ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI KASUS WISMA ATLET (STUDI PUTUSAN No K/Pid.Sus/2013 & No K/Pid.
|
|
- Lanny Setiabudi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI KASUS WISMA ATLET (STUDI PUTUSAN No K/Pid.Sus/2013 & No K/Pid.Sus/2012) (Jurnal) Oleh THEO KRISHNANDA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015
2 ABSTRAK ANALISIS DISPARITAS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI KASUS WISMA ATLET (STUDI PUTUSAN No K/Pid.Sus/2013 & No K/Pid.Sus/2012) Oleh Theo Krishnanda, Heni Siswanto, Firganefi ( TheoKrishnanda@Gmail.com) Disparitas putusan membawa dampak yang negatif bagi proses penegakan yaitu timbulnya rasa ketidakpuasan masyarakat sebagai pencari keadilan yang akhirnya menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem penyelenggaraan hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Mengapa terjadi disparitas putusan hakim terhadap Tindak Pidana Korupsi dalam kasus Wisma Atlet. (2) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Tindak Pidana Korupsi kasus Wisma Atlet. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan masalah melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan data sekunder dimana masing-masing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan di lapangan. Data penelitian dianalisis secara deskriptif-kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan: (1) Terjadinya perbedaan putusan dalam Kasus M. Nazaruddin dan Angelina Sondakh didasarkan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum dan fakta-fakta dalam persidangan berupa keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan alat bukti lainnya. Dalam setiap pasal yang didakwakan dan terbukti pada persidangan memiliki perbedaan ancaman pidana, ada batas minimum dan maksimum sehingga memberikan keleluasaan hakim dalam memutus perkara. (2) Pertimbangan hakim dalam kasus Tindak Pidana Korupsi Wisma Atlet harus mempertimbangkan unsur yuridis, filosofis dan sosiologis. Kata kunci: Disparitas, Putusan, Korupsi, Wisma.
3 ABSTRACT THE ANALYSIS OF JUDGE S DECISION DISPARITY TOWARD THE CRIMINAL CASE OF CORRUPTION OF ATHLETES DORMITORY (CASE STUDY OF JUDGE S DECISION No K/Pid.Sus/2013 & No K/Pid.Sus/2012) By Theo Krishnanda, Heni Siswanto, Firganefi ( TheoKrishnanda@Gmail.com) Disparity of decision brings a negative impact toward the process of implementing law, this triggers the dissatisfaction among the society as justice seekers that results in the lose of trust to the system of law implementation. The problems in this study are (1) Why there is a disparity in the judge s decision toward the criminal case of athlete s dormitory and (2) What becomes the base of judge s consideration in sentencing the accused in the case of athlete s dormitory. This research is based on normative juridiction and empirical juridiction with the primary and secondary data taken from the library and field study. The data were analysed based on the principles of descriptive qualitative research method. Based on the result of data analysis and discussion, it can be concluded that : (1) The difference that exists between the sentencing of M. Nazaruddin and Angelina Sondakh was resulted from the accusation of the prosecutor and facts during the hearing in form of information from witnesses, the suspect, and other proofs. In every article related to the case and proven during the trial there are different charges, there are also limits of minimum and maximum that allows the judges to be a bit flexible in deciding matters. (2) The consideration of the judges in this case should cover the elements of juridiction, philosophy, and sociology. Keywords : Disparity, Decision, Corruption, Dorm.
4 1 I. PENDAHULUAN Penegakan hukum pidana apabila dilihat sebagai bagian dari mekanisme penegakan hukum pidana, maka pemidanaan yang biasa juga diartikan pemberian pidana tidak lain merupakan suatu proses kebijakan yang sengaja direncanakan. Pemberian pidana itu untuk benar-benar dapat terwujud direncanakan melalui beberapa tahap yaitu: A. Tahap penetapan pidana oleh pembuat undang-undang; B. Tahap pemberian pidana oleh badan yang berwenang; dan C. Tahap pelaksanaan pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang. Tahap pertama sering juga disebut tahap pemberian pidana in abstracto, sedangkan tahap kedua dan ketiga disebut tahap pemberian pidana in Concreto. Dilihat dari suatu proses mekanisme penegakan hukum pidana, maka ketiga tahapan itu diharapkan merupakan satu jalinan mata rantai yang saling berkaitan dalam satu kebulatan sistem. 1 Penegakan hukum memiliki tiga unsur yang selalu diperhatikan, yaitu Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), Kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan Keadilan (Gerechtigkeit) 2. Sebagaimana Menurut UUD 1945 Pasal 28D Ayat (1) yaitu Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, 1 Muladi dan Barda Nawawi, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1992, hlm perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum. Disparitas pidana menurut Muladi dan Barda Nawawi 3 adalah : A. Penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama. B. Penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang beratnya dapat diperbandingkan C. Penerapan pidana yang tidak sama terhadap mereka yang bersamasama melakukan tindak pidana (deelneming, Pasal 55,56 KUHP) Penelitian ini di fokuskan pada kesenjangan (disparitas) putusan hakim antara Terpidana Angelina Patricia Pingkan Sondakh dalam studi putusan (No K/Pid.Sus/2013) dan Terpidana M. Nazaruddin dalam studi putusan (No K/Pid.Sus/2012). Melihat dari 2 putusan tersebut sebagaimana putusan Mahkamah Agung Angelina Patricia Pingkan Sondakh di vonis 12 tahun dengan denda Rp ,00 subsidiair 6 bulan sedangkan M. Nazaruddin di vonis 7 tahun dengan denda Rp ,00 subsidair 6 bulan, ada kesenjangan putusan tersebut yang ingin penulis teliti sehingga nantinya dapat dijadikan suatu penulisan ilmiah. Praktik peradilan yang menangani perkara korupsi sering terjadi disparitas pidana yang tidak saja mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan tetapi juga mengenai jenis 3 Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori dan kebijakan pidana, Bandung: Alumni, 1984, hlm. 124
5 2 pidana serta praktek pelaksanaan pidana tersebut. Terjadinya disparitas pemidanaan yang tidak dilandasi dasar atau alasan yang rasional dapat membawa dampak yang negatif bagi proses penegakan hukum yaitu timbulnya rasa ketidakpuasan masyarakat sebagai pencari keadilan yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem penyelenggaraan hukum pidana. Harkristusi Harkrisnowo 4 mengatakan bahwa disparitas pidana dapat terjadi dalam beberapa kategori,yaitu: A. Disparitas antara tindak pidana yang sama B. Disparitas antara tindak pidana yang mempunyai tingkat keseriusan yang sama C. Disparitas pidana yang dijatuhkan oleh satu mejelis hakim D. Disparitas antara pidana yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang berbeda untuk tindak pidana yang sama. Disparitas putusan mungkin saja ikut berpengaruh pada cara pandang dan penilaian masyarakat terhadap peradilan yang dapat dilihat sebagai wujud ketidakadilan yang mengganggu. Disparitas putusan tak bisa dilepaskan dari diskresi hakim menjatuhkan hukuman dalam suatu perkara pidana. Wewenang dan tugas yang dimiliki oleh hakim harus dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan sesuai kode etik tanpa 4 Mahrus Ali, Hukum Pidana Korupsi Di Indonesia, Yogyakarta: UII-Press, 2011, hlm. 57 pandang bulu dengan tidak membedabedakan orang seperti diatur dalam lafal sumpah seorang hakim, dimana setiap orang sama kedudukannya di depan hukum (Equality Before Law) dan hakim. Kewenangan hakim yang sangat besar itu menuntut tanggung jawab yang tinggi, sehingga putusan pengadilan yang diucapkan dengan irah-irah Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti bahwa kewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan itu wajib dipertanggungjawabkan secara horizontal kepada semua manusia dan secara vertikal dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 5 Sebuah doktrin hukum Res Judicate Pro Veritate Hebetur, yang artinya bahwa apa yang diputus oleh Hakim itu benar walaupun sesungguhnya tidak benar, sehingga mengikat sampai tidak dibatalkan oleh pengadilan lain. Doktrin hukum diatas menempatkan Pengadilan sebagai titik sentral konsep Negara hukum. Korupsi merupakan pelanggaran hak asasi berupa hak sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga korupsi dipandang sebagai Extraordinary Crime yaitu Kejahatan yang luar biasa yang memerlukan penanganan secara luar biasa pula. 6 Korupsi merupakan masalah utama yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang ini. Meski pemerintah telah 5 Budi Rizki Husin & Rini Fathonah, Studi Lembaga Penegak Hukum, Lampung, 2014 hlm Ibid., hlm. 112
6 3 berupaya untuk memberantas korupsi, namun usaha tersebut masih jauh dari kata berhasil. Perlawanan balik koruptor telah membuat lembagalembaga tersebut gagal untuk menjalankan fungsinya dan pada akhirnya jatuh bertumbangan. Kasus korupsi yang melibatkan Angelina Sondakh dan M. Nazaruddin terjadi kesenjangan putusan 5 tahun, sebagaimana amar putusan Mahkamah Agung No K/Pid.Sus/2013 & No K/Pid.Sus/2012. Permasalahan tersebut, mereka memiliki peran masing masing dalam melakukan Tindak Pidana Korupsi kasus Hambalang (Wisma Atlet). Angelina Sondakh merupakan Anggota Badan Anggaran dan Koordinator Pokja Anggaran Komisi X DPR RI dan M. Nazaruddin merupakan pemilik Permai Grup dan juga Anggota Badan Anggaran DPR RI. M. Nazaruddin telah melakukan pertemuan dengan beberapa anggota komisi X DPR RI, Sesmenpora dan Menpora untuk melakukan pengaturan supaya Anggaran Proyek Wisma Atlet dapat di setujui oleh Badan Anggaran DPR RI. M. Nazaruddin sebagai pemilik Permai Grup, telah memberikan uang kepada Angelina Sondakh dengan bayaran 5% dari total Proyek Wisma Atlet. M. Nazaruddin bukan merupakan anggota dari komisi X DPR RI, tetapi ia merupakan teman satu partai politik dengan Angelina Sondakh. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul Analisis Disparitas Putusan Hakim dalam Tindak Pidana Korupsi Kasus Wisma Atlet (Studi Kasus Putusan No K/Pid.Sus/2013 & No K/Pid.Sus/2012 ) Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah: A. Mengapa terjadi disparitas putusan hakim terhadap Tindak Pidana Korupsi dalam kasus Wisma Atlet? B. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Tindak Pidana Korupsi kasus Wisma Atlet? Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan penelitian kepustakaan yang memperoleh data sekunder yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumendokumen resmi dan lain-lain. Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang digunakan untuk memperoleh data primer yang meliputi hasil penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara kepada para narasumber yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. II. PEMBAHASAN A. Disparitas Putusan dalam Tindak Pidana Korupsi Kasus Wisma Atlet Disparitas pemidanaan yang tidak dilandasi dasar atau alasan yang rasional dapat membawa dampak yang negatif bagi proses penegakan hukum
7 4 yaitu timbulnya rasa ketidakpuasan masyarakat sebagai pencari keadilan yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem penyelenggaraan hukum pidana. Menurut Eddy Rifai 7, Adanya suatu perbedaan dalam suatu putusan didasari oleh adanya perbedaan dakwaan dan terbuktinya suatu dakwaan tersebut. Dalam Tindak Pidana Korupsi Kasus Wisma Atlet, setiap pasal yang didakwakan memiliki ancaman pidana yang berbeda dengan batas minimum dan maksimum yang berbeda sehingga menimbulkan adanya disparitas. Penerapan hukum pidana terdapat pidana minimal dan pidana maksimal yang mana keduanya sudah terdapat ketentuan masing-masing sesuai undang-undangnya. pidana minimal adalah ketentuan dimana batas minimal Hakim dalam memutus perkara berdasar undang-undang dan mempertimbangkan tuntutan jaksa. Pengaturan antara pidana maksimum dan minimum yang jauh memberikan keleluasan hakim dalam memutus suatu perkara. 8 Pasal 1 poin ke 8 dan 9 KUHAP ditegaskan bahwa hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mengadili yaitu serangkaian tindakan untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara pidana berdsarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak didalam sidang pengadilan. Eddy Rifai 9 berpendapat bahwa terjadinya disparitas pidana dalam memutus suatu perkara termasuk kasus wisma atlet ialah dapat dilihat dari kedudukan pelaku. Siapakah menjadi pelaku utama dalam kasus tersebut atau turut serta dalam suatu tindak pidana. Menurut Maroni 10 Faktor pelaku juga ikut mempengaruhi berat ringannya suatu putusan, pelaku pemula dan profesional menjadi pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara. Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa yang menjadi penyebab terjadinya disparitas pidana dalam Tindak Pidana Korupsi kasus Wisma Atlet dalam Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2223 K/Pid.Sus/2012 dan Nomor 1616 K/Pid.Sus/2013 adalah faktor hukum dan faktor hakim. 1. Faktor Hukum Mengenai lamanya pidana penjara diatur dalam Pasal 12 KUHP yang berbunyi (1) Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu. (2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut. (3) Pidana penjara 7 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Responden Eddy Rifai, responden dari Dosen 8 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Responden Maroni, responden dari Dosen 9 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Responden Eddy Rifai responden dari Dosen 10 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Responden Maroni, responden dari Dosen
8 5 selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana penjara seumur hidupdan pidana penjara selama waktu tertentu, begitu juga dalah hal batas lima belas tahun dapat dilampaui karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan pasal 52. (4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-sekali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun. Pasal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum pidana penjara adalah paling sedikit satu hari dan paling lama dua puluh tahun kecuali apabila hakim memilih pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara seumur hidup, maka pidana seumur hidup dapat dijatuhkan. Tetapi dalam KUHP juga dalam setiap rumusan pasal demi pasal terdapat maksimum khusus pidana penjara untuk masingmasing tindak pidana. 2. Faktor yang bersumber dari diri Hakim Peranan hakim dalam sidang pengadilan adalah mencari kebenaran materiil tanpa meninggalkan kebenaran formilnya dari suatu tindak pidana dan menentukan salah satu atau tidaknya terdakwa, sehingga dengan adanya peranan hakim ini dapat terciptanya kebenaran dan keadilan yang sebenar-benarnya adil. Hakim bukan hanya memeriksa berkas perkara dan mendengarkan keterangan dari para pihak saja, sehingga kebenaran materiil dan kebenaran formil dari suatu perkara dapat ditemukan. Sistem penyelenggaraan hukum pidana (Criminal Justice System) pidana menempati posisi sentral, hal ini disebabkan karena keputusan didalam pemidanaan akan mempunyai konsekwensi yang luas, baik yang menyangkut langsung terhadap pelaku tindak pidana maupun masyarakat secara luas, lebih-lebih jika putusan pidana tersebut dianggap tidak tepat. Hakim sebagai pejabat yang menjatuhkan putusan pidana terhadap terdakwa disidang pengadilan, menjadikannya sebagai faktor yang sangat menentukan terjadinya disparitas pidana. Terjadinya disparitas pidana dalam tindak pidana korupsi yang bersumber dari diri hakim disebabkan karena hakim didalam memeriksa suatu perkara khususnya perkara korupsi, menggunakan pertimbangan sebelum memutus perkara tersebut. Terjadinya perbedaan putusan didasarkan pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan fakta-fakta dalam persidangan berupa keterangan saksisaksi, keterangan terdakwa dan alat bukti lainnya. Perbedaan ancaman pidana dapat memberikan keleluasaan hakim dalam memutus perkara. B. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Perkara Korupsi Kasus Wisma Atlet. Kekuasaan kehakiman di dalam Undang-Undang Dasar 1945 diatur pada Pasal 24 dan Pasal 24A, Pasal 24B dan Pasal 24C pada Bab IX
9 6 tentang Kekuasaan Kehakiman. Perwujudan amanat ini dituangkan dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pelaksaaan operasional kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung. Kekuasaan yang dimaksud merupakan suatu kaidah yang berisi suatuhak, yaitu hak untuk menentukan hukum. Sehingga dapat diartikan kekuasaan sebagai kaidah yang mengandung maknda perkenaan atau kebolehan untuk bertindak. Motif melakukan suatu tindak pidana bisa menjadi hal-hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara, pada dasarnya Angelina Sondakh dan M. Nazaruddin memiliki motif dalam melakukan suatu tindak pidana korupsi. 11 Tindak pidana korupsi dalam kasus Wisma Atlet dilakukan secara bersama-sama dengan fungsinya masing-masing secara sistematis sehingga kasus ini Angelina Sondakh dan M. Nazaruddin memiliki perannya masing-masing. Hal-hal yang meringankan dan memberatkan juga menjadi dasar berat ringannya suatu putusan. Hal-hal yang memberatkan dan meringankan penting dicantumkan dalam suatu putusan karena pada dasarnya itu menjadi pertimbangan hakim yang bersifat NonYuridis. 12 Kerugian yang ditimbulkan oleh pelaku tindak pidana korupsi berbeda beda satu sama yang lainnya walaupun pasal yang dikenakan sama tetapi ada perbedaan kerugian yang ditimbulkan dan juga sebagaimana kerugian tersebut telah dinikmati atau belum sehingga hakim dalam memutuskan suatu perkara dapat mempertimbangkan aspek kerugian yang bersifat materiil maupun non materiil yang ditimbulkan terkait putusan M. Nazaruddin dan Angelina Sondakh 13 Penanggulangan korupsi di Indonesia, bukan semata-mata menjadi urusan pemerintah atau para penegak hukum, melainkan merupakan persoalan semua rakyat dan urusan bangsa. Peran serta masyarakat tertuang sangat jelas dalam rumusan pasal 41 Ayat (3) UU No. 31 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tndak pidana korupsi. Maroni berpendapat 14 bahwa opini masyarakat terhadap kasus M. Nazaruddin dan Angelina Sondakh sangat mempengaruhi berat ringannya putusan yang dijatuhkan oleh hakim, semakin banyak masyarakat berpendapat tentang suatu kasus maka semakin berat putusannya begitu juga sebaliknya. 11 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Responden Eddy Rifai, responden dari Dosen 12 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Responden Eddy Rifai, responden dari Dosen 13 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Responden Eddy Rifai, responden dari Dosen 14 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Responden Maroni, responden dari Dosen
10 7 Memutus suatu perkara tidaklah mudah, hakim harus dituntut adil dan bijaksana. Undang-undang bukan hanya menjadi corong hukum dalam memutus suatu perkara. Hakim selain menilai aspek yuridis, ia juga harus melihat pada sistem hukum Indonesia serta tuntutan perkembangan hukum dalam masyarakat. Para hakim harus peka melihat tipe budaya hukum, keadaan sosial serta nilai-nilai yang diakui dalam masyarakat yang bersangkutan. Hakim yang merdeka merupakan hakim yang melihat hati nurani masyarakat sehingga dapat terwujudnya cita-cita keadilan sosial. III. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Disparitas Hakim dalam Tindak Pidana Korupsi kasus Wisma Atlet sebagaimana putusan Mahkamah Agung No K/Pid.Sus/2013 & No K/Pid.Sus/2012, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: A. Terjadinya perbedaan putusan dalam Kasus M. Nazaruddin dan Angelina Sondakh didasarkan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum dan fakta-fakta dalam persidangan berupa keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan alat bukti lainnya. Dalam setiap pasal yang didakwakan dan terbukti pada persidangan memiliki perbedaan ancaman pidana, ada batas minimum dan maksimum sehingga memberikan keleluasaan hakim dalam memutus perkara. B. Pertimbangan hakim dalam kasus Tindak Pidana Korupsi Wisma Atlet harus mempertimbangkan unsur yuridis, filosofis dan sosiologis. Nilai kerugian yang ditimbulkan oleh pelaku baik itu sifatnya materiil atau non materiil, kedudukan pelaku dalam suatu tindak pidana, motif melakukan suatu tindak pidana tersebut dan faktor masyarakat dalam berpendapat atau memberikan opini dalam suatu tindak pidana, khususnya dalam kasus Wisma Atlet yang dilakukan oleh M. Nazaruddin dan Angelina Sondakh dapat menjadi tolak ukur hakim dalam menjatuhkan pidana. DAFTAR PUSTAKA A. Literatur Ali, Mahrus, 2011, Hukum Pidana Korupsi Di Indonesia, Yogyakarta, UII-Press. Husin, Budi Rizki dan Rini Fathonah, 2014, Studi Lembaga Penegak Hukum, Bandar Lampung. Muladi dan Barda Nawawi, 1984, Teoriteori dan Kebijakan Pidana, Bandung, Alumni , 1992, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung, Alumni. B. Sumber Hukum Tim Redaksi Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP). Jakarta: Sinar Grafika. Tim Redaksi Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jakarta: Sinar Grafika.
11 8 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. A. Website:
I. PENDAHULUAN. Asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP memiliki tujuan dalam menegakkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP memiliki tujuan dalam menegakkan kepastian hukum dan mencegah kewenang-wenangan penguasa. Hukum berfungsi sebagai perlindungan
Lebih terperinciadalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system) maka pidana menempati suatu posisi sentral. Hal ini disebabkan karena keputusan di dalam pemidanaan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat sebagai kumpulan manusia, karna hukum sudah ada dalam urusan manusia sebelum lahir dan masih ada sesudah meninggal.
Lebih terperinciABSTRAK. ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA.
ABSTRAK ANALISIS PUTUSAN BEBAS PADA PERKARA NOMOR : 241/Pid.B/2011/PN.Mgl TENTANG TINDAK PIDANA KESUSILAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI MENGGALA Oleh Andika Nafi Saputra, Tri Andrisman, Rini Fathonah Email
Lebih terperinciPenerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum yang semua warga negaranya berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before the law). Pasal 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di
I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Disparitas pidana tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir seluruh Negara di dunia menghadapi masalah ini. Disparitas pidana yang disebut sebagai the disturbing disparity
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahir dan berjuang bersama rakyat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas
Lebih terperinciBAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak
BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal
Lebih terperinci2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp
TAMBAHAN BERITA NEGARA RI MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa
Lebih terperinciUNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN
UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Singkatnya korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk. semakin melemahkan citra pemerintah di mata masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Kasus Korupsi merupakan musuh bagi setiap Negara di dunia. Korupsi yang telah mengakar akan membawa konsekuensi terhambatnya pembangunan di suatu negara. Singkatnya
Lebih terperinci2014, No c. bahwa dalam praktiknya, apabila pengadilan menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti, sekaligus ditetapkan juga maksimu
BERITA NEGARA No.2041, 2014 MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1) Pertimbangan-pertimbangan yuridis yang digunakan dalam melakukan penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah: a). Harus memenuhi unsur-unsur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak mempunyai permasalahan atau berhadapan dengan hukum berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial sesuai dengan apa yang termuat
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas
I. PEMOHON Ir. Samady Singarimbun RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, SH., M., dkk. II.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi, dengan cara menyalahgunakan. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi dengan tujuan untuk menguntungkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum Undang- Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. A. Simpulan
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil peneletian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor: 1818 K/Pid.Sus/2014, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbedaan pendapat merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan adanya jaminan kemandirian dan kemerdekaan seseorang dalam menyampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Korupsi sudah berkembang di lingkungan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini jelas sangat merugikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasar
Lebih terperinciDASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK
DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled
Lebih terperinciBAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada ketentuan peraturan
Lebih terperinciPELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA
PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup berkembang di kalangan masyarakat. Konsumen minuman keras tidak hanya orang dewasa melainkan juga
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) menentukan secara tegas, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun Ciri dari
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia adalah negara hukum, yang ketentuannya diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Ciri dari negara hukum adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini didasarkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang mempunyai akibat buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan saja merugikan keuangan
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016 Website :
ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PEMALANG NO.51/PID.B/2012/PN.PML DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT Julian Wilmartin Lubis*, Eko soponyono, Laila Mulasari Program Studi S1 Ilmu
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjaga kelestarian hutan merupakan hal yang sangat penting dengan dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik secara
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciPEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR
PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MELARIKAN WANITA YANG BELUM CUKUP UMUR Oleh: I Gusti Bagus Eka Pramana Putra I Ketut Mertha I Wayan Suardana Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia perlu melaksanakan pembangunan di segala bidang
Lebih terperinciALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA. (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta)
ALAT BUKTI PETUNJUK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciJURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI
JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI Disusun Oleh : MICHAEL JACKSON NAKAMNANU NPM : 120510851 Program Studi : Ilmu Hukum Program
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam
Lebih terperinciDISPARITAS PUTUSAN SANKSI PIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Gianyar dan Denpasar)
DISPARITAS PUTUSAN SANKSI PIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Gianyar dan Denpasar) Oleh : Ida Bagus Agung Dwi Adwitya Ida Bagus Surya Darmajaya I Gusti Ngurah Parwata Bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hukum di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang direncanakan tersebut jelas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia terdapat ketentuan yang menegaskan bahwa Setiap orang berhak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil. Kebenaran materil merupakan kebenaran
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum yang selalu menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan jaminan kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan. Hal ini ditegaskan
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY
SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:
Abstrak Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian alasan terpidana pelaku tindak pidana penipuan dalam mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali dengan dasar adanya suatu kehilafaan hakim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi dengan tujuan untuk menguntungkan diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada saat ini penegakan hukum yang paling ditunggu masyarakat adalah penegakan hukum tindak pidana korupsi. Adanya tuntutan dari masyarakat untuk dilakukanya upaya pemberantasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan dan mengakui legalitas pidana mati sebagai salah satu cara untuk menghukum pelaku tindak kejahatan.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Dalam melakukan penelitian untuk memperoleh bahan penulisan skripsi ini, maka penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciPenerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan
1 Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk FH USI Di satu sisi masih banyak anggapan bahwa penjatuhan pidana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal penerapan hukum sebab kehidupan suatu bangsa dipengaruhi oleh susunan masyarakat dan tingkat perkembangan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat
26 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Metode merupakan suatu bentuk cara yang digunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat memecahkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Narasumber Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian secara yuridis normatif adalah pendekatan penelitian
Lebih terperinci