BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paling banyak digunakan adalah sistem kompresi uap. Secara garis besar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paling banyak digunakan adalah sistem kompresi uap. Secara garis besar"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Mesin Pendingin Mesin pendingin adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang paling banyak digunakan adalah sistem kompresi uap. Secara garis besar komponen sistem pendingin siklus kompresi uap terdiri dari: Kompressor Tugas kompressor adalah mengangkat refrigeran dari evaporator, mengkompres, dan mendorongnya ke kondensor. Kompressor ini harus menjaga tekanan evaporator tetap rendah agar refrigerant bisa menguap dan tekanan kondensor tetap. Untuk melakukan tugas ini kepada kompressor kita berikan energi listrik yang akan diubahnya menjadi mekanik untuk melakukan kompresi. Bisa dikatakan, kompresor adalah bagian utama dari suatu SKU. Jika dibandingkan, harga kompresor mencakup 30-40% dari total harga satu unit SKU. Di pasaran tersedia banyak jenis kompressor yang umum digunakan pada SKU. Masing-masing tentunya akan memiliki kelebihan dan kelemahan. Bagaimana memilih kompressor yang sesuai tergantung kepada spesifikasi yang diinginkan. Berdasarkan prinsip kerjanya secara umum kompressor dapat diklassifikasikan atas dua jenis, yaitu: tipe perpindahan positif (positive displacement) dan Roto-dynamic. Masing-masing bagian ini masih dapat dibagi

2 lagi. Untuk lebih jelas pembagian ini ditampilkan dalam bentuk diagram pada Gambar 2.1. Prinsip kerja kompressor jenis positive displacement, secara ringkas, adalah sebagai berikut: uap refigeran dari evaporator dihisap dan dijebak pada suatu ruang tertentu, kemudian ditekan hingga tekanannya melebih tekanan kondensor dan kemudian dilepas ke kondensor. Setelah langkah ini selesai, maka proses akan diulang lagi. Sebenarnya jika melihat proses ini, aliran fluida pada kompressor ini tidaklah kontinu tetapi terputus-putus. Tetapi karena frekuensi terputusnya sangat tinggi, aliran akan kelihatan tidak terputus atau kontinu. Sementara pada kompressor type roto-dynamic tekanan refigeran dihasilkan dengan mengubah energi kinetik dengan menggunakan elemen yang berotasi. Oleh karena ini, aliran fluida pada kompressor tipe ini termasuk kontinu Kondensor Kondensor adalah APK (Alat Penukar Kalor) yang berfungsi mengubah fasa refrigeran dari kondisi superheat menjadi cair, bahkan kadang sampai kondisi subcooled. Untuk mengingatkan kembali, ingat lagi diagram Ph, tugas dari kondensor adalah mengantar refrigeran dari titik 2 (setelah melalui kompressor) sampai ke titik 3 (sebelum masuk ke katup expansi). Proses ini adalah proses membuang panas pada tempertur kondensasi, yang diasumsikan konstan. Medium pendingin yang biasa digunakan untuk melakukan tugas ini adalah udara lingkungan, air, atau gabungan keduanya. Masing-masing medium ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pembagian kondensor berdasarkan medium yang digunakan dapat dibagi atas 3 bagian, yaitu: (1) Kondensor

3 berpendingin udara, (2) Kondensor berpendingin air, dan (3) Kondensor berpendingin gabungan (Evaporative Condenser). Jika medium yang digunakan adalah udara, kelebihannya adalah tidak diperlukan pipa untuk mengalirkannya dan tidak perlu repot untuk membuangnya karena setelah menyerap panas bisa langsung dilepas ke udara lingkungan. Kelemahannya, udara tidak mempunyai sifat membawa dan menghantar panas yang baik. Oleh karena itu diperlukan usaha yang lebih untuk mengalirkan lebih banyak udara. Bisa dipastikan kondensor dengan medium pendingin udara umumnya digunakan pada siklus refrigerasi dengan kapasitas pendinginan yang kecil. Sementara jika medium pendigin yang digunakan adalah air, kelebihannya adalah air mempunyai sifat membawa dan memindahkan panas yang jauh lebih baik daripada air. Oleh karena itu tidak dibutuhkan peralatan yang besar untuk proses perpindahan panas. Tetapi air tidak boleh dibuang begitu saja ke lingkungan. Misalnya setelah digunakan sebagai pendingin kondensor air akan menjadi panas dan tidak bisa dibuang begitu saja ke sungai atau danau, bisa-bisa terapung semua nanti ikan yang ada di situ. Untuk menghindari efek lingkungan ini, biasanya kondensor berpendingin air dilengkapi dengan cooling tower yang fungsinya mendinginkan air panas yang berasal dari kondensor dengan menjatuhkannya dari suatu ketinggian agar dapat didinginkan oleh udara. Oleh karena itu biaya awal kondensor berpendingin air ini biasanya lebih besar tetapi biaya operasionalnya kecil, oleh karena itu sistem ini biasanya digunakan pada SKU dengan kapasitas besar. Pada evaporative kondensor air dan udara digunakan untuk mendinginkan kondensor. Air disiramkan ke pipa-pipa kondensor dan udara juga ditiupkan. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penguapan di permukaan

4 kondensor. Karena panas penguapan air sangat tinggi, dan ini diambil dari refigeran melalui dinding pipa maka jenis ini akan mempunyai koefisien perpindahan panas yang sangat baik. Hal-hal yang disebutkan di atas adalah salah satu perbedaan utama dari kondensor berpendingin air dan berpendingin udara Evaporator Pada diagram Ph dari siklus kompresi uap sederhana, evaporator mempunyai tugas merealisasikan garis 4-1. Setelah refrigeran turun dari kondensor melalui katup expansi masuk ke evaporator dan diuapkan, dan dikirim ke kompressor. Pada prinsipnya evaporator hampir sama dengan kondensor, yaitu sama-sama APK yang fungsinya mengubah fasa refrigeran. Bedanya, jika pada kondensor refrigerant berubah dari uap menjadi cair, maka pada evaporator berubah dari cair menjadi uap. Perbedaan berikutnya adalah, sebagai siklus refrigerasi, pada evaporatorlah sebenarnya tujuan itu ingin dicapai. Artinya, jika kondensor fungsinya hanya membuang panas ke lingkungan, maka pada evaporator panas harus diserap untuk menyesuaikan dengan beban pendingin di ruangan. Berdasarkan model perpindahan panasnya evaporator dapat dibagi atas natural convection dan forced convection. Pada evaporator natural convection, fluida pendingin dibiarkan mengalir sendiri karena adanya perbedaan massa jenis. Pada jenis ini umumnya evaporator ditempatkan ditempat yang lebih tinggi. Fluida yang bersentuhan dengan evaporator akan turun suhunya dan massa jenisnya akan naik, sebagai akibatnya, fluida ini akan turun dan mendesak fluida di bawahnya untuk bersirkulasi. Sistem ini hanya mampu pada refrigerasi dengan kapasitas-

