BAB I PENDAHULUAN. membawa konsekuensi logis adanya distorsi pada pemaknaan ruang publik 1. Bagi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. membawa konsekuensi logis adanya distorsi pada pemaknaan ruang publik 1. Bagi"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan demokrasi, kebebasan berekspresi, serta hadirnya era konvergensi teknologi, informasi dan komunikasi pasca reformasi di Indonesia yang terjadi pada tahun 1998 kian pesat. Oleh insan TVRI, hal ini dianggap membawa konsekuensi logis adanya distorsi pada pemaknaan ruang publik 1. Bagi Televisi Republik Indonesia (TVRI) kondisi tersebut semakin menguatkan kebutuhan akan ketahanan informasi, perlindungan dan pemenuhan hak warga negara atas informasi. Memaknai kondisi tersebut, insan TVRI memilih melakukan transformasi dari televisi pemerintah 2 menjadi televisi publik. 3 1 Hal ini tertuang dalam buku Transformasi TVRI Kebijakan LPP TVRI tahun bagian pengantar. Sementara itu yang dimaksud distorsi pemaknaan ruang publik lebih pada, dengan terbukanya kebebasan berekspresi, perkembang demokrasi, konvergensi teknologi, informasi dan komunikasi sangat memungkinkan berkembang pesat tayangan-tayangan di media sebagai ruang publik yang bukan untuk kepentingan publik dan mengganggu kepentingan publik. Media kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu, sehingga makna dan fungsi ruang publik menjadi terganggu dan tidak berfungsi semestinya. 2 Perbedaan televisi pemerintah dan televisi publik adalah televisi pemerintah, keseluruhan penyelenggaraannya dibiayai oleh pemerintah menggunakan dana APBN, dan konten siaran dalam hal ini berita berisi program kegiatan pemerintah dan program pembangunan era orde baru. Semua konten ditentukan oleh pemerintah, sebagai alat propaganda pemerintah (Ade Armando, 2011), sehingga tidak memiliki otonomi untuk menayangkan konten diluar ketentuan atau yang tidak diijinkan oleh pemerintah. Sedangkan televisi publik, sebagian besar penyelenggaraan dibiayai oleh pemerintah berasal dari APBN dan sisa kebutuhan penyelenggaraan mencari sendiri dari pendapatan masing-masing LPP di daerah. Sementara konten siaran berisi kejadian dan topik hangat di masyarakat, yang dianggap penting untuk disampaikan kepada publik. Selain itu konten siaran lebih menyuarakan dan melayani publik yaitu semua lapisan masyarakat termasuk perempuan, manula, anak dan kaum termarginal (Widjanarka E. Saksaka,2002). Dengan statusnya sebagai LPP TVRI, maka otonomi dalam menentukan konten mengalami peubahan, yaitu memiliki ruang untuk menyiarkan konten diluar kegiatan dan pembangunan pemerintah, tetapi justru lebih mengangkat konten yang memihak kepada publik. (Veven SP Wardana, 2002) Lembaga Penyiaran publik berdasar UU RI No 32 tahun 2002 adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan

2 2 Langkah tersebut dilakukan TVRI untuk menjawab sekaligus mengantisipasi kendala dan tantangan dalam rangka mengambil posisi serta peran strategis untuk melayani kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. 4 Dengan transformasi TVRI tersebut, maka satu satunya televisi publik di Indonesia adalah TVRI, yang terdiri dari TVRI Nasional dan 27 TVRI Daerah. Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, menempatkan TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP). Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2005 menetapkan tugas LPP TVRI yaitu memberikan pelayanan informasi, pendidikan dan hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran televisi yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. LPP TVRI D.I Yogyakarta merupakan lembaga penyiaran publik lokal yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. LPP TVRI sebagai lembaga penyiaran publik mengklaim memiliki visi terwujudnya LPP TVRI sebagai media independen, professional, terpercaya dan pilihan bangsa Indonesia, dalam keberagaman usaha dan program serta jaringan penyiaran berkualitas yang ditujukan untuk melayani kepentingan masyarakat dalam upaya memajukan kesejahteran umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melestarikan nilai budaya bangsa, untuk memperkuat kesatuan nasional. hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. 3 Hal ini tertuang dalam buku transformasi TVRI Kebijakan LPP TVRI tahun Hal ini tertuang dalam buku Transformasi TVRI Kebijakan LPP TVRI tahun hal ii, yang sering disebut dengan istilah Buku Biru.

3 3 Misi LPP TVRI Yogyakarta adalah pertama, menjadi media perekat sosial untuk persatuan dan kesatuan bangsa sekaligus media kontrol sosial yang dinamis. Kedua, menjadi pusat layanan informasi yang utama serta menyajikan hiburan yang sehat dengan mengoptimalkan potensi daerah dan kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di DIY. Ketiga, menjadi pusat pembelajaran demokratisasi dan transparansi informasi dalam rangka mewujudkan masyarakat madani. Keempat, sebagai televisi publik yang bertumpu pada keseimbangan informasi dengan tetap memperhatikan komunitas terabaikan. Kelima, menjadi media untuk membangun citra positif D.I. Yogyakarta sebagai pusat budaya, pendidikan, dan pariwisata ditingkat nasional, regional maupun di dunia internasional melalui jejaring TVRI Nasional. ( blog humas LPP TVRI D.I Yogyakarta). Dari visi dan misi tersebut dipahami bahwa keberadaan LPP TVRI bertujuan untuk melayani kepentingan masyarakat, mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadi pusat pembelajaran demokratisasi dan memberikan keseimbangan informasi dengan memperhatikan kaum terabaikan dimana kaum perempuan merupakan bagian di dalam masyarakat Indonesia. Lebih jelas dalam buku Transformasi TVRI Kebijakan LPP TVRI tahun , klaim perhatian TVRI terhadap perempuan tertuang dalam ketentuan isi siaran poin 7 yaitu mengembangkan siaran-siaran pendidikan, seni dan budaya, olah raga serta siaran khusus berdasarkan segmen-segmen pemirsa seperti anak-anak, remaja, dan manula, serta perempuan terkait dengan pengarusutamaan gender. Dalam ketentuan standar layanan tertuang komitmen TVRI pada poin C, memperlakukan penonton dan publik secara adil, non

4 4 diskriminatif, ramah, sopan, dan berintegritas. Dalam ketentuan etika siaran poin ke 3 juga dijelaskan Siaran TVRI menghormati dan menjunjung tinggi perlindungan terhadap anak-anak, remaja, perempuan, dan kelompok rentan serta kelompok masyarakat marginal terhadap pengaruh negatif isi siaran dan point ke 6 Siaran TVRI menolak segala bentuk diskriminai budaya, gender, agama, kepercayaan dan keyakinan serta segala bentuk perbedaan suku/ras dan strata sosial. Dari visi misi dan kebijakan-kebijakan tersebut sangat jelas bahwa LPP TVRI D.I Yogyakarta memberikan perhatian dan dukungan terhadap perempuan. TVRI sebagai stasiun televisi publik mengklaim memiliki prinsip melayani publik dimana program acara dan konten yang ditayangkan lebih menekankan pada kepentingan publik. Konten yang diangkat dianggap memiliki dampak luas dan menekankan pemihakan kepada publik. Widjanarka E. Saksaka (2002) mengatakan bahwa televisi publik dikelola dalam prinsip yang mencerminkan halhal yang benar-benar dibutuhkan masyarakat, bersifat multikultur tanpa memandang tingkat dan golongan, serta tidak mengucilkan hak masyarakat minoritas seperti permasalahan lingkungan, program anak-anak, perhatian kepada kaum perempuan, masyarakat lanjut usia maupun masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik. Hal ini sesuai janji TVRI yang tertuang dalam visi misi TVRI, ketentuan isi siaran, ketentuan standar layanan dan etika siaran LPP TVRI. Namun menurut pengamatan penulis yang dilakukan terhadap tayangan program berita di LPP TVRI Yogyakarta belum sepenuhnya memberikan perhatian terhadap perempuan. Pengamatan difokuskan pada Program Berita Kanal 22 yang menjadi program berita unggulan di LPP TVRI Yogyakarta.

5 5 Program Kanal 22 adalah program berita yang mengangkat topik atau peristiwa di seputar Yogyakarta. Program Kanal 22 ditayangkan setiap hari dengan durasi 60 menit yang dibagi dalam 7 segmen. Pengamatan ditinjau dari topik yang diangkat, penggalian data, pemilihan nara sumber, dan visual berita. Ditinjau dari pemilihan topik berita, berita yang ditayangkan kebanyakan topik umum seperti pendidikan, follow up kebijakan pemerintah, bencana tanah longsor dan angin kencang. Berita lain yang ditayangkan adalah berita kesehatan seperti leptospirosis, demam berdarah dan penyakit ginjal. Selain itu topik yang menjadi perhatian adalah kegiatan budaya seperti kirab budaya, festival tionghoa, topik pertanian dan peternakan, kanaikan tarif parkir, kenaikan tarif angkutan kereta api dan kenaikan harga bahan bakar minyak. Berita olah raga, berita kriminal dan berita komersial seperti wisuda atau peresmian gedung juga mewarnai tayangan berita di LPP TVRI Yogyakarta. Hasil pengamatan terhadap tayangan berita dalam program news bulletin Kanal 22 di TVRI Yogyakarta menunjukkan masih sangat jarang mengangkat topik-topik tentang perempuan, baik berita yang menggambarkan prestasi maupun berita yang menyuarakan permasalahan perempuan. Pengamatan pada bulan Maret 2015, dari total berita straight news dan feature sebanyak 582 berita, 31 berita atau sekitar 5,3 persen mengangkat topik yang berkatian dengan perempuan. Dari topik berita yang berkaitan dengan perempuan tersebut, sebanyak 24 berita mengangkat perempuan yang terlibat kasus, 2 berita mengangkat kegiatan istri pejabat. Sementara 4 berita mengangkat topik sebagai bentuk perhatian terhadap permasalahan yang dihadapi perempuan dan 1 berita

6 6 mengangkat demontrasi ibu-ibu rumah tangga yang menolak kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pengamatan terhadap penggalian berita dalam Program Kanal 22, jarang sekali produksi berita diangkat dari sudut pandang perempuan. Penggalian berita sosialisasi program pemerintah atau permasalahan yang dihadapi perempuan akibat aturan atau undang-undang jarang dilakukan. Contohnya pendapat buruh perempuan tentang kebijakan kesehatan yang digelontorkan pemerintah BPJS, atau kebijakaan eksekusi mati bagi terpidana kasus narkoba. Penggalian berita tentang perlakuan kekerasan terhadap perempuan baik fisik maupun psikis, atau keterbatasan akses bagi perempuan dalam kehidupan juga jarang sekali dilakukan. Bagaimana perempuan dihadirkan sebagai subjek tidak mendapat porsi yang signifikan. Pemberitaan TVRI Yogyakarta cenderung menyampaikan sosialisasi kebijakan pemerintah dan kurang melihat sisi lain dari permasalahan yang dihadapi perempuan. Kecenderungan narasumber yang dipilih dalam berita adalah pihak-pihak dominan seperti pemangku kekuasaan dalam budaya, pemangku kekuasaan dalam pemerintahan seperti gubernur, kepala dinas, kepala seksi, kepala desa, atau kepala sekolah. Topik berita tersebut digali dengan nara sumber yang dianggap kompeten oleh tim produksi berita. Jarang sekali nara sumber perempuan yang menyuarakan narasi perempuan dipilih untuk berbicara. Sebenarnya permasalah dalam topik yang diangkat dalam berita menyangkut permasalahan yang dihadapi perempuan, akan tetapi jarang sekali perempuan dalam hal ini pelaku atau korbannya dilibatkan. Kecendeungan perempuan yang dipilih menjadi sumber

7 7 berita adalah perempuan yang menjadi pemangku kekuasaan, terutama pemangku kekuasaan dalam pemerintahan. Kategori perempuan lain seperti buruh perempuan untuk menyuarakan permasalahan mereka, dan perempuan sukses lain yang berhasil di ruang publik seperti perempuan yang berhasil dalam bisnisnya, perempuan yang menjadi pemimpin perusahaan, atau perempuan yang duduk di Dewan Legislatif dengan angle berita tentang pemikiran-pemikirannya dan kecerdasannya selama bulan Maret 2015tidak dihadirkan. Topik berita yang menunjukkan keberhasilan perempuan sebagai individu yang sukses dan mandiri di ruang publik jarang ditampilkan dalam tayangan Program Kanal 22. Selain itu jarang sekali ditayangkan berita tentang perempuan yang mampu menunjukkan eksistensinya di masyarakat atau kreativitas perempuan yang lebih maju dalam penghasilan sehingga mampu menghadapi permasalahan, seperti masalah ekonomi atau masalah lainnya. Berita kesuksesan perempuan dan eksistensi perempuan di masyarakat menunjukkan kekuatan dan kiprah perempuan yang mampu bersaing di lingkungan pekerjaan dan ruang publik yang dianggap menjadi wilayah kaum laki-laki. Hal ini sekaligus untuk menghilangkan stereotipe perempuan yang identik dengan hal-hal domestik. Namun dari pengamatan, berita-berita dengan topik perempuan yang menunjukkan keterlibatan perempuan semacam ini jarang ditayangkan pada Program Kanal 22 di LPP TVRI Yogyakarta. Berita yang mengangkat isu perempuan biasanya sangat momentum seperti Hari Ibu, Hari Kartini, atau Hari Perempuan. Selepas itu perempuan seolah hilang dari tayangan berita.

8 8 Selanjutnya ditinjau dari visual berita, seringkali menampilkan gambar yang mengekspose wajah perempuan dengan tipe pengambilan gambar close up pada wajah. Gambar semacam ini sering muncul dalam berita-berita seminar atau diskusi. Hal tersebut disebabkan karena gambar yang dihasilkan dalam peliputan acara seminar terkesan monoton karena seminar hanya berisi orang-orang yang duduk dan presentasi. Namun dengan menampilkan wajah perempuan dengan angle pengambilan kamera close up pada wajah, justru memposisikan perempuan sebagai objek pandangan untuk memenuhi hasrat memandang laki-laki. Ketika perempuan dihadirkan tetapi hanya menjadi objek bagi laki-laki maka kehadiran perempuan yang sebenarnya diabaikan oleh media. Secara simbolis perempuan dihadirkan, tetapi perempuan tidak dihadirkan untuk berbicara, artinya media melakukan anihilasi simbolis terhadap perempuan. Gaye Tuchman (1979:533) menjelaskan tentang anihilasi simbolis (symbolic annihilation) bahwa represesentasi perempuan oleh media yang terlalu rendah (underrepresentation) 5 termasuk stereotipe perempuan yang lemah, secara simbolis menunjukkan posisi perempuan dalam masyarakat. Tuchman menjelaskan tiga hal yang mengindikasikan anihilasi simbolis yaitu penghilangan, kealphaan atau tidak dicantumkannya perempuan dalam media (Omission), pengabaian media terhadap perempuan atau perempuan dianggap tidak penting 5 Underrepresentation yang dimaksud Gaye Tuchman adalah representasi perempuan yang ditampilkan oleh media yang terlalu rendah, yaitu kehadiran perempuan hanya sebagai objek seksual laki-laki, dan perempuan yang selalu dilekatkan dengan stereotipe mengurus dapur, anak dan suami. Kehadiran perempuan hanya dianggap penting jika di rumah, meski demikian ketika di rumah pun perempuan selalu ditampilkan sebagai sosok yang lemah sementara laki-laki ditampilkan selalu lebih bijaksana. Gaye Tuchman menjelaskan hal ini di era 1970 an dengan tulisannya pertama kali tahun 1978, untuk menjelaskan gambaran perempuan di Amerika pada saat itu.

9 9 oleh media (trivialization), dan penyalahan media terhadap perempuan (condemnation). Oleh karena itu dalam konsep Gaye Tuchman, jika media melakukan penghilangan atau pengalpaan perempuan, mengabaikan dan menganggap perempuan tidak penting, serta menyalahkan perempuan atas suatu hal, maka media telah melakukan anihilasi simbolis terhadap perempuan. Widjanarka E. Saksaka (2002) mengatakan pilihan mata acara televisi publik bukan didasari oleh tingginya rating pemirsanya, tetapi lebih menekankan pada jenis mata acara yang selama ini tersisihkan dari program televisi komersial. Apabila semua tayangan didasarkan selera pasar, sementara selera pasar didasarkan pada kalkulasi mayoritas atau pihak-pihak dominan, bahkan kebutuhan publik diklaim sendiri oleh pihak broadcaster televisi maka kebutuhan publik yang sebenarnya akan tersisihkan atau tidak mendapat tempat, termasuk kebutuhan perempuan yang sebenarnya. Bila kondisi televisi publik didasarkan selera pasar maka Veven SP Wardana (2002) mengatakan angka publik minoritas yang sesungguhnya membutuhkan jenis tayangan tertentu jadi terabaikan, padahal tayangan tersebut untuk kebutuhan sosiologi publik. Disinilah maka perempuan juga membutuhkan tayangan berita yang memuat sudut pandang dari perempuan. Perempuan membutuhkan tayangan berita yang memberikan pendidikan bagi kaum perempuan, tayangan berita yang perduli terhadap persoalan-persoalan perempuan, dan tayangan berita yang mampu menghadirkan kaum perempuan sebagai subjek yang berbicara untuk menyuarakan permasalahan mereka bukan hanya sebagai objek semata.

10 10 Out put berita yang ditayangkan LPP TVRI D.I Yogyakarta tidak lepas dari proses produksi berita. Oleh karena itu anihilasi simbolis terhadap perempuan dalam berita dapat dipahami dari praktik-praktik anihilasi simbolis yang terjadi dalam proses produksi berita. Seperti yang disampaikan Teresa de Lauretis (1987:5) The construction of gender is both the product and the process of its representation. Konstruksi gender meliputi dua hal yaitu produk dan proses dalam melakukan representasi. Dalam berita maka konstruksi output berita merupakan wujud dari bagaimana konstruksi yang terjadi ketika proses produksi berita. Artinya anihilasi simbolis tidak hanya dapat dipahami dari out put berita tetapi juga dapat dipahami dari praktik-praktik anihilasi simbolis pada saat proses produksi berita. Proses produksi berita dilakukan melalui beberapa tahap atau hierarki, mulai dari rapat redaksi, peliputan berita, penulisan dan penyuntingan naskah serta editing visual, hingga berita siap ditayangkan. Karin Wahl-Jogerson menyatakan News organizations are shape by complex professional hierarchies, structures, and power relations that challenge any claims of unity. (Bird, 2010:21). Dari kutipan tersebut maka membicarakan, menganalisa dan memahami anihilasi simbolis terhadap perempuan dalam pemberitaan di LPP TVRI Yogyakarta tidak lepas dari proses produksi berita yang melibatkan hirarki profesional, struktur media dan relasi kuasa yang saling tarik menarik dalam media tersebut. Media merupakan salah satu institusi sosial yang mensosialisasikan peran gender termasuk terhadap perempuan. Ketika media massa yang berfungsi sebagai

11 11 media informasi dan sosialisasi bagi masyarakat jarang mengangkat berita dengan topik perempuan, apalagi ketika mengangkat topik perempuan namun perempuan jarang diposisikan sebagai subjek yang menyuarakan narasi mereka, dan jarang menampilkan gambaran prestasi perempuan diruang publik maka perempuan mengalami anihilasi simbolis oleh media. Oleh karena itu penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana dan mengapa anihilasi simbolis terhadap perempuan terjadi dalam proses produksi berita Kanal 22 di LPP TVRI D.I. Yogyakarta sebagai program berita unggulan LPP TVRI Yogyakarta. 1.2 Rumusan Masalah LPP TVRI sebagai televisi publik mengklaim memiliki visi misi sebagai media kontrol dan perekat sosial, pusat layanan informasi dan pendidikan, pusat pembelajaran demokrasi yang bertumpu pada keseimbangan informasi dengan tetap memperhatikan berbagai komunitas, termasuk perempuan. Dalam ketentuan isi siaran, standar layanan, dan etika siaran juga mengklaim perhatian LPP TVRI terhadap perempuan. Namun dalam proses produksi berita Kanal 22 di LPP TVRI D.I Yogyakarta pemilihan topik permasalahan perempuan maupun keterlibatan perempuan sebagai subjek dalam masyarakat sangat jarang ditampilkan dalam berita bahkan untuk berita dengan fokus pada topik-topik perempuan. Perempuan mengalami anihilasi simbolis dalam proses produksi berita. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang masalah yang ditulis maka persoalan yang coba dikaji oleh penulis dalam penelitian ini adalah

12 12 1. Bagaimana anihilasi simbolis terhadap perempuan dalam proses produksi berita Kanal 22 di Lembaga Penyiaran Publik TVRI D.I. Yogyakarta? 2. Mengapa anihilasi simbolis terhadap perempuan terjadi dalam proses produksi berita Kanal 22 di Lembaga Penyiaran Publik TVRI D.I. Yogyakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis anihilasi simbolis terhadap perempuan dalam proses produksi Berita Kanal 22 di Lembaga Penyiaran Publik TVRI D.I. Yogyakarta. 2. Menganalisis hal-hal yang memberikan kontribusi terjadinya anihilasi simbolis terhadap perempuan dalam proses produksi berita Kanal 22 di Lembaga Penyiaran Publik TVRI D.I. Yogyakarta. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian tentang pemberitaan yang berkaitan dengan perempuan telah banyak dilakukan sebelumnya, misalnya penelitian yang dilakukan tim LP3Y tahun 1997 yang kemudian ditulis dalam buku berjudul Perspektif Gender dan Pengalaman Subyektif Jurnalis Perempuan Indonesia dalam buku Media dan Gender, Perspektif Gender atas Industri Suratkabar Indonesia. Penelitian dilakukan kepada wartawan-wartawan di 9 surat kabar yaitu Kompas, Republika, Suara Pembaharuan, Pos Kota, Pikiran Rakyat, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka, Jawa Pos, dan Surabaya Pos.

13 13 Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa pendapat jurnalis perempuan terhadap profesi jurnalis dan pengalaman selama menjadi jurnalis. Pertama, perempuan memilih pekerjaan jurnalis awalnya dilatari beberapa hal yaitu cobacoba, asal jangan PNS, agar tambah wawasan, menyalurkan kegemaran menulis, namun ada yang idealis menjadi jurnalis sebagai bentuk kepedulian terhadap kemiskinan, ketidakadilan, dan keterbelakangan meski jumlahnya masih sangat sedikit. Kedua, Keluarga dan masyarakat masih memandangan profesi jurnalis merupakan wilayah laki-laki. Perempuan masih dianggap tak pantas bila bekerja sebagai jurnalis karena sistem kerja tidak mengenal waktu dan sering pulang malam. Ketiga, dalam pembagian pekerjaan, awalnya jurnalis perempuan masih ditempatkan pada desk liputan lunak seperti pendidikan, kesehatan, berita perempuan yang lingkupnya masih seputar fashion. Artinya bukan medan liputan keras seperti berita kerusuhan, politik, criminal atau ekonomi. Namun beberapa jurnalis mengatakan sudah tidak ada perbedaan bidang liputan bagi jurnalis lakilaki dan perempuan, seperti yang disampaikan jurnalis perempuan dari surat kabar Poskota, Jawa Pos, dan Suara Merdeka. Keempat, kebijakan peliputan masalah perempuan biasanya diserahkan kepada jurnalis perempuan karena dianggap lebih mudah masuk ke lingkungan perempuan dan lebih mudah memahami posisi perempuan yang menjadi subjek dalam masalah yang diliput. Kelima, kesempatan peliputan luar negeri bagi jurnalis perempuan masih sangat jarang, dari 67 responden yang diwawancarai hanya 7 jurnalis perempuan yang memiliki pengalaman liputan luar negeri.

14 14 Keenam, berkaitan dengan karir jurnalis perempuan secara umum tidak setinggi dan secepat jurnalis laki-laki disebabkan 3 hal yakni terbatasnya peluang dan kesempatan yang diberikan pihak manajemen, trend perekrutan relatif belum lama, dan sikap jurnalis perempuan sendiri yang tidak professional dalam menggeluti profesi jurnalistik sehingga menghambat karir menuju jabatan strategis dalam pekerjaan. Ketujuh, banyak jurnalis perempuan yang memilih karir di jalur spasialisasi dibanding karir pada jabatan struktural. Kedelapan, pemahaman jurnalis perempuan terhadap permasalahan perempuan dan berita tentang perempuan, dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa belum semua jurnalis perempuan paham akan masalah perempuan dan berita yang pantas untuk diangkat sebagai bentuk pemberdayaan terhadap kaum perempuan. Masih sangat sedikit jurnalis perempuan yang memiliki kesadaran pentingnya pemberdayaan perempuan baik sebelum atau sesudah menjadi jurnalis. Dengan kata lain di kalangan jurnalis perempuan, motivasi menjadi jurnalis dengan dilandasi cita-cita membela kepentingan kaum perempuan yang masih berada dalam ketimpangan gender masih relative kecil. Penelitian yang dilakukan Priyo Soemandoyo (1998) dalam Wacana Gender dalam Layar Televisi. Penelitian dititikberatkan pada lima stasiun televisi swasta yaitu RCTI, SCTV, TPI, AN-teve, dan Indosiar. Kajian media yang diambil yaitu kasus gender dalam pemberitaan swasta. Perspektif gender dalam penelitian ini dibatasi pada 4 hal yaitu keberadaan serta peran aktif perempuan dalam media massa tersebut, organisasi kerja yang sensitif gender, keluaran (output) produk media dalam bentuk tayangan-tayangan berperspektif gender, serta institusi media

15 15 massa televisi yang berperspektif gender. Objek sasaran penelitian adalah program-program berita yang diproduksi kelima stasiun televises tersebut. Program berita tersebut adalah Liputan 6 Pagi SCTV, Nuansa Pagi RCTI, Halo Indonesia AN-teve, Selamat Pagi Indonesia TPI, Fokus Indosiar. Bias gender dalam dunia pers diteropong dari 4 sisi yaitu pertama, minimnya jumlah jurnalis perempuan. Kedua, rendahnya kualitas pemberitaan berperspektif gender.ketiga, diperlukan sebuah gaya jurnalisme berperspektif gender. Keempat, munculnya bias gender dalam manajemen yang terwujud dalam kebijakan keredaksian yang dianutnya.dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak begitu mudah mengatakan bahwa media massa menjadi penyebab utama tersubordinasinya perempuan dalam masyarakat, karena kondisi yang terjadi sebagai akibat mengakarnya stigma perilaku cultural dalam struktur sosial, ekonomi, dan politik masyarakat. Penelitian itu juga mengungkap bahwa di dalam media perempuan masih dianggap sebagai objek dari seluruh mesin operasional media massa. Media tidak memberikan kesempatan bagi perempuan untuk bertindak aktif sebagai subyek bagi dirinya sendiri, dan bagi peneguhan peran gendernya dalam masyarakat. Diperparah dengan jarangnya berita tentang perempuan masuk menjadi berita utama, dimana dalam rundown seringkali diletakkan dalam posisi yang lemah. Yang terjadi adalah berita terkait perempuan masuk dalam berita utama namun dengan mendompleng kasus dan problematika tentang perempuan dengan angle perspektif perempuan, meskipun tetap saja masih menjadi obyek.

16 16 Pada tataran rapat redaksi sangat menentukan berita mana yang layak tayang atau tidak, dimana hal ini dipengaruhi oleh peranan ketiga unsur yaitu isi narasi, pilihan visual dan soundbite (pernyataan nara sumber). Ketiganya merupakan titik rawan terbangunnya konstruksi bias gender dalam berita. Selain itu ditemukan pemakaian idiom dan metafora yang membawa implikasi negatif tentang citra masyarakat terhadap perempuan. terkait dengan banyaknya jurnalis perempuan dalam media menjadi indikator diperbincangkannya isu perempuan, namun pada kondisi media yang rata-rata dimiliki kaum laki-laki masih bertindak sebagai unsur penekan, maka warna jurnalis perempuan belum dapat berperan maksimal. Pada akhirnya tidak perlu signifikan apakah praktisi jurnalis itu berkelamin lakilaki atau perempuan, sebab yang lebih penting adalah sensitivitas dan kualitas pemaman terhadap persoalan gender. Sedangkan berkaitan dengan mekanisme pengorganisasian media, pengasahan sensitifitas gender serta pertimbangan komposisi kelamin perlu diterapkan sejak rekruitmen awal dilakukan.tidak berlebihan bila kunci dari semua itu kembali kepada kesadaran gender sendiri. Kesadaran untuk tidak lagi menjadi berstatus rendah dalam lembaga, kesadaran untuk mengangkat isu perempuan sebagai isu mainstream sebagai tema yang senantiasa diangkat dalam media lazim, kesadaran untuk mengikis representasi perempuan dan depolitisasi perempuan, serta kesadaran untuk mengembangkan perspektif para jurnalis perempuan mengenai isu media. Akhirnya perjuangan strategis untuk mengubah sistem ketidakadilan gender dalam masyarakat, merupakan perjuangan ideologis. Perjuangan yang tidak hanya individu namun perjuangan masyarakat.

17 17 Kris Budiman (2000) dalam buku Feminis Laki-Laki dan Wacana Gender, berdasarkan logika paleonimik (Culler, 1985: ) wacana jurnalistik mulanya adalah wacana feminin. Secara etimologi, journal berarti catatan harian, kemudian makna yang muncul dari jurnalistik adalah aktivitas membuat catatan harian. Secara tradisional, subjek yang diasosiasikan dengan penulisan catatan harian adalah perempuan. Melalui logika paleonimik ini terlihat bahwa jurnalistik adalah aktivitas bergender (gendered activity). Namun demikian berita televisi hanya menyisakan tempat bagi perempuan sebagai tanda, bukan lagi protagonis. Disini kemudian jurnalistik berbalik menjadi aktivitas wacana maskulin yang memposisikan maskulin sebagai pemegang supremasi pemaknaan dan perempuan sebagai objek yang dipertukarkan. Artinya Jurnalistik merupakan wacana yang tidak gender-neutral. Ketika kegiatan menulis catatan harian berubah dari aktivitas privat menjadi aktivitas di ruang publik maka saat itulah perempuan mulai terpinggirkan, karena ruang publik dianggap sebagai ruang laki-laki. Kris Budiman menjajagi tiga posisi perempuan dalam berita televisi yaitu sumber berita, pembuat berita dan penyiar berita. Ketiga posisi perempuan ini pada gilirannya hanya sebagai tanda yang dipertukarkan dalam sirkuit komunikasi dan bukan sebagai subjek yang berbicara. Dana Iswara dan Yoseptin T. Pratiwi dengan artikel berjudul Perspektif Perempuan pada Program Televisi : Sudah adakah? dalam Jurnal Perempuan edisi 28 tahun Mengupas tentang representasi perempuan di televisi. Analisis dilakukan pada program Peristiwa dan program Modus yang ditayangkan di TV 7.

18 18 Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan subjek atau objek berita. Analisis persepsi media televisi terhadap perempuan dan persoalannya dilihat dari aspek kekerasan simbolik yang ada pada teks berita dan gambar, bermuatan sexis atau tidak. Hasil pengamatan program Peristiwa, 4 dari 11 episode mengangkat tentang perempuan, yaitu 3 episode menjadikan perempuan sebagai objek yang diceritakan dengan kekerasan simbolik dan 1 episode menempatkan perempuan sebagai subjek. Sementara 7 episode lainnya posisi perempuan lebih netral dan tidak ada kekerasan simbolik. Sementara pada program Modus 2 dari 11 episode yang ditelaah mengambil perempuan sebagai objek kejahatan, dan sisanya adalah jenis kejahatan yang korbannya dapat menimpa siapa saja baik laki-laki maupun perempuan. Data pengamatan tersebut menjelaskan bahwa program berita kriminal dan sex peminat utamanya adalah penonton perempuan, sehingga ditayangkan siang hari. Perempuan telah menyumbang ratting yang tinggi dari program kriminal dan sex. Komentar tentang PSK dan Inul dalam topik berita yang dianalisis menunjukkan bahwa pandangan perempuan sendiri masih terhegemoni oleh pandangan patriarkis di masyarakat. Pemberitaan masih menampilkan kriminalitas Negara terhadap PSK, perlakuan tidak senonoh aparat terhadap PSK dan bagaimana aparat menempelkan stigma merusak moral kepada PSK tidak menyumbangkan apaapa bagi kemajuan hak-hak perempuan. Pemberitaan belum mengangkat kewajiban utama negara untuk menyediakan lapangan kerja bagi PSK, agar mereka meninggalkan profesinya. Dalam menghadapi mayoritas penonton

19 19 perempuan, program berita televisi selayaknya lebih peka gender dan ikut membantu menempatkan isu-isu feminis secara proporsional akan menjadi watchdog bagi pemerintah untuk mengurangi masalah perempuan. Nadia Kaneva dan Elza Ibroscheva (2011) dalam tulisannya berjudul Hidden in Public View : Visual Representation of women in the Bulgarian Communist Press menganalisa tentang representasi visual perempuan di Bulgaria dari tahun 1950 sampai dengan 1980 yang ditampilkan dalam fotografi surat kabar harian resmi milik partai komunis. Dalam penelitiannya menggunakan konsep symbolic glorification yang memiliki kaitan dengan konsep symbolic annihilation yang dikemukakan Gaye Tuchman (1978). Menurut Nadia Kaneva dan Elza Ibroscheva, symbolic glorification merupakan bagian penting upaya ideologis untuk mengklaim bahwa partisipasi perempuan dalam tenaga kerja dan kehidupan politik adalah tanda dari emansipasi perempuan yang sebenarnya. Kesimpulan dari penelitian representasi perempuan yang ditampilkan media the Bulgarian Communist Press tersebut pertama, emansipasi perempuan yang ditampilkan seputar hal-hal yang menunjukkan emansipasi di ruang publik, yaitu sebagai tenaga kerja dan fungsionaris politik. Sangat sedikit model perempuan yang ditampilkan dalam media tersebut yang dapat digunakan untuk mengkonstruksi identitas diri (self-identity). Mesin propaganda Negara komunis menyebarkan gambaran perempuan dalam dunia atau pekerjaan yang keras (hard hats 6 ) seperti teknisi perempuan, dokter perempuan yang secara luas mendukung bahwa perempuan bebas dari perburuhan domestik. Hal ini yang dimaksud 6 Hard hats adalah kata-kata yang digunakan Nadia Kaneva dan Elza Ibroscheva dalam tulisannya untuk menyebut pekerjaan keras yang dianggap identik dengan laki-laki.

20 20 symbolic glorification perempuan sosialis-pekerja dan aktivis- model ideal yang dibayangkan feminis barat. Namun demikian pada saat yang sama symbolic glorification ini justru memperluas symbolic annihilation identitas perempuan sosialis sebagai ibu, istri, dan makhluk seksual. Anihilasi visual terhadap kehidupan privat perempuan ini telah sukses menyembunyikan emansipasi perempuan di ruang privat. Hal ini tidak ditunjukkan dalam gambar di media tersebut. Penghilangan partisipasi perempuan yang tidak tersampaikan (unspoken) dalam gambar di media tersebut menunjukkan omission yang dilakukan media terhadap perempuan yang memiliki keseimbangan dalam mengatur karir yang professional dan membangun keluarga. Kedua, penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan penerapan teori Tuchman untuk perempuan di Amerika dengan perempuan di Eropa Timur selama era sosialis. Pesan yang disampaikan media amerika terhadap perempuan adalah Marry, don t work sementara pesan yang disampaikan dari fotografi di Rabotnichesko Delo kepada perempuan Bulgarian adalah work,work,work. Meskipun berbeda namun hasil utama penelitian perempuan pekerja di kedua negara ini sama bahwa media mengabadikan justifikasi beban ganda terhadap perempuan. Sementara itu disisi lain perbedaan ini menggambarkan ekspektasi budaya yang lebih luas tentang perempuan, bahwa di negara kapitalis barat, perempuan menjadi lemah dan tak berdaya. Sementara perempuan sosialis timur diharapkan menjadi perempuan yang kuat dan mandiri. Beberapa tinjauan pustaka tersebut menunjukkan bahwa media massa baik institusi organisasi, proses kerja, maupun output berita masih seringkali

21 21 mengabaikan perempuan, dan menempatkan perempuan sebagai objek. Sementara dalam penelitian ini peneliti ingin memfokuskan pada bagaimana anihilasi simbolis terhadap perempuan dalam proses produksi berita di Lembaga Penyiaran Publik TVRI D.I. Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan melakukan observasi pada aktivitas proses produksi berita dan wawancara dengan para subjek yang terlibat dalam proses produksi berita Kanal 22. Penelitian yang dilakukan bukan televisi swasta namun televisi publik yaitu TVRI D.I Yogyakarta. 1.5 Landasan Teori Ruang Berita sebagai Pusat Produksi Berita Memahami produksi berita perlu memahami ruang berita (news room), dimana Karin Wahl-Jogerson (2010:23) menyebutnya sebagai Newsroomcentricity atau keterpusatan ruang berita: Newsroom is the most obvious place to seek out cultures of journalism because news production, as a professional practice, has been centralized and concentrated there. Ruang berita menjadi pusat kegiatan produksi berita. Seperti Nerone and Barnhurst (2003:435) yang dikutip Karin Wahl-Jogerson yang mengatakan bahwa pers sebagai sebuah institusi, aktivitas penting aslinya terjadi di ruang berita. Dalam ruang berita ini dilakukan rapat redaksi, pemilihan topik berita, pemilihan nara sumber, penulisan naskah, penyuntingan naskah dan editing visual berita. Denis McQuail (2004:251) mengatakan kerja organisasi media terbawa kedalam cara yang secara sistematis mempengaruhi konten yang ditransmisikan.

22 22 Berbagai tujuan organisasi, praktik kerja, dan budaya kerja memiliki pengaruh yang besar terhadap konten. Karin Wahl-Jogerson menyatakan News organizations are shape by complex professional hierarchies, structures, and power relations that challenge any claims of unity. (Bird, 2010:21). Dari kutipan tersebut maka untuk memahami proses produksi berita maka perlu memahami organisasi berita yang dibentuk oleh hierarki professional yang kompleks, struktur dan relasi kuasa dalam organisasi berita tersebut. Oleh karena itu membicarakan, menganalisa dan memahami anihilasi simbolis terhadap perempuan dalam proses produksi berita tidak lepas dari praktik kerja dan budaya kerja yang terjadi di ruang berita (news room) yang melibatkan hirarki profesional, struktur media dan relasi kuasa yang saling tarik menarik dalam media tersebut. Gaye Tuchman (1979:531) mengatakan ada hubungan langsung diantara organisasi media, konten media, dan kehidupan sehari-hari Hubungan tersebut yaitu sedikit perempuan yang memegang posisi yang berkuasa dalam organisasi media, maka konten media akan merusak status perempuan dalam kehidupan masyarakat karena media tidak menghadirkan perempuan sebagai model panutan (role model). Oleh karena itu penghapusan model panutan (role model) oleh media, ketika teresapi maka akan mencegah dan menghalangi prestasi perempuan. Selain itu juga mendorong perempuan dan laki-laki untuk mendefinisikan perempuan dalam pandangan laki-laki yaitu sebagai objek seksual, atau dalam konteks keluarga yaitu sebagai istri dan ibu. Media merusak status perempuan di masyarakat dan tidak menghadirkan sosok perempuan saat ini (present viable role

23 23 model). Perempuan yang dihadirkan bukan perempuan dengan prestasinya, namun kadang perempuan hadir karena berkaitan dengan hal negatif bahkan sebagai objek laki-laki Anihilasi Simbolis (Symbolic Annihilation) terhadap Perempuan Program berita merupakan bagian dari program yang diproduksi oleh media, termasuk berita televisi. Yang membedakan program berita dari program lainnya menurut Gaye Tuchman (1978:31) 7 adalah berita menjadi area bagi media dimana budaya kita menuntut agar berita melakukan reproduksi yang jujur dan bebas dari distorsi. Termasuk bagaimana media mereproduksi tentang perempuan. Hal ini sesuai distorsi yang dimaksud oleh Gaye Tuchman (1979: ) yaitu ketika media mengangkat atau merefleksikan masyarakat dalam berita, dalam hal ini merefleksikan perempuan namun media tidak merefleksikan posisi perempuan secara tepat atau tidak sesuai kondisi yang sebenarnya. Ketika perempuan ditampilkan dalam media, hal tersebut menunjukkan bagaimana media merepresentasikan posisi perempuan di masyarakat. Kehadiran perempuan dalam media saja tidak cukup, perlu memahami bagaimana perempuan ditampilkan atau diposisikan oleh media. Bagaimana dominasi laki-laki terhadap perempuan dan perulangan serta peneguhan stereotipe yang dilakukan media terhadap perempuan. Hal ini seperti penjelasan Lemon yang dikutip oleh Tuchman (1979:533) dalam tayangan opera sabun berikut : 7 Gaye Tuchman, Television News and the Metaphor of Myth Studies on the Anthropology of Visual Communication. Volume 4 (Summer 1978) p 31

24 24 bagaimanapun, kehadiran perempuan tidak mencukupi. Lemon menjelaskan bahwa beberapa pertunjukan, laki-laki terlalu mendominasi perempuan dimana kehadiran regular artis pendukung perempuan untuk meningkatkan dominasi laki-laki kulit putih. Kehadiran ini juga memungkinkan perulangan stereotipe : pola dominasi dalam interaksi pada televisi prime time yang mengontraskan matriarki kulit hitam dengan posisi yang lemah terhadap perempuan kulit putih dalam keluarganya. Dan media massa juga menegaskan superioritas laki-laki bahwa laki-laki yang memberikan lebih banyak nasihat tentang keterlibatan personal dalam opera sabun dibandingkan perempuan. Kehadiran perempuan oleh media yang sangat jarang dan penempatan perempuan pada posisi yang lemah dalam media, seperti perempuan yang ditampilkan sebagai korban, sementara laki-laki ditampilkan sebagai pihak yang lebih kuat, maka secara simbolik media telah merendahkan posisi perempuan. (Tuchman,1979:531) Ketidakhadiran atau absensi perempuan dan pemosisian perempuan dalam media yang sangat tidak terwakili (underrepresented) menunjukkan anihilasi simbolis (symbolic annihilation) terhadap perempuan. Konsep symbolic annihilation pertama kali diperkenalkan oleh George Gerbner (1972:44) yang menyatakan bahwa representasi dunia fiksional menandakan eksistensi sosial; absen berarti anihilasi simbolis. Konsep ini digunakan untuk mengungkap representasi termasuk penghilangan (omission), menanamkan asumsi dominan tentang bagaimana dunia bekerja dan hasilnya adalah dimana letak kekuasaan. Gerbner menjelaskan tentang Symbolic annihilation adalah is the term used to describe the absence of representation, or underrepresentation of some group of people in the media (often based on their race, sex, sexual orientation, socio-economic status, etc) understood in the social sciences to be means of maintaining social inequality.

25 25 Sementara itu Gaye Tuchman (1978:17) mengaplikasikan konsep symbolic annihilation untuk menyoroti perempuan dalam media. Gaye Tuchman mengembangkan konsep Gerbner yang sederhana tentang absence means symbolic annihilation dengan memasukkan konsep condemnation dan trivialization. Tuchman mengamati bahwa dalam masyarakat Amerika, perempuan dianggap tidak penting kecuali mungkin di dalam rumah. Meski keberadaan perempuan dianggap penting di dalam rumah, namun laki-laki tetap dianggap yang terbaik. Dalam analisis Tuchman, perempuan secara representasi hadir, digambarkan secara positif sebagai sosok penyayang dan sosok yang baik, akan tetapi masih dianggap tidak penting ketika disandingkan dengan laki-laki yang digambarkan sebagai sosok yang bijak dan kuat. Sementara itu dalam esai nya berjudul Women s Depiction by The Mass Media, Tuchman mengatakan (1979:533): However, the underrepresentation of women, including their stereotypic portrayal, may symbolically capture the position of women in American society their real lack of power. It bespeaks their symbolic annihilation by the media. For according to Gerbner, just as representation in the media signifies social existence, so too underrepresentation and (by extention) trivialization, and condemnation indicate symbolic annihilation. Ada 3 (tiga) hal yang mengindikasikan penghilangan simbolis (symbolic annihilation) terhadap perempuan yaitu Omission, Trivialization dan Condemnation. Omission dipahami sebagai penghilangan, kealphaan atau tidak dicantumkannya perempuan dalam media. Termasuk underrepresentation atau kurang terwakilinya perempuan dalam media, dan stereotipe yang dibangun oleh

26 26 media terhadap perempuan seperti perempuan sebagai objek seksual laki-laki, atau perempuan yang diidentikkan dengan posisinya dalam keluarga yaitu sebagai istri dan ibu, meskipun realitas menunjukkan bahwa sudah banyak perempuan berprestasi di ruang publik. Contoh lainnya adalah representasi media yang menggambarkan bahwa perempuan itu lemah sementara laki-laki digambarkan sebagai sosok yang jauh lebih kuat. Kedua trivialization, yaitu terabaikannya perempuan oleh media, atau anggapan bahwa perempuan itu tidak penting (insignificant) atau kurang penting. Contohnya adalah topik berita terkait perempuan yang jarang ditampilkan oleh media karena topik perempuan dianggap kurang penting dibanding topik lain yang dampaknya dianggap jauh lebih luas bagi semua lapisan masyarakat. Ketiga condemnation, penyalahan media terhadap perempuan, misalnya ketika terjadi pemerkosaan terhadap perempuan maka dalam pemberitaan justru perempuan yang disalahkan misalnya disalahkan karena keluar malam atau mengunakan pakaian seksi. Contoh lainnya media jarang mengangkat perempuan dalam berita karena perempuan dianggap jarang yang mau berbicara, meskipun media yang memutuskan siapa yang akan ditampilkan dalam media. Ketiadaan kekuatan atau kelemahan perempuan yang ditampilkan dalam media memperlihatkan anihilasi simbolis terhadap perempuan oleh media. Sesuai Gerbner yang dikutip Gaye Tuchman (1978:533) bahwa representasi dalam media menandakan eksistensi sosial. Maka ketika kehadiran perempuan sangat tidak terwakili (too underrepresentation), perempuan dihilangkan, perempuan

27 27 diabaikan dan perempuan menjadi pusat kesalahan maka hal ini mengindikasikan anihilasi simbolis terhadap perempuan. Seperti Gaye Tuchman yang mengatakan bahwa perempuan seringkali menjadi objek bagi laki-laki. Oleh karena itu sangat penting melihat bagaimana perempuan ditampilkan dan diposisikan oleh media. Apakah posisi perempuan diposisikan menjadi subyek atau justru menjadi objek. Ketika perempuan sudah sering dihadirkan dalam media namun perlu dilihat apakah kehadiran perempuan sebagai subjek yang memiliki kuasa atas dirinya atau tidak. Teresa de lauretis (1987:10) dalam buku Technologies of Gender, Essays on Theory, Film and Fiction, mengatakan bahwa dalam wacana gender yang hegemonik, perempuan didudukkan dalam dua kategori subyek. Dua kategori tersebut adalah pertama, The Woman (dengan W huruf besar) yaitu konstruksi fiksional, objek dan sebuah esensi perempuan yang dibangun dan diimajinasikan oleh wacana dominan. The Woman adalah konstruksi tunggal tentang perempuan ideal imajiner untuk semua perempuan dengan tidak memperhatikan heterogenitas dan perbedaan pengalaman masing-masing perempuan. Sementara yang kedua adalah women (dengan w huruf kecil dan plural) yaitu perempuan yang plural, subjek sosial dari relasi-relasi riil yang memiliki beragam pengalaman dan perbedaan. women dipahami sebagai perempuan dengan the real, historical beings. Ratna Noviani (2015:107) menjelaskan jika The Woman selalu muncul dalam ruang representasi, maka women berada di luar bingkai representasi, meski sebenarnya mereka juga dibicarakan. Akan tetapi women yang merupakan subjek dengan banyak latar belakang dan pengalaman

28 28 sosial justru terbungkam suaranya termasuk jarangnya mereka muncul di ruangruang reperesentasi. Hal ini termasuk kemunculan mereka dalam berita Perempuan sebagai Objek Pandangan bagi Laki-laki (Male Gaze) Sejalan dengan Tuchman (1979:531), yang menyatakan bahwa perempuan dalam pandangan laki-laki adalah sebagai objek seksual, Teresa de Lauretis (1987: 13) juga menjelaskan bagaimana perempuan menjadi objek hasrat bagi penonton (voyeurist gaze). Sangat penting melihat unsur teknik sinematik yang digunakan media dalam melihat bagaimana media memposisikan perempuan. Menurut Lauretis, teknik sinematik meliputi lighting, editing, framing, dan lain sebagainya serta kode sinematik khusus yaitu sistem memandang. Teknik sinematik mengkonstruksi perempuan sebagai obyek hasrat pandangan penonton dengan menggarisbawahi representasi tubuh perempuan sebagai sisi utama seksualitas dan kesenangan visual. Begitu pula Laura Mulvey (1975: ), dalam Visual Pleasure and Narrative Cinema menjelaskan bahwa perempuan sering ditempatkan sebagai obyek hasrat laki-laki (male gaze). In a world ordered by sexual imbalance, pleasure in looking has been slpit between active male and passive female. The determining male gaze its fantasion to the which is styled accordingly Sejalan dengan Gaye Tuchman, Laura Mulvey (1975:809) mengatakan bahwa perempuan ditampilkan sebagai obyek seksual. Women displayed as sexual object is the leit-motiif of erotic spectacle from pin-ups to strip tease iegfeld to Busby Barkeley, she holds the look, plays to and signifies male desire.

29 29 Dalam media, mata kamera diibaratkan sebagai mata laki-laki sehingga tampilan perempuan dalam media cenderung patuh pada kontrol tatapan mata laki-laki. Perempuan tidak diposisikan sebagai subjek yang memiliki kuasa atas dirinya sendiri atau tidak memiliki kapasitas (self-possessiveness) tapi seringkali diposisikan sebagai objek hasrat laki-laki. Hal ini juga dapat digunakan untuk memahami bagaimana perempuan ditampilkan dalam berita termasuk dalam visual berita. Memahami bagaimana perempuan ditampilkan dalam media dalam hal ini berita, perlu melihat bagaimana proses produksi berita. Dalam proses produksi berita ini dapat dipahami bagaimana anihilasi simbolis perempuan dalam pemberitaan di sebuah media. 1.6 Metodologi Penelitian Penelitian akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan terhadap proses produksi berita program Kanal 22 dengan difokuskan pada proses rapat redaksi, peliputan, penulisan naskah, penyusunan rundown dan editing visual berita. Hal ini untuk melihat bagaimana anihilasi simbolis perempuan terjadi dalam proses produksi berita di LPP TVRI Yogyakarta Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data akan dilakukan dengan 2 cara. Pertama adalah observasi. Observasi dilakukan terhadap tahapan proses produksi program berita Kanal 22 selama bulan maret Tahapan tersebut meliputi rapat redaksi, peliputan, penulisan naskah, penyusunan rundown dan editing audio visual. Selain itu observasi juga dilakukan dengan mengamati naskah berita, rundown berita dan

30 30 tayangan berita Kanal 22 pada bulan Maret Namun demikian, melalui kegiatan observasi tidak menjadikan peneliti larut hingga tidak bisa membedakan dirinya dengan diri subjek penelitian. Metode pengumpulan data yang kedua adalah wawancara. Bentuk wawancara yang dilakukan merupakan pertanyaan terbuka dan sifatnya mengalir. Namun demikian, untuk menjaga fokus penelitian, peneliti memiliki panduan wawancara yang bersifat fleksibel. Setiap wawancara yang dilakukan, peneliti memperdalamnya dengan cara membuat catatan hasil wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini wawancara akan dilakukan kepada subjek-subjek yang terlibat dalam proses produksi berita Kanal 22 yaitu produser, editor in chief, reporter, camera person, dan editor visual Metode Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan pendekatan interpretif (Denzin dan Lincoln, 2009) yaitu dengan menguraikan segala sesuatu yang ada dibalik data. Proses penelitian dilakukan secara berkesinambungan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menguraikan, mengkonsepkan, dan menyusunnya kembali. Sementara teori yang ada digunakan sebagai alat untuk membantu analisis data. 1.7 Sistematika Penulisan Bab I : Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjuan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

31 31 Bab II: Bagian ini akan berisi pemaparan secara singkat sejarah awal berdirinya TVRI dan pergeseran status TVRI dari Televisi Pemerintah menjadi televisi Publik. Pada bab ini juga akan dijelaskan mengenai profil LPP TVRI Yogyakarta, struktur organisasi bidang berita, program berita Kanal 22, dan tahapan proses produksi berita program Kanal 22. Bab III: Bab ini menjelaskan temuan-temuan lapangan yang diperoleh selama proses observasi maupun wawancara, sekaligus untuk menjawab rumusan masalah yang telah dibuat. Bab IV: Bagian terakhir ini berisikan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.

BAB IV KESIMPULAN. praktik-praktik anihilasi simbolis dalam proses produksi berita. Perempuan yang

BAB IV KESIMPULAN. praktik-praktik anihilasi simbolis dalam proses produksi berita. Perempuan yang 131 BAB IV KESIMPULAN Anihilasi simbolis terhadap perempuan terjadi dalam Program Berita Kanal 22 yang ditayangkan oleh Lembaga Penyiaran Publik TVRI D.I Yogyakarta. Anihilasi simbolis terhadap perempuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi adalah media yang paling mudah dijangkau oleh berbagai kalangan, baik kalangan atas, menengah, maupun kalangan bawah. Harga televisi yang ramah di kantung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, perkembangan teknologi semakin berkembang dengan cepat dan pesat. Semakin maju kemampuan teknologi maka juga berpengaruh pada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal Batu Televisi (Batu TV) Kota Batu Jawa Timur pada bulan

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bagian ini diuraikan kesimpulan, implikasi dan rekomendasi berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan. 6.1. Kesimpulan Berdasarkan temuan-temuan dan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 233 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Setelah peneliti melakukan analisis mulai dari level teks, level konteks, hingga menemukan frame besar Kompas, peneliti menarik beberapa kesimpulan untuk menjawab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat yang kian berkembang pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu yang besar. Mereka ingin tahu apa yang terjadi di tengah-tengah dunia global. Program informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai tahun 1998 setelah peristiwa pengunduran diri Soeharto dari jabatan kepresidenan. Pers Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Media massa memiliki tiga fungsi dasar, yaitu fungsi informatif, fungsi edukatif, dan fungsi hiburan. Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang

Lebih terperinci

#! Beragam peristiwa dan informasi yang diperoleh masyarakat tidak terlepas dari peranan suatu media massa dalam hubungannya dengan penyajian dan inte

#! Beragam peristiwa dan informasi yang diperoleh masyarakat tidak terlepas dari peranan suatu media massa dalam hubungannya dengan penyajian dan inte BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat dewasa ini mulai berkembang ke arah masyarakat informasi. keberadaan sebuah informasi dianggap sangat penting. Sehingga dengan demikian masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Informasi telah menjadi kebutuhan masyarakat di era modern. Informasi menambah pengetahuan masyarakat dan membantu mereka membuat keputusan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui media massa saat ini mengalami perkembangan yang begitu cepat dan pesat. Ditandai dengan bermunculan berbagai macam media massa, baik itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, yang pada masanya

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, yang pada masanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat, yang pada masanya saat ini. Mengakibatkan program tayangan di stasiun stasiun televisi mendapatkan tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat kian tergantung dengan media massa, yang menjadi salah satu sumber informasi yang sangat dibutuhkan khalayak. Terlebih dengan kecanggihan teknologi di mana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan media massa saat ini, khususnya media elektronik televisi telah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan media massa saat ini, khususnya media elektronik televisi telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan media massa saat ini, khususnya media elektronik televisi telah mengalami kemajuan yang sangat pesat, seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa pada era informasi ini seakan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Media massa memberikan arti yang sangat penting bagi masyarakat. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah melakukan analisa dengan menggunakan analisis framing model Robert N.Entman dan Urs Dahinden terhadap teks berita di okezone.com dan kompas.com pada bab

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabar yang bersangkutan. Penyajian sebuah isi pesan dalam media (surat

BAB I PENDAHULUAN. kabar yang bersangkutan. Penyajian sebuah isi pesan dalam media (surat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita merupakan isi utama dalam sebuah media (surat kabar). Isi berita yang baik dan berkualitas akan berdampak baik pula bagi surat kabar yang bersangkutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan dengan pilihan jurusan jurnalistik, broadcasting dan public

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan dengan pilihan jurusan jurnalistik, broadcasting dan public BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dunia jurnalistik adalah dunia yang penuh dengan gejolak dan selalu berhubungan dengan persoalan-persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Semua peristiwa menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial sangatlah penting untuk bisa berkomunikasi secara global

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial sangatlah penting untuk bisa berkomunikasi secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era yang sudah semakin maju ini, perkembangan teknologi dan komunikasi membuat semua lapisan masyarakat dunia mengikuti perkembangan tersebut dan menjadikan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Televisi dibandingkan dengan media massa lainnya seperti radio, surat kabar, majalah, buku dan sebagainya, tampaknya memiliki sifat istimewa. Televisi merupakan gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi.

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan itu menjadi penanda waktu yang beremansipasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam televisi senantiasa hanya mempertentangkan antara wanita karir dan menjadi ibu-ibu rumah tangga. Dua posisi ini ada didalam lokasi yang berseberangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak merepresentasikan perempuan sebagai pihak yang terpinggirkan, tereksploitasi, dan lain sebagainya. Perempuan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat dubutuhkan oleh. masyarakat. Kebutuhannya itu dapat terpenuhi bila mengkonsumsi produk

BAB I PENDAHULUAN. dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat dubutuhkan oleh. masyarakat. Kebutuhannya itu dapat terpenuhi bila mengkonsumsi produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi sekarang ini, arus informasi yang aktual, akurat dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat dubutuhkan oleh masyarakat. Kebutuhannya itu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupannya, manusia akan selalu terlihat dalam tindakan tindakan

BAB I PENDAHULUAN. proses kehidupannya, manusia akan selalu terlihat dalam tindakan tindakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir dan selama proses kehidupannya, manusia akan selalu terlihat dalam tindakan tindakan komunikasi. Tindakan

Lebih terperinci

JURNALISME BERPERSPEKTIF GENDER

JURNALISME BERPERSPEKTIF GENDER JURNALISME BERPERSPEKTIF GENDER Sarah Santi FIKOM - Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta Jl. Arjuna Utara Tol Tomang, Kebun Jeruk, Jakarta 11510 sarah.santi@indonusa.ac.id ABSTRAK Persoalan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan selalu ingin berkomunikasi dengan manusia lain untuk mencapai tujuannya. Sebagai makhluk sosial, manusia harus taat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebebasan pers merupakan salah satu indikator penting dalam membangun suatu negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia. Pasca reformasi 1998 media massa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin dikuasai oleh teknologi dan informasi seperti saat ini, menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin dikuasai oleh teknologi dan informasi seperti saat ini, menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era yang semakin dikuasai oleh teknologi dan informasi seperti saat ini, menuntut manusia untuk selalu mengetahui dan mengikuti perkembangan berbagai informasi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Komunikasi merupakan hal pokok yang dilakukan manusia dalam keseharian, untuk mengetahui dan mengungkap berbagai gejala sosial dalam suatu interaksi sosial. Salah satu saluran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Televisi sebagai salah satu media massa elektronik yang bersifat audio dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Televisi sebagai salah satu media massa elektronik yang bersifat audio dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Televisi sebagai salah satu media massa elektronik yang bersifat audio dan visual memiliki berbagai macam program yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, segala sesuatu yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, segala sesuatu yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, segala sesuatu yang ada di dunia ini mengalami perkembangan, mulai dari informasi, teknologi, gaya hidup, dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Ada empat macam golongan media, antara lain media antarpribadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia pertelevisian di Indonesia saat ini sangatlah pesat, salah satu buktinya adalah banyak stasiun televisi yang bermunculan. Stasiun televisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat setiap orang melakukan berbagai bentuk komunikasi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. membuat setiap orang melakukan berbagai bentuk komunikasi, seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap individu berusaha untuk mengenal dan mencari jati dirinya, mengetahui tentang orang lain, dan mengenal dunia luar atau selalu mencari tahu mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragam media yang cukup berperan adalah televisi. Dunia broadcasting

BAB I PENDAHULUAN. dari beragam media yang cukup berperan adalah televisi. Dunia broadcasting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Media mengandung istilah sebagai sebuah lembaga milik swasta maupun pemerintah yang mempunyai tugas memberikan informasi. Saat ini media merupakan faktor sentral dalam

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, media adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia yang senantiasa membutuhkan informasi yang dapat memperkaya hidupnya. Media merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa ini perkembangan teknologi komunikasi telah berkembang sehingga membuat sebuah informasi bertumbuh pesat, hal ini membuat kebutuhan setiap individu terhadap

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. banyak yang mengundang Pro dan Kontra dikalangan pakar maupun Praktisi.

BAB. I PENDAHULUAN. banyak yang mengundang Pro dan Kontra dikalangan pakar maupun Praktisi. 1 BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Televisi merupakan media elektronik dalam komunikasi massa yang muncul belakangan dibanding radio, perekam suara dan film. Meskipun muncul belakangan, namun kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang TVRI (Televisi Republik Indonesia) merupakan stasiun televisi pertama di Indonesia. TVRI berdiri pada tanggal 24 Agustus 1962. TVRI dahulunya merupakan media perpanjangan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah hal yang mendasar yang diperlukan manusia dalam hidupnya. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi jurnalis di era globalisasi teknologi informasi memiliki peran penting bagi masyarakat. Peran jurnalis melalui lembaga pers dianggap sebagai penyempurna demokrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Kekuatan audio dan visual yang diberikan televisi mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Kekuatan audio dan visual yang diberikan televisi mampu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi adalah media massa yang sangat diminati dan tetap menjadi favorit masyarakat. Kekuatan audio dan visual yang diberikan televisi mampu merefleksikan kehidupan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era saat ini, masyarakat modern dituntut untuk mendapatkan sebuah informasi yang aktual dan akurat. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui beberapa media penyiaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. acara tersebut harus memiliki strategi penyajian yang kreatif dalam

BAB I PENDAHULUAN. acara tersebut harus memiliki strategi penyajian yang kreatif dalam 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Setiap harinya, masyarakat Indonesia dapat melihat berbagai macam program acara yang ditawarkan oleh stasiun-stasiun televisi swasta. Programprogram acara tersebut

Lebih terperinci

BAB II OBYEK DAN WILAYAH PENELITIAN. Peneliti akan mencoba memaparkan obyek dan wilayah penelitian dari penelitian

BAB II OBYEK DAN WILAYAH PENELITIAN. Peneliti akan mencoba memaparkan obyek dan wilayah penelitian dari penelitian BAB II OBYEK DAN WILAYAH PENELITIAN Peneliti akan mencoba memaparkan obyek dan wilayah penelitian dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Obyek penelitian ini terdiri dari 15 program berita sore

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi antar umat manusia satu sama lain. Komunikasi begitu sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi antar umat manusia satu sama lain. Komunikasi begitu sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah perkembangan kehidupan manusia di dunia tidak terlepas dari proses komunikasi, dimulai sejak perolehan bahasa dan tulisan yang digunakan sebagai alat

Lebih terperinci

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber:

Gambar 1.1 : Foto Sampul Majalah Laki-Laki Dewasa Sumber: BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Menurut Widyokusumo (2012:613) bahwa sampul majalah merupakan ujung tombak dari daya tarik sebuah majalah. Dalam penelitian tersebut dideskripsikan anatomi sampul

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. (indepth interview) dengan para narasumber di Indonesia Siang untuk penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. (indepth interview) dengan para narasumber di Indonesia Siang untuk penelitian BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan para narasumber di Indonesia Siang untuk penelitian ini, meliputi tahap

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. secara tetap dimulai tanggal 12 November 1962.

BAB IV GAMBARAN UMUM. secara tetap dimulai tanggal 12 November 1962. BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum TVRI 4.1.1 Sejarah TVRI TVRI resmi berdiri pada tanggal 24 Agustus 1962 dan beberapa kali mengalami perubahan status hukum institusinya sesuai dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

BAB I PENDAHULUAN. medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Film pertama kali ditemukan pada abad 19, tetapi memiliki fungsi yang sama dengan medium yang lain seperti menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, baik itu bahasa lisan, tulisan maupun isyarat, orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontak sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai 9 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Memasuki era reformasi kebebasan pers seolah-olah seperti terlepas dari belenggu yang sebelumnya mengekang arti kebebasan itu sendiri. Dengan sendirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyanjung-nyanjung kekuatan sebagaimana pada masa Orde Baru, tetapi secara

BAB I PENDAHULUAN. yang menyanjung-nyanjung kekuatan sebagaimana pada masa Orde Baru, tetapi secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak reformasi digulirkan akhir Mei 1998, kebebasan media massa di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pemberitaan media tidak lagi didominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui kawat maupun secara elektromagnetik tanpa kawat.

BAB I PENDAHULUAN. melalui kawat maupun secara elektromagnetik tanpa kawat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi seperti yang dikatakan oleh Onong Uchyana Effendy adalah media komunikasi jarak jauh dengan penayangan gambar dan pendengaran suara, baik melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis kelamin, pendidikan, maupun status sosial seseorang. Untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. jenis kelamin, pendidikan, maupun status sosial seseorang. Untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, siaran televisi dipandang sebagai salah satu media informasi dan hiburan yang memiliki banyak sekali penonton, tanpa mengenal batas usia, jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan umat

BAB I PENDAHULUAN. yang penting yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perkembangan umat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Komunikasi merupakan bagian yang penting yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses kerja unit dalam pengiriman pesan-pesannya dari suatu tempat ke tempat

BAB I PENDAHULUAN. proses kerja unit dalam pengiriman pesan-pesannya dari suatu tempat ke tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media televisi sebagai media komunikasi massa adalah mengutamakan suatu proses kerja unit dalam pengiriman pesan-pesannya dari suatu tempat ke tempat lainnya saat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari dan mendapatkan kebutuhan informasi, baik sekedar untuk pengetahuan maupun memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses dimana komunikasi tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh. audiens, pusat dari komunikasi massa adalah media.

BAB I PENDAHULUAN. proses dimana komunikasi tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh. audiens, pusat dari komunikasi massa adalah media. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi adalah suatu proses dimana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain

BAB I PENDAHULUAN. pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar belakang masalah Proses komunikasi pada hakekatnya adalah suatu proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Secara umum,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN & SARAN. Memilih jargon Memang Beda sepertinya sudah dipikirkan betul oleh

BAB V KESIMPULAN & SARAN. Memilih jargon Memang Beda sepertinya sudah dipikirkan betul oleh BAB V KESIMPULAN & SARAN A. KESIMPULAN Memilih jargon Memang Beda sepertinya sudah dipikirkan betul oleh stasiun televisi swasta nasional Indonesia, TV One. Gebrakan demi gebrakan sebagai strategi memperkenalkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan media massa di era globalisasi semakin pesat khususnya media elektronik televisi; hal ini dilihat dari munculnya berbagai macam stasiun televisi swasta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Program Urban Street Food merupakan program feature yang sudah ada di televisi saat ini. Program Urban Street Food merupakan program food & travel yang dikemas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus menyatakan tanggung jawab media kepada masyarakat. Beberapa ahli

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus menyatakan tanggung jawab media kepada masyarakat. Beberapa ahli BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi sebagai media komunikasi massa memiliki beberapa fungsi, yang sekaligus menyatakan tanggung jawab media kepada masyarakat. Beberapa ahli mengungkapkan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia Broadcasting (penyiaran) adalah dunia yang selalu menarik

BAB I PENDAHULUAN. Dunia Broadcasting (penyiaran) adalah dunia yang selalu menarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia Broadcasting (penyiaran) adalah dunia yang selalu menarik perhatian bagi masyarakat khususnya di Indonesia. Televisi memiliki keunggulan yang menyebabkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Televisi dapat didefinisikan sebagai media massa yang menampilkan sebuah

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Televisi dapat didefinisikan sebagai media massa yang menampilkan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi dapat didefinisikan sebagai media massa yang menampilkan sebuah tayangan yang berupa gambar dan suara dari jarak jauh. Media massa dianggap sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang melahirkan konsekueansi logis bagi dunia penyiaran radio, maka dengan perkembangan daya pikir seorang manusia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan Televisi Republik Indonesia (TVRI) merupakan lembaga penyiaran yang siarannya ditujukan untuk kepentingan Negara. TVRI berdiri tanggal 24 Agustus 1962

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang. Satu tantangan yang muncul dalam usia remaja ialah munculnya

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang. Satu tantangan yang muncul dalam usia remaja ialah munculnya BAB I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Satu tantangan yang muncul dalam usia remaja ialah munculnya keinginan untuk hidup mandiri. Ketika anak mulai memasuki usia remaja, tidak jarang orang tua mulai membebaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RCTI mulai mengudara pada tahun 1992 dengan bantuan decoder. Berdirinya

BAB I PENDAHULUAN. RCTI mulai mengudara pada tahun 1992 dengan bantuan decoder. Berdirinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun internet telah menjadi komunikasi massa yang lebih menjamur, tetapi televisi sudah hadir terlebih dahulu sebagai pemenuhan kebutuhan informasi. Sifat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa memiliki peran signifikan yang besar dalam pembentukkan persepsi mengenai bagaimana sosok pria dan wanita. Dengan demikian tercerminkan wacana dominan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Dalam Cangara (2012:158) disebutkan penemuan televisi sebagai kombinasi antara radio dan film merupakan penemuan yang luar biasa dalam abad ke-20. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar BAB V Penutup A. Kesimpulan Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar Kompas dan Republika dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, produksi wacana mengenai PKI dalam berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ciri khas merupakan tuntutan dalam derasnya persaingan industri media massa yang ditinjau berdasarkan tujuannya sebagai sarana untuk mempersuasi masyarakat. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BERITA PERKOSAAN OLEH SITOK SRENGENGE DI MEDIA ONLINE TEMPO DAN REPUBLIKA

KONSTRUKSI BERITA PERKOSAAN OLEH SITOK SRENGENGE DI MEDIA ONLINE TEMPO DAN REPUBLIKA KONSTRUKSI BERITA PERKOSAAN OLEH SITOK SRENGENGE DI MEDIA ONLINE TEMPO DAN REPUBLIKA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta Sebagai Persyaratan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metodologi guna mendapatkan data-data dari berbagai sumber sebagai bahan analisa. Menurut Kristi E. Kristi Poerwandari dalam bukunya yang berjudul Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Televisi adalah media massa yang sangat diminati dan tetap menjadi favorit

BAB I PENDAHULUAN. Televisi adalah media massa yang sangat diminati dan tetap menjadi favorit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi adalah media massa yang sangat diminati dan tetap menjadi favorit masyarakat. Istilah televisi terdiri dari dua suku kata, yaitu tele yang berarti

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diberi amanat melakukan. melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.

BAB I PENDAHULUAN. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diberi amanat melakukan. melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagai lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi merupakan media massa yang paling luas jangkauannya dalam hal meraih penggunanya. Televisi mampu menyajikan informasi secara serentak dan secara langsung dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbitnya. Keberagaman suatu majalah tersebut ditentukan berdasarkan target

BAB I PENDAHULUAN. terbitnya. Keberagaman suatu majalah tersebut ditentukan berdasarkan target BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Majalah merupakan salah satu dari bentuk media massa yang memiliki fungsi untuk menyampaikan komunikasi kepada khalayak yang bersifat massal. Majalah memiliki

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK PENELITIAN. Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia semula didirikan

BAB 3 OBJEK PENELITIAN. Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia semula didirikan BAB 3 OBJEK PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum TVRI 3.1.1 Sejarah Terbentuknya TVRI Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia semula didirikan dalam bentuk Yayasan berdasarkan Surat Keputusan Presiden

Lebih terperinci

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang- Undang No 33 tahun 2009 dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa adalah sarana informasi yang menjadi bagian terpenting dalam kehidupan manusia saat ini. Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan

Lebih terperinci

Penyusun Nama : Aisyah Monicaningsih Nim :

Penyusun Nama : Aisyah Monicaningsih Nim : Sikap Media, Citra Personal dan Penghapusan APBD Untuk Wartawan (Analisis Isi Berita Gubernur Jawa Tengah di Suara Merdeka, Tribun Jateng, dan Radar Semarang) Skripsi Disusun untuk memenuhin persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia tidak akan pernah terlepas dari komunikasi. Dimanapun kita, apapun yang kita lakukan, dan bagaimana bentuknya, kita pasti melakukan proses komunikasi dengan

Lebih terperinci