PENINGKATAN KAPASITAS SPILLWAY DENGAN PERUBAHAN BENTUK PUNCAK TIPE DERET SINUSOIDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN KAPASITAS SPILLWAY DENGAN PERUBAHAN BENTUK PUNCAK TIPE DERET SINUSOIDA"

Transkripsi

1 i PENINGKATAN KAPASITAS SPILLWAY DENGAN PERUBAHAN BENTUK PUNCAK TIPE DERET SINUSOIDA Increment of Spillway Capacity by Using Labyrinth Crest Sinusoida HALAMAN JUDUL SKRIPSI Disusun sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun oleh : CHOIRUN NISAAIYAH I JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 i

2 ii HALAMAN PERSETUJUAN PENINGKATAN KAPASITAS SPILLWAY DENGAN PERUBAHAN BENTUK PUNCAK TIPE DERET SINUSOIDA SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh: CHOIRUN NISAAIYAH I Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Dosen Pembimbing I Persetujuan: Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Mamok Soeprapto R, M. Eng. NIP Ir. Agus Hari Wahyudi, MSc NIP ii

3 iii LEMBAR PENGESAHAN PENINGKATAN KAPASITAS SPILLWAY DENGAN PERUBAHAN BENTUK PUNCAK TIPE DERET SINUSOIDA Increment of Spillway Capacity by Using Labyrinth Crest Sinusoida Disusun Oleh: CHOIRUN NISAAIYAH I Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret: Susunan Tim Penguji: Pada Hari : Kamis Tanggal : 14 Juni Dr. Ir. Mamok Soeprapto R, M.Eng (... ) NIP Ir. Agus Hari Wahyudi, MSc (... ) NIP Ir. Adi Yusuf Muttaqien, MT NIP Ir. Susilowati, MSi NIP Mengesahkan, Ketua Jurusan Teknik Sipil Ir. Bambang Santosa, MT iii NIP iii

4 iv MOTTO Tetapkanlah cinta sejatimu hanya kepada Allah SWT dan jadilah pribadi yang selalu bersyukur terhadap nikmat yang telah Dia berikan walaupun itu hanya sebutir debu. iv

5 v PERSEMBAHAN Karya kecil ini saya persembahkan kepada: Keluarga Tercinta Ibu Suripah dan Alm. Bapak Drs. M. Mukhlasin Ibu, wanita terhebat dalam hidup saya. Maaf untuk segala tutur kata dan tingkah laku yang kurang berkenan di hatimu, Ibu. Terimakasih atas semuanya yang engkau berikan selama ini, bu. Untuk bapak tercinta, doaku selalu menyertaimu. Sayang ibu dan bapak selalu Nashrul Wathon dan Achmad Nurcholis Madjid Dua arjuna dalam keluarga. Terimakasih atas segala motivasi dan perhatiannya, Mas. Love you bradeerrr. Keep rock n roll brader. Sahabat Tercinta dan Sepenggal Masa lalu Alm Friska Marissa, Resty Candra Kurniasari, Samirta Mayangsari, dan Yosael Ariano Terimakasih atas segala petuah dan nasihatnya yang mengajarkankan saya untuk menjadi lebih bijak dalam menjalani hidup. Kalian sahabat terbaik yang saya miliki. You are the best and the kindest I ever had. Thank you for everything, I will be miss you, my soul. Sekelumit masa lalu yang mejadikan saya lebih dewasa dan mengajarkan untuk berpikir dari sudut pandang yang lain. Terimakasih untuk waktu, canda tawa dan kebersamaan selama ini. Untuk Alm. Friska Marissa, v

6 vi vi kebaikan, canda tawa dan keceriaanmu selalu terpatri dalam hatiku. Doaku akan selalu menyertaimu sayangg. Last But Not Least Haris Hidayat Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Terimakasih atas doa dan dukungannya selama ini. vi

7 vii A B S T R A K Choirun Nisaaiyah, PENINGKATAN KAPASITAS SPILLWAY DENGAN PERUBAHAN BENTUK PUNCAK TIPE DERET SINUSOIDA. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Adanya perubahan iklim menyebabkan perubahan pola curah hujan yang berpengaruh pada perubahan intensitas hujan. Keadaan ini menyebabkan peningkatan aras (level) muka air waduk naik secara cepat. Hal ini harus dihindari karena dapat membahayakan konstruksi bendungan. Peningkatan kapasitas spillway (pelimpah) yang sudah ada diperlukan untuk menghindari kerusakan konstruksi bendungan. Penelitian ini mencoba menggunakan puncak tipe deret sinusoida untuk meningkatkan kapasitas spillway. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hidrolika dengan menggunakan flume. Pelimpah mercu Ogee dipasang terlebih dahulu dan dialiri air dengan variasi ketebalan air tiap 0,25 cm di hulu mercu. Setiap ketebalan air yang mengalir, diukur debitnya dengan menggunakan hydraulic bench dengan bantuan stopwatch. Pengukuran berhenti ketika mencapai ketinggian maksimum. Kemudian, mercu diganti dengan spillway tipe deret sinusoida dan dialiri dengan variasi ketebalan air yang sama dengan percobaan sebelumnya. Dari hasil penelitian, didapat debit mercu Ogee dan puncak tipe deret sinusoida. Penggunaan puncak tipe deret sinusoida menghasilkan debit yang lebih besar dibanding dengan mercu Ogee. Puncak tipe deret sinusoida 1 mengalami peningkatan kapasitas debit sebesar 47,50% sedangkan pada bentuk puncak tipe deret sinusoida sebesar 163,03%. Hal ini membuktikan keberhasilan dari penggunaan bentuk puncak tipe deret sinusoida untuk meningkatkan kapasitas spillway yang sudah ada. Kata Kunci: kapasitas spillway, puncak tipe deret sinusoida vii

8 viii A B S T R A C T Choirun Nisaaiyah, INCREMENT OF SPILLWAY CAPACITY BY USING LABYRINTH CREST SINUSOIDA TYPE. Thesis, Department of Civil Engineering Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, Surakarta. The climate change makes alteration of rainfall that influences in rainfall intensity. This situation makes level of water increasing rapidly. It must be avoided because it can endanger the dam construction. It needs spillway capacity improvement. This research attempts to use labyrinth crest sinusoida series type to increase spillway capacity. This research was conducted in the Laboratory of Hydraulic using a flume. Ogee crest spillway is first plugged in and flowing water with small variation of water depth each 0,25 cm in the upstream crest. In each water depth, the discharge measured using hydraulic bench with stopwatch the measurement is going to stop if it on maximum water depth.. Then the Ogee crest is replaced with labyrinth crest sinusoida series type and flowed it with the same thickness as in the previous experiment. The research results obtained discharge of Ogee crest and labyrinth crest series sinusoida. The use labyrinth crest sinusoida series type produce a greater flow than Ogee crest. Labyrinth crest sinusoida series type 1 has got percentage of capacity 47,50% then for type 2 has got 163,03%. This proves the success of the use of the labyrinth crest sinusoida series type to increase the capacity of the existing spillway. Keywords: spillway capacity, labyrinth crest sinusoida series type viii

9 ix KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini. Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyusun tugas akhir dengan judul Peningkatan Kapasitas Spillway dengan Perubahan Bentuk Puncak Tipe Deret Sinusoida, Mengetahui perilaku peningkatan aras permukaan air waduk yang terjadi dengan pelimpah (spillway) Ogee dan mengetahui kapasitas peningkatan debit yang melimpah mercu tipe deret sinusoida. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis sulit mewujudkan laporan tugas akhir ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih: 1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret 2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret 3. Dr. Ir. Mamok Soeprapto, M. Eng selaku dosen pembimbing I. Terimakasih banyak atas waktu, bimbingan, semangat yang bapak berikan selama ini. Mohon maaf bila ada tutur kata dan tingkah laku yang kurang berkenan. 4. Ir. Agus Hari Wahyudi, MSc selaku dosen pembimbing II. Terimakasih banyak atas segala waktu dan bimbingan yang bapak berikan. 5. Ir. Adi Yusuf Muttaqien, MT dan Ir. Susilowati, MSi selaku dosen penguji. 6. Setiono, ST, MSc selaku dosen Pembimbing Akademis. 7. Dr. Ir. Rr. Rintis Hadiani, MT selaku Ketua Laboratorium Keairan dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Terimakasih atas segala motivasi, petuah dan bimbingannya selama ini. ix

10 x x 8. Pak Sunyoto selaku laboran Laboratorium Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Terimakasih atas segala bantuannya selama ini. 9. Keluarga tercinta yang selalu menjadi penyemangat dan panutan hidup. 10. Teman seperjuangan, Andy Tri Utomo dan Sad Mei Nuraini. Bersama kita bisa. Terimakasih atas kebersamaan dan kekompakkannya selama ini. 11. Sahabat-sahabat tercinta,yudith Reinawati, Shinta Giur L, Devinta Puspa, Ernha Nindyantika, Siti Rahmi, Rena Sempana, dan Ria Kurniawati. Terimakasih atas segala kebersamaan, suka dan dukanya selama ini. Salam Cobra. 12. Teman- teman laboratorium, Wahyu Utomo, Adi Prasetya N, Ghea Bima dan Syaiful Khafidz. Terimakasih atas segala bantuan dan motivasinya. 13. Teman satu atap, Kesti Rahayu, Aninda Tri Hapsari dan Keluarga Bapak Zukri. Terimakasih atas semua nasihatnya dan kebersamaan selama ini. 14. Kontrakan Gapuk yang selalu menghibur. Semoga tidak menjadi gapuk selamanya. 15. Kelompok KP bahagia, KP Solo-Kertosono Seksi II, terimakasih atas semua doa dan dukungannya. 16. Semua Teman-teman Teknik Sipil Angkatan Terimakasih atas doa dan bantuannya selama ini. Semangat terus teman-teman. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penelitian selanjutnya. Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan penulis pada khususnya. Surakarta, Mei 2012 Penulis x

11 xi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii MOTTO... iv PERSEMBAHAN... v A B S T R A K... vii A B S T R A C T... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR NOTASI... xviii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA & LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Umum Landasan Teori Pelimpah (Spillway) Puncak Pelimpah (Crest Spillway) Mercu Ogee Puncak Tipe Deret Sinusoida Analisis Hidrolis xi

12 xii Reservoir Routing Analisis Karakteristik Korelasi Dua Parameter BAB 3 METODE PENELITIAN Umum Lokasi Penelitian Peralatan dan Bahan Langkah Penelitian Persiapan Alat Pengecekan Alat (Kalibrasi Alat Ukur Debit) Pengolahan Data Kalibrasi Alat Ukur Debit Pengambilan Data Pengambilan Data Saat Awal dengan Mercu Ogee Pengambilan Data Saat Menggunakan Pelimpah Modifikasi Pengolahan Data Pembahasan Diagram Alir BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Alat Ukur Debit Kalibrasi Alat Debit Terukur Pada Tiap Ketebalan Perhitungan Debit Terukur (Q hb ) Mercu Ogee Perhitungan Debit Terukur (Q hb ) Puncak Tipe Deret Sinusoida Koefisien Debit Pada Tiap Ketebalan Perhitungan Koefisien Debit (Cd) Mercu Ogee Perhitungan Koefisien Debit (Cd) Puncak Tipe Deret Sinusoida Hubungan Grafik Pelimpasan Air Mercu Ogee Dengan Grafik Pelimpasan Air Puncak Tipe Deret Sinusoida Perhitungan Reservoir Routing xii

13 xiii Hasil Hubungan Pelimpasan Air Pada Mercu Ogee Berdasarkan Perhitungan Routing Waduk Hasil Hubungan Pelimpasan Air Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida Berdasarkan Perhitungan Routing Waduk Puncak Tipe Deret Sinusoida Puncak Tipe Deret Sinusoida Analisis Reservoir Routing BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN A DATA PENELITIAN LAMPIRAN B DOKUMENTASI PENELITIAN LAMPIRAN C KELENGKAPAN ADMINISTRASI xiii

14 xiv DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2-1. Persamaan Debit pada Tiap Jenis Pelimpah Tabel 4-1. Data Pengamatan Debit pada Hydraulic Bench Tabel 4-2. Data Pengamatan Debit pada Pompa Tabel 4-3. Data Pengamatan Debit Terukur Pada Mercu Ogee Tabel 4-4. Perbandingan Pengamatan Debit Terukur Pada Mercu Ogee dengan Persamaan Lengkung Sinusoidal Fit Tabel 4-5. Data Pengamatan Debit Terukur Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida Tabel 4-6. Perbandingan Pengamatan Debit Terukur pada Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 dengan Persamaan Lengkung Quadratic Fit Tabel 4-7. Data Pengamatan Debit Ukur Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida Tabel 4-8. Perbandingan Pengamatan Debit Terukur Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 dengan Persamaan Lengkung Quadratic Fit Tabel 4-9. Data Pengamatan Koefisien Debit (Cd) Pada Mercu Ogee Tabel Perbandingan Pengamatan Koefisien Debit Terukur Pada Mercu Ogee dengan Persamaan Lengkung Quadratic FIt Tabel Data Pengamatan Koefisien Debit (Cd) Pada puncak Tipe Deret Sinusoida Tabel Perbandingan Pengamatan Koefisien Debit Terukur Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 dengan Persamaan Lengkung Qudratic Fit Tabel Data Pengamatan Koefisien Debit (Cd) Puncak Tipe Deret Sinusoida Tabel Perbandingan Pengamatan Koefisien Debit Terukur Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 dengan Persamaan Lengkung Quadratic Fit Tabel Perbandingan Koefisien Debit Pada Mercu Ogee Dengan Koefisien Debit Pada Spillway Tipe Deret Sinusoida Tabel Perbandingan Debit Pelimpasan Air Mercu Ogee Dengan Debit Pelimpasan Air Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida Tabel Fungsi Storage dan Intflow Mercu Ogee Berdasarkan Resevoir Routing Tabel Perhitungan Storage dan Outflow Mercu Ogee Berdasarkan Perhitungan Routing Waduk Tabel Fungsi Storage dan Inflow Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Berdasarkan Resevoir Routing xiv

15 xv Tabel Perhitungan Storage dan Outflow Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Pada Routing Waduk Tabel Fungsi Storage dan Inflow Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 Berdasarkan Resevoir Routing Tabel Perhitungan Storage dan Outflow Bentuk Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 Pada Routing Waduk xv

16 xvi DAFTAR GAMBAR xvi Halaman Gambar 2-1 Spillway Terkendali Gambar 2-2 Spillway Tak Terkendali Gambar 2-3 Spillway Ogee dengan Pintu Pada Bendungan Selorejo Gambar 2-4 Spillway Ogee tanpa Pintu pada Bendungan Palasari Gambar 2-5 Spillway Morning glory pada Bendungan Jatiluhur Gambar 2-6 Spillway Modifikasi Puncak Tipe Deret Sinusoida Gambar 2-7 Tampak Atas dan Potongan A-A pada Mercu Ogee Gambar 2-8 Prototipe Percobaan Mercu Ogee Gambar 2-9 Tampak Atas Puncak Tipe Cocor Bebek Gambar 2-10 Tampak Atas Puncak Tipe Cocor Bebek Gambar 2-11 Tampak Atas Puncak Tipe Deret Sinusoida Gambar 2-12 Tampak Atas Puncak Tipe Deret Sinusoida Gambar 2-13 Tampak Atas dan Potongan A-A dari Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 dan Gambar 2-14 Nilai Lebar Mercu Spillway Tipe Deret Sinusoida Gambar 2-15 Prototipe Percobaan Puncak Tipe Deret Sinusoida Gambar 2-16 Perubahan Penyimpanan Selama Periode Routing Gambar 2-17 Pengembangan Fungsi Storage-Outflow, Storage-Elevation dan Elevation-Outflow Gambar 3-1 Sketsa Rangkaian Open Flume Gambar 3-2 Aliran Melalui Mercu Ogee Gambar 3-3 Aliran Melalui Puncak Tipe Deret Sinusoida Gambar 3-4 Diagram Alir Tahapan Penelitian Gambar 4-1. Alat Penelitian (Open Flume) Gambar 4-2. Grafik Hubungan Antara Q hb dan Q pompa Gambar 4-3. Tampak Atas dan Potongan A-A Mercu Ogee Gambar 4-4. Alat Penelitian (Open Flume) untuk Mercu Ogee Gambar 4-5. Grafik Hasil Debit Terukur Mercu Ogee Gambar 4-6.Tampak Atas Bentuk Puncak Tipe Deret Sinusoida Gambar 4-7. Alat Penelitian (Open Flume) untuk Puncak Tipe Deret Sinusoida Gambar 4-8. Grafik Hasil Debit Terukur Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida

17 xvii Gambar 4-9. Tampak Atas Bentuk Puncak Tipe Deret Sinusoida Gambar Alat Penelitian (Open Flume) untuk Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 48 Gambar Grafik Hasil Debit Terukur pada Puncak Tipe Deret Sinusoida Gambar Grafik Hubungan Antara Cd Dengan H Hulu Pada Mercu Ogee Gambar Grafik Hubungan Antara Cd Dengan H Hulu Pada Puncak Gambar Grafik Hubungan Antara Cd Dengan H Hulu Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida Gambar Grafik Perbandingan Koefisien Debit Pada Mercu Ogee, Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 dan Gambar Grafik Perbandingan Debit Pada Mercu Ogee, Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 dan Gambar Penampang Asumsi Storage Gambar Grafik Hubungan antara outflow dan (2S j j Berdasarkan Routing Waduk Gambar Grafik Perbandingan Inflow dan Outflow Mercu Ogee Berdasarkan Routing Waduk Gambar Grafik Perbandingan Nilai Kumulatif Inflow Dan Outflow Mercu Ogee Berdasarkan Routing Waduk Gambar Grafik Hubungan antara outflow dan (2S j j Berdasarkan Routing Waduk Gambar Grafik Perbandingan Inflow dan Outflow Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Berdasarkan Routing Waduk Gambar Grafik Perbandingan Nilai Kumulatif Inflow dan Outflow Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Berdasarkan Routing Waduk Gambar 4-24.Grafik Hubungan antara outflow dan (2S j j Berdasarkan Routing Waduk Gambar Grafik Perbandingan Inflow dan Outflow Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 Berdasarkan Routing Waduk Gambar Grafik Perbandingan Nilai Kumulatif Inflow dan Outflow Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 Berdasarkan Routing Waduk xvii

18 xviii DAFTAR NOTASI b Lebar mercu (cm) Cd Koefisien debit Koefisien debit Co Konstanta Debit (1,3) C1 Fungsi p/hd dan H1/hd C2 Faktor Koreksi Untuk Permukan Hulu (1) ds Storage (m 3 /dt) g Percepatan gravitasi (cm/dt 2 ) h Tinggi energi di hulu mercu (cm) hd Tinggi energi rencana di atas mercu (cm) h maks Tebal air maksimum di atas mercu (cm) Tinggi spillway (cm) ho Tebal air di atas puncak Mercu Ogee (cm) I Inflow (cm 3 /dt) I(t) Inflow (m 3 /dt) K,n Parameter untuk berbagai kemiringan hilir L Lebar efektif mercu (cm) O Outflow (cm 3 /dt) P Tinggi spillway (cm) Q Debit (cm 3 /dt) Q(t) Debit (m 3 /dt) Qhb Debit Hydraulic Bench (cm 3 /dt) S Storage (cm 3 /dt) t Waktu (detik) V Volume (cm 3 ) X,Y Koordinat permukaan hilir Interval waktu (dt) xviii

19 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Penempatan air sebagian besar terdapat di laut/air asin dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), akan tetapi juga dapat hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air tawar, danau, uap air dan lautan es, air dalam obyek-obyek tersebut bergerak mengikuti suatu siklus hidrologi. Siklus hidrologi merupakan proses yang dilalui air melalui penguapan, hujan dan aliran air di atas permukaan tanah (run off, meliputi mata air, muara, sungai) menuju laut. Evaporasi dari tanah, laut, atau air permukaan terkondensasi membentuk awan yang selanjutnya menjadi hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Waduk merupakan salah satu tampungan aliran air. Air yang masuk ke waduk berbeda-beda sesuai dengan intensitas hujan. Adanya perbedaan intensitas tersebut, menyebabkan aliran masuk waduk tidak menentu. Jika intensitas hujan meningkat menyebabkan aras (level) muka air waduk naik secara cepat. Keadaan ini harus dihindari karena dapat membahayakan konstruksi bendungan. Untuk menghindari kerusakan konstruksi bendungan diperlukan kapasitas pelimpah (spillway) yang cukup memadai. Bangunan pelimpah (spillway) adalah bangunan pelengkap suatu bendungan yang berfungsi untuk mengalirkan air banjir agar tidak membahayakan tubuh bendungan (Chanson, 1994). Terdapat berbagai tipe bangunan pelimpah dan untuk menentukan tipe bangunan yang sesuai diperlukan suatu studi yang luas dan mendalam sehingga diperoleh altematif yang ekonomis. Bangunan pelimpah yang paling umum dipergunakan pada bendungan urugan yaitu pelimpah terbuka dengan ambang tetap. 1

20 2 Umumnya pelimpah direncanakan berdasarkan debit rencana pada besaran tertentu. Namun, dengan adanya peningkatan intensitas hujan sangat dimungkinkan kapasitas spillway yang ada kurang memenuhi, sehingga kenaikan aras muka air lebih cepat dari yang diperkirakan. Kenaikan aras muka air secara cepat ini belum diantisipasi sehingga aras muka air dapat mencapai puncak tubuh bendungan secara cepat dan pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan total. Untuk mengantisipasi kenaikan yang begitu cepat diperlukan peningkatan kapasitas spillway yang ada. Peningkatan kapasitas spillway dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : menambah lebar spillway dan melakukan modifikasi spillway dengan merubah bentuk mercu. Pada prinsipnya cara tersebut dilakukan dengan tetap mempertahankan volume waduk serta elevasi puncak spillway. Pada tahun 2011, Endah Putri Nurviana, Pertiwi Agusari dan Yuliana Sabila telah melakukan penelitian dengan cara memodifikasi mercu spillway. Perubahan mercu spillway yang semula tipe Ogee dimodifikasi menjadi labyrinth crest (Trapesium Tipe I, Cocor Bebek, dan Gergaji) dengan tetap menjaga elevasi puncak mercu. Hasil penelitian yang telah dilakukan terjadi peningkatan kapsitas debit pelimpah pada masing-masing modifikasi. Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi puncak spillway dengan bentuk labyrinth crest yang berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu tipe deret sinusoida. Secara teoritis, crest ini dapat memiliki kapasitas debit yang besar karena memiliki lebar lintasan air yang besar. Percobaan ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan flume dengan perubahan bentuk puncak tipe deret sinusoida. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana parameter peningkatan aras muka air waduk yang terjadi pada mercu Ogee?

21 3 2. Berapa besarnya persentase kenaikkan kapasitas debit pada perubahan bentuk puncak tipe deret sinusoida dibanding dengan mercu Ogee? 3. Bagaimana pengaruh perubahan bentuk puncak terhadap proses routing banjir? 1.3 Batasan Masalah Batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Aliran pada saluran air dianggap seragam dan tetap (steady uniform flow). 2. Dasar saluran air dianggap kedap air dan pengaruh rembesan air diabaikan. 3. Tidak ada perubahan kemiringan flume. 4. Penelitian dilakukan dengan menggunakan flume yang menjadi model saluran air dengan penampang 30 x 30 cm 2 dan panjang 180 cm. 5. Spillway dibuat 2 bentuk yaitu bentuk mercu Ogee dan bentuk puncak tipe deret sinusoida yang masing-masing ukuran lebarnya 18 cm dan 28,29 cm. 6. Hasil pengukuran volume hydraulic bench dan pengukuran waktu oleh stopwatch dianggap benar. 7. Asumsi volume tampungan di hulu spillway (pelimpah) guna menganalisis pengaruh penelusuran banjir adalah berbentuk trapesium dengan ukuran 600 cm x 600 cm dan kemiringan 1:1, Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui perilaku aliran yang terjadi dengan mercu Ogee. 2. Mengetahui persentase kenaikkan kapasitas debit yang melimpah dengan perubahan bentuk puncak tipe deret sinusoida. 3. Mengetahui pengaruh perubahan bentuk puncak terhadap proses routing banjir.

22 4 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak sebagai berikut: 1. Praktis Memberi informasi untuk mengatasi kenaikan aras muka air waduk yang dapat membahayakan tubuh bendungan. 2. Teoritis Menerapkan teori ilmu hidroteknik. Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dibidang bangunan air.

23 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA & LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Umum Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca yang dominan ditimbulkan oleh industri-industri. Gas-gas rumah kaca yang meningkat ini menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan terhadap gelombang panjang yang bersifat panas (inframerah) yang diemisikan oleh permukaan bumi kembali ke permukaan bumi (Armi Susandi, 2008). Perubahan iklim telah menyebabkan fluktuasi curah hujan tinggi dan mengubah pola agihan hujan dengan kecenderungan daerah yang basah semakin basah, dan daerah yang kering semakin kering. Di negara dengan empat musim, siklus musim (seasonal cycle) telah terpengaruh oleh perubahan iklim yang ditandai dengan meningkatnya intensitas hujan pada musim dingin, berkurangnya hujan di musim panas, dan peningkatan suhu (Dunne dkk., 2008). Jumlah air di bumi sebesar 1,386 milyar km 3, yang sebagian besar adalah air laut yaitu sebesar 96,5%. Sisanya 1,7% berupa es di kutub: 1,7% sebagai air tanah dan hanya 0,1% merupakan air permukaan dan air di atmosfer. Jumlah air permukaan dan air atmosfer pada suatu waktu relatif kecil. Namun, karena proses pembentukannya terjadi secara terus-menerus, maka jumlahnya dalam satu tahun cukup besar. Siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh iklim, dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Oleh karena itu, keberadaan air di bumi dalam skala jumlah, agihan, dan waktu berbeda (Bambang Triatmodjo, 2008). 5

24 6 Salah satu akibat dari pemanasan global yang saat ini terjadi adalah pola cuaca dan iklim yang tidak beraturan. Hal ini berdampak pada perubahan pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan. Pola curah hujan di wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pola moonson, pola ekuatorial dan pola lokal. Pola Moonson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan yaitu sekitar Desember). Selama enam bulan curah hujan relatif tinggi (biasanya disebut musim hujan) dan enam bulan berikutnya rendah (bisanya disebut musim kemarau). Secara umum musim kemarau berlangsung dari April sampai September dan musim hujan dari Oktober sampai Maret. Pola ekuatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal, yaitu dua puncak hujan yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober saat matahari berada dekat ekuator. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal (satu puncak hujan) tetapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan pada tipe moonson (Edvin Aldrian, R. Dwi Susanto, 2003). Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi (Wesli, 2008). Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Perbedaan besarnya intensitas hujan dan waktu kejadiannya akan berpengaruh dalam perencanaan berbagai macam bangunan air. Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit (Suroso, 2006, dalam

25 7 Kondisi iklim pada masa peralihan dari musim hujan mengakibatkan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) diperkirakan masih cukup tinggi. Peristiwa jebolnya Situ Gintung ditengarai sebagai akibat baban berlebih pada spillway yang kurang cepat menyalurkan kenaikan muka air (Fadli Syamsudin, 2009 dalam Spillway tambahan seringkali dibangun guna meningkatkan kapasitas spillway yang ada. Namun, upaya ini seringkali terkendala karena keadaan lapangan yang tidak mendukung atau karena spillway yang diperlukan untuk maksud tersebut terlalu tinggi. Dalam banyak kasus, modifikasi pada spillway yang ada merupakan alternatif yang dimungkinkan. Alternatif ini dipilih karena dapat memanfaatkan spillway yang ada dan tidak mengurangi volume tampungan yang dibutuhkan (Hays dan Taylor, 1970; Rajnikant Khatsuria, 2008 dalam Peningkatan kapasitas spillway dapat dilakukan dengan cara menambah panjang aliran atau dengan merubah bentuk mercu spillway sehingga dapat menambah koefisien debit. Perubahan konstruksi sebuah labyrnth weir pada puncak spillway merupakan cara efektif untuk menambah kapasitas debit dengan pengoperasian yang sama. Tipe ini terdiri dari serangkaian dinding tipis yang mempunyai perulangan bentuk yang sama, misalnya bentuk segitiga atau trapesium. Beberapa tahun terakhir, penggunaan labyrinth spillway sudah mendunia. Namun, pedoman dan petunjuk teoritis mengenai tipe ini belum sepenuhnya ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti rasio tinggi puncak, sudut kemiringan yang dapat mempengaruhi besarnya kapasitas spillway (Khode, B.V. dan Tembhurkar, A.R, 2010). Labyrinth crest umumnya digunakan untuk mendapatkan kapasitas air yang lebih besar, karena labyrinth crest memiliki lebar lintasan yang lebih besar dan memiliki bentuk yang bersudut-sudut sehingga akan mempengaruhi pola aliran. Oleh sebab itu, sulit untuk memperkirakan besarnya limpasan pada beragam ketebalan air di atas crest. Satu-satunya cara untuk mendapatkan besarnya debit

26 8 tiap ketebalan adalah dengan percobaan fisik (Falvey, 2003). Dilihat dari segi ekonomi, penggunaan labyrinth weir ini lebih menguntungkan dalam meningkatkan kapasitas debit tanpa merubah elevasi semula (Darvas, L.A, 1971). Selain itu, peningkatan kapasitas debit dengan cara menaikkan kemiringan bendung berkisar dari 30º sampai 60º (Shesa Prakash, M.N, Ananthayya, M.B, dan Kovoor, G.M, 2010). Ada 3 macam penggunaan pelimpah modifikasi pada penelitian sebelumnya yaitu pelimpah modifikasi dengan bentuk puncak deret trapesium, cocor bebek dan gergaji. Pelimpah modifikasi jenis trapesium merupakan spillway dengan bentuk deretan trapesium dan segitiga sama sisi yang saling bersinggungan. Pelimpah modifikasi Cocor Bebek merupakan spillway dengan bentuk puncak setengah lingkaran, sedangkan pelimpah modifikasi Gergaji merupakan spillway dengan bentuk segitiga sama sisi. Masing-masing jenis modifikasi dikenai 2 tipe perilaku aliran. Contohnya pada pelimpah modifikasi trapesium, dibedakan menjadi modifikasi trapesium tipe 1 dan 2. Penggunaan jenis trapesium tipe 1 dan 2 hanya dibedakan pada perilaku perubahan bentuk spillway saja. Dimana jenis trapesium 2 merupakan kebalikkan dari trapesium tipe 1. Berdasarkan penelitian pelimpah modifikasi Trapesium Tipe 1 diperoleh hasil peningkatan kapasitas debit sebesar 173,94% dan pelimpah modifikasi Trapesium Tipe 2 memiliki kapasitas peningkatan debit sebesar 165,35%. Pelimpah modifikasi Cocor Bebek Tipe 1 terjadi peningkatan debit sebesar 131,3460% dan pelimpah modifikasi Cocor Bebek Tipe 2 terjadi peningkatan debit sebesar 96,6441%. Pelimpah modifikasi Gergaji Tipe 1 terjadi peningkatan debit sebesar 177,82% dan pada pelimpah modifikasi Gergaji Tipe 2 terjadi peningkatan debit sebesar 170%. Ini menunjukkan adanya peningkatan kapasitas pelimpah pada masing-masing pelimpah (spillway) modifikasi dalam melimpahkan aliran lebih besar dibandingkan spillway tipe Ogee (Endah Nurviana Putri, Pertiwi Agusari dan Yuliana Sabila, 2011).

27 9 Seperti halnya mercu Ogee, bentuk puncak tipe deret sinusoida juga dapat dipakai untuk mengatur aras muka air. Pengaturan aras muka air dengan bentuk tersebut didasarkan pada upaya pencegahan terjadinya fluktuasi yang besar. Hal ini dapat dicapai karena bentuk setengah lingkaran mempunyai lebar bukaan atau lintasan air lebih besar dibanding dengan mercu Ogee. Tinggi ambang pelimpah dibuat sama dengan tinggi ambang pelimpah asli. 2.2 Landasan Teori Pelimpah (Spillway) Pelimpah (spillway) adalah suatu struktur yang digunakan untuk mengontrol pelepasan arus dari bendungan atau tanggul ke daerah hilir. Spillway meloloskan banjir, sehingga air tidak melampaui tanggul atau tubuh bendungan. Pada prinsipnya fungsi pelimpah untuk menghindari kerusakan bendungan. Berikut merupakan bagian-bagian penting dari bangunan pelimpah: 1. Saluran pengarah dan pengatur aliran (controle structures) Digunakan untuk mengarahkan dan mengatur aliran air agar kecepatan aliran datang kecil tetapi debit airnya besar. 2. Saluran pengangkut air Makin tinggi bendungan, makin besar perbedaan antara aras muka air tertinggi di dalam waduk dengan aras muka air sungai di sebelah hilir bendungan. Apabila kemiringan saluran pengangkut debit air dibuat kecil, maka ukurannya akan sangat panjang dan berakibat bangunan menjadi mahal. Oleh karena itu, kemiringannya terpaksa dibuat besar, dengan sendirinya disesuaikan dengan keadaan topografi setempat. 3. Bangunan peredam energi (energy dissipator) Digunakan untuk meredam energi air agar tidak merusak bagian saluran dan bagian hilir saluran pengangkut air.

28 10 Berikut merupakan jenis spillway, antara lain: 1. Spillway Terkendali Spillway terkendali memiliki struktur mekanik atau pintu air untuk mengatur aliran air, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2-1. Desain ini memungkinkan mengatur aras (level) muka air waduk, baik untuk penyimpanan air maupun untuk pengendalian banjir. Sumber: Rush, J., 2010 dalam Gambar 2-1 Spillway Terkendali 2. Spillway Tidak Terkendali Spillway tidak terkendali, tidak memiliki pintu, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2-2. Ketika air melampaui puncak spillway, air dari waduk mulai mengalir. Semua volume penyimpanan dalam waduk di atas puncak spillway hanya digunakan untuk penyimpanan sementara air, sehingga waduk sebagai pengendali banjir dapat berfungsi.

29 11 Sumber: Fleming, Gannet, Michel H.J, 2011 Gambar 2-2 Spillway Tak Terkendali Puncak Pelimpah (Crest Spillway) Crest spillway adalah bagian teratas tubuh spillway. Letak puncak spillway bersama tubuh spillway diusahakan tegak lurus arah aliran, agar aliran yang menuju spillway terbagi secara merata. Berdasarkan bentuk puncak, puncak pelimpah dibagi menjadi: 1. Pelimpah ambang tipis (tajam) Pelimpah ambang tipis adalah suatu struktur bangunan air dengan panjang mercu searah aliran sama dengan atau lebih kecil dari dua millimeter. Pelimpah dikatakan pelimpah ambang tipis bila arus yang terjadi tidak menempel pada ambang atau dengan batasan t<0,5h dengan t adalah tebal ambang peluapan searah aliran, dan h sebagai tinggi pengaliran di atas peluap. 2. Pelimpah ambang lebar Pelimpah ambang lebar adalah suatu struktur bangunan air dengan garis-garis aliran bergerak secara paralel antara satu dengan yang lain paling sedikit pada suatu jarak yang pendek. Jadi, distribusi tekanan hidrostatis dianggap terjadi pada satu tampang kendali. Pelimpah ambang lebar bila arus yang terjadi

30 12 menempel pada ambang atau t>0,66h dengan t adalah tebal ambang peluapan searah aliran, dan h sebagai tinggi pengaliran di atas peluap. Beragam bentuk spillway telah dikembangkan oleh para ahli, beberapa diantaranya ditunjukan dalam Tabel 2-1. Tabel 2-1. Persamaan Debit pada Tiap Jenis Pelimpah Tipe Spillway Persamaan Keterangan Puncak Spillway tipe Ogee tanpa pintu Q = CLH 3/2 Q = debit C = koefisien debit L = panjang efektif H = total head pada crest Puncak Spillway tipe Ogee dengan pintu Q = CL(H 1 3/2 - H 2 3/2 ) H 1 = total head dari atas pintu H 2 = total head dari bawah pintu C = koefisien Pelimpah Morning Glory Q = C 0 (2 S)H 3/2 Rs C 0 = koefisien antara H and R S = radius puncak overflow H = total head Beberapa jenis spillway yang umumnya digunakan di Indonesia, antara lain: 1. Tipe spillway Ogee dengan pintu (Spillway Terkendali) Tipe spillway Ogee dengan pintu digunakan di bendungan berikut ini: a. Bendungan Cirata (Kabupaten Purwakarta)

31 13 b. Bendungan Selorejo (Kabupaten Malang) c. Bendungan Wlingi (Kabupaten Blitar) d. Bendungan Sengguruh (Kabupaten Malang) Gambar spillway Ogee dengan pintu pada Bendungan Selorejo ditunjukkan pada Gambar 2-3. Sumber: Gambar 2-3 Spillway Ogee dengan Pintu Pada Bendungan Selorejo 2. Tipe spillway Ogee tanpa pintu (Spillway Tak terkendali) Tipe spillway Ogee tanpa pintu digunakan di bendungan berikut ini: a. Waduk Darma (Kabupaten kuningan) b. Bendungan Penjalin (Kabupaten Brebes) c. Bendungan Cacaban (Kabupaten Tegal) d. Bendungan Nglangon (Kabupaten Purwodadi) e. Bendungan Kedung Ombo (Jawa Tengah) f. Bendungan Sempor (Kabupaten Kebumen) g. Bendungan Wadaslintang (Kabupaten Wonosobo) h. Bendungan Song Putri (Kabupaten Wonogiri) i. Bendungan Palasari (Bali) Gambar Spillway Ogee tanpa pintu pada Bendungan Palasari ditunjukkan pada Gambar 2-4.

32 14 Sumber: Gambar 2-4 Spillway Ogee tanpa Pintu pada Bendungan Palasari Kelebihan kelebihan yang dimiliki mercu Ogee, antara lain: a. Karena peralihannya yang bertahap, bangunan pengatur ini tidak banyak mempunyai masalah dengan benda benda terapung. b. Bangunan pengatur ini dapat direncana untuk melewatkan sedimen yang terangkut oleh saluran peralihan. c. Bangunan ini kuat sehingga tidak mudah rusak. Kelemahan kelemahan yang dimiliki mercu tetap, antara lain: a. Aliran pada bendung menjadi nonmoduler jika nilai banding tenggelam H 2 /H 1 melampaui 0,33. b. Hanya kemiringan permukaan hilir 1:1 saja yang bisa dipakai. c. Aliran tidak dapat diatur. 3. Tipe Spillway Morning Glory Pelimpah jenis ini disebut morning glory karena bentuknya mirip dengan bunga kecubung. Disamping dikenal sebagai pelimpah morning glory, dikenal juga sebagai pelimpah bell-mouth, karena mirip dengan mulut lonceng. Pelimpah morning glory dibangun dengan mempertimbangkan beda tinggi antara daerah hulu dan hilir serta manfaatnya bagi daerah sekitar. Pelimpah morning glory ini memiliki kapasitas debit yang lebih besar

33 15 dibandingkan dengan spillway yang lain. Pelimpah ini dapat melimpahkan air yang lebih besar karena memiliki lebar lintasan pelimpah yang besar. Limpasan air yang besar menghasilkan energi yang besar sehingga dapat dimanfaatakan untuk tujuan yang lain, seperti PLTA, penyediaan air untuk irigasi dan air baku yang cukup besar. Tipe spillway ini digunakan di bendungan berikut ini: a. Bendungan Cileunca (Kabupaten Bandung) b. Bendungan Cipanunjang (Kabupaten Bandung) c. Bendungan Jatiluhur (Kabupaten Purwakarta) d. Bendungan Riam Kanan (Kalimantan Selatan) Gambar Spillway Morning glory pada Bendungan Jatiluhur ditunjukkan pada Gambar 2-5. Sumber: Andrijanto, Rahmat Sudiana dalam Gambar 2-5 Spillway Morning glory pada Bendungan Jatiluhur Mercu bulat adalah bentuk mercu yang lazim digunakan di Indonesia. Hal ini dikarenakan: 1. Bentuknya sederhana sehingga mudah dalam pelaksanaannya. 2. Lebih tahan terhadap benturan batu, karena mempunyai bentuk mercu yang besar.

34 16 3. Bentuk mercu bendung diperkuat oleh pasangan batu candi atau beton sehingga tahan terhadap goresan dan abrasi. Dalam penilitian ini digunakan spillway tidak berpintu, dengan mercu modifikasi dari mercu Ogee menjadi bentuk puncak tipe deret sinusoida yang terlihat pada Gambar 2-6. Gambar 2-6 Spillway Modifikasi Puncak Tipe Deret Sinusoida Mercu Ogee Waduk pada umumnya dilengkapi dengan bangunan spillway sebagai bangunan pengaman tubuh bangunan agar tidak terjadi overtopping. Banyak spillway menggunakan tipe mercu Ogee. Mercu Ogee adalah sebuah mercu bendung yang memiliki bentuk tirai luapan ambang tajam. Oleh karena itu, mercu ini tidak akan memberikan tekanan sub atmosfir pada permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit rendah, air akan memberikan tekanan kebawah pada mercu. Bentuk mercu Ogee ditunjukan pada Gambar 2-7 dan prototipe mercu Ogee ditunjukan pada Gambar 2-8.

35 17 Gambar 2-7 Tampak Atas dan Potongan A-A pada Mercu Ogee Gambar 2-8 Prototipe Percobaan Mercu Ogee Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, US Army Corp of Engineers telah mengambangkan persamaan berikut: = (2.1)

36 18 dengan: X,Y = koordinat permukaan hilir h d = tinggi energi rencana diatas mercu K,n = parameter untuk berbagai kemiringan hilir Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bendung tipe Ogee (Kriteria Perencanaan, KP-02) adalah sebagai berikut: (2.2) dengan: Q = debit (cm 3 /dt) Cd = koefisien debit (C 0 C 1 C 2 ) C 0 = konstanta (1,30) C 1 = fungsi p/h d dan H 1 /h d C 2 = faktor koreksi untuk permukaan hulu (1) g = percepatan gravitas (981cm/dt 2 ) b = panjang mercu (cm) H = tinggi air di atas mercu (cm) Puncak Tipe Deret Sinusoida Puncak tipe deret sinusoida merupakan hasil modifikasi dari puncak tipe deret cocor bebek. Penelitian puncak tipe deret cocor bebek yang dilakukan Pertiwi Agusari memiliki bentuk deretan setengah lingkaran. Dalam percobaan sebelumnya menggunakan 2 sisi bentuk yaitu puncak tipe cocor bebek 1 dan cocor bebek tipe 2. Untuk sketsa bentuk puncak tipe deret cocor bebek 1 dan 2 ditunjukan pada Gambar 2-9 dan Gambar 2-9 Tampak Atas Puncak Tipe Cocor Bebek 1

37 19 Gambar 2-10 Tampak Atas Puncak Tipe Cocor Bebek 2 Pada penelitian ini juga dilakukan perlakuan yang sama seperti halnya penelitian sebelumnya, yaitu dengan menggunakan 2 sisi yang berbeda. Untuk sketsa bentuk puncak tipe deret sinusoida 1 dan 2 ditunjukan pada Gambar 2-11 dan Gambar 2-11 Tampak Atas Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Gambar 2-12 Tampak Atas Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 Sketsa bentuk tampak atas dan potongan A-A dari puncak tipe deret sinusoida 1 dan 2 ditunjukkan pada Gambar 2-13.

38 20 Bentuk Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Bentuk Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 Potongan A-A Puncak Tipe Deret Sinusoida Gambar 2-13 Tampak Atas dan Potongan A-A dari Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 dan 2 Persamaan untuk memperkirakan debit yang mengalir melalui spillway menurut Tullis (1995) adalah: (2.3) dengan: Q = debit (cm 3 /dt) = koefisien debit L = Lebar efektif mercu (cm) = Tinggi spillway (cm) g = percepatan gravitasi (981 cm/dt 2 )

39 21 Nilai lebar efektif mercu (L) ditunjukan pada Gambar r2 r1 r3 Gambar 2-14 Nilai Lebar Mercu Spillway Tipe Deret Sinusoida Puncak tipe deret sinusoida hakikatnya adalah mercu Ogee yang dimodifikasi pada bagian puncaknya. Puncak tipe deret sinusoida memiliki bentuk yang terdiri dari beberapa deretan setengah lingkaran yang saling bersinggungan. Dengan demikian, lebar puncak jauh lebih panjang dari mercu Ogee. Modifikasi ini diharapkan mampu melimpahkan debit yang lebih besar dibanding dengan mercu Ogee pada ketebalan air yang yang sama. Keunggulan dari modifikasi puncak tipe deret sinusoida ini antara lain: 1. Meningkatkan kapasitas debit spillway. Ini membantu mencegah kenaikan abnormal pada aras (level) permukaan air waduk. 2. Karena memiliki kapasitas debit tinggi, maka dapat melimpahkan debit dengan ketebalan air diatas puncak yang lebih tipis. Hal ini akan dapat mengurangi aras (level) muka air maksimum di waduk. 3. Dengan modifikasi bentuk puncak maka tampungan waduk tidak akan berubah. Bila kapasitas spillway ditingkatkan kemungkinan fungsi pengendalian banjir berkurang, akan tetapi peningkatan kapasitas spillway bisa mengurangi laju

40 22 kenaikan aras (level) muka air sehingga tubuh bendungan aman. Prototipe dari puncak tipe deret sinusoida ditunjukkan pada Gambar Gambar 2-15 Prototipe Percobaan Puncak Tipe Deret Sinusoida Analisis Hidrolis Perhitungan debit menggunakan persamaan sebagai berikut: V Q (2.4) t dengan: Q = debit (m 3 /dt atau liter/dt) V = volume (m 3 atau liter) t = waktu (detik) Reservoir Routing Reservoir routing adalah proses untuk memperhitungkan aliran keluar (outflow hydrograph) dari sebuah reservoir, berdasarkan aliran masuk (inflow hydrograph) dan karakteristik aliran keluar melalui bangunan pelimpah. Horison waktu dibagi menjadi interval durasi, diindeks oleh j, yaitu, dan persamaan kontinuitas terintegrasi atas setiap

41 23 interval waktu, seperti ditunjukkan pada Gambar Menurut Chow (1959) reservoir routing dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan dan pendekatan sebagai berikut: (2.5) dengan: ds = Storage (m 3 /dt) I(t) = Inflow (m 3 /dt) Q(t) = Debit (m 3 /dt) = Interval waktu (dt) Sumber: Chow, V. T Gambar 2-16 Perubahan Penyimpanan Selama Periode Routing Nilai arus masuk tersebut pada awal dan akhir dari interval waktu ke j-th adalah I J dan I j+1, dan nilai-nilai yang keluar adalah Q j dan Q j+1. Dalam hal ini baik inflow maupun outflow, diukur sebagai data sampel. Jika variasi masuk dan keluar selama interval mendekati linear, perubahan dalam penyimpanan lebih dari interval, S j j+1, dapat ditemukan dengan menulis ulang persamaan sebagai berikut: j+1 - S j = - (2.6)

42 24 dengan: j+1, S j = Storage (m 3 /dt) j+1, I j = Inflow (m 3 /dt) j+1, Q j = Debit (m 3 /dt) Nilai Q j dan S j diketahui pada interval waktu ke-j dari perhitungan selama selang waktu sebelumnya. Oleh karena itu, Persamaan (2.6) berisi dua variabel yang diketahui, yaitu, Q j+1 dan S j+1. Persamaan (2.6) dapat juga ditulis dalam bentuk persamaan sebagai berikut: (2.7) Ilustrasi mengenai outflow ditampilkan pada Gambar Sumber: Chow, V. T Gambar 2-17 Pengembangan Fungsi Storage-Outflow, Storage-Elevation dan Elevation-Outflow Untuk menghitung outflow, Q j+1 dari Persamaan (2.7), diperlukan fungsi storageoutflow dan Q. Metode untuk mengembangkan fungsi ini menggunakan hubungan elevasi, volume, outflow yang ditampilkan dalam Gambar Hubungan antara

43 25 elevasi air permukaan dan waduk dapat diturunkan dengan planimetering peta topografi atau dari survei lapangan. Hubungan elevasi debit berasal dari persamaan hidrolik sesuai dengan jenis spillway Tabel 2-1. Nilai diambil sebagai interval waktu hidrograf inflow. Untuk nilai tertentu elevasi air permukaan, nilai-nilai penyimpanan S dan debit Q ditentukan, maka nilai dari 2s/ dihitung dan diplot pada sumbu horisontal grafik dengan nilai arus perpindahan Q pada sumbu vertikal (bagian (c) dalam Gambar 2-17) Dalam penelusuran aliran melalui selang waktu j, semua persyaratan di sisi kanan Persamaan (2.7) diketahui, sehingga nilai dapat dihitung. Nilai dari Q j+1 dapat ditentukan dari fungsi volume-outflow 2s/ lawan Q, baik grafis atau dengan interpolasi linear dari nilai tabel. Untuk mengatur data yang dibutuhkan pada interval waktu berikutnya, nilai dihitung dengan persamaan: (2.8) Perhitungan ini kemudian diulang untuk periode penelusuran aliran berikutnya Analisis Karakteristik Korelasi Dua Parameter Analisis korelasi merupakan salah satu teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih yang bersifat kuantitatif. Dasar dari analisis ini karena adanya perubahan sebuah variabel yang disebabkan atau akan diikuti dengan perubahan variabel lain. Analisis korelasi pada penelitian ini menggunakan software curve expert. Hasil keluaran dari program ini yaitu persamaan yang digunakan, koefisien korelasi dan grafik hubungan antara dua variabel. Terdapat berbagai macam persamaan yang diproses dalam progam ini, antara lain Quadratic Fit, Exponential Fit, Polynomial Rit, Heat Capacity Model, Harris Model, dan lain-lain. Semakin besar koefesien korelasi maka semakin besar keterkaitan perubahan suatu variabel dengan variabel yang lain. Analisis korelasi ini digunakan dalam penggunaan grafik hubunganan antara debit terukur dengan tinggi air di hulu, koefisien debit dengan tinggi air di hulu maupun

44 26 grafik hubungan antara waktu dengan inflow dan outflow pada perhitungan reservoir routing.

