STRATEGI PENINGKATAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PERKOTAAN (STUDI KASUS DI KELURAHAN PANJUNAN, KUDUS)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENINGKATAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PERKOTAAN (STUDI KASUS DI KELURAHAN PANJUNAN, KUDUS)"

Transkripsi

1 STRATEGI PENINGKATAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT RUMAH TINGGAL DI KAWASAN PERKOTAAN (STUDI KASUS DI KELURAHAN PANJUNAN, KUDUS) (The Improvement Strategies and Provision of Private Green Open Space for Settlement in The Urban Areas: A Case Study In Panjunan Village, Kudus) Ferlina Nurdiansyah 1, Azis Nur Bambang 2, dan Hartuti Purnaweni 3 1 Program Magister Ilmu Lingkungan Undip Jl. Imam Bardjo, SH No. 5 Semarang 2 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip Jl. Prof. Soedharto, SH Semarang 3 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Undip Jl. Prof. Soedharto, SH Semarang Abstrak Meningkatnya kawasan terbangun dalam perkembangan kawasan perkotaan yang berimplikasi pada menurunnya ketersediaan ruang terbuka hijau merupakan sebuah kondisi yang sulit dihindari. Fenomena tersebut salah satunya disebabkan ruang terbuka hijau sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implementasi serta strategi peningkatan penyediaan RTH privat rumah tinggal di Kelurahan Panjunan, Kudus, sebagai kelurahan terpadat penduduknya se-kabupaten Kudus. Metode penelitian menggunakan wawancara mendalam dan kuesioner dengan pihak-pihak yang dianggap berkompeten terhadap penyediaan RTH. Kajian penentuan prioritas strategi dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Hasil penelitian menunjukkan aspek ekologi dengan alternatif sosialisasi bentuk dan fungsi ekologis (RTH) privat rumah tinggal menjadi prioritas dalam peningkatan RTH di Kelurahan Panjunan, Kudus. Kata kunci: Kudus, Privat Rumah Tinggal, Analytical Hierarchy Process Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kudus merupakan salah satu kabupaten yang berkomitmen untuk mewujudkan Kota Hijau sebagai bagian ii_ina@yahoo.com dari mitigasi pemanasan global. Perwujudan Kota Hijau dalam kurun waktu tahun terbagi menjadi tiga tahapan dimana masing-masing tahapan memiliki komponen atribut Kota Hijau berbeda yang menjadi target pencapaiannya. Green Open Space menjadi salah satu atribut dari Kota Hijau yang menjadi target fokus pada Jurnal EKOSAINS Vol. IV No. 3 November

2 setiap tahapan yang ada (Bappeda Kudus, 2011). Target yang diharapkan dari atribut ini adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas (RTH) sesuai karakteristik kabupaten dengan melalui berbagai macam strategi. Target yang diharapkan tersebut menjadi permasalahan tersendiri untuk diimplementasikan di kawasan perkotaan. Kawasan perkotaan tidak dapat dilepaskan dari peningkatan lahan terbangun seiring dengan perkembangan aktivitasnya. Wikarta (2004) mengungkapkan bahwa meningkatnya kawasan terbangun akan memberikan konsekuensi terjadinya penyusutan RTH. Adanya fenomena ini salah satunya disebabkan RTH sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Padahal untuk mengatasi kondisi lingkungan sebuah wilayah yang semakin buruk, peran RTH sangat diperlukan. Di samping menjaga keserasian antara kebutuhan ruang aktivitas masyarakat dengan kelestarian bentuk lansekap alami. RTH juga memiliki berbagai manfaat seperti kenyamanan, estetika, hidrologis, klimatologis, ekologis, protektif, edukatif, kesehatan, dan wisata. Kuantitas RTH yang semakin berkurang diiringi dengan kualitas yang rendah menyebabkan keseimbangan daya dukung ekologis lingkungan kota tidak terjaga pada akhirnya dapat menimbukan kerusakan lingkungan pusat kota berupa rob, banjir, dan polusi (Hijraie, 2009). Apabila dari kondisi tersebut ada upaya dalam skala kecil yang dilakukan oleh masyarakat secara mandiri dalam bentuk dukungan penyediaan RTH privat seperti menanam pohon atau tanaman perdu di pekarangan rumah, maka tekanan-tekanan terhadap lingkungan tersebut terutama polusi udara akan dapat dikurangi. Di samping itu, adanya vegetasi tanaman yang ditentukan dari luasan penutupan kanopinya memberikan manfaat lain yang dapat dinikmati bersama berupa udara yang lebih sejuk karena ikut membantu 40 mengendalikan kenaikkan suhu udara dan meningkatkan ketersediaan daerah resapan air (Pontoh dan Sudrajat, 2005; Wahab, 2009). Penyediaan RTH privat menjadi salah satu alternatif yang didorong terutama untuk mengurangi ketimpangan ketersediaan RTH publik (Handayani, 2008). Bila pemerintah daerah hanya mengandalkan upaya peningkatan RTH dari sektor publik, maka kendala yang dihadapi Pemerintah adalah ketidakmampuan untuk terlibat secara penuh dalam pembuatan dan pengelolaan ruang terbuka hijau yang sangat kompleks karena faktor sumberdaya, baik SDM maupun dana. Benston, et al. (2003) menyebut bahwa adanya keterlibatan masyarakat bersama pemerintah baik dalam proses perencanaan maupun pada pelaksanaan kebijakan terkait RTH merupakan sebuah landasan yang efektif dalam pengelolaan pertumbuhan sebuah kawasan perkotaan. Oleh karena itu perlu langkah baru untuk meningkatkan partisipasi masyarakat melalui penyediaan RTH privat terutama di lingkungan tempat tinggal masing-masing, terlebih mengingat bahwa kegiatan penghijauan yang tercermin melalui penyediaan RTH disebut sebagai kegiatan yang berhasil dikembangkan melalui sosialisasi di berbagai media (Mastuti, 2010). Di samping keberadaan RTH privat rumah tinggal mampu memberikan manfaat langsung bagi pemiliknya, ketersediaannya juga menjadi salah satu komponen memperbesar ketersediaan ruang terbuka hijau secara keseluruhan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implementasi serta strategi peningkatan penyediaan RTH privat rumah tinggal di Kelurahan Panjunan, Kudus. Material dan Metode Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian Jurnal EKOSAINS Vol. IV No. 3 November 2012

