BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi merupakan era yang syarat dengan adanya persaingan
|
|
- Lanny Kusuma
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi merupakan era yang syarat dengan adanya persaingan yang ketat dalam segala sisi kehidupan, khususnya di dalam kegiatan bisnis. Hal ini dikarenakan sudah tidak ada batasan antara satu negara dengan negara lain di dalamnya. Bagi beberapa Futurolog, era globalisasi dicirikan dengan kondisi yang uncertainty, unpredict dan uncontroll ( James n Kelly: 1998). Kondisi ini memaksa semua pelaku bisnis berusaha untuk terus berbenah diri agar tetap dapat menjalankan roda bisnisnya. Ekpansi usaha, penggunaan teknologi informasi, inovasi dan pengembangan produk baru mutlak dilakukan, dan tentunya membutuhkan banyak dana di dalam menjaga stabilitas dan eksistensi usahanya. Untuk itu, segala upaya dilakukan dalam rangka menghimpun dana, salah satunya melalui penerbitan sekuritas seperti saham, obligasi dan derivatifnya serta sekuritas lainnya untuk kemudian diperdagangkan di bursa efek atau pasar modal. Pasar modal dipandang sebagai salah satu sarana efektif untuk mempercepat perkembangan suatu perusahaan. Pengumpulan dana melalui pasar modal dapat dikerahkan perusahaan untuk melakukan ekspansi dengan memperluas usahanya memasuki lingkup ekonomi global sejalan dengan perkembangan ekonomi dunia yang semakin meningkat. Jika perusahaan memilih untuk menjual sebagian kepemilikannya kepada masyarakat/ investor (Go Public) untuk pertama kalinya melalui sekuritas (saham) yang diterbitkannya hal ini dikenal dengan istilah Penawaran Umum Perdana
2 (Initial Public Offering/ IPO). Tempat dilakukannya transaksi pembelian saham dari perusahaan oleh investor untuk pertama kalinya adalah di Pasar Perdana dan BAPEPAM menetapkan prosedur serta peraturan khusus yang harus dipatuhi oleh perusahaan tersebut. Penentuan harga saham di pasar perdana merupakan proses yang sulit. Hal ini dikarenakan perusahaan yang akan melakukan penawaran umum perdana/ IPO (emiten), belum tahu berapa harga sekuritasnya, karena belum pernah tercatat di bursa saham. Oleh karena itu, emiten yang akan melakukan IPO akan meminta bantuan penjamin emisi (underwriter) untuk menentukan harga sahamnya di pasar perdana. Mekanisme pembentukan harga saham saat IPO berbeda dengan pembentukan harga saham di pasar sekunder. Di pasar sekunder, harga saham tercipta melalui mekanisme pasar yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran akan saham tersebut. Semakin tinggi permintaan investor terhadap suatu saham maka semakin tinggi pula harga saham tersebut dan berlaku sebaliknya. Sementara di pasar perdana, proses penentuan harga saham emiten adalah melalui mekanisme negosiasi/ kesepakatan antara emiten dan penjamin emisinya (Jusuf: 2002). Dalam mekanisme penentuan harga tersebut, sering terjadi perbedaan antara harga saham perdana dengan harga di pasar sekunder. Apabila penentuan harga pasar saham saat IPO lebih rendah dibanding dengan harga yang terjadi di pasar sekunder hari pertama, maka terjadi underpricing (Carter & Manaster: 1990).
3 Kondisi harga saham yang underpriced ini akan merugikan jika dipandang dasi sisi emiten. Emiten sebagai pihak yang membutuhkan dana akan menginginkan harga perdana yang tinggi, karena dengan harga perdana yang tinggi, emiten akan memperoleh dana dari keuntungan penjualan saham yang dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasinya. Makin tinggi harga jual, maka makin tinggi pula pemasukan yang diterima yang juga menggambarkan nilai perusahaan yang tinggi. Penelitian Suad Husnan (1996) yang dikutip oleh Ghozali (2002) menunjukkan bahwa IPO pada perusahaan-perusahaan privat maupun pada perusahaan milik negara (BUMN) biasanya mengalami underpriced. Temuan ini pun sejalan dengan penelitian Ghozali (2002) yang menyatakan bahwa tingkat underpricing di Bursa Efek Jakarta mencapai 25,183%. Fenomena underpricing ini terjadi karena adanya kondisi asimetri informasi, yaitu suatu kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan informasi diantara pihak-pihak yang terlibat di dalam penawaran perdana, yaitu emiten, investor dan penjamin emisi. Dimana underwriter sebagai pihak yang memiliki kelebihan informasi menggunakan ketidaktahuan emiten untuk memperkecil resiko (Husnan, 1991; Cheung, dan Alli (1994) & How (1995) dalam Ghozali, 2002). Harga perdana yang underpriced akan memberikan return rata-rata positif bagi investor setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa. Underpricing pada harga perdana akan diikuti oleh kenaikan harga pada hari-hari perdagangan berikutnya. Dengan demikian, underpricing pun menjadi pertanda bahwa perusahaan menjanjikan keuntungan bagi investor (Marchia, 2003).
4 Penentuan harga penawaran saham perdana berkaitan dengan penentuan nilai sesungguhnya dari perusahaan (emiten) dan merupakan proses tersulit yang harus dilakukan oleh penjamin emisi, karena penjamin emisi harus menghadapi ketidakpastian saham (risiko) yang berkaitan dengan tipe penjaminannya. Di Indonesia hanya ada satu tipe penjaminan emisi, yaitu full commitment dimana, pihak penjamin emisi wajib membeli seluruh saham milik emiten yang nantinya tidak terjual di pasar perdana. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut penjamin emisi akan berupaya untuk bernegosiasi dengan emiten agar saham-saham tersebut tidak terlalu tinggi harganya, bahkan cenderung underpriced (Cheung, Alli, 1994 ; How: 1995). Beatty & Ritter (1996) dalam Yuwendhy (2004) menemukan bahwa semakin besar tingkat ketidakpastian mengenai nilai yang sesungguhnya dari harga saham, maka semakin tinggi pula tingkat underpricing, dengan kata lain berkorelasi positif dengan tingkat underpricing pasar perdana. Besarnya keterbukaan informasi yang dilakukan oleh emiten akan mempengaruhi keputusan investasi investor. Prospektus dalam penawaran umum perdana menjadi sumber informasi utama bagi calon investor untuk menilai suatu perusahaan. Besarnya keterbukaan informasi yang dilakukan oleh emiten dan penjamin emisi yang tertuang dalam prospektus akan mempengaruhi tingkat ketidakpastian yang dihadapi investor. Nasirwan (2000) dalam Tantri (2007) menyatakan bahwa informasi yang terkandung dalam prospektus terdiri dari informasi akuntansi dan informasi nonakuntansi. Sebuah studi yang dilakukan oleh Klein (1989) dalam Tantri (2007) menyajikan suatu model penilaian IPO dan menemukan bukti adanya hubungan
