1. Konsep Dasar KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 1 ayat 15 (Mulyasa, 2010:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1. Konsep Dasar KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 1 ayat 15 (Mulyasa, 2010:"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kurikulum Sekolah Dasar (SD) 1. Konsep Dasar KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 1 ayat 15 (Mulyasa, 2010: 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Sistem Pendidikan (BSNP). Masnur Muslich (2010: 1) menyatakan bahwa pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Standar Isi, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Mulyasa (2010: 20) menyatakan bahwa KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Suparlan (2011: 97) menyatakan, konsep dasar KTSP meliputi tiga aspek yang saling terkait, yaitu (a) kegiatan pembelajaran, (b) penilaian, (c) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah. Kegiatan pembelajaran dalam KTSP mempunyai beberapa karakteristik yang meliputi: (a) berpusat pada peserta didik, (b) mengembangkan kreativitas, (c) menciptakan kondisi yang menyenangkan dan 11

2 menantang, (d) kontekstual, (e) menyediakan pengalaman belajar yang beragam, dan (f) belajar melalui berbuat. 2. Prinsip Pengembangan KTSP Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (BNSP, 2006: 5-7), prinsipprinsip pengembangan KTSP adalah sebagai berikut. a. Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendudukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. b. Beragam dan terpadu. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi 12

3 dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi. c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. d. Relevan dengan kebutuhan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan hidup dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan dan memperhatikan pengembangan integritas pribadi, kecerdasan spiritual, keterampilan berpikir (thinking skill), kreatifitas sosial, kemampuan akademik, dan keterampilan vokasional. e. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan, dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan. f. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, informal, dan 13

4 nonformal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya. g. Seimbang antara kepentingan global, nasional, dan lokal. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan global, nasional, dan lokal untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan global, nasional, dan lokal harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan perkembangan era globalisasi dengan tetap berpegang pada motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 3. Karakteristik KTSP Mulyasa (2010: 29) mengemukakan karakteristik KTSP adalah sebagai berikut: a. Pemberian Otonomi Luas kepada Kepala Sekolah dan Satuan Pendidikan 1) Kepala sekolah dan satuan pendidikan diberikan otonomi yang luas, disertai tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai kondisi setempat. 2) Sekolah dan satuan pendidikan diberi kewenangan yang luas untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. 3) Sekolah dan satuan pendidikan diberi kewenangan untuk menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan. 14

5 b. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi Masyarakat dan orang tua menjalin kerja sama untuk membantu sekolah sebagai narasumber pada berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. c. Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional Dalam proses pengambilan keputusan, kepala sekolah mengimplementasikan proses bottom up secara demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil beserta pelaksanaannya. d. Tim Kerja yang Kompak dan Transparan Keberhasilan KTSP merupakan hasil sinergi dari kolaborasi tim yang kompak dan transparan. Dalam konsep KTSP yang utuh kekuasaan yang dimiliki sekolah dan satuan pendidikan mencakup pengambilan keputusan tentang pengembangan kurikulum dan pembelajaran, serta penilaian hasil belajar peserta didik. B. Tahap Perkembangan Kognitif Anak Sekolah Dasar (SD) Piaget (Suharjo, 2006: 35) berpendapat bahwa anak itu pada hakikatnya secara aktif membangun pikirannya sendiri melalui aktivitas-aktivitas yang berada pada lingkungan fisik dan sosialnya. Selanjutnya, Piaget (Husdarta dan Nurlan Kusmaedi, 2010: 169) mengemukakan bahwa anak tidak sama dengan orang dewasa, bukan pula orang dewasa kecil, antara mereka terdapat pebedaan kualitatif. Pada setiap tingkatan perkembangan kognitif pada anak terdapat prosedur-prosedur tertentu dan keunikan tersendiri. Perkembangan kognitif adalah 15

6 suatu proses terus menerus, namun hasilnya tidak merupakan kelanjutan dari hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya. Piaget (Elida Prayitno, 1992: 47-50) membagi perkembangan kognitif anak menjadi empat periode sebagai berikut: 1. Sensorimotorik (0-2 tahun) Pada tahap ini anak memahami lingkungannya melalui pengindraan (sensori) dan melalui gerakan-gerakan (motorik). Tahap sensorimotor dapat dibagi menjadi enam fase. Setiap fase perkembangan itu menampakkan kemampuan tingkah laku yang berbeda. Berbagai kemampuan bertingkah laku yang dikuasai oleh anak pada setiap fase perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: a. Fase pertama (0-1 bulan) 1) Kemampuan berpikir reflek. 2) Kemampuan menggerak-gerakan anggota badan walaupun belum terkoordinasi. 3) Kemampuan untuk mengasimilasikan berbagai kesan yang diterima dari lingkungannya. b. Fase kedua (1-4 bulan) Kemampuan memperluas skemata yang dimilikinya secara hereditas. c. Fase ketiga (4-8 bulan) Dipahaminya hubungan antara perlakuannya terhadap benda dengan akibat yang terjadi pada benda itu. 16

7 d. Fase keempat (8-12 bulan) 1) Kemampuan memahami bahwa benda tetap ada walaupun untuk sementara menghilang, dan waktu yang akan datang dapat muncul kembali. 2) Kemampuan melakukan berbagai percobaan. 3) Kemampuan menentukan tujuan kegiatan tanpa tergantung kepada orang tua. e. Fase kelima (12-18 bulan) 1) Kemampuan untuk meniru. 2) Kemampuan untuk melakukan berbagai percobaan terhadap lingkungan lebih lancar. f. Fase keenam (18-24 bulan) 1) Kemampuan untuk mengingat dan berpikir 2) Kemampuan untuk berpikir dengan menggunakan simbol-simbol bahasa sederhana. 3) Kemampuan berpikir untuk memecahkan masalah sederhana, sesuai dengan tingkat perkembangannya. 4) Kemampuan memahami diri sendiri sebagai individu mulai berkembang. 2. Praoperasional (2-7 tahun) Pada tahap ini anak telah mempergunakan aktivitas mental dalam berpikir. Suatu ciri khas perkembangan berpikir pada tahap praoperasional ini adalah cara berpikir mereka yang egosentris. Artinya anak menganggap benar apa yang dipikirnya, walaupun apa yang dipikirnya itu tidak sesuai dengan kenyataan yang 17

8 ada. Tingkah laku anak yang sedang dalam berpikir egosentris dapat dilihat dari beberapa tingkah laku berikut ini, yaitu: a. Berpikir imaginatif Anak yang berpikir imaginatif menganggap bahwa khayalan-khayalan sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi (realita). Oleh karena itu muncullah dusta khayal. Perlu dipahami oleh orang tua betapa pentingnya memberikan tanggapan yang positif terhadap khayalan anak. Orang tua hendaknya memberi kesempatan kepada anaknya untuk mengembangkan khayalan anaknya itu, yaitu dengan cara mendengarkan cerita anak tentang khayalan-khayalannya. Kalau perlu orang tua dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memancing khayalan anak, sehingga daya khayal anak meningkat. b. Berbahasa egosentris Anak yang sedang dalam berpikir egosentris hanya mampu berdialog dengan dirinya sendiri, karena pikirannya tertuju kepada dirinya sendiri. Anak belum mampu berdialog dengan orang lain. Berbahasa egosentris sering muncul pada anak umur 2-3,5 tahun. c. Memiliki aku yang tinggi Anak hanya memahami pikiran dan perasaan dirinya sendiri. Anak mulai menyadari bahwa dirinya lepas dari lingkungan, yang sebelumnya anak merasa dirinya satu dengan lingkungannya. Anak pada periode aku ini menuntut orang lain mengerti pikirannya, namun ia belum mampu mengerti pikiran dan perasaan orang lain. Karena kesadarannya bahwa dirinya adalah dirinya sendiri, maka anak sering menguji keberadaan dirinya dengan pertentangan orang tua. 18

9 d. Menampakkan dorongan ingin tahu yang tinggi Dorongan ingin tahu yang tinggi, dapat diperlihatkan anak dalam tingkah laku bertanya yang banyak dan terus menerus tentang suatu objek sampai ia merasa puas. Dituntut kesabaran dan kebijaksanaan orang tua dalam menjawab pertanyaan anak. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam menjawab pertanyaan anak, yaitu: 1) Menjawab pertanyaan anak dengan cara yang mudah dimengerti anak. Hindarilah jawaban yang sulit dipahami anak. 2) Menjawab pertanyaan anak dengan cara yang jujur. Jangan memberikan jawaban yang membohongi anak. 3) Menampakkan penghargaan terhadap pertanyaan anak. Jauhi sikap meremehkan atau merendahkan pertanyaan anak. Jika orang tua menjawab pertanyaan anak dengan memperhatikan tiga hal di atas, maka perkembangan berpikir anak akan meningkat. Anak akan memiliki perasaan puas, keyakinan diri, dan dorongan ingin tahu tentang segala sesuatu. Anak juga memiliki perasaan bebas mengemukakan ide atau kreatifitasnya. e. Perkembangan bahasa yang pesat Menurut Owen, Froman, dan Moscow (Elida Prayitno, 1992: 49), anak pada periode ini telah menguasai kata-kata antara kata. Berbahasa yang banyak dan benar, sangat menunjang peningkatan perkembangan berpikir anak. Menciptakan situasi yang memungkinkan anak berbahasa dengan baik dan benar, dapat membantu perkembangan bahasa anak. 19

10 3. Operasional Konkrit (7-11 tahun) Periode ini terjadi pada anak usia Sekolah Dasar. Pada periode ini, anak hanya mampu berpikir dengan logika ketika memecahkan persoalan-persoalan yang sifatnya konkrit (nyata), yaitu dengan cara mengamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pemecahan persoalan-persoalan itu. Demikian juga dalam memahami konsep, anak sangat terikat kepada proses mengalami sendiri, artinya anak mudah memahami konsep jika pengartian konsep itu dapat diamati anak, atau melakukan sesuatu berkaitan dengan konsep itu. Oleh karena itu anak hanya mampu menyelesaikan masalah-masalah yang divisualkan, dan sangat sulit bagi anak untuk memahami masalah-masalah yang sifatnya verbal. 4. Operasional Formal (11 tahun ke atas) Kemampuan berpikir operasional formal ditandai oleh kemampuankemampuan berikut ini: a. Kemampuan berpikir abstrak, yaitu kemampuan menghubungkan berbagai konsep tanpa disertai peristiwa atau benda-benda konkrit. b. Kemampuan berpikir logis dengan objek-objek yang abstrak. Kemampuan ini penting dalam berpikir ilmiah. c. Kemampuan untuk mengintrospeksi diri sendiri, sehingga kesadaran diri sendiri tercapai. d. Kemampuan untuk membayangkan peranan-peranan yang diperankan sebagai orang dewasa. e. Kemampuan untuk menyadari dan memperhatikan kepentingan masyarakat di lingkungannya dan seseorang dalam masyarakat tersebut. 20

11 Berdasarkan uraian di atas, anak Sekolah Dasar berada pada periode operasional konkret. Menurut Piaget (Rusman, 2010: 251), pada rentang usia ini tingkah laku anak yang tampak yaitu: (1) anak mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek ke aspek lain secara reflektif dan mamandang unsur-unsur secara serentak, (2) anak mulai berpikir secara operasional, (3) anak mampu mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) anak dapat membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) anak dapat memahami konsep substansi, panjang, lebar, luas, tinggi, rendah, ringan, dan berat. Tahap perkembangan belajar anak Sekolah Dasar sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dalam dirinya dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Piaget (Masnur Muslich, 2007: 162) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungan. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut skemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap obyek yang ada dalam lingkungannya. Pemahaman terhadap obyek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi dan akomodasi. Yang dimaksud asimilasi adalah proses menghubungkan obyek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran. Sedangkan akomodasi merupakan proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran untuk menafsirkan obyek. Kedua proses tersebut jika berlangsung terus menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. 21

12 Masnur Muslich (2007: 163) menyatakan bahwa kecenderungan belajar anak usia Sekolah Dasar adalah sebagai berikut. 1. Konkret Konkret mengandung makna proses belajar dimulai dari hal-hal yang konkret, yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak-atik. Proses belajar ditekankan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, karena siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. 2. Integratif Pada tahap usia Sekolah Dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu. Hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif, yakni dari hal umum ke hal-hal khusus. 3. Hierarkis Pada tahapan usia Sekolah Dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperlukan mengenai urutan logis, keterkaitan antarmateri, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi. 22

13 C. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaran Nana Sudjana (2002: 29) menyatakan pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebakan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Nasution (Sugihartono. et. al, 2007: 80) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang sesuai dengan kegiatan belajar siswa. Syaiful Sagala (2006: 61) menyatakan bahwa pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan baru. Dimyati dan Mudjino (2002: 297) mendefinisikan pembelajaran sebagai kegiatan guru secara terpogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses balajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Syaiful Sagala (2006: 63) menambahkan, pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar mendengar, 23

14 mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri. Proses pembelajaran kelas (Classroom Teaching) menurut Dunkin dan Biddle (Syaiful Sagala, 2006: 63) berada pada empat variabel interaksi yaitu (1) variabel pertanda (presage variables) berupa pendidik, (2) variabel konteks (conteks variables) berupa peserta didik, sekolah, dan masyarakat, (3) variabel proses (process variables) berupa interaksi peserta didik dengan pendidik, (4) variabel produk (product variables) berupa perkembangan peserta didik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dunkin dan Biddle selanjutnya menyatakan bahwa pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai dua kompetensi utama yaitu: (1) kompetensi materi pembelajaran dan (2) kompetensi metodologi pembelajaran. Knirk dan Gustafon (Syaiful Sagala, 2006: 64) menyatakan pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembelajaran. Dari berbagai pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk mentranfer pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan lingkungan belajar dengan berbagai metode sehingga tercipta pembelajaran yang efektif dan 24

15 efisien melalui tahap rancangan pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks belajar mengajar. 2. Hakikat Model Pembelajaran Soekamto, dkk (Trianto, 2010: 23) mendefinisikan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Arends (Trianto, 2010: 51) menyatakan bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, dan pengelolaan kelas. Trianto (2010: 51) mengartikan model pembelajaran sebagai perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Joice (Rusman, 2011: 133) bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahanbahan pembelajan, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Kardi dan Nur (Trianto, 2010: 23) mengemukakan bahwa model pembelajaran memilki empat ciri khusus sebagai berikut. 1. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. 2. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai) 3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil. 25

16 4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. D. Model Pembelajaran Terpadu Menurut Joni, T. R (Trianto, 2010: 56), pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep, serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik. Trianto (2010: 57) mengemukakan bahwa konsep pembelajaran terpadu adalah suatu pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengamatan langsung dan menghubungkanya dengan konsep lain yang mereka pahami. Fogarty (Trianto, 2010: 41) mengemukakan bahwa berdasarkan pengintegrasian tema ada 10 model pembelajaran terpadu yaitu: (1) fragmented model (model tergambarkan), (2) connected model (model terhubung), (3) nested model (model tersarang), (4) sequenced model (model terurut), (5) shared model (model terbagi), (6) webbed model (model terjaring), (7) threaded model (model 26

17 tertali), (8) integrated model (model terpadu), (9) immersed model (model terbenam), dan (10) networked model (model jaringan). Tabel 1. Ragam Model Pembelajaran Terpadu Berdasarkan Pengintegrasian Tema Nama Model Deskripsi Kelebihan Kelemahan Terpisah (Fragmented) Berbagai disiplin ilmu yang berbeda dan saling terpisah Adanya kejelasan dan pandangan yang terpisah dalam suatu mata pelajaran Keterhubungan menjadi tidak jelas; lebih sedikit transfer pembelajaran Keterkaitan/ Keterhubungan (Connected) Topik-topik dalam satu disiplin ilmu berhubungan satu sama lain Konsep-konsep utama saling terhubung, mengarah pada pengulangan, rekonseptualisasi, dan asimilasi gagasangagasan dalam suatu disiplin Disiplin-disiplin ilmu tidak berkaitan; konten tetap berfokus pada suatu disiplin ilmu Berbentuk Sarang/Kumpulan (Nested) Keterampilanketerampilan sosial, berfikir dan konten (contents skill) dicapai di salah satu mata pelajaran (subject area) Memberi perhatian pada berbagai mata pelajaran yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, memperkaya dan memperluas pembelajaran Pelajar dapat menjadi bingung dan kehilangan arah mengenai konsepkonsep utama dari suatu kegiatan atau pelajaran Dalam satu rangkaian (Sequence) Persamaanpersamaan yang ada diajarkan secara bersamaan meskipun termasuk ke dalam mata pelajaran yang berbeda Memfasilitasi transfer pembelajaran melintasi beberapa mata pelajaran Membutuhkan kolaborasi yang terus menerus dan kelenturan (fleksibilitas) yang tinggi karena guruguru memiliki lebih sedikit otonomi untuk mengurutkan (merancang) kurikula 27

18 Nama Model Deskripsi Kelebihan Kelemahan Terbagi (Shared) Perencanaan tim dan atau pengajaran yang melibatkan dua disiplin ilmu difokuskan pada konsep, keterampilan, dan sikap-sikap (attitudes) yang sama Terdapat pengalamanpengalaman instruksional bersama dengan dua orang guru di dalam satu tim, akan lebih mudah berkolaborasi Membutuhkan waktu kelenturan komitmen, dan kompromi Berbentuk jaring laba-laba (Webbed) Pengajaran tematis, menggunakan suatu tema sebagai dasar pembelajaran dalam berbagai disiplin mata pelajaran Dapat memotivasi siswa, membantu siswa untuk melihat keterhubungan antara gagasan Tema yang digunakan harus dipilih baik-baik secara selektif agar menjadi berarti; juga relevan dengan konten Dalam satu alur (Treaded) Keterampilanketerampilan sosial, berpikir, berbagai jenis kecerdasan, dan keterampilan belajar direntangkan melalui berbagai disiplin ilmu Siswa dapat mempelajarai cara mereka belajar, memfasilitasi transfer pembelajaran selanjutnya Didiplin-disiplin ilmu yang bersangkutan tetap terpisah satu sama lain Terpadu (Integrated) Dalam berbagai prioritas yang saling tumpang tindih dalam berbagai disiplin ilmu, dicari keterampilan, konsep, dan sikap-sikap yang sama Mendorong siswa untuk melihat keterkaitan dan kesalingterhubungan diantara disiplindisiplin ilmu; siswa termotivasi dengan melihat berbagai keterkaitan tersebut Membutuhkan tim antardepartemen yang memiliki perencanaan dan waktu pengajaran yang sama 28

19 Nama Model Deskripsi Kelebihan Kelemahan Immerased Pelajar memadukan apa yang dipelajari dengan cara memandang seluruh pengajaran melalui perspektif bidang yang disukai (area of interest) Keterpaduan berlangsung di dalam pelajar itu sendiri Dapat mempersempit fokus pelajar tersebut Membentuk Jejaring (Networked) Pelajar melakukan proses pemaduan topik yang dipelajari melalui pemilihan jejaring pakar dan sumber daya Bersifat proaktif, pelajar terstimulasi oleh informasi, keterampilan, atau konsep-konsep baru Dapat memecahkan perhatian pelajar, upayaupaya menjadi tidak efektif Sumber: Trianto, (2010: 42-45) Prabowo (Trianto, 2010: 39) menyatakan bahwa dari 10 model tersebut, ada tiga model yang dapat dilaksanakan di sekolah dasar. Ketiga model tersebut adalah connected model, webbed model, dan integrated model. 1. Model Connected Fogarty (Trianto, 2010: 39), mengemukakan bahwa model terhubung (connected) merupakan model integrasi interbidang studi. Model ini secara nyata mengitegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang dikaitkan dengan konsep, keterampilan atau kemampuan pada pokok bahasan atau sub pokok bahasan lain dalam satu bidang studi. Model conneted dapat dilihat pada gambar berikut: 29

20 Gambar 1: Model Connected menurut Fogarty (Trianto, 2010: 40) Fogarty (Trianto, 2010: 46) mengemukakan beberapa keunggulan pembelajaran terpadu tipe connected adalah sebagai berikut: (a) siswa mempunyai gambaran yang luas karena adanya pengitegrasian ide-ide inter bidang studi, (b) siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah internalisasi, dan (3) mengitegrasikan ide-ide dalam inter bidang studi memungkinkan siswa mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide dalam memecahkan masalah. Sedangkan kelemahan model pembelajaran terpadu tipe connected antara lain: (a) masih kelihatan terpisahnya inter bidang studi, (b) tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi pelajaran tetap, dan (3) dalam memadukan ide-ide pada suatu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan. 2. Model Webbed Kurikulum webbed menggambarkan pendekatan tematik untuk mengintegrasikan materi pokok. Secara khas, pendekatan tematik ini untuk mengembangkan kurikulum yang dimulai dengan tema. Tim lintas bidang studi 30

21 membuat sebuah keputusan yang menggunakan tema untuk subyek yang berbeda. Dalam penerapannya yang lebih rumit, bagian yang berbelit-belit dalam pelajaran dapat dibangun menjadi terpadu dalam bidang yang relevan. Model webbed dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2: Model Webbed menurut Fogarty (Trianto, 2010: 42) Kelebihan dari model webbed, meliputi: (1) penyeleksi tema sesuai dengan minat akan motivasi anak untuk belajar; (2) lebih mudah dilakukan oleh guru yang belum berpengalaman, (3) memudahkan perencanaan, (4) pendekatan tematik dapat memotivasi siswa, dan (5) memberikan kemudaan bagi anak didik dalam melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide berbeda yang terkait. Sedangkan kekurangan dari model webbed antara lain: (1) sulit dalam menyeleksi tema, (2) cenderung untuk merumuskan tema yang dangkal, dan (3) dalam pembelajaran, guru lebih memusatkan perhatian daripada pengembangan konsep. 3. Model Integrated Fogarty (Trianto, 2010: 43) menyatakan bahwa pembelajaran terpadu tipe integrated adalah tipe pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar 31

22 bidang studi, menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan yang saling tumpang tindih dalam beberapa bidang studi. Pada tipe ini tema yang berkaitan dan saling tumpang tindih merupakan hal terakhir yang ingin dicari dan dipilih oleh guru dalam tahap perencanaan pembelajaran. Konsep model integrated secara utuh dapat lihat pada gambar berikut ini: Gambar 3: Model Integrated menurut Fogarty (Trianto, 2010: 44) Model integrated memiliki kelebihan, yaitu: (1) adanya kemungkinan pemahaman antar bidang studi, karena dengan memfokuskan pada isi pelajaran, strategi berfikir, keterampilan sosial dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup banyak dimensi, sehingga pembelajaran menjadi semakin diperkaya dan berkembang, (2) memotivasi siswa belajar, (3) tipe terintegrasi juga memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu saat, tipe ini tidak memerlukan penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain. Dalam tipe ini, guru tidak perlu mengulang kembali materi yang tumpang tindih, sehingga tercapailah efisiensi dan efektifitas pembelajaran. 32

23 Kekurangan tipe integrated antara lain: (1) terletak pada guru, yaitu guru harus menguasai konsep, sikap, dan keterampilan yang diprioritaskan, (2) penerapannya, yaitu sulitnya menerapkan tipe ini secara penuh, (3) tipe ini memerlukan tim antar bidang studi, baik dalam perencanaannya maupun pelaksanaannya, (4) pengitegrasian kurikukulm dengan konsep-konsep ini masing-masing bidang studi menuntut adanya sumber belajar yang beraneka ragam. E. Model Pembelajaran Tematik 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran termasuk salah satu tipe pembelajaran terpadu yaitu model webbed. Depdiknas (Trianto, 2010: 79) menyatakan bahwa pada dasarnya model pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa. Poerwadarminta (Masnur Muslich, 2007: 164) menyatakan bahwa tema adalah pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Tema dalam pembelajaran tematik diharapkan akan memberikan berbagai keuntungan, diantaranya: (1) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, (2) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antarmata pelajaran dalam tema yang sama, (3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, (4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan 33

24 pengalaman pribadi siswa, (5) siswa lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas, (6) siswa lebih termotivasi belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, dan (7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam beberapa pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayakan. 2. Landasan Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik memiliki posisi dan potensi yang sangat strategis dalam keberhasilan proses pendidikan di Sekolah Dasar. Berhubungan dengan hal tersebut, maka dalam pembelajaran tematik dibutuhkan berbagai landasan yang kokoh dan kuat serta harus diperhatikan oleh para guru pada waktu merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses dan hasilnya. Masnur Muslich (2007: ) menyatakan landasan-landasan pembelajaran tematik sebagai berikut: a. Landasan Filosofis Landasan filosofis, dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: 1. Aliran Progresivisme Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. 34

25 2. Aliran Konstruktivisme Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. 3. Aliran Humanisme Aliran humanisme melihat siswa dari segi kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya. b. Landasan Psikologis Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. 35

26 c. Landasan Yuridis Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di Sekolah Dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b). 3. Prinsip Dasar Pembelajaran Tematik Trianto (2010: 85) menyatakan bahwa secara umum prinsip-prinsip pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan menjadi: a. Prinsip Penggalian Tema Prisip penggalian tema merupakan prinsip utama dalam pembelajaran tematik. Dengan demikian dalam penggalian tema tersebut perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 1) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran. 2) Tema harus bermakna, maksudnya adalah tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnnya. 3) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak. 4) Tema dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat anak. 5) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar. 6) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan masyarakat. 36

27 7) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar. b. Prinsip Pengelolaan Pembelajaran Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Prabowo (Trianto, 2010: 85) menyatakan bahwa dalam pengelolaan pembelajaran hendaknya guru dapat berlaku sebagai berikut. 1) Guru hendaknya jangan menjadi single aktor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar. 2) Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerja sama kelompok. 3) Guru perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan. c. Prinsip Evaluasi Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam setiap kegiatan karena suatu kegiatan dapat diketahui hasilnya apabila dilakukan evaluasi. Dalam hal ini maka dalam melaksanakan evaluai pembelajaran tematik diperlukan beberapa langkah sebagai berikut. 1) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri disamping bentuk evaluasi lainnya. 2) Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai. 37

28 d. Prinsip Reaksi Dampak pengiring yang penting bagi perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Karena itu guru dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit melainkan ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik memungkinkan hal ini dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan ke permukaan halhal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut. 4. Arti Penting Model Pembelajaran Tematik Model pembelajaran tematik lebih mengarahkan siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran. Melalui pembelajaran tematik siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri barbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antarmata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Arti penting model pembelajaran tematik diterapkan di Sekolah Dasar karena pada umumnya siswa pada tahap ini masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (holistik). 38

29 Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik yang dikemukakan Depdiknas (Trianto, 2010: 91) antara lain: (1) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar, (2) kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa, (3) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama, (4) membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa, (5) menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya, dan (6) mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain. Selain itu, pembelajaran tematik sangat penting diterapkan di Sekolah Dasar sebab memiliki manfaat yaitu: (1) dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, (2) siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir, (3) pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah, (4) memberikan penerapan-penerapan dari dunia nyata, sehingga dapat mempertinggi transfer belajar, (5) dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat. 39

30 5. Karakteristik Pembelajaran Tematik Masnur Muslich (2007: 166) mengemukakan bahwa karakteristik-karakteristik pembelajaran tematik antara lain: a. Berpusat pada siswa. Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subyek belajar, sedangkan guru berperan dalam memberikan kemudahan kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar (fasilitator). b. Memberikan pengalaman langsung. Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. c. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas. Dalam pembelajaran tematik, fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran. Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. 40

31 e. Bersifat fleksibel (luwes). Dalam pembelajaran tematik, guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkan dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan sekolah dan siswa berada. f. Hasil belajar sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya. g. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. Trianto (2010: 92-93) mengemukakan bahwa pembelajaran tematik mengadopsi prinsip belajar PAKEM yaitu pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Aktif berarti dalam pembelajaran peserta didik aktif secara fisik dan mental dalam hal mengemukakan alasan, menemukan kaitan yang satu dengan yang lain, mengkomunikasikan ide, mengemukakan bentuk representasi yang tepat, dan menggunakan semua itu untuk memecahkan masalah. Efektif, artinya adalah berhasil mencapai tujuan yang diharapkan. Kreatif, berarti dalam pembelajaran peserta didik melakukan serangkaian proses pembelajaran secara runtut dan berkesinambungan. Menyenangkan berarti siswa terlibat dengan asyik dalam belajar sampai lupa waktu, penuh percaya diri, dan tertantang untuk melakukan hal serupa. Selain itu, Trianto (2010: 93) mengemukakan bahwa pembelajaran tematik sebagai bagian dari pembelajaran terpadu memiliki karakter sebagaimana pembelajaran terpadu. Menurut Depdikbud (Trianto, 2010: 93-94), pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai karakteristik sebagai berikut. 41

32 a. Holistik Fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari berbagai bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. b. Bermakna Pengkajian fenomena dari berbagai macam aspek memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari. c. Otentik Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip-prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung. d. Aktif Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terus belajar. 6. Rambu-Rambu Pembelajaran Tematik Rusman (2011: 259) menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran tematik ada hal-hal yang perlu diperhatikan guru, meliputi: a. Tidak semua pelajaran harus dipadukan. b. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester. 42

33 c. Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara tersendiri. d. Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan tersendiri. e. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral. f. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat, lingkungan, dan daerah setempat. 7. Ruang Lingkup Pembelajaran Tematik Berkaitan dengan ruang lingkup pengembangan pembelajaran tematik, Rusman (2011: 260) menyatakan hal sebagai berikut. Ruang lingkup pengembangan pembelajaran tematik meliputi seluruh mata pelajaran pada kelas I, II, dan III Sekolah Dasar, yaitu pada mata pelajaran Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampilan, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan. F. Langkah-Langkah Pembelajaran Tematik Masnur Muslich (2007: 169) megemukakan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut. 1. Perencanaan Pembelajaran Tematik a. Pemetaan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dalam Tema Kegiatan pemetaan dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini antara lain, sebagai berikut. 43

34 1) Menentukan Tema Dalam menentukan tema dapat dilakukan dengan dua cara, yakni sebagai berikut. 1. Cara pertama, mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan dengan menentukan tema yang sesuai. 2. Cara kedua, menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan, untuk ide dengan minat dan kebutuhan anak. Dalam menetukan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip berikut. a) Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa. b) Dari yang termudah menuju yang sulit. c) Dari yang sederhana menuju yang kompleks. d) Dari yang konkret menuju ke yang abstrak. e) Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri siswa. f) Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuannya. Ruang lingkup tema yang ditetapkan sebaiknya tidak terlalu luas atau terlalu sempit. Tema yang terlalu luas bisa dijabarkan lagi menjadi subtema yang sifatnya lebih spesifik dan lebih konkrit. Subtema tersebut selanjutnya dapat dikembangkan lagi menjadi suatu materi pembelajaran. 44

35 2) Penjabaran Kompetensi Dasar ke dalam Indikator Setelah tema ditentukan, kegiatan selanjutnya adalah mengembangkan indikator pencapaian dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada pada setiap pelajaran. Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang cocok untuk setiap tema sehingga semua standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi habis dalam tema. b. Menetapkan Jaringan Tema Hubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu sehingga akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema. c. Penyusunan Silabus Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya dijadikan dasar penyusunan silabus. Komponen silabus terdiri atas standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, pengalaman belajar, alat/sumber, dan penilaian. d. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru perlu menyusun rencana pembelajaran. Abdul Majid (2006: 17) mengemukakan bahwa perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pengajaran, penggunaan pendekatan dan metode pengajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa 45

36 tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Masnur Muslich (2007: 171) mengemukakan bahwa rencana pembelajaran merupakan realisasi dari pengalaman belajar siswa yang telah ditetapkan dalam silabus pembelajaran. Menurut Rusman (2011: 266), komponen rencana pembelajaran tematik meliputi beberapa hal seperti berikut ini. 1) Tema atau judul yang akan dipelajari dalam pembelajaran 2) Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan, kelas, semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan) 3) Kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan. 4) Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi dasar dan indikator. 5) Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber balajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator). 6) Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran tematik sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. 7) Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan untuk menilai pencapaian belajar siswa serta tindak lanjut hasil penilaian). Menurut Trianto (2010: 177), pada dasarnya prinsip-prinsip pengembangan RPP tematik tetap memuat komponen-komponen sebagaimana komponen RPP umumnya, hanya saja dalam RPP tematik penting memperlihatkan keterkaitan rumusan-rumusan komponen tersebut dengan tema yang ditetapkan. 2. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Pelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan kegiatan sebagai berikut. 46

37 a. Kegiatan Pembukaan (± 1 jam pelajaran) Kegiatan ini dilakukan untuk menciptakan suasana awal pembelajaran berupa kegiatan untuk pemanasan. Pada tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap pengalaman anak terhadap tema yang akan disajikan. Kegiatan bercerita, kegiatan fisik/jasmani, dan menyanyi dilakukan untuk menggali pengalaman dari siswa. b. Kegiatan Inti (± 3 jam pelajaran) Kegiatan ini difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan kemampuan baca, tulis dan hitung. Penyajiannya dilakukan dengan menggunakan pembelajaran yang bermakna dan menarik, serta dapat dilakukan secara klasikal, kelompok kecil, ataupun perorangan. Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Suyatinah,dkk., 2011: 18), kegiatan inti memuat kegiatan sebagai berikut. Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan siswa mencari dan menghimpun informasi, menggunakan media untuk memperkaya pengalaman mengelola informasi, memfasilitasi siswa berinteraksi sehingga siswa aktif, medorong siswa mengamati berbagai gejala, menangkap tandatanda yang membedakan dengan gejala pada peristiwa lain, mengamati objek di lapangan dan laboratorium. Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru mendorong siswa membaca dan menuliskan hasil eksplorasi, mendiskusikan, mendengar pendapat, untuk lebih mendalami sesuatu, menganalisis kekuatan atau kelemahan argumen, mendalami pengetahuan tentang sesuatu, membangun kesepakatan melalui kegiatan kooperatif dan kolaborasi, membiasakan peserta didik membaca dan menulis, menguji prediksi atau hipotesis, menyimpulkan bersama, dan menyusun laporan atau tulisan, menyajikan hasil belajar. Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru memberikan umpan balik terhadap yang siswa hasilkan melalui pengalaman belajar, memberikan apresiasi terhadap kekuatan dan kelemahan hasil belajar dengan menggunakan teori yang guru kuasai, menambah informasi yang seharusnya siswa kuasai, mendorong siswa untuk menggunakan pengetahuan lebih lanjut dari sumber yang terpecaya untuk lebih menguatkan penguasaan kompetensi belajar agar lebih bermakna. Dan, setelah memperoleh keyakinan maka siswa dalam mengerjakan tugas-tugas untuk menghasilkan produk belajar yang kongkrit dan kontekstual. Guru membantu siswa menyelesaikan masalah dan menerapkan ilmu dalam aktivitas yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. 47

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda tergantung pada usia

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda tergantung pada usia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang dilalui dan dilakukan oleh setiap manusia dalam rangka memahami sesuatu. Dalam belajar, setiap manusia akan melewati tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan Nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-III

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-III Tujuan MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-III Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang pembelajaran tematik. Memberikan pemahaman kepada guru tentang pembelajaran tematik yang sesuai dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Karakteristik Perkembangan anak usia kelas awal SD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Karakteristik Perkembangan anak usia kelas awal SD 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Perkembangan anak usia kelas awal SD Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

Mochammad Maulana Trianggono, M.Pd. Prodi PG PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Jember 2016

Mochammad Maulana Trianggono, M.Pd. Prodi PG PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Jember 2016 Mochammad Maulana Trianggono, M.Pd Prodi PG PAUD Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Jember 2016 Model Pembelajaran Model Pembelajaran Suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Guru Dalam pendidikan, Guru merupakan komponen dari perangkat sistem pendidikan yang ada di sekolah, sebagai pendidik guru membimbing dalam arti menuntun peserta didik

Lebih terperinci

Kurikulum SD Negeri Lecari TP 2015/ BAB I PENDAHULUAN

Kurikulum SD Negeri Lecari TP 2015/ BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

Prinsip Prinsip Pengembangan Kurikulum

Prinsip Prinsip Pengembangan Kurikulum Prinsip Prinsip Pengembangan Kurikulum a. Berpusat Pada Potensi, Perkembangan, Kebutuhan, dan Kepentingan Peserta Didik dan Lingkungannya Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. RUMUSAN MASALAH C. TUJUAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. RUMUSAN MASALAH C. TUJUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebelum memasuki bangku sekolah, anak terbiasa memandang dan mempelajari segala peristiwa yang terjadi di sekitarnya atau dialaminya sebagai suatu kesatuan yang utuh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori. 2.1.1. Prestasi Belajar Sehubungan dengan prestasi belajar, Poerwanto (1986:2) memberikan pengertian prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam

Lebih terperinci

Prinsip Pengembangan Kurikulum. Aris Fajar Pambudi

Prinsip Pengembangan Kurikulum. Aris Fajar Pambudi Prinsip Pengembangan Aris Fajar Pambudi Prinsip-prinsip Pengembangan Soetopo dan Soemanto (1993: 48-50) pengembangan kurikulum perlu memperhatikan prinsip-prinsip relevansi, efektivitas, efisiensi, kontinuitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peserta didik sekolah dasar kelas awal, yaitu kelas I, II, dan III berada pada rentang usia dini. Masa usia dini merupakan masa yang pendek, tetapi sangat penting bagi

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK SISWA SD KELAS AWAL

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK SISWA SD KELAS AWAL MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK SISWA SD KELAS AWAL Dwi Esti Andriani, M. Pd Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UNY Yogyakarta, Oktober 2007 Pengertian Belajar: upaya individu untuk melakukan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peralihan sistim pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi telah menjadikan perubahan paradigma berbagai unsur penyelenggaraan pemerintahan, termasuk pendidikan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Belajar dan Pembelajaran Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini pembelajaran di sekolah harus bervariasi agar bisa menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dimana siswa dapat tertarik pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang model pembelajaran 1. Pengertian pembelajaran Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU

PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU PPT 2.2 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Pengertian Pembelajaran tematik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Masnur Muslich (2010: 1) Berdasarkan Permendiknas No. 22 tahun 2006 (BNSP, 2006: 5-7), KTSP

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Masnur Muslich (2010: 1) Berdasarkan Permendiknas No. 22 tahun 2006 (BNSP, 2006: 5-7), KTSP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum Sekolah Dasar (SD) yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Masnur Muslich (2010: 1) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KTSP. A. Rasional

PENGEMBANGAN KTSP. A. Rasional PENDAHULUAN Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pembelajaran Tematik Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompetensi Guru Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna. Broke and Stone (Mulyasa, 2007) mengemukakan bahwa kompetensi guru sebagai descriptive of qualitative nature meaningful

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dini Herdiani, 2014 Pembelajran Terpadu dalam Kurikulum 2013 di Kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dini Herdiani, 2014 Pembelajran Terpadu dalam Kurikulum 2013 di Kelas VIII SMP Pasundan 3 Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keberadaan dan kebermaknaan kurikulum akan terwujud apabila ada proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil belajar merupakan perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan itu diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. 1 Hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Aktivitas Belajar Mulyono (2001: 26) aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi, segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun

Lebih terperinci

Hakikat Belajar dan Pembelajaran

Hakikat Belajar dan Pembelajaran a. Hakikat Belajar dan Pembelajaran Proses belajar adalah proses yang kompleks, tergantung pada teori belajar yang dianutnya. 1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Ada beberapa pendapat mengenai pengertian

Lebih terperinci

Oleh: Nyoman Dantes PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

Oleh: Nyoman Dantes PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA Beberapa Butir Konsep Dasar Implementasi Pembelajaran Tematik di Kelas Awal Sekolah Dasar DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL U NDIKS H A Oleh: Nyoman Dantes PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3), hasil belajar merupakan hasil dari

KAJIAN PUSTAKA. mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3), hasil belajar merupakan hasil dari II. KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Hasil belajar mendalam mengenai makna hasil belajar, akan dibahas dan kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran Tematik Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep

Lebih terperinci

MENGAPA PERLU PEMBELAJARAN TEMATIK?

MENGAPA PERLU PEMBELAJARAN TEMATIK? MAKALAH PPM Pelatihan Penerapan Kecerdasan Majemuk melalui Model Pembelajaran Tematik Di SDN Kiyaran I dan II Cangkringan Sleman Oleh: Woro Sri Hastuti/ PGSD FIP UNY woro_uny@yahoo.com MENGAPA PERLU PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SISWA SD KELAS RENDAH DAN PEMBELAJARANNYA

KARAKTERISTIK SISWA SD KELAS RENDAH DAN PEMBELAJARANNYA KARAKTERISTIK SISWA SD KELAS RENDAH DAN PEMBELAJARANNYA Oleh: Sekar Purbarini Kawuryan PPSD FIP UNY Pendahuluan Pembentukan kemampuan siswa di sekolah dipengaruhi oleh proses belajar yang ditempuhnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah sumber daya manusia indonesia yang memiliki kekuatan spiritual,

BAB I PENDAHULUAN. adalah sumber daya manusia indonesia yang memiliki kekuatan spiritual, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara kita ini pendidikan itu wajib dilakukan sehingga dituliskan dalam undang-undang republik indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur terpenting dan berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari terbentuknya karakter bangsa. Salah

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 dikemukakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA SMP PADA TEMA ENERGI DALAM TUBUH MENGGUNAKAN METODE 4S TMD

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA SMP PADA TEMA ENERGI DALAM TUBUH MENGGUNAKAN METODE 4S TMD 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di dalam proses belajar mengajar terdapat tiga komponen utama yang terlibat di dalamnya, yaitu pengajar (guru), pembelajar (siswa), dan bahan ajar. Pada

Lebih terperinci

BAB I TUJUAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN A. MODEL PEMBELAJARAN

BAB I TUJUAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN A. MODEL PEMBELAJARAN MODEL PEMBELAJARAN TERPADU dalam TEORI DAN PRAKTEK BAB I TUJUAN UMUM MODEL PEMBELAJARAN A. MODEL PEMBELAJARAN Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek, baik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek, baik BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Terpadu 2.1.1 Pengertian Pembelajaran Terpadu Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan dalam proses pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek,

Lebih terperinci

Oleh AGUNG HASTOMO, M.Pd ANWAR SENEN, M.Pd. Sosialisasi KTSP

Oleh AGUNG HASTOMO, M.Pd ANWAR SENEN, M.Pd. Sosialisasi KTSP MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-IIIIII Oleh AGUNG HASTOMO, M.Pd ANWAR SENEN, M.Pd Latar Belakang Peserta didik kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini yang masih melihat segala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Formal dalam memasuki era globalisasi ditandai dengan adanya

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Formal dalam memasuki era globalisasi ditandai dengan adanya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Formal dalam memasuki era globalisasi ditandai dengan adanya suatu perubahan (inovasi). Perubahan pada hakekatnya adalah sesuatu yang wajar karna itu adalah

Lebih terperinci

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA KTSP DAN IMPLEMENTASINYA Disampaikan pada WORKSHOP KURIKULUM KTSP SMA MUHAMMADIYAH PAKEM, SLEMAN, YOGYAKARTA Tanggal 4-5 Agustus 2006 Oleh : Drs. Marsigit MA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KTSP DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK A. Latar Belakang Pemikiran Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragamannya yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan masyarakat yang begitu cepat sebagai dampak dari kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi, membawa akibat positif dan sekaligus akibat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KTSP PERT KE-11

PENGEMBANGAN KTSP PERT KE-11 PENGEMBANGAN KTSP PERT KE-11 A. PENGEMBANGAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan

Lebih terperinci

Aktualisasi Pemikiran Jean Piaget dalam Implementasi Kurikulum 2013 (Suatu Kajian Teoritis)

Aktualisasi Pemikiran Jean Piaget dalam Implementasi Kurikulum 2013 (Suatu Kajian Teoritis) Aktualisasi Pemikiran Jean Piaget dalam Implementasi Kurikulum 2013 (Suatu Kajian Teoritis) Desak Gede Wirayanti Estini Pasca Sarjana Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) desak.ode123@gmail.com

Lebih terperinci

Kelompok Materi: MATERI POKOK

Kelompok Materi: MATERI POKOK Modul 2.1 a. Kelompok Materi: MATERI POKOK 1 Materi Pelatihan Belajar Tematik AlokasiWaktu : 2.1. Analisis Kompetensi, Materi, Pembelajaran, dan Penilaian 2.1. a. Analisis Dokumen : SKL,KI-KD, Silabus,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Anderson yang merupakan revisi dari Taksonomi Bloom.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Anderson yang merupakan revisi dari Taksonomi Bloom. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis 2.1 Pemahaman Guru Pemahaman merupakan salah satu bagian daripada domain kognitif dari Taksonomi Anderson yang merupakan revisi dari Taksonomi Bloom. Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika BAB II LANDASAN TEORI A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika Pengertian pembelajaran sebagaimana tercantum dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah suatu proses interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang dikenal dan diakui

Lebih terperinci

KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU

KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU KONSEP IPS TERPADU KONSEP PEMBELAJARAN TERPADU Pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari,

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-III. Sosialisasi KTSP

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-III. Sosialisasi KTSP MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK SD KELAS I-III Latar Belakang Peserta didik kelas satu, dua, dan tiga berada pada rentangan usia dini yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik) sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seperti kita ketahui bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh murid sebagai

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF DI SEKOLAH DASAR. Nurul Hidayah IAIN RADEN INTAN LAMPUNG

PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF DI SEKOLAH DASAR. Nurul Hidayah IAIN RADEN INTAN LAMPUNG PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF DI SEKOLAH DASAR Nurul Hidayah IAIN RADEN INTAN LAMPUNG Email: ida.hidayah05@gmail.com Abstrak Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut,

Lebih terperinci

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS)

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS) MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD 321 4 SKS) TATAP MUKA 3 PENGORGANISASIAN MODEL KURIKULUM PEMBELAJARAN TERPADU Dr. RATNAWATI SUSANTO., M.M., M.Pd KEMAMPUAN AKHIR : MAHASISWA MEMILIKI KEMAMPUAN MENGORGANISASIKAN

Lebih terperinci

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS)

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS) MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD 321 4 SKS) TATAP MUKA 2 KONSEP DASAR KURIKULUM 2006 DAN KURIKULUM 2013 Dr. RATNAWATI SUSANTO., M.M., M.Pd KEMAMPUAN AKHIR : MAHASISWA MAMPU MEMAHAMI KONSEP DAN KERANGKA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KURIKULUM (CURRICULUM DEVELOPMENT) I Gde Wawan Sudatha 1

PENGEMBANGAN KURIKULUM (CURRICULUM DEVELOPMENT) I Gde Wawan Sudatha 1 PENGEMBANGAN KURIKULUM (CURRICULUM DEVELOPMENT) I Gde Wawan Sudatha 1 A. Pendahuluan Pengembangan merupakan bagian yang esensial daripada program pendidikan. Sasaran yang ingin dicapai tidak hanya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan sistem pendidikan diharapkan mewujudkan tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan sistem pendidikan diharapkan mewujudkan tujuan pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan sistem pendidikan diharapkan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, guru sebagai tenaga profesional memiliki peranan yang sangat penting. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. siswa yang tidak tergolong dalam berbagai kegiatan kelompoknya, tetapi siswa ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA. siswa yang tidak tergolong dalam berbagai kegiatan kelompoknya, tetapi siswa ini BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Kreativitas Belajar Kreativitas merupakan kemampuan membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada menjadi sesuatu yang bermakna. Adakalanya

Lebih terperinci

A. PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU

A. PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU A. PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU A. Konsep Pembelajaran Tematik Terpadu Pembelajaran Tematik Terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut kurikulum KTSP SD/MI tahun 2006 Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai

Lebih terperinci

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS)

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS) MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD 321 4 SKS) TATAP MUKA 5 PENGORGANISASIAN MODEL KURIKULUM PEMBELAJARAN TERPADU WEBBED Dr. RATNAWATI SUSANTO., M.M., M.Pd KEMAMPUAN AKHIR : MAHASISWA MEMILIKI KEMAMPUAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar merupakan proses perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. pembenahan di segala bidang termasuk bidang pendidikan. Hal ini juga dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya suatu negara sangat ditentukan oleh majunya pendidikan di negara tersebut. Pada era globalisasi saat ini, seluruh negara di dunia berusaha melakukan pembenahan

Lebih terperinci

Landasan Pengembangan Kurikulum. Farida Nurhasanah, M.Pd Sebelas Maret University Surakarta-2012

Landasan Pengembangan Kurikulum. Farida Nurhasanah, M.Pd Sebelas Maret University Surakarta-2012 Landasan Pengembangan Kurikulum Farida Nurhasanah, M.Pd Sebelas Maret University Surakarta-2012 KURIKULUM: PENGERTIAN DASAR Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim disebut sebagai proses humanisasi. Proses humanisasi ini diperoleh melalui berbagai pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin pesat. Perkembangan ini tidak terlepas dari peranan dunia pendidikan, karena melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tsani Fathani, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tsani Fathani, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan rangkaian terpadu dari berbagai komponen yang saling berinteraksi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.salah satu komponen tersebut

Lebih terperinci

Melihat Lebih Jauh Manfaat Pembelajaran IPA Terpadu Tipe Shared

Melihat Lebih Jauh Manfaat Pembelajaran IPA Terpadu Tipe Shared Melihat Lebih Jauh Manfaat Pembelajaran IPA Terpadu Tipe Shared Noeraida, S.Si., M.Pd., Widyaiswara PPPPTK IPA noeraida67@yahoo.co.id Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan komponen dari ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

Lebih terperinci

ISSN : X UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X 2 SMA NEGERI 4 MAKASSAR MELALUI MODEL UNIT LEARNING TIPE INTEGRATED. Samad, A.

ISSN : X UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X 2 SMA NEGERI 4 MAKASSAR MELALUI MODEL UNIT LEARNING TIPE INTEGRATED. Samad, A. UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X 2 SMA NEGERI 4 MAKASSAR MELALUI MODEL UNIT LEARNING TIPE INTEGRATED Samad, A. ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dilakukan untuk

Lebih terperinci

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG (Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG UPT SANGGAR KEGIATAN BELAJAR (SKB) KABUPATEN BANDUNG 2017 DESAIN PEMBELAJARAN Oleh: Yaya Sukarya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Deni Ahmad Munawar, 2013 :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Deni Ahmad Munawar, 2013 : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas 1 SD, salah satunya kita harus melihat seluruh aspek perkembangannya sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik).

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik pada Sekolah Dasar yang duduk di kelas-kelas awal (kelas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peserta didik pada Sekolah Dasar yang duduk di kelas-kelas awal (kelas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peserta didik pada Sekolah Dasar yang duduk di kelas-kelas awal (kelas I, II & III) berada dalam rentangan usia dini. Pada usia dini, seluruh aspek perkembangan kecerdasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dari pembelajaran. penting dalam membangun kompetensi peserta didik.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dari pembelajaran. penting dalam membangun kompetensi peserta didik. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik merupakan salah satu model dari pembelajaran terpadu. Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dalam mewujudkan suatu negara yang maju, maka dari itu orang-orang yang ada di dalamnya baik pemerintah itu sendiri atau masyarakatnya

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 PPT 1.3a PEMBELAJARAN TEMATIK TERPADU 2 PENGERTIAN Pembelajaran tematik terpadu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN TEORI HASIL PENELITIAN. 1. Indikator dan tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis

BAB V PEMBAHASAN DAN TEORI HASIL PENELITIAN. 1. Indikator dan tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis 67 BAB V PEMBAHASAN DAN TEORI HASIL PENELITIAN A. Pembahasan 1. Indikator dan tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis karakter di SMP Muhammadiyah 3 Ampel Boyolali Perencanaan adalah proses dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9 tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar 1. Daftar Isi 2

DAFTAR ISI. Kata Pengantar 1. Daftar Isi 2 DAFTAR ISI Kata Pengantar 1 Daftar Isi 2 I. PENDAHULUAN 3 A. Landasan 4 B. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan C. Pengertian 5 D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN TERPADU UNTUK MENGEMBANGKAN KECAKAPAN HIDUP DI ERA GLOBALISASI

PEMBELAJARAN TERPADU UNTUK MENGEMBANGKAN KECAKAPAN HIDUP DI ERA GLOBALISASI PEMBELAJARAN TERPADU UNTUK MENGEMBANGKAN KECAKAPAN HIDUP DI ERA GLOBALISASI Ria Wulandari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Surel: riawulandari.rw46@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar

BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU. Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar Profesi Keguruan Rulam Ahmadi BAB IV STANDAR KOMPETENSI GURU A. Kompetensi Dasar Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami standar kompetensi guru yang meliputi guru PAUD/TK/RA, guru SD/MI,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dalam pembangunan manusia untuk mengembangkan dirinya agar dapat menghadapi segala permasalahan yang timbul pada diri manusia. Menurut

Lebih terperinci

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Panduan Penyusunan KTSP jenjang Dikdasmen BSNP KURIKULUM 2013? (Berbasis Scientific Approach)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi dukungan dan perubahan untuk perkembangan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. memberi dukungan dan perubahan untuk perkembangan masyarakat, bangsa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama dalam pengembangan sumber daya manusia dan masyarakat suatu bangsa. Untuk itu, pendidikan diharapkan mampu membentuk sumber daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori dan Konsep Pembelajaran Teori ialah prinsip kasar yang menjadi dasar pembentukan sesuatu ilmu pengetahuan. Dasar teori ini yang akan di kembangkan pada ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG Ciri-Ciri Kurikulum 2013 Disususn Guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Inovasi Pembelajaran Dosen Pengampu : Dr.Purwati, M.S.,Kons Disusun Oleh Kelompok 17 : Dodo Prastyoko (12.0305.0170) Joni Pranata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rasionalisasi Kurikulum 2013 dipaparkan bahwa perbedaan antara kurikulum 2013 dengan kurikulum KTSP 2006 adalah pada terdapatnya pemisahan antara mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkalian menurut Ig Sumarno dan Sukahar (1997:44) adalah. Penjumlahan Berulang, Pembagian menurut Suripto dan Joko Sugiarto

BAB I PENDAHULUAN. Perkalian menurut Ig Sumarno dan Sukahar (1997:44) adalah. Penjumlahan Berulang, Pembagian menurut Suripto dan Joko Sugiarto 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkalian menurut Ig Sumarno dan Sukahar (1997:44) adalah Penjumlahan Berulang, Pembagian menurut Suripto dan Joko Sugiarto (2007:119) adalah Pengurangan Berulang,

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN TEMATIK BERBASIS REAL OBJECT DI SEKOLAH DASAR

PEMBELAJARAN TEMATIK BERBASIS REAL OBJECT DI SEKOLAH DASAR PEMBELAJARAN TEMATIK BERBASIS REAL OBJECT DI SEKOLAH DASAR Yeni Puji Astuti Prodi PGSD STKIP PGRI Sumenep Email: yeni_puji.062003@yahoo.co.id Abstract Permendiknas number 22 of 2006 which the states that

Lebih terperinci