3 ini melalui metode wawancara mendalam dan kuesioner. Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi umum di wilayah penelitian. Sebagai narasumber adalah pihak pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Kantor Lingkungan Hidup, Bappeda Kabupaten Kudus, dan Lurah Panjunan. Di samping itu wawancara juga dilakukan kepada masyarakat di Kelurahan Panjunan yang terdiri dari Ketua RW, Ketua RT, dan perwakilan masyarakat pada tiap RW. Dalam menentukan aspek dan strategi prioritas yang diambil dalam rangka meningkatkan penyediaan ruang terbuka hijau privat rumah tinggal digunakan kuesioner AHP. Responden yang digunakan untuk analisis ini merupakan key person yang memiliki peranan dalam penyediaan Privat. Key persons yang digunakan berjumlah delapan orang, berasal dari unsur Bappeda Kabupaten Kudus, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Kantor Lingkungan Hidup, Lurah Panjunan, kelompok PKK Kelurahan, PR. Djarum Kudus, dan Universitas Muria Kudus. Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty (1993). Kriteria dan alternatif dalam penelitian dapat disusun secara hierarki yaitu pada tingkat pertama adalah tujuan, tingkat kedua terdiri dari kriteria untuk mencapai tujuan tersebut, dan tingkat ketiga berisi alternatif-alternatif strategi. Hasil dan Pembahasan 3.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian Kelurahan Panjunan berlokasi di Kecamatan Kota Kabupaten Kudus. Dengan luas hanya sebesar 15,92 ha dalam kurun waktu tahun , Kelurahan Panjunan menjadi kelurahan yang terpadat penduduknya se-kabupaten Kudus. Bila rata-rata kepadatan penduduk di Kecamatan Kota hanya sebesar jiwa per km 2 pada tahun 2010, maka di Kelurahan Panjunan kepadatan penduduknya mencapai hampir tiga kali lipatnya yaitu sebesar jiwa per km 2 pada tahun 2011(BPS Kabupaten Kudus, 2012). Penduduk Kelurahan Panjunan berjumlah orang yang terbagi menjadi 880 KK (BPS Kabupaten Kudus, 2012). Mayoritas warga bermata pencaharian sebagai buruh industri (77%). Berada pada ketinggian 3 mdpl, topograi kelurahan ini berupa dataran rendah, tidak berbukit-bukit, serta tidak terdapat bantaran dan aliran sungai. Di Kelurahan Panjunan penggunaan lahan sangat intensif dan bersifat campuran. Tidak terdapat ruang publik di Panjunan seperti taman kota, taman bermain, hutan kota, dan taman kelurahan. Dari pengamatan di lapangan, dengan lokasi berada di pusat kota dan kondisi pemukiman yang padat penduduk serta luasan kepemilikan lahan yang sempit menyebabkan komposisi RTH privat menjadi sangat terbatas. Komposisi yang tidak seimbang antara dominasi kawasan terbangun rumah tinggal dengan sempitnya pekarangan rumah penduduk menjadi pemandangan umum yang sangat mudah dijumpai di kelurahan ini. Sedangkan di sisi lain, letak kelurahan yang berada di pusat kota menyebabkan kelurahan ini dilewati jalur utama lalu lintas di Kabupaten Kudus yang tentunya konsentrasi lalu lintas dan kepadatan kendaraan meningkatkan resiko udara tercemar. Implementasi RTH Privat Rumah Tinggal di Kabupaten Kudus Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang ditidaklanjuti dengan terbitrnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/ M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan di Kawasan Perkotaan mengatur ketentuan luas minimal penyediaan sebesar 30% dari luas wilayah kota yaitu 20% untuk RTH publik dan 10% untuk RTH privat. Menurut Peraturan Menteri Jurnal EKOSAINS Vol. IV No. 3 November

4 Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 bentuk RTH privat adalah berupa RTH pekarangan rumah tinggal dan taman atap bangunan rumah. Selain dua peraturan tersebut yang terkait dengan ruang terbuka, Pemerintah Kabupaten Kudus juga telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2000 tentang Bangunan. Pelaksanaan peraturanperaturan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Kabupaten Kudus untuk mengawal RTH-nya di tengah tekanan terhadap lingkungan yang disebabkan kenaikan jumlah penduduk yang terjadi setiap tahunnya. Sanksi ataupun reward kepada penyedia ruang terbuka sesuai ketentuan tidak pernah diberikan, sehingga hal ini menjadikan penyediaan RTH hanya bersifat inisiatif dari masing-masing pemilik rumah tanpa ada kepatuhan untuk mentaati aturan. Hal ini akan meningkatkan fenomena penyediaan ruang terbuka hijau di rumah tinggal menjadi tidak terpola serta tidak memenuhi aturan yang ada. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada instansi terkait, ketentuan penyediaan pada rumah tinggal bukan merupakan prioritas dalam pengambilan keputusan terutama dalam kaitannya dengan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Kondisi ini semakin diperlemah dengan beberapa produk pemerintah daerah yang terkait dengan intensitas bangunan dan ruang terbuka belum memiliki landasan hukum yang kuat seperti Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan Rencana Kawasan Perkotaan (RTHKP) masih sebatas dokumen laporan pemerintah daerah. Dalam dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan Rencana Kawasan Perkotaan (RTHKP) Kabupaten Kudus sebenarnya telah memuat ketentuan Koeisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koeisien Daerah Hijau (KDH) sebagai pengendali intensitas kepadatan bangunan, namun karena masih bersifat dokumen pelaporan semata sehingga tidak memiliki payung hukum yang kuat untuk diimplementasikan. Koeisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai, sedangkan KDH adalah adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Ketentuan penyediaan ruang terbuka memang menjadi salah satu yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2000 tentang Bangunan. Pada pasal 49 peraturan tersebut komposisi lahan terbangun dan tidak terbangun pada rumah tinggal diatur sebesar 60:40, akan tetapi dalam pelaksanaan pengawasannya selama ini kurang menjadi perhatian. Dari hasil wawancara terungkap bahwa yang menjadi perhatian utama dalam pemberian Ijin Mendirikan Bangunan di rumah tinggal adalah ketaatan terhadap pemenuhan ketentuan terhadap Garis Sempadan Jalan. Penyediaan Ruang Terbuka Hijau hanya sebatas menjadi saran dalam setiap monitoring kegiatan yang dilakukan. Tidak ada sanksi maupun reward yang diberikan dalam penyediaan RTH privat menyebabkan masyarakat cenderung mengabaikannya. Kendala yang dihadapi pemerintah daerah untuk menegakkan peraturan terkait dengan penyediaan RTH privat rumah tinggal adalah kebutuhan masyarakat untuk mengurus IMB baru dilakukan setelah bangunan didirikan. Sedangkan apabila pemilik rumah didapati tidak menyediakan ruang terbuka hijau sesuai ketentuan, ijin tetap diberikan karena pertimbangan pemberian Ijin Mendirikan Bangunan lebih didasarkan pada terpenuhinya terhadap ke- 42 Jurnal EKOSAINS Vol. IV No. 3 November 2012