5 antara angka-angka akuntansi pada prospektus termasuk pendapatan dan penghasilan dengan nilai pasar dari saham perusahaan IPO satu minggu setelah tanggal perdagangan di pasar sekunder. Informasi yang diungkapkan dalam prospektus baik informasi akuntansi dan non-akuntansi akan membantu investor dalam membuat keputusan yang rasional mengenai resiko dan nilai sesungguhnya yang ditawarkan oleh emiten. Berdasarkan uraian, penulis bermaksud mengadakan penelitian tentang pengaruh variabel-variabel yang terdapat dalam prospektus dan pengaruhnya terhadap tingkat underpricing. Penelitian yang dilakukan, merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Imam Ghozali & Mudrik Al Mansur (2002) tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpriced di Bursa Efek Jakarta. Variabel yang diajukan dalam penelitian tersebut meliputi: reputasi underwriter, skala/ ukuran perusahaan, umur perusahaan, ROA serta financial leverage yang diperkirakan menjadi penyebab underpricing saham perdana saat IPO. Sampel penelitian adalah perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta selama tahun dan mengalami underpriced. Hasil penelitiannya menunjukkan hasil sbb: Variabel ROA, reputasi underwriter serta financial leverage terbukti memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap underpricing. Dalam penelitian ini menekankan bahwa semakin besar ROA suatu perusahaan maka semakin kecil tingkat underpricing saham perdana. ROA merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan (asset yang dimiliki) untuk mendapatkan laba. ROA menjadi salah satu pertimbangan
6 investor di dalam melakukan investasi terhadap saham di lantai bursa (Ghozali: 2002). Reputasi Underwriter dalam penelitian tersebut dijelaskan merupakan salah satu faktor yang turut menentukan besar atau kecilnya tingkat underpricing saham perdana. Penelitian yang dilakukan oleh Carter dan Manaster (1990) mengatakan bahwa emiten yang menggunakan underwriter yang berkualitas akan mengurangi tingkat ketidakpastian yang tidak dapat diungkapkan oleh informasi yang terdapat dalam prospektus dan memberikan signal bahwa infromasi privat dari emiten mengenai prospek perusahaan dimasa mendatang tidak menyesatkan. Financial leverage menurut Firth dan Smith (1992) menjelaskan bahwa tingkat kewajiban yang tinggi menjadikan pihak manajemen perusahaan menjadi lebih sulit dalam membuat prediksi jalannya perusahaan ke depan. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap besar atau kecilnya tingkat underpricing saham perdana. Sedangkan dalam penelitian ini, penulis menggunakan variabel keuangan yang terdapat dalam prospektus emiten yang meliputi ROA, financial leverage dan ukuran perusahaan sebagai alat analisis pengaruh terhadap tingkat underpricing di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini penulis berorientasi penuh kepada pengembangan analisis internal prospektus emiten di dalam meneliti besar atau kecilnya tingkat underpricing saham perdana di BEI. Agar tidak menimbulkan bias, penulis menganggap faktor-faktor lain konstan dan tidak diteliti. Weston & Copeland (1992) dalam Dewi (2005) menyatakan bahwa investor dalam melakukan keputusan investasinya akan lebih menekankan pada
7 kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan efisiensi operasinya. Demikian juga halnya dengan para calon pemegang saham yang menanamkan modalnya dalam bentuk saham biasa akan lebih tertarik dengan profitabilitas. Return on Assets (ROA) adalah salah satu rasio profitabilitas dan merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan (asset yang dimilikinya) untuk mendapatkan laba. ROA menjadi salah satu pertimbangan investor didalam melakukan investasi terhadap saham-saham dilantai bursa (Ghozali: 2002). Selain menganalisis prospek perusahaan dari sisi profitabilitasnya, investor juga akan mempertimbangkan sisi risiko yang akan dihadapinya. Financial leverage merupakan rasio yang tepat yang menggambarkan tingkat resiko dari perusahaan yang diukur dengan membandingkan total kewajiban perusahaan dengan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan (Dewi, 2006). Financial leverage dipertimbangkan sebagai variabel keuangan dalam penelitian ini karena menurut Kimetall (1993) dalam Misnen (2004), secara teoritis leverage menunjukkan resiko suatu perusahaan sehingga berdampak terhadap ketidakpastian suatu harga saham. Semakin besar tingkat kewajiban suatu perusahaan maka semakin besar pula tingkat underpricing. Ukuran perusahaan merupakan salah satu informasi dalam prospektus yang menurut Tantri (2007) sangat mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan investasi karena mendukung teori uncertainty of company value, yaitu ketidakpastian nilai perusahaan di masa datang yang akan membuat investor raguragu menginvestasikan uangnya di saham emiten. Ketika investor membaca prospektus, menganalisa ukuran perusahaan atau total aktivanya dan menilai
8 bahwa total aktiva dapat dipergunakan untuk menambah penghasilan emiten dan mampu menutupi kewajibannya, maka risiko ketidakpastian di masa depan dapat diperkecil. Berdasarkan uraian, ROA, financial leverage dan ukuran perusahaan dapat digolongkan sebagai faktor ketidakpastian yang turut menentukan pembentukan harga pasar saham di pasar modal. Semakin besar faktor ketidakpastian yang dihadapi, maka akan semakin tinggi tingkat underpricing yang terjadi. Penulis melakukan penelitian kembali, dengan pertimbangan sebagai berikut: Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian Ghozali (2002) terbatas pada perusahaan yang go public antara tahun Sementara dalam penelitian yang akan Penulis lakukan, periode pengamatan akan diperpanjang dari tahun Pemilihan periode ini berdasarkan beberapa alasan, pertama tahun-tahun tersebut adalah tahun setelah terjadinya krisis sehingga diharapkan pasar modal Indonesia telah kembali normal. Tahun 1997 tidak diikutsertakan dalam penelitian ini karena krisis ekonomi mulai terjadi pada pertengahan tahun 1997 (Juli 1997), sehingga pengaruh krisis selama 1 semester itu belum memberikan pengaruh yang penuh bagi keseluruhan data tahun 1997 karena terakumulasi oleh data yang berasal dari semester pertama tahun 1997 (Manao dan Nur, 2001 dalam Henny & Payamta, 2004). sedangkan perkembangan tahun turut untuk tidak diikutsertakan dalam penelitian ini dikarenakan tahun tersebut merupakan tahun dimana perekonomian indonesia berada pada masa pemulihan (recovery) setelah terjadi krisis. Kedua, karena faktor ketersediaan data. Setelah mempertimbangkan latar belakang penelitian, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul:
9 Pengaruh Return on Assets (ROA), Financial Leverage dan Ukuran Perusahaan terhadap Tingkat Underpricing Saham Perdana 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh ROA, Financial Leverage dan Ukuran Perusahaan terhadap tingkat underpricing saham perdana secara parsial. 2. Apakah terdapat pengaruh ROA, Financial Leverage dan Ukuran Perusahaan terhadap tingkat underpricing saham perdana secara bersama-sama (simultan). 1.3 Batasan Penelitian Adapun batasan yang penulis lakukan pada penelitian ini adalah: 1. Variabel keuangan dalam prospektus yang diteliti adalah ROA, Financial Leverage dan Ukuran perusahaan. Agar tidak menimbulkan bias dalam penelitian ini, maka penulis mengasumsikan faktor-faktor lain dianggap konstan dan tidak diteliti. 2. Penulis tidak meneliti bagaimana cara menentukan harga saham pada saat penawaran perdana/ IPO. 3. Dalam penelitian ini penulis menggunakan statistical study sama dengan penelitian Ghozali (2002). Penelitian yang hanya menggunakan statistical study juga pernah dilakukan oleh Marchia (2003) yang juga meneliti tentang fenomena underpricing.
10 1.4 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan untuk bahan analisis bagi penyusunan skripsi. Adapun penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti secara empiris mengenai: 1. Pengaruh ROA, Financial Leverage dan Ukuran Perusahaan terhadap tingkat underpricing saham perdana secara parsial. 2. Pengaruh ROA, Financial Leverage dan Ukuran Perusahaan terhadap tingkat underpricing saham perdana secara simultan 1.5 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat diandalkan dan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi perusahaan-perusahaan yang akan melakukan IPO, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan khususnya yang berkaitan dengan masalah keterbukaan informasi untuk memperoleh perkiraan harga yang baik. 2. Bagi investor dan calon investor yang tertarik menanamkan modalnya melalui pasar modal, maka hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk mempertimbangkan keputusan investasi. 3. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman mengenai fenomena-fenomena yang terjadi di pasar saham dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 4. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang selanjutnya.
11 1.6 Kerangka Pemikiran Agar suatu perusahaan dapat tetap menjaga going concern usahanya, perusahaan membutuhkan dukungan finansial yang kuat. Dalam rangka mendapatkan dukungan tersebut, ada berbagai alternatif sumber pendanaan baik dari dalam maupun luar perusahaan yang dapat dipilih untuk memperoleh tambahan dana segera (fresh money)/ modal. Alternatif pendanaan dari dalam perusahaan umumnya menggunakan laba yang ditahan perusahaan. Sedangkan alternatif pendanaan dari luar perusahaan dapat berasal dari kreditur berupa utang maupun pendanaan yang bersifat penyertaan dalam bentuk saham (equity) melalui pasar modal. Pendanaan melalui mekanisme penyertaan umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada masyarakat atau sering dikenal dengan go public. Go Public adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang go public) kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya. Jika perusahaan akan melakukan penawaran saham kepada investor umum/publik di pasar modal untuk pertama kalinya, maka ini yang disebut dengan Penawaran Umum Perdana/ Initial Public Offering (IPO). Initial Public Offering memberikan berbagai masalah yang rumit bagi emiten yang akan melakukannya. Salah satunya adalah penentuan harga di pasar perdana. Hal ini dikarenakan perusahaan yang akan melakukan penawaran umum perdana/ipo (emiten), belum tahu berapa harga sekuritasnya, karena belum pernah tercatat di bursa saham. Oleh karena itu, emiten yang akan melakukan IPO akan meminta bantuan penjamin emisi (underwriter) untuk menentukan harga sahamnya di pasar perdana.
12 Mekanisme penentuan harga saham saat IPO/ di pasar perdana berbeda dengan penentuan harga saham di pasar sekunder. Di pasar sekunder, harga saham tercipta melalui mekanisme pasar yang dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan akan saham tersebut. Semakin tinggi permintaan investor terhadap suatu harga saham maka semakin tinggi pula harga saham tersebut, berlaku pula sebaliknya. Sementara di pasar perdana, proses penentuan harga saham perdana suatu emiten akan tercipta melalui mekanisme negosiasi/kesepakatan antara emiten dan penjamin emisinya (Jusuf: 2002). Apabila penentuan harga pasar saham saat IPO lebih rendah dibanding dengan harga yang terjadi di pasar sekunder hari pertama, maka terjadi underpricing. Kondisi harga saham yang underpriced ini akan merugikan jika dipandang dari sisi emiten. Emiten sebagai pihak yang membutuhkan dana akan menginginkan harga perdana yang tinggi. Karena dengan harga perdana yang tinggi, emiten akan mendapatkan keuntungan penjualan saham yang nantinya akan digunakan sebagai suntikan modal untuk membiayai aktivitas operasi perusahaan. Semakin tinggi harga jual maka semakin tinggi pula pemasukan yang akan diterima. Sehingga, underpricednya harga saham berdampak keuntungan yang didapat tidak optimal. Secara teoritis fenomena underpricing ini terjadi karena adanya kondisi asimetri informasi, yaitu suatu kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan informasi diantara pihak-pihak yang terlibat di dalam penawaran perdana, yaitu emiten, investor dan penjamin emisi. Kondisi asimetri informasi inilah yang menyebabkan terjadinya underpriced dimana underwriter merupakan pihak yang memiliki kelebihan informasi dan menggunakan ketidaktahuan emiten untuk memperkecil resiko. (Husnan, 1991; Cheung et al, 1994 dalam Ghozali, 2002).
13 Janice (1990) menjabarkan asimetri informasi sebagai suatu ketidakseimbangan informasi yang dimiliki baik oleh emiten, jasa underwriter dan calon penanam saham (investor) berkenaan dengan karakteristik, tingkah laku, dan orientasi pasar (investor), serta penilaian perusahaan yang tidak dapat diungkapkan dalam prospektus keuangan perusahaan. Underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau saat IPO. Selisih harga inilah yang dikenal sebagai Initial return (IR) atau positive return bagi investor (Ritter:1984). Carter & Manaster (1990) dalam Ghozali (2002) menjelaskan bahwa underpricing adalah hasil dari ketidakpastian harga saham pada pasar perdana. Ritter (1984) dalam Tantri (2007), menjelaskan bahwa adanya pengaruh Emiten yang masih berusia muda dan memiliki skala kecil terhadap tingkat underpricing. Hal tersebut dibuktikan bahwa dari sekitar perusahaan yang go public selama tahun di Amerika Serikat, nilai rata-rata IPO-nya diperdagangkan pada harga 18,8% lebih tinggi dari harga penawaran perdananya sehingga terjadi underpricing. Penelitian Suad Husnan (1996) yang dikutip oleh Imam Ghozali (2002) menunjukkan bahwa IPO pada perusahaan-perusahaan privat maupun pada perusahaan milik negara (BUMN) biasanya mengalami underpriced. Harga perdana yang underpriced akan memberikan initial return rata-rata positif bagi investor setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa. Underpricing pada harga perdana akan diikuti oleh kenaikan harga pada hari-hari berikutnya. Dengan demikian, underpricing merupakan suatu pertanda bahwa perusahaan menjanjikan keuntungan bagi investor.
14 Hal tersebut juga didukung oleh Brealey & Myers dalam Marchia (2003) yang menyatakan bahwa: many investment bankers and institutional investors argue that underpricing is in the interests of the issuing firm. They say that a low offering price on the initial offer raises the prices of the stock when it is subsequently traded in the market & enhances the firms ability to raise further capital (Brealey & Myers, 1996: 389). Hal tersebut menunjukkan perilaku harga saham bahwa pada hari-hari awal perdagangan di pasar sekunder dimana harga saham lebih tinggi daripada harga saham di pasar perdana. Penentuan harga penawaran saham perdana berkaitan dengan penentuan nilai sesungguhnya dari perusahaan (emiten) dan merupakan proses tersulit yang harus dilakukan oleh penjamin emisi, karena penjamin emisi harus menghadapi ketidakpastian saham (risiko). Untuk itu penjamin emisi harus menganalisis secara menyeluruh mengenai potensi perusahaan baik dari segi finansial maupun nonfinansial dan kondisi pasar modal. Apalagi ditambah dengan tipe penjaminan full commitment yaitu, pihak penjamin emisi wajib membeli seluruh saham milik emiten yang nantinya tidak terjual di pasar perdana. Kondisi tersebut memaksa Penjamin emisi untuk berupaya bernegosiasi dengan emiten agar saham-saham tersebut tidak terlalu tinggi harganya, bahkan cenderung underpriced. Beatty & Ritter (1996) dalam Yuwendhy (2004) menemukan bahwa semakin besar tingkat ketidakpastian mengenai nilai yang sesungguhnya dari harga saham, maka semakin tinggi pula tingkat underpricing, dengan kata lain berkorelasi positif dengan tingkat underpricing pasar perdana. Besar atau kecilnya keterbukaan informasi yang dilakukan oleh emiten akan mempengaruhi keputusan investasi investor.
