrak temu mangga. Kemudian sel dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali, lalu diberi ion Cu 2+ 5 μm 94

115 dan diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 24 jam sehingga sel konfluen. Setelah 24 jam molekul adhesi ditentukan dengan reaksi antigen antibodi (imunohistokimia). Respon Ekspresi Molekul Adhesi Permukaan Sel Endotel yang Diinkubasi dengan LDL Kultur sel endotel diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 48 jam dalam DMEM yang mengandung 20% FBS (v/v), dengan atau tanpa penambahan ekstrak kurkuminoid temu mangga (2 ppm/ml dan 8 ppm /ml) dan diperkirakan 50% sel konfluen. Sebagai kontrol dibuat kultur sel tanpa kurkuminoid ekstrak temu mangga. Setelah itu sel dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali lalu masing masing ditambahkan LDL 200 μg dan diinkubasi kembali pada suhu 37 0 C selama 24 jam hingga sel konfluen. Molekul adhesi ditentukan dengan reaksi antigen antibodi (imunohistokimia). Respon Ekspresi Molekul Adhesi pada Permukaan Sel endotel yang diinkubasi dengan LDL teroksidasi Kultur sel endotel dipra-inkubasi pada suhu 37 0 C selama 48 jam dalam DMEM yang mengandung 20% FBS (v/v), dengan penambahan ekstrak kurkuminoid temumangga (2 ppm/ml dan 8 ppm/ml) sehingga diperkirakan 50% sel konfluen. Sebagai kontrol sel dikultur tanpa ditambahkan kurkuminoid ekstrak temu mangga. Kemudian kultur sel dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali, diinkubasi dengan 200 ug LDL dan ion Cu 2+ 5 μm pada suhu 37 0 C selama 24 jam sehingga sel konfluen. Setelah 24 jam, molekul adhesi ditentukan dengan reaksi antigen antibodi (imunohistokimia). Pewarnaan Imunohistokimia terhadap VCAM-1 dan ICAM-1 (Ramos 2005 & Danskey et al. 2002). Preparat monolayer dicuci dengan larutan DMEM dan difiksasi dengan larutan aseton selama 2-3 menit lalu dikeringkan. Preparat dicuci dengan 0,1 M buffer fosfat salin ph 7,4 (3x selama 10 menit), lalu diinkubasi dengan protainase-k (10 ug/ml) selama 30 menit pada suhu 37 0 C, kemudian dibilas dengan 0,1M PBS sebanyak 3 kali, masing-masing 10 menit. Aktivitas endogenous peroksidase pada sel diblok dengan 0,3% hidroksi peroksida (H 2 O 2 ) selama 15 menit, kemudian dibilas dengan akuades sebanyak 3 kali masing-masing 10 menit. Preparat kemudian diinkubasi dalam 2% non- 95

116 immune goat serum pada suhu kamar selama 60 menit dan dikeringkan (udara) tanpa dibilas. Preparat diinkubasi kembali selama 24 jam dalam refrigenerated, dengan antibodi primer monoclonal mouse anti human ICAM-1(CD 54) cat. No: C2969 yang diencerkan 100 kali dan antibodi primer mouse anti VCAM-1 cat. No: V9263 dengan pengenceran 1:25. Pada kontrol tidak ditambahkan antibodi primer, hanya diberi antibodi sekunder dan slide dibiarkan pada suhu kamar selama 10 menit lalu dibilas dengan 0,1M PBS masing-masing sebanyak 3 kali selama 15 menit. Preparat diinkubasi dengan antibodi sekunder biotinylated goat anti-mouse (1:200) (Vector Elite, Vector Labs) dalam PBS pada suhu kamar selama 30 menit. Selanjutnya preparat dibilas sebanyak 3 kali masing-masing 10 menit dengan 0,1 M PBS lalu diinkubasi dalam Avidin-Biotin- conjungated (Elite Vecta Stain R, Vector Lab. Cat. No: PK 6100) (1:200) dalam PBS selama 60 menit. Preparat dibilas kembali dengan fosfat bufer sebanyak 3 kali masingmasing 15 menit. Segera setelah selesai dibilas, preparat diinkubasi dengan larutan 3,3- diaminobenzidine tetrahydrochloride (DAB, sigma, cat. No. D-5905) selama 5 menit dan dilanjutkan dengan 3% H 2 O 2 yang dipersiapkan dalam DAB selama 20 menit. Slide dicuci beberapa kali sampai bersih dalam bufer fosfat, lalu dikeringkan dalam inkubator selama satu malam. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati meliputi perbedaan intensitas warna terhadap ICAM-1 dan VCAM-1. Cara mengamati perbedaan warna sel pada preparat dalam satu bidang pandang. Analisis Data Sel endotel dapat menghasilkan protein molekul adhesi yang akan bereaksi membentuk ikatan dengan antibodi terhadap anti ICAM-1 dan anti VCAM-1. DAB digunakan untuk memvisualisasikan warna coklat kekuningan terhadap sel endotel yang imunoreaktif terhadap antibodi anti ICAM-1 dan antibodi anti VCAM-1. Hasil pewarnaan molekul adhesi dianalisis secara diskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN 96

117 Respon Ekspresi Molekul Adhesi VCAM-1 pada Permukaan terhadap Efek Kurkuminoid Ekstrak Temu mangga Percobaan ini bertujuan menentukan respon ekspresi VCAM-1 pada permukaan sel endotel terhadap kurkuminoid ekstrak temu mangga dan divisualisasikan dengan DAB (Gambar 21). Kultur sel endotel dalam percobaan ini tanpa diberi perlakuan apapun seperti pada preparat 21a dan 21b, kecuali pada preparat 21c dan 21d diinkubasi dengan kurkuminoid 2 ppm dan 6 ppm. Hasil percobaan tidak memperlihatkan terekspresinya VCAM-1. Kondisi ini sesuai dengan harapan karena sampel tanpa perlakuan. a b c d Gambar 21 Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia VCAM-1 sel endotel (SE), perbesaran 160x. (a) SE + Ab 40 µg, (b) SE tanpa Ab, (c) SE + Ab 1 40 µg + ET 2 ppm (d) SE + Ab 1 40 µg + ET 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga). Antibodi anti VCAM-1 akan bereaksi dengan antigen (VCAM-1) yang diekspresikan ke permukaan sel endotel, apabila terjadi reaksi antigen antibodi yang bersifat monoklonal. Dalam percobaan ini, antibodi yang digunakan bersifat monoklonal dan reaksi ikatan antigen-antibodi (Ag-Ab) dapat terlihat apabila diwarnai dengan pewarnaan imunohistokimia. Ikatan antigen-antibodi yang terbentuk dapat divisualisasikan dengan pewarnaan DAB. Intensitas warna yang terjadi dipengaruhi oleh kondisi ikatan antigen antibodi pada saat pewarnaan. 97

118 Molekul VCAM-1 merupakan gejala awal yang dapat muncul ke permukaan sel apabila terjadi gangguan terhadap membran sel (Silverman et al. 2001). Dalam percobaan ini, sel endotel yang dikultur tidak diberi perlakuan kimia apapun, kecuali medium pertumbuhan yang telah sesuai untuk pertumbuhan sel. Pada preparat 21a, 21b dan 21d, sel masih terlihat jelas dan utuh tanpa ada kerusakan, sedangkan untuk preparat 21c tampak jelas telah terjadi kerusakan. Kerusakan ini kemungkinan terjadi secara teknis saat pencucian, pewarnaan, atau ketika sel dikultur dalam medium pertumbuhan. Atau disebabkan reaksi antigen - antibodi tidak terjadi setelah preparat diwarnai dengan pewarnaan imunohistokimia meskipun telah divisualisasikan dengan DAB. Pada percobaan selanjutnya, sel endotel diinkubasi dengan kurkuminoid ekstrak temu magga dan diinduksi dengan 5 µm Cu 2+, dengan harapan dapat memunculkan molekul VCAM-1(Gambar 22). Namun hasil percobaan tidak menunjukkan terekspresinya molekul VCAM-1. Dari masing-masing preparat pada Gambar 22a, 22b, 22c dan 22d, tidak memperlihatkan adanya perbedaan intensitas warna yang jelas sebagai tanda terekspresinya molekul VCAM-1. Hal ini kemungkinan disebabkan dosis ion Cu 2+ yang ditambahkan saat sel dikultur terlalu kecil, sehingga tidak cukup membuat tekanan dan merusak sel membran sel ketika dikultur. Kemungkinan lain ikatan antibodi antigen tidak terjadi ketika preparatsel dilakukan imunohistokimia, meskipun preparat telah direaksikan dengan antibodi primer (anti VCAM-1 antibody) dan divisualisasikan dengan DAB. Secara normal sel dapat menghasilkan berbagai senyawa kimia yang dapat merusak sel apabila diberi senyawa ion logam. Ion logam Cu 2+ merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat menyebabkan sel menjadi stres. Menurut Halliwel et al. (1992), berbagai logam berat dan logam transisi diketahui sebagai katalis radikal bebas. Radikal bebas inilah yang menyebabkan gangguan pada sel, sehingga sel akan mengekspresikan berbagai senyawa kimia. Namun demikian sel dapat mempertahankan diri dari rangsangan yang mempunyai aktivitas tinggi, dengan cara mengekspresikan antibodi untuk melawan rangsangan yang datang. Dalam percobaan ini, logam Cu 2+ sebanyak 5 µm yang dikultur ke dalam sel 98

