BAB II MAJELIS PENGAWAS NOTARIS MERUPAKAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. Berdasarkan Pasal 68 UUJN Majelis Pengawas terdiri dari :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II MAJELIS PENGAWAS NOTARIS MERUPAKAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. Berdasarkan Pasal 68 UUJN Majelis Pengawas terdiri dari :"

Transkripsi

1 32 BAB II MAJELIS PENGAWAS NOTARIS MERUPAKAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA A. Majelis Pengawas Notaris Pejabat atau instansi yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pasal 67 ayat (1) UUJN). Dalam pelaksanaan pengawasan tersebut Menteri membentuk Majelis Pengawas (Pasal 67 ayat (2) UUJN). Berdasarkan Pasal 68 UUJN Majelis Pengawas terdiri dari : 1. Majelis Pengawas Daerah, 2. Majelis Pengawas Wilayah, dan 3. Majelis Pengawas Pusat. MPN merupakan perpanjangan tangan Menteri Hukum dan HAM MPN di angkat oleh Menteri Hukum dan HAM sesuai Pasal 67 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 membentuk MPN. Pengawasan Menteri Hukum dan HAM di delegasikan ke MPN. 48 Tiap Majelis Pengawas tersebut mempunyai tempat kedudukan yang berbeda, untuk Majelis Pengawas Daerah (MPD) berkedudukan di Kabupaten atau Kota (Pasal 69 ayat (1) UUJN), Majelis Pengawas Wilayah (MPW) berkedudukan di ibukota 48 Hasil Wawancara dengan anggota Majelis Pengawas Notaris Daerah Kota yaitu Bapak Marzuki Pada Tanggal 30 Agustus

2 33 Propinsi (Pasal 72 ayat (1) UUJN) dan Majelis Pengawas Pusat (MPW) di ibukota negara (Pasal 76 ayat (1) UUJN). Majelis Pengawas Notaris secara umum mempunyai ruang lingkup atau berwenang menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris (Pasal 70 huruf a, Pasal 73 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 77 huruf a dan b UUJN). Berdasarkan substansi pasal tersebut bahwa Majelis Pengawas Notaris berwenang melakukan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran : 1. Kode Etik; 2. Pelaksanaan tugas jabatan Notaris. Tiap jenjang Majelis Pengawas mempunyai wewenang masing-masing dalam melakukan pengawasan dan untuk menjatuhkan sanksi. UUJN tidak memberikan kewenangan kepada MPD untuk menjatuhkan sanksi apapun terhadap Notaris, tapi hanya MPW dan MPP yang berwenang untuk memberikan sanksi. MPW berwenang untuk memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis (Pasal 73 ayat (1) huruf e UUJN), dan sanksi tersebut bersifat final (Pasal 73 ayat (2) UUJN), dan putusan mengusulkan kepada MPP berupa pemberhentian sementara dari jabatan Notaris 3 (tiga) sampai dengan 6 (enam) bulan, dan mengusulan kepada MPP untuk memberhentikan tidak hormat dari jabatan Notaris (Pasal 73 ayat (1) huruf f UUJN). MPP berwenang untuk menjatuhkan sanksi terhadap Notaris diatur dalam Pasal 77 huruf c dan d UUJN, yaitu : 1. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara, dan

3 34 2. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian tidak hormat kepada Menteri. Pemeriksaan atau sidang yang dilakukan oleh Majelis Pengawas, Notaris sebagai terlapor (ataupun Notaris sebagai pelapor yang melaporkan sesama Notaris) Majelis Pengawas diberi wewenang untuk mendengarkan keterangan dan menerima tanggapan serta menerima bukti-bukti dari Notaris sebagai terlapor (ataupun Notaris sebagai pelapor yang melaporkan sesama Notaris). Pasal 70 huruf a UUJN memberi wewenang kepada MPD menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggar Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan Jabatan Notaris. Pada dasarnya pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri (Pasal 67 ayat (1) UUJN) dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Majelis Pengawas yang dibentuk oleh Menteri (Pasal 67 ayat (2) UUJN). Menempatkan kedudukan Majelis Pengawas yang melaksanakan tugas pengawasan dari Menteri dapat dianggap sebagai menerima tugas dari Menteri (secara atributif) sebagai pihak yang mempunyai urusan pemerintahan. Dengan demikian perlu dikaji kedudukan Majelis Pengawas yang secara fungsional (dalam fungsinya) telah melakukan urusan pemerintahan. Majelis Pengawas dalam menjalankan kewenangannya mengeluarkan putusan yang ditujukan kepada Notaris, baik putusan menjatuhkan sanksi administratif ataupun putusan mengusulkan untuk memberikan sanksi-sanksi tertentu dari MPW kepada MPP ataupun MPP kepada Menteri. Dengan demikian perlu ditentukan dasar hukum

4 35 putusan dari Majelis Pengawas sebagai suatu Figur Hukum dapat dijadikan objek sengketa Tata Usaha Negara di Pengadilan Tata Usaha Negara. B. Perbedaan antara Majelis Pengawas Notaris (MPN) dan Majelis Kehormatan Notaris (MKN) Majelis Pengawas Notaris ( Majelis Pengawas ) adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. 49 Majelis Kehormatan Notaris ( MKN ) adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. 50 Apabila melihat pengertian Majelis Pengawas Notaris dan Majelis Kehormatan Notaris di atas, maka Majelis Pengawas dan MKN itu memiliki persamaan, yaitu sama-sama melakukan pembinaan Notaris. Akan tetapi pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tersebut mempunyai perbedaan yang sangat mendasar. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 lebih mengarah pada pembinaan notaris untuk selalu melaksanakan tugas sesuai pada aturan yang 49 Pasal 1 (3) Permenkumham No. 7/2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris. 50 Pasal 1 (1) Permenkumham No. 7/2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris.

5 36 mengatur tentang jabatan notaris, sedangkan majelis Kehormatan Notaris melakukan pembinaan lebih mengarah pada agar notaris terhindar dari perbuatan-perbuatan yang bersifat tindak pidana disaat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai notaris. Kedudukan Majelis Kehormatan Notaris ada dan diadakan sebagai perwujudan pelaksanaan tugas Majelis Pengawas Daerah yang dialihkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan didukung oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 49/PUU-X/2012, sehingga pada prinsipnya Majelis Kehormatan Notaris yang berkedudukan di Kabupaten dan Kota, mempunyai kedudukan yang setara dengan Majelis Pengawas Daerah yang berada di Kabupaten dan Kota, oleh karena itu senyatanya perbandingan kewenangan Majelis Kehormatan Notaris dapat dibandingkan dengan kewenangan Majelis Pengawas Daerah, sehingga dapat diambil sebuah perbedaan yang jelas perbandingan kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Kehormatan Notaris dengan Majelis Pengawas Notaris khususnya Majelis Pengawas Daerah. Adapun perbedaan tersebut dapat dilihat melalui kewenangan yang dapat diuraikan sebagai berikut: Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris 1. Memberikan izin cuti untuk jangka waktu sampai dengan 6 (enam) 1. Kewenangan untuk memberikan persetujuan atau menolak

6 37 bulan. 2. Menetapkan notaris pengganti. 3. Menentukan tempat penyimpanan protokol notaris yang saat serah terima protokol notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih. 4. Memberikan paraf dan menandatangani daftar akta, daftar surat di bawah tangan yang disahkan, daftar surat di bawah tangan yang dibukukan dan daftar memberikan persetujuan atas dilakukannya pemanggilan terhadap notaris yang terindikasi melakukan tindak pidana yang harus diperiksa oleh penyidik, penuntut umum atau hakim dan pengambilan fotocopy minuta dan; 2. Kewenangan untuk memberikan pembinaan terhadap notaris agar notaris terhindar dari tuntutan atas dasar telah melakukan tindak pidana, surat lain yang diwajibkan undangundang 5. Menerima penyampaian secara tertulis salinan dari dafar akta, daftar surat dibawah tangan yang disahkan, dan daftar surat di bawah tangan yang dibukukan yang telah disahkannya, yang dibuat pada bulan sebelumnya paling lambat 15

7 38 (lima belas) hari kalender pada bulan berikutnya, yang sekurang-kurangnya memuat nomor, tanggal dan judul akta Kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Kehormatan Notaris sebagaimana telah disebutkan di atas hanya melaksanakan sebahagian tugas Majelis Pengawas Daerah Notaris setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, selain kewenangan Majelis Pengawas Daerah yang telah berkurang, maka kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat, masih mempunyai kewenangan yang sama sebagaimana kewenangan yang dimiliki oleh kedua lembaga tersebut, di saat masih berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. 1. Fungsi Pengawasan Bertentangan Dengan Fungsi Pembinaan Majelis Pengawas seharusnya melakukan fungsi pengawasan secara komprehensif terhadap kegiatan kenotariatan yang dilakukan oleh seorang Notaris. Pengawasan seharusnya bersifat berkala, regular dan teratur, seperti pemeriksaan repertorium yang dilakukan secara rutin setiap tahunnya. Hal ini bertujuan untuk mencegah timbulnya kesalahan dan kealpaan dalam praktek yang dilakukan oleh Notaris. Pengawasan dilakukan meskipun tidak ada pengaduan dari masyarakat yang menerima pelayanan hukum dari Notaris. Kalaupun terdapat kesalahan atau ketidakmengertian dalam praktek kenotariatan, maka Majelis Pengawas berwenang

8 39 untuk memberitahu dan mengingatkan sesuai asas, prinsip dan ilmu kenotariatan yang benar. Fungsi pengawasan dilakukan untuk mencegah timbulnya permasalahan hukum. Sementara itu, Majelis Kehormatan Notaris memiliki kewenangan pembinaan apabila telah terdapat pengaduan dari masyarakat yang menerima pelayanan hukum dari Notaris. Majelis Kehormatan Notaris Wilayah berwenang bertindak apabila telah terjadi masalah hukum dan/atau sengketa yang melibatkan para pihak, sehingga diperlukan adanya alat bukti atas perbuatan hukum yang telah dilakukan para pihak dan/atau adanya dugaan kesalahan/tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris. Pembinaan dalam hal ini bisa dipahami sebagai pengayoman dan perlindungan hukum terhadap Notaris yang telah melaksanakan tugas jabatannya berdasarkan asas, prinsip, dan ilmu kenotariatan yang benar. 2. Preventif Bertentangan Dengan Reaktif Kuratif Pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab Majelis Kehormatan Notaris diatur di dalam Permenkumham RI Nomor 7 Tahun Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris ialah: a. Kewenangan untuk memberikan persetujuan atau menolak memberikan persetujuan atas dilakukannya pemanggilan terhadap notaris yang terindikasi melakukan tindak pidana yang harus diperiksa oleh penyidik, penuntut umum atau hakim dan pengambilan fotocopy minuta dan; b. Kewenangan untuk memberikan pembinaan terhadap notaris agar notaris terhindar dari tuntutan atas dasar telah melakukan tindak pidana.

9 40 Pelaksanaan kewenangan yang juga merupakan tugas dan tanggung jawab dari Maejelis Kehormatan Notaris ini, dilakukan secara berjenjang dimulai dari Majelis Kehormatan Daerah, dapat diteruskan kepada Majelis Kehormatan Wilayah dan selanjutnya sampai pada Majelis Kehormatan Pusat. Jenjang pada Majelis Kehormatan Notaris tersebut, tentu diadakan dengan tujuan upaya dari pada Notaris apabila keberetan pada putusan dari setiap jenjang, senyatanya jenjang yang ada pada Majelis Kehormatan Notaris hampir sama dengan jenjang yang ada pada Majelis Pengawas Notaris, akan tetapi Majelis Kehormatan Notaris dan Majelis Pengawas Notaris memiliki perbedaan yang sangat mendasar terlebih dalam hal pengawasan dan pembinaan terhadap para notaris. Majelis Pengawas melaksanakan kewenangan yang bersifat preventif, yaitu menjaga dan mencegah agar Notaris tidak terlibat dalam suatu permasalahan hukum. Sementara Majelis Kehormatan Notaris melaksanakan kewenangan yang bersifat reaktif dan kuratif. Reaktif, karena Majelis Kehormatan Notaris baru bertindak apabila terdapat permohonan dari penyidik, penuntut umum dan hakim, sebagai akibat timbulnya permasalahan hukum terkait Notaris dan/atau produk hukum yang dihasilkan Notaris. Kuratif, karena Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (berdasarkan hasil eksaminasi Majelis Pemeriksa) memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mendudukan permasalahan hukum yang sebenarnya terjadi, apabila timbul sengketa dan/atau tindak pidana yang melibatkan Notaris atau produk hukum yang dibuat oleh Notaris. Majelis Kehormatan Notaris Wilayah memiliki diskresi untuk menolak atau menyetujui permohonan yang diajukan oleh penyidik, penuntut

10 41 umum dan hakim berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis Pemeriksa. 3. Kewenangan Pembinaan Menurut DR. Habib Adjie, SH, M. Hum hingga saat ini belum ada data terkait jumlah Notaris dan PPAT yang akurat. Namun beliau memperkirakan bahwa jumlah Notaris sekitar orang. Tentunya ini merupakan jumlah yang sangat besar. 51 Melihat jumlah tersebut pembinaan Notaris seharusnya adalah gerakan yang bersifat preventif, masif dan berkesinambungan, tidak hanya sekedar reaktif (apabila terjadi masalah hukum) seperti yang tergambar dalam Permenkumham Nomor. 7 Tahun 2016 tersebut. Apabila melihat definisi kata pembinaan menurut kamus bahasa Indonesia adalah: (1) proses, cara, perbuatan membina (negara, dsb); (2) Pembaharuan, penyempurnaan; (3) usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Berbicara mengenai program pembinaan maka ada beberapa hal yang seharusnya menjadi dasar dan prioritas program pembinaan. Target pembinaan harus jelas. Program pembinaan juga harus dilakukan secara efisien dan efektif, dengan output, outcome dan impact yang harus jelas dan terukur. Apabila Majelis Kehormatan Notaris Wilayah bersifat reaktif, maka Majelis Kehormatan Notaris 51 Majelis Kehormatan Notaris indonesianotarycommunity. com/majeliskehormatan-notaris-catatan-diskusi-inc/diakses pada tanggal 28 November 2016

11 42 Pusat seharusnya dapat memiliki kewenangan pembinaan dalam konteks thinker 52 yang bertugas membuat policy serta grand design strategy 53 progam pembinaan Notaris. Pelaksanaan pembinaan harus meliputi pemantauan, pendampingan, dan pengayoman oleh Majelis Kehormatan Notaris Wilayah berdasarkan skala prioritas dan urgensitas masalah yang biasa terjadi dalam praktek kenotariatan. C. Kedudukan Majelis Pengawas Notaris Sebagai Lembaga yang Melakukan Pengawasan, Pemeriksaan dan Penjatuhan Sanksi Terhadap Notaris. Majelis Pengawas Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenanangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris. Pengawas Notaris dibentuk berdasarkan : 1. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. 2. Permenhukham No. M.02.PR Tahun 2004 Tentang Tata cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, susunan Organisasi, Tata Kerja, dan tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris. 3. Kepmenhukham Nomor M. 39-PW Tahun 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris. Menurut Pasal 11 Permenhukham. M.02.PR Tahun 2004 menyebutkan Majelis Pengawas Notaris berangggotakan 9 (Sembilan) orang terdiri atas 1 (satu) 52 Yang dimaksud dengan Majelis Kehormatan Pusat sebagai thinker disini ialah pemberi petunjuk dan arahan kepada Majelis Kehormatan Daerah dan Majelis Kehormatan Wilayah yang merupakan lembaga yang dibawahinya. 53 policy serta grand design strategy ialah kebijakan dalam bentuk format dalam bentuk petunjuk pelaksana dan petunjuk tertulis.

12 43 orang ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota. Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh anggota yang dilakukan secara musyawarah atau pemungutan suara. Pasal 12 Peraturan Menteri tersebut menyebutkan bahwa Majelis Pengawas notaris dibantu oleh 1 (satu) orang sekretaris. Permenhukham M.02.PR Tahun 2004 mengalami perubahan dengan diterbitkannya Permenhukham M.HH. 06-AH Tahun 2009 tentang Sekretaris Majelis Pengawas Notaris. Sesuai Permenhukham M.HH.06-AH Tahun 2009 tentang Sekretaris Majelis Pengawas Notaris. Sekretaris Majelis pengawas Notaris yang selanjutnya disebut Sekretaris Majelis adalah ex officio yang bertugas memimpin sekretariat Majelis Pengawas Notaris. Sekretariat Majelis Pengawas Daerah dilaksanakan secara fungsional oleh Lembaga pemasyarakat dengan pertimbangan: 1. Unit Pelaksana Tugas Kantor Wilayah yang ada di Kabupaten/Kota hanya lembaga pemasyarakatan. Pemaknaan Lembaga Pemasyarakatan bukan lembaganya tetapi pejabat structural yang berpendidikan sarjana Hukum atau yang membidangi administrasi atau ketatausahan baik di Bapas, Rupbasan. 2. Pejabat struktural yang dimaksud adalah bukan kepala Unit Pelaksana Tugasnya. Hal ini untuk tidak membebani tugas Ka Unit Pelaksana Tugas. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Mengingat kewenangan Notaris sangat penting, Notaris membutuhkan suatu fungsi kontrol, supaya Notaris dapat melaksanakan kewenangan dengan baik sebagaimana

13 44 diatur dalam peraturan perundang-undangan khususnya Undang- Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Pada dasarnya yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris. Menteri sebagai kepala Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi manusia. Dengan demikian kewenangan pengawasan terhadap Notaris ada pada pemerintah, sehingga berkaitan dengan cara pemerintah memperoleh wewenang pengawasan tersebut. Ada 3 (tiga) cara utama untuk memperoleh wewenang pemerintah, yaitu Atribusi, Delegasi, dan Mandat. Atribusi merupakan pembentukan wewenang tertentu dan pemberiannya kepada organ tertentu atau juga dirumuskan pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam Undang-undang Dasar atau Undang-undang. Delegasi merupakan pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Dalam rumusan lain bahwa delegasi sebagai penyerahan wewenang oleh pejabat pemerintahan (Pejabat TUN) kepada pihak lain dan wewenang tersebut menjadi tanggung jawab pihak lain tersebut. Pendapat yang pertama, bahwa delegasi itu harus dari Badan atau jabatan

14 45 TUN kepada badan atau Jabatan TUN lainnya, artinya baik delegator maupun delegasi harus sama-sama Badan atau Jabatan TUN. Pendapat yang kedua bahwa delegasi dapat terjadi dari Badan atau Pejabat TUN kepada pihak lain yang belum tentu Badan atau Jabatan TUN. Dengan ada kemungkinan bahwa Badan atau Jabatan TUN dapat mendelegasikan wewenangnya (delegasi) kepada Badan atau Jabatan yang bukan TUN (delegataris). Suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Badan atau Jabatan TUN yang tidak mempunyai atribusi wewenang tidak dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pihak lainnya. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, bahwa wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris secara atributif ada pada Menteri sendiri, yang dibuat, diciptakan dan diperintahkan dalam undang-undang sebagaimana tersebut dalam Pasal 67 ayat (1) UUJN. Kedudukan Menteri sebagai eksekutif (pemerintah) yang menjalankan kekuasaan pemerintah dalam kualifikasi sebagai Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara. Berdasarkan Pasal 67 ayat (2) UUJN Menteri mendelegasikan wewenang pengawasan tersebut kepada suatu badan dengan nama Majelis Pengawas. Majelis Pengawas menurut Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR Tahun 2004, adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris. Dengan demikian Menteri selaku delegans dan Majelis Pengawas selaku delegataris. Majelis Pengawas sebagai delegataris mempunyai

15 46 wewenang untuk mengawasi Notaris sepenuhnya, tanpa perlu untuk mengembalikan wewenangnya kepada delegasi. D. Majelis Pengawas Notaris Sebagai Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara 1. Sumber Kewenangan Yang Dimiliki Oleh Majelis Pengawas Notaris Dalam setiap organisasi terutama organisasi pemerintahan fungsi pengawasan adalah sangat penting, karena pengawasan adalah suatu usaha untuk menjamin adanya kearsipan antara penyelenggara tugas pemerintahan oleh daerah-daerah dan untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna. 54 Sebelum lebih jauh membicarakan Majelis Pengawas Notaris yang terdiri dari Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW), Majelis Pengawas Pusat (MPP). Pada dasarnya peran pengawasan Notaris adalah dilakukan oleh negara yang dalam hal ini dijalankan oleh Menteri. Menterinya menurut UUJN adalah Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang kenotariatan atau dengan tegas adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian dalam pengawasannya Menteri mendelegasikan kepada sebuah Majelis Pengawasan. Bangunan Hukum dari Majelis Pengawas tersebut tersusun pada pasal 67 UUJN: a. Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri. 54 Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Hukum Administrasi Pemerintahan DiDaerah, ( Jakarta : Sinar Grafika, 1993 ), hal. 233

16 47 b. Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk Majelis Pengawas. c. Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas unsur: 1) pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang; 2) organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan 3) ahli/akademisi sebanyak 3 (tiga) orang. d. Dalam hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam Majelis Pengawas diisi dari unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri. e. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris. f. Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris. Senada dengan Pasal 67 ayat (3) Undang-undang Jabatan Notaris Nomor. 30 Tahun 2004 yang telah direvisi melalui Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, maka Suprayitno juga menegaskan tentang susunan dari Majelis Pengawas tersebut sebagai berikut: a. Pengangkatan Majelis Pengawas wilayah Notaris sebanyak 3 (tiga) orang yang merupakan unsur dari notaris dan direkomendasikan oleh pengurus wilayah notaris Sumatera Utara, dan nama-nama yang telah dipilih oleh

17 48 Pengurus Wilayah Notaris selanjutnya diajukan ke Kementerian Hukum dan Ham RI. b. Unsur yang kedua adalah dari akdemisi sebanyak 3 (tiga) orang yang dipilih oleh dekan fakultas hukum dan selanjutnya direkomendasikan kepada Kantor Wilyah Kementerian hukum dan Ham. c. Unsuryang ketiga adalah utusan pemerintah dari Pegawai Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM-RI sebanyak 3 (tiga) orang yang mana langsung diajukan ke Menteri Hukum dan HAM-RI untuk disahkan. 55 Dari bangunan hukum di atas dapat diterapkan dua Teori Perolehan Kewenangan yang diterapkan oleh UUJN hingga akhirnya peran pengawasan dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris. Teori yang mana menurut kajian Hukum Administrasi negara adalah Teori Atributif, yaitu kewenangan yang diperoleh Menteri langsung dari undang-undang. Kewenangan atributif lazimnya digariskan atau berasal dari adanya pembagian kekuasaan negara oleh UUD. Istilah lain untuk kewenangan atributif adalah kewenangan asli atau kewenangan yang tidak dapat dibagi-bagikan kepada siapapun. Dalam kewenangan atributif, pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh pejabat atau badan tersebut tertera dalam peraturan dasarnya. Adapun mengenai tanggung jawab dan tanggung gugat berada pada pejabat ataupun pada badan sebagaimana tertera dalam peraturan dasarnya. Sementara 55 Wawancara dengan Notaris/PPAT Kota Medan yaitu Suprayitno, yang mana beliau juga merupakan anggota Majelis Pengawas Wilayah Notaris Sumatera Utara, wawancara dilakukan pada hari Kamis tanggal 01 September 2016.

18 49 Kewenangan kedua adalah kewenangan delegatif, yaitu kewenangan Majelis Pengawas hingga dapat menjalankan pengawasan. Kewenangan delegatif merupakan kewenangan yang bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintahan kepada organ lain dengan dasar peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan kewenangan mandat, dalam kewenangan delegatif, tanggung jawab dan tanggung gugat beralih kepada yang diberi limpahan wewenang tersebut atau beralih pada delegataris. Dengan begitu, si pemberi limpahan wewenang tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang pada azas contrarius actus. Oleh sebab itu, dalam kewenangan delegatif peraturan dasar berupa peraturan perundang-undangan merupakan dasar pijakan yang menyebabkan lahirnya kewenangan delegatif tersebut. Tanpa adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur pelimpahan wewenang tersebut, maka tidak terdapat kewenangan delegatif. 56 Dari Uuraian di atas dapat dipahami bahwa Menteri sebagai Tata Usaha Negara menerima kewenangan berupa pengawasan notaris secara atributif atau langsung dari Undang-undang, setelah itu Menteri mendelegasikan kewenangan mengawasnya kepada Majelis Pengawasan Notaris. Perihal pertanyaan pertama dalam dunia Hukum Administrasi terdapat ada dua pandangan. Pertama, bahwa delegasi itu harus dari badan atau jabatan TUN kepada Badan atau jabatan TUN lainnya, artinya baik delegator maupun delegasi 56 Lutfi Effendi, Pokok-pokok Hukum Administrasi, Edisi pertama Cetakan kedua, (Malang: BayumediaPublishing, 2004), hal

19 50 harus sama-sama Badan atau Jabatan TUN. Pendapat yang Kedua, bahwa delegasi dapat terjadi dari badan atau pejabatan TUN kepada pihak lain yang belum tentu Badan atau Jabatan TUN. 57 Untuk mengatasi dua pemikiran tentang apakah Majelis Pengawas Notaris adalah Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara atau bukan, patutlah disimak terlebih dahulu kutipan yang penulis ambil dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: /PUU-III/2005 berkaitan dengan uji materi 58 Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun Putusan atas dasar gugatan dari Persatuan Notaris Reformasi Indonesia (PERNORI), materi gugatannya cukup banyak namun yang menjadi menarik perihal Majelis Pengawas Notaris adalah permohonan PERNORI agar bunyi pasal 77 huruf (c) menjadi: Majelis Pengawas Pusat berwenang: a. menyelenggarakan sidang, untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi; b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian sementara atau pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri yang bidang tugas 57 Habib Adjie, Op. Cit, hal 58 Pada tahun 1974, bersamaan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah agung diberiu kewenangan untuk menguji peraturan perundangan-undangan di bawah Undang-undang. Pada tahun 2001, melalui proses amandemen Undang-undang Dasar 1945, dibentuk Mahkamah Konstitusi yang salah satu kewenangannya adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, dengan demikian di atas merupakan hak uji materi undang-undang jabatan notaris terhadap Undang-undang Dasar, Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hal 1-2.

20 51 dan tanggung jawabnya meliputi bidang kenotariatan setelah Notaris membela diri dan pembelaan dirinya ditolak oleh Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atau Pengadilan Tata Usaha Negara, yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap; 59 Hal ini dimohonkan dengan alasan agar persepsi masyarakat umum dan masyarakat notaris menjadi satu bahwa Majelis pengawas adalah Badan atau Jabatan Tata Usaha sehingga Keputusannya dapat dijadikan obyek sengketa dari PTUN. Dalam amar putusannya Mahkamah Konstitusi menjelaskan bahwa pemberhentian sementara yang dilakukan oleh Majelis Pengawas sambil menunggu Keputusan Menteri atas usul pemberhentian dengan tidak hormat merupakan tindakan yang penting. Hal itu diperlukan, di satu sisi, untuk mencegah tindakan yang tidak diinginkan dari notaris terlapor selama tenggang waktu tersebut, dan di sisi lain, untuk mencegah kesewenang-wenangan Majelis Pengawas. Pemberhentian sementara dan pengusulan untuk memberhentikan dengan tidak hormat, merupakan tindakan Tata Usaha Negara (administratief rechtshandeling). 60 Pandangan Mahkamah Konstitusi tersebut menunjukan secara nyata bahwa Mahkamah Konstitusi mengakui kegiatan yang dijalankan oleh Majelis Pengawas Notaris adalah kegiatan Tata Usaha Negara. Sehingga Putusan yang dibuatnya adalah putusan Badan Atau Pejabat Tata Usaha Negara. Sehingga tidak perlu lagi 59 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: /PUU-III/2005., hlm Ibid. hal 125.