15 Jogiyantoro & Syaiful (2002) dalam Tantri (2007) menyatakan bahwa salah satu media penyebaran informasi kepada masyarakat dalam rangka IPO adalah prospektus. Dalam penawaran umum perdana, prospektus merupakan sumber informasi utama bagi calon investor dalam menilai suatu perusahaan untuk menunjang pengambilan keputusan investasinya. Besarnya keterbukaan informasi yang dilakukan oleh emiten dan penjamin emisi yang tertuang dalam prospektus akan mempengaruhi tingkat ketidakpastian yang dihadapi investor. Nasirwan (2000) dalam Tantri (2007) menyatakan bahwa informasi yang terkandung dalam prospektus terdiri dari informasi akuntansi dan informasi nonakuntansi. Informasi akuntansi adalah laporan keuangan yang terdiri atas neraca, perhitungan laba rugi, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Informasi non-akuntansi adalah informasi selain laporan keuangan seperti underwriter, auditor independen, konsultan hukum, nilai penawaran saham, persentase saham yang ditawarkan, umur perusahaan, dan informasi lainnya. Sebuah studi yang dilakukan oleh Klein (1989) dalam Tantri (2007) menyajikan suatu model penilaian IPO dan menemukan bukti adanya hubungan antara angka-angka akuntansi pada prospektus termasuk pendapatan dan penghasilan dengan nilai pasar dari saham perusahaan IPO satu minggu setelah tanggal perdagangan di pasar sekunder. Informasi akuntansi berkaitan dengan laporan keuangan emiten yang mempresentasikan kinerja perusahaan terutama dalam menghasilkan laba (Tantri, 2007). Informasi yang diungkapkan dalam prospektus baik informasi akuntansi dan non-akuntansi akan membantu investor dalam membuat keputusan yang rasional mengenai resiko dan nilai sesungguhnya yang ditawarkan oleh emiten.
16 Return on Assets (ROA) Weston & Copeland (1992) dalam Dewi (2006) menyatakan bahwa investor dalam melakukan keputusan investasinya akan lebih menekankan pada kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dan efisiensi operasinya. Demikian juga halnya dengan para calon pemegang saham yang menanamkan modalnya dalam bentuk saham biasa akan lebih tertarik dengan profitabilitas. ROA mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari keseluruhan investasi yang ditanamkan dalam bentuk asset. Selain itu ROA juga mengindikasikan seberapa baik perusahaan tersebut memanfaatkan asset. ROA yang tinggi selain menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang tinggi dari keseluruhan investasi yang ditanamkan dalam bentuk asset, juga bisa berarti terjaminnya kebutuhan dana bagi perusahaan dalam operasi dimasa yang akan datang. Return on Assets (ROA) adalah salah satu rasio profitabilitas dan merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan (asset yang dimilikinya) untuk mendapatkan laba. ROA menjadi salah satu pertimbangan investor di dalam melakukan investasi terhadap saham-saham di lantai bursa (Ghozali: 2002). Seperti yang dikutip oleh Johanes (2006), Return on Assets (ROA) merupakan suatu variabel yang mewakili efektivitas earning power yang mencerminkan kinerja manajemen dalam menghasilkan laba bersamaan dengan asset yang ada (Halashon, 2006). Pendapat ini sesuai dengan Modigliani & Miller
17 (MM) yang menyatakan nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan, semakin tinggi earning power semakin tinggi profit margin yang diperoleh perusahaan, sehingga meningkatkan nilai perusahaan (Natarsyah, 2000). Sedangkan menurut Samuels (1991) dalam Halashon (2006), ketika laba meningkat maka harga saham cenderung meningkat, sedangkan ketika laba menurun, maka harga saham juga ikut menurun. Ghozali (2002) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpriced di Bursa Efek Jakarta periode menyimpulkan bahwa variabel ROA berpengaruh negatif terhadap underpricing. Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin besar ROA suatu perusahaan maka akan semakin kecil tingkat underpricing pada saat saham perdana. Marchia Penny (2003) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa variabel ROA memiliki pengaruh negatif terhadap underpricing. Berdasarkan uraian tersebut, penulis berpendapat bahwa ROA merupakan variabel penting yang dapat membantu investor dalam membuat keputusan investasinya sehingga dapat memperkecil faktor ketidakpastian yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis menarik suatu dugaan bahwa ROA akan mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat underpricing. Financial Leverage Selain menganalisis prospek perusahaan dari sisi profitabilitasnya, investor juga akan mempertimbangkan sisi risiko yang akan dihadapinya. Financial leverage merupakan rasio yang tepat yang menggambarkan tingkat resiko dari perusahaan
18 yang diukur dengan membandingkan total kewajiban perusahaan dengan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan (Dewi, 2006). Firth & Smith (1992) dalam Ghozali (2002) menjelaskan bahwa tingkat kewajiban yang tinggi menjadikan pihak manajemen perusahaan menjadi lebih sulit dalam membuat prediksi jalannya perusahaan kedepan. Peneliti lain dari Australia, Janice dalam Ghozali (2002) menemukan bahwa variabel financial leverage ternyata berpengaruh terhadap tingkat underpriced. Penelitian tersebut mengambil periode tahun dengan sampel sebanyak 340 perusahaan yang melakukan IPO di Australia. Daljono (2000) seperti yang dikutip Yuwendhy (2004) dalam penelitiannya berhasil membuktikan adanya pengaruh antara reputasi underwriter dan financial leverage terhadap initial return tetapi gagal membuktikan adanya pengaruh antara reputasi auditor dengan besarnya initial return saham. Tingkat kewajiban yang tinggi menjadikan pihak manajemen perusahaan menjadi lebih sulit dalam membuat prediksi jalannya perusahaan ke depan. Hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat underpriced, dikarenakan ketidakpastian yang sangat tinggi di dalam menilai perusahaan di masa yang akan datang. Financial leverage dipertimbangkan sebagai variabel keuangan dalam penelitian ini karena menurut Kim (1993) dalam Misnen (2004), secara teoritis leverage menunjukkan resiko suatu perusahaan sehingga berdampak terhadap ketidakpastian suatu harga saham. Beatty & Ritter (1996) dalam Yuwendhy (2004) menemukan bahwa semakin besar tingkat ketidakpastian mengenai nilai yang sesungguhnya dari harga saham, maka semakin tinggi pula tingkat
19 underpricing, dengan kata lain berkorelasi positif dengan tingkat underpricing pasar perdana. Berdasarkan uraian tersebut, penulis berpendapat bahwa financial leverage merupakan variabel penting yang dapat membantu investor dalam membuat keputusan investasinya sehingga dapat memperkecil faktor ketidakpastian yang dihadapi. Oleh karena itu, penulis menarik suatu dugaan bahwa financial leverage akan mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat underpricing. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan turut menentukan tingkat kepercayaan investor. Total aktiva perusahaan merupakan tolak ukur besaran atau ukuran perusahaan. Biasanya perusahaan besar mempunyai total aktiva yang besar pula nilainya. Semakin besar perusahaan, semakin dikenal masyarakat yang berarti semakin mudah untuk mendapatkan informasi akan meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi faktor ketidakpastian yang berarti risiko underpricing menjadi lebih kecil (Chastina Yolana & Dwi Martani, 2005 dalam Tantri, 2007). Ritter (1987) & Hanley (1993) seperti yang dikutip oleh Tantri (2007) membuktikan bahwa perusahaan berukuran kecil cenderung mengalami underpricing dibandingkan dengan perusahaan besar. Penemuan tersebut semakin dikuatkan dengan hasil penelitian Kooli & Suret (2001) yang menegaskan bahwa IPO yang dilakukan oleh perusahaan kecil lebih beresiko dibandingkan dengan perusahaan besar sehingga perusahaan kecil sering mengalami underpricing dibandingkan dengan perusahaan besar.
20 Dewi (2006) mampu membuktikan bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif terhadap underpricing sebesar 7,68% pada tingkat signifikansi 5%. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan, dapat ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah karyawan, jumlah penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan rata-rata total aktiva (Ferri & Jones, 1979 dalam Tantri, 2007). Menurut Ronal Clapham (1996) dalam Tantri (2007), ukuran perusahaan yang biasa dipakai untuk menentukan tingkatan perusahaan adalah: 1. Tenaga kerja, merupakan jumlah pegawai tetap dan honorer yang terdaftar atau bekerja di perusahaan pada suatu saat tertentu. 2. Tingkat penjualan, merupakan volume penjualan suatu perusahaan pada suatu periode tertentu misalnya satu tahun. 3. Total hutang ditambah dengan nilai pasar saham biasa perusahaan yang merupakan jumlah hutang dan nilai pasar saham biasa perusahaan pada saat atau suatu tanggal tertentu. 4. Total aktiva (assets), yang merupakan keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan pada suatu saat tertentu. Ukuran untuk size perusahaan dalam penelitian ini akan menggunakan total aktiva. Indikator ukuran perusahaan adalah total aktiva karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Bambang Suripto dalam Tantri (2007), total aktiva merupakan salah satu komponen dalam pengukuran size yang paling berpengaruh terhadap hasil penelitian. Total aktiva terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tidak lancar setelah dikurangi depresiasi. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis menarik suatu dugaan sementara bahwa ukuran perusahaan yang diwakili total
21 aktiva akan memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat underpricing atau dengan perkataan lain, semakin besar ukuran perusahaan maka tingkat underpricing akan semakin kecil. Secara sistematis, uraian tersebut dapat dilihat dalam bagan kerangka pemikiran berikut ini: Gambar 1.1. Bagan Kerangka Pemikiran underwriter Melakukan Initial Public Offering Emiten Melakukan Analisis dan Pengambilan Keputusan Investasi Prospektus investor Informasi Akuntansi Informasi Non Akuntansi ROA Financial Leverage Ukuran Perusahaan Underpricing ROA, Financial Leverage, Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat
22 1.7 Metodologi Penelitian Berdasarkan judul skripsi dan hipotesis yang diajukan, maka dibutuhkan data sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Bahan tersebut diolah, dianalisis dan diproses lebih lanjut sesuai dengan teori yang telah dipelajari dan ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini, metode yang dipakai adalah metode explanatory dengan pendekatan survei. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional untuk mengetahui hubungan komparatif beberapa subjek yang diteliti, untuk perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia dalam waktu beberapa tahun. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari prospektus, Indonesian Capital Market Directory, idx Statistic dan Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian ini adalah Organisasi, yaitu perusahaanperusahaan yang melakukan IPO mulai tahun , sedangkan yang menjadi populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan IPO mulai tahun dan mengalami underpriced. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Tingkat Underpricing yang diukur berdasarkan initial return, yaitu selisih antara harga saham pada hari pertama perdagangan di pasar sekunder dengan harga penawaran saham pada saat IPO, dibagi dengan harga penawaran pada saat IPO. Variabel independen dalam penelitian ini adalah ROA, Financial Leverage dan Ukuran Perusahaan. Variabel dependen: Y = Tingkat Underpricing
23 Variabel independen: X 1 = ROA X 2 = Financial Leverage X 3 = Ukuran perusahaan 1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian Penulis melakukan penelitian di bagian Pusat Referensi Pasar Modal dan Bagian Riset dan Pengembangan, Bursa Efek Indonesia Jl. Jend. Sudirman Kav Jakarta. Penelitian akan dilakukan selama bulan Juli Rancangan Analisis Dalam melakukan analisis, tahap-tahap yang akan dilalui penulis adalah sebagai berikut: 1. Mendapatkan data yang berkaitan dengan variabel-variabel yang terkait dengan Return on Assets, Financial Leverage, Ukuran Perusahaan, tingkat Underpricing dan data-data lain yang berkaitan. 2. Menghitung nilai-nilai variabel-variabel terkait sesuai dengan indikator atau formula yang telah ditetapkan dari data awal yang telah dikumpulkan. 3. Melakukan pengujian statistik untuk menguji hipotesis serta menginterpretasikan dan menganalisis hasil pengujian hipotesis, adapun bentuk pengujian asumsi klasik ini, antara lain: i. Uji Normalitas yang tujuannya untuk mengetahui apakah masingmasing variabel memiliki distribusi normal atau tidak. Untuk menguji hipotesis serta menginterpretasikan dan menganalis hasil pengujian hipotesis.
24 ii. Uji Multikolinearitas yang tujuannya untuk melihat hubungan linier yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari regresi. iii. Uji Heterokedastisitas yang tujuannya untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik dilanjutkan dengan pengujian Analisis Persamaan Regresi Linier Berganda, yang tujuannya adalah untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih dalam suatu persamaan regresi. Setelah dilakukannya pengujian Analisis Persamaan Regresi Linier Berganda dilanjutkan dengan Pengujian Hipotesis. Dalam Pengujian Hipotesis, Uji F bertujuan untuk menguji model regresi yang menjelaskan bentuk hubungan dan pengaruh antara variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat, sedangkan Uji T bertujuan untuk menguji model regresi yang menjelaskan hubungan dan pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat secara parsial. Setelah pengujian hipotesis dilakukan maka langkah terakhir adalah melakukan pengujian Analisis koefisien korelasi dan koefisien determinasi berganda yang merupakan bagian dari variasi total dalam variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas secara bersama-sama. Koefisien korelasi ini digunakan untuk mengetahui seberapa erat hubungan antara keseluruhan variabel bebas (X 1, X 2, X 3 ) dengan variabel terikat (Y). 4. Berdasarkan hasil pengujian statistik akan ditarik kesimpulan.
BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan para pelaku ekonomi harus meningkatkan upayanya untuk mengembangkan perusahaan.penggunaan teknologi dan sistem informasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di pasar modal atau disebut juga dengan go public. Adapun tujuan perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan sebagai suatu entitas bisnis bertujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan mencari keuntungan sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
Lebih terperinciPENGARUH INFORMASI AKUNTANSI PROSPEKTUS IPO TERHADAP TINGKAT UNDERPRICED DI BURSA EFEK INDONESIA
0 PENGARUH INFORMASI AKUNTANSI PROSPEKTUS IPO TERHADAP TINGKAT UNDERPRICED DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dunia usaha dan investasi untuk investor. Setiap perusahaan tentu memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan salah satu tempat dimana sering terjadinya permintaan dan penawaran modal. Peran pasar modal sangat penting sebagai sumber pembiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jogiyanto (1998) dan Anggarwal et al. (2001) mengemukakan bahwa salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan penting yang dihadapi oleh hampir semua perusahaan adalah bagaimana mendapatkan modal guna mendukung kegiatan operasionalnya. Jogiyanto (1998)
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciharga, yaitu penentuan harga saham saat IPO secara signifikan lebih rendah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Initial Public Offering (IPO) atau penawaran saham perdana merupakan usaha perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat dengan menerbitkan saham baru.
Lebih terperinciDisusun oleh : Karina Dewi Puspitasari B
PENGARUH ROE, ROA, EPS, DER, DAN PROYEKSI PER TERHADAP HARGA PASAR SAHAM SETELAH PENAWARAN PERDANA (INITIAL PUBLIC OFFERING/IPO) DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2002-2006 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukan adalah dengan menjual saham ke masyarakat umum melalui pasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan dana untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan dapat ditempuh dengan berbagai upaya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menuntut perusahaan untuk berkembang dan berinovasi guna berjalannya kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal memiliki peran sebagai sarana investasi bagi investor dan alternatif sumber dana bagi perusahaan tentunya sangat memberikan manfaat dan keuntungan bagi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Underpricing Yolana dan Martani (2005) mendefinisikan underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. initial return dari hasil kegiatan tersebut (Handayani, 2008).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan perekonomian yang didukung oleh peningkatan teknologi dan komunikasi telah menciptakan iklim persaingan yang ketat. Hal ini menuntut perusahaan agar tetap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan melakukan ekspansi. Seiring dengan ekspansi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era milenium seperti sekarang ini, dunia perekonomian berkembang secara pesat baik perekonomian di dalam negeri maupun secara global. Banyak perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperjualbelikan sekuritas, atau secara formal pasar modal dapat juga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar Modal (capital market) merupakan pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada publik atau yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan penambahan modal semakin besar seiring dengan perkembangan perusahaan. Hal ini mendorong manajemen untuk memilih salah satu alternatif-alternatif
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci : Underpricing, Reputasi Auditor, Size, Return on Assets, Financial Leverage
Judul : Reputasi Auditor Sebagai Pemoderasi Pengaruh Size, Return On Assets dan Financial Leverage pada Tingkat Underpricing Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia Nama : Pande Kadek Ary Raditya
Lebih terperinciPENGARUH VARIABEL-VARIABEL KEUANGAN TERHADAP HARGA PASAR SAHAM SETELAH INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK JAKARTA PERIODESASI
PENGARUH VARIABEL-VARIABEL KEUANGAN TERHADAP HARGA PASAR SAHAM SETELAH INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) DI BURSA EFEK JAKARTA PERIODESASI 2000-2004 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Untuk mencapai tujuan tersebut,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya tujuan perusahaan adalah untuk mencapai atau memperoleh laba maksimal, mengembangkan perusahaan serta menjaga kelangsungan hidup perusahaan (going
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan kepada publik atau sering dikenal dengan go public di pasar modal.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk mengembangkan dan memperluas usahanya. Salah satu keterbatasan perusahaan dalam mengembangkan dan
Lebih terperinciBAB I. memenuhi kebutuhan dana yang cukup besar tersebut, seringkali dana yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk memperluas usahanya, hal ini dilakukan dengan mengadakan ekspansi. Untuk melakukan ekspansi ini perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh modal tersebut adalah dengan melakukan go public. Go public
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan yang berbasis bisnis adalah perusahaan yang bertujuan untuk memaksimalisasi nilai perusahaan dan mencari keuntungan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persaingan usaha yang semakin ketat. Salah satu kendala yang kerap kali dihadapi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan didirikan dengan harapan bahwa perusahaan tersebut dapat mempertahankan kelangsungan usahanya dan berkembang dalam jangka waktu yang panjang.
Lebih terperinciPengaruh Ukuran Perusahaan dan Return On Assets (ROA) Terhadap Tingkat Underpricing Saham pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Banking Accounting 2015-12-10 Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Return On Assets (ROA) Terhadap Tingkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjual surat berharganya di pasar modal. Dapat dikatakan bahwa pasar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pasar Modal Perusahaan yang membutuhkan dana atau ingin menambah dana dapat menjual surat berharganya di pasar modal. Dapat dikatakan bahwa pasar modal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan go public. Dalam proses go public, sebelum diperdagangkan di pasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Salah satu alternatif pendanaan dari luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk menarik investor dari luar dalam hal pendanaan tersebut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan yang ingin mengembangkan usahanya membutuhkan dana yang besar. Kebutuhan inilah yang mendasari suatu perusahaan untuk menarik investor dari luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut telah melakukan proses initial public offering (IPO). Yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berkembangnya perekonomian Indonesia, banyak perusahaan yang melakukan ekspansi usaha. Untuk tujuan tersebut, maka perusahaan memerlukan dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan maka kewajiban akan pendanaan juga semakin besar jumlahnya. Hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan semakin lama akan semakin berkembang seiring dengan meningkatnya produktivitas dan performa perusahaan. Modal investasi dulunya dapat dipenuhi dengan utang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tambahan dana dalam rangka mengembangkan usahanya yang sedang berkembang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat, banyak perusahaan melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan modalnya dalam rangka mengembangkan usahanya. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan membuat inovasi-inovasi baru di dalam menghadapi persaingan usaha.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan modal suatu perusahaan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan perusahaan itu sendiri. Perusahaan diharuskan mampu berkembang dan membuat inovasi-inovasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu penyedia sumber pendanaan selain perbankkan. Dana yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan guna mengembangkan usahanya melakukan berbagai cara, diantaranya dengan melakukan ekspansi. Untuk memenuhi kebutuhan ekspansi, diperlukan sumber dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini didukung dengan kemajuan di bidang teknologi dan komunikasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan terjadi secara dinamis di segala bidang. Perkembangan tersebut terasa sangat berdampak pada bidang perekonomian dunia, hal ini didukung dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dapat menggunakan dana dari dalam maupun luar perusahaan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan perekonomian saat ini, banyak perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya atau perluasan usaha (ekspansi) akan memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membayar hutang dan modal kerja (Porman, 2013:59). Underpricing terjadinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Underpricing adalah selisih harga penawaran perdana lebih rendah dibandingkan harga penutupan saham perusahaan di pasar sekunder pada hari pertama (Jogiyanto, 2009:34).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Efek) saham perusahaan yang akan go public terlebih dahulu dijual di pasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam proses go public, sebelum saham diperdagangkan di pasar sekunder (Bursa Efek) saham perusahaan yang akan go public terlebih dahulu dijual di pasar perdana yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai cara dan keinginan untuk mengembangkan usahanya, salah satunya dengan mengadakan ekspansi. Untuk ekspansi tersebut
Lebih terperinciPERBANDINGAN UNDERPRICING PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA PERUSAHAAN KEUANGAN DAN NON-KEUANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA
PERBANDINGAN UNDERPRICING PADA PENAWARAN SAHAM PERDANA PERUSAHAAN KEUANGAN DAN NON-KEUANGAN DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aktivitas penawaran saham perdana atau IPO (Initial Public Offerings)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Aktivitas penawaran saham perdana atau IPO (Initial Public Offerings) merupakan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh tambahan modal
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Fenomena underpricing dikemukakan Alteza (2010), yaitu signaling
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Signalling Fenomena underpricing dikemukakan Alteza (2010), yaitu signaling hypothesis. Dalam konteks ini underpricing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasar modal dalam bentuk konkrit berupa Bursa Efek (securities / stock
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar modal dalam bentuk konkrit berupa Bursa Efek (securities / stock exchange). Bursa efek sebenarnya sama dengan pasar-pasar lainnya yaitu tempat bertemunya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adler Haymans, (2013:2) bahwa sumber pendanaan perusahaan. pemegang saham lama atau kepada publik. Namun perusahaan lebih sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Perusahaan saat ini sudah banyak yang berkembang dan berlomba untuk mengembangkan bisnisnya, salah satu cara yaitu, dengan melakukan ekspansi. Dalam proses
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN UKDW. atau saham baru perusahaan kepada publik atau go public.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam mempertahankan eksistensi dan mengembangkan usaha pada persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan pada umumnya membutuhkan dana yang besar, baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahan sebagai suati entitas bisnis bertujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahan sebagai suati entitas bisnis bertujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan mencapai keuntungan sebesar-besarnya. Untuk lebih meningkatkan kinerja perusahaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. meneruskan usahanya. Hal ini mendorong manajemen untuk. suatu perusahaan akan semakin meningkat. Mereka membutuhkan dana internal
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kondisi persaingan yang ketat suatu perusahaan harus mengembangkan usahanya dalam lingkungan bisnis. Untuk menghadapi iklim dan kondisi persaingan perusahaan
Lebih terperinciRepositori STIE Ekuitas
Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Banking Accounting 2016-02-13 Pengaruh Persentase Saham Yang Ditawarkan Dan Solvability Ratio Terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Untuk mencapai tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada umumnya, tujuan perusahaan adalah untuk mencapai atau memperoleh laba maksimal, mengembangkan perusahaan serta menjaga kelangsungan hidup perusahaan (going concern).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan memerlukan modal yang jumlahnya cukup besar.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan didirikan dengan harapan bahwa perusahaan tersebut dapat mempertahankan kelangsungan usahanya, berkembang dengan pesat, dan dapat bersaing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. iklim persaingan semakin ketat sehingga setiap perusahaan akan memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kondisi pasar modal di Indonesia berkembang dengan cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya jumlah perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek
Lebih terperinciJudul : Pengaruh Variabel Keuangan, Non Keuangan dan Ekonomi Makro terhadap Underpricing
Judul : Pengaruh Variabel Keuangan, Non Keuangan dan Ekonomi Makro terhadap Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di BEI Nama : Putu Iin Sulistyawati Nim : 1306305118 Abstrak Perusahaan yang akan go
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan dapat meningkatkan posisi keuangan perusahan disamping untuk. Perusahaan melakukan penjualan saham ataupun mengeluarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Go Public merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan tambahan dana dalam rangka pengembangan dana yang diperoleh oleh perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penawaran umum saham perdana dikenal dengan istilah Initial Public
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penawaran umum saham perdana dikenal dengan istilah Initial Public Offering (IPO). Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usahanya dan meningkatkan skala perusahaan, maka perusahaan perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan dalam menghadapi dunia perekonomian dewasa ini mengalami tajamnya kompetisi dan luasnya skala persaingan yang didukung oleh kemajuan teknologi dan komunikasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan. Semua perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan manufaktur merupakan penopang utama perkembangan industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara juga dapat digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi dan komunikasi menyebabkan iklim persaingan usaha menjadi semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan adanya globalisasi yang didukung oleh kemajuan teknologi dan komunikasi menyebabkan iklim persaingan usaha menjadi semakin ketat. Hal ini mendorong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendanaan dari luar perusahaan adalah melalui mekanisme penyertaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Salah satu alternatif pendanaan dari luar perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penawaran saham ataupun surat utang di pasar modal. Penawaran saham dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, perusahaan harus mampu menyediakan modal untuk mengembangkan dan mempertahankan usahanya. Kebutuhan modal ini tidak dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan pada umumnya melakukan usaha pendanaan untuk memenuhi kebutuhan
BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka mempertahankan eksistensi maupun mengembangkan usahanya, perusahaan pada umumnya melakukan usaha pendanaan untuk memenuhi kebutuhan dana bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beberapa proses terlebih dahulu. Transaksi pertama yang dilakukan perusahaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengembangkan usahanya, perusahaan membutuhkan dana yang besar. Dalam mewujudkan usaha ini, perusahaan dapat menempuh usaha tersebut dengan cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak lain yang mau ikut menanamkan modalnya pada perusahaan. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejalan dengan berkembangnya perekonomian Indonesia, banyak perusahaan yang melakukan ekspansi usaha. Untuk tujuan tersebut, maka perusahaan memerlukan dana yang relatif
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. fenomena secara sistematis melalui pernyataan hubungan antar variabel.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Variabel adalah segala sesuatu yang dapat diukur dengan berbagai macam nilai untuk memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai fenomenafenomena. Teori-teori
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Initial public offering (IPO), dapat juga disebut dengan istilah go public, adalah
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Initial public offering (IPO), dapat juga disebut dengan istilah go public, adalah proses penawaran saham perdana kepada investor umum atau masyarakat. Dengan proses
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tahun-tahun terakhir ini, dimana dampaknya sangat jelas terlihat di segala bidang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan Globalisasi dan Teknologi terus terjadi terutama pada tahun-tahun terakhir ini, dimana dampaknya sangat jelas terlihat di segala bidang termasuk bidang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang yang biasa diperjualbelikan, baik dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mampu bertahan dan mengembangkan bisnisnya. Dengan semakin ketatnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang semakin berkembang belakangan ini, membuat perusahaan semakin terpacu untuk mengembangkan bisnisnya. Globalisasi akan semakin mendorong ketatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah bagaimana mendapatkan modal guna mendukung kegiatan. operasionalnya. Pada perusahaan perseorangan, biasanya para penyedia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan penting yang dihadapi hampir semua perusahaan adalah bagaimana mendapatkan modal guna mendukung kegiatan operasionalnya. Pada perusahaan perseorangan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pasar Modal Pasar diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk saling mengadakan pertukaran barang dan jasa. Pengertian pasar modal atau bursa efek adalah suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembentukan pasar tunggal atau sering kita sebut sebagai masyarakat ekonomi asean pada tahun 2015 ini secara tidak langsung telah membuat persaingan di beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan perusahaan, permasalahan yang dihadapi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan perusahaan, permasalahan yang dihadapi perusahaan semakin bertambah. Salah satu permasalahan penting yang dihadapi oleh hampir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdaftar di BEI sekitar 500 perusahaan, hal ini tidak lepas dari upaya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasar modal Indonesia berkembang pesat setelah ditetapkanya Pakdes 87 dan Pakto 88. Secara umum isi dari kebijakan Pakdes dan Pakto tersebut adala pajak sebesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendanaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah menjual saham
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan mempunyai berbagai cara alternatif untuk memperoleh sumber pendanaan dalam mengembangkan suatu usaha. Salah satu alternatif pendanaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersaing secara kompetitif untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. mewujudkannya dengan kebutuhan dana yang semakin besar pula.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis yang pesat menjadikan suatu perusahaan terus bersaing secara kompetitif untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pengembanagan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usahanya adalah dengan cara melakukan go public. Dana yang diperoleh dalam go
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cara bagi perusahaan yang sedang berkembang untuk mendapatkan tambahan dana dalam rangka pembiayaan dan pengembangan usahanya adalah dengan cara melakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Ketiga, menambah saham lewat dividen yang tidak dibagi (dividend reinvestment
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan penting yang dihadapi oleh hampir semua perusahaan adalah bagaimana mendapatkan modal guna mendukung kegiatan operasionalnya. Penambahan dana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasar Modal merupakan alternatif sumber dana di samping perbankan bagi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar Modal merupakan alternatif sumber dana di samping perbankan bagi pembiayaan-pembiayaan kegiatan operasional perusahaan melalui penjualan saham mau pun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendanaan merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan, karena semua perusahaan membutuhkan dana untuk menjalankan & mengembangkan usahanya. Beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. strategi manajemen perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penawaran saham perusahaan kepada masyarakat untuk pertama kali dipasar modal dikenal dengan istilah initial public offering (IPO). IPO merupakan salah satu strategi
Lebih terperinciperusahaan emiten dan underwriter (penjamin emisis efek). Sedangkan untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan dalam rangka pengambangan usahanya melakukan berbagai cara, diantaranya melakukan ekspansi. Untuk memenuhi kebutuhan ekspansi diperlukan suatu dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diobservasi untuk dipakai sebagai penetapan. Ada 2 meode untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penetapan harga saham perdana pada saat Initial Public Offering atau IPO sangat sulit, karena tidak ada harga pasar sebelumnya yang dapat diobservasi untuk dipakai sebagai
Lebih terperinciPENGARUH ROA, EPS, PER DAN DER TERHADAP PENETAPAN HARGA SAHAM SETELAH IPO (Studi Empiris Di Bursa Efek Indonesia)
PENGARUH ROA, EPS, PER DAN DER TERHADAP PENETAPAN HARGA SAHAM SETELAH IPO (Studi Empiris Di Bursa Efek Indonesia) Dewi Anjarwani Mugiasih anjar_zoe@yahoo.co.id Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada zaman globalisasi saat ini, banyak perusahaan yang berkembang dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada zaman globalisasi saat ini, banyak perusahaan yang berkembang dan melakukan go-public. Banyak perusahaan yang pada awalnya merupakan bisnis keluarga dengan seiring
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu sumber pendanaan selain sumber-sumber. Banyaknya perusahaan yang telah memutuskan go public akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi saat ini semakin berkembang. Banyak perusahaan mengembangkan usahanya melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan modal. Untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuntungan sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu cara
19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan yang berbasis bisnis yang baik adalah perusahaan yang bertujuan untuk memaksimalisasi nilai dari pemilik perusahaan dan mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan yaitu, melalui penambahan jumlah kepemilikan saham dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya, perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan untuk menambah modal usahanya. Salah satu alternatif sumber pendanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki era globalisasi seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan dihadapkan pada berbagai tantangan di tengah persaingan yang semakin ketat. Perusahaan yang ingin
Lebih terperinciPENGARUH VARIABEL-VARIABEL KEUANGAN DAN SIGNALING TERHADAP PENENTUAN HARGA PASAR SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA
PENGARUH VARIABEL-VARIABEL KEUANGAN DAN SIGNALING TERHADAP PENENTUAN HARGA PASAR SAHAM PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN IPO DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disini sudah barang pasti akan berbeda dengan pasar komoditas dan pasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagai bentuk pasar, pasar modal merupakan sarana atau wadah untuk mempertemukan antara penjual dan pembeli. Namun, analogi penjual dan pembeli disini
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Model Penelitian Terdahulu Risqi dan Harto (2013), Razafindrambinina dan Kwan (2013), Suyatmin dan Sujadi (2010), Handayani dan Shaferi (2010), dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap negara dituntut untuk selalu dapat menjalankan perputaran roda
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara dituntut untuk selalu dapat menjalankan perputaran roda perekonomian, karena dengan demikian perekonomian negara dapat tumbuh dengan optimal.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk memperluas usahanya, hal ini dilakukan dengan mengadakan ekspansi. Untuk melakukan ekspansi ini perusahaan memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. modal semakin besar seiring dengan perkembangan perusahaan. Perusahaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berjalannya waktu kebutuhan akan penambahan modal semakin besar seiring dengan perkembangan perusahaan. Perusahaan dalam mengembangkan dan menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga kebutuhan modal suatu perusahaan akan semakin meningkat, hal ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan mempunyai keinginan untuk memperluas usahanya sehingga kebutuhan modal suatu perusahaan akan semakin meningkat, hal ini mengharuskan pihak
Lebih terperinciEfek dan Kontrak berjangka PT. Rifan Financindo cabang Universitas Atma Jaya
BAB III METODOLOCI PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data 3.1.1. Populasi dan Penentuan Sam pel Populasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah data perusahaanperusahaan yang melakukan IPO pada tahun
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH ROA, ROE, NPM DAN EPS TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN SEKTOR MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
ANALISIS PENGARUH ROA, ROE, NPM DAN EPS TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN SEKTOR MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA Nama Jurusan Pembimbing : Nurul Hasanah : Akuntansi : Dr. Dwi Asih Haryanti, SE.,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal sekarang ini dijadikan alternatif pendanaan yang berasal dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan tambahan modal semakin bertambah sejalan dengan perkembangan perusahaan. Hal ini menuntut manajemen untuk memilih komposisi struktur modal yang optimal
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA PENAWARAN UMUM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA
Jurnal Akuntansi Bisnis Lismawati, Vol. 02 No. Munawaroh 02 Mei 2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UNDERPRICING SAHAM PADA PENAWARAN UMUM PERDANA DI BURSA EFEK INDONESIA Oleh Lismawati Munawaroh ABSTRACT
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari beberapa variabel
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari beberapa variabel yang mempengaruh terjadinya Initial Return saham perusahaan yang melaksanakan IPO di Bursa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian pasar modal Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya perusahaan-perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengapa perusahaan memutuskan go public adalah: (1) pendiri perusahaan ingin
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alternatif sumber permodalan yang dipilih oleh perusahaan yaitu melakukan go public atau menawarkan sahamnya ke publik. Dua alasan utama mengapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (private) menjadi perusahaan publik atau sering dikenal dengan istilah go public
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dan persaingan bisnis yang ada pada saat ini tentunya akan menciptakan suatu persaingan yang ketat. Hal tersebut menuntut perusahaan untuk bertumbuh
Lebih terperinci