BAB I PENDAHULUAN. dua pihak atau lebih. Tipe interaksi ini telah berlangsung sejak munculnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dua pihak atau lebih. Tipe interaksi ini telah berlangsung sejak munculnya"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peperangan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir yang menimpa beberapa negara di Dunia, banyak menimbulkan beberapa kerugian, antara lain kerugian fisik dan mental. Perang merupakan tingkat tertinggi dari konflik antara dua pihak atau lebih. Tipe interaksi ini telah berlangsung sejak munculnya peradaban manusia hingga sekarang. Sejak zaman kuno telah ditemukan buktibukti mengenai interaksi ini. Bab ke empat dari kitab injil menyebutkan tentang pembunuhan manusia pertama. Bahkan, dalam epik Hindu Klasik, The Bhagavad Gita dengan luas menggambarkan tentang kepahlawanan, penguasa-penguasa tangguh dan hebohnya perang antara dua pasukan yang bermusuhan. Jika perang sudah menjadi takdir manusia, maka beberapa ilmuan mencoba mencari penjelasan logis atas situasi ini yang dihubungkan dengan sifatsifat bawaan manusia sejak lahir. Salah satu studi yang dilakukan oleh pakar psikilogikal, Sigmund Freud, menyebutkan, sifat menyerang atau sifat agresif manusia merupakan suatu insting, yaitu dorongan yang muncul dari dalam diri manusia. Freud menyebutkan agresi, dalam konteks Thanatos, sebagai dorongan untuk mati. Thanatos ini digunakan Freud untuk menjelaskan mengapa ribuan orang berbondong-bondong untuk pergi ke medan perang untuk mendatangi kematiannya antara tahun Selanjutnya menurut Freud, semua insting ditujukan untuk mengurangi atau meredakan ketegangan, perangsangan, dan 1

2 gairah. Dorongan untuk mati ini dihubungkan dengan motivasi untuk mencapaikeadaan damai dan tenang, semacam Oriental Heaven atau kehampaan dan hilangnya semua keinnginan. 7 Oleh karena perang lahir bersamaan dengan adanya manusia, maka tidaklah mengherankan apabila hingga saat ini banyak peperangan yang telah terjadi. Beberapa diantaranya ialah peperangan besar yang hingga saat ini masih diingat oleh manusia, contohnya Perang Dunia I (World War I atau First World War) yang terjadi pada tahun 1914 hingga tahun 1918, yang terjadi di Eropa, 8 serta perang dunia ke II (World War II atau Second World War) yang terjadi pada tahun 1939 hingga tahun 1945, 9 eyang melibatkan sebagian besar negara yang ada di dunia, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta perang-perang lainnya. Selain itu, sejarah mencatat perang merupakan fenomena yang mempengaruhi nilai-nilai kemanusiaan, karena selama berlangsungnya perang sering terjadi pelanggaran hak-hak individu dan masyarakat. Sehingga manusia yang mulia menjadi sosok yang tidak bernilai. Perang seperti apapun bentuknya selalu mandatangkan kerugian dan penderitaan bagi kedua belah pihak yang berperang. Baik yang menang maupun yang kalah selalu dirugikan oleh kekejaman dan kebengisan senjata dan kekerasan selama perang berlangsung. Setidaknya ada beberapa akibat yang disebabkan oleh perang. Selain kerugian materi seperti mengakibatkan kelaparan, kekurangan pangan dan 10 7 Ambarawati, dkk, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Cetakan Keempat, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hal World War I, dimuat dalam pada 1 Desember 2016 pukul WIB 9 World War II, dimuat dalam pada 1 Desember 2016 pukul WIB 10 Radjab Suryadi,Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia, Lembaga Penerbitan PBHI, Jakarta, 2002, Cetakan Pertama,chal. 20 2

