BAB III METODELOGI PENELITIAN. Hotel Sapadia Siantar. Hotel Danau Toba International Medan. Rumah Sakit Columbia Asia Medan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODELOGI PENELITIAN. Hotel Sapadia Siantar. Hotel Danau Toba International Medan. Rumah Sakit Columbia Asia Medan"

Transkripsi

1 BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Tempat penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: Hotel Sapadia Siantar Hotel Danau Toba International Medan Rumah Sakit Columbia Asia Medan Laboratorium Pendingin Departemen Teknik Mesin, FT USU Waktu Penelitian Penelitian dilakukan mulai 01 Juli 08 Oktober Alat dan Bahan yang Digunakan Penelitian ini akan menggunakan bahan-bahan untuk pengukuran dan beberapa alat seperti alat produksi dan alat ukur Alat Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Alat ukur temperatur udara, kecepatan angin, intensitas cahaya dan kelembaban (Station data logger HOBO Micro Station)

2 Gambar 3.1 Hobo Micro Station Data Logger Dengan spesifikasi : a. Skala Pengoperasian : C dengan baterai alkalin C dengan baterai litium b. Input Sensor : 3 buah sensor pintar multi channel monitoring c. Ukuran : 8,9 cm x 11,4 cm x 5,4 cm d. Berat : 0,36 kg e. Memori : 512Kb Penyimpanan data nonvolatile flash. f. Interval Pengukuran : 1 detik 18 jam (tergantung pengguna) g. Akurasi waktu : 0-2 detik

3 2. Alat ukur temperatur / termokopel (AGILENT ) Gambar 3.2 Agilent dengan termokopel tipe T dan K Spesifikasi : a. Daya 35 Watt b. Jumlah saluran termokopel 20 buah c. Tegangan 250 volt d. Mempunyai 3 saluran utama e. Dapat memindai data hingga 250 saluran per detik f. Mempunyai 8 tombol panel dan sistem kontrol g. Fungsional antara lain pembacaan suhu termokopel, RTD dan termistor, arus listrik AC.

4 3. Satu unit evaporator Gambar 3.3 Evaporator Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a. Kabel termokopel b. Perekat c. Dll 3.3 Variabel Riset Adapun variabel input dari pengujian yang akan dianalisa antara lain adalah sebagai berikut :

5 a. Temperatur ruangan sebelum dipasang evaporator b. Temperatur ruangan sesudah evaporator dipasang dan water heater tidak diisi air c. Temperatur ruangan sesudah evaporator dipasang dan water heater diisi air setengah d. Temperatur ruangan sesudah evaporator dipasang dan water heater diisi air penuh e. Temperatur ruangan sesudah evaporator dipasang dan water heater bersirkulasi Di mana akan dihasilkan data berupa variabel output yang diharapkan, yaitu: a. Beban pendingin ruangan sebelum evaporator dipasang. b. Dimensi utama evaporator. 3.4 Set-Up Pengujian Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini sesuai dengan tanggung jawab penulis adalah bidang perhitungan beban pendingin ruangan dan perancangan evaporator. Penulis menghitung secara analitik pengaruh perubahan temperatur ruangan sebelum dan sesudah didinginkan oleh evaporator, disini juga penulis ingin menunjukan kerja evaporator mendinginkan runagan pada siklus kompresi uap hibrid. Penulis memulai skripsi ini dengan mencari referensi yang sesuai. Lalu dilakukan proses pengumpulan data yang berkaitan seperti temperatur udara harian, intensitas cahaya, kecepatan angin, dan kelembaban udara menggunakan

6 alat Station data logger HOBO Micro Station selama 1 bulan. Setelah itu diambil juga data temperatur ruangan selama 1 minggu menggunakan alat ukur temperatur dan termokopel Agilent. Proses dilanjutkan dengan perhitungan analitik dengan berbagai variasi pengujian. Variasi tersebut digunakan untuk mengetahui performansi evaporator dalam mendinginkan ruangan pada saat bekerja bersamaan denagan water heater ataupun tidak. Gambar 3.4 Termokopel di dinding untuk pengujian

7 Mulai Studi literatur Buku referensi,paper,dll Pengambilan data temperatur udara harian, intensitas cahaya, kecepatan angin, dan kelembaban udara Pengambilan data dimensi ruangan dan temperatur ruangan Perhitungan beban pendingin ruangan sebelum didinginkan Perancangan evaporator Pengukuran temperatur ruangan saat water heater tidak diisi air (kosong) Pengukuran temperatur ruangan saat water heater diisi air setengah Pengukuran temperatur ruangan saat water heater diisi air penuh Pengukuran temperatur ruangan saat water heater bersirkulasi Ya Perlu Modifikasi? Tidak Analisa data Kesimpulan Selesai Gambar 3.5 Diagram Alir Proses Pengerjaan Tugas Akhir

8 BAB IV ANALISA DATA 4.1 Perhitungan beban pendingin ruangan Perhitungan beban pendingin dari atap Qs = U A.ΔT U = 0,51 W/m 2.K A = 7.28 x 3.15 = m 2 Dari tabel 31, mass inside, without suspended ceiling, R=1,96, atap NO: 4 CLTD dari Tabel 30 (Lampiran A) Hour Roof T 27,2 28,8 30,7 32,4 33,8 34, ,7 33,9 ΔT Qs Perhitungan beban pendingin dari dinding Dinding A ( Kopel) (N) Qs = U.A. ΔT A = 7.28 x ( 2.07 x 0.9) = m 2