21 52 mengubah bunyinya karena yang dimaksud sudah menjadi ruh bagi pasal tersebut. 61 Kedudukan Menteri selaku Badan atau Jabatan TUN yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku membawa konsekuensi terhadap Majelis Pengawas, yaitu Majelis Pengawas berkedudukan pula sebagai Badan atau Jabatan TUN, karena menerima delegasi dari badan atau Jabatan yang berkedudukan sebagai Badan atau Jabatan TUN. Dengan demikian secara kolegial Majelis Pengawas sebagai : a. Badan atau Pejabat TUN; b. Melaksanakan urusan pemerintahan; c. Berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yaitu melakukan pengawasan terhadap Notaris sesuai dengan UUJN. Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris terhadap para Notaris dilakukan dengan merujuk pada patokan yang utama yaitu Undang-undang Jabatan Notaris, dengan demikian pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris mempunyai standarisasi pengawasan yang terukur dan terstandar. Menurut Marzuki Majelis Pengawas Notaris diangkat oleh pejabat Tata Usaha Negara disesuaikan dengan kedudukan Majelis Pengawas tersebut: a. MPD diangkat oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM berdasarkan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham tersebut; 61 Yang dimaksud dengan Ruh perundang-undangan adalah kemampuan kita untuk melihat apa motivasi dibalik bunyi perundang-undangan tersebut.

22 53 b. MPW diangkat oleh Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) berdasarkan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Direktur Jendral Administrasi Hukum Umum; c. MPP diangkat Menteri Hukum dan HAM berdasarkan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan HAM. 62 Perihal pengakatan dan pemberhentian ini diatur secara jelas dan tegas melalui Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Menteri Nomor M.02.PR Tahun Pendapat Ilham Lubis mengenai pembahasan Majelis Pengawas Notaris merupakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mempunyai pemikirin tersendiri yaitu: Majelis Pengawas Notaris adalah suatu badan, bukan pejabat Tata Usaha Negara lihat peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor. M.02.PR Tahun 2004 dengan Tata Cara Pengakatan dan Pemberhentian dan Tata Kerja Majelis Pengawas Notaris serta Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor. M.39.PW Tahun 2004 tentang Pedoman Tugas Majelis Pengawas Notaris. 63 Beberapa perdebatan di atas, mengenai kedudukan Majelis Pengawas Notaris di atas, kerangka hukum yang dapat diambil dari hukum di atas, lebih menitik 62 Ibid 63 Hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Ilham Lubis pada tanggal 30 Agustus 2016

23 54 beratkan pada putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa Majelis Pengawas Notaris merupakan Badan Tata Usaha Negara, yang putusannya merupakan objek Tata Usaha Negara yang dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Putusan Majelis Pengawas Notaris sebagai objek Tata Usaha Negara yang dapat digugat dapat disamakan dengan penetapan atau putusan pejabat Tata Usaha Negara yang menjalankan fungsi Tata Usaha Negara sebagaimana disebutkan pada Undang-undang tentang Peratun (Peradilan Tata Usaha Negara). Dengan putusan Mahkamah Konstitusi atas pengujian materi Undang-undang Jabatan Notaris terhadap Undang-undang Dasar 1945, maka konsep Undang-undang Jabatan Notaris telah merubah mindset (pemikiran) dari Undang-undang Jabatan Notaris yang menyatakan secara tegas kedudukan Majelis Pengawas Notaris Merupakan Pejabat Tata Usaha Negara. 2. Majelis Pengawas Notaris Merupakan Jabatan Tata Usaha Negara ditinjau dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Notaris sebagaimana disebutkan di atas bila ditinjau dari Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, maka kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Notaris. Berdasarkan Pasal 12 dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang sumber kewenangan dari pejabat tata usaha negara, maka kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Notaris sebagaimana disebutkan di atas pada sub bab

24 55 sebelumnya, adalah kewenangan yang bersumber atas adanya aturan perintah Undang-Undang Jabatan Notaris pada Majelis Pengawas Notaris serta delegasi kewenangan dari pejabat sebelumnya yaitu Menteri Hukum dan Ham RI guna melaksanakan fungsi pelayanan terhadap masyarakat. sebagaimana tertuang di dalam Pasal 7 ayat (2) huruf j Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 yang berkenaan menerbitkan permohonan masyarakat atas terbitnya sebuah Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat dikaitkan dengan fungsi pelayananan yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Notaris, yang berwenang untuk menerima laporan pengaduan masyarakat, lembaga, dan lain-lain atas pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris, yang selanjutnya laporan pengaduan tersebut dapat diteruskan melalui pemeriksaan dan putusan pemberian sanksi kalau terbukti notaris yang di laporkan tersebut memang senyatanya bersalah sebagaimana laporang pengaduan yang diterima oleh Majelis Pengawas Notaris. Berdasarkan sumber kewenangan dan fungsi kewenangan pada Majelis Pengawas Notaris sebagaimana diuraikan di atas, maka senyatanya bahwa Majelis Pengawas Notaris merupakan pejabat tata usaha Negara yang menjalankan bagian dari fungsi administrasi sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT 27 BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT 1. Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara Di dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945 Menentukan : (1)

Lebih terperinci

2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem

2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1787, 2015 KEMENKUMHAM. Anggota Majelis Pengawas. Organisasi. Pengangkatan. Penggantian. Pencabutan PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK TIM PENELITI Prof. DR. I WAYAN PARSA, SH., M.Hum. (19591231 198602 1 007) KADEK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM Dan HAM. Notaris. Sekretariat. Majelis Pengawas. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM Dan HAM. Notaris. Sekretariat. Majelis Pengawas. Tata Kerja. No.242, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM Dan HAM. Notaris. Sekretariat. Majelis Pengawas. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH -

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.868, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Hukuman Disiplin. Penindakan Administratif. Pedoman. Pencabutan.

BERITA NEGARA. No.868, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Hukuman Disiplin. Penindakan Administratif. Pedoman. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.868, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Hukuman Disiplin. Penindakan Administratif. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D 101 07 404 ABSTRAK Notaris dihadirkan untuk melayani kepentingan masyarakat yang membutuhkan alat bukti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum, dimana hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam segala hal. Keberadaan hukum tersebut juga termasuk mengatur hal-hal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru

2017, No sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huru BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1428, 2017 BAWASLU. Penanganan Pelanggaran Administrasi. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2016, No Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015 tentang Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Lembran Negara Republik Indonesia Tahun 20 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2128, 2016 KEMENKUMHAM. Notaris. Penjatuhan Sanksi Administratif. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Pedoman Penjatuhan Hukuman Disiplin dan Penindakan

2015, No c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Pedoman Penjatuhan Hukuman Disiplin dan Penindakan No.1408, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Hukuman Disiplin. Sanksi Administratif. Pegawai. Penjatuhan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris No.180,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 HA PIOAUSPOI TENTANG MAJELIS KEHORMATAN

Lebih terperinci

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent No.1711,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU.Pemilihan.Gubernur.Bupati.Walikota.Pelanggaran Administrasi. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 HA PIOAUSPOI TENTANG MAJELIS KEHORMATAN

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2015, No Mengingat : 1. Pasal 24B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1758, 2015 KY. Laporan Masyarakat. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN ADMINISTRASI TERKAIT LARANGAN MEMBERIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN HUKUM DAN PELAKSANAAN PROSES PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI SAKSI DAN TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA

BAB II KETENTUAN HUKUM DAN PELAKSANAAN PROSES PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI SAKSI DAN TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA 30 BAB II KETENTUAN HUKUM DAN PELAKSANAAN PROSES PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI SAKSI DAN TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA A. Ketentuan Hukum Proses Penyidikan Terhadap Notaris Sebagai Saksi dan Tersangka

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2016 2 BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dan pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN VERIFIKASI KELENGKAPAN DOKUMEN PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTARWAKTU,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai pelaksana pembinaan dan pengawasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai pelaksana pembinaan dan pengawasan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Pengawasan Majelis Pengawas Daerah Ikatan Notaris Indonesia kota Yogyakarta Majelis Pengawas Daerah yang dibentuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi; LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.167, 2013 HUKUM. Kehakiman. Mahkamah Konstitusi. Penyelenggaraan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5456) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang I. PEMOHON Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dalam hal ini diwakili oleh Irman Gurman,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, perlu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahan TIMUS 23-06-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Notaris sebagai pejabat umum dipandang sebagai pejabat publik yang menjalankan profesinya dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, untuk membuat akta otentik dan

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-07/M.

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-07/M. SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : PER-07/M.EKON/12/2008 TENTANG MAJELIS KODE ETIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PERTIMBANGAN KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I; RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 72/PUU-XII/2014 Pembatasan Kewenangan Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik dalam hal Pengambilan Fotokopi Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris I. PEMOHON Tomson Situmeang,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-02.KP.05.02 TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI IMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Bahan Panja Hasil Timus RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

- - PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

- - PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN - - PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012 Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono Perdata Agraria ABSTRAK Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang... UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DALAM PEMBINAAN TERHADAP NOTARIS

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DALAM PEMBINAAN TERHADAP NOTARIS KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DALAM PEMBINAAN TERHADAP NOTARIS POSITION AND AUTHORITY OF THE HONORARY COUNCIL OF NOTARY IN GUIDANCE OF NOTARIES Evi Apita Maya Magister Kenotariatan

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2015 MA. Penyalahgunaan Wewenang. Penilaian Unsur. Pedoman Beracara. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan notaris dalam kehidupan masyarakat sangat dibutuhkan bersamaan dengan berkembangnya perekonomian di Indonesia. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN MPW DALAM MELAKUKAN PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN ADMINISTRATIF YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS

BAB II KEWENANGAN MPW DALAM MELAKUKAN PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN ADMINISTRATIF YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS BAB II KEWENANGAN MPW DALAM MELAKUKAN PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN ADMINISTRATIF YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS A. Dasar Hukum Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Notaris Pasal 1 Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.761, 2014 KEMENKEU. Konsultan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER- 022 /A/JA/03/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGAWASAN KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka

Lebih terperinci