AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL"

Transkripsi

1 AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN CHAIRUL. D Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Dra. Masniari Poeloengan, MS Penggunaan antibiotik pada manusia dan hewan menyebabkan munculnya mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik. Resistensi ini menjadi masalah yang sangat pe nting sehingga perlu dicari alternatif bahan pengganti antibiotik yang aman untuk digunakan dan efektif dalam membunuh mikroorganisme. Putih telur diketahui memiliki daya antimikroba (bakterisidal) terhadap mikroorganisme tertentu karena terkandung substansi antimikroba di dalamnya yaitu lisozim, avidin, conalbumin dan apoprotein sehingga dapat digunakan sebagai alternatif cara untuk menggantikan antibiotik dalam pengobatan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme khususnya bakteri patogen. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor dari bulan Juni-Agustus Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial 4 x 5 dengan tiga kali ulangan. Perlakuan pertama yaitu putih telur yang berasal dari jenis unggas berbeda yaitu telur ayam ras, ayam buras, puyuh, itik; dan perlakuan kedua adalah konsentrasi telur yang berbeda yaitu 60, 70, 80, 90 dan 100 %. Data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan analisa sidik ragam (ANOVA / Analysis of Variance) dan apabila interaks i antara putih telur dari jenis unggas yang berbeda dengan konsentrasi putih telur berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Least Squares Means (LSM). Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode difusi sumur dengan menggunakan bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis (bakteri gram positif) serta bakteri Escherichia coli, Salmonella typhimuriu m (bakteri gram negatif) sebagai bakteri uji serta putih telur dari beberapa jenis unggas (ayam ras, ayam buras, itik, dan puyuh) sebagai bahan uji. Perbedaan dinding sel dari bakteri Gram positif dan Gram negatif menyebabkan respon yang berbeda terhadap daya penghambatan dari zat antimikroba yang terdapat di dalam putih telur. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa bakteri Staphylococcus aureus memiliki sensitivitas yang paling besar terhadap putih telur dari telur ayam ras pada konsentrasi 100 % ditunjukkan dengan zona hambat yang berbeda sangat nyata (p<0,01), sedangkan bakteri Staphylococcus epidermidis memiliki sensitivitas yang paling besar terhadap putih telur dari telur itik, puyuh dan ayam ras pada konsentrasi 100 % ditunjukkan dengan zona hambat yang berbeda sangat nyata (p<0,01). Bakteri gram negatif (Escherichia coli dan Salmonella typhimurium) tidak menunjukkan sensitivitas terhadap putih telur dari keempat bangsa unggas. Semakin besar konsentrasi putih telur yang digunakan, maka semakin besar zona hambat terhadap bakteri uji yang didapatkan. Kata-kata kunci: aktivitas antimikroba, putih telur, metode sumur, konsentrasi

3 ABSTRACT Antimicrobial Activity of Albumen from Different Poultry Breeds on Gram-Positive and Gram-Negative Bacteria Chairul, R. R. A. Maheswari, and M. Poeloengan The aim of this research was to evaluate antimicrobial activity of albumen from breed chicken, non breed chicken, duck and quail on Gram-positive bacteria (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis) and Gram-negative bacteria (Escherichia coli, Salmonella typhimurium). Albumen had antimicrobial effect to bacteria because it had antimicrobial substances such as lysozyme, conalbumin, avidin, and apoprotein. The concentrations of albumen that used in this research were 60, 70, 80, 90, and 100 %. Results that obtained from the well assay susceptibility test showed that albumen inhibited growth of testing bacteria especially Grampositive bacteria. Gram-negative bacteria had no showed any antimicrobial effects at the tested concentration. The differences of cell wall between Gram-positive and Gram-negative bacteria may caused different inhibition. The test bacteria showed different degrees of susceptibility to the albumen concentrations such as 100 % for Staphylococcus aureus and 60, 70, 80, 90, and 100 % for Staphylococcus epidermidis. Staphylococcus aureus had the biggest sensitivity to breed chicken s albumen by showing significant different (p<0,01) in transparent zone around well on 100 % concentration. Meanwhile, Staphylococcus epidermidis had the biggest sensitivity to duck, quail and breed chicken s albumen by showing significant different (p<0,01) in transparent zone around well on 100 % concentration. The bigger inhibition zone diameter, the more sensitive the testing bacteria were. Keywords: antimicrobial activity, albumen, well diffusion method, concentration

4 AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Oleh : Chairul D PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 Judul : Nama : AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF Chairul NRP : D Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II (Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA) (Dra. Masniari Poeloengan, MS) NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur.Sc) NIP Tanggal lulus: 2 Februari 2006

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 14 September 1983 di Sungailiat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Kamaludin Sitompul dan Yulinda Sari Siregar. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari Tama n Kanak-Kanak Harapan Sungailiat ( ), Sekolah Dasar Harapan Sungailiat ( ), Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Sungailiat ( ) dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Sungailiat ( ). Penulis kemudian masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2001 dan terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis aktif dalam berbagai perhimpunan mahasiswa seperti Himaproter (Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak) periode , ISBA (Ikatan Mahasiswa Bangka) Bogor periode , IAAS (International Association of Students in Agriculture and Related Sciences) Local Committee IPB periode Penulis pernah menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Dasar Mikrobiologi Hasil Ternak (2003), Dasar Teknologi Hasil Ternak (2003) dan Mikrobiologi Hasil Ternak (2004). Selama masa kuliah, penulis mendapatkan beasiswa dari (PPA) Peningkatan Prestasi Akademik ( ), Indocement ( ), PT Timah Tbk (2005). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian selama dua bulan dengan judul Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif, di bawah bimbingan Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA dan Dra. Masniari Poeloengan, MS.

7 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir yang menjadi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Skripsi ini disusun untuk da pat memberikan informasi mengenai kemampuan antimikroba pada putih telur ayam ras, ayam buras, itik dan puyuh secara in vitro terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis) dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli, Salmonella typhimurium). Penelitian ini sangat menarik Penulis untuk diwujudkan mengingat semakin banyak perhatian diberikan pada food safety yang banyak memberikan persyaratan yang intinya menjamin pada keselamatan konsumen. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga Penulis tetap membuka diri untuk segala masukan yang menunjang hasil penelitian ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberi manfaat kepada Penulis sendiri dan bagi pihak yang memerlukan. Kepada semua pihak, khususnya pembimbing skripsi yang telah menyumbangkan ide -idenya dalam penyusunan skripsi ini Penulis mengucapkan terima kasih. Bogor, Februari 2006 Penulis

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belaka ng... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Telur... 3 Putih Telur... 3 Bakteri Patogen... 5 Staphylococcus aureus... 5 Staphylococcus epidermidis... 6 Escherichia coli... 7 Salmonella typhimurium... 8 Dinding Sel... 9 Antimikroba METODE Lokasi dan Waktu Materi Bahan Alat Rancangan Prosedur Pembuatan Larutan Pengencer Pembuatan Media Mueller Hinton Agar Persiapan Suspensi Bakteri Uji Pengujian Kemampuan Antagonistik Putih Telur HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Uji Staphylococcus aureus i iii vi vii viii x xi xii

9 Staphylococcus epidermidis Escherichia coli Salmonella typhimurium Mekanisme Penghambatan Antimikroba Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 30

10 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Perbedaan Susunan Protein dan Lemak pada Telur dari Beberapa Jenis Unggas Jenis, Jumlah dan Karakteristik Protein dalam Putih Telur Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus epidermidis terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhimurium terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi... 22

11 Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bakteri Staphylococcus aureus Bakteri Staphylococcus epidermidis Bakteri Escherichia coli Bakteri Salmonella typhimurium Dinding Sel Bakteri (a) Gram Positif dan (b) Gram Negatif serta Struktur Membran Plasma Lipopolisakarida (LPS) dari bakteri Gram Negatif Cara Pengukuran Aktivitas Antimikroba Kemampuan Antagonistik (a) Putih Telur Puyuh dan (b) Putih Telur Itik terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda dengan Konsentrasi Putih Telur yang Berbeda terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus aureus Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda dengan Konsentrasi Putih Telur yang Berbeda terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus epidermidis... 21

12 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil Analisis Sidik Ragam Interaksi antara Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda -beda terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Hasil Uji Least Squares Means Interaksi antara Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda -beda terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Hasil Analisis Sidik Ragam Interaksi antara Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda-beda terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis Hasil Uji Least Squares Means Interaksi a ntara Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas dengan Konsentrasi Berbeda-beda terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis... 32

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Foodborne diseases atau lebih dikenal sebagai keracunan makanan dapat disebabkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus, bakteri, dan protozoa. Meskipun di Indonesia kasus-kasus penyakit asal pangan belum te rcatat dengan lengkap datanya, namun kasus keracunan pangan bisa disebut sebagai fenomena gunung es karena pangan dikonsumsi setidaknya tiga kali sehari. Mengingat di negara maju yang bersanitasi tinggi masih melaporkan mikroorganisme patogen sebagai penyebab utama kasus penyakit asal pangan, bisa diasumsikan bahwa kemungkinan besar di Indonesia pun banyak penyakit yang didominasi mikroorganisme patogen asal pangan (foodborne pathogen). Salah satu cara yang ditetapkan untuk mengobati penyakit asal bakteri patogen adalah penggunaan antibiotik yaitu suatu produk metabolik yang dihasilkan oleh organisme tertentu yang dalam jumlah sangat kecil bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme lain (Hadioetomo et al., 1988). Penggunaan antibiotik dengan jenis yang sama secara terus menerus dapat menimbulkan implikasi menurunkan daya kerja obat serta dapat menimbulkan resistensi. Adanya resistensi bakteri terhadap antibiotik banyak menimbulkan masalah dan kerugian baik dari segi medis maupun ekonomis. Alternatif pengobatan terhadap berbagai penyakit tanpa menggunakan antibiotik yang mudah didapat, murah serta mudah diaplikasikan dan tidak menyebabkan resiko pada konsumen perlu dicari dan dipelajari. Salah satunya adalah pemanfaatan antimikroba alami seperti yang terdapat dalam putih telur yang mengandung sejumlah komponen antimikroba. Ayres et al. (1980) menyatakan, bahwa antimikroba dalam putih telur terdiri atas lysozyme, conalbumin, avidin dan apoprotein. Telur unggas mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Jenis telur unggas yang banyak tersedia di pasaran adalah telur ayam ras, ayam buras, itik, dan puyuh karena jenis unggas tersebut banyak dipelihara oleh peternak baik secara ekstensif maupun intensif. Beberapa kasus keracunan pangan yang akhir-akhir ini merebak di Indonesia, mendapatkan beberapa bakteri patogen yang bertanggung jawab sebagai penyebabnya, dengan yang paling sering diisolasi adalah Staphylococcus sp.,

14 Escherichia coli dan Salmonella typhimurium. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan mikroba flora normal yang terdapat pada permukaan tubuh, seperti pada permukaan kulit, rambut, hidung, mulut dan tenggorokan. Kebanyakan galur Staphylococcus aureus bersifat patogen serta banyak mencemari pangan karena tindakan yang tidak higiene dalam penanganan pangan. Escherichia coli dan Salmonella typhimurium merupakan mikroba patogen yang banyak menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia, keduanya menyebabkan penyakit dengan gejala gastroenteritis. Hal inilah yang mendasari pentingnya penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk mendapatkan informasi (a) kemampuan antimikroba dari putih telur berbagai bangsa unggas, serta (b) sensitivitas bakteri uji terhadap putih telur. Perumusan Masalah Penggunaan antibiotik pada manusia dan hewan dalam berbagai keperluan menyebabkan munculnya mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik. Resistensi ini menjadi masalah yang sangat penting sehingga perlu dicari alternatif bahan pengganti antibiotik yang aman untuk digunakan dan efektif dalam membunuh mikroorganisme. Putih telur diketahui memiliki daya antimikroba yang bersifat bakterisidal terhadap mikroorganisme tertentu karena terkandung substansi antimikroba alami di dalamnya. Penggunaan putih telur sebagai antimikroba menjadi alternatif cara untuk (a) menggantikan antibiotik dalam pengobatan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme khususnya bakteri patogen, serta (b) dapat digunakan sebagai bahan pengawet pangan, khususnya pada produk asal ternak, dengan tujuan mencegah kontaminasi atau kerusakan pangan oleh bakteri patogen sehingga dapat mempertahankan keamanan pangan produk. Tersedianya telur dari berbagai jenis unggas di pasaran menarik untuk dipelajari tentang kemampuan dari putih telur yang dikandungnya dalam menghambat bakteri baik Gram positif maupun Gram negatif. Tujuan Mempelajari kemampuan antimikroba pada putih telur ayam ras, ayam buras, itik dan puyuh secara in vitro terhadap bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis) dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli, Salmonella typhimurium).

15 TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti protein dengan asam amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral serta memiliki daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Telur juga sebagai sumber protein kualitas tinggi dengan kalori rendah serta mengandung beberapa nutrisi penting lainnya termasuk asam folat, kolin, besi, selenium dan vitamin A, B, D, E, dan K. Selain itu juga telur sangat bagus sebagai sumber antioksidan (karotenoid, lutein, zeaxantin) (Davis dan Reeves, 2002). Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan, bahwa struktur fisik telur dapat dibagi menjadi tiga bagian utama dengan persentase kurang lebih secara berturutturut dari bagian yang paling luar yaitu kerabang telur sebesar 12,3%, putih telur 55,8% dan kuning telur 31,9%. Komponen kimia telur terbesar adalah air (72,8-75,6%) diikuti oleh protein (12,8-13,4%) dan lemak (10,5-11,8%). Komposisi tersebut menunjukkan bahwa telur memiliki gizi yang tinggi (Stadelman dan Cotterill, 1977). Menurut Winarno dan Koswara (2002), telur dari beberapa jenis unggas memiliki fungsi yang sama, yaitu menyediakan kebutuhan hidup makhluk baru. Oleh sebab itu komposisi telur-telur unggas tersebut hampir sama. Perbedaan komposisi kimia antar spesies terutama terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang dikandungnya, yang umumnya dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan lingkungannya. Putih Telur Putih telur terdapat di antara kulit telur dan kuning telur. Putih telur sering disebut albumin, berasal dari kata albus yang artinya putih. Sebanyak kurang lebih 40% dari putih telur segar terdiri atas cairan kental, sisanya berupa bahan setengah padat. Putih telur terdiri atas empat bagian, berturut-turut dari bagian luar sampai bagian dalam adalah lapisan putih telur encer, lapisan putih telur yang kental, lapisan putih telur yang encer bagian dalam dan lapisan kalaza (Sarwono, 1994). Menurut Roma noff dan Romanoff (1963), putih telur yang mengelilingi kuning telur merupakan bagian yang terbesar dari telur utuh yaitu sekitar 60%.

16 Perbedaan susunan protein dan lemak pada telur dari beberapa jenis unggas dapat dilihat pada Tabel 1. Warna jernih atau kekuningan pada putih telur disebabkan oleh pigmen ovoflavin. Kandungan air putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian lainnya sehingga selama penyimpanan bagian inilah yang paling mudah rusak. Kerusakan ini terjadi terutama disebabkan oleh keluarnya air dari serabut ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur. Tabel 1. Perbedaan Susunan Protein dan Lemak pada Telur dari Beberapa Jenis Unggas Jenis Unggas Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Ayam ras 12,7 11,3 0,9 1,0 Ayam buras 13,4 10,3 0,9 1,0 Itik 13,3 14,5 0,7 1,1 Angsa 13,9 13,3 1,5 1,1 Merpati 13,8 12,0 0,8 0,9 Kalkun 13,1 11,8 1,7 0,8 Puyuh 13,1 11,1 1,0 1,1 Sumber: Listiyowati dan Roospitasari (1992) Abu (%) Komponen utama dari putih telur adalah air dan protein. Protein putih telur dalam keadaan tidak berikatan dengan lemak, terdiri atas protein serabut yaitu ovomucin dan protein globular yaitu ovalbumin, conalbumin, ovomucoid, lysozyme, flavoprotein, ovoglobulin, ovoinhibitor dan avidin (Powrie, 1984). Jenis, jumlah dan karakteristik protein dalam putih telur dapat dilihat pada Tabel 2. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), selama bertahun-tahun telah diketahui bahwa bakteri yang tumbuh pada putih telur akan mengalami gangguan. Hal ini dapat terjadi karena dala m putih telur terkandung substansi tertentu yang memiliki aktivitas antimikroba. Faktor antimikroba dalam putih telur terdiri atas lysozyme, conalbumin, avidin dan apoprotein (Ayres et al., 1980). Keberadaan antimikroba dalam putih telur sangat diperlukan karena akan berfungsi sebagai pelindung bagi embrio terhadap gangguan, khususnya yang berasal dari mikroorganisme patogen.

17 Tabel 2. Jenis, Jumlah dan Karakteristik Protein dalam Putih Telur Protein Jumlah relatif dalam putih telur -(%) - Titik isoelektrik Berat molekul Karakteristik Ovalbumin 54 4, Pospoglikoprotein Conalbumin 13 6, Mengikat logam khususnya besi Ovomucoid 11 3,9-4, Menghambat tripsin Lysozyme 3,5 10, Menghancurkan beberapa bakteri G2 globulin 4 5, G3 globulin 4 5,8 - - Ovomucin 1,5 - - Sialoprotein Flavoprotein 0,8 4, Mengikat riboflavin Ovoglycoprotein 0,5 3, Sialoprotein Ovomacroglobulin 0,5 4,5-4, Ovoinhibitor 0,1 5, Menghambat beberapa protease Avidin 0,05 9, Mengikat biotin Sumber: Stadelman dan Cotterill (1977) Bakteri Patogen Penyakit yang berasal dari makanan atau dikenal food borne diseases dapat disebabkan oleh bakteri dan dipindahsebarkan melalui makanan menurut salah satu dari dua mekanisme yaitu: (1) bakteri yang terdapat dalam makanan menginfeksi inang sehingga menyebabkan penyakit asal makanan; (2) bakteri mengeluarkan eksotoksin dalam makanan dan menyebabkan mabuk makanan atau keracunan makanan bagi yang memakannya (Hadioetomo, 1982). Cara penularan penyakit oleh bakteri pada manusia dibedakan menjadi (1) intoksikasi yaitu makanan mengandung toksin yang dihasilkan bakteri yang tumbuh di dalam makanan tersebut, dan (2) infeksi yaitu penyakit yang disebabkan oleh masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan adanya reaksi dari tubuh terhadap keberadaan atau metabolit-metabolit yang dihasilkan bakteri selama tumbuh di dalam tubuh (Frazier dan Westhoff, 1988). Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus dengan diameter 0,7-0,9 ì m dan termasuk famili Micrococcaceae (Gambar 1). Bakteri ini tumbuh secara anaerobik fakultatif, tidak berkapsul, tidak motil dan tidak membentuk spora. Kumpulan sel-selnya menyerupai buah anggur. Bakteri ini masih

18 dapat tumbuh pada a w 0,86 dan mempunyai a w optimum pada 0,990-0,995. Suhu optimum pertumbuhannya adalah o C (Fardiaz, 1983). Gambar 1. Bakteri Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus adalah organisme yang biasanya terdapat di berbagai bagian tubuh manusia termasuk hidung, tenggorokan dan kulit. Bakteri ini mempunyai sifat mudah mengkontaminasi makanan (Pelczar dan Chan, 1988). Staphylococcus aureus memproduksi enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan. Ada enam macam enterotoksin yang diproduksi dalam makanan yaitu enterotoksin A, B, C1, C2, D, dan E. Enterotoksin A paling banyak ditemui sebagai penyebab keracunan makanan dengan akibat terjadinya inflamasi pada kelenjar usus atau gastroenteritis (Fardiaz, 1983). Keracunan pangan stapilokokal disebabkan oleh Staphylococci (khususnya Staphylococcus aureus) yang tumbuh di dalam bahan pangan dan membentuk enterotoksin sebagai produk metabolitnya. Gejala -gejala keracunan yang ditimbulkan adalah mual, muntah, kram perut, dan diare. Gejala keracunan ini terjadi antara 1-8 jam (biasanya 2-4 jam) setelah mengkonsumsi bahan pangan yang telah terkontaminasi (Parker, 2000). Staphylococcus epidermidis Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat dengan diameter 0,5-0,6 ìm, sering berbentuk tunggal, pasangan, dan kelompok yang tidak beraturan (Gambar 2). Koloni pada media padat berbentuk bundar, konveks, dengan permukaan licin atau bergranula sedikit dan tepinya tidak beraturan

19 sedikit atau seluruhnya. Biasanya, koloni me nghasilkan pigmen putih atau kuning, kadang-kadang oranye, tapi sangat jarang berwarna ungu (Holt et al., 1994). Gambar 2. Bakteri Staphylococcus epidermidis Staphylococcus epidermidis memiliki sifat fakultatif anaerobik dengan suhu pertumbuhan optimum o C, tetapi bakteri ini masih dapat tumbuh pada suhu 45 o C dan sering terdeteksi pada suhu 10 o C. Staphylococcus epidermidis biasanya terdapat di alam, tetapi lebih sering ditemukan di kulit dan membran mukosa manusia dan hewan. Beberapa strain dapat bersifat patogen utama, tapi beberapa menunjukkan hubungan komensalisme (Mitsuoka, 1990). Escherichia coli Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, termasuk ke dalam famili Enterobacteriaceae, berdiameter 1,1-1,5 ìm x 2,0-6,0 ì m, batang lurus, motil dengan flagelum peritrikus atau non motil (Gambar 3), tumbuh dengan mudah pada medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan, 1988). Escherichia coli disebut koliform fekal karena ditemukan di dalam saluran usus hewan dan manusia, sehingga sering terdapat di dalam feses. Bakteri ini sering digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran (Fardiaz, 1992). Berdasarkan gejala dan karakteristik penyakit yang ditimbulkan, Escherichia coli dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu enteroaggregatif Escherichia coli (EaggEC), enterohemoragik Escherichia coli (EHEC), enteroinvasif Escherichia coli (EIEC), enteropatogenik Escherichia coli (EPEC), dan enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC) (Jay, 1997). Beberapa jenis Escherichia coli dapat bersifat patogen, yaitu serotipe -serotipe yang masuk dalam golongan Escherichia coli

20 enteropatogenik, Escherichia coli enteroinvasif, Escherichia coli enterotoksigenik, dan Escherichia coli enterohemoragik (Dewanti, 2003). Gambar 3. Bakteri Escherichia coli Salmonella typhimurium Salmonella typhimurium merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang dengan diameter 1,0-1,5 ìm, berbentuk tunggal, motil dengan flagelum peritrikus (Gambar 4). Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu antara 5-47 o C dengan suhu optimum o C. Nilai ph optimum untuk pertumbuhannya berkisar antara 6,5-7,5 sedangkan a w optimum untuk pertumbuhannya adalah 0,945-0,999 (Fardiaz, 1983). Bakteri ini menghasilkan asam hasil fermentasi dari glukosa, maltosa, manitol dan sorbitol, serta menggunakan sitrat sebagai sumber karbon, tidak dapat memfermentasi salisin, sukrosa dan laktosa. Salmonella typhimurium merupakan salah satu spesies Salmonella sp yang cukup resisten terhadap asam (Jay, 1978). Gambar 4. Bakteri Salmonella typhimurium

21 Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi yang jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonelosis. Gejala salmonelosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis yang disebabkan oleh Salmonella typhimurium. Salmonella tidak selalu menimbulkan perubahan dalam warna, bau, maupun rasa pada makanan yang terkontaminasinya. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam makanan semakin besar kemungkinan timbulnya gejala infeksi pada orang yang menelan makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri Salmonella (Jay, 1978). Dinding Sel Bakteri Lay da n Hastowo (1992) menyatakan, bahwa dinding sel bakteri Gram negatif merupakan struktur berlapis yaitu berupa lipoprotein, lipopolisakarida dan peptidoglikan. Bakteri Gram negatif memiliki sistem seleksi terhadap zat-zat asing yaitu pada lapisan lipopolisakarida (Branen dan Davidson, 1993). Dinding sel bakteri Gram positif hanya memiliki satu lapis yang tebal yaitu peptidoglikan. Struktur lain dari dinding sel bakteri Gram positif yaitu asam teikoat yang merupakan polisakarida bersifat asam dan mengandung ulangan rantai gliserol atau ribitol. Meskipun struktur dari bakteri Gram positif dan Gram negatif berbeda, tetapi susunan kimia dari dinding sel bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Perbedaan dalam struktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif dapat dilihat pada Gambar 5. (a) Dinding sel bakteri Gram positif

22 (b) Dinding sel bakteri Gram negatif Gambar 5. Dinding Sel Bakteri (a) Gram positif dan (b) Gram negatif serta Struktur Membran Plasma Menurut Lay dan Hastowo (1992), lapisan membran luar yang meliputi peptidoglikan menyebabkan dinding sel bakteri Gram negatif kaya akan lipida (11-22%). Lipida yang terdapat dalam lapisan membran luar terdiri atas polisakarida dan protein. Lipida dan polisakarida ini saling berikatan erat satu dengan lainnya dan membentuk struktur khas yang disebut lipopolisakarida atau LPS (Gambar 6). Fungsi dari lipopolisakarida (LPS) adalah (1) penahan pertama, jika terdapat bahan yang akan masuk ke dalam sel karena bahan tersebut harus melalui lapisan ini,(2) pada ruangan periplasma memiliki protein pengikat yang bukan merupakan enzim akan tetapi memiliki sifat mengikat ke suatu zat tertentu, (3) penahan yang bersifat impermeabel terhadap enzim yang berperan dalam pertumbuhan dinding sel, serta (4) LPS bersifat toksin (endotoksin) yang merupakan bagian dari sel dan hanya dilepaskan sewaktu lisis (Lay dan Hastowo, 1992). Gambar 6. Lipopolisakarida (LPS) dari Bakteri Gram Negatif

23 Antimikroba Antimikroba adalah suatu senyawa kimia khas yang dihasilkan oleh organisme hidup termasuk struktur analoginya yang dibuat secara sintetik yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih mikroorganisme (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Senyawa antimikroba adalah senyawa kimia atau biologis yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Pelczar dan Reid,1979). Berdasarkan perbedaan sensitivitas terhadap mikroba, antimikroba dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu antimikroba berspektrum luas, artinya antimikroba tersebut mampu menghambat sejumlah besar bakteri Gram positif, Gram negatif dan mikoplasma. Ke lompok kedua yaitu antimikroba berspektrum se mpit, artinya antimikroba tersebut hanya mampu menghambat terhadap mikroba tertentu saja (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Menurut Setiabudy dan Gan (1995), mekanisme kerja antimikroba terhadap mikroba dibagi dalam lima kelompok, yaitu: a) antimikroba yang mengganggu metabolisme sel mikroba, yaitu dengan menghambat pembentukan asam folat yang merupakan zat yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Contohnya adalah trimetoprim dan golongan sulfonamid; b) antimikroba yang menghambat sintesa dinding sel mikroba, yaitu dengan menghambat pembentukan polipeptidoglikan yang merupakan komponen penting dari dinding sel mikroba. Contohnya adalah penisilin dan sefalosporin; c) antimikroba yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba, yaitu dengan merusak permeabilitas selektif dari membran sel tersebut. Contohnya adalah polimiksin dan golongan polien; d) antimikroba yang menghambat sintesa protein sel mikroba yang berlangsung di ribosom. Contohnya adalah golongan tetrasiklin, kloramfenikol dan eritromisin; dan e) antimikroba yang menghambat sintesa asam nukleat sel mikroba, yaitu dengan menghambat DNA girase yang berfungsi dalam penataan kromosom sel mikroba. Contohnya adalah enrofloksasin.

24 Menurut Fardiaz (1992), zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Komponen suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain konsentrasi zat pengawet, waktu penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis, umur, konsentrasi dan keadaan mikroba ), dan sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, ph, jenis senyawa di dalamnya (Frazier dan Westhoff, 1988). Zat-zat yang digunakan sebagai antimikroba harus memiliki beberapa kriteria ideal antara lain tidak bersifat racun bagi bahan pangan, ekonomis, tidak menyebabkan perubahan cita rasa dan aroma makanan, tidak mengalami penurunan aktifitas karena adanya komponen tertentu dalam bahan pangan, tidak menyebabkan timbulnya galur yang resisten dan sebaiknya membunuh daripada hanya menghambat pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff, 1988).

25 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor dari bulan Juni 2005 sampai dengan bulan Agustus Materi Bahan Bahan yang digunakan yaitu telur dari beberapa jenis unggas umur 1-2 hari (telur ayam ras berasal dari peternakan Bapak Haji Ujang di Cibeureum Bogor, telur puyuh berasal dari peternakan BESTARI di Dramaga Bogor, telur ayam buras dan telur itik berasal dari Balai Penelitian Ternak di Ciawi Bogor) yang diambil putih telurnya sebagai sumber antimikroba, bakteri uji (Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Salmonella typhimurium dan Escherichia coli) kultur umur 24 jam yang merupakan koleksi dari Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor, Mueller Hinton Agar, alkohol, akuadestilata, larutan Buffer Pepton Water. Alat Alat yang digunakan yaitu timbangan analitik, cawan Petri, Bunsen, sengkelit (Ose), tabung reaksi berulir, vortex, inkubator, autoklaf, mikropipet, alat pelubang (cork borer), rak tabung, gelas piala, Erlenmeyer, kapas, tissue, aluminium foil, jangka sorong, dan alat fotografi. Rancangan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial 4 x 5 dengan tiga kali ulangan. Perlakuan pertama adalah putih telur yang berasal dari jenis unggas berbeda yaitu telur ayam ras, ayam buras, puyuh, itik; dan perlakuan kedua adalah konsentrasi telur yang berbeda yaitu 60, 70, 80, 90 dan 100 %. Peubah yang diamati berupa diameter zona hambat yang terbentuk pada bakteri uji Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Escherichia coli dan Salmonella typhimurium. Data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan analisa sidik ragam (ANOVA / Analysis of Variance) untuk mempelajari pengaruh interaksi antara putih telur dari beberapa jenis unggas dengan konsentrasi putih telur yang berbeda terhadap diameter zona hambat yang terbentuk pada masing-masing bakteri uji.

26 Apabila analisa sidik ragam menunjukkan interaksi yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Least Squares Means (LSM) dan apabila interaksi tidak berbeda sedangkan masing-masing faktor menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan. Menurut Steel dan Torrie (1995), model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut: Y ijk = ì + á i + â j + (áâ) ij + å ijk Keterangan: Y ijk ì ái â j = Respon yang didapat dari pengaruh perlakuan pertama ke -i, perlakuan kedua ke-j dan ulangan ke-k = Nilai rataan umum = Pengaruh perlakuan pertama ke-i = Pengaruh perlakuan kedua ke-j (áâ) ij = Pengaruh interaksi dari pengaruh perlakuan pertama ke-i, perlakuan kedua ke-j åijk i = Gallat percobaan dari pengaruh perlakuan pertama ke-i, perlakuan kedua ke-j dan ulangan ke-k = Putih telur ayam ras, ayam buras, puyuh dan itik j = 60, 70, 80, 90 dan 100% k = 1, 2 dan 3 Prosedur Pembuatan Larutan Pengencer (Oxoid, 1998) Larutan pengencer yang digunakan adalah Buffer Pepton Water. Larutan ini dibuat dengan melarutkan 20 gram Buffer Pepton Water dalam satu liter akuadestilata sambil diaduk sampai merata. Larutan yang terbentuk dimasukkan ke dalam tabung-tabung reaksi berulir dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 115 o C selama 20 menit. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (Oxoid, 1998) Cara pembuatan media agar yaitu dengan melarutkan 38 gram Mueller Hinton Agar dalam satu liter akuadestilata, kemudian dia duk sambil dipanaskan di

27 atas kompor hingga mendidih. Media agar disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 o C. Nilai ph akhir media adalah 7,3 ± 0,2. Persiapan Suspensi Bakteri Uji (Oxoid, 1998) Bakteri uji dibiakkan pada media agar nutrien miring selama 24 jam pada suhu 37 o C, kemudian diambil dengan sengkelit (ose) dan disuspensikan dengan cara dimasukkan ke dalam tabung berisi lima ml larutan Buffer Pepton Water steril. Suspensi yang terbentuk disetarakan kekeruhannya (turbidity) dengan standar Mc. Farland no. 2, yang memiliki kesetaraan dengan jumlah populasi bakteri sebesar 8x10 8 sel bakteri/ml. Suspensi bakteri yang terbentuk kemudian diencerkan dengan Buffer Pepton Water steril sampai diperoleh konsentrasi 8x10 6 sel bakteri/ml. Pe ngujian Kemampuan Ant agonistik Putih Telur (Wolf dan Gibbons, 1996) Sebanyak satu ml bakteri uji yang telah diencerkan dipipet ke dalam cawan Petri dan ditambahkan agar Mueller-Hinton sebanyak 20 ml. Cawan petri beserta isi digerakkan membentuk angka delapan untuk menghomogenkan campuran anta ra media dan bakteri uji. Bila media agar tersebut telah mengeras, lalu dibuat sumur di dalam cawan Petri tersebut dengan menggunakan cork borer steril. Bagian dasar sumur dilapisi dengan media agar sehingga tertutup. Putih telur sebagai bahan uji dengan konsentrasi yang berbeda ditambahkan ke dalam masing-masing sumur dengan volume 50 µl. Konsentrasi putih telur ditentukan dengan cara menambahkan akuadestilata steril sesuai dengan konsentrasi yang dikehendaki (Contoh: konsentrasi 60% b/v berarti putih telur ditimbang sebanyak 60 gram lalu ditambahkan akuadestilata steril hingga volume keseluruhan mencapai 100 ml). Konsentrasi dari masing-masing bahan uji yaitu 60, 70, 80, 90 dan 100%. Seluruh cawan yang berisi bakteri uji dan bahan uji diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam. Zona hambat yang terbentuk di sekitar sumur diamati dan diukur diameternya. Diameter dari masing-masing daerah zona bening diukur sebanyak tiga kali di tempat yang berbeda-beda dan hasilnya dirata-ratakan. Cara pengukuran diameter zona bening dapat dilihat pada Gambar 7.

28 Pertumbuhan Bakteri Uji Diameter Zona Hambat (mm) (3 kali pengukuran) Diameter Sumur (6 mm) Zona Bening Tanpa Pertumbuhan Bakteri Uji Gambar 7. Cara Pengukuran Aktivitas Antimikroba

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Putih telur mengandung substansi tertentu yang bersifat sebagai antimikroba. Zat-zat aktif bersifat antimikroba yang terdapat di dalam putih telur antara lain lysozyme, conalbumin, avidin dan apoprotein. Aktivitas antimikroba pada putih telur ditunjukkan dengan tidak tumbuhnya bakteri yang diuji di sekitar sumur yang diisi dengan putih telur sehingga terbentuk zona hambat. Hasil konfrontasi putih telur dengan bakteri uji dapat dilihat pada Gambar 8. (a) Telur Puyuh (b) Telur Itik Gambar 8. Kemampuan Antagonistik (a) Putih Telur Puyuh dan (b) Putih Telur Itik terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis

30 Aktivitas Antimikroba pada Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bak teri Uji Staphylococcus aureus Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara putih telur dari beberapa jenis unggas dengan konsentrasi putih telur yang berbeda -beda sangat berpengaruh (P<0,01) terhadap zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Lampiran 1). Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang terbentuk pada konsentrasi putih telur 100% secara berurutan mulai dari yang terendah hingga tertinggi dihasilkan oleh telur itik (6 mm), puyuh (9,09 mm), ayam buras (9,87 mm), dan ayam ras (10,39 mm). Tabel 3. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi Jenis Unggas Konsentrasi (%) (mm) Ayam buras 6,00±0,00 d 6,00±0,00 d 6,00±0,00 d 6,00±0,00 d 9,87±0,26 b Itik 6,00±0,00 d 6,00±0,00 d 6,00±0,00 d 6,00±0,00 d 6,00±0,00 d Puyuh 6,00±0,00 d 6,00±0,00 d 6,00±0,00 d 6,00±0,00 d 9,09±0,02 c Ayam ras 6,00±0,00 d 6,00±0,00 d 6,00±0,00 d 6,00±0,00 d 10,39±0,06 a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01) Diameter sumur yaitu 6 mm Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam ras memiliki kemampuan paling baik dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureus. Berdasarkan Listiyowati dan Roospitasari (1992) urutan kandungan protein beberapa jenis unggas dari yang terbesar secara berturut-turut yaitu ayam buras, itik, puyuh, dan ayam ras dengan besaran masing-masing 13,4; 13,3; 13,1; dan 12,7%. Stadelman dan Cotterill (1977) menyatakan, bahwa komposisi antimikroba dalam putih telur yaitu lysozyme, conalbumin, avidin dan apoprotein masing-masing sebesar 3,5; 13; 0,05; dan 0,8% atau total sebesar 17,35% terhadap jumlah relatif dalam putih telur. Bila dihitung berdasarkan ketentuan tersebut maka akan didapatkan komponen antimikroba dalam

31 putih telur ayam buras, itik, puyuh, dan ayam ras masing-masing sebesar 1,29; 1,28; 1,26; dan 1,22%. Hasil tersebut menunjukkan seharusnya ayam buras yang memiliki kemampuan menghambat lebih besar terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini tidak dijumpai pada penelitian ini disebabkan oleh (1) Listiyowati dan Roospitasari tidak menjelaskan bahwa jenis unggas yang diuji mendapatkan perlakuan yang sama dalam budidaya khususnya pemberian pakan, sehingga pemberian pakan yang berbeda berpengaruh terhadap persentase protein yang dihasilkan dalam putih telur, (2) kemampuan metabolisme suatu jenis unggas dipengaruhi oleh genetik. Telur itik tidak menunjukkan kemampuan menghambat bakteri Staphylococcus aureus, karena tidak didapatkan zona penghambatan di sekitar sumur. Hal ini bukan berarti bahwa putih telur itik tidak mengandung antimikroba, tetapi dapat dinyatakan bahwa konsentrasi antimikroba dalam putih telur itik belum mencapai konsentrasi minimum (Minimum Inhibitory Concentration) untuk menghambat bakteri Staphylococcus aureus Diameter Zona Hamba Konsentrasi Putih Telur (%) Buras Itik Puyuh Ras Gambar 9. Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda dengan Konsentrasi Putih Telur yang Berbeda terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus aureus Interaks i antara putih telur dari jenis unggas yang berbeda dengan konsentrasi putih telur yang berbeda terhadap diameter zona hambat bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 9. Konsentrasi putih telur sebesar 60, 70, 80 dan 90% tidak menunjukkan zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Zona hambat dari putih telur masing-masing jenis unggas terhadap bakteri Staphylococcus aureus terlihat pada konsentrasi 100%. Hal ini berarti penghambatan

32 dari putih telur beberapa jenis unggas terhadap bakteri Staphylococcus aureus efektif pada konsentrasi 100%. Putih telur dari ayam ras memiliki diameter zona hambat yang paling tinggi terhadap bakteri Staphylococcus aureus diikuti oleh putih telur ayam buras dan puyuh, sedangkan putih telur itik tidak menunjukkan penghambatan. Staphylococcus epidermidis Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara putih telur dari beberapa jenis unggas dengan konsentrasi putih telur yang berbeda-beda terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis berbeda sangat nyata (P<0,01) (Lampiran 2). Bakteri Staphylococcus epidermidis mampu dihambat oleh putih telur dari ayam buras, itik, puyuh dan ayam ras pada konsentrasi 60, 70, 80, 90, dan 100%. Telur itik, puyuh dan ayam ras pada konsentrasi 100% memiliki daya hambat yang paling baik terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis ditunjukkan oleh zona hambat yang nyata lebih besar dibandingkan dari telur ayam buras. Tabel 4. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus epidermidis terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi Jenis Unggas Konsentrasi (%) (mm) Ayam buras 9,42±0,59 efg 9,83±0,24 def 10,00±0,00 de 10,17±0,23 cde 10,20±0,36 cde Itik 7,65±0,49 i 8,65±0,49 gh 8,80±0,28 gh 8,50±0,00 h 11,98±0,08 a Puyuh 10,00±0,00 de 10,58±0,82 bcd 10,92±0,83 bcd 11,25±0,35 b 12,00±0,10 a Ayam ras 9,00±0,00 gh 9,17±0,23 fgh 9,17±0,23 fgh 9,17±0,23 fgh 12,02±0,16 a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01) Diameter sumur yaitu 6 mm Interaksi antara putih telur dari jenis unggas yang berbeda dengan konsentrasi putih telur yang berbeda terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dapat dilihat pada Gambar 10. Putih telur baik dari ayam buras, ayam ras, itik dan puyuh mampu menghambat bakteri Staphylococcus epidermidis pada berbagai konsentrasi putih telur yang diuji yaitu 60, 70, 80, 90 dan 100 %. Semakin besar konsentrasi putih telur

33 ayam buras, ayam ras, itik dan puyuh yang digunakan maka semakin besar zona hambat yang terbentuk. Telur puyuh menunjukkan zona hambat yang terbaik terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis diikuti oleh putih telur ayam buras, kemudian putih telur ayam ras dan puyuh. 13 Diameter Zona Hambat (m Konsentrasi Putih Telur (%) Buras Itik Puyuh Ras Gambar 10. Interaksi antara Putih Telur dari Jenis Unggas yang Berbeda dengan Konsentrasi Putih Telur yang Berbeda terhadap Diameter Zona Hambat Bakteri Staphylococcus epidermidis Escherichia coli Bakteri Escherichia coli yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram negatif tidak mampu dihambat oleh putih telur dari beberapa jenis unggas walaupun konsentrasi yang digunakan sudah mencapai 100%. Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi Jenis Unggas Konsentrasi (%) (mm) Ayam buras 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Itik 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Puyuh 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Ayam ras 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Keterangan : Diameter sumur yaitu 6 mm

34 Salmonella typhimurium Bakteri Salmonella typhimurium yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram negatif, seperti halnya bakteri Escherichia coli tidak mampu dihambat oleh putih telur dari beberapa jenis unggas walaupun konsentrasi yang digunakan sudah mencapai 100%. Rataan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium terhadap putih telur dari beberapa jenis unggas pada berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhimurium terhadap Putih Telur pada Berbagai Konsentrasi Jenis Konsentrasi (%) Unggas (mm) Ayam buras 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Itik 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Puyuh 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Ayam ras 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 6,00±0,00 Keterangan : Diameter sumur 6 mm Mekanisme Penghambatan Antimikroba Putih Telur dari Beberapa Jenis Unggas terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram positif memiliki sensitivitas terhadap antimikroba yang terdapat dalam putih telur ditunjukkan dengan adanya zona hambat di sekitar sumur. Penghambatan yang terbentuk disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri Gram positif relatif lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa antimikroba untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja. Sebaliknya, bakteri Escherichia coli dan Salmonella typhimurium yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram negatif menunjukkan resistensi sensitivitas terhadap antimikroba yang terdapat dalam putih telur ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambat yang terbentuk di sekitar sumur. Bakteri Staphylococcus epidermidis menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi terhadap antimikroba yang terdapat dalam putih telur dibandingkan bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini disebabkan bakteri Staphylococcus aureus memiliki

35 protein-a pada dinding selnya. Menurut Suarsana (2005), protein -A merupakan protein permukaan yang berikatan secara kovalen dengan struktur peptidoglikan yang terdapat pada dinding sel sejumlah strain bakteri Staphylococcus koagulase positif. Protein-A sebagai protein permukaan secara khusus bersifat patogenik pada bakteri Staphylococcus. Antimikroba yang terdapat di dalam putih telur antara lain lysozyme, conalbumin, avidin, dan apoprotein. Lysozyme dari telur ayam merupakan suatu enzim yang dapat menghancurkan dinding sel dari kelompok tertentu bakteri Gram positif. Penemuan-penemuan sampai saat ini menunjukkan bahwa strain patogen dari kelompok bakteri Gram negatif resisten terhadap lysozyme (Slominski, 2004). Bakteri Gram negatif kurang peka terhadap aksi bakteriolitik dari lysozyme disebabkan struktur pembungkus yang komplek dari bakteri Gram negatif seperti pada bakteri Escherichia coli atau Salmonella typhimurium. Adanya struktur membran luar menyebabkan berkurangnya aktifitas lysozyme untuk masuk ke dalam bagian bakteri tersebut (Davis dan Reeves, 2002). Selain memiliki sifat sebagai bakterisidal, lysozyme juga dapat berfungsi sebagai antifungi. Menurut Samaranayake et al. (2001), sifat antifungi dari Lysozyme yaitu melalui hidrolisis enzimatis dari ikatan N-glikosidik di dinding sel mikroba dan merusak membran sitoplasma yang diikuti pengikatan kation-protein secara langsung. Lysozyme juga dapat mendegradasi peptidoglikan, yaitu suatu multimole-kuler yang merupakan bagian penyusun dinding sel bakteri. Sesuai dengan namanya, N-acetylglucosamyl N-acetylmuramidase, lysozyme mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan 1,4 â-glikosidik antara N-acetylmuramic acid (NAM) dengan N-acetylglucosamine (NAG) pada peptidoglikan dinding sel bakteri (Cottagnoud dan Tomasz, 1993). Apabila ikatan 1.4 â-glikosidik putus maka lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel akan putus pula, sehingga dinding sel mengalami kerusakan. Mekanisme kerja conalbumin (ovotransferrin) sebagai zat antimikroba yaitu dengan cara mengikat unsur-unsur logam. Fungsi beberapa unsur logam bagi bakteri adalah sebagai kofaktor beberapa enzim. Apabila unsur-unsur logam diikat oleh conalbumin dari putih telur maka mekanisme kerja enzim akan terganggu sehingga proses metabolisme mikroba akan terganggu pula. Unsur -unsur logam yang diikat oleh conalbumin terutama unsur logam besi, tembaga dan seng. Unsur logam besi

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL

AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL AKTIVITAS ANTIMIKROBA PADA PUTIH TELUR DARI BEBERAPA JENIS UNGGAS TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM NEGATIF SKRIPSI CHAIRUL PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

Y ij = µ + B i + ε ij

Y ij = µ + B i + ε ij METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 sampai bulan September 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak Perah dan Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infeksi mikroba. Mekanisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L. Less) TERHADAP ZONA HAMBAT BAKTERI Escherichia coli patogen SECARA IN VITRO Oleh: Ilma Bayu Septiana 1), Euis Erlin 2), Taupik Sopyan 3) 1) Alumni Prodi.Pend.Biologi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)

Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963) TINJAUAN PUSTAKA Struktur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein yang terdapat pada telur

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jahe segar yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Aromatik dan Obat (Balitro) Bogor berumur 8

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh BAB II TUJUAN PUSTAKA A. ES JUS Es Jus merupakan salah satu bentuk minuman ringan yang dapat langsung diminum sebagai pelepas dahaga. Es Jus terbuat dari beberapa bahan antara lain es batu,buah,,sirup,

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Maret 2015. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan melalui 3 kali pengulangan perlakuan

Lebih terperinci

) WITH EGG WHITE LYSOZYME EXTRACTS AS THE ANTIMICROBIAL ACTIVITY ON

) WITH EGG WHITE LYSOZYME EXTRACTS AS THE ANTIMICROBIAL ACTIVITY ON THE ADDITION OF EDTA (ethylenediaminetetraacetic acid) WITH EGG WHITE LYSOZYME EXTRACTS AS THE ANTIMICROBIAL ACTIVITY ON Salmonella sp and Staphylococcus aureus Dilla Melani 1, Lilik Eka Radiati 2 dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Telur Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Desember 2011. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS Jumiati Catur Ningtyas*, Adam M. Ramadhan, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus aureus MULTIRESISTEN SKRIPSI Oleh: HAJAR NUR SANTI MULYONO K 100 060 207

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar 4 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Susu Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin berkembang dengan pesat, terutama perkembangan antibiotik yang dihasilkan oleh mikrobia. Penisilin

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Yoghurt merupakan minuman yang dibuat dari susu sapi dengan cara fermentasi oleh mikroorganisme. Yoghurt telah dikenal selama ribuan tahun dan menarik banyak perhatian dalam beberapa tahun

Lebih terperinci

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

Alat dan Bahan : Cara Kerja : No : 09 Judul : Uji kualitatif dan kuantitatif Bakteri Coli (Coliform) Tujuan : - Untuk menentukan kehadiran bakteri coliform dalam sampel air - Untuk memperkirakan jumlah bakteri coliform dalam sampel

Lebih terperinci

Vera Pramesti Wijaya Pendidikan Biologi-Pascasarjana Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang.

Vera Pramesti Wijaya Pendidikan Biologi-Pascasarjana Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang. Wijaya, Daya Antibakteri Albumen Telur Ayam Kampung... 365 Daya Antibakteri Albumen Telur Ayam Kampung (Gallus Domesticus) dan Ayam Kate (Gallus Bantam) terhadap Spesies Bakteri Coliform Fekal pada Cangkang

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media Agar

Lebih terperinci

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian

Pseudomonas fluorescence Bacillus cereus Klebsiella cloacae (Enterobacter cloacae) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian 6 mudah pada medium nutrien sederhana (Pelczar dan Chan 1988). Escherichia coli bersifat motil atau non-motil dengan kisaran suhu pertumbuhannya adalah 10-40 o C, dengan suhu pertumbuhan optimum adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Higienis dan Sanitasi Higienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober Desember 2014 bertempat

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN PRODUKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERIOSIN ASAL Lactobacillus plantarum 1A5 SERTA AKTIVITAS ANTIMIKROBANYA TERHADAP BAKTERI PATOGEN SKRIPSI THEO MAHISETA SYAHNIAR DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sambal Cabai 1. Sambal Sambal salah satu bahan yang terbuat dari cabai dan ditambah bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal memiliki cita rasa yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh daya antibakteri ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara in vitro dengan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung dari bulan Januari sampai dengan April 2014.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini berlangsung selama tujuh bulan, yakni mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Ilmu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIMIKROBA YOGURT PROBIOTIK DARI SUSU KAMBING SAANEN DAN PESA (PERSILANGAN PERANAKAN ETAWAH DAN SAANEN) SELAMA PENYIMPANAN

AKTIVITAS ANTIMIKROBA YOGURT PROBIOTIK DARI SUSU KAMBING SAANEN DAN PESA (PERSILANGAN PERANAKAN ETAWAH DAN SAANEN) SELAMA PENYIMPANAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA YOGURT PROBIOTIK DARI SUSU KAMBING SAANEN DAN PESA (PERSILANGAN PERANAKAN ETAWAH DAN SAANEN) SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI AHMAD NAJMUDDIN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan  Metode Penelitian Sampel 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012 di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. reaksi, mikropipet, mikrotube, mikrotip, rak tabung reaksi, jarum ose,

III. METODE PENELITIAN. Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. reaksi, mikropipet, mikrotube, mikrotip, rak tabung reaksi, jarum ose, 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai dengan Maret 2014, di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Natrium Hipoklorit Sterilisasi merupakan suatu cara untuk menanggulangi transmisi penularan infeksi bakteri patogen dari alat kesehatan ke manusia. Alat kesehatan yang perlu

Lebih terperinci

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya.

2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. 2.1.Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap antara dinding sel dan membran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri

I. PENDAHULUAN. populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam saluran pencernaan unggas khususnya sekum dan tembolok, terdapat populasi mikrobia dengan berbagai ukuran dan kompleksitas. Bakteri tersebut umumnya bersifat fermentatif.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur

TINJAUAN PUSTAKA. Telur TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang dikenal bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti asam-asam amino

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini terbentuk antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. Mikroorganisme itu sangat kecil, biasanya bersel tunggal, secara individual tidak dapat dilihat dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SECARA IN VITRO

ABSTRAK. EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SECARA IN VITRO ABSTRAK EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SECARA IN VITRO Maysella Suhartono Tjeng, 2011 Pembimbing: Yenni Limyati,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Minum Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum, syarat-syarat air minum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Staphylococcus aureus 1.1. Morfologi Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif pada pengecatan gram terlihat bentuk kokus ukurannya 0.8-1.0 mm dengan diameter 0.7-0.9

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2. MATERI DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014. 2.2. Materi

Lebih terperinci

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI

PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI PENAMBAHAN ASAM SITRAT PADA PEMBUATAN TEPUNG PUTIH TELUR ITIK TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE SKRIPSI DIAN APRIANDINI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan pendekatan cross sectional, menggunakan metode difusi dengan memakai media

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and II. TINJAUAN PUSTAKA.1. Telur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and Tannenbaum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental, tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laboratorium Teknologi Pangan dan laboratorium

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4 27 III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah, Rumah Sakit Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

II. METODELOGI PENELITIAN

II. METODELOGI PENELITIAN II. METODELOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Flora Normal Rongga Mulut Rongga mulut merupakan pintu gerbang masuknya berbagai macam mikroorganisme ke dalam tubuh, mikroorganisme tersebut masuk bersama makanan atau minuman.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer bagi manusia sebagai penghasil energi yang digunakan tubuh dalam melakukan aktivitas demi kelangsungan hidupnya. Ada berbagai jenis

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme yang patogen, mikroba

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN BAB VI PEMBAHASAN Produk pangan harus tetap dijaga kualitasnya selama penyimpanan dan distribusi, karena pada tahap ini produk pangan sangat rentan terhadap terjadinya rekontaminasi, terutama dari mikroba

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Mikrobiologi dengan judul Daya Kerja Antimikroba dan Oligodinamik yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Adit

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Mikrobiologi dengan judul Daya Kerja Antimikroba dan Oligodinamik yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Adit LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI (DAYA KERJA ANTIMIKROBA DAN OLIGODINAMIK) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A KELOMPOK : II (Dua) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS

Lebih terperinci

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH

DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR AYAM RAS PADA UMUR SIMPAN DAN LEVEL PENAMBAHAN ASAM SITRAT YANG BERBEDA SKRIPSI UMI SA ADAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI

SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI SIFAT FISIK DAN FUNGSIONAL TEPUNG PUTIH TELUR AYAM RAS DENGAN WAKTU DESUGARISASI BERBEDA SKRIPSI RATNA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP HYGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN UJI PENGARUH SANITASI TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN TANGAN PEKERJA

LAPORAN TETAP HYGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN UJI PENGARUH SANITASI TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN TANGAN PEKERJA LAPORAN TETAP HYGIENE SANITASI DAN KEAMANAN INDUSTRI PANGAN UJI PENGARUH SANITASI TERHADAP TINGKAT KEBERSIHAN TANGAN PEKERJA Sandy Saputra 05031381419069 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman diperlukan peraturan dalam memproses makanan dan pencegahan terjadinya food borne disease. Selain itu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi,

BAB III METODE PENELITIAN. Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Februari sampai Juli 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan yang memiliki bunga banyak, serta daun dari bunga bakung ini memilki BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tumbuhan Bunga Bakung Tumbuhan bunga bakung mempunyai ketinggian antara 0,5-1,25 m, merupakan tumbuhan yang memiliki daun dan bunga. Bunga bakung termasuk tumbuhan

Lebih terperinci

ABSTRAK AKTIVITAS ANTIMIKROBA MADU IN VITRO TERHADAP ISOLASI BAKTERI DARI LUKA

ABSTRAK AKTIVITAS ANTIMIKROBA MADU IN VITRO TERHADAP ISOLASI BAKTERI DARI LUKA ABSTRAK AKTIVITAS ANTIMIKROBA MADU IN VITRO TERHADAP ISOLASI BAKTERI DARI LUKA Alvita Ratnasari, 2011,Pembimbing 1 : Triswaty Winata, dr., M.Kes Pembimbing 2: Roys A. Pangayoman, dr., SpB., FInaCS. Madu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini masyarakat dunia dan juga Indonesia mulai mengutamakan penggunaan obat secara alami (back to nature). Pemanfaatan herbal medicine ramai dibicarakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dari Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari usus halus itik Mojosari (Anas

BAB III METODE PENELITIAN. dari Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari usus halus itik Mojosari (Anas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen secara deskriptif yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang potensi probiotik dari Lactobacillus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-April 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Kimia Pusat Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian dan Analisis Data Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan biji manggis (Garcinia mangostana) terhadap penghambatan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, bakteri, virus, dan parasit. Dari ketiga faktor tersebut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Rata-Rata Jumlah Bakteri yang Terdapat pada Feses Sapi Potong Sebelum (inlet) dan Sesudah (outlet) Proses Pembentukan Biogas dalam Reaktor Tipe Fixed-Dome Hasil perhitungan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Maret 2012. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai: latar belakang, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian, tempat dan waktu penelitian.

Lebih terperinci

3.5.1 Teknik Pengambilan Sampel Uji Daya Hambat Infusa Rimpang Kunyit Terhadap E. coli dan Vibrio sp. Pada Ikan Kerapu Lumpur

3.5.1 Teknik Pengambilan Sampel Uji Daya Hambat Infusa Rimpang Kunyit Terhadap E. coli dan Vibrio sp. Pada Ikan Kerapu Lumpur ABSTRAK Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) karena mengandung protein dan air cukup tinggi, oleh karena itu perlakuan yang benar setelah ditangkap sangat penting peranannya.

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi

METODE Lokasi dan Waktu Materi METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Laboratorium mikrobiologi, SEAFAST CENTER, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda pada pollard terhadap kandungan total bakteri, Gram positif/negatif dan bakteri asam laktat telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Racangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial atau Completely Random Design pola faktorial.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006).

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup. berkumpul di dalam suatu medium yang sama (Zaif, 2006). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup berkumpul di dalam suatu medium yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode difusi Kirby bauer. Penelitian di lakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian : eksperimental laboratorik 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian : Laboratorium Biologi Oral FKG UI Waktu penelitian : Minggu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang

Lebih terperinci