119 endotel tidak cukup mempengaruhi perubahan dan menggoyah struktur dari sel endotel. a b c d Gambar 22 Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia VCAM-1 sel endotel (SE) dengan 5 µm Cu 2+, perbesaran 160x. (a) SE + Ab 1 40 µg, (b) SE tanpa Ab, (c) SE + Ab 40 µg + ET 2 ppm, (d) SE + Ab 40 µg + ET 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga). Gambar 23 memperlihatkan efek LDL terhadap sel endotel yang dinkubasi dalam medium pertumbuhan. Dalam percobaan ini diharapkan terjadi reaksi oksidasi LDL di dalam sel endotel yang di kultur, sehingga molekul VCAM-1 dapat diekspresikan kepermukaan sel. Dari hasil percobaan molekul VCAM-1 tidak terekspresikan. Pada Gambar 23c dan 23d, sebelum dilakukan pewarnaan imunohistokimia telah dipra-inkubasikan terlebih dahulu dengan kurkuminoid ekstrak 2ppm dan 6 ppm. Kurkuminoid ekstrak yang ditambahkan diharapkan mampu mencegah reaksi oksdasi LDL di dalam sel endotel sehingga sel yang dikultur tetap stabil. Molekul LDL merupakan senyawa lipoprotein yang dapat mengalami oksidasi di dalam sel apabila diinkubasikan dan dikondisikan sesuai dengan kehidupan sel. Kondisi yang demikian ini dapat meningkatkan aktivitas permukaan sel sehingga permebialitas sel menjadi tidak normal. Molekul VCAM-1 yang diharapkan muncul kepermukaan sel endotel, ternyata tidak juga terekspresikan meskipun telah direaksikan dengan antibodi anti VCAM-1 dan didivisualisasikan dengan DAB (Gb 23a, 23b, 23 c dan 23d). Hal 99

120 ini kemungkinan tidak terbentuk reaksi antigen antibodi, atau antibodi primer (anti VCAM-1 antibody) yang digunakan diisolasi dari manusia dan bersifat monoklonal (kit). Sedang sel endotel yang digunakan dalam percobaan berasal dari endotel yang diisolasi dari paru-paru sapi (sel lestari CPAE). Antibodi primer (kit) tidak bereaksi dengan antigen yang berasal dari kultur sel endotel, karena epitop yang dimiliki oleh antibodi primer tidak sesuai dengan paratop dari antigen. a b c d Gambar 23 Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia VCAM-1 sel endotel (SE) dengan LDL 200 ug, perbesaran 160x. (a) SE + Ab 40 µg, (b) SE tanpa Ab 1, (c), SE + Ab40 µg + ET 2 ppm, (d) SE +Ab 40 µg + ET 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga). Partikel LDL dapat teroksidasi apabila LDL terakumulasi dan menempel pada permukaan sel endotel, yang mengakibatkan sel endotel teraktivasi. Partikel LDL yang menempel pada permukaan pembuluh darah dapat masuk ke dalam intima dan ditangkap oleh reseptor scavenger dari makrofag (Packard & Libby, 2008). Kondisi ini merangsang sel menghasilkan molekul adhesi, namun kenyatannya, dalam percobaan VCAM-1 tidak terekspresikan baik yang diberi perlakuan dengan LDL, ion Cu 2+ maupun LDL yang ditambahkan ion Cu 2+, serta kontrol reagen. Keadaan ini diduga LDL yang diinkubasikan dalam kultur tidak menggoyah permukaan pembuluh sel endotel yang dikultur, atau antibodi anti VCAM-1 tidak bereaksi tidak sesuai dengan antigen yang muncul ke permukaan 100

121 sel yang dikultur setelah dilakukan pewarnaan imunohistokimia (Gambar 23a, 23b dan 23c, 23d). Percobaan yang sama terjadi pada kultur sel yang diinkubasi dengan LDL teroksidasi. Partikel LDL sebelumnya telah direaksikan dengan Cu 2+ 5µM. Secara in vitro, oksidasi LDL dapat diinisisasi oleh ion logam seperti ion Cu 2+ yang akan memecah ikatan lipid peroksida dan menginisiasi reaksi propagasi (Gambar 24). a b c d Gambar 24 Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia VCAM-1 sel endotel (SE) dengan LDL 200 µg, 5µM Cu 2+, VCAM-1 perbesaran 160x. (a) SE + Ab 40 µg, (b) SE tanpa Ab, (c), SE+ Ab 40 µg + ET 2 ppm, (d) SE + Ab 40 µg + ET 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga). Dalam percobaan ini, sebelum sel endotel yang diinkubasikan dengan LDL teroksidasi, sel pada Gambar 24 d dan 24c telah dipra-inkubasikan selama 48 jam dengan kurkumminoid ekstrak 2 ppm dan 8 ppm. Kurkuminoid ekstrak yang diinkubasikan ke dalam kultur, diharapkan mampu mencegah/ menghambat reaksi oksidasi LDL di dalam sel endotel. Dalam percobaan ini memperlihatkan hasil yang sama seperti pada percobaan sebelumnya, yaitu VCAM-1 tidak terekspresikan. Molekul VCAM-1 tidak tervisualisasikan dalam percobaan ini meskipun sel endotel yang dikultur telah diinduksi dengan LDL dan diinkubasi dengan Cu 2+ 5µM. Adanya kerusakan sel terlihat pada preparat perlakuan pada preparat Gambar 24a dan. 24c sedangkan pada preparat 24b dan 24d bentuk sel masih 101

122 terlihat utuh. Molekul LDL yang teroksidasi dan diinkubasi dengan sel endotel dalam percobaan in, seharusnya membuat permukaan sel menjadi tidak stabil, sehingga sel memproduksi antibodi (antigen/vcam-1). Antibodi ini merupakan molekul protein yang diproduksi oleh sistem imun pada sel apabila sel yang dikultur mendapatkan rangsangan/ gangguan dari luar. Sesuai dengan pendapat (Packard & Libby 2008), yang menyatakan bahwa LDL teroksidasi dapat merangsang sel endotel untuk menghasilkan molekul adhesi. Konsentrasi LDL yang tinggi dan terakumulasi pada permukaan sel, merupakan antigen yang seharusnya dapat bereaksi dengan sel imun yang disekresikan oleh sel. Ini menandakan ada radang pada permukaan sel dan menyebabkan aktivitas sel meningkat. Meningkatnya aktivitas sel menyebabkan perubahan dan intergritas fungsional sel menjadi terganggu. Akibatnya memudahkan lipoprotein masuk ke subendotel. Keadaan ini memicu proses peradangan, sehingga sel akan mengekspresikan berbagai tipe molekul adhesi sel darah putih. Hansson (2005) menyatakan, sel endotel dapat mengekspresikan berbagai molekul adhesi sebagai akibat adanya hiperkolesterolemia yang dapat mengaktifkan permukaan sel endotel. Protein antibodi akan bereaksi dengan antibodi primer yang sesuai dengan epitop yang ada, ketika preparat diwarnai dengan pewarnaan imunohistokimia. Sel lestari CPAE yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari arteri koronaria pulmonaris sapi, sedangkan antibodi primer ( kit, anti VCAM-1 antibody) yang digunakan berasal dari manusia bersifat monoklonal. Antara antigen dengan antibodi primer tidak klop reaksinya sehingga tidak terbentuk reaksi antigenantibodi. Keadaan inilah yang menyebabkan molekul adhesi VCAM-1 sel lestari tidak terekspresikan. Meskipun biotinylated horse anti-mouse Ig G sebagai antibodi sekunder telah digunakan untuk memperkuat ikatan antigen antibodi primer secara enzimatis (Ramos, 2005). Karena tidak ada ikatan antigen antibodi, maka molekul adhesi VCAM-1 tidak tervisualisasikan meskupun diberi substrat avidin biotin kompleks horseradish peroksidase dan diwarnai dengan DAB. Kemungkinan juga antibodi primer yang digunakan tidak bekerja secara optimal dengan dosis yang diberi 102

123 Ekspresi Molekul Adhesi ICAM-1 pada Permukaan Sel Endotel terhadap Efek Kurkuminoid Ekstrak Temu Mangga. Gambar 25 memperlihatkan ekspresi molekul adhesi ICAM-1 pada permukaan sel endotel yang di kultur dalam medium pertumbuhan secara in vitro. Dalam percobaan ini, semua kultur sel endotel yang diinkubasikan tanpa diberi perlakuan senyawa kimia apapun, kecuali pada preparat 25c dan 25d yang terlah diinkubasi dengan kurkuminoid ekstrak 2ppm dan 6ppm. Hasil percobaan menunjukkan bahawa, molekul ICAM-1 dapat diekspresikan ke permukaan sel endotel. Terekspresikannya molekul ICAM-1 ditandai dengan munculnya warna kuning kecoklatan pada sel endotel setelah dilakukan imunohistokimia dan diwarnai dengan 3,3-diaminobenzidin tetrahydro chloride (DAB). a b c d Gambar 25 Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia ICAM-1 sel endotel (SE), perbesaran 160x: (a) SE + Ab 20 µg, (b) SE tanpa Ab, (c) SE + Ab 20 µg + ET 2 ppm, (d) SE + Ab 20 µg + ET 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga). Masing-masing preparat memperlihatkan intensitas warna molekul adhesi yang cukup jelas. Intensitas warna molekul adhesi yang diekspresikan berwarna coklat kekuningan dan lebih pekat yang ditunjukkan Gambar 25a, 25c, 25d dibandingkan dengan Gambar 25b yang tidak menunjukkan warna. Pada Gambar 25a, sebagai kontrol positif sel tanpa diberi ekstrak kurkuminoid tetapi dalam pewarnaan imunohistokimia perlakuannya sama seperti Gambar 25c dan 25d. 103

124 Pada Gambar 25d terjadi reduksi warna dan jumlah sel bila dibandingkan dengan Gb.25c, kaadaan ini disebabkan efek dari pemberi ekstrak kurkuminoid 8ppm, sedangkan Gb. 25c hanya diberi kurkuminoid ekstrak sebanyak 2ppm tanpa terlihat jelas dibandingkan dengan kontrol sel tanpa ekstrak. Kondisi ini menandakan bahwa ekstrak kurkuminoid temu mangga 8 ppm, mampu mengurangi oksidasi sel endotel yang dikultur dalam medium pertumbuhan. Secara in vitro, sel yang diinkubasi dapat melepaskan radikal bebas sehingga meningkatkan aktivitas permukaan sel. Aktivitas permukaan sel akan memicu terekspresinya molekul adhesi ICAM-1. Antibodi anti ICAM-1 akan bereaksi dengan molekul ICAM-1 yang muncul pada permukaan sel endotel. Radikal bebas merupakan produk yang dihasilkan oleh sel secara in vitro, sebagai akibat gangguan oksidatif sehingga akan terbentuk peradangan (Keaney 2004). Selama peradangan sel akan memproduksi sitokina maupun sel imun sehingga sel dapat mengekspresikan molekul adhesi leukosit. Menurut Sadikin (2001) serangan radikal bebas terhadap molekul sekelilingnya akan menyebabkan terjadinya reaksi berantai, kemudian menghasilkan senyawa radikal baru. Dampak reaktivitas senyawa radikal bebas dapat bermacam-macam dimulai dari kerusakan sel atau jaringan, penyakit autoimun, penyakit degeneratif hingga kanker. Pada patogenesis aterosklerosis, ekspresi molekul adhesi pada sel endotel mengawali datang dan menempelnya sel radang ke permukaan lumen pembuluh darah, aktivasi sel radang dan pembebasan sitokina serta menumpuknya lipid pada plak aterosklerosis (Crowther 2005). Berbagai rangsangan yang dapat menimbulkan terjadinya radang (pro-inflammatory) adalah hiperkolesterolemia, hipertensi, obesitas, merokok, hiperglikemia. Semua rangsangan ini dapat menginduksi ekpsresi molekul adhesi seperti P-selektin dan VCAM-1(Packard & Libby 2008). Secara lebih spesifik lagi karena radikal bebas ROS akan mengaktifkan sel endotel sehingga memproduksi sitokina yang selanjutnya akan menginduksi terbentuknya molekul adhesi (Libby dan Ridker 2006). Molekul adhesi VCAM-1 dilaporkan dapat terekspresi secara berlebihan melalui induksi pakan aterogenik pada hewan coba (Li 1993). Demikian pula LDL teroksidasi juga dapat meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada sel endotel (Libby & Ridker 2006). 104

125 Efek logam transisi berupa ion Cu 2+ pada permukaan sel endotel dapat menyebabkan kerusakan pada komponen penyusun membran sel (Caterina et al.200; Pakard & Libby 2006). Kerusakan terjadi pada asam lemak tak jenuh yang merupakan bagian dari fosfolipid penyusun membrane sel. Membran merupakan barier penting agar sel dapat berfungsi normal, demikian juga dengan sistem membran sel imun untuk berbagai antigen. Respon ekspresi molekul adhesi ICAM-1 pada permukaan sel endotel yang diinduksi dengan ion Cu 2+ 5 µm dalam medium pertumbuhan, menunjukkan terekspresinya molekul ICAM-1 (Gambar 26). b c d Gambar 26 Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia ICAM-1 sel endotel (SE) dengan Cu 2+ 5 µm: (a) SE + Ab 20 µg, (b) SE tanpa Ab, (c) SE + Ab 20 µg + ET 2 ppm, (d) SE + Ab 20 µg + ET 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga). Preparat sel endotel yang dikultur dalam medium pertumbuhan mampu mengekspresikan molekul adhesi ICAM-1 yang ditandai dengan munculnya warna kuning kecoklatan pada sel endotel. Masing-masing preparat memperlihatkan warna yang cukup jelas. Intensitas warna kekuningan coklat yang diekspresikan oleh molekul adhesi warnanya lebih pekat ditunjukkan Gambar 26a; 26c; dan 26d. Jika dibandingkan dengan Gambar 26b yang tidak menunjukkan adanya molekul ICAM-1. Pada Gambar 26a, sebagai kontrol positif sel tanpa diberi ekstrak kurkuminoid tetapi dalam pewarnaan imunohistokimia perlakuannya sama seperti Gambar 26c dan 26d. Dalam pewarnaan 105

126 imunohistokimia, Gambar 26a 26c 26d masing-masing dereaksikan dengan antibodi primer dan anti bodi sekunder. Sedangkan pada preparat Gambar 26 b digunakan sebagai kontrol reagen tanpa diberi antibodi primer, tetapi hanya diinkubasikan dengan antibodi sekunder. Pada Gambar 26d, sel endotel yang dikultur dengan ion Cu 2+ sebelumnya telah dipra-inkubasikan dengan kurkuminoid ekstrak 8ppm. Hasil pewarnaan imunohistokimia terhadap preparat tersebut terjadi reduksi ekspresi ICAM-1, bila dibandingkan dengan preparat Gambar 26c yang diinkubasi dengan kurkuminoid ekstrak 2 ppm. Hal ini disebabkan ion Cu 2+ yang digunakan dalam percobaan dapat menginduksi oksidasi lipid pada membran sel endotel yang dikultur. Efek yang ditimbulkan pada proses oksidasi lipid oleh ion Cu 2+ adalah, sel akan mengekspresikan ICAM-1 ke permukaan. Namun demikian, efek ion Cu 2+ ini dapat dihambat oleh kurkuminoid ekstrak temu mangga 8 ppm dengan cara yang menghambat laju oksidasi lipid pada sel endotel sehingga ekspresi ICAM-1 berkurang. Ion Cu 2+ merupakan senyawa kimia yang dapat mengaktifkan sel radang, sehingga sel akan melepaskan sitokina yang dapat merangsang terbentuknya molekul adhesi ICAM-1 maupun VCAM-1. Antibodi anti ICAM -1 dapat bereaksi dengan molekul adhesi ICAM-1 yang diekspresikan oleh permukaan sel endotel yang dikultur. Sesuai pendapat yang dikemukan oleh Halliwell et al.(1992), berbagai logam berat dan logam transisi diketahui sebagai katalis radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul kecil yang dapat merusak dan mengoksidasi sel, sehingga sel menjadi tidak stabil yang mengakibatkan aktivitas sel jadi terganggu. Dalam kondisi patologis, keseimbangan normal antara produksi senyawa oksigen reaktif dengan kemampuan pertahanan antioksidan akan mengalami gangguan. Keadaan ini akan mengganggu rantai oksidasireduksi normal sehingga terjadi kerusakan oksidatf jaringan yang disebut sebagai stress oksidatif (Halliwell & Chirico1993). Dalam penelitian ini, molekul ICAM-1 terekspresi ke permukaan sel sebagai akibat pengaruh Cu 2+ yang mengoksidasi sel endotel sehingga ICAM-1 dapat terekspresikan. Garbacki et al. (2005) melakukan pewarnaan imunohistokimia terhadap jaringan paru-paru. Hasil yang diperoleh menunjukkan terekspresinya VCAM-1 106

