BAB I PENDAHULUAN. sentralistik sebagaimana yang tersirat dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar
|
|
- Dewi Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan di Indonesia tidak mengenal adanya sistem sentralistik sebagaimana yang tersirat dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar Asas penyelenggaran pemerintahan dilaksanakan dengan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, sehingga terdapat pemerintahan daerah serta daerah otonom baru atau wilayah yang bersifat administratif. Hal ini bertujuan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur baik materil maupun spiritual. Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, akan dapat memberikan kewenangan otonomi yang luas, nyata, dan bertangungjawab kepada pemerintah daerah secara proposional. Hal ini diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah secara demokratis, peran serta masyarakat, pemerintah dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah, terutama kepada pemerintah kabupaten dan kota. Tujuan pemberian kewenangan dalam otonomi daerah adalah guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan sosial, demokrasi dan penghormatan terhadap budaya lokal, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. 1
2 Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan semakin besar, sehingga tangungjawab yang diemban juga akan bertambah banyak. Implikasi dari adanya kewenangan urusan pemerintah yang begitu luas dalam rangka otonomi daerah, merupakan berkah bagi daerah. Namun disisi lain bertambahnya kewenangan daerah tersebut sekaligus juga merupakan beban yang menuntut kesiapan daerah untuk pelaksanaannya, karena semakin bertambah urusan pemerintah daerah yang menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Oleh karena itu aspek yang perlu diperhatikan yaitu sumber daya keuangan. (Darumurti dan Rauta, 2000: 68). Dalam mengisi dan melaksanakan pembangunan, masalah keuangan merupakan masalah pokok pemerintah, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang harus dilakukan oleh pemerintah demi kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan topografi yang begitu luas, dengan meningkatnya pendapatan per kapita dan taraf hidup masyarakat, merupakan faktor yang menjadi tantangan bagi masyarakat dan pemerintah. Hal ini menyebabkan pengeluaran pemerintah begitu tinggi, di lain pihak sumber penerimaan yang terbatas harus diusahakan untuk menutupi kebutuhan tersebut. Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur mengurus rumah tangganya adalah kemampuan selfsupporting dalam bidang keuangan. Kaho (1988: 123). Dengan perkatan lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengatur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Ini berarti, dalam penyelenggaraan urusan rumah tangga, daerah dapat membutuhkan uang. 2
3 Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan daerah, Pamudji yang dikemukanan oleh Kaho (1988: 124) menegaskan pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat. Untuk itu keuangan merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Dari pendapat di atas terlihat bahwa untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya, daerah membutuhkan uang. Tanpa adanya uang yang cukup, bukan saja tidak mungking bagi daerah untuk dapat menyelenggarakan tugas kewajiban serta kewenangan yang ada padanya dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya, tetapi ciri pokok dan mendasar dari suatu daerah otonom menjadi hilang. Kemampuan keuangan suatu daerah dapat dilihat dari besar kecilnya pendapatan asli daerah yang diperoleh daerah tersebut. Dalam kaitannya dengan pemberian otonomi daerah yang lebih luas kepada daerah, pendapatan asli daerah selalu dipandang sebagai salah satu indikator untuk mengukur ketergantungan suatu daerah kepada pemerintah pusat. Pada prinsipnya semakin besar sumbangan pendapatan asli daerah kepada anggaran dan pendapatan belanja daerah, maka akan menunjukan semakin kecil ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat sebagai konsekuensi sesuai dengan pelaksanaan otonomi daerah dari prinsip secara nyata dan bertangung jawab. Pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi, kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun
4 pemekaran daerah berarti pengembangan dari suatu daerah otonomi menjadi dua daerah otonom baru. Pemekaran daerah otonomi dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 pasal 33 ayat 1 huruf a. Tujuan pemekaran sebagaimana tercantum dalam berbagai peraturan perundang-undangan dimaksud untuk meningkatkan kesejahteran melalui: 1. memperkuat hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat lokal dalam rangka pertumbuhan kehidupan demokrasi; 2. meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan; 3. pemekaran wilayah diharapkan dapat menciptakan kemandirian daerah dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat; 4. percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah 5. percepatan pengelolaan potensi daerah; 6. peningkatan keamanan dan ketertiban; 7. peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Menurut Mardiasmo (2001: 96) mengemukakan bahwa ada dua hal terkait pemberlakuan kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah merupakan langkah strategis yaitu. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal dan bangsa Indonesia berupa ancaman disentegrasi, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia. Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan langkah strategi bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi 4
5 dengan meperkuat basis perekonomian di daerah. Studi evaluasi dampak pemekaran daerah Bappenas dan UNDP (2008) ada empat aspek utama yang menjadi fokus penelitiannya yaitu: 1) Perekonomian daerah; 2) keuangan daerah; 3) pelayanan publik; dan 4) aparatur pemerintah daerah. Hasil evaluasi menunjukan bahwa daerah-daerah pemekaran yang menjadi cakupan wilayah studi, secara umum memang tidak berada dalam kondisi awal yang lebih baik dibanding daerah induk atau daerah kontrol. Namun setelah lima tahun dimekarkan, ternyata kondisi daerah otonom baru masih tetap juga secara umum berada di bawah kondisi daerah induk dan daerah kontrol. Pertumbuhan ekonomi daerah otonom baru lebih fluktuatif dibandingkan dengan daerah induk yang relatif stabil dan terus meningkat. Memang pertumbuhan ekonomi daerah pemekaran (gabungan DOB dan daerah induk) menjadi lebih tinggi dari daerah-daerah kabupaten lainnya, namun masih lebih rendah dari daerah kontrol telah membandingkan kinerja pembangunan daerah otonom baru, daerah induk, dan daerah kontrol. Hal ini berarti, walaupun daerah pemekaran telah melakukan upaya memperbaiki perekonomian di masa transisi membutuhkan proses, karena belum semua potensi ekonomi dapat digerakan. Meskipun terjadi pengurangan kemiskinan diseluruh daerah terlihat bahwa pemekaran mendorong pelepasan penduduk miskin dari daerah induk ke daerah otonom baru. Dari sisi ekonomi, penyebab ketertingalan daerah otonom baru dari daerah induk maupun daerah lainya adalah keterbatas sumber daya alam juga keterbatasn sumber daya manusia. Secara umum kinerja keuangan daerah otonom baru lebih rendah daerah induk. Selama lima tahun kinerja keuangan daerah 5
6 otonom baru cendrung konstan, sementara kinerja keuangan daerah induk cendrung meningkat. Daerah otonom baru memiliki ketergantungan fiskal yang tinggi dibandingkan dengan daerah induk dengan kesenjangan yang semakin melebar. Pemekaran juga mendorong ketergantungan yang lebih besar di daerah pemekaran dibandingkan dengan daerah kontrol maupun kabupaten lain pada umumnya. Kabupaten Sorong Selatan merupakan salah satu dari 14 kabupaten yang dimekarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2002 oleh Pemerintah Pusat di Provinsi Papua yaitu: Kabupaten Kerom, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Bovendigul, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahokimo, Kabupaten Bintuni, Kabupaten Wondama, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Supiori, Kabupaten Waropen, Kabupaten Raja Ampat, dan Kabupaten Sorong Selatan. Kabupaten Sorong Selatan dengan daerah bawahan terdiri dari 14 (empat belas) distrik yaitu: Distrik Aitinyo, Distrik Ayamaru, Distrik Aifat, Distrik Mare, Distrik Aifat Timur, Distrik Ayamaru Utara, Distrik Moswaren, Distrik Wayer, Distrik Sawiat, Distrik Kais, Distrik Inanwatan, Distrik Kokoda, Distrik Seremuk dan Distrik Teminabuan sebagai ibukota kabupaten serta pelaksanaan pemerintahannya dimulai pada tanggal 6 Agustus 2003, dan definitifnya pada tanggal 10 November Dalam melaksanakan pemerintahan dengan usia kabupaten yang begitu singkat terjadi pemekaran daerah otonom baru yaitu Kabupaten Maybrat berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan, 6
