EFFECTIVENESS EVALUATION SYSTEM CHANGE RATES ON TOBACCO PRODUCTS EXCISE EXCISE REVENUE (Case Study in Yogyakarta KPPBC Type A3)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFFECTIVENESS EVALUATION SYSTEM CHANGE RATES ON TOBACCO PRODUCTS EXCISE EXCISE REVENUE (Case Study in Yogyakarta KPPBC Type A3)"

Transkripsi

1 EFFECTIVENESS EVALUATION SYSTEM CHANGE RATES ON TOBACCO PRODUCTS EXCISE EXCISE REVENUE (Case Study in Yogyakarta KPPBC Type A3) Sutarto Tri Antoro, Eliya Isfaatun, SE., MM., Maria Magdalena, SE., MM. Abstraction Changes in the tobacco excise tax system was instrumental to the achievement of revenue targets for 2009 Budget. Therefore, the effectiveness of changes in the tobacco excise tax system need to be analyzed. This study aims to determine the level of effectiveness of changes in the tobacco excise tax system and to identify strengths, opportunities, weaknesses and threats to change the system in the tobacco excise tax rates KPPBC Type A3 Yogyakarta. This research is a case study conducted in the city of Yogyakarta, especially in KPPBC Type A3 at a time. The study was conducted in KPPBC Type A3 Type A3 because KPPBC is an institution to supervise and care for tobacco excise tax collection. This research period is from April to June The method of data collection was done by interview, observation and dokmentasi. While data analysis was conducted using quantitative and qualitative methods. Quantitative methods used to determine the effectiveness of changes in the tobacco excise tax system, while the qualitative method of SWOT analysis carried out by weeks to find out the advantages, disadvantages, obstacles and threats from changes in the tobacco excise tax system in KPPBC Type A3. From the quantitative analysis found that tax rates using the new tariff system is more effective to increase the tobacco excise tax revenue KPPBC Type A3. It is known from the increase in tobacco excise tax rates by a total of 19% by using the tariff system the new tobacco excise tax. While the qualitative analysis found that changing the system has strengths that include the existence of a clear legal basis to facilitate monitoring and management of tobacco excise tax, there are opportunities to help achieve the 2009 budget revenue target of the tobacco excise tax sector. In addition to strengths and opportunities there are also weaknesses that create the assumption that the rate for all the tobacco excise tax increases that hinder growth and even resulted in a decrease in production of tobacco. While the threat faced in implementing changes in the tobacco excise tax system, among others, is the attempt by certain manufacturers' excise tax evasion. 1

2 EVALUASI EFEKTIVITAS PERUBAHAN SISTEM TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU TERHADAP PENERIMAAN CUKAI (Studi Kasus pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta) Sutarto Tri Antoro, Eliya Isfaatun, SE., MM., Maria Magdalena, SE., MM. ABSTRAKSI Perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau sangat berperan bagi pencapaian target penerimaan APBN Oleh karena itu, efektivitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau perlu dianalisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau dan untuk mengetahui kelebihan, peluang, kelemahan dan ancaman bagi perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di kota Yogyakarta khususnya pada KPPBC Tipe A3 pada suatu kurun waktu. Penelitian dilakukan di KPPBC Tipe A3 karena KPPBC Tipe A3 merupakan lembaga yang melakukan pengawasan dan pelayanan atas pemungutan cukai hasil tembakau. Kurun waktu penelitian ini adalah dari bulan April sampai dengan bulan Juni Adapun metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan dokmentasi. Sedangkan analisis data dilakukan dengan metode kuntitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui efektivitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau, sedangkan metode kualitatif dilakukan dengan analisis SWOT utuk mengetahui kelebihan, kelemahan, hambatan dan ancaman dari perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3. Dari analisis kuantitatif diketahui bahwa tarif cukai dengan menggunakan sistem tarif yang baru lebih efektif untuk meningkatkan penerimaan cukai hasil tembakau KPPBC Tipe A3. Hal ini diketahui dari peningkatan tarif cukai hasil tembakau secara total sebesar 19% dengan menggunakan sistem tarif cukai hasil tembakau yang baru. Sedangkan dari analisis kualitatif diketahui bahwa perubahan sistem mempunyai kekuatan yang antara lain adalah adanya dasar hukum yang jelas sehingga memudahkan pengawasan dan pengelolaan cukai hasil tembakau, peluang yang ada adalah membantu pencapaian target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau. Selain kekuatan dan peluang juga terdapat kelemahan yaitu terciptanya asumsi bahwa tarif cukai untuk semua hasil tembakau meningkat sehingga menghambat bahkan mengakibatkan penurunan pada pertumbuhan produksi jenis hasil tembakau. Sedangkan ancaman yang dihadapi dalam melaksanakan perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau antara lain adalah adanya usaha penghindaran cukai oleh pabrik tertentu. 2

3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai dengan saat ini, cukai merupakan salah satu hal yang memberikan kontribusi pendapatan terbesar bagi pemerintah. Cukai merupakan pajak negara yang dibebankan kepada pemakai dan bersifat selektif serta perluasan mengenai pengenaannya berdasarkan sifat atau karakteristik objek cukai (Departemen Keuangan, 2007: 3). Dengan kata lain, cukai dapat juga diartikan sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu yang ditetapkan dalam Undang- Undang. Filosofi pengenaan cukai lebih rumit dari filosofi pengenaan pajak maupun pabean. Dengan cukai pemerintah berharap dapat menghalangi penggunaan obyek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini berarti adanya kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya obyek cukai yang beredar dan yang dikonsumsi. Sisi lain dari pengenaan cukai di beberapa negara maju adalah membatasi barang-barang yang berdampak negatif secara sosial (pornografi, dll) dan juga kesehatan (rokok, minuman keras, dll). Tujuan lainnya adalah perlindungan lingkungan dan sumber-sumber alam (minuman kemasan, limbah dll), serta mengurangi atau membatasi konsumsi barang-barang mewah dan sebagainya. Objek cukai merupakan barang-barang tertentu yang mempunyai sifat 3

4 atau karakteristik: (1) konsumsinya perlu dikendalikan, (2) peredarannya perlu diawasi, (3) pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau (4) pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan ( Sehubungan dengan penetapan jenis barang kena cukai sebagaimana disebutkan diatas, maka sesuai Undang-Undang 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tentang Cukai, maka saat ini untuk sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang kena cukai secara umum, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun, dan hasil tembakau. Hasil tembakau merupakan salah satu jenis barang yang merupakan objek cukai. Hasil tembakau yang merupakan objek cukai antara lain adalah sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. Pembahasan mengenai industri tembakau jarang ditemui karena kespesifikannya, di antaranya mengenai masalah tarif yang berbeda, perhitungan yang berbeda, serta perlakuan yang berbeda pula. Pada tahun 2008 suatu kebijakan dibuat dalam rangka menyederhanakan administrasi, melindungi industri dalam negeri, dan mengurangi salah satu penyebab peredaran hasil tembakau ilegal. Sistem tarif cukai tahun 2008 menggunakan gabungan sistem tarif cukai advalorum dan tarif cukai spesifik. Kebijakan tarif cukai SKT 4

5 golongan III diberikan beban cukai yang lebih rendah, hal ini dimaksudkan untuk tetap memberi perhatian pada industri kecil hasil tembakau. Sedangkan pada tahun 2009, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203/PMK.011/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang berlaku mulai tanggal 1 Februari Kebijakan cukai ini merupakan tahapan simplifikasi tarif cukai menuju ke arah single spesifik yang nantinya hanya membedakan tarif cukai antara produk hasil tembakau yang dibuat dengan mesin dan dengan tangan. Dalam kebijakan cukai tahun 2009, sistem tarif cukai mengalami perubahan dari sistem tarif cukai gabungan (advalorum dan spesifik) ke sistem tarif cukai spesifik untuk semua jenis hasil tembakau dengan tetap mempertimbangkan batasan produksi dan batasan harga jual eceran (HJE). Pertimbangan atas batasan harga jual eceran ini dilakukan mengingat varian harga jual eceran yang masih berlaku dalam sistem tarif cukai sebelumnya sangat tinggi, sehingga tidak memungkinkan disimplifikasikan secara langsung melainkan dilakukan secara bertahap. Secara keseluruhan, tarif cukai tembakau mengalami kenaikan yang cukup bervariasi dengan kenaikan beban cukai rata-rata sebesar 7%. Pada kebijakan cukai tahun 2009 ini, pemerintah juga melakukan penyederhanaan jumlah golongan pabrik dari 3 (tiga) golongan menjadi 2 (dua) golongan untuk jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin) dan SPM (Sigaret Putih Mesin). Sedangkan untuk jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan) tetap terdapat 3 (tiga) golongan. Kebijakan ini diterapkan dalam rangka mempertimbangkan aspek 5

6 penyerapan tenaga kerja sebagaimana tertuang dalam roadmap industri hasil tembakau. Kebijakan ini juga memperhatikan situasi ekonomi terakhir dimana sektor tembakau diharapkan masih berperan sebagai sektor yang labour intensive khususnya untuk jenis hasil tembakau yang dibuat dengan tangan (SKT). Sementara itu jenis SPTF (Sigaret Putih Tangan Filter) disetarakan besarannya dengan tarif cukai jenis SKTF (Sigaret Kretek Tangan Filter), dengan maksud untuk memudahkan pengawasan atas jenis hasil tembakau SPTF dan sebagai upaya menanggulangi usaha penghindaran cukai oleh pabrik tertentu. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan, kebijakan cukai dibuat dalam rangka mencapai target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau. Yakni sebesar Rp. 48,2 triliun atau naik Rp2,7 triliun dari APBN-P Dari target penerimaan cukai itu, pemerintah akan mengalokasikan Rp. 960 miliar untuk dana bagi hasil (DBH) cukai yang diberikan kepada daerah penghasil rokok. Dana itu nantinya ditujukan untuk memperkuat Balai Latihan Kerja di daerah dan memperkuat operasi cukai atau rokok ilegal. Untuk mencapai besaran target APBN 2009 tersebut, konsumsi rokok akan dikendalikan dengan pertumbuhan 5% atau lebih rendah dari pada realisasi 2008 yakni 8% ( Kebijakan perubahan atas sistem tarif cukai hasil tembakau ini tentu saja menuai pro dan kontra, terutama dikalangan pengusaha rokok. Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran mengatakan, kebijakan menaikan tarif cukai tak berpihak pada industri padat karya, hal itu 6

7 terlihat dari perubahan tarif cukai disetiap golongan. Namun kebijakan pemerintah ini akan dapat meningkatkan efektivitas bagi penerimaan cukai yang nantinya akan mendukung pencapaian target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau yang sebagian juga akan dialokasikan untuk dana bagi hasil (DBH) cukai yang diberikan kepada daerah penghasil rokok. Mengingat pentingnya perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau bagi pencapaian target penerimaan APBN 2009, maka efektifitas perubahan sistem tarif tersebut perlu dianalisis. Oleh karena itu, berdasarkan uraian-uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul EVALUASI EFEKTIFITAS PERUBAHAN SISTEM TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU TERHADAP PENERIMAAN CUKAI (Studi Kasus pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta). 1.2 Rumusan Masalah Di dalam mengadakan suatu penelitian, maka sudah menjadi suatu keharusan bagi peneliti tersebut untuk membuat rumusan-rumusan masalah yang akan diteliti, sehingga penelitian memiliki nilai-nilai ilmiah. Berdasarkan uraian yang telah dibahas pada latar belakang masalah, dapat diketahui bahwa efektifitas dari perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau dapat mempengaruhi penerimaan cukai. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 7

8 (1) Bagaimanakah tingkat efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 di Yogyakarta? (2) Apakah kelebihan, peluang, kelemahan dan ancaman bagi perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta? 1.3 Batasan Masalah Untuk menghindari terjadinya pembahasan yang terlalu luas, maka peneliti perlu memberikan pembatasan terhadap permasalahan, yaitu pada penerimaan cukai hasil tembakau yang dipungut oleh KPPBC Tipe A3 di Yogyakarta pada tahun 2008 dan bulan Januari 2009 (sebelum perubahan tarif) serta pada bulan Februari sampai dengan April 2009, yaitu setelah perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau). 1.4 Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk mengetahui tingkat efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yoyakarta. (2) Untuk mengetahui kelebihan, peluang, kelemahan dan ancaman bagi perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta? 8

9 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: (1) Bagi Penulis Penelitian ini akan bermanfaat sebagai hasil dari penerapan teori, dan untuk menambah wawasan pemikiran khususnya mengenai sistem tarif cukai hasil tembakau dan sebagai bekal pengetahuan bagi penulis apabila akan melanjutkan penelitian ke dalam praktek. (2) Bagi KPPBC Tipe A3 Yogyakarta Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam usaha untuk merencanakan dan menentukan kebijakan dalam penetapan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 di Yogyakarta agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. (3) Bagi STIE Nusa Megarkencana Penelitian ini dapat dijadikan tambahan kepustakaan dan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti lain dalam penelitian yang menyangkut masalah-masalah yang relevan dengan topik. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 9

10 BAB I : Pendahuluan Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. BAB II : Landasan Teori dan Tinjauan Pustaka Pada bab ini peneliti membahas tentang uraian landasan teori yang mendasari cukai hasil tembakau, sistem tarif cukai hasil tembakau, perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau, dan pelaksanaan pemungutan cukai hasil tembakau. BAB III : Metodologi Penelitian Berisikan tentang metodologi yang dipakai dalam penelitian ini meliputi jenis penelitian, tempat dan waktu, subyek dan obyek penelitian serta metode pengumpulan datanya BAB IV : Analisis Data dan Pembahasan Berisikan profil KPPBC Tipe A3 Yogyakarta sebagai gambaran umum obyek penelitian yang dilanjutkan dengan hasil analisis mengenai efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. BAB V : Kesimpulan Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas penerimaan cukai hasil tembakau, serta keterbatasan penelitian. 10

11 BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Masalah Sampai dengan saat ini, cukai merupakan salah satu hal yang memberikan kontribusi pendapatan terbesar bagi pemerintah. Cukai merupakan pajak negara yang dibebankan kepada pemakai dan bersifat selektif serta perluasan mengenai pengenaannya berdasarkan sifat atau karakteristik objek cukai (Departemen Keuangan, 2007: 3). Dengan kata lain, cukai dapat juga diartikan sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu yang ditetapkan dalam Undang- Undang. Filosofi pengenaan cukai lebih rumit dari filosofi pengenaan pajak maupun pabean. Dengan cukai pemerintah berharap dapat menghalangi penggunaan obyek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini berarti adanya kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya obyek cukai yang beredar dan yang dikonsumsi. Sisi lain dari pengenaan cukai di beberapa negara maju adalah membatasi barang-barang yang berdampak negatif secara sosial (pornografi, dll) dan juga kesehatan (rokok, minuman keras, dll). Tujuan lainnya adalah perlindungan lingkungan dan sumber-sumber alam (minuman kemasan, limbah dll), serta mengurangi atau membatasi konsumsi barang-barang mewah dan sebagainya. Objek cukai merupakan barang-barang tertentu yang mempunyai sifat 11

12 atau karakteristik: (1) konsumsinya perlu dikendalikan, (2) peredarannya perlu diawasi, (3) pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau (4) pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan ( Sehubungan dengan penetapan jenis barang kena cukai sebagaimana disebutkan diatas, maka sesuai Undang-Undang 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tentang Cukai, maka saat ini untuk sementara waktu kita baru mengenal tiga jenis barang kena cukai secara umum, yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun, dan hasil tembakau. Hasil tembakau merupakan salah satu jenis barang yang merupakan objek cukai. Hasil tembakau yang merupakan objek cukai antara lain adalah sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. Pembahasan mengenai industri tembakau jarang ditemui karena kespesifikannya, di antaranya mengenai masalah tarif yang berbeda, perhitungan yang berbeda, serta perlakuan yang berbeda pula. Pada tahun 2008 suatu kebijakan dibuat dalam rangka menyederhanakan administrasi, melindungi industri dalam negeri, dan mengurangi salah satu penyebab peredaran hasil tembakau ilegal. Sistem tarif cukai tahun 2008 menggunakan gabungan sistem tarif cukai advalorum dan tarif cukai spesifik. Kebijakan tarif cukai SKT 12

13 golongan III diberikan beban cukai yang lebih rendah, hal ini dimaksudkan untuk tetap memberi perhatian pada industri kecil hasil tembakau. Sedangkan pada tahun 2009, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 203/PMK.011/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang berlaku mulai tanggal 1 Februari Kebijakan cukai ini merupakan tahapan simplifikasi tarif cukai menuju ke arah single spesifik yang nantinya hanya membedakan tarif cukai antara produk hasil tembakau yang dibuat dengan mesin dan dengan tangan. Dalam kebijakan cukai tahun 2009, sistem tarif cukai mengalami perubahan dari sistem tarif cukai gabungan (advalorum dan spesifik) ke sistem tarif cukai spesifik untuk semua jenis hasil tembakau dengan tetap mempertimbangkan batasan produksi dan batasan harga jual eceran (HJE). Pertimbangan atas batasan harga jual eceran ini dilakukan mengingat varian harga jual eceran yang masih berlaku dalam sistem tarif cukai sebelumnya sangat tinggi, sehingga tidak memungkinkan disimplifikasikan secara langsung melainkan dilakukan secara bertahap. Secara keseluruhan, tarif cukai tembakau mengalami kenaikan yang cukup bervariasi dengan kenaikan beban cukai rata-rata sebesar 7%. Pada kebijakan cukai tahun 2009 ini, pemerintah juga melakukan penyederhanaan jumlah golongan pabrik dari 3 (tiga) golongan menjadi 2 (dua) golongan untuk jenis SKM (Sigaret Kretek Mesin) dan SPM (Sigaret Putih Mesin). Sedangkan untuk jenis SKT (Sigaret Kretek Tangan) tetap terdapat 3 (tiga) golongan. Kebijakan ini diterapkan dalam rangka mempertimbangkan aspek 13

14 penyerapan tenaga kerja sebagaimana tertuang dalam roadmap industri hasil tembakau. Kebijakan ini juga memperhatikan situasi ekonomi terakhir dimana sektor tembakau diharapkan masih berperan sebagai sektor yang labour intensive khususnya untuk jenis hasil tembakau yang dibuat dengan tangan (SKT). Sementara itu jenis SPTF (Sigaret Putih Tangan Filter) disetarakan besarannya dengan tarif cukai jenis SKTF (Sigaret Kretek Tangan Filter), dengan maksud untuk memudahkan pengawasan atas jenis hasil tembakau SPTF dan sebagai upaya menanggulangi usaha penghindaran cukai oleh pabrik tertentu. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan, kebijakan cukai dibuat dalam rangka mencapai target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau. Yakni sebesar Rp. 48,2 triliun atau naik Rp2,7 triliun dari APBN-P Dari target penerimaan cukai itu, pemerintah akan mengalokasikan Rp. 960 miliar untuk dana bagi hasil (DBH) cukai yang diberikan kepada daerah penghasil rokok. Dana itu nantinya ditujukan untuk memperkuat Balai Latihan Kerja di daerah dan memperkuat operasi cukai atau rokok ilegal. Untuk mencapai besaran target APBN 2009 tersebut, konsumsi rokok akan dikendalikan dengan pertumbuhan 5% atau lebih rendah dari pada realisasi 2008 yakni 8% ( Kebijakan perubahan atas sistem tarif cukai hasil tembakau ini tentu saja menuai pro dan kontra, terutama dikalangan pengusaha rokok. Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran mengatakan, kebijakan menaikan tarif cukai tak berpihak pada industri padat karya, hal itu 14

15 terlihat dari perubahan tarif cukai disetiap golongan. Namun kebijakan pemerintah ini akan dapat meningkatkan efektivitas bagi penerimaan cukai yang nantinya akan mendukung pencapaian target penerimaan APBN 2009 dari sektor cukai hasil tembakau yang sebagian juga akan dialokasikan untuk dana bagi hasil (DBH) cukai yang diberikan kepada daerah penghasil rokok. Mengingat pentingnya perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau bagi pencapaian target penerimaan APBN 2009, maka efektifitas perubahan sistem tarif tersebut perlu dianalisis. Oleh karena itu, berdasarkan uraian-uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul EVALUASI EFEKTIFITAS PERUBAHAN SISTEM TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU TERHADAP PENERIMAAN CUKAI (Studi Kasus pada KPPBC Tipe A3 Yogyakarta). 1.8 Rumusan Masalah Di dalam mengadakan suatu penelitian, maka sudah menjadi suatu keharusan bagi peneliti tersebut untuk membuat rumusan-rumusan masalah yang akan diteliti, sehingga penelitian memiliki nilai-nilai ilmiah. Berdasarkan uraian yang telah dibahas pada latar belakang masalah, dapat diketahui bahwa efektifitas dari perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau dapat mempengaruhi penerimaan cukai. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 15

16 1. Bagaimanakah tingkat efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 di Yogyakarta? 2. Apakah kelebihan, peluang, kelemahan dan ancaman bagi perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta? 1.9 Batasan Masalah Untuk menghindari terjadinya pembahasan yang terlalu luas, maka peneliti perlu memberikan pembatasan terhadap permasalahan, yaitu pada penerimaan cukai hasil tembakau yang dipungut oleh KPPBC Tipe A3 di Yogyakarta pada tahun 2008 dan bulan Januari 2009 (sebelum perubahan tarif) serta pada bulan Februari sampai dengan April 2009, yaitu setelah perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau) Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (3) Untuk mengetahui tingkat efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yoyakarta. (4) Untuk mengetahui kelebihan, peluang, kelemahan dan ancaman bagi perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta? 16

17 1.11 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: (4) Bagi Penulis Penelitian ini akan bermanfaat sebagai hasil dari penerapan teori, dan untuk menambah wawasan pemikiran khususnya mengenai sistem tarif cukai hasil tembakau dan sebagai bekal pengetahuan bagi penulis apabila akan melanjutkan penelitian ke dalam praktek. (5) Bagi KPPBC Tipe A3 Yogyakarta Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam usaha untuk merencanakan dan menentukan kebijakan dalam penetapan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 di Yogyakarta agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. (6) Bagi STIE Nusa Megarkencana Penelitian ini dapat dijadikan tambahan kepustakaan dan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti lain dalam penelitian yang menyangkut masalah-masalah yang relevan dengan topik Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 17

18 BAB I : Pendahuluan Bab ini berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. BAB II : Landasan Teori dan Tinjauan Pustaka Pada bab ini peneliti membahas tentang uraian landasan teori yang mendasari cukai hasil tembakau, sistem tarif cukai hasil tembakau, perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau, dan pelaksanaan pemungutan cukai hasil tembakau. BAB III : Metodologi Penelitian Berisikan tentang metodologi yang dipakai dalam penelitian ini meliputi jenis penelitian, tempat dan waktu, subyek dan obyek penelitian serta metode pengumpulan datanya BAB IV : Analisis Data dan Pembahasan Berisikan profil KPPBC Tipe A3 Yogyakarta sebagai gambaran umum obyek penelitian yang dilanjutkan dengan hasil analisis mengenai efektifitas perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di KPPBC Tipe A3 Yogyakarta. BAB V : Kesimpulan Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas penerimaan cukai hasil tembakau, serta keterbatasan penelitian. 18

19 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang, sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut pemerintah berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barangbarang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Di Indonesia, Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang berada dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Para ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi berbedabeda tentang pajak. Namun demikian definisi-definisi tersebut mempunyai arti dan tujuan yang sama. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal dari negara yang langsung dapat dituju dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Munawir, 1998: 3). Pajak dari perspektif ekonomi dapat dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa pajak menyebabkan dua situasi menjadi 19

20 berubah. Situasi yang pertama adalah berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa, dan situasi yang kedua adalah bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat ( Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro, merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undangundang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara yang mempunyai kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang dipungut harus berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak. Sementara pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah: "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 20

21 Dari berbagai definisi tentang pajak tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pajak adalah: a. Iuran masyarakat kepada negara, dalam arti bahwa yang berhak melakukan pemungutan pajak adalah negara. b. Berdasarkan Undang-Undang, dalam arti bahwa walaupun negara mempunyai hak untuk memungut pajak namun dalam pelaksanaannya harus memperoleh persetujuan dari rakyat melalui Undang-Undang. c. Tanpa jasa timbal balik (kontra prestasi) langsung dari negara, dalam arti bahwa jasa timbal balik atau kontra prestasi yang diberikan oleh negara kepada rakyatnya tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan besarnya pajak. d. Digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bersifat umum, dalam arti bahwa pengeiuaran-pengeluaran pemerintah tersebut mempunyai manfaat bagi masyarakat secara umum Fungsi Pajak dan Syarat Pemungutan Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu: 21

22 a. Fungsi anggaran (budgetair) Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Negara membutuhkan biaya dalam menjalankan tugas-tugas rutin dan melaksanakan pembangunan. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. b. Fungsi mengatur (regulerend) Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. c. Fungsi stabilitas 22

23 Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif. d. Fungsi redistribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu: a. Pemungutan pajak harus adil Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya. b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: 23

24 "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang". Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu: a) Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya. b) Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum. c) Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak. c. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemungutan pajak yang dapat merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah. d. Pemungutan pajak harus efesien Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Hal ini untuk menjamin bahwa pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh 24

25 karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Tata cara pemungutan pajak akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak Teori Pemungutan Pajak Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, ada beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu (Brotodiharjo, 1991: 2). a. Teori Asuransi Menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya, baik keselamatan jiwa maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi. b. Teori Kepentingan 25

26 Menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya, seperti \perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang yang miskin justru dibebaskan dari beban pajak Asas Pengenaan Pajak Di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak. Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah: a. Asas Domisili (Domicile/Residence Principle) Berdasarkan asas ini, negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. 26

27 b. Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. c. Asas Kebangsaan (Nationality/Citizenship Principle). Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal tidaklah menjadi persoalan. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri Pengelompokan Pajak a. Menurut Sifat Apabila ditinjau dari sifatnya, maka pajak dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. b) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. b. Menurut Lembaga Pemungutan Ditinjau dari lembaga pemungutannya, maka pajak terbagi atas: 27

28 a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat, dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. c. Menurut Golongan Berdasarkan pembebanannya pajak dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: a) Pajak Langsung Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain, misalnya pajak seorang pengusaha dibayarnya dari bagian pendapatan atau labanya sendiri. Pada pokoknya jenis pajak ini tidak dapat menaikkan harga. Pajak langsung dikenakan kepada seseorang secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu, misalnya tiap tahun atau tiap bulan, yang ditagih dengan suatu ketetapan pajak. Pajak yang termasuk pada golongan pajak langsung adalah Pajak Penghasilan, Pajak Gaji dan Upah, Pajak Kekayaan, Pajak Perseroan, Pajak Deviden dan Pajak Rumah Tangga. b) Pajak Tidak Langsung Pajak tidak langsung adalah jenis pajak yang pada akhirnya dapat menaikkan harga, karena ditanggung oleh pembeli dan pajak tersebut baru terhutang jika terjadi hal-hal yang menyebabkan 28

29 terhutang pajak. Pajak yang termasuk dalam golongan pajak tidak langsung adalah Pajak Penjualan, Pajak Pembangunan, Pajak Bea dan Cukai. Pada dasarnya pajak tidak langsung sudah dimasukkan dalam harga barang, tetapi konsumen tidak menyadari bahwa sebenarnya ia juga membayar pajak, seperti cukai tembakau. 2.2 Cukai Pengertian Cukai Secara umum, cukai dapat didefinisikan sebagai pungutan oleh negara secara tidak langsung kepada konsumen yang menikmati atau menggunakan obyek cukai. Peraturan perundang-undangan cukai tersebut objeknya terbatas, padahal pembangunan nasional sangat memerlukan sumber-sumber pembiayaan, terutama yang berasal dari penerimaan dalam negeri. Oleh karena itu, segala potensi yang ada masih dapat digali dengan memperluas objek cukai sehingga sumbangan dari sektor cukai terhadap penerimaan negara dapat ditingkatkan. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, cukai merupakan pajak negara yang dibebankan kepada pemakai dan bersifat kolektif serta perluasan pengenaannya berdasarkan sifat atau karakteristik objek cukai. Oleh karena itu, prinsip-prinsip dari pengenaan cukai adalah sebagai berikut: 29

30 a. Keadilan dalam keseimbangan, yaitu kewajiban cukai hanya dibebankan kepada orang-orang yang memang seharusnya diwajibkan untuk itu dan semua pihak yang terkait diperlakukan dengan cara yang sama dalam hal dan kondisi yang sama. b. Pemberian insentif yang bermanfaat bagi pertumbuhan perekonomian nasional yaitu berupa fasilitas pembebasan cukai. c. Pembatasan dalam rangka perlindungan masyarakat di bidang kesehatan, ketertiban, dan keamanan. d. Netral dalam pemungutan cukai, yang tidak menimbulkan distorsi pada perekonomian nasional. e. Kelayakan administrasi dengan maksud agar pelaksanaan administrasi cukai dapat dilaksanakan secara tertib, terkendali, sederhana dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat. f. Kepentingan penerimaan negara, dalam arti fleksibilitas ketentuan dalam undang-undang ini dapat menjamin peningkatan penerimaan negara, sehingga dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan pembiayaan pembangunan nasional. g. Pengawasan dan penerapan sanksi untuk menjamin ditaatinya ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Saat Pengenaan dan Penanggungjawab Cukai Pengenaan cukai mulai berlaku untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia pada saat selesai dibuat dan untuk barang kena cukai 30

31 yang diimpor pada saat pemasukan kedalam Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Kepabeanan. Sedangkan tanggung jawab cukai untuk Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia pada pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan dan untuk Barang Kena Cukai yang diimpor pada importir atau pihak-pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepabeanan Objek Cukai Barang yang dikenakan cukai disebut dengan objek cukai. Objek cukai merupakan baang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik: a. Konsumsinya perlu dikendalikan. b. Peredarannya perlu diawasi. c. Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masayarakat atau lingkungan hidup. d. Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Objek cukai dapat diperluas sesuai dengan perkembangan keadaan. Namun sampai dengan saat ini, objek cukai di Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 adalah sebagai berikut: 31

32 a. Etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya. b. Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil etanol. c. Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. 2.3 Cukai Hasil Tembakau Hasil-Hasil Tembakau Dari penjelasan sebelumnya telah diketahui bahwa hasil tembakau merupakan salah satu objek cukai. Penjelasan mengenai hasil-hasil tembakau yang merupakan Barang Kena Cukai adalah sebagaimana berikut ini: a. Sigaret Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret ini terdiri dari: 32

33 a) Sigaret Kretek Mesin (SKM), adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya, dimana pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin. b) Sigaret Kretek Tangan (SKT), yaitu sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya, dimana pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. c) Sigaret Putih Mesin (SPM), yaitu sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan, dimana pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin. d) Sigaret Putih Tangan (SPT), yaitu sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan, dimana pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, 33

34 pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin. e) Sigaret Kelembak Menyan, yaitu sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. b. Cerutu Hasil tembakau berupa cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris maupun tidak, dengan cara digulung sedemikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. c. Rokok Daun Hasil tembakau berupa rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. d. Tembakau Iris Hasil tembakau berupa tembakau iris adalah hasil tembakau yang yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, 34

35 tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu dalam proses pembuatannya. e. Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya Hasil tembakau berupa hasil pengolahan tembakau lainnya adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam definisi hasil tembakau sebelumnya yang dibuat dengan cara lain dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan yang pembantu yang digunakan dalam pembuatannya Harga Dasar dan Pelunasan Cukai Hasil Tembakau a. Harga Dasar Cukai hasil tembakau dibedakan menjadi dua macam, yaitu yang dibuat di Indonesia dan yang diimpor. Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang dibuat di Indonesia adalah harga jual pabrik atau harga jual eceran. Sedangkan harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas barang kena cukai yang diimpor adalah nilai pabean ditambah bea masuk atas harga jual eceran. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan harga jual pabrik adalah harga penyerahan pabrik kepada penyalur atau konsumen yang didalamnya belum termasuk cukai, sedangkan harga jual eceran adalah harga yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan besarnya cukai (Departemen Keuangan, 2007: 16). 35

36 b. Pelunasan Cukai Cukai atas hasil tembakau yang dibuat di Indonesia, dilunasi pada saat pengeluaran hasil tembakau dari pabrik atau tempat penyimpanan. Sedangkan sukai atas barang kena cukai yang diimpor dilunasi pada saat barang kena cukai diimpor untuk dipakai. Pelunasan cukai pada hasil tembakau dilaksanakan dengan cara pelekatan pita cukai. Pencetakan pita cukai dan pengadaan tanda pelunasan cukai lainnya dilaksanakan oleh badan usaha milik negara atau badan dan lembaga yang ditunjuk oleh Menteri dengan syarat-syarat yang ditetapkan. Syarat-syarat yang ditetapkan Menteri tersebut meliputi asas keamanan, kontinuitas, efektifitas, efisiensi, dan memberikan kesempatan yang sama. Pada dasarnya, pelunasan cukai atas barang kena cukai merupakan pemenuhan persyaratan dalam rangka mengamankan hakhak negara yang melekat pada barang kena cukai sehingga barang kena cukai trsebut dapat disetujui untuk dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan, atau diimpor untuk dipakai. Pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai dilakukan dengan cara melekatkan pita cukai yang seharusnya dan dilekatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (Departemen Keuangan, 2007: 18). 36

37 2.3.3 Sistem Tarif Cukai Sistem tarif cukai di Indonesia sangatlah kompleks. Tarif cukai selain ditetapkan berdasarkan jenis, juga berdasarkan golongan produksi. Golongan pabrik hasil tembakau dikelompokkan dalam golongan pengusaha berdasarkan masing-masing jenis dan jumlah produksi hasil tembakau, sesuai Batasan Jumlah Produksi Pabrik. Produksi pabrik yang menghasilkan banyak rokok dikenakan cukai lebih tinggi daripada pabrikan rokok yang memproduksi lebih kecil. Demikian pula dari sisi jenis, untuk produk yang jenisnya dibuat dengan mesin dikenakan cukai lebih tinggi daripada yang dibuat dengan tangan. Sistem tarif cukai terbagi atas tiga macam, yaitu: a. Tarif Advalorum Tarif advalorum merupakan tarif yang dihitung dari persentase harga dasar. b. Tarif Spesifik Tarif spesifik merupakan tarif yang dikenakan dalam rupiah untuk setiap satuan barang kena cukai. c. Tarif Campuran (Gabungan) Tarif gabungan merupakan sistem tarif cukai yang merupakan gabungan antara tarif advalorum dengan tarif spesifik. 2.4 Perubahan Sistem Tarif Cukai Hasil Tembakau 37

38 Sistem tarif cukai selalu mengandung kontroversi. Ketika pengenaan tarif cukai tinggi, pihak pabrikan rokok akan menanyakan bagaimana komitmen pemerintah terhadap sektor lapangan kerja. Dilain sisi ketika tarif cukai rendah, maka aktivis-aktivis kesehatan selalu mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap kesehatan yang seharusnya mengenakan tarif yang tinggi terhadap rokok sehingga masyarakat Indonesia menjadi sehat dengan mengurangi konsumsi rokok. Oleh karena itu, pemerintah selalu berupaya mencari cara untuk menetapkan angka cukai yang seimbang sehingga mensinergikan dari sisi tenaga kerja, penerimaan dan kesehatan. Keadaan inilah yang menyebabkan seringnya terjadi perubahan atas sistem tarif cukai di Indonesia. Perubahan sistem tarif cukai hasil tembakau di Indonesia juga dilakukan untuk mengurangi kompleksnya sistem tarif yang telah diberlakukan sebelumnya. Struktur tarif yang kompleks telah berlangsung lama, dan masing-masing jenis cenderung status quo pada posisi struktur tarif cukai yang ada. Oleh karena itu arah kebijakan cukai pemerintah untuk kedepannya, semakin mengarah ke simplifikasi menuju ke arah single spesifik yang nantinya hanya membedakan tarif cukai antara produk hasil tembakau yang dibuat dengan mesin dan dengan tangan. Berikut akan dibahas mengenai sistem tarif cukai hasil tembakau sebelum dan sesudah perubahan Sistem Tarif Cukai Hasil Tembakau Sebelum Perubahan (2008) Sistem tarif cukai hasil tembakau sebelum perubahan, yaitu pada tahun 2008 adalah sistem tarif campuran atau gabungan. Tarif advalorum 38

39 dikenakan untuk semua jenis hasil tembakau, sedangkan tarif spesifik dikenakan terhadap jenis sigaret kretek mesin (SKM), sigaret kretek tang (SKT), sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek tangan filter (SKTF). Golongan produksi yang diperhitungkan pada sistem tarif ini terdiri dari tiga golongan untuk SKM, SPM dan TIS. Untuk lebih jelasnya mengani tarif cukai hasil tembakau sebelum perubahan sistem, dapat dilihat sebagaimana berikut: a) Nilai Tarif Cukai dan Batasan Harga Jual Eceran hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri Tabel 2.1. a b c d e Jenis Hasil Tembakau SKM SPM SKT SKTF TIS Golongan Pengusaha Pabrik HJE Minimun Per Batang/Gram Tarif Cukai Tarif Cukai Spesifik Per Batang I Rp600 36% Rp35 II Rp383 35% Rp35 III Rp374 22% Rp35 I Rp375 34% Rp35 II Rp225 30% Rp35 III Rp217 15% Rp35 I Rp520 18% Rp35 II Rp336 10% Rp35 III Rp234 0% Rp30 I Rp600 36% Rp35 II Rp383 35% Rp35 III Rp374 22% Rp35 I Rp50 20% - II Rp50 16% - III Rp40 8% - 39

1 of 5 21/12/ :02

1 of 5 21/12/ :02 1 of 5 21/12/2015 14:02 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1121, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Cukai. Tembakau. Tarif. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.011/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Hasil Tembakau. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.011/2009 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 181/PMK.011/2009 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU Contributed by Administrator Monday, 16 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 181/PMK.011/2009 TENTANG

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar

2017, No c. bahwa pada tanggal 4 Oktober 2017, Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah menyepakati tar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1485, 2017 KEMENKEU. Cukai Hasil Tembakau. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.010/2017 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA BARAT, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 203/PMK.011/2008 TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU Contributed by Administrator Tuesday, 09 December 2008 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.011/2008 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cukai 2.1.1 Pengertian Cukai Menurut UU No.39 Tahun 2007, Cukai adalah Pungutan negara terhadap barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan Undang-undang.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 31/BC/2010 TENTANG TATA CARA PERDAGANGAN DAN KEMASAN PENJUALAN ECERAN BARANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa Pajak Rokok merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA FASILITAS PENUNDAAN PEMBAYARAN CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI PANARUKAN LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA Diajuakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md.)

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN Menimbang : a. Mengingat : 1. PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU Disampaikan Oleh: Djaka Kusmartata Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai II Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Jakarta,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-08/BC/2011 TENTANG DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-46/BC/2010 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-46/BC/2010 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-46/BC/2010 TENTANG DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut

Lebih terperinci

Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan pasal 26 sampai dengan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu membenfuk

Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan pasal 26 sampai dengan. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu membenfuk PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK PROVINSI SUMATERA U?ARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara. Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Jenis Penerimaan & Pengeluaran Negara Pertemuan 4 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU

KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU KEBIJAKAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU 2013 : SINERGI DALAM ROADMAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU Oleh: Surono Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstraksi: Kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2013 dilandasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 134/PMK.04/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 134/PMK.04/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 134/PMK.04/2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 43/PMK.04/2005 TENTANG PENETAPAN HARGA DASAR DAN TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU,

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan sumber

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 449 /KMK.04/2002 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH Menimbang : a. DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Hukum Pajak. Ciri-Ciri Pajak (Pertemuan #3) Semester Genap

Hukum Pajak. Ciri-Ciri Pajak (Pertemuan #3) Semester Genap Hukum Pajak Ciri-Ciri Pajak (Pertemuan #3) Semester Genap 2015-2016 Tujuan Pembelajaran Fakultas Hukum Mahasiswa memahami ciri-ciri pajak dan mampu membedakanpajak dengan pungutan lainnya. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

P - 48/BC/2009 DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL

P - 48/BC/2009 DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL P - 48/BC/2009 DESAIN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN MINUMAN MENGANDUNG ETIL ALKOHOL Contributed by Administrator Wednesday, 02 December 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undangundang

BAB II URAIAN TEORITIS. tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undangundang BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Cukai 1. Pengertian Cukai Cukai adalah pungutan Negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undangundang

Lebih terperinci

Procedure Of Procurement, Registration Of Order And In-Cash Settlement Of Tobacco Excise At Regional Custom And Excise Office Of Panarukan Situbondo

Procedure Of Procurement, Registration Of Order And In-Cash Settlement Of Tobacco Excise At Regional Custom And Excise Office Of Panarukan Situbondo PROSEDUR PENYEDIAAN, PENCATATAN PEMESANAN DAN PELUNASAN PITA CUKAI HASIL TEMBAKAU SECARA TUNAI PADA KANTOR PENGAWASAN DANPELAYANAN BEA DAN CUKAI (KPPBC) TIPE PRATAMA PANARUKAN SITUBONDO Procedure Of Procurement,

Lebih terperinci

Kebijakan Kementerian Keuangan dalam Cukai dan Pajak Rokok

Kebijakan Kementerian Keuangan dalam Cukai dan Pajak Rokok Kebijakan Kementerian Keuangan dalam Cukai dan Pajak Rokok Disampaikan pada Indonesia Conference on Tobacco or Health Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan www.fiskal.depkeu.go.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang Undang Perpajakan No 16 Tahun 2009, tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Lebih terperinci

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak.

PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak. PERPAJAKAN (SEBUAH PENGANTAR) Disampaikan oleh: Rr. Indah Mustikawati, M.Si., Ak. DEFINISI PAJAK: menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pajak 2.1.1.1. Definisi Pajak Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian pajak itu sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.Oll/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.Oll/2012 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALNAN PERATURAN MENTER KEUANGAN NOMOR 179/PMK.Oll/2012 TENTANG TARF CUKA HASL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER KEUANGAN, Menimbang Mengingat a. bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN RI NOMOR 597/KMK.04/2001 TANGGAL 23 NOVEMBER 2001 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Sumber penerimaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagian besar berasal dari pajak. Pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR /6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR /6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR /6 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat

Lebih terperinci

Pabrikan Rokok "A" dalam Masan Pajak November 2000 melakukan kegiatan sebagai berikut :

Pabrikan Rokok A dalam Masan Pajak November 2000 melakukan kegiatan sebagai berikut : Lampiran 1 Contoh Pengisan SPT Masa PPN untuk Pabrikan Tembakau (Rokok) : Pabrikan Rokok "A" dalam Masan Pajak melakukan kegiatan sebagai berikut : - Tanggal 27 menebus pita cukai pada Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (7) Undan

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (7) Undan No.896, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Barang Kena Cukai. Pemberitahuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94/PMK.04/2016 TENTANG PEMBERITAHUAN BARANG KENA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89/KMK.05/2000 TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Pajak yang didefenisikan oleh Rochmat Soemitro adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik secara material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri. yang semula dilakukan Cuma-Cuma dan sifatnya memaksa tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri. yang semula dilakukan Cuma-Cuma dan sifatnya memaksa tersebut. 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri Dengan adanya perkembangan dalam masyarakat, sifat upeti (pemberian) yang semula dilakukan Cuma-Cuma dan sifatnya memaksa tersebut.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA

LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA PROSEDUR PELAKSANAAN DAN PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) ATAS PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA PERSEROAN TERBATAS PERKEBUNAN NUSANTARA X KEBUN KERTOSARI JEMBER LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA Diajukan

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/ PMK.010/201 7 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/ PMK.010/201 7 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/ PMK.010/201 7 TENTANG TARIF CUKAI HASIL TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 pengertian pajak Menurut Adriani (2010:3), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.457, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Barang Kena Cukai. Pita Cukai. Lainnya. Perdagangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62/PMK.04/2014 TENTANG PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Pajak menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau

Lebih terperinci

PENGERTIAN PAJAK FUNGSI PAJAK

PENGERTIAN PAJAK FUNGSI PAJAK PENGERTIAN PAJAK Negara sebagai suatu organisasi besar tentunya memiliki tujuan berkesinambungan, terutama terkait dengan pembangunan yang berujung pada kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu tentu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Perpajakan Sejarah Pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial

Lebih terperinci

IMPORTASI BARANG KENA CUKAI

IMPORTASI BARANG KENA CUKAI IMPORTASI BARANG KENA CUKAI L/O/G/O KPU TIPE A TANJUNG PRIOK JAKARTA, 21 FEBRUARI 2012 PERLAKUAN IMPOR BARANG KENA CUKAI DILUNASI KAWASAN PABEAN TIDAK DIPUNGUT CUKAI PEMBEBASAN CUKAI PELUNASAN BARANG KENA

Lebih terperinci

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi

Ekonomi dan Bisnis Akuntansi Modul ke: PERPAJAKAN I PENGANTAR PERPAJAKAN Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Pajak menyumbang sebagian besar belanja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Hukum Dalam subbab ini penulis akan menguraikan pengertian-pengertian dasar yang berhubungan dan digunakan dalam penjelasan pokok bahasan penulis sesuai dengan yang dituliskan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi Apakah pajak itu? Kenapa pajak timbul dalam masyarakat? Apakah peranan pajak bagi negara? Iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontra-prestasi),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Definisi Pajak Secara Umum Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN 1 PENGERTIAN PAJAK (2) Prof. Dr. P.J.A. Adriani: Pajak adalah iuran kepada negara (yg dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan

Lebih terperinci

DASAR DASAR PERPAJAKAN. ARUMEGA ZAREFAR, SE.,M.Ak.,Akt.,CA

DASAR DASAR PERPAJAKAN. ARUMEGA ZAREFAR, SE.,M.Ak.,Akt.,CA DASAR DASAR PERPAJAKAN ARUMEGA ZAREFAR, SE.,M.Ak.,Akt.,CA 085274738886 arumega_zarefar@yahoo.co.id PENGERTIAN PAJAK Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK

TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK 1 TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK Tujuan Instruksional : A. Umum Mahasiswa diharapkan mendapatkan pemahaman tentang tinjauan umum hukum pajak di Indonesia. B. Khusus o Mahasiswa mengetahui sejarah perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti kita ketahui bersama, Indonesia selain menyelenggarakan pemerintahan juga melaksanakan pembangunan.dan untuk menjalankan pembangunan suatu Negara membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Beradasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam

I. PENDAHULUAN. Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu wujudkan masyarakat adil dan makmur kita perlu melaksanakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. berbagai faktor pendukung terutama stabilitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. berbagai faktor pendukung terutama stabilitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam upaya penyelenggaraan pembangunan nasional yang berkesinambungan dan merata di seluruh Indonesia pemerintah memerlukan berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pajak 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak berdasarkan undang-undang no.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan

Lebih terperinci

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1)

Perpajakan. Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57. (Sesi 1) Perpajakan (Sesi 1) Aryo Prasetyo, S.Kom., MMSI Vokasi Akuntansi UI, STIE Dewantara, IBI K-57 kuloaryo@gmail.com Definisi dan Unsur Perpajakan Definisi Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang

Lebih terperinci

Perpajakan I. Modul ke: 01FEB. Pengantar Perpajakan. Fakultas. Dra. Muti ah, M.Si. Program Studi AKUNTANSI

Perpajakan I. Modul ke: 01FEB. Pengantar Perpajakan. Fakultas. Dra. Muti ah, M.Si. Program Studi AKUNTANSI Perpajakan I Modul ke: Pengantar Perpajakan Fakultas 01FEB Dra. Muti ah, M.Si Program Studi AKUNTANSI PENGERTIAN DAN FUNGSI PAJAK Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi negara dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB I DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB I DASAR-DASAR PERPAJAKAN BAB I DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Nomor Topik : 01 B. Judul : Dasar Dasar Perpajakan C. Jam/Minggu : 4 jam D. Tujuan : Memberikan pemahaman kepada mahasiswa agar mahasiswa mengetahui pengertianpengertian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) Pembangun Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) Pembangun Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) Pembangun Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Menurut Undang Undang no 41 tahun 1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH S A L I N A N PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH I. UMUM Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALIAN KONSUMSI

KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALIAN KONSUMSI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN KEBIJAKAN FISKAL 1 KEBIJAKAN CUKAI HASIL TEMBAKAU SEBAGAI INSTRUMEN PENGENDALIAN KONSUMSI Disampaikan Dalam Acara Kongres II InaHEA: Pengendalian Rokok Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan kesejahteraan umum bagi rakyat Indonesia. Perlu. kepada eksekutif untuk kesejateraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan kesejahteraan umum bagi rakyat Indonesia. Perlu. kepada eksekutif untuk kesejateraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demi terciptanya pembangunan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia perlu adanya dana perimbangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara besar yang memiliki tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-09/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-09/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: KEP-09/BC/1996 TENTANG PENETAPAN HARGA JUAL ECERAN HASIL TEMBAKAU DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang Mengingat : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : BAB II LANDASAN TEORI II.1. Perpajakan II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut : Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas

Lebih terperinci

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang Keberhasilan pembangunan Indonesia sangat dipengaruhi oleh adanya pengadaan dana dalam jumlah uang yang cukup besar dan berkesinambungan untuk membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pungutan cukai merupakan salah satu komponen penerimaan negara yang memiliki ciri khusus dan berbeda dengan pungutan pajak lainnya. Ciri khusus yang dimaksud

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERTEMBAKAUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tembakau merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 3. Teori Justifikasi, Syarat dan Asas-Asas Pajak

Kegiatan Belajar 3. Teori Justifikasi, Syarat dan Asas-Asas Pajak Kegiatan Belajar 3 Teori Justifikasi, Syarat dan Asas-Asas Pajak 1. Teori Justifikasi, Syarat dan Asas-Asas Pajak a. Teori Justifikasi Mengapa fiskus suatu negara berhak memungut pajak dari penduduknya?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya

BAB I PENDAHULUAN. yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya pajak selain dari pada harga pokoknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada era globalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan.

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan. Penerimaan Negara yang terdiri atas penerimaan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN DEFINISI PAJAK Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kelangsungan hidup suatu negara merupakan kelangsungan bagi masyarakatnya. Untuk memenuhi kelangsungan hidup suatu negara diperlukan dana untuk membiayainya. Dana

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia. Masalah pajak merupakan masalah negara dan

Lebih terperinci