5 tentuan Garis Sempadan Jalan. Selain adanya Peraturan Daerah tersebut, sebelum terbit Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 sejatinya di Kabupaten Kudus telah mewajibkan setiap pemilik atau penghuni rumah untuk menghijaukan pekarangan yang dimilikinya melalui Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kudus Nomor 17 tahun 1998 tentang Pengaturan Penghijauan dan Pertamanan dalam Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus. Dalam Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kudus Nomor 17 tahun 1998 tentang Pengaturan Penghijauan dan Pertamanan dalam Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus tersebut pada pasal 4 telah tertuang ketentuan penyediaan vegetasi pada rumah tinggal yang dibedakan berdasarkan luasan kavling yang dimiliki. Meskipun Pemerintah Kabupaten Kudus sudah memiliki peraturan tersebut, namun pada saat penyuluhan yang terkait dengan penghijauan tidak disampaikan keberadaan peraturan yang mengatur penyediaan tanaman tersebut. Oleh sebab itu, masyarakat tidak mengetahui bahwa sebenarnya telah terdapat kewajiban dari pemilik rumah untuk menghijaukan tempat tinggalnya. Hal tersebut diperkuat dengan hasil wawancara dengan masyarakat Kelurahan Panjunan mengenai ketentuan penyediaan lahan terbuka maupun penyediaan tanaman di rumah tinggal. Masyarakat sebagian besar tidak mengetahui adanya ketentuan terhadap ruang terbuka di rumah tinggal. Adapun masyarakat yang mengetahui keberadaan ketentuan tersebut, ternyata juga tidak mengetahui bagaimana komposisi yang tepat sesuai aturan yang ada. Terkait penyediaan RTH, pemerintah daerah masih memprioritaskan kegiatan untuk RTH publik. Hal ini terlihat dari kegiatan yang dilaksanakan selama ini belum pernah menganggarkan kegiatan dengan target peningkatan RTH pivat rumah tinggal sebagai capaiannya. Sosialisasi terkait dengan IMB telah dilakukan oleh pemerintah daerah namun dalam pemberian sosialisasi terdapat beberapa hal yang menjadi kekurangan. Sosialisasi hanya menjadi kegiatan tahunan yang dilakukan bergiliran di tingkat kecamatan, dengan peserta kepala desa dan tokoh masyarakat. Di samping itu, aturan yang terkait dengan bangunan diberikan dalam satu paket dengan perizinan-perizinan lain sehingga menjadi tidak fokus. Jumlah peserta yang terbatas ditambah terlalu generalnya topik sosialisasi menyebabkan kurang efektifnya sosialisasi. Pemerintah kabupaten juga telah mengadakan penyuluhan terkait dengan penghijauan di tingkat kecamatan. Dalam penyuluhan tesebut diberikan materi tentang manfaat tanaman dengan peserta adalah kepala desa dan tokoh masyarakat termasuk perwakilan kelompok PKK. Kegiatan ini tidak dilaksanakan secara rutin tiap tahun, namun hanya ketika ada pendanaan dari pemerintah kabupaten. Pemberian informasi mengenai bagaimana cara mengisi seoptimal mungkin lahan pekarangan dan lahan kosong lainnya dengan berbagai jenis tanaman, baik ditanam langsung maupun ditanam dalam pot juga belum dilakukan. Padahal informasi untuk menyediakan tanaman pada lahan yang terbatas dalam rangka meningkatkan RTH privat rumah tinggal sangat diperlukan khususnya di kawasan perkotaan. Strategi Peningkatan RTH Privat Rumah Tinggal Strategi peningkatan RTH privat rumah tinggal dirumuskan berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan key persons dan hasil analisis AHP (Analytical Hierarchy Process). Tujuan, alternatif, dan kriteria strategi peningkatan RTH yang digunakan dalam AHP dirumuskan dari hasil survei dan diskusi dengan key persons yang berkompeten terhadap RTH. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan beberapa key persons yang Jurnal EKOSAINS Vol. IV No. 3 November

6 berkompeten di bidangnya dan didukung dengan hasil wawancara dengan masyarakat Panjunan, maka dapat dirumuskan permasalahan yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan RTH privat rumah tinggal, sebagai berikut: Belum adanya payung hukum yang kuat terhadap penyediaan RTH, khususnya RTH rumah tinggal. Kurangnya pemanfaatan lahan yang optimal agar fungsi lahan secara ekonomi, estetika, dan ekologi dapat terpenuhi Belum optimalnya informasi kepada masyarakat tentang keberadaan aturan penyediaan di rumah tinggal Pemikiran bahwa penyediaan tanaman di rumah tinggal lebih kepada fungsi sebagai penghias rumah, bukan terletak pada fungsi ekologisnya Masih rendahnya pengetahuan masyarakat dalam menyikapi lahan yang terbatas untuk tetap menyediakan ruang terbuka hijau Masih terbatasnya keberadaan tokoh masyarakat yang memberikan komitmen yang tinggi terhadap penghijauan kepada lingkungan sekitar Terpilihnya aspek ekologis sebagai Ketiadaan lembaga/instansi yang prioritas utama yang harus diperhatikan memberikan pendampingan khusus untuk dalam peningkatan RTH privat di rumah turut menata lingkungan rumah tinggal di tinggal mencerminkan bahwa kegiatan wilayah perkotaan. peningkatan RTH privat rumah tinggal sangat Berangkat dari permasalahan terse- erat kaitannya dengan masalah keber- 44 Jurnal EKOSAINS Vol. IV No. 3 November 2012 but, maka strategi peningkatan RTH dapat dipilah menjadi empat aspek utama yang menjadi hierarki strategi yang perlu dilakukan yaitu aspek ekologi, teknik, sosial kelembagaan, dan ekonomi. Urutan skala prioritas dari keempat aspek tersebut dilakukan melalui AHP. Analisis pendapat gabungan para responden key persons menunjukkan bahwa aspek ekologis merupakan aspek paling penting yang perlu dilakukan dalam peningkatan ruang terbuka hijau privat rumah tinggal di Kelurahan Panjunan. Hal ini didasarkan dari skor pada aspek ini yang merupakan skor tertinggi bila dibandingkan dengan ketiga aspek lainnya yaitu nilai bobot sebesar 0,321. Aspek berikutnya yang perlu diperhatikan adalah aspek sosial kelembagaan (nilai bobot 0, 284); aspek teknik (nilai bobot 0, 284) dan aspek ekonomi sebagai aspek terakhir (nilai bobot 0,142). Nilai inkonsistensi ratio 0,09 < 0,1 (batas maksimum) yang berarti hasil analisis tersebut dapat diterima. Hasil AHP secara lengkap untuk setiap aspek dapat dilihat pada Gambar 1: EKOLOGI,321 TEKNIK,253 SOSLEMB,284 EKONOMI,142 Inconsistency Ratio =0,09 Keterangan : Ekologi : Aspek Ekologi Teknik : Aspek Teknik Soslemb : Aspek Sosial Kelembagaan Ekonomi : Aspek Ekonomi Gambar 1. Aspek Peningkatan RTH Privat Rumah Tinggal

7 lanjutan lingkungan di kawasan perkotaan dalam keberadaannya untuk perlindungan kehidupan manusia. Hal yang menjadi implikasi yaitu dalam kegiatan peningkatan RTH privat harus mampu dilaksanakan secara berkelanjutan agar kawasan perkotaan tetap terjaga kelestariannya sehingga secara bersama-sama dengan keberadaan RTH publik mampu menciptakan suasana yang nyaman. Hasil analisis secara keseluruhan (overall) dengan AHP menunjukkan bahwa skala prioritas kriteria dan alternatif peningkatan RTH privat rumah tinggal di Kelurahan Panjunan dapat dilihat pada Gambar 2. Keterangan : BENFURTH : Sosialisasi bentuk dan fungsi ekologis (RTH) privat rumah tinggal TANLATAS : Penyuluhan tentang penanaman di lahan terbatas yang bermanfaat ekologis PERLABUK : Sosialisasi adanya peraturan tentang ketentuan lahan terbuka pada rumah tinggal ATAP : Sosialisasi peluang atap bangunan sebagai media tanam KAP ORTO : Peningkatan kapasitas organisasi/ perkumpulan / tokoh masyarakat RUBPIKIR : Perubahan pola pikir terhadap lahan terbatas KERJASAM : Kerjasama dengan stakeholder PERDARTH : Penyusunan Peraturan Daerah tentang TANAMEKO : Penananaman tanaman bernilai ekonomi I NSENDI S : Insentif pengurangan pajak dan penerapan disinsentif denda TANAM KAU : Penyediaan tanaman berdaya beli terjangkau Gambar 2. Prioritas Strategi Peningkatan RTH Privat Rumah Tinggal Jurnal EKOSAINS Vol. IV No. 3 November

8 46 Dari Gambar 2 terlihat tiga prioritas dalam strategi peningkatan RTH privat rumah tinggal yaitu (1) sosialisasi bentuk dan fungsi ekologis RTH privat rumah tinggal (bobot 0,166); (2) perubahan pola pikir terhadap lahan terbatas (bobot 0,146) dan; (3) sosialisasi adanya peraturan tentang ketentuan lahan terbuka pada rumah tinggal (bobot 0,130). Adanya sosialisasi bentuk dan fungsi ekologis RTH privat rumah tinggal masyarakat akan memberikan tambahan pengetahuan tentang apa saja yang dapat digolongkan sebagai RTH sehingga memanfaatkan potensi yang dimiliki di sekitar rumah tinggalnya untuk dapat dijadikan sebagai ruang terbuka hijau. Sosialisasi tentang fungsi-fungsi ekologis keberadaan ruang terbuka hijau perlu disampaikan sehingga masyarakat ketika menyediakan ruang terbuka hijau di tempat tinggalnya tidak hanya didasari atas fungsi non ekologis, namun juga fungsi ekologis. Kesadaran akan pentingnya keberadaan terhadap RTH perlu ditanamkan sehingga ketersediaannya tidak hanya didasari sebagai wahana rekreasi semata namun juga untuk ikut memenuhi kebutuhan manusia dalam upaya mewujudkan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya ruang terbuka hijau privat dapat menumbuhkan kecintaan terhadap tanaman karena keberadaannya sebagai bagian dari kebutuhan hidup manusia. Pengenalan terhadap tanaman yang memiliki fungsi ekologis tinggi perlu diberikan karena keberadaan tanaman di tempat tinggal diharapkan dapat menciptakan kualitas lingkungan yang lebih baik bagi tempat tinggal sehingga terasa nyaman. Salah satunya adalah menciptakan iklim yang lebih sejuk. Pada saat siang hari, udara panas yang dipicu banyaknya perkerasan jalan dan bangunan dapat dicegah oleh keberadaan pepohonan. Sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi pantulan dari bumi. Diperlukan suatu perubahan cara berpikir dari seluruh komponen masyarakat agar terbangun suatu kesadaran untuk bergerak membangun Kota Hijau melalui RTH privat, terutama RTH privat di tempat tinggal masing-masing. Harapan dari semua itu adalah tumbuhnya suatu kesadaran pada setiap elemen dalam masyarakat dalam menerapkan prinsip-prinsip kehidupan yang ramah lingkungan untuk skala yang lebih luas. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dengan analisis AHP, dapat disimpulkan bahwa alternatif strategi yang menjadi prioritas dalam peningkatan RTH rumah tinggal di Kabupaten Kudus adalah dari aspek ekologi dengan alternatif sosialisasi bentuk dan fungsi ekologis RTH privat rumah tinggal masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan RTH privat berkaitan erat dengan keberlanjutan lingkungan di kawasan perkotaan. Ucapan Terimakasih Penulis menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Kepala Pusat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Perencana-Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren-Bappenas) dan Bupati Kudus beserta jajarannya atas beasiswa dan kesempatan belajar yang diberikan, serta Redaksi Jurnal EKO- SAINS yang telah bersedia untuk menerbitkan makalah ilmiah ini. Daftar Pustaka Bappeda Kudus Rencana Aksi Kota Hijau Kabupaten Kudus. Pemerintah Kabupaten Kudus, Kudus. 12 p Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus Kecamatan Kota Kudus dalam Angka Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus dan Jurnal EKOSAINS Vol. IV No. 3 November 2012