7 dan penggabungan daerah, pada pasal 2 ayat 3 huruf a dan ayat 4 huruf a menyatakan bahwa kabupaten induk harus berusia di atas 7 tahun sehingga dilakukan pengusulan untuk pemekaran daerah otonom baru. Gambar 1.1 Peta Kabupaten Sorong SelatanSebelum Pemekaran. Sumber: Bapeda Sorong Sorong Selatan, 2002 Dengan melihat mekanisme pemekaran yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah pasal 3 menyatakan bahwa dalam memekarkan suatu daerah otonom baru usia kabupaten atau kota sebagai daerah induk harus mencapai usia di atas 7 tahun untuk dapat melakukan usulan pemekaran. Dengan berpedoman pada keputusan ini, maka belum saatnya dilakukan pemekaran wilayah karena usia kabupaten induk belum mencapai ketentuan dan juga tidak mempertimbangakan indikator sebuah daerah pemekaran, seperti kemampuan ekonomi dan kemampuan keuangan serta indikator indikator lain antara daerah otonom baru dengan daerah induk. Hal ini merupakan kemauan elite politik di daerah sehingga yang membuat 7
8 usulan pemekaran yaitu Kabupaten Sorong bukan Kabupaten Sorong Selatan Sebagai kabupaten induk yang dapat mengusulkan pemekaran Kabupaten Maybrat. Mengamati proses lebih lanjut dalam usulan pemekaran ketika terjadi pembahasan di DPR RI ternyata diketahui bahwa Kabupaten Maybrat yang diusulkan oleh Kabupaten Sorong sebagai daerah otonom baru ternyata merupakan daerah bawahannya Kabupaten Sorong Selatan. Dengan berbagai pertimbangan politik dan desakan masyarakat, akhirnya melalui surat keputusan Bupati Sorong Selatan Nomor 133 Tahun 2008 tentang penyerahan sebagian cakupan wilayah bawahan Kabupaten Sorong Selatan kepada Pemerintah Kabupaten Sorong yang terdiri dari 11 distrik yaitu Distrik Aitinyo, Distrik Aitinyo Barat, Distrik Aitinyo Timur, Distrik Ayamaru Timur, Distrik Ayamaru, Distrik Mare, Distrik Ayamaru Utara, Distrik Aifat, Distrik Aifat Timur, Distrik Aifat Selatan, dan Distrik Aifat Tengah, Pemekaran wilayah akan menyebabkan berkurangnya objek PAD yang merupakan bagian terpenting dari kemandirian daerah kabupaten induk. PAD sebagai salah satu sumber penerimaan daerah yang berasal dari dalam daerah dan harus ditingkatkan seoptimal mungkin dalam rangka mewujudkan semangat kemandirian keuangan, baik itu kabupaten pemekaran maupun kabupaten induk. Mandiri diartikan sebagai semangat dan tekad yang kuat untuk membangun daerahnya sendiri dengan tidak mengantungkan diri pada bantuan dan subsidi dari pemerintah pusat, meskipun disadari bahwa sebagian besar PAD daerah otonom (kabupaten/kota) sangat kecil sehingga masih diperlukan bantuan keuangan dari pemerintah pusat berupa dana perimbangan yaitu Dana Alokasi Umum, Dana 8
9 Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil serta transfer dari pemerintah provinsi berupa pajak provinsi dan lain-lain. Tabel 1.1 Keadaan PAD dan APBD Kabupaten Sorong Selatan, Tahun PAD APBD ,069,516, ,522,658, ,280,621, ,565,092, ,034,859, ,780,609, ,019,849, ,448,112, ,00 673,086,501, *2009 5,654,106, ,880,860, *2010 7,836,198, ,348,723, *2011 8,636,198, ,852,211, * ,185,144, ,100,528, * ,129,966, ,166,629, Rata-rata Sumber: Ringkasan APBD Kabupaten Sorong Selatan, *Sesudah Pemekaran Wilayah Kuncoro (2004: 9) menunjukan bahwa selama kurung waktu 1984/1985 sampai dengan 1990/1991, untuk daerah provinsi PAD rata-rata hanya mampu membiayai 30 persen dari belanja tidak langsung untuk daerah kabupaten atau kota kurang dari 22 persen mampu dibiayai oleh PAD. Hal ini juga terlihat pada Kabupaten Sorong Selatan yang kontribusi pendapatan asli daerah dari tahun masih sangat rendah rata-rata hanya 1,54 persen dari total APBD Kabupaten Sorong Selatan. Pengukuran kemampuan keuangan daerah telah dilakukan saat ini yaitu dengan melihat rasio antara PAD dengan Total Pendapatan APBD. Prinsipnya, semakin besar sumbangan PAD terhadap Total Pendapatan APBD akan menunjukan semakin kecil ketergantungan kepada pemerintah pusat. Sejalan dengan hakekat otonomi daerah, maka besarnya sumber pendanaan untuk daerah harus diikuti dengan deskresi dalam hal belanja harus sesuai dengan 9
