PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat"

Transkripsi

1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah hak asasi manusia merupakan isu internasional dan menjadi bahan perbincangan yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat berpengaruh dalam kehidupan internasional dan nasional suatu negara. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan. Pengertian yang diberikan mengenai hak asasi oleh Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman yaitu: Hak-hak mendasar dimiliki manusia yang diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran dan kehadirannya dalam kehidupan bermasyarakat. Suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah oleh siapapun bahwa setiap manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sejak lahir dan hadir dalam kehidupan bermasyarakat, memiliki hak-hak asasi. Hak-hak asasi itu merupakan hak-hak dasar yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di permukaan bumi. Hak asasi manusia itu berlaku tanpa adanya perbedaan atas dasar keyakinan agama atau kepercayaan, suku bangsa, ras dan jenis kelamin dan status sosial. Karena itu hak-hak asasi manusia itu mempunyai sifat-sifat suci, luhur dan universal.

2 Kesadaran akan hak asasi manusia, harga diri, harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. Berbagai peristiwa besar yang terjadi di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak asasi manusia. Sejarah manusia telah mencatat bahwa penindasan, pemerkosaan dan pelanggaran hukum atas hak-haki asasi manusia yang dilakukan oleh siapapun ia akan menimbulkan akibat perlawanan dari berbagai pihak. Pengorbanan jiwa raga dari mereka yang tertindas membuat harkat dan martabat manusia itu menjadi kehilangan arti dan makna dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Oleh karena itu setiap tindakan yang menindas dan memperkosa harkat dan martabat manusia itu perlu mendapat perhatian dan penanganan secara serius. Hak asasi manusia (human rights yang secara universal dapat diartikan sebagai those rights which reinherent in our name and without wicht we can t live as human being) oleh masyarakat di dunia perumusan dan pengakuannya telah diperjuangkan dalam kurun waktu yang sangat panjang bahkan sampai saat ini hal tersebut masih berlangsung dengan berbagai dimensi permasalahan yang muncul karena berbagai spectrum penafsiran yang terkait didalamnya. Hal ini dibuktikan bahwa diseluruh penjuru di dunia terus berlangsung berbagai perubahan social, pergolakan, kekacauan peperangan maupun kelaparan. Bencana alampun turut mewarnai proses terjadinya musibah kemanusiaan. Pengalaman getir dan pahit dari umat manusia sejak perang dunia yang dua kali telah terjadi dimana harkat dan martabat hak-hak asasi manusia terinjak-injak, timbul kesadaran umat manusia dalam menempatkan penghormatan dan penghargaan akan hak-hak asasi manusia dalam piagam PBB (The Charter United Nations) yang sebagai realisasinya muncul kemudian

3 pernyataan bangsa-bangsa di dunia tentang hak-hak asasi manusia (The Universal Declarations of Human Rights) yang diterima secara aklamasi pada tanggal 10 Desember 1948 oleh sidang Umum Majelis Umum PBB. Akan tetapi, walaupun telah dicanangkan The Universal Declarations of Human Rights masih saja terjadi pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia salah satunya adalah penderitaan hak-hak asasi manusia yang dialami oleh warga sipil Palestina yang merupakan hasil dari serangan tentara Israel, hal ini semakin kompleks karena mereka harus berjuang mempertahankan diri dari ancaman tentara-tentara yang menyerang sehingga menyiksa mereka dan memaksa mereka untuk tetap bertahan dengan tidak meninggalkan negaranya. Konflik Palestina Israel menurut sejarah sudah 44 tahun ketika pada tahun 1967 Israel menyerang Mesir, Yordania dan Syria dan berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), dataran tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem (Yordania). Sebelumnya Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour tahun 1917 yang menjanjikan sebuah negara bangsa Yahudi di Palestina, dengan menghormati hak-hak umat non-yahudi di Palestina. 1 Sampai sekarang perdamaian sepertinya jauh dari harapan, ditambah lagi terjadi ketidaksepakatan tentang masa depan Palestina dan hubungannya dengan Israel di antara faksi-faksi di Palestina sendiri hingga jutaan dari mereka terpaksa mengungsi ke Libanon, Yordania, Syria, Mesir dan lain-lain. Konflik Israel-Palestina seringkali dipahami sebagai konflik Yahudi-Islam dan hal ini berhasil mensugesti hampir seluruh dunia Islam untuk membenci Yahudi. Sikap anti-pati terhadap Yahudi di kalangan mayoritas Islam bahkan telah ditanamkan demikian mengakar mulai dari lingkungan keluarga hingga institusi pendidikan Islam. Hingga terjadi konflik Israel- Palestina yang dalam banyak hal dipandang sebagai konflik Yahudi-Islam, analisis tentang 1 Jimmy Carter, We Can Have Peace In The Holy Land, PT Dian Rakyat, Jakarta, 2010, hal 3.

4 masalah politik sebagai pemicu konflik juga banyak digulirkan berbagai pihak. Konflik ini misalnya, merupakan konflik yang dipicu oleh klaim hak atas tanah Palestina dari kedua pihak yang bertikai. 2 Seperti ditulis Trias Kuncahyono, Israel selalu mengatakan posisi legal internasional mereka atas Jerusalem berasal dari mandat Palestina (Palestine Mandate, 24 Juli 1922). Di pihak lain, Palestina juga menyatakan Jerusalem (al Quds) akan menjadi ibu kota negara Palestina Merdeka di masa mendatang atas dasar klaim pada agama, sejarah dan jumlah penduduk di kota itu. Pertikaian kedua belah pihak pada akhirnya sulit dihindari, sebab klaim hak atas tanah Palestina bukan sekedar menyangkut latar belakang sejarah dan wilyah politik, melainkan masalah simbol spiritualitas besar bagi kedua pihak. Pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Israel kepada warga sipil Palestina semakin kerap terjadi seperti peristiwa terbunuhnya 30 warga sipil Palestina di sebuah rumah di Gaza Tengah, yang menjadi sasaran penembakan Israel dan kebijakan Israel yang sengaja mengabaikan anak-anak dan membuat kelaparan anak-anak yang ibunya tewas akibat serangan yang mereka lakukan. 3 Contoh yang lain 30 warga sipil Palestina yang tewas dibunuh ketika tentara Israel menembaki sebuah bangunan tempat berlindungnya 110 warga sipil Palestina di wilayah permukiman Zeitoun di Gaza Tengah. Contoh-contoh di atas hanya segelintir bentuk pelanggaran atas hak asasi manusia yang dilakukan oleh Israel. Dalam melaksanakan perang, Israel tidak mematuhi batasan-batasan yang telah diatur dalam hukum humaniter. Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak memberikan sanksi apapun terhadap pelanggaran ini berdasarkan Hukum Humaniter Internasional yang terjadi pada 2 Trias Kuncahyono, Jerusalem: Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir, Jakarta, 2008 hal Selasa, 13 Januari 2009 Israel Melakukan Pelanggaran HAM diakses pada tanggal 19 Januari 2011.

5 Perang Palestina dan Israel, tidak ada embargo ekonomi hanya kecaman maupun keprihatinan yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada akhir tahun 2010 dunia dikejutkan dengan insiden penyerangan militer Israel terhadap konvoi bantuan kemanusiaan internasional untuk masyarakat Gaza, Palestina. Israel menuduh Konvoi enam kapal kapal yang mengangkut relawan di antaranya dari Amerika Serikat, Turki, Inggris, Prancis, Irlandia, Indonesia, dan Malaysia tersebut telah melanggar batas wilayah perairan yang sebelumnya sudah diblokir Israel. Padahal, kapal-kapal itu berlayar sekira 65 kilometer di luar Pantai Gaza atau di perairan internasional saat diserang pada subuh 31 Mei waktu Israel. Sebuah gambar yang diperoleh dari atas kapal Mavi Marmara memperlihatkan pasukan Israel memasuki kapal dari helikopter, sementara kapal-kapal marimir kecil menembaki ke sisi Mavi Marmara. Akibat dari penyerangan ini, sembilan relawan meninggal dunia dan dunia sekali lagi tidak dapat berbuat banyak mengenai aksi Israel ini. Terbukti tidak ada resolusi yang berarti dapat menghukum Israel. Sedangkan pemblokiran yang terjadi Perbatasan Gaza masih terus berlangsung, meskipun beberapa barang tertentu sudah diperbolehkan masuk ke dalam wilayah Gaza. Semakin panasnya situasi di Timur Tengah yang sampai saat ini masih berlangsung sepertinya belum ada titik terang untuk menghentikan perang antara kedua belah pihak, baik Palestina maupun Israel. Namun demikian dunia internasional perlu melakukan upaya-upaya semaksimal mungkin untuk tetap menegakkan hak asasi manusia di tengah terjadinya konflik bersenjata tersebut. B. Perumusan Masalah

6 Permasalahan adalah pernyataan yang menunjukkan adanya jarak antara rencana dan pelaksanaan, antara harapan dan kenyataan, juga antara das sollen dan das sein. 4 Dari latar belakang yang diuraikan diatas, maka tulisan ini bermaksud untuk membahas permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah hubungan antara hak asasi manusia dan perang? 2. Bagaimanakah pengaturan mengenai perlindungan warga sipil pada saat perang dalam hukum internasional? 3. Bagaimanakah bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Israel kepada penduduk sipil Palestina? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan dilakukannya penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui hubungan antara hak asasi manusia dengan perang. 2. Untuk mengetahui pengaturan atas perlindungan warga sipil pada saat perang dalam hukum internasional. 3. Untuk mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Israel kepada penduduk sipil Palestina dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh dunia internasional untuk menegakkan hak asasi manusia dalam konflik Israel Palestina. Adapun manfaat dari penulisan ini terdiri dari dua hal, yaitu : 1. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan akademis bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, dan hukum internasional pada khususnya. Selain itu, penulisan skripsi ini 4 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal 21.

7 diharap dapat memberikan gambaran atas bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang dialami warga sipil Palestina dan bagaimana upaya dunia internasional untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia warga sipil Palestina dengan mengacu pada pengaturan dalam hukum internasional. 2. Manfaat Praktis Penulisan ini bermanfaat untuk menjadi suatu bahan referensi pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara secara khusus dan pembaca pada umumnya serta dapat dijadikan kajian bagi para pihak akademisi dalam menambah pengetahuan terutama di bidang hukum internasional. D. Keaslian Penulisan Skripsi ini berjudul Pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh Israel Terhadap Warga Sipil Palestina ditinjau dari Hukum Internasional. Sebagai suatu karya tulis ilmiah yang dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana, maka skripsi haruslah ditulis berdasarkan buah pikiran yang benar-benar asli tanpa meniru karya orang lain. Judul yang penulis pilih telah diperiksa dalam arsip bagian Hukum Internasional dan judul tersebut dinyatakan tidak ada yang sama dan telah disetujui oleh Ketua Departemen Hukum Internasional. E. Tinjauan Pustaka Dewasa ini masalah hak asasi manusia telah menjadi isu yang mendunia disamping demokrasi dan masalah lingkungan hidup, bahkan telah menjadi tuntutan yang sangat perlu perhatian serius bagi negara untuk menghormati, melindungi, membela dan menjamin hak asasi warga negaranya tanpa diskriminasi. 5 5 Koesparmono Irsan, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yayasan Brata Bhakti, Jakarta, 2009, hal 1.

8 Ide tentang hak asasi yang berlaku saat ini merupakan senyawa yang dimasak di kancah Perang Dunia II. Pembunuhan dan kerusakan yang ditimbulkan Perang Dunia II menggugah suatu kebulatan tekad untuk melakukan sesuatu guna mencegah perang, untuk membangun sebuah organisasi internasional yang sanggup meredakan krisis internasional serta menyediakan suatu forum untuk diskusi dan mediasi, organisasi ini adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 6 Para pendiri PBB yakin bahwa pengurangan kemungkinan perang mensyaratkan adanya pencegahan atas pelanggaran besar-besaran terhadap hak asasi manusia. Akibat keyakinan ini, konsepsi PBB yang paling awalpun bahkan sudah memasukkan peranan pengembangan hak asasi manusia dan kebebasan. Naskah awal Piagam PBB ( 1942 dan 1943) memuat ketentuan tentang hak asasi manusia yang harus dianut oleh negara manapun yang bergabung dalam organisasi tersebut, namun sejumlah kesulitan muncul dengan pemberlakuan ketentuan semacam itu. Oleh karena banyak negara mencemaskan prospek kedaulatan mereka, negara-negara tersebut bersedia untuk mengembangkan hak asasi manusia namun tidak bersedia untuk melindungi hak itu. 7 Akhirnya diputuskan untuk memasukkan sedikit saja acuan tentang hak asasi manusia dalam Piagam PBB. 8 Piagam itu sendiri menegaskan kembali keyakinan atas hak asasi manusia yang mendasar, akan martabat dan harkat manusia, akan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan serta antara negara besar dan negara kecil. Komisi Hak Asasi Manusia mempersiapkan sebuah pernyataan internasional tentang hak asasi manusia yang disetujui oleh 6 James W. Nickel, Hak Asasi Manusia, PT. Gramedi Pustaka Utama, Jakarta, 1996, hal 1. 7 Ibid., hal 2. 8 Ibid.

9 Majelis Umum pada tanggal 10 Desember 1948 yang kemudian menjadi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Hak asasi manusia, sebagaimana yang dipahami dalam dokumen-dokumen hak asasi manusia yang muncul pada abad kedua puluh seperti Deklarasi Universal, mempunyai sejumlah ciri menonjol. Pertama, supaya kita tidak kehilangan gagasan yang sudah tegas, hak asasi manusia adalah hak. 9 Kedua, hak-hak ini dianggap bersifat universal, yang dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia adalah manusia. Ketiga, hak asasi manusia dianggap ada dengan sendirinya, dan tidak bergantung pada pengakuan dan penerapannya di dalam sistem adat atau sistem hukum di negara-negara tertentu. Keempat, hak asasi manusia dipandang sebagai normanorma yang penting. Meski tidak seluruhnya bersifat mutlak dan tanpa pengecualian, hak asasi manusia cukup kuat kedudukannya sebagai pertimbangan normatif untuk diberlakukan di dalam benturan dengan norma-norma yang bertentangan, dan untuk membenarkan aksi internasional yang dilakukan demi hak asasi manusia. Kelima, hak-hak ini mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun pemerintah. Adanya kewajiban ini, sebagaimana halnya hak-hak yang berkaitan dengannya dianggap tidak bergantung pada penerimaan, pengakuan atau penerapan terhadapnya. Pemerintah dan orangorang yang berada di mana pun diwajibkan untuk tidak melanggar hak seseorang, kendati pemerintah dari orang tersebut mungkin sekaligus memiliki tanggung jawab utama untuk mengambil langkah-langkah positif guna melindungi dan menegakkan hak-hak orang itu. Istilah kejahatan serius terhadap hak asasi manusia biasanya ditujukan terhadap kejahatan genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Ketiga jenis kejahatan tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Dalam konteks hukum nasional 10 9 Ibid., hal Ibid., hal 5.

10 Indonesia, kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan disebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Kejahatan tersebut dikualifikasikan sebagai delicta jure gentium 11 dan merupakan pengingkaran terhadap jus cogens. 12 Dalam konteks hukum pidana internasional tidak terdapat satu pun defenisi atau pengertian yang baku mengenai apa yang dimaksud dengan kejahatan serius terhadap hak asasi manusia atau pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Akan tetapi dalam sejarah perkembangan hukum pidana internasional bila dilihat dari jenis kejahatan internasional, maka eksistensi kejahatan yang berkaitan dengan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia berasal dari sejarah perkembangan konvensi mengenai hak asasi manusia. Selain itu, masih ada jenis kejahatan internasional yang eksistensinya berasal dari kebiasaan yang berkembang di dalam praktik hukum kebiasaan internaisonal dan kejahatan internasional yang eksistensinya berasal dari konvensi-konvensi internasional. 13 Kendatipun tidak ada defenisi yang baku mengenai apa yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia yang berat, namun oleh Bassiouni dikualifikasikan sebagai international crime yang meliputi kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Kejahatan-kejahatan ini merupakan inhumane act yang secara universal diakui oleh bangsa-bangsa beradab di dunia. 14 Dalam penulisan ini, penulis memfokuskan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sipil yang terjadi selama konflik bersenjata antara Israel dan Palestina. Warga sipil adalah 11 Istilah jure gentium diterjemahkan sebagai law of nations atau hukum bangsa-bangsa. Istilah tersebut berasal dari hukum Romawi yang berlaku bagi seluruh penduduk Romawi termasuk daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Romawi. 12 Jus Cogens adalah hukum pemaksa yang harus ditaati oleh bangsa-bangsa beradab di dunia sebagai prinsip dasar yang umum dalam hukum internasional yang berkaitan dengan moral. 13 Eddy O.S Hiariej, Pengadilan atas Beberapa Kejahatan Serius Terhadap HAM, Erlangga, Jakarta, 2010, hal Ibid., hal 6

11 seseorang yang bukan merupakan anggota militer. Menurut Konvensi Jenewa 1949, merupakan sebuah kejahatan perang untuk menyerang seorang warga sipil yang tidak sedang melakukan penyerangan secara sengaja. 15 Dalam Kamus Bahasa Indonesia, perang diartikan sebagai permusuhan antara dua negara atau pertempuran antara dua pasukan. 16 G.P.H. Djatikoesomo mendefinisikan perang sebagai sengketa dengan menggunakan kekerasan yang sering berbentuk kekuatan bersenjata. 17 Berdasarkan pengertian di atas, perang pada dasarnya adalah sengketa yang biasa menggunakan kekuatan bersenjata antara dua negara atau antara para pihak dalam satu negara. Dalam hal hukum perang atau hukum sengketa bersenjata, kemudian dikenal dengan istilah hukum humaniter internasional, Djatikoesomo memberi defenisi hukum perang sebagai aturan-aturan dari hukum bangsa-bangsa mengenai perang. Pengertian lain hukum perang atau hukum sengketa bersenjata adalah bagian dari hukum internasional yang mengatur hubungan antara negara selama terjadinya sengketa untuk mengurangi sebanyak mungkin penderitaan, dan kerusakan akibat perang dengan memberikan kewajiban kepada setiap orang dalam negara namun tidak dimaksudkan untuk menghambat efisiensi militer. Starke menyatakan hukum perang terdiri dari sekumpulan pembatasan oleh hukum internasional yang mana kekuatannya diperlukan untuk mengalahkan musuh boleh digunakan dan prinsip-prinsip yang mengatur perlakuan terhadap individu-individu pada saat berlangsung perang dan konflik-konflik bersenjata diakses pada tanggal 17 Januari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1990, hal Eddy O.S Hiariej, Op. Cit., hal Ibid.,hal Ibid.,hal 26.

12 Konferensi Den Haag 1907 menghasilkan 13 konvensi dan satu deklarasi, sedangkan Konvensi Jenewa yang juga disebut Konvensi Palang Merah terdiri dari empat buku, yaitu : 1. Konvensi Jenewa 1949 tentang perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang luka dan sakit di medan pertempuran darat. 2. Konvensi Jenewa 1949 mengenai perbaikan keadaan anggota angkatan perang di laut yang luka, sakit, dan korban karam. 3. Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan orang-orang sipil di waktu perang. Selain Konvensi Jenewa 1949 juga terdapat Protokol Tambahan 1977 yang mengatur konflik bersenjata internasional atau konflik bersenjata antar negara dan mengatur konflik bersenjata yang bersifat noninternasional. Protokol Tambahan ini memuat beberapa hal penting seperti pengertian kombat, penduduk sipil, sasaran sipil, dan sasaran militer. Pengertian mengenai tentara bayaran, perang pembebasan nasional dan tugas komandan. Hal utama dalam hukum humaniter adalah hak korban untuk mendapat pertolongan dan ganti kerugian bila terjadi pelanggaran. Oleh karena itu, tujuan umum hukum humaniter adalah sama dengan tujuan hukum hak asasi manusia, yaitu untuk memastikan perlindungan bagi orang dalam situasi konflik bersenjata dan dalam keadaan tertentu bagi mereka yang jatuh ke tangan musuh. 20 Dalam hukum humaniter dikenal asas pembedaan, yaitu prinsip yang membedakan penduduk suatu negara yang sedang berperang dalam dua golongan, yaitu kombatan dan penduduk sipil. Berkaitan dengan pembedaan ini, jika seorang kombatan tertangkap oleh musuh maka akan diperlakukan sebagai tawanan perang. Selain itu, yang perlu diperhatikan dalam 20 Ibid.,hal 29.

13 hnukum humaniter adalah principles of humanitarian law, yakni military necessity, humanity dan chivalry. 21 Dalam kaitannya dengan hak asasi manusia, pada hakikatnya hukum humaniter dan hak asasi manusia memiliki tujuan yang sama, yaitu memberikan jaminan perlindungan terhadap manusia. Istilah kejahatan perang biasanya menunjuk pada tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan kebiasaan perang. 22 Akan tetapi, tidak semua pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan perang merupakan kejahatan perang. Pengaturan tentang kejahatan perang diatur dalam Pasal 8 Statuta Mahkamah Internasional. Secara garis besar, perbuatan-perbuatan yang dikualifikasikan sebagai kejahatan perang dibagi menjadi empat kelompok : 1. Pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa berupa perbuatan yang ditujukan terhadap orang dan/atau benda yang dilindungi oleh konvensi. 2. Pelanggaran serius lainnya terhadap hukum dan kebiasaan konflik bersenjata. 3. Pelanggaran terhadap Article 3 common to the four Geneva Conventions of 1949 dalam hal noninternational armed conflict. 4. Pelanggaran serius lainnya terhadap hukum dan kebiasaan yang berlaku dalam noninternational armed conflict. F. Metode Penelitian Metode penelitian adalah suatu cara atau usaha bersifat sistematis dan objektif untuk memperoleh keterangan yang diteliti. Sebagaimana suatu tulisan yang bersifat ilmiah dan untuk 21 Military necessity atau asas kepentingan militer, yaitu pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang. Humanity atau asas kemanusiaan yakni pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan kemanusiaan, dimana mereka dilarang untuk melakukan kekerasan yang berlebihan sehingga mengakibatkan penderitaan. Chivalry atau asas kesatriaan, bahwa dalam perang, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang tidak terhormat, berbagai macam tipu daya dilarang digunakan. 22 Eddy O.S Hiariej, Op. Cit., hal 31.

14 mendapatkan data yang relevan dengan tujuan penulisannya maka penulis berusaha semaksimal mungkin untuk mengumpulkan bahan-bahan untuk skripsi ini. 1. Jenis Penelitian Adapun jenis dari penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif (legal research), yakni mengacu pada berbagai norma hukum, dalam hal ini adalah hukum internasional yang terdapat pada berbagai sumber dan perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia serta pengaturan mengenai hukum perang dalam kaitannya untuk menegakkan hak asasi manusia pada masa perang. 2. Teknik Pengumpulan Data Dalam bentuk umum dikenal ada dua teknik pengumpulan data yaitu : 1) Library Research (Studi Kepustakaan) Yaitu pengumpulan data-data melalui bahan buku, karangan ilmiah, media massa, majalah ditambah dengan media elektronik yaitu televisi yang berhubungan dengan judul skripsi ini. 2) Field Research (Studi Lapangan) Yaitu melakukan penelitian ilmiah melalui wawancara, observasi dan lain-lain. Dalam hal ini penulis mengumpulkan data melalui metode library research (studi kepustakaan). 3. Sumber Data Penelitian Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data sekunder yang terdiri dari: a. Bahan Hukum Primer

15 Yaitu produk-produk hukum berupa konvensi-konvensi internasional seperti Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan warga sipil di waktu perang, Protokol Tambahan tahun 1977, The Universal Declarations of Human Rights tahun 1948,Statuta Roma 1998, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku tentang hak asasi manusia, kejahatan-kejahatan internasional, buku-buku yang membahas situasi perang di Palestina, jurnal-jurnal, majalah, surat kabar, serta media internet seperti c. Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia. 4. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan dan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. G. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman serta pembahasan di dalam skripsi ini maka penulis menggunakan sistematika penulisan skripsi sebagai berikut : BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dengan memberikan gambaran dan ulasan secara umum. BAB II : Pada bab II akan diuraikan mengenai pandangan umum mengenai hak-hak asasi manusia antara lain sejarah dan perkembangan hak asasi manusia, hak asasi

16 manusia menurut hukum internasional, tujuan pengaturan hak asasi manusia serta hubungan ham asasi manusia dengan perang. BAB III : Bab III merupakan pembahasan atau uraian mengenai pengaturan perlindungan warga sipil dalam Konvensi Wina 1949 tentang Perlindungan Korban Perang, pengaturan tentang kejahatan perang dalam Statuta Roma Selain itu dalam bab ini dibahas mengenai prinsip pembedaan dalam hukum humaniter yang membedakan antara status dan perlakuan kombatan dan non kombatan. BAB IV : Tinjauan serta cara penyelesaiaanya dibahas dalam bab IV, yang membahas antara lain mengenai sejarah singkat kronologis terjadinya perang antara Israel dan Palestina, bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Israel terhadap warga sipil Palestina, dampak perang Israel dan Palestina bagi pelanggaran hak asasi manusia, serta upaya-upaya dunia internasional dalam menegakkan hak asasi manusia di Palestina. BAB V : Pada bab ini merupakan bab terakhir, dimana pada bagian kesimpulan akan dipaparkan jawaban-jawaban dari permasalahan di dalam penulisan ini. Pada bagian saran, penulis akan memaparkan gagasan yang dimiliki penulis berdasarkan dari fakta-fakta yang telah dikemukakan penulis pada bab-bab sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya semua manusia mendambakan untuk hidup dalam suasana damai, tenteram, dan sejahtera, bahkan tak satupun makhluk hidup ini yang suka akan penderitaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan adalah kejahatankejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan adalah kejahatankejahatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan adalah kejahatankejahatan serius terhadap hak asasi manusia, selain kejahatan perang. Kejahatankejahatan tersebut secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi arab. Perang ini diawali oleh unjuk rasa di Benghazi pada 15 Februari 2011,

Lebih terperinci

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun 1967 1972 Oleh: Ida Fitrianingrum K4400026 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang diuraikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TERHADAP PELANGGARAN HAM BERAT DI MYANMAR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERDAMAIAN DUNIA SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa belahan dunia. Salah satu dari konflik tersebut adalah konflik Israel

BAB I PENDAHULUAN. beberapa belahan dunia. Salah satu dari konflik tersebut adalah konflik Israel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdamaian dunia yang selalu dikumandangkan oleh Persatuan Bangsa- Bangsa (PBB) sepertinya masih membutuhkan waktu yang lama untuk dapat terwujud. Akibat berbagai hal

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh: Alan Kusuma Dinakara Pembimbing: Dr. I Gede Dewa Palguna SH.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang angkasa merupakan sebuah tempat baru bagi manusia, sebelumnya ruang angkasa merupakan wilayah yang asing dan tidak tersentuh oleh peradaban manusia. Potensi ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata 12 Februari 2002 Negara-negara yang turut serta dalam Protokol ini,terdorong oleh dukungan yang melimpah atas Konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dalam hal ini negara yang dimaksud yaitu negara yang berdaulat. 1 Sebagai subjek hukum internasional,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..? PERLINDUNGAN KOMBATAN Pasal 1 HR Kombatan..? Distinction principle Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Dipimpin seorang yang bertanggungjawab atas bawahannya Mempunyai lambang yang dapat

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida Disetujut dan diusulkan untuk penandatanganan dan ratiftkasi atau aksesi dengan resolusi Majelis Umum 260 A (HI), 9 December 1948 Negara-negara

Lebih terperinci

Sumber Hk.

Sumber Hk. Sumber Hk 2 Protokol Tambahan 1977 ( PT 1977 ) : merupakan tambahan dan pelengkap atas 4 Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 ( KJ 1949 ) PT I/1977 berkaitan dengan perlindungan korban sengketa bersenjata internasional

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005 HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN KEJAHATAN PERANG Dipresentasikan oleh : Fadillah Agus Disampaikan dalam Training, Training Hukum HAM bagi Dosen Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA I Gede Adhi Supradnyana I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement

BAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana internasional pada hakekatnya adalah diskusi tentang hukum pidana internasional dalam pengertian formil. Artinya, yang akan di bahas

Lebih terperinci

Deklarasi Penghapusan Semua Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama...

Deklarasi Penghapusan Semua Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi berdasarkan Agama... DEKLARASI PENGHAPUSAN SEMUA BENTUK INTOLERANSI DAN DISKRIMINASI BERDASARKAN AGAMA ATAU KEPERCAYAAN (Diumumkan oleh resolusi Sidang Perserikatan Bangsa- Bangsa No. 36/55 pada tanggal 25 Nopember 1981) -

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh Ayu Krishna Putri Paramita I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Bagian Hukum Internasional Fakultas

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: Jakarta 14 Mei 2013 Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: a. Pertama, dimensi internal dimana Negara Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang ada di sekitarmya, seperti aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, bahkan juga faktor

Lebih terperinci

PROKLAMASI TEHERAN. Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia di Teheran pada tanggal 13 Mei 1968

PROKLAMASI TEHERAN. Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia di Teheran pada tanggal 13 Mei 1968 PROKLAMASI TEHERAN Diproklamasikan oleh Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia di Teheran pada tanggal 13 Mei 1968 Konferensi Internasional tentang Hak-hak Asasi Manusia, Sesudah bersidang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagi berikut. 1. Pandangan Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta

BAB 1 PENDAHULUAN. hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta merupakan anugerah Nya yang

Lebih terperinci

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 : Bab I PENDAHULUAN 1.1. Istilah dan Pengertian Hukum Humaniter Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang

Lebih terperinci

Mengapa HT terus mendesak pemerintah mengirimkan tentara perang melawan Israel?

Mengapa HT terus mendesak pemerintah mengirimkan tentara perang melawan Israel? Hafidz Abdurrahman Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI Inggris melakukan berbagai upaya untuk mendudukkan Yahudi di Palestina namun selalu gagal. Tapi setelah khilafah runtuh dan ruh jihad mati barulah negara

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap

III METODE PENELITIAN. melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) 63 yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS Di dunia ini Laki-laki dan perempuan memiliki peran dan status sosial yang berbeda dalam masyarakat mereka, dan Komisi diharuskan untuk memahami bagaimana hal ini berpengaruh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi tentang perlindungan Hukum dan HAM terhadap sengketa bersenjata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang secara geografis sangat luas wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah sepatutnya Indonesia

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 25 Mei 2000 Negara-negara Pihak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG VETERAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 09 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Hak Asasi Manusia : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap manusia dan bersifat Universal B. Jenis jenis HAM -Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek penyelenggaran negara dewasa ini berkembang ke arah demokrasi dan perlidungan Hak Asasi Manusaia (HAM). Masalah HAM mengemuka pada setiap kehidupan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research) 145 yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Perang merupakan suatu peristiwa yang memiliki umur yang sama tua nya dengan peradaban manusia di muka bumi ini. Dimana perang itu lahir dari hubungan-hubungan yang

Lebih terperinci

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA HAM MERUPAKAN BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL SUMBER HUKUM INTERNASIONAL: (Pasal 38.1 Statuta Mahkamah Internasional) Konvensi internasional; Kebiasaan internasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap negara di dunia memiliki cita-cita dan tujuan utama untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap negara di dunia memiliki cita-cita dan tujuan utama untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara di dunia memiliki cita-cita dan tujuan utama untuk membangun negaranya menjadi negara yang sejahtera, aman serta sebagai pelindung bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan abad ke-21 ini, baik secara nasional maupun internasional. Hak Asasi Manusia telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perang adalah suatu kondisi dimana terjadinya pertikaian antara para pihak yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu untuk

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH Oleh I Wayan Gede Harry Japmika 0916051015 I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdiri berlandaskan Pancasila yang dimana dalam sila pertama disebutkan KeTuhanan Yang Maha Esa, hal ini berarti bahwa Negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer.

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pidana merupakan suatu bagian dari tatanan hukum yang berlaku di suatu negara yang berisikan perbuatan yang dilarang atau tindakan pidana itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN A. Pengertian Relawan Kemanusiaan Realitas menunjukkan bahwa hampir di semua komunitas masyarakat, aktivitas tolong-menolong

Lebih terperinci

Modul ke: Hak Asasi Manusia. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.

Modul ke: Hak Asasi Manusia. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi. Modul ke: Hak Asasi Manusia Fakultas Rusmulyadi, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id Pengertian HAM Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG Oleh: Ivan Donald Girsang Pembimbing : I Made Pasek Diantha, I Made Budi Arsika Program

Lebih terperinci