5 kapasitas kecil, seperti kulkas. Kebalikannya, evaporator forced convection menggunakan blower untuk memaksa terjadinya aliran udara sehingga terjadi konveksi dengan laju perpindahan panas yang lebih baik. Pada evaporator dengan konveksi paksa dapat juga dibedakan atas dua bagian yaitu refrigeran mengalir di dalam pipa dan refrigeran mengalir di luar pipa Katup Expansi Fungsi dari katup expansi ada dua, yaitu (1) menurunkan refrigeran dari tekanan kondensor sampai tekanan evaporator dan (2) mengatur jumlah aliran refrigeran yang mengalir masuk ke evaporator. Pada kondisi pengaturan yang ideal, sangat dipantangkan jika cairan referigeran dari evaporator sampai masuk ke kompressor. Hal ini bisa saja terjadi, misalnya, karena beban pendinginan berkurang, refrigeran yang menguap di evaporator akan berkurang. Jika pasokan refrigeran cair dari kondensor tetap mengalir maka hal ini akan memaksa cairan refrigeran masuk ke kompressor. Untuk menghindari hal inilah katup ekspansi difungsikan. Jika beban berkurang, maka pasokan refrigeran akan berkurang, sehingga menjamin hanya uap refrigeran yang masuk ke kompressor. Jenis katup expansi dapat dibagi atas 7 jenis, yaitu: 1. Katup expansi manual 2. Tabung kapiler 3. Orifice

6 4. Katup expansi automatic 5. Katup expansi thermostatik 6. Katup expansi mengapung 7. Katup expansi elektronik 2.2 Sistem Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu proses penarikan kalor dari suatu benda/ruangan ke lingkungan sehingga temperatur benda/ruangan tersebut lebih rendah dari temperatur lingkungannya. Sesuai dengan konsep kekekalan energi, panas tidak dapat dimusnahkan tetapi dapat dipindahkan. Sehingga refrigerasi selalu berhubungan dengan proses-proses aliran panas dan perpindahan panas. Siklus refrigerasi memperlihatkan apa yang terjadi atas panas setelah dikeluarkan dari udara oleh refrigeran di dalam koil (evaporator). Siklus ini didasari oleh dua prinsip, yaitu: 1. Saat refrigeran cair berubah menjadi uap, maka refrigeran cair itu mengambil atau menyerap sejumlah panas. 2. Titik didih suatu cairan dapat diubah dengan jalan mengubah tekanan yang bekerja padanya. Hal ini sama artinya bahwa temperatur suatu cairan dapat ditingkatkan dengan jalan menaikan tekanannya, begitu juga sebaliknya. Pada dasarnya sistem refrigerasi dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Sistem refrigerasi mekanik

7 Sistem refrigerasi ini menggunakan mesin-mesin penggerak atau dan alat mekanik lain dalam menjalankan siklusnya. Yang termasuk dalam sistem refrigerasi mekanik di antaranya adalah: a. Siklus Kompresi Uap (SKU) b. Refrigerasi siklus udara c. Kriogenik/refrigerasi temperatur ultra rendah d. Siklus sterling 2. Sistem refrigerasi non mekanik Berbeda dengan sistem refrigerasi mekanik, sistem ini tidak memerlukan mesin-mesin penggerak seperti kompresor dalam menjalankan siklusnya. Yang termasuk dalam sistem refrigerasi non mekanik di antaranya : a. Refrigerasi termoelektrik b. Refrigerasi siklus absorbsi c. Refrigerasi steam jet d. Refrigerasi magnetic e. Heat pipe Siklus Kompresi Uap Dari sekian banyak jenis-jenis sistem refigerasi, namun yang paling umum digunakan adalah refrigerasi dengan sistem kompresi uap. Komponen utama dari sebuah siklus kompresi uap adalah kompresor, evaporator, kondensor dan katup expansi. Berikut adalah sistem konvensional siklus kompresi uap (gambar 2.1) dan skema diagram p-h siklus kompresi uap (gambar 2.2).

8 3 2 Kondensor Katup expansi Kompresor 4 1 Evaporator Gambar 2.1 Skema siklus kompresi uap (Himsar Ambarita,2010) Pada siklus kompresi uap, di evaporator refrigeran akan menghisap panas dari dalam ruangan sehingga panas tersebut akan menguapkan refrigeran. Kemudian uap refrigeran akan dikompres oleh kompresor hingga mencapai tekanan kondensor, dalam kondensor uap refrigeran dikondensasikan dengan cara membuang panas dari uap refrigeran ke lingkungannya. Kemudian refrigeran akan kembali di teruskan ke dalam evaporator. Dalam diagram T-s dan P-h siklus kompresi uap ideal dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

9 Gambar 2.2 Diagram T-s dan P h Siklus Kompresi Uap (Himsar Ambarita,2010) Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap seperti pada gambar 2.2 diatas adalah sebagai berikut:

10 a. Proses kompresi (1-2) Proses ini dilakukan oleh kompresor dan berlangsung secara isentropik. Kondisi awal refrigerant pada saat masuk ke dalam kompresor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah mengalami kompresi refrigeranakan menjadi uap bertekanan tinggi. Karena proses ini berlangsung secara isentropik, maka temperatur ke luar kompresor pun meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refrigeran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: W k = h 1 h 2..(2.1) dimana : Wk = besarnya kerja kompresor (kj/kg) h 1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kj/kg) h 2 = entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kj/kg) b. Proses kondensasi (2-3) Proses ini berlangsung didalam kondensor. Refrigeran yang bertekanan tinggi dan bertemperatur tinggi yang berasal dari kompresor akan membuang kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di dalam kondensor terjadi pertukaran kalor antara refrigeran dengan lingkungannya (udara), sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara pendingin yang menyebabkan uap refrigeran mengembun menjadi cair. Besar panas per satuan massa refrigeran yang dilepaskan di kondensor dinyatakan sebagai: Q c = h 2 h 3..(2.2) dimana : Q c = besarnya panas dilepas di kondensor (kj/kg) h 2 = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kj/kg)

11 h 3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kj/kg) c. Proses expansi (3-4) Proses expansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur, atau dapat dituliskan dengan: h 3 = h 4.(2.3) Proses penurunan tekanan terjadi pada katup expansi yang berbentuk pipa kapiler atau orifice yang berfungsi untuk mengatur laju aliran refrigeran dan menurunkan tekanan. d. Proses evaporasi (4-1) Proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperatur konstan) di dalam evaporator. Panas dari dalam ruangan akan diserap oleh cairan refrigeran yang bertekanan rendah sehingga refrigeran berubah fasa menjadi uap bertekanan rendah. Kondisi refrigeran saat masuk evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap, seperti pada titik 4 dari gambar 2.2 diatas. Besarnya kalor yang diserap oleh evaporator adalah: Q e = h 1 h 4 (2.4) dimana : Q e = besarnya panas yang diserap di evaporator (kj/kg) h 1 = entalpi refrigeran saat keluar evaporator (kj/kg) h 4 = entalpi refrigeran saat masuk evaporator (kj/kg)

12 Selanjutnya, refrigeran kembali masuk ke dalam kompresor dan bersirkulasi lagi.begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai.untuk menentukan harga entalpi pada masing-masing titik dapat dilihat dari tabel sifatsifat refrigeran. Setelah melakukan perhitungan untuk beberapa jenis refrigerant yang sering dipakai di Indonesia, didapat nilai COP(Coefficient of Performance)berikut Tabel 2.1 Nilai COP dari beberapa jenis refrigerant Temp(C) Refrignt R12 5,58 4,75 4,21 3,65 3,22 2,84 2,48 R600 5,08 4,34 3,69 3,18 2,77 2,44 2,14 R134a 4,92 5,05 3,92 3,34 2,90 2,54 2,18 R22 5,47 4,75 4,98 3,97 3,26 2,78 2, Siklus Kompresi Uap dengan Water Heater Water heater termasuk ke dalam bagian kondensor karena proses pemanasan air pada water heater tersebut menggunakan panas buangan dari kondensor dimana pada umumnya suhu freon yang keluar dari kompresor AC dibuang pada kondensor. Dengan adanya water heater, aliran panas itu dibelokkan dulu kedalam tangki air dingin sebelum masuk ke kondensor terjadi

13 kontak perpindahan panas dari pipa AC dan air di dalam tangki. Pipa AC yang keluar dari kompresor langsung di alirkan dahulu ke dalam heat exchanger berupa pipa spiral dalam tangki dan air yang semula dingin pun memanas, begitupula sebaliknya suhu freon yang panas menurun, setelah melewati pipa spiral dalam tangki barulah kemudian pipa AC kembali diarahkan ke kondensor. Untuk memperoleh air panas AC harus menyala dulu, bila ingin mendapat air panas pagi hari, AC dinyalakan malam sebelumnya minimal 8 jam. Adapun manfaat dari water heater adalah: Hemat Biaya Daya Tahan lebih lama Aman Air panas yang diperoleh stabil. Adapun gambar siklusnya adalah sebagai berikut:

14 Gambar 2.3 Mesin Pendingin siklus kompresi uap hybrid Gambar 2.4 Mesin Pendigin siklus kompresi uap hybrid terhubung dengan data logger

15 Gambar 2.5 Diagaram P-h siklus kompresi uap hybrid Proses-proses yang terjadi pada siklus kompresi uap hybrid seperti pada gambar 2.5 diatas adalah sebagai berikut: 1-1 = proses berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperatur konstan) di dalam evaporator. Panas dari lingkungan akan diserap oleh cairan refrigerant yang bertekanan rendah sehingga refrigerant berubah fasa menjadi uap bertekanan rendah. Kondisi refrigerant saat masuk evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap. 1-2= proses berlangsung di antara evaporator dan compressor, dimana tekanan konstan (isobar). 2-3= proses berlangsung dilakukan oleh compressor dan berlangsung secara isentropik adibatik. Kondisi awal refrigerant pada saat masuk ke dalam compressor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah mengalami kompresi refrigerant akan menjadi uap bertekanan tinggi. Karena proses

16 ini berlangsung secara isentropic, maka temperature ke luar kompresor pun meningkat. 3-4= proses ini berlangsung di dalam water heater dalam kondisi superheat. Dimana uap refrigerant dari kompressor akan di kompres hingga mencapai tekanan kondensor. 4-.5= proses ini berlangsung di dalam water heater dalam kondisi superheat. dimana panas refrigerant yang telah di kompres oleh compressor dibelokkan ke dalam koil pemanas di dalam tangki sebelum masuk ke dalam kondensor. 5-6= proses berlangsung di antara water heater dan kondensor dengan tekanan konstan (isobar). Dimana panas refrigerant sudah menurun, karena sudah diserap oleh air di dalam tangki water heater. 6-.7=Proses ini berlangsung didalam kondensor. Refrigeran yang bertekanan tinggi dalam kondisi superheat yang berasal dari water heater akan membuang kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di dalam kondensor terjadi pertukaran kalor antara refrigeran dengan lingkungannya (udara), sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara pendingin yang menyebabkan uap refrigeran mengembun menjadi cair. 7-8= proses berlangsung di antara kondensor ke katup expansi, dimana tekanan dan temperature sudah menurun.

17 8-9= proses expansi ini berlangsung secara isoentalpi. Hal ini tidak terjadi perubahan entalpi tetapi tejadi drop tekanan dan penurunan temperatur. 9-1= proses ini berlangsung secara isobar isothermal (tekanan konstan, temperature konstan) di dalam evaporator. Dimana panas dari lingkungan akan di serap oleh cairan refrigerant yang bertekanan rendah sehingga refrigerant berubah fasa menjadi uap bertekan rendah. Kondisi refrigerant saat masuk evaporator sebenarnya adalah campuran cair dan uap. 2.3 Beban Pendingin Defenisi Beban Pendingin Beban pendinginan adalah aliran energi dalam bentuk panas. Perlu diulang kembali bahwa tugas unit pendingin adalah menjaga kondisi suatu ruangan agar berada pada suhu dan kelembaban tertentu yang umumnya lebih rendah dari temperatur dan kelembaban lingkungan luar. Jenis beban pendingin, dapat dibagi menjadi dua, yaitu panas sensible dan panas laten. Panas sensible adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi sebagai akibat perubahan suhunya. Panas laten adalah panas yang diterima atau dilepaskan suatu materi karena perubahan fasanya. Untuk lebih menjelaskan arti masing-masing panas ini, misalkan kita mendinginkan air dari 100 o C sampai mejadi es 0 o C. Panas yang diserap dari air mulai dari 100 o C menjadi 0 o C (masih tetap air) disebut beban sensible. Jika air yang suhunya sudah 0 o C didinginkan lagi hingga akhirnya

18 menjadi es, di sini tidak terjadi perubahan suhu, tetapi perubahan fasa. Panas yang diserap di sini disebut panas laten. Gambar 2. 6 Jenis beban pendingin pada udara luar (Himsar Ambarita,2010) Sumber-Sumber Beban Pendingin Beban pendingin bagi suatu ruangan yang dikondisikan bisa berasal dari beberapa sumber. Sumber-sumber ini umumnya dibagi 2 bagian besar, yaitu beban yang berasal dari luar ruangan dan beban yang berasal dari dalam ruangan. Panas yang berasal dari luar ruangan antara lain: panas yang berpindah secara konduksi dari dinding, dari kaca, dari atap, dan dari jendela. Panas radiasi sinar matahari yang masuk dari material yang tembus pandang seperti bahan kaca dan plastic. Panas dari masuknya udara luar, yaitu udara ventilasi dan udara infiltrasi. Sementara sumber panas yang berasal dari dalam dapat berupa panas akibat lampu penerangan, panas dari mesin yang ada di ruangan, panas akibat peralatan memasak yang ada di ruangan, komputer, dll. Dan juga panas dari mahluk hidup

19 yang ada di ruangan (manusia). Semua sumber-sumber panas ini akan dihitung beban yang diakibatkannya pada unit pendingin Analisa Beban Pendingin Menghitung beban pendingin pada prinsipnya adalah menghitung laju perpindahan panas yang melibatkan semua jenis perpindahan panas, yaitu: konduksi, konveksi, radiasi, penguapan, dan pengembunan. Adalah sangat sulit jika harus menghitungnya satu persatu pada waktu tertentu. Oleh karena itu dikenal banyak metode perhitungan beban pendingin. Metode yang umum digunakan antara lain Transfer function method (TFM), Cooling Load Temperatur Difference (CLTD), dan Time-averaging (TETD/TA). Dari ketiga cara ini, hanya CLTD yang menggunakan perhitungan sederhana sehingga dapat dilakukan secara manual. Sementara TFM dan TETD/TA adalah perhitungan yang dirancang untuk diselesaikan dengan menggunakan komputer. Sebelum melakukan perhitungan beban pendinginan pada suatu ruangan yang akan dikondisikan, data-data pendukung harus dikumpulkan. Data yang harus dimiliki sebelum melakukan perhitungan adalah sebagai berikut: 1. Lokasi bangunan dan arahnya 2. Konstruksi dari bangunan Informasi ini dibutuhkan untuk mendapatkan koefisien perpindahan panas menyeluruh dari konstruksi bangunan. 3. Kondisi di luar gedung, misalnya apakah ada pelindung misalnya pohon atau

20 bangunan tinggi yang menghindari gedung dari paparan sinar matahari. 4. Kondisi design di dalam gedung, misalnya pada temperatur dan RH berapa gedung akan dikondisikan. 5. Jadwal penghuni di dalam gedung, misalnya jika pusat perbelanjaan pada pukul berapa terjadi kunjungan terbanyak, dll. 6. Jumlah lampu dan peralatan listrik yang dipasang di dalam gedung 7. Jadwal masuknya/beroperasinya peralatan-peralatan di dalam gedung 8. Kebocoran udara (infiltrasi) dan penambahan udara (ventilasi). Informasi-informasi ini akan digunakan sebagai parameter pada perhitungan dan atau untuk mencari parameter-parameter tambahan yang akan digunakan dalam perhitungan beban pendingin. Prosedur perhitungan beban pendingin dengan menggunakan metode CLTD adalah sebagai berikut: A. Beban Pendingin dari Luar 1. Panas konduksi dari dingin, atap, dan konduksi dari dinding yang berbahan kaca. (2.5)

21 Dimana adalah beban pendingin (Watt) dan merupakan beban sensible. Sebagai catatan panas konduksi tidak mempunyai beban latent. U koefisien perpindahan panas untuk bahan dinding, atap dan kaca (Lihat Lampiran1 dan Lampiran 2 pada bagian ketiga catatan ini). CLTD adalah cooling load temperatur difference ditampilkan pada Tabel 30 dan Tabel 32 Bab 28 ASHARE (Bahan ini akan saya bagi beserta tulisan ini, disebut sebagai bahan kedua). Data pada table tersebut adalah untuk kondisi di USA pada 40 0 LU di bulan July, sementara untuk yang bukan lintang itu harus dikoreksi dengan menggunakan persamaan berikut: (2.6) Nilai LM dapat dilihat pada Lampiran 3 (catatan bagian 3). Dan k adalah koreksi karena pengaruh warna = 1 (Gelap), =0,83 (medium), dan =0,65 (cerah). = temperatur ruangan yang direncanakan. = temperatur udara luar maksimum (beda temperatur harian/2). 2. Panas transmisi dari dinding kaca (2.7) Dimana A adalah luas penampang, dan SC adalah koefisien bayang (shading coefficient), gunakan tabel 4 pada lampiran. SCL adalah solar cooling load factor ditampilkan pada table 36 ASHARE Bab 28. Panas ini adalah panas sensible. 3. Panas dari atap, partisi, dan lantai

22 (2.8) Dimana U dihitung berdasarkan bahan atap dan lantai. temperatur di luar ruangan yang dijaga pada temperatur. B. Beban Panas dari Dalam Ruangan 1. Panas dari tubuh manusia di dalam ruangan Tubuh manusia dalam beraktivitas, selalu mengeluarkan panas ke udara sekelilingnya. Panas yang dilepaskan oleh tubuh manusia ini terdiri dari 2 jenis, yaitu panas sensible dan panas laten. Masing-masing panas ini dapat dihitung sebagai berikut: = N (Sensible heat gain) CLF (2.9) =N (Laten heat gain) (2.10) Sensible heat gain dan Laten heat gain adalah perkiraan panas sensible dan panas laten yang dikeluarkan manusia dan sesuai umur dan aktivitasnya. Datanya ditampilkan pada Tabel 3. Dan N adalah jumlah manusia yang ada di ruangan. CLF adalah cooling load factor datanya ditampilkan pada Table Panas dari Lampu/Penerangan Lampu atau alat penerangan mengubah energi listrik menjadi cahaya, dan sebagian energi ini akan berubah menjadi panas. Sebagai catatan bola lampu akan terasa panas setelah dihidupkan beberapa lama. Besar panas yang dilepaskan bola lampu/penerangan ke lingkungan adalah panas sensible dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

23 (2.11) Dimana W adalah daya total lampu, lighting use (dibuat pada table), special allowance factor, dan CLF adalah cooling load factor untuk lampu (Tabel 38). 3. Panas dari motor listrik Di dalam ruangan yang dikondisikan juga umumnya terdapat motor listrik, misalnya motor listrik yang membuat perputaran udara melalui evaporator. Contoh lain misalnya motor penggerak pompa air. Data pata Tabel 4 dapat digunakan langsung atau dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: (2.12) P adalah total daya motor, factor efisiensi, dan CLF adalah cooling load factor untuk motor (Tabel 37). 4. Panas dari peralatan dapur dan memasak (Appliances) Sudah dapat dipastikan kegiatan memasak di dapur akan memberikan beban pendingin ke dalam ruangan yang akan didinginkan. Besar beban ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : atau (2.13) (2.14) CLF cooling load factor yang ditampilkan pada Tabel 37 dan Tabel Panas dari udara ventilasi dan udara infiltrasi

24 Arti dari udara ventilasi dan infiltrasi telah dijelaskan di bagian atas, saat menjelaskan jenis beban pendingin di persamaan (1) dan persamaan (2). Persamaan yang lebih praktis yang dapat digunakan untuk menghitung panas sensible dan panas laten dari tambahan udara ventilasi ini adalah persamaan berikut ini : (2.15) (2.16) Dan beban total adalah: Dimana Q adalah laju aliran udara ventilasi. (2.17) 2.4 Analisa Evaporator Defenisi dan fungsi evaporator pada siklus kompresi uap sudah dijelaskan pada pengertian mesin pendingin. Dibawah ini adalah gambar dari evaporator:

25 Gambar 2.7 Evaporator pada sistem inderect yang digunakan mendinginkan air (Himsar Ambarita, 2010)

26 Gambar 2.8 Evaporator yang mendinginkan udara secara langsung (Himsar Ambarita, 2010)

27 Berdasarkan bagaimana cara evaporator mengambil beban pendingin dari ruangan yang ada beban pendinginnya, sistem pendingin dapat dibagi dua jenis, yaitu direct cooling sistem dan indirect cooling sistem. Perbedaan ini juga akan mempengaruhi bentuk dan jenis evaporatornya. Pada direct system, evaporator langsung bersentuhan dengan udara yang mendinginkan ruangan. Contoh yang termasuk ke jenis ini adalah sistem AC yang dipasang di rumah-rumah. Sistem yang kedua, evaporator hanya mendinginkan fluida kedua (biasa disebut refrigerant sekunder, misalnya air), lalu air dingin ini akan disirkulasikan ke dalam ruangan yang akan didiginkan, untuk digunakan mendinginkan udara. Sistem ini biasa digunakan untuk sistem pengkondisian udara pada bangunanbangunan besar seperti supermarket. Dengan kata lain, pada sistem direct, evaporator mendinginkan udara, tetapi pada sistem indirect evaporator mendinginkan refrigeran kedua. Contoh bentuk evaporator kedua sistem ini ditampilkan pada gambar 2.7 dan gambar 2.8. Analisa evaporator pada prinsipnya sama dengan analysis kondensor karena sama-sama merupakan APK. Oleh karena itu persamaan-persamaan koefisien konveksi pada kondensor masih dapat digunakan untuk menganalisis evaporator. Sebagai contoh evaporator pada gambar 2.7 koefisien perpindahan panas pada sisi air dapat dicari pada text book perpindahan panas. Sementara pada refrigeran di dalam pipa harus digunakan rumus-rumus konveksi pendidihan (boiling). Sebagai catatan, jika dibandingkan, analysis sebuah evaporator adalah lebih rumit dibanding dengan kondensor. Alasannya antara lain, pada evaporator temperatur udara setelah didinginkan harus memenuhi syarat agar beban sensible

28 dan beban laten dapat diambil dari ruangan. Pendinginan udara sampai di bawah temperatur saturasi akan mengakibatkan perubahan fasa pada sisi luar evaporator. Bahkan pada kondisi ekstreem (jika temperatur evaporasi di bawah 0 o C) akanterjadi pembekuan (air menjadi es). Maka ada tiga proses perubahan fasa di sini evaporasi refrigeran di dalam pipa, saturasi uap air di luar pipa dan (mungkin) pembekuan air di permuakaan pipa. Hal inilah yang membuat perhitungan jadi rumit. Sementara, pada kondensor hanya ada satu perubahan fasa, yaitu pada refrigeran. Profil temperatur untuk evaporator pada gambar 2.8 ditampilkan pada gambar 2.9 berikut, dimana Te adalah temperatur evaporasi dan Tai dan Tao adalah temperatur udara masuk dan keluar evaporator. Profil ini adalah profil yang diidealkan. X (jarak) Gambar 2.9 Profil temperatur pada Evaporator (Himsar Ambarita,2010) Pada Gambar 2.10, ditampilkan pola aliran fluida yang melewati sebuah pipa yang penampangnya berbenduk lingkaran dengan diameter D. Fluida yang

29 awalnya mempunyai kecepatan seragam U akan terbagi melalui bagian atas dan bagian bawah pipa. Aliran fluida ini akan menyatu kembali di bagian belakang pipa. Tepat pada pertengahan bagian depan pipa ada satu titik dimana partikel fluida diam. Titik ini dikenal dengan istilah stagnant point. U T D Gambar 2.10 Pola aliran fluida melalui silinder (Himsar Ambarita, 2011) Jika dilakukan perbandingan dengan aliran yang sejajar dengan plat datar, maka hal-hal berikut ini perlu dicatat. 1. Karena umumnya arah aliran adalah menyilang (bukan sejajar) terhadap bendanya atau biasa disebut frontal, maka koefisien yang dihasilkan bendabenda ini akan dinamakan koefisien drag dan disimbolkan C D. 2. Bilangan Reynold dan bilangan Nu akan didefenisikan dengan diagonal (D) sebagai pengganti panjang karakteristik. Maka defenisi bilangan Reynolds dan bilangan Nusselt menjadi:

30 ρu max D Re =..(2.18) µ hd Nu =..(2.19) k 3. Bilangan Re kritis sebagai dasar untuk mengkategorikan aliran fluida atas 5 laminar atau turbulen adalah Re = Tetapi angka ini jarang digunakan untuk membedakan persamaan. Karena sangat susah menentukan nilai lokal dari masing-masing koefisien, maka yang ditampilkan pada persamaan-persamaan hanya nilai rata-rata. Dengan kata lain tidak akan dikenal nilai lokal. Persamaan-persamaan yang digunakan di sini umumnya didapat dengan cara eksperimen. Rumus koefisien drag dan bilangan Nu akan dijabarkan pada bagian berikut. Pada umumnya, bentuk penampang pipa adalah lingkaran. Ada kalanya penampang pipa bukan lingkaran, tetapi berbentuk lain seperti ellips, persegi 4, dll. Untuk pipa dengan penampang seperti ini, persamaan umum berikut dapat digunakan. m n Nu = C Re Pr..(2.20) Syarat menggunakan persamaan ini adalah sifat fisik fluida dianalisa pada temperatur film. Konstanta C, m, dan n pada persamaan tersebut telah disusun oleh Zukauskas (1972) dan Jakob (1949), untuk masing-masing kasus ditampilkan pada Tabel 2.2.

31 Tabel 2.2 Persamaan bilangan Nu untuk pipa ( Himsar Ambarita,2011) Penampang Syarat Re Nu Fluida: Gas dan Cair 0, Nu = 0,989 Re Nu = 0,911Re Nu = 0,683 Re Nu = 0,193 Re Nu = 0,027 Re 0,330 0,335 0,466 0,618 0,805 Pr Pr Pr Pr Pr Fluida: Gas Nu = 0,102 Re 0,675 Pr 1 3 Fluida: Gas D Nu = 0,246 Re 0,588 Pr 1 3 Fluida: Gas D Nu = 0,153 Re 0,638 Pr 1 3 Fluida: Gas D Nu = 0,160 Re 0,638 Pr 1 3

32 Nu = 0,0385 Re 0,782 Pr 1 3 D Fluida: Gas Nu = 0,228 Re 0,731 Pr 1 3 D Fluida: Gas Nu = 0,248 Re 0,612 Pr 1 3 Pada pipa bidang perpindahan panasnya pastilah berbentuk silinder, seperti yang ditunjukkan pada Gambar Di dalam pipa dengan jari-jari permukaan dalam r i dan permukaan luar dengan r o mengalir fluida panas dengan temperatur T i. Sementara fluida dingin berada di luar pipa dengan temperatur T o. Koefisien konveksi di permukaan dalam, permukaan luar, dan koefisien konduksi masingmasing pipa masing masing adalah h i, h o, dan k. r o r i T i T a h i k h o T b To T a T b T i T 0 R 1 R 2 R 3 Gambar 2.11 Bidang perpindahan panas pada pipa ( Himsar Ambarita,2011)

33 Untuk bidang perpindahan panas seperti pada Gambar 2.11, masing-masing tahanan termal dinyatakan dengan persamaan: 1 ln( ro ri ) R1 = h A, R2 =,dan R i i 2πLk = 1 3 h A..(2.21) o o Dimana L adalah panjang silinder tegak lurus bidang gambar. Perbedaan persamaan (2.21) dengan persamaan untuk bidang datar adalah luar permukaan bidang perpindahan panas. Pada pipa luas permukaan dalam tidak akan sama lagi dengan luas permukaan luar. Sebagai akibatnya koefisien perpindahan panas menyeluruh pada permukaan dalam akan berbeda dengan koefisien pada permukaan luar. Jika didefenisikan untuk permukaan dalam, maka persamaan yang akan digunakan adalah: 1 U A i i 1 = h A i i ln( ro ri ) πLk h A 0 0..(2.22) Dimana A = 2πr L adalah luar bidang perpindahan panas pada permukaan i i dalam pipa, dan luas bidang perpindahan panas di permukaan luar adalah A = 2πr L. Dengan menggunakan defenisi ini, maka koefisien perpindahan panas o o menyeluruh pada sisi dalam pipa adalah: r ln ( r r ) r 1 1 i 0 i 1 i = + +..(2.23) U i hi k h0 ro

34 Sementara jika didefenisikan pada permukaan luar, maka persamaan yang akan digunakan adalah: 1 U A o o = 1 h A i i ln( ro ri ) πLk h A 0 0..(2.24) Dengan menggunakan defenisi luas permukaan, maka koefisien perpindahan panas menyeluruh pada sisi luar pipa adalah: 1 U o ( r r ) 1 ro ro ln 0 i 1 = + +..(2.25) h r k h i i Faktor Kerak ( Fouling Factor) Pada persamaan menghitung koefisien perpindahan panas menyeluruh yang ditampilkan pada persaman untuk plat datar dan persamaan (2.23) dan (2.25) untuk bidang yang berbentuk silinder adalah untuk kasus-kasus dimana permukaan APK masih mulus atau kondisi baru. Pada umumnya, setelah beroperasi beberapa lama pada permukaan APK akan terdapat lapisan. Jika sebuah permukaan dialiri fluida secara terus-menerus, misalkan fluidanya air, maka setelah beberapa lama di permukaan akan timbul suatu lapisan yang bisa diistilahkan dengan kerak. Untuk memperhitungkan efek dari lapisan kerak ini digunakan fouling factor. Lapisan kerak ini semakin lama akan semakin tebal dan akan mempengaruhi koefisien perpindahan panas diantara kedua aliran fluida. Dengan bahasa yang berbeda dapat dituliskan sebagai berikut: kerak ini dapat

35 dianggap menjadi permukaan padat tambahan yang akan memisahkan permukaan bidang dengan aliran fluida. Yang pasti, kerak ini akan mengurangi laju perpindahan panas antara kedua fluida. Pada permukaan plat datar persamaan koefisien perpindahan panas menyeluruh dengan memasukkan koefisien kerak dapat dituliskan menjadi: 1 U 1 d 1 = + R fi + + R fo + hi k h..(2.26) o Dimana R dan fi R adalah tambahan tahanan termal akibat kerak, masing- fo masing pada permukaan dalam dan permukaan luar. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya kerak pada permukaan suatu bidang APK, beberapa yang umum disebutkan adalah kecepatan fluidanya mengalir dan jenis fluida yang mengalir. Semakin cepat fluida mengalir akan mengurangi kemungkinan terjadinya kerak. Semakin bersih fluida yang mengalir dari kotoran maka semakin kecil kemungkinan terjadinya kerak. Seandainya fluida yang digunakan pada suatu APK adalah air yang tersedia di suatu daerah, maka kandungan air tersebut akan mempengaruhi terjadinya kerak pada APK tersebut nantinya. Pada Tabel 2.3 ditampilkan beberapa besaran faktor kerak yang diteliti di Amerika Serikat.

36 Tabel 2.3 Faktor dan koefisien konveksi lapisan kerak ( Himsar Ambarita, 2011) No Fluida kerja Koef. kon [W/m 2 o C] Faktor kerak, R f [m 2 o C/W] 1 Air sungai ,003-0, Air laut ,001-0, Air pendingin (Cooling tower) ,0003-0, Air Kota (bersih ) ,0003-0, Air Kota (sedang) ,001-0, Uap kondensasi , , Uap bebas minyak ,0025-0, Uap mengandung minyak ,0025-0, Larutan garam dingin ,0003-0, Udara dan gas buang industri ,0002-0, Asap (flue gas) ,0005-0, Uap organik , Cairan organik , Hidrokarbon ringan , Hidrokarbon berat , Fluida organik mendidih , Fluida organik mengembun , Heavy transfer fluids , Larutan garam ,0003-0,0002 Sampai saat ini belum dijumpai penelitian yang mempublikasikan berapa sebenarnya faktor kerak yang sesuai dengan kondisi air yang ada di Indonesia.

37 Misalnya, data pada tabel menyebutkan bahwa fouling factor untuk air kota yang bersih sekitar Hal ini belum tentu sesuai/cocok untuk air PAM yang ada di Indonesia. Meskipun masih diperlukan penelitian lanjutan, tetapi data pada Tabel 2.3 tetap masih dapat digunakan untuk kondisi di Indonesia. Hal ini khusus untuk air, sementara untuk fluida lain seperti Hidrokarbon data itu dapat langsung digunakan Nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh Perhitungan koefisien perpindahan panas menyeluruh biasanya menggunakan acuan salah satu sisinya, misalnya sisi dalam (i) atau sisi luar (o) saja. Atau bisa juga sisi fluida panas atau sisi fluida dingin. Pada permukaan datar nilai ini akan sama, tetapi untuk pipa nilai ini akan berbeda. Tetapi yang umum digunakan adalah pada permukaan luar pipa. Berikut dirumuskan koefisien perpindahan panas menyeluruh yang menggunakan permukaan luar sebagai acuan. 1 U 0 r 1 r r ln ( r r ) i = + R fi + + R f 0 +..(2.27) ri hi ri k h0 1 Persamaan ini dapat dihitung jika koefisien perpindahan panas di sisi dalam dan disisi luar diketahui atau dihitung. Pada saat melakukan analysis pada sebuah APK, koefisien perpindahan panas menyeluruh ini umumnya tidak diketahui. Sementara melakukan perhitungan langsung tidak memungkinkan karena temperatur fluida belum diketahui secara lengkap. Untuk itu diperlukan asumsi awal agar dapat melakukan

38 perhitungan. Dengan menggunakan asumsi awal ini, perhitungan dapat dilakukan dan temperatur fluida bisa dihitung. Setelah temperatur fluida didapat dari hasil perhitungan, maka koefisien perpindahan panas yang sebenarnya dapat dihitung kembali dan dilakukan lagi koreksi, demikian seterusnya. Untuk keperluan ini agar tebakan awal tidak terlalu jauh maka perlu dikumpulkan informasi awal tentang koefisien perpindahan panas menyeluruh dari beberapa APK. Sebagai gambaran, besar koefisien perpindahan panas menyeluruh dari beberapa kasus ditampilkan pada Tabel 2.4. Data yang ditampilkan pada Tabel 2.4 adalah perkiraan dan angka yang sebenarnya sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain bentuk permukaan, tekanan dan temperatur kerja, jenis dan proses fisik yang terjadi pada fluidanya.

39 Tabel 2.4 Nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh ( Himsar Ambarita,2011) No Fluida Panas Fluida dingin U [W/m 2 o C] Heat Exchanger 1 Air Air Pelarut organik Pelarut Organik Minyak ringan Minyak ringan Minyak berat Minyak berat Gas Gas Cooler 6 Pelarut organik Air Minyak ringan Air Minyak berat Air Gas Air Pelarut organik Garam Air Garam Gas Garam Heater 13 Uap air Air Uap air Pelarut organik Uap air Minyak ringan Uap air Minyak berat Uap air Gas Dowtherm (larutan organic) Minyak berat Dowtherm Gas Gas Asap (Flue gas) Uap Gas Asap Uap Hidrokarbon Kondensor

40 22 Uap air Air Uap organik Air Organic (Some non condensable gases) Air Metode LMTD LMTD adalah perbedaan temperatur rata-rata logaritmik (Log MeanTemperatur Difference). Untuk kasus evaporator yang profil temperaturnya diidealkan seperti pada Gambar 2. 8 dapat dihitung dengan persamaan: LMTD = (2.28) Dan Laju perpindahan panas dari udara ke refrigeran jika dihitung berdasarkan luas bidang perpindahan panas sebesar di sisi luar pipa Ao, adalah: (2.29) Nilai tengah beda temperatur, T m sering disebut Mean Temperatur Difference (MTD). Parameter ini merupakan fungsi dari temperatur masuk, temperatur keluar, dan arah aliran dari kedua fluidanya. Karena persamaannya merupakan bentuk logaritmic, maka persamaan nilai tengah ini akan disebut LMTD (Log Mean Temperatur Difference). Perhitungan LMTD akan tergantung pada arah aliran dan jenis Alat Penukar Kalor yang akan dianalisis.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem refrigerasi kompresi uap Sistem refrigerasi yang umum dan mudah dijumpai pada aplikasi sehari-hari, baik untuk keperluan rumah tangga, komersial dan industri adalah sistem

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR. Refrigerasi merupakan suatu proses penarikan kalor dari suatu

BAB II STUDI LITERATUR. Refrigerasi merupakan suatu proses penarikan kalor dari suatu BAB II STUDI LITERATUR 2.1 Sistem Refrigerasi 2.1.1 Pendahuluan Refrigerasi merupakan suatu proses penarikan kalor dari suatu benda/ruangan ke lingkungan sehingga temperatur benda/ruangan tersebut lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN Kemas. Ridhuan 1), I Gede Angga J. 2) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar

Lebih terperinci

Maka persamaan energi,

Maka persamaan energi, II. DASAR TEORI 2. 1. Hukum termodinamika dan sistem terbuka Termodinamika teknik dikaitkan dengan hal-hal tentang perpindahan energi dalam zat kerja pada suatu sistem. Sistem merupakan susunan seperangkat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Blast Chiller Blast Chiller adalah salah satu sistem refrigerasi yang berfungsi untuk mendinginkan suatu produk dengan cepat. Waktu pendinginan yang diperlukan untuk sistem Blast

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Tata Udara [sumber : 5. http://ridwan.staff.gunadarma.ac.id] Sistem tata udara adalah proses untuk mengatur kondisi suatu ruangan sesuai dengan keinginan sehingga dapat memberikan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM : LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC Nama Praktikan : Utari Handayani NPM : 140310110032 Nama Partner : Gita Maya Luciana NPM : 140310110045 Hari/Tgl Percobaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING 3.1 Perngertian dan Standar Pengkondisian Udara Bangunan Pengkondisian udara adalah suatu usaha ang dilakukan untuk mengolah udara dengan cara mendinginkan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prinsip Kerja Mesin Pendingin Penemuan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi merintis jalan bagi pembuatan dan penggunaan mesin penyegaran udara. Komponen utama

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Simulator Pengertian simulator adalah program yg berfungsi untuk menyimulasikan suatu peralatan, tetapi kerjanya agak lambat dari pada keadaan yg sebenarnya. Atau alat untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penyimpanan Energi Termal Es merupakan dasar dari sistem penyimpanan energi termal di mana telah menarik banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir. Alasan terutama dari penggunaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Desalinasi Desalinasi merupakan suatu proses menghilangkan kadar garam berlebih dalam air untuk mendapatkan air yang dapat dikonsumsi binatang, tanaman dan manusia.

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HRSG HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas untuk memanaskan air dan

Lebih terperinci

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin BAB II Prinsip Kerja Mesin Pendingin A. Sistem Pendinginan Absorbsi Sejarah mesin pendingin absorbsi dimulai pada abad ke-19 mendahului jenis kompresi uap dan telah mengalami masa kejayaannya sendiri.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Sistem Refrigerasi.1.1 Pendahuluan Refrigerasi merupakan suatu proses penarikan kalor dari suatu benda/ruangan ke lingkungan sehingga temperatur benda/ruangan tersebut lebih rendah

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG MESIN AC SPLIT 2 PK. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Strata Satu ( S-1 ) Teknik Mesin

TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG MESIN AC SPLIT 2 PK. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Strata Satu ( S-1 ) Teknik Mesin TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG MESIN AC SPLIT 2 PK Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Strata Satu ( S-1 ) Teknik Mesin U N I V E R S I T A S MERCU BUANA Disusun oleh : Nama : Ari Siswoyo

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sistem refrigerasi kompresi uap merupakan suatu sistem yang menggunakan kompresor sebagai alat kompresi refrigeran, yang dalam keadaan bertekanan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Freezer Freezer merupakan salah satu mesin pendingin yang digunakan untuk penyimpanan suatu produk yang bertujuan untuk mendapatkan produk dengan kualitas yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sistem Refrigerasi Kompresi Uap merupakan system yang digunakan untuk mengambil sejumlah panas dari suatu barang atau benda lainnya dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan saat ini terutama bagi masyarakat perkotaan. Refrigerasi dapat berupa lemari es pada rumah tangga, mesin

Lebih terperinci

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur BAB II MESIN PENDINGIN 2.1. Pengertian Mesin Pendingin Mesin Pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas dari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA Data analisa dan perhitungan dihitung pada jam terpanas yaitu sekitar jam 11.00 sampai dengan jam 15.00, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013 1.2.3 AC Central AC central sistem pendinginan ruangan yang dikontrol dari satu titik atau tempat dan didistribusikan secara terpusat ke seluruh isi gedung dengan kapasitas yang sesuai dengan ukuran ruangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pengeringan Pengeringan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi panas uantuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI LAPORAN TUGAS AKHIR. 2.1 Blast Chiller

BAB II DASAR TEORI LAPORAN TUGAS AKHIR. 2.1 Blast Chiller BAB II DASAR TEORI 2.1 Blast Chiller Blast Chiller adalah salah satu sistem refrigerasi yang berfungsi untuk mendinginkan suatu produk dengan cepat. Cara pendinginan produk pada Blast Chiller ini dilakukan

Lebih terperinci

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin Galuh Renggani Wilis, ST.,MT ABSTRAKSI Pengkondisian udara disebut juga system refrigerasi yang mengatur temperature & kelembaban udara. Dalam beroperasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Refrigeran merupakan media pendingin yang bersirkulasi di dalam sistem refrigerasi kompresi uap. ASHRAE 2005 mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah proses untuk mengkondisikan temperature dan kelembapan udara agar memenuhi persyaratan tertentu. Selain itu kebersihan udara,

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA.1 Teori Pengujian Sistem pengkondisian udara (Air Condition) pada mobil atau kendaraan secara umum adalah untuk mengatur kondisi suhu pada ruangan didalam mobil. Kondisi suhu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 Mesin Refrigerasi Secara umum bidang refrigerasi mencakup kisaran temperatur sampai 123 K Sedangkan proses-proses dan aplikasi teknik yang beroperasi pada kisaran temperatur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu:

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Refrigerasi adalah proses pengambilan kalor atau panas dari suatu benda atau ruang tertutup untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk dari energi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Sistem Termodinamika Sistem termodinamika adalah bagian dari seluruh jagat raya yang harus diperhitungkan. Klasifikasi dari sistem termodinamika berdasarkan pada sifat-sifat batas

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Hotel Sapadia Siantar. Hotel Danau Toba International Medan. Rumah Sakit Columbia Asia Medan

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Hotel Sapadia Siantar. Hotel Danau Toba International Medan. Rumah Sakit Columbia Asia Medan BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian Tempat penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: Hotel Sapadia Siantar Hotel Danau Toba International

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Dispenser Air Minum Hot and Cool Dispenser air minum adalah suatu alat yang dibuat sebagai alat pengkondisi temperatur air minum baik air panas maupun air dingin. Temperatur air

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Air Conditioning (AC) atau alat pengkondisi udara merupakan modifikasi pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk memberikan udara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Heat pump Heat pump adalah pengkondisi udara paket atau unit paket dengan katup pengubah arah (reversing valve) atau pengatur ubahan lainnya. Heat pump memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Air Conditioning (AC) atau alat pengkondisian udara merupakan modifikasi pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk mengkondisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyejuk udara atau pengkondisi udara atau penyaman udara atau erkon atau AC (air conditioner) adalah sistem atau mesin yang dirancang untuk menstabilkan suhu udara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Pengkondisian Udara/AC Sistem Pengkondisian udara atau yang lebih dikenal dengan Sistem pendingin adalah suatu proses dimana mengkondisikan udara suatu ruangan sehingga

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet BAB II DASAR TEORI 2.1 Blood Bank Cabinet Darah merupakan suatu cairan yang sangat penting bagi manusia karena berfungsi sebagai alat transportasi serta memiliki banyak kegunaan lainnya untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect Cooling System) Sistem pendinginan tidak langsung (indirect Cooling system) adalah salah satu jenis proses pendinginan dimana digunakannya

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Arif Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang E-mail : arifqyu@gmail.com Abstrak. Pada bagian mesin pendingin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1)

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1) BAB II DASAR TEORI 2.1 HUKUM TERMODINAMIKA DAN SISTEM TERBUKA Hukum pertama termodinamika adalah hukum kekekalan energi. Hukum ini menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan. Energi

Lebih terperinci

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng MULTIREFRIGERASI SISTEM Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng SIKLUS REFRIGERASI Sistem refrigerasi dengan siklus kompresi uap Proses 1 2 : Kompresi isentropik Proses 2 2 : Desuperheating Proses 2 3 : Kondensasi

Lebih terperinci

DASAR TEKNIK PENDINGIN

DASAR TEKNIK PENDINGIN DASAR TEKNIK PENDINGIN Oleh : Agus Maulana Praktisi Mesin Pendingin HP. 0813 182 182 33 PT Mitra Lestari Bumi Abadi Jl.Gading Indah Raya Blok C No. 25 Kelapa Gading - Jakarta, 14240 Siklus Sistem Mesin

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PERANCANGAN. BAB III PERANCANGAN 3.1 Beban Pendinginan (Cooling Load) Beban pendinginan pada peralatan mesin pendingin jarang diperoleh hanya dari salah satu sumber panas. Biasanya perhitungan sumber panas berkembang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Florist Cabinet Florist cabinet merupakan suatu alat yang digunakan untuk proses pendinginan bunga. Florist cabinet sangat beragam dalam ukuran dan konstruksi. Biasanya florist cabinet

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap

Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap Azridjal Aziz 1,a* dan Boby Hary Hartanto 2,b 1,2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERMASALAHAN. Cara kerja evaporator mesin pendingin absorpsi difusi amonia-air

PERMASALAHAN. Cara kerja evaporator mesin pendingin absorpsi difusi amonia-air LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Cara kerja evaporator mesin pendingin absorpsi difusi amonia-air Pengaruh inputan daya heater beban pada kapasitas pendinginan, koefisien konveksi, dan laju alir massa refrigeran.

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS REFRIGERANT DAN BEBAN PENDINGINAN TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

PENGARUH JENIS REFRIGERANT DAN BEBAN PENDINGINAN TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN PENGARUH JENIS REFRIGERANT DAN BEBAN PENDINGINAN TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN Edi Purwanto, Kemas Ridhuan Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyan Metro Jl. KH. Dewantara

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Air-Water System

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Air-Water System BAB II DASAR TEORI 2.1 Air-Water System Kekurangan pada all air system yaitu penggunaannya yang tidak dapat dikontol di tiap-tiap ruangan tertentu karena pada setiap ruangan menggunakan supply air yang

Lebih terperinci

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada Siklus Kompresi Uap Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak digunakan dalam daur refrigerasi, pada daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), pengembunan( 2 ke 3), ekspansi (3

Lebih terperinci

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) Refrigeration, Ventilation and Air-conditioning RVAC Air-conditioning Pengolahan udara Menyediakan udara dingin Membuat udara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk menyerap kalor dari lingkungan atau untuk melepaskan kalor ke lingkungan. Sifat-sifat fisik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel

BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel Cooling Tunnel atau terowongan pendingin merupakan penerapan sistem refrigerasi yang banyak digunakan di industri, baik industri pengolahan makanan, minuman dan farmasi.

Lebih terperinci

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR SKRIPSI Skripsi yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel Cooling Tunnel atau terowongan pendingin merupakan sistem refrigerasi yang banyak digunakan di industri, baik industri pengolahan makanan, minuman dan farmasi. Cooling

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara BAB II TEORI DASAR 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu sistem yang digunakan untuk menciptakan suatu kondisi pada suatu ruang agar sesuai dengan keinginan. Sistem tata udara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian umum. Refrigerasi adalah aplikasi dari hukum ke dua Termodinamika yang. dinyatakan oleh Clausius.

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian umum. Refrigerasi adalah aplikasi dari hukum ke dua Termodinamika yang. dinyatakan oleh Clausius. 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian umum Refrigerasi adalah aplikasi dari hukum ke dua Termodinamika yang dinyatakan oleh Clausius. adalah hal yang tidak mungkin untuk membangun suatu alat yang beroperasi

Lebih terperinci

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin BELLA TANIA Program Pendidikan Fisika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surya May 9, 2013 Abstrak Mesin

Lebih terperinci

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR Arif Kurniawan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; Jl.Raya Karanglo KM. 2 Malang 1 Jurusan Teknik Mesin, FTI-Teknik Mesin

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Tata Udara

Pengantar Sistem Tata Udara Pengantar Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu proses mendinginkan/memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan/dipersyaratkan. Selain itu, mengatur aliran udara

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA State of the art penelitian BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Mesin refrigerasi Siklus Kompresi Uap Standar (SKU) pada adalah salah satu jenis mesin konversi energi, dimana sejumlah energi dibutuhkan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011. Materi Tujuan Ket.

SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011. Materi Tujuan Ket. SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011 No Minggu ke 1 1-2 20 Feb 27 Feb Materi Tujuan Ket. Pendahuluan, Jenis dan Contoh Aplikasi system Refrigerasi Siswa mengetahui

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

SISTEM REFRIGERASI. Gambar 1. Freezer

SISTEM REFRIGERASI. Gambar 1. Freezer SISTEM REFRIGERASI Sistem refrigerasi sangat menunjang peningkatan kualitas hidup manusia. Kemajuan dalam bidang refrigerasi akhir-akhir ini adalah akibat dari perkembangan sistem kontrol yang menunjang

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy, Pengaruh Kecepatan Udara Pendingin Kondensor Terhadap Kooefisien Prestasi PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy Jurusan

Lebih terperinci

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Oleh : Robbin Sanjaya 2106.030.060 Pembimbing : Ir. Denny M.E. Soedjono,M.T PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Split Air Conditioner (AC) split merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondikan udara didalam ruangan sesuai dengan yang diinginkan oleh penghuni.

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN Eko Budiyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyan Metro Jl. KH. Dewantara No.

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN 1 Amrullah, 2 Zuryati Djafar, 3 Wahyu H. Piarah 1 Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin, Politeknik Bosowa, Makassar 90245,Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kondensor Kondensor adalah suatu alat untuk terjadinya kondensasi refrigeran uap dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Kondensor sebagai alat penukar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Absorpsi Siklus absorpsi adalah termodinamika yang dapat digunakan sebagai siklus refrigerasi dan pengkondisian udara yang digerakkan oleh energi dalam bentuk panas.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar Perpindahan Kalor 2.1.1. Umum Penukaran Kalor sering dipergunakan dalam kehidupan sehari hari dan juga di gedung dan industri. Contoh kegiatan penukaran kalor dalam

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Mesin Pendingin Untuk pertama kali siklus refrigerasi dikembangkan oleh N.L.S. Carnot pada tahun 1824. Sebelumnya pada tahun 1823, Cagniard de la Tour (Perancis),

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2012

BAB II DASAR TEORI 2012 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Brine Sistem Brine adalah salah satu sistem refrigerasi kompresi uap sederhana dengan proses pendinginan tidak langsung. Dalam proses ini koil tidak langsung mengambil

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR Untuk mengenalkan aspek-aspek refrigerasi, pandanglah sebuah siklus refrigerasi uap Carnot. Siklus ini adalah kebalikan dari siklus daya uap Carnot. Gambar 1.

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Kemas Ridhuan, Andi Rifai Program Studi Teknik Mesin Universitas muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar Dewantara No.

Lebih terperinci

DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR

DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTARISI DAFTARTABEL DAFTARGAMBAR DAFTARSIMBOL

Lebih terperinci