10 kebutuhan dan prioritas daerah. Dengan demikian diharapkan agar pengeluaran pemerintah daerah (local government sending) akan benar-benar bermanfat dan menjadi stimulus fiskal bagi perekonomian di daearh untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kondisi fiskal tersebut terjadi pada Kabupaten Sorong Selatan di mana peran dana transfer dari pemerintah pusat berupa dana perimbangan menunjukan nilai yang sangat besar dari kondisi saat ini di mana menunjukan rata-rata proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan APBD dari tahun sebesar 91,78 persen. Hal ini menunjukan rendahnya kemampuan pemerintah daerah dan kuatnya peran pemerintah pusat dibandingkan pemerintah daerah melalui angka ketergantungan fiskal dalam alokasi anggaran. Tabel 1.2 Dana Perimbangan Pada APBD Kabupaten Sorong Selatan, Tahun Dana Perimbangan, Dana Otonomi Khusus dan Total APBD Penyesuaian ,582,684, ,522,658, ,880,655, ,565,092, ,745,749, ,780,609, ,428,262, ,448,112, ,142,260, ,086,501, * ,282,279, ,880,860, * ,750,915, ,348,723, * ,444,202, ,852,211, * ,537,798, ,100,528, * ,151,899, ,166,629, Sumber Ringkasan APBD Kabupaten Sorong Selatan, *Sesudah Pemekaran Wilayah Berdasarkan pemaparan uraian di atas beserta fenomenanya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Sorong Selatan sebelum dan sesudah pemekaran. 10
11 1.2 Keaslian Penelitian Kajian penelitian tentang analisis kemampuan keuangan daerah telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya dengan daerah dan periode waktu yang berbeda. Hal ini berarti masalah kemampuan keuangan daerah menarik untuk diteliti. Namun penelitian yang dilakukan secara khusus pada Kabupaten Sorong Selatan sebelum dan sesudah pemekaran sangat penting dan belum pernah diteliti. Beberapa penelitian sebelumnya yang menjadi acuan sebagai berikut. 1. Studi dari Bapenas dan UNDP (2008) menyimpulkan adanya empat faktor utama pendorong pemekaran wilayah di masa reformasi yaitu: a. Motif untuk efektivitas/efisiensi administrasi pemerintahan mengingat wilayah daerah yang begitu luas, penduduk yang menyebar, ketertinggalan pembangunan; b. Kecenderungan untuk homogenitas (etnis, bahasa, agama, urban rural, tingkat pendapatan dan lain-lain); c. Adanya kemajuan fiskal yang dijamin oleh Undang-Undang dengan disediakannya dana perimbangan; d. pemburu rente (bureauckratik and political rent-seeking) para elit politik, yakni kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari pemekaran wilayah, baik dana dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sendiri. 2. Uryszek, (2013) meneliti tentang nilai dan struktur pendapatan daerah, kemandirian keuangan pemerintah daerah, penyetaraan ketidakseimbangaan fiskal, dan manajemen pada hutang publik pada pemerintahandaerah di Polandia. Hasil penelitian menunjukan bahwa sektor pembiayaan publik di 11
12 Polandia sudah terdesentralisasi, tetapi kemandirian keuangan pemerintah daerah sangat rendah dan pendapatan daerahnya tidak mampu mencukupi belanja daerah. Meskipun sistim penyertaan bantuan diperkenalkan untuk mengurangi gejala ketidak seimbangan fiskal horisontal, efektifitas masih terbatas. 3. Towa (2013) meneliti tentang analisis kemampuan keuangan Kabupaten Ngada sebelum dan sesudah pemekaran bahwa adanya perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan keuangan daerah antara kondisi sebelum dan sesudah pemekaran Kabupaten Ngada yang ditunjukan melalui Derajat Otonomi Fiskal (DOF) dan dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemekaran wilayah membawa perubahan bagi peningkatan kemampuan keuangan daerah Kabupaten Ngada melalui indikator Derajat Otonomi Fiskal (DOF), dan juga tidak ada hubungan antara indikator keuangan daerah (DOF, IKR, dan IPPAD) dengan pertumbuhan ekonomi melalui indikator PDRB Kabupaten Ngada. 4. Agustin (2012) meneliti tentang pengaruh tingkat kemampuan keuangan daerah dalam mendukung pelaksanan otonomi daerah di Kabupaten Manokwari, dari hasil perhitungan dan analisis data menunjukan bahwa rasio DOF Kabupaten Manokwari sangat kurang, dengan rata-rata sebesar 3,38 persen. Rasio perhitungan dan analisis IKR menunjukan bahwa pada tahun 2007 sebesar 5,70 persen tahun 2008 naik menjadi 6,61 persen, selanjutnya mengalami penurunan di tahun 2009 yakni sebesar 5,81 persen dan pada tahun 2010 sebesar 5,76 persen dengan asumsi bahwa sisa pembiayan sebesar 94,24 persen bersumber dari dana perimbangan dan transfer pemerintah dan 12
13 pinjaman. Dengan demikian maka hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa, diduga kondisi kemampuan keuangan Kabupaten Manokwari di lihat dari IKR berdasarkan hasil perhitungandan analisis adalah kurang. 5. Riani dan Pudjihardjo (2012) meneliti tentang analisis dampak pemekaran wilayah terhadap pendapatan perkapita, kemiskinan dan ketimpangan antara wilayah di Provinsi Papua dengan kesimpulan bahwa, dari hasil pengujian dengan statistik t-test equalmean menunjukan beberapa hal: a. kebijakan pemekaran daerah tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan pendapatan perkapita; b. ada indikasi yang kuat dan signifikan bahwa pemekaran daerah mempunyai pengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan di daerah perkotaan. Secara keseluruhan pemekaran daerah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Papua; c. kebijakan pemekaran daerah di Provinsi Papua hanya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan tingkat kemiskinan di Provinsi Papua. 