3 3 mewabahnya penyakit, perang juga senantiasa melahirkan dendam. Eksessosiologinya mengakibatkan kemiskinan masal, kebodohan dan mewariskan permusuhan. Lebih jauh peperangan juga melahirkan resesi dunia dan krisis ekonomi dunia. 11 Oleh karena perang adalah suatu hal yang sering terjadi, maka dibuatlah suatu peraturan hukum yang mencoba mengatur agar suatu perang dapat dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan yakni peraturan hukum yang saat ini dikenal dengan Hukum Humaniter Internasional (International Humanitarian Law). Penting untuk diketahui bahwa Hukum Humaniter tidak melarang perang, walaupun ada ketentuan lain dalam Hukum Internasional yang mengatur pelarangan perang. 12 Hukum Humaniter dahulunya dikenal dengan istilah Hukum perang (Laws of War) ataupun Hukum Konflik Bersenjata (Laws of Armed Conflict). 13 Prubahan yang terjadi ini tidak hanya terbatas pada perubahan nama semata, melainkan juga memperluas cakupan yang diatur.hukum Humaniter tidak saja mencakup Ius ad bellum, tetapi juga Ius in bello. Ius ad bellum ialah hukum tentang perang, yang membahas mengenai kapan atau dalam keadaan bagaimana suatu negara dibenarkan untuk berperang. 14 Sedangkan Ius in bello ialah hukum yang berlaku dalam perang, yang tidak saja mengatur mengenai cara dan alat berperang melalui hukum Den Haag, tetapi juga mengatur mengenai perlindunga terhadap korban perang melalui 11 Ratno Lukito, Saddam dalam Hukum Internasional, Kompas (jakarta), Rabu, 17 Desember 2013, hal Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, Cetakan Pertama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 3 13 Ibid., hal Ibid., hal. 2.

4 4 Hukum Jenewa. Pengaturan lebih lanjut terdapat dalam Protokol-Protokol tambahan Adapun Hukum Den Haag, Hukum Jenewa, serta Protokolprotokol Tambahan 1977 tersebut dipndang sebagai sumber Hukum Humaniter yang utama. 15 Lahirnya suatu peraturan tentu memiliki tujuan yang hendak dicapai. Begitu pula dengan lahirnya Hukum Humaniter. Adapun beberapa tujuan hukum humaniter yang dapat dijumpai dalam beberapa kepustakaan anatara lain sebagai berikut: 1. Memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari penderitaan yang tidak perlu (unnecessary suffering). 2. Menjamin hak asasi manusia yang sangat fundmental bagi mereka yang jatuh ke tangan musuh. Kombatan yang jatuh ke tangan musuh harus dilindungi dan dirawat serta berhak diperlakukan sebagai tawanan perang. 3. Mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas. Di sini, yng terpenting adalah asas perikemanusiaan. 16 Berdasarkan tujuan hukum humaniter diatas, dapatlah terlihat tiga asas utama di dalam hukum humaniter, yaitu: 1. Asas Kepentingan Militer (military necessity) Pihak yang bersengjeta dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang. 2. Asas Perikemanusiaan (humanitary) 15 Ibid., hal Arlina Permatasari, dkk, Pengantar Hukum Humaniter, cetakan pertama, International Committee Of The Red Cross, jakarta, 1999, hal. 12.

5 5 Pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan, dimana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu. 3. Asas Kesatriaan Di dalam perang, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alatalat yang tidak terhormat, berbagai macam tipu muslihat dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang. 17 Dari ketiga asas diatas, asas perikemanusiaanlah yang paling tercermin di dalam pengaturan, baik di dalam Hukum Den Haag maupun Hukum Jenewa. Dalam hukum Den Haag, asas perikemanusiaan tercermin dari dilarangnya membunuh warga sipil yang tidak bersalah dengan menggunakan senjata yang tidak diperbolehkan misalnya senjata kimia karena menimbulkan penderitaan yang idak perlu. 18 Bentuk pelanggaran inilah yang disebut dengan kejahatan perang, dalam cakupan hukum internasional, ialah pelanggaran terhadap hukum oleh satu atau beberapa orang, baik militer maupun sipil. Setiap pelanggaran hukum perang pada konflik antar bangsa merupakan kejahatan perang. Pelanggaran yang terjadi pada konflik internal suatu negara, belum tentu bisa dianggap kejahatan perang. 17 Ibid., hal Knut D. Asplund, dkk, Hukum Hak Asasi Manusia, Pusham UII, Yogyakarta, 2008, Hal, 377.

