BAB II GRATIFIKASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. Istilah Gratifikasi berasal dari bahasa Belanda gratikatie yang diadopsi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II GRATIFIKASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI. Istilah Gratifikasi berasal dari bahasa Belanda gratikatie yang diadopsi"

Transkripsi

1 BAB II GRATIFIKASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI C. Pengertian dari Gratifikasi Istilah Gratifikasi berasal dari bahasa Belanda gratikatie yang diadopsi dalam bahasa Inggris menjadi gratification yang artinya pemberian sesuatu/hadiah. Black s Law Dictionary memberikan pengertian gratifikasi atau Gratification adalah sebagai a voluntarily given reward or recompense for a service or benefit yang dapat diartikan sebagai sebuah pemberian yang diberikan atas diperolehnya suatu bantuan atau keuntungan. Terkadang sangat sulit dibedakan antara hadiah (gift) dengan suap (bribe) ketika berhadapan dengan pejabat. 21 Dari penjabaran di atas, jelas gratifikasi berbeda dengan hadiah dan sedekah. Hadiah dan sedekah tidak terkait dengan kepentingan untuk memperoleh keputusan tertentu, tetapi motifnya lebih didasarkan pada keikhlasan semata. Gratifikasi jelas akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitasnya keputusan yang akan diambil seorang pejabat/penyelenggara negara terhadap sebuah hal. Didalam Pasal 12 B ayat (1) No. 31 Tahun 1999 jo UU. No. 20 Tahun 2001 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. 21 Black s Law Dictionary dalam di akses pada tanggal 20 Agustus 2016.

2 Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Pemikiran untuk menjaga kredibilitas seorang penyelenggara negara inilah yang menjadi landasan gratifikasi masuk dalam kategori delik suap dan diancam dengan sanksi pidana didalam ketentuan Pasal 12 B ayat (1) dan (2) UU. No. 31 Tahun 1999 jo UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ketentuan: a. Yang nilainya Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. Yang nilainya kurang dari Rp ,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). Untukmemahamipasalsuaptentunyaharusmemahamipasalgratifikasi memahami Pasalsuap. Berikut kerangka peraturan perundang-undangan tindak

3 pidanakorupsisuapdangratifikasi. Suap dan gratifikasi mengandung beberapa perbedaan yang di atur dalam peraturan yang juga berbeda antara lain : 22 Suap diatur dalam : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73) 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980) 3. Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Sedangkan Gratifikasi diatur dalam : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi. Definisi dari keduanya juga berbeda, Suap mengandung definisi Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan 22 tanggal 21 Agustus 2016.

4 dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp (lima belas juta rupiah) (Pasal 3 UU 3 Tahun 1980). sedangkan gratifikasi mengandung definisi Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik (Penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor). Dalam konteks hukum, delik suap bukan merupakan persoalan baru. Istilah suap ini tidak memiliki defenisi yang limitatif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, suap dalam hal ini diartikan sebagai uang sogok. Dalam bahasa Latin, delik suap disebut briba, yang maknanya a piece of bread given to beggar (sepotong roti yang diberikan kepada pengemis). Kemudian maknanya terus berkembang ke makna yang bisa diartikan positif, yaitu gift received or given in order to influence corruptly yang oleh Mulhadi, dipahami sebagai pemberian atau hadiah yang diterima atau diberikan dengan maksud mempengaruhi secara jahat atau korup. 23 Masing-masing mempunyai ketentuan pidana dengan sanksi-sanksi yang juga berbeda : 23 Firman Wijaya, Delik Penyalahgunaan Jabatan dan Suap Dalam Praktek, (Jakarta,: Penaku, 2011), hlm. 29.

5 Suap dapat dikenakan sanksi : Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980: Pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak- banyaknyarp (lima belas juta rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980). KUHP: Pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp (empat ribu lima ratus rupiah) Pasal 149 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor). Sedangkan Gratifikasi dapat dikenakan Sanksi : Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah) (Pasal 12B ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor)

6 Di dalam buku Buku Saku Memahami Gratifikasi yang diterbitkan KPK dijelaskan contoh-contoh pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang sering terjadi, yaitu: a. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya b. Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut c. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma d. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan e. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat f. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan g. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja h. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu. Dasar hukum: a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73); b. Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap; c. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; d. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi;

7 e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi. Batasan antara Tindak Pidana Gratifikasi dan Tindak Pidana Suap. Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sub bab terdahulu bahwa membicarakan Tindak pidana gratifikasi dan unsur-unsur yang ada dalam tindak pidana tersebut sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 12 B menjadi tumpang tindih dengan unsur yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 12 Huruf a,b,c undang-undang yang sama yaitu Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 5: (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana

8 dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Sementara jika perbuatan suap sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 tersebut ditujukan untuk hakim maka perbuatan tersebut diatur tersendiri dalam Pasal 6 yaitu: (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp ,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp ,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau b. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. (2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

9 Jika diperhatikan dan cermati maka rumusan Pasal 12 B tentang Gratifikasi dengan rumusan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta rumusan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) memiliki unsur yang sama yaitu: Pasal 12 B Pasal 5 ayat (2) Pasal 6 ayat (2) 1. Pembuatnya adalah 1. Pembuatnya Pegawai 1. Pembuatnya Pegawai Negeri atau Negeri atau dan advokad Penyelenggara penyelenggara Negara Negara hakim 2. Perbuatannya adalah 2. Perbuatannya 2. Perbuatannya menerima (pemberian Menerima pemberian menerima pemberian dalam arti luas) atau Janji atau janji 3. Pemberian tersebut 3. Pemberian tersebut 3. Pemberian atau janji berhubungan dengan dengan maksud agar tersebut dimaksudkan jabatannya. Pegawai negeri atau agar hakim atau penyelenggara negara advokad melakukan tersebut berbuat atau sesuatu. tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, 4. Berlawanan dengan 4. bertentangan dengan 4. Bertentangan dengan kewajiban dan kewajibannya; atau kewajibannya. tugasnya Dari ketiga pasal tersebut yaitu Pasal 12 B, Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 6 ayat (2) memiliki kesamaan unsur yaitu: 1. Pada Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 B Pembuatnya adalah pegawai negeri dan penyelenggara negara, sementara dalam Pasal 6 ayat (2) Pembuatnya adalah hakim dan advokad. 2. Perbuatannya dari ketiga Pasal ini adalah sama yaitu menerima hadiah atau janji 3. Tujuannya perbuatannya adaah agar Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara, hakim atau advokad tersebut melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang berlawanan atau bertentangan dengan kewenangan dan kewajibannya.

10 Pengaturan mengenai gratifikasi ini dalam UU No. 12 Tahun 2001, yaitu sebagai berikut: 1. Landasan filosofis Didalam penjelasan umum UU No. 20 Tahun 2001 disebutkan bahwa maksud diadakannya penyisipan Pasal 12 B dalam UU No. 31 Tahun 1999 adalah untuk menghilangkan rasa kekurangadilan bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam hal nilai yang dikorup relatif kecil. 24 Pada Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi: Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Ditilik secara hukum, sebenarnya tidak ada masalah dengan gratifikasi. Tindakan ini hanyalah sekadar suatu perbuatan seseorang memberikan hadiah atau hibah kepada orang lain. Tentu saja hal tersebut diperbolehkan. Namun, seiring perkembangan waktu, budaya, dan pola hidup, pemberian yang acap disebut gratifikasi mulai mengalami dualisme makna. 2. Landasan sosiologis Praktik korupsi pada masa sekarang mengalami perkembangan dengan munculnya praktik-praktik baru yang berusaha memanfaatkan celah atau kelemahan berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Pemberian hadiah seringkali kita anggap hanyalah sebagai suatu ucapan terima kasih atau ucapan selamat kepada seorang pejabat. 24 R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta, Sinar Grafika,2005), hlm. 107.

11 Pemberian hadiah sebagai suatu perbuatan atau tindakan seseorang yang memberikan sesuatu (uang atau benda) kepada orang lain tentu saja hal tersebut diperbolehkan. Namun jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari pejabat yang diberi hadiah, maka pemberian itu tidak hanya sekedar ucapan selamat atau tanda terima kasih, akan tetapi sebagai suatu usaha untuk memperoleh keuntungan dari pejabat atau pemeriksa yang akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitasnya, adalah sebagai suatu tindakan yang tidak dibenarkan dan hal ini termasuk dalam pengertian gratifikasi. Pemberian hadiah sebagai suatu perbuatan atau tindakan seseorang yang memberikan sesuatu (uang atau benda) kepada orang lain tentu saja hal tersebut diperbolehkan. Namun jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari pejabat yang diberi hadiah, maka pemberian itu tidak hanya sekedar ucapan selamat atau tanda terima kasih, akan tetapi sebagai suatu usaha untuk memperoleh keuntungan dari pejabat atau pemeriksa yang akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitasnya, adalah sebagai suatu tindakan yang tidak dibenarkan dan hal ini termasuk dalam pengertian gratifikasi. 3. Landasan yuridis Pada waktu seluruh Negara Republik Indonesia dinyatakan dalam keadaan perang atas dasar UU No. 74 Tahun 1957 jo UU No. 79 Tahun 1957, dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi telah dikeluarkan Peraturan Penguasa perang Pusat/Kepala Staf Angkatan Darat tanggal 16 April 1958 No prt/peperpu/013/1958 serta peraturan-peraturan pelaksanaannya dan Peraturan

12 Penguasa Perang pusat /Kepala Staf Angkatan laut tanggal 17 April 1958 Nomor prt/z/i/ Oleh karena peraturan penguasa perang pusat tersebut hanya berlaku untuk sementara, maka pemerintah Republik Indonesia menganggap bahwa peraturan penguasa perang pusat yang dimaksud perlu diganti dengan peraturan perundangundangan yang berbentuk undang-undang. Dengan adanya keadaan yang mendesak dan perlunya diatur dengan segera tindak pidana korupsi, maka atas dasar Pasal 96 ayat (1) UUDS 1950, penggantian peraturan penguasa perang pusat tersebut ditatapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berbentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang, yaitu dengan Perpu No. 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian atas dasar UU No. 1 Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. 26 D. Gratifikasi dalam Undang-Undang tindak pidana korupsi No. 31 Tahun 1999 jo 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi Gratifikasi yang didefinisikan dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memiliki arti yang sangat luas. Efek dari luasnya pengertian gratifikasi adalah korupsi suap pasif dapat pula dikategorikan sebagai gratifikasi yang dijelaskan dalam Pasal 12 B. Hal ini sejalan dengan pendapat 25 Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Normatif, Teoritis,Praktik dan Masalahnya, (Bandung, PT. Alumni,2007), hlm R. Wiyono, Op,cit, hlm 3.

13 yang dikemukan oleh Adami Chazawi yang menyimpulkan penjelasan Pasal 12 B ayat (1) tersebut sebagai berikut : 1. Bahwa ternyata pengertian gratifikasi adalah sama dengan pengertian suap pasif, khususnya pegawai negeri yang menerima suap berupa penerimaan dari pemberian-pemberian dalam arti luas yang terdiri atas benda, jasa, fasilitas, dan sebagainya. 2. Karena berupa penyuapan pasif, berarti tdak termasuk pengertian suap aktif, maksudnya tidak dipersalahkan dan mempertanggungjawabkan pidana dengan menjatuhkan pidana pada pemberi suap gratifikasi menurut Pasal 12 huruf B ini. 3. Dengan demikian, luasnya pengertian suap gratifikasi seperti yang diterangkan dalam penjelasan mengenai Pasal 12 huruf b ayat (1) tadi, tidak bisa tidak bahwa tindak pidana korupsi suap gratifikasi ini menjadi tumpang tindih dengan pengertian tindak pidana suap pasif pada Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), dan Pasal 12 huruf a, b, dan c. 27 Sudah Pasal12Bsangatluas.Dengan diterangkanbahwapengertiansuapgratifikasi luasnyapengertiansuapmenerimagratifikasi tersebut,makakorupsi suap-suappasifdapat pula masuk dalam isi pengertian suap menerima gratifikasi. Untuk menentukan apakah korupsisuap-suappasifmasingmasingyangdirumuskandalampasal-pasal:5ayat(2),6 ayat(2),11,12huruf a,b,dancmasukpulaunsur-unsursuapgratifikasi,ukuranyang digunakanadalah: 27 Adami Chazawi, (I) Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, (Bandung, Alumni, 2006), hlm 248

14 1. DariketentuanPasal12Bayat ( 1)tentangpengertiangratifikasiyangmerumuskan,ialah gratifikasi (pemberian)padapegawai negeri dianggapsuap(suappasif)adalah apabila berhubungandenganjabatannyadanyang berlawanandengankewajibannyaatau tugasnya DariketentuanPasal12Btentangpengertiandanmacammacamnyayangmenyatakan bahwa:yangdimaksuddengangratifikasidalamayatiniadalahpemberiandalama rti luas,yangmeliputi pemberianuang,barang,rabat(discount),komisi,pinjaman tanpa bunga,tiketperjalanan,fasilitaslainnya. DalamUUNo.31Tahun1999tidakadadiatursecarajelas,sudahadatapimasih terselipdalampasalpasalyangmasihdimasukkandalamtindakpidanakorupsisuap,yaitu: Pasal5ayat(2) PegawainegerimenerimasuapmenurutPasal5ayat(2)ialahbilapegawainegerimeneri masesuatupemberianatausesuatujanji dariorangyangmenyuapmenurutayat1 hurufa atau b. Menurut suap padapegawainegerihurufa pemberian itu mengandung maksudsupayapegawainegeriyangmenerimapemberianberbuatsesuatuatau tidakberbuat sesuatudalamjabatannya,yangbertentangandengan kewajibannya.dengan demikian, pemberianpadapegawainegeri tersebutdipastikanadakaitannyaatauhubungannyadengan jabatanyang 28 Ibid, hlm 277

15 dimilikinyasebagai pegawainegeri,dan dipastikan pulapenerimaanitu bertentangan dengan kewajibanjabatannya.makatidakadakeraguanlagi,bahwaperbuatan yangsepertiitusudahmemenuhi 12Bayat1.Karena itu, dapat unsurdari penerimaangratifikasi didakwakanpulapasal12 Pasal Bayat kepadapegawainegeriyang (1) menerima pemberiansepertiyangdimaksudpasal5ayat(1)hurufa. 29 Pasal6ayat(2) Ketentuan dalampasal6ayat(2)bentukkorupsimenerimasuap,yangsatudilakukanoleh hakimdanyanglaindilakukanolehadvokat.karenaadvokattidaktermasukpadapeng ertian pegawainegeriataupenyelenggaranegara,makajelastidakmungkindapatdidakwaka ndan di pidana menerimagratifikasidalam hal menerimasuap daripenyuap Pasal6 ayat (1). Berbeda dengan hakim, karena hakim menurut hukum pidana korupsi, adalah seorang pegawainegeriyangsekaligussebagaipenyelenggaranegara(pasal1angka(1)jopasa l2 UUNo.28Tahun1999).MakahakimdapatmelakukankorupsimenerimagratifikasiP asal 12B dalamhalmenerimasesuatudaripenyuappasal6ayat(1)hurufa. 30 Pasal11 Pegawainegeriyang menerima suap menurutpasal11 inidipersalahkan atau dipidanaapabila penerimaan itu diketahuiataudiduganya karenakekuasaanatau 29 Ibid, hlm Ibid, hlm

16 kewenanganyangberhubungandenganjabatannya.oleh sebabitu,tidakadakeraguan sedikitpun,bahwapegawainegeriyangmenerimasesuatumenurutpasal 11adalahsekaligus telahmelanggarpasal 12Bayat(1). UnsurHadiahdiberikankarenakekuasaanatau kewenanganyangberhubungandenganjabatannya dalampasal11,telahmasukpula dalam unsurpasal 12Bayat(1)berupa berhubungandenganjabatannyadanberlawanandengan kewajibandantugasajabatannya,tidakakanmenghalangipegawainegeriyangmene rimasuapmenurutpasal11didakwadandipidanaberdasarkanpasal12b ayat(1). 22 Pasal12hurufa,b, danc Dipidanadenganpidana penjaraseumurhidupataupidanapenjarapalingsingkat4 (empat)tahundanpalinglama20(duapuluh)tahundanpidanadendapalingsedikitrp ,00(duaratusjutarupiah)danpalingbanyakRp ,00(satum iliar rupiah): a. Pegawainegeriataupenyelenggaranegarayangmenerimahadiahataujanji,padah al diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untukmenggerakkanagarmelakukanatautidakmelakukansesuatudalamjabatan nya,yang bertentangandengankewajibannya. b. Pegawainegeriataupenyelenggaranegarayangmenerimahadiah,padahaldiketa hui ataupatutdidugabahwahadiahtersebutdiberikansebagaiakibatataudisebabkan

17 karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangandengankewajibannya. c. Hakimyangmenerimahadiahataujanji,padahaldiketahuiataupatutdidugabahw a hadiahataujanjitersebutdiberikan untuk mempengaruhiputusan perkara yang diserahkankepadanyauntukdiadili. Usahapemerintahdalammemberantastindakpidanakorupsi memperbaharui adalahdengan peraturanperundang- undanganyangmendasarinya.tidaklahcukuplengkap kiranyauuno.31tahun1999yangmemberantastindakpidanakorupsi,halitusecarak onkritditunjukkandengandikeluarkannyauuno.20tahun2001tentangperubahan UU No. 31tahun1999. Salah satu halpokok yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 2001 adalah bahwa diantarapasal12danpasal13disisipkanpasalbaruyaknipasal12a,pasal12bdanpas al 12C.Dalam UUNo.20Tahun2001untukpertamakali diperkenalkansatutindakpidana korupsiyang baru yang terselip dalampasal-pasaltindak sebelumnyasudahada pidana korupsisuap yangdiaturdalamuuno.31tahun1999tentangpemberantasantindak PidanaKorupsi,tapitidakadadisebutkandenganrincidanjelas. 31Tindakpidanakorup simenerimagratifikasisebagaimanadimuatdalampasal12buuno.31tahun1999jo.uuno.20tahun2001dirumuskansebagaiberikut: 31 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan HAM, Pengkajian Masalah HukumPenanggulanganTindakpidanaKorupsi,(Jakarta, Ghalia, 2002),hlm 15.

18 1. Setiapgratifikasikepada pegawainegeriataupenyelenggaranegaradianggappemberian suap,apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atautugasnyadenganketentuan: a. Yang nilainya Rp ,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih pembuktiannya bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. Yang nilainya kurang dari Rp ,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwagratifikasitersebutsuapdibuktikanolehpenuntutumum: 2. Pidanabagipegawainegeriataupenyelenggaranegarasebagaimanadimaksuddal am ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)tahundanpalinglama20(duapuluh)tahun,danpidanadendapalingsedikit Rp ,00(duaratusjutarupiah)danpalingbanyakRp ,00(sat u miliar rupiah). 32 Rumusankorupsi padapasal12buuno.20tahun2001adalahrumusantindak pidanakorupsibaruyangdibuatpadauuno.20 Tahun2001.Untukmenyimpulkanapakah 32 AdamiChazawi, (II)HukumPidanaMaterildanFormilKorupsidiIndonesia, ( M a l a n g, BayumediaPublishing,2005), hlm:

19 suatuperbuatantermasukkorupsimenurutpasal12bdan12cuuno.20tahun2001, harusmemenuhiunsur-unsur: Pegawainegeriataupenyelenggaranegara; 2. Menerimagratifikasi(pemberiandalamartikataluas); 3. Berhubungandenganjabatandanberlawanandengankewajibanatautugasnya; 4. PenerimaangratifikasitersebuttidakdilaporkankepadaKPKdalamjangkawaktu 30 hari sejakditerimanyagratifikasi. Sementarayangdimaksuddengangratifikasikepadapegawainegeritelahdijela skan dalampenjelasanpasal12buuno.20tahun2001 yang menyatakan yangdimaksud dengangratifikasidalamayatiniadalahpemberiandalamartiluasyaknimeliputipember uang,barang,rabat(discount),komisi,pinjaman ian tanpabunga,tiketperjalanan,fasilitas penginapan,perjalanan cuma-cuma,danfasilitaslainnya.gratifikasi dalammaupundiluarnegeri wisata,pengobatan tersebutbaikyangditerimadi danyangdilakukandengan menggunakansaranaelektronikatautanpasaranaelektronik. Berdasarkan batasan gratifikasi di atas, hampir dapat dipastikan semua Pegawai Negeri SipilatauPenyelenggaraNegaradi negeriini telahmelakukandan/ataumenerima suap selama ia melakukan tugas sebagai pelayanan publik. Namun menurut hemat penulis, tidak semua Gratifikasi dapat memenuhi unsur dapat diancam atas.sepanjang gratifikasi tersebutterjadi pidana sebagaimanadisebutdi tidakbertentanganatau

20 berlawanandengankewajibannyaatautugasnya, sekalipun gratifikasi tersebut berhubungandenganjabatannyabaiksebagai Pegawai Negeri Sipilataupenyelenggara negara,gratifikasitersebuttidakmemenuhiunsurdapatdiancamdenganpidana.karen a unsur berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya adalah merupakanunsuryangintegralatausatukesatuanunsuryangtidakdapatdipisahkan. 34 Jadi katakunci pemberiansuapdalam pengertian gratifikasi adalahjikagratifikasi itu terjadi yang bertentangan atau berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya selaku pegawai negeri sipil ataupenyelenggaranegara.ancamanpidanasuapdalam sangat diperlukankarenatidak gratifikasi, sedikitpegawainegerisipilatau memang penyelenggara negara yang menerima janjiatau menawarkan janjiuntuk melakukansesuatu atautidak melakukan sesuatuyangberlawanan dengankewajibannyaatautugasyangseharus dilakukannyasebagai pegawainegeri sipil ataupenyelenggaranegara.akan tetapi justifikasi terhadapyangnamanyagratifikasimenurutpenulis haruslebihditafsirkandenganekstrahatihati,karenamenyangkutrasakeadilanyanghidupdimasyarakat,dengan katalaingratifikasi yangbisadikenakanancaman pidanasebagaimanatertulisdi dalamuuno.20tahun Agustus 2016.

21 tentangpemberantasantindakpidanakorupsiadalah gratifikasiyangberindikasi suap. Pasal12BUUNo.20Tahun2001yangkurangjelastentangbatasan hadiahyangboleh diterimapejabatnegaraatau nilai pegawainegeri (gratifikasi),dimanahalinimerupakansalahsatukelemahanyangadapada UUNo.20 Tahun 2001khususnyatentanggratifikasi,danmenurutpenulisjugaakan mengalamikesulitandalamimplementasinya.sementarainiwalaupunbatasminimu muntuk gratifikasibelumada,namunadausulanpemerintahmelaluimenfkominfopadatahun 2005 bahwa dibawah Rp ,- supaya tidak dimasukkan kedalam kelompok gratifikasi. Namunhalinibelumdiputuskandanmasihdalamwacanadiskusi. 35 MenurutPasal 12Bayat1yangberbunyi: Setiapgratifikasikepadapegawainegeri ataupenyelenggaranegaradianggappemberiansuap,apabila jabatannyadan tugasnya,.mencantumkan berhubungandengan yangberlawanandengankewajibanatau kata dianggap dalam rumusanpadaayat(1)mengandungmaknabahwarumusankorupsi suap menerima gratifikasi ayat (1) ini pada dasarnya bukan suap, tetapidianggap saja, dianggap suap. Gratifikasi memang bukan bentuk tindak pidana korupsi, melainkan pengertianharfiahialahpemberiandalamartiluas (penjelasanpasal12b). 35 Ibid.

22 BardaNawawiAriefmengatakanbahwadilihatdariformulasinya, gratifikas i bukan merupakanjenismaupunkualifikasi delik.yangdijadikandelikbukangratifikasinya, melainkanperbuatanmenerimagratifikasi. 36 Menurutpenulis,sebaiknyaistilahgratif ikasi dalamformulasi undang-undangpemberantasantindakpidanakorupsi sebaiknyadiperjelas kualifikasi deliknyadengansebutan tindakpidanakorupsisuappegawainegerimenerima gratifikasi, sehinggadalamimplementasihukumnyanantitidakmengalamikesulitan. Mengenaiketentuanpembuktianbahwagratifikasiatauhadiahyangditerima pegawai negeri adalahbukansuap.padapasal 12Bdisebutkanbahwajikagratifikasiyangditerima pegawai nilainyarp10jutaataulebih,makapembuktianbahwaitubukan negeri suap dilakukanolehsi penerimagratifikasi.tetapi,jikanilaigratifikasiyangditerimakurangdari Rp10juta,makapembuktianbahwaitubukansuapdilakukanolehpenuntutumum. Beban pembuktian terhadap penerima gratifikasi sebagaimanadirumuskan dalam Pasal 12Bayat1hurufaadalahbebanpembuktian terbalikyakniyangwajibmembuktikan bahwaseseorangtidakmelakukankorupsi dalambentukgratifikasiadalahsi penerima gratifikasisendiri.dansistempembuktianterbalikjugaterdapatdalampasal37uuno BardaNawawiArief,KapitaSelektaHukumPidana, PTCitraAdityaBhakti,2003),hlm.109 ( B a nd u n g,

23 Tahun2001berlakupadatindakpidanakorupsisuapmenerimagratifikasiyangnilainy arp. 10jutaataulebih.BunyiPasal37UUNo.20Tahun2001adalah: (1) Terdakwamempunyaihakuntukmembuktikanbahwaiatidakmelakukantindakp idana korupsi. (2) Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi,makapembuktiantersebutdipergunakanolehpengadilansebagaidasaru ntuk menyatakanbahwadakwaantidakterbukti 37 Sedangkanbeban pembuktian terhadappenerimagratifikasi sebagaimanadirumuskan dalampasal12bayat1hurufbyangintinyatindakpidanakorupsi suapmenerimagratifikasi yangnilainyakurangdarirp.10juta,beban pembuktiannyaadapadajaksapenuntutumum artinyadengandengansistembebanpembuktianbiasa,yaknibebanpembuktiannyabe rada padajaksa PenuntutUmum sesuaikuhap. 30 KelanjutandariPasal12ByangmasihsalingberkaitanyakniPasal12CUUNo. 31Tahun1999jo. UUNo.20Tahun2001: (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan TindakPidanaKorupsi. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh 37 AdamChazawi, II Op.Cit.,hlm.115

24 penerimagratifikasipalinglambat30(tigapuluh)harikerjaterhitungsejaktanggal gratifikasitersebutditerima. (3) KomisiPemberantasanTindakPidanaKorupsidalam waktupalinglambat30(tiga puluh)harikerjasejak tanggalmenerimalaporanwajibmenetapkangratifikasidapat menjadimilikpenerimaataumiliknegara. (4) Ketentuanmengenaitatacarapenyampaianlaporansebagaimanadimaksuddal amayat(2)danpenentuanstatusgratifikasisebagaimanadimaksuddalamayat(3) diaturdalamundangundangtentangkomisipemberantasantindakpidanakorupsi. 38 KetentuanPasal12CUUNo.31Tahun1999joUUNo.20Tahun 2001 adalahapabilaseorang pegawainegeriatau penyelenggara negara menerimasuatu pemberian,makaiamempunyai kewajibanuntukmelaporkankepadakpkpalinglambat30 (tigapuluh)hari terhitungsejaktanggal dilaporkannya gratifikasi diterima.sehinggadengan gratifikasiyangditerimapegawainegeri ataupenyelenggaranegaratersebutdapat menghapuskansifat pidananya menerimagratifikasi olehseorangpegawainegeriatau penyelenggaranegara Agustus 2016

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 2001/134, TLN 4150] Pasal 5 (1) Dipidana dengan pidana penjara

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI GRATIFIKASI BERDASARKAN UU NO. 31 TAHUN 1999 JO UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI GRATIFIKASI BERDASARKAN UU NO. 31 TAHUN 1999 JO UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI TINJAUAN YURIDIS MENGENAI GRATIFIKASI BERDASARKAN UU NO. 31 TAHUN 1999 JO UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh : Dodik Prihatin AN, SH, M.Hum ABSTRAKSI Pengaturan gratifikasi

Lebih terperinci

BAB II. A. Sejarah Pengaturan Tindak Pidana Gratifikasi di Indonesia. lautan. Menyinggung masalah korupsi berarti menyinggung pula masalah

BAB II. A. Sejarah Pengaturan Tindak Pidana Gratifikasi di Indonesia. lautan. Menyinggung masalah korupsi berarti menyinggung pula masalah BAB II LATAR BELAKANG PENGATURAN GRATIFIKASI SEBAGAI SALAH SATU TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UU NO. 31 TAHUN 1999 JO UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sejarah Pengaturan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV LARANGAN GRATIFIKASI DALAM RANGKA GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (

BAB IV LARANGAN GRATIFIKASI DALAM RANGKA GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA III ( tanggung jawab sosial dan moral perusahaan terhadap masyarakat ( Corporate Social Responsibility ). BAB IV LARANGAN GRATIFIKASI DALAM RANGKA GOOD CORPORATE GOVERNANCE DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA III ( PTPN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Korupsi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Korupsi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Korupsi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah perkembangan manusia dan termasuk jenis kejahatan yang tertua serta merupakan salah satu penyakit

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS TERHADAP GRATIFIKASI DAN SUAP SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN

ANALISIS YURIDIS TERHADAP GRATIFIKASI DAN SUAP SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN Gratifikasi, Suap, Tindak Pidana Korupsi 1 ANALISIS YURIDIS TERHADAP GRATIFIKASI DAN SUAP SEBAGAI TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 Jo. UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

BAB II PERKEMBANGAN GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA BAB II PERKEMBANGAN GRATIFIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA A. Perkembangan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Di Indonesia,

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI DATA

BAB II IDENTIFIKASI DATA BAB II IDENTIFIKASI DATA 2.1. Definisi Buku Saku Secara umun buku adalah kumpulan kertas tercetak dan terjilid berisi informasi yang dapat dijadikan salah satu sumber dalam proses belajar dan membelajarkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang telah

I. PENDAHULUAN. Korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang telah tumbuh seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Semakin hari perkembangan korupsi

Lebih terperinci

Kajian Gratifikasi Seks Dalam Perspektif Hukum Pidana Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Kajian Gratifikasi Seks Dalam Perspektif Hukum Pidana Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Kajian Gratifikasi Seks Dalam Perspektif Hukum Pidana Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Dalam konteks yang komprehensif, tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ANTIKORUPSI UNTUK KITA SEMUA Memahami Gratifikasi

PENDIDIKAN ANTIKORUPSI UNTUK KITA SEMUA Memahami Gratifikasi PENDIDIKAN ANTIKORUPSI UNTUK KITA SEMUA Memahami Gratifikasi Oleh: Suradi Widyaiswara Madya, Balai Diklat Kepemimpinan www.bppk.depkeu.go.id/bdpimmagelang Gratifikasi dan suap memiliki arti dan bentuk

Lebih terperinci

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Delik Korupsi Dalam Rumusan Undang-Undang 1 1 Bab 07 Never let corruptors unpunished DELIK KORUPSI DALAM RUMUSAN UNDANG-UNDANG Delik Korupsi Dalam Rumusan

Lebih terperinci

Masalah Gratifikasi. Roby Arya Brata ANGGOTA PENDIRI KELOMPOK KAJIAN KORUPSI DI NEGARA-NEGARA ASIA, ASIAN ASSOCIATION FOR PUBLIC ADMINISTRATION

Masalah Gratifikasi. Roby Arya Brata ANGGOTA PENDIRI KELOMPOK KAJIAN KORUPSI DI NEGARA-NEGARA ASIA, ASIAN ASSOCIATION FOR PUBLIC ADMINISTRATION Masalah Gratifikasi Roby Arya Brata ANGGOTA PENDIRI KELOMPOK KAJIAN KORUPSI DI NEGARA-NEGARA ASIA, ASIAN ASSOCIATION FOR PUBLIC ADMINISTRATION Dalam suatu diskusi yang diselenggarakan oleh Indonesia Corruption

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG GRATIFIKASI, SEBAGAI AWAL DARI KORUPSI. Oleh : Ennoch Sindang Widyaiswara Madya, Pusdiklat KNPK, Kementerian Keuangan

MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG GRATIFIKASI, SEBAGAI AWAL DARI KORUPSI. Oleh : Ennoch Sindang Widyaiswara Madya, Pusdiklat KNPK, Kementerian Keuangan 1 MENGENAL LEBIH JAUH TENTANG GRATIFIKASI, SEBAGAI AWAL DARI KORUPSI Oleh : Ennoch Sindang Widyaiswara Madya, Pusdiklat KNPK, Kementerian Keuangan ABSTRAKSI Pemberian hadiah adalah sesuatu yang terbiasa

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI

PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI i DAFTAR ISI Daftar Isi i BAGIAN A : PENDAHULUAN 1 I. LATAR BELAKANG 1 II. MAKSUD DAN TUJUAN 1 III. LANDASAN HUKUM 2 IV. PENGERTIAN UMUM 3 BAGIAN B : PENGELOLAAN PENGENDALIAN

Lebih terperinci

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada

POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada POTENSI KORUPSI DANA DESA DAN SANKSI HUKUMNYA pada PELATIHAN APARATUR PEMERINTAH DESA DALAM BIDANG MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA BAGI APARATUR PEMERINTAH DESA Oleh : IPTU I GEDE MURDANA, S.H. (KANIT TIPIDKOR

Lebih terperinci

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki

Lebih terperinci

Reda Manthovani, SH,.LLM. (Dosen atau Tenaga Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Pancasila)

Reda Manthovani, SH,.LLM. (Dosen atau Tenaga Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Pancasila) Reda Manthovani, SH,.LLM (Dosen atau Tenaga Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Pancasila) Reda Manthovani, SH,.LLM (Dosen atau Tenaga Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Pancasila) United Kingdom

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Dihimpun oleh : JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI

Lebih terperinci

PERLUKAH PASAL 12 B DIHAPUS? Agustinus Pohan

PERLUKAH PASAL 12 B DIHAPUS? Agustinus Pohan PERLUKAH PASAL 12 B DIHAPUS? Agustinus Pohan 1 Rekomendasi reviewer UNCAC Remove articles 12B and 12C from Law No. 31/1999 as amended by Law No. 20/2001, which, by defining an aggravated form of bribery

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI

PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI Desember 2012 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 Pernyataan Komitmen... 2 I. LANDASAN HUKUM... 3 II. TUJUAN DAN MANFAAT... 3 III. ISTILAH PENTING... 4 IV. PENGERTIAN GRATIFIKASI...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Korupsi Pengertian korupsi menurut masyarakat awam khususnya adalah suatu tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA A. Sejarah Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk menghadapi masalah korupsi telah dilakukan

Lebih terperinci

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan

Lebih terperinci

Lampiran 4 SK No /HK.01.01/02/ReINDO/12/2012 Tanggal 26 Desember 2012 PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI

Lampiran 4 SK No /HK.01.01/02/ReINDO/12/2012 Tanggal 26 Desember 2012 PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI Lampiran 4 SK No. 00228/HK.01.01/02/ReINDO/12/2012 Tanggal 26 Desember 2012 PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 Pernyataan Komitmen... 2 I. LANDASAN HUKUM... 3 II. PENGERTIAN UMUM...

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI

PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI PEDOMAN PENGENDALIAN GRATIFIKASI PT INDUSTRI KAPAL INDONESIA (Persero) PT INDUSTRI KAPAL INDONESIA (Persero) Kantor Pusat & Galangan Makassar Jl Galangan Kapal 31 Makassar 90211 Sulawesi Selatan, Indonesia

Lebih terperinci

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI Delik Korupsi Dalam Rumusan Undang-Undang 1 1 Bab 07 Never let corruptors unpunished DELIK KORUPSI DALAM RUMUSAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

Pedoman Pengendalian Gratifikasi. Good Governance is Commitment and Integrity

Pedoman Pengendalian Gratifikasi. Good Governance is Commitment and Integrity Pedoman Pengendalian Gratifikasi Good Governance is Commitment and Integrity BAHASAN Definisi Korupsi, Suap dan Gratifikasi Contoh Gratifikasi Hubungan Gratifikasi dengan Korupsi Pengendalian Gratifikasi

Lebih terperinci

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA.

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA. .. maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA. Nomor : B7/.Jr8/KPKNI/2006 Jakarta,..1./ Juni 2006 Sifat Lampiran -- : renting Perihal : Pertentangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PERMEN-KP/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/PERMEN-KP/2013 TENTANG PELAPORAN GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Gratifikasi. Suap, Pungli. Hukum positif Jenis-jenis korupsi (UU No. 31 Th 1999 jo. UU No. 20 Th 2001) 4/17/2013. Janji/ suap.

Gratifikasi. Suap, Pungli. Hukum positif Jenis-jenis korupsi (UU No. 31 Th 1999 jo. UU No. 20 Th 2001) 4/17/2013. Janji/ suap. Suap, Pungli Gratifikasi Tips menolak gratifikasi. & Disusun oleh : Erif Hilmi. Hukum positif Jenis-jenis korupsi (UU No. 31 Th 1999 jo. UU No. 20 Th 2001) Tindak koruptif yang paling sulit dihindari.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan dan mengakui legalitas pidana mati sebagai salah satu cara untuk menghukum pelaku tindak kejahatan.

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperbolehkan. Namun jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat

I. PENDAHULUAN. diperbolehkan. Namun jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian hadiah sebagai suatu perbuatan atau tindakan seseorang yang memberikan sesuatu (uang atau benda) kepada orang lain tentu saja hal tersebut diperbolehkan. Namun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang pengelolaannya diimplemantasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 32 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tindak pidana

Lebih terperinci

ETIK UMB. Pengembangan Wawasan (Mengenali Tindakan Korupsi) Modul ke: 09Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen

ETIK UMB. Pengembangan Wawasan (Mengenali Tindakan Korupsi) Modul ke: 09Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen Modul ke: 09Fakultas Gunawan EKONOMI ETIK UMB Pengembangan Wawasan (Mengenali Tindakan Korupsi) Wibisono SH MSi Program Studi Manajemen Mengenali Tindakan Korupsi Kompetensi Dasar 1. Mahasiswa mampu menjelaskan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

PENYUAPAN SEBAGAI BENTUK GRATIFIKASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

PENYUAPAN SEBAGAI BENTUK GRATIFIKASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENYUAPAN SEBAGAI BENTUK GRATIFIKASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh : I Gusti Agung Satria Wedantha Anak Agung Ari Atu Dewi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This paper is entitled

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 SEBAGAIMANA YANG DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 SEBAGAIMANA YANG DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 SEBAGAIMANA YANG DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Istilah korupsi berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor Lampiran1: Catatan Kritis Terhadap RKUHP (edisi 2 Februari 2018) 1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor Serupa dengan semangat penerapan pidana tambahan uang pengganti, pidana

Lebih terperinci

Implementasi Pasal Gratifikasi Pada Undang-Undang Tipikor. Lalola Easter Indonesia Corruption Watch 2014

Implementasi Pasal Gratifikasi Pada Undang-Undang Tipikor. Lalola Easter Indonesia Corruption Watch 2014 Implementasi Pasal Gratifikasi Pada Undang-Undang Tipikor Lalola Easter Indonesia Corruption Watch 2014 Latar Belakang Permasalahan Hasil review UNCAC yang dilakukan UK dan Uzbekistan atas penerapan UNCAC

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN UNSUR SIFAT MELAWAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PENYUAPAN. Fransiska Novita Eleanora * ABSTRACT

PEMBUKTIAN UNSUR SIFAT MELAWAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PENYUAPAN. Fransiska Novita Eleanora * ABSTRACT ISSN : NO. 0854-2031 PEMBUKTIAN UNSUR SIFAT MELAWAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PENYUAPAN Fransiska Novita Eleanora * ABSTRACT Bribery is part of corruption crime where bribing (bribe) be one of crime type

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA 1. Landasan Teori Pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan suatu hal yang bisa dikatakan mendesak saat ini. Dikatakan begitu

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini didasarkan

Lebih terperinci

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada

Lebih terperinci

PENGADILAN NEGERI GUNUNG SUGIH KELAS II SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI GUNUNG SUGIH KELAS H PEDOMAN PENANGANAN GRATO7KASIDILINGKUNGAN

PENGADILAN NEGERI GUNUNG SUGIH KELAS II SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI GUNUNG SUGIH KELAS H PEDOMAN PENANGANAN GRATO7KASIDILINGKUNGAN PENGADILAN NEGERIGUNUNG SUGIH KELAS H SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI GUNUNG SUGIH KELAS n NOMOR: W9-U7/160/KP.02.1/I/2017 i TENTANG PEDOMAN PENANGANAN GRATO7KASIDILINGKUNGAN PENGADILAN NEGERI

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. III/No. 2/April/2014. TOLOK UKUR PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA GRATIFIKASI 1 Oleh: David Daniel Paruntu 2

Lex Crimen Vol. III/No. 2/April/2014. TOLOK UKUR PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA GRATIFIKASI 1 Oleh: David Daniel Paruntu 2 TOLOK UKUR PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA GRATIFIKASI 1 Oleh: David Daniel Paruntu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tolok ukur gratifikasi yang dapat

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BAGI PEJABAT NEGARA PENERIMA GRATIFIKASI YANG MELAPORKAN DIRI KEPADA KPK BERDASARKAN HUKUM POSITIF DAN FIKIH JINAYAH

BAGI PEJABAT NEGARA PENERIMA GRATIFIKASI YANG MELAPORKAN DIRI KEPADA KPK BERDASARKAN HUKUM POSITIF DAN FIKIH JINAYAH BAB IV ANALISIS PENGHAPUSAN PIDANA BAGI PEJABAT NEGARA PENERIMA GRATIFIKASI YANG MELAPORKAN DIRI KEPADA KPK BERDASARKAN HUKUM POSITIF DAN FIKIH JINAYAH A. Persamaan Penghapusan Pidana bagi Pejabat Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

Bab XXV : Perbuatan Curang

Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan nasional yang amat sukar ditanggulangi. 1 Berdasarkan survey yang diliris

BAB I PENDAHULUAN. persoalan nasional yang amat sukar ditanggulangi. 1 Berdasarkan survey yang diliris BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masalah korupsi telah lama mewarnai berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Selama beberapa dasawarsa, fenomena itu telah menjadi suatu persoalan nasional

Lebih terperinci

Laporan Kasus Korupsi

Laporan Kasus Korupsi Laporan Kasus Korupsi DUGAAN TINDAK PIDANA MENGHALANG-HALANGI PROSES HUKUM PENYIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (Pasal 21 UU No 31 Tahun 1999 jo No 20 Tahun 2001) I. PENDAHULUAN Pada tanggal 28 April

Lebih terperinci

Oleh : Nik Mirah Mahardani Pembimbing: I Gede Artha Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Nik Mirah Mahardani Pembimbing: I Gede Artha Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana ANALISIS YURIDIS MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PADA GRATIFIKASI SEKS DITINJAU DARI UU No. 31 TAHUN 1999 Jo UU No 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh : Nik Mirah Mahardani

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindak sendiri atau pihak lain, (WJS. Poerwadarminta,

Lebih terperinci

BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN PELAPOR TINDAK PIDANA GRATIFIKASI 1 Oleh : Meiggie P. Barapa/

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN PELAPOR TINDAK PIDANA GRATIFIKASI 1 Oleh : Meiggie P. Barapa/ PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN PELAPOR TINDAK PIDANA GRATIFIKASI 1 Oleh : Meiggie P. Barapa/090711116 A B S T R A K Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA Oleh: Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI) Materi disampaikan dalam acara pelatihan hakim dalam perkara korupsi Senin,

Lebih terperinci

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab XII : Pemalsuan Surat Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut : Apa sanksi hukum penyalahguna narkoba? Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut : Pasal 111 UU RI No. 35 Tahun 2009 [bagi tersangka kedapatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH SISTEMATIKA TEKNIK PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DAN KERANGKA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN. MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Wewenang Praperadilan 1. Pengertian Praperadilan Kehadiran Lembaga Praperadilan dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia yang termuat dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1980 TENTANG TINDAK PIDANA SUAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1980 TENTANG TINDAK PIDANA SUAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1980 TENTANG TINDAK PIDANA SUAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perbuatan suap dalam pelbagai bentuk

Lebih terperinci

Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 mendefinisikan gratifikasi sebagai:

Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 mendefinisikan gratifikasi sebagai: GRATIFIKAS I Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 mendefinisikan gratifikasi sebagai: pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon),

Lebih terperinci