6. Aryanto (2011) meneliti tentang analisis kemandirian keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Sumatera Selatan dengan menyimpulkan beberapa hal: a. kemandirian keuangan kabupaten atau kota di Sumatera Selatan memiliki indikasi bahwa kemampuan keuangan kabupaten/kota di sumatera selatan termasuk dalam kategori sangat rendah. Nilai rata-rata rasio kemandirian keuangan daerah tertinggi hanya sebesar 17, 28 persen yaitu Kota Palembang, dan tertinggi kedua yaitu Kota Lubuk Linggau dengan rasio 13
14 kemandirian keuangan daerah sebesar 6,94 Persen. Daerah yang memiliki kemampuan keuangan daerah terendah yaitu Kabupaten Oku Selatan dengan rasio kemandirian keuangan daerah hanya sebesar 1,17 persen; b. Berdasarkan pengelompokan daerah dengan tipologi klasen, Kota Palembang dengan Kabupaten Muara Enim termasuk kategori daerah maju yaitu daerah yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita lebih tinggi dari rata-rata daerah lain di Provinsi Sumatera Selatan, daerah maju tetapi tertekan yaitu: Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Oku, dan Kota Prabumulih. Daerah yang masuk kategori daerah berkembang yaitu, Kabupaten Lahat, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Oku, Kabupaten Lubuk Lingau, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Oku Timur, dan Kabupaten Oku Selatan. Daerah yang relatif tertinggal yaitu: Kabupaten Pagar Alam, Kabupaten Ogan Ilir, dan Kabupaten Empang Lawang; c. berdasarkan peta kemampuan keuangan daerah ada lima daerah yang memiliki kondisi keuangan yang ideal yaitu: Kota Palembang, Kota Lubuk Linggau, Kabupaten Oku, Kabupaten Musi Rawas, dan Kabupaten Lahat. Dari kelima kabupaten/kota tersebut yang memiliki rasio kemandirian keuangan paling teringgi yaitu Kota Palembang. 1.3 Perumusan Masalah Dengan usia Kabupaten Sorong Selatan yang belum memenuhi persyaratan untuk dilakukan pemekaran daerah otonom baru, ternyata telah terjadi pemekaran. Untuk itu, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli 14
15 Daerah sebagai potensi unggulan dalam mendukung pembangunan daerah sangat rendah, ketergantungan terhadap dana perimbangan atau pendapatan transfer dari pemerintah pusat maupun provinsi, dan akan berpengaruh terhadap Pertumbuhan ekonomi. 1.4 Pertanyaan Penelitian Dengan melihat masalah yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian adalah apakah pemekaran Kabupaten Maybrat tahun 2009 akan berdampak terhadap keuangan dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sorong Selatan? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang terkait dengan masalah tersebut di atas maka yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis kemampuan keuangan daerah Kabupaten Sorong Selatan yang ditunjukan melalui derajat desentralisai fiskal, rasio ketergantungan keuangan daerah, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektifitas PAD. 2. Menganalisis kemampuan keuangan daerah Kabupaten Sorong Selatan sebelum dan sesudah pemekaran wilayah melalui derajat desentralisai fiskal, rasio ketergantungan keuangan daerah, rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektifitas PAD. 3. Menganalisis hubungan antara kemampuan keuangan daerah dengan produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Sorong Selatan. 15
16 1.6 Manfat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta manfaat sebagai berikut. 1. Sebagai masukan kepada Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah dengan menggali sumbersumber peneriman daerah serta mempertimbangkan pengusulan DOB yang sedang berlangsung. 2. Sebagai referensi dan acuan bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian terkait 1.7 Sistematika Penulisan Penyusunan sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, keaslian penelitian, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab 2 Landasan Teori atau Kajian Pustaka yang terdiri dari teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, formulasi hipotesis. Bab 3 Metode Penelitian terdiri dari desain penelitian, metode pengumpulan data, definisi operasional, dan metode analisis data. Bab 4 Analisis terdiri dari deskripsi data, dan pembahasan. Bab 5 Kesimpulan dan Saran, menguraikan kesimpulan hasil penelitian dan saran yang dapat digunakan setelah hasil penelitian. 16
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MAYBRAT DI PROVINSI PAPUA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Besarnya tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa perubahan-perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Indonesia, reformasi di bidang keuangan dimulai dengan berlakukanya Undang-undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wadah negara kesatuan RI yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Upaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di Indonesia meliputi segala bidang aspek kehidupan, yang pada hakekatnya menciptakan suatu masyarakat yang adil dan makmur bagi bangsa Indonesia.
Lebih terperinciANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG
ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI tahun 1945, pemerintah daerah berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini memaparkan sejarah dan kondisi daerah pemekaran yang terjadi di Indonesia khususnya Kota Sungai Penuh. Menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi kewenangan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam pengelolaan keuangan daerah untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam meningkatkan kesajahteraan seluruh rakyat Indonesia dan pemerataan status ekonomi antara penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 dan telah diubah dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan otonomi daerah memberikan ruang kepada daerah untuk mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga pemberian pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22/1999 dan Undang-Undang Nomor 25/1999 telah membawa perubahan yang mendasar dalam pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari reformasi. Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam waktu tujuh tahun sejak tumbangnya rezim orde baru, bangsa Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem pemerintahannya. Bahkan upaya-upaya perubahan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Tujuan dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyat untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah dalam mengelola potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
Lebih terperinci1 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah di Indonesia memasuki babak baru seiring diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Universitas Sumatera Utara
25. Perhitungan Analisis Shift-Share Kecamatan Aek Natas Tahun 2006-2010... 145 26. Perhitungan Analisis Shift-Share Kecamatan Kualuh Hulu Tahun 2006-2010... 148 27. Perhitungan Analisis Shift-Share Kecamatan
Lebih terperinciDesentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah. pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desentralisasi fiskal merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanannya untuk dapat memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang dilaksanakan secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2002, merupakan kebijakan yang dipandang sangat
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN WAROPEN
1 PEMERINTAH KABUPATEN WAROPEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAROPEN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DISTRIK KABUPATEN WAROPEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi Daerah di Indonesia dimulai dengan bergulirnya Undang- Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam setiap aktivitas pemerintahan daerah, bahkan rancangan pembangunan disetiap daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah, ketimpangan pembiayaan pembangunan antar daerah kian menonjol.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak diberlakukannya undang-undang tentang pelaksanaan otonomi daerah, ketimpangan pembiayaan pembangunan antar daerah kian menonjol. Kendati berbagai usaha telah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan masyarakat yakni kesejahteraan yang adil dan makmur. Sejalan dengan tujuan tersebut berbagai kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan perbaikan yang secara terus menerus menuju pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab VI tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa Pembagian daerah Indonesia
Lebih terperinciANALISIS KINERJA KEUANGAN KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA SELATANSEBELUM DAN DI ERA DESENTRALISASI FISKAL. Kartika Rachma Sari 1 Sukmini Hartati 2.
ANALISIS KINERJA KEUANGAN KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA SELATANSEBELUM DAN DI ERA DESENTRALISASI FISKAL Kartika Rachma Sari 1 Sukmini Hartati 2 1 kartikasyahrul@yahoo.co.id 2 Sukmini_hartati@yahoo.co.id Abstrak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan pengelolaan keuangan daerah dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era reformasi ini tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia yang menyebabkan adanya aspek akuntabilitas dan transparansi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di segala bidang, dan juga guna mencapai cita-cita bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,
Lebih terperinciANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL
ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di Wilayah karesidenan Surakarta) SKRIPSI Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi politik yang dilancarkan pada tahun 1988 telah berhasil menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan dengan pemerintahan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dambaan semua daerah maupun Negara.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dambaan semua daerah maupun Negara. Pertumbuhan ekonomi juga merupakan gambaran hasil kerja pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah telah melahirkan desentralisasi fiskal yang dapat memberikan suatu perubahan kewenangan bagi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kota (Sulistyaningrum, 2008). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan kebijakan yang memberikan kewenanangan yang lebih luas terhadap masing-masing pemerintah daerah untuk mengatur pengelolaan daerahnya (Adi, 2012).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. 1.1 Latarbelakang Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam era otonomi daerah yang sedang berjalan dewasa ini di Indonesia, pemerintah daerah dituntut untuk mampu menjalankan pemerintahannya secara mandiri. Penyelenggaraan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan rangkaian dari program-program di segala bidang secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga pemerintahan merupakan organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan bangsa dan negara. Lembaga pemerintahan dibentuk umumnya untuk menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia. Namun semenjak tahun 2001 pola tersebut berganti dengan pola baru yang disebut desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transfer antarpemerintah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari 34 provinsi, 399 kabupaten dan 98 kota pada tahun 2012. Desentralisasi
Lebih terperinciRINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA
PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA Pengalihan kewenangan pemerintah pusat ke daerah yang membawa konsekuensi derasnya alokasi anggaran transfer ke daerah kepada pemerintah daerah sudah
Lebih terperinciINUNG ISMI SETYOWATI B
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA MODAL (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA SE JAWA TENGAH PERIODE 2006-2007)
Lebih terperinciANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAM MENDUKUNG PELAKASANAAN OTONOMI DAERAH
ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA DALAM MENDUKUNG PELAKASANAAN OTONOMI DAERAH SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era perdagangan bebas atau globalisasi, setiap negara terus melakukan upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang mampu menciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang dilaksanakan secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2002, merupakan kebijakan yang dipandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ekonomi lemah berupa ketimpangan ekonomi.
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas
Lebih terperinciUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus pada PEMDA Grobogan periode 2006-2008) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. (Susantih dan Saftiana,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semenjak diputuskannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah (Otoda), semua wilayah daerah otonom di Indonesia baik itu propinsi maupun kabupaten dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintahan merupakan suatu organisasi yang diberi kekuasaan untuk mengatur kepentingan Bangsa dan Negara. Lembaga Pemerintah dibentuk umumnya untuk menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya bersumber dari prinsip dasar yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 18 yang berbunyi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Otonomi daerah dan desentralisasi memiliki kaitan erat dengan pemekaran wilayah. Kebijakan otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belanja modal yang sebagai perubahan yang fundamental di dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) telah mulai dilakukan pasca reformasi dengan didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap pelayanan prima dari pemerintah yang berorientasi pada kepuasan masyarakat semakin besar sejak era
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, yang mana untuk selanjutnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan perubahan terakhirnya menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang
Lebih terperinciPERKEMBANGAN IPM 6.1 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA. Berdasarkan perhitungan dari keempat variabel yaitu:
PERKEMBANGAN IPM Angka IPM Kabupaten OKU Selatan dari tahun ke tahun terus meningkat. Akan tetapi karena nilai percepatan capaian (reduksi shortfall) setiap tahunnya kecil maka pada tahun 2011 peringkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang telah merasakan dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah menyebabkan pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian mengalami dua kali revisi yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia merupakan wujud dari berlakunya desentralisasi sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian mengalami dua kali revisi yaitu UU No. 32
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang dilaksanakan secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2002, merupakan kebijakan yang dipandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem otonomi daerah. Awal dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah sejak diberlakukannya Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan
Lebih terperinciANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE
ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE 2005-2009 Muhammad Amri 1), Sri Kustilah 2) 1) Alumnus Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purworejo 2) Dosen
Lebih terperinci