COMPULSIVE BUYING : TINJAUAN PEMASAR DAN PSIKOLOG Oleh : Titin Ekowati. Abstract

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "COMPULSIVE BUYING : TINJAUAN PEMASAR DAN PSIKOLOG Oleh : Titin Ekowati. Abstract"

Transkripsi

1 COMPULSIVE BUYING : TINJAUAN PEMASAR DAN PSIKOLOG Oleh : Titin Ekowati Abstract The study of consumer behavior that related with individual charachteristic is compulsive buying. Individual who doing it called compulsive buyer. The condition have related to marketing and psichologycal science. Based on marketer compulsive buying is favorable condition and profitable to the company. But based on psycholog the fenomena is not favorable. Because it create stress condition, depression and financial distress for individual. Key word : Compulsive buying, marketer, psicholog PENDAHULUAN Wujud berhasilnya pembangunan ekonomi di Indonesia adalah peningkatan pendapatan perkapita. Dampak dari naiknya pendapatan adalah perubahan pola konsumsi masyarakat yang terlihat dari perkembangan pusatpusat perbelanjaan. Konsumsi atau belanja bukan lagi dianggap sebagai tindakan dengan mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan barang tetapi juga melibatkan unsur rekreasi sebagai pemenuhan kebutuhan psikologis(nafisah, 2001).. Munculnya pusat-pusat perbelanjaan menunjukkan semakin ketatnya persaingan di bidang ritel. Menurut Sekertaris Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), bisnis ritel akan menjadi semakin padat, sehingga kuenya juga akan terbagi-bagi. Dalam kondisi ini akan terjadi perang harga antar ritel. Hal ini justru menguntungkan masyarakat selaku konsumen. Adanya liberalisasi di sektor perdagangan yang ditandai dengan masuknya hypermarket seperti Giant, Makro, dan Carefour

2 membuat bisnis ritel lokal harus mempersiapkan diri kalau tidak mau tersisih. Karena mereka mempunyai keunggulan di bidang teknologi, sistem dan sumber daya manusia (Pikiran Rakyat, 2 Agustus 2005). Saat ini berbelanja sudah menjadi gaya hidup masyarakat modern. Hal ini dibuktikan dengan besarnya waktu dan tenaga yang dicurahkan konsumen untuk melakukan aktivitas ini. Berbelanja kini bukan hanya sekedar untuk mendapatkan produk yang diinginkan saja, tetapi juga menjadi suatu aktivitas yang dilakukan untuk memuaskan motif-motif sosial dan personal (Bloch et al.1994 ; Guiry et al.,2006). Bagi sebagian besar orang, membeli sesuatu atau berbelanja merupakan kegiatan yang normal dan rutin dilakukan sehari-hari. Namun bagi individu yang memiliki kecenderungan sebagai pembeli yang kompulsif (compulsive buyer), ketidakmampuan mengendalikan hasrat untuk membeli sesuatu akan mendorong individu tersebut untuk melakukan apa saja asalkan hasrat yang ada dapat terpenuhi. Sehingga dapat dikatakan kecenderungan seseorang untuk melakukan pembelian berulang sebagai akibat dari adanya peristiwa yang tidak menyenangkan ataupun perasaan negatif disebut sebagai compulsive buying (Faber dan O Guinn, 1989). COMPULSIVE BUYING DARI SISI PEMASAR Perilaku pembelian yang kompulsif (compulsive buying) dari sisi pemasar telah menjadi fenomena yang makin meluas dan terus berkembang. Compulsive buying menjadi masalah yang penting dalam pemasaran dan perilaku konsumen, karena perilaku ini dapat memberikan pengaruh yang negatif pada individu dan masyarakat

3 (Gwin et al. 2005). Dampak yang kemungkinan besar dapat terjadi dari perilaku pembelian yang kompulsif meliputi berbagai aspek, misalnya dari sisi finansial adalah tingginya hutang kartu kredit dan rendahnya dana yang bisa ditabung (Roberts, 1998). mereka untuk melakukan apa saja asalkan hasrat tersebut dapat terpenuhi. Dampak positif dari compulsive buying dalam jangka pendek adalah kepuasan dan kesenangan yang langsung dapat dirasakan dari aktivitas pembelian tersebut. Perlu diperhatikan bahwa Faber dan O Guinn (1989) compulsive buyers tidak melakukan mendefinisikan compulsive buying sebagai suatu kondisi kronis, dimana seorang individu melakukan aktivitas pembelian berulang sebagai akibat dari adanya peristiwa yang tidak menyenangkan maupun perasaan yang negatif. Bagi sebagian besar orang, membeli sesuatu atau berbelanja merupakan kegiatan yang normal dan dilakukan sehari hari. Namun bagi individu-individu yang memiliki kecenderungan sebagai pembeli yang pembelian semata-mata hanya untuk mendapatkan suatu produk tertentu, tetapi lebih dititikberatkan pada hasrat untuk mencapai kepuasan dan kesenangan melalui proses pembelian yang dilakukan oleh individu. Dalam jangka panjang, compulsive buying dapat menimbulkan dampak yang negatif, yaitu : kebangkrutan, hutang yang menumpuk, keretakan rumah tangga dan sebagainya (Gwin et al. 2005). Dittmar (2005) kompulsif (compulsive buyer), mengkonseptualisasikan compulsive ketidakmampuan mengendalikan hasrat untuk membeli sesuatu akan mendorong buying sebagai suatu manifestasi ekstrim dari individu-individu yang mencari

4 perbaikan suasana hati dan peningkatan rasa percaya diri dengan membeli produk-produk yang dapat meningkatkan identitas diri individu tersebut. Dengan kata lain, hasrat untuk melakukan pembelian pada pembeli compulsive buying sangat minim terjadi untuk produk-produk keperluan seharihari. Oleh karena itu, compulsive buying cenderung terjadi pada konsumen perempuan (Ditmar, 2005). Penemuan yang paling konsisten yang kompulsif lebih disebabkan oleh tentang compulsive buying adalah dorongan psikologis dari dalam diri mereka. Hambatan dalam bentuk finansial bukan menjadi masalah bagi para compulsive buyer, mengingat dorongan untuk membeli suatu produk tertentu sangat kuat, sehingga mereka tidak peduli lagi dengan tidak tersedianya dana yang cukup untuk menutupi kebiasaan berbelanja para compulsive buyer. Satu hal yang menarik adalah bahwa perilaku compulsive buying biasanya terjadi pada produk-produk yang bersifat consumers goods, seperti pakaian dan produk lainnya yang dapat menunjang penampilan seseorang. Kasus bahwa kondisi ini sangat besar pengaruhnya bagi konsumen perempuan. Seperti dikutip oleh Dittmar (2005) terdapat rata-rata 90% konsumen perempuan memiliki perilaku pembelian yang kompulsif (Hanley & Wilhelm, 1992 ; Black et al ; Scherhorn et al. 1990). Namun perbedaan gender dalam perilaku pembelian yang kompulsif tidak dijelaskan secara lebih mendalam, hanya ditemukan bukti yang menyatakan bahwa dimensi berbelanja yang terkait dengan masalah emosional dan identitas lebih didominasi oleh konsumen perempuan daripada konsumen pria (Dittmar, 2005).

5 Hal lain yang menarik perhatian adalah temuan dari penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa perbedaan usia ikut memberikan pengaruh pada perilaku pembelian kompulsif. Tetapi secara sistematis tidak ada penelitian yang menyatakan bahwa orang yang berada pada usia tertentu akan cenderung memiliki perilaku compulsive buying kecenderungan yang terjadi pada mereka yang berusia diantara tahun, dan berstatus lajang. Pada usia tersebut individu cenderung merasakan kekhawatiran terhadap masa depan mereka, khususnya para wanita, sehingga compulsive buying dianggap sebagai pelarian untuk mengurangi rasa stress. lebih kuat dibanding tingkatan usia Penelitian-penelitian terdahulu lainnya (Dittmar, 2005). Penelitian Garces Prieto (2002), seperti dikutip oleh Dittmar, menemukan bahwa 46% dari penduduk Skotlandia yang berusia tahun memiliki kecenderungan perilaku pembelian yang tidak terkendali (uncontrolled buying), karena mereka ternyata tidak mampu untuk menolak stimuli yang disampaikan dari iklan, dan memiliki kendali yang sangat rendah terhadap kebiasaan berbelanja mereka. Tetapi Black et al. (1998) menemukan bahwa compulsive buying merupakan juga menemukan bahwa perilaku compulsive buying merupakan kondisi yang dialami oleh individu dengan hasrat yang besar untuk mendapatkan sesuatu dan tidak memiliki kemampuan untuk menahannya. Kondisi ini biasanya juga dialami oleh individu dengan tingkat pendapatan yang tidak terlalu tinggi. Sehingga, individu-individu tersebut diperkirakan mengalami permasalahan hutang, mengingat pendapatan mereka tidak dapat menutup besarnya pengeluaran yang harus

6 dibayar. Tetapi, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Faber dan O Guinn (1989) diketahui bahwa compulsive buying dapat terjadi pada siapa saja dengan tingkat pendapatan yang beragam. Individu dengan tingkat pendapatan yang tinggi juga tidak lepas dari kemungkinan untuk memiliki perilaku pembelian yang kompulsif. menjelaskan predisposision secara umum. Dari sisi psikologis perilaku pembelian yang kompulsif dapat menimbulkan perasaan gelisah, depresi, frustasi, dan bahkan konflik interpersonal (Roberts, 1998). Compulsive buying, oleh para peneliti terdahulu tidak didefinisikan secara tetap, sehingga Faber dan O Guinn (1989) menyatakan bahwa COMPULSIVE BUYING DARI SISI PSIKOLOG Compulsive buying merupakan karakteristik perilaku yang dimiliki individu dan bersifat permanen, sehingga bersifat disposisional karena merupakan karakteristik kepribadian yang melekat dalam diri individu. Engel et al. (1994) mengatakan bahwa kepribadian merupakan karakteristik psikologis di dalam diri individu yang bersifat permanen. Assael (2001) juga mengatakan bahwa kepribadian terbentuk dari rangkaian sifat yang pengertian compulsive buying terdiri dari dua kriteria yaitu : 1) Perilaku compulsive buying biasanya terjadi berulang-ulang, dan 2) Perilaku compulsive buying biasanya dapat menimbulkan masalah bagi individu yang mengalaminya. Dittmar (2005) menyatakan bahwa terdapat tiga fitur inti dari perilaku compulsive buying, yaitu : 1) Compulsive buyer memiliki hasrat yang tidak dapat ditahan (irresistable) untuk membeli atau mendapatkan sesuatu, 2)

7 Compulsive buyer tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan perilaku pembeliannya, 3) Compulsive buyer akan terus melakukan kebiasaan untuk membeli sesuatu secara berlebihan, yang kadang-kadang tidak compulsive buying dari beberapa responden meningkat ketika para anggota keluarga melakukan dysfunction behavior (mabuk, gelisah, dan depresi). Faktor yang lain adalah psychological penghargaan diri, status sosial yang dibutuhkan, dan hal ini dilakukan tanpa dipersepsikan, dan fantasi). Roberts mengindahkan dampak yang mungkin timbul dalam kehidupan pribadi, sosial, pekerjaan ataupun kesulitan dalam masalah finansial. Penelitian Roberts (1998) menjelaskan bahwa dalam kondisi yang buruk individu dapat melakukan aktivitas pembelian untuk mencapai kepuasan yang diinginkan. Kondisi buruk ini dapat terjadi karena faktor keluarga, psikologi dan sosial. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa compulsive behaviors dipengaruhi oleh perilaku anggota keluarga yang lain. Valence et al. (1998) dalam Roberts (1998) menemukan bahwa skor (1998) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara penghargaan diri yang rendah, status sosial yang dipersepsikan dan fantasi dengan pembelian yang kompulsif. Kemudian faktor sociological seperti tayangan televisi, teman sebaya, frekuensi berbelanja, dan kemudahan dalam mengakses ataupun menggunakan kartu kredit juga dapat berpengaruh pada perilaku pembelian yang kompulsif (Roberts, 1998). Gwin et al. (2004) juga mengatakan bahwa compulsive buying dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pengaruh dari dalam diri individu

8 itu sendiri (psikologis), sociological, maupun dari keluarga. Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku compulsive buying bukan merupakan kondisi yang muncul begitu saja, tetapi perilaku ini sudah berakar mulai dari seseorang hidup. Pengaruh psikologis dapat berupa rasa percaya diri yang rendah akan membuat para compulsive buyer untuk membeli barang yang tidak diperlukan dan hanya bertujuan untuk mendapatkan kepuasan dari proses pembelian tersebut, mendapatkan status sosial yang lebih baik dengan membeli produk-produk yang dapat meningkatkan identitasnya, dan dapat berfantasi dengan membayangkan bahwa dengan membeli suatu produk akan membawa kepuasan pada diri mereka. Sementara itu dari sisi sosiologikal, dapat muncul dari televisi, ajakan teman, frekuensi berbelanja, dan kemudahan penggunaan kartu kredit. Lebih lanjut Gwin et al. (2004) mengatakan bahwa keluarga atau orang tua memegang peranan penting terhadap pembentukan karakter anak. Ada beberapa faktor kunci pengaruh keluarga pada pembentukan perilaku compulsive buying yaitu : perubahan dalam struktur keluarga (disebabkan oleh perceraian, perpisahan, dan kematian), sumber daya keluarga (family resources), penyebab stress dalam keluarga (family stressor), status socio-economic, status konsumsi, dan kesediaan orang tua dalam memenuhi permintaan anak (parental yielding to a child request). Adanya ketidakpastian dan masalah dalam keluarga dapat mempengaruhi perkembangan anak, yang nantinya dapat membuat anak memiliki sifat-sifat yang negatif. Lingkungan keluarga tempat seseorang dibesarkan dapat mengarah pada perilaku compulsive

9 buying sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan. Gwin et al. (2004) juga memasukkan faktor parental buying behavior, yakni perilaku berbelanja orang tua yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian anak-anaknya. Dalam hal ini, anak mencoba meniru perilaku pembelian yang biasa dilakukan oleh keluarganya. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor kondisi keluarga seperti pola komunikasi keluarga, parental yielding dan parental buying behavior dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku kompulsif pembelian anak. Dengan kata lain akar permasalahan munculnya perilaku pembelian kompulsif dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang merupakan kombinasi dari sisi psikologis dan sociopsikologikal (Faber dan O Guinn,1992). Compulsive buying cenderung dimotivasi dari stimuli yang berasal dari dalam diri seseorang seperti kegelisahan, dan berbelanja atau menghamburhamburkan uang merupakan pelarian yang dianggap mampu membuat seseorang keluar dari masalahnya. Karena faktor yang signifikan adalah pengaruh yang timbul dari dalam diri individu, maka faktor keluarga memegang peranan yang sangat penting (Roberts etal.2003). Sejumlah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dengan berdasarkan pada asumsi bahwa metode atau pendekatan orang tua dalam membesarkan anak dapat membentuk sikap dan perilaku yang kompulsif (Rindfleisch et al.1997 ; Roberts et al.2003). Akhirnya dapat dijelasan bahwa compulsive buying merupakan salah satu bentuk pembelian yang menyimpang. Individu yang memiliki perilaku addictive cenderung mempunyai rasa

10 percaya diri yang rendah sebagai anakanak maupun remaja (Faber, 1992). Rasa percaya diri yang rendah ini sering dijumpai pada individu yang memiliki perilaku compulsive buying (Scherhorn, 1990), dan mereka akan merasa lebih nyaman dengan membeli sesuatu yang dapat meningkatkan identitas diri mereka. menghambur-hamburkan uang yang dimiliki sehingga memperoleh perasaan nyaman. Dari sisi pemasar compulsive buying merupakan hal yang sangat menguntungkan karena dapat mendongkrak penjualan perusahaan. Tetapi dari sisi psikolog compulsive buying merupakan perilaku pembelian yang menympang yang dalam jangka panjang dapat merugikan individu yang PENUTUP bersangkutan Perilaku pembelian yang kompulsif merupakan suatu kondisi kronis, dimana seseorang melakukan aktivitas pembelian berulang sebagai akibat dari adanya peristiwa yang tidak menyenangkan ataupun perasaan yang negatif. Kondisi yang dimaksud adalah hal-hal seperti stress, kegelisahan, konflik, rendahnya rasa percaya diri yang dialami oleh individu yang mendorong individu itu untuk melakukan aktivitas pembelian ataupun DAFTAR PUSTAKA Bloch. P.H.;Ridgway, N.M.,Dawson,S.A.(1994), The Shopping Mall as Consumer Habitat, Journal of Retailing,70: Dittmar, Helga (2005), Compulsive Buying A Growing Concern? An Examination of Gender, Age, and Endorseement of Materialistic Values As Predictors, British Journal of Psychology, 96,

11 Faber, Ronald J ; and Thomas C O Guinn (1989), Compulsive Buying : A Phenomenological Exploration, Journal of Consumer Research, 16 (September), Faber, Ronald J ; and Thomas O Guinn (1992), A Clinical Screener for Compulsive Buying, Journal of Consumer Research, December, Guiry, Michael.Magy; Anne W. and Lutz, Richard J.(2006), Defining and Measuring Recreational Shopper Identity, Journal of the Academy of Marketing Science, 34:1, Gwin, Carol F. ; James A Roberts ; and Carlos R. Martinez (2004), Does Family Matter? Family Influence on Compulsive Buying in Mexico, Marketing Management Journal, Spring, Gwin, Carol F.; James A. Roberts ; Carlos R. Martinez (2005), Nature Vs Nurture : The Role of Family in Compulsive Buying, Marketing Management Journal, Spring, Nafisah, U. (200), Hubungan Antara Orientasi Keagamaan dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja, Skripsi (Tidak diterbitkan), Surakarta : Fakultas Psikologi UMS. Rindfleich, Aric ; James E. Burroughs ; and Frank Denton (1997), Family Structure, Materialism, and Compulsive Consumption, Journal of Consumer Research, 23 (March), Roberts, James A. (1998), Compulsive Buying Among College Students : An Investigation of Its Antesedents, Consequences, and Implications for Public Policy, The Journal of Consumer Affairs,32:2, Roberts, James A.(2003), An Exploratory Investigation of the Antecedents and Incidence of Compulsive Buying in the Baby Bust Generation, Working Paper. Harian Pikiran Rakyat, 2 Agustus 2005

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan pada hasil pembahasan penelitian, maka simpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut: 1. Hipotesis 1 dalam penelitian yang menyatakan bahwa faktor keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbelanja adalah sesuatu yang umum yang dilakukan oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbelanja adalah sesuatu yang umum yang dilakukan oleh masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbelanja adalah sesuatu yang umum yang dilakukan oleh masyarakat. Meningkatnya kualitas hidup masyarakat membuat pola pikir dan kebiasaan masyarakat menjadi berubah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor industri ritel semakin berkembang pesat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang ditandai dengan semakin banyaknya pelaku usaha

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Sebagai sumber referensi empirik, penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut dilakukan oleh Naomi dan Mayasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana atau impulsive buying. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelian kompulsif dewasa ini menjadi salah satu topik yang menarik bagi sejumlah peneliti dibidang konsumsi maupun bidang pemasaran karena dianggap sebagai akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan keperluan, tetapi dapat juga dijadikan sebagai sarana refreshing.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dan keperluan, tetapi dapat juga dijadikan sebagai sarana refreshing. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belanja adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup, baik itu kebutuhan primer, sekunder, serta kebutuhan yang bersifat lux.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 59 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman peran keluarga pada perilaku pembelian yang kompulsif dengan cara menguji pola komunikasi keluarga

Lebih terperinci

Hubungan antara Self-Esteem dengan Perilaku Compulsive Buying pada Remaja Anggota Hansamo

Hubungan antara Self-Esteem dengan Perilaku Compulsive Buying pada Remaja Anggota Hansamo Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Hubungan antara Self-Esteem dengan Perilaku Compulsive Buying pada Remaja Anggota Hansamo 1 Elviana Fitri Rangkuti, 2 Oki Mardiawan 1.2 Fakultas Psikologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika kita melakukan pembelian, seringkali bukan hanya dari segi ekonomis

BAB I PENDAHULUAN. Ketika kita melakukan pembelian, seringkali bukan hanya dari segi ekonomis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ketika kita melakukan pembelian, seringkali bukan hanya dari segi ekonomis atau nilai dari barang itu sendiri yang membuat kita tertarik, tetapi juga keuntungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelian kompulsif merupakan suatu proses pengulangan yang sering terjadi secara berlebihan dalam kegiatan berbelanja yang disebabkan oleh perasaan ketagihan, tertekan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu sebagian besar manusia memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu sebagian besar manusia memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman dahulu sebagian besar manusia memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan sistem barter (pertukaran) karena pada saat itu manusia belum mengenal uang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari penggunaan produk dengan merek tertentu, contohnya seseorang akan merasa. percaya diri jika memakai pakaian merek tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. dari penggunaan produk dengan merek tertentu, contohnya seseorang akan merasa. percaya diri jika memakai pakaian merek tertentu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin banyaknya merek yang beredar sekarang ini semakin membuat masyarakat lebih leluasa dalam memilih merek yang sesuai dan disukai, hal ini juga semakin membuat

Lebih terperinci

PENGARUH INTRINSIC GOALS PADA COMPULSIVE BUYING (STUDI PADA MAHASISWI DI SEMARANG)

PENGARUH INTRINSIC GOALS PADA COMPULSIVE BUYING (STUDI PADA MAHASISWI DI SEMARANG) Majalah Ekonomi Tahun XXII, No. 2 Agustus 2012 PENGARUH INTRINSIC GOALS PADA COMPULSIVE BUYING (STUDI PADA MAHASISWI DI SEMARANG) Euis Soliha, Pudji Utomo dan Suzy Widyasari Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang menyebabkan seseorang harus belanja.dari untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hal yang menyebabkan seseorang harus belanja.dari untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam jaman seperti sekarang kebutuhan berbelanja sangat penting.banyal hal yang menyebabkan seseorang harus belanja.dari untuk memenuhi kebutuhan pokok dan

Lebih terperinci

COMPULSIVE BUYING BEHAVIOR PADA KONSUMEN RITEL FORMAT FASHION STORE

COMPULSIVE BUYING BEHAVIOR PADA KONSUMEN RITEL FORMAT FASHION STORE COMPULSIVE BUYING BEHAVIOR PADA KONSUMEN RITEL FORMAT FASHION STORE NATALISA INDAH KURNIA Jurusan Manajemen Fakultas Bisnis Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Email: yinyin759@yahoo.com ABSTRACT

Lebih terperinci

KECENDERUNGAN PERILAKU COMPULSIVE BUYING (PEMBELIAN KOMPULSIF) PADA MASA REMAJA AKHIR DI SAMARINDA

KECENDERUNGAN PERILAKU COMPULSIVE BUYING (PEMBELIAN KOMPULSIF) PADA MASA REMAJA AKHIR DI SAMARINDA ejournal Psikologi 2016, 4 (4) : 361 372 ISSN 2477-2674, ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2016 KECENDERUNGAN PERILAKU COMPULSIVE BUYING (PEMBELIAN KOMPULSIF) PADA MASA REMAJA AKHIR DI SAMARINDA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini memiliki tujuan yakni untuk menganalisis pengaruh Financial Success, Social Recognition, Attractive Appearance pada Compulsive Buying. Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi salah satu objek kajian di bidang pemasaran khususnya perilaku

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi salah satu objek kajian di bidang pemasaran khususnya perilaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku pembelian kompulsif konsumen merupakan suatu fenomena yang dapat menjadi salah satu objek kajian di bidang pemasaran khususnya perilaku konsumen. Perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. penelitian. Teori-teori yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. penelitian. Teori-teori yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Didalam tinjauan teoritis dan hipotesis ini, teori-teori yang berkaitan dengan penilaian akan dibahas secara lebih terperinci dan relevan dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumen yang semakin bervariasi pada saat ini sangat berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen. Di mana konsumen berupaya untuk memenuhi

Lebih terperinci

PENGARUH SELF-ACCEPTANCE IMPORTANCE, AFFILIATION IMPORTANCE, DAN COMMUNITY FEELING IMPORTANCE TERHADAP COMPULSIVE BUYING

PENGARUH SELF-ACCEPTANCE IMPORTANCE, AFFILIATION IMPORTANCE, DAN COMMUNITY FEELING IMPORTANCE TERHADAP COMPULSIVE BUYING Hal: 19 26 PENGARUH SELF-ACCEPTANCE IMPORTANCE, AFFILIATION IMPORTANCE, DAN COMMUNITY FEELING IMPORTANCE TERHADAP COMPULSIVE BUYING Euis Soliha Universitas Stikubank Semarang e-mail: zulfa_arkan@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya. Berikut ini akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu antara lain :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan, baik itu belanja barang maupun jasa. Recreational Shopper

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan, baik itu belanja barang maupun jasa. Recreational Shopper BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Recreational Shopper Identity dapat didefinisikan sebagai kegiatan berbelanja yang dicirikan dengan perasaan senang dalam diri pelakunya (Guiry, Magi, Lutz,

Lebih terperinci

PENGARUH KONTROL DIRI, MOTIVASI DAN MATERIALISME TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF (Survei Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo)

PENGARUH KONTROL DIRI, MOTIVASI DAN MATERIALISME TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF (Survei Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo) PENGARUH KONTROL DIRI, MOTIVASI DAN MATERIALISME TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF (Survei Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo) Oleh : Rini Kartika Sari Manajemen cartika@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri ritel di Surabaya pada zaman sekarang sangat berkembang. Perkembangan industri ritel ini akan terus bertumbuh seiring berjalannya waktu. Banyak bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pemberi diskon di dalam ruangan yang berukuran meter

BAB I PENDAHULUAN. dan pemberi diskon di dalam ruangan yang berukuran meter 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hypermarket adalah toko eceran yang mengkombinasikan pasar swalayan dan pemberi diskon di dalam ruangan yang berukuran 100.000 300.000 meter persegi (Utami,

Lebih terperinci

Ringkasan Disertasi. Model Pembelian Kompulsif Pada Remaja Page 1

Ringkasan Disertasi. Model Pembelian Kompulsif Pada Remaja Page 1 MODEL PEMBELIAN KOMPULSIF PADA REMAJA Oleh: Retno Mangestuti Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji kesesuaian antara model teoritis pembelian kompulsif dengan data empiris model pembelian kompulsif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pusat Perbelanjaan 2.2. Recreational Shopper 2.3. Recreational Shopper Identity

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pusat Perbelanjaan 2.2. Recreational Shopper 2.3. Recreational Shopper Identity 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pusat Perbelanjaan Kotler dan Armstrong (2006) menyatakan bahwa pusat perbelanjaan adalah sekelompok bisnis eceran yang direncanakan, dimiliki dan dikelola sebagai satu unit.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Menurut Asmadi (2008), kebutuhan setiap individu berbeda-beda, namun pada dasarnya mempunyai kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belanja merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi semua kalangan. Hal ini tidak hanya pada kalangan wanita saja, namun berlaku juga bagi kaum pria. Umumnya, orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prostitusi merupakan fenomena yang tiada habisnya. Meskipun telah dilakukan upaya untuk memberantasnya dengan menutup lokalisasi, seperti yang terjadi di lokalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumen merupakan bagian terpenting bagi perusahaan karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Konsumen merupakan bagian terpenting bagi perusahaan karena memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsumen merupakan bagian terpenting bagi perusahaan karena memiliki berbagai macam perilaku berbeda satu dengan lainnya dalam hal memenuhi kebutuhan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Aktivitas berbelanja merupakan suatu aktivitas yang awam atau umum dilakukan oleh masyarakat. Belanja yang awalnya merupakan real need atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan yang semakin ketat, perubahan lingkungan yang cepat, dan kemajuan teknologi yang pesat mendorong pelaku usaha untuk selalu melakukan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah china, India, dan Amerika Serikat. Saat ini Indonesia menempati posisi

Lebih terperinci

2 sehingga seringkali membuat konsumen membeli produk yang sebelumnya tidak direncanakan. Hal ini dapat terjadi karena suasana hati yang positif menim

2 sehingga seringkali membuat konsumen membeli produk yang sebelumnya tidak direncanakan. Hal ini dapat terjadi karena suasana hati yang positif menim 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Berbelanja merupakan bagian rutin dalam kehidupan sehari-hari. Individu melalui aktivitas berbelanja dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun dalam situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkup kehidupan manusia pun semakin berkembang. Adapula salah satu

BAB I PENDAHULUAN. lingkup kehidupan manusia pun semakin berkembang. Adapula salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman yang semakin berkembang dan maju ini, manusia pun dipengaruhi oleh adanya tekanan dan tuntutan kehidupan yang sudah semakin modern. Disamping perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pertama, penelitian yang dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pertama, penelitian yang dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Pendahuluan Sebagai sumber referensi empirik, penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pertama, penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif,

BAB I PENDAHULUAN. mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya kecenderungan orang untuk berbelanja di supermarket atau mall mendorong terjadinya pembelian secara tiba-tiba atau pembelian impulsif, sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis pada internet, apapun BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kecanduan Internet Kandell (dalam Panayides dan Walker, 2012) menyatakan bahwa kecanduan internet merupakan ketergantungan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan seseorang harus belanja. Dari untuk memenuhi kebutuhan seharihari,

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan seseorang harus belanja. Dari untuk memenuhi kebutuhan seharihari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belanja merupakan fenomena umum yang terjadi sekarang ini. Banyak hal yang menyebabkan seseorang harus belanja. Dari untuk memenuhi kebutuhan seharihari, pribadi

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF DI HYPERMARKET (Studi Empiris Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta)

ANALISIS PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF DI HYPERMARKET (Studi Empiris Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta) ANALISIS PERILAKU PEMBELIAN KOMPULSIF DI HYPERMARKET (Studi Empiris Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta) Benedictus Dian Prabowo W. Mahestu N. Krisjanti Program Studi Manajemen

Lebih terperinci

Bab 3. Model Perilaku Konsumen

Bab 3. Model Perilaku Konsumen Bab 3 Model Perilaku Konsumen PERILAKU KONSUMEN Tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti

Lebih terperinci

MOTIVASI BERBELANJA KONSUMEN PADA PASAR TRADISIONAL DAN PASAR SWALAYAN DI KOTA MADIUN. Rindyah Hanafi

MOTIVASI BERBELANJA KONSUMEN PADA PASAR TRADISIONAL DAN PASAR SWALAYAN DI KOTA MADIUN. Rindyah Hanafi MOTIVASI BERBELANJA KONSUMEN PADA PASAR TRADISIONAL DAN PASAR SWALAYAN DI KOTA MADIUN Rindyah Hanafi Abstract : The purpuse of this study is to examine motivation shopping in traditional market and supermarket

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen.

BAB 1 PENDAHULUAN. macam kegiatan pemasaran yang tidak lepas dari perilaku konsumen. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang maju dan berkembang pesat, telah menjadi perubahan berbagai sektor, termasuk bidang industri dan produksi serta pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak dapat terpuaskan secara permanen. Dalam usahanya untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun, kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan tersebut terbatas. Hal ini dikarenakan kebutuhan manusia tidak

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu 1. Baros (2007) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh atribut produk terhadap terbentuknya citra merek (Brand Image) di PT. Radio Kidung Indah Selaras

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Celebrity Worship 2.1.1 Celebrity (Idola) Celebrity adalah seseorang yang memiliki pengakuan publik dan sering memiliki ciri khas seperti daya tarik dan kepercayaan (McCracken,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam triwulan I-2006 dan setelah itu terus meningkat. Hal ini konsisten dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam triwulan I-2006 dan setelah itu terus meningkat. Hal ini konsisten dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sisi makro terlihat kecenderungan membaiknya. Beberapa indikator menunjukkan perekonomian sudah menyentuh titik terendahnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 8 BAB II TINJAUAN KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjuan Konseptual Teori-teori yang relevan yang saling terkait akan digunakan untuk menjelaskan pokok permasalahan an serta memperjelas pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan Bali merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan Bali merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan Bali merupakan salah satu sentra bisnis di Indonesia. Banyak industri dan bisnis fashion yang didirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belanja merupakan aktifitas yang menyenangkan bagi banyak orang dan tidak terbatas pada kaum perempuan tetapi laki-laki juga. Hasil survey terbaru dari Nielsen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha

BAB I PENDAHULUAN. produk atau jasa untuk menarik simpatik masyarakat. Banyaknya usaha-usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi banyak faktor yang mempengaruhi kegiatan perekonomian termasuk dalam bidang pemasaran. Bentuk kegiatan yang dilakukan di dalam bidang apa pun, dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan kebiasaan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah merupakan suatu motif berbelanja yang baru. Motivasi merupakan konsep yang dinamis dan

Lebih terperinci

TESIS PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS, KECANDUAN BERBELANJA, KETERLIBATAN FASHION TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PRODUK FASHION GLOBAL

TESIS PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS, KECANDUAN BERBELANJA, KETERLIBATAN FASHION TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PRODUK FASHION GLOBAL TESIS PENGARUH GAYA HIDUP HEDONIS, KECANDUAN BERBELANJA, KETERLIBATAN FASHION TERHADAP PEMBELIAN TIDAK TERENCANA PRODUK FASHION GLOBAL Diajukan Oleh Widowati Wahyuningsih 20141020033 Kepada: PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I - PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pusat perbelanjaan modern atau dikenal dengan sebutan mall mengalami pergeseran fungsi. Pada mulanya masyarakat ke mall khusus untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. negara agraris sedikit demi sedikit bergeser meninggalkan pola kehidupan pertanian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. negara agraris sedikit demi sedikit bergeser meninggalkan pola kehidupan pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Berkembangnya perekonomian Indonesia ditandai dengan pergeseranpergeseran dalam bidang ekonomi yang sudah mulai tampak jelas. Indonesia sebagai negara agraris

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

PERAN IBU DALAM PROSES SOSIALISASI ANAK SEBAGAI KONSUMEN

PERAN IBU DALAM PROSES SOSIALISASI ANAK SEBAGAI KONSUMEN PERAN IBU DALAM PROSES SOSIALISASI ANAK SEBAGAI KONSUMEN Titin Ekowati Atieshaufa@yahoo.com Universitas Muhammadiyah Purworejo Abstraksi Keluarga merupakan institusi yang sangat penting dalam proses sosialisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumen merupakan sebuah fenomena yang unik untuk dipelajari dan diamati. Perilaku Konsumen disini lebih mengacu pada proses yang dilalui oleh seseorang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Hipotesis pertama dalam penelitian ini menunjukkan bahwa literasi keuangan dan

BAB V PENUTUP. 1. Hipotesis pertama dalam penelitian ini menunjukkan bahwa literasi keuangan dan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan baik secara deskriptif maupun statistik, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan hasil uji hipotesis yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya teknologi informasi yang semakin pesat ini, menimbulkan pemikiran baru bagi pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya agar dapat bersaing dengan pelaku

Lebih terperinci

PASAR KONSUMEN. dan Perilaku Pembelian Konsumen

PASAR KONSUMEN. dan Perilaku Pembelian Konsumen PASAR KONSUMEN dan Perilaku Pembelian Konsumen Topik Pembahasan Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen Bagaimana karakteristik pembeli Bagaimana proses pengambilan keputusan pembelian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasararan merupakan suatu konsep serta kegiatan baik perseorangan maupun organisasi di dalam memuaskan kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Survei yang dilakukan oleh AC Nielsen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Survei yang dilakukan oleh AC Nielsen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku membeli impulsif atau impulsive buying merupakan sebuah fenomena psikoekonomik yang melanda kehidupan masyarakat pada jaman modern, khususnya masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kebutuhan konsumen yang bervariasi memberikan peluang bagi para pelaku bisnis terutama di bidang fashion. Kenyataan ini menyebabkan banyak bermunculan

Lebih terperinci

Pengaruh Atmosfer Toko Terhadap Keputusan Pembelian

Pengaruh Atmosfer Toko Terhadap Keputusan Pembelian Pengaruh Atmosfer Toko Terhadap Keputusan Pembelian I. Pengertian Perilaku Konsumen Menurut Solomon (2000), perilaku konsumen adalah studi yang meliputi proses ketika individu atau kelompok tertentu membeli,

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PERILAKU BERHUTANG DENGAN PERASAAN SENANG PADA MAHASISWA

LAPORAN PENELITIAN PERILAKU BERHUTANG DENGAN PERASAAN SENANG PADA MAHASISWA LAPORAN PENELITIAN PERILAKU BERHUTANG DENGAN PERASAAN SENANG PADA MAHASISWA Oleh : Mohamad Iksan NIS : 151095156 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG 2015

Lebih terperinci

Abstrak Tujuan penelitian ini menguji kesesuaian antara model teoritis pembelian kompulsif pada remaja dengan data empirisnya, berdasarkan teori belaj

Abstrak Tujuan penelitian ini menguji kesesuaian antara model teoritis pembelian kompulsif pada remaja dengan data empirisnya, berdasarkan teori belaj MODEL PEMBELIAN KOMPULSIF PADA REMAJA Disertasi Oleh: Retno Mangestuti 07/260123/SPS/205 PROGRAM DOKTOR FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014 Abstrak Tujuan penelitian ini menguji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan. kelangsungan hidup perusahaan sangat tergantung pada perilaku

BAB I PENDAHULUAN. berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan. kelangsungan hidup perusahaan sangat tergantung pada perilaku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman, dewasa ini banyak bermunculan perusahaan perusahaan baru yang membuat produk produk dari berbagai macam jenis barang kebutuhan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI MANAJERIAL

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI MANAJERIAL 69 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI MANAJERIAL 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis penelitian dan analisis keseluruhan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Deal proneness dan pencarian variasi

Lebih terperinci

PENGARUH FAMILY STRUCTURE TERHADAP MATERIALISME DAN PEMBELIAN KOMPULSIF PADA REMAJA

PENGARUH FAMILY STRUCTURE TERHADAP MATERIALISME DAN PEMBELIAN KOMPULSIF PADA REMAJA PENGARUH FAMILY STRUCTURE TERHADAP MATERIALISME DAN PEMBELIAN KOMPULSIF PADA REMAJA Ristianawati Dwi Utami (ristianawati@gmail.com) Fakultas Ekonomi, Universitas Teknologi Yogyakarta Abstract The main

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan xviii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemikiran berorientasikan pasar telah menjadi kebutuhan bagi para pelaku bisnis ritel modern, khususnya di bidang fashion agar dapat memenangkan persaingan. Syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS),

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia berdasarkan sensus yang dilakukan pada periode 1 Mei 15 Juni 2010 adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan, baik itu berupa kebutuhan material maupun non- material. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan, baik itu berupa kebutuhan material maupun non- material. Dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan kehidupannya, manusia memiliki berbagai macam kebutuhan, baik itu berupa kebutuhan material maupun non- material. Dengan adanya kebutuhan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini

BAB I PENDAHULUAN. berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Semakin maraknya bisnis retail di berbagai kota di Indonesia, baik yang berjenis mall, boutique, factory outlet, clothing, distro, telah menjadikan bisnis ini banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci utama dalam memenangkan persaingan. harus mengkaji sikap konsumen terhadap produk yang dihasilkan dan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci utama dalam memenangkan persaingan. harus mengkaji sikap konsumen terhadap produk yang dihasilkan dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Perkembangan dunia usaha saat ini mengalami kemajuan yang cukup pesat sehingga tingkat persaingan semakin ketat. Tingkat perkembangan industri yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dalam menganalisis perilaku konsumen khususnya mengenai perilaku

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Dalam menganalisis perilaku konsumen khususnya mengenai perilaku BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam menganalisis perilaku konsumen khususnya mengenai perilaku pembelian impuls, pemasar perlu memahami mengenai Roda Analisis Konsumen (Peter & Olson, 2000), sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS BAURAN PEMASARAN PENGARUHNYA DALAM UPAYA MENCIPTAKAN LOYALITAS PELANGGAN PADA TOSERBA LARIS KARTASURA

ANALISIS BAURAN PEMASARAN PENGARUHNYA DALAM UPAYA MENCIPTAKAN LOYALITAS PELANGGAN PADA TOSERBA LARIS KARTASURA ANALISIS BAURAN PEMASARAN PENGARUHNYA DALAM UPAYA MENCIPTAKAN LOYALITAS PELANGGAN PADA TOSERBA LARIS KARTASURA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Globalisasi tersebut membuat berbagai perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami peningkatan yang sangat pesat, bahkan menjadi sorotan publik karena dianggap sebagai ladang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memilih untuk melakukan transaksi pembelanjaan kebutuhan sehari-hari di gerai

BAB I PENDAHULUAN. memilih untuk melakukan transaksi pembelanjaan kebutuhan sehari-hari di gerai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi suatu negara berpengaruh terhadap pola hidup masyarakat, salah satunya adalah pengaruh pada pola berbelanja masyarakat. Peningkatan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman, pertumbuhan mall atau shopping centre di Indonesia semakin bertambah. Menurut data yang dikutip dari Syailendra (2013) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. departemen store yang biasa kita sebut mall. Bagi orang-orang yang tinggal

BAB I PENDAHULUAN. departemen store yang biasa kita sebut mall. Bagi orang-orang yang tinggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak orang di sekitar kita yang memiliki kegemaran untuk berbelanja kegemaran ini bahkan sudah menjadi suatu kebutuhan, apalagi didukung dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

PENGARUH MATERIALISM HAPPINESS, MATERIALISM CENTRALITY DAN MATERIALISM SUCCESS

PENGARUH MATERIALISM HAPPINESS, MATERIALISM CENTRALITY DAN MATERIALISM SUCCESS PENGARUH MATERIALISM HAPPINESS, MATERIALISM CENTRALITY DAN MATERIALISM SUCCESS TERHADAP IMPULSIVE BUYING DAN EFEKNYA PADA COMPULSIVE BUYING BEHAVIOR (Studi empiris pada mahasiswa yang berbelanja pakaian

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERILAKU COMPULSIVE BUYING PADA MAHASISWA DI YOGYAKARTA SKRIPSI

STUDI KASUS PERILAKU COMPULSIVE BUYING PADA MAHASISWA DI YOGYAKARTA SKRIPSI STUDI KASUS PERILAKU COMPULSIVE BUYING PADA MAHASISWA DI YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sejarah PT Carrefour di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Sejarah PT Carrefour di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1.Gambaran Umum Objek Penelitian Kecenderungan impulse buying merupakan fenomena yang sering terjadi di masyarakat. Menurut Ma ruf dalam penelitian Divianto (2013 : 4) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket,

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa contoh bentuk pusat perbelanjaan modern seperti minimarket, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan bisnis ritel di Indonesia sudah semakin pesat. Hal ini ditandai dengan keberadaan pasar tradisional yang mulai tergeser oleh munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir-akhir ini. Perilaku financial management sangat erat kaitannya dengan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. akhir-akhir ini. Perilaku financial management sangat erat kaitannya dengan perilaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku financial management menjadi isu yang menarik dan banyak dibahas akhir-akhir ini. Perilaku financial management sangat erat kaitannya dengan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dijalani setiap hari, setiap orang pasti membutuhkan sesuatu. Namun, kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dijalani setiap hari, setiap orang pasti membutuhkan sesuatu. Namun, kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbelanja untuk membeli suatu barang kebutuhan sehari-hari merupakan hal yang wajar. Untuk menunjang kehidupan atau kegiatan yang dijalani setiap hari, setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku konsumtif merupakan suatu fenomena yang banyak melanda kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini menarik untuk diteliti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kepribadian seseorang maka remaja mempunyai arti yang khusus. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi dan pasar bebas membuat kemajuan teknologi berkembang cepat

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi dan pasar bebas membuat kemajuan teknologi berkembang cepat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas membuat kemajuan teknologi berkembang cepat khususnya sepeda motor, timbulnya terobosan-terobosan dan inovasi baru secara umum merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Nampaknya era globalisasi jaman sekarang ini, mahasiswa semakin menuntut menjadi mangsa produsen. Sebutannya sebagai mahasiswa membuat kebanggan tersendiri karena mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring berjalannya waktu, finansial literacy (literasi finansial) adalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring berjalannya waktu, finansial literacy (literasi finansial) adalah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seiring berjalannya waktu, finansial literacy (literasi finansial) adalah sesuatu kebutuhan yang penting, tidak hanya bagi perusahaan, investor, dan praktisi keuangan,

Lebih terperinci

Muhammadiyah. Surakarta) INDITA

Muhammadiyah. Surakarta) INDITA ANALISIS PENGARUH FASHION CLOTHING INVOLVEMENT DAN SHOPPING LIFESTYLE TERHADAP RECREATIONAL SHOPPER IDENTITY (Studi Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta) NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin besarnya antusiasme dan agresifitas para pelaku bisnis baik di sektor industri, jasa,

Lebih terperinci