9 U = 2,73 W/m 2 K (Lampiran A) wall face Hour T 27,2 28,8 30,7 32,4 33,8 34, ,7 33,9 ΔT Qs Dinding B (E) U = 2,73 W/m 2.K Koreksi CLTD = (25,5-20) + [(35-11/2) 29,4] = 5.6 o C CLTD corr = CLTD o C A = 3.15 x 4.05 = m 2 Hour wall face E CLTDcorr Qs Dinding C (S) U= 2,73 W/m 2.K A = (7.28 x 4.05) (3 x 1.2) ( 2.07 x 0.9 ) = m 2 wall face Hour S CLTD corr

10 Qs Dinding D (W) U = 2.73 W/m 2.K A = 3.15 x 4.05 = m 2 Hour wall face W CLTDcorr Qs Perhitungan beban pendingin dari pintu wall face Pintu A,C U = 1,08 (R = 0,926) A = 2.07 x 0.9 = 1.86 m 2 Dari tabel 32 untuk wall no.2 (Lampiran A) Hour Pintu A (N) CLTD corr 9,6 10,6 12,6 13,6 15,6 17,6 18,6 19,6 20,6 Qs Pintu C (S) CLTD corr 6,6 9,6 13,6 18,6 23,6 28,6 31,6 32,6 31,6 Qs

11 4.1.4 Perhitungan beban pendingin dari jendela Beban konduksi melalui jendela A total = (3 x 1,2) = 3.6 m 2 U = 4,6 W/m 2.K Dari Tabel 34 diperoleh CLTD (Lampiran A) Solar time CLTD CLTD corr 6,6 7,6 9,6 10,6 12,6 12,6 13,6 13,6 12,6 Qs Panas transmisi dari jendela Q = A. SC. SCL Dimana: SC = 0,55 untuk jendela gelas yang bening dengan tirai jenis venetian blinds. SCL = solar cooling load factor. A W = (3 x 1,2) = 3.6 m 2 Jendela dikategorikan dalam zona B, maka dari Tabel 36 Zona Type B (Lampiran A) Glass Face Hour Dinding C(S) Q

12 4.1.5 Perhitungan beban pendingin dari manusia Dari Tabel 3 Bab 28 ASHRAE untuk kategori aktivitas di kantor jumlah panas per orang adalah 75 W untuk panas sensibel dan 55 W untuk panas laten. Maka panas sensibel dan panas laten dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Q s = N 75 CLF Q l = N 55 CLF = cooling load factor untuk beban sensibel yang dapat dilihat pada Tabel 37 Bab 8 ASHRAE untuk kategori C (Lampiran A). Jam masuk adalah jam 9 pagi s/d jam 5 sore, berdasarkan kriteria ini lama pekerja di ruangan adalah sekitar 9 jam, pukul 9 pagi dianggap pekerja sudah berada 1 jam di ruangan. Nilai dari CLF ditampilkan di bawah: Hour in Space No of hours after Entry into space or Equipment turned on QS

13 N = jumlah penghuni ruangan = 8 orang Untuk panas laten Q l = 8 x 55 = 440 W Perhitungan beban pendingin dari lampu Beban dari lampu Wtungsten : 150 W Perhitungan beban pendingin dari udara infiltrasi Infiltrasi yang mungkin di sini adalah pembukaan pintu. Standard yang biasa digunakan adalah 2,8 m 3 akan masuk udara tiap kali terjadi pembukaan pintu. Pada soal ini diasumsikan pintu luar akan digunakan 2 orang/jam. Dengan menggunakan angka ini, laju udara infiltrasi dapat dihitung: V = 2 2,8 1000/ 3600 = 1.55 L/s. Maka panas sensibel dan panas laten udara infiltrasi adalah Q s = 1,23 x 1.55 x (T o T i ) Pukul T 27,2 28,8 30,7 32,4 33,8 34, ,7 33,9 T 7,2 8,8 10,7 12,4 13,8 14, ,7 13,9 QS Q l =3010 (1.55) x (0,0159 0,0088) = W Total beban pendingin laten (Q laten )

14 Manusia Infiltrasi TOTAL :440 W :33,12 W = W Total Beban Pendingin Sensibel + Laten Hour Qs (Watt) Roof Dinding A Dinding B Dinding C Dinding D Pintu A Pintu C Kond Jendela Trans Jndla B Manusia L.tngsten Infiltrasi Qlaten TOTAL

15 Maka Beban Pendingin Total dihitung pada pukul WIB. Beban Total Pendingin :5.094,12 W = 5,09 kw 13, ,74 109,29 13,25 84, ,12 506, , , ,382 19,28 Roof Dinding A Dinding B Dinding C Dinding D Pintu A Pintu C Kond Jendela Trans Jndla B Manusia L.tungsten Infiltrasi Qlaten

16 Gambar 4.1 Diagram beban pendingin ruangan yang dikondisikan 4.2 Perancangan dimensi utama evaporator Dari data beban pendingin yang diperoleh dalam perancangan kapasitas pendingin di ruangan yang terdapat di Gedung Pascasarjana Departemen Teknik Mesin,FT-USU lantai 2 sebesar 5,09 kw dan daya kompresor yang digunakan sebesar 0,746 kw, maka dirancang dimensi utama dari evaporator yang akan digunakan sebagai pendingin refrigeran Bilangan Reynold dan Nusselt Persamaan untuk mencari Bilangan Reynold adalah: Re = ρu max D µ Diamana sifat-sifat udara dianalsia pada temperatur rata-rata 18.5 o C adalah: ρ u = 1,1926 kg/m 3 µ u = 1,263E-05 Ns/m 2 k u = E-02 W/mK Pr u = 0,7091 U = 2 m/s (direncanakan) U max = 7 m/s Maka: Re =

17 = Untuk mencari bilangan Nussel dapat dilihat dari table 2.2 dimana bilangan Re diantata adalah maka: Nu = 0,193 Re 0,618 Pr 1 3 Nu = x x = 29, Koefisien perpindahan panas di luar pipa (h o ) Koefisien perpindahan panas diluar dapat dihitung dengan persamaan: hd Nu = sehingga h o = K h o = h o = Koefisien perpindahan panas di dalam pipa (h i ) Menurut grafik dari lampiran G (Dongsoo Jun,Kwangyong An,Jinseon Park,2003), cara untuk memperoleh nilai h i, dapat diperoleh dengan menggunakan grafik plain tube dimana nilai dari h i diperoleh dari perbandingan Q eva dengan luas permukaan pipa evaporator, sehingga diperoleh nilai h i = 4500 W/m 2 K

18 Gambar 4.2 Grafik perbandingan h dengan q/a Koefisien perpindahan panas menyeluruh (U o ) Koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat dihitung dengan rumus: 1 U 0 r0 = r i 1 h i r0 + r i R fi r0 ln 0 + k ( r r ) i + R f h 0 Asumsi dalam perancangan ini pipa yang digunakan sangat tipis sehingga perbandingan antara r o dan r i dapat diabaikan,maka diperoleh nilai U o = 111, Perbedaan Temperatur Logaritma Rata Rata (LMTD) Untuk mencari nilai LMTD dapat digunakan persamaan: LMTD =

19 = (22-15) / ln[(22-8) / (15-8)] = 10,10 o C Dimensi Evaporator Hitung luas penampang pipa tembaga dihitung dari persamaan, Q = U o x A o x LMTD 5090 W = 111,15 W/m 2 K x A o x 10,10 A o = 4,533 m 2 Dengan persamaan luas penampang pipa, serta penambahan 2800 fin pada pipa setiap jarak 2 mm, maka didapat panjang pipa kondensor sebagai berikut, A o = DL L A Dimana A adalah luas penampang sirip yang dapat dihitung dengan persamaan, A = 4D 2 0,25 D 2 A = 1,33 x 10-4 m 2 Maka, A o = DL L A 4,533 m 2 = 3,14 (0,0064 m) L (1,33x10-4 ) L L = 11,511 m Pipa tersebut dibagi atas 10 laluan, sehingga panjang tiap laluan pipa adalah sebesar 1,511 m. 4.3 Titik Pengukuran ( Posisi Pengukuran)

20 Pada pengujian ini ada delapan titik yang digunakan pada ruangan. Ruangan dibagi menjadi dalam 2 bagian dikarenakan ada dinding pembatas. Titik 1,2,3,4,7,8 merupakan di ruangan belajar dan titik 5 dan 6 merupakan ruang makan. Titik 3 N Titik 6 Titik 8 W E Titik 7 Titik S 2 Titik 5 Titik 4 Titik 1 Gambar 4.3 Titik pengukuran pada ruangan saat pengujian

21 4.4 Pengukuran temperatur ruangan sebelum evaporator dipasang Gambar 4.4 Grafik pengukuran temperatur ruangan sebelum evaporator dipasang

22 Gambar 4.5 Grafik pengukuran temperatur rata-rata pada ruangan sebelum evaporator dipasang Gambar 4.6 Grafik udara lingkungan dan radiasi matahari pada tanggal 1 Oktober 2011

23 Pada pengujian temperatur ruangan sebelum evaporator dipasang pada tanggal 1Oktober 2011,ada enam titik pengujian yang peneliti lakukan. Ruangan yang diuji dibagi menjadi dua ruangan, dimana ruangan pertama atau ruangan utama ada empat titik pengujian,yaitu titik satu sampai titik empat dan ruangan kedua atau ruang makan ada dua titik pengujian, yaitu titik lima dan enam. Pada gambar 4.4 dilihatkan temperatur pada titik lima dan enam lebih tinggi dari titik satu sampai empat dikarenakan ruangan kedua tidak mengalami sirkulasi udara dikarenakan tidak adanya ventilasi dan pintu tidak dibuka dan jika dibandingkan dengan gambar 4.6 temperatur udara lingkungan dan radiasi matahari terlihat bahwa titik lima dan enam mempunyai temperatur yang sama dengan udara lingkungan dan berbeda dengan titik satu samapai empat yang mengalami sirkulasi udara pada ruangan utama. 4.5 Pengukuran temperatur ruangan sesudah evaporator dipasang dan water heater tidak diisi air.

24 Gambar 4.7 Grafik temperatur ruangan pada saat evaporator sudah dipasang dan water heater tidak diisi air. Gambar 4.8 Grafik temperatur ruangan rata-rata pada saat evaporator sudah dipasang dan water heater tidak diisi air. Gambar 4.9 Grafik temperatur udara lingkungan dan radiasi matahari pada tanggal

25 4 Oktober Pada pengujian hari berikutnya, penulis menambah dua titik pengujian untuk lebih mendapatkan data yang lebih akurat yaitu di tengah ruangan utama(titik tujuh) dan dinding pembatas antara ruangan utama dan ruang makan(titik delapan). Pada gambar 4.7 terlihat setelah evaporator bekerja pada pukul WIB rungan utama mengalami penurunan temperatur yang cukup drastis, ini terlihat pada titik dua dan titk tujuh yang dapat mencapai temperatur 24 o C pada pukul WIB dan setelah evaporator tidak bekerja pada pukul WIB temperatur ruangan mengalami kenaikan lagi. Bila dibandingkan dengan gambar 4.9 grafik udara lingkungan pada pukul WIB sampai WIB, temperatur udara lingkungan dapat mencapai temperatur 35 o C pada pukul WIB dan pada saat yang bersamaan evaporator bisa mendinginkan ruangan sampai temperatur 26 o C (dapat dilihat pada gambar 4.8). 4.6 Pengukuran temperatur ruangan sesudah evaporator dipasang dan water heater diisi air setengah

26 Gambar 4.10 Grafik temperatur ruangan pada saat evaporator sudah dipasang dan water heater diisi air setengah. Gambar 4.11 Grafik temperatur rata-rata ruangan pada saat evaporator sudah dipasang dan water heater diisi air setengah.

27 Gambar 4.12 Grafik temperatur udara lingkungan dan radiasi matahari pada tanggal 5 Oktober 2011 Pada pengujian berikutnya water heater bekerja dengan diisi air setengah. Pada gambar 4.10 dapat dilihat ruangan utama dan ruang makan dapat didinginkan oleh evaporator sampai suhu 25 o C dan pada pukul WIB temperatur ruangan mengalami penaikan diakibatkan bertambahnya jumlah orang yang berada didalam ruangan. Setelah pukul WIB temperatur ruangan kembali turun karena jumlah orang yang berada didalam ruangan sudah berkurang. Jika dibandingkan temperatur rata-rata ruangan pada gambar 4.11 dengan temperatur udara lingkungan pada gambar 4.12, evaporator dapat mendinginkan ruangan jauh dibawah temperatur udara lingkungan.

28 4.7 Pengukuran temperatur ruangan sesudah evaporator dipasang dan water heater diisi air penuh. Gambar 4.13 Grafik temperatur ruangan pada saat evaporator sudah dipasang dan water heater diisii air penuh. Gambar 4.14 Grafik temperatur rata-rata ruangan pada saat evaporator sudah dipasang dan water heater diisi air penuh.

29 Gambar 4.15 Grafik temperatur udara lingkungan dan radiasi matahari pada tanggal 7 Oktober Pengujian berikutnya adalah evaporator bekerja bersamaan dengan water heater disii air penuh. Pada gambar 4.13 ruangan dapat didinginkan oleh evaporator sampai suhu 23 o C dimana udara lingkungan mencapai temperatur 33 o C pada saat yang bersamaan. Pada titik dua temperatur mengalami penurunan yang signifikan pada pukul WIB diakibatkan aliran udara yang keluar dari evaporator dimana titik dua berada pada dinding evaporator ditempatkan. Bila dibandingkan temperatur rata-rata ruangan dengan temperatur udara lingkungan, evaporator mampu mendinginkan ruangan secara bersamaan dengan water heater memanaskan air penuh.

30 4.8 Pengukuran temperatur ruangan sesudah evaporator dipasang dan water heater bersirkulasi. Gambar 4.16 Grafik temperatur ruangan pada saat evaporator sudah dipasang dan water heater bersirkulasi.

31 Gambar 4.17 Grafik temperatur ruangan pada saat evaporator sudah dipasang dan water heater bersirkulasi. Gambar 4.18 Grafik temperatur udara lingkungan dan radiasi matahari pada tanggal 8 Oktober Pengujian berikutnya evaporator bekerja bersamaan dengan water heater yang bersikulasi tanpa menggunakan pompa. Pada gambar 4.16 temperatur ruangan mengalami perubahan yang tidak konstan karena pada saat pengujian pintu ruangan utama sering dibuka dan ditutup untuk mensirkulasikan air. Hal ini mengakibatkan temperatur ruangan mengalami perubahan. Pada gambar 4.17 temperatur rata-rata ruangan yang didinginkan evaporator pada saat water heater bersirkulasi dapat mencapai temperatur 26 o C dan jika dibandingkan dengan temperatur udara lingkungan pada saat yang sama mencapai temperatur 30 o C. Ini

32 membuktikan evaporator tetap bisa mendinginkan ruangan walaupun water heater bekerja dengan bersirkulasi.

33 BAB V KESIMPULAN & SARAN 5.1 KESIMPULAN 1. Telah dirancang dan dibangun satu unit mesin pendingin siklus kompresi uap hibrid yang dilengkapi water heater untuk pengkondisian udara. 2. Evaporator yang dirancang bangun dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang direncanakan, yaitu: a. Temperatur ruangan rata-rata sebelum evaporator dipasang : 30,5 o C b. Temperatur ruangan rata-rata sesudah evaporator dipasang dan water heater tidak diisi air : 24 o C c. Temperatur ruangan rata-rata sesudah evaporator dipasang dan water heater diisi air setengah : 25 o C d. Temperatur ruangan rata-rata sesudah evaporator dipasang dan water heater diisi air penuh : 23 o C e. Temperatur ruangan rata-rata sesudah evaporator dipasang dan water heater bersirkulasi : 26 o C 3. Berdasarkan dari data pengujian terlihat bahwa evaporator tetap dapat menjalankan fungsinya mendinginkan ruangan. Hal ini berlaku baik pada saat water heater dikosongkan maupun diisi penuh. Kesimpulan yang dapat ditarik dari pengujian ini bahwa water heater tidak mempengaruhi

34 kinerja evaporator karena dengan penambahan komponen water heater efek refrigerasi evaporator semakin besar. 5.2 SARAN 1. Untuk pengujian lebih lanjut diharapkan memperbanyak titik pengukuran guna memperoleh hasil pengujian yang lebih baik. 2. Untuk pengujian lebih lanjut khusus untuk water heater bekerja dengan sirkulasi lebih baik digunakan pompa untuk keefektifan pengujian temperatur di dalam ruangan. 3. Saat dilakukan pengujian pintu ruangan sebaiknya ditutup atau frekuensi orang keluar masuk dikurangi.

LAMPIRAN I. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN I. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN I LAMPIRAN II LAMPIRAN III Perhitungan beban pendinginan pada penelitian. Bangunan yang digunakan dalam melakukan penelitian berlokasi di daerah 40 o LU. Temperature didalam ruangan dan diluar

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Tata Udara [sumber : 5. http://ridwan.staff.gunadarma.ac.id] Sistem tata udara adalah proses untuk mengatur kondisi suatu ruangan sesuai dengan keinginan sehingga dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PERANCANGAN. BAB III PERANCANGAN 3.1 Beban Pendinginan (Cooling Load) Beban pendinginan pada peralatan mesin pendingin jarang diperoleh hanya dari salah satu sumber panas. Biasanya perhitungan sumber panas berkembang

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING 3.1 Perngertian dan Standar Pengkondisian Udara Bangunan Pengkondisian udara adalah suatu usaha ang dilakukan untuk mengolah udara dengan cara mendinginkan,

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA

MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA MODIFIKASI DAN PENGUJIAN EVAPORATOR MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik JUNIUS MANURUNG NIM.

Lebih terperinci

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA Data analisa dan perhitungan dihitung pada jam terpanas yaitu sekitar jam 11.00 sampai dengan jam 15.00, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin Ruangan (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak

Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin Ruangan (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak 13 Analisis Konsumsi Energi Listrik Pada Sistem Pendingin an (Air Conditioning) Di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Pontianak Rina Dwi Yani Program Studi Manajemen Energi, Magister Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prinsip Kerja Mesin Pendingin Penemuan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi merintis jalan bagi pembuatan dan penggunaan mesin penyegaran udara. Komponen utama

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG

BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG BAB IV PERHITUNGAN PENDINGIN GEDUNG 4.1. Survey Penggunaan Gedung Survey yang dilakukan pada PT.FOOD STATION di jalan raya Cipinang (Pasar Induk), Jakarta Timur. Posisi gedung menghadap dari utara ke selatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dilakukan perhitungan beban pendinginan (cooling load) dari hasil pengumpulan data di lapangan untuk mengetahui parameter yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB IV ANALISA DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN BAB IV ANALISA DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN Dalam perhitungan beban pendingin gedung yang akan dikondisikan oleh mesin pendingin didapat data-data dari gedung tersebut, sebagai berikut : IV.1 Nama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Data Pengumpulan data di maksudkan untuk mendapatkan gambaran dalam proses perhitungan beban pendingin pada ruang kerja lantai 2, data-data yang di perlukan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN. Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN. Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta BAB III PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN Perhitungan beban pendinginan office PT. XX yang berlokasi di Jakarta selatan, terdiri dari dua lantai yaitu: Lantai 1, terdiri dari : firs aid, locker female, toilet

Lebih terperinci

BAB IV: KONSEP Pendekatan Konsep Bangunan Hemat Energi

BAB IV: KONSEP Pendekatan Konsep Bangunan Hemat Energi BAB IV: KONSEP 4.1. Konsep Dasar Perancangan Konsep dasar yang akan di gunakan dalam perancangan ini adalah Arsitektur hemat energi yang menerapkan Pemanfaatan maupun efisiensi Energi dalam rancangan bangunan.

Lebih terperinci

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) Refrigeration, Ventilation and Air-conditioning RVAC Air-conditioning Pengolahan udara Menyediakan udara dingin Membuat udara

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISA PERFORMANSI COLD STORAGE

PERANCANGAN DAN ANALISA PERFORMANSI COLD STORAGE PERANCANGAN DAN ANALISA PERFORMANSI COLD STORAGE PADA KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN CHILLER WATER REFRIGERASI ABSORPSI MENGGUNAKAN REFRIGERANT AMMONIA-WATER (NH 3 -H 2 O) Nama Mahasiswa : Radityo Dwi Atmojo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paling banyak digunakan adalah sistem kompresi uap. Secara garis besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paling banyak digunakan adalah sistem kompresi uap. Secara garis besar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Mesin Pendingin Mesin pendingin adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Pendingin Mesin pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas ke suatu tempat yang temperaturnya

Lebih terperinci

BAB IV. ducting pada gedung yang menjadi obyek penelitian. psikometri untuk menentukan kapasitas aliran udara yang diperlukan untuk

BAB IV. ducting pada gedung yang menjadi obyek penelitian. psikometri untuk menentukan kapasitas aliran udara yang diperlukan untuk BAB IV PERHITUNGAN RANCANGAN PENGKONDISI UDARA Pada bab ini akan dilakukan perhitungan rancangan pengkondisian udara yang meliputi perhitungan beban pendinginan, analisa psikometri, dan perhitungan rancangan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE

STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE STUDI EVALUASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO KAMPUS BUKIT JIMBARAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE M. N. Hanifan, 1 I.G.D Arjana, 2 W. Setiawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, FakultasTeknik,UniversitasUdayana

Lebih terperinci

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI PENGUJIAN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR LAUT DENGAN MEMBANDINGKAN PERFORMANSI KACA SATU DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Heat pump Heat pump adalah pengkondisi udara paket atau unit paket dengan katup pengubah arah (reversing valve) atau pengatur ubahan lainnya. Heat pump memiliki

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah...

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG MESIN AC SPLIT 2 PK. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Strata Satu ( S-1 ) Teknik Mesin

TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG MESIN AC SPLIT 2 PK. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Strata Satu ( S-1 ) Teknik Mesin TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG MESIN AC SPLIT 2 PK Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Strata Satu ( S-1 ) Teknik Mesin U N I V E R S I T A S MERCU BUANA Disusun oleh : Nama : Ari Siswoyo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan air sebagai HTF dan paraffin wax sebagai PCM. Sifat fisik paraffin wax RT52 disajikan pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Sifat fisik paraffin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Blast Chiller Blast Chiller adalah salah satu sistem refrigerasi yang berfungsi untuk mendinginkan suatu produk dengan cepat. Waktu pendinginan yang diperlukan untuk sistem Blast

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PROTOTIPE DAN PENGUJIAN PROTOTIPE

BAB IV EVALUASI PROTOTIPE DAN PENGUJIAN PROTOTIPE BAB IV EVALUASI PROTOTIPE DAN PENGUJIAN PROTOTIPE Setelah selesai pembuatan prototipe, maka dilakukan evaluasi prototipe, apakah prototipe tersebut telah sesuai dengan SNI atau tidak, setelah itu baru

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk memperbaiki kualitas ikan, dibutuhkan suatu alat yaitu untuk menjaga kondisi ikan pada kondisi seharusnya dengan cara menyimpannya didalam sebuah freezer yang

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN KOMPRESOR DAN PIPA KAPILER UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1 PK SKRIPSI

RANCANG BANGUN KOMPRESOR DAN PIPA KAPILER UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1 PK SKRIPSI RANCANG BANGUN KOMPRESOR DAN PIPA KAPILER UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1 PK SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ZAKARIA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Metode penelitian merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapan tahapan yang jelas yang disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan

Lebih terperinci

Helbert, Tulus Burhanuddin Sitorus Universitas Sumatera Utara

Helbert, Tulus Burhanuddin Sitorus Universitas Sumatera Utara RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MESIN PENDINGIN DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL 96% SEBAGAI REFRIGERAN Helbert, Tulus Burhanuddin Sitorus Universitas Sumatera Utara QuasWeX@hotmail.com ABSTRAK Penggunaan mesin

Lebih terperinci

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR SKRIPSI Skripsi yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1. Perhitungan Total Beban Kalor Dalam Ruangan Dalam bahasan ini total beban kalor tersimpan dalam ruangan adalah penjumlahan dari tambahan panas dari transmisi radiasi

Lebih terperinci

PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER. MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI

PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER. MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Oleh : TRI

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan pengerjaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan Penelitian Pada tahapan ini akan dilakukan studi literatur dan pendalaman

Lebih terperinci

ANALISIS BEBAN PENDINGIN PADA RUANG KULIAH PRODI NAUTIKA JURUSAN KEMARITIMAN

ANALISIS BEBAN PENDINGIN PADA RUANG KULIAH PRODI NAUTIKA JURUSAN KEMARITIMAN ANALISIS BEBAN PENDINGIN PADA RUANG KULIAH PRODI NAUTIKA JURUSAN KEMARITIMAN Mika Patayang (1), Erry Yadie (2) Staf Pengajar Jurusan Kemitraan Polnes Samarinda 1, 2 ) jl. batu cermin sempaja ujung kampus

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Suhu Udara Hasil pengukuran suhu udara di dalam rumah tanaman pada beberapa titik dapat dilihat pada Gambar 6. Grafik suhu udara di dalam rumah tanaman menyerupai bentuk parabola

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Tata Udara

Pengantar Sistem Tata Udara Pengantar Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu proses mendinginkan/memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan/dipersyaratkan. Selain itu, mengatur aliran udara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu

II. TINJAUAN PUSTAKA. apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Tata Udara Hampir semua aktifitas dalam gedung seperti kantor, hotel, rumah sakit, apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu penerangan,

Lebih terperinci

PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA)

PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA) PERHITUNGAN ULANG SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA GERBONG KERETA API PENUMPANG EKSEKUTIF MALAM (KA. GAJAYANA) DOSEN PEMBIMBING: ARY BACHTIAR KRISHNA PUTRA, S.T, M.T, Ph.D TANTY NURAENI 2107100631 JURUSAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2

PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2 PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK SIMULASI SATU UNIT MESIN PENDINGIN SIKLUS ADSORPSI YANG DIGERAKKAN ENERGI SURYA DENGAN LUAS KOLEKTOR 1,5 m 2 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Rancangan Evaporative Cooling pada Kondensor Penambahan evaporative cooling (EC) pada kondensor akan menurunkan temperatur masukan ke kondensor, sehingga tekanan kondensor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 56 BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Varian Prinsip Solusi Pada Varian Pertama dari cover diikatkan dengan tabung pirolisis menggunakan 3 buah toggle clamp, sehingga mudah dan sederhana dalam

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT 3.1.1 Design Tabung (Menentukan tebal tabung) Tekanan yang dialami dinding, ΔP = 1 atm (luar) + 0 atm (dalam) = 10135 Pa F PxA

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC

BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC Dalam perancangan pemasangan AC pada Ruang Dosen dan Teknisi, data-data yang dibutuhkan diambil dari berbagai buku acuan. Data-data

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan

Kata kunci : pemanasan global, bahan dan warna atap, insulasi atap, plafon ruangan, kenyamanan Variasi bahan dan warna atap bangunan untuk Menurunkan Temperatur Ruangan akibat Pemanasan Global Nasrul Ilminnafik 1, a *, Digdo L.S. 2,b, Hary Sutjahjono 3,c, Ade Ansyori M.M. 4,d dan Erfani M 5,e 1,2,3,4,5

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN 57 BAB III PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN 3.1 Beban Pendingin Tabel 3.1.1 Flow Chart Perhitungan Beban kalor gedung secara umum ada 2 macam yaitu kalor sensible dan kalor laten. Beban kalor laten dan sensible

Lebih terperinci

PERHI TUNGAN BEBAN PENDI NGI N PADA RUANG LABORATORI UM KOMPUTER PAPSI - I TS

PERHI TUNGAN BEBAN PENDI NGI N PADA RUANG LABORATORI UM KOMPUTER PAPSI - I TS PERHI TUNGAN BEBAN PENDI NGI N PADA RUANG LABORATORI UM KOMPUTER PAPSI - I TS Oleh : LAURA SUNDARION 2107 030 075 Dosen Pembimbing : Ir. Denny M.E SOEDJONO, MT LATAR BELAKANG Sistem pengkondisian udara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Hasil Pengujian Beban Kalor Setelah dilakukan perhitungan beban kalor didalam ruangan yang meliputi beban kalor sensible dan kalor laten untuk ruangan dapat

Lebih terperinci

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu

Grafik tegangan (chanel 1) terhadap suhu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KONVERSI RANGKAIAN PENGUKUR SUHU Rangkaian pengukur suhu ini keluarannya adalah tegangan sehingga dibutuhkan pengambilan data konversi untuk mengetahui bentuk persamaan yang

Lebih terperinci

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi

Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Pemanfaatan Sistem Pengondisian Udara Pasif dalam Penghematan Energi Lia Laila Prodi Teknologi Pengolahan Sawit, Institut Teknologi dan Sains Bandung Abstrak. Sistem pengondisian udara dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI Ozkar F. Homzah 1* 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tridinanti Palembang Jl.

Lebih terperinci

PENGARUH TEKANAN TERHADAP PENGKONDISIAN UDARA SISTEM EKSPANSI UDARA

PENGARUH TEKANAN TERHADAP PENGKONDISIAN UDARA SISTEM EKSPANSI UDARA PENGARUH TEKANAN TERHADAP PENGKONDISIAN UDARA SISTEM EKSPANSI UDARA Sumanto 1), Wayan Sudjna 2), Harimbi Setyowati 3), Andi Ahmad Rifa i Prodi Teknik Industri 1), Prodi Teknik Mesin 2), Prodi Teknik Kimia

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PIRANTI LUNAK PENAKSIRAN BEBAN PENDINGINAN TATA-UDARA BANGUNAN

PENGEMBANGAN PIRANTI LUNAK PENAKSIRAN BEBAN PENDINGINAN TATA-UDARA BANGUNAN PENGEMBANGAN PIRANTI LUNAK PENAKSIRAN BEBAN PENDINGINAN TATA-UDARA BANGUNAN 1 Erfan Purnama 2 Wisnu Hendradjit 3 Agus Samsi Program Studi Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 RANCANG BANGUN GENERATOR PADA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN SIKLUS ABSORPSI MEMANFAATKAN PANAS BUANG MOTOR BAKAR DENGAN PASANGAN REFRIJERAN - ABSORBEN AMONIA-AIR Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin pendingin BAB II TINJAUAN PUSTAKA Mesin pendingin merupakan mesin yang berfungsi untuk memindahkan panas dari lingkungan bersuhu rendah ke lingkungan bersuhu tinggi. Mesin pendingin dapat dibayangkan

Lebih terperinci

DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR

DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTARISI DAFTARTABEL DAFTARGAMBAR DAFTARSIMBOL

Lebih terperinci

SIDANG P3 SKRIPSI ME

SIDANG P3 SKRIPSI ME SIDANG P3 SKRIPSI ME 091329 OLEH : A. A. ALFITRA DWIFAJRYN B. 4205 100 055 JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 OUTLINE BAB I BAB

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI AC PORTABLE UNTUK CONTAINER 20 KAKI DI PT ESKIMO WIERAPERDANA

ANALISIS PERFORMANSI AC PORTABLE UNTUK CONTAINER 20 KAKI DI PT ESKIMO WIERAPERDANA ANALISIS PERFORMANSI AC PORTABLE UNTUK CONTAINER 20 KAKI DI PT ESKIMO WIERAPERDANA AHMAD NURYANA NIM : 41315120057 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2017 LAPORAN

Lebih terperinci

Bab IV Analisa dan Pembahasan

Bab IV Analisa dan Pembahasan Bab IV Analisa dan Pembahasan 4.1. Gambaran Umum Pengujian ini bertujuan untuk menentukan kinerja Ac split TCL 3/4 PK mengunakan refrigeran R-22 dan MC-22. Pengujian kinerja Ac split TCL mengunakan refrigeran

Lebih terperinci

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap BAB III METODE PENELETIAN Metode yang digunakan dalam pengujian ini dalah pengujian eksperimental terhadap alat destilasi surya dengan memvariasikan plat penyerap dengan bahan dasar plastik yang bertujuan

Lebih terperinci

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA UNIT 9 SUMBER-SUMBER PANAS Delapan unit sebelumnya telah dibahas dasar-dasar tata udara dan pengaruhnya terhadap kenyamanan manusia. Juga

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN EVAPORATOR UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1PK SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

RANCANG BANGUN EVAPORATOR UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1PK SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi RANCANG BANGUN EVAPORATOR UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1PK SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TYSON MARUDUT MANURUNG NIM

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENGERINGAN COKLAT DENGAN MESIN PENGERING ENERGI SURYA METODE PENGERINGAN THIN LAYER

KARAKTERISTIK PENGERINGAN COKLAT DENGAN MESIN PENGERING ENERGI SURYA METODE PENGERINGAN THIN LAYER KARAKTERISTIK PENGERINGAN COKLAT DENGAN MESIN PENGERING ENERGI SURYA METODE PENGERINGAN THIN LAYER SKRIPSI Skripsi yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Oleh : DAVID TAMBUNAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH Diajukan guna melengkapi sebagaian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta DAFTAR PUSTAKA W. Arismunandar, Heizo Saito, 1991, Penyegaran Udara, Cetakan ke-4, PT. Pradnya Paramita, Jakarta Standar Nasional Indonesia (SNI) : Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR MODEL WATER HEATER KAPASITAS 10 LITER DENGAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA

STUDI EKSPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR MODEL WATER HEATER KAPASITAS 10 LITER DENGAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA TUGAS AKHIR STUDI EKSPERIMENTAL KOEFISIEN PERPINDAHAN KALOR MODEL WATER HEATER KAPASITAS 10 LITER DENGAN INJEKSI GELEMBUNG UDARA Disusun: SLAMET SURYADI NIM : D 200050181 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

Bab IV Analisa dan Pembahasan

Bab IV Analisa dan Pembahasan Bab IV Analisa dan Pembahasan 4.1. Gambaran Umum Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kinerja Ac split TCL 3/4 PK mengunakan refrigeran R-22 dan refrigeran MC-22. Pengujian kinerja Ac split

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Kemas Ridhuan, Andi Rifai Program Studi Teknik Mesin Universitas muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar Dewantara No.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

KAJIAN EXPERIMENTAL KOLEKTOR SURYA PRISMATIK DENGAN VARIASI JARAK KACA TERHADAP PLAT ABSORBER MENGGUNAKAN SISTEM TERTUTUP UNTUK PEMANAS AIR

KAJIAN EXPERIMENTAL KOLEKTOR SURYA PRISMATIK DENGAN VARIASI JARAK KACA TERHADAP PLAT ABSORBER MENGGUNAKAN SISTEM TERTUTUP UNTUK PEMANAS AIR 1 KAJIAN EXPERIMENTAL KOLEKTOR SURYA PRISMATIK DENGAN VARIASI JARAK KACA TERHADAP PLAT ABSORBER MENGGUNAKAN SISTEM TERTUTUP UNTUK PEMANAS AIR SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN BEBAN PENDINGIN 4.1 PERHITUNGAN SECARA MANUAL DAN TEORISTIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN BEBAN PENDINGIN 4.1 PERHITUNGAN SECARA MANUAL DAN TEORISTIS 56 BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN BEBAN PENDINGIN 4.1 PERHITUNGAN SECARA MANUAL DAN TEORISTIS Perhitungan beban thermal secara manual dan teoristis merupakan prinsip dasar. Beban termal pada sebuah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah proses untuk mengkondisikan temperature dan kelembapan udara agar memenuhi persyaratan tertentu. Selain itu kebersihan udara,

Lebih terperinci

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip Kerja Instalasi Instalasi ini merupakan instalasi mesin pendingin kompresi uap hibrida yang berfungsi sebagai mesin pendingin pada lemari pendingin dan pompa kalor pada

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI MESIN PENDINGIN (AC SPLIT) 1PK DENGAN PENAMBAHAN ALAT AKUMULATOR MENGGUNAKAN REFRIGERAN MC-22 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN ANALISIS

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN ANALISIS 19 BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN ANALISIS 3.1 Kawasan Perumahan Batununggal Indah Kawasan perumahan Batununggal Indah merupakan salah satu kawasan hunian yang banyak digunakan sebagai rumah tinggal dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN UMUM

BAB V KESIMPULAN UMUM 177 BAB V KESIMPULAN UMUM Kesimpulan 1 Perilaku termal dalam bangunan percobaan menunjukan suhu pukul 07.00 WIB sebesar 24.1 o C,, pukul 13.00 WIB suhu mencapai 28.4 o C, pada pukul 18.00 WIB suhu mencapai

Lebih terperinci

Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung

Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung 1. Ruang lingkup 1.1. Standar ini memuat; perhitungan teknis, pemilihan, pengukuran dan pengujian, konservasi energi dan rekomendasi sistem tata

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN Disusun oleh: BENNY ADAM DEKA HERMI AGUSTINA DONSIUS GINANJAR ADY GUNAWAN I8311007 I8311009

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a. 3.1. Lokasi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Motor Bakar Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3.2. Bahan Penelitian Pada penelitian

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI

RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI RANCANG BANGUN KOLEKTOR SURYA PLAT DATAR UNTUK PEMANAS AIR DENGAN KACA BERLAPIS KETEBALAN 5MM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik OLEH CHRIST JULIO BANGUN

Lebih terperinci