9 Bappeda Kabupaten Kudus. Kudus.449 p. Bengston, D.N., J.O. Fletcher, and K.C. Nelson Public Policies For Managing Urban Growth and Protecting Open Space : Policy Instruments and Lessons Learned in The United States. Landscape and Urban Planning. 6 (9): scholar.googleusercontent.com/scholar?q=cache:hvt_ K4nWzDIJ:scholar.google. com/&hl=id&as_sdt=0. Diakses tanggal 10 April Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2008 tanggal 26 Mei 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan di Kawasan Perkotaan. Handayani, S Implikasi UU. No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang terhadap Penyediaan Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Terbuka Non Hijau di Provinsi DKI Jakarta. Buletin Tata Ruang Maret-April: Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. Jakarta. Hijraie, M Nilai Ruang Terbuka Hijau Pada Perumahan Perkotaan (Studi Kasus: Perumahan Graha Taman Bunga, Bukit Semarang Baru-Semarang). [Tesis]: Semarang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Mastuti, T.S., S. P. Hadi, dan S. Suryoko Kepedulian Masyarakat terhadap Fenomena Pemanasan Global (Studi Kasus Mahasiswa S1 Universitas Diponegoro), Buletin Sintesis. 15(1): Yayasan Dharma Agrika. Semarang Pemerintah Kabupaten Kudus. Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kudus Nomor 17 Tahun 1998 tentang Pengaturan Penghijauan dan Pertamanan dalam Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kudus. Pemerintah Kabupaten Kudus. Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Kudus Nomor 4 Tahun 2000 tentang Bangunan. Pemerintah Republik Indonesia. Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pontoh, N.K dan D. J. Sudrajat Hubungan Perubahan Penggunaan Lahan dengan Limpasan Air Permukaan: Studi Kasus Kota Bogor. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 16(3) : Saaty, T.L Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin: Proses Hierarkhi Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Wahab, D. E Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Permukiman (Studi Kasus di Kecamatan Demak Kabupaten Demak). [Tesis]: Semarang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Wikarta, E.K Alih Fungsi Pemanfaatan pada Kawasan Perkotaan di Pulau Jawa: Studi Kasus di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Majalah Geograi Indonesia. Volume 18(2): Fakultas Geograi Universitas Gajahmada.Yogyakarta. Jurnal EKOSAINS Vol. IV No. 3 November

ABSTRACT 1. PENGANTAR

ABSTRACT 1. PENGANTAR Pengetahuan Masyarakat Tentang Penyediaan Ruang Terbuka HijauPrivat Rumah Tinggal Di Kabupaten Kudus (Studi Kasus : Kelurahan Panjunan, Kudus) Ferlina Nurdiansyah 1, Azis Nur Bambang 2, dan Hartuti Purnaweni

Lebih terperinci

ABSTRAK 1. PENDAHULUAN

ABSTRAK 1. PENDAHULUAN Kajian Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Pemukiman Di Kampung Brambangan Dan Perumahan Sambak Indah, Purwodadi Yakub Prihatiningsih 1, Imam Buchori 2, Hadiyanto 3 1 Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan UNDIP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan adalah semua benda, daya serta kondisi, termasuk di dalamnya

I. PENDAHULUAN. Lingkungan adalah semua benda, daya serta kondisi, termasuk di dalamnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan adalah semua benda, daya serta kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah-perbuatannya, yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena pemanasan bumi, degradasi kualitas lingkungan dan bencana lingkungan telah membangkitkan kesadaran dan tindakan bersama akan pentingnya menjaga keberlanjutan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL Ingerid Lidia Moniaga & Fela Warouw Laboratorium Bentang Alam, Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

Kajian Perencanaan Infrastruktur Ruang Terbuka Hijau pada Perumahan Kota Terpadu Mandiri di Bungku Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah

Kajian Perencanaan Infrastruktur Ruang Terbuka Hijau pada Perumahan Kota Terpadu Mandiri di Bungku Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah Kajian Perencanaan Infrastruktur Ruang Terbuka Hijau pada Perumahan Kota Terpadu Mandiri di Bungku Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah Karlina 1 T.A.M. Tilaar 2, Nirmalawati 2 Mahasiswa Teknik

Lebih terperinci

Tindakan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Pemukiman Di Kota Purwodadi Yakub Prihatiningsih 1, Imam Buchori 2, Hadiyanto 3

Tindakan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Pemukiman Di Kota Purwodadi Yakub Prihatiningsih 1, Imam Buchori 2, Hadiyanto 3 Tindakan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Pemukiman Di Kota Purwodadi Yakub Prihatiningsih 1, Imam Buchori 2, Hadiyanto 3 1 Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan UNDIP 2 Staf Edukatif Magister Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara C193 Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan, Jakarta Utara Shella Anastasia dan Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota-kota di Indonesia kini tengah mengalami degradasi lingkungan menuju berkurangnya ekologis, akibat pembangunan kota yang lebih menekankan dimensi ekonomi

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR Oleh : Elfin Rusliansyah L2D000416 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMANFAATAN TAMAN KOTA OLEH MASYARAKAT KOTA BEKASI

OPTIMALISASI PEMANFAATAN TAMAN KOTA OLEH MASYARAKAT KOTA BEKASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota merupakan suatu pusat dari populasi yang luas serta padat penduduknya, juga merupakan tempat masyarakat untuk melakukan aktivitas ekonomi, sosial dan

Lebih terperinci

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN REVIEW : PP NO. 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UU NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG PERMENDAGRI NO. 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI 62 b a BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI Bahasan analisis mengenai persepsi masyarakat tentang identifikasi kondisi eksisting ruang terbuka di Kelurahan Tamansari,

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta) Hapsari Wahyuningsih, S.T, M.Sc Universitas Aisyiyah Yogyakarta Email: hapsariw@unisayogya.ac.id Abstract: This research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D 300 377 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan yang tipikal, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi sehingga

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian:

6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika. b. Hasil perhitungan berdasarkan status kepemilikan RTH eksisting: ha dengan pembagian: 6.1 Kesimpulan 6.1.1 Hasil Analisis RTH pada Kabupaten Mimika Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni antara lain : a. Berdasarkan UU No. 26/2007 standar Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan kependudukan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengabaikan masalah lingkungan (Djamal, 1997). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sering mengalami permasalahan kependudukan terutama kawasan perkotaan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kota adalah suatu wilayah yang akan terus menerus tumbuh seiring

PENDAHULUAN. Kota adalah suatu wilayah yang akan terus menerus tumbuh seiring 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah suatu wilayah yang akan terus menerus tumbuh seiring berjalannya waktu baik dari segi pembangunan fisik maupun non fisik. Secara fisik kota sedikit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh konversi lahan. Menurut Budiman (2009), konversi lahan disebabkan oleh alasan ekonomi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 47 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Pada Bagian ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum Kelurahan Tamansari yang diantaranya berisi tentang kondisi geografis dan kependudukan, kondisi eksisting ruang

Lebih terperinci

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan

Lebih terperinci

Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat

Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat Dewi R. Syahriyah, Nurhijrah, Saraswati Tedja, Dadang Hartabela, Saiful Anwar Program

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) 8 Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 ) (Sumber: Bapeda Kota Semarang 2010) 4.1.2 Iklim Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Semarang tahun 2010-2015, Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan RTH sangat penting pada suatu wilayah perkotaan. Disamping sebagai salah satu fasilitas sosial masyarakat, RTH kota mampu menjaga keserasian antara kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota adalah sebuah tempat dimana manusia hidup, menikmati waktu luang, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. Kota juga merupakan wadah dimana keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Hal ini penting sebab tingkat pertambahan penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR

INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR INVENTARISASI SERAPAN KARBON OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR Cesaria Wahyu Lukita, 1, *), Joni Hermana 2) dan Rachmat Boedisantoso 3) 1) Environmental Engineering, FTSP Institut Teknologi

Lebih terperinci

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA DILI TIMOR LESTE

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA DILI TIMOR LESTE Tesis RA092389 KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA DILI TIMOR LESTE JOSÉ MANUEL MANIQUIN 3208205003 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Rima Dewi Suprihardjo, M.I.P Ir. Putu Rudy Satiawan, MSc PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan hidup (Environment) dapat diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya dan keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya yaitu manusia dan

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN

Momentum, Vol. 11, No. 2, Okt 2015, Hal ISSN , e-issn KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA PACITAN Wiwik Handayani 1*, Gagoek Hardiman 1 dan Imam Buchari 1 1 Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro Semarang Jalan Imam Bardjo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

Optimalisasi ruang terbuka hijau untuk remaja: studi kasus empat ruang terbuka hijau di DKI Jakarta Anggraini Hendrawan

Optimalisasi ruang terbuka hijau untuk remaja: studi kasus empat ruang terbuka hijau di DKI Jakarta Anggraini Hendrawan Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Optimalisasi ruang terbuka hijau untuk remaja: studi kasus empat ruang terbuka hijau di DKI Jakarta Anggraini Hendrawan Deskripsi Dokumen:

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2012:Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Siti Sujatini, 2 Harry Susilo

Prosiding SNaPP2012:Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Siti Sujatini, 2 Harry Susilo Prosiding SNaPP2012:Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 PENINGKATAN PARTISIPASI WARGA UNTUK MEWUJUDKAN RUMAH DAN LINGKUNGAN SEHAT DI KELURAHAN PASEBAN JAKARTA PUSAT 1 Siti Sujatini, 2 Harry Susilo

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Indonesia memiliki luas lahan keseluruhan mencapai 661,52 berdampak kepada pertumbuhan permukiman. Menurut data statistik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan ruang terbuka hijau khususnya ruang terbuka hijau publik.

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan ruang terbuka hijau khususnya ruang terbuka hijau publik. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kota merupakan sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

Analisis Ketersediaan Dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Pusat Pelayanan Kota (Studi Kasus Kecamatan Palu Timur, Kota Palu)

Analisis Ketersediaan Dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Pusat Pelayanan Kota (Studi Kasus Kecamatan Palu Timur, Kota Palu) Analisis Ketersediaan Dan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Pada Kawasan Pusat Pelayanan Kota (Studi Kasus Kecamatan Palu Timur, Kota Palu) ANDI CHAIRUL ACHSAN 1* 1. Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk suatu kota dimana memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk suatu kota dimana memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan bagian penting dari struktur pembentuk suatu kota dimana memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB I. Dewasa ini, tata ruang wilayah menjadi salah satu tantangan pada. penduduk yang cukup cepat juga. Pertumbuhan penduduk tersebut berimbas

BAB I. Dewasa ini, tata ruang wilayah menjadi salah satu tantangan pada. penduduk yang cukup cepat juga. Pertumbuhan penduduk tersebut berimbas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, tata ruang wilayah menjadi salah satu tantangan pada perkembangan sebuah kota. Perkembangan kota menunjukkan daerah terbangun makin bertambah luas sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan terjadinya penurunan kwantitas ruang terbuka publik,

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan terjadinya penurunan kwantitas ruang terbuka publik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecenderungan terjadinya penurunan kwantitas ruang terbuka publik, terutama ruang terbuka hijau (RTH) pada 30 tahun terakhir sangat signifikan. Di kota-kota besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No. 21 - Bogor GAMBARAN UMUM P2KH merupakan inisiatif untuk mewujudkan Kota Hijau secara inklusif dan komprehensif yang difokuskan pada 3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pembangunan dan pengembangan suatu kota berjalan sangat cepat, sehingga apabila proses ini tidak diimbangi dengan pengelolaan lingkungan hidup dikhawatirkan akan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997). Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU. WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO Ristanti Konofo 1, Veronica Kumurur 2, & Fella Warouw 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado 2 & 3 Staf

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALYSIS OF PUBLIC GREEN OPEN SPACE IN BITUNG CITY Alvira Neivi Sumarauw Jurusan Perencanaan Wilayah, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi dengan alam sekelilingnya atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan zaman,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan tentang Penataan Ruang di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Diamanatkan dalam Undang-Undang tersebut bahwa

Lebih terperinci

Sustainable Waterfront Develepmont sebagai Strategi Penataan Kembali Kawasan Bantaran Sungai

Sustainable Waterfront Develepmont sebagai Strategi Penataan Kembali Kawasan Bantaran Sungai TEMU ILMIAH IPLBI 2014 Sustainable Waterfront Develepmont sebagai Strategi Penataan Kembali Kawasan Bantaran Sungai Christy Vidiyanti Mahasiswa Magister Arsitektur Alur Riset 2013/Arsitektur, Sekolah Arsitektur,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH

PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH PEMERINTAH KOTA CIREBON BADAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH Alamat : Bappeda Kota Cirebon Jalan Brigjend Dharsono Bypass Cirebon 45131 Telp. (0231) 203588 GEMAH RIPAH LOH JINAWI PENGUMUMAN PENGAJUAN

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT PERKOTAAN DALAM MENYEDIAKAN RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT RUMAH TINGGAL DI KABUPATEN KUDUS (STUDI KASUS: KELURAHAN PANJUNAN, KUDUS)

PERILAKU MASYARAKAT PERKOTAAN DALAM MENYEDIAKAN RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT RUMAH TINGGAL DI KABUPATEN KUDUS (STUDI KASUS: KELURAHAN PANJUNAN, KUDUS) PERILAKU MASYARAKAT PERKOTAAN DALAM MENYEDIAKAN RUANG TERBUKA HIJAU PRIVAT RUMAH TINGGAL DI KABUPATEN KUDUS (STUDI KASUS: KELURAHAN PANJUNAN, KUDUS) T Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Arti Penting Kasus Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan pada satu kawasan yang diperuntukan untuk penghijauan

Lebih terperinci

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung

Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung Reka Geomatika No.1 Vol. 2016 14-20 ISSN 2338-350X Maret 2016 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Geodesi Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau FERI NALDI, INDRIANAWATI Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I merupakan pendahuluan yang merupakan framework dari penyusunan laporan ini. Pada bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Dibahas pula ruang lingkupnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ruang terbuka merupakan ruang publik yang digunakan masyarakat untuk berinteraksi, berolahraga, dan sebagai sarana rekreatif. Keberadaan ruang terbuka juga bermanfaat

Lebih terperinci

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak 1 TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU () PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak pada dasarnya merupakan potensi sumberdaya alam hayati yang memiliki peranan fungsi jasa

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA KORIDOR JALAN JENDRAL SUDIRMAN KOTA SINGKAWANG TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA KORIDOR JALAN JENDRAL SUDIRMAN KOTA SINGKAWANG TUGAS AKHIR 120 ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA KORIDOR JALAN JENDRAL SUDIRMAN KOTA SINGKAWANG TUGAS AKHIR Oleh : DWI FITRI SASMITA L2D 605 190 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci