Konsep Dasar Produksi Bersih

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Konsep Dasar Produksi Bersih"

Transkripsi

1 8 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Produksi Bersih Produksi bersih merupakan salah satu sistem pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan secara sukarela (voluntary) sebab penerapannya bersifat tidak wajib. Konsep produksi bersih merupakan pemikiran baru untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan dengan lebih bersifat proaktif. Produksi bersih merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendekatan secara konseptual dan operasional terhadap proses produksi dan jasa, dengan meminimumkan dampak terhadap lingkungan dan manusia dari keseluruhan daur hidup produknya. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal, 1995) mendefinisikan Produksi bersih sebagai suatu strategi pengelolaan lingkungan yang preventif dan diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi, serta daur hidup produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan. Strategi Produksi bersih mempunyai arti yang sangat luas karena di dalamnya termasuk upaya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan melalui pilihan jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup produk, dan teknologi bersih. Pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan strategi yang perlu diprioritaskan dalam upaya untuk mewujudkan industri dan jasa yang berwawasan lingkungan, namun bukanlah merupakan satu satunya strategi yang harus diterapkan. Strategi lain seperti program daur ulang, pengolahan dan pembuangan limbah tetap diperlukan, sehingga dapat saling melengkapi satu dengan lainnya (Bratasida, 1997). Strategi untuk menghilangkan limbah atau mengurangi limbah sebelum terjadi (preventive strategy), lebih baik daripada strategi pengolahan limbah atau pembuangan limbah yang telah ditimbulkan (treatment strategy). Kombinasi kedua strategi tersebut sesuai dengan skala prioritas pelaksanaan produksi bersih adalah sebagai berikut (Overcash, 1986) : 1. Eliminasi : Strategi ini dimasukkan sebagai metode pengurangan limbah secara total. Bila perlu tidak mengeluarkan limbah sama sekali (zero discharge).

2 9 2. Mengurangi sumber limbah: Strategi pengurangan limbah yang terbaik adalah menjaga agar limbah tidak terbentuk pada tahap awal. Pencegahan limbah mungkin memerlukan beberapa perubahan penting dalam proses produksi, tetapi dapat meningkatkan efisiensi ekonomi yang besar dan menekan pencemaran lingkungan. 3. Daur ulang: Jika timbulnya limbah tidak dapat dihindarkan dalam suatu proses, maka harus dicari strategi untuk meminimalkan limbah tersebut sampai batas tertinggi yang mungkin dilakukan, seperti misalnya daur ulang (recycle) dan/atau penggunaan kembali (reuse). Jika limbah tersebut tidak dapat dicegah atau diminimalkan melalui penggunaan kembali atau daur ulang, maka strategi yang bersifat mengurangi volume atau kadar racunnya melalui pengolahan limbah dapat dilakukan. Walaupun strategi ini kadang-kadang dapat mengurangi jumlah limbah, tetapi tidak sama efektifnya dengan mencegah limbah di tahap awal. 4. Pengolahan limbah: Strategi yang terpaksa dilakukan mengingat pada proses perancangan produksi perusahaan belum mengantisipasi adanya teknologi baru yang sudah bebas limbah (zerro waste). Hal ini berarti limbah memang sudah terjadi dan ada dalam sistem produksinya, namun kualitas dan kuantitas limbah yang ada dikendalikan agar tidak melebihi baku mutu yang telah disyaratkan. 5. Pembuangan limbah: strategi terakhir yang perlu dipertimbangkan adalah metode-metode pembuangan alternatif. Pembuangan limbah yang tepat merupakan suatu komponen penting dari keseluruhan program manajemen lingkungan, meskipun ini adalah teknik yang paling tidak efektif. 6. Remediasi: strategi penggunaan kembali bahan-bahan yang terbuang bersama limbah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kadar racun dan kuantitas limbah yang ada. Peluang dan Tantangan Penerapan Produksi Bersih Produksi bersih diperlukan sebagai cara untuk mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan dengan kegiatan pembangunan dan pertumbuhan

3 10 ekonomi. Menurut Djajadiningrat (2001), peluang penerapan Produksi bersih adalah: 1. Memberi keuntungan ekonomi, karena konsep produksi bersih didalamnya terdapat strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction dan inprocess recycling) yaitu pencegahan terbentuknya limbah secara dini sehingga dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan, pembuangan limbah dan upaya perbaikan lingkungan. 2. Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan. 3. Memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang melalui konservasi sumberdaya, bahan baku dan energi. 4. Mendorong pengembangan teknologi baru yang lebih efisien dan akrab lingkungan 5. Mendukung prinsip environmental equity dalam rangka pembangunan berkelanjutan. 6. Mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam. 7. Memelihara ekosistem lingkungan. 8. Memperkuat daya saing produk di pasar internasional. Tantangan penerapan produksi bersih, antara lain : 1. Tercapainya efisiensi produksi yang optimal 2. Diperolehnya penghargaan masyarakat terhadap sistem produksi yang akrab lingkungan 3. Mendapatkan insentif. Pengembangan pelaksanaan dan penerapan produksi bersih intinya adalah mengubah pola pikir tradisional end-of-pipe dengan paradigma baru dalam pengelolaan pencemaran lingkungan, yaitu penerapan produksi bersih, yang dapat meningkatkan efisiensi produksi sehingga akan memberikan peningkatan keuntungan baik secara finansial, teknik maupun regulasi. Hambatan ekonomi akan timbul bila kalangan pengusaha merasa tidak akan mendapat keuntungan dalam penerapan produksi bersih. Sekecil apapun penerapan

