BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur"

Transkripsi

1 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional. 1 Dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi pada paruh ke-2 abad XX, meningkatnya hubungan, kerja sama dan kesalingtergantungan antar negara, menjamurnya negara-negara baru dalam jumlah yang banyak sebagai akibat dekolonisasi, dan munculnya organisasi-organisasi internasional dalam jumlah yang sangat banyak telah menyebabkan ruang lingkup hukum internasional menjadi lebih luas. Selanjutnya hukum internasional bukan saja mengatur hubungan antar negara tetapi juga subjek-subjek hukum lainnya seperti organisasi-organisasi internasional. 2 Dalam studi hukum internasional, yang dimaksud dengan organisasi internasional biasanya adalah organisasi internasional dalam arti sempit, yaitu organisasi yang dibentuk atau didirikan oleh pemerintah-pemerintah atau yang biasanya disebut dengan Inter Governmental Organization. Selain inter governmental organization tersebut, dalam pergaulan masyarakat internasional dijumpai pula ribuan organisasi internasional yang tidak dibentuk oleh 1 Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Alumni, Bandung, 2011, hal Ibid.

2 14 pemerintah-pemerintah, tetapi yang didirikan oleh orang-perorangan, kelompokkelompok dan badan-badan internasional partikelir atau privat. Untuk organisasi internasional yang demikian itu disebut dengan Non-Governmental Organization.3 Pesatnya perkembangan teknologi dan komunikasi, sehingga timbul pula keinginan untuk mengatur kegunaannya secara kolektif dan meluasnya hubungan internasional di seluruh dunia sehingga menimbulkan berbagai kesulitan dari kekompleksan hubungan tersebut merupakan dua hal penting yang menyebabkan tumbuh dan berkembangnya organisasi internasional untuk pertama kalinya. Timbulnya hubungan internasional secara umum tersebut pada hakekatnya merupakan proses perkembangan hubungan antar negara, karena kepentingan dua negara saja tidak dapat menampung kehendak banyak negara. Dengan demikian tidak mungkin lagi pengaturannya diselesaikan hanya melalui perjanjian bilateral atau melalui saluran diplomatik yang tradisional saja. Maka timbul pikiran para ahli hukum beberapa negara untuk mendirikan organisasi internasional, dan disamping itu disadari pula pentingnya organisasi tersebut. 4 Kemunculan organisasi internasional adalah merupakan wujud dari manifestasi kerjasama internasional yang mulai berkembang sejak akhir abad ke-19 dan memasuki awal abad ke-20 seiring dengan makin berkembangnya masyarakat internasional dan hukum internasional. Negara-negara, pada waktu itu mulai menyadari makin banyak bidang-bidang kehidupan yang memerlukan 3 J. Pareira Mandalangi, Segi-Segi Hukum Organisasi Internasional, Binacipta, Bandung, 1986, hal Boer Mauna, sebagaimana dikutip oleh Syahmin A.K., Pokok-Pokok Hukum Organisasi Internasional, Binacipta, Bandung, 1985, hal. 5.

3 15 kerjasama dan pengaturan secara bersama pula, sehingga hubungan-hubungan bilateral maupun multilateral saja tidak lagi mencukupi. Dengan demikian makin dirasakan perlunya melembagakan kerjasama itu dengan membentuk atau mendirikan suatu organisasi internasional. Salah satu bidang tersebut adalah olahraga yang termasuk di dalamnya adalah sebuah cabang yang bernama sepakbola. Sepakbola adalah olahraga yang sudah mengalami proses panjang mengarungi perkembangan zaman dan peradaban yang dapat ditelusuri di berbagai tempat bahkan sebelum Masehi. Era Mesir purba, misalnya, telah mengenal bola dengan kain linen. Bola tersebut sendiri kini masih tersimpan di museum Inggris. Tentara Romawi juga memiliki permainan sejenis sepakbola yang disebut harpastuna. Permainan serupa juga telah terdapat di Yunani pada zaman Yunani kuno, Meksiko, dan Jepang. Berbagai relief dinding di museum menunjukkan bahwa permainan bola sudah dikenal di peradaban Yunani purba dan disebut episcuro. Pada relief tersebut, terlukis seorang anak muda memegang bola bundar dan memainkannya dengan paha. Tercatat sebagai negara yang mengembangkan permainan ini sebagai permainan tim modern ialah negara Inggris. Dalam perkembangannya, pada tahun 1815, Eton College menciptakan sejumlah aturan permainan dan permainan tersebut lebih merupakan suatu bentuk olahraga. 5 Dalam sejarah berabad-abad perkembangan di bidang sepakbola, muncul rasa kekhawatiran oleh para pelaku di setiap tim sepakbola, baik sebagai pemain atau pengurus klub karena disadari belum adanya badan yang benar-benar 5 Zen Muttaqin, Organisasi FIFA dan Hukum Olahraga, dikutip dari sumber diakses tanggal 16 Juli 2013 pukul 21:43 WIB.