45 27 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Umum Tahap-tahap yang sistematis runtut dan saling berkesinambungan disusun untuk memperoleh hasil yang maksimal serta untuk menghindari timbulnya kesulitan yang mungkin terjadi pada saat penelitian. Metode yang dipakai untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah dengan percobaan langsung atau eksperimen di laboratorium. Penelitian ini dilakukan dengan serangkaian kegiatan pendahuluan, untuk mencapai validitas hasil yang maksimal. Kemudian, untuk mendapatkan kesimpulan akhir, data hasil penelitian diolah dan dianalisis dengan kelengkapan studi pustaka. 3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Hidrolika, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret. 3.3 Peralatan dan Bahan Peralatan di Laboratorium Hidrolika antara lain: 1. Open Flume Merupakan alat utama dalam percobaan pelimpah air. Flume ini, sebagian besar komponennya terbuat dari acrilic dan memiliki bagian-bagian penting, yaitu: 1) Saluran air, tempat utama dalam percobaan ini, untuk meletakkan model pelimpah. Saluran berupa talang dengan penampang 30x30 cm 2 dan panjang 180 cm. Saluran terbuat dari akrilik sehingga memilki dinding transparan untuk mempermudah pengamatan. 27

46 28 2) Hyrdraulic Bench, bak penampung yang berfungsi menampung air yang akan dialirkan ke talang maupun yang keluar dari saluran. 3) Pompa air, terletak di hydraulic bench, berfungsi untuk memompa air agar bisa didistribusikan sepanjang talang air. Pompa ini dilengkapi dengan tombol on/off otomatis untuk supply listrik 220/240 V, 50 Hz. 4) Kran debit, merupakan kran yang berfungsi mengatur besar-kecilnya debit yang keluar dari pompa. Memiliki skala bukaan debit 6-9 range. 5) Roda pengatur kemiringan, terletak di hulu saluran yang bisa diputar secara manual untuk mengatur kemiringan dasar saluran (bed slope) yang diinginkan. Roda pengatur bed slope ini memiliki skala untuk maximum positive bed slope + 3,0 % dan maximum negative bed slop 1,0 %. 6) Reservoir digunakan untuk menampung air yang keluar dari open flume (bagian hilir). Sketsa rangkaian open flume yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3-1. Sumber: Pertiwi Agusari, 2011 Gambar 3-1 Sketsa Rangkaian Open Flume 2. Pelimpah Model khusus yang dibuat dari akrilik dan kayu, terdiri dari 2 bagian, yaitu:

47 29 1) Bagian atas Bagian ini bisa dilepas pasang. Pada penelitian pertama dipasang mercu Ogee, dan penelitian kedua diganti dengan modifikasi bentuk puncak tipe deret sinusoida. 2) Bagian bawah Bagian utama spillway yang tidak bisa diubah-ubah. 3. Stopwatch Stopwatch dipakai untuk mengukur waktu pada perhitungan debit aliran. 4. Pompa Air Pompa air digunakan untuk memompa air yang ada pada tampungan hydraulic bench agar dapat mengalir pada open flume. Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 3 buah pompa. 5. Kamera Kamera digunakan untuk mengabadikan gambar maupun video saat penelitian dilakukan/sebagai dokumentasi. 6. Mistar ukur Mistar ukur digunakan untuk mengukur panjang loncatan hidrolis. 7. Kelereng Kelereng digunakan untuk meredam aliran air yang mengalir pada open flume. 8. Peralatan Penunjang (gayung, selang dan obeng) Gayung dan selang digunakan untuk penggantian air, sedangkan obeng digunakan untuk mengencangkan skrup-skrup pada peralatan yang longgar. Bahan yang dipakai selama penelitian yaitu: 1. Air bersih Aliran air yang digunakan adalah air bersih, air yang tidak membawa sedimen. 2. Malam Malam digunakan sebagai pelapis yang menutupi celah antara pelimpah dengan dasar atau dinding flume dan celah antara balok kayu dengan dinding flume, agar tidak terjadi kebocoran maupun rembesan.

48 Langkah Penelitian Persiapan Alat Alat yang membutuhkan persiapan khusus adalah flume, karena alat ini harus dirangka dan dimodifikasi dengan alat-alat lain agar dapat digunakan secara sempurna. Langkah- langkah untuk menyiapkan flume adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan alat yang dimodifikasi dengan alat-alat lain. 2. Mempersiapkan model pelimpah dengan bentuk mercu Ogee dan bentuk tipe deret sinus soida yang terbuat dari akrilik dan kayu. 3. Mengisi hydraulic bench dengan air bersih sampai pompa terendam air, karena jika pompa air tidak terendam air maka akan terbakar. 4. Memasang pelimpah pada tempat yang sudah disediakan dan menutup celah antara pelimpah dengan dinding dan dasar saluran, agar tidak bocor. Persiapan alat tidak hanya diawal, tetapi juga pada setiap pergantian setting percobaan Pengecekan Alat (Kalibrasi Alat Ukur Debit) Pengecekan alat dilakukan setelah alat benar- benar siap dipakai. Pengecekan dilakukan untuk mengetahui nilai pembacaan alat lebih akurat, sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi. Dalam penelitian ini dilakukan pengecekan kalibrasi alat pengukur debit pada hydraulic bench. Kalibrasi alat ukur debit dilakukan untuk mengetahui apakah debit yang terbaca pada hydraulic bench sama dengan yang dialirkan oleh pompa. Sehingga diketahui bahwa alat ukur debit pada hydraulic bench berfungsi baik. Kalibrasi debit dilakukan sebagai berikut: 1. Menghidupkan pompa setelah hydraulic bench terisi cukup oleh air untuk membuat sirkulasi aliran. 2. Membuka kran pengatur debit aliran pada skala yang diinginkan. 3. Pengukuran debit dengan menggunakan alat ukur debit yang terdapat pada hydraulic bench, pengukuran dilakukan setelah aliran pada saluran stabil.

49 31 Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1) Menutup katup dimana air dari saluran akan masuk kembali ke hydraulic bench. 2) Pada saat yang bersamaan permukaan air pada pipa pengukur yang sudah ada skala volumenya akan naik, menghitung dengan stopwatch waktu yang diperlukan untuk mencapai volume yang diinginkan. 3) Debit diperoleh dengan membandingkan antara volume dengan waktu. 4. Pengukuran debit pada aliran yang dialirkan oleh pompa. Langkahlangkahnya adalah sebagai berikut: 1) Menyiapkan ember kecil untuk menampung air. 2) Menampung air yang keluar dari saluran tetapi sebelum air masuk ke hydraulic bench. 3) Saat air mulai masuk ke ember, menghidupkan stopwatch dan mematikan stopwatch saat ember berisi air tersebut diangkat. 4) Menghitung volume air yang tertampung dalam ember dengan menggunakan gelas ukur. 5) Volume yang diperoleh dibagi waktu yang terjadi / waktu yang terbaca pada stopwatch tadi sehingga diperoleh debit aliran yang terjadi. 5. Mengulangi kegiatan ke-2 dan kegiatan ke-3 pada beberapa variasi skala kran pengatur debit yang diinginkan. 6. Data diperoleh dalam bentuk tabel dan dibuat grafik dengan bantuan Ms. Excel sehingga didapat suatu persamaan Pengolahan Data Kalibrasi Alat Ukur Debit Inti dari kalibrasi alat ukur debit adalah mencari perbandingan debit dari alat ukur debit di hydraulic bench dengan debit yang keluar dari saluran langsung atau debit yang tertampung di ember. Persamaan yang digunakan dalam pengolahan data kalibrasi alat ini sesuai dengan Persamaan (2.4) pada Bab 2. Data yang dibutuhkan pada pengukuran debit dari alat ukur debit di hydraulic bench adalah volume yang dicapai oleh air di dalam pipa ukur dan waktu yang ditempuhnya. Sedangkan untuk debit yang keluar dari saluran atau tertampung di

50 32 ember, dibutuhkan data volume air yang tertampung di ember dan waktu yang dibutuhkan. Hasilnya kita akan mendapatkan data debit hydraulic bench (Q hb ) dengan debit ukur (Q pompa ) dalam beberapa variasi skala bukaan debit 7,0, 7,2, 7,3, 7,4, 7,5, 7,6, 7,8, 8,0, 8,2, 8,4, 8,6, dan 8,8. Data-data itu diplot dalam grafik dengan program Ms Excel, dan dicari nilai korelasinya. Jika nilai korelasi mendekati 1, maka hubungan antara Q hb dengan Q pompa adalah linear atau sama, artinya alat ukur debit di hydraulic bench bisa digunakan. Begitu juga sebaliknya, jika nilai R jauh dari 1, maka hubungan keduanya tidak linear, sehingga alat ukur debit di hydraulic bench tidak bisa digunakan Pengambilan Data Pengambilan Data Saat Awal dengan Mercu Ogee Data-data yang dicatat saat penelitian berlangsung adalah sebagai berikut: 1. Panjang flume Data ini diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan mistar ukur. 2. Lebar flume Data ini diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan mistar ukur. 3. Tinggi pelimpah Data ini diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan mistar ukur. 4. Panjang pelimpah Data ini diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan mistar ukur. 5. Debit flume Data ini diperoleh dari pembacaan pada knop pengatur debit pada flume. 6. Kemiringan flume Data ini diperoleh dari pembacaan pada kran pengatur kemiringan pada flume. 7. Tinggi muka air di atas puncak pelimpah Hubungan antara debit dengan tinggi muka air.

51 33 Sketsa aliran yang melalui mercu Ogee ditunjukkan pada Gambar 3-2. Keterangan gambar: h 0 = tebal air di hulu Mercu Ogee h = tebal air di atas puncak Mercu Ogee Q 1,2,3 = debit air ke- 1, 2, dan 3 L 0 = jarak dari mercu Ogee Gambar 3-2 Aliran Melalui Mercu Ogee Pengambilan Data Saat Menggunakan Pelimpah Modifikasi Data-data yang dicatat saat penelitian berlangsung adalah sebagai berikut: 1. Panjang flume Data ini diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan mistar ukur. 2. Lebar flume Data ini diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan mistar ukur. 3. Tinggi pelimpah Data ini diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan mistar ukur. 4. Panjang pelimpah Data ini diperoleh dengan cara pengukuran menggunakan mistar ukur. 5. Debit flume Data ini diperoleh dari pembacaan pada knop pengatur debit pada flume. 6. Kemiringan flume Data ini diperoleh dari pembacaan pada kran pengatur kemiringan pada flume.

52 34 7. Tinggi muka air di atas puncak pelimpah Hubungan antara debit dengan tinggi muka air. Sketsa aliran yang melalui spillway tipe deret sinussoida ditunjukkan pada Gambar 3-3. Keterangan gambar: h 0 = tebal air di hulu puncak tipe deret sinusoida h = tebal air di atas puncak tipe deret sinusoida Q 1,2,3 = debit air ke- 1, 2, dan 3 L 0 = jarak dari puncak tipe deret sinusoida Gambar 3-3 Aliran Melalui Puncak Tipe Deret Sinusoida Pengolahan Data Pada tahap ini, data yang sudah didapat melalui percobaan dianalisis dengan cara membandingkan percobaan saat menggunakan pelimpah lurus dan setelah pemasangan bangunan pelimpah dengan modifikasi. Pengolahan data mengacu pada rumus-rumus yang telah dicantumkan pada Bab 2 mengenai landasan teori Pembahasan Pada tahap ini data yang telah diolah, dibahas dengan bantuan grafik- grafik melalui software curve expert dan ditarik kesimpulan sementara yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Grafik tersebut meliputi: 1. Peningkatan aras permukaan air waduk yang terjadi.

53 35 2. Perbandingan perilaku aras permukaan air waduk dengan menggunakan Mercu Ogee dengan puncak tipe deret sinusoida. 3. Perbandingan antara inflow dan outflow terhadap fungsi waktu Diagram Alir Tahapan penelitian ditunjukkan pada Gambar 3-4. Mulai Setting flume Memberikan aliran pada flume hingga air melimpas Pengamatan debit melalui hydraulic bench Pengamatan debit melalui pompa Menghitung debit melalui hydraulic bench dan pompa Mencatat hasil pengamatan (skala bukaan, volume dan Membandingkan debit melalui hydraulic bench dan pompa pada tiap skala bukaan Pencapaian R 2 Tidak Ya A

54 36 A Memasang mercu Ogee Memasang puncak tipe deret sinusoida 1 Memberikan aliran pada flume hingga air mulai melimpah Pengamatan Memberikan aliran pada flume Pengamatan h dinaikkan dengan interval 0,25 cm h dinaikkan dengan interval 0,25 cm Mencatat hasil pengamatan (ketinggian dan debit) Mencatat hasil pengamatan (ketinggian dan debit) Tidak Pencapaian h maks (h < h maks ) Pencapaian h maks (h < h maks ) Tidak Ya Ya Memasang puncak tipe deret sinusoida 2 Keterangan: h maks = tebal air maksimum di atas mercu (cm) R 2 = angka korelasi A

55 37 A Memberikan aliran pada flume Pengamatan Mencatat hasil pengamatan (ketinggian dan debit) h dinaikkan dengan interval 0,25 cm Tidak Pencapaian h maks (h < h maks ) Menghitung Debit, Nilai Cd, perbandingan inflow dan outflow dengan perhitungan routing waduk untuk setiap pelimpah yang digunakan Ya Membandingkan hasil pengamatan menggunakan mercu Ogee dengan perubahan bentuk puncak tipe deret sinusoida 1 dan 2 Membandingkan hasil analisis dengan teori yang sudah ada Kesimpulan dan saran Selesai Gambar 3-4 Diagram Alir Tahapan Penelitian

56 38 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Alat Ukur Debit Penelitian ini menggunakan hydraulic bench sebagai alat ukur debit. Kalibrasi yang dilakukan untuk mengetahui ketepatan hasil yaitu dengan membandingkan debit melalui hydraulic bench (Q hb ) dan debit melalui pompa (Q pompa ). Kalibrasi tidak dapat dilaksanakan menggunakan currentmeter.karena currentmeter tidak dapat digunakan untuk mengukur kecepatan flume meskipun pada keadaan debit maksimum. Ketebalan aliran di flume yang relatif kecil membuat baling-baling currentmeter tidak dapat berada di bawah permukaan air secara keseluruhan. Hydraulic bench diamati hingga mencapai volume cm 3. Pada saat pengisian dicatat waktu yang diperlukan untuk mengisi hydraulic bench dari keadaan kosong hingga keadaan volume cm 3. Maka dapat diketahui besar debit yang ada di flume pada tiap ketebalan air, yaitu dengan cara membagi volume cm 3 dengan lama waktu pengisian (t) Kalibrasi Alat Kalibrasi alat ukur debit dilakukan untuk mengetahui apakah debit yang terbaca pada hydraulic bench sama dengan yang dialirkan oleh pompa. Sehingga diketahui bahwa alat ukur debit pada hydraulic bench berfungsi baik. Data yang di ambil dari kalibrasi alat ini meliputi volume dan waktu pada variasi skala bukaan debit 7,0, 7,2, 7,3, 7,4, 7,5, 7,6, 7,8, 8,0, 8,2, 8,4, 8,6, dan 8,8. Data yang telah didapat diolah menggunakan Persamaan (2.4) pada Bab 2, kemudian dapat diketahui angka korelasinya. Besaran debit dapat dihitung sebagai berikut: 1 Pengukuran debit dengan menggunakan alat ukur debit yang terdapat pada hydraulic bench Pengambilan data disesuaikan dengan skala bukaan debit. Alat penelitian (Open Flume) ditunjukkan pada Gambar

