ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN UNTUK BUDIDAYA LAUT SISTEM KERAMBA JARING APUNG DI TELUK AMBON DALAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN UNTUK BUDIDAYA LAUT SISTEM KERAMBA JARING APUNG DI TELUK AMBON DALAM"

Transkripsi

1 ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN UNTUK BUDIDAYA LAUT SISTEM KERAMBA JARING APUNG DI TELUK AMBON DALAM Lutfi Hardian Murtiono, Evri Noerbaeti, Hamida Pattah Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon Jl. Leo Wattimena, Waiheru, Ambon, lutfihardian@gmail.com ABSTRAK Daya dukung produksi (production carrying capacity) merupakan salah satu pendekatan dalam perhitungan daya dukung untuk kegiatan akuakultur yang mempertimbangkan produksi maksimum yang mampu didukung oleh suatu lingkungan perairan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis daya dukung lingkungan perairan melalui pendekatan model beban limbah N dalam pengembangan budidaya ikan kerapu sistem keramba jaring apung di Teluk Ambon Dalam. Beban limbah budidaya (internal loading) dan aktivitas antropogenik (external loading) menjadi komponen yang dipertimbangkan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan beban limbah kegiatan budidaya menghasilkan 237,1 kg N/tahun dan 44,1 kg P/tahun. Aktivitas antropogenik di pesisir teluk menyumbangkan ,05 kg N/tahun dan ,91 kg P/tahun. Berdasarkan pendekatan beban limbah tersebut, maka jumlah unit keramba yang dapat ditampung adalah 24 petak/ha atau 6 unit keramba/ha dengan produksi optimal adalah 690,97 ton untuk kerapu macan dan 521,40 ton untuk kerapu bebek. Kata kunci : daya dukung lingkungan, keramba jaring apung, budidaya laut, beban limbah. A B S T R A C T Production carrying capacity is an approach in the calculation of the carrying capacity for aquaculture activities that take into account the maximum production that is able to be supported by an aquatic environment. This study aimed to analyze the carrying capacity of the aquatic environment through N model waste load approach in the development of grouper aquaculture system of floating cages in the Inner Bay of Ambon. Aquaculture waste load as internal loading and anthropogenic activities as external loading into components that are considered in this study. The results showed aquaculture activities generate waste load 237,1 kg N per year and 44,1 kg P per year. Anthropogenic activities in the coastal bays donated ,05 kg N per year and ,91 kg P per year. Based on approach to the waste load, the number of units cages that can be accommodated is 24 plots/ha or 6 units of cages/ha with optimal production was 690,97 tons for tiger grouper and 521,40 tons for humpback grouper. Keywords: production carrying capacity, floating net cages, mariculture, waste load. PENDAHULUAN Perkembangan kegiatan budidaya laut telah tumbuh dengan sangat pesat di beberapa negara, salah satunya Indonesia. Budidaya laut telah menjadi sebuah industri yang penting di dunia seiring dengan tingginya permintaan atas produk perikanan laut 17

2 yang disebabkan peningkatan populasi manusia (Holmer et al., 2002). Dukungan teknologi pada skala perbenihan dan pembesaran, tersedianya akuainput secara komersial, pangsa pasar yang luas, harga jual yang cukup tinggi jika dibandingkan komoditas perikanan lainnya, ketersediaan lahan yang potensial, serta kebijakan pemerintah yang meletakkan sub sektor perikanan budidaya menjadi prioritas dalam pembangunan perikanan ke depan merupakan faktor pendorong berkembangnya budidaya laut di Indonesia (Rachmansyah, 2004). Maluku sebagai sebuah provinsi kepulauan memiliki potensi perikanan yang besar. Penetapan Maluku sebagai daerah Lumbung Ikan Nasional akan membuat peningkatan produksi perikanan di wilayah ini meningkat. Sektor yang diharapkan dalam mendorong peningkatan volume produksi perikanan yaitu dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya, termasuk budidaya laut. Hal ini karena sebagian besar wilayahnya yang berupa lautan dan memiliki banyak lokasi yang potensial untuk kegiatan budidaya laut selain kualitas perairannya yang masih bagus. Berdasarkan data statistik perikanan, Maluku merupakan 10 besar provinsi produsen perikanan budidaya dengan jumlah produksi mencapai ton. Bahkan untuk produksi ikan kerapu nasional, Maluku berkontribusi sebanyak ton (11,99%) dan menjadi produsen kerapu ke 4 di Indonesia (KKP, 2013). Salah satu wilayah yang berpotensi dikembangkan sebagai lokasi budidaya laut adalah perairan Teluk Ambon Dalam yang terletak di Kota Ambon. Teluk Ambon merupakan bagian penting dari Pulau Ambon yang secara geomorfologi terbagi atas dua bagian yaitu Teluk Ambon Luar (outer bay) dan Teluk Ambon Bagian Dalam (inner bay) dimana kedua teluk ini dipisahkan ambang Galala Rumahtiga dengan kedalaman ambang antara 9 13 meter (Nontji, 1996). Perairan Teluk Ambon Bagian Dalam merupakan bagian dari perairan Teluk Ambon yang bersifat estuari dan tergolong semi tertutup (Tubalawony et al., 2008). Melihat karakteristiknya yang bersifat estuari, menunjukkan Teluk Ambon Dalam mempunyai fungsi secara ekologis, yaitu sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut, sebagai penyedia habitat bagi sejumlah hewan yang bergantung pada estuaria sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makan, dan sebagai tempat berproduksi dan tumbuh besar ikan dan organisme akuatik lainnya (Bengen, 2001). Teluk Ambon Bagian Dalam terletak pada BT sampai dengan BT dan LS sampai LS (Hermanto, 1987). Teluk Ambon Bagian Dalam secara geomorfologi juga menjadi kawasan yang sesuai bagi hutan mangrove untuk tumbuh dan berkembang dengan vegetasinya banyak ditemui di pesisir Teluk Ambon Bagian Dalam banyak ditemui di wilayah Lateri, Negeri Lama, Waiheru, Poka, Halong dan Galala (Suyadi, 2009). Pemanfaatan Teluk Ambon Bagian Dalam telah banyak digunakan masyarakat sebagai daerah perikanan tangkap dan budidaya, jalur transportasi laut, daerah konservasi dan tempat rekreasi dan olah raga (Selano et al., 2009). Selain itu di bidang perikanan budidaya, Teluk Ambon Dalam digunakan sebagai lokasi budidaya ikan kerapu dan baronang dengan sistem keramba jaring apung (KJA) (Miller, 1999; Nirahua, 2009). Berdasarkan kondisi tersebut, maka Pemerintah Kota Ambon telah menetapkan Teluk Ambon Dalam sebagai kawasan budidaya laut sistem keramba jaring apung dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ambon tahun (Bappekot Ambon, 2011). 18

3 Namun patut disadari bahwa kegiatan budidaya berpotensi menimbulkan cemaran pada lingkungan perairan. Dampak terhadap lingkungan yang ditumbulkan oleh kegiatan budidaya dengan sistem keramba jaring apung yaitu peningkatan kandungan nutrient di perairan yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan, ekskresi dan feses ikan, serta kemungkinan adanya penurunan terhadap kualitas perairan, lingkungan dan kondisi kesehatan ekosistem (Mente et al., 2006). Hanya sekitar 25 30% kadar nitrogen dan fosfor dalam pakan yang termanfaatkan oleh ikan dan sisanya akan terbuang ke perairan (McDonald et al., 1996). Masukan bahan organik yang berasal dari sisa pakan budidaya dan feses yang membusuk akan terakumulasi di dasar perairan dan mempengaruhi kualitas lingkungan perairan di sekitarnya (Beveridge, 1984). Jumlah pakan yang tidak dikonsumsi dan hasil ekskresi dicirikan dengan adanya peningkatan konsentrasi TSS dan BOD serta kandungan N dan P, namun secara potensial penyebaran dampak buangan limbah yang kaya nutrient dan bahan organik dapat mempengaruhi kualitas perairan pesisir (Barg, 1992). Pesatnya pertumbuhan peduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan di pesisir menyebabkan tekanan ekologis yang tinggi terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir sehingga mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem, baik secara langsung (misalnya kegiatan konversi lahan) dan tidak langsung (misalnya adanya pencemaran limbah dari kegiatan antropogenik) (Bengen, 2001). Sumber cemaran dari kegiatan di pesisir Teluk Ambon Dalam umumnya didominasi oleh adanya aktivitas pemukiman dan pertanian yang menghasilkan limbah organik yang mengandung nitrogen dan fosfor dan berpotensi menimbulkan eutrofikasi di perairan (Selano et al., 2009). Adanya peningkatan kadar N dan P akibat kegiatan antopogenik menyebabkan terjadinya eutrofikasi di perairan pesisir sehingga menyebabkan dampak sosioekonomi (Smith et al., 1999). Adanya potensi cemaran yang berasal dari kegiatan budidaya (internal loading) dan kegiatan di pesisir teluk (eksternal loading) menjadi perhatian tersendiri kaitannya dengan pengembangan budidaya laut. Analisis terhadap daya dukung lingkungan perairan diperlukan dalam pengelolaan budidaya laut di perairan Teluk Ambon Dalam. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis daya dukung lingkungan perairan melalui pendekatan model beban limbah N untuk pengembangan budidaya ikan kerapu sistem keramba jaring apung di Teluk Ambon Dalam. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di pesisir Teluk Ambon bagian Dalam (TAD), Kota Ambon, Provinsi Maluku. Secara geografis Teluk Ambon Dalam terletak pada terletak pada BT sampai dengan BT dan LS sampai LS. Lokasi pengambilan sampel terdiri atas sembilan stasiun yang ditentukan secara purposive dengan mempertimbangkan fisiografi lokasi, interpretasi peta batimetri, kondisi eksisting budidaya agar sedapat mungkin bisa mewakili atau menggambarkan keadaan perairan tersebut. Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan April Juni

4 Jenis dan Sumber Data Gambar 1. Lokasi penelitian Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang digunakan untuk menganalisis tujuan. Pengumpulan terhadap data primer dengan pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan, dalam hal ini berupa parameter-parameter fisika dan kimia perairan Teluk Ambon Dalam. Sedangkan data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari penelitian sebelumnya. Tabel 1. Koordinat lokasi pengambilan sampel kualitas air No Lokasi Sandi Lokasi Koordinat LS BT 1 Galala ST , ,90 2 Poka ST , ,60 3 Batu Koneng ST , ,60 4 Halong ST , ,94 5 Waiheru ST , ,45 6 Hunuth ST , ,34 7 Lateri ST , ,31 8 Nania ST , ,17 9 Passo ST , ,96 Pendugaan Kuantitatif Limbah Kegiatan Budidaya (internal loading) Limbah kegiatan budidaya yang dijadikan dasar perhitungan adalah limbah budidaya ikan kerapu yang dipelihara di keramba jaring apung. Hal ini didasarkan pada waktu pemeliharaan hingga waktu pemanenan yang lebih lama yaitu sekitar 6 10 bulan serta limbah yang dihasilkan berupa feses lebih besar dibandingkan dengan limbah dari komoditas budidaya lain. Dalam menentukan loading total bahan organik dari kegiatan budidaya ikan di keramba jaring apung, mengacu pada formula Iwama (1991) sebagai berikut : O = TU + TFW (1) O merupakan total output partikel bahan organik (kg), TU adalah total food uncaptured atau jumlah pakan yang tidak termakan (kg), sedangkan TFW adalah total fecal waste atau total limbah feses dan ekskresi (kg). 20

5 Pendugaan kuantifikasi limbah total N dan P didasarkan atas data kandungan N dan P dalam pakan ikan rucah dan dalam karkas ikan kerapu (Barg, 1992; Beveridge, 1984). Pendugaan Kuantitatif Limbah Kegiatan Antropogenik (external loading) Pendugaan beban limbah N dan P yang berasal dari kegiatan di luar budidaya laut didasarkan atas data sekunder yang dihitung dengan mengacu pada metode LOICZ (Land Ocean Interaction in the Coastal Zone) yang diaplikasikan oleh Diego-McGlone (2006). Beberapa aktivitas antropogenik di pesisir Teluk Ambon Dalam yang dapat diidentifikasi berpotensi memberikan kontribusi terhadap limbah organik antara lain pemukiman penduduk, peternakan, akuakultur dan pertanian. Beban limbah yang berasal dari kegiatan antropogenik sekitar teluk dihitung dengan mengalikan level aktivitas yang diperoleh dari data sekunder dengan koefisien beban limbah. Pendugaan total nitrogen (TN) dan total fosfat (TP) di dalam limbah non organik budidaya adalah sebagai berikut : TN = level aktivitas x koefisien limbah TP = level aktivitas x koefisien limbah Perhitungan Pendugaan Daya Dukung Pendugaan daya dukung dengan menggunakan pendekatan nutrient loading model yang dimodifikasi dan dikembangkan oleh Barg (1992) yaitu berdasarkan beban limbah yang dihasilkan dari kegiatan budidaya dan aktivitas pesisir teluk. Menurut Gowen et al (1989) dalam Barg (1992) disebutkan bahwa tinggi rendahnya kadar nutrient di perairan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu volume badan air, laju pembilasan dan fluktuasi pasang surut yang dapat ditentukan dengan persamaan berikut. N F Ec = (2) V Dimana Ec adalah konsentrasi N dalam air (mg/l), N adalah jumlah nitrogen yang masuk ke perairan dari kegiatan budidaya dan antropogenik (g), sedangkan F merupakan flushing time dari badan air, dan V adalah volume badan air (m 3 ). Tabel 2. Jenis aktivitas dan koefisien limbah kegiatan antropogenik pesisir teluk. Jenis Aktivitas Koef. Limbah Referensi Permukiman Limbah padat Kg N/org/th 1,86 Sogreah (1974) Kg P/org/th 0,37 Padilla et al. (1997) Sampah Kg N/org/th 4 World Bank (1993) Kg P/org/th 1 World Bank (1993) Deterjen Kg P/org/th 1 World Bank (1993) Peternakan Sapi Kg N/ekor/th 43,8 Economopoulos (1993) Kg P/ekor/th 11,3 Economopoulos (1993) Kambing Kg N/ekor/th 4 Economopoulos (1993) Kg P/ekor/th 21,5 Economopoulos (1993) Ayam Kg N/ekor/th 0,3 Economopoulos (1993) Kg P/ekor/th 0,7 Economopoulos (1993) Babi Kg N/ekor/th 7,3 Economopoulos (1993) 21

6 Kg P/ekor/th 2,3 Economopoulos (1993) Akuakultur Hatchery Kg N/juta ekor/th 2,21 Rachmansyah (2004) kg P/juta ekor/th 0,05 Rachmansyah (2004) Lahan pertanian Erosi lahan pertanian Kg N/ton 1,68 Padilla et al. (1997) Kg P/ton 0,04 Padilla et al. (1997) Nilai F (flushing time) ditentukan sebagai waktu yang diperlukan limbah untuk tinggal dalam badan air sehingga lingkungan perairan menjadi bersih. Flushing time ditentukan dengan formula berikut. F = 1 D (3) D merupakan laju pengenceran yang diperoleh dari persamaan di persamaan berikut. D = (V h V l ) T V h (4) Vh adalah volume air dalam keadaan pasang tertinggi (m 3 ), Vl adalah volume air dalam keadaan pasang terendah (m 3 ). Sedangkan T merupakan periode pasang surut dalam satuan hari. Perhitungan volume badan air teluk diukur pada saat pasang tertinggi (mean high water spring)dan pada saat surut terendah (mean low water spring) dengan menggunakan persamaan berikut. V h = A h 1 (5) V l = A h 0 (6) A adalah luas perairan teluk (m 2 ), sedangkan h1 dan h0 adalah kedalaman perairan saat pasang tertinggi dan surut terendah (m). Guna mendapatkan daya dukung kapasitas maksimal produksi budidaya, maka perlu dihitung konsentrasi nitrogen di perairan yang dihubungkan dengan baku mutu nitrogen untuk biota laut sesuai dalam Kepmen LH No. 51 Tahun Persamaan berikut untuk memperkirakan kapasitas produksi optimal yang dianjurkan. P = N BM N i (7) P merupakan jumlah produksi optimal yang dapat dihasilkan oleh unit budidaya tanpa melampaui baku mutu perairan yang dipersyaratkan (ton), NBM adalah nilai konsentrasi N yang dipersyaratkan dalam baku mutu untuk biota laut, dalam hal ini konsentrasinya adalah 0,3 mg/l. Sedangkan Ni adalah konsentrasi limbah budidaya dan kegiatan antropogenik yang masuk ke perairan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Teluk Ambon Dalam Teluk Ambon Dalam (TAD) secara geografis berada pada posisi , BT dan 03, , LS dengan luas sekitar 11,72 ha. TAD merupakan bagian dari Teluk Ambon secara keseluruhan yang terbagi atas Teluk 22

7 Ambon bagian Luar (TAL) dan Teluk Ambon bagian Dalam (TAD), dimana diantara keduanya dipisahkan oleh sebuah ambang (sill) yang dangkal dan sempit yaitu ambang Galala. Secara administratif, Teluk Ambon bagian Dalam masuk dalam wilayah Kota Ambon, Provinsi Maluku, dengan dua kecamatan yang berbatasan langsung dengan TAD, yaitu Kecamatan Teluk Ambon (2 desa) dan Teluk Ambon Baguala (7 desa). Iklim di Kota Ambon adalah iklim laut tropis dan iklim musim karena letak pulau Ambon yang dikelilingi oleh laut. Iklim di Kota Ambon sangat dipengaruhi oleh lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim, yaitu musim Barat atau Utara dan musim Timur atau Tenggara. Sementara untuk perairan Teluk Ambon Dalam sendiri sangat terpengaruh oleh perubahan musim di Kota Ambon, dimana musim Timur berlangsung pada bulan Juni Agustus, Musim Peralihan II pada bulan September November, Musim Barat pada bulan Desember Februari dan Musim Peralihan I pada bulan Maret Mei. Kondisi Lingkungan Oseanografi, Fisika dan Kimia Perairan Teluk Ambon Dalam Hasil pengukuran rerata kualitas perairan TAD selama penelitian ditampilkan pada Tabel 3. Terlihat hasil pengukuran menunjukkan parameter oksigen terlarut, nitrat dan fosfat berada pada kondisi yang tidak sesuai dengan baku mutu untuk biota laut. Konsentrasi nitrat tertinggi dijumpai di perairan desa Passo, sedangkan konsentrasi fosfat tertinggi di perairan desa Nania dan Passo. Kedua kawasan tersebut merupakan daerah dengan pemukiman yang padat penduduk dan pertanian. Tingginya kadar nitrat dan fosfat di perairan Nania dan Passo diduga karena adanya buangan limbah dari lingkungan pesisir teluk yang masuk bersamaan dengan aliran sungai. Wilayah Nania merupakan kawasan pertanian dan pemukiman, sedangkan Passo merupakan kawasan yang sangat padat penduduk sehingga timbul run off dari kegiatan pertanian dan pemukiman yang masuk ke teluk. Rendahnya kadar oksigen terlarut di TAD diduga terkait dengan adanya masukan bahan-bahan organik dari aktivitas pesisir teluk. Kadar oksigen terlarut terendah di perairan Desa Lateri, Nania dan Passo merupakan kawasan pesisir yang padat penduduk dan terdapat muara sungai yang mengalir ke teluk dan membawa material pencemar dari limbah rumah tangga dari sepanjang sungai tersebut. Odum (1993) menyebutkan bahwa kandungan oksigen terlarut akan semakin rendah jika masukan limbah perairan semakin besar. Oksigen terlarut berperan penting sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan organik sehingga sangat penting untuk mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami (Salmin, 2005). Konsentrasi senyawa nitrogen termasuk nitrat yang terdapat dalam air laut bervariasi tergantung dari jauh dekatnya sumber penyebab berlimpahnya senyawa nitrogen (Susana, 2004). Kadar nitrat dalam perairan banyak dipengaruhi oleh pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia maupun tinja hewan (Effendi, 2003). Secara normatif keberadaan nitrat dalam perairan ditunjang oleh adanya transport nitrat ke daerah tersebut, oksidasi amonia oleh mikroorganisme dan kebutuhan produktivitas primer (Kangkan, 2006). Tabel 3. Rata-rata dan kisaran parameter kualitas air Teluk Ambon Bagian Dalam selama penelitian. 23

8 No Parameter Rata-rata Kisaran Baku Mutu Biota Laut * 1 Kedalaman (m) 22,56 ± 9, Kecerahan (m) 7,67 ± 1, alami 3 Kec. Arus (cm/dt) 9,71 ± 2,00 5,7-12,4-4 Suhu ( C) 29,21 ± 1,83 26,5-32,2 alami 5 Salinitas ( ) 31,8 ± 0,71 30,2-33,0 alami 6 Oksigen Terlarut (mg/l) 4,86 ± 0,67 3,43-5,84 > 5 7 ph 8,21 ± 0,11 7,94-8,44 7-8,5 8 Nitrit (mg/l) 0,001 ± 0, ,002-9 Nitrat (mg/l) 0,04 ± 0,017 0,01-0,07 < 0, Total Amonia (mg/l) 0,071 ± 0,021 0,035-0,104 < 0,3 11 Orthofosfat (mg/l) 0,031 ± 0,020 0,001-0,082 < 0, Turbiditas (NTU) 2,89 ± 1,96 0,34-6,22 < 5 13 BOD₅ (mg/l) 5,27 ± 2,50 1,25-10,29 <20 = Kepmen LH No 51 Tahun 2004 Pendugaan Kuantitatif Limbah dari Kegiatan Budidaya (internal loading) Data pemeliharaan ikan kerapu diperoleh dari kegiatan pembesaran kerapu macan di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon selama masa pemeliharaan 10 bulan. Kegiatan pembesaran ikan kerapu di BPBL Ambon dilakukan dalam petakan keramba jaring apung ukuran 3 x 3 x 3 m dengan jumlah benih ikan kerapu macan yang ditebar 720 ekor (kepadatan ± ekor/m 3 ). Pertambahan bobot biomassa ikan selama pemeliharaan tercatat dari 18 kg menjadi 282,24 kg, rata-rata pertumbuhan harian sebesar 1,60 g/hari. Sedangkan nilai konversi pakan (food convertion rate/fcr) adalah sebesar 6,78. Dari hasil kegiatan pemeliharaan ikan kerapu diperoleh hasil untuk 1 petak keramba berukuran 3 x 3 x 3 m dapat memproduksi ikan kerapu macan sebanyak 282,24 kg. Pakan yang dibutuhkan selama masa pemeliharaan adalah 1.914,31 kg. Mengacu pada penelitian Noor (2009) diperoleh hasil analisa proksimat terhadap pakan rucah yang digunakan menunjukkan kandungan N sebesar 12,6% dan kandungan P sebesar 2,6%, sehingga terdapat 241,2 kg N dan 49,8 kg P pada pakan kerapu macan. Dari jumlah total pakan yang diberikan, sebanyak 18% persen pakan tidak termakan (uneaten food) dengan kadar N 43,4 kg dan kadar P 9 kg. Sementara itu, pada pakan yang dimakan (eaten food) akan terbuang melalui feses, ekskresi serta tersimpan dalam daging. Beban limbah yang dikeluarkan dari konsumsi pakan rucah yang diberikan pada kerapu macan yang masuk ke perairan adalah sebesar 237,1 kg N dan 44,1 kg P. Total bahan partikel yang dihasilkan adalah sebesar 963,1 kg. Untuk jenis kerapu lain yaitu E. aerolatus menghasilkan beban limbah lebih besar yaitu 321 kg N/ton atau sebesar 88% dari total pakan yang diberikan (Leung et al., 1999). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Usman et al. (2002) dengan menggunakan jenis pakan komersil (buatan) menyebutkan bahwa limbah yang dihasilkan dalam pembesaran kerapu bebek sebesar 138,4 kg N dan 29,6 kg P. Penggunaan pakan rucah akan menghasilkan beban limbah N dan P yang lebih besar dibandingkan pakan komersil. Pada pakan komersil, kandungan N dalam pakan sebesar 7,68% dan kandungan P sebesar 1,53% dengan konversi pakan hanya 3,2. Meskipun kadar protein dalam pakan rucah lebih tinggi dibandingkan pakan komersil namun pakan komersil memiliki keseimbangan unsur-unsur nutrisi lain seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral sehingga dapat mempengaruhi 24

9 metabolisme tubuh ikan (Sutarmat et al., 2003). Sementara itu Chu (1994) menyebutkan bahwa limbah N yang dihasilkan dari pakan rucah 17 (tujuh belas) kali lebih tinggi dibandingkan limbah dari pakan pellet dan hanya 8,1% N yang dimanfaatkan dalam tubuh ikan kerapu. Umumnya budidaya laut masih tergantung pada penggunaan pakan rucah dimana akibatnya menimbulkan beberapa permasalahan antara lain pencemaran lingkungan, ketersediaan yang tidak teratur dan tingginya konversi pakan (FCR) (Kongkeo et al., 2010). Tabel 4. Parameter penentuan beban limbah budidaya ikan kerapu di KJA. Parameter yang dianalisa 25 Kerapu Macan Rasio Konversi Pakan (FCR) 6,78 Kandungan N Pakan (%) 12,6 Kandungan P Pakan (%) 2,6 Bobot awal ikan (g/ekor) 25,0 Bobot akhir ikan (g/ekor) 504,0 Jumlah pakan yang dibutuhkan (kg) 1.914,31 Jumlah pakan yang terbuang (18%) 344,6 Kebutuhan N untuk memproduksi ikan (kg/ton ikan) 197,8 Kebutuhan P untuk memproduksi ikan (kg/ton ikan) 40,8 Kecernaan N pakan (%) 81,0 Kecernaan P pakan (%) 57,5 Retensi N (%) 26,1 Retensi P (%) 23,8 Jumlah feses yang dihasilkan oleh 1 ton ikan (39,4%) (kg/ton ikan) 618,5 Tabel 5. Pendugaan kuantifikasi total N dan P dari pakan yang diberikan dalam pemeliharaan ikan kerapu macan. Parameter Jumlah (kg) N (kg) P (kg) Pakan yang diberikan 1.914,3 241,2 49,8 Pakan yang dimakan 1.569,7 197,8 40,8 Pakan yang terbuang 344,6 43,4 9,0 Feses 618,5 37,6 17,3 Retensi - 41,7 5,6 Ekskresi (terlarut) - 156,1 17,9 Total Limbah 963,1 237,1 44,1 Pendugaan Kuantitatif Limbah Kegiatan Antropogenik (external loading) Hasil analisa limbah eksternal loading diperoleh besaran limbah organik ,22 kg N per tahun atau 76,08% total N, dan ,64 kg P per tahun (31,45%). Total N sebagian besar bersumber dari limbah domestik rumah tangga (59,49%) dan pertanian (28,51%). Sedangkan penyumbang total P bersumber dari limbah domestik rumah tangga (76,52%) dan peternakan (21,32%). Namun keseluruhan limbah bahan organik yang berasal dari kegiatan antropogenik di sekitar pesisir teluk, maka diasumsikan hanya 25% dari limbah yang masuk ke perairan teluk setelah melalui proses asimilasi di daratan (Noor, 2009). Mengacu pada pernyataan di atas maka besaran limbah yang masuk ke perairan Teluk Ambon Dalam adalah ,05 kg N/tahun atau 490,31 kg N/hari dan ,91 kg P/tahun atau 154,18 kg P/hari.

10 Tabel 6. Pendugaan beban limbah antropogenik sekitar Teluk Ambon Dalam. Permukiman Limbah padat Sampah Deterjen Peternakan Sapi Kambing Ayam Babi Jenis Aktivitas Level Aktivitas Koef. Limbah Total N (kg/tahun) Total P (kg/tahun) Kg N/org/th a) 1,86 b) ,80 Kg P/org/th 0,37 c) ,60 Kg N/org/th d) Kg P/org/th 1 d) Kg P/org/th d) Kg N/ekor/th a) 43,8 e) ,60 Kg P/ekor/th 11,3 e) ,10 Kg N/ekor/th 875 a) 4 e) Kg P/ekor/th 21,5 e) ,50 Kg N/ekor/th a) 0,3 e) 3.003,90 Kg P/ekor/th 0,7 e) 7.009,10 Kg N/ekor/th a) 7,3 e) ,20 Kg P/ekor/th 2,3 e) 9.439,20 Akuakultur Hatchery f) Kg N/juta ekor/th 2,21 g) 0,41 kg P/juta ekor/th 0,05 g) 0,01 Lahan pertanian Erosi lahan pertanian ,16 a, h) Kg N/ton 1,68 c) ,31 Kg P/ton 0,04 c) 4.860,13 Jumlah , ,64 Sumber : a) BPS Kota Ambon (2014); b) Sogreah (1974); c) Padilla et al. (1997); d) World Bank (1993); e) Economopoulos (1993); f) BPBL Ambon (2015b); g) Rachmansyah (2004); h) Kesaulija (1988). Pendugaan Daya Dukung dengan Pendekatan Model Beban Limbah N (NH3-N) Pendugaan daya dukung dengan pendekatan beban limbah N di perairan Teluk Ambon Dalam mempertimbangkan adanya beban limbah yang berasal dari kegiatan budidaya KJA (internal loading) dan beban limbah yang berasal dari kegiatan antropogenik di pesisir teluk (eksternal loading). Daya dukung dengan pendekatan beban limbah N ini digunakan untuk mengetahui pemanfaatan wilayah pesisir yang berkelanjutan khususnya untuk budidaya ikan kerapu di KJA karena memperhitungkan segi daya dukung lingkungan. Mengacu pada formula yang dikembangkan oleh Barg (1992), diketahui konsentrasi N dalam perairan akibat masukan dari beban limbah budidaya dan kegiatan antropogenik adalah sebesar 0,013 mg/l. Nilai ini selanjutnya dihubungkan dengan nilai baku mutu perairan untuk biota laut sesuai Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 yaitu sebesar 0,3 mg/l untuk mendapatkan nilai kapasitas produksi optimal budidaya yang dapat dicapai. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa produksi optimal yang dapat 26

11 dicapai untuk setiap hektar perairan di Teluk Ambon Dalam adalah 6,7 ton/ha, dimana kapasitas produksi untuk 1 petak pemeliharaan ikan kerapu macan adalah 282,24 kg dengan masa pemeliharaan selama 10 bulan. Tabel 7. Penghitungan daya dukung dengan pendekatan beban limbah N. No Parameter Nilai Satuan 1 Luas perairan m 2 2 Volume air pasang tertinggi m 3 3 Volume air surut terendah m 3 4 Volume rata-rata perairan m 3 5 Flushing time 17,47 hari 6 Beban limbah budidaya (N) Pakan terbuang 43,4 kg Feses 37,6 kg Ekskresi 156,1 kg 7 Limbah antropogenik (N) ,06 kg 8 Total beban limbah (N) ,16 kg 9 Baku Mutu NH 3-N 0,3 mg/l 10 Ec (konsentrasi N dalam air) 0,012 mg/l 11 Jumlah unit KJA sesuai daya dukung Jumlah petak 24 petak/ha Jumlah unit KJA 6 unit KJA/ha 12 Produksi optimum Kerapu macan 690,97 Ton Kerapu bebek 521,40 Ton KESIMPULAN Mengacu hasil perhitungan daya dukung lingkungan dengan pendekatan beban limbah N, budidaya ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung di perairan Teluk Ambon Dalam memiliki kemampuan produksi optimal 690,97 ton untuk kerapu macan dan 521,40 ton untuk kerapu bebek. Kepadatan unit keramba jaring apung yang disarankan adalah 24 petak/ha atau 6 unit KJA/ha. DAFTAR PUSTAKA Bappekot Ambon, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Ambon Tahun Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappekot) Ambon, Ambon. Barg, U.C., Guidelines for The Promotion of Environmental Management of Coastal Aquaculture Development. FAO Fisheries Technical Paper, No FAO, Rome. 122 p. Bengen, D.G., Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan, in: Bengen, D.G. (Ed.), Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. 29 Oktober-3 November Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor, pp Beveridge, M.C.M., Cage and Pen Fish Farming. Carrying Capacity Models and Environmental Impact. FAO Fisheries Technology Paper (255) : 131 p. BPBL Ambon, Laporan Tahunan Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon Tahun Balai Perikanan Budidaya Laut Ambon, Ambon. BPS Kota Ambon, Kota Ambon dalam Angka Badan Pusat Statistik Kota Ambon, Ambon. p 367. Chu, J.C.W., Environmental Management of Mariculture: The Effect of Feed Types on Feed Waste. Regional Workshop on Seafarming and Grouper Aquaculture

12 Economopoulos, A.P., Assessment of Sources of Air, Water, and Land Pollution. A Guide to Rapid Source Inventory Techniques and Their Use in Formulating Environmental Control Strategies. Part One: Rapid Inventory Techniques in Environmentl Pollution. World Health Organization, Geneva. Effendi, H., Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. p 258. Hermanto, B., Laju Sedimentasi dan Stratifikasi Sedimen Teluk Ambon Bagian Dalam, in: Soemodihardjo, S., Birowo, S., Romimohtarto, K. (Eds.), Teluk Ambon. Biologi, Perikanan, Oseanografi Dan Geologi. Balitbang Sumberdaya Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI, Ambon, pp Holmer, M., Marba, N., Terrados, J., Duarte, C.M., Fortes, M.D., Impacts of Milkfish (Chanos chanos) Aquaculture on Carbon and Nutrient Fluxes in the Bolinao Area, Philippines. Marine Pollution Bulletin 44 (7), Iwama, G.K., Interactions between aquaculture and the environment. Critical Reviews in Environmental Control 21 (2), doi : / Kangkan, A.L., Studi Penentuan Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. Tesis. Magister Manajemen Sumberdaya Pantai. Universitas Diponegoro. Semarang. p 102. Kesaulija, E.M., Beberapa Model Pendugaan Erosi pada Areal Hutan yang Dikonversi Menjadi Lahan Pertanian dan Pemukiman di Sub DAS Jeneberang Hulu Sulawesi Selatan. Tesis. Fakultas Pascasarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar. KKP, Kelautan dan Perikanan dalam Angka Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. p 188. KLH, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Kongkeo, H., Wayne, C., Murdjani, M., Bunliptanon, P., Chien, T., Current Practices of Marine Finfish Cage Culture in China, Indonesia, Thailand and Viet Nam. Aquaculture Asia Magazine Vol. XV (2) Leung, K.M.Y., Chu, J.C.W., Wu, R.S.S., Nitrogen Budgets for the Areolated Grouper Epinephelus areolatus Cultured Under Laboratory Conditions and in Open-sea Cages. Marine Ecology Progress Series 186, McDonald, M.E., Tikkanen, C.A., Axler, R.P., Larsen, C.P., Host, G., Fish Simulation Culture Model (FIS-C): A Bioenergetics Based Model for Aquacultural Wasteload Application. Aquacultural Engineering 15 (4), doi: / (96) Mente, E., Pierce, G.J., Santos, M.B., Neofitou, C., Effect of Feed and Feeding in the Culture of Salmonids on the Marine Aquatic Environment : A Synthesis for European Aquaculture. Aquaculture International 14, doi: /s Miller, A., Resources Management in The Urban Sphere: Ambon s Urban Environment. University of Hawaii at Manoa. Cakalele 10. Nirahua, C., Analisa Pencemaran Limbah Organik Terhadap Penentuan Tata Ruang Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung di Perairan Teluk Ambon. Tesis.Program Pascasarjana. Intitut Teknologi Surabaya. Surabaya. 28

13 Nontji, A., Status Kondisi Hidrologi, Sedimentasi dan Biologi Teluk Ambon Saat Ini, in: Prosiding Seminar Dan Lokakarya Pengelolaan Teluk Ambon. LIPI, Ambon, pp Noor, A., Model pengelolaan kualitas lingkungan berbasis daya dukung (carrying capacity) perairan teluk bagi pengembangan budidaya keramba jaring apung ikan kerapu (Studi kasus di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan). Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. p 145. Odum, E.P., Dasar-dasar Ekologi, 3rd ed. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Padilla, J., Castro, L., Morales, A., Naz, C., Evaluation of Economy-environment Interactions in the Lingayen Gulf Basin: A Partial Area-based Environmental Accounting Approach. DENR and USAID, Philippines. Rachmansyah, R., Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan bagi Pengembangan Budidaya Bandeng dalam Keramba Jaring Apung. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. p 274. Salmin, S., Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana XXX (3), Selano, D.A.J., Adiwilaga, E.M., Dahuri, R., Muchsin, I., Effendi, H., Sebaran Spasial Luasan Area Tercemar dan Analisis Beban Pencemar Bahan Organik Pada Perairan Teluk Ambon Dalam. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan) 19 (2), Smith, V.H., Tilman, G.D., Nekola, J.C., Eutrophication : Impacts of Excess Nutrient Inputs on Freshwater, Marine, and Terrestrial Ecosystems. Environmental Pollution 100, Sogreah, Laguna de Bay Water Resources Development Study. Laguna Lake Deveopment Authority, Pasiq City, Philippines. Susana, T., Sumber Polutan Nitrogen dalam Air Laut. Oseana XXIX (3), Sutarmat, T., Hanafi, A., Suwarya, K., Ismi, S., Wardoyo, W., Kawahara, S., Pengaruh Beberapa Jenis Pakan Terhadap Performasi Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) di Keramba Jaring Apung. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Suyadi, S., Kondisi Hutan Mangrove di Teluk Ambon: Prospek dan Tantangan. Berita Biologi 9 (5), Tubalawony, S., Tuahattu, J.W., Wattimena, S.M., Karakteristik Fisik Massa Air Permukaan Teluk Ambon Dalam pada Bulan Juli. Ichthyos 8 (1), Usman, U., Rachmansyah, R., Pongsapan, D.S., Beban Limbah Budidaya Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis dalam Keramba Jaring Apung. Laporan Hasil Penelitian. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Maros. World Bank, Environmental Sector Study. Towards Improved Management of Environmental Impacts. Washington, D.C. USA. 29

14 30

AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) ANALISIS DAYA DUKUNG PERAIRAN PUHAWANG UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA SISTEM KARAMBA JARING APUNG

AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) ANALISIS DAYA DUKUNG PERAIRAN PUHAWANG UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA SISTEM KARAMBA JARING APUNG AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) ANALISIS DAYA DUKUNG PERAIRAN PUHAWANG UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA SISTEM KARAMBA JARING APUNG Herman Yulianto 1 Nikky Atiastari 2 Abdullah Aman Damai

Lebih terperinci

ESTIMASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN KERAMBA JARING APUNG, DI PERAIRAN PULAU SEMAK DAUN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

ESTIMASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN KERAMBA JARING APUNG, DI PERAIRAN PULAU SEMAK DAUN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 5 No. 2 November 2014: 163-172 ISSN 2087-4871 ESTIMASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN KERAMBA JARING APUNG, DI PERAIRAN PULAU SEMAK DAUN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI TELUK CIKUNYINYI UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) ABSTRAK

ANALISIS EKOLOGI TELUK CIKUNYINYI UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No Oktober 204 ISSN: 202-600 ANALISIS EKOLOGI TELUK CIKUNYINYI UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) Dwi Saka Randy *, Qadar

Lebih terperinci

ESTIMASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN KERAMBA JARING APUNG, DI PERAIRAN PULAU SEMAK DAUN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

ESTIMASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN KERAMBA JARING APUNG, DI PERAIRAN PULAU SEMAK DAUN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 5. No. 2 November 2014:161-170 ISSN 2087-4871 ESTIMASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN KERAMBA JARING APUNG, DI PERAIRAN PULAU SEMAK DAUN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG Mharia Ulfa Alumni Pascasarjana Ilmu lingkungan Program

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 49 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan di Teluk Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat, yang dimulai pada bulan Agustus 2007

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG PERAIRAN DANGKAL SEMAK DAUN, KEPULAUAN SERIBU, BAGI PENGEMBANGAN SEA RANCHING IKAN KERAPU MACAN (EPINEPHELUS FUSCOGUTTATUS) 1

DAYA DUKUNG PERAIRAN DANGKAL SEMAK DAUN, KEPULAUAN SERIBU, BAGI PENGEMBANGAN SEA RANCHING IKAN KERAPU MACAN (EPINEPHELUS FUSCOGUTTATUS) 1 DAYA DUKUNG PERAIRAN DANGKAL SEMAK DAUN, KEPULAUAN SERIBU, BAGI PENGEMBANGAN SEA RANCHING IKAN KERAPU MACAN (EPINEPHELUS FUSCOGUTTATUS) 1 (The carrying capacity of Semak Daun shallow water, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Volume, Nomor, April 00 VALUASI EKONOMI WISATA SANTAI BEACH DAN PENGARUHNYA DI DESA LATUHALAT KECAMATAN NUSANIWE STRUKTUR MORFOLOGIS KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk mengetahui kondisi awal daerah penelitian dan mempersiapkan perlengkapan untuk pengambilan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA 419 Pendederan ikan beronang dengan ukuran tubuh benih... (Samuel Lante) ABSTRAK PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA Samuel Lante, Noor Bimo Adhiyudanto,

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

Udayana, Denpasar. Alamat (Diterima Juli 2017 /Disetujui September 2017) ABSTRAK

Udayana, Denpasar. Alamat   (Diterima Juli 2017 /Disetujui September 2017) ABSTRAK Samakia: Jurnal Ilmu Perikanan Volume 8,No. 2, Oktober 2017 ISSN: 2086-3861 E-ISSN: 2503-2283 KAJIAN KUALITAS AIR DAN PENILAIAN KESESUAIAN TAMBAK DALAM UPAYA PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos

Lebih terperinci

PENENTUAN PEMBERIAN PAKAN DAN UKURAN BENIH SAAT TEBAR PADA PEMBESARAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)

PENENTUAN PEMBERIAN PAKAN DAN UKURAN BENIH SAAT TEBAR PADA PEMBESARAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA) 739 Penentuan pemberian pakan dan ukuran benih... (Ketut Suwirya) PENENTUAN PEMBERIAN PAKAN DAN UKURAN BENIH SAAT TEBAR PADA PEMBESARAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) DI KERAMBA JARING APUNG

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH Rezha Setyawan 1, Dr. Ir. Achmad Rusdiansyah, MT 2, dan Hafiizh

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN karena sungai-sungai banyak bermuara di wilayah ini. Limbah itu banyak dihasilkan dari

PENDAHULUAN karena sungai-sungai banyak bermuara di wilayah ini. Limbah itu banyak dihasilkan dari PENENTUAN PARAMETER PALING DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN POPULASI FITOPLANKTON PADA MUSIM KEMARAU DI PERAIRAN PESISIR MAROS SULAWESI SELATAN 1 Rahmadi Tambaru 1, Enan M. Adiwilaga 2, Ismudi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sejak tahun 2004 di perairan Semak Daun, Kepulauan Seribu, mulai digalakkan sea farming. Sea farming adalah sistem pemanfaatan ekosistem perairan laut berbasis marikultur dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN, Epinephelus fuscoguttatus DI KERAMBA JARING APUNG

PENGEMBANGAN DAN APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN, Epinephelus fuscoguttatus DI KERAMBA JARING APUNG 639 Aplikasi pakan buatan untuk budidaya ikan kerapu... (Tatam Sutarmat) PENGEMBANGAN DAN APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK BUDIDAYA IKAN KERAPU MACAN, Epinephelus fuscoguttatus DI KERAMBA JARING APUNG ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG F1 08 Nurul Latifah 1)*), Sigit Febrianto 1), Churun Ain 1) dan Bogi Budi Jayanto 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lokasi dan Data Spasial Budidaya Laut berdasarkan Parameter Kualitas Perairan di Teluk Lasongko Kabupaten Buton Tengah

Analisis Kesesuaian Lokasi dan Data Spasial Budidaya Laut berdasarkan Parameter Kualitas Perairan di Teluk Lasongko Kabupaten Buton Tengah TEKNOLOGI DI INDUSTRI (SENIATI) 206 ISSN : 208-428 Analisis Kesesuaian Lokasi dan Data Spasial Budidaya Laut berdasarkan Parameter Kualitas Perairan di Teluk Lasongko Kabupaten Buton Tengah La Ode Muhammad

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci :Kesesuaian Perairan, Sistem Informasi Geografis (SIG), Keramba Jaring Apung KJA), Ikan Kerapu

ABSTRAK. Kata Kunci :Kesesuaian Perairan, Sistem Informasi Geografis (SIG), Keramba Jaring Apung KJA), Ikan Kerapu PENENTUAN KESESUAIAN LOKASI KERAMBA JARING APUNG KERAPU (Epinephelus Spp) MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI PULAU SAUGI KABUPATEN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN Heriansahdan Fadly Anggriawan Dosen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

Estimation of organic waste and waters carrying capacity in relation to coral reefs management on Semak Daun Island Thousand Islands

Estimation of organic waste and waters carrying capacity in relation to coral reefs management on Semak Daun Island Thousand Islands Estimasi limbah organik dan daya dukung perairan dalam upaya pengelolaan terumbu karang di perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu Estimation of organic waste and waters carrying capacity in relation

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

Journal Of Aquaculture Management and Technology Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman

Journal Of Aquaculture Management and Technology Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman STUDI KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA IKAN KERAPU DALAM KARAMBA JARING APUNG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TELUK RAYA PULAU SINGKEP, KEPULAUAN RIAU Hasnawiya *) Program Studi Budidaya Perairan,

Lebih terperinci

DINAMIKA NITROGEN DI PERAIRAN MUARA SUNGAI CILIWUNG

DINAMIKA NITROGEN DI PERAIRAN MUARA SUNGAI CILIWUNG 1151 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 DINAMIKA NITROGEN DI PERAIRAN MUARA SUNGAI CILIWUNG Devi Dwiyanti Suryono *) dan Setyo S. Moersidik **) *) Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003).

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003). PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan sebagai hajat hidup orang banyak. Semua makhluk hidup membutuhkan air untuk kehidupannya sehingga sumberdaya air perlu dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah perairan yang memiliki luas sekitar 78%, sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Menurut

Lebih terperinci

FORMASI SPASIAL PERAIRAN PULAU 3S (SALEMO, SAGARA, SABANGKO) KABUPATEN PANGKEP UNTUK BUDIDAYA LAUT Fathuddin dan Fadly Angriawan ABSTRAK

FORMASI SPASIAL PERAIRAN PULAU 3S (SALEMO, SAGARA, SABANGKO) KABUPATEN PANGKEP UNTUK BUDIDAYA LAUT Fathuddin dan Fadly Angriawan ABSTRAK FORMASI SPASIAL PERAIRAN PULAU 3S (SALEMO, SAGARA, SABANGKO) KABUPATEN PANGKEP UNTUK BUDIDAYA LAUT Fathuddin dan Fadly Angriawan Ilmu Kelautan, Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik Diwa Makassar

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN Riska Emilia Sartika

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini III METODE PENELITIAN.. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu wilayah pesisir yang paling rawan mendapatkan beban pencemar yang bersumber dari daratan adalah daerah estuaria. Estuaria merupakan badan air tempat terjadinya

Lebih terperinci

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto)

Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) Kadar Salinitas, Oksigen Terlarut,..Kepulauan Seribu-Provinsi DKI Jakarta (Dumarno, D & T. Muryanto) KADAR SALINITAS, OKSIGEN TERLARUT, DAN SUHU AIR DI UNIT TERUMBU KARANG BUATAN (TKB) PULAU KOTOK KECIL

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

INTRODUKSI KERAMBA JARING APUNG BERLAPIS SEBAGAI ALATERNATIF SISTEM PEMELIHARAAN IKAN DALAM KERAMBA RAMAH LINGKUNGAN DI DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT

INTRODUKSI KERAMBA JARING APUNG BERLAPIS SEBAGAI ALATERNATIF SISTEM PEMELIHARAAN IKAN DALAM KERAMBA RAMAH LINGKUNGAN DI DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT LIMNOTEK, 2005, Vol, XII, No, 2, p. 61-67 INTRODUKSI KERAMBA JARING APUNG BERLAPIS SEBAGAI ALATERNATIF SISTEM PEMELIHARAAN IKAN DALAM KERAMBA RAMAH LINGKUNGAN DI DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT Triyanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA KERAMBA JARING APUNG DENGAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI

ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA KERAMBA JARING APUNG DENGAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA KERAMBA JARING APUNG DENGAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI (Studi Kasus: Kelompok Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu DKI Jakarta)

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan oleh makhluk hidup baik itu manusia, hewan maupun tumbuhan sebagai penunjang kebutuhan dasar. Oleh karena itu, keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA KERAPU SISTEM KERAMBA JARING APUNG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA KERAPU SISTEM KERAMBA JARING APUNG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM ANALISIS KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA KERAPU SISTEM KERAMBA JARING APUNG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM Lutfi Hardian Murtiono, Dody Yunianto, Wa Nuraini Balai Perikanan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

KAPASITAS ASIMILASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DI MUARA SUNGAI NERBIT BESAR KELURAHAN LUBUK GAUNG KECAMATAN SUNGAI SEMBILAN KOTA DUMAI PROVINSI RIAU

KAPASITAS ASIMILASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DI MUARA SUNGAI NERBIT BESAR KELURAHAN LUBUK GAUNG KECAMATAN SUNGAI SEMBILAN KOTA DUMAI PROVINSI RIAU KAPASITAS ASIMILASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DI MUARA SUNGAI NERBIT BESAR KELURAHAN LUBUK GAUNG KECAMATAN SUNGAI SEMBILAN KOTA DUMAI PROVINSI RIAU Oleh: Romel Kefriansa Putra 1), Rifardi 2) dan Elizal

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan yang dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling berkaitan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN 2016 Pembangunan Perikanan dan Kelautan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional Bandar Lampung, 17 Mei 2016 DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

MONITORING DAYA DUKUNG DAN STATUS MUTU AIR KEGIATAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK RIAM KANAN

MONITORING DAYA DUKUNG DAN STATUS MUTU AIR KEGIATAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK RIAM KANAN Rahayu, dkk :Monitoring Daya Dukung dan Status Mutu Air... MONITORING DAYA DUKUNG DAN STATUS MUTU AIR KEGIATAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK RIAM KANAN MONITORING POWER SUPPORT AND QUALITY STATUS

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN FOSFOR TERHADAP DAYA DUKUNG PERAIRAN DANAU LUT TAWAR UNTUK BUDIDAYA SISTEM KERAMBA JARING APUNG

ANALISIS KANDUNGAN FOSFOR TERHADAP DAYA DUKUNG PERAIRAN DANAU LUT TAWAR UNTUK BUDIDAYA SISTEM KERAMBA JARING APUNG ANALISIS KANDUNGAN FOSFOR TERHADAP DAYA DUKUNG PERAIRAN DANAU LUT TAWAR UNTUK BUDIDAYA SISTEM KERAMBA JARING APUNG Fikri Fachriza 1), Eri Yusni 2) dan Nurmatias 2) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Agustus sampai September 2011, di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Cibalagung, Bogor. Analisis kualitas

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian di Pulau Jawa dihadapkan pada masalah konversi lahan untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh karena itu, tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

Volume VII Nomor 1, Februari 2017 ISSN: Latar Belakang

Volume VII Nomor 1, Februari 2017 ISSN: Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang KONSENTRASI LOGAM BERAT CADMIUM DAN TIMBAL PADA AIR DAN SEDIMEN DI TELUK AMBON Gracia Victoria Souisa (Fakultas Kesehatan, Universitas Kristen Indonesia Maluku) ABSTRAK Pencemaran

Lebih terperinci

PENDEDERAN KERAPU MACAN, Epinephelus fuscoguttatus, PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA

PENDEDERAN KERAPU MACAN, Epinephelus fuscoguttatus, PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA 381 Pendederan kerapu macan pada hatcheri skala rumah tangga (Anak Agung Alit) PENDEDERAN KERAPU MACAN, Epinephelus fuscoguttatus, PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA Anak Agung Ketut Alit Balai Besar Riset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

KADAR SALINITAS DI BEBERAPA SUNGAI YANG BERMUARA DI TELUK CEMPI, KABUPATEN DOMPU-PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KADAR SALINITAS DI BEBERAPA SUNGAI YANG BERMUARA DI TELUK CEMPI, KABUPATEN DOMPU-PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Kadar Salinitas di Beberapa... Dompu-Provinsi Nusa Tenggara Barat (Sumarno, D & Aswar R.) KADAR SALINITAS DI BEBERAPA SUNGAI YANG BERMUARA DI TELUK CEMPI, KABUPATEN DOMPU-PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Dedi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian METODOLOGI. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini terdiri dari tahapan, yakni dilaksanakan pada bulan Agustus 0 untuk survey data awal dan pada bulan FebruariMaret 0 pengambilan data lapangan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara

Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Parameter Oseanografi pada Calon Daerah Kawasan Konservasi Perairan Laut Kabupaten Luwu Utara Muh. Farid Samawi *, Ahmad Faisal, Chair Rani Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR DANAU DAN/ATAU WADUK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO OLEH: RIVAL S. NAKI NIM. 631409029 1 KAJIAN HUBUNGAN ANTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan Daerah Aliran Sungai Merawu didominasi oleh lahan pertanian. Jenis sayuran yang menjadi komoditas unggulan wilayah ini yaitu jagung, daun bawang, wortel,

Lebih terperinci

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN xi xv

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci