BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari definisi konsep diri, faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari definisi konsep diri, faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri,"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas dua sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai konsep diri yang terdiri dari definisi konsep diri, faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri, dimensi-dimensi konsep diri serta konsep diri positif dan konsep diri negatif. Sub bab kedua membahas mengenai penerimaan kelompok teman sebaya remaja panti asuhan yang terdiri dari definisi penerimaan kelompok teman sebaya, faktor-faktor yang memengaruhi penerimaan kelompok teman sebaya, karakteristik individu yang diterima dan diabaikan oleh teman sebaya, aspek-aspek penerimaan kelompok teman sebaya serta remaja yang tinggal di panti asuhan. Pada bahasan mengenai remaja yang tinggal di panti asuhan dijabarkan definisi remaja dan ciri-ciri remaja A. Konsep Diri 1. Definisi Konsep Diri Konsep diri merupakan bagaimana cara seseorang memandang dirinya secara keseluruhan (Atwater, 1983). Santrock (2007) mendefinisikan konsep diri sebagai evaluasi seseorang mengenai dirinya pada bidang-bidang tertentu. Self merupakan segala sesuatu yang dapat dikatakan orang lain tentang diri seorang individu, bukan hanya mengenai tubuh dan keadaan fisik individu itu sendiri, melainkan juga mengenai anak, istri atau suami, rumah, pekerjaan, nenek moyang, teman-teman, milik, uang dan lain-lain (William James dalam Hutagalung, 2007). Dalam membahas konsep diri, tidak dapat mengabaikan relasi antar manusia, 12

2 13 bahwa manusia itu ada melalui hubungan yang dijalin dengan individu lain melalui cinta, harapan dan kepercayaan (Gabriel Marcel dalam Hutagalung, 2007). Cooley (dalam Watson, Borlall-Tregerthan, & Frank, 1984) dalam teorinya yang disebut looking-glass self mengatakan bahwa konsep diri merupakan refleksi dari penilaian orang lain terhadap diri seseorang. Seseorang akan membayangkan bagaimana dirinya terlihat di mata orang lain dan bagaimana orang lain menilai dirinya. Mead (dalam Burns, 1993) mengatakan bahwa konsep diri merupakan suatu obyek timbul didalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian individu tersebut mengenai bagaimana orang-orang lain bereaksi kepadanya. Konsep diri dapat dibagi menjadi dua, yaitu konsep diri sebenarnya dan konsep diri ideal. Konsep diri sebenarnya merupakan konsep diri seorang individu yang sebagian besar didapat dari persepsinya mengenai penilaian orang lain terhadap dirinya dan melalui peran dan hubungannya dengan orang lain. Konsep diri ideal merupakan gambaran individu mengenai keterampilan dan kepribadian yang diharapkan atau didambakan (Hurlock, dalam Hutagalung, 2007). Cara seseorang dalam mempersepsi dan memahami konsep diri bisa mengalami perubahan seiring dengan perubahan teknologi dan perubahan sosial. Hal ini dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Louis Zurcher kepada sejumah siswa dengan menggunakan tes 20 pernyataan dari Kuhn dan McPartland. Siswa tersebut diminta untuk menjawab pertanyaan mengenai siapa aku sebanyak 20 kali dan jawabannya dinilai menggunakan beberapa kategori dasar. Hasil yang ditemukan pada tahun 1950an adalah bahwa siswa tersebut mendefinisikan dirinya sesuai dengan diri sosialnya, seperti aku adalah murid,

3 14 aku perempuan, dan aku adalah orang Amerika. Pada tahun 1970an Zurcher kembali menemukan bahwa cara siswa dalam memahami konsep dirinya tidak lagi berdasarkan peran sosial, melainkan lebih kepada pernyataan individual seperti aku sedang bahagia dan aku orang yang frustrasi (Atwater, 1983). Dari banyak pengertian konsep diri yang dikemukakan di atas, terdapat persamaan pada masing-masing tokoh dimana tokoh-tokoh tersebut mengungkapkan bahwa konsep diri merupakan cara seseorang menilai dirinya sendiri. Cooley (dalam Watson, Borlall-Tregerthan, & Frank, 1984) juga mengatakan hal yang sama dengan tokoh lainnya, namun penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri tersebut didasarkan pada bagaimana orang lain menilai dirinya. Mead (dalam Burns, 1993) mengatakan bahwa konsep diri timbul didalam interaksi sosial. Pengertian yang dipaparkan oleh Mead (dalam Burns, 1993) juga memiliki kesamaan dengan Cooley (dalam Watson, Borlall-Tregerthan, & Frank, 1984). Kedua tokoh tersebut sama-sama mengatakan bahwa seseorang menilai dirinya sendiri berdasarkan reaksi orang lain kepada dirinya. Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa konsep diri merupakan cara bagaimana individu menilai dirinya sendiri di mata orang lain dan bagaimana orang lain menilai dirinya yang akan dijadikan acuan seorang individu dalam berelasi dengan lingkungannya.

4 15 2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri Menurut Hutagalung (2007), faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri antara lain adalah sebagai berikut: a. Orang Lain Tidak semua orang berpengaruh dalam pembentukan konsep diri seseorang, yang paling berpengaruh adalah orang yang sangat penting bagi diri seseorang atau sering disebut significant others. Saat individu kecil, orang yang menjadi significant others adalah orangtua dan saudara, dimana konsep diri seorang anak terbentuk dari orangtua dan saudaranya. Seorang individu menilai dirinya positif ketika individu tersebut mendapatkan pujian, senyuman bahkan penghargaan, sedangkan individu menilai dirinya negatif ketika individu tersebut mendapatkan kecaman, cemoohan atau makian. Significant others bagi seseorang yang beranjak dewasa meliputi semua orang yang memengaruhi pikiran, perilaku dan perasaan seseorang. Pada masa ini juga individu menghimpun semua informasi mengenai penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan individu tersebut, konsep ini dinamakan generalized others yang merupakan pandangan seseorang mengenai dirinya berdasarkan keseluruhan pandangan orang lain terhadap diri individu tersebut. b. Kelompok Acuan (reference group) Dalam kehidupan seorang individu sebagai masyarakat, tentunya individu tersebut menjadi anggota berbagai kelompok. Dalam sebuah kelompok tentunya ada nilai-nilai tertentu yang kelompok miliki, salah satu dari kelompok tersebutlah yang disebut kelompok acuan. Kelompok acuan ini membuat individu mengarahkan perilakunya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut

5 16 kelompok tersebut. Kelompok acuan inilah yang kemudian memengaruhi konsep diri seseorang. Hurlock (1980) memaparkan kondisi-kondisi yang memengaruhi konsep diri remaja antara lain: a. Usia Kematangan Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. b. Penampilan Diri Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri, Sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial. c. Kepatutan Seks Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya. d. Nama dan Julukan Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau bila teman-teman sekelompoknya memberi nama julukan yang bernada cemoohan.

6 17 e. Hubungan Keluarga Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya. f. Teman-teman Sebaya Teman-teman sebaya memengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya dan kedua, remaja berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok. g. Kreativitas Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanaknya didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang mempunyai perasaan identitas dan individualitas (Hurlock,1980). h. Cita-cita Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistik, remaja tersebut akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana remaja tersebut menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya lebih banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan. Ini akan menimbulkan

7 18 kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri yang lebih baik. Pemaparan faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri menurut Hurlock (1980) menurut peneliti memiliki hubungan dengan yang disampaikan oleh Hutagalung (2007). Hurlock (1980) menyebutkan bahwa salah satu kondisi yang memengaruhi konsep diri remaja adalah teman-teman sebaya. Hal ini berkaitan dengan faktor yang diungkapkan oleh Hutagalung (2007) yang menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi konsep diri adalah orang lain dan kelompok acuan. Orang lain di sini adalah orang yang penting bagi individu dan bagi remaja orang yang penting adalah teman sebaya yang menurut peneliti merupakan tempat remaja mencari pengalaman dalam berinteraksi, demikian juga dengan kelompok acuan dimana didalam kelompok acuan tentunya juga terdapat teman-teman sebaya. Pramawaty dan Hartati (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa pada pola asuh orangtua yang demokratis banyak ditemukan anak dengan konsep diri positif, sedangkan pada pola asuh otoriter dan permisif banyak ditemukan anak dengan konsep diri negatif. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hutagalung (2007) yang menyatakan bahwa faktor orang lain yaitu orangtua memberikan pengaruh pada konsep diri seseorang. Pola asuh yang berbeda dari satu orangtua dengan orangtua lainnya dapat membentuk konsep diri yang berbeda juga pada anaknya. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri antara lain adalah orang lain, kelompok acuan, usia kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, nama dan julukan, hubungan keluarga, teman-teman sebaya, kreativitas dan cita-cita.

8 19 3. Dimensi-Dimensi dalam Konsep Diri Fitts (dalam Burns, 1993) membagi dimensi konsep diri menjadi dua dimensi, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. a. Dimensi Internal Dimensi internal merupakan penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia didalam dirinya. Dimensi ini meliputi: 1. Diri Identitas (identity self) Merupakan aspek paling mendasar dari konsep diri yang mengacu pada pertanyaan Siapakah saya?. Didalam pertayaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan kepada diri oleh individu itu sendiri untuk membangun identitasnya. Bertambahnya usia dan interaksi dengan lingkungan menyebabkan pengetahuan individu mengenai dirinya bertambah sehingga dapat melengkapi keterangan dirinya dengan hal-hal yang lebih kompleks. Misalnya saat anak-anak individu hanya bisa mengatakan Saya Santi, seiring bertambahnya usia dan pengalaman berinteraksi, maka pengetahuan Santi mengenai dirinya bertambah menjadi Saya Santi yang pintar melukis, tetapi badan saya pendek. 2. Diri Pelaku (behavioral self) Diri pelaku ini adalah persepsi individu mengenai tingkah lakunya yang berisi segala kesadaran mengenai apa yang dilakukan oleh dirinya. 3. Diri Penerimaan atau Penilai (judging self) Diri penilai ini berfungsi sebagai pengamat, penentu standar dan evaluator. Diri penilai di sini menjadi jembatan antara diri identitas dan diri

9 20 pelaku. Diri penilai juga menentukan kepuasan seseorang akan dirinya atau seberapa jauh seseorang menerima dirinya. b. Dimensi Eksternal Dimensi eksternal merupakan bagaimana individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta halhal lain yang berada di luar dirinya. 1. Diri Fisik (physical self) Diri fisik merupakan persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik, antara lain adalah kesehatan dirinya, penampilan dirinya dan keadaan tubuhnya. 2. Diri Etik-moral (moral-ethical self) Diri etik-moral merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya yang meliputi batasan baik dan buruk. 3. Diri Pribadi (personal self) Diri pribadi merupakan persepsi seseorang mengenai keadaan dirinya yang tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana seseorang merasa puas akan dirinya dan sejauh mana seseorang tersebut merasa dirinya merupakan prbadi yang tepat (Fitts dalam Burns, 1993).

10 21 4. Diri keluarga (family self) Diri keluarga merupakan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini termasuk sejauh mana seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota keluarga. 5. Diri sosial (social self) Diri sosial merupakan penilaian seseorang terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan sekitarnya. Strang (dalam Burns, 1993) membuatkan dalil bagi empat perspektif yang utama setelah menganalisa komposisi-komposisi yang tidak terstrukturisasikan dari remaja-remaja pada tema-tema tentang diri, yaitu: a. Konsep diri dasar, atau persepsi individu mengenai kemampuankemampuannya, statusnya, dan peranan-peranannya di dunia luar. Hal itu adalah konsepnya tentang pribadi yang dia pikirkan sebagaimana apa adanya b. Diri yang fana yang dipegang oleh individu tersebut pada saat sekarang yang dipengaruhi oleh mood pada saat itu c. Diri sosial. Inilah diri sebagaimana yang diyakini individu itu orang-orang lain melihat dan mengevaluasinya d. Diri yang ideal. Inilah macam pribadi yang diharapkan individu tersebut menjadi pribadi semacam itu ataupun akan sepeti itu. Dimensi konsep diri yang dikemukakan kedua tokoh diatas memiliki kemiripan. Pada dimensi eksternal yang dipaparkan Fitts (dalam Burns, 1993) terdapat diri pribadi yang memiliki makna yang sama dengan konsep diri dasar yang dipaparkan oleh Strang (dalam Burns, 1993). Selain itu juga terdapat diri

11 22 sosial pada dimensi eksternal milik Fitts (dalam Burns, 1993) yang sama dengan Strang (dalam Burns, 1993). Meskipun demikian, peneliti akan menggunakan dimensi konsep diri milik Fitts (dalam Burns, 1993) didalam menyusun skala pengukuran penelitian ini, karena dimensi yang dipaparkan oleh Fitts lebih komprehensif dan lebih detail untuk mengungkap konsep diri individu. 4. Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif Burns (dalam Hutagalung, 2007) mengatakan bahwa konsep diri dibagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif tercermin pada perilaku sebagai berikut: a. Individu yang terbuka b. Individu yang tidak mengalami hambatan untuk berbicara dengan orang lain, bahkan dalam situasi yang masih asing sekalipun c. Individu yang cepat tanggap terhadap situasi sekelilingnya d. Individu yang cenderung menyenangi dan menghargai dirinya sendiri, sebagaimana sikap mereka terhadap orang lain e. Individu yang memiliki rasa aman dan percaya diri yang tinggi, mampu lebih menerima dan memberi pada orang lain f. Individu yang memiliki keyakinan dan kepercayaan diri untuk menanggulangi masalah bahkan jika dihadapkan dengan kegagalan sekalipun sanggup menghadapi dengan jiwa besar g. Individu yang menerima dirinya sendiri dan memandang dunia ini sebagai sebuah tempat yang lebih menyenangkan dibandingkan dengan orang yang menolaknya

12 23 h. Individu yang memiliki kemampuan untuk memodifikasi nilai dan prinsip yang sebelumnya dipegang teguh dengan pengalaman yang baru dan tidak memiliki kekhawatiran terhadap masa lalu dan masa yang akan datang. Konsep diri negatif terlihat dari keadaan diri sebagai berikut: a. Individu yang sangat peka dan mempunyai kecenderungan sulit menerima kritik dari orang lain b. Individu yang mengalami kesulitan dalam berbicara dengan orang lain c. Individu yang sulit mengakui bahwa dirinya salah. Bisa dikatakan bahwa kelemahan pribadi dan kegagalan diri tidak mau diakui sebagai bagian dari dirinya sendiri d. Individu yang kurang mampu mengungkapkan perasaan dengan cara yang wajar e. Individu yang cenderung menunjukkan sikap keterasingan diri, malu-malu dan tidak ada minat pada persaingan f. Individu yang hanya memperhatikan dirinya sendiri sepanjang waktu, tidak pernah merasa puas, selalu takut kehilangan sesuatu, takut tidak diakui dan iri kepada mereka yang mempunyai kelebihan g. Individu yang cenderung tidak dapat mengarahkan kasih sayangnya kepada orang lain karena sepanjang waktu individu tersebut hanya berfokus pada mencintai dirinya sendiri, meskipun kenyataannya mereka tidak menyenangi diri mereka serta memiliki sikap narsisme dan egois sebagai kompensasi diri yang berlebihan (Burns dalam Hutagalung, 2007). Berdasarkan pemaparan diatas, dapat peneliti simpulkan bahwa individu yang memiliki konsep diri yang positif cenderung terbuka, tidak memiliki kesulitan

13 24 dalam berkomunikasi, memiliki kepercayaan diri yang tinggi, lebih menyukai dirinya dibandingkan orang lain, menghargai orang lain dan mampu memodifikasi perilakunya sesuai pengalaman yang didapatkan. Individu yang memiliki konsep diri negatif cenderung sulit menerima kritik dari orang lain, sulit dalam berbicara dengan orang lain, sulit mengakui bahwa dirinya bersalah, kurang mampu mengungkapkan perasaan, cenderung menunjukkan sikap keterasingan, selalu memperhatikan dirinya sepanjang waktu dan tidak mampu mengarahkan kasih sayangnya kepada orang lain. B. Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Remaja Panti Asuhan 1. Definisi Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Bagi remaja, teman sebaya adalah segalanya. Teman sebaya merupakan tempat untuk belajar menguasai keterampilan sosial seperti keahlian berbicara, mengorganisasi kegiatan sosial dan lain-lain (Zulkifli, 1999). Teman sebaya memiliki pengaruh yang paling kuat saat tahap remaja awal, sekitar usia tahun, pengaruh tersebut menurun selama masa remaja pertengahan dan akhir seiring dengan membaiknya hubungan antara remaja dengan orangtua (Feldman, Papalia, & Olds, 2009). Selman dan Selman (dalam Sarlito, 2012) mengatakan bahwa pengaruh teman mencapai puncaknya pada usia 9 15 tahun, hubungan pertemanan disini berdasarkan minat dan kepentingan yang sama serta sebagai tempat berbagi perasaan dan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah. Emosi antar teman sebaya makin kuat saat memasuki usia 12 tahun ke atas dan remaja semakin saling membutuhkan, tetapi mereka juga memberikan kesempatan bagi masing-masing individu untuk mengembangkan dirinya masing-masing.

14 25 Dalam pertemanan, remaja akan berusaha untuk menjalin kedekatan dengan teman sebayanya. Remaja yang berhasil untuk menjalin pertemanan yang dekat dengan teman sebayanya pada umumnya memiliki pandangan yang baik mengenai dirinya, menjalani pendidikan dengan baik, mampu bergaul dan memiliki kemungkinan yang kecil untuk menjadi kasar, cemas, dan depresi (Feldman, Papalia, & Olds, 2009). Wells (dalam Krapp & Wilson, 2006) sendiri mendefinisikan penerimaan teman sebaya sebagai derajat dimana seseorang diterima secara sosial oleh teman sebayanya. Penerimaan ini mencangkup ketenaran seseorang di kalangan teman sebayanya dan bagaimana seseorang dapat memelihara kepuasan dalam hubungan teman sebaya. Penerimaan teman sebaya ini sangat penting untuk perkembangan sosial dan emosional seseorang yang mencangkup membangun keterampilan sosial serta berpartisipasi dalam pemecahan masalah didalam sebuah kelompok. Penerimaan teman sebaya tentunya menurut peneliti tidak lepas dari proses mencari teman. Dalam berteman, remaja cenderung memilih teman yang serupa dengan dirinya dalam gender, suku bangsa dan dalam hal lain. Teman juga dapat memengaruhi satu sama lain (Brown & Klute dalam Feldman, Papalia, & Olds, 2009). Pemilihan teman yang memiliki hal yang sama tentunya diawali dengan proses pengkategorisasian dari remaja saat pertama kali melihat teman sebayanya, ketika itu remaja sudah langsung dapat mengkategorikan temannya tersebut masuk ke dalam kategori suku, sosial ekonomi, penampilan fisik dan gender yang seperti apa, misalnya adalah kategori orang Jawa, orang Bali, orang kaya, orang miskin. Penilaian ini tentunya dibuat setelah remaja saling berinteraksi satu sama lain. Pengkategorian ini digunakan sebagai dasar bagi remaja untuk memutuskan apakah

15 26 temannya memiliki kesamaan dengan remaja tersebut atau tidak. Remaja yang merasa memiliki kesamaan dalam hal ras, gender, latar belakang ekonomi dan lainlain kemudian akan saling berkumpul dan membentuk kelompok pertemanan. Anggota kelompok menyebut dirinya sebagai in-group, sedangkan anggota di luar kelompok disebut out-group (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Didalam sebuah kelompok, anggota kelompok cenderung memandang anggota kelompoknya sendiri lebih baik dari anggota kelompok lain. Orang yang berada didalam sebuah kelompok cenderung memandang anggota kelompoknya lebih positif, lebih menghargai perilaku anggota kelompoknya dan memandang anggota dalam kelompoknya lebih menarik dibanding anggota kelompok lain, hal ini dikenal dengan istilah In Group Favoritism Effect (Tajfel, dkk dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti menilai bahwa remaja yang masuk dalam sebuah kelompok akan memandang anggota kelompoknya lebih positif daripada anggota kelompok lain. Hal ini menyebabkan remaja memiliki sikap yang cenderung positif kepada anggota kelompoknya sendiri ketimbang dengan anggota kelompok lain, walaupun anggota kelompok lain juga merupakan teman sebaya remaja tersebut. Kondisi seperti ini menyebabkan adanya proses penerimaan dan penolakan pada teman sebaya. Penolakan kepada remaja yang berada di luar kelompok tidak selalu terjadi. Ini tergantung pada informasi yang dimiliki remaja mengenai kelompok lain. Jika informasi yang dimiliki remaja mengenai anggota kelompok lain sedikit, maka remaja akan bertindak sesuai dengan stereotipe kepada anggota di luar kelompoknya, hal ini berlaku sebaliknya (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Menurut

16 27 peneliti, jika stereotipe maupun informasi yang dimiliki remaja mengenai anggota kelompok lain positif, makan remaja cederung menerima anggota kelompok lain yang merupakan teman sebaya remaja, sedangkan jika stereotipe maupun informasi yang dimiliki remaja mengenai anggota kelompok lain negatif, remaja cederung menolak teman sebayanya. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa penerimaan kelompok teman sebaya merupakan derajat dimana remaja dapat diterima secara sosial oleh kelompok teman sebayanya yang tercermin dari adanya pandangan yang positif yang diterima remaja dari seseorang yang menjadi tempat remaja belajar mengenai keterampilan sosial, mengorganisasi kegiatan sosial dan sebagainya. Penerimaan kelompok teman sebaya ini juga menurut peneliti mencangkup seberapa puas remaja terhadap teman sebayanya dan terhadap hubungannya dengan teman sebayanya. 2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Wells (dalam Krapp & Wilson, 2006) memaparkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi penerimaan teman sebaya adalah faktor genetik serta lingkungan. Beberapa faktor yang termasuk didalamnya antara lain adalah sebagai berikut: a. Kualitas kelekatan antara ibu dan anak atau kelekatan antara anak dengan pengasuh yang terjalin selama masa bayi b. Selama masa kanak-kanak, kualitas dan kuantitas dari kesempatan untuk berinteraksi dengan berbagai tipe teman sebaya dalam berbagai lingkungan seperti didalam keluarga, di sekolah, di tempat olah raga atau di lingkungan tetangga

17 28 c. Gaya pengasuhan, dimana pengasuhan dengan gaya autoritatif akan diasosiasikan dengan tingginya kompetensi sosial pada anak, gaya pengasuhan yang autoritarian diasosiasikan dengan agresivitas anak dan gaya pengasuhan yang permisif diasosiasikan dengan gagalnya anak dalam mengambil tanggung jawab dalam berperilaku. Strickland (2001) mengatakan bahwa faktor yang memengaruhi penerimaan teman sebaya meliputi atraktifitas fisik, cultural traits, ketidakmampuan serta kompetensi sosial. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi penerimaan kelompok teman sebaya antara lain adalah kualitas kelekatan antara anak dengan ibu atau pengasuh selama masa bayi, kuantitas dan kualitas dari kesempatan untuk berinteraksi dengan berbagai tipe teman sebaya di berbagai lingkungan, gaya pengasuhan, atraktifitas fisik, cultural traits, ketidakmampuan serta kompetensi sosial. Faktor kompetensi sosial yang disampaikan oleh Strickland (2001) menurut peneliti memiliki hubungan dengan kualitas dan kuantitas kesempatan untuk berinteraksi dengan berbagai tipe teman sebaya yang disampaikan oleh Wells (dalam Krapp & Wilson, 2006), karena menurut peneliti dalam berinteraksi dengan teman sebaya tentunya menuntut kompetensi seseorang dalam bidang sosial. 3. Karakteristik Individu yang Diterima dan Diabaikan oleh Teman Sebayanya Karakteristik individu yang diterima oleh teman sebaya menurut Wells (dalam Krapp & Wilson, 2007) antara lain adalah sebagai berikut: a. Menginterpretasikan bahasa tubuh dan nada suara individu lainnya dengan benar. Individu yang disukai akan mampu membedakan ketajaman dari sebuah

18 29 emosi. Misalnya adalah individu tersebut akan mampu membedakan perasaan senang yang memang ditujukan kepada dirinya atau kepada orang lain b. Merespon pernyataan dan sikap dari individu lain secara cepat dan tepat. Individu yang disukai akan menyebut nama lawan bicaranya, menjaga kontak mata dan menyentuh untuk mendapatkan perhatian dari lawan bicaranya c. Memberikan alasan dari pernyataan dan sikapnya, misalnya adalah individu tersebut akan menjelaskan alasan dibalik sikap yang ditunjukkannya d. Mampu bekerjasama, menunjukkan kebijaksanaan dan mampu berkompromi dengan individu lainnya, menunjukkan kesediaan untuk mengalah dengan memodifikasi perilaku dan pendapatnya untuk kepentingan individu lainnya. Keadaan yang berlawanan ditunjukkan oleh individu yang ditolak oleh teman sebayanya dengan karakteristik sebagai berikut: a. Menunjukkan perilaku yang agresif, antisosial dan depresi b. Tidak mampu mendengarkan orang lain dengan baik, cenderung tidak menjelaskan alasan dibalik perilakunya, tidak menghargai temannya dan memiliki masalah dalam bekerjasama c. Antisosial ditunjukkan dengan menginterupsi orang lain, mendominasi orang lain dan mampu menyerang orang lain secara verbal maupun fisik d. Depresi atau penolakan ditunjukkan dengan terlalu melindungi diri sendiri, submisif, cemas dan menjadi penghambat. Soliha (2010) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa persepsi individu terhadap penerimaan teman sebaya memiliki hubungan signifikan yang negatif terhadap tendesi agresivitas relasional pada siswa SMP Negeri 27 Semarang. Hal ini tentunya sejalan dengan karakteristik yang disampaikan diatas yang

19 30 mengungkapkan bahwa individu mengalami penolakan dari teman sebayanya menunjukkan perilaku yang agresif. Berdasarkan penjabaran karakteristik diatas, peneliti menyimpulkan bahwa individu yang diterima oleh teman sebayanya mampu menginterpretasikan bahasa tubuh dan nada suara dari orang lain dengan benar, merespon sikap dan perilaku inidividu lain dengan cepat dan tepat, memberikan alasan di balik pernyataan dan sikapnya dan mampu bekerjasama, bijaksana, mampu berkompromi serta mau mengalah demi kepentingan individu lain. Individu yang tidak diterima oleh teman sebayanya cenderung menunjukkan perilaku yang agresif, antisosial dan depresi. Antisosial ditunjukkan dengan menginterupsi orang lain, mendominasi orang lain dan menyerang orang lain secara verbal maupun fisik, sedangkan depresi atau penolakan ditunjukkan dengan terlalu melindungi diri sendiri, submisif, cemas dan menjadi penghambat. Hal lain yang ditunjukkan adalah individu tersebut tidak mau mendengarkan orang lain, tidak mau menjelaskan alasan di balik pernyataan dan sikapnya, tidak menghargai temannya dan tidak mampu bekerjasama. 4. Aspek Aspek Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Parker dan Asher (1993) menguji apakah pertemanan anak-anak yang tidak diterima dengan baik berbeda dengan anak-anak yang diterima dengan baik menggunakan enam aspek, diantaranya adalah: a. Validation and Caring, merupakan sejauh mana hubungan tersebut ditandai dengan kepedulian, dukungan, dan perhatian b. Conflict and Betrayal, merupakan sejauh mana hubungan tersebut ditandai oleh argumen, perselisihan, rasa jengkel, dan ketidakpercayaan

20 31 c. Companionship and Recreation, merupakan sejauh mana teman-teman menghabiskan waktu yang menyenangkan bersama-sama didalam atau di luar sekolah d. Help and Guidance, merupakan sejauh mana usaha dari teman-teman untuk membantu satu sama lain saat menghadapi tugas rutin atau menantang e. Intimate Exchange, merupakan sejauh mana hubungan tersebut ditandai dengan pengungkapan informasi dan perasaan pribadi f. Conflict Resolution, merupakan sejauh mana perbedaan pendapat dalam hubungan diselesaikan secara efisien dan adil. Berdasarkan pemaparan mengenai karakteristik individu yang diterima dan diabaikan oleh teman sebaya serta aspek-aspek dari penerimaan teman sebaya, peneliti memilih untuk menggunakan aspek-aspek dari penerimaan teman sebaya dari Parker dan Asher (1993) sebagai skala pengukuran penerimaan teman sebaya. Aspek-aspek ini dipilih karena aspek milik Parker dan Asher (1993) lebih komprehensif dan lebih bisa dikembangkan kedalam bentuk item daripada karakteristik individu yang diterima dan diabaikan oleh teman sebayanya. Aspekaspek penerimaan teman sebaya milik Parker dan Asher (1993) lebih menekankan pada komponen-komponen yang ada dalam sebuah pertemanan dan hal itu sesuai dengan hal yang ingin diketahui peneliti dalam penelitian ini. 5. Remaja yang Tinggal Di Panti Asuhan a. Definisi Remaja Remaja menurut ilmu kedokteran adalah suatu tahap perkembangan fisik dimana saat itu terjadi proses kematangan fungsi alat-alat kelamin. Hal ini sering disebut dengan masa pubertas. Pada perempuan, masa ini ditandai dengan

21 32 menstruasi dan pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah. Perempuan biasanya mengalami menstruasi atau haid pada usia 10 bahkan ada yang 9 tahun. Tetapi ada juga remaja perempuan yang baru mengalami menstruasi pada usia 17 tahun (Sarwono, 2013). Sedangkan laki-laki mengalami perubahan akibat pubertas antara usia 9 16 tahun (Feldman, Papalia, & Olds, 2009). Selain perkembangan fisik, masa remaja juga ditandai dengan perubahan pada aspek kognitif dan sosial. Perubahan kognitif yang dialami adalah meningkatnya kemampuan remaja dalam berpikir abstrak, idealistik dan logis. Remaja yang biasanya berada pada transisi ini lebih egosentris, memandang dirinya sebagai orang yang tidak terkalahkan. Perubahan sosial yang dialami pada masa remaja adalah lebih ingin mandiri, sering menimbulkan konflik dengan orangtua dan ingin untuk menghabiskan waktu yang banyak dengan teman sebayanya. Teman sebaya merupakan hal yang penting bagi remaja (Santrock, 2007). b. Tahap-Tahap Perkembangan Remaja Feldman, Papalia, dan Olds, (2009) mengatakan bahwa tahap perkembangan remaja dimulai pada usia tahun sampai awal duapuluhan, sedangkan Santrock (2007) mengatakan bahwa seseorang memasuki periode remaja sejak tahun sampai tahun. dalam masa remaja itu sendiri terdapat juga tahap-tahap perkembangan. Blos (dalam Sarwono, 2013) mengatakan bahwa perkembangan merupakan usaha menyesuaikan diri untuk secara aktif mengatasi stress serta mencari jalan keluar dari setiap masalah. Blos (dalam Sarwono, 2013) juga membagi tahap perkembangan remaja menjadi 3 tahap, yaitu:

22 33 1. Remaja Awal (early adolescence) Pada tahap ini remaja masih tidak mengerti pada perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Remaja mulai tertarik kepada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan remaja berkurang dan kurang kendali terhadap ego membuat remaja susah mengerti dan dimengerti orang dewasa. 2. Remaja Madya (middle adolescence) Remaja yang masuk pada tahap ini sangat mementingkan kehadiran teman dan remaja akan senang jika banyak teman yang menyukainya. Remaja mempunyai kecenderungan untuk mencintai dirinya sendiri atau sering disebut narcistic. Remaja juga berada dalam tahap kebingungan dalam memilih kapan harus sendiri dan bersama teman, kapan harus optimis dan kapan harus pesimis, kapan harus idealis dan kapan harus materialis dan sebagainya (Blos dalam Sarwono, 2013). 3. Remaja Akhir (late adolescence) Pada tahap ini remaja mengalami konsolidasi menuju masa dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal yaitu: a. Menunjukkan minat terhadap fungsi-fungsi intelek. Minat tersebut kian kuat b. Ego yang dimilikinya mencoba untuk bersatu dengan orang-orang lain dan pengalaman baru c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi d. Sifat egosentrisme yang selalu memusatkan sesuatu pada diri sendiri berubah menuju keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain

23 34 e. Menumbuhkan dinding yang memisahkan antara diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum. Menurut Teori Erikson (dalam Santrock, 2007), pada tahap perkembangan remaja, seseorang mengalami tahap identitas versus kebingungan identitas. Ini terjadi pada usia tahun. Pada masa ini remaja aktif mencari jati diri dengan mencoba berbagai peran dan menentukan arah mana yang akan dituju nantinya. Jika remaja menjalankan peran dengan sehat dan mampu menentukan arah hidupnya nanti maka remaja akan mencapai identitas yang positif, sedangkan jika remaja tidak cukup berhasil dalam menjalankan berbagai peran dan menentukan arah hidup maka remaja akan mengalami kebingungan identitas. c. Ciri-Ciri Remaja Zulkifli (1999) mengatakan bahwa ciri-ciri remaja antara lain adalah sebagai berikut: a. Pertumbuhan Fisik Pertumbuhan fisik pada masa remaja berkembang dengan sangat pesat. Remaja membutuhkan banyak asupan energi dan juga kebutuhan tidur yang banyak. Pertumbuhan otot-otot tubuh sangat pesat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, sehingga anak bertumbuh tinggi, tetapi kepalanya masih mirip anak-anak. b. Perkembangan Seksual Tanda perkembangan seksual pada remaja laki-laki adalah mulai berproduksinya alat produksi sperma, mengalami mimpi pertama yang tanpa sadar mengeluarkan sperma, sedangkan pada remaja perempuan perkembangan seksual ditandai dengan matangnya sel telur dan mengalami menstruasi (datang

24 35 bulan) yang pertama. Ciri-ciri lainnya mengenai perkembangan seksual pada remaja putra adalah tumbuhnya buah jakun pada leher sehingga nada suara menjadi pecah serta tumbuh rambut di sekitar area kelamin remaja. Pada remaja perempuan terjadi penimbunan lemak yang membuat buah dada mulai tumbuh, pinggul mulai melebar dan paha mulai membesar. c. Cara Berpikir Kausalitas Cara berpikir kausalitas tercermin dari kemampuan remaja untuk berpikir mengenai sebab akibat. Remaja sudah mampu berpikir kritis sehingga remaja akan melawan apabila orangtua, guru atau lingkungan masih menganggap remaja tersebut masih anak-anak. d. Emosi yang Meluap-Luap Keadaan emosi remaja masih terbilang labil disebabkan karena pengaruh hormon. Remaja akan dengan cepat merasa senang jika ada yang memuji dan di lain waktu bisa sangat sedih ataupun marah. Remaja masih belum mampu menahan emosi yang meluap-luap. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri remaja daripada pikiran yang realistis (Zulkifli, 1999). e. Mulai Tertarik dengan Lawan Jenisnya Dalam kehidupan sosial remaja, remaja mulai tertarik dengan lawan jenisnya dan mulai berpacaran. Orangtua sebaiknya mengerti dengan keadaan ini dan tidak melarangnya, karena dengan melarang remaja dalam berpacaran maka akan menimbulkan masalah dan remaja menjadi tertutup kepada orangtuanya. Secara biologis perempuan lebih cepat matang daripada laki-laki. Perempuan yang berusia tahun cenderung untuk tidak merasa puas jika mendapatkan perhatian pemuda yang seusia dengan remaja tersebut, oleh

25 36 karena itu remaja pada usia ini cederung tertarik pada pemuda yang usianya beberapa tahun diatasnya. f. Menarik Perhatian Lingkungan Pada masa ini remaja akan mulai mencari perhatian dari lingkungannya. Remaja juga berusaha untuk mendapatkan status dan peranan didalam masyarakat. Segala macam cara akan dilakukan remaja untuk menarik perhatian lingkungan, termasuk berkelahi atau kenakalan lainnya. Remaja akan mencari peranan di luar rumah jika di rumah orangtuanya tidak memberi peranan kepada remaja tersebut karena menganggapnya sebagai anak kecil (Zulkifli, 1999). g. Terikat dengan Kelompok Dalam kehidupan sosialnya, remaja sangat tertarik kepada kelompok sebayanya sehingga remaja menjadi menomorsatukan temannya dan menomorduakan orangtuanya. Remaja cenderung ingin berperilaku sama dengan anggota kelompok lainnya. Jika perilaku remaja tidak sama, remaja tersebut akan merasa rendah diri. Apapun akan dilakukan remaja demi kelompoknya. Tentunya masa remaja akan sangat menarik jika individu berhasil dalam melalui tahapan tersebut. Tidak semua remaja memiliki nasib yang sama. Ada remaja yang tidak memiliki orangtua, ada juga remaja yang walaupun memliki orangtua yang utuh tetapi keluarganya tidak bisa membiayai kehidupan remaja tersebut secara layak. Remaja yang memiliki kehidupan seperti inilah yang biasanya tinggal di panti asuhan dimana didalam panti asuhan remaja tersebut mendapatkan apa yang tidak didapatkan di luar sana seperti bersekolah layaknya

26 37 remaja lainnya dan tercukupi kebutuhan biologis dan psikologisnya. Remaja yang tinggal di panti asuhan menghabiskan seluruh waktunya di panti asuhan dan memiliki intensitas bertemu yang sedikit dengan keluarganya. Panti sosial atau panti asuhan merupakan salah satu institusi atau lembaga, baik yang dikelola oleh masyarakat maupun pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial (Sunusi, 2010). Chamsyah (2005) mengungkapkan bahwa anak yang ditempatkan di panti asuhan apabila: a. Anak menikmati hak-hak politik dan hak-hak sipil yang sama dengan anakanak lainnya dalam lingkungannya b. Penyatuan kembali keluarga merupakan tujuan organisasi dan tinggalnya anak merupakan hal yang sementara c. Institusi tidak besar dan dikelola berdasarkan kepentingan anak d. Institusi secara geografis dekat dengan komunitas asal anak tersebut. Institusi diintegrasikan ke komunitas setempat e. Institusi memberikan pengasuhan dasar yang cukup dan memenuhi standar minimum berkenaan dengan air, sanitasi, kesehatan dan gizi f. Suasana cukup menarik dengan program pendidikan yang terstruktur, rekreasi, istirahat dan anak-anak diajari keterampilan hidup yang sesuai untuk bertahan hidup dalam komunitas yang lebih luas g. Petugas benar-benar terlatih dan berpengalaman dalam pengasuhan anak-anak. Tentunya anak yang tinggal di panti asuhan akan menghabiskan masa remajanya didalam panti asuhan juga. Berdasarkan uraian di atas, peneliti dapat mengatakan bahwa remaja yang tinggal di panti asuhan merupakan individu yang

27 38 sedang melewati tahap perkembangan remaja yang tinggal didalam panti asuhan. Remaja tersebut tinggal di panti asuhan karena diterlantarkan oleh orangtuanya atau orangtuanya tidak mampu untuk membiayai kehidupannya secara layak. Berdasarkan pemaparan berbagai topik di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa penerimaan kelompok teman sebaya remaja panti asuhan merupakan intensitas dimana individu yang sedang melewati tahap perkembangan remaja yang tinggal didalam panti asuhan dapat diterima secara sosial oleh kelompok teman sebayanya yang tercermin dari adanya pandangan yang positif yang diterima individu tersebut dari seseorang yang menjadi tempat belajar mengenai keterampilan sosial, mengorganisasi kegiatan sosial dan sebagainya yang mencangkup seberapa puas remaja terhadap teman sebayanya dan terhadap hubungannya dengan teman sebayanya. C. Hubungan Antara Penerimaan Kelompok Teman Sebaya dengan Konsep Diri Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral dan agama (Taufikurroham dalam Sarwono, 2013), kognitif dan sosial (Latifah dalam Sarwono, 2013). Masa remaja dimulai dari terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 sampai dengan usia 20 tahun. Remaja tidak mempunyai tempat yang jelas, apakah remaja termasuk pada golongan anak-anak atau golongan dewasa. Pada masa remaja, individu dihadapkan pada dua tugas utama, yaitu mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orangtua dan membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi (Marheni dalam Soetjiningsih, 2004).

28 39 Masa remaja tidak selalu dilewati oleh individu didalam keluarga yang lengkap, beberapa di antara individu tersebut melewati masa remajanya didalam panti asuhan karena individu tersebut tidak memiliki orangtua, diterlantarkan oleh orangtuanya dan berbagai alasan lain yang mengharuskan remaja tersebut tinggal di panti asuhan. Sunisi (2010) menyatakan bahwa panti asuhan atau panti sosial merupakan salah satu institusi atau lembaga, baik yang dikelola oleh masyarakat maupun pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Panti asuhan di sini menurut peneliti berfungsi sebagai pengganti orangtua bagi remaja yang tinggal didalamnya dan remaja tersebut juga tumbuh selayaknya remaja yang tidak tinggal di panti asuhan, termasuk juga mengalami proses perkembangan kepribadian menjadi semakin matang. Kematangan pribadi dapat dicapai dengan mengembangkan kepribadian remaja yang terjadi secara berkesinambungan sejak masa kana-kanak. Salah satu cara untuk mengembangkan kepribadian adalah dengan membentuk konsep diri. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri berkembang dari pengalaman yang terus menerus berdiferensiasi (Agustiani, 2009). Mead (dalam Burns, 1993) mengatakan bahwa konsep diri merupakan suatu obyek timbul didalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian individu tersebut mengenai bagaimana orang-orang lain bereaksi kepadanya. Charles Cooley (dalam Watson, Borlall-Tregerthan, & Frank, 1984) mengemukakan sebuah konsep yang disebut looking glass self yang mengatakan bahwa konsep diri seseorang merupakan refleksi dari penilaian orang lain. Seseorang membayangkan bagaimana dirinya terlihat di mata orang lain dan bagaimana orang lain menilai dirinya.

29 40 Hutagalung (2007) mengatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri seseorang adalah orang lain yang merupakan orang yang dianggap penting oleh individu serta kelompok acuan. Hurlock (1980) memaparkan bahwa kondisi-kondisi yang memengaruhi konsep diri remaja adalah usia kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, nama dan julukan, hubungan keluarga, teman-teman sebaya, kreativitas dan cita-cita. Faktor teman-teman sebaya dan faktor orang lain dan kelompok acuan dari Hutagalung (2007) menurut peneliti memiliki hubungan, dimana orang lain yang berpengaruh bagi remaja adalah teman-teman sebaya dan didalam kelompok acuan tentunya juga terdapat teman-teman sebaya. Menurut Zulkifli (1999), teman sebaya merupakan tempat untuk belajar menguasai keterampilan sosial seperti keahlian berbicara, mengorganisasi kegiatan sosial dan lain-lain. Jika membicarakan teman sebaya, tentunya tidak terlepas dari proses mencari teman. Individu akan cenderung memilih teman yang memiliki kesamaan atau serupa dengan individu tersebut baik dari segi gender, suku bangsa, status sosial ekonomi dan lain-lain (Brown & Klute dalam Feldman, Papalia, & Olds, 2009). Sebelum seseorang memutuskan bahwa individu lain sama dengannya, hal pertama yang dilakukan adalah proses kategorisasi. Begitu juga yang terjadi pada remaja. Remaja sudah langsung melakukan kategorisasi saat pertama kali melihat teman sebayanya apakah temannya tersebut masuk dalam kategori seperti orang Jawa, orang Bali, orang kaya, orang Amerika dan lain-lain. Penilaian tersebut tentunya terjadi setelah remaja tersebut melakukan interaksi dengan teman sebayanya. Pengkategorian inilah yang kemudian digunakan sebagai acuan apakah remaja tersebut memiliki kesamaan dengan teman sebayanya tersebut atau tidak. Remaja yang merasakan memiliki kesamaan dengan teman sebayanya kemudian akan saling berkumpul

30 41 membentuk sebuah kelompok. Remaja yang menjadi bagian dari suatu kelompok disebut dengan in group dan remaja yang berada di luar kelompok tersebut dinamakan out group (Taylor, Peplau, & Sears 2009). Didalam sebuah kelompok, anggota kelompok cenderung memandang anggota kelompoknya sendiri lebih positif dari anggota kelompok lain, lebih menghargai perilaku anggota kelompoknya dan memandang anggota kelompoknya lebih menarik dibandingkan dengan anggota kelompok lain, hal ini dikenal dengan istilah In Group Favoritism Effect (Tajfel, dkk dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Berdasarkan pemaparan sebelumya, peneliti menganggap bahwa remaja yang tergabung dalam suatu kelompok akan cenderung memandang anggota kelompoknya lebih positif dan memandang anggota kelompok lain lebih negatif, hal inilah yang menurut peneliti menyebabkan adanya proses penerimaan dan penolakan teman sebaya dimana anggota kelompok lain dari remaja tersebut merupakan teman sebaya bagi remaja tersebut. Hal inilah yang menurut peneliti terjadi pada anak panti asuhan, dimana remaja lain yang tidak tinggal di panti asuhan cenderung menganggap remaja yang tinggal di panti asuhan sebagai out group, karena remaja yang tidak tinggal di panti asuhan menurut peneliti menganggap anak yang tinggal di panti asuhan berbeda dengan remaja tersebut, jadi remaja yang tidak tinggal di panti asuhan cenderung memandang remaja yang tinggal di panti asuhan lebih negatif dan inilah yang menurut peneliti membuat remaja yang tinggal di panti asuhan bisa saja mendapatkan penolakan di kalangan teman sebayanya. Anggota di luar kelompok tidak selalu mengalami penolakan, ini tergantung pada informasi yang dimiliki remaja mengenai kelompok lain. Jika informasi yang dimiliki remaja mengenai anggota kelompok lain sedikit, maka remaja akan bertindak

31 42 sesuai dengan stereotipe kepada anggota di luar kelompoknya, hal ini berlaku sebaliknya (Taylor, Peplau, & Sears 2009). Menurut peneliti, hal ini juga terjadi pada remaja yang tinggal di panti asuhan, jika remaja lainnya yang tidak tinggal di panti asuhan memiliki informasi yang cukup mengenai remaja yang tinggal di panti asuhan, remaja tersebut akan cenderung menerima remaja yang tinggal di panti asuhan dan tidak bertindak sesuai stereotip yang beredar di kalangan masyarakat dimana anak panti asuhan masih mendapatkan label negatif dari masyarakat luas. Pandangan seperti ini tidak akan terjadi jika remaja memiliki banyak informasi mengenai remaja yang tinggal di panti asuhan, dengan memiliki banyak informasi maka remaja tersebut akan memandang remaja yang tinggal di panti asuhan dari sudut pandangnya yang berbeda dari stereotip yang beredar dan menurut peneliti remaja tersebut akan cenderung menerima remaja yang tinggal di panti asuhan sebagai teman sebayanya. Penerimaan atau penolakan teman sebaya ini menurut peneliti akan berdampak pada pembentukan konsep diri remaja dimana salah satu faktor yang memengaruhi pembentukan konsep diri menurut Hutagalung (2007) adalah orang lain yang merupakan orang yang penting bagi kehidupan seseorang dan pada masa remaja teman sebaya adalah orang yang penting. Penelitian yang dilakukan oleh Prabadewi dan Widiasavitri (2014) menemukan hasil bahwa mayoritas konsep diri akademik remaja yang tinggal di panti asuhan di Denpasar adalah positif. Hal ini merupakan salah satu contoh bahwa remaja yang tidak tinggal di panti asuhan memperlakukan remaja yang tinggal di panti asuhan tidak berdasarkan stereotip yang ada. Faktor yang disampaikan oleh Hurlock (1980) yaitu teman-teman sebaya juga dapat memengaruhi konsep diri dimana teman sebaya menurut peneliti merupakan

32 43 tempat remaja untuk belajar berinteraksi dengan orang lain. Berikut disajikan diagram yang menunjukkan hubungan antara penerimaan teman sebaya dengan konsep diri: Konsep Diri Penerimaan Kelompok Teman Sebaya - Orang Lain - Kelompok Acuan - Usia Kematangan - Penampilan Diri - Kepatutan Seks - Nama dan Julukan - Hubungan Keluarga - Teman-teman Sebaya - Kreativitas - Cita-cita Gambar 1. Skema Hubungan Antar Variabel Proses Mencari Teman: - Kategorisasi Kelompok - Ingroup Favoritism Effect - Stereotipe Dari uraian diatas maka peneliti menduga terdapat hubungan antara penerimaan teman sebaya dengan konsep diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan. Keterangan Gambar: : garis pengaruh yang akan diteliti : garis yang memengaruhi variabel, yang tidak diteliti : variabel yang akan diteliti : variabel yang tidak diteliti

33 44 D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori yang telah dipaparkan diatas maka hipotesis yang diajukan peneliti pada penelitian ini sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang diajukan adalah: Ha : Ada hubungan yang positif antara penerimaan teman sebaya dengan konsep diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan di Kabupaten Badung, Bali. Ho : Tidak ada hubungan yang positif antara penerimaan teman sebaya dengan konsep diri pada remaja yang tinggal di panti asuhan di Kabupaten Badung, Bali.

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun. Pada masa ini seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI. jangka waktu yang singkat, konsep diri juga bukan merupakan pembawaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI. jangka waktu yang singkat, konsep diri juga bukan merupakan pembawaan 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG KONSEP DIRI REMAJA PUTRI YANG MEMILKI IBU TIRI A. Konsep diri 1. Pengertian Konsep Diri Konsep diri bukan merupakan hasil sekali jadi yang terbentuk dalam jangka waktu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan manusia karena banyak perubahan-perubahan yang dialami di dalam dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang melibatkan berbagai perubahan, baik dalam hal fisik, kognitif, psikologis, spiritual,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS REMAJA. Nanang E.G. 15 Juli 2008

PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS REMAJA. Nanang E.G. 15 Juli 2008 PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS REMAJA Nanang E.G. 15 Juli 2008 Siapakah remaja? Masa puber, Adolesensi atau akil baliq Secara biologis 12-21 tahun Banyak mengalami perubahan psikis dan fisik Anak-anak bukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi saat ini telah banyak menimbulkan permasalahan sosial, terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas menggejala secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki hak untuk dapat hidup sehat. Karena kesehatan sangat penting maka pemerintah Indonesia memberikan perhatian berupa subsidi dalam bidang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Konsep Diri Pengertian Konsep Diri. Hurlock (1990) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Konsep Diri Pengertian Konsep Diri. Hurlock (1990) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Hurlock (1990) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola perkembangan kepribadian seseorang yang akan mempengaruhi berbagai bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1980). bukan pula orang dewasa yang telah matang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja berasal dari kata Latin adolensence (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan

BAB I PENDAHULUAN. Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika zaman berubah dengan cepat, salah satu kelompok yang rentan untuk terbawa arus adalah remaja. Remaja memiliki karakteristik tersendiri yang unik, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Masa remaja adalah periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebelum dewasa (WHO, 2014). Menurut Monks

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL I. PENGERTIAN DAN PROSES SOSIALISASI Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere yang berarti pertumbuhan menuju kedewasaan. Dalam kehidupan seseorang, masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masyarakat Indonesia menganggap pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan, terutama dalam hal mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses

BAB I PENDAHULUAN. Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak prasekolah merupakan sosok individu yang sedang mengalami proses tumbuh kembang dengan pesat di berbagai aspek perkembangan. Salah satunya adalah aspek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Minat Belajar 1. Pengertian Minat Belajar Slameto (2003) berpendapat bahwa minat adalah suatu kecenderungan untuk mempelajari sesuatu dengan perasaan senang. Apabila individu membuat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah proses memilih

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah proses memilih BAB II LANDASAN TEORI A. Pengambilan Keputusan 1. Pengertian pengambilan keputusan Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah proses memilih alternatif-alternatif bagaimana cara bertindak dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep diri Konsep diri adalah gambaran tentang diri individu itu sendiri, yang terjadi dari pengetahuan tentang diri individu itu sendiri, yang terdiri dari pengetahuan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran identitas diri pada remaja yang menikah dini. Bab ini adalah penutup dari seluruh naskah penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari masa pranatal, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Masing-masing fase memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa, di mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas, dan terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN KONSEP DIRI

MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN KONSEP DIRI MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN KONSEP DIRI Disusun Oleh: Aprilia Fajriati H0814013 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja Santrock menyebutkan bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia senantiasa mendambakan kehidupan yang bahagia. Mencari kebahagiaan dapat dikatakan sebagai fitrah murni setiap manusia. Tidak memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agresivitas bukan merupakan hal yang sulit ditemukan di dalam kehidupan masyarakat. Setiap hari masyarakat disuguhkan tontonan kekerasan, baik secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami perubahan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa perubahan ini terjadi diantara usia 13 dan 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE A. Konsep Keterampilan Sosial Anak Usia Dini 1. Keterampilan Sosial Anak usia dini merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan imajinasi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja dengan perubahan yang mengacu pada perkembangan kognitif, biologis, dan sosioemosional (Santrock, 2012).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci