ANALISIS TENTANG KESADARAN BERAGAMA PADA MASA PUBERTAS TINJAUAN PSIKOLOGI AGAMA DAN ANALISIS TENTANG FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS TENTANG KESADARAN BERAGAMA PADA MASA PUBERTAS TINJAUAN PSIKOLOGI AGAMA DAN ANALISIS TENTANG FAKTOR YANG MEMPENGARUHI"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS TENTANG KESADARAN BERAGAMA PADA MASA PUBERTAS TINJAUAN PSIKOLOGI AGAMA DAN ANALISIS TENTANG FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESADARAN BERAGAMA PADA MASA PUBERTAS A. ANALISIS TENTANG KESADARAN BERAGAMA PADA MASA PUBERTAS TINJAUAN PSIKOLOGI AGAMA Bahwa keadaan jiwa pada masa pubertas berada dalam masa transisi dari masa anak-anak menuju kedewasaan, maka kesadaran beragama pada masa pubertas juga berada pada masa peralihan dari kehidupan beragama masa anak-anak menuju kehidupan beragama yang lebih mantap. Perkembangan jiwa pebertas ditandai dengan keadaan jiwanya yang masih labil dan mengalami kegoncangan jiwa, daya berpikir yang abstrak, logik dan kritis mulai menunjukkan tanda-tanda perkembangan. Selain itu, keadaan emosinya semakin berkembang, motivasinya bersifat otonom dan tidak hanya dikendalikan oleh dorongan biologis semata, tapi sudah dikendalikan oleh aspek-aspek yang lain (misalnya aspek psikologis dan sosio-kultural) yang juga ikut mendorong motivasinya. Dari timbulnya perkembangan jiwa yang dialami masa pubertas tersebut, mengakibatkan keadaan kehidupan beragama pada masa pubertas mudah goyah dan mulai timbulnya keraguan dalam keimanan, kebimbangan dan konflik batin. Tapi di sisi lain, kesadaran beragama pada masa pubertas mulai menunjukkan penghayatan yang mendalam, ini terlihat dalam hubungannya dengan Tuhan sudah adanya kesadaran dari dirinya, 1 karena seseorang melakukan perilaku beragama semata-mata didorong oleh keinginan untuk menghindari keadaan bahaya yang akan menimpa dirinya dan akan memberi 1 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama (Kepribadian Muslim Pancasila), (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995), cet. III, hlm. 43

2 rasa aman bagi diri sendiri. 2 Sehingga kesadaran beragama bagi pubertas merupakan salah satu kebutuhannya sebagai makhluk yang dijuluki homo religious (makhluk beragama) untuk mengabdi kepada Tuhan yang harus dipenuhinya. Sehubungan dengan hal tersebut, di bawah ini akan dijelaskan mengenai ciri dan sikap kesadaran beragama yang dialami seseorang pada masa remaja termasuk masa pubertas, yaitu: 3 1. Adanya pengalaman ke-tuhanan yang semakin bersifat individual Salah satu ciri masa pubertas ditunjukkan dengan semakin mulai mengenal dirinya, merekapun mengenal dirinya bukan hanya dalam bentuk jasmaniyah saja, tapi sudah lebih meluas dalam kehidupan psikologis rohaniyah yang berupa pribadi yang utuh, sehingga mengakibatkan sikap yang kritis terhadap dirinya dan segala sesuatu yang menjadi milik dirinya. Dimana segala pikiran, perasaan, keinginan dan kebutuhan psikologis lainnya adalah milik pribadinya. Dari penemuan diri pribadinya tersebut, masa pubertas mengalami masa kesendirian dan terpisah dari pribadi yang lain. Inilah yang mengakibatkan masa pubertas memerlukan bimbingan, perlindungan, dorongan dan petunjuk yang membangkitkan kepribadiannya untuk bisa berkembang. Dalam pencariannya, masa pubertas bisa saja menemukan pandangan, ide dan falsafah hidup yang justru bertentangan dengan keimanan yang telah menjadi bagian dari pribadinya, sehingga mengakibatkan kebimbangan, kegelisahan, konflik batin dan penderitaan bagi dirinya sendiri. Dalam keadaan labil, tentunya masa pubertas mencari ketentraman jiwa dan pegangan hidup yang abadi guna menepis segala kebimbangan, kegelisahan dan konflik batin yang mereka alami. Dari penghayatan dan sikap kritisnya yang dilakukan, akhirnya pubertas menemukan pelindung 2 Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami (Solisi Islam Atas Problemproblem Psikologi), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), cet. I, hlm Abdul Aziz Ahyadi, op. cit., hlm. 44.

3 dan pegangan hidup yang dibutuhkannya, yaitu dalam bentuk keimanan dan mengabdi kepada Tuhan. 2. Keimanannya semakin menuju realitas yang sebenarnya Kehidupan beragama pada masa pubertas bukan hanya memiliki pemikiran secara kongkret, namun kemampuan berfikirnya sudah mulai berkembang ke arah yang abstrak. Mereka sudah mampu menemukan. memahami dan menerima ajaran agama yang berhubungan dengan masalah yang gaib dan bersifat rohaniyah dengan kesadaran, seperti: mereka sudah bisa memahami dan meyakini adanya kehidupan setelah dunia (alam kubur, hari kiamat dan akhirat), meyakini adanya makhluk gaib (malaikat, jin dan setan), adanya surga dan neraka, dzatnya Allah dan sebagainya. Hal tersebut menimbulkan kehidupan beragama pada masa pubertas mempunyai pandangan yang lebih luas dan kritis, sehingga pandangan hidupnya semakin bersifat otonom. 3. Pelaksanaan peribadatan mulai disertai dengan penghayatan yang tulus Peribadatan bisa diartikan sebagai sikap dan tingkah laku keagamaan yang merupakan efek dari adanya penghayatan ke-tuhanan dan keimanan. Sehingga peribadatan merupakan realisasi dari penghayatan dan keimanan seseorang (pubertas) yang ditampakkan dalam pelaksanaan ajaran agama yang terkandung di dalamnya. Masa pubertas sering kali mengalami kegoncangan jiwa dalam kehidupan beragama, ini lebih disebabkan karena sikap kritis yang mereka miliki. Namun kegoncangan jiwa tersebut justru akan membawanya untuk menemukan jati diri yang sebenarnya dan pegangan hidup, yaitu: berupa penghayatan atas keimanan terhadap Tuhan yang mantap demi ketentraman jiwanya. Untuk merealisasikan keimanan yang telah merasuk ke dalam jiwanya, mereka akan terdorong untuk melaksanakan peribadatan dan

4 ajaran-ajaran agama yang disertai dengan hati nurani yang tulus. Semua itu dilakukan untuk mencapai makna dan tujuan hidup yang sebenarnya. Dengan demikian, kecenderungan beragama pada masa pubertas telah dimiliki sejak mereka lahir karena ini merupakan fitrah yang dibawanya, walaupun jiwa keagamaan pubertas penuh dengan kebimbangan, kegoncangan dan konflik batin akibat dari pertumbuhan dan perkembangan yang dialaminya. Sehingga dari kegoncangan jiwa tersebut, pubertas menemukan jati dirinya melalui kesadaran beragama yang ditujukkan dengan keimanan yang benar, penghayatan nilai-nilai agama dan pelaksanaan peribadatan dengan tulus. B. ANALISIS TENTANG FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESADARAN BERAGAMA PADA MASA PUBERTAS 1. ANALISIS TENTANG FAKTOR PEMBAWAAN DALAM MEMPENGARUHI KESADARAN BERAGAMA PADA MASA PUBERTAS Bahwa setiap orang termasuk masa pubertas memiliki sifat yang disebut sebagai homo religious atau homo divinans (makhluk beragama), maka seseorangpun mempunyai bakat-bakat dan potensi untuk beragama dan mengabdi kepada Tuhan. Dengan kata lain, seseorang telah membawa fitrah untuk beragama atau mempunyai instink yaitu: kecenderungan ke arah beragama. 4 religius Mengenai potensi dan bakat yang telah dimiliki seseorang sejak lahir, sebagaimana pendapat M. Arifin, dan M. thalib: Bahwa melatih anak-anak adalah suatu hal yang sangat penting sekali, karena anak sebagai amanat bagi orang tua. Hati anak suci bagaikan mutiara cemerlang, bersih dari ukiran serta gambaran, ia dapat menerima segala yang diukirkan atasnya, dan apabila dibiasakan ke arah kebaikan 4 M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1991), cet. II., hlm. 35.

5 jadilah ia baik. Tapi sebaliknya, jika dibiasakan ke arah kejelekan jadilah ia jelek. 5 30, yaitu: Sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT dalam surat Ar-rum ayat!"#$% #2./)01&'(#)$ *)!+,- Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mau mengetahui. (Q.S. Ar-rum ayat 30). 6 Dari kandungan ayat di atas dapat dijelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan kita untuk menghadapkan wajah kepada agama-nya dengan lurus (yaitu harus memurnikan agama Islam) dan diperintah untuk selalu tetap pada fitrah Allah SWT (dasar agama Islam), dimana Allah SWT telah menciptakan manusia dengan dasar agama Islam tersebut. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah SWT yaitu Allah telah menciptakan manusia yang telah ditetapkan-nya (dengan atas dasar agama Islam). Jadi barang siapa yang musrik berarti mereka telah merubah apa yang menjadi ketetapan atau fitrah Allah SWT, dengan kata lain mereka telah keluar dari agama yang lurus (yaitu agama Tauhid atau agama yang mengesakan adanya Allah SWT). Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (yaitu mengesakan adanya Allah SWT). 7 Dari pendapat M. Thalib dan surat Ar-rum ayat 30 dapat diberi pengertian, bahwa fitrah di sini diartikan sebagai kemampuan dasar yang suci yang dimiliki seseorang sejak lahir, yaitu: kecenderungannya untuk 5 M. Thalib, Analisa Wanita dalam Bimbingan Islam, (Surabaya: Al-ikhlas, 1996), cet. I, hlm Soenarjo, dkk, Al-qur an Dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hlm Bisri Musthafa, Al-ibrizi (Ilmu Tafsir Al-qur an Al-aziz), (Kudus: Penerbit Menara Kudus, tt), Juz 11, hlm

6 beragama atau mempercayai adanya Tuhan. Sedangkan fitrah ini akan berkembang tergantung pada proses pendidikan, terutama pendidikan ini dimulai dari keluarga oleh kedua orang tua, yang dilanjutkan pada pendidikan di sekolah dan pendidikan di masyarakat. Dengan demikian bahwa pubertas telah membawa fitrah kecenderungan beragama sejak lahir, sehingga potensi-potensi untuk sadar dalam beragama telah ada. Namun potensi-potensi tersebut dapat berkembang dengan baik ini tergantung pada proses pembinaan, baik pembinaan dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. 2. ANALISIS TENTANG FAKTOR LINGKUNGAN DALAM MEMPENGARUHI KESADARAN BERAGAMA PADA MASA PUBERTAS a. Faktor Keluarga Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi seseorang, sedangkan kedudukan orang tua (bapak dan ibu) adalah sebagai pendidik yang mempunyai tanggung jawab yang bersifat ganda, yaitu: tanggung jawab yang bersifat kodrati dan tanggung jawab yang bersifat keagamaan. 8 Tanggung jawab yang bersifat kodrati, karena orang tualah yang melahirkan anak, sehingga secara naluriyah mereka bertanggung jawab untuk memelihara, memberi perlindungan, mengawasi dan mengarahkan anaknya dengan rasa kasih sayang. Sedangkan tanggung jawab yang bersifat keagamaan, yaitu: orang tua bertanggung jawab untuk mendidik dan membina anaknya dalam hal agama, 9 misalnya: pendidikan tentang keimanan, pengetahuan dan pemahaman nilai-nilai agama sampai pada pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana perintah Allah SWT dalam surat At-tahrim ayat 6, yaitu: 8 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), cet. III, hlm Muhaimin, Problematika Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Kalam Mulia, 1989), hlm. 106.

7 Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (Q.S. At-tahrim ayat 6). 10 Dari ayat /) <= berarti wahai orang-orang yang membenarkan adanya Allah dan rasulnya 89 $)(:# $)(;)9/)% hendaknya sebagian yang satu dapat menjelaskan kepada sebagian yang lain tentang keharusan menjaga diri dari api neraka dan menolaknya, karena yang demikian itu merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan mengikuti perintahnya, dan juga mengajarkan kepada keluarganya tentang perbuatan ketaatan yang dapat memelihara dirinya dengan cara memberikan nasihat dan pendidikan. Jelasnya ayat tersebut berisi perintah atau kewajiban terhadap keluarga agar mendidik hukum-hukum agama kepada mereka. Hal yang demikian sejalan dengan hadis yang menyatakan bahwa Allah memberikan kasih sayang kepada seseorang yang mengatakan bahwa sembahyangnya, puasanya, zakatnya, ibadah hajinya, mengasuh anak yatimnya dan tetangganya, mudah-mudahan semua itu dapat menunjukkan mereka ke surga pada hari kiamat. Buatlah sesuatu yang dapat menjadi penghalang datangnya siksaan api neraka dengan cara menjauhkan diri perbuatan maksiat, memperkuat diri agar tidak mengikuti hawa nafsu, dan senantiasa taat menjalankan perintah Allah SWT. Jagalah keluargamu (yang terdiri dari isteri, anak, pembantu, budak dan saudara-saudara yang lain) dengan cara memberikan bimbingan, nasehat dan pendidikan kepada mereka. 11 Peran yang diberikan oleh lingkungan keluarga berupa pendidikan agama merupakan dasar bagi pembentukan jiwa 10 Soenarjo, dkk, op. cit., hlm Abbudin Nara, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir Al-ayat Al-tarbawiy), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet. 1, hal

8 keagamaan masa pubertas, maka pendidikan agama dan penanaman nilai-nilai keagamaan untuk menumbuhkan kesadaran beragama harus diperhatikan secara penuh oleh orang tua. Karena semakin bertambahnya pengetahuan-pengetahuan dan pengalaman-pengalaman agama, mereka akan terdorong untuk menghayati nilai-nilai agama dan selanjutnya mengamalkannya dalam bentuk pelaksanaan ajaran-ajaran agama yang didasari dengan keimanan yang mantap. Untuk menumbuh-kembangkan kesadaran beragama pada masa pubertas, penulis memberi 4 tahapan yang harus dilakukan oleh orang tua dalam keluarga, yaitu: 1). Menciptakan hubungan yang baik dengan anak (pubertas) Bahwa keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan seseorang, dimana keluarga sebagai tempat untuk belajar dan tempat untuk menyatakan diri sebagai makhluk sosial di dalam berinteraksi dengan kelompoknya. 12 Sehingga hubungan yang baik antara orang tua dan anak harus dibina sejak dini, jangan sampai orang tua bertentangan dengan anak, karena hal ini akan mengakibatkan sikap memberontak bagi anak dan selanjutnya akan lari ke perilaku yang melanggar norma dan ajaran agama. Dari hubungan yang baik antar anggota keluarga dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi sosial dalam keluarga, bukan hanya menetukan pribadi dan kesadaran beragama pubertas di dalam keluarga saja, namun juga akan menentukan kepribadian dan perilaku dalam sosial di masyarakat terutama perilaku keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila dalam lingkungan keluarga sudah tercipta interaksi sosial yang baik antar anggota kelompok sosialnya, maka perilaku keagamaan pubertas kemungkinan besar akan mengikuti perilaku keagamaan yang diajarkan orang tua. Begitu sebaliknya, apabila interaksi sosial dalam keluarga terputus (tidak berlangsung secara 12 Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: PT. Eresco, 1988), hlm. 180.

9 harmonis), maka orang tua akan sulit menanamkan nilai-nilai agama terhadap pubertas, membentuk kepribadiannya dan kemungkinan besar akan berperilaku memberontak kepada orang tua serta cenderung mencari jalan hidupnya sendiri dan menghindar dari pengawasan orang tua. Demi terwujudnya bimbingan dan pengawasan yang baik dari orang tua dalam pembentukan kepribadian dan perilaku menuju kesadaran beragama pada masa pubertas, maka perlu adanya hubungan yang baik antara orang tua dengan masa yang penuh dengan kegoncangan jiwa tersebut. Jadi tanpa hubungan yang baik antar anggota keluarga, bimbingan ataupun pengawasan akan sulit terwujud. 2). Mengembangkan motivasi dan sikap keberagamaan masa pubertas Motivasi dan potensi beragama yang dimiliki pubertas sejak lahir, tidak bisa berkembang sebagaimana mestinya tanpa adanya pengaruh dari orang lain, terutama dari orang tua. 13 Sehingga dalam lingkungan keluarga peran orang tua untuk mengembangkan motivasi dan potensi tersebut sangat diperlukan, agar potensi beragama dapat berkembang ke arah kehidupan beragama yang benar (agama Islam). Kegoncangan jiwa terhadap keyakinan dan sikap kritis sebagai ciri dan sikap keberagamaan yang dimiliki masa pubertas, menunjukkan masa pubertas memerlukan pembinan ke arah mantapnya keyakinan terhadap Tuhan. Sikapnya yang kritis diajak untuk memahami nilai-nilai agama melalui penghayatan. Terciptanya hubungan yang baik antara orang tua dengan anak, dapat diambil kesempatan untuk memberikan dorongan atau motivasi dan perilaku beragama dengan baik, misalnya: orang tua memberikan pengetahuan-pengetahuan ajaran agama, 13 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), cet. III, hlm. 198.

10 membimbing dan mengarahkan untuk bisa meyakini dan menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama. 3). Pembinaan kebiasaan hidup beragama dalam keluarga Yang dimaksud dengan kebiasaan hidup beragama dalam keluarga adalah penampilan perasaan keagamaan yang disadari berupa pengamalan ajaran-ajaran agama yang dilakukan secara tetap dan terus-menerus dalam hidup sehari-hari di lingkungan kelompok manusia yang terdiri dari bapak, ibu dan anak. 14 Pemenuhan kebutuhan fitriyah seorang anak, hendaknya dilayani dengan memberikan pengarahan yang dapat menunjang perkembangan dirinya dan pembentukan pribadinya (tehadap jiwa dan perilaku keagamaan). Proses ini hendaknya berlangsung secara berkesinambungan antara orang tua dan anak, sehingga orang tua dalam keluarga harus selalu mengarahkan pada adat kebiasaan yang baik terhadap anak. 15 Menurut M. Thalib, bahwa perincian tentang kebiasaan hidup beragama dalam keluarga adalah: a). Mengerjakan shalat (shalat wajib, sunah dan jama ah). b). Mengerjakan ibadah di bulan Ramadhan, antara lain: - Mengerjakan puasa - Mengerjakan shalat terawih - Tadarus c). Menunaikan zakat (zakat fitrah dan mal) d). Ibadah sosial (menyembelih hewan qurban, sedekah, infaq dan lain-lain) e). Mempelajari agama, antara lain: - Membaca Al-qur an - Pengajian agama 14 M. Thalib, op. cit., hlm Aba Firdaus Al-halwani, Melahirkan Anak Saleh (Kajian Psikologi Dan Agama), (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999), cet. III, hlm. 87.

11 f). Pendidikan agama atau bimbingan keagamaan berupa: - Orang tua memberikan pengetahuan/pelajaran agama. - Orang tua membimbing dan membina dalam pelaksanaan ajaran agama. - Orang tua memberi pengawasan terhadap perilaku dan kesadaran beragama. g). Berakhlak baik (jujur, tidak sombong, pemurah, dan lain-lain). h). Adab beragama, antara lain: - Mengucap salam ketika masuk dan keluar rumah. - Membaca do a ketika akan bepergian. - Membaca do a ketika akan makan dan sesudahnya. - Membaca basmalah ketika akan memulai suatu pekerjaan yang baik. - Membaca do a ketika masuk dan keluar kamar mandi. - Membaca do a ketika akan tidur dan bangun tidur. 16 Untuk mencapai keluarga yang mempunyai pribadi muslim, maka seluruh anggota keluarga harus mampu melakukan kebiasaan hidup beragama dalam keluarga, sehingga apa yang telah dilakukannya menjadi ciri kepribadian muslim untuk keluarga tersebut. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan memupuk kebiasaan untuk menumbuh-kembangkan rasa cinta kepada hal-hal yang baik, serta kemauannya untuk merealisasikan dan mempraktekkan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. 4). Orang tua harus menjadi suri tauladan yang baik bagi anak. Ketika orang tua akan membiasakan kehidupan beragama dalam keluarga terhadap anak-anaknya, maka haruslah terlebih dahulu orang tua melaksanakan perbuatan-perbuatan kehidupan beragama, sebelum meraka memerintahkan anak-anaknya untuk 16 M. Thalib, op. cit., hlm. 194.

12 berperilaku agama, karena orang tua dalam keluarga adalah suri tauladan atas perilaku bagi anak-anaknya. Juga disebutkan dalam surat Al-baqarah ayat 44, yaitu: D(./) $)9# $)(;)9./; # E.#))<C 7HH4 G*2./)*1 F Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al-kitab (taurat), maka tidakkah kamu berfikir. (Q.S. Al-baqarah ayat 44). 17 Apabila kamu suruh manusia berbuat kebaikan dan kamu lupakan dirimu sendiri, padahal kamu menbaca kitab, apakah kamu tidak pikirkan?. Teguran keras ini ditujukan kepada Bani Israel, yaitu kepada pemuka-pemuka agama dan pendeta-pendeta mereka. Bukan main keras larangan mereka, yaitu: ini haram, seakan-akan merekalah yang empunya agama itu, padahala diri mereka sendiri dilupakan. Hanya mulut mereka yang keras mempertahankan agama untuk dipakai oleh orang lain, adapun untuk diri sendiri tidaklah dipersoalkan; padahal dia membeca kitab, tetapi intisari dan isi dari kitab itu serta apa maksudnya yang sejati, tidaklah mereka mengetahuinya dan tidaklah mereka pikirkan. 18 Pada dasarnya setiap orang (termasuk masa pubertas) akan mempunyai kecenderungan untuk meniru terhadap seluruh gerak dan perbuatan orang tua, sehingga dari kecenderungan tersebut orang tua harus mengambilnya sebagai indikasi yang positif dalam rangka pembentukan dan perilaku anak. Untuk mewujudkan tercapainya kesadaran beragama bagi anak, maka orang tua harus bisa menjadi figur yang baik atas perilakunya agar anak megikuti dan meniru perilaku keagamaan yang ditampilkannya. 17 Soenarjo, dkk, op. cit., hlm Hamka, Tafsir Al-azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1982), juz. 1, hlm. 190.

13 Jadi, peranan orang tua dalam keluasga dapat mencapai hasil yang baik atas pendidikan dan pembinaan agama terhadap pubertas menuju kesadaran beragama, jika melakukan hal-hal sebagai berikut: 1). Mengusahakan suasana yang baik dalam lingkungan keluarga, suasana yang baik misalnya: terciptanya hubungan yang baik antar anggota keluarga, terciptanya ketentraman, terciptanya rasa kasih sayang dan sebagainya. Hal inilah yang akan membantu proses pendidikan agama yang disampaikan orang tua dan sekaligus melatih dalam kesadarannya beragama. 2). Memberi pemahaman terhadap anggota keluarga untuk belajar berpegang teguh pada hak dan kewajiban masing-masing. Hal ini juga akan membantu anggota keluarga untuk bersikap disiplin dan bertanggung jawab, yang selanjutnya akan membentuk pribadi dan perilaku mereka, khususnya perilaku keagamaan. 3). Mengetahui kebutuhan dan karakter anak. Bahwa dengan memahami kebutuhan dan karakter anak pada masa pubertas baik berkaitan dengan fisik dan psikisnya, maka orang tua harus dapat membimbing dan mengarahkan mereka pada jalan yang benar. 4). Tidak menjadi penghambat atas perkembangan psikis anak, tapi justru memotivasinya untuk mengembangkan bakat-bakat atau potensi yang dimiliki anak seusia pubertas termasuk potensinya dalam beragama yang memang penuh dengan tantangan dan sikap coba-coba. Namun sikap tersebut justru membawanya melatih berkreatif dan kritis terhadap sesuatu yang dihadapi, selagi potensi yang dikembangkannya tersebut tidak terarah kepada hal yang sifatnya negatif. Sehingga orang tua haruslah memberi pengawasan terhadap mereka dan selalu memberi pengarahan ke hal yang sifatnya positif. 5). Membiarkan anak untuk bergaul dengan temannya di luar keluarga. Pergaulan dengan teman sebaya di masyarakat memang suatu kebutuhan pada masa pubertas, karena teman sebaya adalah

14 sebagai pengganti anggota keluarga ketika di masyarakat, namun pergaulan ini harus tetap terawasi oleh orang tua, jangan sampai pergaulan ini lepas kendali dan membawa kepada rusaknya kepribadian pubertas dan berperilaku menyimpang dari ajaran agama. Dengan demikian peran keluarga untuk menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran beragama anak pada masa pubertas sangat penting, terutama peran kedua orang tua dalam mendidik dan mengawasi anak. Sehingga jiwa keagamaan pubertas dapat berkembang dengan baik menuju kematangan kesaadaran beragama. b. Faktor Sekolah Bahwa pendidikan agama di lembaga pendidikan akan memberi peranan terhadap pembentukan jiwa keagamaan dan perilaku keagamaan bagi siswa. Tapi besar kecilnya pengaruh tersebut sangat tergantung pada faktor yang memotivasi siswa untuk memahami nilainilai agama, menghayati sekaligus mengamalkannya. Tujuan pendidikan di sekolah berarti mendidik anak untuk menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, dan merdeka tenaganya. Ini berarti guru tidak hanya sekedar memberikan ilmu pengetahuan dan siswa memahaminya saja, namun diharapkan guru dapat menerapkan cara agar siswa dapat memakai ilmu tersebut sebagai sesuatu yang bermanfaat untuk pemenuhan kebutuhan lahir dan batinnya. 19 Kebutuhan batin termasuk adalah bagaimana siswa dapat memahami, menghayati dan mengamalkan pengetahuan agama yang didapatnya dari sekolah. Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa kepribadian dan perilaku keagamaan siswa, yaitu antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluarga. 20 Dalam hal ini, 19 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm Jalaluddin, op. cit., hlm. 207.

15 guru agama atau tokoh-tokoh agama di lembaga pendidikan mempunyai tugas dan tanggung jawab ganda. Pertama, tanggung jawab untuk mengajar (menyampaikan ilmunya), karena kewajiban guru agama (Islam) sebagai seorang muslim harus saling membantu muslim lainnya dalam menuntut ilmu. Kedua, tanggung jawab untuk mendidik siswa yang disebabkan karena pelimpahan sebagian tanggung jawab orang tua kepada anaknya (karena kenyataan membuktikan bahwa orang tua di rumah tidak mampu dan tidak mempunyai banyak kesempatan untuk mendidik anaknya secara baik). 21 Menurut Jalaludin, bahwa proses perubahan sikap dari sikap tidak menerima ke sikap menerima dapat berlangsung melalui 3 proses perubahan, yaitu: 1). Adanya perhatian Bahwa pendidikan agama yang diberikan oleh guru agama harus dapat menarik perhatian para siswa, maka guru agama harus bisa mengetahui karakteristik siswa, mengetahui tingkat kemampuan siswa serta menciptakan suasana dan hubungan yang baik terhadap siswa. Hal ini akan menunjang terciptanya perhatian siswa terhadap materi pengajaran, yang selanjutnya membantu tercapainya tujuan pendidikan. 2). Adanya pemahaman Para guru agama harus mampu memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang materi yang disampaikannya. Guru agama harus bisa merencanakan materi pengajaran, memilih dan menggunakan metode yang tepat dan memakai media pendidikan yang cocok. Sehingga dapat memungkinkan para siswa untuk bisa memahami terhadap apa yang disampaikannya. Pemahaman ini akan lebih mudah diserap, jika pendidikan agama yang disampaikan dapat dipraktekkan oleh siswa. 21 Muhaimin, op. cit., hlm. 106.

16 3). Adanya penerimaan Penerimaan siswa terhadap materi pendidikan agama yang disampaikan ini sangat tergantung pada hubungan antara materi pengajaran dengan kebutuhan bagi kehidupan siswa. 22 Adanya sikap menerima tersebut juga ditentukan oleh sikap guru agama, antara lain seorang guru agama harus mempunyai keahlian dalam bidang agama dan terutama harus memiliki sifatsifat atau kepribadian yang sejalan dengan ajaran agama. Maka hal ini akan mendukung dan menentukan keberhasilan pendidikan agama di sekolah. Menurut Abdur Rahman An-Nahlawi sebagaimana dikutip oleh Chabib Thoha, bahwa untuk menunjang penerimaan pendidikan agama Islam di sekolah, mereka memberikan metode sebagai berikut: a). Metode hiwar (percakapan) Metode hiwar (dialog) adalah percakapan antara dua pihak atau tanya jawab mengenai suatu topik yang mengarah pada suatu tujuan. Metode ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana penerimaan siswa terhadap materi pelajaran yang disampaikan. b). Metode kisah Metode ini digunakan agar para siswa dapat mengetahui kisah-kisah terdahulu, yang selanjutnya dapat mengambil manfaat sebagai suri tauladan yang baik dalam pengamalan ajaran agama. c). Metode amsal (perumpamaan) Metode ini digunakan untuk memperjelas tentang mater yang disampaikan, dan perumpamaan ini sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan kehidupan siswa dalam sehari-hari. 22 Jalaluddin, op. cit., hlm. 207.

17 d). Metode teladan Para siswa memandang guru sebagai teladan utama bagi mereka, maka merekapun cenderung akan meniru segala tindak-tanduk dan perilaku guru. Sehingga guru memegang peranan penting dalam membentuk sikap dan perilaku siswa untuk berpegang teguh pada ajaran agama, akidah, cara berfikir siswa dan sebagainya. e). Metode pembiasaan diri dan pengalaman Dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa dan perilaku keagamaan siswa, maka metode ini penting untuk diterapkan, sehingga guru agama harus bisa menerapkan kebiasaan hidup beragama di lingkungan sekolah, karena hal ini akan menunjang keberhasilan pendidikan agama dan sebagai hasilnya siswa dapat mengamalkan ajaran agama. f). Metode ibrah dan mauidhah Dengan metode ibrah siswa dapat mengambil pelajaran atau manfaat dari materi pelajaran (misal: tentang kisah-kisah dalam Al-qur an), sehingga siswapun dapat mengetahui akibat baik dan jelek, yang selanjutnya akan menentukan siswa untuk selalu berperilaku baik dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan metode mauidhah berarti memberi nasehat dengan cara menyentuh kalbu. Dengan metode ini siswa merasa terbimbing dan terbina terhadap ajaran agama, sehingga akan mengarahkan siswa untuk selalu berfikir dahulu sebelum bertindak sesuatu, agar apa yang akan dilakukan sesuai dengan ajaran agama. g). Metode targhib dan tarhib Istilah targhib berarti janji terhadap kesenangan, atau dengan kata lain istilah ini berkaitan dengan pahala. Sedangkan tarhib berarti ancaman karena dosa yang dilakukan seseorang, atau berkaitan neraka.

18 Dengan metode ini siswa dapat mengetahui tentang halhal yang baik dan jelek, mana perintah agama yang harus dilakukan dan larangan agama yang harus tinggalkan, sehingga siswa akan terdorong untuk sadar beragama dan selalu berbuat baik. 23 Dengan demikian, pembinaan agama dapat dilakukan dalam proses menghadapi masalah melalui pendekatan agama, sehingga ajaran agama tersebut dapat tercerminkan kepada siswa dalam menghadapi masalah serta menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari siswa untuk diteladaninya. Guru hendaknya berjiwa dan berakhlak agama, sehingga siswa terdorong untuk mencintai agama dan hidup sesuai dengan ajaran agama. Apabila jiwa dan semangat agama tidak tercermin oleh sikap dan tindakan guru di sekolah, maka pendidikan agama yang diberikan guru akan sulit berkembang dalam jiwa anak dan bahkan akan menimbulkan antipatinya terhadap pendidikan agama. 24 Selain itu, guru tidak hanya mendidik dan mengawasi perkembangan perilaku keagamaan siswa ketika di lingkungan sekolah saja, namun guru juga harus memperhatikan perkembangan siswa ketika di luar sekolah (masyarakat), sehingga siswa dapat terawasi dan terhindarkan dari pengaruh yang bertentangan dengan ajaran agama. c. Faktor Masyarakat Lingkungan masyarakat merupakan lapangan pendidikan yang ketiga setelah lingkungan keluarga dan sekolah. Dalam masyarakat juga ikut berperan dalam menciptakan dan meningkatkan kesadaran beragama pada masa pubertas, sehingga lingkungan masyarakat juga 23 Chabib Thoha, dkk, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 1999), hlm Zakiah Daradjat, Membina Nilai-Nilai Moral Di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), cet. III., hlm. 90.

19 ikut bertanggung jawab atas terwujudnya pendidikan dan pengamalan ajaran agama. 25 Terciptanya suasana yang agamis dalam lingkungan masyarakat akan membawa masing-masing anggota masyarakat untuk terlibat di dalamnya, maka akan mendorong anggota masyarakat (pubertas) untuk berperilaku sesuai dengan ketentuan agama dan kesadarannya menjalankan perintah agama. Untuk mendukung terwujudnya kesadaran beragama pada masa pubertas perlu adanya kerja sama yang baik antara orang tua dalam keluarga, para guru di sekolah dan anggota masyarakat yang bersedia membantu dan membina anggota masyarakat lainnya dalam hal pendidikan agama. Hubungan dari ketiga elemen tersebut harus selalu dibina untuk memberikan pendidikan dan pengawasan, sehingga pubertas benar-benar terkontrol dalam perilaku beragamanya. Dalam lingkungan keluarga dan sekolah memang telah terjadi proses pendidikan agama oleh orang tua dan guru, tetapi proses pendidikan tersebut hanya dapat berlangsung dalam kurun waktu tertentu saja dan bersifat sementara ketika di sekolah. Setelah para peserta didik (pubertas) kembali kepada pergaulan di masyarakat, maka proses pendidikan inipun harus dilakukan dalam masyarakat. Ketika pubertas sudah bergabung di masyarakat perlu adanya proses pembinaan kembali yang dilakukan di masyarakat, sehingga fungsi keluarga, masyarakat harus diterapkan secara bersama-sama dalam proses pembinaan kembali terhadap pendidikan agama. Ditinjau dari segi perkembangan sosial, masa pubertas mulai menampakkan hubungannya dengan anggota masyarakat lainnya, terutama yang menonjol adalah pergaulannya dengan teman sebaya atau lawan jenis. Berkaitan dengan proses pembinaan kembali di masyarakat, maka pubertas harus bisa mencari dan memilih teman yang baik, teman yang mampu menjadi pendidik, pembina sekaligus 25 Muhaimin, op. cit., hlm. 107.

20 pengontrol atas dirinya dalam berperilaku keagamaan. Dan bukan teman yang membawa ke pergaulan yang menyesatkan. Sebagaimana At-Thagra i yang ditulis oleh Muhammad As- Suderi dalam buku yang berjudul Bahaya Teman mengtakan yaitu: Musuh yang paling berbahaya adalah orang kepercayaanmu yang paling dekat, maka waspadalah terhadap manusia dan pergauilah mereka dengan hati-hati. 26 Masa pubertas yang juga ditandai dengan mulai berkembangnya hubungan dengan masyarakat khususnya dengan teman sebaya atau lawan jenis harus selalu diperhatikan oleh orang tua, karena pergaulan ini bisa membawa pendewasaan diri dan kesadaran beragama, atau justru membawa pada perilaku amoral dan bertentangan dengan nilainilai agama jika pergaulan tersebut tidak terkontrol. Oleh karena itu, pubertas dalam pergaulan di masyarakat harus bisa memilih teman bergaulnya dengan cermat, khususnya teman sebaya dan teman lawan jenisnya karena merekalah yang memberikan pengaruh dominan atas perkembangan pribadi dan sikapnya. Teman yang bisa membantu dirinya dalam pembinaan dan memberi pengawasan atas dirinya agar tidak terjerumus pada hal-hal yang dilarang agama. Jika pubertas sudah dapat menyadari arti pentingnya teman yang baik dan mewaspadai bahayanya teman yang menyesatkan dirinya, maka proses pembinaan kembali terhadap pubertas di masyarakat akan dapat terwujud, yang tentunya didukung oleh pengawasan dari orang tua. Dengan demikian demi keberhasilan pendidikan dan pengawasan anak pada masa pubertas menuju kesadaran beragama secara maksimal, maka kerja sama antara orang tua, guru dan anggota masyarakat hendaknya dilakukan dan dikembangnkan dengan baik. Sehingga pubertas benar-benar terdidik dan terawasi terhadap perilakunya rtermasuk Perilaku keagamaannya dakam kehidupan sehari-hari. 26 Muhammad As-Suderi, Bahaya Teman, (Jakarta: Gema insani Press, 1997), hlm. ii.

21

BAB V PEMBAHASAN. 1. Perencanaan pembelajaran PAI dalam meningkatkan kesadaran. meningkatkan kesadaran beribadah siswa di ke dua SMP tersebut yaitu

BAB V PEMBAHASAN. 1. Perencanaan pembelajaran PAI dalam meningkatkan kesadaran. meningkatkan kesadaran beribadah siswa di ke dua SMP tersebut yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Temuan Penelitian 1. Perencanaan pembelajaran PAI dalam meningkatkan kesadaran beribadah siswa Perencanaan yang dilakukan guru Pendidikan agama Islam dalam meningkatkan kesadaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bintang, hlm Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, cet-17; Jakarta, PT Bulan

BAB I PENDAHULUAN. Bintang, hlm Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, cet-17; Jakarta, PT Bulan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berbagai fenomena pendidikan dewasa ini, sebagai akibat globalisasi yang kian merambah berbagai dimensi kehidupan, kehadiran Pendidikan Agama khususnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6

BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6 BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6 A. Analisis Terhadap Konsep Pendidikan Keluarga Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan utama dan pertama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN A. Analisis Tujuan Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga Nelayan di Desa Pecakaran Kec. Wonokerto.

Lebih terperinci

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA Pengertian dan manfaat Psikologi Agama Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa memahami perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL 71 BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MODEL PENDEKATAN ISLAMI DALAM PENANGANAN STUDENT DELINQUENCY KELAS VIII SMP N 04 CEPIRING KENDAL Sekolah merupakan institusi yang bertanggung jawab terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada konsep al-nas lebih ditekankan pada statusnya sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia dilihat sebagai makhluk yang memiliki dorongan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Syarif Hidayatullah (STAIN Jember,

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Syarif Hidayatullah (STAIN Jember, BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Terdahulu Dalam melaksanakan penelitian, peneliti tidak mengesampingkan hasil dari penelitian yang lebih dahulu dilakukan oleh peneliti lain. Hal ini dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia. Dengan bimbingan agama, diharapkan manusia mendapatkan pegangan yang pasti untuk menjalankan hidup dan juga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG 77 BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Aspek kehidupan yang harus dan pasti dijalani oleh semua manusia di muka bumi sejak kelahiran, selama masa pertumbuhan dan perkembangannya sampai mencapai kedewasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang binasa. 1 Keluarga merupakan satu elemen terkecil dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang anak ketika pertama kali lahir kedunia dan melihat apa yang ada didalam rumah dan sekelilingnya, tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama merupakan pendidikan yang memperbaiki sikap dan tingkah laku manusia untuk membina budi pekerti luhur seperti kebenaran keikhlasan, kejujuran, keadilan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat dalam rangka melahirkan manusia beriman dan bertaqwa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk pribadi manusia menuju yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian dan analisis skripsi yang berjudul Kesadaran Beragama Pada Masa Pubertas (Tinjauan Psikologi Agama), dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berukut: 1.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia merupakan hal yang sangat mendasar, karena itu nilai ini harus senantiasa ditanamkan sejak dini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amzah, 2010), hlm Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Amzah, 2010), hlm Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal. Bimbingan harus

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Al Huda Bandung Tulungagung Tahun Ajaran siswa di MTs Al Huda Bandung yang ditunjukkan dari t hitung > dari t tabel

BAB V PEMBAHASAN. Al Huda Bandung Tulungagung Tahun Ajaran siswa di MTs Al Huda Bandung yang ditunjukkan dari t hitung > dari t tabel 122 BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Pendidikan dalam Keluarga terhadap Perilaku Siswa di MTs Al Huda Bandung Tulungagung Tahun Ajaran 2015-2016 Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa ada pengaruh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Agama adalah wahyu yang diturunkan Allah untuk manusia. Fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi dan membantu manusia untuk mengenal dan menghayati

Lebih terperinci

DAFTAR TERJEMAH. No Hal Kutipan Bab Terjemah

DAFTAR TERJEMAH. No Hal Kutipan Bab Terjemah DAFTAR TERJEMAH No Hal Kutipan Bab Terjemah 1 1 Q.S. At I tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi Taubah ayat 122 semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim,

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta : Rineka Cipta, 2000), hlm Jalaluddin Rakhmat, Islam Aktual; Refleksi Sosial Seorang Cendekiawan Muslim, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman modern ini pendidikan keluarga merupakan pendidikan informal yang berperan sangat penting membentuk kepribadian peserta didik untuk menunjang pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA-SISWI SD NEGERI SALIT KAJEN PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA-SISWI SD NEGERI SALIT KAJEN PEKALONGAN BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN AKHLAK SISWA-SISWI SD NEGERI SALIT KAJEN PEKALONGAN A. Analisis Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlak Siswa-Siswi SD Negeri Salit Kajen

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT

BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT BAB IV ANALISIS POLA BIMBINGAN AGAMA ISLAM ANAK KARYAWAN PT. PISMATEX DI DESA SAPUGARUT Pada bab ini, peneliti akan menganalisis kegiatan bimbingan agama Islam anak karyawan PT. Pismatex di desa Sapugarut

Lebih terperinci

Hakikat Hidup Sukses: Tafsir QS. Ali Imran 185

Hakikat Hidup Sukses: Tafsir QS. Ali Imran 185 Hakikat Hidup Sukses: Tafsir QS. Ali Imran 185 Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.??????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

2010), hlm. 57. Khayyal, Membangun keluarga Qur ani, (Jakarta : Amzah, 2005), hlm 3. 1 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,

2010), hlm. 57. Khayyal, Membangun keluarga Qur ani, (Jakarta : Amzah, 2005), hlm 3. 1 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan, berkembang menjadi dewasa. Bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hadist di atas menunjukkan bahwa peran keluarga khususnya orang tua sangat penting dalam membentuk karakter

BAB I PENDAHULUAN. Hadist di atas menunjukkan bahwa peran keluarga khususnya orang tua sangat penting dalam membentuk karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi setiap pasangan pengantin yang telah disahkan dalam perkawinan suci yaitu pernikahan, kehadiran seorang bayi mungil tentu dinantikan, sebab merekalah lambang cinta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam menjelaskan bahwa pada hakikatnya penciptaan jin dan manusia untuk menjadi pengabdi kepada pencipta-nya yaitu Allah swt. Dalam hal ini manusia harus senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6.

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pelaksanaannya (Bandung: Citra Umbara, 2010), h. 6. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembinaan akhlak sangat penting ditanamkan sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat, agar menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta : Logos. Wacana Ilmu, 2009), hlm. 140.

BAB I PENDAHULUAN Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Jakarta : Logos. Wacana Ilmu, 2009), hlm. 140. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Proses pembelajaran Akidah Akhlak merupakan pembelajaran yang lebih menekankan penguasaan teori dan praktik, karena mata pelajaran Akidah Akhlak berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panjang. Ini adalah kesempatan yang paling penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. panjang. Ini adalah kesempatan yang paling penting bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesungguhnya usia anak merupakan usia yang paling subur dan panjang. Ini adalah kesempatan yang paling penting bagi seorang pendidik untuk menanamkan pondasi-pondasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Algensindo, 2005, hlm Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung, Sinar Baru

BAB I PENDAHULUAN. Algensindo, 2005, hlm Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung, Sinar Baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya manusia untuk memanusiakan manusia. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain-nya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suroso Abdussalam, Arah & Asas Pendidikan Islam, Sukses Publising, Bekasi Barat, 2011, hlm. 38.

BAB I PENDAHULUAN. Suroso Abdussalam, Arah & Asas Pendidikan Islam, Sukses Publising, Bekasi Barat, 2011, hlm. 38. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan aspek aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Akan tetapi, suatu proses yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG

BAB IV ANALISIS TENTANG UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG BAB IV ANALISIS TENTANG UPAYA GURU PAI DALAM PEMBINAAN MENTAL KEAGAMAAN SISWA SMP N 2 WARUNGASEM BATANG A. Analisis Pembinaan Mental Keagamaan Siswa di SMP N 2 Warungasem Batang Pembinaan mental keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku manusia dalam perspektif Al-Qur an merupakan wujud dari. penyesuaian diri dengan pengalaman hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku manusia dalam perspektif Al-Qur an merupakan wujud dari. penyesuaian diri dengan pengalaman hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku manusia dalam perspektif Al-Qur an merupakan wujud dari kepribadian yang sebenarnya. 1 Perilaku manusia dapat dikatakan sebagai perwujudan dari kepribadiannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena menarik dalam kehidupan masyarakat saat ini adalah maraknya budaya global yang patut diwaspadai. Fenomena tersebut merupakan akibat dari adanya arus globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Seperti: orang kaya membutuhkan orang miskin, orang miskin membutuhkan orang kaya, orang kuat membutuhkan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. yang ada dalam kenyataan sosial yang ada. Berkaitan dengan judul skripsi ini,

BAB V PEMBAHASAN. yang ada dalam kenyataan sosial yang ada. Berkaitan dengan judul skripsi ini, BAB V PEMBAHASAN Pada bab V ini akan membahas dan menghubungkan antara teori dari temuan sebelumnya dengan teori temuan saat penelitian. Menggabungkan antara pola-pola yang ada dalam teori sebelumnya dan

Lebih terperinci

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Prestasi Belajar a. Pengertian prestasi belajar Belajar adalah suatu tingkah laku atau kegiatan dalam rangka mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebaik-baik pakaian adalah pakaian takwa. (Q.S. Al- A raf/7: 26). 2

BAB I PENDAHULUAN. Sebaik-baik pakaian adalah pakaian takwa. (Q.S. Al- A raf/7: 26). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama ibarat pakaian menyamakan agama dengan pakaian tentu tidak selalu tepat meskipun keduanya memiliki kemiripan. Orang bisa melakukannya dengan mudah saja ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi kegiatan amaliah dan diniah penting untuk diterapkan di sekolah sebagai wujud pembiasaan dalam melaksanakan Pendidikan Agama Islam, terlebih untuk anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan satu unsur generasi muda yang menjadi titik tumpu

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan satu unsur generasi muda yang menjadi titik tumpu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan satu unsur generasi muda yang menjadi titik tumpu harapan bangsa dimana nantinya remaja diharapkan dapat meneruskan nilai-nilai perjuangan

Lebih terperinci

Suci Husnaini Konsep Pendidikan Keluarga yang menyebabkan kebobrokkan dalam keluarga dan mengakibatkan maraknya kenakalan di kalangan remaja. Kenakala

Suci Husnaini Konsep Pendidikan Keluarga yang menyebabkan kebobrokkan dalam keluarga dan mengakibatkan maraknya kenakalan di kalangan remaja. Kenakala KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA DALAM ALQURAN (Analisis Metode Tafsir Taḥlīlī mengenai Pendidikan Keluarga dalam Alquran Surat Luqmān: 12-19) Oleh: Suci Husniani Mubaroq Abstrak Pendidikan keluarga yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar sistematis, dilakukan orang-orang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PAI BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH YMI WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PAI BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH YMI WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN 74 BAB IV ANALISIS PERAN GURU PAI BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH YMI WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN A. Analisis Karakter Siswa di Madrasah Tsanawiyah YMI Wonopringgo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV PERANAN MAJELIS TAKLIM AL-HAQ WAL HAŻ DALAM MEMBINA MORAL REMAJA PONCOL

BAB IV PERANAN MAJELIS TAKLIM AL-HAQ WAL HAŻ DALAM MEMBINA MORAL REMAJA PONCOL BAB IV PERANAN MAJELIS TAKLIM AL-HAQ WAL HAŻ DALAM MEMBINA MORAL REMAJA PONCOL Setelah diperoleh data yang dibutuhkan, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa semua data untuk menjawab pertanyaan yang

Lebih terperinci

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peran dan fungsi ganda, pertama peran dan fungsinya sebagai instrumen penyiapan generasi bangsa yang berkualitas, kedua, peran serta fungsi sebagai

Lebih terperinci

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid c 1 Ramadan d 16 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang

Lebih terperinci

TALIM MADANI #12 IMAN KEPADA ALLAH (PERBEDAAN MALAIKAT DAN MANUSIA)

TALIM MADANI #12 IMAN KEPADA ALLAH (PERBEDAAN MALAIKAT DAN MANUSIA) TALIM MADANI #12 IMAN KEPADA ALLAH (PERBEDAAN MALAIKAT DAN MANUSIA) KAJIAN DALIL (AL-Qur an & Hadits) 30. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang

Lebih terperinci

Oleh: Drs. Abas Asyafah, M.Pd.

Oleh: Drs. Abas Asyafah, M.Pd. Oleh: Drs. Abas Asyafah, M.Pd. TUJUAN PEMPELAJARAN Tujuan Umum: Agar keimanan dan ketakwaan mahasiswa semakin meningkat dan kokoh serta dapat menghayati dan mengaplikasikannya dalam kehidupan. Tujuan Khusus:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. social sebagai pedoman hidup. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. social sebagai pedoman hidup. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sepanjang perjalanan hidup manusia tidak akan terlepas dari apa yang disebut pendidikan dan sebuah proses belajar. Pendidikan pada dasarnya adalah sebuah objek

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL NAK, MAAFKAN IBU TAK MAMPU MENYEKOLAHKANMU KARYA WIWID PRASETYO

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL NAK, MAAFKAN IBU TAK MAMPU MENYEKOLAHKANMU KARYA WIWID PRASETYO 75 BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL NAK, MAAFKAN IBU TAK MAMPU MENYEKOLAHKANMU KARYA WIWID PRASETYO Setelah dilakukan penelitian dan pengkajian adapun kandungan dalam novel Nak,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMBIASAAN BERIBADAH SHOLAT BERJAMA AH DALAM MEMBINA PERILAKU KEAGAMAAN SISWA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PEMBIASAAN BERIBADAH SHOLAT BERJAMA AH DALAM MEMBINA PERILAKU KEAGAMAAN SISWA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PEMBIASAAN BERIBADAH SHOLAT BERJAMA AH DALAM MEMBINA PERILAKU KEAGAMAAN SISWA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 PEKALONGAN Analisis hasil dari penelitian ini didapat dari data bab II dan III

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional begitu cepat dan dekat. Sekat-sekat geografis menjadi lebih cair.

BAB I PENDAHULUAN. internasional begitu cepat dan dekat. Sekat-sekat geografis menjadi lebih cair. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang berlangsung pada saat ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku remaja zaman sekarang. Perubahan yang sangat cepat dirasakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DALAM MENINGKATKAN MORAL KLIEN ANAK DI BALAI PEMASYARAKATAN KLAS I SEMARANG A.

BAB IV ANALISIS PERANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DALAM MENINGKATKAN MORAL KLIEN ANAK DI BALAI PEMASYARAKATAN KLAS I SEMARANG A. 56 BAB IV ANALISIS PERANAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM DALAM MENINGKATKAN MORAL KLIEN ANAK DI BALAI PEMASYARAKATAN KLAS I SEMARANG A. Analisis Moral Klien Anak di Balai Pemasyarakatan Klas I Semarang

Lebih terperinci

Kedudukan Tauhid Bagi Seorang Muslim

Kedudukan Tauhid Bagi Seorang Muslim Kedudukan Tauhid Bagi Seorang Muslim Khutbah Pertama:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.???????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ibu dan anak. Dalam suatu keluarga, arus kehidupan ditentukan oleh orang

BAB I PENDAHULUAN. ibu dan anak. Dalam suatu keluarga, arus kehidupan ditentukan oleh orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah ibu dan anak. Dalam suatu keluarga, arus kehidupan ditentukan oleh orang tua. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. cukup, yakni pada rata-rata interval 31,13%. Hal tersebut disebabkan. untuk mengikuti dan melaksanakan kegiatan kegiatan keagamaan

BAB V PEMBAHASAN. cukup, yakni pada rata-rata interval 31,13%. Hal tersebut disebabkan. untuk mengikuti dan melaksanakan kegiatan kegiatan keagamaan BAB V PEMBAHASAN A. Kegiatan Keagamaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan keagamaan di lingkungan madrasah dalam kategori cukup, yakni pada rata-rata interval 31,13%.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Budi pekerti adalah perilaku nyata dalam kehidupan manusia. Pendidikan budi pekerti adalah penanaman nilai-nilai baik dan luhur kepada jiwa manusia, sehingga

Lebih terperinci

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi) Muhammad SAW adalah seorang nabi terakhir yang diutus ke bumi oleh Allah SWT. Sebagai seorang nabi dan rasul, nabi Muhamad SAW membawakan sebuah risalah kebenaran yaitu sebuah agama tauhid yang mengesakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berwawasan, hal ini tentu dilatarbelakangi oleh mutu Pendidikan. yang terus berkembang sesuai tuntutan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berwawasan, hal ini tentu dilatarbelakangi oleh mutu Pendidikan. yang terus berkembang sesuai tuntutan zaman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan yang begitu cepat telah melahirkan manusia yang berwawasan, hal ini tentu dilatarbelakangi oleh mutu Pendidikan yang terus berkembang sesuai

Lebih terperinci

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab

MATAN. Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab MATAN Karya Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab C MATAN AS-SITTATUL USHUL Z. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Termasuk perkara yang sangat menakjubkan dan tanda yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas, dan tidak mau mendayagunakan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2014), hlm Imam Musbikin, Mutiara Al-Qur an, (Yogyakarta: Jaya Star Nine,

BAB I PENDAHULUAN. 2014), hlm Imam Musbikin, Mutiara Al-Qur an, (Yogyakarta: Jaya Star Nine, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an adalah kalam Allah yang bersifat mu jizat, diturunkan kepada penutup para Nabi dan Rasul dengan perantaraan malaikat Jibril, diriwayatkan kepada kita

Lebih terperinci

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

Di antaranya pemahaman tersebut adalah: MENYOAL PEMAHAMAN ATAS KONSEP RAHMATAN LI AL- ÂLAMÎN Kata Rahmatan li al- Âlamîn memang ada dalam al-quran. Namun permasalahan akan muncul ketika orang-orang menafsirkan makna Rahmatan li al- Âlamîn secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Ia dan alam semesta terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Ia dan alam semesta terjadi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Ia dan alam semesta terjadi bukan karena sendirinya, tetapi ciptaan Allah SWT. Allah menciptakan manusia untuk mengabdi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara filosofis, ibadah dalam Islam tidak semata-mata bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Secara filosofis, ibadah dalam Islam tidak semata-mata bertujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara filosofis, ibadah dalam Islam tidak semata-mata bertujuan untuk menyembah Allah. Sebab, disembah maupun tidak disembah Allah tetaplah Allah. Esensi

Lebih terperinci

Kelompok Azizatul Mar ati ( ) 2. Nur Ihsani Rahmawati ( ) 3. Nurul Fitria Febrianti ( )

Kelompok Azizatul Mar ati ( ) 2. Nur Ihsani Rahmawati ( ) 3. Nurul Fitria Febrianti ( ) Kelompok 5 1. Azizatul Mar ati (14144600200) 2. Nur Ihsani Rahmawati (14144600186) 3. Nurul Fitria Febrianti (14144600175) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Hakikat Manusia Menurut Islam

Hakikat Manusia Menurut Islam Hakikat Manusia Menurut Islam Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah SWt yang memiliki peranan penting dalam kehidupan di muka bumi. Manusia juga dipandang sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI REMAJA TERHADAP URGENSI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA DI DESA PEGUNDAN KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG

BAB IV ANALISIS PERSEPSI REMAJA TERHADAP URGENSI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA DI DESA PEGUNDAN KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG BAB IV ANALISIS PERSEPSI REMAJA TERHADAP URGENSI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA DI DESA PEGUNDAN KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG Pada bab ini akan dibahas analisis dari hasil penelitian bab sebelumnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama merupakan segi pendidikan yang utama yang mendasari semua segi pendidikan lainnya. Betapa pentingnya pendidikan agama itu bagi setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dalam Perspektif Islam adalah amanah dari Allah SWT. Semua orang tua berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya agar menjadi anak yang soleh, berilmu dan

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA

BAB III PENYAJIAN DATA 47 BAB III PENYAJIAN DATA Upaya Pembimbing Dalam Mengatasi Perilaku Menyimpang Pada Anak Asuh Dipanti Asuhan Ar-Rahim Kota Pekanbaru. Sesuai dengan judul skripsi yang diajukan dalam Bab ini, penulis akan

Lebih terperinci

Kedudukan Tauhid Dalam Kehidupan Seorang Muslim

Kedudukan Tauhid Dalam Kehidupan Seorang Muslim Kedudukan Tauhid Dalam Kehidupan Seorang Muslim Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.???????????????????????????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN 1. Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Religiusitas Siswa hal Akidah Berdasarkan hasil wawancara narasumber, bahwa nilai aqidah sudah tertanam pada diri

Lebih terperinci

Irfani ISSN E ISSN Volume 11 Nomor 1Juni 2015 Halaman

Irfani ISSN E ISSN Volume 11 Nomor 1Juni 2015 Halaman Irfani ISSN 1907-0969 E ISSN 2442-8272 Volume 11 Nomor 1Juni 2015 Halaman 108-115 URGENSI PENDIDIKAN AGAMA LUAR SEKOLAH TERHADAP PEMBENTUKAN AKHLAK DALAM RUMAH TANGGA Munirah Institut Agama Islam Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Islam berisi seperangkat ajaran tentang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang universal dan berlaku untuk semua umat manusia dan semua zaman. Nilai-nilai dan aturan yang terkandung dalam ajaran Islam dijadikan pedoman

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN. yang diperoleh dari hasil wawancara (interview), observasi dan data

BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN. yang diperoleh dari hasil wawancara (interview), observasi dan data BAB V PEMBAHASAN PENELITIAN Setelah penelitian mengumpulkan data dari hasil penelitian, yang diperoleh dari hasil wawancara (interview), observasi dan data dokumentasi maka selanjutnya peneliti akan melakukan

Lebih terperinci

DAFTAR TERJEMAH No Halaman BAB Terjemah

DAFTAR TERJEMAH No Halaman BAB Terjemah DAFTAR TERJEMAH No Halaman BAB Terjemah 1 4 I Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAMPAK PERILAKU PERANTAU TERHADAP MORALITAS REMAJA DESA KANDANGSERANG PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS DAMPAK PERILAKU PERANTAU TERHADAP MORALITAS REMAJA DESA KANDANGSERANG PEKALONGAN BAB IV ANALISIS DAMPAK PERILAKU PERANTAU TERHADAP MORALITAS REMAJA DESA KANDANGSERANG PEKALONGAN A. Analisis Moralitas Remaja Desa Kandangserang Pekalongan Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada

Lebih terperinci

SUMBER AJARAN ISLAM. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK H. U. ADIL, SS., SHI., MH. Modul ke: Fakultas ILMU KOMPUTER

SUMBER AJARAN ISLAM. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK H. U. ADIL, SS., SHI., MH. Modul ke: Fakultas ILMU KOMPUTER Modul ke: SUMBER AJARAN ISLAM Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK Fakultas ILMU KOMPUTER H. U. ADIL, SS., SHI., MH. Program Studi SISTEM INFORMASI www.mercubuana.ac.id Umat Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami goncangan jiwa (tingkat menengah). 2

BAB I PENDAHULUAN. mengalami goncangan jiwa (tingkat menengah). 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dosen merupakan faktor yang sangat dominan dan penting dalam pendidikan formal karena bagi mahasiswa dosen sering kali dijadikan tokoh teladan, bahkan menjadi tokoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah banyak pernyataan yang dikemukakan bahwa Indonesia sekarang krisis keteladanan. Krisis keteladanan maksudnya tidak ada lagi tokoh yang pantas menjadi idola,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Abdurrahmabn Mas ud.et.al, Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Abdurrahmabn Mas ud.et.al, Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses yang berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan potensi pada diri seseorang yang meliputi tiga aspek kehidupan, yaitu pandangan hidup

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Prestasi Belajar Aqidah Akhlak di MTsN Kunir dan MTsN Langkapan Blitar. b)

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Prestasi Belajar Aqidah Akhlak di MTsN Kunir dan MTsN Langkapan Blitar. b) 156 BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini diuraikan tentang: a) Pengaruh Kedisiplinan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Aqidah Akhlak di MTsN Kunir dan MTsN Langkapan Blitar. b) Pengaruh Perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. satu dari komponen tersebut maka tidaklah akan terjadi proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. satu dari komponen tersebut maka tidaklah akan terjadi proses pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk pembinaan dan pengembangan diri manusia untuk mencapai tujuan yang diharapkan, baik oleh pendidik maupun peserta didik, oleh karena

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PAI DALAM PEMBINAAN MORAL PESERTA DIDIK DI SD NEGERI JETAKLENGKONG KECAMATAN WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PAI DALAM PEMBINAAN MORAL PESERTA DIDIK DI SD NEGERI JETAKLENGKONG KECAMATAN WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PERAN GURU PAI DALAM PEMBINAAN MORAL PESERTA DIDIK DI SD NEGERI JETAKLENGKONG KECAMATAN WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan analisis

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN-SARAN DAN PENUTUP. 1. Pendapat Para Mufassir tentang Q.S. Al-Mu minun Ayat 1-9

BAB V KESIMPULAN, SARAN-SARAN DAN PENUTUP. 1. Pendapat Para Mufassir tentang Q.S. Al-Mu minun Ayat 1-9 BAB V KESIMPULAN, SARAN-SARAN DAN PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pendapat Para Mufassir tentang Q.S. Al-Mu minun Ayat 1-9 Allah akan memberikan keberuntungan kepada orang mukmin karena mereka memiliki sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebab pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok

BAB I PENDAHULUAN. sebab pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi kehidupan manusia memiliki arti penting dari sejak zaman daulu hinga kini, keberadaannya telah mempengaruhi perkembangan kelangsungan hidup manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian dan Penegasan Judul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian dan Penegasan Judul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dan Penegasan Judul Kedudukan agama dalam kehidupan masyarakat maupun kehidupan pribadi sebagai makhluk Tuhan merupakan unsur yang terpenting, yang

Lebih terperinci

Menerima dan Mengamalkan Kebenaran

Menerima dan Mengamalkan Kebenaran Menerima dan Mengamalkan Kebenaran Khutbah Jumat ini memberikan nasihat bagi kita untuk senantiasa menerima kebenaran yang sampai kepada kita, serta berusaha mengamalkannya. Dan di antara jalan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama merupakan salah satu bidang studi yang. dimasukkan dalam setiap kurikulum formal dan tingkat dasar hingga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama merupakan salah satu bidang studi yang. dimasukkan dalam setiap kurikulum formal dan tingkat dasar hingga BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pendidikan agama merupakan salah satu bidang studi yang dimasukkan dalam setiap kurikulum formal dan tingkat dasar hingga perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Ismail SM. Et. All. Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001),

BAB I PENDAHULUAN. hlm Ismail SM. Et. All. Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya manusia adalah makhluk yang dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, namun dengan demikian ia telah mempunyai potensi bawaan yang bersifat

Lebih terperinci

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

A. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA - 1217 - A. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT Rineka Cipta, 2000), hlm S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Bumi

BAB I PENDAHULUAN. PT Rineka Cipta, 2000), hlm S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Bumi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah memandang bahwa guru merupakan media yang sangat penting, artinya dalam kerangka pembinaan dan pengembangan bangsa. Guru mengemban tugas-tugas sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus.

BAB I PENDAHULUAN. dikenang sepanjang masa, sejarah akan menulis dikemudian hari. Di sekolahsekolah. pelajaran umum maupun mata pelajaran khusus. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rajin pangkal pandai, itulah pepatah yang sering kita dengarkan dahulu sewaktu kita masih duduk di bangku Sekolah Dasar, agar kita mempunyai semangat untuk belajar,

Lebih terperinci

Pendahuluan. Dedi Mahardi 1

Pendahuluan. Dedi Mahardi 1 1 Pendahuluan Kecewa adalah suasana hati ketika sesuatu yang diinginkan atau sesuatu diharapkan belum terwujud atau bisa juga karena sesuatu yang dimiliki kemudian hilang. Kenapa seseorang bisa kecewa?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2015, hlm Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. 2015, hlm Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang sekaligus membedakan manusia dengan hewan. Hewan juga belajar tetapi lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci