Terusan. Jilid 404. Api di Bukit Menoreh. Karya mbah-man

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Terusan. Jilid 404. Api di Bukit Menoreh. Karya mbah-man"

Transkripsi

1 2013 Terusan Api di Bukit Menoreh Karya mbah-man Kalau boleh ini disebut sebagai lanjutan dari seri ADBM, naskah ini merupakan jilid ke-empat dari Seri kelima ADBM. ADBM seri keempat telah ditamatkan oleh mbah_man di jilid 400. Jilid 404 Terima kasih kepada mbah_man yang telah bersusahpayah merangkai kisah untuk menyambung kisah dalam ADBM yang belum diselesaikan oleh Ki SH Mintardja Semoga mbah_man selalu diberi kesehatan dan kesempatan agar dapat menuliskan (yang benar mengetikkan) buah pikirannya Satpampelangi 12/30/2013

2 ii

3 Naskah ini disusun untuk kalangan sendiri Bagi sanak-kadang yang berkumpul di Padepokan gagakseta Naskah ini diupload di boleh saja didownload dan dikoleksi, tetapi tidak untuk dikomersilkan iii

4 iv

5 TERUSAN ADBM (Lanjutan ADBM versi mbah_man) karya mbah_man Padepokan Sekar Keluwih Sidoarjo ADBM Seri V Jilid 4 (Jilid 404) SETELAH menimbang-nimbang beberapa saat, akhirnya Ki Rangga Agung Sedayu memutuskan untuk berterus terang, Pandan Wangi, orang yang menyebut dirinya Panembahan Cahya Warastra itu telah menghimpun perguruan-perguruan yang sehaluan dengannya untuk menghancurkan Mataram di tepian Kali Praga sebelah barat dengan menduduki beberapa padukuhan kecil yang telah ditinggalkan oleh penghuninya. Seketika wajah Pandan Wangi menjadi merah padam begitu mendengar penjelasan Ki Rangga Agung Sedayu. Dengan lantang dia berteriak, Kakang, apa maksud semua ini? Mengapa aku tidak diberitahu kalau Menoreh sedang dalam bahaya, sementara ayah Argapati sedang sakit? Malam ini juga aku akan ke Menoreh untuk bahu-membahu dengan seluruh rakyat untuk mengusir orang-orang yang telah menduduki beberapa padukuhan di tepi barat Kali Praga. Sabarlah Pandan Wangi, berkata Ki Widura sareh, Semua harus dihitung dengan cermat. Apabila kita salah dalam melangkah, akan jatuh korban sia-sia. Paman Widura benar, sahut Ki Rangga, Besuk pagi aku akan berangkat menghadap Ki Patih Mandaraka untuk menerima perintahnya. Aku yakin sasaran orang yang menyebut dirinya Panembahan Cahya Warastra itu adalah Mataram bukan Menoreh. Menoreh hanya sebagai pancadan saja. Namun demikian kita tidak akan membiarkan bumi Menoreh diinjakinjak oleh orang-orang yang tidak berhak.

6 Dada Pandan Wangi masih bergemuruh. Dia benar-benar mencemaskan nasib rakyat Menoreh, apalagi ayahnya, Ki Gede Menoreh selaku pemimpin tertinggi Tanah Perdikan itu sedang sakit dan Prastawa telah berangkat ke Panaraga memimpin sepasukan pengawal Tanah Perdikan Menoreh yang diperbantukan ke Mataram. Di Menoreh masih ada Ki Jayaraga dan seorang yang bernama Kiai Sabda Dadi, berkata Ki Rangga selanjutnya, Aku telah mendengar berita itu sebelumnya dari prajurit sandi. Aku kira keduanya telah mengambil langkah-langkah pengamanan yang diperlukan untuk menyelamatkan rakyat Menoreh. Kata-kata Ki Rangga Agung Sedayu itu bagaikan titik-titik embun di teriknya sinar Matahari. Untuk sejenak gejolak hati Pandan Wangi agak mereda. Namun tiba-tiba dia bertanya dengan nada penuh kekhawatiran, Kakang, bagaimana dengan Sekar Mirah? Bukankah dia sedang dalam keadaan mengandung tua? Ki Rangga Agung Sedayu dan Ki Widura sejenak saling berpandangan. Namun akhirnya Ki Rangga lah yang menjawab, Atas ijin Yang Maha Agung dan atas karunianya yang tiada taranya, insya Allah Sekar Mirah telah melahirkan dengan selamat. He? Pandan Wangi terkejut, Dari mana Kakang mendapat berita ini? Ki Rangga Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam sambil memandang ke arah Pamannya, namun kelihatannya Ki Widura menyerahkan jawaban itu sepenuhnya kepada dirinya. Wangi, akhirnya Ki Rangga menemukan jawaban atas pertanyaan Pandan Wangi itu, Ada yang telah memberitahukan kepadaku atas kelahiran anakku dengan selamat, demikian pula aku berharap Sekar Mirah tak kurang suatu apa, Ki Rangga berhenti sejenak, kemudian lanjutnya, Nah, yang lebih penting dari itu adalah bagaimana langkah-langkah kita selanjutnya menghadapi situasi yang cukup gawat ini. Pandan Wangi terdiam sejenak. Setelah beberapa saat kemudian dia baru berkata, Kakang, aku akan ikut Kakang Sedayu besuk ke Mataram. Aku titipkan Kakang Swandaru 2

7 kepada Paman Widura. Sebelumnya aku mohon ma af telah merepotkan penghuni Padepokan ini, tapi aku tidak melihat jalan lain selain aku harus kembali ke Menoreh. Hampir bersamaan Ki Widura dan Ki Rangga Agung Sedayu menarik nafas dalam-dalam. Mereka menyadari suasana hati Pandan Wangi pada saat itu, dan memang Pandan Wangi telah memilih pada pilihan yang sulit antara suaminya dan Ayahnya serta rakyat Menoreh. Baiklah Pandan Wangi, akhirnya Ki Widura memberikan tanggapannya, Bagaimanapun juga engkau jangan meninggalkan suamimu begitu saja, engkau harus meminta ijin terlebih dahulu kepadanya. Sambil menundukkan wajahnya Pandan Wangi hanya mengangguk anggukkan kepalanya tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Namun Ki Widura dan Ki Rangga Agung Sedayu melihat perubahan yang terjadi pada wajah putri Kepala Perdikan Menoreh itu walaupun hanya sekilas. Kelihatannya Pandan Wangi tidak membutuhkan ijin itu, berkata Ki Rangga dalam hati. Sejenak suasana menjadi sunyi. Angin malam yang bertiup perlahan menggoyangkan dedaunan dan bunga-bunga yang tumbuh di sekitar halaman Padepokan. Bunga arum ndalu yang ditanam di sebelah kanan pendapa mengeluarkan bau yang semerbak mewangi, sementara suara binatang-binatang malam terdengar bersahut-sahutan dengan irama yang ajeg. Sesekali terdengar suara burung kedasih yang ngelangut di kejauhan. Ketika kemudian dari gardu perondan di padukuhan sebelah yang terletak di ujung jalan yang menuju padepokan itu memperdengarkan suara kentong dengan nada dara muluk, ketiga orang itu pun segera menyadari bahwa waktu telah menjelang tengah malam. Marilah kita beristirahat, berkata Ki Widura kemudian, Kita masih memerlukan tenaga yang segar untuk besuk pagi, terutama angger berdua yang akan melaksanakan perjalanan jauh. Hampir bersamaan Ki Rangga dan Pandan Wangi mengangguk. 3

8 Demikianlah akhirnya ketiga orang itu kemudian telah menuju ke bilik mereka masing-masing untuk beristirahat. Dalam pada itu di gunung Kendalisada, Resi Mayangkara tampak berdiri tegak bagaikan patung batu di tengah malam yang pekat di depan pondoknya. Sedangkan Anjani yang telah selesai melaksanakan mandi keramas dengan landa merang dan sesuci kemudian memakai sinjang pethak. Kain putih yang hanya selembar itu dibalutkan ke tubuhnya sebatas dada sampai lutut. Rambutnya yang panjang dan masih basah dibiarkan saja jatuh terurai menutupi punggungnya yang putih bersih bagaikan pualam. Sudah waktunya, Anjani, tiba-tiba Resi Mayangkara yang berdiri tegak di tengah-tengah halaman itu menyapa Anjani begitu perempuan cantik itu keluar dari pondoknya, Marilah aku antar engkau menuju goa pertapaan. Ingat, engkau akan berjalan dalam kegelapan goa dan tidak diperkenankan membawa penerangan apapun karena laku tapa kungkum ini juga sekaligus pati geni. Aku mengerti Eyang, jawab Anjani sambil berjalan mendekat. Langkahnya agak tersendat sendat karena kain putih yang membalut tubuhnya itu begitu ketat. Dengan langkah satu-satu keduanya pun kemudian menuju ke belakang pondok yang selama ini ditempati oleh Resi Mayangkara. Tepat di belakang pondok itu terdapat sebuah goa yang tidak seberapa besar. Anjani harus membungkuk untuk memasuki goa itu. Jaga dirimu jangan sampai tertidur selama melaksanakan tapa kungkum, pesan Resi Mayangkara begitu Anjani mulai memasuki goa, Sendang di dalam goa itu tidak terlalu dalam. Ada sebuah batu besar di dasarnya yang dapat engkau jadikan sebagai tempat duduk. Anjani yang mulai menelusuri dinding goa yang gelap dan licin itu tidak menyahut. Dengan meraba raba dinding goa, Anjani melangkah satu-satu. Ternyata hanya mulut goa itu yang sempit, setelah masuk ke dalamnya Anjani dapat berjalan dengan berdiri tegak, tidak harus terbungkuk-bungkuk. 4

9 Semakin masuk ke dalam, Anjani merasakan hawa yang aneh menyelimuti sekujur tubuhnya. Rasa rasanya sekujur tubuhnya telah dicengkeram oleh sesuatu yang tidak tampak sehingga hawa dingin yang menusuk sampai ke tulang sumsum itu telah membuat Anjani menggigil. Ketika kemudian lamat-lamat Anjani mendengar suara gemericik air, dia mulai berpengharapan untuk segera menemukan sendang itu. Ketika jalanan mulai menurun dan berkelok ke kiri, suara gemericik air itu semakin keras. Dengan sedikit membungkukkan tubuhnya, Anjani mencoba meraba apa yang ada di depannya dan ternyata Anjani telah menyentuh air. Inilah sendang itu, berkata Anjani dalam hati. Dengan sangat hati-hati Anjani melangkah lagi satu langkah. Ketika kakinya sudah terasa menyentuh bibir sendang kecil yang terdapat di dalam goa itu, Anjani pun dengan mantap telah melangkahkan kaki yang satunya turun ke dalam sendang. Segera saja air yang sedingin banyu sewindu menyergap kulit kakinya. Namun Anjani tidak mempedulikan semua itu. Setelah dia benar-benar berada dalam sendang yang ternyata hanya sedalam pinggang orang dewasa itu, Anjani pun telah melepas satu satunya selembar kain putih yang membalut tubuhnya dan kemudian dilemparkannya selembar kain yang telah basah itu ke samping sendang. Dengan tubuh yang polos Anjani mencoba meraba raba dasar sendang dengan kakinya untuk mencari batu besar yang terdapat di dasar sendang. Setelah agak jauh ke tengah sendang, barulah kakinya terantuk pada batu yang dimaksud oleh Resi Mayangkara itu. Dengan perlahan Anjani pun kemudian naik ke atas batu dan duduk bersila di atasnya untuk memulai laku tapa kungkum dan sekaligus pati geni. Setelah sejenak memusatkan nalar dan budinya disertai dengan doa permohonan agar laku yang dijalaninya itu mendapat anugerah dari Yang Maha Agung, Anjani pun memulai laku yang sangat berat itu. Sejenak suasana yang hening di dalam goa itu sangat membantu Anjani dalam memusatkan nalar dan budinya. Air sendang yang beriak perlahan sebatas lehernya terasa bagaikan 5

10 membelai-belai lehernya yang jenjang itu. Ketika kemudian Anjani mencoba semakin menukik ke dalam keheningan, tibatiba jantungnya berdesir tajam ketika terasa sesuatu menyentuh punggungnya. Anjani mencoba mengabaikan perasaan itu. Dengan segenap kemampuannya dicobanya untuk kembali memusatkan nalar dan budinya, namun alangkah terkejutnya ketika kini justru bagian dadanya yang tersentuh oleh sesuatu itu. Hampir saja Anjani berteriak dan meloncat keluar dari sendang, namun niat itu ditahankannya dengan kuat. Dia menyadari semua itu pasti bagian dari cobaan laku yang sedang dijalaninya, dan Resi Mayangkara memang sengaja tidak menjelaskan cobaan apa saja yang akan dialaminya di dalam sendang itu. Mungkin sejenis ikan atau belut, demikian Anjani berkata dalam hati untuk menenteramkan gejolak hatinya. Bagaimana kalau yang menyentuhku tadi seekor ular? tibatiba pikiran itu menyelinap dalam benak Anjani. Ah, tidak mungkin, pertanyaan itu dijawabnya sendiri, Kalau memang di sendang ini ada ularnya, Resi Mayangkara pasti sudah tahu dan tidak akan menjerumuskan aku dalam bahaya seperti itu karena beliau tahu aku bukan seorang yang kebal racun. Mendapat pemikiran demikian itu Anjani menjadi sedikit lebih tenang. Akan tetapi yang terjadi kemudian adalah benarbenar suatu kejadian yang hampir tak tertahankan oleh Anjani. Sentuhan-sentuhan itu semakin sering dan hampir di sekujur tubuhnya. Anjani benar-benar hampir pingsan karena menahan rasa geli yang tiada taranya dan akhirnya berubah menjadi sebuah ketakutan yang mencengkam jantungnya. Dalam keadaan yang hampir tak tertahankan itu, tiba-tiba Anjani teringat akan sebuah ilmu yang telah diajarkan oleh Resi Mayangkara, aji seribu bunga. Akan aku coba mengetrapkan aji ini, berkata Anjani dalam hati, Kalau udara saja bisa dipengaruhi oleh aji ini dengan bau wangi yang sangat menyengat, mungkin air sendang ini akan 6

11 berubah berbau sangat wangi sehingga memabokkan binatangbinatang yang ada di dalamnya. Mendapat pemikiran demikian, segera saja Anjani mengetrapkan aji yang telah dipelajarinya dari Resi yang aneh itu. Perlahan tapi pasti, tubuh Anjani telah menyebarkan bau semerbak mewangi seribu bunga. Semakin lama bau itu semakin tajam dan menyengat karena Anjani telah mengetrapkan aji itu sampai ke puncak. Ternyata pengaruhnya sangat luar biasa. Air sendang di sekitar tubuh Anjani bagaikan berubah menjadi minyak kasturi, dan kini tidak terasa lagi sentuhan-sentuhan yang mengerikan itu. Anjani benar-benar terbebas dari perasaan ngeri yang mencengkam jantungnya. Sejenak Anjani dapat bernafas lega. Kini dia menyadari mengapa Resi Mayangkara telah menurunkan ilmu seperti itu kepadanya, ternyata dalam menjalani laku yang sangat berat ini, ilmu itu sangat menolongnya. Kini Anjani dapat kembali memusatkan nalar dan budinya untuk memohon kepada Yang Maha Agung agar mendapatkan amarahnya dalam menjalani laku yang sangat berat itu sampai tuntas. ***** Dalam pada itu Glagah Putih dan Rara Wulan yang masih tertahan di tepian Kali Praga sedang mencoba mencari jalan untuk menyeberang ke Tanah Perdikan Menoreh. Rara, berkata Glagah Putih dari atas tebing sambil mengamati tepian Kali Praga yang hanya kelihatan hitam pekat tersaput malam yang tanpa bulan, Apakah kita perlu memakai jasa tukang satang untuk menyeberang? Aku ragu Kakang, jawab Rara Wulan, Kalau mereka adalah bagian dari Panembahan Cahya Warastra, kita akan mendapat kesulitan. Sejenak Glagah Putih merenung. Kemudian katanya, Bagaimana kalau kita menyeberang besuk pagi-pagi bersama para pedagang yang akan pergi ke Menoreh? 7

12 Rara Wulan mengerutkan keningnya sambil memandang ke bawah, ke arah rakit-rakit itu biasanya di tambatkan, tapi yang tampak hanya kegelapan. Katanya kemudian, Aku tidak yakin kalau besuk masih ada pedagang yang mau menyeberang ke Menoreh. Setidaknya berita yang terjadi di Menoreh ini pasti sudah sampai ke telinga mereka dan mereka tidak mau mengambil resiko, karena bisa saja justru dagangan mereka yang akan dirampas bahkan sekalian dengan nyawa mereka. Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian, Engkau benar Rara. Kalau kita menyeberang lewat penyeberangan yang biasanya ini, kita pasti dicurigai. Lebih baik kita mencari jalan lain. Maksud Kakang? Kalau perlu kita berenang untuk menyeberang. Ah, engkau ini ada-ada saja Kakang. Rasa rasanya malas bersentuhan dengan air di malam yang dingin ini. Percayalah Rara, itu hanya awalnya saja, setelah beberapa saat berenang, perasaan dingin itu akan hilang dengan sendirinya. Silahkan saja kalau mau berenang. Aku mau tidur saja. Selesai berkata demikian, Rara Wulan kemudian merapikan rumput-rumput kering yang dikumpulkannya tadi sore untuk alas tidurnya. Sejenak kemudian Rara Wulan pun telah merebahkan tubuhnya beralaskan rumput-rumput kering di bawah sebatang pohon yang cukup besar yang tumbuh di atas tebing itu. Glagah Putih sejenak masih mengamati bawah tebing yang gelap pekat, namun pandangan mata Glagah Putih yang tajam mampu menembus kegelapan itu sehingga dengan jelas dia melihat di mana rakit-rakit itu ditambatkan beserta tukangtukang satang yang tidur meringkuk berselimutkan kain panjang di atas rakit mereka. Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam, dia benar-benar belum menemukan cara yang aman untuk menyeberangi Kali Praga. Panembahan Cahya Warastra pasti telah menempatkan orang-orangnya di sepanjang tepian Kali Praga sebelah barat. 8

13 Dengan demikian mereka yang tidak sehaluan dengan Panembahan itu akan sangat sulit untuk menembus pagar betis itu. Ketika kemudian terdengar Rara Wulan terbatuk-batuk kecil, Glagah Putih pun akhirnya meninggalkan tempat pengintaiannya dan mengayunkan langkahnya menuju ke tempat Rara Wulan berbaring. Namun baru saja Glagah Putih akan merebahkan tubuhnya yang terasa penat di sebelah istrinya, tiba-tiba di antara suara jeritan binatang-binatang malam, terdengar lengkingan suara yang sudah sangat dikenal oleh Glagah Putih, suara rinding. Memang suara rinding dengan nada melengking tinggi itu hanya sekejab, kemudian menghilang ditingkah oleh suara binatang malam. Namun bagi Glagah Putih itu sudah cukup memberikan isyarat bahwa seseorang atau bahkan mungkin sekelompok orang yang pernah sangat dekat dengan sepasang suami istri itu sedang berada di sekitar tempat itu. Rara Wulan yang tampaknya belum tidur telah mengangkat kepalanya. Katanya kemudian setengah berbisik, Kakang? Benarkah pendengaranku ini? Aku mendengar suara rinding. Glagah Putih tidak menjawab. Dengan hati-hati dikeluarkannya sebuah rinding yang disimpan di saku bajunya bagian dalam. Kemudian tanpa ragu-ragu ditiupnya rinding itu dengan nada yang sama dengan yang baru saja terdengar, melengking tinggi namun hanya dalam waktu yang sangat pendek. Sejenak mereka berdua masih menunggu. Glagah Putih segera duduk di sebelah Rara Wulan yang telah bangkit dari tempat berbaringnya dan duduk sambil memeluk lutut. Malam semakin dalam. Sementara angin yang dingin terasa menggigit kulit, namun kedua orang yang duduk di bawah pohon di atas tebing itu masih tetap bertahan sambil menunggu yang mereka harapkan untuk muncul, dan ternyata harapan itu memang tidak sia-sia. Pendengaran mereka yang tajam segera mendengar suara beberapa orang sedang mendaki tebing. Walaupun pendakian itu telah dilaksanakan dengan sangat hati-hati, namun Glagah Putih dan Rara Wulan mampu menangkapnya dengan jelas. 9

14 Glagah Putih dan Rara Wulan segera bangkit berdiri ketika beberapa bayangan yang masih samar tampak telah mencapai puncak tebing dan melangkah mendekati tempat di mana mereka berdua telah berdiri menunggu. Ketika orang-orang yang mendaki tebing itu sudah semakin dekat, dengan setengah berlari sepasang suami istri itu pun segera menyongsong mereka. Hampir saja mereka tidak mampu mengendalikan diri dalam pertemuan yang tak terduga duga itu. Jerit tangis berbaur dengan tawa gembira hampir saja meledak di tempat itu kalau saja seorang yang terlihat paling tua di antara mereka tidak segera memperingatkan mereka dengan berdesis perlahan, Kendalikan diri kalian, kita sedang berada di daerah yang tidak aman. Rara Wulan yang sedang dikerubuti oleh empat orang perempuan itu hanya dapat meneteskan air mata bahagia tanpa sepatah kata pun yang mampu keluar dari bibirnya. Seorang perempuan yang sudah cukup tua telah berbisik di telinganya, Bagaimana keadaanmu selama ini, nduk? Bukankah engkau berdua selalu dalam lindungan Yang Maha Agung? Rara Wulan hanya berdesis pelan, seolah olah suaranya tertelan oleh isak tangisnya yang tertahan tahan, Alhamdulillah, Ibu. Kami berdua sehat-sehat saja. Perempuan tua itu memang ibu angkat Rara Wulan yang lebih dikenal dengan nama Nyi Citra Jati, dan tentu saja ketiga perempuan muda yang ikut merangkul Rara Wulan adalah anakanak Nyi Citra Jati yang lainnya yaitu Padmini, Baruni dan Setiti. Sementara Glagah Putih segera menyalami Ki Citra Jati yang telah memperingatkan mereka tadi agar selalu waspada di daerah yang belum mereka kenal sebelumnya. Selanjutnya di belakang Ki Citra Jati adalah Mlaya Werdi yang berdiri termangu mangu. Selamat datang Ayah, Ibu, Kakang Mlaya Werdi dan adikadik semua, berkata Glagah Putih kemudian sambil mempersilahkan mereka mencari tempat duduk sendiri-sendiri. Sedangkan Rara Wulan masih saja berangkulan dengan adik-adik perempuannya seolah olah mereka tidak mau berpisah lagi. 10

15 Setelah menanyakan keselamatan masing-masing, barulah Glagah Putih teringat pada seseorang, Aku tidak melihat Adi Pamekas? Apakah dia memang sengaja tidak diajak ke Menoreh? Ki Citra Jati tersenyum, jawabnya kemudian, Karena Mlaya Werdi ingin mengikuti kami ke Menoreh, maka Pamekas kami tinggal di Padepokan untuk mengawani Ki Wasesa agar Padepokan tidak kosong selama ditinggal Mlaya Werdi. Glagah Putih dan Rara Wulan hanya dapat mengangguk anggukkan kepala mereka. Dalam pada itu, di bawah tebing di tepian sebelah barat Kali Praga tampak sebuah bayangan hitam yang berdiri tegak di balik sebuah pohon sedang mengamati keadaan di atas tebing sebelah timur Kali Praga. Bayangan itu tampak mengamati dengan seksama kejadian yang sedang berlangsung di atas tebing. Walaupun jarak itu cukup jauh, namun orang itu kelihatannya telah mengetrapkan aji sapta pandulu dan sapta pangrungu untuk mengetahui keadaan sebenarnya yang sedang terjadi di atas tebing. Lebih dari lima orang, berkata orang itu dalam hati, Agaknya telah terjadi sebuah pertemuan rahasia di atas sana. Siapakah sebenarnya mereka itu? Dengan perlahan orang itu membungkuk untuk mengambil sebuah batu kerikil. Dengan tanpa menimbulkan suara, batu kerikil itu telah dilemparkannya dan jatuh mengenai salah seorang tukang satang yang sedang meringkuk di atas rakitnya berselimutkan kain panjang. Sejenak tukang satang yang terkena lemparan batu kerikil itu menggeliat. Kemudian dengan perlahan dia duduk sambil menyingkapkan kain panjangnya. Dengan sangat hati-hati dilepaskannya tali pengikat rakit yang tertambat pada sebuah patok di tepi sungai. Setelah tali pengikat itu terlepas, kemudian dikayuhnya rakit itu meluncur menuju ke tepian sebelah barat. Ketika rakit itu telah menepi di sisi barat tepian Kali Praga, dengan tanpa menimbulkan suara berisik orang yang sedang mengamati sisi tebing sebelah timur Kali Praga itu telah meloncat 11

16 ke atas rakit sambil berdesis perlahan, Marilah kita lihat, siapa yang berada di atas tebing itu? Tukang satang yang mulai mengayuh rakitnya itu mengerutkan keningnya sambil bertanya, Siapakah yang Ki Lurah maksud? Kita akan segera tahu, siapakah mereka dan apa kepentingannya berada di atas tebing sebelah timur Kali Praga ini, jawab orang yang dipanggil Ki Lurah itu sambil berdiri menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Sejenak kemudian rakit itu meluncur menembus kepekatan malam di atas arus air Kali Praga yang tidak begitu deras. Hanya dalam waktu sekejab rakit itu pun kemudian telah merapat di tepian Kali Praga sebelah timur. Bangunkan kawan kawanmu, perintah Ki Lurah sambil melangkah perlahan di tepian yang berpasir. Dengan tergesa-gesa, tukang satang itu segera membangunkan kawan kawannya yang berjumlah tiga orang. Ada apa? bertanya seorang tukang satang yang berbadan kurus dengan wajah yang masih mengantuk. Ki Lurah memerlukan kita, jawab tukang satang yang menyeberangkan Ki Lurah itu sambil beranjak membangunkan kawannya yang lain. Beberapa saat kemudian di tepian yang berpasir itu telah berkumpul empat orang tukang satang dan orang yang di panggil Ki Lurah itu. Aku melihat gerakan yang mencurigakan di atas tebing itu, berkata Ki Lurah kemudian sambil menunjuk ke tempat Glagah Putih dan Rara Wulan bersembunyi, Kemungkinannya jumlah mereka lebih dari lima orang tapi tidak akan sampai sepuluh orang. Apakah kita perlu memanggil kawan-kawan kita yang berjaga jaga di sisi barat Kali Praga, Ki Lurah? bertanya salah seorang tukang satang itu. Itu tidak perlu, geram Ki Lurah, Ingat, kita tidak terikat dengan jumlah, akan tetapi kemampuan masing-masing orang 12

17 yang akan menentukan. Takaranku adalah lawan sebanyak lima orang, sisanya nanti terserah kalian berempat. Hampir bersamaan keempat tukang satang itu menarik nafas dalam-dalam. Mereka sudah mengenal betul dengan perangai Ki Lurah. Sebenarnyalah menurut pengamatan mereka selama ini Ki Lurah itu termasuk orang yang berilmu cukup tinggi, namun kesombongannyalah yang kadang-kadang membuatnya kurang perhitungan. Marilah, berkata Ki Lurah sambil melangkah ke arah tebing, Kita datang dengan dada tengadah, tidak usah mengendap endap seperti laku seorang pencuri. Dengan tanpa menyamarkan kedatangan mereka, kelima orang itu pun akhirnya mulai mendaki tebing sebelah timur Kali Praga dari arah sisi barat yang medannya cukup terjal. Dalam pada itu Glagah Putih dan kawan kawannya yang sedang berada di atas tebing telah mendengar hadirnya orangorang yang tidak diundang itu sejak mereka masih berada di tepian. Ki Citra Jati yang sudah menduga hal itu akan terjadi hanya dapat menarik nafas dalam-dalam. Sementara anak-anak Nyi Citra Jati segera berkumpul di dekat ibu mereka untuk mendapatkan pengarahan. Baruni dan Setiti, berkata Nyi Citra Jati, Kalian berdua jangan terlalu jauh dengan mbokayu kalian Padmini. Sementara biarlah Rara Wulan berpasangan dengan Glagah Putih. Sedangkan Pamanmu Mlaya Werdi akan melindungi kalian dari belakang, Nyi Citra Jati berhenti sejenak, kemudian lanjutnya, Aku dan Ayahmu akan berada di luar lingkaran untuk melindungi kalian kalau-kalau masih ada di antara mereka yang datang dengan sembunyi-sembunyi. Kedua gadis itu mengangguk tanpa menjawab. Keduanya segera bergeser merapat ke dekat Padmini. Sedangkan Nyi Citra Jati telah bergeser menjauh dan berlindung diantara semaksemak yang cukup lebat diikuti oleh Ki Citra Jati. Glagah Putih yang maklum dengan siasat yang digunakan oleh Nyi Citra Jati segera tanggap. Bersama Rara Wulan, dia segera melangkah ke tempat yang cukup lapang sambil menunggu kedatangan orang-orang yang sedang mendaki tebing itu. 13

18 Sedangkan Mlaya Werdi yang sedari tadi masih duduk di atas sebongkah batu padas, dengan perlahan bangkit dari tempat duduknya dan bergeser di belakang para keponakannya. Ketika orang-orang yang mendaki tebing itu sudah mulai terdengar semakin dekat, Glagah Putih dan Rara Wulan yang sudah menanggalkan penyamaran mereka sejak Matahari terbenam tadi memang merasa tidak ada gunanya lagi menyembunyikan jati diri mereka. Dengan penuh kewaspadaan, sepasang suami istri dan kawan-kawannya itu pun mulai mempersiapkan diri. Agaknya kelima orang yang mendaki tebing itu benar-benar penuh percaya diri. Itu terbukti mereka tidak berusaha menyembunyikan kehadiran mereka, dengan langkah yang mantap dan penuh keyakinan akan kemampuan mereka, Ki Lurah yang berjalan paling depan telah berhenti beberapa langkah di depan Glagah Putih. Malam yang pekat ternyata tidak menghalangi pandangan Ki Lurah untuk mengenali lawan lawannya yang berdiri beberapa langkah saja di depannya. Tiba-tiba tawa Ki Lurah meledak mengoyak malam yang sepi. Di sela-sela derai tawanya yang berkepanjangan Ki Lurah itu pun berkata, Ah, ternyata yang kita temukan di sini adalah sekumpulan perempuan-perempuan cantik dan dua laki-laki entah sebagai pengawal atau pelayan mereka, aku tidak tahu, Ki Lurah berhenti sejenak, kemudian lanjutnya, Walaupun kalian memakai pakaian laki-laki, namun aku tetap bisa membedakan, manakah yang lelaki tulen dan manakah yang menyamar sebagai laki-laki. Glagah Putih yang berdiri di paling depan segera menyahut, Ma afkan kami Ki Sanak kalau kehadiran kami di atas tebing ini mengganggu keberadaan Ki Sanak yang berada di bawah tebing sana. Kami sekeluarga berasal dari Prambanan dan berniat untuk menengok saudara kami yang sedang sakit di Menoreh. Sejenak Ki Lurah mengerutkan keningnya, katanya kemudian setengah membentak, Jangan membual. Aku tidak bertanya siapa diri kalian. Sekarang juga kalian harus mengikuti kami turun ke tepian. Kawan-kawan kami sudah hampir sepekan berjaga-jaga di tepian Kali Praga ini, dan agaknya mereka membutuhkan hiburan. 14

19 Gila..! tiba-tiba justru Rara Wulan lah yang balas membentak, Tutup mulutmu yang kotor. Jangan berpikir bahwa kami perempuan-perempuan murahan yang dapat seenaknya kalian perlakukan. Ki Lurah hanya tertawa pendek. Sambil menunjuk ke arah Rara Wulan, katanya kemudian, Apa katamu tentang empat perempuan muda dan dua laki-laki di larut malam begini dan di tempat yang sepi seperti ini? Aku sudah terbiasa mendapat jawaban seperti ini dan akhirnya kalian pasti akan segera membuka kedok kalian setelah tercapai kesepakatan di antara kita. Gila, gila, gila, teriak Rara Wulan sejadi-jadinya sambil dihentak-hentakkannya kakinya ke tanah. Untunglah Rara Wulan masih sadar sehingga tidak menggunakan tenaga cadangannya ketika menghentakkan kakinya ke tanah. Sudahlah Ki Lurah, tiba-tiba salah seorang Tukang Satang itu menyeletuk, Malam semakin dingin dan tiba-tiba saja aku menjadi sangat bergairah. Kita jangan membuang-buang waktu terlalu banyak. Kita dapat melakukannya di sini atau di atas rakit agar lebih hangat. Terserah mereka. Tutup mulutmu..! Rara Wulan yang sudah tidak dapat menahan diri itu telah meloncat secepat tatit yang meluncur di udara menampar Tukang satang yang berdiri di sebelah kiri Ki Lurah. Akibatnya adalah di luar dugaan semua orang yang hadir di atas tebing itu. Dengan deras ayunan tangan Rara Wulan yang terbuka menerjang wajah Tukang Satang itu sehingga kepalanya telah terpeluntir ke kanan bersamaan dengan terdorongnya tubuh tukang satang itu terjengkang ke belakang. Sejenak orang-orang itu bagaikan membeku di tempatnya. Dengan dada yang berdebar debar mereka mengamati Tukang Satang yang terkapar tak bergerak di tanah yang berdebu. Mati? seru Ki Lurah sambil melangkah mendekat. Sambil berjongkok, dirabanya dada Tukang Satang itu yang ternyata jantungnya telah berhenti berdetak. 15

20 Ternyata kemarahan Rara Wulan yang tersinggung harga dirinya sebagai seorang perempuan telah mengungkapkan tenaga cadangannya hampir sampai ke puncak sehingga akibatnya sangat mengerikan, leher Tukang Satang itu telah patah dan rahangnya terlepas bersamaan dengan lepasnya nyawa dari raganya. Ki Lurah menggeram keras sambil berdiri. Kemarahannya benar-benar sudah sampai ke ubun-ubun. Kini sadarlah Ki Lurah dengan siapa dia berhadapan. Ternyata perempuan yang menyerang salah satu Tukang Satang itu berilmu sangat tinggi, terbukti dengan sekali pukul leher Tukang Satang yang malang itu telah patah. Padahal para Tukang Satang itu bukan Tukang Satang yang sebenarnya. Mereka adalah anak buah Ki Lurah yang telah malang melintang dalam dunia hitam. Kemampuan olah kanuragan mereka tidak dapat dianggap enteng. Mereka selalu berhasil melakukan perampokan di padukuhan-padukuhan yang terbilang cukup kaya. Tak jarang mereka harus berhadapan dengan para pengawal Padukuhan. Akan tetapi mereka selalu berhasil menuntaskan tugas mereka. Kini Ki Lurah harus membuat perhitungan yang cermat. Di pihaknya telah jatuh satu korban, sementara di pihak lawan masih segar dan jumlahnya pun berlebih. Menyadari akan kedudukannya itu, segera saja Ki Lurah melontarkan isyarat untuk meminta bantuan. Sejenak kemudian malam yang sepi itu terkoyak oleh suara suitan nyaring yang membelah udara malam. Suaranya terdengar sampai di tepian Kali Praga sebelah barat tempat berkumpulnya para pengikut Panembahan Cahya Warastra yang sedang berjaga jaga. Namun alangkah terkejutnya Ki Lurah ketika suara suitan itu belum mereda, terdengar suara lengkingan rinding yang ditiup oleh Ki Citra Jati dari balik gerumbul tidak jauh dari tempat itu. Glagah Putih dan kawan kawannya sadar bahwa suara rinding dari Ki Citra Jati itu adalah sebuah isyarat agar mereka segera bergerak sebelum lawan mereka mendapatkan bantuan dari tepi barat Kali Praga. Sejenak kemudian benturan pun segera terjadi dengan dahsyat. Para Tukang Satang yang telah tanggap dengan keadaan 16

21 segera mencabut senjata masing-masing. Sementara Ki Lurah telah mencabut sebuah keris yang cukup panjang yang bercahaya kemerah-merahan di tengah malam yang pekat. Anak-anak Nyi Citra Jati selain Rara Wulan telah mengurai senjata masing-masing. Padmini dan Baruni yang selalu membawa busur yang disilangkan di depan dadanya segera menggenggam busur mereka di tangan kiri yang digunakan sebagai perisai untuk menangkis serangan lawan. Sedangkan di tangan kanan mereka tergenggam sebatang anak panah yang digunakan sebagai senjata seperti sebuah pedang untuk menyerang lawan mereka. Sedangkan Setiti yang selalu membawa bawa sumpit telah menggenggam sumpit itu di tangan kanan. Tidak seperti biasanya, sumpit itu tidak terbuat dari bambu namun terbuat dari baja pilihan yang dapat digunakan sebagai senjata yang mirip dengan tongkat baja putih milik Sekar Mirah namun tanpa kepala tengkorak di ujungnya. Selebihnya, apabila dalam keadaan mendesak mereka akan melepaskan senjata-senjata mereka dan lebih mengandalkan pada kemampuan puncak mereka, Aji Pacar Wutah Puspa Rinonce. Sementara Ki Lurah yang sudah waringuten segera menyerang Rara Wulan yang berdiri beberapa langkah saja di samping kirinya. Dengan sebuah tusukan ke arah dada, Ki Lurah meloncat disertai dengan suara teriakan yang menggelegar. Rara Wulan yang mendapat serangan dari Ki Lurah segera menggeser kaki kirinya selangkah kebelakang. Dengan sedikit memiringkan tubuhnya sehingga tusukan keris ke arah dadanya itu hanya lewat sejengkal di depannya, tangan kanan Rara Wulan bergerak cepat mencengkeram pergelangan tangan Ki Lurah yang menggenggam keris. Tentu saja Ki Lurah tidak akan membiarkan lawannya merebut senjatanya. Dengan tergesa-gesa ditariknya keris itu sambil kaki kanannya terayun deras mengarah ke lambung Rara Wulan. Ada keinginan Rara Wulan untuk membenturkan siku tangan kirinya dengan kaki Ki Lurah yang terayun deras ke arah 17

22 lambungnya, namun niat itu segera diurungkan. Dengan sekali lompat kebelakang, Rara Wulan sudah terbebas dari serangan Ki Lurah. Ketika Ki Lurah kemudian bermaksud memburu lawannya, ternyata di tangan Rara Wulan sudah tergenggam senjata andalannya, sebuah selendang yang cukup panjang. Sejenak Ki Lurah tertegun dan menghentikan langkahnya. Senjata di tangan Rara Wulan itu sangat mendebarkan hatinya. Hanya orang-orang yang benar-benar sudah mumpuni saja yang mampu memainkan senjata sejenis itu dalam sebuah pertempuran yang sebenarnya. Keraguan Ki Lurah itu ternyata terbaca oleh Rara Wulan. Dengan sengaja diputarnya selendang itu di atas kepalanya untuk mempengaruhi ketahanan batin lawannya. Putaran selendang itu begitu dahsyatnya sehingga menimbulkan pusaran angin dan suara berdengung bagaikan dengung seribu lebah hutan yang sedang mengamuk. Persetan, geram Ki Lurah, Aku bukan anak kecil yang takut dengan segala macam pengeram-eram. Selendangmu itu akan segera putus terbabat oleh kerisku yang tajamnya melebihi pitung penyukur. Aku meragukan itu, Ki Sanak, jawab Rara Wulan tanpa menghentikan putaran selendangnya, Justru kerismu yang kau agung agungkan itu yang sebentar lagi akan berpindah ke tanganku. Jangan banyak membual, sekali lagi Ki Lurah menggeram sambil meloncat mengayunkan kerisnya membabat ke arah putaran selendang Rara Wulan. Demikianlah akhirnya mereka berdua segera terlibat dalam sebuah perkelahian yang sengit. Ki Lurah benar-benar dibuat kerepotan dengan senjata Rara Wulan. Selendang itu kadangkadang meliuk-liuk bagaikan seekor ular yang hidup yang berusaha membelit tangannya, kadang lehernya, bahkan kakinya yang sedang meloncat di udara pun hampir saja terbelit dengan selendang itu. Namun suatu saat dengan tidak terduga duga selendang itu tiba-tiba berubah mengeras bagaikan sebuah tongkat baja dan mendera dadanya. 18

23 Glagah Putih yang menyaksikan perkelahian itu hanya menarik nafas dalam-dalam. Tanpa sadar kakinya bergeser menjauhi lingkaran perkelahian. Dia sudah yakin istrinya itu tidak akan mendapatkan kesulitan dalam mengatasi lawannya. Tanpa sadar Glagah Putih justru mengayunkan langkah mendekati lingkaran pertempuran anak-anak Nyi Citra Jati yang lain. Betapa Padmini, Baruni dan Setiti telah membuat para Tukang Satang itu kebingungan. Beberapa Kali senjata-senjata anak-anak Nyi Citra Jati itu mulai menyentuh tubuh- tubuh mereka sehingga yang dapat dilakukan oleh para pengikut Ki Lurah itu hanyalah bertahan sambil mundur dan mundur terus. Namun mereka menyadari bahwa tidak mungkin untuk bertahan sambil bergerak mundur terus karena di belakang mereka adalah lereng tebing yang cukup terjal. Jika mereka sampai terjatuh, akibatnya akan sangat berbahaya bagi keselamatan mereka. Dengan pertimbangan seperti itulah, akhirnya para Tukang Satang itu pun memutuskan untuk menghentakkan segenap kemampuan mereka untuk mendesak anak-anak Nyi Citra Jati. Namun Padmini yang lebih dewasa dan lebih berpengalaman dari adik adiknya segera memberi aba-aba untuk memperketat serangan mereka sehingga sejenak kemudian pertempuran itu pun bagaikan meledak dengan dahsyatnya. Mlaya Werdi yang berdiri tidak seberapa jauh dari tempat pertempuran anak-anak Nyi Citra Jati itu sama sekali tidak lengah. Sesuai dengan pesan Nyi Citra Jati untuk mengamati keadaan jika ada bantuan lawan yang datang dengan diam-diam. Namun sejauh itu tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan. Dalam pada itu di tepian sebelah barat Kali Praga, para pengikut Panembahan Cahya Warastra yang sedang berjaga-jaga telah mendengar isyarat dari Ki Lurah. Dengan tergesa-gesa mereka segera menarik beberapa rakit yang disembunyikan diantara semak belukar. Sejenak kemudian tiga buah rakit itu telah diturunkan ke Kali Praga dengan penumpangnya masingmasing rakit sekitar sepuluh orang. Demikianlah rakit-rakit itu pun kemudian telah meluncur dengan cepat di atas air Kali Praga yang keruh. Hanya dalam 19

24 waktu sekejab rakit-rakit itu telah merapat di tepian timur Kali Praga. Dengan sigap para penumpangnya segera berloncatan ke tepian yang berpasir basah. Ketika kemudian sekali lagi terdengar suitan nyaring dari arah tebing, para pengikut Panembahan Cahya Warastra itu pun segera berlari-larian menuju ke arah suara suitan itu berasal. Memang Ki Lurah yang merasa tidak akan dapat mengatasi lawannya telah melontarkan isyarat sekali lagi. Namun dengan demikian isyarat itu pun bagi Rara Wulan dan anak-anak Nyi Citra Jati merupakan pertanda bahwa mereka harus segera menyelesaikan lawan-lawan mereka sebelum bala bantuan datang. Ketika di bawah tebing mulai terdengar hiruk pikuk orangorang yang memanjat naik, sekali lagi terdengar sebuah lengkingan bunyi rinding membelah udara malam. Dengan tanpa membuang waktu, Rara Wulan dan adik-adik angkatnya pun segera menyelesaikan lawan-lawan mereka. Para Tukang Satang itu tidak sempat melihat bagaimana anakanak Nyi Citra jati itu mempergunakan senjata mereka. Tiba-tiba saja dua orang Tukang Satang merasakan sesuatu telah hinggap di dada sebelah kiri. Ternyata anak panah Padmini dan Baruni telah menembus jantung mereka. Sejenak kedua orang tukang Satang itu masih sempat mengumpat keras sambil terhuyung-huyung memegangi dada mereka sebelum akhirnya jatuh terjerembab tak bergerak untuk selamanya. Sementara Setiti yang bersenjatakan sumpit telah menggunakan senjatanya itu sebagaimana mestinya. Segera saja sebuah paser kecil telah melesat dengan kecepatan yang luar biasa menembus leher lawannya. Racun yang ada di ujung paser itu kekuatannya setara dengan racun ular bandotan macan. Hanya dalam sekejap sebelum lawannya menyadari apa yang sebenarnya sedang terjadi, tubuhnya tiba-tiba merasa kejang dan nafasnya pun telah tersumbat. Tukang Satang yang terakhir itu pun kemudian roboh berkelojotan mati. 20

25 Ki Lurah yang sempat melihat sekilas anak buahnya telah terbujur menjadi mayat menjadi semakin wuru. Dengan mengangkat kerisnya tinggi-tinggi seolah olah ingin menembus langit, dipusatkannya segala nalar budinya untuk menghentakkan ilmu pamungkasnya. Ketika kemudian serangannya yang membadai menerjang Rara Wulan, dari ujung keris itu seolah olah telah memancar lidah api yang sangat panas. Ujung lidah api itu ternyata telah mendahului dari ujud keris itu sendiri. Sehingga ketika keris yang ada di tangan Ki Lurah itu belum menyentuh tubuh Rara Wulan, lidah api itu telah menghanguskan ujung baju Rara Wulan. Rara Wulan segera menyadari watak dari ilmu lawannya. Dia tidak ingin kehilangan waktu terlalu banyak sementara orangorang Panembahan Cahya Warastra justru telah mulai memanjat tebing. Setelah meloncat beberapa langkah ke samping menghindari kejaran jilatan api yang keluar dari ujung keris Ki Lurah, dalam waktu yang hanya sekejab Rara Wulan segera mengetrapkan Aji Pacar Wutah Puspa Rinonce. Sejenak udara di sekitar arena pertempuran itu bagaikan dipampatkan. Ketika udara yang telah dipampatkan itu kemudian berputar dan membentuk butiran-butiran air yang sangat panas, Ki Lurah ternyata telah terlambat menyadarinya. Langkahnya terhenti ketika butiran-butiran lembut air yang sangat panas itu menerjang tubuhnya. Dengan tergesa-gesa Ki Lurah meloncat ke belakang sejauh jauhnya sambil memutar senjatanya untuk melindungi dirinya dari terjangan Aji Pacar Wutah Puspa Rinonce. Namun ternyata kecepatan Aji Pacar Wutah Puspa Rinonce itu melebihi usaha Ki Lurah menghindarkan diri dengan meloncat kebelakang. Butiran-butiran air panas yang sangat lembut itu telah menyusup di sela-sela putaran kerisnya dan langsung menghunjam ke dalam tubuh Ki Lurah lewat lubang-lubang di kulitnya. Untuk sejenak Ki Lurah telah terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah. Butiran-butiran lembut air panas itu telah 21

26 menyusup ke dalam pembuluh darahnya dan menghancurkan jaringan urat darah di sekujur tubuhnya. Akhir yang sangat mengerikan bagi Ki Lurah. Seluruh pembuluh darahnya seakan meledak dan darah pun mengalir deras keluar dari lubang-lubang di kulitnya. Dengan mengeluarkan teriakan kesakitan yang luar biasa, Ki Lurah pun akhirnya jatuh tertelungkup bermandikan darah dan tak bergerak lagi untuk selama lamanya. Dalam pada itu, para pengikut Panembahan Cahya Warastra yang sedang mendaki tebing telah semakin dekat dengan tempat pertempuran. Ketika kemudian mereka telah mencapai bibir tebing dan berlari-larian menuju ke medan pertempuran, alangkah terkejutnya mereka, ternyata medan pertempuran yang tadinya terdengar hiruk-pikuk kini telah menjadi sepi. Hanya bekas-bekas pertempuran saja yang masih mereka jumpai dan beberapa sosok mayat yang terbujur malang-melintang. Dengan cepat mereka segera menyebar untuk memburu orang-orang yang telah membunuh kawan-kawan mereka. Hampir setiap jengkal tanah di atas tebing itu tidak luput dari pengamatan mereka. Sesekali mereka menemukan jejak-jejak kaki namun sudah sangat kabur dan susah dikenali. Demikian juga arah jejak kaki itu tidak jelas kemana arah tujuannya. Seolah olah jejak-jejak itu hanya melingkar-lingkar saja di atas tebing. Ki Lurah..! tiba-tiba seorang yang wajahnya bulat dan berambut keriting berteriak lantang begitu mengenali sesosok mayat yang tertelungkup dalam keadaan yang mengenaskan. Beberapa orang segera berlari ke tempat di mana orang yang wajahnya bulat itu menemukan mayat Ki Lurah. Mereka tidak yakin bahwa Ki Lurah yang menurut pengenalan mereka selama ini termasuk orang yang berilmu cukup tinggi telah terbunuh. Jika memang Ki Lurah ikut menjadi korban, berarti lawan yang dihadapinya pasti bukan orang kebanyakan. Sesampainya di depan mayat yang tertelungkup itu, dengan tergesa-gesa seseorang segera membalikkannya. Dengan dada yang berdebar debar mereka melihat betapa keadaan mayat itu sangat mengerikan, sekujur tubuhnya bersimbah darah. 22

27 Beberapa orang berusaha mencondongkan tubuh ke depan agar lebih jelas melihat wajah mayat itu, sedangkan yang lainnya justru telah berjongkok di sisi mayat itu untuk meyakinkan penglihatan mereka bahwa tubuh yang telah terbujur kaku itu adalah Ki Lurah. Ki Lurah..! seseorang berdesis perlahan setelah dia yakin dengan penglihatannya. Ya, benar. Ini memang Ki Lurah, yang lainnya menyahut hampir bersamaan. Gila..! terdengar beberapa orang telah mengumpat, Ilmu apakah yang telah membunuh Ki Lurah? Seseorang yang rambutnya sudah ubanan melangkah maju sambil menyibakkan orang-orang yang sedang berkerumun dan kemudian berjongkok di sisi tubuh Ki Lurah yang telah membeku. Sejenak diamatinya sekujur tubuh yang telah dingin itu. Dicobanya mencari bekas-bekas luka yang mungkin terdapat pada tubuh Ki Lurah, namun tidak tampak segores luka pun yang terdapat pada mayat itu. Aneh, desis orang yang rambutnya sudah ubanan itu, Tidak ada segores luka pun, namun darah yang keluar dari pori-pori kulitnya bagaikan diperas, orang itu berhenti sejenak. Dikerahkan kemampuan daya ingatnya untuk mengenali jenis ilmu yang telah membuat Ki Lurah terbunuh. Gurunya sering bercerita tentang berjenis jenis ilmu yang ada di muka bumi ini sebagai pengetahuan bagi murid-muridnya. Dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit dan aneh, aneh dalam kemampuannya menghancurkan lawan maupun aneh dalam memberikan nama aji itu sendiri. Tiba-tiba bagaikan disengat oleh seekor kalajengking sebesar ibu jari kaki orang dewasa, orang yang rambutnya sudah ubanan itu terlonjak berdiri sambil berteriak, Aji Pacar Wutah Puspa Rinonce! Ya.., Pacar Wutah Puspa Rinonce, aku yakin itu. Orang-orang yang mengerumuninya itu terkejut. Seorang yang berperut buncit mendesak maju sambil bertanya, Apakah engkau yakin Kakang Dumuk? Kalau memang Ki Lurah telah terbunuh dengan aji Pacar Wutah Puspa Rinonce, kita harus segera melaporkan peristiwa ini kepada Guru. 23

28 Engkau benar Adi Walang jawab orang yang rambutnya sudah ubanan yang ternyata bernama Dumuk, Hanya guru yang dapat mengatasi aji ini. Kita masih jauh di bawah tataran orang yang telah membunuh Ki Lurah ini, kecuali Kakang Labda Gati, ilmunya mungkin sudah mencapai tataran setingkat dengan Guru. Beberapa orang yang mendengarkan pembicaraan itu mengangguk angguk. Sementara beberapa orang yang lainnya telah sibuk menggali tanah di atas tebing itu dengan peralatan seadanya. Betapa pun kelamnya hati mereka serta jalan hidup yang mereka tempuh selama ini sangat jauh dari tuntunan hidup bebrayan, namun mereka masih mempunyai setitik rasa kesetiakawanan terhadap kawan-kawan mereka yang telah terbunuh dalam menjalankan tugas. Demikianlah akhirnya, Dumuk yang merupakan orang yang dituakan dalam rombongan itu telah memerintahkan untuk mengubur lima orang kawan mereka yang telah terbunuh di atas tebing sebelah timur Kali Praga. Dengan peralatan seadanya mereka pun kemudian mengubur kelima kawan mereka itu dalam satu lubang. Sejenak kemudian, setelah mereka merasa tidak ada lagi yang perlu dilakukan, mereka pun kemudian segera menuruni tebing dan kembali menyeberang ke tepi barat Kali Praga. ***** Dalam pada itu di padepokan Jati Anom, malam telah sampai ke ujungnya. Burung-burung mulai terbangun dan keluar dari sarangnya sambil memperdengarkan kicau yang merdu menyambut terbitnya sang fajar. Setelah menunaikan kewajibannya sebagai hamba kepada Penciptanya, Ki Rangga Agung Sedayu mulai mempersiapkan perjalanan ke Mataram untuk menghadap Ki Patih Mandaraka. Empat ekor kuda yang tegar telah disiapkan di halaman padepokan. Putut Darpa dan Putut Darpita pun telah siap dengan perbekalan mereka dan duduk di pendapa menunggu Ki Rangga dan Pandan Wangi keluar. Kedua Putut kakak beradik itu tidak terlihat membawa pedang, namun senjata mereka adalah senjata ciri khas 24

29 perguruan orang bercambuk, sehelai cambuk yang dililitkan pada pinggang mereka dan disembunyikan di bawah baju. Ketika kemudian Ki Rangga Agung Sedayu dan Pandan Wangi muncul dari balik pintu pringgitan, kedua Putut itu segera berdiri dan menganggukkan kepala. Apakah kalain sudah makan pagi? bertanya Pandan Wangi sambil melangkah mendekat. Putut Darpa ternyata yang menjawab, Kami tadi sudah makan di dapur Nyi. Jika Ki Rangga dan Nyi Pandan Wangi belum makan pagi, kami akan menunggu. Hampir bersamaan Ki Rangga dan Pandan Wangi tersenyum. Sambil berjalan melintasi pendapa Ki Rangga kemudian menuju ke tempat kuda-kuda mereka ditambatkan. Katanya kemudian, Marilah, mumpung hari masih pagi. Semoga kita sampai di Mataram sebelum gelap. Kedua Putut itu hanya menarik nafas dalam-dalam mendengar kata-kata Ki Rangga. Sejenak kemudian keduanya pun segera menuju ke kuda masing-masing dan mempersiapkan segala uba rampe untuk sebuah perjalanan yang cukup jauh. Pandan Wangi yang telah mendapat ijin dari suaminya itu telah memakai pakaian khususnya dengan sepasang pedang di lambung. Rambutnya yang masih hitam lebat namun di sana sini sudah mulai dihiasi dengan rambut yang berwarna putih itu disanggul tinggi dan diikat dengan secarik kain berwarna merah saga. Pandan Wangi masih terlihat sangat cantik di usianya yang sudah mendekati setengah abad. Demikianlah, keempat orang yang akan melakukan perjalanan ke Mataram itu masih harus menunggu Ki Widura untuk berpamitan. Agaknya Ki Widura masih ada keperluan sebentar di belakang. Setelah beberapa saat menunggu, barulah Ki Widura muncul dari balik pintu pringgitan dan berjalan mendekati keempat orang yang masih belum menaiki kuda-kuda mereka. Ma af, aku tadi masih ada keperluan di belakang, berkata Ki Widura sesampainya di depan mereka berempat, Apakah masih ada yang tertinggal sebelum kalian berangkat? Tolong jika kalian 25

30 bertemu Glagah Putih dan Rara Wulan, katakan aku sudah sangat rindu untuk menimang cucu. Ah, hampir bersamaan mereka yang mendengar pesan Ki Widura itu tertawa. Bahkan Pandan Wangi yang berdiri di sebelah Ki Rangga Agung Sedayu menimpali, Bukankah Ki Widura sudah bertambah cucunya dari Kakang Agung Sedayu? Ya,. ya.., sahut Ki Widura cepat, Namun biarlah kebahagiaan orang tua ini bertambah lengkap setelah mendapat cucu dari Glagah Putih. Kembali keempat orang itu tertawa. Baiklah, Paman, akhirnya Ki Rangga berpamitan, Kami mohon diri. Aku titip Adi Swandaru. Obat yang aku tinggalkan cukup untuk persediaan satu bulan. Semoga sebelum satu bulan aku sudah bisa kembali ke Padepokan. Ki Widura mengangguk anggukkan kepalanya. Kemudian sambil melangkah menuju ke regol dia berkata, Keadaan Mataram sangat gawat sehubungan dengan kehadiran pengikut Panembahan Cahya Warastra. Tidak menutup kemungkinan Menoreh akan terkena pengaruhnya. Sambil menuntun kuda-kuda mereka, keempat orang itu berjalan perlahan-lahan mengikuti Ki Widura menyeberangi halaman Padepokan yang cukup luas. Ketika kemudian mereka telah sampai di depan regol, Ki Widura pun menghentikan langkahnya sambil berpesan, Hatihatilah di jalan. Lebih baik kalian menghindari persoalan yang mungkin timbul di sepanjang perjalanan agar kedatangan kalian di Mataram tidak terlambat. Ya Paman, sahut Ki Rangga sedangkan yang lain hanya mengangguk anggukkan kepala mereka. Setelah sekali lagi minta diri kepada Ki Widura, keempat orang yang akan melakukan perjalanan jauh itu segera meloncat ke atas punggung kuda masing-masing. Sejenak kemudian mereka berempat telah berderap menyusuri jalan-jalan di Kademangan Jati Anom yang masih sepi. Apakah kita akan mampir ke rumah Kakang Untara? bertanya Pandan Wangi yang berkuda di sebelah Ki Rangga. 26

31 Sedang kedua Putut kakak beradik itu berkuda beberapa langkah di belakang. Aku kira tidak perlu, Wangi, jawab Ki Rangga, Kakang Untara tidak ada di tempat. Dia ikut melawat ke Panaraga bersama sama dengan pasukan Mataram yang lain. Pandan Wangi hanya mengangguk anggukkan kepalanya. Sementara itu embun pagi mulai terusir oleh sinar Matahari yang mulai mengintip dari balik bukit. Walaupun sinarnya masih sangat lemah, namun perlahan-lahan embun-embun yang masih bergelayutan dengan manja di pucuk-pucuk dedaunan mulai menguap bersamaan dengan warna langit yang mulai cerah. Keempat orang yang sedang melakukan perjalanan ke Mataram itu masih belum merasa perlu untuk berpacu di atas jalan yang berbatu batu. Namun ketika kemudian mereka telah keluar dari regol Kademangan Jati Anom dan menyusuri sebuah bulak yang cukup panjang, mereka pun segera memacu kudakuda mereka semakin cepat. Sementara Pandan Wangi yang berkuda di sebelah Ki Rangga tampak sangat menikmati perjalanan itu. Wajahnya yang masih terlihat muda dari usia yang sebenarnya itu terlihat sangat cerah. Sebuah senyum kecil selalu tersungging di bibirnya yang merah bak delima merekah. Dilemparkan pandangan matanya jauh kedepan dengan sinar mata yang berbinar-binar. Betapa perjalanan ini mengingatkannya pada kenangan jauh ke masa lalu sewaktu dirinya masih seorang gadis yang mempunyai kesenangan berbeda dengan gadis-gadis kebanyakan, berburu di hutan di pinggir tlatah Tanah Perdikan Menoreh ditemani oleh pemomongnya yang setia, Kerti. Sesekali dari sudut matanya dia melihat Ki Rangga Agung Sedayu yang berkuda di sebelahnya tampak menundukkan kepalanya. Wajah Ki Rangga sepertinya sedang memendam sebuah beban yang sangat berat. Bahkan berkali-kali tanpa disadarinya Ki Rangga Agung Sedayu menarik nafas dalamdalam sambil menggeleng gelengkan kepalanya. Apakah sebenarnya yang sedang dipikirkannya? bertanya Pandan Wangi dalam hati, Apakah dia sedang memikirkan Kakang Swandaru yang masih sakit di Padepokan Jati Anom? 27

Diceritakan kembali oleh: Rachma www.dongengperi.co.nr 2008 Cerita Rakyat Sumatera Utara Di tepi sebuah hutan kecil yang hijau, sebuah danau yang berair jernih berkilau disapa mentari pagi. Permukaannya

Lebih terperinci

Perlu waktu bagi anak anak itu untuk menjadi bagian dari kegelapan sebelum pohon pohon terlihat lebih jelas. Sebelum semak semak tinggi terlihat

Perlu waktu bagi anak anak itu untuk menjadi bagian dari kegelapan sebelum pohon pohon terlihat lebih jelas. Sebelum semak semak tinggi terlihat Perlu waktu bagi anak anak itu untuk menjadi bagian dari kegelapan sebelum pohon pohon terlihat lebih jelas. Sebelum semak semak tinggi terlihat lebih jelas. Sebelum batang pohon terlihat seperti batang

Lebih terperinci

Angin senja terasa kencang berembus di antara

Angin senja terasa kencang berembus di antara Bab I Angin senja terasa kencang berembus di antara gedung-gedung yang tinggi menjulang. Di salah satu puncak gedung tertinggi, terlihat sebuah helikopter berputar di tempat, berusaha untuk mempertahankan

Lebih terperinci

Pertama Kali Aku Mengenalnya

Pertama Kali Aku Mengenalnya 1 Pertama Kali Aku Mengenalnya Aku berhasil menjadi kekasihnya. Laki-laki yang selama 4 tahun sudah aku kagumi dan cintai. Aku pertama kali bertemu dengannya ketika aku duduk di bangku SMP. Saat itu hidupku

Lebih terperinci

Terusan Api di Bukit Menoreh

Terusan Api di Bukit Menoreh 2015 Terusan Api di Bukit Menoreh Karya mbah-man Kalau boleh ini disebut sebagai lanjutan dari seri ADBM, naskah ini merupakan jilid kesepuluh dari Seri kelima ADBM. ADBM seri keempat telah ditamatkan

Lebih terperinci

PENJAGAL ANGIN. Tri Setyorini

PENJAGAL ANGIN. Tri Setyorini PENJAGAL ANGIN Tri Setyorini Awal yang ku lihat adalah abu putih yang berterbangan. Pikirku itu adalah salju yang menyejukkan. Namun ternyata bukan karena abu ini justru terasa panas dan membakar telapak

Lebih terperinci

Seorang pria menyelinap keluar dari balik pohon, dan Endra mengenalinya sebagai pemandunya, Lole.

Seorang pria menyelinap keluar dari balik pohon, dan Endra mengenalinya sebagai pemandunya, Lole. Hampir sore, saat Endra berada di hutan bedugul. Jari-jari lentik sinar matahari menembus kanopi puncak pepohonan menerangi kerimbunan hutan. Suara burung mengiringi langkahnya menembus batas hutan terlarang.

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.7

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.7 SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.7 1. Aduh, Kaka, kalau rambutmu kau sisir model begitu kau kelihatan lebih tua. Kau seperti nenek-nenek! Alah kau ini hanya sirik,

Lebih terperinci

Terusan Api di Bukit Menoreh

Terusan Api di Bukit Menoreh 2015 Terusan Api di Bukit Menoreh Karya mbah-man Kalau boleh ini disebut sebagai lanjutan dari seri ADBM, naskah ini merupakan jilid kesembilan dari Seri kelima ADBM. ADBM seri keempat telah ditamatkan

Lebih terperinci

Yang Mencinta dalam Diam

Yang Mencinta dalam Diam Yang Mencinta dalam Diam Aku melihat sebuah abstrak dengan gambar batu-batu cantik menyerupai sebuah rumah, lengkap dengan air-air jernih dibatu-batu tersebut, mereka mengalir dan bergerak sebebas-bebasnya,

Lebih terperinci

Setelah para penyamun pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari tempat

Setelah para penyamun pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari tempat Dahulu kala, dikota Persia, hidup 2 orang bersaudara yang bernama Kasim dan Alibaba. Alibaba adalah adik Kasim yang hidupnya miskin dan tinggal didaerah pegunungan. Ia mengandalkan hidupnya dari penjualan

Lebih terperinci

LUCKY_PP UNTUKMU. Yang Bukan Siapa-Siapa. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

LUCKY_PP UNTUKMU. Yang Bukan Siapa-Siapa. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com LUCKY_PP UNTUKMU Yang Bukan Siapa-Siapa Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com UNTUKMU Yang Bukan Siapa-Siapa Oleh: Lucky_pp Copyright 2014 by Lucky_pp Desain Sampul: Ii dan friend Diterbitkan

Lebih terperinci

Sepasang Sayap Malaikat

Sepasang Sayap Malaikat Sepasang Sayap Malaikat Mereka sepasang sayap terbang ke awan-awan ingatan pemiliknya memilih menapak tanah, menikah dengan gadis pujaan. Setahun lalu, ia bertemu seorang gadis di sebuah kebun penuh air

Lebih terperinci

1 Curahan Hati Sebatang Pohon Jati

1 Curahan Hati Sebatang Pohon Jati 1 Curahan Hati Sebatang Pohon Jati Oleh: Alberta Angela (@black_printzesa) Hai, namaku Jati. Mungkin kalian semua sudah sering mendengar namaku. Tapi mungkin kalian belum terlalu mengenal aku dan kehidupanku.

Lebih terperinci

Pantang Menyerah. Nasution 1. Zahra Kalilla Nasution Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 13 September 2011

Pantang Menyerah. Nasution 1. Zahra Kalilla Nasution Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 13 September 2011 Nasution 1 Zahra Kalilla Nasution Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 13 September 2011 Pantang Menyerah Saya berjalan di tengah kota, cuaca begitu indah. Dagangan di kota tampaknya telah terjual semua.

Lebih terperinci

Aku menoleh. Disana berdiri seorang pemuda berbadan tinggi yang sedang menenteng kantong belanjaan di tangan kirinya. Wajahnya cukup tampan.

Aku menoleh. Disana berdiri seorang pemuda berbadan tinggi yang sedang menenteng kantong belanjaan di tangan kirinya. Wajahnya cukup tampan. 1st Spring Hujan lagi. Padahal ini hari Minggu dan tak ada yang berharap kalau hari ini akan hujan. Memang tidak besar, tapi cukup untuk membuat seluruh pakaianku basah. Aku baru saja keluar dari supermarket

Lebih terperinci

"Jika saya begitu takut maka biarlah saya mati malam ini". Saya takut, tetapi saya tertantang. Bagaimanapun juga toh akhirnya kita harus mati.

Jika saya begitu takut maka biarlah saya mati malam ini. Saya takut, tetapi saya tertantang. Bagaimanapun juga toh akhirnya kita harus mati. Malam di Perkuburan Diposkan pada 03 Januari 2016 Sebelumnya saya tidak pernah tinggal di tanah perkuburan. Dan tak ingin tinggal di sana. Namun suatu saat saya mengajak seorang pa-kow. Ketika saya sampai

Lebih terperinci

Selalu terbuka jelas mata ini Mata ciptaan-mu Aku berjalan lemah di atas hiasan Pijakan menuju satu berita gembira

Selalu terbuka jelas mata ini Mata ciptaan-mu Aku berjalan lemah di atas hiasan Pijakan menuju satu berita gembira Mata Cinta Selalu terbuka jelas mata ini Mata ciptaan-mu Aku berjalan lemah di atas hiasan Pijakan menuju satu berita gembira Tangan ini beralirkan anugerah kuasa-mu Sederhana bagi-mu Hanya kamilah merasa

Lebih terperinci

Siang itu terasa sangat terik, kami merasa lelah

Siang itu terasa sangat terik, kami merasa lelah SATU Siang itu terasa sangat terik, kami merasa lelah sekali. Namaku Reginia, Nia begitu sapaan orang-orang kepadaku. Aku dan suamiku Santoso baru saja pindah rumah. Maklum saja, aku dan Santoso adalah

Lebih terperinci

Dan ia baru menyadari betapa salahnya dirinya. Disana, muncul dari sebelah kirinya, ia merasakan gerakan udara yang cepat. Angin yang berhembus

Dan ia baru menyadari betapa salahnya dirinya. Disana, muncul dari sebelah kirinya, ia merasakan gerakan udara yang cepat. Angin yang berhembus SATU Kalau manusia didesain untuk memiliki lebih dari dua kaki oleh sang Pencipta, ia akan sangat bersyukur saat ini. Ia adalah seorang pria; kegelapan malam menutupi wujudnya. Kegelapan itu merupakan

Lebih terperinci

Intro. Cupve - Izzi - Guardian

Intro. Cupve - Izzi - Guardian Intro Cahaya putih bersinar terang. Di ikuti bau yang begitu harum. Dari sebuah bola cahaya muncul sosok bersayap, dengan kaki-kaki yang lentik, tangan yang mungil tapi kuat, mata penuh dengan cinta dan

Lebih terperinci

Perempuan dan Seekor Penyu dalam Senja

Perempuan dan Seekor Penyu dalam Senja Perempuan dan Seekor Penyu dalam Senja Perempuan itu berjalan di antara gerimis dan licinnya jalan kampung. Bagian bawah kainnya sudah basah terkena percikan. Ia menenteng sendalnya di tangan kirinya sementara

Lebih terperinci

Mata Tomi terbelalak, ketika menyadari dia berada

Mata Tomi terbelalak, ketika menyadari dia berada Petualangan Tomi di Negeri Glourius Oleh: Desi Ratih Mata Tomi terbelalak, ketika menyadari dia berada di tempat yang begitu asing baginya. Suasana gelap dan udara yang cukup dingin menyelimuti tempat

Lebih terperinci

TANGGA DAN SUNGAI. Oleh Susan Cummings 26hb Februari 2005 (Diterjemahkan dari Bahasa Inggeris kepada Bahasa Malaysia)

TANGGA DAN SUNGAI. Oleh Susan Cummings 26hb Februari 2005 (Diterjemahkan dari Bahasa Inggeris kepada Bahasa Malaysia) TANGGA DAN SUNGAI Oleh Susan Cummings 26hb Februari 2005 (Diterjemahkan dari Bahasa Inggeris kepada Bahasa Malaysia) Saya sedang berbaring di atas katil, dan di kaki suami saya dan kaki saya, adalah tiga

Lebih terperinci

Terusan Api di Bukit Menoreh

Terusan Api di Bukit Menoreh 2015 Terusan Api di Bukit Menoreh Karya mbah-man Kalau boleh ini disebut sebagai lanjutan dari seri ADBM, naskah ini merupakan jilid kesebelas dari Seri kelima ADBM. ADBM seri keempat telah ditamatkan

Lebih terperinci

Tokoh Gerakan Hidup Sederhana

Tokoh Gerakan Hidup Sederhana Tokoh Gerakan Hidup Sederhana Ia datang ke Makkah sambil terhuyung-huyung, namun sinar matanya bersinar bahagia. Memang, sulitnya perjalanan dan teriknya matahari yang menyengat tubuhnya cukup menyakitkan.

Lebih terperinci

Tubuh-tubuh tanpa bayangan

Tubuh-tubuh tanpa bayangan Tubuh-tubuh tanpa bayangan Ada sebuah planet bernama Arais. Planet Arais dihuni oleh suatu makhluk bernama Tubuh berjubah hitam. Mereka adalah makhluk yang sepanjang masa hanya berdiri di tempat yang sama.

Lebih terperinci

Tak Ada Malaikat di Jakarta

Tak Ada Malaikat di Jakarta Tak Ada Malaikat di Jakarta Sen Shaka Aku mencarimu di kota dimana lampu-lampu gemerlap membisu, orang-orang termangu sendiri dalam keriuhan lalu lalang. Mereka terdiam memegang telpon genggam, sibuk bercengkrama

Lebih terperinci

Dimana hati? Ia mati ketika itu juga..

Dimana hati? Ia mati ketika itu juga.. Awal sebuah cerita adalah kegelisahan Aku khawatir perut ini terus terisi, namun kepalaku tak lagi penasaran dengan maksud adanya kehidupan. Dimana hati? Ia mati ketika itu juga.. Gusarnya Angin Sore menjelang

Lebih terperinci

lanjutan Api Di Bukit Menoreh Versi Flam Zahra Jilid 402

lanjutan Api Di Bukit Menoreh Versi Flam Zahra Jilid 402 lanjutan Api Di Bukit Menoreh Jilid 402 Api di Bukit Menoreh (lanjutan ADBM karya SH Mintardja) Karya Nyi Flam Zahra, disusun terbatas untuk sanak-kadang yang biasa nongkrong di http://www.facebook.com/groups/apidibukitmenoreh/

Lebih terperinci

dengan mudah, mereka melukaimu? Mengancammu?, aku membuka mataku. Menatap

dengan mudah, mereka melukaimu? Mengancammu?, aku membuka mataku. Menatap Dean, kau menghilang cukup lama, dan kau tak mungkin bergabung dengan mereka dengan mudah, mereka melukaimu? Mengancammu?, aku membuka mataku. Menatap Justin yang menatapku dengan penuh perhatian. Aku

Lebih terperinci

Yui keluar dari gedung Takamasa Group dengan senyum lebar di wajahnya. Usaha kerasnya ternyata tak sia-sia. Dia diterima berkerja di perusahaan itu

Yui keluar dari gedung Takamasa Group dengan senyum lebar di wajahnya. Usaha kerasnya ternyata tak sia-sia. Dia diterima berkerja di perusahaan itu PROLOG Yui mengerjapkan matanya yang berat dan menggerakan tubuhnya turun dari ranjangnya. Seluruh badannya terasa remuk, dan kepalanya terasa amat pening. Mungkin karena aku terlalu banyak minum semalam,

Lebih terperinci

Bagian 1 : Tak Kan Kubiarkan Kau Merebutnya Dariku!

Bagian 1 : Tak Kan Kubiarkan Kau Merebutnya Dariku! Bagian 1 : Tak Kan Kubiarkan Kau Merebutnya Dariku! Mesin mobil sudah mati beberapa menit yang lalu, tapi Zhara masih duduk diam dibelakang kemudi. Sibuk menenangkan debar jantungnya, berusaha untuk bisa

Lebih terperinci

Puzzle-Puzzle Fiksi. Inilah beberapa kisah kehidupan yang diharapkan. menginspirasi pembaca

Puzzle-Puzzle Fiksi. Inilah beberapa kisah kehidupan yang diharapkan. menginspirasi pembaca Puzzle-Puzzle Fiksi Inilah beberapa kisah kehidupan yang diharapkan menginspirasi pembaca JULIE 2 Akhirnya Buku Ini Milikku Aku tidak menghiraukan panasnya matahari di siang hari ini. Aku tetap berlari

Lebih terperinci

yang berbentuk datar bagian atasnya dengan sebuah ukiran kepala singa. Mereka yang berada di ruangan sudah berdiri di atas shinéga sejak dari tadi.

yang berbentuk datar bagian atasnya dengan sebuah ukiran kepala singa. Mereka yang berada di ruangan sudah berdiri di atas shinéga sejak dari tadi. Prolog Orion mempercepat langkah kakinya, baju perang yang dikenakannya membuat langkah kakinya menjadi berat, suaranya menggema di lorong gua, bergema dengan cepat seiring dengan langkah kaki yang dia

Lebih terperinci

TUGAS PERANCANGAN FILM KARTUN. Naskah Film Dan Sinopsis. Ber Ibu Seekor KUCING

TUGAS PERANCANGAN FILM KARTUN. Naskah Film Dan Sinopsis. Ber Ibu Seekor KUCING TUGAS PERANCANGAN FILM KARTUN Naskah Film Dan Sinopsis Ber Ibu Seekor KUCING DISUSUN OLEH : INDRA SUDRAJAT 09.12.3831 09-S1SI-05 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012

Lebih terperinci

PROLOG. Wow, lihat! Dia datang. Kata Ronald sambil bersiul.

PROLOG. Wow, lihat! Dia datang. Kata Ronald sambil bersiul. PROLOG Frankfurt, Germany. Nick umur 9 tahun. Aku berlarian di padang rumput. Mengitari lapangan yang seperti permadani hijau. Rumput-rumputnya sudah mulai meninggi. Tingginya hampir melewati lututku.

Lebih terperinci

pernah terasa sama lagi setelah kau mengalami hal yang fantastis. Bagiku, pengalaman selama di Vazard adalah hal yang fantastis.

pernah terasa sama lagi setelah kau mengalami hal yang fantastis. Bagiku, pengalaman selama di Vazard adalah hal yang fantastis. A PROLOG lex memacu kudanya secepat yang dia bisa. Matanya bergerak cepat menyisir pemandangan di hadapannya. Dia kenal betul kawasan ini, kawasan terlarang. Tangannya berusaha menarik tali kekang kudanya

Lebih terperinci

Sebuah kata teman dan sahabat. Kata yang terasa sulit untuk memasuki kehidupanku. Kata yang mungkin suatu saat bisa saja meninggalkan bekas yang

Sebuah kata teman dan sahabat. Kata yang terasa sulit untuk memasuki kehidupanku. Kata yang mungkin suatu saat bisa saja meninggalkan bekas yang Prolog Seorang teman atau bahkan lebih dari sekedar teman, ya tepatnya adalah sahabat? Apa yang kalian tau tentang teman ataupun sahabat? Dua kata yang hampir serupa, namum mempunyai arti begitu berbeda

Lebih terperinci

Kamu adalah alasan untuk setiap waktu yang berputar dari tempat ini.

Kamu adalah alasan untuk setiap waktu yang berputar dari tempat ini. Kamu adalah alasan untuk setiap waktu yang berputar dari tempat ini. Bab 1 Surat bakti Adinda, Untuk Volonyia Adere di kota seberang. Kamu lihat bunga kita, yang sama-sama kita tanam di depan rumah. Dia

Lebih terperinci

Mukadimah. Aku bukan siapa-siapa Hanya mencoba untuk bercerita dari khayalan dan pengalaman

Mukadimah. Aku bukan siapa-siapa Hanya mencoba untuk bercerita dari khayalan dan pengalaman Mukadimah Aku bukan siapa-siapa Hanya mencoba untuk bercerita dari khayalan dan pengalaman Mencoba merangkai kata Berpura-pura jadi pujangga Menyenangkan hati dari tangan dan tulisan Semoga semua berkenan

Lebih terperinci

wanita dengan seribu pesona yang ada disebelahku. Terkadang Rini berteriak dan memeluk erat lenganku. Lucu rasanya jika memikirkan setiap kali ia

wanita dengan seribu pesona yang ada disebelahku. Terkadang Rini berteriak dan memeluk erat lenganku. Lucu rasanya jika memikirkan setiap kali ia PERSPEKTIF TERBALIK Namaku Aji. Aku hanyalah seorang remaja biasa dengan penampilan yang tak kalah biasa. Kehidupan sosial ku pun bisa dibilang biasa-biasa saja. Bahkan aku belum menuai apapun di kehidupanku.

Lebih terperinci

Kalau kau mendengar sesuatu, itu akan hanya memudar dan menjadi bagian dari latar belakang.

Kalau kau mendengar sesuatu, itu akan hanya memudar dan menjadi bagian dari latar belakang. Induksi Jika aku mengatakan kepadamu, lihatlah seekor burung merah, dapatkah kau melihatnya untukku? Lihatlah setangkai bunga kuning. Lihatlah sebuah mobil biru. Lihatlah seekor anjing dan seekor kucing.

Lebih terperinci

Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali:

Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali: Noand Hegask Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali: Kisah-kisah pendek dan sajak rumpang Diterbitkan melalui: Nulisbuku.com Darah Biasanya keluar rumah Saat tengah malam Sambil menangis Hanya

Lebih terperinci

PATI AGNI Antologi Kematian

PATI AGNI Antologi Kematian PATI AGNI Antologi Kematian Ita Nr. KATA PENGANTAR PATI AGNI Antologi Kematian Dalam Bahasa Sansekerta, Pati berarti mati, Agni berarti api. Pati Agni adalah mematikan api (kehidupan). Semua makhluk hidup

Lebih terperinci

yang paling tidak pernah luput dari kematian adalah cairan ini. Wanita itu meringis ngilu. Semua yang menimpanya kini sudah jelas bagian dari

yang paling tidak pernah luput dari kematian adalah cairan ini. Wanita itu meringis ngilu. Semua yang menimpanya kini sudah jelas bagian dari PROLOG Queenstown Singapore, 1970 Apartemen setinggi ratusan kaki itu mustahil akan membuatnya mudah turun dan keluar. Dia ada di lantai paling atas. Bersama tiga nyawa yang telah hilang dengan beragam

Lebih terperinci

Dengan berhati-hati dan waspada Kyai Singoprono mengelilingi sawahnya, dan Kyai Singoprono merasa tentram, sebab tanamannya tak satupun yang rusak.

Dengan berhati-hati dan waspada Kyai Singoprono mengelilingi sawahnya, dan Kyai Singoprono merasa tentram, sebab tanamannya tak satupun yang rusak. ASAL MULA NAMA SIMO Sawah dan ladang milik Kyai Singoprono subur dengan hasil melimpah ruah, namun kesemuanya itu merupakan hasil kerja keras dan doa yang senantiasa menghiasinya. Suatu malam yang cerah,

Lebih terperinci

Lebih dekat dengan Mu

Lebih dekat dengan Mu Chapter 2 : Semeru Lebih dekat dengan Mu diatas sana Kenapa kau langkahkan kakimu meninggalkan rumahmu yang nyaman? Kenapa kau tinggalkan peraduanmu dan tarik selimut hangatmu? Kenapa kau bersusah payah

Lebih terperinci

My Love Just For You vol1

My Love Just For You vol1 My Love Just For You vol1 By Sita Yang Penerbit Lotus Publisher My Love Just For You Vol1 Oleh: Sita Yang Copyright 2013 by Sita Yang Penerbit Lotus Publisher lotuspublisher.blogspot.com E-mail: lotuspublisher88@gmail.com

Lebih terperinci

sudah rapi kembali setelah dicukur. Ruangan-ruangan didalam bangunan ini sangat

sudah rapi kembali setelah dicukur. Ruangan-ruangan didalam bangunan ini sangat Hujan turun lagi disiang hari ini. Bulan April yang aneh. Bukankah seharusnya ini sudah menjadi liburan musim panas yang menyenankan? Mengapa hujan lagi? Jakarta, metropolitan yang sungguh kontras dengan

Lebih terperinci

Jangan main-main. Ingat, aku adalah seorang utusan Panembahan Sekar Jagat.

Jangan main-main. Ingat, aku adalah seorang utusan Panembahan Sekar Jagat. angan kau pikirkan sekarang. Orang itu tidak segera menjawab. Dicobanya untuk menilai keadaan betapapun lukanya menyengat-nyengat. Dan tiba-tiba ia berdesis, He, bukankah kau orang Kademangan Candir Sari?

Lebih terperinci

angkasa. Tidak ada lagi gugusan bintang dan senyuman rembulan. Langit tertutup awan kelam. Dan sesaat kemudian hujan turun dengan deras.

angkasa. Tidak ada lagi gugusan bintang dan senyuman rembulan. Langit tertutup awan kelam. Dan sesaat kemudian hujan turun dengan deras. PROLOG Perjalanan masih panjang. Senja perlahan bergulir. Remang membayangi permulaan malam. Segelintir gemintang membingkai cakrawala. Rembulan berpijar pucat pasi. Roda roda kehidupan malam mulai berputar.

Lebih terperinci

Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan

Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan Kisah ini mengajarkan dua hal: Pertama, bahwa setiap peperangan yang dikobarkan oleh rasa iri dan benci hanya akan menghancurkan semua

Lebih terperinci

Eliora. orang yang sedang menjalaninya. 1 Artinya, seberat-berat kami melihat sesuatu terjadi, lebih menyakitkan lagi bagi

Eliora. orang yang sedang menjalaninya. 1 Artinya, seberat-berat kami melihat sesuatu terjadi, lebih menyakitkan lagi bagi 1 Nadia Eliora Yuda Putri Bahasa Indonesia 7 13 September 2012 Pelarian Jauh Di Hutan Duarr! Bunyi ledakan bom tentara-tentara Jepang. Setelah ledakan pertama itu, orang-orang di desaku menjadi kalang

Lebih terperinci

Terusan. Jilid 398. Api di Bukit Menoreh

Terusan. Jilid 398. Api di Bukit Menoreh 2012 Terusan Api di Bukit Menoreh Karya ini hanya untuk memenuhi kehausan atas kisah Agung Sedayu dan yang yang lainnya yang terpenggal dengan paksa. Bukan untuk tujuan komersil. Jilid 398 Terima kasih

Lebih terperinci

INSPIRATIF

INSPIRATIF INSPIRATIF HTTP://IPHINCOW.WORDPRESS.COM 1 COBALAH UNTUK MERENUNG Sediakan beberapa menit dalam sehari untuk melakukan perenungan. Lakukan di pagi hari yang tenang, segera setelah bangun tidur. Atau di

Lebih terperinci

Fiction. John! Waktunya untuk bangun!

Fiction. John! Waktunya untuk bangun! Prologue Ada seorang anak kecil yang mengendap-endap memasuki sebuah kamar dimana di tengah ruangan terdapat sebuah piano besar. Dia perlahan-lahan menutup pintu dan melihat piano besar tersebut dengan

Lebih terperinci

Awal, Sosok Sang pembunuh Aaarrrrrggghh terdengar suara guraman keras aahhhh, tolong aku teriakan seorang wanita. Ternyata ada demon yang mencoba

Awal, Sosok Sang pembunuh Aaarrrrrggghh terdengar suara guraman keras aahhhh, tolong aku teriakan seorang wanita. Ternyata ada demon yang mencoba Awal, Sosok Sang pembunuh Aaarrrrrggghh terdengar suara guraman keras aahhhh, tolong aku teriakan seorang wanita. Ternyata ada demon yang mencoba memakan jiwa seorang wanita, wanita itu terduduk lemas

Lebih terperinci

2. Gadis yang Dijodohkan

2. Gadis yang Dijodohkan 2. Gadis yang Dijodohkan Burung-burung berkicau merdu di tengah pagi yang dingin dan sejuk. Dahan-dahan pohon bergerak melambai, mengikuti arah angin yang bertiup. Sebuah rumah megah dengan pilar-pilar

Lebih terperinci

Terusan. Jilid 405. Api di Bukit Menoreh. Karya mbah-man

Terusan. Jilid 405. Api di Bukit Menoreh. Karya mbah-man 2014 Terusan Api di Bukit Menoreh Karya mbah-man Kalau boleh ini disebut sebagai lanjutan dari seri ADBM, naskah ini merupakan jilid kelima dari Seri kelima ADBM. ADBM seri keempat telah ditamatkan oleh

Lebih terperinci

Wonderheart ditinggali oleh manusia-manusia yang memiliki kepribadian baik. Tidak hanya itu, hampir semua dari mereka nampak cantik dan

Wonderheart ditinggali oleh manusia-manusia yang memiliki kepribadian baik. Tidak hanya itu, hampir semua dari mereka nampak cantik dan Bab 1 Wonderheart Di suatu titik di alam semesta ini, terdapat sebuah galaksi yang begitu mirip dengan galaksi Bimasakti. Di dalamnya terdapat sebuah planet yang juga memiliki kehidupan mirip seperti Bumi.

Lebih terperinci

Air mataku berlinang-linang sewaktu dokter mengatakan

Air mataku berlinang-linang sewaktu dokter mengatakan Bagian I 1 2 Air mataku berlinang-linang sewaktu dokter mengatakan keputusasaannya untuk mengobatiku. Aku ingat benar bagaimana harapanku dulu untuk sembuh di dalam rawatannya seperti pasien-pasien yang

Lebih terperinci

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH Padepokan Sekar Keluwih Sidoarjo SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH (Serial Api di Bukit Menoreh) Panembahan Mandaraka (mbah_man) Cerita fiksi berbasis sejarah semasa Kerajaan Mataram di bawah Panembahan Hanyakrawati

Lebih terperinci

Loyalitas Tak Terbatas

Loyalitas Tak Terbatas Loyalitas Tak Terbatas Agra Utari Saat orang bertanya pada saya, Hal favoritmu di dunia ini apa, Gra? Saya selalu dengan pasti menjawab, Anjing. Ya, saya sangat cinta dengan makhluk berkaki empat ini.

Lebih terperinci

Buah Kejujuran Putri Amanda Karimatullah LL

Buah Kejujuran Putri Amanda Karimatullah LL Buah Kejujuran Putri Amanda Karimatullah LL Berita duka menyelimuti kerajaan Airllie, patih kerajaan itu meninggal dunia karena tertimpa bebatuan yang jatuh dari atas bukit saat sedang menjalankan tugas

Lebih terperinci

Matahari dan Kehidupan Kita

Matahari dan Kehidupan Kita Bab 5 Matahari dan Kehidupan Kita Tema Peristiwa dan Kesehatan Pernahkah kalian berjalan di siang hari yang terik? Misalnya, saat sepulang sekolah. Apa yang kalian rasakan? Kalian tentu merasa kepanasan.

Lebih terperinci

Bab 1 : Lerodia, Desa Penambang Pharite

Bab 1 : Lerodia, Desa Penambang Pharite Bab 1 : Lerodia, Desa Penambang Pharite Sore yang cerah di sebuah bukit tidak jauh dari sebuah desa terlihat dua orang yang sedang melakukan aktivitas. Orang pertama seorang pria berumur sekitar tigapuluh

Lebih terperinci

Kaki Langit. Bulan dan Matahari

Kaki Langit. Bulan dan Matahari Kaerala Kaki Langit antara Bulan dan Matahari Penerbit Kaerala Kaki Langit antara Bulan dan Matahari Oleh: Kaerala Copyright 2014 by Kaerala Penerbit Kaerala Desain Sampul: Kaerala Diterbitkan melalui:

Lebih terperinci

BAB II RINGKASAN CERITA. sakit dan mengantarkan adik-adiknya ke sekolah. Karena sejak kecil Lina

BAB II RINGKASAN CERITA. sakit dan mengantarkan adik-adiknya ke sekolah. Karena sejak kecil Lina BAB II RINGKASAN CERITA Ada dua kewajiban yang paling di benci Lara yang harus di lakukannya setiap pagi. Lara harus mengemudi mobil ayahnya yang besar dan tua ke rumah sakit dan mengantarkan adik-adiknya

Lebih terperinci

semoga hujan turun tepat waktu

semoga hujan turun tepat waktu semoga hujan turun tepat waktu aditia yudis kumpulan cerita pendek dan flash fiction yang pernah diikutkan kompetisi nulisbuku dan comotan dari blog pribadi. Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com

Lebih terperinci

Satu Hari Bersama Ayah

Satu Hari Bersama Ayah Rafid A Shidqi Satu Hari Bersama Ayah Tapi aku akan mengatakannya... bahwa aku sangat menyayangimu... Ayah Penerbit Nulis Buku Satu Hari Bersama Ayah Rafid A Shidqi Copyright Rafid A Shidqi, 2012 All rights

Lebih terperinci

Kura-kura dan Sepasang Itik

Kura-kura dan Sepasang Itik Kura-kura dan Sepasang Itik Seekor kura-kura, yang kamu tahu selalu membawa rumahnya di belakang punggungnya, dikatakan tidak pernah dapat meninggalkan rumahnya, biar bagaimana keras kura-kura itu berusaha.

Lebih terperinci

Terusan. Jilid 406. Api di Bukit Menoreh

Terusan. Jilid 406. Api di Bukit Menoreh 2014 Terusan Api di Bukit Menoreh Karya mbah-man Kalau boleh ini disebut sebagai lanjutan dari seri ADBM, naskah ini merupakan jilid keenam dari Seri kelima ADBM. ADBM seri keempat telah ditamatkan oleh

Lebih terperinci

Pagi kembali, senja menanti Si adik lahir, yang lain pergi Aku tak tahu mengapa ada yang pergi tak kembali Kata Ibu, yang pergi menjadi kenangan

Pagi kembali, senja menanti Si adik lahir, yang lain pergi Aku tak tahu mengapa ada yang pergi tak kembali Kata Ibu, yang pergi menjadi kenangan SAJAK USIA Hari berulang, tanggal kembali Tahun berubah, usia bertambah Aku tak tahu ke mana arah langkah Dalam angan-angan semuanya indah Pagi kembali, senja menanti Si adik lahir, yang lain pergi Aku

Lebih terperinci

Berlatih Membuat dan Mengetahui Sesuatu

Berlatih Membuat dan Mengetahui Sesuatu Bab 1 Berlatih Membuat dan Mengetahui Sesuatu M e n u U t a m a Peta Konsep Berlatih Membuat dan Mengetahui Sesuatu dibahas Memahami petunjuk dan cerita anak Bercerita dan menanggapi Memahami teks Menulis

Lebih terperinci

ONIMUSHA Written by REZA FAHLEVI ( )

ONIMUSHA Written by REZA FAHLEVI ( ) ONIMUSHA Written by REZA FAHLEVI ( 09.12.3843 ) Copyright 2011 Reza Fahlevi All Right Reserved SINOPSIS adalah seorang anak laki-laki dari pasangan Yusaku Matsuda dan dari desa kecil bernama Chikuya di

Lebih terperinci

Keberanian. Dekat tempat peristirahatan Belanda pada zaman penjajahan, dimulailah perjuangan nya.

Keberanian. Dekat tempat peristirahatan Belanda pada zaman penjajahan, dimulailah perjuangan nya. Keberanian Pagi itu di pedesan Kaliurang udara tampak sejuk dan embun pagi mulai pupus. Pada hari pahlawan 10 November tahun dimana kita mengingat perjuangan para pahlawan Indonesia. Ibu Malino sedang

Lebih terperinci

Kilat masih terus menyambar dan menyilaukan mata. Cahaya terangnya masuk melalui celah-celah jendela dan ventilasi udara. Suara petir terus menderu

Kilat masih terus menyambar dan menyilaukan mata. Cahaya terangnya masuk melalui celah-celah jendela dan ventilasi udara. Suara petir terus menderu Kisah Satu (Oktra) Mendamba Angin Malam Hidup adalah tentang berkorban, atau bahkan mengorbankan orang lain untuk hidup kita. Hidup memberikan makna-makna tersirat yang harus kita artikan sendiri sebagai

Lebih terperinci

RINDU. Puguh Prasetyo ~ 1

RINDU. Puguh Prasetyo ~ 1 RINDU Kudengar lantunan merdu suara angin mengalun syahdu, menggelayuti hati yang mengharu biru, di antara untaian kata-kata yang beradu, apakah ini yang orang-orang sebut dengan rindu? Puguh Prasetyo

Lebih terperinci

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata.

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata. Hikayat Cabe Rawit Alkisah, pada zaman dahulu hiduplah sepasang suami-isteri di sebuah kampung yang jauh dari kota. Keadaan suami-isteri tersebut sangatlah miskin. Rumah mereka beratap anyaman daun rumbia,

Lebih terperinci

Oleh: Yasser A. Amiruddin

Oleh: Yasser A. Amiruddin LAKADAUNG Oleh: Yasser A. Amiruddin Dari balik kaca mobil yang melintas Ku melihat hamparan padi yang menguning Memandang kenangan lepas Mengingat kampung halaman yang lama ditinggal, Lakadaung Lakadaung

Lebih terperinci

Menurut Perjanjian Baru, terutama Injil, Yesus Kristus, menjalani penderitaan dan kemudian mati disalibkan di bawah pemerintahan gubernur Yudea,

Menurut Perjanjian Baru, terutama Injil, Yesus Kristus, menjalani penderitaan dan kemudian mati disalibkan di bawah pemerintahan gubernur Yudea, KEBANGKITAN YESUS Menurut Perjanjian Baru, terutama Injil, Yesus Kristus, menjalani penderitaan dan kemudian mati disalibkan di bawah pemerintahan gubernur Yudea, Pontius Pilatus, pada tanggal 14 Nisan

Lebih terperinci

Jangan berteriak, bila ingin selamat! Dan ikuti segala apa yang kami perintahkan! Selamat malam Non! ucap satpam.

Jangan berteriak, bila ingin selamat! Dan ikuti segala apa yang kami perintahkan! Selamat malam Non! ucap satpam. Memberi Kesaksian S ebelum hari persidangan, malam itu, ada dua orang penyusup masuk ke dalam rumah Pak Doni, tanpa di ketahui oleh satpam yang menjaga rumah tersebut. Dengan mengenakan pakaian hitamhitam,

Lebih terperinci

Teguh masih mengintip

Teguh masih mengintip NINGRUM Teguh masih mengintip di balik tembok, bekas gudang penyimpanan mebel itu, kebiasaannya 8 tahun terakhir. Ia lakukan setelah bel terakhir sekolahnya berbunyi, mengayuh sepeda bututnya secepat mungkin,

Lebih terperinci

Anak laki-laki itu segera mengangkat kakinya. Maaf, ujarnya, sementara si anak

Anak laki-laki itu segera mengangkat kakinya. Maaf, ujarnya, sementara si anak PROLOG S eorang anak laki-laki berjalan menuju rumahnya dengan lemas. Padahal ini adalah hari pertamanya masuk SD, seharusnya dia merasa senang. Dia juga termasuk anak lakilaki yang pemberani karena dia

Lebih terperinci

YUNUS. 1 7/15/15 Yunus 1. Yunus menolak perintah Allah untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe

YUNUS. 1 7/15/15 Yunus 1. Yunus menolak perintah Allah untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe 1 7/15/15 Yunus 1 YUNUS Yunus menolak perintah Allah untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe 1 Pada jaman dahulu, ada seorang nabi di Israel yang bernama Yunus. Ayahnya bernama Amitai. ALLAH memberi

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (5/6)

Siapakah Yesus Kristus? (5/6) Siapakah Yesus Kristus? (5/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus Memiliki Semua Kuasa dan Penakluk Kematian Kode Pelajaran : SYK-P05 Pelajaran 05 - YESUS MEMILIKI SEMUA KUASA

Lebih terperinci

- Sebuah Permulaan - - Salam Perpisahan -

- Sebuah Permulaan - - Salam Perpisahan - - Sebuah Permulaan - - Salam Perpisahan - Aku bertemu denganmu lengkap dengan salam perkenalan. Senyummu membaur dengan karamel panas yang kau suguhkan. Katamu cuaca cukup dingin jika hanya duduk diam

Lebih terperinci

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika 1 Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman di Tesalonika yaitu kalian yang sudah bersatu dengan Allah Bapa dan Tuhan kita Kristus Yesus: Salam

Lebih terperinci

SYAIR KERINDUAN. Genre: Puisi-puisi cinta, sahabat, keluarga semuanya tentang CINTA dan CITA-CITA.

SYAIR KERINDUAN. Genre: Puisi-puisi cinta, sahabat, keluarga semuanya tentang CINTA dan CITA-CITA. Judul buku: SYAIR KERINDUAN Penulis: Gunawan Tambunsaribu Jlh. Hal: : 251 halaman Genre: Puisi-puisi cinta, sahabat, keluarga semuanya tentang CINTA dan CITA-CITA. Ada rasa SUKA. KEBENCIAN, SEDIH, BAHAGIA,

Lebih terperinci

Pasang Surut Ombak Segare Sopianus Sauri XII IPA

Pasang Surut Ombak Segare Sopianus Sauri XII IPA BAGIAN I. 1 Pasang Surut Ombak Segare Sopianus Sauri XII IPA Hidup, apa itu hidup? Dan apa tujuan kita hidup di dunia ini? Menurutku hidup adalah perjuangan dan pengorbanan, di mana kita harus berjuang

Lebih terperinci

Rumah Sakit Jiwa. S uster Kometa memandang pilu ke arah luar

Rumah Sakit Jiwa. S uster Kometa memandang pilu ke arah luar Rumah Sakit Jiwa S uster Kometa memandang pilu ke arah luar gerbang Rumah Sakit Jiwa tempatnya bekerja tersebut. Suasana gelap, yang disebabkan hujan sejak empat jam lalu yang belum berhenti juga. Perutnya

Lebih terperinci

ku yakin, ada makna di balik terjadinya segala sesuatu. Ada makna di balik air mengalir. Ada makna di balik panasnya api.

ku yakin, ada makna di balik terjadinya segala sesuatu. Ada makna di balik air mengalir. Ada makna di balik panasnya api. A ku yakin, ada makna di balik terjadinya segala sesuatu. Ada makna di balik air mengalir. Ada makna di balik panasnya api. Juga ada makna di balik daun yang rontok. Semua makna itu Tuhan berikan untuk

Lebih terperinci

TEMAN KESUNYIAN BUKU PUISI BAGUS EKO SAPUTRO

TEMAN KESUNYIAN BUKU PUISI BAGUS EKO SAPUTRO TEMAN KESUNYIAN BUKU PUISI BAGUS EKO SAPUTRO TEMAN KESUNYIAN Bagus Eko Saputro Copyright 2016 by Bagus Eko Saputro Desain Sampul: Agung Widodo Diterbitkan Secara Mandiri melalui: www.nulisbuku.com 2 Daftar

Lebih terperinci

Sahabat Terbaik. Semoga lekas sembuh ya, Femii, Aldi memberi salam ramah. Kemarin di kelas sepi nggak ada kamu.

Sahabat Terbaik. Semoga lekas sembuh ya, Femii, Aldi memberi salam ramah. Kemarin di kelas sepi nggak ada kamu. Sahabat Terbaik Hari Minggu pagi yang cerah ini seharusnya adalah waktu yang menyenangkan untuk olahraga bersama sahabat terdekat. Sayangnya, hari ini Femii sedang tidak enak badan, perut dan punggungnya

Lebih terperinci

Tuhan dalam Cerita. Pada paru-paru yang terhujam dangkal ke sukma. Dikala nafas mulai menepi pada gulita tanpa suara

Tuhan dalam Cerita. Pada paru-paru yang terhujam dangkal ke sukma. Dikala nafas mulai menepi pada gulita tanpa suara Tuhan dalam Cerita Tuhan dalam cerita Pada paru-paru yang terhujam dangkal ke sukma Dikala nafas mulai menepi pada gulita tanpa suara Dikala air mata dan angin mulai menyaru Kawan main tak sekedar taring

Lebih terperinci

Tidak, sayang. Nanti kau sakit, tegas Maya sambil mengusap rambut Amanda yang panjang terurai.

Tidak, sayang. Nanti kau sakit, tegas Maya sambil mengusap rambut Amanda yang panjang terurai. 1 Tidak. Kau tidak boleh keluar rumah. Di luar masih hujan, sayang, kata Maya kepada anak tunggalnya, Amanda. Tapi, mama. Amanda juga ingin bermain hujan seperti teman-teman Amanda itu, rayu Amanda dengan

Lebih terperinci

AKU AKAN MATI HARI INI

AKU AKAN MATI HARI INI AKU AKAN MATI HARI INI Cerpen Ardy Kresna Crenata AKU BELUM TAHU DENGAN CARA APA AKU AKAN MATI. Apakah mengiris nadi dengan pisau akan menyenangkan? Atau memukul-mukul tengkorak dengan batu akan jauh lebih

Lebih terperinci

6 Pesan Untuk Gereja

6 Pesan Untuk Gereja 6 Pesan Untuk Gereja Mujizat Penyembuhan dan Undangan Ilahi ke Surga Oleh Pastor Brani Duyon www.divinerevelations.info/indonesia Pengenalan: Di bulan Mei tahun 2006, seorang pelayan Tuhan dibawa ke surga

Lebih terperinci

Segera jemput dia di bandara! Dan bawa kemari! Awas, jika dia melarikan diri! Siap, Pak! ~1~ Bandara Soekarno Hatta, am. Pesawat dari Singapura

Segera jemput dia di bandara! Dan bawa kemari! Awas, jika dia melarikan diri! Siap, Pak! ~1~ Bandara Soekarno Hatta, am. Pesawat dari Singapura Segera jemput dia di bandara! Dan bawa kemari! Awas, jika dia melarikan diri! Siap, Pak! ~1~ Bandara Soekarno Hatta, 11.30 am. Pesawat dari Singapura baru saja mendarat. Kau tahu siapa yang kita tunggu?

Lebih terperinci