4 16 mengelola sepakbola di dunia dan dirasakan pentingnya suatu organisasi yang mewadahi dan mengatur permainan sepakbola di dunia. Akhirnya terbentuklah sebuah organisasi yang disebut Fédération Internationale de Football Association (FIFA). 6 FIFA didirikan tanggal 21 Mei 1904 di Paris, Prancis. 7 FIFA merupakan badan hukum organisasi internasional non-pemerintah (International Non Governmental Organization (INGO)). DW Bowett menyebutkan bahwa INGO adalah perserikatan-perserikatan privat internasional yaitu perserikatanperserikatan atau perhimpunan-perhimpunan dari badan-badan non pemerintah, baik swasta, individu, atau badan hukum. FIFA sendiri didirikan oleh individuindividu yang mewakili berbagai asosiasi sepakbola di dunia dan hingga kini memiliki anggota-anggota yang bukanlah negara an sich 8, melainkan asosiasi sepakbola swasta tunggal yang dibentuk oleh sekelompok orang yang mengelola klub sepakbola yang berbadan hukum di negara yang bersangkutan sesuai dengan mekanisme dan sistem aturan yang ditetapkan 9 dan asosiasi sepakbola tersebut bukanlah badan pemerintah negara-negara tersebut. FIFA sendiri berbadan hukum Swiss, yang memiliki dan mengelola sepakbola profesional secara tunggal di dunia, dan didirikan berdasarkan pasal 60 Swiss Civil Code. 6 Sejarah Terbentuknya FIFA, dikutip dari sumber diakses tanggal 16 Juli 2013 pukul 22:20 WIB. 7 FIFA didirikan oleh enam asosiasi sepakbola di Eropa, yakni USFA Prancis, UBSSA Belgia, DBU Denmark, NVB Belanda, Madrid FC Spanyol, SBF Swedia, dan ASF Swiss, Lihat pada bagian FIFA Facts. 8 Dalam filsafat Kant, an sich dikenal dengan suatu hal yang disebut demikian karena sifat dirinya sendiri, tidak dianggap atau ditafsirkan ke hal-hal lain. Mampu dikenal, tetapi hanya disimpulkan dari sifat pengalaman tentang hal tersebut. Dikutip dari sumber diakses tanggal 10 Januari 2014 pukul WIB. 9 Hinca IP Pandjaitan XII, Kedaulatan Negara vs Kedaulatan FIFA, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011, hal. 10.

5 17 Sebelum suatu organisasi internasional dapat membuat pengaruh dalam kancah internasional, haruslah diberi kadar kepribadian internasional secara hukum. Personalitas dari subjek hukum organisasi internasional adalah tindakan dalam kapasitasnya sebagai organisasi internasional untuk melakukan tindakantindakan sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam instrumen dasar yang dimiliki oleh organisasi internasional tersebut. Personalitas hukum dari suatu organisasi internasional dalam kaitannya dengan hukum internasional pada hakekatnya menyangkut kelengkapan organisasi internasional tersebut dalam melakukan suatu prestasi hukum. Kapasitas itu telah diakui dalam hukum internasional (international legal capacity). Pengakuan tersebut tidak saja melihat bahwa organisasi internasional itu sendiri sebagai subjek hukum internasional tetapi juga karena organisasi itu harus menjalankan fungsinya secara efektif sesuai dengan mandat yang telah dipercayakan oleh para anggotanya. FIFA adalah organisasi yang memiliki suatu instrumen dasar yang memuat prinsip-prinsip, tujuan dan struktur maupun cara organisasi itu bekerja yang termuat dalam Statuta FIFA. Statuta FIFA merupakan hasil kesepakatan antara asosiasi-asosiasi sepakbola negara yang hadir di Paris. Hasil dari kesepakatan asosiasi-asosiasi sepakbola negara tersebut disetujui pula oleh asosiasi sepakbola negara lain. Asosiasi-asosiasi sepakbola negara yang telah menyetujui dan ikut serta tersebut kemudian menjadi anggota FIFA. Dengan demikian Statuta yang telah disepakati dan disetujui oleh asosiasiasosiasi sepakbola negara tersebut merupakan suatu persetujuan internasional. Statuta FIFA, yang dapat diperbarui setiap Kongres FIFA diadakan, terakhir kali

6 18 diperbarui melalui Kongres FIFA tahun 2013 di Mauritius. Sebagai instrumen dasar, Statuta FIFA memuat beberapa hal mendasar, seperti tujuan FIFA yang diatur pada Pasal 3 (a) sampai dengan (e). Sementara itu struktur FIFA diatur pada Pasal 5 (a) hingga (e). Sedangkan operasional FIFA diatur pada Pasal 6 Statuta FIFA. 10 Organisasi yang resmi dan satu-satunya yang memiliki kewenangan dan karenanya berdaulat penuh mengelola penyelenggaraan sepakbola di Indonesia adalah Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). 11 PSSI adalah organisasi sepakbola satu-satunya yang memiliki keanggotaan Indonesia di FIFA 12 yang didirikan di Yogjakarta tanggal 19 April 1930, yang status badan hukumnya didaftarkan pada Departemen Kehakiman melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor J.A.5/11/b tanggal 2 Februari 1953, Berita Negara Republik Indonesia Nomor. 18 tanggal 3 Maret Pada awal 2011, terjadi kisruh internal di tubuh PSSI diawali dari bergulirnya breakaway league 14 Liga Primer Indonesia. Pembentukan kompetisi baru di luar otoritas asosiasi sepakbola Indonesia yang diakui FIFA itu merupakan bentuk dari berbagai ketidakpuasan anggota PSSI. Pada perkembangannya, pembentukan kompetisi ini menciptakan perbedaan yang memisahkan dua kubu, 10 Zen Muttaqin, Op.Cit. 11 Pasal 3 ayat (3) Statuta PSSI 12 Terdaftar di FIFA sejak tahun Pasal 3 ayat (3) pint Pedoman Dasar PSSI Dalam pemahaman FIFA. bahwa breakaway league, yang artinya adalah, kegiatan pemisahan dari PSSI sebagai federasi resmi yang diakui FIFA. Atau lebih mendekati di sebut pembangkangan dan pemberontakan terhadap PSSI, yang tentu saja adalah federasi yang legal formal menurut FIFA, dan Pemerintah Indonesia. Zen Muttaqin, Breakaway alias Pembangkangan, dikutip dari diakses tanggal 17 Juli 2013 pukul WIB.

7 19 yaitu mereka yang tetap bertahan di Indonesia Super League (ISL) 15 dan mereka yang menginginkan gerakan revolusioner mengubah cara kerja PSSI. 16 Nurdin Halid gagal mempertahankan kursi Ketua Umum dalam kongres tahun itu, yang diwarnai dengan kekisruhan, dan kemudian hadirlah Djohar Arifin Husin sebagai Ketua Umum PSSI untuk periode Ketua Umum terpilih ini tidak mulus dalam bekerja karena dilingkupi berbagai keputusan yang kontroversial. Perbedaan kembali melahirkan terbentuknya Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) yang digagas empat anggota Komisi Eksekutif (Exco), yaitu La Nyalla Mattalitti, Tony Apriliani, Erwin Dwi Budiawan, dan Roberto Rouw. Setelah muncul dua liga, lahir kembali dua asosiasi sepakbola di Indonesia, yaitu PSSI dan KPSI. KPSI menghadirkan Tony Apriliani sebagai Ketua Umum dan La Nyalla sebagai Wakil Ketua Umum. KPSI kemudian menyatakan mengambil alih kewenangan PSSI selaku otoritas sepakbola Indonesia. 17 Dengan kondisi dualisme yang terjadi tersebut, pemerintah kemudian didesak untuk melakukan sesuatu atas permasalahan yang terjadi terhadap PSSI. Negara berfungsi menciptakan syarat dan kondisi serta infrastruktur yang harus tersedia agar warga negaranya mempunyai akses yang cukup untuk memperoleh kesejahteraannya, termasuk berolahraga dan menikmati situasi dunia 15 Liga Super Indonesia (disingkat LSI, bahasa Inggris: Indonesia Super League (ISL)) adalah kompetisi sepak bola antar klub profesional level tertinggi di Liga Indonesia pada tahun 2008 hingga LSI diselenggarakan oleh PT Liga Indonesia (dahulu BLI) yang dimiliki oleh PSSI, Wikipedia, Liga Super Indonesia, dikutip dari diakses tanggal 17 Juli 2013 pukul WIB. 16 Agung Harsya, Spesial: Timeline PSSI, Dari DualismeMenuju Penyatuan, dikutip dari diakses tanggal 17 Juli 2013 pukul WIB. 17 Ibid.

8 20 persepakbolaan dalam keadaan kondusif. Pemerintah yang dibentuk bukan untuk menciptakan kesejahteraan umum, melainkan memajukan kesejahteraan umum. Kompetisi sepakbola profesional sebagai salah satu cabang olahraga yang paling digemari di seluruh dunia memberikan sumbangan dan kesempatan yang sangat besar bagi pemajuan kesejahteraan umum, tidak hanya di negara dimana kompetisi itu dipertandingkan, tetapi juga di negara-negara yang membuat kompetisi sepakbola itu menjadi komoditas ekonomi seperti Indonesia. Disini juga terdapat peranan negara yang memberikan jaminan hukum dan jaminan keamanan dalam penyelenggaraan kompetisi sepakbola profesional yang dituangkan dalam suatu mekanisme perizinan. Selain itu juga membutuhkan ruang yang disebut stadion untuk menyelenggarakan pertandingan sepakbola. Oleh karena itu, penyelenggaraan kompetisi sepakbola profesional yang mampu dijadikan sebagai salah satu sarana memajukan kesejahteraan umum, juga melibatkan public interest, public opportunity serta public infrastructure sebagai tanggung jawab negara. 18 Pemerintah diharapkan melakukan intervensi 19 atas konflik dualisme PSSI tersebut. Hal ini juga untuk mempertegas kedaulatan negara dan peranan pemerintah untuk mencapai salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni untuk memajukan kesejahteraan umum. 20 Namun intervensi yang dilakukan oleh negara terhadap otoritas dan kewenangan FIFA dalam pengelolaan, penyelenggaraan, dan penyelesaian sengketa pertandingan sepakbola profesional dapat menimbulkan akibat hukum 18 Hinca IP Pandjaitan XIII, Op.Cit, hal Intervensi atau dalam bahasa Inggris disebut intervention menurut The Contemporary English-Indonesian Dictionary, karangan Peter Salim, 6 th edition, Modern English Press, Jakarta, 1991, hal Berarti turun tangan, dan atau campur tangan. 20 Alinea keempat Pembukaan UUD 1945

9 21 bagi asosiasi sepakbola nasional negara itu yakni dicoretnya keanggotaan asosiasi nasional sepakbola negara yang bersangkutan dari keanggotaan FIFA berdasarkan ketentuan Pasal 13 dan Pasal 17 Statuta FIFA 21. Artinya FIFA sama sekali tidak mengakui aktivitas asosiasi sepakbola negara yang melakukan intervensi itu dan karenanya kesebelasan nasional atau klub sepakbola negara yang melakukan intervensi itu tidak disertakan dalam pertandingan sepakbola di bawah otoritas FIFA. 22 Rumusan Pasal 13 ayat (1) Statuta FIFA mengatur tentang kewajiban anggota FIFA, sebagai berikut: (a) to comply fully with the Statutes, regulations, directives and decisions of FIFA bodies at any time as well as the decisions of the Court of Arbitration for Sport (CAS) passed on appeal on the basis of art. 60 par. 1 of the FIFA statutes. (b) to take part in competitions organized by FIFA. (c) to pay their membership subscriptions. (d) to ensure that their own members comply with the Statutes, regulations, directives and decisions of FIFA bodies. (e) to create a Referees Committee that is directly subordinate to the Member. (f) to respect the Laws of the Game. (g) to manage their affairs independently and ensure that their own affairs are not influenced by any third parties. 21 Statuta FIFA terakhir diperbarui pada Kongres FIFA tahun 2013 di Mauritius. Statuta yang digunakan pada 2011 dalam Pasal 13 ayat (1) tetap memuat poin yang sama dan hanya terdapat penambahan pada poin (e) dan (h). 22 Hinca IP Pandjaitan XIII, Op.Cit, hal. 16.