127 dan ICAM-1 pada permukaan sel. Pewarnaan yang sama dilakukan sel endotel LT2 yang diinduksi dengan TNF-ά secara in vitro, ternyata molekul adhesi (ICAM-1) dapat dieksperesikan ke permukaan sel endotel. Sedangkan secara, in vivo proses aterosklerosis diawali dengan adanya gangguan fungsi endotel Hewan yang diberi pakan aterogenik, akan memicu terekspresinya molekul adhesi (VCAM-1) pada permukaan sel endotel dan merupakan tahap awal kejadian aterosklerosis. Sesuai pendapat yang dikemukan oleh Crowther (2005), peningkatan adhesi seluler berhubungan dengan adanya disfungsi endotel dan pada tahap selanjutnya terjadi pengambilan sel-sel radang, pelepasan sitokina dan pengambilan lipid yang pada akhir menjadi plak aterosklerosis. Hal yang sama terjadi pada kultur sel endotel yang diinkubasikan dengan LDL. Data yang diperoleh menunjukkan terekspresiknya molekul ICAM-1 berwarna kuning kecoklatan pada permukaan sel endotel. (Gambar 27). Molekul ICAM-1 yang terekspresikan memberikan warna yang cukup mencolok seperti pada Gambar 27a, 27c dan 27d. Ekspresi ICAM-1 yang sangat mencolok terlihat pada Gambar 27a, 27c dibandingkan dengan preparat pada Gambar 27b dan 27d. Namun tidak demikian dengan Gambar 27b sebagai kontrol reagen, molekul ICAM-1 tidak terekpresi kepermukaan sel endotel. Molekul adhesi yang terekpresi desebabkan adanya reaksi oksidasi LDL di dalam sel endotel yang dikultur. Oksidasi LDL ini memicu molekul adhesi terekpresikan ke permukaan sel endotel sehingga menarik monosit untuk menempel pada permukaan sel dan infiltrasi ke dalam intima. Pada Gambar 27d terlihat penurunan ekspresi ICAM-1 pada permukaan sel endotel dibandingkan Gambar 27c. Penurunan ekspresi ICAM-1 kemungkinan dipengaruhi dengan pemberian kurkuminoid 2 ppm dan 8 ppm sebelum sel diikubasikan dengan LDL. Kurkuminoid ekstrak 8 ppm yang diinkubasikan (27d) memperlihatkan reduksi/penurunan ekspresi ICAM-1, jika dibandingkan dengan preparat pada Gambar 27a (kontrol positif) tanpa kurkuminoid ekstrak. Pada Gambar 27c, preparat yang dipra-inkubasikan dengan kurkuminoid ekstrak 2 ppm, menunjukkan ekspresi ICAM-1 lebih dominan dari Gambar 27d. Namun demikian ekspresi ICAM-1 berkurang (Gambar 27 c) dibandingkan dengan kontrol positif (27a) tanpa diberi kurkuminoid ekdtrak temu mangga. 107

128 a b c d Gambar 27 Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia ICAM-1 sel endotel (SE) dengan LDL 200 µg, perbesaran160x: (a) SE + Ab 20 µg, (b) SE tanpa Ab, (c) SE + Ab 20 µg + ET 2 ppm, (d) SE + Ab 20 µg + ET 8 ppm (ET, ekstrak temu mangga). Terekspresinya ICAM-1 pada permukaan sel endotel tentu saja dapat terjadi. Molekul LDL sebagai inisiator yang dapat memicu munculnya molekul adhesi ke permukaan sel. Sesuai pendapat yang dikemukan oleh Packard dan Libby (2008), kolesterol terutama LDL merupakan agen yang dapat menstimuli senyawasenyawa radang kepermukaan sel sebagai lesi awal dari ateroskleroisi. Hal yang sama dikemukan oleh Hansson (2008) bahwa LDL yang menempel pada permukaan sel endotel dapat memicu sel memproduksi sitokina maupun radikal bebas. Molekul kimia yang diproduksi sel ini menandakan adanya reaksi peradangan sehingga molekul adhesi terekpresikan. Pewarnaan imunohistokimia memperkuat hasil penelitan yang diperoleh Reaksi antigen-antibodi (ag-ab 1 ) pada pewarnaan ini, menunjukan bahwa sel endotel yang dikultur dan diinduksi dengan ion Cu 2+, LDL dan LDL teroksidasi dapat mengekspresikan ICAM-1. Adanya biotinylated horse anti-mouse Ig G sebagai antibodi sekunder memperkuat ikatan ag-ab 1 secara enzimatis. Ikatan agab 1, menyebabkan molekul ICAM-1 tervisualisasikan setelah diberi substrat avidin biotin kompleks horseradish peroksidase dan diwarnai dengan DAB (Danskey et al. 2002, Ramos 2005). Pada kontrol reagen dalam penelitian ini, molekul ICAM-1 tidak tervisualisasikan meskipun telah diberi substrat avidin biotin kompleks horseradish peroksidase dan diwarnai dengan DAB 108

129 Molekul LDL yang teroksidasi merupakan salah satu penyebab terjadinya ateroskleroriss yang ditandai dengan pembentukan awal plak ateroma. Plak ateroma terbentuk sebagai akibat proses oksidasi yang terjadi di dalam tubuh. Kondisi ini mengakibatkan radikal bebas yang ada di dalam tubuh akan mengoksidasi lipid lebih lanjut menghasilkan produk oksidasi lipid seperti malonaldehid. Adanya kerusakan pada permukaan sel pembuluh darah akan mengakibatkan perubahan struktur sel dan aktivis sel menjadi tidak stabil. Apabila kondisi ini berjalan terus menerus maka akan menimbulkan pembentukan kumpulan sel membentuk sel busa. Sel busa yang terbentuk merupakan tahap awal terjadinya proses aterosklerosis. Gambar 28 memperlihatkan ekspresi molekul adhesi ICAM-1 dan pembentukan sel busa pada permukaan sel endotel yang diinduksi dengan LDL teroksidasi (LDL+ ion Cu 2+ ). Molekul ICAM-1 terekspresi dengan jelas dan terjadi pembentukan kumpulan sel sel busa. Kondisi diduga terjadi oksidasi LDL pada sel endotel yang dikultur (Gambar 278a, 28c dan 28d). Molekul LDL yang teroksidasi, kecuali merangsang teraktivasinya permukaan sel endotel, juga dapat merusak permukaan sel itu sendiri. Hasil uji terhadap kontrol positif (Gambar 28a), kultur sel endotel tanpa dipra-inkubasikan dengan kurkuminoid dan hasil yang diperoleh terlihat jelas adanya pembentukan sel-sel busa maupun ekspresi ICAM-, dibandingkan dengan kontrol reagen (28b). Pada kontrol reagen, ketika sel endotel dikultur tanpa ditambahkan kurkuminoid, dan ketika dilakukan pewarnaan imunohistokimia tanpa diinkubasikan dengan antibodi anti ICAM-1. Demikian juga hal yang sama terjadi pada perlakuan (Gambar 28c dan 28d), menunjukkan adanya kumpulan sel-sel busa disamping terekspresinya molekul ICAM-1, bila dibandingkan dengan kontrol reagen (Gambar 28c). Tidak adanya perbedaan yang terjadi pada Gambar 28a,28c dan 28d (kontrol positif dan perlakuan), mengindikasikan pada permukaan sel endotel yang dikultur akativitasnya meningkat. 109

130 a b c d Gambar 28 Gambaran mikroskopis pewarnaan imunohistokimia ICAM-1 sel endotel (SE), dengan 200µg LDL & 5µM Cu 2 +, perbesaran 160x: (a) SE + Ab20 µg, (b) SE tanpa Ab, (c) SE + Ab 20 µg + ET 2 ppm, (d) SE + Ab 20 µg + ET 8 ppm (ET: ekstrak temu mangga). Menurut pendapat yang dikemukan oleh Crowther (2005), sel busa merupakan metabolit aktif yang dapat mensekresikan berbagai sitokina dan mediator radang, dan pada akhirnya akan menyebabkan sel otot polos untuk berproliferasi sebagai akibat dari meningkatnya aktivitas sel. Dalam percobaan ini, molekul adhesi ICAM-1 dan kumpulan sel-sel busa nampak yang terbentuk sangat jelas. Semua ini terjadi setelah preparat sel endotel (sel line CPAE) direaksikan dengan antibodi anti ICAM-1, sehingga terbentuklah ikatan antigen antibodi (ag-ab). Terbentuknya reaksi ag-ab merupakan tanda awal ada gangguan pada permukaan sel yang dikultur. Antibodi primer (kit, anti- ICAM-1 antibody) yang digunakan berasal dari manusia bersifat monoklonal. Antara antigen dengan antibodi primer klop reaksinya karena epitop dari antibodi primer sesuai dengan paratop dari ICAM-1 antigen. Antibodi sekunder digunakan dalam pewarnaan imunohistokimia memperkuat ikatan antigen - antibodi secara enzimatis. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ramos (2005), bahwa biotinylated horse anti-mouse Ig G merupakan antibodi sekunder yang akan memperkuat ikatan antigen antibody secara enzimatis. Selanjunya dikatakan bahwa, reaksi warna ini semakin jelas setelah diberi substrat avidin biotin kompleks horseradish peroksidase dan diwarnai dengan DAB. 110

131 Molekul LDL yang diinkubasi pada sel endotel dapat mengoksidasi sel sehingga merangsang pembentukkan molekul adhesi. Menurut Hansson (2005) dan Libby (2002), molekul LDL teroksidasi sebagai akibat dari reaksi oksidasi maupun bereaksi secara enzimatis terhadap intima pembuluh darah sehingga akan terjadi pelepasan fosfolipid yang dapat mengaktifkan sel-sel endotel dalam mengekspresikan molekul adhesi. Sedangkan menurut Packard & Libby (2008), menyatakan bahwa LDL teroksidasi merupakan antigen yang akan merangsang permukaan sel sehingga terjadi radang. Peradangan ini akan menghasilkan sitokina maupun limfosit sel T, sehingga memproduksi molekul adhesi. Dalam percobaan ternyata LDL terakumulasi pada permukaan sel, yang merupakan penyebab utama terekspresinya molekul ICAM-1.Molekul ICAM-1 adalah imunoglobulin (Ig) seperti sel molekul adhesi yang diekspresikan oleh beberapa tipe sel yang melibatkan leukosit dan sel endotel pada perkembangan lesi aterosklerosis (Lawson & Wolf 2009). Adhesi leukosit pada sel dinding endotel merupakan mekanisme utama yang merespon pembentukan oksigen radikal bebas (ROS), dan pada akhirnya akan menghasilkan oksidan sitotoksik dan mediator peradangan yang mengaktifkan sistem komplemen. Dalam kondisi normal, sel leukosit bergerak bebas di sepanjang sel endotel. Selama iskemik dan peradangan, sel endotel akan memebebaskan berbagai mediator. Kondisi ini menyebabkan molekul adhesi leukosit muncul pada permukaan sel sehingga akan memobilisasi dan merangsang granula-granula leukosit. Oksidan yang dihasilkan dapat menyebabkan kerusakan jaringan sehingga terjadi radang (Caterina et al. 2000; Hoorn et al. 2003; Joris et al.1983) Sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Steinberg (1993), lesi aterosklerotik diawali oleh teroksidasinya LDL sehingga mengakibatkan endotel mengekspresikan perlekatan monosit dan menghasilkan monocyte chemotatic protein (MCP) dan macrophage colony stimulating factor (M-CSF). Induksi tersebut mengakibatkan monosit berubah menjadi makrofag dan menempel pada endotel. Selanjutnya makrofag akan memfagositose LDL teroksidasi, kemudian akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah membentuk sel busa dan berakhir dengan terbentuknya lesi awal yang dikenal sebagai lempeng kolesterol. 111

132 Dalam penelitian yang telah dilakukan, ekstrak kurkuminoid temu mangga (ET) yang ditambahkan ke dalam kultur pada sel lestari endotel (2 ppm dan 8 ppm) tidak dapat menahan reaksi oksidasi LDLterhadap sel, sehingga kerusakan pada sel lestari tetap terjadi. Pada Gambar 21-24, terlihat jelas bawa molekul VCAM-1 tidak terekspresikan walaupun telah direaksikan dengan antibodi primer dan divisualisasikan dengan DAB. Sedangkan molekul ICAM-1 (Gambar 25-28) terekpresikan pada permukaan sel setelah divisualisasikan dengan DAB. Pada Gambar 28 selain molekul ICAM-1 yang terbentuk, juga adanya kumpulan sel busa. Hal ini disebabkan oleh akumulasi LDL teroksidasi pada sel endotel yang dikultur. Akumulasi LDL teroksidasi ini akan ditangkap oleh reseptor scavenger dari makrofag sehingga terbentuk sel busa. Molekul LDL teroksidasi merupakan agen penyebab abnormalnya permukaan sel endotel, namun belum tentu merupakan penyebab awal terjadinya aterosklerosis. Molekul adhesi seperti VCAM-1 dapat terekspresi pada permukaan sel, tetapi tidak hanya dipengaruhi oleh LDL teroksidasi maupun ion ligam transisi, dan juga banyak faktor yang menentukan seperti faktor internal sel, lama waktu inkubasi, antigen yang dapat meninduksi ekspresi VCAM, jenis antibodi primer yang digunakan, maupun dosis efektif obat yang diberikan. Pada prinsipnya pewarnaan imunohistokimia merupakan suatu metode yang didasarkan atas reaksi antigen antibodi. Sel endotel (sel lestari CPAE) ditumbuhkan dalam medium pertumbuhan dan diinkubasi dengan LDL teroksidasi. Molekul adhesi dapat terekspresikan apabila sel lestari mengalami gangguan akibat pemberian LDL oksidasi. Antibodi primer yang digunakan adalah monoclonal anti VCAM-1 dan monoclonal antibody Human ICAM-1 (CD54). Biotinylated horse anti-mouse Ig G digunakan sebagai antibodi sekunder. Antibodi skunder memperkuat ikatan antigen (molekul adhesi yang muncul ke permukaan sel) dengan antibodi primer secara enzimatis, sehingga apabila molekul ini diberi substrat avidin biotin kompleks horseradish peroksidase akan tervisualisasikan dengan jelas. Slide preparat diwarnai dengan larutan 3,3- diaminobenzidin tetrahydro chloride (DAB). 112

133 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dapat di tarik beberapa simpulan sebagai berikut: Dalam percobaan ini, molekul VCAM-1 tidak terekspresikan, sedangkan ICAM-1 dapat terekspresikan ke permukaan sel endotel. Kurkuminoid ekstrak temu mangga 8 ppm mampu menekan efek ion Cu +2, LDl dan LDL teroksidasi pada permukaan sel endotel. Selain itu kurkuminoid 8 ppm mampu mereduksi ekspresi molekul ICAM-1. Secara in vitro, efek ion logam transisi Cu 2+ dan LDL teroksidasi dapat meningkatkan gangguan permukaan pada sel endotel sehingga terbentuk sel-sel busa dan terekspresinya ICAM-1. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengkaji mekanisme kerja kurkuminoid ekstrak temu mangga dalam menekan ekpresi molekul adhesi (ICAM-1, VCAM-1) secara in vitro. Selain itu, diperlukan orientasi konsentrasi antibodi primer maupun konsentrasi kurkuminoid ekstrak temu mangga yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA Caterina DR, Liao JK, Libby P Fatty acid modulation of endothelial activation. [23 maret 2001]. Crawther MA Pathogenesis of atherosclerosis. The American Society of hematology, Danskey HM, Barlow CB, Lominska C, Sikes JL, Kao C, Weinsaft J, Cybulsky MI, Smith JD Adhesion of monocyte to arterial endothelium and initiation of atherosclerosis are critically dependent on vascular cell adhesion molecule-1 gene dosage. Arterioscler Thromb Vasc Biol 21:

134 Garbacki N, Kinet M, Nusgens B, Desmecht D, Darr J Proanthocyanidins from Ribes nigrum leaves, reduce endothelial adhesion molecule ICAM-1 and VCAM-1. [9 Juni 2006]. Hansson GK Inflamation, atherosclerosis and coronary atery disease. Atheroscler Thromb Vasc Biol. 352: Hansson GK Atherosclerosis-an immune disease: the Atnitschove lecture Atheroscler, 202(1):2:10. Halliwell B, Chirco S Lipid peroxidation: its mechanisms, measurement and significance. Am. J. Clin. Nutr. 57: 715S-715S. Halliwell B, Gutteridge JMC, Cross CE Free radicals, antioxidants and human disease. J. Lab Clin Med. 119(6): Hoorn van DE, Norren vk, Boelens PG, Nijveldt RJ, Leeuwen van PAM Biological activities of flavonoids. Sci & Med 9(3): Inoue K, Kobayashi M, Yano K, Miura M, Izumi A, Mataki C, Doi T, Hamakubo T, Reid PC, Hume DA, Yoshida M, Aird WC, Kodama T, and Minami T Histon deacetylase inhibitor reduce monocyte adheresion to endothelium through the suppression of vascular cell adhesion molecule-1 expression. Ateriolscler, Thrombosis, and vascular biology. 26:2652. Joris IT, Zand T, Nunnari TJJ, Krolokowski FJ, Majno G Studies on the pathogenesis of atherosclerosis. I. adhesion of mononuclear cells in the aorta of hypercholesterolemic rats. Ams J. Pathol.113: Lawson C & Wolf S ICAM-i signalling in endothel cells. Pharmacology Reports. 61: Keaney JF et al Vitamin E and vascular homeostasis: implication for atherosclerosis. Faseb J. 13: Li H, Cybulsky MI, Gimbrone MA, Libby P An atherogenic diet rapidly induces VCAM-1, a ytokine-regulatable mononuclear leukocyte adhesion molecule, in rabbit aortic endothelium. Arterioscler Thromb.: 13(2): Libby P, Ridker PM Inflammation and atherothrombosis: from population biology and bench research to clinal practice. J Am Coll Cardiol 2006; 48:A33-46 Libby P Inflamation in atherosclerosis. Nature 42: Linton NF & Fazio Macrophage, inflammation, and atherosclerosis. Int.J. obesity. 27,

135 Packard RS and Libby P Inflammation in Atherosclerosis: from Vascular Biology to Biomarker Discovery and risk prediction. Clin. Chem. 54:1 : Ramos-Vara JA Tecnical respect of Immunohistochemistry. Vet Pathol. 42: Robertson AKL and Hansson GK T Cells in Atherosclerosis. For Better or Worse. Atherioscler throm Vasc Biol; 26: Sadikin M, Pelacakan dampak radikal bebas terhadap makromolekul. Dalam Kumpulan Pelatihan: Radikal bebas dan antioksidan dalam kesehatan. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. Silverman MD, Zamora DO, Pan Y, Texeira PV, Planck SR, Rosenbaum JT Cell Adhesion molecule expression in cultured human iris endothelial cells. [ 9 Juni 2006]. Steinberg D Vitamin E for a healthy heart. New Eng. J. Med. 31:

136 PRODUKSI PROTEOGLIKAN SEL OTOT POLOS PADA PEMBERIAN KURKUMINOID EKSTRAK TEMU MANGGA Latar belakang Proteoglikan (PG) merupakan makromolekul matrik ekstraseluler terdiri atas protein rantai glikosaminoglikan (GAG), dihubungkan oleh oligosakarida yang tersusun atas silosa-galaktosa-galaktosa. Proteoglikan yang terdapat pada pembuluh darah secara normal disintesis oleh sel otot polos. Sedangkan proses degradasi PG melibatkan endoglukonase, eksoglukodase, sulfatase dan protease. Proses katabolisme PG intraseluler terjadi di dalam lisosom, sedangkan katabolisme untuk heparin dilakukan di hati (Poole 1988). Proteoglikan berperan dalam membentuk matrik ekstraseluler, menghubungkan dan komunikasi sel-sel, tempat masuknya beberapa virus ke dalam sel. PG dapat sebagai reservoir faktorfaktor pertumbuhan dan pada beberapa kasus dapat mengatur faktor pertumbuhan seperti fibroblas. Melalui fungsinya sebagai protein, PG juga terlibat dalam pengaturan metabolisme lipid dan mengikat monosit pada matrik sub endotel (Mounkes et al. 1998). Biointesis proteoglikan berlangsung di dalam retikulum endoplasmik dan disempurnakan di dalam golgi. Pengaturan biosintesis melibatkan beberapa molekul penting baik berupa hormon, seperti hidrokortison, testosteron, follicle stimulation hormone(fsh) maupun growth factor seperti PDGF, insulin-like growth factor II, pituitary-derived fibroblast growth factor. Setiap jenis dari masing-masing sel mempunyai fungsi yang berbeda, seperti prostaglandin E1 dan E2, pada beberapa sel granulosa menstimuli sintesis proteoglikan tetapi pada sel sel kondroisit bersifat menghambat sintesis proteoglikan (Poole 1988). Total proteoglikan pada penderita aterosklerosis produksinya lebih rendah dari keadaan normal (Edward & Wagner 1988). Jumlah chondroitin sulfat PG (CS-PG) lebih sedikit dari dermatan sulfat PG (DS-PG). Perubahan ini sebagai akibat adanya peningkatan degradasi protein inti dan glikosaminoglikan (GAG). Kaadaan ini dapat menimbulkan gangguan terhadap integritas struktural matrik, sehingga dapat meningkatkan permebialitas terhadap lipoprotein plasma dan gangguan ketahanan jaringan terhadap daya tekan. Penurunan heparan sulfat PG (HS-PG) yang diikuti peningkatan kondroitin sulfat PG (CS-PG) dan dermatan 116

137 sulfat PG (DS-PG) dapat terjadi pada PG arteri manusia selama kembangnya aterosklerosis. (Key et al. 2002; Kunjathoor et al. 2002). Kondroitin sulfat (CS) berperan dalam permebialitas arteri, pertukaran ion. Serta transport dan penimbunan bahan-bahan plasma seperti LDL. Dermatan sulfat (DS) berperan dalam pengaturan fibrilogenesis kolagen dan secara ionic berikatan dengan LDL. Heparan sulfat (HS), terdapat pada membran dan permukaan sel mempunyai urutan oligosakarida mempunyai fungsi khusus seperti: efek antiproliferatif terhadap sel otot polos, berikatan dengan fibroblast growth factor (FGF), berikatan dengan lipoprotein lipase, dan berkatan dengan antitrombin III. Pada kondisi aterosklerosis, PG mengalami perubahan komposisi, konsentrasi, morfologi, dan sifatnya sehingga mengganggu peranan dari proteoglikan (Edward & Wagner 1988; Hurt-Camejo et al. 1997; Stary et al. 1995; Wagner 1985). Beberapa peneliti melaporkan, bahwa C 6 S-PG dan DS-PG yang disekresikan oleh sel-sel otot polos dan berproliferasi pada bagian intima pembuluh arteri, memiliki afinitas yang tinggi terhadap apo B 100. Interaksi LDL- PG tersebut meningkatkan kemampuan LDL untuk beroksidasi dengan cara menginduksi modifikasi struktural (terutama apo B-100) dan meningkatkan waktu tinggalnya di dalam dinding arteri. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya modifikasi hidrolitik dan oksidatif lebih lanjut. Proses penahanan dan oksidasi LDL ini akan meningkatkan pengambilan LDL oleh makrofag karena interaksi LDL teroksidasi-gag meningkatkan afinitas lipoprotein dengan membran sel. Hal ini menyebabkan terjadinya pembentukan sel-sel busa pada makrofag (Hurt & Camejo 1987; Hurt-Camejo et al. 1992; Hurt-Camejo et al. 1997). Kaplan & Aviram (2001) mengemukakan hasil penelitiannya, selain sel-sel busa yang berasal dari makrofag, pada lesi aterosklerosis juga ditemukan sel-sel busa yang berasal dari sel otot polos. Sedangkan Vijayagopal & Glancy (1996); Kaplan & Aviram (2001); dan Racley (2006) menyatakan, bahwa kompleks PGlipoprotein pada sel otot polos, dirangsang oleh makrofag tanpa melalui reseptor (baik reseptor scavenger maupun B/E) melainkan kontak langsung antar sel. Pengaturan umpan balik pada sel otot polos tidak terjadi, sehingga menyebabkan 117

138 proses pengambilan kompleks tersebut berlangsung terus, sehingga menimbulkan akumulasi kolesterol ester yang pada akhirnya terbentuklah sel busa. Percobaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang potensi kurkuminoid ekstrak temu mangga dalam mencegah pelepasan proteoglikan secara in vitro. Bahan dan alat percobaan yang digunakan: lima belas ekor tikus putih berumur 2-3 minggu, diperoleh dari PSSP LPM-IPB, DMEM, fetal serum albumin (FBS), fosfat bufer salin (PBS), 3.3-diaminobenzidin tetrahidro kloride, guadinin HCl, penisilin, streptomisin, nikostatin, asam glukoronat, sodium asetat, disodium EDTA, aminohrxanoic acid, tryptamin HCl. Alat yang digunakan: laminar flow, inkubator CO2, mikroskop, flask kultur, mikro pipet, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan alat gelas lainnya. Metode penelitian, arteri dibuka memanjang secara hati-hati dan diiris menjadi kecil-kecil (3-5 mm), ditempatkan dalam plate 100 mm yang telah berisi DMEM (10% FBS dan antibiotik). Kultur ditempatkan pada inkubator CO 2 pada suhu 37 0 C. Sel mulai tumbuh setelah kultur berumur satu minggu. Minggu kedua, volume media ditingkatkan karena terjadi penambahan jumlah sel. Medium diganti dua kali seminggu sampai sel konfluen. Kultur sel otot polos (komfluen) ditempatkan pada flask pertumbuhan yang mengandung FBS lalu di tripsinisasi, untuk dibekukan. Sel otot polos dapat digunakan pada pasase 3 sampai 7 dan dalam penelitian ini kultur sel digunakan pada pasase 6 (Leik et al. 2004). Prosedur Penelitian, Sebanyak 2x10 3 sel otot polos pada pasase ke 6 dikultur dan diinkubasikan ke dalam medium DMEM pada suhu 37 0 C selama 24 jam. Kultur ditambahkan 10% FBS (v/v) dan 0,05% etanol dengan atau tanpa penambahan kurkuminoid ekstrak temu mangga (2 ppm/ml dan 8 ppm/ml). Kontrol dibuat tanpa menambahkan ekstrak temumangga. Setelah 24 jam, sel dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali lalu diberi 200 μg/ml fraksi LDL dan diinkubasi pada suhu 37 0 C selama 72 jam sambil diamati setiap 24 jam. Setelah 72 jam, sel konfluen dan dapat dipanen. Konsentrasi proteoglikan ditentukan dengan mengukur asam heksarunat DENGAN menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). 118

139 Analisis Proteoglikan, kultur sel otot polos yang konfluen dalam medium kultur dipanen pada pasase 6 dan dipisahkan dari medium (ditampung) dengan menggunakan kertas saring Whatman. Sel diekstraksi dengan 4,0 M GdnHCl di dalam Na Asetat ph 4,5 (15 ml/g berat sel dalam kultur) yang mengandung disodium EDTA, 0,1 M-aminohexanoic acid dan 5 mm tryptamin HCl. Selanjutnya, ekstrak disaring dengan kertas Whatman, lalu dibilas dengan 4,0 M GdnHCl dan bilasan ini ditambahkan ke dalam ekstrak. Proteoglikan diukur sebagai asam heksarunat dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (Dionex SA, viosinesle Bretonneeux, Yvelines, Frances) kolom AS 11 dengan asam glukoronat sebagai standar (Lefever et al. 2004). Bentuk monolayer kultur sel otot polos tikus (Gambar 28). Sel terlihat tumbuh dengan baik dalam medium kultur pertumbuhan DMEM. Sel-sel otot polos dalam percobaan ini diduga berasal dari lapisan media pembuluh darah yang bermigrasi dan berproliferasi ke dalam intima. Secara normal maupun keadaan abnormal, sel otot polos dapat memproduksi proteoglikan. Jumlah proteoglikan yang dihasilkan cukup baik susunannya, namun keberhasilan ini tergantung beberapa faktor pertumbuhan maupun gangguan yang ada ketika melakukan kultur sel. Gambar 29 Monolayer sel otot polos arteri koronaria tikus putih (perbesaran 160x) ). Sel otot polos diisolasi dari arteri koronaria tikus berumur 2-3 minggu, dengan cara membuka rongga dada, aorta dipotong dan ditampung dalam tabung berisi PBS (penisilin200 μ/ml, streptomisin 200 ug/ml & 50 U/ml nycostatin). Sel konfluen, dieliminasi dengan cara mengganti medium tanpa diberi FBS dan diinkubasi kembali selama 24 jam. Menurut St Clair et al. (1995) di dalam media pertumbuhan untuk arteri normal mamalia, ternyata hanya dijumpai sel otot polos, dan sel-sel otot polos 119

Kenaikan konsentrasi kolesterol dalam darah merupakan salah satu dari banyak faktor risiko terjadinya PJK. Faktor risiko atau atherogenic factor

Kenaikan konsentrasi kolesterol dalam darah merupakan salah satu dari banyak faktor risiko terjadinya PJK. Faktor risiko atau atherogenic factor PENDAHULUAN Penyakit jantung sampai saat ini masih merupakan penyakit yang banyak diderita manusia dan menyebabkan kematian di dunia yang cukup tinggi, termasuk di Indonesia. Salah satu penyakit jantung

Lebih terperinci

Temu mangga (Curcuma mango)

Temu mangga (Curcuma mango) PEMBAHASAN UMUM Pada manusia, kolesterol umumnya dikaitkan dengan aterosklerosis yang dapat meningkatkan kejadian penyakit jantung koroner (PJK). Menurut Bush et al. (1987), faktor risiko dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anti Aging Medicine (AAM) adalah ilmu yang berupaya memperlambat proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang akan terjadi pada

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid, ditandai oleh peningkatan dan/atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang dijumpai yaitu peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit dengan angka kematian terbesar di dunia. WHO mencatat hingga tahun 2008 sebanyak 17,3 juta orang telah meninggal akibat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Temu mangga (Curcuma mangga)

TINJAUAN PUSTAKA. Temu mangga (Curcuma mangga) TINJAUAN PUSTAKA Temu mangga (Curcuma mangga) Saat ini banyak dikembangkan produk obat herbal, yang secara alami banyak tumbuh di Indonesia. Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang penting untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia dibandingkan dengan jabatan, kekuasaan ataupun kekayaan. Tanpa kesehatan yang optimal, semuanya akan menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem yang tumbuh di daerah Asia, dan Afrika bagian timur, Pasific. Di Indonesia sendiri, Buah pinang banyak terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap tahun, dimana

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada masyarakat modern dewasa ini, penyakit jantung koroner merupakan salah satu dari masalah kesehatan yang paling banyak mendapat perhatian serius. Hal ini dikarenakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat zaman modern ini, setiap individu sibuk dengan kegiatan masingmasing, sehingga cenderung kurang memperhatikan pola makan. Gaya hidup sedentari cenderung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma (Anwar, 2004). Banyak penelitian hingga saat

Lebih terperinci

2015 PROFIL LIPID MENCIT HIPERLIPIDEMIA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK

2015 PROFIL LIPID MENCIT HIPERLIPIDEMIA SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat beberapa tahun terakhir ini menyebabkan masyarakat harus bergerak cepat khususnya di daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pesatnya kemajuan teknologi telah banyak membawa perubahan pada pola hidup masyarakat secara global termasuk dalam hal pola makan. Seiring dengan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari pengolahan makanan dengan cara penggorengan. Minyak kelapa sawit merupakan jenis minyak utama yang digunakan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di seluruh dunia termasuk Indonesia kecenderungan penyakit mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya globalisasi dan

Lebih terperinci

Kolesterol selain diperoleh dari makanan, juga diproduksi di hati dari lemak jenuh. Jadi, penurunan kadar kolesterol serum dapat dicapai dengan

Kolesterol selain diperoleh dari makanan, juga diproduksi di hati dari lemak jenuh. Jadi, penurunan kadar kolesterol serum dapat dicapai dengan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dewasa ini, membuat masyarakat terbiasa dengan segala sesuatu yang serba instant, terutama dalam hal makanan. Hal ini terlukiskan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. darah, mereduksi kadar kolesterol, trigliserida, gula darah, menyeimbangkan

BAB 6 PEMBAHASAN. darah, mereduksi kadar kolesterol, trigliserida, gula darah, menyeimbangkan BAB 6 PEMBAHASAN Pare (Momordica charantia) mempunyai efek menurunkan kadar gula darah, mereduksi kadar kolesterol, trigliserida, gula darah, menyeimbangkan kadar glukosa, sebagai anti inflamasi dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan ini menyebabkan peningkatan kadar total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan sekumpulan penyakit jantung dan pembuluh darah arteri pada jantung, otak, dan jaringan perifer. Penyakit ini terdiri dari

Lebih terperinci

RINGKASAN. melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan

RINGKASAN. melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan 95 RINGKASAN Aterosklerosis merupakan penyebab kematian utama di negara berkembang dan melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan berbagai tipe sel yang saling berpengaruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kolesterol, dan disertai proliferasi miosit. Hal tersebut dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kolesterol, dan disertai proliferasi miosit. Hal tersebut dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aterosklerosis adalah suatu respon akibat peradangan pada pembuluh darah yang bersifat progresif dan ditandai dengan deposit masa kolagen, lemak, kolesterol, dan disertai

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 mengumumkan 4 penyakit tidak menular (PTM) termasuk penyakit kardiovaskular (48%), kanker (21%), pernapasan kronis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Metabolik adalah sekumpulan gangguan metabolik dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Makanan mengandung banyak lemak dan kolesterol tinggi yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan penumpukan zat-zat tersebut dalam tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha pemerintah dan pihak swasta untuk meningkatkan keadaan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Usaha pemerintah dan pihak swasta untuk meningkatkan keadaan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Usaha pemerintah dan pihak swasta untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah banyak dilakukan. Perkembangan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Broiler merupakan ternak yang dapat menghasilkan daging dalam waktu singkat serta dapat mengkonversi ransum yang dikonsumsi untuk memproduksi satu kilogram bobot

Lebih terperinci

Asbtract. Key words: Currcuminoid, Oxidation LDL, Macrophage

Asbtract. Key words: Currcuminoid, Oxidation LDL, Macrophage KEMAMPUAN CURCUMINOID EKSTRAK TEMU MANGGA DALAM MENGHAMBAT PROSES OKSIDASI LIPOPROTEIN DENSITAS RENDAH (LDL) OLEH SEL MAKROFAG (The Ability of Curcuminoid Temu Mango Extract to Inhibit the Oxidation Process

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Penyebabnya adalah terjadinya hambatan aliran darah pada arteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) sampai saat ini masih menjadi suatu masalah, baik di negara maju maupun negara berkembang dan merupakan penyebab kematian nomor satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup masyarakat saat ini cenderung memiliki kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurang aktivitas fisik, kurang olah raga, kebiasaan merokok dan pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001 serta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, telah terjadi transisi epidemiologi

Lebih terperinci

PERBAIKAN KADAR LIPID DARAH PADA MENCIT

PERBAIKAN KADAR LIPID DARAH PADA MENCIT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu dampak negatif dari perkembangan zaman yang begitu pesat saat ini adalah adanya pergeseran pola makan, dari pola makan yang seimbang dan alami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Pengertian lipid Lipid adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa organik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Definisi penyakit Faktor risiko Mekanisme aterosklerosis.

PENDAHULUAN Latar Belakang Definisi penyakit Faktor risiko Mekanisme aterosklerosis. PENDAHULUAN Latar Belakang Definisi penyakit. Aterosklerosis merupakan penyakit pengerasan dan penyempitan arteri akibat timbunan lemak yang progresif disertai peradangan (Ross 1999b). Berdasarkan studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat perkotaan banyak mengalami perubahan di era globalisasi ini, terutama dalam pola konsumsi makanan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah gangguan metabolisme lipoprotein, termasuk produksi lipoprotein berlebih maupun defisiensi lipoprotein. Dislipidemia bermanifestasi klinis sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolesterol terbentuk secara alamiah. Dari segi ilmu kimia, kolesterol merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan oleh tubuh bermacammacam fungsi, lain untuk membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian ke-11. Pada 1986 kondisi naik menjadi peringkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lemak plasma. Beberapa kelainan fraksi lemak yang utama adalah

Lebih terperinci

ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT

ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT ANTIHIPERLIPIDEMIA YENI FARIDA S.FARM., M.SC., APT Pendahuluan Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid merupakan lipid utama di tubuh Trigliserida didistribusikan ke dalam otot sebagai sumber energi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsentrasi kolesterol Konsentrasi kolesterol plasma masing-masing kelompok (KP 1, KP II, KP 111 dan KP IV) dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Menurut Badan Kesehatan Dunia, 60 % dari seluruh penyebab kematian akibat penyakit jantung adalah

Lebih terperinci

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari

BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID. yang disebut arteri karotid kanan. Arteri karotid kanan merupakan cabang dari BAB 2 KALSIFIKASI ARTERI KAROTID Arteri karotid merupakan bagian dari sistem sirkulasi darah yang terdapat pada ke dua sisi leher yaitu sisi kiri yang disebut arteri karotid kiri dan sisi kanan yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Senyawa sulfida merupakan senyawa yang banyak jumlahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latihan fisik secara teratur memberikan banyak manfaat bagi kesehatan termasuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan penyakit diabetes (Senturk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol terdapat dalam jaringan dan dalam plasma baik sebagai kolesterol bebas atau dikombinasikan dengan asam lemak rantai panjang seperti cholesteryl ester. Kolesterol

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama digunakan di dunia. Parasetamol merupakan obat yang efektif, sederhana dan dianggap paling aman sebagai

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN PEROKSIDASI LIPID SEL KHAMIR Candida sp. Y390 OLEH EKSTRAK DAGING BUAH SALAK BONGKOK (Salacca edulis Reinw.

PENGHAMBATAN PEROKSIDASI LIPID SEL KHAMIR Candida sp. Y390 OLEH EKSTRAK DAGING BUAH SALAK BONGKOK (Salacca edulis Reinw. PENGHAMBATAN PEROKSIDASI LIPID SEL KHAMIR Candida sp. Y390 OLEH EKSTRAK DAGING BUAH SALAK BONGKOK (Salacca edulis Reinw.) DEDE FALAHUDIN PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi

I PENDAHULUAN. banyak peternakan yang mengembangkan budidaya puyuh dalam pemenuhan produksi 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging puyuh merupakan produk yang sedang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun populasinya belum terlalu besar, akan tetapi banyak peternakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) sudah menjadi masalah kesehatan yang cukup serius di negara maju. Di Amerika Serikat (USA) dan negara-negara Eropa, 33,3% -50% kematian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pengaruh pemberian berbagai level tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah pada domba Padjadjaran jantan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh BAB 1 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh adanya hiperglikemia akibat defisiensi sekresi hormon insulin, kurangnya respon tubuh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak yang seimbang adalah satu banding satu antara asupan lemak jenuh

BAB I PENDAHULUAN. lemak yang seimbang adalah satu banding satu antara asupan lemak jenuh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebiasaan masyarakat Indonesia mengkonsumsi makanan berbahan santan dan daging, membuat asupan lemak jenuh mereka lebih tinggi. Ratio asupan lemak yang seimbang adalah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan cairan yang terdapat didalam tubuh manusia yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan cairan yang terdapat didalam tubuh manusia yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1 Pengertian umum darah Darah merupakan cairan yang terdapat didalam tubuh manusia yang diproduksi disumsum tulang dan nodus limpa berfungsi mengirimkan zat-zat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan di dalam tubuh untuk memperbaiki diri secara perlahan-lahan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan di dalam tubuh untuk memperbaiki diri secara perlahan-lahan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) Menjadi tua (menua) merupakan suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan di dalam tubuh untuk memperbaiki diri secara perlahan-lahan dan mempertahankan

Lebih terperinci

LIPOPROTEIN. Ana Andriana, S.Si Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran - UNIZAR. Ana Andriana 1

LIPOPROTEIN. Ana Andriana, S.Si Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran - UNIZAR. Ana Andriana 1 LIPOPROTEIN Ana Andriana, S.Si Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran - UNIZAR Ana Andriana 1 PENDAHULUAN Lipoprotein menjadi alat transport Trigliserida dan kolesterol diantara organ dan jaringan. Gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN Richard Ezra Putra, 2010. Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II: Fen Tih,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR ABSTRAK EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR Theresia Vania S S, 2015, Pembimbing I : Lusiana Darsono, dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada sistem peredaran darah. Penyakit ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas ialah atom atau gugus yang memiliki satu atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas ialah atom atau gugus yang memiliki satu atau lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas ialah atom atau gugus yang memiliki satu atau lebih elektron tak berpasangan. Pembentukan radikal bebas dalam tubuh akan menyebabkan reaksi berantai dan

Lebih terperinci

ABSTRAK... 1 ABSTRACT

ABSTRAK... 1 ABSTRACT DAFTAR ISI ABSTRAK... 1 ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR SINGKATAN... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah sebuah gangguan metabolisme lipoprotein yang ditunjunkkan dengan adanya peningkatan kolesterol total, low-density lipoprotein (LDL) kolesterol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2014). Penyakit metabolik dan degeneratif saat ini tidak hanya menyerang usia lanjut,

BAB I PENDAHULUAN. 2014). Penyakit metabolik dan degeneratif saat ini tidak hanya menyerang usia lanjut, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola penyakit penyebab kematian dan kesakitan pada masyarakat saat ini telah mengalami pergeseran yaitu dari penyakit infeksi (penyakit menular) menjadi penyakit metabolik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat, angka kematian akibat penyakit kardiovaskular di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diprediksi akan terus meningkat di masa yang akan datang terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. diprediksi akan terus meningkat di masa yang akan datang terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, populasi lanjut usia terus mengalami peningkatan, dan diprediksi akan terus meningkat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang. Pertambahan

Lebih terperinci

1.1 Pengertian 1.2 Etiologi dan Faktor Resiko 1.3 Patofisiologi Jalur transport lipid dan tempat kerja obat

1.1 Pengertian 1.2 Etiologi dan Faktor Resiko 1.3 Patofisiologi Jalur transport lipid dan tempat kerja obat 1.1 Pengertian Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah (dislipidemia) yaitu kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dl. Hiperkolesterolemia berhubungan erat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan atau tanpa bahan tambahan (PP no 19, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. dengan atau tanpa bahan tambahan (PP no 19, 2003). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia dan prevalensinya akan terus bertambah hingga mencapai 21,3 juta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Penyakit Jantung Koroner ( PJK ) Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan / penghambatan pembuluh darah arteri yang mengalirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Temulawak termasuk salah satu jenis tumbuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Asia Tenggara. Temulawak sudah lama dimanfaatkan oleh mereka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hiperlipidemia merupakan keadaan yang terjadi akibat kadar kolesterol dan/atau trigliserida meningkat melebihi batas normal (Price & Wilson, 2006). Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN REBUSAN DAUN AFRIKA(

EFEK PEMBERIAN REBUSAN DAUN AFRIKA( ABSTRAK EFEK PEMBERIAN REBUSAN DAUN AFRIKA(Vernonia amygdalina Del), TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR YANG DI INDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK Elton Fredy Kalvari, 2015 ;Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asupan lemak yang dianjurkan adalah sebanyak 30% dari total kalori yang dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua aspek yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan pola hidup serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, penyakit jantung menjadi penyakit pembunuh

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini, penyakit jantung menjadi penyakit pembunuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, penyakit jantung menjadi penyakit pembunuh nomor satu di dunia (WHO, 2009). Hal tersebut tidak hanya semata-mata akibat usia lanjut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kolesterol tidak hanya menjadi masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Kolesterol merupakan salah satu penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai oleh peningkatan atau penurunan fraksi lemak dalam plasma. Kelainan fraksi lemak yang utama adalah kenaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena terganggunya sekresi hormon insulin, kerja hormon insulin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Perubahan yang berhubungan dengan kesehatan manusia dapat terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Perubahan yang berhubungan dengan kesehatan manusia dapat terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan era globalisasi yang terjadi saat ini membawa perubahan-perubahan dalam kehidupan. Perubahan tersebut terjadi karena derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab penuaan dini adalah merokok. Dimana asap rokok mengandung komponen yang menyebabkan radikal bebas. Radikal bebas dalam jumlah banyak akan menimbulkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelainan endokrin yang sekarang banyak dijumpai (Adeghate, et al., 2006). Setiap tahun jumlah penderita DM semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup dengan memilih makan yang siap saji menjadi pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi. Masyarakat kita, umumnya diperkotaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hiperlipidemia merupakan penyakit yang banyak terjadi saat ini. Ada hubungan erat antara hiperlipidemia dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner. Berdasarkan

Lebih terperinci

Tips kesehatan, berikut ini 7 makanan yang menurunkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh anda :

Tips kesehatan, berikut ini 7 makanan yang menurunkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh anda : Tips Alami Turunkan Kolestrol Dengan Cepat Sahabat, tips kesehatan. Dalam keadaan normal atau stabil, kolesterol memang memiliki beberapa fungsi penting dalam tubuh manusia. Beberapa fungsi kolesterol

Lebih terperinci