57 39 Sumber: Pertiwi Agusari, 2011 Gambar 4-1. Alat Penelitian (Open Flume) Perhitungan debit terukur pada hydraulic bench (Q hb ) V = volume air = 5000 cm 3 t 1 = lama waktu pengamatan alat ukur = 34,88 dt = 143,37 cm 3 /dt Jadi, debit terukur (Q hb ) pada skala bukaan 7,00 mm adalah 143,37 cm 3 /dt. Untuk selanjutnya besaran debit pada hydraulic bench ditunjukkan pada Tabel 4-1. Tabel 4-1. Data Pengamatan Debit pada Hydraulic Bench No. Skala Bukaan (mm) Volume (cm 3 ) t (dt) Q hb (cm 3 /dt) 1 7, ,88 143,37 2 7, ,61 203,17 3 7, ,16 379,94 4 7, ,51 587,89 5 7, ,05 827,13 6 8, ,62 890,47 7 8, , ,39 8 8, , ,10 9 8, , , , , ,56

58 40 2 Pengukuran debit pada aliran yang dialirkan oleh pompa. Pengambilan data disesuaikan dengan skala bukaan debit. Pengukuran ini mengganti tampungan air yang telah digunakan pada pengukuran sebelumnya (hydraulic bench) dengan penampung air (ember). Perhitungan debit terukur pada pompa (Q pompa ) V = volume air = 3300 cm 3 t 1 = lama waktu pengamatan alat ukur = 19,11 dt = 172,68 cm 3 /dt Jadi, debit pada pompa (Q pompa ) pada skala bukaan 7,00 mm adalah 172,68 cm 3 /dt. Untuk selanjutnya besaran debit pada pompa ditunjukkan pada Tabel 4-2. Tabel 4-2. Data Pengamatan Debit pada Pompa No. Skala Bukaan (mm) Volume (cm 3 ) t (dt) Q pompa (cm 3 /dt) 1 7, , , , , , , , , , Berdasarkan data pengamatan di atas didapat lengkung hubungan antara Q hb dan Q pompa yang ditampilkan pada Gambar 4-2. Sesuai dengan grafik yang diperoleh dari Ms. Excel diperoleh persamaan y = 0,985x + 6,213, dengan nilai R² = 0,986

59 41 Gambar 4-2. Grafik Hubungan Antara Q hb dan Q pompa Dari Gambar 4-2 diperoleh nilai korelasi sebesar 0,986. Nilai ini mendekati 1, maka hubungan antara Q hb dengan Q pompa adalah linear atau sama, artinya alat ukur debit di hydraulic bench dapat digunakan Debit Terukur Pada Tiap Ketebalan Ketebalan air di hulu mercu spillway diatur untuk setiap peningkatan ketebalan 0,25 cm. Ketebalan air di atas crest dan waktu pengisian hydraulic bench pada tiap ketebalan air diukur. Sehingga besaran debit tiap ketebalan air dapat diketahui. Perlakuan ini diterapkan baik pada penggunaan mercu Ogee maupun penggunaan puncak tipe deret sinusoida. Sesuai dengan persamaan yang telah dijelaskan pada Bab 2 untuk debit terukur, maka besaran debit tiap ketebalan air yang melimpas puncak spillway baik yang berbentuk Ogee maupun tipe deret sinusoida dapat dihitung seperti berikut:

60 Perhitungan Debit Terukur (Q hb ) Mercu Ogee Tampak atas dan potongan A-A dari mercu Ogee ditunjukkan pada Gambar 4-3 dan Open Flume ditunjukkan pada Gambar 4-4. Tampak Atas Mercu Ogee Potongan A-A Mercu Ogee Gambar 4-3. Tampak Atas dan Potongan A-A Mercu Ogee Sumber: Pertiwi Agusari, 2011 Gambar 4-4. Alat Penelitian (Open Flume) untuk Mercu Ogee Perhitungan Debit Terukur (Q hb ) Mercu Ogee H 1 = tinggi di hulu crest = 1 cm

61 43 V = volume air = cm 3 t 1 = lama waktu pengamatan alat ukur = 105 dt = 95,24 cm 3 /dt Jadi, debit terukur (Q hb ) pada ketebalan 1 cm adalah 95,24 cm 3 /dt. Untuk selanjutnya besaran debit setiap ketebalan air yang melimpas mercu Ogee ditampilkan pada Tabel 4-3. Tabel 4-3. Data Pengamatan Debit Terukur Pada Mercu Ogee No. H di hulu crest (cm) H di atas crest (cm) Volume (cm 3 ) t (dt) Q hb (cm 3 /dt) 1 1,00 0, ,24 2 1,25 0, ,22 203,17 3 1,50 1, ,32 379,90 4 1,75 1, ,77 562,75 5 2,00 1, , ,21 6 2,25 1, ,48 871,08 7 2,50 1, , ,39 8 2,75 2, , ,58 9 3,00 2, , , ,20 2, , ,98 Lengkung hubungan H dan Q yang ditampilkan pada Gambar 4-5, kemudian dicari persamaannya agar dapat diinterpolasi. Berdasarkan coba-coba menggunakan software curve expert diperoleh persamaan yang paling tepat yaitu persamaan Sinusoidal Fit dengan rumus y= 9305, ,94 x cos (0,29x+2,92) dengan nilai R 2 = 0,98.

62 Debit (cm 3 /dt) y = 9305, ,94 x cos (0,29x+2,92) R² = 0,98 Mercu Ogee Sinusoidal Fit (Mercu Ogee) H hulu (cm) Gambar 4-5. Grafik Hasil Debit Terukur Mercu Ogee Perbandingan hasil debit terukur pada mercu Ogee dengan menggunakan perhitungan dan persamaan lengkung Sinusoidal Fit dapat dilihat pada Tabel 4-4. Tabel 4-4. Perbandingan Pengamatan Debit Terukur Pada Mercu Ogee dengan No. Persamaan Lengkung Sinusoidal Fit Perhitungan Debit Terukur Persamaan Lengkung Sinusoidal Fit Faktor Korelasi ( ) Kesalahan Relatif (%) 1 95,24 152,44 0,62 37, ,17 220,18 0,92 7, ,90 335,03 1,13 13, ,75 496,40 1,13 13, ,21 703,45 1,16 15, ,08 955,11 0,91 8, , ,07 1,04 4, , ,80 0,94 5, , ,57 0,84 15, , ,49 1,13 12,63 Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4-5 diperoleh bahwa semakin tinggi kenaikkan muka air di hulu crest, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan dan debit yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini menunjukan hubungan antara

63 45 kenaikkan muka air, waktu dan debit adalah berbanding lurus. Berdasarkan perbandingan pengamatan debit pada Tabel 4-4 diperoleh faktor korelasi rata-rata 0,98 dan persentase kesalahan relatif rata-rata sebesar 13,44%. Hal ini menunjukkan bahwa besaran debit yang dihasilkan dari software curve expert adalah mendekati sama dengan perhitungan debit terukur Perhitungan Debit Terukur (Q hb ) Puncak Tipe Deret Sinusoida 1. Debit Terukur (Q hb ) Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Tampak atas dari bentuk puncak tipe deret sinusoida 1 ditunjukkan pada Gambar 4-6 dan Open Flume ditunjukkan pada Gambar 4-7. Gambar 4-6.Tampak Atas Bentuk Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Sumber: Pertiwi Agusari, 2011 Gambar 4-7. Alat Penelitian (Open Flume) untuk Puncak Tipe Deret Sinusoida 1

64 46 Perhitungan Debit Terukur (Q hb ) Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 H 1 = tinggi di hulu crest = 1 cm V = volume air = cm 3 t 1 = lama waktu pengamatan alat ukur = 97,09 dt = 102,99 cm 3 /dt Jadi, debit terukur (Q hb ) pada ketebalan 1 cm adalah 102,99 cm 3 /dt. Untuk selanjutnya besaran debit setiap ketebalan air yang melimpas puncak tipe deret sinusoida 1 ditampilkan pada Tabel 4-5. Tabel 4-5. Data Pengamatan Debit Terukur Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 No. H di hulu crest (cm) H di atas crest (cm) Volume (cm 3 ) t (dt) Q hb (cm 3 /dt) 1 1,00 0, ,09 102,99 2 1,25 1, ,71 296,65 3 1,50 1, ,85 560,35 4 1,75 1, ,09 763,77 5 2,00 1, ,62 941,35 6 2,25 2, , ,86 7 2,50 2, , ,46 8 2,75 2, , ,53 9 3,00 2, , ,49 Lengkung hubungan H dan Q yang ditampilkan pada Gambar 4-8 dicari persamaannya agar dapat diinterpolasi. Berdasarkan coba-coba menggunakan software curve expert diperoleh persamaan yang paling tepat yaitu persamaan yang menunjukan nilai R mendekati 1. Dari hasil tersebut diperoleh persamaan lengkung Quadratic Fit: y= 299,82x 2 144,88x + 14,72 dengan nilai R 2 = 0,99.

65 47 Debit (cm 3 /dt) y = 299,82x 2-144,88x + 14,72 R² = 0., H hulu (cm) Sinusoida 1 Quadra c Fit (Sinusoida 1) Gambar 4-8. Grafik Hasil Debit Terukur Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Perbandingan hasil debit terukur puncak tipe deret sinusoida 1 dengan menggunakan perhitungan dan persamaan lengkung Quadratic Fit dapat dilihat pada Tabel 4-6. Tabel 4-6. Perbandingan Pengamatan Debit Terukur pada Puncak Tipe Deret No. Sinusoida 1 dengan Persamaan Lengkung Quadratic Fit Perhitungan Debit Terukur Persamaan Lengkung Quadratic Fit Faktor Korelasi Kesalahan Relatif (%) 1 102, , , , , , , , , Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4-8 diperoleh bahwa semakin tinggi kenaikkan muka air di hulu crest, maka semakin cepat waktu yang

66 48 dibutuhkan dan debit yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini menunjukan hubungan antara kenaikkan muka air, waktu dan debit adalah berbanding lurus. Berdasarkan perbandingan pengamatan debit pada Tabel 4-6 diperoleh faktor korelasi rata-rata 0,98 dan persentase kesalahan relatif ratarata sebesar 10,32%. Hal ini menunjukkan bahwa besaran debit yang dihasilkan dari software curve expert adalah mendekati sama dengan perhitungan debit terukur. 2. Debit Terukur (Q hb ) Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 Tampak atas dari bentuk puncak tipe deret sinusoida 2 ditunjukkan pada Gambar 4-9 dan Open Flume ditunjukkan pada Gambar Gambar 4-9. Tampak Atas Bentuk Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 Sumber: Pertiwi Agusari, 2011 Gambar Alat Penelitian (Open Flume) untuk Puncak Tipe Deret Sinusoida 2

67 49 Perhitungan Debit Terukur (Q hb ) Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 H 1 = tinggi di hulu crest = 0,75 cm V = volume air = cm 3 t 1 = lama waktu pengamatan alat ukur = 267,44 dt = 37,39 cm 3 /dt Jadi, debit terukur (Q hb ) pada ketebalan 0,75 cm adalah 37,39 cm 3 /dt. Untuk selanjutnya besaran debit setiap ketebalan air yang melimpas puncak tipe deret sinusoida 2 ditampilkan pada Tabel 4-7. Tabel 4-7. Data Pengamatan Debit Ukur Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 No. H di hulu crest H di atas crest Volume t Q hb (cm) (cm) (cm 3 ) (dt) (cm 3 /dt) 1 0,75 0, ,44 37,39 2 1,00 0, ,92 250,50 3 1,25 1, ,13 473,26 4 1,50 1, ,05 711,74 5 1,75 1, ,04 996,02 6 2,00 1, , ,33 7 2,25 1, , ,99 8 2,50 2, , ,67 9 2,75 2, , , ,95 2, , ,73 Lengkung hubungan H dan Q yang ditampilkan pada Gambar 4-11 dicari persamaannya agar dapat diinterpolasi. Berdasarkan coba-coba menggunakan software curve expert diperoleh persamaan yang paling tepat yaitu persamaan yang menunjukan nilai R mendekati 1. Dari hasil tersebut diperoleh persamaan lengkung Quadratic Fit y = -519, ,09x+ 110,98x 2 dengan nilai R 2 = 0,99

68 Debit (cm 3 /dt) y = 110,9x ,1x - 519,2 R² = 0,997 Sinusoida 2 Quadra c Fit (Sinusoida 2) H hulu (cm) Gambar Grafik Hasil Debit Terukur pada Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 Perbandingan hasil debit terukur pada puncak tipe deret sinusoida 2 dengan menggunakan perhitungan dan persamaan lengkung Quadratic Fit dapat dilihat pada Tabel 4-8. Tabel 4-8. Perbandingan Pengamatan Debit Terukur Pada Puncak Tipe Deret No. Sinusoida 2 dengan Persamaan Lengkung Quadratic Fit Perhitungan Debit Terukur Persamaan Lengkung Quadratic Fit Faktor Korelasi Kesalahan Relatif (%) 1 37,39 34,54 1,08 8, ,50 246,87 1,01 1, ,26 473,06 1,00 0, ,74 713,14 1,00 0, ,02 967,08 1,03 2, , ,89 0,95 5, , ,58 0,96 3, , ,14 1,03 2, , ,57 1,06 6, , ,105 0,96 4,47 Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4-11 diperoleh bahwa semakin tinggi kenaikkan muka air di hulu crest, maka semakin cepat waktu yang

69 51 dibutuhkan dan debit yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini menunjukan hubungan antara kenaikkan muka air, waktu dan debit adalah berbanding lurus. Berdasarkan perbandingan pengamatan debit pada Tabel 4-8 diperoleh faktor korelasi rata-rata 1,01 dan persentase kesalahan relatif ratarata sebesar 3,54%. Hal ini menunjukkan bahwa besaran debit yang dihasilkan dari software curve expert adalah mendekati sama dengan perhitungan debit terukur Koefisien Debit Pada Tiap Ketebalan Sesuai dengan Persamaan (2.2) yang telah dijelaskan pada Bab 2, maka besaran koefisien debit tiap ketebalan air yang melimpas mercu baik yang berbentuk Ogee maupun berbentuk sinusoida dapat dihitung seperti berikut: Perhitungan Koefisien Debit (Cd) Mercu Ogee Adapun perhitungan koefisien debit (Cd) mercu Ogee dihitung sebagai berikut: Q 1 = debit = 95,24 cm 3 /dt Cd = koefisien debit (=C 0 C 1 C 2 ) C 0 = konstanta untuk pelimpasan sempurna (=1,30) C 1 = fungsi p/h d dan H 1 /h d P = tinggi tubuh spillway = 15 cm h d = tinggi air di hulu = 1 cm H 1 = tinggi air di hulu keadaan tenang = 1 cm C 2 = faktor koreksi untuk permukaan hulu (=1) g = percepatan gravitasi = 981 cm/dt 2 b = lebar mercu = 18 cm H 2 = tinggi air di hulu crest = 1 cm Dengan cara yang sama maka besaran koefisien Cd untuk tiap ketebalan air di atas mercu Ogee ditampilkan pada Tabel 4-9.

70 52 Tabel 4-9. Data Pengamatan Koefisien Debit (Cd) Pada Mercu Ogee No. H di hulu crest (cm) H di atas crest (cm) b (cm) g (cm/dt 2 ) Q hb (cm 3 /dt) 1 1,00 0, ,24 0,18 2 1,25 0, ,17 0,27 3 1,50 1, ,90 0,39 4 1,75 1, ,75 0,46 5 2,00 1, ,21 0,54 6 2,25 1, ,08 0,49 7 2,50 1, ,39 0,62 8 2,75 2, ,58 0,62 9 3,00 2, ,89 0, ,20 2, ,98 0,85 Cd Lengkung hubungan H dan Cd yang ditampilkan pada Gambar 4.12 dicari persamaannya agar dapat diinterpolasi. Berdasarkan coba-coba menggunakan software curve expert diperoleh persamaan yang paling tepat yaitu persamaan yang menunjukan nilai R mendekati 1. Dari hasil tersebut diperoleh persamaan lengkung Quadratic Fit, y = -0,13+0,37-0,03x 2 dengan nilai R 2 = 0,95. Cd y =-0,13+0,37x-0,03x 2 R² = 0, H hulu (cm) Mercu Ogee Quadra c Fit (Mercu Ogee) Gambar Grafik Hubungan Antara Cd Dengan H Hulu Pada Mercu Ogee Perbandingan hasil koefisien debit terukur pada mercu Ogee dengan menggunakan perhitungan dan persamaan lengkung Quadratic Fit dapat dilihat pada Tabel 4-10.

71 53 Tabel Perbandingan Pengamatan Koefisien Debit Terukur Pada Mercu Ogee dengan Persamaan Lengkung Quadratic FIt No. Cd Hitung Cd Quadratic Fit Faktor Korelasi Kesalahan Relatif (%) 1 0,18 0,21 0,86 14,28 2 0,27 0,28 0,96 3,78 3 0,39 0,36 1,09 9,36 4 0,46 0,42 1,08 7,98 5 0,54 0,49 1,11 10,94 6 0,49 0,55 0,89 11,38 7 0,62 0,60 1,02 2,38 8 0,62 0,66 0,94 5,97 9 0,60 0,71 0,85 15, ,85 0,74 1,14 14,16 Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4-12 diperoleh bahwa semakin tinggi kenaikkan muka air di hulu crest, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan dan nilai koefisien debit yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini menunjukan hubungan antara kenaikkan muka air, waktu dan nilai koefisien debit adalah berbanding lurus. Berdasarkan perbandingan pengamatan koefisien debit pada Tabel 4-10 diperoleh faktor korelasi rata-rata 0,99 dan persentase kesalahan relatif rata-rata sebesar 9,55%. Hal ini menunjukkan bahwa besaran koefisien debit yang dihasilkan dari software curve expert adalah mendekati sama dengan perhitungan koefisien debit Perhitungan Koefisien Debit (Cd) Puncak Tipe Deret Sinusoida 1. Perhitungan Koefisien Debit (Cd) Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Adapun perhitungan koefisien debit (Cd) puncak tipe deret sinusoida 1 dihitung sebagai berikut: Q 1 = debit = 102,99 cm 3 /dt Cd = koefisien debit g = percepatan gravitasi = 981 cm/dt 2 b = lebar mercu = 28,29 cm H 1 = tinggi air di hulu crest = 1 cm

72 54 Dengan cara yang sama maka besaran koefisien Cd untuk tiap ketebalan air di atas puncak tipe deret sinusoida 1 ditampilkan pada Tabel Tabel Data Pengamatan Koefisien Debit (Cd) Pada puncak Tipe Deret No. H di hulu crest (cm) Sinusoida 1 H di atas crest (cm) b (cm) g (cm/dt 2 ) Q hb (cm 3 /dt) 1 1,00 0,90 28, ,94 0,12 2 1,25 1,20 28, ,65 0,25 3 1,50 1,40 28, ,35 0,37 4 1,75 1,60 28, ,77 0,39 5 2,00 1,75 28, ,354 0,40 6 2,25 2,10 28, ,86 0,41 7 2,50 2,20 28, ,46 0,41 8 2,75 2,40 28, ,53 0,50 9 3,00 2,60 28, ,49 0,54 Cd Lengkung hubungan H dan Cd yang ditampilkan pada Gambar 4-13 dicari persamaannya agar dapat diinterpolasi. Berdasarkan coba-coba menggunakan software curve expert diperoleh persamaan yang paling tepat yaitu persamaan yang menunjukan nilai R mendekati 1. Dari hasil tersebut diperoleh persamaan lengkung Quadratic Fit: y= = -0,21 + 0,45x - 0,07x 2, dengan nilai R 2 = 0,94.

73 y = -0,21 + 0,45x - 0,07x 2 R² = 0,94 Cd 0.30 Sinusoida H hulu (cm) Quadra c Fit (Sinusoida 1) Gambar Grafik Hubungan Antara Cd Dengan H Hulu Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Perbandingan hasil koefisien debit terukur pada puncak tipe deret sinusoida 1 dengan menggunakan perhitungan dan persamaan lengkung Quadratic Fit dapat dilihat pada Tabel Tabel Perbandingan Pengamatan Koefisien Debit Terukur Pada Puncak No. Tipe Deret Sinusoida 1 dengan Persamaan Lengkung Qudratic Fit Cd Hitung Cd Quadratic Fit Faktor Korelasi Kesalahan Relatif (%) 1 0,12 0,17 0,74 26,33 2 0,25 0,24 1,06 5,64 3 0,37 0,30 1,20 19,77 4 0,39 0,36 1,10 9,60 5 0,40 0,41 0,98 2,11 6 0,41 0,44 0,93 6,96 7 0,41 0,47 0,87 13,43 8 0,50 0,49 1,01 0,83 9 0,54 0,51 1,08 7,53

74 56 Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4-13 diperoleh bahwa semakin tinggi kenaikkan muka air di hulu crest, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan dan nilai koefisien debit yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini menunjukan hubungan antara kenaikkan muka air, waktu dan nilai koefisien debit adalah berbanding lurus. Berdasarkan perbandingan pengamatan koefisien debit pada Tabel 4-10 diperoleh faktor korelasi rata-rata 0,99 dan persentase kesalahan relatif rata-rata sebesar 10,25%. Hal ini menunjukkan bahwa besaran koefisien debit yang dihasilkan dari software curve expert adalah mendekati sama dengan perhitungan koefisien debit. 2. Perhitungan Koefisien Cd Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 Adapun perhitungan koefisien Cd puncak tipe deret sinusoida 2 dihitung sebagai berikut: Q 1 = debit = 37,39 cm 3 /dt Cd = koefisien debit g = percepatan gravitasi = 981 cm/dt 2 b = lebar mercu = 28,29 cm H 1 = tinggi air di hulu crest = 0,75 cm Dengan cara yang sama maka besaran koefisien debit (Cd) untuk tiap ketebalan air di atas puncak tipe deret sinusoida 2 ditampilkan pada Tabel 4-13.

75 57 Tabel Data Pengamatan Koefisien Debit (Cd) Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 No. H di hulu H di atas crest b g Q hb Cd crest(cm) (cm) (cm) (cm/dt 2 ) (cm 3 /dt) 1 0,75 0,55 28, ,39 0,07 2 1,00 0,85 28, ,50 0,30 3 1,25 1,00 28, ,26 0,41 4 1,50 1,30 28, ,74 0,46 5 1,75 1,50 28, ,02 0,52 6 2,00 1,60 28, ,33 0,50 7 2,25 1,80 28, ,99 0,52 8 2,50 2,00 28, ,67 0,57 9 2,75 2,20 28, ,34 0, ,95 2,40 28, ,73 0,54 Lengkung hubungan H dan Cd yang ditampilkan pada Gambar 4-14 dicari persamaannya agar dapat diinterpolasi. Berdasarkan coba-coba menggunakan software curve expert diperoleh persamaan yang paling tepat yaitu persamaan yang menunjukan nilai R mendekati 1. Dari hasil tersebut diperoleh persamaan lengkung Quadratic Fit: y = -0,35+0,77x-0,16x 2, dengan nilai R 2 = 0, Cd y = -0,35+0,77x-0,16x 2 R² = 0, H hulu (cm) Sinusoida 2 Quadra c Fitl (Sinusoida 2) Gambar Grafik Hubungan Antara Cd Dengan H Hulu Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida 2

76 58 Perbandingan hasil koefisien debit terukur pada puncak tipe deret sinusoida 2 dengan menggunakan perhitungan dan persamaan lengkung Quadratic Fit dapat dilihat pada Tabel Tabel Perbandingan Pengamatan Koefisien Debit Terukur Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida 2 dengan Persamaan Lengkung Quadratic Fit No. Cd Hitung Cd Quadratic Fit Faktor Korelasi Kesalahan Relatif (%) 1 0,07 0,13 0,52 48,32 2 0,30 0,26 1,17 17,14 3 0,41 0,36 1,13 12,99 4 0,46 0,44 1,05 4,99 5 0,52 0,50 1,02 2,02 6 0,50 0,55 0,91 9,47 7 0,52 0,57 0,91 9,26 8 0,57 0,58 0,98 1,75 9 0,59 0,56 1,06 6, ,54 0,53 1,01 1,04 Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4-14 diperoleh bahwa semakin tinggi kenaikkan muka air di hulu crest, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan dan nilai koefisien debit yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini menunjukan hubungan antara kenaikkan muka air, waktu dan nilai koefisien debit adalah berbanding lurus. Berdasarkan perbandingan pengamatan koefisien debit pada Tabel 4-10 diperoleh faktor korelasi rata-rata 0,98 dan persentase kesalahan relatif rata-rata sebesar 11,30%. Hal ini menunjukkan bahwa besaran koefisien debit yang dihasilkan dari software curve expert adalah mendekati sama dengan perhitungan koefisien debit.

77 Hubungan Grafik Pelimpasan Air Mercu Ogee Dengan Grafik Pelimpasan Air Puncak Tipe Deret Sinusoida Dari hasil perhitungan debit dan koefisien debit pada mercu Ogee, puncak tipe deret sinusoida 1 dan 2 didapat perbedaan grafik diantara ketiganya yang menunjukkan adanya peningkatan kapasitas debit. Hasil rekapitulasi perbandingan nilai koefisien debit ditunjukkan pada Tabel Grafik perbandingan koefisien debit yang dihasilkan dari ketiga mercu tersebut ditunjukkan pada Gambar Tabel Perbandingan Koefisien Debit Pada Mercu Ogee Dengan Koefisien Debit Pada Spillway Tipe Deret Sinusoida No. H hulu (cm) Cd Mercu Ogee Cd Spillway Tipe Deret Sinusoida 1 Cd Spillway Tipe Deret Sinusoida , , Cd Mercu Ogee Sinusoida 1 Sinusoida 2 Quadra c Fit (Mercu Ogee) Quadra c Fit (Sinusoida 1) Quadra c Fit (Sinusoida 2) H hulu (cm) Gambar Grafik Perbandingan Koefisien Debit Pada Mercu Ogee, Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 dan 2

78 60 Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4-15 dapat diketahui perbandingan antara nilai koefisien debit mercu Ogee dengan dengan puncak tipe deret sinusoida 1 dan 2. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa puncak tipe deret sinusoida 1 menghasilkan nilai koefisien debit yang lebih rendah dari mercu yang lain. Berdasarkan Tabel 4-15 diperoleh nilai koefisien debit minimum mercu Ogee sebesar 0,18 terjadi ketika ketebalan air 1,0 cm dan nilai koefisien debit maksimum sebesar 0,62 terjadi ketika ketebalan air 2,75 cm. Nilai koefisien debit minimum puncak tipe deret sinusoida 1 sebesar 0,12 terjadi ketika ketebalan air 1,0 cm, dan nilai koefisien debit maksimum sebesar 0,50 terjadi ketika ketebalan air 2,75 cm. Nilai koefisien debit minimum puncak tipe deret sinusoida 2 sebesar 0,30, terjadi pada ketebalan air 1,0 cm dan nilai koefisien debit maksimum puncak tipe deret sinusoida 2 sebesar 0,59 terjadi pada ketebalan air 2,75 cm. Grafik dan tabel perbandingan debit ditunjukkan pada Gambar 4-16 dan Tabel Debit (cm 3 /dt) Mercu Ogee Sinusoida 1 Sinusoida 2 Sinusoidal Fit (Mercu Ogee) Quadra c Fit (Sinusoida 1) H hulu (cm) Gambar Grafik Perbandingan Debit Pada Mercu Ogee, Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 dan 2

79 61 61 Tabel Perbandingan Debit Pelimpasan Air Mercu Ogee Dengan Debit Pelimpasan Air Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida No. H di hulu crest (cm) Qhb Mercu Ogee (cm 3 /dt) Qhb Tipe Deret Sinusoida 1 (cm 3 /dt) Peningkatan Tipe 1 (cm 3 /dt) Persentase (%) Qhb Tipe Deret Sinusoida 2 (cm 3 /dt) Peningkatan Tipe 2 (cm 3 /dt) Persentase (%) 1 1,00 95,24 102,99 7,76 8,14 250,50 155,26 163,03 2 1,25 203,17 296,65 93,48 46,01 473,26 270,09 132,94 3 1,50 379,90 560,35 180,45 47,50 711,74 331,85 87,35 4 1,75 562,75 763,77 201,02 35,72 996,02 433,27 76,99 5 2,00 813,21 941,35 128,15 15, ,33 359,13 44,16 6 2,25 871, ,86 295,78 33, ,99 590,91 67,84 7 2, , ,46 54,07 4, ,67 565,28 43,47 8 2, , ,53 398,96 26, ,34 758,76 50,63

80 62 Pada Gambar 4-16 dapat diketahui perbedaan debit pelimpas air mercu Ogee dengan puncak tipe deret sinusoida 1 dan 2. Dari grafik dapat dilihat bahwa puncak tipe deret sinusoida 2 menghasilkan debit lebih besar dari mercu yang lain. Debit minimum mercu Ogee sebesar 95,24 cm 3 /dt terjadi ketika ketebalan air 1,0 cm dan debit maksimum sebesar 1498,58 cm 3 /dt terjadi ketika ketebalan air 2,75 cm. Debit minimum puncak tipe deret sinusoida 1 sebesar 102,99 cm 3 /dt terjadi ketika ketebalan air 1,0 cm, debit minimum puncak tipe deret sinusoida 2 sebesar 155,26 cm 3 /dt, terjadi pada ketebalan air 1,0 cm. Debit maksimum puncak tipe deret sinusoida 1 sebesar 1897,53 cm 3 /dt, terjadi pada ketebalan air 2,5 cm dan debit maksimum puncak tipe deret sinusoida 2 sebesar 2257,34 cm 3 /dt terjadi pada ketebalan air 2,5 cm. Debit yang melimpas puncak tipe deret sinusoida 1 mengalami peningkatan minimum 8,14% dan maksimum 47,50 % terhadap debit yang dihasilkan oleh mercu Ogee. Adanya peningkatan ini disebabkan karena perbedaan lebar penampang yang dilewati air ketika melimpas, dimana puncak tipe deret sinusoida penampang yang lebih lebar. Namun, kenaikan ini bersifat relatif, karena pada ketebalan tertentu debit yang dihasilkan mencapai maksimum dan akan mengalami penurunan saat ketebalan tertentu. Model mercu lain dapat dikaji untuk mendapatkan peningkatan kapasitas debit yang lebih besar. Keadaan ini adalah keadaan yang diharapkan, karena dengan besarnya debit yang dihasilkan maka keadaan waduk akan aman dan tampungan kapasitas air waduk juga tetap. Peningkatan kenaikan air waduk terjadi sekecil mungkin dan konstruksi pelimpah pun aman.

81 Perhitungan Reservoir Routing Hasil Hubungan Pelimpasan Air Pada Mercu Ogee Berdasarkan Perhitungan Routing Waduk Untuk dapat mengetahui pengaruh spillway terhadap limpasan yang terjadi, maka diasumsikan storage berbentuk trapesium ukuran 600 cm x 600 cm dengan kemiingan 1;1,5. Ini dikarenakan storage pada bagian hulu terlalu kecil, sehingga routing waduk tidak dapat dilakukan. Asumsi storage pada perhitungan routing waduk ditunjukkan pada Gambar Gambar Penampang Asumsi Storage Adapun hasil hubungan limpasan air pada mercu Ogee sebagai berikut: H 2 = 0,25 cm Q2 = 5,91 S 2 = Untuk asumsi = ( ) / 0,25 = 90225,3 cm 3 = Untuk interval waktu 180 detik = (2 x 90225,3 / 180) + 5,91 = 1008,41 cm 3 /dt Dengan cara yang sama dapat dilihat hasil hubungan pelimpasan air pada mercu Ogee pada Tabel 4-17.

82 64 Tabel Fungsi Storage dan Intflow Mercu Ogee Berdasarkan Resevoir Routing Elevation Discharge Storage No. H Q S (cm) (cm 3 /dt) (cm 3 ) (cm 3 /dt) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,67 Hidrograf pada inflow = 180 detik. Perhitungan aliran routing pada interval pertama S1 = Q1 = 0 ini dikarenakan reservoir belum terdapat storage sebagai fungsi simpanan. Adapun nilai pada storage dan outflow pada akhir interval waktu pada mercu Ogee sebagai berikut: t 2 = 3 menit = 180 detik inflow 2 = = = 501,25 cm 3 /dt (I j + I j+1 ) 2 = inflow 1 + inflow 2 = ,25 = 501,25 cm 3 /dt (2S j j+1 = (I j + I j+1 ) 2 + (2S j j = 501, = 501,25 cm 3 /dt Outflow 2 = 0+ ((5,91-0) / (1008,41-0) x 501,25-0)) = -10,0927 cm 3 3 /dt

83 65 (2S j j = (2S j j+1 (2 x Outflow 2 ) = 501,25 - (2 x 0) = 501,25 cm 3 /dt Dengan cara yang sama diperoleh nilai storage dan outflow pada akhir interval waktu yang ditunjukkan pada Tabel 4-18.