6 6 Perlakuan semena-mena terhadap tawanan perang atau penduduk sipil, pembunuhan massal dan genosida dianggap sebagai suatu kejahatan perang. 19 Dalam konvensi dinyatakan bahwa kejahatann perang dan kejahatan kemanusiaan merupakan salah satu kejahatan yang paling tinggi dalam Hukum Internasional. Dan pelaku kejahatan perang dimungkinkan untuk dituntut dan dipidana di forum Mahkamah Militer Nasional maupun Mahkamah Kejahatan Internasional. 20. Salah satu bentuk kejahatan perang adalah dilarangnya penggunaan senjata-senjata tertentu yang diatur dalam hukum Den Haag, salah satunnya adalah senjata kimia, karena dianggap mampu menyebabkan luka yang tidak perlu serta penderitaan yang berlebihan. Sedangkan di dalam Hukum Jenewa ikut mengatur masalah perlindungan terhadap warga sipil dan tawanan perang, dimana tawanan perang ialah suatu status yang diberikan kepada seorang kombatan yang jatuh ke tangan musuh. 21 Senjata kimia dilarang penggunaannya dalam suatu peperangan karena dampaknya yang sangat tidak manusiawi. Bahkan seseorang yang tidak terkena serangannya secara langsung pun dapat merasakan dampaknya. Selain tidak mengenal lawan, alasan lainnya kenapa senjata kimia dilarang penggunaannya ialah karena dampak senjata kimia yang dapat membuat luka permanen bahkan menimbulkan suatu penyakit yang dirasakan korbannya bahkan setelah perang berakhir. Keseriusan dalam pelarangan penggunaan senjata kimia inilah yang akhirnya melahirkan The 1993 Chemical Weapons Convention (untuk selanjutnya 19 Kejahatan Perang, dimuat dalam diakses pada 1 Desember 2016 pukul WIB 20 Konvensi tentang Tidak Dapt Ditetapkannya Pembatasan Statuta pada Kejahatan Perang dan Kejahatan Kemanusiaan, hal, Arlina Permatasari, dkk, Op.cit., hal, 2.

7 7 akan disingkat CWC ), walaupun penggunaan senjata yang demikian telah dilarang sebelumnya. 22 Contohnya dapat kita lihat dalam kasus penggunaan senjata kimia oleh Ameika serikat terhadap Vietnam pada Perang Vietnam dalam kasus Agent Orange 23, yang mengakibatkan terjadinya kelaparan di daerah tersebut. Bahkan pada tanah air di beberapa daerah memiliki konsentrasi zat kimia yang jauh dari level aman ileh Agen Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (U.S Environmental Protection Agency. Akibat lain daripada penggunaan senjata kimia oleh Amerika Serikat tersebut ialah terdapat (empat ratus ribu) orang yang terbunuh atau menjadi cacat, dan (lima ratus ribu) anak lahir dengan cacat lahir. 24 Penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata tidaklah berperikemanusiaan karena dampak yang dihasilkannya tidak sesuai dengan Asas Perikemanusiaan. Oleh karenanya penggunaan senjata kimia dalam hukum konflik bersenjata merupakan suatu pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional yang menyita perhatian berbagai negara, bahkan yangtidak terlibat dalam konflik bersenjata tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 22 Pelarangan hukum Internasional terhadap penggunaan senjata yang demikian pertama kali dapat ditemukan pada 1925 Geneva Protocol for the Prohiibition of the use in war of Asphyxiating, Poisonous of the Gasses, and Bacteriological Methods of Warfare, yang merupakan salah satu sumber Hukum Humaniter, yang dikutip dari buku Haryomataram, Op. Cit., hal Kasus Agent Orange ialah salah satu kasus dimana Amerika Serikat menggunakan senjata kimia terhadap tanaman-tanaman yang ada di Vietnam, en.wikipedia.org?wiki?agent_orange, diakses 1 Desember 2016 pukul WIB. 24 Agent Orange, en.wikipedia.org?wiki?agent_orange, diakses pada 1 Desember 2016 pukul WIB.

8 8 1. Bagaimana Hukum Internasional menanggapi kejahatan perang serta apa peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menanggapi masalah kejahatan perang? 2. Bagaimana pengaturan hukum Internasioanl mengenai pelarangan senjata kimia serta apa peranan perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menanggapi kasus penggunaan senjata kimia? 3. Bagaimana pengaturan Hukum Internasional terkait masalah kejahatan perang yang dilakukan di Suriah terkait penggunaan senjata kimia? C. Tujuan Pembahasan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaturan hukum Internasional tentang kejahatan perang serta peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menanggapi masalah ini. 2. Untuk mengetahui pengaturan Internasional terkait pelarangan penggunaan senjata kimia. 3. Untuk mengetahui kejahatan perang yang dilakukan di Suriah terkait penggunaan senjata kimia terhadap warga sipil. D. Keaslian Penulisan Adapun judul tulisan ini adalah Kejahatan Perang di Suriah dengan Menggunakan Senjata Kimia Terhadap Warga Sipil Ditinjau Dari Hukum Internasional merupakan tulisan yang masih baru dan belum ada tulisan lain dalam bentuk skripsi yang membahas tentang masalah ini.

9 9 Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pepustakaan Fakultas Hukum, judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama dengan judul skripsi Mahasiswa Fakultas Hukum. Maka dengan ini penulis menyatakan bahwa penelitian skripsi ini masih orisinil dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. E. Metode Penelitian Untuk menyelesaikan sebuah permasalahann yang akan diteliti maka tentunya penulis harus mengumpulkan data-data yang berkaitan dengn permasalahan yang akan diteliti serta untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat terarah serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Secara tipologis, penelitian penuliasan ini menggunakan studi kepustakaan yaitu memperoleh dan mengumpulkan data untuk mendapatkan data sesuai harpan penulis dan seperti yang digambarkan dalam data kepustakaan atau dalam kata lain penelitin ini menggunakan metode Yuridis Normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara menelliti bahan pustaka dan data sekunder. 25 Penelitian jenis ini digunakan untuk meneliti norma hukum internasional yang berlaku yang mengatur tentang masalah kejahatan perang terkait penggunaan senjata kimia sebagaimana yang diatur dalam hukum internasional yang berlaku 25 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, P.T. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 13.

10 10 bagi masyarakat dunia, contohnya : Konvensi Den Haag, Konvensi Jenewa, dan konvensi senjata kimia (Chemical Weapons Convention). Selain itu, penelitian ini juga menggunakan motode analisis, yaitu menganalisis tentang upaya untuk menegakkan hukum Humaniter Internasional ketika terdapat kejahatan perang dengan menggunakan senjata kimia di dalam konflik bersenjata dalam perspektif hukum Internasional. 2. Data Penelitian Penelitian ini memusatkan pada berbagai norma hukum internasional yang menjadi dasar standar internasional yang diterapkan di negara-negara di dunia dan norma-norma hukum internasional yang mengatur tentang hukum humaniter internasional. Data dalam penelitian ini mempergunakan data sekunder yang terdiri dari: a. Bahan hukum Primer 26, yaitu bahan hukum yang mengikat secara umum, termasuk di dalamnya Konvensi-Konvensi Internasional dan Perjanjian Internasional yang berkaitan dengan penggunaan senjata di dalam konflik bersenjata, yaitu: 1. The Law of The Hague 2. Convention on the Ptohibition of The Development, Production, Stockpiling, and Use of Chemical Weapons and on Their Destrruction, yang dikenal dengan Chemical Weapons Conventions. 26 Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari (untuk Indonesia): a. Norma atu kaedah dasar; b. Peraturan dasar; c. Peraturan perundang-undangan; d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasi; e. Yurisprudensi; f. Traktat; g. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih beraku. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian hukum, UI- Press, Jakarta, 2005, hal 52.

11 11 b. Bahan hukum sekunder 27, yaitu tulisan-tulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks, makalah, jurnal-jurnal, surat kabar, internet, dan lain-lain yang relevan dengan masalah penelitian. c. Bahan hukum tersier 28, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dn sekunder, diantaranya kamus-kamus bahasa. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumoulan data dengan cra penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku koleksi pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan dan dosen pembimbing, artikelartikel yang berasal dari elektronik, dokumen-dokumen internasional yang resmi dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. 4. Analisin Data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif. 29 analisis secara kualitatif berarti analisis yang memfokuskan perhatiannya pada makna-makna yang terkandung di dalam suatu pernyataan, bukan analisis yang memfokuskan perhatiannya pada figur-figur kuantitatif semata. Analisa data dilakukan sedemikian rupa dengan 27 Bahan hukum sekunder ialah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Ibid. 28 Bambang Sunggono, Metodologi Pnelitian Hukum (Suatu Pengantar), P.T.Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara kuantifikasi lainnya, pengertian ini mempertentangkan penelitian kualitatif dengan penelitian yang bernuansa kuantitatif yaitu dengan menonjilkan bahwa usaha kuantifikasi apapunn tidak perlu digunakan pada penelitian kualitatif. Lexy j. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, cetakan keduapuluh dua, PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, Hal. 5.

12 12 memperhatikan aspek kualitatif lebih daripada aspek kuantitatif dengan maksud agar diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. F. Tinjauan Kepustakaan. Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku-buku, laporan-laporan dan informasi dari internet. Untuk itu, diberikan penegasan dan pengertian terhadap judul penelitian ini, ditinjau dari sudut etimologi (arti kata) dan pengertian =-pengertian lainnya dari sudut ilmu huku maupun pendapat para sarjana sehingga mempunyai arti yang lebih tegas. Kejahatan perang adalah segala pelanggaran terhadap hukum-hukum perang atau hukum humaniter internasional yang mendatangkan tanggung jawab kriminal individu. Pengadilan Militer Internasional di Nuremberg mendefinisikan kejahatan perang sebagai pelanggaran terhadap hukum atau kebiasaan hukum, termasuk pembunuhan, perlakuan buruk, atau deportasi pendudup sipil dalam wilayah yang telah diduduki, pembunuhan atau perlakuan buruk terhadap tahanan perang, pembunuhan sandera; perampasanbarang-barang publik atau harta milik pribadi; perusakan tanpa alasan atas kota-kota; dan penghancuran tanpa kepentingan militer. 30 Tindakan ilegal yang paling serius adalah pelanggran-pelanggaran berat atas Konvensi-Konvensi Jenewa tahun Tindakan ilegal mencakup: penggunaan caradan metode peperangan yang dilarang, termasuk racun atau senjata lain terhitung menyebabkan penderitaan yang tidak seharusnya salah satunya ialah 30 Soedjono D. Soekamto, Kriminologi Suatu Pengantar, GhaliaIndonesia, Bandung, 19876, hal. 21.

13 13 penggunaan senjata kimia yang sekarang sedang terjadi di Suriah. Lalu, apa itu senjata kimia? Pengertian senjata kimia terdapat dalam Chemical Weapons Convention yaitu suatu konvensi yang mengatur masalah pelarangan penggunaan senjata kimia, dalam pasal 2 ayat 1 tertulis: 31 Chemical Weapons means yhe following, together or separately: (a) Toxic chemicals and their precursors, except where intended for purposes not prohibited under this convention, as long as the types and quantities are consistent with such purpose; (b) Munitions and devices, specifically designed to cause or other harm through the toxic properties of those toxic chemicals specified in subaparagraph (a), which would be released as a result of the employment of such munitions and devices; (c) Any equipment specifically designed for use directly in connection with the employment of munitions and devices specified in subparagraph (b) Berdasarkan pengertian yang diberikan diatas, dapatlah disimpulkan bahwa senjata kimia yang dimaksud dalam penlitian ini adalah: a) zat kimia yang beracun beserta turunannya, kecuali zat kimia beracun yang ditujukan untuk hal-hal yang disizinka oleh konvensi ini, sepanjang jenis dan jumlahnya sejalan dengan tujuan dijinkannya penggunaan zat kimia beracun tersebut. 31 Organisation for the Probihition Of Chemical Weapons, Conventioon on the Probihition of Develpment, Production, Stockpiling and Use of Chemical Weapons and on Their Destruction, pasal 2 ayat 1.

14 14 b) Mesiu dan senjatanya yang khusus dibuat untuk membunuh ataupun melukai orang lain dengan menggunakan zat kimia beracun yang terdapat pada sub-bagian (a); serta, c) Alat-alat lainnya yang dibuat khusus untuk digunakan secara langsung dengan penggunaan mesiu dan senjata yang dijelaskan pada sub-bagian (b). Pada bagian diatas, khususnya dalam sub-bagian (a), terdapat hal-hal yang membuat penggunaan zat kimia diperbolehkan, hal ini lebih lanjut di jabarkan dalam pasal 2 ayat 9 dalam Chemical Weapons Conventionmengenai pembenaran penggunaan bahan kimia beracun, antara lain: 32 a) Industrial, agricultural, research, medical, pharmaceutical or peaceful purposes; b) Protective purposes, namely those purose direcly related to protection against toxic chemicals and to protection against chemical weapons; c) Military purposes not connected with the use chemical weapons and not dependent on the use of the topic properties of chemicals as a method of warfare; d) Law enforcement including domestic riot control purposes. Berdasarkan kutipan diatas, kita dapat melihat ada beberapa tujuan penggunaan zat kima beracun yang tidak dilarang dalam Chemical Weapons Convention, diantaranya untuk tujuan: a) Industri, pertanian, penelitian, medis, farmasi; b) Perlindungan 32 Ibid., Pasal 2 ayat 9.

15 15 c) Militer yang tidak berhubungan dengan penggunaan senjata kimia dan tidak bergantung dengan penggunaan zat kimia sebagai salah satu metode berperang; d) Serta penegakan hukum. G. Sistematika Penulisan Sebagaimana layaknya laporan hasil ilmiah yang standar dalam bentuk skripsi, maka laporan ini menjelaskan secara teknis prosedural. Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan skripsi ini, maka penulis menyusun sitematika penulisan sebagai berikut: Bab pertama yaitu pendahulian. Dalam bab ini dikemukakan latar belakang, perumusan masalah, tujuan pembahasan, metode penelitian, tinjauan kepustakaan, dan sistematika penulisan. Bab kedua yaitu tinjauan umum tentang kejahatan perang. Dalam bab ini penulis membagikan pengertian kejahatan perang, bentuk-bentuk kejahatan perang, serta peranan organisasi perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menangani masalah kejahatan perang. Bab ketiga yaitu mengenai aturan hukum internasional dalam penggunaan senjata kimia, kewenangan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menangani kasus penggunaan senjata kimia, serta apa saja alasan-alasan pelarangan penggunaan senjata kimia.

16 16 Bab keempat yaitu membahas mengenai kejahatan perang yang terjadi di Suriah, dimulai dengan pembahasan mengenai latar belakang terjadinya perang di suriah, bentuk-bentuk kejahatan perang yang terjadi di suriah, serta inti dari permasalahan dalam skripsi ini yaitu kejahatan perang di Suriah dengan menggunakan senjata kimia terhadap warga sipil. Bab kelima merupakan akhir dari keseluruhan rangkaian dalam penelitian skripsi ini yang berupa kesimpulan dari keseluruhan uraian materi pembahsan dan disertai dengan beberapa saran yang mungkin akan bermanfaat.

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang adalah suatu istilah yang tidak asing lagi bagi manusia yang ada di dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan sejarah umat

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 : Bab I PENDAHULUAN 1.1. Istilah dan Pengertian Hukum Humaniter Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM Oleh : Risa Sandhi Surya I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR

PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR Oleh Yelischa Felysia Sabrina Pane Ida Bagus Sutama Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA I Gede Adhi Supradnyana I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA Oleh : I Gede Bagus Wicaksana Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perang adalah suatu kondisi dimana terjadinya pertikaian antara para pihak yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perang merupakan suatu peristiwa yang memiliki umur yang sama tua nya dengan peradaban manusia di muka bumi ini. Dimana perang itu lahir dari hubungan-hubungan yang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh Pande Putu Swarsih Wulandari Ni Ketut Supasti Darmawan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH Oleh I Wayan Gede Harry Japmika 0916051015 I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh Ayu Krishna Putri Paramita I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Bagian Hukum Internasional Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh: Alan Kusuma Dinakara Pembimbing: Dr. I Gede Dewa Palguna SH.,

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP KASUS PENGGUNAAN SENJATA KIMIA OLEH SURIAH J U R N A L I L M I A H

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP KASUS PENGGUNAAN SENJATA KIMIA OLEH SURIAH J U R N A L I L M I A H TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP KASUS PENGGUNAAN SENJATA KIMIA OLEH SURIAH J U R N A L I L M I A H Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh

Lebih terperinci

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005 HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN KEJAHATAN PERANG Dipresentasikan oleh : Fadillah Agus Disampaikan dalam Training, Training Hukum HAM bagi Dosen Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan

Lebih terperinci

Sumber Hk.

Sumber Hk. Sumber Hk 2 Protokol Tambahan 1977 ( PT 1977 ) : merupakan tambahan dan pelengkap atas 4 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 ( KJ 1949 ) PT I/1977 berkaitan dengan perlindungan korban sengketa bersenjata internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah 59 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Menurut ketentuan dalam Hukum Humaniter Internasional tentang prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah atau Free Syrian Army (FSA) berhak

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PENGGUNAAN SENJATA KIMIA DALAM KONFLIK BERSENJATA ANTAR NEGARA DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL 1 Oleh : Queency Gloria Sumeke 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil= civilian population). 2. PBB dan Kellogg-Briand Pact, atau Paris Pact-1928.

BAB I PENDAHULUAN. tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil= civilian population). 2. PBB dan Kellogg-Briand Pact, atau Paris Pact-1928. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Tujuan dari

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951 Oleh: Titik Juniati Ismaniar Gede Marhaendra Wija Atmadja Bagian

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..? PERLINDUNGAN KOMBATAN Pasal 1 HR Kombatan..? Distinction principle Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Dipimpin seorang yang bertanggungjawab atas bawahannya Mempunyai lambang yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini negara-negara enggan mendeklarasikan keterlibatannya secara terus terang dalam situasi konflik bersenjata sehingga sulit mendefinisikan negara tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi tentang perlindungan Hukum dan HAM terhadap sengketa bersenjata,

Lebih terperinci

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL (Makalah Hukum Humaniter Internasional) Oleh : PRISCA

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP KASUS PENGGUNAAN SENJATA KIMIA OLEH SURIAH S K R I P S I

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP KASUS PENGGUNAAN SENJATA KIMIA OLEH SURIAH S K R I P S I TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP KASUS PENGGUNAAN SENJATA KIMIA OLEH SURIAH S K R I P S I Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : STEFFY 100200092

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat didalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional.

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik bersenjata baik yang berupa perang atau konflik bersenjata lainnya adalah suatu keadaan yang sangat dibenci oleh bangsa-bangsa beradab diseluruh dunia

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia Sejarah manusia hampir tidak pernah bebas dari pada peperangan. Mochtar Kusumaatmadja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK MILITER INTERNASIONAL Rubiyanto

PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK MILITER INTERNASIONAL Rubiyanto PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK MILITER INTERNASIONAL Rubiyanto rubiyanto.151161@gmail.com Abstract In fact Humanitary law had been arranged for civil defence organization. In reality some countries

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement

BAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana internasional pada hakekatnya adalah diskusi tentang hukum pidana internasional dalam pengertian formil. Artinya, yang akan di bahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi arab. Perang ini diawali oleh unjuk rasa di Benghazi pada 15 Februari 2011,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang angkasa merupakan sebuah tempat baru bagi manusia, sebelumnya ruang angkasa merupakan wilayah yang asing dan tidak tersentuh oleh peradaban manusia. Potensi ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan hal yang baru dalam kehidupan, sebab hal tersebut banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION

Lebih terperinci

2008,No yurisdiksi teritorialnya atau kekuasaannya sebagaimana disyaratkan dalam Konvensi; d. bahwa mengembangkan, memproduksi, menyimpan, dan m

2008,No yurisdiksi teritorialnya atau kekuasaannya sebagaimana disyaratkan dalam Konvensi; d. bahwa mengembangkan, memproduksi, menyimpan, dan m No.49, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERINDUSTRIAN. Kimia. Senjata. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4834) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perperangan sejak dahulunya adalah hal yang tidak diinginkan semua orang karena

BAB I PENDAHULUAN. Perperangan sejak dahulunya adalah hal yang tidak diinginkan semua orang karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perperangan sejak dahulunya adalah hal yang tidak diinginkan semua orang karena akibat yang ditimbulkan begitu sangat besar,tak hanya harta benda tetapi juga nyawa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional Hukum Humaniter Internasional yang dahulu dikenal sebagai Hukum Perang atau Hukum Sengketa Bersenjata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang secara geografis sangat luas wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah sepatutnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan Hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagi berikut. 1. Pandangan Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk yang hidup bermasyarakat mempunyai kebutuhan hidup yang beraneka ragam. Kebutuhan manusia dari tingkat kepentingan terdiri dari kebutuhan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA LEGAL PROTECTION FOR CHILDREN IN THE MIDST OF ARMED CONFLICTS Enny Narwati, Lina Hastuti 1 ABSTRACT The purposes of the research are to understand

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE PROHIBITION OF THE DEVELOPMENT, PRODUCTION, STOCKPILING AND USE OF CHEMICAL WEAPONS AND ON THEIR DESTRUCTION (KONVENSI

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG Oleh: Ivan Donald Girsang Pembimbing : I Made Pasek Diantha, I Made Budi Arsika Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

BAB I PENDAHULUAN. asasi tenaga kerja dalam Undang-Undang yang tegas memberikan. bahkan sampai akhirnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tenaga kerja dari tahun ke tahun menarik perhatian banyak pihak. Permasalahan tenaga kerja yang menimbulkan konflik-konflik pada buruh, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi secara harfiah diartikan sebagai aktifitas atau kegiatan penanaman modal, sedangkan investor adalah orang atau badan hukum yang mempunyai uang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya semua manusia mendambakan untuk hidup dalam suasana damai, tenteram, dan sejahtera, bahkan tak satupun makhluk hidup ini yang suka akan penderitaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rentang abad ke-20, masyarakat internasional telah menyaksikan berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern yang menjadi produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

BAB II HUKUM HUMANITER SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB II HUKUM HUMANITER SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL BAB II HUKUM HUMANITER SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Hukum Humaniter Internasional (HHI), atau International Humanitarian Law (IHL) atau sering disebut

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA Oleh: Ni Made Dwita Setyana Warapsari I Wayan Parsa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas

BAB IV PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas BAB IV PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas isu hukum yang muncul sebagai rumusan masalah dalam bab pertama (Supra 1.2.). Ide-ide yang penulis simpulkan didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) 1 TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) Oleh Ni Made Deby Anita Sari I Gusti Ngurah Wairocana Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penerapan Prinsip Pembeda (Distinction Principle) dalam Konflik Bersenjata di Suriah Menurut Hukum Humaniter Internasional Implementation of Distinction Principle in

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA RUU KUHP KOMISI III DPR-RI DENGAN INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC)

LAPORAN SINGKAT RAPAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA RUU KUHP KOMISI III DPR-RI DENGAN INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC) LAPORAN SINGKAT RAPAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA RUU KUHP KOMISI III DPR-RI DENGAN INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC) --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak hal mengalami perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan teknologi akan mempengaruhi cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pelanggaran prosedur perceraian bagi PNS di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pelanggaran prosedur perceraian bagi PNS di BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian tentang pelanggaran prosedur perceraian bagi PNS di Pengadilan Agama Palangka Raya dimulai sejak penerimaan judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Palestina merupakan daerah yang seolah tidak pernah aman, senantiasa bergejolak dan terjadi pertumpahan darah akibat dari perebutan kekuasaan. 1 Sengketa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN BAHAN KIMIA DAN LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN KIMIA SEBAGAI SENJATA KIMIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, manusia tentu memerlukan lahan atau tempat sebagai fondasi untuk menjalankan aktifitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat

PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah hak asasi manusia merupakan isu internasional dan menjadi bahan perbincangan yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban

Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG Oleh : Airlangga Wisnu Darma Putra Putu Tuni Cakabawa Landra Made Maharta Yasa Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek penyelenggaran negara dewasa ini berkembang ke arah demokrasi dan perlidungan Hak Asasi Manusaia (HAM). Masalah HAM mengemuka pada setiap kehidupan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Disetujut dan diusulkan untuk penandatanganan dan ratiftkasi atau aksesi dengan resolusi Majelis Umum 260 A (HI), 9 December 1948 Negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semenjak awal kelahirannya, suatu negara tak lepas dari namanya sengketa, baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat dipicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat. disimpulkan bahwa:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat. disimpulkan bahwa: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat disimpulkan bahwa: Aksi pembiaran yang dilakukan Amerika Serikat dan sekutunya pada masa pendudukan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci