BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran umum lokasi penelitian A. Sejarah berdirinya Polres Gorontalo 1. Tahun 1962 dibentuknya KOMDIS Limboto, dan belum dipisahkan dari KOMRES 1905 Gorontalo yang berkedudukan di Kota Gorontalo. 2. Dengan SK KPKOM Sulutteng No. Pol. : 220 / 1963 tanggal 25 Oktober 1963 dibentuk Kantor Polisi Resort 1906 Kab. Gorontalo. 3. Tahun 1964 peralihan dari KOMRES 1905 Gorontalo menjadi KOMRES 1906 Kab. Gorontalo sekaligus realisasi penyesuian terbentuknya stuktur pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo dengan Ibukota di Limboto. 4. Tahun 1969 peralihan dari KOMRES 1906 Kabupaten Gorontalo menjadi KORES 1506 Kabupaten Gorontalo. 5. Tahun 1983 peralihandari KORES 1506 Kabupaten Gorontalo menjadi Polres Gorontalo 6. Berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. :Kep / 90 / XII / 2003 tentang Penentuan Tipe Organisasi Polres, maka Polres Gorontalo dirubah menjadi Polres Limboto dengan Tipe Organisasi Polres B2. 7. Berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Kep / 395 / VI / 2010 tanggal 25 Juni 2010 tentang Tipe Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor ( Polres ) ditetapkan bahwa Polres Limboto dengan Tipe logi Polres tipe Polres. 36

2 8. Berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo Nomor : Kep / 203 / VIII / 2012 tanggal 31 Agustus 2012 tentang Perubahan Nomenklatur Polres Limboto menjadi Polres Gorontalo. B. Visi dan Misi Polres Gorontalo 1. Visi Polres Gorontalo Mewujudkan Polres Gorontalo sebagai Aparat Penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayanan masyarakat yang professional dan proporsional serta memberdayakan potensi masyarakat melalui kegiatan kemitraan untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat di Wilayah Hukum Polres Gorontalo. 2. Misi Polres Gorontalo 1. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (meliputi aspek Security, Surety, Sapety dan Peace sehingga masyarakat bebas dari gangguan Pisik maupun Psikis. 2. Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya preemtif dan preventif yang dapat dimengerti untuk meningkatkan kesadaran serta kepatuhan hukum masyarakat. 3. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap memperhatikan norma norma dan nilai nilai adat Gorontalo yang berlaku. 37

3 4. Menegakkan hukum secara professional dan proporsional serta independen dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia demi tercapainya keadilan dan kepastian Hukum. 5. Menjalin kerjasama, kebersamaan dan koordinasi yang lebih erat lagi antara instansi internal maupun instansi Eksternal dan komponen masyarakat secara sinergis dalam rangka penciptaan kondisi yang aman dan tertib. 6. Mengoptimalkan sumberdaya manusia yang dimiliki dalam rangka dukungan kepada Pemerintah Kabupaten Gorontalo untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban serta pelayanan kepolisian secara professional. 7. Melaksanakan kebijakan Kapolri dan Kapolda Gorontalo secara konsisten dan konsekuen. Struktur organisasi Sumber. Polres Gorontalo. 38

4 4.2. Pembahasan hasil penelitian A. Tinjauan hukum terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor di Polres Gorontalo. Kepolisian Resort Gorontalo melalui Stap Kaurbin ops Bapak Umar akan memproses hukum ribuan unit kendaraan bermotor yang menjadi barang sitaan, namun tidak diketahui pemiliknya yang diantaranya adalah kendaraan hasil curian. Hal ini ditegaskan kaurbin ops Irwan Daenunu 1, Sebelum barang sitaan kendaraan bermotor itu akan diproses berdasarkan hukum yang berlaku, pihak kepolisian akan mengumumkan ke masyarakat lebih dulu. Jika tidak ada yang mengakuinya, langsung diproses. Sehingga kepada anggota masyarakat yang kehilangan kendaraan bermotornya, hendaknya mendatangi kantor kepolisian setempat dengan membawa barang bukti berupa Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB). Sebab, jika tidak memiliki bukti dokumentasi, siapapun 1 Hasil Wawancara dengan Kaurbin Ops Irwan Daenunu, Senin. 25/3/13 39

5 tidak boleh mengambil kendaraan itu, dengan syarat bahwa tidak ada biaya pengambilan kendaraan bermotor. Apabila ada polisi yang menarik uang administrasi, silahkan lapor kecuali adanya denda tilang. Selain itu juga Kanit Reskrim Polres Gorontalo, Bapak Heru Rusyaman 2 mengatakan, bagi warga yang jadi korban pencurian kendaraan bermotor, bisa mendatangi Polres gorontalo. Sebab, pihaknya menyita kendaraan bermotor dari sejumlah pelaku kejahatan dan kendaraan tersebut apabila ada yang merasa memiliki maka kendaraan milik korban pelaku kejahatan tentunya dapat dibawa pulang dengan syarat menunjukkan bukti kepemilikan yang sah seperti STNK, BPKB dan Surat Tanda Lapor kehilangan kendaraan dari kepolisian. Tinjauan hukum terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor berdasarkan hasil penelitian penulis di polres gorontalo dengan melakukan wawancara kepada salah seorang kanit II reskrim polres gorontalo bapak Nasar 3 bahwa dapat dikemukakan beberapa esensi fundamental sebagai landasan penerapan barang sitaan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Barang Sitaan merupakan tindakan hukum eksepsional; Dimana barang sitaan merupakan tindakan hukum yang diambil penegak hukum mendahului pemeriksaan pokok perkara atau mendahului putusan. Sering barang sitaan itu dilakukan pada saat proses pemeriksaan perkara sedang berjalan. Barang sitaan pencurian kendaraan bermotor merupakan 2 Hasil Wawancara dengan Kasat Reskrim Heru Rusyaman, Rabu.27/3/13 3 Hasil Wawancara dengan Kanit II Nasar, Senin.27/3/13 40

6 penegakan hukum bagi terdakwa lebih dulu. Sebelum pengadilan sendiri menjatuhkan putusan. Menurut analisa penulis dari hasil wawancara dengan kanit II polres gorontalo bahwa barang sitaan pencurian kendaraan bermotor adalah merupakan suatu penerapan sanksi hukum sehingga sudah dijatuhi hukuman berupa barang sitaan hasil perbuatanya. Itu sebabnya, tindakan penyitaan merupakan tindakan hukum yang sangat ekspensional. Pengabulan barang sitaan merupakan tindakan hukum pengecualian yang penerapannya mesti dilakukan pengadilan dengan segala pertimbangan yang hati-hati sekali. Tidak boleh diterapkan secara sembarangan tanpa alasan yang kuat, yang tidak didukung oleh fakta yang mendasar. Kebijakan mengabulkan barang sitaan, sejak semula sebaiknya sudah dilandasi oleh bukti-bukti yang diajukan oleh pihak penuntut umum. Penjatuhan barang sitaan pencurian kendaraan bermotor yang terjadi di wilayah polres Gorontalo merupakan pernyataan kesalahan terdakwa sebelum adanya putusan dari pengadilan, dengan sendirinya tindakan penyitaan menimbulkan berbagai dampak yang harus dipikul terdakwa. Antara lain: Dari segi kejiwaan. Dengan adanya penyitaan barang pencurian tentunya telah menempatkan terdakwa dalam suasana dan posisi keresahan serta kehilangan harga diri. Sehingga penulis beranggapan bahwa penerapan hukum dapat berdampak psikologis. Dimana dengan memperhatikan akibat-akibat negatif seperti, dalam menjalankan aturan hukum terhadap penyitaan barang sitaan hasil pencurian kendaraan bermotor yang ada di wilayah polres Gorontalo maka 41

7 pelaku sudah merasakan hukumanya walaupun belum mempunyai kekuatan hukum tetap dan telah dihukum serta dinyatakan bersalah berdasarkan keberadaan hasil barang curiannya yang sudah disita tanpa harus menunggu penetapan hukum dari pengadilan. 2. Barang Sita sebagai tindakan perampasan. Pada hakikatnya barang sitaan pencurian kendaraan bermotor di wilayah polres gorontalo merupakan perintah penyitaan berdasarkan ijin dari pengadilan. Sehingga perintah perampasan itu, dilakukan pengadilan melalui pemberian ijin berdasarkan permohonan dari pihak penyidik kepolisian. Adapun keberadaan status dari barang sitaan pencurian kendaraan bermotor dapat berupa, antara lain : a. Bersifat permanen Penyitaan bisa bersifat permanen, apabila penyitaan kelak dilanjutkan dengan perintah penyerahan kepada korban berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. b. Bersifat Temporer (Sementara) Penyitaan yang dilakukan atas harta sengketa atau harta kekayaan terdakwa dapat dinyatakan bersifat temporer apabila hakim memerintahkan pengangkatan sita. Perintah pengangkatan sita jaminan yang seperti ini terjadi berdasarkan surat penetapan pada saat proses persidangan mulai berlangsung, dan bisa juga dilakukan hakim sekaligus pada saat menjatuhkan putusan. Berbicara mengenai makna barang sitaan pencurian kendaraan bermotor yang berhasil diperoleh pada saat melakukan penelitian dimana 42

8 penelitian yang ada dilapangan berdasarkan penjelasan mengenai keberadaan status barang sitaan pencurian kendaraan bermotor yang disampaikan oleh kasat Reskrim Polres Gorontalo bapak Heri Rusyaman 4 adalah merupakan sebagai tindakan perampasan berdasarkan perintah undang-undang, makna perampasan dalam barang sitaan pencurian kendaraan bermotor jangan diartikan secara sempit dan bersifat mutlak. Mengartikan secara sempit dan mutlak, bisa menimbulkan penyalahgunaan kewenangan. Sehingga hal tersebut terus terjadi dalam praktek sebagai akibat dari kelemahan menafsirkan arti barang sitaan pencurian kendaraan bermotor sebagai perampasan yang mutlak. Tidak demikian halnya bahwa sita atau penyitaan sebagai tindakan-tindakan perampasan harta sengketa atau harta kekayaan terdakwa bukan bersifat mutlak terlepas dari hak dan penguasaan serta pengusahaan barang yang disita dari tangan terdakwa. Oleh karena itu, agar tidak terjadi kesalahan penafsiran maupun penyalahgunaan, perlu diketahui acuan yang tepat dan proposional memberlakukan barang sitaan di Polres Gorontalo. Acuan yang mesti dipedomani terhadap perlakuan barang sitaan terutama berdasarkan peraturan yang berlaku adalah : a. Barang Sitaan semata-mata hanya sebagai jaminan Istilah, maksud dan esensi jaminan, harta yang disita ditunjukkan untuk menjamin dakwaan agar dakwaan tersebut tidak ilusioner; 4 Hasil Wawancara dengan Kasat Reskrim Heru Rusyaman pada tanggal 1/5/

9 b. Bahwa hak atas benda sitaan tetap dimiliki terdakwa sekalipun barang yang disita dan dirampas atas perintah undang-undang masih tetap dianggap menjadi hak milik pelaku sampai putusan dieksekusi. Keliru sekali anggapan sementara pihak-pihak maupun hakim, yang berpendapat sita bersifat melepaskan hak milik terdakwa atas barang yang disita sejak tanggal berita acara sita dibuat; c. Penguasaan barang sitaan tetap dipegang aparat hukum Sejalan dengan acuan yang menegaskan hak milik atas barang sitaan tidak tanggal dari kekuasaan guna kepentingan pemeriksaan. 3. Penyitaan berdampak psikologis Bahwa status dari segi penerapan hukum terhadap penyitaan merupakan suatu yang berdampak psikologis, dimana penyitaan barang sitaan pencurian kendaraan bermotor dilakukan ditempat umum, seperti : a. Pelaksanaannya secara fisik dilakukan ditengah-tengah kehidupan masyarakat sekitarnya. b. Secara resmi disaksikan oleh dua orang saksi maupun oleh kepala desa, namun bisa pula di tonton oleh masyarakat luas; c. Administratif Justisial, penyitaan barang tertentu harus diumumkan dalam buku register kantor yang bersangkutan yang sesuai dengan asas publisitas. Berdasarkan penjelasan diatas serta hasil dari penelitian penulis terhadap tinjauan hukum barang sitaan pencurian kendaraan bermotor oleh pihak polres gorontalo, maka sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1 Butir 16 KUHAP, maka 44

10 dapat disimpulkan bahwa benda yang disita/benda sitaan yang dalam beberapa pasal KUHAP (pasal 8 ayat (3) huruf b, 40, 45 ayat (2), 46 ayat (2), 181 ayat (1), 194, 197 ayat (1) huruf I, 205 ayat (2) dinamakan juga sebagai barang Bukti adalah berfungsi (berguna) untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Akan tetapi apabila perumusan dalam pasal 1 butir 16 KUHAP tersebut dihubungkan dengan pembuktian dan putusan maka yang mengatur atau menegaskan mengenai peranan/kegunaan/fungsi dari barang bukti (Barang Sitaan) dalam kaitannya dengan pembuktian sehingga jelaslah bahwa dari hasil penelitian penulis dengan keberadaan penerapan teknis dilapangan oleh pihak polres gorontalo dalam menangani persoalan hukum terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor sudah jelas mengacu pada apa yang dituangkan dalam teori terhadap penyitaan itu sendiri. 5 Berdasarkan hal tersebut diatas, bahwa barang sitaan pencurian kendaraan bermotor di Polres Gorontalo berdampak psikologis bagi pelaku pencurian dimana dapat merugikan nama baik atau kredibilitas pelaku baik sebagai pribadi, apalagi sebagai pelaku bisnis. Tindakan penyitaan barang dapat meruntuhkan kepercayaan terutama dengan merinci tindak kejahatan yang diatur berdasarkan Pasal 231 KUHP berupa : 1. Melepaskan barang yang disita, baik menjual, maupun memindahkan hak atas barang yang menjadi objek sengketa. 2. Melepaskan barang yang disimpan atas perintah hakim, dan 3. Menyembunyikan barang yang dilepaskan dari sitaan. 5 HMA Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum. Malang. UMM Press. Hal

11 Teknis peradilan barang sitaan adalah merupakan salah satu upaya hukum yang dilakukan guna memohonkan diadakannya lembaga sita agar menjamin dan melindungi hak dan kepentingan pelaku kejahatan atas harta kekayaannya agar tetap terjaga keutuhan sampai diperoleh kekuatan hukum yang tetap ( inkracht). Upaya ini dilakukan untuk menjaga agar tidak ada I tikad buruk yang berusaha melepaskan diri dan mengelak memenuhi tanggung jawab sesuai putusan pengadilan yang merupakan kewajiban karena adanya Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Oleh karenanya, untuk dapat mengetahui upaya hukum barang sitaan pencurian kendaraan bermotor di Polres Gorontalo berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, maka tidak bisa hanya bergantung pada kekuatan hasil dilapangan saja (dalam hal ini aparat penegak hukum hanya bertindak dengan mengandalkan upaya teknis). 46

12 Untuk lebih jelasnya maka penulis buat dalam daftar tabel sebagai berikut : Tabel I Kasus curanmor yang sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tahun No Periode Jumlah Persentase (%) , , , , ,6 Jumlah Sumber Data : Polres Gorontalo tahun 2013 Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 tercatat barang sitaan pencurian kendaraan bermotor yang diterima oleh Polres Gorontalo dan telah dilimpahkan Ke Kejaksaan sebanyak 12 (Dua Belas) kasus pencurian kendaraan bermotor yang diproses atau dilaporkan di kejaksaan dan dilakukan penyelidikan dan penyidikan, Sedikitnya kasus barang sitaan pencurian kendaraan bermotor yang diterima oleh Polres Gorontalo. Menurut hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan Kaurbin Ops, Irwan Daenunu 6, beliau menjelaskan : bahwa dari tahun 2008 sampai dengan 2010 kasus pencurian kendaraan bermotor yang telah berhasil diungkap dan 6 Hasil Wawancara dengan Kaurbin Ops Irwan Daenunu, Senin.17/6/13 47

13 dilakukan penyitaan barang sitaan adalah sebanyak 6 kasus dimana setiap tahunnya terungkap paling sedikit 2 kasus yang setelah dijumlahkan di 3 tahun terakhir sebanyak 6 kasus yang telah dilimpahkan ke kejaksaan sedangkan pada tahun 2011 hanya 1 kasus dan pada tahun 2012 terungkap 5 kasus pencurian kendaraan bermotor yang sudah di limpahkan ke kejaksaan karena pada tahun 2012 dengan adanya terobosan baru yang dilakukan oleh pihak polres gorontalo dalam mengungkap kasus pencurian kendaraan bermotor itu dilakukan dengan cara menjadikan masyarakat sebagai informan atau menjalin kerja sama dengan masyarakat, pemerintah setempat guna mendapatkan laporan terhadap kejahatan pencurian kendaraan bermotor dan memberikan keterbukaan informasi lewat jaringan IT atau pemberitahuan kode/nomor telp layanan oleh pihak polres gorontalo dan juga dijelaskan bahwa sedikitnya kasus tersebut karena disebabkan keterbatasan pihak penyelidik dan penyidik Polres Gorontalo untuk melakukan proses penangkapan para pelaku pencurian dan dalam mengamankan barang hasil curian kenderaan bermotor, hal ini disebabkan oleh karena pelaku dengan berbagai macam cara berusaha menghilangkan jejak barang bukti, salah satunya mengubah warna cat dan tampilan dari kenderaan tersebut sehingga pihak kepolisian sulit mengenalinya. Adapun kasus pencurian kendaraan bermotor yang belum dilimpahkan ke kejaksaan seperti yang tergambar pada table 2 adalah : 48

14 Tabel 2 Kasus Curanmor yang belum dilimpahkan ke Kejaksaan Tahun No Periode Jumlah Persentase (%) Jumlah % Sumber Data : Polres Gorontalo (Limboto) tahun 2013 Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, yaitu periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 tercatat pencurian kendaraan berrmotor yang belum dilimpahkan ke kejaksaan dan belum ditemukan pelakunya sebanyak 20 (Dua Puluh) kasus karena belum ditemukannya pelaku serta barang bukti sehingga dari jumlah kasus yang ada pihak kepolisian masih memiliki bukti laporan kehilangan dari masyarakat dan masih menjadi tanggungjawab untuk dilakukannya pencarian pelaku berdasarkan ketentuan undang-undang. Akhirnya berdasarkan hasil penelitian, maka tujuan pokok dari penyitaan yakni sebagai berikut : 49

15 1. Untuk melindungi kepentingan penerapan hukum dan itikad buruk Pelaku kejahatan agar tidak hampa (ilusioner)hasil dakwaan, pada saat putusan setelah berkekuatan hukum tetap; 2. Memberi jaminan kepastian hukum terhadap objek eksekusi, apabila keputusan telah berkekuatan hukum tetap 7. Dalam melaksanakan suatu peraturan hukum pada dasarnya terdapat faktor faktor pendukung dan faktor faktor penghambat. Faktor faktor pendukung merupakan penunjang bagi terlaksananya pelaksanaan dari sebuah peraturan, sedangkan faktor faktor penghambat merupakan penghalang bagi terlaksananya sebuah peraturan pada umumnya. Adapun dalam kaitanya dengan barang sitaan pencurian kendaraan bermotor maka ada istilah pelaksanaan lelang terhadap barang sitaan hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor faktor sebagai berikut : 1. Pengeluaran surat izin lelang barang sitaan Surat izin lelang barang sitaan yang dikeluarkan oleh kejaksaan setempat. ini menjadi faktor utama penghambat pelaksanaan lelang barang sitaan karena di dalam mengeluarkan keputusan terhadap suatu barang sitaan itu, baik untuk dilakukannya pelelangan atau untuk kepentingan negara dan kepentingan sosial ataukah untuk dilakukannya pemusnahan terhadap barang sitaan tersebut membutuhkan pertimbangan yang matang dan jangka waktu yang lama. Ini berarti, penyelesaian terhadap barang sitaan harus diselesaikan dalam jangka waktu 4 ( empat ) bulan. Keterlambatan ini tidak saja menyebabkan pel aksanaan 7 L & J Law, Bila Anda Menghadapi Masalah hukum, Jakarta. PT. Penebar Swadaya.hlm.33 50

16 lelang barang sitaan tertunda, tapi juga berpengaruh terhadap nilai dari barang dan pelaksanaan lelang barang sitaan nantinya. Penjualan lelang barang sitaan pencurian kendaraan bermotor itu nantinya menimbulkan kurang tertariknya peserta lelang terhadap barang tersebut dikarenakan ada kemungkinan kondisi barang barang itu menjadi rusak sehingga tidak dapat lagi mencapai nilai limit yang telah ditentukan, apabila tidak dicapainya harga limit yang dikehendaki dalam pelaksanaan lelang barang sitaan maka proses pelelangan tersebut tertunda. Keterlambatan pengeluaran surat izin pelaksanaan lelang terhadap barang sitaan juga dapat menyebabkan nilai barang rampasan menjadi berkurang, karena ketahanan dari barang sitaan terhadap cuaca tidak dapat dijamin. Kondisi inilah secara tidak langsung ikut mempengaruhi pelaksanaan lelang terhadap suatu barang sitaan. Contoh berikut ini di saat melakukan penelitian, penulis menemukan satu kasus lagi yang diputuskan oleh Hakim di Pengadilan Negeri Limboto (kasus pencurian kendaraan bermotor). Diman kendaraan bermotor yang di curi tersebut akan dirampas untuk negara, dan hal ini berdasarkan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, selanjutnya dilakukan pelelangan. Apabila kendaraan bermotor hasil pencurian ini tidak segera diambil tindakan yang cepat dan tegas maka kondisi kendaraan bermotor ini akan rusak dan berkurang nilainya. 2. Penentuan harga limit barang sitaan. Di dalam penentuan harga limit ini pihak Kejaksaan Negeri Limboto bekerjasama dengan Polres Gorontalo yang terkait dengan barang sitaan tersebut, Dalam menentukan harga limit suatu barang sitaan juga membutuhkan jangka 51

17 waktu yang lama. Berdasarkan dari hasil penelitian yang diberikan oleh nara sumber dari kejaksaan Bapak Dadang harun 8 kepada penulis, dijelaskan bahwa penentuan harga limit suatu barang sitaan ini waktu yang dibutuhkan lebih kurang 1 ( satu ) bulan. Apabila selanjutnya penentuan harga limit ini sudah terlaksana maka pihak kejaksaan setempat harus bertindak dengan cepat atau dengan kata lain pengeluaran izin lelang terhadap barang sitaan tersebut harus segera dikeluarkan agar pelaksanaan lelang terhadap barang sitaan dapat dilaksanakan. 3. Kondisi barang yang rusak. Kondisi barang sitaan ini juga mempengaruh pelaksanaan lelang terhadap barang sitaan. Kondisi barang sitaan yang masih baik tidak ada pengaruhnya, tetapi terhadap kondisi barang sitaan yang kurang baik akan sangat berpengaruh bagi pencapaian harga limit yang diinginkan oleh penyelenggara. Di samping itu juga ketertarikkan peserta lelang terhadap barang sitaan yang kondisinya kurang baik itu menjadi berkurang. Kondisi barang sitaan yang kurang baik ini disebabkan oleh tidak terawatnya barang barang yang berada di tempat penitipan barang tersebut. 4. Sedikitnya peserta lelang yang menghadiri pelaksanaan lelang barang sitaan. Peserta lelang ini merupakan salah satu unsur yang mempunyai peranan yang sangat penting terhadap suksesnya pelaksanaan lelang lelang barang sitaan yang akan diselenggarakan pelelangan suatu barang sitaan tidak dapat dilakukan apabila : 8 Hasil Wawancara dengan Dadang Harun Rabu,19/6/13 52

18 (1) peserta lelang yang datang itu tidak sesuai dengan panitia penyelenggara; dan (2) pelaksanaan lelang suatu barang rampasan itu tertunda. Secara tidak langsung hal tersebut di atas diperkirakan akan mempengaruhi terhadap pencapaian harga limit yang diinginkan, misalkan harga limit yang diharapkan itu Rp ,00 ( Tujuh juta rupiah ), tetapi dari peserta lelang yang hadir dan penawaran tertinggi yang dicapai hanya sebesar Rp ,00 ( Enam juta rupiah ), maka pelaksanaan lelang barang sitaan tersebut ditunda dan untuk selanjutnya dalam jangka waktu 10 ( sepuluh) hari dari pelelangan yang pertama itu akan diadakan lelang yang kedua untuk mencapai harga limit yang diinginkan. Di dalam keempat faktor ini yang menjadi kendala di dalam pelaksanaan lelang barang sitaan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan barang sitaan tersebut, yang pada akhirnya berakibat kepada pelaksanaan lelang terhadap barang sitaan ini menjadi terlambat. B. Upaya penanggulangan hukum terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor. Upaya hukum terhadap penanggulangan barang sitaan pencurian kendaraan bermotor yang ditempuh oleh pihak Polres Gorontalo tersebut antara lain : 1. bahwa keberadaan barang sitaan ini haruslah dijadikan sebagai barang bukti dalam melengkapi syarat hukum pembuktian, dimana aparat yang terkait itu haruslah bertindak dengan hati hati dan tegas di dalam 53

19 menangani penyelesaian barang sitaan ini, maka kemungkinan kemungkinan di dalam pelaksanaan lelang terhadap barang sitaan tersebut sangat kecil. 2. Untuk menangani masalah kondisi barang sitaan yang kurang baik, upaya penanggulangannya adalah dengan dilakukannya perawatan yang rutin terhadap barang sitaan tersebut, dengan adanya perawatan yang rutin terhadap barang sitaan ini meminimalkan kerusakan kerusakan terhadap barang barang sitaan tersebut. Untuk menciptakan hasil kerja yang maksimal dalam upaya penanggulangan terhadap barang sitaan pencurian kendaraan berrmotor tersebut maka haruslah diimbangi dengan cara-cara atau kebijakan kebijakan lain. a) Sarana Penal (Represif). Faktor dan kondisi yang bersifat kriminogen terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor dipolres Gorontalo adalah dengan selalu berusaha sigap dan selalu melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat serta dengan masyarakat untuk sama-sama menjaga keamanan agar tidak terjadi kejahatan pencurian yang berdampak pada penyitaan barang curian yang nantinya digunakan sebagai barang bukti dan malah sampai berujung pada pelelangan barang sitaan oleh pihak penegak hukum atau akan di simpan dalam Rubasan. Jika diperhatikan terhadap ketentuan hukum, lebih dari cukup ketentuan tersebut untuk menjerat para pelaku pencurian kendaraan 54

20 bermotor apalagi sanksi pidana yang mengancamnya juga sudah cukup menjanjikan untuk membuat takut dan jera bagi pelaku pencurian serta nantinya berujung pada pelelengan barang sitaan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. b). Sarana Nonpenal ( Preventif ). Dasar upaya nonpenal dalam penanggulangan terhadap barang sitaan pencurian kendaraan bermotor pada upaya preventif, yaitu upaya yang dilakukan sebelum terjadinya upaya hukum terhadap barang sitaan pencurian guna dapat dilaksanakan dengan cara menangani faktor faktor pendorong terjadinya pencurian, yang dapat dilaksanakan dalam beberapa cara, yakni a. Tingkat Pengamanan Dimana pihak kepolisian selalu melakukan upaya untuk melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah serta masyarakat dalam menjaga keamanan dengan mengingatkan pemerintah daerah dengan masyarakat untuk memfungsikan kembali pos jaga dimasing-masing wilayah serta selalu cepat memberikan informasi kepada pihak kepolisian dalam hal terjadinya suatu kejahatan pencurian serta kejahatan lainnya. b. Melakukan Sosialisasi Bahwa hasil dari barang sitaan ini akan dijadikan sebagai barang bukti dipersidangan serta bisa saja akan menjadi milik Negara yang 55

21 nantinya berdampak pada pelelangan hasil dari barang sitaan pencurian tersebut sehingganya dalam penanggulangan tersebut yang dijadikan dalam upaya mensosialisasikan kepada masyarakat serta pemerintah daerah agar kiranya selalu hati-hati menjaga kendaraan bermotornya sehingga tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 56

Fitriyanti Kilo NIM :

Fitriyanti Kilo NIM : Tinjauan Hukum Terhadap Barang Sitaan Pencurian Kendaraan Bermotor Di Polres Gorontalo, Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Ilmu Hukum Universitas Negeri Gorontalo 2013. Fitriyanti Kilo NIM : 271 409 063 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA 16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH 1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BENDA SITAAN NEGARA DAN BARANG RAMPASAN NEGARA PADA RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang I. PEMOHON Mardhani Zuhri Kuasa Hukum Neil Sadek, S.H.dkk., berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.751, 2017 KEJAKSAAN. Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Sita Eksekusi. Pelelangan atau Penjualan Langsung. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.160, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Sistem Pengelolaan. Benda Sitaan, Barang Rampasan Negara, Ketatalaksanaan. PERATURAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,

Lebih terperinci

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam BAB V ANALISIS A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam Perkara No. 97/PID.PRAP/PN.JKT.SEL Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem dan mekanisme yang ada mengenai perampasan aset hasil tindak

Lebih terperinci

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH I. Pendahuluan. Misi yang diemban dalam rangka reformasi hukum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.727, 2012 LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Tata Cara. Pendampingan. Saksi. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 529/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 529/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 529/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.790, 2014 BNPT. Perkaran Tindak Pidana Terorisme. Perlindungan. Saksi. Penyidik. Penuntut Umum. Hakim dan Keluarganya. Pedoman PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP

Lebih terperinci

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik 1 Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Penyidikan suatu tindak pidana adalah merupakan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4.1 Kewenangan KPK Segala kewenangan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor : 81/Pid.B/2013/PN.Unh.

PUTUSAN Nomor : 81/Pid.B/2013/PN.Unh. PUTUSAN Nomor : 81/Pid.B/2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang bersidang dan mengadili perkaraperkara pidana pada pengadilan tingkat pertama yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HSL RPT TGL 5 MART 09 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Pencurian 1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Buku kedua, Bab XXII, Pasal 362 yang berbunyi:

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 762/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 762/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 762/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 137/2000, TEMPAT DAN TATA CARA PENYANDERAAN, REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK, DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA *38345 PERATURAN

Lebih terperinci

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137 TAHUN 2000 TENTANG TEMPAT DAN TATA CARA PENYANDERAAN, REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK, DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara

Lebih terperinci

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H.

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H. Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H. VISI DAN MISI Visi Terwujudnya perlindungan saksi dan korban dalam sistem peradilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak terlepas dengan hukum yang mengaturnya, karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya sebuah hukum. Manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137 TAHUN 2000 TENTANG TEMPAT DAN TATA CARA PENYANDERAAN, REHABILITASI NAMA BAIK PENANGGUNG PAJAK, DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 12 BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA 2.1. Pengaturan Alat Bukti Dalam KUHAP Alat bukti merupakan satu hal yang mutlak adanya dalam suatu persidangan. Macam-macam

Lebih terperinci

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN R GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan terhadap saksi pada saat ini memang sangat mendesak untuk dapat diwujudkan di setiap jenjang pemeriksaan pada kasus-kasus yang dianggap memerlukan perhatian

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENANGANAN BARANG BUKTI SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRES MATARAM Mataram, 01 Januari 2015

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da No.24, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6184) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da No.24, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLHUKAM. Saksi. Korban. Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6184) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Kejaksaan a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang bersifat tidak tertulis, merupakan pedoman bagi setiap individu tentang bagaimana selayaknya berbuat

Lebih terperinci