10 22 (h) to comply fully with all other duties arising from these Statutes and other regulations. Pelanggaran atas kewajibannya itu mengakibatkan anggota FIFA dapat dikenai sanksi hukum sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 13 ayat (2) yang menyatakan violation of the above-mentioned obligations by any member may lead to sanctions provided for in these Statutes. Seandainya pun kesalahan itu bukan kesalahan anggota FIFA, melainkan kesalahan dari pihak ketiga, tetap saja anggota FIFA itu dikenai sanksi karena tak mampu menjaga integritas organisasi FIFA, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 13 ayat (3) yang berbunyi violation of art. 13 par 1 (g) may also lead to sanctions even if the third-party influenced was not the fault of the member concerned. Kewajiban anggota FIFA untuk menjaga integritas dan otonomi FIFA dari intervensi pihak ketiga juga dirumuskan dalam Pasal 17 ayat (1) Statuta FIFA yang menyatakan each member shall manage its affairs independently and with no influences from third parties. Bahkan Pasal 17 ayat (2) Statuta FIFA mengatur bahwa: a member s bodies shall be either elected or appointed in that association. A Member s statutes shall provide for a procedure that guarantees the complete independence of the election or appoinment Jika ketentuan ini dilanggar, maka akibatnya adalah bahwa keabsahan anggota FIFA itu tidak diakui FIFA, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 17 ayat (3) Statuta FIFA yang menyatakan any member s bodies that have not been elected or appointed in compliance with the provisions of par 2 even on an

11 23 interim basis, shall not be recognised by FIFA. Ancaman hukuman yang sama juga dinyatakan dalam Pasal 17 ayat (4) Statuta FIFA yang menyatakan decisions passed by bodies that have not been elected or appointed in copliance with par. 2 shall not be recognised by FIFA. Dalam hukum organisasi internasional terdapat sumber hukum yang dapat diartikan sebagai dasar berlakunya hukum. Sumber hukum dalam arti ini sering dinamakan sumber hukum dalam arti material karena menyelidiki masalah apakah yang pada hakekatnya menjadi dasar kekuatan mengikat hukum, yang dalam hal ini adalah hukum organisasi internasional. Arti kedua kata sumber hukum adalah sumber hukum dalam arti formal yang memberi jawaban kepada persoalan tempat dimana kita mendapatkan ketentuan hukum yang dapat diterapkan dalam suatu persoalan yang konkrit. Statuta FIFA dengan demikian dapat menjadi salah satu dari sumber hukum organisasi internasional dengan kedudukannya sebagai persetujuan atau perjanjian resmi yang dapat membentuk sumber hukum organisasi internasional dan menjadi instrumen pokok yang dimiliki oleh organisasi internasional yaitu FIFA, termasuk dalam mengatur cara kerja dan mekanisme yang ada pada organisasi tersebut yang wajib atau harus dilaksanakan oleh para anggotanya maupun badan-badan yang berada di bawah naungannya termasuk PSSI. Hal inilah yang kemudian dihadapi PSSI sebagai anggota dari FIFA. Ketentuan dari pasal-pasal dalam Statuta FIFA tersebut menjadi sesuatu yang harus diperhatikan PSSI dalam menyelesaikan kasus dualisme yang terjadi di dalam tubuhnya, terutama karena didesaknya negara untuk menunjukkan

12 24 kedaulatannya dengan ikut berperan dalam menyelesaikan kasus yang terjadi ini. Bagaimana ketentuan FIFA dalam statutanya dapat diikuti oleh PSSI meskipun tidak mengesampingkan keterlibatan negara dan menghindari sanksi dari FIFA adalah hal yang dapat kita lihat dari berjalannya kasus ini. Berdasarkan uraian di atas maka dirasa penting untuk mengkaji lebih jauh bagaimana persinggungan yang terjadi antara FIFA dengan statutanya sebagai hukum yang berlaku dengan kedaulatan negara Republik Indonesia yang terjadi dalam penyelesaian kasus dualisme di salah satu asosiasi sepakbola nasional yang menjadi anggota FIFA yaitu PSSI yang berada di Indonesia. B. Perumusan Masalah Berdasarkan judul dan latar belakang di atas, adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kedudukan FIFA sebagai suatu organisasi internasional menurut hukum internasional? 2. Bagaimana kedudukan statuta FIFA sebagai lex sportiva dalam masyarakat internasional? 3. Bagaimana keberadaan statuta FIFA terhadap kedaulatan negara dalam kasus dualisme PSSI?

13 25 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kedudukan FIFA sebagai suatu organisasi internasional menurut hukum internasional. 2. Untuk mengetahui kedudukan statuta FIFA sebagai Lex Sportiva dalam masyarakat internasional. 3. Untuk mengetahui bagaimana keberadaan statuta FIFA terhadap kedaulatan negara dalam kasus dualisme PSSI. Manfaat Penelitian Secara praktis dapat memberikan pengertian dan informasi tentang bagaimana kedudukan FIFA sebagai suatu organisasi internasional menurut hukum internasional dengan statutanya sebagai Lex Sportiva. Selain itu tulisan ini juga menjadi sebuah persembahan bagi masyarakat luas terkhusus untuk mahasiswa-mahasiswi Fakultas Hukum agar memahami bagaimana keberadaan statuta FIFA tersebut terhadap kedaulatan suatu negara yang dalam hal ini dijelaskan dalam studi kasus yang terjadi di Indonesia dalam kasus dualisme PSSI.

14 26 D. Keaslian Penelitian Penelitian ini adalah asli, sebab ide, gagasan pemikiran dalam penelitian ini bukan merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan belum pernah ada judul yang sama, demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan berdasarkan pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum / Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU tertanggal 14 Mei Dalam hal mendukung penelitian ini dipakai pendapat-pendapat para sarjana yang diambil atau dikutip berdasarkan daftar referensi dari buku para sarjana yang ada hubungannya dengan masalah dan pembahasan yang disajikan. E. Tinjauan Kepustakaan Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari berbagai sumber yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan berupa buku-buku, laporanlaporan, dan informasi dari internet. Untuk itu akan diberikan penegasan dan pengertian dari judul penelitian, yang diambil dari sumber-sumber yang memberikan pengertian terhadap judul penelitian ini, yang ditinjau dari sudut etimologi dan pengertian-pengertian lainnya dari sudut ilmu hukum maupun dari pendapat para sarjana, sehingga mempunyai arti yang lebih tegas.

15 27 Pengertian judul BERLAKUNYA STATUTA FÉDÉRATION INTERNATIONALE DE FOOTBALL ASSOCIATION (FIFA) TERHADAP KEDAULATAN NEGARA (STUDI KASUS DUALISME PERSATUAN SEPAKBOLA SELURUH INDONESIA (PSSI)) dapat diartikan secara etimologis: Statuta merupakan salah satu bentuk perjanjian internasional. Statuta dipergunakan untuk perjanjian-perjanjian internasional yang dijadikan sebagai konstitusi suatu organisasi internasional. Organisasi atau lembaga internasional yang menggunakan istilah statuta untuk piagamnya antara lain adalah Mahkamah Internasional Permanen dan Mahkamah Internasional yang masing-masing piagamnya disebut Statute of Permanent Court of International Justice, dan Statute of International Court of Justice. 23 Fédération Internationale de Football Association (FIFA) merupakan badan hukum organisasi internasional privat berbadan hukum Swiss yang memiliki dan mengelola sepakbola profesional secara tunggal di dunia, yang didirikan berdasarkan pasal 60 Swiss Civil Code. Keanggotaan FIFA bukanlah negara an sich, melainkan asosiasi sepakbola swasta tunggal yang dibentuk oleh sekelompok orang yang mengelola klub sepakbola yang berbadan hukum di negara yang bersangkutan sesuai dengan mekanisme dan sistem aturan yang ditetapkan Bentuk Perjanjian Internasional, dikutip dari diakses tanggal 17 Juli 2013 pukul WIB. 24 Hinca IP Pandjaitan XII, Op. Cit, hal. 10.

16 28 Statuta FIFA adalah suatu instrumen dasar yang memuat prinsip-prinsip, tujuan dan struktur maupun cara organisasi itu bekerja. Statuta FIFA merupakan hasil kesepakatan antara asosiasi-asosiasi sepakbola negara yang hadir di Paris. Hasil dari kesepakatan asosiasi-asosiasi sepakbola negara tersebut disetujui pula oleh asosiasi sepakbola negara lain. Asosiasi-asosiasi sepakbola negara yang telah menyetujui dan ikut serta tersebut kemudian menjadi anggota FIFA. Dengan demikian Statuta yang telah disepakati dan disetujui oleh asosiasi-asosiasi sepakbola negara tersebut merupakan suatu persetujuan internasional. Statuta sebagai instrumen dasar memuat beberapa hal mendasar, seperti tujuan FIFA yang diatur pada Pasal 3 (a) sampai dengan (e). Sementara itu struktur FIFA diatur pada Pasal 5 (a) hingga (e). Sedangkan operasional FIFA diatur pada Pasal 6 Statuta FIFA. 25 Statuta FIFA yang terbaru adalah Statuta yang disahkan dalam Kongres FIFA tahun 2013 di Mauritius. Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat undangundang dan melaksanakannya dengan semua cara (termasuk paksaan) yang tersedia. Negara mempunyai kekuasaan yang tertinggi ini untuk memaksa semua penduduknya agar menaati undang-undang serta peraturan-peraturannya (kedaulatan ke dalam (internal sovereignty)). Di samping itu negara mempertahankan kemerdekaannya terhadap serangan-serangan dari negara lain dan mempertahankan kedaulatan ke luar (external sovereignty). Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat; atau negara merupakan 26 hal Zen Muttaqin, Op.Cit. 26 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008,

17 29 kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. 27 Kedaulatan negara adalah kedaulatan yang asalnya dari negara itu sendiri yakni dalam wilayah suatu negara hanya negara itu yang berdaulat penuh. Negara mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas. Artinya negara berhak mengatur semua warga negara dan harus taat, patuh terhadap kehendak dan keinginan negara. Tidak ada seorang yang berhak menentang kehendak negara. Sehingga kekuasaan negara tidak ada yang membatasinya. Teori kedaulatan negara (Staats souvereiniteit) menganggap sebagai suatu axioma yang tidak dapat dibantah, artinya dalam suatu wilayah negara, negaralah yang berdaulat. Inilah inti pokok dari semua kekuasaan yang ada dalam wilayah suatu negara. 28 Studi adalah penelitian ilmiah, kajian, telaahan. 29 Kasus adalah keadaan yang sebenarnya dari suatu urusan atau perkara, keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal, soal, perkara. 30 Studi kasus adalah pendekatan untuk meneliti gejala sosial dengan menganalisis satu kasus secara mendalam dan utuh. 31 Dualisme adalah paham bahwa dalam kehidupan ini ada dua prinsip yang saling bertentangan (seperti ada kebaikan ada pula kejahatan, ada terang ada 27 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, 2008, dimuat dalam diakses tanggal 17 Juli 2013 pukul WIB. 28 Ronalto Tan, Pustaka Dasar Ilmu Hukum: Kedaulatan (Ilmu Negara), dikutip dari diakses tanggal 17 Juli 2013 pukul WIB. 29 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Op. Cit, diakses tanggal 17 Juli 2013 pukul WIB. 30 Ibid, diakses tanggal 17 Juli 2013 pukul WIB. 31 Ibid, diakses tanggal 17 Juli 2013 pukul WIB.

18 30 gelap) atau keadaan bermuka dua, yaitu satu sama lain saling bertentangan atau tidak sejalan. 32 Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) adalah organisasi yang resmi dan satu-satunya yang memiliki kewenangan dan karenanya berdaulat penuh mengelola penyelenggaraan sepakbola di Indonesia. 33 PSSI adalah organisasi sepakbola satu-satunya yang memiliki keanggotaan Indonesia di FIFA 34 yang didirikan di Yogjakarta tanggal 19 April 1930, yang status badan hukumnya didaftarkan pada Departemen Kehakiman melalui Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor J.A.5/11/b tanggal 2 Februari 1953, Berita Negara Republik Indonesia Nomor. 18 tanggal 3 Maret F. Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang akan ditempuh dalam memperoleh data-data atau bahan-bahan dalam penelitian meliputi : 1. Jenis Penelitian Seperti penulisan dalam penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah yang harus berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang benar dan layak dipercaya, demikian halnya dalam menyusun dan menyelesaikan penulisan penelitian ini sebagai sebuah karya tulis ilmiah juga menggunakan pengumpulan data secara ilmiah (metodologi), guna memperoleh data-data yang diperlukan dalam 32 Ibid, diakses tanggal 17 Juli 2013 pukul WIB. 33 Pasal 3 ayat (3) Statuta PSSI 34 Terdaftar di FIFA sejak tahun Pasal 3 ayat (3) pint Pedoman Dasar PSSI 2009

19 31 penyusunannya sesuai dengan yang telah direncanakan semula yaitu menjawab permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya. Metode penulisan yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (yuridis normatif) yang dilakukan dan ditujukan pada norma-norma hukum yang berlaku. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. 36 Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif. 37 Dalam penelitian ini, metode yuridis normatif yang digunakan adalah norma-norma hukum internasional yang tertuang antara lain dalam bentuk prinsip hukum internasional dan Statuta FIFA. 2. Jenis Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Adapun data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut : a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yang relevan dengan masalah 36 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke 11, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hal Hardijan Rusli, Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana?, Law Review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V No. 3 Tahun 2006, hal. 50.

20 32 penelitian, yakni berupa Undang-undang, Perjanjian Internasional dan sebagainya. b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan tulisantulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks, tesis, disertasi, jurnal, makalah, surat kabar, majalah, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah penelitian. c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa, ensiklopedia, dan lain-lain. 3. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain berasal dari buku-buku koleksi pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan, makalah, jurnal serta artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut : a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

21 33 b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dan peraturan perundang-undangan. c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan. d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian. 4. Analisis Data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara perspektif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis data kualitatif merupakan metode untuk mendapatkan data yang mendalam dan, suatu data yang mengandung makna dan dilakukan pada obyek yang alamiah. 38 Metode ini menggunakan data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan. G. Sistematika Penulisan Secara sistematis penelitian ini dibagi dalam beberapa bab dan tiap-tiap bab dibagi atas sub bab yang dapat diperinci sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pusataka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 38 Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung, 2009, hal

22 34 BAB II : ASPEK HISTORIS, JURIDIS, DAN KOMPETENSI FÉDÉRATION INTERNATIONALE DE FOOTBALL ASSOCIATION (FIFA) SEBAGAI SUATU ORGANISASI INTERNASIONAL MENURUT HUKUM INTERNASIONAL Bab ini menguraikan tentang sejarah, tugas, dan wewenang FIFA dan dalam bab ini juga dibahas tentang kedudukan FIFA sebagai suatu organisasi internasional menurut hukum internasional. BAB III : PERANAN STATUTA FIFA SEBAGAI LEX SPORTIVA DALAM MASYARAKAT INTERNASIONAL Bab ini menguraikan tentang lex sportiva dan perkembangannya dalam masyarakat internasional dan dalam bab ini juga dibahas tentang Statuta FIFA sebagai lex sportiva dalam masyarakat internasional. BAB IV : BERLAKUNYA STATUTA FIFA TERHADAP KEDAULATAN NEGARA DALAM KASUS DUALISME PERSATUAN SEPAKBOLA SELURUH INDONESIA (PSSI). Bab ini menguraikan tentang kasus dualisme PSSI dan diuraikan tentang berlakunya Statuta FIFA terhadap kedaulatan negara dalam kasus dualisme PSSI. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran.

Oleh Anak Agung Dalem Ariyudha Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh Anak Agung Dalem Ariyudha Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana PEMBEKUAN PERSATUAN SEPAKBOLA SELURUH INDONESIA OLEH MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA DITINJAU DARI STATUTA FEDERATION INTERNATIONALE DE FOOTBALL ASSOCIATION Oleh Anak Agung Dalem Ariyudha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Internasional yang merupakan induk sepakbola dunia. Organisasi Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Internasional yang merupakan induk sepakbola dunia. Organisasi Internasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sepakbola tidak terlepas dari naungan Organisasi Internasional yang merupakan induk sepakbola dunia. Organisasi Internasional yang mengurusi urusan sepakbola

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

JURNAL SKRIPSI. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara BERLAKUNYA STATUTA FÉDÉRATION INTERNATIONALE DE FOOTBALL ASSOCIATION (FIFA) DIKAITKAN DENGAN KEDAULATAN NEGARA (STUDI KASUS DUALISME PERSATUAN SEPAKBOLA SELURUH INDONESIA (PSSI)) JURNAL SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

Untuk tujuan dari peraturan ini, istilah istilah di bawah ini diartikan sebagai berikut:

Untuk tujuan dari peraturan ini, istilah istilah di bawah ini diartikan sebagai berikut: Regulasi Status dan Transfer Pemain Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia("PSSI") Untuk tujuan dari peraturan ini, istilah istilah di bawah ini diartikan sebagai berikut: 1) Asosiasi terdahulu: asosiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI KEMENPORA MENGHADAPI SANKSI FIFA. persepakbolaan dunia tanpa campur tangan dari kekuatan politik dan aktor-aktor

BAB IV STRATEGI KEMENPORA MENGHADAPI SANKSI FIFA. persepakbolaan dunia tanpa campur tangan dari kekuatan politik dan aktor-aktor BAB IV STRATEGI KEMENPORA MENGHADAPI SANKSI FIFA Perang kedaulatan antara FIFA dengan kedaulatan pemerintah semakin menjadi jadi semenjak dijatuhkannya sanksi pembekuan terhadap PSSI. Tujuan negara adalah

Lebih terperinci

BAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM

BAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM 1 BAB I KASUS POSISI DAN PERMASALAHAN HUKUM A. Kasus Posisi Olahraga adalah suatu kegiatan yang menyehatkan dan menjadi pilihan yang tepat bagi manusia. Manusia melakukan olahraga, dengan tujuan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tak dapat dihindari lagi, disebabkan oleh pergolakan ekonomi dalam

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tak dapat dihindari lagi, disebabkan oleh pergolakan ekonomi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan untuk bersatu dalam organisasi oleh suatu negara merupakan hal yang tak dapat dihindari lagi, disebabkan oleh pergolakan ekonomi dalam suatu negara, seperti

Lebih terperinci

PTUN, Undang-Undang dan BOPI

PTUN, Undang-Undang dan BOPI PTUN, Undang-Undang dan BOPI I. Putusan PTUN Seperti diketahui, Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI) telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 01307 Tahun 2015 tanggal 17 April 2015,

Lebih terperinci

Sesat Pikir Menpora: Memaksa Logika Tanpa Relevansi

Sesat Pikir Menpora: Memaksa Logika Tanpa Relevansi Sesat Pikir Menpora: Memaksa Logika Tanpa Relevansi Kucing berkumis. Udin berkumis. Jadi, Udin Kucing. Atau Mafia Sepakbola Membuat Prestasi Tak Tercapai PSSI Tak Kunjung Mencapai Prestasi Jadi, PSSI Mafia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis BAB III METODE PENELITIAN berikut: Metode penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong

Lebih terperinci

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 dapat diartikan. dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal mula masuknya peseroan terbatas dalam tatanan hukum Indonesia adalah melalui asas konkordasi, yaitu asas yang menyatakan bahwa peraturan yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau memiliki persamaan dengan penelitian doktrinal (doctrinal research).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamakan komunikasi. Setiap individu lainnya untuk berbagi pendapat, persepsi, dan bertukar pikiran. (Gregory Bateson, 1972)

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamakan komunikasi. Setiap individu lainnya untuk berbagi pendapat, persepsi, dan bertukar pikiran. (Gregory Bateson, 1972) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari sebuah proses yang dinamakan komunikasi. Setiap individu lainnya untuk berbagi pendapat, persepsi, dan bertukar pikiran. (Gregory

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

Landasan Hukum Alasan PT Liga Indonesia Membatalkan Turnamen. Isu Hukum:

Landasan Hukum Alasan PT Liga Indonesia Membatalkan Turnamen. Isu Hukum: Landasan Hukum ----------------------- Alasan PT Liga Indonesia Membatalkan Turnamen Isu Hukum: Berdasarkan surat BOPI Nomor 059/BOPI/KU/V/2015 tentang jawaban surat permohonan Turnamen Pra Musim 2015

Lebih terperinci

BAB 2 FIFA SEBAGAI INGO

BAB 2 FIFA SEBAGAI INGO BAB 2 FIFA SEBAGAI INGO Pada bab 2 ini akan berisi mengenai uraian FIFA dan fokus FIFA dalam menjalankan tujuan-tujuan dan misi-misi yang dimiliki sebagai INGO. Serta bagaimana FIFA dijalankan dan bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan penduduk yang mayoritas beragama Islam. Hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah pemeluk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah atau jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dunia dewasa ini menimbulkan banyak masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi dunia dewasa ini menimbulkan banyak masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi dunia dewasa ini menimbulkan banyak masalah bagi negara-negara berkembang yang dikarenakan tingginya kebergantungan perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) 145 yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Tanggung Jawab Hukum dan Perlindungan Hukum, Persatuan Sepak Bola Indonesia, Menteri Pemuda dan Olahraga.

ABSTRAK. Kata Kunci : Tanggung Jawab Hukum dan Perlindungan Hukum, Persatuan Sepak Bola Indonesia, Menteri Pemuda dan Olahraga. LEGAL MEMORANDUM PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PEMILIK KLUB SEPAK BOLA DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAIN SEPAK BOLA ATAS PEMBEKUAN PERSATUAN SEPAK BOLA SELURUH INDONESIA (PSSI) OLEH MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 32 BAB 3 METODE PENELITIAN Dalam membuat suatu penelitian tentunya dibutuhkan suatu metode, begitu pula dalam pembuatan penelitian hukum dalam bentuk skripsi ini. Metode sendiri ialah suatu kerangka kerja

Lebih terperinci

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 6 KEPRIBADIAN HUKUM / PERSONALITAS YURIDIK / LEGAL PERSONALITY, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG ORGANISASI INTERNASIONAL A. Kepribadian Hukum Suatu OI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional adalah hukum atau peraturan yang berlaku diluar dari wilayah suatu negara. Secara umum, hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan pembentukan sebuah lembaga negara dibidang yudikatif selain Mahkamah Agung yakninya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi

BAB I PENDAHULUAN. tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup. Hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup, tetapi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 63/PUU-XII/2014 Organisasi Notaris

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 63/PUU-XII/2014 Organisasi Notaris RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 63/PUU-XII/2014 Organisasi Notaris I. PEMOHON 1. DR. Raden Mas Soenarto, S.H., SpN, M.H., M.Kn, sebagai Pemohon I; 2. H. Teddy Anwar, S.H., SpN., sebagai Pemohon II;

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penyusunan skripsi ini yang berjudul Tindakan Amerika Serikat dalam Memerangi Terorisme di Afghanistan dan Hubungannya Dengan Prinsip Non Intervensi agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Lahirnya buku Dei delitti e delle pene/on crimes and Punishment (Pidana dan pemidanaan) karya Cesare Beccaria pada tahun 1764 yang menjadi argumen moderen pertama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perkembangan perekonomian nasional yang dihadapi dunia usaha termasuk koperasi dan usaha kecil menengah saat ini sangat cepat dan dinamis. Koperasi merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana

Lebih terperinci

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Sakti Prasetiya Dharmapati I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dilakukan dengan cara damai dan tanpa unsur pemaksaan. 1

BAB I PENDAHULUAN. karena dilakukan dengan cara damai dan tanpa unsur pemaksaan. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Studi hubungan internasional memiliki cakupan yang sangat luas termasuk didalamnya adalah diplomasi. Dalam percaturan internasional, diplomasi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang

BAB I PENDAHULUAN. bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melihat pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang cukup besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sejalan dengan ketentuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengadilan merupakan tempat bagi seseorang atau badan hukum untuk mencari keadilan dan menyelesaikan persoalan hukum yang muncul selain alternatif penyelesaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepakbola telah tumbuh begitu pesat menjadi sebuah bisnis yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepakbola telah tumbuh begitu pesat menjadi sebuah bisnis yang sangat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepakbola telah tumbuh begitu pesat menjadi sebuah bisnis yang sangat menggiurkan. Sepakbola merupakan cabang olahraga paling populer dan paling digemari di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Perkembangan asuransi di Indonesia tentunya tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dan teknologi dalam

Lebih terperinci

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah . METODE PENELITIAN A. Jenis dan Tipe Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif, 1 yaitu meneliti berbagai peraturan perundangundangan yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. olahraga sudah berkembang ke arah yang lebih luas. Olahraga tidak hanya sekedar. menjadi sehat atau meningkatkan kebugaran tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. olahraga sudah berkembang ke arah yang lebih luas. Olahraga tidak hanya sekedar. menjadi sehat atau meningkatkan kebugaran tubuh. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga menjadi kebutuhan masyarakat dunia saat ini. Dimana fungsi olahraga sudah berkembang ke arah yang lebih luas. Olahraga tidak hanya sekedar mengolah

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi berarti suatu pengorganisasian negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para pencari keadilan yang berperkara di pengadilan, biasanya setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa kurang tepat, kurang adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Soerjono Soekanto bahwa : 103. asas sesuatu (inquiry) secara sistematis dengan adanya penekanan bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Soerjono Soekanto bahwa : 103. asas sesuatu (inquiry) secara sistematis dengan adanya penekanan bahwa BAB III METODE PENELITIAN Menurut Soerjono Soekanto bahwa : 103 Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap

III METODE PENELITIAN. melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) 63 yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik. Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik. Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pegawai Negeri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 37 III. METODE PENELITIAN Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis). Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang secara geografis sangat luas wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah sepatutnya Indonesia

Lebih terperinci

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini penggunaan komputer sudah memasuki hampir semua. bidang kehidupan, baik di kalangan perguruan tinggi, perkantoran,

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini penggunaan komputer sudah memasuki hampir semua. bidang kehidupan, baik di kalangan perguruan tinggi, perkantoran, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat ini penggunaan komputer sudah memasuki hampir semua bidang kehidupan, baik di kalangan perguruan tinggi, perkantoran, sampai ke rumah tangga. Sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi sasaran utamanya adalah terciptanya landasan yang kuat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena buruh merupakan permasalahan yang menarik dari dahulu.

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena buruh merupakan permasalahan yang menarik dari dahulu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena buruh merupakan permasalahan yang menarik dari dahulu. Terlebih-lebih di saat sekarang ini, di mana kondisi perekonomian yang tidak menentu membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan ini manusia selalu dihadapkan dengan dua kejadian yaitu kejadian yang terjadi secara terencana dan kejadian yang muncul secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang khas dalam struktur kenegaraan. Sebagai tulang punggung pertahanan negara, institusi

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu kehidupan manusia tidak lepas dari keinginan untuk memiliki seorang keturunan. Keinginan untuk memiliki keturunan atau mempunyai anak merupakan suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL II SUMATERA BARAT DENGAN PIHAK KETIGA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif (normative legal research) 79 yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal research), dan pendekatan yuridis empiris (empirical legal research). Disebut demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAMBATAN PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) Oleh : Candra Puspita Dewi I Ketut Sudantra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai 65 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian tesis ini dilakukan di Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional memerlukan dan mengharuskan dilakukannya penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi masyarakat. Dalam industri

Lebih terperinci

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerja merupakan awal dari lahirnya hubungan industrial antara pemilik modal dengan buruh. Namun seringkali perusahaan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci