BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Sistem Pemungutan Penerimaan Pabean & PDRI. termasuk ke dalam golongan pajak eksklusif. Tidak semua wajib pajak pribadi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Sistem Pemungutan Penerimaan Pabean & PDRI. termasuk ke dalam golongan pajak eksklusif. Tidak semua wajib pajak pribadi"

Transkripsi

1 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Sistem Pemungutan Penerimaan Pabean & PDRI Bea masuk, cukai, dan PDRI merupakan elemen perpajakan yang termasuk ke dalam golongan pajak eksklusif. Tidak semua wajib pajak pribadi atau badan berkewajiban membayarkan bea masuk, cukai ataupun pajak dalam rangka impor, kecuali jika wajib pajak tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan impor barang. Bea masuk, Cukai, dan Pajak dalam rangka impor (PDRI) akan dipungut oleh instansi pemerintah yang secara khusus mengurusi kegiatan ekspor impor di Indonesia atau yang biasa disebut dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan instansi pemerintah yang bertugas untuk memungut Bea masuk dan cukai, serta membantu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam memungut dan menghitung PDRI. Tugas dan target utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah memungut bea masuk dan cukai atas barang-barang yang berasal dari luar daerah pabean (luar negeri). Besarnya tarif untuk setiap elemen dalam menghitung dan memungut bea masuk, cukai dan PDRI harus seusai dengan besarnya tarif yang telah ditentukan dalam perundang-undangan. Bea masuk merupakan sebuah elemen penting dalam proses penghitungan, karena besar/ kecilnya bea masuk, akan mempengaruhi besar kecilnya pajak impor yang dipungut, termasuk PPh 22 impor, PPN impor, maupun PPnBM impor. Semakin besar bea masuk yang dipungut, semakin besar PPh 22 impor, PPN & PPNBm impor yang diterima, begitu juga sebaliknya. 61

2 Terdapat dua jenis KPPBC di Indonesia, dan setiap jenis KPPBC memiliki sistem pemungutan yang sedikit berbeda. Namun secara keseluruhan, alur dari sistem pemungutan bea masuk, cukai, dan PDRI antar KPPBC adalah sama (Lampiran 6). Pada kesempatan ini, Penulis akan membahas beberapa perbandingan yang terjadi antara kedua KPPBC yang jika dilihat berdasarkan wilayah pemungutannya, berbeda. Perbandingan akan dilakukan antara KPPBC TMP A Bekasi yang terdapat di dalam kawasan berikat, dan KPPBC TMP Soekarno-Hatta yang berlokasi di wilayah bebas berikat atau wilayah umum. Penerapan sistem pemungutan bea masuk dan cukai tiap KPPBC akan berpengaruh terhadap efektifitas dan efisiensi kinerja pegawai serta penerimaan pabean untuk mendapatkan hasil yang optimal KPPBC TMP A Bekasi Seperti yang sudah Peneliti jelaskan pada bab sebelumnya, KPPBC TMP A Bekasi adalah kantor bea cukai yang berlokasi di dalam kawasan berikat, yang memiliki sistem pemungutan berbeda dengan kantor bea cukai lain seperti KPPBC TMP Soekarno-Hatta. Pada hakikatnya, setiap importir yang memiliki usaha dan izin wilayah berikat, berkewajiban membayarkan bea masuk (penjualan lokal), cukai (jika ada), dan PDRI-nya kepada petugas bea cukai tidak pada saat barang impor tersebut datang ke wilayah pabean, namun pada saat terjadinya penjualan setelah barang tersebut diproduksi menjadi sebuah barang jadi. Untuk pengimpor yang mendapatkan izin usaha di dalam kawasan berikat, mereka mendapatkan fasilitas untuk dibebaskan dari pembayaran bea masuk. Bea masuk yang seharusnya dibayarkan oleh importir akan ditangguhkan oleh negara, sehingga yang mereka bayarkan adalah nominal pajak dalam rangka impor dan cukai jika termasuk BKC. Sebagian besar barang impor yang masuk ke dalam 62

3 kawasan berikat adalah barang yang bersifat bahan baku atau bahan setengah jadi, yang kemudian diolah menjadi sebuah barang jadi yang kemudian siap untuk diekspor kembali. Barang impor yang masuk melalui pelabuhan udara, laut atau darat, langsung dikirimkan atau diteruskan ke pabrik dimana importir tersebut menjalankan usahanya (kawasan berikat). Sebelum barang tersebut diteruskan ke dalam pabrik, importir harus memenuhi beberapa dokumen yang menjadi pelengkap kelayakan barang tersebut, seperti PIB BC 2.3 (Lampiran 1), L/C, AWB, API, NIK. Dokumen PIB yang diserahkan oleh pengusaha yang memiliki izin usaha di kawasan berikat ini, berupa PIB BC 2.3 yang berarti dokumen tersebut hanya dipergunakan oleh importir yang memiliki izin usaha di dalam kawasan berikat. Setelah dokumen-dokumen penunjang sudah lengkap, barang impor tersebut dapat dibawa dari TPS (Tempat Penimbunan Sementara) ke pabrik importir. Namun dikarenakan banyakanya permasalahan seputar kegiatan impor yang bersifat ilegal, maka dari itu setiap barang yang masuk ke dalam parbik, akan diperiksa kembali oleh hanggar yang bertugas, kemudian importir harus menyerahkan dokumen-dokumen penunjang impor yang dimilikinya, sampai barang tersebut diizinkan masuk ke dalam pabrik mereka. Sebelum proses pemotongan pajak impor terjadi, terdapat beberapa prosedur yang harus dilaksanakan oleh importir sampai barang tersebut dapat diekspor kembali. Pertama. importir harus meminta izin kepada bea cukai yang berwenang di wilayah kerjanya untuk melakukan impor atas bahan-bahan baku atau setengah jadi. Setelah izin yang diajukan sudah diterima, importir harus 63

4 melengkapi dokumen-dokumen pelengkap untuk memenuhi izin yang sudah diberikan, sehingga importir dapat melakukan impor sesuai dengan izin yang diminta. Setelah barang yang diimpor tersebut datang ke pabrik, petugas bea cukai akan melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen, serta kebenaran barang tersebut secara menyeluruh. Jika barang yang datang tersebut sudah benar dan sesuai dengan izin atau dokumen yang diserahkan, barang tersebut diperbolehkan untuk masuk ke dalam pabrik/ gudang penyimpanan untuk diolah menjadi barang jadi. Ketika importir mengeluarkan barang yang sudah jadi/ masih dalam proses pengerjaan dari pabrik, importir harus menyerahkan beberapa dokumen khusus, menyesuaikan dari tindakan apa yang dilakukan perusahaan, seperti: 1. Dokumen BC 3.0 Dokumen ini diperuntukan untuk mereka yang memiliki izin usaha wilayah/ kawasan berikat yang akan melakukan penjualan barang secara ekspor ke luar negeri. Selain itu, dokumen ini juga dapat digunakan untuk melakukan re-ekspor atas bahan baku yang rusak atau tidak sesuai ke negara pengekspor bahan baku tersebut. Dokumen BC 3.0 harus dicantumkan ketika melakukan kedua kegiatan tersebut. 2. Dokumen BC 2.7 Dokumen ini digunakan untuk importir saat akan melakukan pengeluaran barang dari pabriknya perihal: Subkontrak, peminjaman, maupun pengembalian ke kawasan berikat/ gudang berikat lainnya. 64

5 3. Dokumen BC (Dengan jaminan) (Lampiran 2) Dokumen ini digunakan oleh importir ketika akan melakukan kegiatan seperti Subkontrak, peminjaman, dan reparasi. Biasanya, dokumen BC digunakan pada saat perusahaan memiliki keterbatasan dalam perakitan atau perbaikan sebuah barang. Dengan begitu, perusahaan akan memberikan barang tersebut untuk dirakit/ reparasi kepada perusahaan cabang di dalam negeri. Importir yang menggunakan dokumen ini, harus membayarkan uang jaminan sesuai dengan besarnya nominal yang ditentukan bea dan cukai. Jaminan tersebut dapat diambil kembali ketika barang tersebut sudah kembali ke pabrik asal. 4. Dokumen BC 4.1 Dokumen ini digunakan ketika importir akan melakukan kegiatan seperti ex-subkontrak dan ex-reparasi. Kegiatan yang dilakukan tidak berbeda dengan kegiatan menggunakan dokumen BC 2.6.1, namun perbedaannya adalah barang tersebut dikirimkan ke perusahaan cabang yang berada di luar negeri. 5. Dokumen BC 2.5 (Lampiran 5) Dokumen ini digunakan ketika perusahaan mengeluarkan barang jadi untuk diperjualkan di dalam negeri. Biasanya dokumen ini digunakan bersamaan dengan dokumen BC 3.0. Jadi, perusahaan akan melakukan penjualan sebesar 75% untuk ekspor menggunakan BC 3.0, dan 25% untuk penjualan dalam negeri menggunakan BC

6 Dikarenakan banyaknya importir yang berlokasi di dalam kawasan berikat tidak sebanding dengan banyaknya petugas hanggar yang bertugas, maka KPPBC TMP A Bekasi berinisiatif membuat wilayah kerja untuk setiap hanggar. Terhadap satu hanggar yang terdiri dari Kasubsi Hanggar, Pemeriksa, dan Administrasi ditugaskan untuk menjaga dan menangani satu blok wilayah kerja, yang berarti satu Hanggar dapat menangani sekitar Sembilan perusahaan pengimpor. Pemeriksaan barang dilakukan secara menyeluruh dalam satu kontainer. Jika barang yang diperiksa oleh hanggar sudah sesuai dengan surat bukti dan izin barang impor, maka barang tersebut dapat diteruskan ke dalam pabrik untuk diolah. Tidak ada suatu keharusan atau deadline untuk importir menjualkan barang yang sudah diolah tersebut. Jika importir tidak melakukan penjualan dari barang impor yang telah diolah menjadi barang jadi, maka petugas bea cukai tidak mempunyai wewenang atau hak untuk menagih atau memungut pajak impornya. Petugas bea cukai berkewajiban menagih atau memungut pajak impor jika terjadi kegiatan penjualan yang dilakukan importir, dan penghitungan pajak pun harus sesuai dengan barang yang dijual, bukan berdasarkan bahan baku yang masuk pada waktu itu. Di dalam kawasan berikat, bahan baku impor yang sudah diolah menjadi barang jadi harus dijual kembali untuk diekspor. Sebagian besar, pabrik yang berada di dalam kawasan berikat merupakan perusahaan vendor yang bertugas mengolah bahan baku atau bahan setengah jadi menjadi barang jadi yang kemudian hasilnya dijual kembali dengan cara di ekspor. Persentase penjualan barang jadi dari wilayah berikat untuk ekspor adalah 75% dan 25% untuk penjualan lokal atau 100% penjualan untuk diekspor. Jika penjualan 66

7 lokal yang dilakukan melebihi batas yang ditentukan tersebut, importir harus dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, seperti sanksi administrasi, pembekuan izin berikat, sampai pemblokiran, tergantung besar kecil kesalahan yang dilakukan. Indonesia adalah negara yang sistem perpajakannya menggunakan self assessment system, begitu juga dalam kegiatan impor di Indonesia. Importir menghitung sendiri jumlah pungutan yang harus dibayarkan atas barang yang dijual kembali (ekspor + lokal). Dengan menggunakan dokumen PIB BC 3.0 dan PIB BC 2.5 (Lampiran 5) (jika ada penjualan dalam negeri), importir berkewajiban melaporkannya pada petugas bea cukai. Setelah barang yang diperiksa secara fisik sudah sesuai dengan dokumen yang dilampirkan, barang tersebut sudah dapat diekspor kembali. Sebelum barang yang akan diekspor tersebut dikeluarkan dari dalam pabrik, perusahaan harus menyerahkan dokumen PIB BC 3.0 serta PIB BC 2.5 (jika ada penjualan dalam negeri). Seperti dokumen PIB lainnya, dokumen ini berisikan penghitungan atas jumlah barang yang akan dipungut pajak impor dan bea masuknya (penjualan lokal). Setelah dokumen-dokumen selesai diserahkan kepada petugas hanggar, barang akan diperiksa secara menyeluruh sampai petugas mengizinkannya untuk dijual KPPBC TMP Soekarno-Hatta Berbeda dari KPPBC TMP A Bekasi, KPPBC TMP Soekarno-Hatta merupakan salah satu bea cukai yang berdiri dan berlokasi di dalam wilayah umum. Tentunya sistem pemungutan yang dilakukan bea cukai Soekarno-Hatta berbeda dengan bea cukai Bekasi. Secara teknis, bea cukai Soekarno-Hatta 67

8 merupakan salah satu bea cukai yang memiliki sistem pemungutan yang cukup mudah jika dibandingkan dengan bea cukai di wilayah berikat, namun jenis barang yang masuk ke wilayah pabean melalui bea cukai Soekarno-Hatta lebih beragam jika dibandingkan dengan wilayah berikat yang sebagian besar merupakan barang industri. Selain itu, bea cukai Soekarno-Hatta merupakan fasilitator bagi bea cukai wilayah berikat yang barangnya masuk melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Seperti yang sudah penulis jelaskan sebelumnya, bahwa di dalam KPPBC Soekarno-Hatta terdapat berbagai macam jenis barang yang masuk ke wilayah pabean. Cara yang digunakan importir untuk memasukan barangnya pun berbeda-beda. Terdapat empat kategori cara/ jalur yang biasa digunakan importir: 1. Bagasi Penumpang Penumpang dapat membawa barang yang dibelinya dari luar negeri dengan sendiri melalui bagasi penumpang. Tidak ada persyaratan khusus importir yang harus dipenuhi penumpang. Penumpang tidak harus memiliki API (Angka Pengenal Impor) atau NIK (Nomor Induk Kepabeanan), selain itu penumpang tidak diperbolehkan untuk membawa barang terlarang ke dalam negeri. Pada umumnya, barang impor yang dibawa oleh penumpang dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bawaan tangan Hand Carry dan melalui kurir atau kargo. Barang penumpang yang dikirim melalui kurir atau kargo akan sampai ke dalam daerah pabean (Indonesia) maksimal 15 hari setelah atau 30 hari sebelum kedatangan penumpang. Barang yang dibawa penumpang tersebut akan 68

9 diberikan pembebasan bea masuk, jika harga barang tersebut tidak melebihi $250,- untuk 1 orang atau tidak melebihi $1000,- untuk 1 keluarga yang terdiri dari 4 orang atau lebih. Jika melebihi, penumpang akan dikenakan bea masuk dan pajak impor terkait (PPN & PPh) yang dinilai oleh petugas. Selain itu, bea cukai juga menetapkan kebijakan pembebasan cukai untuk barang kena cukai yang dibawa dari luar daerah pabean seperti tembakau (rokok, cerutu,dsb) atau minuman beralkohol. Untuk tembakau, penumpang hanya boleh membawa maksimal 200 batang rokok atau 25 batang cerutu dan maksimal 1 liter minuman beralkohol. Jika penumpang membawa barang kena cukai yang melebihi kebijakan diatas, penumpang akan dikenakan pungutan cukai sesuai tarif dan penilaian petugas. Barang-barang yang dibawa dari luar dartah pabean tersebut akan dibebaskan oleh petugas jika penumpang mendapat pernyataan persetujuan petugas Hand Carry atau jika penumpang telah melengkapi dokumen PIB-K, Fotocopy Paspor, dan Boarding pass (Bagasi tanpa pendamping). 2. Layanan Surat Barang kiriman juga dapat dikirim melalui jasa layanan surat. Untuk menggunakan jasa layanan surat, importir tidak harus memiliki API atau NIK sebagai syarat utama. Selain itu, importir juga diberi persyaratan bahwa tidak boleh melakukan pengiriman/ pemesanan barang yang dilarang oleh negara. Jika peraturan 69

10 tersebut dilanggar, importir akan mendapatkan sanksi sesuai ketetapan yang berlaku Bea cukai memberi kebijakan atas pembebasan cukai untuk setiap pengiriman, yaitu sebesar maksimal $50,- untuk FOB setiap pengiriman. Selain itu, bea cukai juga memberikan tunjangan barang atas barang kena cukai setiap pengiriman, seperti maksimal 40 batang rokok atau 10 batang cerutu dan maksimal 350 ml minuman beralkohol. Pengiriman melalui jalur layanan surat ini, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pengiriman melalui EMS atau pengiriman dengan paket regular atau paket biasa. Untuk pengiriman melalui jasa EMS, paket atau barang kiriman akan diperiksa dan diselesaikan oleh pejabat bea cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta, sedangkan kiriman yang dilakukan dengan menggunakan paket regular akan diperiksa dan diselesaikan oleh pejabat bea cukai Kantor Pos Pasar Baru. 3. Jasa Kurir (PJT = Perusahaan Jasa Titipan) Tidak ada persyaratan khusus untuk melakukan impor melalui jalur atau penggunaan PJT ini. importir memiliki persyaratan untuk tidak mengirimkan barang yang dilarang oleh negara, jika importir diketahui memesan dan menerima barang kiriman yang terlarang, importir akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketetapan peraturan yang berlaku. Selain itu, importir tidak berkewajiban memiliki API dan NIK jika ingin menggunakan PJT untuk mengimpor barang. 70

11 Dalam melakukan kegiatan impor menggunakan PJT, importir tidak boleh melebihi batas berat yang telah ditentukan untuk setiap pengiriman, yaitu maksimal 100 kg. barang yang dikirim melalui PJT yang beratnya dibawah 100 kg, dianggap sebagai barang kiriman. Namun, jika barang yang dikirim melebihi batas yang ditentukan, barang sudah dianggap sebagai barang impor. Dengan begitu, importir yang belum memiliki API & NIK harus mengurus kepemilikan API & NIK, dan kemudian menyelesaikan dokumendokumen yang digunakan untuk melakukan impor barang. Ada dua pilihan ketika importir mengimpor barang melalui PJT dengan melebihi kapasitas untuk satu kali pengiriman. Importir tersebut diminta untuk menyelesaikan dokumen impor hingga tuntas ditambah dengan membayarkan sanksi/ denda sesuai perhitungan pejabat bea cukai, atau melakukan ekspor kembali atas barang yang salah kirim kepada pengekspor asal, dan biaya pengiriman ditanggung oleh importir di Indonesia. Berikut adalah sebagian daftar nama PJT yang digunakan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, seperti: UPS (Halim Perdanakusuma), FedEx, EMS, TNT, DHL, dan sebagainya. Seperti penggunaan jasa layanan surat, kegiatan impor menggunakan PJT juga memiliki ketetapan pembebasan cukai untuk setiap pengiriman jika maksimal FOB adalah sebesar $50,-. Selain itu, importir akan dibebaskan dari pembayaran cukai untuk maksimal 40 batang rokok atau 10 batang cerutu, 40 gr hasil tembakau lainnya, serta maksimal 350 ml minuman beralkohol. 71

12 Tidak ada kelengkapan khusus untuk mengeluarkan barang dari bea cukai, importir hanya perlu mengurusi dokumen PIB-K (Pemberitahuan Impor Barang Khusus) setiap pengiriman. 4. Impor Umum Untuk melakukan kegiatan impor secara umum, importir harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan bea cukai. Importir harus memiliki API & NIK untuk melakukan kegiatan impor melalui jalur impor umum ini. selain harus memiliki API & NIK, importir juga berkewajiban memiliki NPPBKC (Nomor Pengenal Pengusaha Barang Kena Cukai). Di dalam kegiatan impor yang menggunakan jalur umum ini, tidak ada batas minimum pembebasan bea masuk dan cukai, kecuali jika telah memperoleh keputusan pembebasan bea masuk berdasarkan peraturan menteri keuangan. Importir harus menyerahkan dokumen PIB BC 2.0 (Lampiran 4) yang dikirimkan melalui sistem elektronik menggunakan modul yang diberikan bea cukai kepada importir atau menggunakan jasa PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) yang biasa disebut warung PPJK. Untuk importir yang melakukan kegiatan impor namun tidak memiliki NIK, importir berkewajiban melaporkan dan mengajukan surat permohonan impor secara tertulis kepada kepala kantor dan hanya diperbolehkan sekali saja. Warung PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa 72

13 importir atau eksportir. Berikut daftar nama PPJK besar yang cukup sering beraktivitas di dalam kepabeanan: - Solusindo - Cargo Lintas - DHL Birotika - DHL Danzas - TNT - Nippon Express - FedEx - NSA Cargo - Restu - Agility Logistic - Raka Sukma Dalam melakukan pemungutan PDRI dan bea masuk, KPPBC TMP Soekarno-Hatta telah menjalankan sistem pemungutan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh dirjen bea dan cukai. Dalam menjalankan tugasnya, bea dan cukai berkomitmen penuh untuk tidak menerima sogokan atau tip dari pengguna jasa, sehingga dibuatlah peraturan mengenai sanksi bagi orang yang memberi dan petugas yang menerima tip. terhadap peraturan tersebut, petugas bea cukai Soekarno-Hatta menyambutnya dengan tangan terbuka dan berjanji untuk melaksanakan tugas dengan jujur dan bersih. 4.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pabean Tahun 2011 & KPPBC TMP A Bekasi Target penerimaan bea masuk dan cukai pada KPPBC TMP A Bekasi selalu mengalami perubahan setiap tahunnya. Dengan banyaknya perusahaan vendor yang berlokasi dan memiliki izin usaha di wilayah berikat, menjadikan hal tersebut sebagai sebuah peluang besar bagi bea cukai dalam memaksimalkan penerimaan sesuai dengan target yang telah ditentukan. Naik turunnya angka realisasi penerimaan bea masuk dan cukai pada KPPBC TMP 73

14 A Bekasi sangat bergantung terhadap kebijakan dan ketegasan para petugas bea cukai. Pada KPPBC yang berlokasi di kawasan berikat ini, bea masuk bukan menjadi target utama, karena importir yang memiliki izin usaha berikat akan mendapat fasilitas pembebasan bea masuk. Berikut ini adalah jumlah target dan realisasi penerimaan pabean KPPBC TMP A Bekasi pada tahun 2011 dan Tabel 4.1 Target dan Realisasi Penerimaan Bea Masuk & Cukai pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Bekasi Tahun Bea Masuk Penerimaan Pabean Cukai Target Realisasi Target Realisasi Total Realisasi Penerimaan ,790, ,100,000 3,672,120,000 4,318,630,000 4,604,740, ,460, ,640,000 6,209,750,000 5,482,490,000 5,727,960,000 Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa total realisasi penerimaan pabean KPPBC TMP A Bekasi pada tahun 2011 melampaui target yang telah ditentukan. Namun, jika diperhatikan dengan teliti bahwa penerimaan bea masuk pada tahun 2011 hanya terealisasi sebesar Rp dari target penerimaan sebesar Rp , atau hanya sebesar 88,36%. Hal tersebut dapat terjadi karena besarnya bea masuk setiap tahun tidak dapat diprediksi secara benar. Kebenarannya adalah, pencabutan, pembekuan, atau pengaktifan kembali izin berikat importir selalu berubah setiap tahun, dan hal tersebut yang menjadikan realisasi bea masuk tahun 2011 tidak mencapai target. Sedangkan untuk tahun 2012, realisasi penerimaan bea masuk dan cukai melampaui target yang telah ditentukan, dimana total realisasi penerimaan bea masuk dan cukainya adalah sebesar Rp atau sebesar 113,39% dari targetnya. Hal tersebut dapat terjadi, karena KPPBC TMP A Bekasi telah 74

15 merubah ukuran target penerimaan berdasarkan jumlah perusahaan impor yang memiliki izin wilayah berikat di wilayah tersebut. Berikut merupakan grafik pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2011 dan 2012 KPPBC TMP A Bekasi: Grafik 4.1 Grafik Pertumbuhan Bea Masuk & Cukai tahun pada KPPBC TMP A Bekasi KPPBC TMP Soekarno-Hatta Seperti KPPBC Bekasi, KPPBC TMP Soekarno-Hatta pun memiliki target yang selalu berubah secara fluktuatif setiap tahunnya. Berkurangnya angka importir, peraturan yang kian diperketat, merupakan salah satu faktor penyebab perubahan angka impor setiap tahunnya. Namun, ketatnya peraturan kegiatan impor yang ditetapkan oleh pemerintah, tidak merubah atau mengurangi niat importir untuk terus melakukan impor yang cukup terbilang besar. Pada tahun 2011 tercatat bahwa penerimaan pabean dalam realisasinya adalah sebesar Rp atau lebih besar 26.12% dari target yang telah ditentukan KPPBC untuk tahun tersebut, yaitu sebesar Rp. 75

16 realisasi penerimaan pabean yang besar tersebut menjadi acuan bagi KPPBC untuk melakukan penambahan angka target pada tahun berikutnya, karena minat importir terus bertambah seiring berjalannya waktu, meski kegiatan impor lebih dipersulit. Pada tahun 2012 tercatat angka target penerimaan pabean pada KPPBC TMP Soekarno-Hatta sebesar Rp angka tersebut tentunya sudah berdasarkan perhitungan dan pertimbangan dari angka impor tahun sebelumnya (2011). Namun dengan diperketatnya kegiatan impor di Indonesia tidak membuat niat para importir terurung sedikitpun, karena pada kenyataannya angka bea masuk yang sebenarnya pada tahun 2012 tercatat sebesar Rp atau sekitar 15% lebih dari total target pada tahun itu. Pemerintah berkeinginan untuk mengurangi kegiatan impor di Indonesia, karena kegiatan impor akan mengurangi cadangan devisa negara. Maka dari itu, menteri keuangan bersama DJBC melakukan perubahan peraturan yang lebih mempersulit importir, namun hal tersebut tidak cukup ampuh dalam mengurangi kegiatan impor di Indonesia. Sebagai contoh nyata bahwa minat importir untuk tetap melakukan kegiatan impor yang lebih besar dari tahun sebelumnya, berikut penjabaran angka penerimaan pabean yang termasuk bea masuk dan pabean lain selama tahun 2012: Tabel 4.2 Target & Realisasi Penerimaan Bea Masuk & Cukai pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai TMP Soekarno-Hatta Bulan Penerimaan Pabean Bea Masuk Pabean Lain Jml. Target Persentase Januari 139,677,499, ,692, ,601,192, ,922,750, % Februari 164,402,954, ,491, ,341,446, ,922,750, % 76

17 Maret 184,304,030,693 1,843,238, ,147,269, ,922,750, % April 177,443,834, ,397, ,342,231, ,922,750, % Mei 178,869,175,625 2,431,885, ,301,061, ,922,750, % Juni 188,112,909,462 1,853,288, ,966,198, ,922,750, % Juli 197,334,882,021 2,347,867, ,682,749, ,922,750, % Agustus 173,333,762,898 1,987,577, ,321,340, ,922,750, % September 194,274,263,144 1,666,817, ,941,080, ,922,750, % Oktober 213,947,211,490 1,487,123, ,434,334, ,922,750, % November 202,532,654,901 3,209,292, ,741,947, ,922,750, % Desember 204,105,768,594 2,675,656, ,781,425, ,922,750, % Jumlah 2,218,338,947,498 22,263,329,730 2,240,602,277,228 1,943,073,000, % Dapat terlihat dengan jelas bahwa dengan adanya peraturan yang lebih diperketat oleh petugas yang menyulitkan kegiatan impor, tidak menjadikan para importir enggan untuk melakukan kegiatan impor, bahkan kegiatan impor tersebut bertambah tinggi setiap bulannya. Hal ini tentunya menjadi keperihatinan yang besar bagi bangsa Indonesia, mengapa? karena tingginya angka impor di Indonesia akan mengurangi cadangan devisa negara dalam membiayai kegiatan ekspor, dan mengurangi minat pembeli dalam memilih produk dalam negeri. Selain itu, ditambah juga dengan kebijakan pemerintah yang secara bertahap akan menetapkan bea masuk sebesar 0%, sehingga barang impor dari negara yang telah bekerja sama dapat dengan mudah untuk melakukan ekspor dari negaranya tersebut ke Negara Indonesia (Impor). Berikut tabel pertumbuhan penerimaan pabean pada tahun 2011 dan 2012 : Tabel 4.3 Tabel Penerimaan Bea Masuk KPPBC TMP Soekarno-Hatta Tahun Penerimaan Pabean Target Penerimaan Realisasi Persentase ,480,248,890 1,866,886, % ,943,073,000 2,240,060, % 77

18 Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa kenaikan penerimaan dan target setiap tahun selalu bertambah cukup banyak. Meski dengan peraturan atau kebijakan impor yang menyulitkan importir itu sendiri, hal tersebut bukan sebagai halangan atau hambatan terhadap bertambahnya angka penerimaan tiap tahun tersebut. Berikut grafik pertumbuhan realisasi penerimaan pabean KPPBC TMP Soekarno-Hatta: Grafik 4.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pabean KPPBC TMP Soekarno-Hatta 4.3 Kendala Kepabeanan dan Upaya Mengatasinya Sebuah perusahaan, baik itu kecil maupun besar, swasta atau pemerintah, pastinya memiliki kendala yang selalu menghambat kinerja serta produktivitas para pegawai. Hal tersebut tentunya menjadi keprihatinan yang sangat dihindari oleh semua organisasi atau perusahaan. Maka dari itu, berbagai cara di gunakan untuk meminimalisir permasalahan tersebut, termasuk kantor pengawasan dan pelayanan bea dan cukai di Indonesia. 78

19 KPPBC yang dibawahi oleh DJBC dan menteri keuangan juga merupakan sebuah instansi pemerintah yang tidak luput dari kendala-kendala seperti diatas. Dikarenakan bea dan cukai sebuah instansi pemerintah, kerugian yang mereka alami akibat adanya kendala-kendala tersebut tentunya akan berdampak buruk terhadap penerimaan Negara. Pada kesempatan ini, kendala yang dimaksud peneliti adalah kendala yang dihadapi dalam kegiatan impor. Kurangnya SDM adalah salah satu faktor utama terhadap berkurangnya efektifitas dan efisiensi kerja pegawai, serta berkurangnya produktivitas para pegawai bea cukai. Pada kesempatan ini, penulis akan membahas secara keseluruhan kendala apa saja yang dihadapi bea cukai Bekasi dan Soekarno-Hatta. Kendalakendala tersebut akan dipaparkan secara jelas, dan solusi atau upaya apa saja yang sudah dijalankan oleh bea cukai sendiri dalam mengoptimalisasikan penerimaan pabean secara efektif dan efisien. Selain itu, penulis juga akan memaparkan tabel pertumbuhan pelaksanaan upaya yang dilaksanakan dalam mengatasi kendala-kendala tersebut pada tahun 2011 dan KPPBC TMP A Bekasi Kendala Kepabeanan Secara umum, kendala yang dihadapi oleh bea cukai di Indonesia hampir sama. Kendala seperti penyelundupan barang, kurangnya informasi seputar kegiatan ekspor impor, kurangnya SDM dalam bertugas, serta besarnya wilayah yang ditangani merupakan kendala utama yang dihadapi bea cukai di Indonesia. KPPBC TMP A Bekasi merupakan bea cukai yang berlokasi di kawasan berikat, yang sistem pemungutannya berbeda dengan KPPBC pada 79

20 umumnya, sehingga upaya atau penanganan yang dilakukan petugas pun berbeda, baik itu perbedaan berdasarkan waktu, tempat, maupun cara. Kendala-kendala seperti penyelundupan barang, sering sekali ditemukan oleh KPPBC TMP A Bekasi. Sejak tahun 2011, kasus penyelundupan barang yang berujung pada sanksi pidana, sanksi administrasi, pembekuan, serta pemblokiran terhitung lebih dari 20 kasus. Bila pengawasan diperketat, memungkinkan angka tersebut tidak akan bertambah hingga ratusan, namun kendala untuk menangani hal tersebut adalah kurangnya SDM (Sumber Daya Manusia) yang bertugas di KPPBC TMP A Bekasi ini. Kekurangan SDM merupakan sebuah kendala yang cukup berarti bagi petugas dalam melakukan pengawasan di kawasan berikat. Luas wilayah dan banyaknya perusahaan importir menjadikan petugas tidak dapat mengawasi secara ketat. Pada kenyataannya, kendala yang dihadapi oleh KPPBC Bekasi bisa dikatakan cukup berbeda jika dibandingkan dengan KPPBC Soekarno Hatta. Sebagian besar perusahaan pengimpor barang baku di wilayah berikat adalah perusahaan vendor yang bertugas merakit beberapa bahan baku menjadi barang jadi, yang kemudian hasilnya akan di ekspor kembali sebesar 75% dari total barang yang akan dijual, dan 25% untuk penjualan lokal. Pembatasan penjualan seperti itu menjadi beban bagi para importir, karena sebagian besar pelanggan mereka adalah orang Indonesia sendiri. Maka munculah kata penyelundupan didalam wilayah berikat. Kurangnya pengawasan, menjadikan importir semakin mudah dalam melakukan penyelundupan penjualan. Penyelundupan barang di dalam kawasan berikat, beragam. Banyak cara dalam melakukan kegiatan tersebut, diantaranya adalah: 80

21 - Importir melakukan penjualan lokal lebih dari batas yang ditentukan, dengan dokumen yang berbeda dari kenyataannya. - Importir mengeluarkan barang secara diam-diam tanpa sepengetahuan petugas pada malam hari, ketika petugas hanggar sudah tidak bertugas. - Pemindahan barang impor yang baru dikirim dari pelabuhan pada saat perjalanan menuju ke pabrik dengan menggunakan kendaraan lain, yang kemudian barang tersebut dikirim ke pabrik lain (perusahaan cabang). Kenyataannya adalah, barang impor yang masuk ke pabrik yang terletak di kawasan berikat memang di periksa terlebih dahulu kebenarannya, namun tidak ada jangka waktu yang pasti untuk melakukan penjualan barang impor tersebut setelah diolah menjadi barang jadi. Hal seperti itu sebenarnya sangat menguntungkan importir, ketika penyelundupan terjadi, petugas tidak akan melakukan pengecekan barang lain yang menurutnya belum dikeluarkan dari pabrik. Petugas hanggar hanya akan melakukan pemeriksaan dokumen dan barang jadi yang akan dikeluarkan untuk penjualan ekspor dan lokal. Sementara barang yang diselundupkan pada malam hari tersebut akan tetap berstatus Work in Process Upaya Mengatasi Kendala Dalam menangani masalah atau kendala yang sering muncul, KPPBC TMP A Bekasi memiliki beberapa cara atau upaya yang mungkin dapat membantu meminimalisir masalah yang ada, walaupun tidak semua masalah dapat teratasi. Kekurangan SDM merupakan salah satu faktor utama dalam kurang maksimalnya pengawasan. Maka dari itu, KPPBC membagi beberapa Hanggar yang terdiri dari Kasubsi Hanggar, Administrasi dan pemeriksa ke 81

22 dalam 1 wilayah kerja. Hal tersebut dapat memperkecil permasalahan, karena 1 hanggar akan terfokus terhadap beberapa perusahaan yang menjadi bahan pengawasan. Meski begitu, masih saja ada kekurangan atau celah, sehingga beberapa importir pun masih tetap berbuat nakal. Upaya lain yang dilakukan bea cukai Bekasi dalam mengurangi kendala yang ada adalah dengan memberikan informasi seluas-luasnya dan akses yang mudah dalam menjalankan kegiatan impor itu sendiri, sehingga tidak ada kesalahan atau kecurangan dengan berbagai alasan yang terjadi lagi. KPPBC meberlakukan sistem yang dinamakan Customs Visit. Customs Visit itu sendiri adalah kegiatan penyuluhan dan pengakraban antara petugas dan pengguna jasa dengan melakukan kunjungan ke perusahaan-perusahaan yang tersebar di kota Bekasi tersebut. Namun pada kenyataannya masih banyak masalah yang timbul baik itu masalah mengenai dokumen, surat izin, dan sebagainya dengan alasan kurangnya informasi. Maka dari itu, DJBC menetapkan undang-undang mengenai sanksi akan kendala-kendala yang selalu menempel pada bea cukai, yaitu dengan memberikan sanksi administrasi (Lampiran 3), sanksi pidana, dilakukan pembekuan perizinan wilayah berikat (untuk importir wilayah berikat), bahkan sampai pemblokiran perizinan jika memungkinan. Dengan begitu, importir akan kehilangan fasilitas izin berikatnya, yang berarti importir tersebut harus membayarkan bea masuk sepenuhnya, sesuai dengan tarif yang telah ditentukan. Hal tersebut sudah dipikirkan secara matang oleh DJBC dengan laporan-laporan dari KPPBC di Indonesia, sehingga keputusan tersebut dijadikan salah satu upaya dalam mengatasi permasalahan yang ada pada bea cukai. 82

23 Dalam menangani hampir 500 perusahaan lebih di dalam kawasan berikat, tingkat pertumbuhan kelalaian dan kenakalan importir yang berujung pada pemberian sanksi, sangat besar. Banyaknya pemberian surat sanksi bertumbuh sekitar dua kali lipat dari tahun 2011 pada tahun Berikut data surat penetapan sanksi yang dikeluarkan Bea cukai Bekasi tahun Tabel 4.4 Jumlah Surat Penetapan Sanksi yang dikeluarkan KPPBC TMP A Bekasi 2011 SBP 12 SPSA (Surat Putusan Sanksi Administrasi) 11 Sanksi Pidana SBP 28 SPSA (Surat Putusan Sanksi Administrasi) 22 Sanksi Pidana 2 Surat Pembekuan 1 Re-Ekspor 1 BDN 1 BC Selain upaya yang telah dicanangkan oleh DJBC, upaya pribadi dari KPPBC TMP A Bekasi adalah melakukan kegiatan dengan tegas dan jelas, serta mencantumkan sanksi tegas untuk para petugasnya yang mengesampingkan tanggung jawab dan kejujuran, baik itu sanksi surat peringatan, sampai pemecatan yang nantinya akan disetujui oleh kantor pusat. Sedangkan bagi importir yang mendapat izin di wilayah berikat, upaya yang dilakukan bea cukai Bekasi adalah melakukan patroli setiap hari terhadap pabrik-pabrik yang sudah di daftarkan namanya sebagai pengusaha yang memiliki surat izin wilayah berikat, menempatkan mata-mata baik orang dalam 83

24 importir, maupun mata-mata dari penduduk sekitar, serta tim intelejen yang selalu mengawasi gerak gerik pabrik setiap harinya. Dengan begitu, celah atau peluang importir untuk bertindak kurang baik akan lebih sempit, dan kendala atau permasalahan itu dapat teratasi sedikit demi sedikit KPPBC TMP Soekarno-Hatta Kendala Kepabeanan Tidak berbeda jauh dengan KPPBC TMP A Bekasi, kendala yang dihadapi bea cukai Soekarno-Hatta pun hampir sama secara keseluruhan. Yang membedakan ialah, kendala yang dihadapi lebih beragam dan jumlahnya yang jauh lebih banyak. Secara garis besar, kendala yang dihadapi adalah penyelundupan, kurangnya SDM, minimnya informasi yang dimiliki importir mengenai kegiatan ekspor impor, dan sebagainya. Kendala tersebut tentunya menjadi keprihatinan petugas bea cukai Soekarno-Hatta dalam menjalankan tugas. Kendala atau hambatan yang biasa terjadi akan sangat menyulitkan dan mengurangi kinerja para petugas bea cukai sendiri. Pada kesempatan ini, peneliti juga akan membahas banyaknya macam penyelundupan yang terjadi di KPPBC TMP Soekarno-Hatta sebagai salah satu kendala kerja. Banyaknya penyelundupan di bea cukai ini dikarenakan, kantor berlokasi dan bertugas untuk menangani wilayah Bandara Internasional, yang menjadi salah satu pelabuhan utama dalam masuknya barang impor ke Indonesia. Penyelundupan barang dibagi menjadi dua jenis, berdasarkan individual/ penumpang, dan berdasarkan perusahaan industri. Jika dilihat dari catatan yang dimiliki bea cukai ini, kendala seperti penyelundupan barang lebih banyak terjadi pada kasus penumpang atau 84

25 perseorangan, baik yang langsung dibawa oleh penumpang itu sendiri, maupun melalui PJT (Perusahaan Jasa Titipan) yang berupa barang kiriman. kurangnya SDM, merupakan salah satu faktor utama terhadap lengahnya petugas dalam menangani kendala-kendala seperti ini. Penumpang akan dengan mudah membawa barang dari luar negeri tanpa harus dikenakan pajak, bahkan barang haram seperti narkoba pun mungkin sering lolos dari pemeriksaan. Misalnya saja kasus penyelundupan barang seperti narkoba, sabu-sabu, kokain, dan sebagainya. Penyelundupan barang-barang tersebut seringkali terjadi, baik melalui penumpang itu sendiri, perusahaan jasa titipan, ataupun melalui kantor Pos. barang-barang tersebut diselipkan pada barang lain yang dikirimkan bersama dalam satu dokumen atau satu kemasan kiriman. misalnya: 1. Pengiriman/ penyelundupan kokain melalui jalur pos. Barang yang dikirimkan adalah dokumen penting, yang kemudian diselipkan kokain di dalam lembaran kertas-kertas tersebut. Petugas pun tidak akan mengetahui kokain yang berada di dalam kemasan dokumen tersebut, kecuali jika kemasan tersebut mencurigakan dari segi bentuk, alamat tujuan, atupun asal negara pengirim. 2. Penyelundupan juga dapat dilakukan melalui perusahaan jasa titipan. Dengan mengirimkan sebuah kemasan berisi baju/ kain yang dibungkus oleh sebuah kardus tebal, kemudian narkoba diselipkan kedalam dinding kardus, sehingga tidak merubah bentuk kemasan, dan tidak mencurigakan. 3. Sama halnya dengan penyelundupan barang terlarang melalui penumpang, yang biasanya barang tersebut dimasukan ke dalam pakaian 85

26 dalam, atau dengan merobek dinding koper yang kemudian diisi dengan pakaian lain, sehingga tidak terlihat mencurigakan. Paparan diatas merupakan penjelasan mengenai penyelundupan barang haram seperti narkoba dan sejenisnya melalui perorangan/ individu. Berbeda dengan barang impor lain seperti elektronik, biasanya penumpang membawanya sendiri yang mana kemasan barang tersebut sudah terbuka segelnya, bahkan kemasan dan invoice nya pun sudah dibuang. Dengan begitu, petugas tidak dapat menyimpulkan bahwa barang tersebut adalah barang yang dibeli dari luar negeri. Biasanya penumpang akan mengakui bahwa barang tersebut adalah barang pribadinya, meski kemasan barang tersebut masih ada. Yang dibuang, hanya struk belanja/ invoice atas barang tersebut, sehingga petugas tidak dapat mengambil tindakan lebih atas barang tersebut Upaya Mengatasi Kendala Untuk mengatasi banyaknya kendala yang dihadapi oleh KPPBC TMP Soekarno-Hatta, berbagai cara dicari dan dilakukan demi meminimalisir permasalahan yang ada. Lemahnya kuantitas SDM menjadi salah satu penyebab yang paling utama. Namun dengan adanya kekurangan tersebut, KPPBC ini membuat upaya dengan memaksimalkan SDM yang ada, meski tidak banyak jumlahnya. Ketegasan dan sanksi bagi petugas bea cukai yang bekerja dengan tidak jujur, merupakan salah satu upaya mengatasinya. Dengan begitu, permasalahan yang sering terjadi, mungkin dapat diminimalisir semaksimal mungkin. Selain memberi sanksi yang tegas dan jelas kepada para petugasnya, KPPBC juga berinisiatif sejak pertengahan tahun 2011 silam untuk 86

27 memberikan akses yang mudah bagi para pengguna jasa bea cukai, serta memberikan informasi seluas-luasnya, sehingga tidak ada alasan lagi bagi para importir yang melanggar peraturan yang ada tersebut. Di dalam undang-undang bea cukai dijelaskan bahwa sanksi bagi para pelanggar dibedakan menjadi dua, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi adalah sanksi yang akan diberikan kepada pengguna jasa yang surat-surat atau dokumen impornya belum lengkap atau kurang. Misalkan, ketika pengguna jasa (importir) mengimpor barang, dan barang tersebut sudah masuk ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta, namun pengguna jasa belum memiliki izin impor atas barang tersebut, sehingga pengguna jasa akan dikenakan sanksi berupa denda dan bunga (dikenakan setiap harinya setelah lewat dari 30 hari) sampai surat izin impor barang tersebut dikeluarkan. Selain sanksi administrasi, ada juga sanksi pidana yang akan diterima oleh pengguna jasa (Importir) jika kesalahan dan kecurangan yang diketahui termasuk kategori fatal dan merugikan negara, dengan begitu sanksi pidana dapat dengan mudah diberikan baik itu berupa sanksi kurungan, penjara, pencabutan izin impor, dan sebagainya sesuai dengan ketentuan perundangan bea dan cukai di Indonesia. Dalam memberikan surat putusan sanksi, KPPBC harus melaporkan permasalahan terkait kepada kantor pusat, dan setelah kantor pusat menyetujui, barulah KPPBC memberikan surat sanksi tersebut. Untuk upaya bea cukai dalam membuat sanksi pidana ini, sudah ditemukan beberapa kasus terkait penyelundupan barang seperti narkoba dan sejenisnya, atau barang lain yang diatur oleh perundangan bea dan cukai, serta barang industri lain yang tidak seharusnya diimpor ke negara Indonesia. Penindakan tegas seperti contoh diatas merupakan salah satu upaya dalam meminimalisir kendala bea 87

28 cukai dalam kegiatannya, dengan begitu angka impor dapat lebih teratasi peningkatannya. 4.4 Mekanisme Penghitungan Penerimaan Pabean dan PDRI Seperti yang sudah diketahui dan sudah penulis jelaskan, bahwa sistem pemungutan pajak di Indonesia menggunakan Self Assesment System, yang berarti wajib pajak berkewajiban mengurus, menghitung, dan melaporkannya sendiri kepada instansi terkait. Sama halnya dengan kegiatan impor di Indonesia, pengguna jasa/ wajib pajak berkewajiban melakukan penghitungan sendiri terhadap jumlah dan besarnya bea masuk, cukai, PPh 22 impor, PPN impor, atau PPNBm impor atas barang yang diimpornya tersebut. Dengan begitu, secara tidak langsung pengguna jasa diwajibkan untuk bertindak jujur dalam melakukan penghitungan tersebut. Bea cukai hanya menyediakan modul penghitungan, menerima laporan, dan memeriksanya kembali. Meskipun sistem penghitungan yang dilakukan oleh semua KPPBC di Indonesia sudah menggunakan sistem komputer, pengguna jasa juga diwajibkan secara penuh untuk mengetahui tarif-tarif kepabeanan dan PDRI dengan benar dan akurat, serta tata cara penghitungan manualnya. Berikut contoh penghitungan dalam kegiatan impor: 1. Sebagai contoh nyata, di KPPBC TMP Soekarno Hatta terdapat PT. I (API) yang melangsungkan kegiatan impor barang dari Swedia. PT. I menggunakan PT. Danzas Sarana Perkasa Soewarna Business Park sebagai jasa penyediaan modul PIB. Di dalam PIB, dijelaskan bahwa PT. I telah mengimpor Part of RBS6601 = MCM sesuai dengan invoicenya, dan status barang adalah baru. Dijelaskan bahwa PT. I mengimpor 88

29 barang tersebut dengan total berat bersih sebesar 116,8 kg, dan total unit seluruhnya adalah sebanyak buah, sedangkan NDPBM (Nilai Dasar Pengenaan Bea Masuk) barang tersebut adalah sebesar Rp Didalam PIB, tidak dicantumkan besarnya harga asuransi dan biaya angkut, sehingga pada kasus ini dinyatakan bahwa barang tersebut tidak memiliki asuransi dan biaya angkut dibebankan kepada importir. Dengan begitu, total CIF (Cost, Insurance, Freight)/ nilai pabean barang tersebut adalah sebesar Rp ,-. o Harga barang = Rp ,- o Banyak barang = buah o PPh = 2,5% (API) o PPN = 10% Penghitungan: Tabel 4.5 Mekanisme Penghitungan Harga Barang Rp Jumlah Barang buah x Total Harga Barang Rp Asuransi 0 Rp. 0 Biaya Angkut 0 Rp. 0 + Nilai Pabean Rp Bea Masuk 0% Rp. 0 + Nilai Impor Rp PPN Impor 10% Rp PPh Impor 2,5% Rp Dengan rincian perhitungan yang sudah dipaparkan di atas, menunjukan bahwa pengguna jasa tersebut (PT. I) harus dipungut dan membayarkan 89

30 utang pajaknya sebesar Rp ,- (PPN Impor + PPh Impor) kepada petugas bea cukai yang menangani PT. I. 2. Saudara A mendapat barang kiriman impor yang dikirim melalui PJT dengan harga barang sesuai invoice $250, biaya pengangkutan udara sesuai Airwaybill (AWB) adalah $100. Saudara A tidak memiliki API dan dapat menunjukan NPWP. Kurs pajak yang berlaku saat pembayaran adalah $1 = Rp ,-. Tariff BM = 10%, PPh = 7,5% Dalam contoh ini, bea masuk dan PDRI yang harus dibayarkan saudara A adalah sebesar: o Harga barang (C) = $250 o Dikurangkan dengan Pembebasan bea masuk = $ 50 o Harga barang (C) = $200 o Biaya pengangkutan (F) = $100 o C & F = $300 o Biaya asuransi (0,5% x C&F) = $ 1,5 o Nilai Pabean (NP)(CIF) = $ 301,5 o Nilai Pabean (NP) ($301,5 x Rp ) = Rp ,- o Bea Masuk (10%) = Rp o Nilai Impor (NI) = Rp o PPN impor (10% x NI) = Rp ,- o PPh 22 impor (7,5% x NI) = Rp ,- 90

31 Dari data dan penghitungan diatas, berarti saudara A harus membayarkan bea masuk sebesar Rp , PPN impor Rp , dan PPh 22 impor sebesar Rp kepada petugas bea cukai yang menangani. 91

32 92

UPAYA EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SISTEM PEMUNGUTAN BEA MASUK & CUKAI TERKAIT PENERIMAAN NEGARA DI KPPBC TMP A BEKASI DAN KPPBC TMP SOEKARNO- HATTA

UPAYA EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SISTEM PEMUNGUTAN BEA MASUK & CUKAI TERKAIT PENERIMAAN NEGARA DI KPPBC TMP A BEKASI DAN KPPBC TMP SOEKARNO- HATTA UPAYA EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SISTEM PEMUNGUTAN BEA MASUK & CUKAI TERKAIT PENERIMAAN NEGARA DI KPPBC TMP A BEKASI DAN KPPBC TMP SOEKARNO- HATTA WILLY, GEN NORMAN Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat kita bahas melalui topik tersebut. Pada kesempatan ini, penulis ingin

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat kita bahas melalui topik tersebut. Pada kesempatan ini, penulis ingin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara mengenai kegiatan ekspor impor di Indonesia, banyak hal yang dapat kita bahas melalui topik tersebut. Pada kesempatan ini, penulis ingin membahas secara lengkap

Lebih terperinci

http://www.beacukai.go.id PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 27/M-DAG/PER/5/2012 (PASAL 32) IMPOR DAPAT DILAKSANAKAN TANPA API SALAH SATUNYA UNTUK : a. BARANG IMPOR SEMENTARA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK PENELITIAN. pokok dan fungsi DJBC yang mempunyai peran strategis dalam memberikan

BAB 3 OBJEK PENELITIAN. pokok dan fungsi DJBC yang mempunyai peran strategis dalam memberikan BAB 3 OBJEK PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 KPPBC Tipe Madya Pabean A Bekasi 3.1.1.1 Sejarah Singkat KPPBC (Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai) Tipe Madya Pabean Pabean A Bekasi merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut (Mardiasmo; 2011) Pajak adalah iuran rakyat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut (Mardiasmo; 2011) Pajak adalah iuran rakyat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut (Mardiasmo; 2011) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P- 05 /BC/2006

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P- 05 /BC/2006 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P- 05 /BC/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN IMPOR BARANG KIRIMAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN BARANG KIRIMAN

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori atas Penyelesaian BM & PDRI pada Pekerjaan Subkontrak dari Kawasan Berikat ke TLDDP pada KPPBC TMC Kudus.

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori atas Penyelesaian BM & PDRI pada Pekerjaan Subkontrak dari Kawasan Berikat ke TLDDP pada KPPBC TMC Kudus. BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori atas Penyelesaian BM & PDRI pada Pekerjaan Subkontrak dari Kawasan Berikat ke TLDDP pada KPPBC TMC Kudus. 3.1.1 Pengertian Kepabeanan Menurut UU No.17 Tahun 2006 Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.04/2010 TENTANG IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN BARANG KIRIMAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 203/PMK.04/2017 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG DAN AWAK SARANA PENGANGKUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA

Lebih terperinci

188/PMK.04/2010 IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN

188/PMK.04/2010 IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN 188/PMK.04/2010 IMPOR BARANG YANG DIBAWA OLEH PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, DAN Contributed by Administrator Friday, 29 October 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KMK.05/2000 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KMK.05/2000 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/KMK.05/2000 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143/PMK.04/2011 TENTANG GUDANG BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR TENTANG. Nomor. Berikat, Berikat, Menteri. Keuangan. Bebas Bea; Mengingat Tata Cara. Perpajakan. Republik. Tahun. (Lembaran.

SALINAN NOMOR TENTANG. Nomor. Berikat, Berikat, Menteri. Keuangan. Bebas Bea; Mengingat Tata Cara. Perpajakan. Republik. Tahun. (Lembaran. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK. 04/ /2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.04/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 42/BC/2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 89/PMK.04/2007 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 89/PMK.04/2007 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 89/PMK.04/2007 TENTANG IMPOR BARANG PRIBADI PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS DAN BARANG KIRIMAN MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN IMPOR BARANG KIRIMAN Direktorat Jenderal Bea dan Cukai LATAR BELAKANG 1. Mendukung Paket Ekonomi XIV Mendorong pertumbuhan dan kelancaran perdagangan e-commerce

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KMK.05/1997 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang

Lebih terperinci

ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak

ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak UU nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006 Kapebeanan

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem No.1091, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Tekstil. Produk Tekstil Batik. Motif Batik. Impor. Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/7/2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing produk ekspor di pasaran

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini 1 BAB I PENDAHULUAN ` A. Latar Belakang Perkembangan dunia perdagangan internasional menunjukkan perkembangan yang cukup pesat pada awal abad 20-an. Perkembangan yang cukup pesat ini diimbangi kemajuan

Lebih terperinci

Tinjauan Atas Ketentuan Baru Mengenai Barang Penumpang:

Tinjauan Atas Ketentuan Baru Mengenai Barang Penumpang: Tinjauan Atas Ketentuan Baru Mengenai Barang Penumpang: Mempersulit atau mempermudah penumpang? Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Pada umumnya orang yang bepergian ke luar negeri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Seiring perkembangan jaman, pajak sangat dibutuhkan baik di perusahaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Seiring perkembangan jaman, pajak sangat dibutuhkan baik di perusahaan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Seiring perkembangan jaman, pajak sangat dibutuhkan baik di perusahaan maupun masyarakat. Dibawah ini dikutip beberapa definisi yang diberikan para ahli perpajakan

Lebih terperinci

, No.1551 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag

, No.1551 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1551 2015 KEMENDAG. Impor. Tekstil. Produk Tekstil. Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor di pasaran global,

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK.04/2002 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Mekanisme Pemungutan PPh Ps. 22, PPN, dan Bea Masuk Atas Impor BKP PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry merupakan perusahaan yang bergerak di bidang

Lebih terperinci

Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai Dengan Pelayanan Segera (Rush Handling) Abstrak

Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai Dengan Pelayanan Segera (Rush Handling) Abstrak 1 Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai Dengan Pelayanan Segera (Rush Handling) Oleh : Rita Dwi Lindawati Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstrak Pengeluaran barang impor untuk dipakai dengan fasilitas

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Menimbang DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-40/BC/2008 TENTANG TATA LAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR BARANG YANG MENGALAMI KERUSAKAN, PENURUNAN MUTU, KEMUSNAHAN, ATAU PENYUSUTAN VOLUME DAN/ATAU BERAT,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMK.04/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/PMK.04/2011 TENTANG PEMBEBASAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 33/1996, TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT *34743 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 33 TAHUN 1996 (33/1996) Tanggal: Sumber: Tentang: 4 JUNI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing produk ekspor di pasaran

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 pengertian pajak Menurut Adriani (2010:3), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebebasan berpikir atau membuat konsep-konsep serta kebebasan. makna demokrasi yang didalamnya ada unsur-unsur keikutsertaan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. kebebasan berpikir atau membuat konsep-konsep serta kebebasan. makna demokrasi yang didalamnya ada unsur-unsur keikutsertaan rakyat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia Manusia dalam kehidupan bermasyarakat dikatakan bebas dan terkait. Beberapa prinsip kebebasan manusia, antara lain kebebasan untuk menetapkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1996 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing produk ekspor di pasaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 76/PMK.011/2012 dan 90/PMK.04/2012

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 76/PMK.011/2012 dan 90/PMK.04/2012 SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 76/PMK.011/2012 dan 90/PMK.04/2012 Di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Soekarno Hatta Tangerang, 31

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-78 /BC/1997 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-78 /BC/1997 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-78 /BC/1997 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN BARANG PENUMPANG, AWAK SARANA PENGANGKUT, PELINTAS BATAS, KIRIMAN MELALUI JASA TITIPAN DAN KIRIMAN

Lebih terperinci

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE 148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE Contributed by Administrator Wednesday, 07 September 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-08/BC/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 13/PMK.04/2006 TENTANG PENYELESAIAN TERHADAP BARANG YANG DINYATAKAN TIDAK DIKUASAI, BARANG YANG DIKUASAI NEGARA, DAN BARANG YANG MENJADI MILIK NEGARA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, bahwa yang dimaksud

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 580 / KMK.04 / 2003 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 580 / KMK.04 / 2003 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 580 / KMK.04 / 2003 TENTANG TATALAKSANA KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR DAN PENGAWASANNYA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-20/BC/2008

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-20/BC/2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-20/BC/2008 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN

Lebih terperinci

FASILITAS KB DAN KITE:

FASILITAS KB DAN KITE: FASILITAS KB DAN KITE: FASILITAS KB DAN KITE: ALTERNATIF PEMANFAATAN FASILITAS IMPOR BAGI INDUSTRI BERORIENTASI EKSPOR Oleh: AHMAD DIMYATI Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai I. Pendahuluan Industri yang

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2017 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI PUSAT LOGISTIK BERIKAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/PMK.04/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/PMK.04/2012 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 44/PMK.04/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.04/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG IMPOR

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali ketentuan impor tekstil dan produk tekst

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali ketentuan impor tekstil dan produk tekst No.1552, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor. Produk Tertentu. Batik. Motif Batik. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-01/BC/2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 177/PMK.04/2016

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-205/ BC / 2003

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-205/ BC / 2003 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-205/ BC / 2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEMUDAHAN IMPOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright 2002 BPHN UU 10/1995, KEPABEANAN *9048 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber: Tentang: KEPABEANAN

Lebih terperinci

FASILITAS KB DAN KITE:

FASILITAS KB DAN KITE: FASILITAS KB DAN KITE: ALTERNATIF PEMANFAATAN FASILITAS IMPOR BAGI INDUSTRI BERORIENTASI EKSPOR Oleh: AHMAD DIMYATI Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai I. Pendahuluan Industri yang hasil produksinya ditujukan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER- 14/BC/2012

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER- 14/BC/2012 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER- 14/BC/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN KEWAJIBAN PABEAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT FASILITAS KEPABEANAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT FASILITAS KEPABEANAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DIREKTORAT FASILITAS KEPABEANAN GEDUNG UTAMA LANTAI 3, JALAN JEND A YANI JAKARTA 13230 KOTAK POS 108 JAKARTA 10002 TELEPON : (021)

Lebih terperinci

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG Contributed by Administrator Monday, 30 March 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

IMPORTASI BARANG KENA CUKAI

IMPORTASI BARANG KENA CUKAI IMPORTASI BARANG KENA CUKAI L/O/G/O KPU TIPE A TANJUNG PRIOK JAKARTA, 21 FEBRUARI 2012 PERLAKUAN IMPOR BARANG KENA CUKAI DILUNASI KAWASAN PABEAN TIDAK DIPUNGUT CUKAI PEMBEBASAN CUKAI PELUNASAN BARANG KENA

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Bea dan Cukai Jawa Barat. Penulis ditempatkan pada Bidang Fasilitas

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Bea dan Cukai Jawa Barat. Penulis ditempatkan pada Bidang Fasilitas 23 BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Penulis melaksanakan kerja praktek di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat. Penulis ditempatkan

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN BEA KELUAR

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN BEA KELUAR SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN BEA KELUAR MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (5), Pasal 14, dan Pasal 18 Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dari berbagai sektor salah satunya adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dari berbagai sektor salah satunya adalah pajak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Negara Indonesia telah melaksanakan pembangunan yang pesat dalam kehidupan yang perlu

Lebih terperinci

63/PMK.04/2011 REGISTRASI KEPABEANAN

63/PMK.04/2011 REGISTRASI KEPABEANAN 63/PMK.04/2011 REGISTRASI KEPABEANAN Contributed by Administrator Wednesday, 30 March 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/PMK.04/2011 TENTANG REGISTRASI

Lebih terperinci

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN DI BIDANG IMPOR DAN EKSPOR. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN DI BIDANG IMPOR DAN EKSPOR. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN DI BIDANG IMPOR DAN EKSPOR Direktorat Jenderal Bea dan Cukai PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI PERDIRJEN NOMOR PER-16/BC/2016 Direktorat Jenderal Bea dan

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 37/KMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA

SOSIALISASI PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 37/KMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA SOSIALISASI PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 37/KMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA Direktorat Fasilitas Kepabeanan 2013 LATAR BELAKANG 1 Telah diterbitkan PMK Nomor 37/PMK.04/2013 tentang Toko Bebas Bea

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DI BIDANG KEPABEANAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER - 1/BC/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN DI BIDANG

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 580/KMK.04/2003 TANGGAL 31 DESEMBER 2003 TENTANG TATALAKSANA KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR DAN PENGAWASANNYA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 966, 2014 KEMENKEU. Bea Keluar. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 226/PMK.04/2014 TENTANG PENIMBUNAN, PEMASUKAN, PENGELUARAN, DAN PENGANGKUTAN BARANG KENA CUKAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 3.1 Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 3.1 Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai 13 BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1 Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Bandar

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 18/BC/2017 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 36 Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional memegang peranan penting dalam sejarah pembangunan di Negara berkembang, tak terkecuali di Indonesia. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN PERATURAN KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMASUKAN

Lebih terperinci