84 66 Tabel Perhitungan Storage dan Outflow Mercu Ogee Berdasarkan Perhitungan Routing Waduk Outflow No. Waktu Inflow Ij + Ij+1 Outflow Inflow komulatif komulatif (min) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3/ dt)

85 67 Tabel 4-18 (Lanjutan) Outflow No. Waktu Inflow Ij + Ij+1 Outflow Inflow komulatif komulatif (min) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3/ dt)

86 68 Tabel 4-18 (Lanjutan) Outflow No. Waktu Inflow Ij + Ij+1 Outflow Inflow komulatif komulatif (min) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3/ dt)

87 69 Hubungan antara outflow dan (2S j j ditunjukkan pada Gambar 4-18 Gambar Grafik Hubungan antara outflow dan (2S j Routing Waduk j Berdasarkan Perbandingan inflow dan outflow Mercu Ogee berdasarkan routing waduk ditunjukkan pada Gambar Debit (cm3/dt) Waktu (menit) Gambar Grafik Perbandingan Inflow dan Outflow Mercu Ogee Berdasarkan Routing Waduk

88 70 Dari Gambar 4-19 dapat dilihat bahwa outflow lebih pendek dari inflow, akan tetapi waktu yang dibutuhkan untuk melimpaskan air lebih panjang dibandingkan pada inflow. Nilai inflow maksimal terjadi pada t = 33 menit yaitu sebesar 5792,55 cm 3 /dt, dan mulai menurun pada t = 36 menit yaitu sebesar 5240,33 cm 3 /dt. Nilai outflow maksimal terjadi pada t = 42 menit yaitu sebesar 4416,25 cm 3 /dt, dan mulai menurun pada t = 45 menit yaitu sebesar 4291,20 cm 3 /dt. Perbandingan nilai kumulatif inflow dan outflow Mercu Ogee berdasarkan routing waduk ditunjukkan pada Gambar Gambar Grafik Perbandingan Nilai Kumulatif Inflow Dan Outflow Mercu Ogee Berdasarkan Routing Waduk Besarnya storage dapat dilihat pada perbandingan nilai kumulatif inflow dan outflow mercu Ogee berdasarkan routing waduk (Gambar 4-20). Outflow pada mercu Ogee memiliki waktu yang lebih lama jika dibandingkan inflow, ini menunjukkan masih adanya air yang melimpah saat inflow berada di puncak. Perbedaan waktu pada inflow dan outflow dikarenakan pada saat inflow berada dipuncak.

89 Hasil Hubungan Pelimpasan Air Pada Puncak Tipe Deret Sinusoida Berdasarkan Perhitungan Routing Waduk Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Adapun hasil hubungan pelimpasan air pada puncak tipe deret sinusoida 1 sebagai berikut: H 2 Q2 S 2 = 0,25 cm = 7,96 cm 3 /dt = Untuk asumsi = ( ) / 0,25 = 90225,28 cm 3 = Untuk interval waktu 180 detik = (2 x 90225,3 / 180) + 7,96 = 1010,46 cm 3 /dt Dengan cara yang sama dapat dilihat hasil hubungan limpasan air pada puncak tipe deret sinusoida 1 pada Tabel Tabel Fungsi Storage dan Inflow Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Berdasarkan Resevoir Routing Elevation Discharge Storage No. H Q S (cm) (cm 3 /dt) (cm 3 ) (cm 3 /dt) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,43

90 72 Hidrograf pada inflow = 180 detik. Perhitungan aliran routing yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 4-20, pada interval pertama S1 = Q1 = 0 ini dikarenakan reservoir belum terdapat storage sebagai fungsi simpanan. Adapun nilai pada storage dan outflow pada akhir interval waktu pada puncak tipe deret sinusoida 1 sebagai berikut: t 2 inflow 2 = = 3 menit = 180 detik = = 501,25 cm 3 /dt (I j + I j+1 ) 2 = inflow 1 + inflow 2 = ,25 = 501,25 cm 3 /dt (2S j j+1 = (I j + I j+1 ) 2 + (2S j j = 501, = 501,25 cm 3 /dt Outflow 2 = 0+ ((7,96-0) / (1010,46-0) x 501,25-0)) = -15,15188 cm 3 3 /dt (2S j j = (2S j j+1 (2 x Outflow 2 ) = 501,25 - (2 x 0) = 501,25 cm 3 /dt Dengan cara yang sama diperoleh nilai storage dan outflow pada akhir interval waktu yang ditunjukkan pada Tabel 4-20.

91 73 73 Tabel Perhitungan Storage dan Outflow Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Pada Routing Waduk No. Waktu Inflow Ij + Ij+1 Outflow Inflow komulatif Outflow komulatif (min) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3/ dt)

92 74 74 Tabel 4-20 (Lanjutan) No. Waktu Inflow Ij + Ij+1 Outflow Inflow komulatif Outflow komulatif (min) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3/ dt)

93 75 75 Tabel 4-20 (Lanjutan) No. Waktu Inflow Ij + Ij+1 Outflow Inflow komulatif Outflow komulatif (min) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3 /dt) (cm 3/ dt)

94 76 Hubungan antara outflow dan (2S j j ditunjukkan pada Gambar Gambar Grafik Hubungan antara outflow dan (2S j Routing Waduk j Berdasarkan Perbandingan inflow dan outflow puncak tipe deret sinusoida berdasarkan routing waduk ditunjukkan pada Gambar Gambar Grafik Perbandingan Inflow dan Outflow Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Berdasarkan Routing Waduk

95 77 Dari Gambar 4-22 dapat dilihat bahwa outflow lebih pendek dari inflow, akan tetapi waktu yang dibutuhkan untuk melimpaskan air lebih panjang dibandingkan pada inflow. Nilai inflow maksimal terjadi pada t = 33 menit yaitu sebesar 5792,55 cm 3 /dt, dan mulai menurun pada t = 36 menit yaitu sebesar 5240,33 cm 3 /dt. Nilai outflow maksimal terjadi pada t = 36 menit yaitu sebesar 5510,02 cm 3 /dt, dan mulai menurun pada t = 39 menit yaitu sebesar 5022,35 cm 3 /dt. Perbandingan nilai kumulatif inflow dan outflow puncak tipe deret sinusoida 1 berdasarkan routing waduk dapat ditunjukkan Gambar Waktu (menit) Gambar Grafik Perbandingan Nilai Kumulatif Inflow dan Outflow Puncak Tipe Deret Sinusoida 1 Berdasarkan Routing Waduk Besarnya storage dapat dilihat pada perbandingan nilai kumulatif inflow dan outflow puncak tipe deret sinusoida 1 (Gambar 4-23). Outflow pada puncak tipe deret sinusoida 1 memiliki waktu yang lebih lama jika dibandingkan inflow, ini menunjukkan masih adanya air yang melimpah saat inflow berada di puncak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum Perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum Perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Perubahan iklim global disebabkan karena peningkatan jumlah karbon

Lebih terperinci

LABYRINTH WEIR SEBAGAI MERCU PELIMPAH UNTUK ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DALAM KEAMANAN DAN FUNGSI WADUK

LABYRINTH WEIR SEBAGAI MERCU PELIMPAH UNTUK ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DALAM KEAMANAN DAN FUNGSI WADUK LABYRINTH WEIR SEBAGAI MERCU PELIMPAH UNTUK ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DALAM KEAMANAN DAN FUNGSI WADUK Mamok Suprapto Program Studi Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami N0. 36,

Lebih terperinci

PENINGKATAN KAPASITAS SPILLWAY DENGAN PERUBAHAN BENTUK PUNCAK TIPE DERET TRAPESIUM

PENINGKATAN KAPASITAS SPILLWAY DENGAN PERUBAHAN BENTUK PUNCAK TIPE DERET TRAPESIUM digilib.uns.ac.id HALAMAN PERSETUJUAN PENINGKATAN KAPASITAS SPILLWAY DENGAN PERUBAHAN BENTUK PUNCAK TIPE DERET TRAPESIUM Increment of Spillway Capacity by Using Labyrinth Crest Trapezoid Series Type SKRIPSI

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENINGKATAN KAPASITAS SPILLWAY MERCU OGEE TERHADAP MERCU DERET SINUSOIDA (THE CHANGES OF THE INCREASED CAPASITY SPILLWAY

PERUBAHAN PENINGKATAN KAPASITAS SPILLWAY MERCU OGEE TERHADAP MERCU DERET SINUSOIDA (THE CHANGES OF THE INCREASED CAPASITY SPILLWAY Yudhit Pratama Putra, et al.perubahan Peningkatan Kapasitas Spillway... 1 PERUBAHAN PENINGKATAN KAPASITAS SPILLWAY MERCU OGEE TERHADAP MERCU DERET SINUSOIDA (THE CHANGES OF THE INCREASED CAPASITY SPILLWAY

Lebih terperinci

EVALUASI DESAIN MASTERPLAN SISTEM DRAINASE KOTA TANJUNG SELOR. The Design Evaluation of Tanjung Selor City Drainage System Masterplan SKRIPSI

EVALUASI DESAIN MASTERPLAN SISTEM DRAINASE KOTA TANJUNG SELOR. The Design Evaluation of Tanjung Selor City Drainage System Masterplan SKRIPSI EVALUASI DESAIN MASTERPLAN SISTEM DRAINASE KOTA TANJUNG SELOR The Design Evaluation of Tanjung Selor City Drainage System Masterplan SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menempuh Gelar Sarjana Pada

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN KAPASITAS SPILLWAY TERHADAP BENTUK PUNCAK MERCU TIPE MODIFIKASI TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

ANALISIS PERUBAHAN KAPASITAS SPILLWAY TERHADAP BENTUK PUNCAK MERCU TIPE MODIFIKASI TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Melengkapi Syarat ANALISIS PERUBAHAN KAPASITAS SPILLWAY TERHADAP BENTUK PUNCAK MERCU TIPE MODIFIKASI TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil Disusun oleh : JIHADAN AKBAR

Lebih terperinci

BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING)

BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING) VII-1 BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING) 7.1. Penelusuran Banjir Melalui Saluran Pengelak Penelusuran banjir melalui pengelak bertujuan untuk mendapatkan elevasi bendung pengelak (cofferdam). Pada

Lebih terperinci

MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY

MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY digilib.uns.ac.id ABSTRAK Sad Mei Nuraini, 2012. MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY DENGAN STEPPED CHUTES. Skripsi, Jurusan Tenik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bangunan spillway

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Dicky Rahmadiar Aulial Ardi, Mahendra Andiek Maulana, dan Bambang Winarta Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO Oleh : J. ADITYO IRVIANY P. NIM : O3. 12. 0032 NIM : 03. 12. 0041 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Tugas Akhir. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh. diajukan oleh :

Tugas Akhir. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh. diajukan oleh : PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN TUBUH HILIR BENDUNG DAN PENEMPATAN BAFFLE BLOCKS PADA KOLAM OLAK TIPE SOLID ROLLER BUCKET TERHADAP LONCATAN HIDROLIS DAN PEREDAMAN ENERGI Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

PENELUSURAN BANJIR DI SUNGAI NGUNGGAHAN SUB DAS BENGAWAN SOLO HULU 3

PENELUSURAN BANJIR DI SUNGAI NGUNGGAHAN SUB DAS BENGAWAN SOLO HULU 3 PENELUSURAN BANJIR DI SUNGAI NGUNGGAHAN SUB DAS BENGAWAN SOLO HULU 3 TUGAS AKHIR Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md.) pada Program Studi DIII Teknik Sipil Jurusan Teknik

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN HIDROLIS PELIMPAH SAMPING DAM SAMPEAN LAMA SITUBONDO LAPORAN PROYEK AKHIR

STUDI PERENCANAAN HIDROLIS PELIMPAH SAMPING DAM SAMPEAN LAMA SITUBONDO LAPORAN PROYEK AKHIR STUDI PERENCANAAN HIDROLIS PELIMPAH SAMPING DAM SAMPEAN LAMA SITUBONDO LAPORAN PROYEK AKHIR Oleh : Eko Prasetiyo NIM 001903103045 PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

SIMULASI PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG MRICAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS PROYEK AKHIR

SIMULASI PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG MRICAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS PROYEK AKHIR SIMULASI PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG MRICAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS 4.1.0 PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM :

PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA. Oleh : USFI ULA KALWA NPM : PERENCANAAN EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA WADUK WADAS LINTANG

EVALUASI KINERJA WADUK WADAS LINTANG HALAMAN PENGESAHAN Judul : EVALUASI KINERJA WADUK WADAS LINTANG Disusun oleh : Eko Sarono.W L2A0 01 051 Widhi Asmoro L2A0 01 163 Semarang, Mei 2007 Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Ir. Sri Sangkawati,

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya PERTEMUAN KE-4 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Bangunan Pengatur Overflow Weir Side Weir PERENCANAAN HIDROLIS OVERFLOW WEIR Bangunan dapat digolongkan

Lebih terperinci

PENELUSURAN BANJIR WADUK DENGAN HYDROGRAF SERI

PENELUSURAN BANJIR WADUK DENGAN HYDROGRAF SERI PENELUSURAN BANJIR WADUK DENGAN HYDROGRAF SERI Aniek Masrevaniah Jurusan pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Malang 65145 HP: 81233151223; email: a.masrevani@yahoo.com Ringkasan: Setiap waduk

Lebih terperinci

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU Sih Andayani 1, Arif Andri Prasetyo 2, Dwi Yunita 3, Soekrasno 4 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Analisis Kajian

Bab III Metodologi Analisis Kajian Bab III Metodologi Analisis Kajian III.. Analisis Penelusuran Banjir (Flood Routing) III.. Umum Dalam kehidupan, banjir adalah merupakan musibah yang cukup sering menelan kerugian materi dan jiwa. Untuk

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN OPERASI PINTU INTAKE EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK. Dwi Kurniani *) Kirno **)

PENYELIDIKAN OPERASI PINTU INTAKE EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK. Dwi Kurniani *) Kirno **) PENYELIDIKAN OPERASI PINTU INTAKE EMBUNG SAMIRAN DENGAN UJI MODEL HIDROLIK Dwi Kurniani *) Kirno **) Abstract A manual of intake gate operation for embung is an important tool it depends. One factor which

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI

PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI PERENCANAAN BENDUNG PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINIHIDRO DI KALI JOMPO SKRIPSI Oleh. ACHMAD BAHARUDIN DJAUHARI NIM 071910301048 PROGRAM STUDI STRATA I TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hujan / Presipitasi Hujan merupakan satu bentuk presipitasi, atau turunan cairan dari angkasa, seperti salju, hujan es, embun dan kabut. Hujan terbentuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Saluran Terbuka Saluran terbuka adalah salah satu aliran yang mana tidak semua dinding saluran bergesekan dengan fluida yang mengalir, oleh karena itu terdapat ruang bebas dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN MOTTO... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR

Lebih terperinci

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang Dika Aristia Prabowo, Abdullah Hidayat dan Edijatno Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN WADUK SELOREJO KABUPATEN MALANG

PERENCANAAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN WADUK SELOREJO KABUPATEN MALANG ii HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN WADUK SELOREJO KABUPATEN MALANG Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata I (S1)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

4.6 Perhitungan Debit Perhitungan hidrograf debit banjir periode ulang 100 tahun dengan metode Nakayasu, ditabelkan dalam tabel 4.

4.6 Perhitungan Debit Perhitungan hidrograf debit banjir periode ulang 100 tahun dengan metode Nakayasu, ditabelkan dalam tabel 4. Sebelumnya perlu Dari perhitungan tabel.1 di atas, curah hujan periode ulang yang akan digunakan dalam perhitungan distribusi curah hujan daerah adalah curah hujan dengan periode ulang 100 tahunan yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung. Perencanaan Embung Tambak Pocok Kabupaten Bangkalan PERENCANAAN EMBUNG TAMBAK POCOK KABUPATEN BANGKALAN Abdus Salam, Umboro Lasminto, dan Nastasia Festy Margini Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Program Studi Teknik Sipil Oleh : DONNY IRIAWAN

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PANJANG JARI-JARI (R) TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE BUSUR

PENGARUH VARIASI PANJANG JARI-JARI (R) TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE BUSUR PENGARUH VARIASI PANJANG JARI-JARI (R) TERHADAP KOEFISIEN DEBIT () DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE BUSUR Prastumi, Pudyono dan Fatimatuzahro Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

ANALISIS HIDROGRAF ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TIRTOMOYO DENGAN BEBERAPA METODE HIDROGRAF SATUAN SINTESIS

ANALISIS HIDROGRAF ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TIRTOMOYO DENGAN BEBERAPA METODE HIDROGRAF SATUAN SINTESIS ANALISIS HIDROGRAF ALIRAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TIRTOMOYO DENGAN BEBERAPA METODE HIDROGRAF SATUAN SINTESIS (The Hydrograph Analysis of Tirtomoyo River Basin With Any Synthetic Unit Hydrograph Methods) SKRIPSI

Lebih terperinci

ABSTRAK Faris Afif.O,

ABSTRAK Faris Afif.O, ABSTRAK Faris Afif.O, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, November 2014, Studi Perencanaan Bangunan Utama Embung Guworejo Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Dosen Pembimbing : Ir. Pudyono,

Lebih terperinci

(Simulated Effects Of Land Use Against Flood Discharge In Keduang Watershed)

(Simulated Effects Of Land Use Against Flood Discharge In Keduang Watershed) perpustakaan.uns.ac.id SIMULASI PENGARUH TATA GUNA LAHAN TERHADAP DEBIT BANJIR DI DAS KEDUANG (Simulated Effects Of Land Use Against Flood Discharge In Keduang Watershed) SKRIPSI Disusun Sebagai Salah

Lebih terperinci

e-jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL/September 2013/199 Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126: Telp

e-jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL/September 2013/199 Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126: Telp PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN PADA HULU BENDUNG DAN PENGGUNAAN KOLAM OLAK TIPE SLOTTED ROLLER BUCKET MODIFICATION TERHADAP LONCATAN AIR DAN GERUSAN SETEMPAT Ibnu Setiawan 1), Suyanto 2), Solichin 3) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PERSEMBAHAN... III PERNYATAAN... IV KATA PENGANTAR... V DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PERSEMBAHAN... III PERNYATAAN... IV KATA PENGANTAR... V DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... I HALAMAN PERSETUJUAN... II HALAMAN PERSEMBAHAN... III PERNYATAAN... IV KATA PENGANTAR... V DAFTAR ISI... VII DAFTAR GAMBAR... X DAFTAR TABEL... XIV DAFTAR LAMPIRAN... XVI DAFTAR

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI II

REKAYASA HIDROLOGI II REKAYASA HIDROLOGI II PENDAHULUAN TIK Review Analisis Hidrologi Dasar 1 ILMU HIDROLOGI Ilmu Hidrologi di dunia sebenarnya telah ada sejak orang mulai mempertanyakan dari mana asal mula air yang berada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram Alir pola perhitungan dimensi hidrolis spillway serbaguna Bendungan Selorejo : III-1 3.2 Lokasi Penelitian Lokasi yang menjadi tempat penelitian ini

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ENERGI AIR MELALUI SPILLWAY BERSALURAN PELUNCUR LURUS DAN PELUNCUR BERTANGGA DI KOLAM OLAK SKRIPSI

PERBANDINGAN ENERGI AIR MELALUI SPILLWAY BERSALURAN PELUNCUR LURUS DAN PELUNCUR BERTANGGA DI KOLAM OLAK SKRIPSI PERBANDINGAN ENERGI AIR MELALUI SPILLWAY BERSALURAN PELUNCUR LURUS DAN PELUNCUR BERTANGGA DI KOLAM OLAK SKRIPSI Oleh Ermita Syafrinda NIM. 101910301022 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE

PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE PENELUSURAN BANJIR MENGGUNAKAN METODE LEVEL POOL ROUTING PADA WADUK KOTA LHOKSEUMAWE Amalia 1), Wesli 2) 1) Alumni Teknik Sipil, 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: 1) dekamok@yahoo.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG SIDOREJO DAN BANGUNAN PELENGKAPNYA DAERAH IRIGASI SIDOREJO KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN BENDUNG SIDOREJO DAN BANGUNAN PELENGKAPNYA DAERAH IRIGASI SIDOREJO KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN GROBOGAN HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN BENDUNG SIDOREJO DAN BANGUNAN PELENGKAPNYA DAERAH IRIGASI SIDOREJO KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN GROBOGAN DESIGN OF SIDOREJO WEIR AND BUILDING UTILITIES SIDOREJO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Air merupakan unsur yang sangat penting di bumi dan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Air merupakan unsur yang sangat penting di bumi dan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air merupakan unsur yang sangat penting di bumi dan dibutuhkan oleh semua benda hidup serta merupakan energi yang mempertahankan permukaan bumi secara konstan.

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM DRAINASE DENGAN MENGGUNAKAN POLDER (STUDI KASUS SALURAN PRIMER ASRI KEDUNGSUKO KECAMATAN SUKOMORO KABUPATEN NGANJUK) TUGAS AKHIR

ANALISA SISTEM DRAINASE DENGAN MENGGUNAKAN POLDER (STUDI KASUS SALURAN PRIMER ASRI KEDUNGSUKO KECAMATAN SUKOMORO KABUPATEN NGANJUK) TUGAS AKHIR ANALISA SISTEM DRAINASE DENGAN MENGGUNAKAN POLDER (STUDI KASUS SALURAN PRIMER ASRI KEDUNGSUKO KECAMATAN SUKOMORO KABUPATEN NGANJUK) TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh Gelar

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI Alwafi Pujiraharjo, Suroso, Agus Suharyanto, Faris Afif Octavio Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) M. Kabir Ihsan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: ikhsankb@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG TUKUMAN DI SUNGAI DENGKENG KECAMATAN CAWAS KABUPATEN KLATEN PROYEK AKHIR

ANALISIS PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG TUKUMAN DI SUNGAI DENGKENG KECAMATAN CAWAS KABUPATEN KLATEN PROYEK AKHIR ANALISIS PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG TUKUMAN DI SUNGAI DENGKENG KECAMATAN CAWAS KABUPATEN KLATEN PROYEK AKHIR Diajukan kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) VIII-1 BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) 8.1. Tinjauan Umum Bangunan pelimpah berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam embung agar tidak membahayakan keamanan tubuh embung.

Lebih terperinci

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 D-82 Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang Dika Aristia Prabowo dan Edijatno Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA

KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA KAJIAN PENGARUH HUBUNGAN ANTAR PARAMETER HIDROLIS TERHADAP SIFAT ALIRAN MELEWATI PELIMPAH BULAT DAN SETENGAH LINGKARAN PADA SALURAN TERBUKA Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana. BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya

PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya PERTEMUAN KE-2 SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA HIDROLIKA TERAPAN Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Bangunan Ukur Debit Cypoletti Ambang lebar Flume tenggorok panjang BANGUNAN UKUR DEBIT Agar pengelolaan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN EMBUNG UNTUK KEPERLUAN IRIGASI DI DAERAH BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN EMBUNG UNTUK KEPERLUAN IRIGASI DI DAERAH BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TUGAS AKHIR KAJIAN PERENCANAAN EMBUNG UNTUK KEPERLUAN IRIGASI DI DAERAH BATU BETUMPANG KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk Saguling merupakan waduk yang di terletak di Kabupaten Bandung Barat pada ketinggian 643 m diatas permukaan laut. Saguling sendiri dibangun pada agustus 1981

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1.1 Lokasi Geografis Penelitian ini dilaksanakan di waduk Bili-Bili, Kecamatan Bili-bili, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Waduk ini dibangun

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU SELASA 11.20 13.00 SABTU 12.00 13.30 MATERI 2 PENGENALAN HIDROLOGI DATA METEOROLOGI PRESIPITASI (HUJAN) EVAPORASI DAN TRANSPIRASI INFILTRASI DAN PERKOLASI AIR TANAH (GROUND WATER) HIDROMETRI ALIRAN PERMUKAAN

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN DIMENSI HIDROLIS BANGUNAN AIR BENDUNG PADA SUNGAI MANAU JAMBI

TUGAS AKHIR PERENCANAAN DIMENSI HIDROLIS BANGUNAN AIR BENDUNG PADA SUNGAI MANAU JAMBI TUGAS AKHIR PERENCANAAN DIMENSI HIDROLIS BANGUNAN AIR BENDUNG PADA SUNGAI MANAU JAMBI Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Ayomi Hadi Kharisma 41112010073

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG MAMBULU BARAT KECAMATAN TAMBELANGAN KABUPATEN SAMPANG MADURA

PERENCANAAN EMBUNG MAMBULU BARAT KECAMATAN TAMBELANGAN KABUPATEN SAMPANG MADURA TUGAS AKHIR PS 1380 PERENCANAAN EMBUNG MAMBULU BARAT KECAMATAN TAMBELANGAN KABUPATEN SAMPANG MADURA INDRIANINGSIH WULAN MARET NRP. 3107 100 548 Dosen Pembimbing Ir. Sudiwaluyo,MS PROGRAM STUDI S-1 LINTAS

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI Pudyono, IGN. Adipa dan Khoirul Azhar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG KEDUNG BUNDER KABUPATEN PROBOLINGGO AHMAD NAUFAL HIDAYAT

PERENCANAAN EMBUNG KEDUNG BUNDER KABUPATEN PROBOLINGGO AHMAD NAUFAL HIDAYAT PERENCANAAN EMBUNG KEDUNG BUNDER KABUPATEN PROBOLINGGO AHMAD NAUFAL HIDAYAT 3110 105 031 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER Surabaya,16 Januari 2013 Lokasi Embung, Desa Tongas Wetan, Kec. Tongas, Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT LIMPASAN AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DI SUB SISTEM DRAINASE PEPE HILIR DAN JENES KOTA SURAKARTA SKRIPSI

ANALISIS DEBIT LIMPASAN AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DI SUB SISTEM DRAINASE PEPE HILIR DAN JENES KOTA SURAKARTA SKRIPSI ANALISIS DEBIT LIMPASAN AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DI SUB SISTEM DRAINASE PEPE HILIR DAN JENES KOTA SURAKARTA (Analysis On Runoff Due To Land Use Changes In The Sub System Drainage Of Pepe Hilir

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. STUDI LITERATUR Studi literatur dilakukan dengan mengkaji pustaka atau literature berupa jurnal, tugas akhir ataupun thesis yang berhubungan dengan metode perhitungan kecepatan

Lebih terperinci

Kajian Teknis Sistem Penyaliran dan Penirisan Tambang Pit 4 PT. DEWA, Tbk Site Asam-asam Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan

Kajian Teknis Sistem Penyaliran dan Penirisan Tambang Pit 4 PT. DEWA, Tbk Site Asam-asam Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan Kajian Teknis Sistem Penyaliran dan Penirisan Tambang Pit 4 PT. DEWA, Tbk Site Asam-asam Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan Uyu Saismana 1, Riswan 2 1,2 Staf Pengajar Prodi Teknik Pertambangan,

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR

KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR KAJIAN PERILAKU ALIRAN MELALUI ALAT UKUR DEBIT MERCU BULAT TERHADAP TINGGI MUKA AIR Abstrak Risman 1) Warsiti 1) Mawardi 1) Martono 1) Lilik Satriyadi 1) 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Politeknik

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM PERENCANAAN BENDUNG. Perencanaan Hidrolis Bendung. Lebar dan Tinggi Bendung Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (Abutment). Lebar bendung sebaiknya diambil sama dengan lebar rata-rata

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhadap perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literature Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal yang mendukung untuk kebutuhan penelitian. Jurnal yang diambil berkaitan dengan pengaruh adanya gerusan lokal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR/SKRIPSI... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain : BAB III METODOLOGI 45 3.1. URAIAN UMUM Di dalam melaksanakan suatu penyelidikan maka, diperlukan data-data lapangan yang cukup lengkap. Data tersebut diperoleh dari hasil survey dan investigasi dari daerah

Lebih terperinci

SIMULASI PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG TUKUMAN MENGGUNAKAN METODE LANGKAH LANGSUNG PROYEK AKHIR

SIMULASI PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG TUKUMAN MENGGUNAKAN METODE LANGKAH LANGSUNG PROYEK AKHIR SIMULASI PROFIL MUKA AIR PADA BENDUNG TUKUMAN MENGGUNAKAN METODE LANGKAH LANGSUNG PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI BUKAAN LUBANG DAN MODEL PENAMPANG LUBANG PADA BANGUNAN PINTU AIR KOMBINASI AMBANG SALURAN TERBUKA LAHAN PASANG SURUT

PENGARUH VARIASI BUKAAN LUBANG DAN MODEL PENAMPANG LUBANG PADA BANGUNAN PINTU AIR KOMBINASI AMBANG SALURAN TERBUKA LAHAN PASANG SURUT PENGARUH BUKAAN LUBANG DAN MODEL PENAMPANG LUBANG PADA BANGUNAN PINTU AIR KOMBINASI AMBANG SALURAN TERBUKA LAHAN PASANG SURUT Rangga Saputra Pratama 1) Siswanto ) Rinaldi ) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 17 BAB IV METODE PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal jurnal dan segala referensi yang mendukung guna kebutuhan penelitian. Sumber yang diambil adalah sumber yang berkaitan

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK BENDUNG TIPE GERGAJI DENGAN UJI MODEL FISIK DUA DIMENSI ABSTRAK

STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK BENDUNG TIPE GERGAJI DENGAN UJI MODEL FISIK DUA DIMENSI ABSTRAK STUDI PERENCANAAN HIDRAULIK BENDUNG TIPE GERGAJI DENGAN UJI MODEL FISIK DUA DIMENSI Bramantyo Herawanto NRP : 1021060 Pembimbing : Ir. Endang Ariani, Dipl., HE ABSTRAK Bendung merupakan bangunan air yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG MANDIRADA KABUPATEN SUMENEP. Oleh : M YUNUS NRP :

PERENCANAAN EMBUNG MANDIRADA KABUPATEN SUMENEP. Oleh : M YUNUS NRP : PERENCANAAN EMBUNG MANDIRADA KABUPATEN SUMENEP Oleh : M YUNUS NRP : 3107100543 BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI BAB VII PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA METODOLOGI ANALISA HIDROLOGI ANALISA HIDROLIKA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI DEDIKASI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii MOTTO iv DEDIKASI v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR

Lebih terperinci

Perencanaan Embung Juruan Laok, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep

Perencanaan Embung Juruan Laok, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Perencanaan Embung Juruan Laok, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep Muhammad Naviranggi, Abdullah Hidayat Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejalan dengan hujan yang tidak merata sepanjang tahun menyebabkan persediaan air yang berlebihan dimusim penghujan dan kekurangan dimusim kemarau. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR

PERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR ( DETAIL DESIGN EMBUNG UNDIP AS A FLOOD CONTROL OF EAST FLOOD CHANNEL) Disusun Oleh : Anette

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM DRAINASE BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM DRAINASE BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG LEMBAR PENGESAHAN ii LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM DRAINASE BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Akademis Dalam Menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I ALIRAN MELEWATI AMBANG ( AMBANG LEBAR DAN AMBANG TAJAM )

BAB I ALIRAN MELEWATI AMBANG ( AMBANG LEBAR DAN AMBANG TAJAM ) BAB I ALIRAN MELEWATI AMBANG ( AMBANG LEBAR DAN AMBANG TAJAM ) 1.1 Teori 1.1.1 Pendahuluan Dari suatu aliran air dalam saluran terbuka, khususnya dalam hidrolika kita mengenal aliran beraturan yang berubah

Lebih terperinci

3 BAB III METODOLOGI

3 BAB III METODOLOGI 3 BAB III METODOLOGI 3.1 SURVEY LAPANGAN Lokasi survey meliputi ruas saluran Banjarcahyana mulai dari outlet PLTA Tapen sampai dengan Bangunan BBC-8a (got miring) dimana rencana PLTA Siteki akan dibangun.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara kepulauan yang secara astronomis terletak di sekitar garis katulistiwa dan secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudra, Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS EVALUASI DIMENSI BANGUNAN PELIMPAH BANJIR (SPILLWAY) SITU SIDOMUKTI

ANALISIS EVALUASI DIMENSI BANGUNAN PELIMPAH BANJIR (SPILLWAY) SITU SIDOMUKTI JURNAL TEKNIK VOL. 2 NO. 1 / APRIL 2012 ANALISIS EVALUASI DIMENSI BANGUNAN PELIMPAH BANJIR (SPILLWAY) SITU SIDOMUKTI Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta

Lebih terperinci

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan

Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Perencanaan Sistem Drainase Perumahan Grand City Balikpapan Rossana Margaret, Edijatno, Umboro Lasminto Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam Perancangan saluran berarti menentukan dimensi saluran dengan mempertimbangkan sifat-sifat bahan pembentuk tubuh saluran serta kondisi medan sedemikian

Lebih terperinci

pendahuluan Arti Pentingnya Air

pendahuluan Arti Pentingnya Air Ivon Pangarungan Harun Maanga T Stephen Setia Budi pendahuluan Arti Pentingnya Air Sumberdaya air merupakan bagian dari sumberdaya alam yang mempunyai sifat yang berbeda dengan sumberdaya alam lainnya.

Lebih terperinci

PERHITUNGAN BENDUNG SEI PARIT KABUPATEN SERDANG BEDAGAI LAPORAN

PERHITUNGAN BENDUNG SEI PARIT KABUPATEN SERDANG BEDAGAI LAPORAN PERHITUNGAN BENDUNG SEI PARIT KABUPATEN SERDANG BEDAGAI LAPORAN Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III oleh: GOMGOM TUA MARPAUNG MUHAMMAD IHSAN SINAGA

Lebih terperinci