4 11 produksi bersih, bila tidak menguntungkan bagi perusahaan maka sulit bagi manajemen untuk membuat keputusan tentang penerapan produksi bersih. Menurut Djajadiningrat (2001), hambatan pada aspek ekonomi dan teknis antara lain: 1. Keperluan biaya tambahan peralatan 2. Tingginya modal/investasi yang dibutuhkan dibanding kan penerapan kontrol pencemaran secara konvensional sekaligus penerapan produksi bersih 3. Penghematan proses produksi bersih yang belum nyata realisasinya 4. Kurangnya informasi produksi bersih 5. Sistem yang baru ada kemungkinan tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dapat menyebabkan gangguan 6. Fasilitas produksi ada kemungkinan sudah penuh sehingga tidak ada tempat lagi untuk tambahan peralatan. Kendala sumberdaya manusia dalam penerapan produksi bersih dapat berupa: 1. Kurangnya komitmen manajemen puncak 2. Adanya keengganan untuk berubah baik secara individu maupun organisasi 3. Lemahnya komunikasi internal 4. Pelaksanaan organisasi yang kaku 5. Birokrasi, terutama dalam pengumpulan data. 6. Kurangnya dokumentasi dan penyebaran informasi. 7. Kurangnya pelatihan kepada sumberdaya manusia mengenai produksi bersih. Manfaat penerapan Produksi bersih, antara lain : 1. Lebih efektif dan efisien dalam penggunaan sumberdaya alam. 2. Mengurangi biaya-biaya yang berkenaan dengan lingkungan 3. Mengurangi atau mencegah terbentuknya pencemar 4. Mencegah berpindahnya pencemar dari satu media ke media lain 5. Mengurangi risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan 6. Memberikan peluang untuk mencapai sistem manajemen lingkungan pada ISO 14000

5 12 7. Memberikan keunggulan daya saing pada tingkat pasar domestik dan internasional. Saat ini terdapat dua mekanisme yang mendorong terjadinya pendekatan baru dalam hal perdagangan global, yaitu pertama, adanya kekuatan konsumen yang makin meningkat dan makin besarnya rasa solidaritas lingkungan terhadap produk yang dibelinya agar tidak menimbulkan dampak lingkungan dalam pengadaannya, seperti ecolabel atau green label yang menandai bahwa produk tertentu diproduksi melalui produksi bersih. Kedua, sejak awal tahun tujuh puluhan sampai pertengahan delapan puluhan, industri menghadapi penegakan hukum yang konsisten disertai baku mutu yang makin ketat. Oleh karena itu, terjadi kejar-mengejar antara baku mutu dengan kemampuan industri menaati baku mutu. Dari sisi perdagangan terjadi kecenderungan mengaitkan aspek lingkungan hidup, sehingga hal tersebut menjadikan suatu tantangan bagi kalangan industri dan jasa untuk dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerjanya supaya tetap dapat mempertahankan diri dalam situasi persaingan global. Pengusaha juga perlu mempertimbangkan perspektif konsumen mengenai produknya, seperti citra positif yang diperoleh dengan mendapatkan sertifikasi ecolabel dan ISO Sebagian konsumen mempunyai pertimbangan yang luas dalam setiap melakukan tindakan berkonsumsi. Mereka tidak hanya memperhatikan mutu, penampilan, harga, garansi ataupun pelayanannya saja, melainkan juga akan mempertimbangkan beberapa masalah baru. Pertama, masalah ekologi, yang berkaitan dengan ada tidaknya unsur pencemaran atau perusakan lingkungan mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, serta akibat yang ditimbulkan dari penggunaan barang tersebut. Kedua, masalah etika, setiap kali konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak membeli, mereka terlebih dahulu mempertimbangkan etika produsennya. Apakah produsen menjalankan usahanya dengan benar atau apakah produsen tidak memanfaatkan kelemahan peraturan yang ada di suatu negara. Contoh dalam hal ini adalah penghargaan yang lebih dari konsumen terhadap suatu perusahaan yang telah menggunakan standar yang diakui secara internasional (misalnya ISO 9000, ISO 14000). Yang ketiga adalah masalah keadilan, yaitu apakah produksi tersebut mengeksploitasi sumberdaya alam dan ekonomi masyarakat lokal, atau apakah pengusaha mengupayakan

6 13 pelestarian dengan penghitungan yang tepat antara eksploitasi yang mereka lakukan sejalan dengan upaya perbaikan. Contoh dalam masalah ini adalah kondisi masyarakat sekarang yang semakin kritis sehingga upaya pelestarian lingkungan hidup selalu ditanyakan dalam setiap bentuk produk dan jasa yang ada. Penerapan produksi bersih dapat mendukung ketiga aspek tersebut, terutama dalam kaitannya dengan sertifikasi ecolabel dan ISO Sikap Indonesia mengenai perlunya integrasi produksi bersih dengan strategi pemasaran produk dalam menanggapi isu lingkungan sudah jelas. Hal tersebut sudah menjadi komitmen pemerintah. Dalam konteks perdagangan dan industri di Indonesia, pemerintah juga telah memperkenalkan produksi bersih (cleaner production) sejak tahun 1993 melalui program-program yang dikembangkan oleh BAPEDAL untuk menarik minat masyarakat (community awareness) dalam menerapkan produksi bersih. Tekad pemerintah untuk melaksanakan produksi bersih ini kemudian dicanangkan pada tahun 1995 sebagai komitmen nasional bagi kalangan industri dan pengusaha untuk dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Tindak lanjutnya pada tahun 1996 telah disusun suatu rencana pelaksanaan kegiatan produksi bersih yang mencakup arahan pelaksanaan produksi bersih pada seluruh sektor kegiatan. Pola ini dilakukan melalui kegitan bantuan teknis, pengembangan sistem informasi, peningkatan kesadaran dan pelatihan serta pengembangan sistem insentif. Selanjutnya konsep produksi bersih dilaksanakan sejalan dengan program-program lain yang dapat mendorong penerapan produksi bersih seperti label lingkungan (environmental labeling) dan Sistem Manajemen Lingkungan (environmental management system) melalui kegiatan kerjasama dengan instansi terkait misalnya Kementerian Industri dan Perdagangan Republik Indonesia. Pemasaran pada hakekatnya ditujukan untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Persoalannya, kebutuhan konsumen tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan untuk hidup saja, tetapi juga kebutuhan untuk menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan hidup mereka. Kepedulian konsumen akan lingkungan yang semakin meningkat tersebut perlu diantisipasi oleh semua pihak. Adanya integrasi produksi bersih dengan strategi pemasaran produk maka banyak manfaat

7 14 yang dapat diperoleh bagi semua pihak (win-win situation). Bagi pengusaha ekspor, upaya mengintegrasikan penerapan produksi bersih dengan strategi pemasaran akan membuat produk dan/atau jasa lainnya telah memenuhi persyaratan tertentu sehingga dapat dikatakan sebagai produk/jasa yang akrab dengan lingkungan. Dengan demikian, produknya akan dapat diterima oleh konsumen internasional. Strategi Penerapan Produksi Bersih Komitmen nasional produksi bersih merupakan upaya penggalangan penerapan produksi bersih secara sukarela oleh berbagai kalangan, baik itu pemerintah, kalangan industri dan jasa, bahkan para peneliti dan konsultan yang terlibat. Komitmen nasional produksi bersih ini antara lain : 1. Produksi bersih dipertimbangkan pada tahap sedini mungkin dalam pengembangan proyek-proyek baru, atau pada saat mengkaji proses dan/atau aktivitas yang sedang berlangsung 2. Semua pihak turut bertanggung jawab dan terlibat dalam program dan rencana tindakan produksi bersih dan bekerjasama untuk mengharmonisasikan pendekatan-pendekatan produksi bersih. 3. Agar produksi bersih dapat dilaksanakan secara efektif, semua pendekatan melalui peraturan perundang-undangan, instrumen ekonomi maupun upaya sukarela harus dipertimbangkan. 4. Program produksi bersih menekankan pada upaya perbaikan yang berlanjut. 5. Produksi bersih hendaknya melibatkan pertimbangan daur hidup suatu produk 6. Produksi bersih menjadi salah satu elemen inti dari sistem manajemen lingkungan, seperti pada ISO Produksi bersih dilaksanakan agar tercapai daya saing yang lebih besar di pasar domestik maupun internasional melalui peningkatan efisiensi dan perbaikan struktur biaya. Penerapan produksi bersih hingga saat ini telah memperoleh dukungan yang luas dengan penerapan pada skala nasional maupun internasional melalui program Clean Development Mechanism (CDM) yang tercantum dalam Pasal 12 Protokol

8 15 Kyoto. Penerapan CDM terutama adalah untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir, dan dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara. Selain itu, negara maju khususnya yang tergabung dalam JI (Joint Implementation) harus membantu negara-negara berkembang dalam penerapan CDM. Dengan membantu penerapan CDM tersebut, negara maju dapat memperoleh unit pengurangan emisi (Emission Reduction Unit/ERU) dan sertifikasi pengurangan emisi (Certified Emission Reduction/CER) dari penerapan CDM tersebut, serta peningkatan jatah emisinya di dalam negeri melalui perdagangan emisi. Bagi negara berkembang, kerjasama tersebut dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan pembangunan di negara tersebut serta membantu mempercepat tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Itulah sebabnya mengapa CDM dapat diterima oleh banyak negara, karena dinilai fleksibel dan mampu mengendalikan pencemaran lingkungan (Murdiyarso, 2003). Menurut Murdiyarso (2003) bahwa secara umum untuk dapat menerapkan produksi bersih, diperlukan kelembagaan Produksi bersih sebagai prioritas pada semua aktivitas, dengan cara : 1. Memasukkan konsep produksi bersih ke dalam perundang-undangan, peraturan dan kebijakan nasional. 2. Mengintegrasikan konsep produksi bersih dalam suatu kebijakan dan program departemen sektoral dan pemerintah daerah, diantaranya dengan meneliti peluang untuk memberikan insentif dalam rangka promosi untuk pelaksanaan produksi bersih. 3. Menetapkan komite nasional produksi bersih yang bertugas untuk mengembangkan, melaksanakan strategi dan merencanakan produksi bersih. Komite tersebut akan memantau perkembangannya dan melaporkan kepada presiden mengenai kinerja produksi bersih. 4. Mempercepat usaha penerapan produksi bersih secara nasional, berarti memfasilitasi diterimanya produksi bersih oleh semua pihak, dan hal ini akan diperkuat dengan diratifikasinya Protokol Kyoto. 5. Mengidentifikasi peluang dan mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang produksi bersih dan mendorong pelaksanaan produksi bersih yang bersifat operasional untuk semua aktivitas.

9 16 6. Mengembangkan program pendidikan dan latihan produksi bersih untuk semua pihak. 7. Bantuan bagi perusahaan skala kecil dan menengah dalam upaya mengintegrasikan konsep produksi bersih, baik bantuan teknis maupun pendanaan. 8. Pengembangan penggunaan instrumen ekonomi untuk dapat mendukung dilaksanakannya produksi bersih, mengingat produksi bersih perlu dirancang menarik agar dapat meningkatkan partisipasi semua pihak, seperti pemberian insentif. Penerapan Produksi Bersih Produksi bersih berbeda dengan kontrol polusi yang merupakan proses pengendalian pencemaran suatu kegiatan setelah kegiatan produksi (after-theevent) dengan pendekatan reaksi dan perlakuan (react and treat); sedangkan produksi bersih merupakan suatu tindakan proaktif dengan filosofi antisipasi dan pencegahan (anticipate and prevent) dan menganggap bahwa mencegah lebih baik daripada menangani sesuatu yang telah terjadi. Produksi bersih difokuskan pada upaya pengurangan limbah yang dihasilkan selama siklus hidup dari suatu produk yang dihasilkan berdasarkan kegiatan-kegiatan dan teknologi yang meminimalkan limbah dan energi yang digunakan dengan melibatkan penggunaan desain produk, teknologi yang ramah lingkungan, proses dan kegiatan yang meminimalkan limbah. Teknologi pengolahan limbah (end-of-pipe) tidak berarti menjadi tidak diperlukan dengan diterapkannya konsep produksi bersih, tetapi dengan penerapan filosofi produksi bersih menyebabkan berkurangnya masalah limbah dan polusi yang pada akhirnya mengurangi beban yang harus diolah dengan teknik pengolahan limbah dan untuk beberapa kasus resiko berupa limbah yang dihasilkan dapat dihindari. (Andrews et al. 2002; UNEP DTIE dan DEPA 2000). Beberapa upaya dan teknik-teknik yang dapat dilakukan dalam penerapan konsep produksi bersih disajikan pada Gambar 3. dan Tabel 1. Keberhasilan penerapan upaya perbaikan melalui pendekatan produksi bersih didukung antara lain melalui: (1) perubahan sikap (changing attitudes) dari pihak-pihak yang terlibat didalam suatu organisasi yang menerapkan produksi bersih dan hal ini sama pentingnya dengan penerapan perubahan teknologi;

10 17 (2) penerapan pengetahuan (applying know-how) yang berarti peningkatan efisiensi, penerapan teknik manajemen yang lebih baik, perbaikan teknik tata cara kerja (housekeeping practices), dan penyempurnaan kebijakan dan prosedur kerja perusahaan; dan (3) perbaikan teknologi (improving technology) yang dilakukan antara lain dengan (a) perubahan proses dan teknologi manufaktur; (b) perubahan penggunaan input proses (bahan baku, sumber energi, resirkulasi air); (c) perubahan produk akhir atau pengembangan produk-produk alternatif; dan (d) penggunaan kembali limbah dan hasil samping (UNEP DTIE dan DEPA 2000; Maiellaro dan Lerario, 2000). TEKNIK PRODUKSI BERSIH Pengurangan Sumber Pencemar Daur Ulang Pengubahan Produk Penggantian Produk Pengubahan Komposisi Produk Pengendalian Sumber Pencemar Pengambilan Kembali Diproses untuk: Mendapatkan kembali bahan asal Memperoleh produk samping Penggunaan Kembali Pengembalian ke proses asal Penggantian bahan baku untuk proses lain Pengubahan Material Input Pemurnian material Penggantian material Pengubahan Teknologi Pengubahan proses Pengubahan tata letak, peralatan/perpipaan Pengubahan tatanan dan ketentuan operasi Otomatisasi peralatan Tata Cara Operasi Tindakan-tindakan prosedural Pencegahan kehilangan Pemisahan aliran limbah Peningkatan penanganan material Penjadwalan produksi Gambar 3. Teknik-teknik produksi bersih. Sumber: UNEP DTIE dan DEPA (2000)

11 18 Tabel 1. Upaya-upaya yang dapat diterapkan pada produksi bersih Jenis Upaya Keterangan Good Housekeeping Penerapan produksi bersih melalui perbaikan tatacara kerja dan upaya perawatan yang memadai, sehingga dihasilkan suatu keuntungan yang nyata. Upaya ini memerlukan biaya yang rendah. Optimisasi Konsumsi terhadap sumberdaya yang digunakan dapat Proses dikurangi dengan mengoptimalkan proses yang digunakan. Upaya ini memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan house-keeping Substitusi Bahan Baku Penerapan produksi bersih melalui upaya ini dapat menghindari masalah lingkungan yang mungkin timbul dengan mengganti bahan-bahan yang berbahaya bagi lingkungan dengan bahan lain yang bersifat lebih ramah lingkungan. Upaya ini kemungkinan memerlukan perubahan peralatan proses produksi yang digunakan. Teknologi Baru Penerapan produksi bersih melalui upaya ini dapat mengurangi konsumsi sumberdaya dan meminimalkan limbah yang dihasilkan melalui peningkatan efisiensi operasi kerja. Upaya ini umumnya memerlukan invesitasi modal yang tinggi, tetapi jangka waktu kembali modal (payback periods) umumnya singkat Desain Produk Baru Penerapan produksi bersih melalui desain produk baru menghasilkan keuntungan melalui siklus hidup produk tersebut termasuk mengurangi penggunaan bahan-bahan berbahaya, limbah yang dihasilkan, konsumsi energi, dan meningkatkan efisiensi proses produksi. Desain produk baru merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan peralatan produksi baru dan upaya pemasaran yang lebih intensif, tetapi hasil yang diperoleh sangat menjanjikan Sumber: UNEP DTIE dan DEPA (2000); Maiellaro dan Lerario (2000) Produksi bersih yang diterapkan pada berbagai bidang memberikan keuntungan antara lain: (1) perbaikan proses produksi yang dilakukan dan produk yang dihasilkan; (2) penghematan bahan baku dan energi, sehingga mengurangi biaya produksi; (3) peningkatan daya saing sebagai akibat penggunaan teknologi baru dan yang telah diperbaiki; (4) mengurangi kekhawatiran terhadap peraturan lingkungan yang diterapkan;

12 19 (5) mengurangi upaya yang berkaitan dengan penanganan, penyimpanan, dan pembuangan bahan-bahan berbahaya; (6) meningkatkan kesehatan, keselamatan, dan moral para pekerja; (7) meningkatkan citra perusahaan; dan (8) mengurangi biaya penanganan limbah yang dihasilkan (UNEP CCP dan the CRC WMPC, 1999; UNEP DITE dan DEPA 2000; Maiellaro dan Lerario, 2000). Industri Tapioka Industri tapioka di Indonesia terbagi menjadi industri berkapasitas kecil, menengah dan besar yang beroperasi secara nasional. Industri tapioka skala kecil adalah industri yang menggunakan teknologi proses dan peralatan tradisional dengan kemampuan produksi sekitar 5 ton bahan baku per hari. Industri tapioka skala menengah adalah industri yang menggunakan teknologi proses dan peralatan yang lebih sederhana dibandingkan industri skala besar serta mempunyai kemampuan produksi ton bahan baku per hari. Industri tapioka skala besar adalah industri yang menggunakan teknologi proses produksi mekanis penuh dan mempunyai kemampuan produksi di atas 200 ton bahan baku per hari (Bapedal, 1996). Dilihat dari proses pengolahan, industri tapioka digolongkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama industri kecil menggunakan mesin-mesin sederhana dengan kapasitas produksi rendah, modal kecil dan lebih banyak menggunakan tenaga kerja, dan kelompok kedua merupakan industri besar yang menggunakan mesin-mesin dengan kapasitas produksi besar, modal kuat dan tenaga kerja sedikit. Skema proses pengolahan tapioka industri kecil dan industri besar dapat dilihat pada Gambar 4. dan Gambar 5. Tahapan proses produksi industri tapioka skala kecil adalah tahap proses pengupasan bahan baku, pencucian bahan baku, pemarutan ubikayu, proses ekstraksi bubur ubikayu, proses pengendapan dalam bak pengendapan, proses penjemuran menggunakan panas matahari, proses penggilingan tapioka kasar dan pengayakan hingga diperoleh tapioka halus.

13 20 Ubikayu 1 ton Pengupasan Kulit dan kotoran Air Pencucian Limbah Cair Air Air Pencucian untuk peralatan Pemarutan Ekstraksi Bubur ubikayu Ampas 400 kg Limbah Cair Air Limbah Pengendapan Air Air Limbah Penjemuran Penggilingan Pengayakan TEPUNG TAPIOKA 300 kg Gambar 4. Skema Proses Pengolahan Tapioka di Industri Skala Kecil Sumber: (Bapedal, 1996) Tahapan proses produksi di pabrik tapioka modern skala besar adalah tahap pembersihan ubikayu dari pasir atau tanah, pengupasan dapat dilakukan manual dengan tenaga manusia maupun secara mekanis, pemotongan dan pencacahan dilakukan untuk mendapatkan ukuran ubikayu yang lebih kecil untuk mempermudah pada proses selanjutnya, serta pemarutan yang dilakukan secara mekanis dan biasanya pada proses ini ditambahkan dengan air yang akan menghasilkan bubur ubikayu. Tahap selanjutnya adalah ekstraksi bubur ubikayu yang dilakukan

14 21 dengan ekstraktor (saringan berputar berbentuk kerucut) yang terdiri dari ayakan stainless steel atau filter cloth dengan bantuan air cucian yang mengandung asam sulfide untuk menjamin pemisahan pati dengan ampasnya dan untuk menghindari terjadinya proses mikrobiologi. Setelah dilakukan ekstraksi bubur ubikayu, tahap selanjutnya adalah pengeringan dan pengemasan. Kegiatan ini terdiri dari penghilangan air pada bubur tepung dengan menggunakan dewatering, pengeringan tepung basah dengan flash dryer atau pneumatic dryer, pengumpulan tepung kering dengan cyclone dan pengayakan atau penyaringan yang dilakukan untuk menyaring ukuran tepung sesuai kebutuhan sebelum dimasukkan ke silo (ruangan penyimpan) untuk pengemasan tepung tapioka yang selanjutnya siap dipasarkan. Gambar 5. Skema Proses Produksi Tapioka Industri Skala Besar (Sumber: KLH, 2004 dalam Purwati, 2010)

15 22 Limbah Industri Tapioka Menurut Winarno (1986) yang dimaksud limbah adalah kotoran atau buangan yang tercermin dalam kata pelimbahan yang berarti tempat penampung kotoran atau buangan. Thompson (1973) mengatakan bahwa sebagian besar limbah merupakan komponen penyebab pencemaran yang terdiri dan zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat. Limbah industri pertanian kebanyakan menghasilkan limbah yang bersifat cair atau padat yang masih kaya dengan zat organik yang mudah mengalami penguraian (Algamar, 1986). Industri yang ada membuang umumnya membuang limbahnya ke perairan terbuka, sehingga dalam waktu yang relatif singkat akan terjadi bau busuk sebagai akibat terjadinya fermentasi limbah. Kunaefi (1982) berpendapat bahwa limbah industri adalah buangan yang berasal dari industri sebagai akibat dari produksi. Pengusaha industri yang akan membuang limbah diwajibkan mengolah terlebih dahulu untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup di sekitarnya dengan metode pengolahan limbah yang dapat dilakukan secara fisik, kimia, biologi atau kombinasi untuk mengatasi pencemaran. Sugiharto (1987) mengatakan bahwa air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi, serta tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, dan derajat pengolahan. Limbah dari industri tapioka bisa dibedakan menjadi 3 macam yaitu limbah padat, cair dan gas (Tjiptadi, 1985). Limbah padat dari industri tapioka adalah kulit ubikayu, ampas atau onggok, dan lindur (elot). Limbah kulit ubikayu adalah limbah yang dihasilkan dari proses pengupasan kulit ubikayu. Persentase jumlah limbah kulit ubikayu bagian luar sebesar 0,5-2% dari berat total ubikayu segar dan limbah kulit ubikayu bagian dalam sebesar 8-15% (Hikmiyati et al., 2009). Kulit ubikayu ini biasanya juga digunakan untuk pakan ternak dan selebihnya dibuang karena mengandung Cyanogenic glucosides yang dapat meracuni hewan ternak (Nursita, 2005). Komposisi kimia kulit ubikayu dapat dilihat pada Tabel 2. Ampas (onggok) adalah limbah dan industri tapioka yang dihasilkan dari proses pemerasan dan penyaringan. Komponen penting yang terdapat dalam onggok adalah pati dan selulosa. Onggok juga mengandung air dan karbohidrat yang cukup tinggi serta kandungan protein kasar dan lemak yang rendah.

16 Tabel 2. Komposisi kimia kulit ubikayu Komposisi kimia Nilai (%) Air* 67,7438 Abu* 1,8629 Lemak kasar* 1,4430 Serat kasar* 10,5952 Protein kasar* 6,0360 C** H** O** N** S** Ash** 59,31 9,78 28,74 2,06 0,11 0,3 Sumber: *) Laboratorium Fakultas Peternakan,Universitas Diponegoro (2008) dalam Hikmiyati, et al. (2009) **) Ikawati, et al. (2009) Banyaknya onggok yang dihasilkan dipengaruhi oleh varietas ubikayu, umur ubikayu, dan kasar-halusnya parutan yang digunakan. Varietas ubikayu yang bermutu baik dapat menghasilkan pati dengan rendemen tinggi. Saat musim hujan sebagian industri tapioka banyak membuang onggok bersama dengan air limbahnya, sehingga airnya keruh dan pekat. Hal ini sangat mengganggu kesehatan dan bahkan dapat mematikan biota air. Onggok yang dikeluarkan industri kecil karena keterbatasan pengetahuan dan teknologi yang dimiliki maka onggok masih mengandung pati dengan konsentrasi cukup tinggi (Ira, 1991 dalam Chardialani, 2008). Adapun komposisi kimia onggok dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia onggok. Komposisi kimia Nilai (%) Karbohidrat* 68 Protein 3,6 Lemak 2,3 Serat kasar* 10 Air 20,31 Abu 4,4 Sumber : *) Susijahadi (1997) dalam Pratama (2009) Lindur atau elot adalah limbah padat yang dihasilkan dari sisa proses pengendapan pati. Limbah elot ini masih mengandung kadar pati dengan kualitas rendah, sehingga bila elot ini langsung dibuang bersamaan dengan air limbah ke perairan, maka elot akan meningkatkan beban pencemaran yang akan terjadi di perairan. 23

17 24 Air limbah industri tapioka berasal dari proses pencucian bahan baku, penyaringan bubur ubikayu (ekstraksi) dan pengendapan pati. Kualitas air limbah industri tapioka dapat ditentukan dengan beberapa parameter uji. Parameter uji yang pokok dalam air limbah industri tapioka antara lain BOD 5, COD, padatan terlarut, padatan tersuspensi, sianida (HCN) dan ph. Menurut Fajarudin (2002), karakteristik limbah cair industri tapioka meliputi: 1. Warna Warna air limbah transparan disertai suspensi berwarna putih. Zat terlarut dan tersuspensi yang mengalami penguraian hayati dan kimia akan berubah warna. Hal ini merupakan proses yang paling merugikan, karena kadar oksigen di dalam air limbah menjadi nol, sehingga air limbah berubah menjadi warna hitam dan busuk. 2. Bau Bau industri tapioka tidak enak disebabkan oleh adanya pemecahan zat organik oleh mikroba. Bau menyengat yang timbul di perairan sungai atau saluran, biasanya timbul apabila sungai atau saluran tersebut sudah menjadi anaerob atau tidak ada oksigen yang terlarut. Bau tersebut timbul karena penyusun protein dan karbohidrat terpecah, sehingga timbul bau busuk dari gas alam sulfida. 3. Kekeruhan Adanya padatan terlarut dan tersuspensi di dalam air limbah tapioka menyebabkan air keruh. Kekeruhan ini terjadi Karena zat organik atau zat-zat tersuspensi dari pati yang tercecer atau zat organik terlarut yang sudah terpecah, sehingga air limbah berubah menjadi emulsi keruh. 4. BOD (Biochimical Oxigen Demand) Padatan yang terlarut dalam air buangan terdiri dari zat organik dan anorganik. Zat organik misalnya protein, karbohidrat, lemak, dan minyak. Protein dan karbohidrat lebih mudah terpecah melalui proses hayati menghasilkan amonia, sulfida, dan asam lainnya. Sedangkan lebih stabil terhadap perusakan hayati, namun apabila ada asam mineral dapat menguraikan asam lemak menjadi gliserol. Air limbah industri tapioka mengandung pati, sedikit lemak, protein dan zat organik lainnya yang ditandai banyaknya zat-zat terapung dan menggumpal. Jumlah zat organik yang terlarut dalam air limbah tapioka dapat diketahui dengan

18 25 melihat nilai BOD. Angka BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk keperluan aktivitas mikroba dalam memecah zat organik secara biologis di dalam air limbah. Angka BOD dinyatakan dalam satuan mg/latau ppm (part per million) dan biasanya pula dinyatakan dalam beban yaitu gram atau kilogram per satuan waktu. 5. COD (Chimical Oxigen Demand) Chimical Oxigen Demand merupakan parameter air limbah yang menunjukkan jumlah zat organik biodegradasi dan non biodegradasi dalam air limbah. Zat tersebut dapat dioksidasi oleh bahan kimia K 2 Cr 2 O 7 dalam asam, misalnya sulfat, nitrit kadar tinggi, dan zat-zat reduktor lainnya. Besarnya angka COD biasanya dua sampai tiga kali lebih besar dari BOD. Kisaran angka COD adalah mg/l. 6. Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman (ph) air limbah tapioka sangat dipengaruhi oleh kegiatan mikroba dalam pemecahan bahan organik. Air buangan cenderung asam, dan pada keadaan asam ini terlepas zat-zat yang mudah menjadi gas. Dari hasil percobaan, pada saat pembuatan tapioka ph larutan 6,51 namun setelah air limbah berumur tujuh jam mulai terjadi penurunan ph menjadi 5,8 setelah 13 jam ph menjadi 4,91 dan setelah satu hari menjadi ph 4,84 (Nurhasan dan Pramudyanto, 1983). 7. Padatan Tersuspensi Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan air dan warna air. Apabila terjadi pengendapan dan pembusukkan zat-zat tersebut di dalam badan perairan penerima air limbah, maka akan mengurangi nilai guna perairan tersebut. Padatan tersuspensi di dalam air cukup tinggi, berkisar mg/l. Padatan tersuspensi ini merupakan suspensi pati yang terendapkan pada pengendapan tingginya kandungan padatan tersuspensi menandakan bahwa proses pengendapan belum sempurna. 8. Asam Sianida (HCN) Selama ini dikenal ada dua jenis ubikayu, yaitu ubikayu manis dan ubikayu pahit. Kriteria manis dan pahit biasanya berdasarkan kadar asam sianida (HCN)

19 26 yang terkandung dalam umbi ubikayu. Darjanto dan Muryati (1980) membagi ubikayu menjadi tiga golongan sebagai berikut. a. Golongan yang tidak beracun (tidak berbahaya), mengandung HCN mg per kg umbi. b. Golongan yangberacun sedang, mengandung HCN mg per kg umbi. c. Golongan yang sangat beracun, mengandung HCN lebih besar dari 100 mg per kg umbi. Menurut Grace (1977), kandungan asam sianida semula diperkirakan berhubungan dengan varietas ubikayu, namun kemudian ternyata juga bergantung pada kondisi pertumbuhan, tanah, kelembaban, suhu dan umur tanaman. Komposisi kimia tepung dan pati ubikayu jenis pahit dan manis ternyata hampir sama, kecuali kadar serat dan kadar abu pada tepung ubikayu manis lebih tinggi dari tepung ubikayu pahit (Rattanachon et al. 2004). Selanjutnya Rattanachon et al. (2004) menerangkan bahwa viskositas tepung dan pati ubikayu tergantung varietasnya, dan tidak ada hubungannya dengan kriteria manis atau pahit. Industri tapioka kebanyakan menggunakan bahan baku ubikayu beracun, karena harganya murah. Ubikayu mengandung senyawa sianogenik linamarin. Komponen ini apabila terhidrolisis dapat menjadi glukosa, aseton, dan asam sianida (HCN). HCN terhidrolisa jika kontak dengan udara (O 2 ), oleh karena itu kandungan sianida bukan penyebab utama timbulnya pencemaran. Menurut Barana dan Cereda (2000) limbah cair industri tapioka memiliki kandungan sianida sebanyak 33,59 ppm. HCN pada ubikayu yang telah tua ditandai oleh membirunya umbi pada ubikayu ataupun pada kulitnya. HCN juga terletak pada daun ubikayu, ditandai dengan pahitnya rasa daun pada ubikayu tersebut. HCN diketahui dapat larut dalam air. Hal ini terlihat bahwa ubikayu yang mengalami proses pencucian akan mengalami perubahan warna biru perlahan memudar kemudian menjadi agak keputih-putihan kembali. Hal itu membuktikan bahwa kadar asam sianida ubikayu akan menurun kadarnya setelah mengalami pencucian, perendaman, perebusan, dan penjemuran. Air limbah dengan karakteristik tersebut harus ditangani dengan serius agar tidak mencemari lingkungan dan memenuhi standar baku mutu air limbah di

20 Provinsi Lampung. Spesifikasi baku mutu air limbah industri tapioka didasarkan pada Peraturan Gubernur Lampung Nomor 7 Tahun 2010 tentang baku mutu air limbah usaha dan/atau kegiatan di Provinsi Lampung. limbah industri tapioka dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Baku Mutu Air Limbah Industri Tapioka 27 Baku mutu untuk air Parameter Kadar Maksimal BOD (5 Hari, 20 O C) 100 mg/l COD 250 mg/l Total Padatan Tersuspensi 60 mg/l ph 6 9 Sianida 0,2 mg/l Debit 25 m 3 per ton produk Sumber : Peraturan Gubernur Lampung Nomor 7 Tahun 2010 Biogas sebagai Sumber Energi Alternatif Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), limbah agroindustri, sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Biogas merupakan gas yang tidak berwarna, sangat tinggi dan cepat daya nyalanya, sehingga sejak biogas berada pada bejana pembuatan sampai penggunaannya untuk penerangan atau memasak, harus selalu dihindarkan dari api yang dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan (Suriawiria, 2005). Sifat Biogas adalah 20 % lebih ringan dari udara dan mempunyai satu suhu nyala di sekitar 650ºC sampai dengan 750ºC. Nilai kalor dari biogas adalah 20 Mega Joules (MJ) per m 3 dan membakar dengan tingkat efisiensi 60 persen di suatu dapur biogas yang konvensional. Biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembangkit listrik, pemanas ruangan, memasak, dan pemanas air. Jika dikompresi, biogas dapat menggantikan gas alam terkompresi (CNG) yang digunakan pada kendaraan. Biogas yang telah dimurnikan akan memiliki karakteristik yang sama dengan gas alam. Akan tetapi gas tersebut harus sangat bersih untuk mencapai kualitas pipeline. Air (H 2 O), hydrogen sulfide (H 2 S) dan partikulat harus dihilangkan jika terkandung dalam jumlah yang besar di gas tersebut. Apabila biogas harus digunakan tanpa pembersihan yang ekstensif, maka biasanya gas ini dicampur dengan gas alam

21 28 untuk meningkatkan pembakaran. Biogas yang telah dibersihkan untuk mencapai kualitas pipeline dinamakan gas alam terbaharui. Nilai potensial pemanfaatan biogas ini akan terus meningkat karena adanya jumlah bahan baku biogas yang melimpah dan rasio antara energi biogas dan energi minyak bumi yang menjanjikan. Konversi energi biogas dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Konversi energi biogas Penggunaan Energi 1 m 3 biogas Penerangan* Listrik* Pengganti bahan bakar** Minyak Tanah Solar sebanding dengan lampu W selama 6 jam sebanding dengan 1,25 Kwh listrik 0,62 liter 0,52 liter Sumber: *) Kristoferson dan Bolkaders (1991) dalam Haryati (2006) **) Ditjen PPHP Departemen Pertanian RI (2009) Gas metan adalah gas yang mengandung unsur satu atom C dan empat atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Satu mol metana memerlukan dua mol oksigen untuk dapat dioksidasi menjadi CO 2 dan air, akibatnya setiap produksi 16 gram metana dapat menurunkan COD air limbah sebanyak 64 gram. Pada suhu dan tekanan standar, setiap stabilisasi 1 pound COD dapat meng-hasilkan 5,62 ft 3 metana atau 0,35 m 3 metana/kg COD (Grady dan Lim, 1980 dalam Haryati, 2006). Komposisi biogas dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi biogas Komposisi % Metana (CH 4 ) Karbon dioksida (CO 2 ) Nitrogen (N 2 ) 0-0,3 Hidrogen (H 2 ) 1-5 Hidrogen sulfida (H 2 S) 0-3 Oksigen (O 2 ) 0,1-0,5 Sumber : Hermawan et al. (2007)

24/05/2013. Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN. Produksi Bersih (PB) PB Merupakan pendekatan yang cost-effective

24/05/2013. Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN. Produksi Bersih (PB) PB Merupakan pendekatan yang cost-effective Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN Produksi Bersih (PB) United Nation Environmental Programme (UNEP) mendefinisikan produksi bersih sebagai penerapan yang kontinyu dari sebuah strategi pencegahan

Lebih terperinci

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu merupakan komoditi pertanian yang utama di Provinsi Lampung. Luas areal penanaman ubi kayu di Provinsi Lampung pada tahun 2009 adalah sekitar 320.344

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. Provinsi Lampung pada tahun 2013 memiliki luas panen untuk komoditi singkong sekitar 318.107 hektar

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia dengan jumlah produksi pada tahun 2013 yaitu sebesar 27.746.125 ton dengan luas lahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR. Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D

PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR. Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D PRAKTEK PENCAPAIAN EKO-EFISIENSI DI KLASTER INDUSTRI TAPIOKA DESA SIDOMUKTI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR Oleh: SAIFILLAILI NUR ROCHMAH L2D 004 349 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi 0 KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi secara global sekarang disebabkan oleh ketimpangan antara konsumsi dan sumber energi yang tersedia. Sumber energi fosil yang semakin langka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph Salah satu karakteristik limbah cair tapioka diantaranya adalah memiliki nilai ph yang kecil atau rendah. ph limbah tapioka

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cakupan pangan di Indonesia secara mandiri masih merupakan masalah serius yang harus kita hadapi saat ini dan masa yang akan datang. Bahan pokok utama masih bertumpu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi memiliki peran penting dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Terlebih, saat ini hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya aktifitas berbagai macam industri menyebabkan semakin besarnya limbah yang di hasilkan dari waktu ke waktu. Konsekuensinya adalah beban badan air selama

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI Suryani Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh Medan Buketrata - Lhokseumawe Email : suryani_amroel@yahoo.com Abstrak Pati (khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disempurnakan dan diganti dengan Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

Agro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman

Agro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman Agro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman Agro-industri Ramah Lingkungan Nopember 2007 Penulis: Dede Sulaeman, ST, M.Si Subdit Pengelolaan Lingkungan, Dit. Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP-Deptan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

ll. TINJAUAN PUSTAKA cepat. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi

ll. TINJAUAN PUSTAKA cepat. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi ll. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Tahu Industri tahu di Indonesia merupakan salah satu industri yang berkembang cepat. Hal ini dikarenakan tahu merupakan makanan tradisional yang dikonsumsi setiap hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh cukup pesat. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sektor industri menjadi salah satu sektor penting, dimana keberadaannya berdampak positif dalam pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima). 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber perolehan protein untuk ternak berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan-bahan sumber protein nabati diperoleh dari tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik negara maupun swasta. Masing-masing pabrik akan memiliki andil cukup besar dalam

Lebih terperinci

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA 0 KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber sumber energi terbarukan yang potensial, namun pengembangannya belum cukup optimal. Sebenarnya kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Northeast Georgia Regional Development Center (1999) menjelaskan beberapa. indikator pencemaran sungai sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Northeast Georgia Regional Development Center (1999) menjelaskan beberapa. indikator pencemaran sungai sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Indikator Kerusakan Lingkungan Sungai Kualitas air sungai tergantung pada komponen penyusun sungai dan komponen yang berasal luar, seperti pemukiman dan industri. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung

BAB I PENDAHULUAN. tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan. Limbah

Lebih terperinci

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER

KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER KELAYAKAN PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAHU PADA INDUSTRI KECIL DI DUSUN CURAH REJO DESA CANGKRING KECAMATAN JENGGAWAH KABUPATEN JEMBER Elida Novita*, Iwan Taruna, Teguh Fitra Wicaksono Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perekonomian nasional tidak terlepas dari berkembangnya sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki

Lebih terperinci

Pengertian, Konsep Dasar serta Perkembangan. Teknologi Bersih. (Clean Technology)

Pengertian, Konsep Dasar serta Perkembangan. Teknologi Bersih. (Clean Technology) Pengertian, Konsep Dasar serta Perkembangan Teknologi Bersih (Clean Technology) Pada awalnya Hanya tertuju pada bahan buangannya Daur ulang bahan buangan Penggabungan 3 aspek: Industrialisasi Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri rumah tangga yang sering dipermasalahkan karena limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan tersebut membawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan

I. PENDAHULUAN. tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang berasal dari tanaman yang mengandung mono/disakarida (tetes tebu dan gula tebu), bahan berpati

Lebih terperinci

PARADIGMA PENGELOLAAN USAHA

PARADIGMA PENGELOLAAN USAHA PENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA PARADIGMA PENGELOLAAN USAHA SEBUAH PENDEKATAN PENGELOLAAN USAHA BERUPA UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI UNTUK MENINGKATKAN MANFAAT, BAIK DARI ASPEK EKONOMI,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Tepung Tapioka Skala Rakyat Industri tepung tapioka merupakan industri yang memiliki peluang dan prospek pengembangan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar. Industri

Lebih terperinci

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA 0 KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya yang mengandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain mengandung gizi yang baik,

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (BUAH - BUAHAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Cici Yuliani 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Bahan baku pembuatan tahu adalah

I. PENDAHULUAN. kandungan nilai gizi yang cukup tinggi. Bahan baku pembuatan tahu adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahu merupakan salah satu makanan tradisional yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Pada tahun 2010 usaha tahu di Indonesia mencapai angka 84.000 unit usaha. Unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan bakar utama berbasis energi fosil menjadi semakin mahal dan langka. Mengacu pada kebijaksanaan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE Deddy Kurniawan W, Fahmi Arifan, Tri Yuni Kusharharyati Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang

Lebih terperinci

PENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA

PENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA PENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA SEBUAH PENDEKATAN PENGELOLAAN USAHA BERUPA UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI UNTUK MENINGKATKAN MANFAAT, BAIK DARI ASPEK EKONOMI, ORGANISASI MAUPUN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, industri tepung aren menghasilkan limbah cair dan limbah padat.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, industri tepung aren menghasilkan limbah cair dan limbah padat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, industri tepung aren menghasilkan limbah cair dan limbah padat. Limbah cair berasal dari proses pemarutan/pelepasan pati dari serat dan pengendapan tepung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. skala kecil pada umumnya dapat dilihat pada Gambar 2.

II. TINJAUAN PUSTAKA. skala kecil pada umumnya dapat dilihat pada Gambar 2. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Pengolahan Tapioka Industri tapioka merupakan salah satu industri yang dominan di Provinsi Lampung. Bahan baku utama industri ini adalah singkong yang biasanya diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum air dan sekitar tiga perempat bagian tubuh

BAB I PENDAHULUAN. hidup lebih dari 4 5 hari tanpa minum air dan sekitar tiga perempat bagian tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi, air sangat penting bagi pemeliharaan bentuk kehidupan. Tidak seorang pun dapat bertahan hidup lebih dari

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES A. Jenis-Jenis Proses Proses pembuatan pulp adalah pemisahan lignin untuk memperoleh serat (selulosa) dari bahan berserat. Oleh karena itu selulosa harus bersih dari lignin supaya

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia yang semakin beragam di berbagai sektor sekarang ini sehingga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif dari aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Oleh : Nur Laili 3307100085 Dosen Pembimbing : Susi A. Wilujeng, ST., MT 1 Latar Belakang 2 Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkurangnya cadangan sumber energi dan kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi di Indonesia dewasa ini membutuhkan solusi yang tepat, terbukti dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk yang diikuti dengan meningkatnya taraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota sekarang ini semakin pesat, hal ini berbanding

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota sekarang ini semakin pesat, hal ini berbanding 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota sekarang ini semakin pesat, hal ini berbanding lurus dengan sampah yang dihasilkan oleh penduduk kota. Pada data terakhir bulan November

Lebih terperinci