BAB II PEMBAHASAN A. Latar Belakang Pendidikan Orang Dewasa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PEMBAHASAN A. Latar Belakang Pendidikan Orang Dewasa"

Transkripsi

1 BAB II PEMBAHASAN A. Latar Belakang Pendidikan Orang Dewasa Pemahaman awal mengenai belajar dan mengajar sebagian besar diawali dari studi pendidikan pada anak serta pengalaman mengajar anak-anak. Kebanyakan proses belajar mengajar didasarkan bahwa pendidikan merupakan suatu proses transmisi pengetahuan. Dimana hal ini kemudian dikenal dengan Paedagogi, yang diartikan sebagai suatu ilmu dan seni dalam mengajar anak-anak. Semakin berkembangnya teknologi, mobilitas penduduk, perubahan dan perkembangan zaman yang semakin menuntut kemampuan individu dewasa. Maka dirasa perlu untuk mengalami perubahan khususnya pada pendidikan. Pendidikan tidak lagi sekadar hanya merupakan sebagai suatu upaya untuk transmisikan pengetahuan, tetapi sebagai suatu proses penemuan sepanjang hayat akan apasaja yang butuh kita ketahui. Untuk membedakan dengan Paedagogi, muncullah teori baru yang disebut Andragogi yang berasal dari bahasa yunani yaitu andro yang berarti orang dewasa dan agogos yang berarti memimpin. Dalam paedagogi, berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan. Berbeda halnya dengan andragogi, dimana berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk memecahkan masalah. Pembelajaran orang dewasa mencerminkan suatu proses di mana orang dewasa menajdi perduli dan mengevaluasi tentang pengalamannya. Untuk itu, pembelajaran orang dewasa tidak dimulai dengan mempelajari materi pelajaran, tetapi berdasarkan harapan bahwa pembelajaran dimulai dengan memberikan perhatian pada masalah-masalah yang trjadi/ditemukan dalam kehidupannya (lingkungan pkerjaan, masyarakat, dan lain-lain. oleh karenanya pembelajaran orang dewasa tentu saja berbeda dengan pembelajaran fase perkembangan lainnya. Menurut Lindeman (1986), konsep pembelajaran orang dewasa merupakan pembelajaran yang berpola non otoriter, lebih bersifat informal yang pada umumnya bertujuan untuk menemukan pengertian pengalamandan/atau pencarian pemikiran guna merumuskan perilaku standar. Dengan demikian, teknik pembelajaran orang dewasa adalah bagaimna membuat pembelajaran menjadi selaras dengan kehidupan nyata.

2 B. Sejarah Pendidikan Orang Dewasa Ditemukannya istilah andragogi dimulai dari tahun 1833, oleh alexander Kapp, Kapp menjelaskan andragogi dengan menggunakan istilah Pendidikan Orang Dewasa terutama dalam menjelaskan teori pendidikan yang dilahirkan ahli filsafat Plato. Secara runtut berikut ini dijelaskan sejarah perkembangan penggunaan istilah andragogi dari tahun ke tahun sebagai teori pendidikan baru di samping teori pedagogy. Pada abad 18 sekitar tahun 1833: Alexander Kapp menggunakan istilah Pendidikan Orang Dewasa untuk menjelaskan teori pendidikan yang dikembangkan dan dilahirkan ahliahli filsafat seperti Plato. Juga pendidikan orang dewasa Bangsa Belanda Gernan Enchevort membuat studi tentang asal mula penggunaan istilah andragogi. Setelah era Kapp, pada abad 19 tepatnya tahun 1919, Adam Smith memberikan sebuah argumentasi tentang pendidikan untuk orang dewasa pendidikan juga tidah hanya untuk anak-anak, tetapi pendidikan juga untuk orang dewasa. Tiga tahun setelah Adam Smith tepatnya tahun 1921: Eugar Rosenstock menyatakan bahwa pendidikan orang dewasa meggunakan guru khusus, metode khusus dan filsafat khusus. Pada tahun 1926: The American For Adult Education mempublikasikan bahwa pendidikan orang dewasa mendapat sumbangan dari: 1) Aliran ilmiah seperti Edward L Thorndike. Dan 2) Aliran artistik seperti Edward C. Lindeman. Edward Lindeman menerbitkan buku Meaning Of Adul Education yang pada intinya buku tersebut berisi tentang: 1) Pendekatan Pendidikan orang dewasa dimulai dari situasi, 2) Sumber utama pendidikan orang dewasa adalah pengalaman si belajar ia juga menyatakan ada empat asumsi pendidikan orang dewasa, yaitu: (1) orang dewasa termotivasi belajar oleh kebutuhan pengakuan. (2) orientasi orang dewasa belajar adalah berpusat pada kehidupan, (3) pengalaman adalah sumber belajar, (4) pendidikan orang dewasa memperhatikan perbedaan bentuk, wktu, tempat dan lingkungan. Pada perkembangan selanjtnya Edward C. Lindeman menerbitkan journal of Adult Education. Pada tahun 1928: Edward L. Thorndike menyususn buku Adult Learning yang merupakan buku P endidikan Orang Dewasa pertama dari aliran Scientific. Pada tahun berikutnya tepatnya tahun 1929: Lawrence P. jacks menulis dalam journal Adult of education, bahwa pendapatan dan kehidupan adalah dua hal yang tidak terpisahkan dalam

3 kehidupan. Ia mengistilahkan pendidikan orang dewasa (POD) dengan Continuing School dan berbasis pada pendapatan dan kehidupan. Tahun 1930: Arceak AB mengenalkan istilah pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur hidup dalam rangka pendidikan untuk manusia. Pada tahun itu Robert D. Leigh menyimpulkan dari hasil studinya dalam journal Adult Education bahwa belajar orang dewasa sangat berkaitan erat dengan pengalaman sehari-hari, sehingga pengetahuan baru harus berdasar pengalaman hidup sehari-hari. Pada tahun tahun 1931; David L Mackage menulis dalam Journal Adult Education bahwa isi dan metode pembelajaran harus selalu dihasilkan untuk Pendidikan orang dewasa. Tahun 1936: Lyman Buson menyusun buku Adult Education dimana buku tersebut membahas secara terperinci tentang tujuan pendidikan orang dewasa sebagai sebuah bentuk sosial untuk mencapai kesamaan tujuan program pada semua institusi pendidikan orang dewasa. Pada tahun 1938: Alan Rogers menulis dalam journal Adult Education bahwa salah satu tipe pendidikan orang dewasa adalah berdasarkan dan penggunaan metode baru sebagai prosedur atau langkah pada pembelajarannya. Sekitar tahun 1939: Rat Herton menulis dalam journal Adult Education bahwa pada High School, pebelajar orang dewasa mempunyai beberapa pengetahuan atau kecakapan sehingga proses belajar harus seperti yang dimulai atau dilakukan pebelajar tersebut. Pemikiran tersebut sejalan dengan pendapat Ben H. Cherrington yang ditulis dalam journal Adult Education, bahwa pada pendidikan orang dewasa yang demokratis, pebelajar menggunkan metode belajar aktif mandiri dan bebas memilih belajar dan hasil belajar. Anggapan tersebut dipertegas lagi oleh Wandell Thoman dalam journal Adult Education, bahwa pendidikan orang dewasa berbeda dengan sekolah di dalam keindividualan dan tanggung jawab sosial. Pendidikan orang dewasa membuat arah khusus bagi individu serta lebih diarahkan untuk memberikan sumbangan pada dan mengorganisir sumbangan tersebut pada tujuan sosial. Kejelasan isi dan proses pembelajaran pendidikan orang dewasa ditegaskan pada tahun 1940 oleh Harold dalam journal Adult Education, dia menyatakan, bahwa tidak hanya isi pengajaran, tetapi juga metode mengajar harus di ubah. Pengajaran harus menempatkan latihan, dimana pebelajar dapat berpartisipasi secara luas. Beberapa elemen perlu diadakan kerjasama dalam program pendidikan orang dewasa.

4 Pada tahun 1949: Harry Overstreet menyusun The Nature Mind dimana beliau menyatakan tentang perlunya pemisahan konsep pendidikan orang dewasa. Hal tersebut dilakukan melalui pemahamnan dan riset, dimana orang dewasa dalam proses pembelajaran terintegrasi dalam satu kerangka kerja. Sebuah perjalanan panjang tentang lahirnya istilah andragogi dalam pendidikan, namun pemikiran-pemikiran yang lebih fokus baik dari segi konsep teori, filsafat maupun pada tahapan implementasi (metodologi) seperti pada; proses pembelajaran, tujuan pembelajaran, sasaran pembelajaran serta kaitan antara andragogi dengan masalah ekonomi, sosial, budaya dan politik dimulai pada tahun 1950: dimana Malcolm Knowles menyusun Informal Adult Education yang menyatakan bahwa inti Pendidikan orang dewasa berbeda dengan Pendidikan tradisional. Disamping itu pula Malcolm Kanowles mengajukan tiga hal penting pada POD, yakni: 1) Mengubah visi peserta belajar khususnya dalam program pendidikan orang dewasa. 2) Mengajukan istilan contiuning learning. 3) Peserta didik pada national training laboratories adalah orang-orang yang telah bekerja. Begitu pula pada tahun itu fokus andragogi dilahirkan oleh Heinrich Hanselmanan menyusun buku yang berjudul Andragogi: Nature, Possibilities and Boundaries of Adult Education yang intinya POD berhubungan dengan pengobatan (bukan medis) dan pendidikan kembali orang dewasa. Rogers menyatakan bahwa pendidikan juga dihubungkan dengan perubahan tingkah laku, dimana hal ini sesuai dengan pembelajaran orang dewasa. Pada tahun 1954: TT Ten Have memberikan kuliah Andragogi, dimana beliau mengenalkan tiga istilah, yaitu: 1) andragogi yakni aktivitas secara institusional dan profesional yang terbimbing bertujuan untuk mengubah orang dewasa, 2) andragogik adalah latar belakang sistem metodologi dan idiologi yang mengatur proses andragogi secara aktual, 3) andragogi, adalah studi ilmiah tentang andragogi dan andragogik kedua-duanya. Kurt Lewin menyatakan bahwa belajar terjadi sebagai akibat perubahan dalam struktur kognitif yang dihasilkan oleh perubahan struktur kognitif itu sendiri atau perubahan kebutuhan juga adanya motivasi internal serta belajar yang efektif dilakukan melalui kelompok. Tahun 1956: M. Ogrizovic menguraikan tentang andragogi yang fenologika dan berikutnya tahun 1957: Frans Poggeler menyusun buku introduction to andragogi: basic issue in adult education dimana ia menyebutkan istilah andragogi untuk pendidikan orang dewasa. Wertheimer, Koffka dan Kohler mengenalkan

5 hukum dalam pendidikan orang dewasa yaitu: 1) the law of proximily, 2) the law of similarity and familiarity, 3) the law closure. Pada tahun 1959: M Ogrizovic menyusun buku problems of andragogi bersama dengan Samolovcev, Filipovic dan Sevicevic. Disamping itu pula Brunner menghasilkan riset tentang pandangan luas dari riset penddidikan orang dewasa. Tahun 1960: JR Gibb menyusun buku Teori belajar dalam pendidikan orang dewasa. Samolovcev, Fillpovic dan Savecevic memanjakan peserta belajar pada pendidikan orang dewasa/andragogi. Tahun 1961: April O. Houle menyatakan bahwa orang-orang dewasa tertarik pada continuing education dan alasan orang-orang dewasa belajar adalah: 1) the goal oriented learners, 2) the activity oriented learners, 3) the learning oriented learners. Tahun 1961: Maslow menyatakan dalam pendidikan orang dewasa, peserta belajar harus mencapai aktualisasi diri. Carl Rogers menyatakan dalam pendidikan orang dewasa, peserta belajar harus dapat menunjukan fungsinya. Tahun 1964: Miller menyusun buku Teaching and Learning in Adult Education. Wilbur Hallenbeck menyusun buku Methods and Techniques in Adult Education. Itulah sekilas perkembangan sejarah andragogi baik dari segi konsep teori maupun implementasi program pengembangannya di masyarakat. Seperti digambarkan pada awal pembahasan buku ini, istilah andragogi pertama kali digunakan oleh Alexander Kapp tahun 1833 yaitu yang menjelaskan konsepkonsep dasar teori pendidikan dari Plato. Sehingga penggunaan istilah andragogi telah dimulai pada abad ke-18 (Cross, 1981). Perkembangan selanjutnya sejak tahun 1920-an pendidikan orang dewasa (andragogi) telah dirumuskan dan diorganisasikan secara sistematis. Pendidikan orang dewasa dirumuskan sebagai suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Belajar bagi orang dewasa berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya (Pannen 1997 dalam Suprajitno, 2007:11). Namun pakar pendidikan orang dewasa yang mengkaji dan mengembangkan secara konseptual teoritik andragogi adalah Malcolm Knowles (1970). Malcolm Knowles mendefinisikannya: andragogi as the art and science to helping adult a learner (Srinivasan, 1977:13). Pendidikan orang dewasa berbeda dengan pendidikan anak-anak (pedagogi). Hal ini karena pedagogi berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan andragogi berlangsung dalam bentuk pengembangan diri sendiri untuk

6 memecahkan masalah. Jadi, istilah andragogi mulai dirumuskan menjadi teori baru sejak tahun 1970-an, oleh Malcolm Knowless. Knowless memperkenalkan istilah tersebut teutama untuk pembelajaran pada orang dewasa. Malcolm Knowless menyatakan bahwa apa yang kita ketahui tentang belajar selama ini adalah merupakan kesimpulan dari berbagai kajian terhadap perilaku kanak-kanak dan binatang percobaan tertentu. Pada umumnya memang, apa yang kita ketahui kemudian tentang mengajar juga merupakan hasil kesimpulan dari pengalaman mengajar terhadap kanak-kanak. Sebagian besar teori belajar mengajar didasarkan pada perumusan konsep pendidikan sebagai suatu proses pengalihan kebudayaan. Atas dasar teori-teori dan asumsi itulah tercetus istilah pedagogi yang akar katanya berasal dari bahasa Yunani, paid (kanakkanak) agogos (memimpin). Pedagogi dengan demikian berarti memimpin kanak-kanak, atau pendefinisi diartikan secara khusus sebagai suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak. Akhirnya pedagogi didefinisikan secara umum sebagai ilmu dan seni mengajar anak-anak. Penggunaan atau penerapan proses pendidikan atas dasar pendekatan andragogi mulai dikembangkan beberapa waktu terakhir ini terutama bersamaan dengan berkembangnya konsep pendidikan nonformal di tengah-tengah masyarakat sebagai model pendidikan alternatif bagi masyarakat tertentu (masyarakat negara berkembang). Perkembangan teori dan istilah andragogi berkembang dengan pesat di daratan Eropa, dimana perkembangannya sangat pesat dan dalam banyak hal jauh melampaui perkembangan yang sama yaitu di Amerika Serikat. Di Eropa, pendekatan andragogi sudah mulai digunakan dalam penanganan kasus-kasus dalam bidang pelayanan masyarakat, proses kemasyarakatan kembali, pendidikan luar sekolah, manajemen personalia, organisasi-organisasi masa, program pembangunan masyarakat. Dalam keseluruhan proses perkembangan dan pengalaman penerapan tersebut, ternyata ditemukan banyak bukti yang memperkuat anggapan-anggapan dasar pendekatan andragogi, sekaligus memperkaya berbagai bentuk metodologi pendidikan yang didukung oleh perangkat-perangkat teknologi yang lebih berdaya hasil dan tepat guna.

7 C. Definisi Pendidikan Orang Dewasa Pendidikan orang dewasa adalah sebuah proses yang peranan sosial utamanya adalah membentuk karakteristik status orang dewasa yang menjalankan aktivitas pembelajaran utuh dan sistematis yang bertujuan memberikan perubahan dalam hal ilmu pengetahuan, tingkah laku, nilai atau kemampuan Pendidikan Orang Dewasa juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana orangorang yang sudah memiliki peran sosial sebagai orang dewasa melakukan aktivitas belajar yang sistematik dan berkelanjutan dengan tujuan untuk membuat perubahan dalam pengetahuan, sikap, nilai-nilai, dan keterampilan. Dimana pendidikan orang dewasa memiliki beberapa fungsi / tugas yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan POD adalah: Tugas sebagai guru ( fasilitator ) Tugas sebagai pengembang program (Program Developer) Tugas sebagai pengelola ( administration ) Tugas sebagai konselor ( Conselor ) Disisi lain, pendidikan orang dewasa yang mencakup berbagai usia, tingkat pendidikan, lingkungan social memuat tujuan yang dapat dipandang dari sudut permasalahannya terbagi atas : 1. Tujuan POD bagi pengembang kecerdasan / intelektual warga belajar, 2. Tujuan POD bagi aktualisasi dari indvidu peserta belajar 3. Tujuan POD bagi bagi pengembangan personal dan sosial warga belajar 4. Tujuan POD bagi perubahan sosial (masyarakat) 5. Tujuan POD bagi pengembangan SDM dalam organisasi kerja (efektivitas organisasi) D. Sifat Pendidikan Orang Dewasa Pendidikan orang dewasa itu sendiri terjadi di pembelajaran mandiri, di mana pelajar bertanggungjawab sepenuhnya terhadap desain dan pelaksanaan kegiatan belajar mereka, dan pendidikan terarah lainnnya, maka belajar bagi orang dewasa memiliki beberapa sifat yaitu: bersifat subjektif dan unik, maka terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa

8 perlu pula mendapatkan kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut, maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernah terwujud. Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling berbeda pendapat. Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam mengembangkan potensi pribadinya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan psikis mereka. Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Pada akhirnya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dari orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan. E. Tiga Kebenaran Tentang Pendidikan Orang Dewasa Ada tiga alasan yang diambil seseorang mengenai pendidikan orang dewasa, dimana hal itu sangat menyangkut dirinya sendiri yang meliputi: 1. Pertama, kebenaran yang paling sederhana adalah bahwa banyak siswa yang lebih tua lebih termotivasi daripada siswa muda. Ini memungkinkan siswa yang lebih tua adalah pijakan terhadap nilai-nilai pendidikan mereka dan ingin memastikan bahwa mereka mendapatkan hasil maksimal dari investasi mereka. Disamping itu, siswa yang lebih tua juga mengalami dunia bekerja tanpa gelar dan jadi sangat termotivasi untuk mendapatkan keuntungan keuangan dan profesional pendidikan. 2. Kedua, mahasiswa yang lebih tua biasanya tahu lebih tentang manajemen waktu daripada siswa tradisional. Mahasiswa non-tradisional biasanya menyeimbangkan kerja, sekolah,

9 dan keluarga sehingga mereka sangat efisien dan efektif dalam manajer waktu mereka. Siswa yang lebih tua juga lebih efektif pada memprioritaskan berbagai komitmen mereka didasarkan atas pengalaman hidup mereka yang lebih besar. Siswa yang lebih tua tahu lebih banyak tentang orang-orang dan dinamika interpersonal, mereka sendiri pribadi kekuatan dan kelemahan, dan peristiwa-peristiwa sejarah serta peristiwa terkini. 3. Siswa yang lebih tua telah memimpin melindungi kehidupan dan beberapa siswa yang lebih muda telah memimpin kehidupan dengan berbagai tantangan. Jika usia Anda adalah semua yang menghambat Anda kembali dari mengejar gelar Anda kemudian ingat bahwa usia menawarkan keuntungan sebagai kerugian. F. Fungsi Dasar Pendidikan Orang Dewasa Pada dasarnya, fungsi dasar dari pendidikan orang dewasa adalah instruksi, konseling, perkembangan program dan administrasi. Proses pengembangan program melibatkan penilaian pada kebutuhan pelajar, membuat dan mengeksekusi keputusan yang diperlukan dalam aktivitas belajar untuk memposisikan dan mengevaluasi hasil. Pendidikan orang dewasa sebagai sebuah proses pengembangan program menitikberatkan bahwa pendidikan orang dewasa lebih distandarisasi seperti dalam program remidi atau kesempatan kedua yang mensejajarkan kurikulum pendidikan remaja, dan fungsi pengembangan program tidaklah begitu penting dan berkaitan dengan tugas dalam penyelenggaraan pendidikan orang dewasa yang mencakup: A. Guru Sama halnya dengan guru anak-anak dan remaja, guru untuk orag dewasa juga berperan dalam mentransfer dan membangkitkan pengetahuan, sikap, nilai-nilai, serta kemampuan dengan cara yang sistematis. Tingginya struktur sifat mata pelajaran yang akademis dan mengarah pada kejuruan, penekanan pada setting yang lebih formal yang serupa sekolah cenderung pada transfer pengetahuan oleh guru merupakan beberapa karakteristik khusus orang dewasa selaku pelajar. Pada kenyataannya, kepustakaan orang dewasa sering tidak menyebut kata guru, melainkan sebagai pemimpin, mentor, dan fasilitator. Pada umumnya, yang menjadi guru orang dewasa adalah sukarelawan yang mengajar di banyak komunitas, seperti dalam asosiasi program pendidikan sukarela. B. Konselor

10 Jumlah konselor orang dewasa yang ditunjuk sangatlah sedikit, sehingga kebanyakan bagian dari konseling yang ada dilakukan oleh guru, pengembang program, dan administrator. Sebuah studi tentang program pendidikan dasar orang dewasa di kota besar melaporkan bahwa kebutuhan akan konseling sangatlah besar dan suplai konselor sangat sedikit, sehingga para guru yang memikulnya tak peduli apakah mereka siap atau tidak. Konselor biasanya ada untuk pelajar dewasa dalam pendidikan dasar, penyelesaian sekolah menengah, dan program perguruan tinggi, sedangkan konseling pekerjaan (biasanya dalam kelompok), bimbingan akademik, dan pengembangan kemampuan studi lebih condong ke karakteristik lingkup pendidikan yang lebih tinggi. C. Pengembang Program / Administrator Mayoritas pendidik orang dewasa yang bekerja full-time dipekerjakan di peran administrasi atau semi-administratif yang meliputi pengembangan program dan fungsi manajemen. Pendidik paruh waktu tentu juga memiliki peran yang sama. Faktor lain yang menguatkan bercampurnya peran pengembangan program dan peran administratif dalam pendidikan orang dewasa adalah kekurangan staf pengajar yang fulltime pada kebanyakan pendidikan orang dewasa menyebabkan administrator perlu memikul fungsi tertentu yang normalnya dikerjakan oleh anggota staf pengajar. Pada banyak kasus, agen pendidikan orang dewasa adalah suatu sub-unit dari organisasi yang lebih besar di mana tujuan utamanya bukanlah pendidikan orang dewasa atau bahkan bukan pendidikan. D. Studi Kesarjana Tujuan pendidikan, kurikulum-kurikulum, dan orientasi bidang pendidikan orang dewasa di masing-masing program kesarjana berbeda-beda. Beberapa program baru, khususnya yang didirikan dengan bantuan pemerintah pusat di Selatan pada akhir tahun 1960-an, sangat berorientasi pada pelatihan personil pendidikan dasar orang dewasa. Karena kelangkaan posisi full-time bagi pendidik orang dewasalah maka studi kesarjana pada kebanyakan universitas menyanggupi untuk menyiapkan pengembangan program dan peran administrasi dalam spektrum lingkup yang luas. G. Riset (Penelitian) Penciptaan kumpulan ilmu pengetahuan dalam pendidikan perguruan tinggi melalui pencarian yang sistematis dan teratur telah tertinggal jauh dari perkembangan program

11 pelatihan sarjana. Pendidik perguruan tinggi telah sangat bergantung pada teori umum dan penemuan penelitian dalam pendidikan dan ilmu alamiah sosial yang sangat penting bagi semua pendidik. Bagaimanapun juga, kumpulan ilmu pengetahuan umum yang teruji belum terpenuhi. Sementara melalui evaluasi/ analisa menyeluruh dari sseluruh sumbangan para ilmuwan untuk pemahaman kita dari pembelajaran orang dewasa dan pendidikan adalah tidak mungkin disini, kita harus mengingat secara ringkas perkembangan-perkembangan yang berarti. F. Organisasi Profesional Banyak organisasi dimana pendidik orang dewasa dan institusi pendidikan orang dewasanya mempunyai banyak tujuan dan dan kondisi yang memberi karakter pendidikan tinggi saat ini. Organisasi-organisasi ini memenuhi beberapa fungsi penting untuk kelanjutan perkembangan bidang dan praktisinya. Mungkin fungsi paling penting dari organisasi pendidikan orang dewasa adalah perkembangannya professional. G. Identitas Profesional Sifat pendidikan orang dewasa adalah sebuah usaha yang tidak bisa didominasi oleh lembaga manapun dan tidak pernah bisa dikurangi untuk satu tujuan atau fungsi selain memperluas komitmen utnuk manusia dan perkembangan sosial. Dalam beberapa hal, pendidikan orang dewasa sama dengan sub bidang yang lain dalam pendidikan professional yang lebih luas, seperti pendidikan atau bimbingn khusus, tetapi di lain hal sangat berbeda, karena ini tidak terikat pada sekolah-sekolah atau kondisi yang mirip sekilah dan tujuan-tujuannya.

12 Daftar Pustaka Suprijanto, H. (2007). Pendidikan orang dewasa; dari teori hingga aplikasi. Jakarta : Bumi Aksara

LUTFI WIBAWA, M.Pd/Dosen PLS FIP UNY.

LUTFI WIBAWA, M.Pd/Dosen PLS FIP UNY. LUTFI WIBAWA, M.Pd/Dosen PLS FIP UNY Tahun Tokoh Pemikiran 1833 Alexander Kapp Menggunakan istilah Pendidikan Orang Dewasa untuk menjelaskan teori pendidikan yang dikembangkan dan dilahirkan ahli-ahli

Lebih terperinci

ANDRAGOGI. (Oleh Mustofa Kamil) Abstrak

ANDRAGOGI. (Oleh Mustofa Kamil) Abstrak ANDRAGOGI Abstrak (Oleh Mustofa Kamil) Sebuah perjalanan panjang tentang lahirnya istilah andragogi dalam dunia pendidikan, namun pemikiran-pemikiran yang lebih fokus baik dari segi konsep teori, filsafat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kebutuhan bagi seluruh umat manusia. Pendidikan tidak terbatas hanya untuk mereka yang berada pada tingkatan pedagogy saja tetapi juga pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu aspek yang berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya

Lebih terperinci

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP

2016 PENGEMBANGAN MODEL DIKLAT INKUIRI BERJENJANG UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PEDAGOGI INKUIRI GURU IPA SMP 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abad 21 merupakan abad kompetitif di berbagai bidang yang menuntut kemampuan dan keterampilan baru yang berbeda. Perubahan keterampilan pada abad 21 memerlukan perhatian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Fungsi pendidikan pada umumnya

Lebih terperinci

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang : LANDASAN SOSIOLOGIS PENGERTIAN LANDASAN SOSIOLOGIS : Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan kemanusian untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan kemanusian untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses dalam rangka memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia berbudaya dan beradab. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) mengalami banyak perkembangan dan ini merupakan hasil dari usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter individu yang bertanggung jawab, demokratis, serta berakhlak mulia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses komunikasi transaksional yang melibatkan guru, siswa, media, bahan ajar dan komponen lainnya sehingga tercipta proses interaksi belajar

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

PEMBELAJARAN ORANG DEWASA KOPWIL 6 PEMBELAJARAN ORANG DEWASA PEKERTI DOSEN UNIMUS SEMARANG, 30 JAN 2017 CAPAIAN PEMBELAJARAN SETELAH MENYELESAIKAN PELATIHAN INI, DOSEN AKAN DAPAT MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN YANG OPTIMAL DAN MENYENANGKAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

PENDEKATAN PRINSIP ADULT LEARNING DALAM UPAYA MENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN DIKLAT APARATUR

PENDEKATAN PRINSIP ADULT LEARNING DALAM UPAYA MENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN DIKLAT APARATUR PENDEKATAN PRINSIP ADULT LEARNING DALAM UPAYA MENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN DIKLAT APARATUR Oleh : Dwi Heri Sudaryanto *) ABSTRAK Keberhasilan program pelatihan ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar, terencana untuk mewujudkan proses belajar dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan karekteristik peserta didik. Dalam proses pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat. Salah satu bentuk perkembangan ilmu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat. Salah satu bentuk perkembangan ilmu pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu pengetahuan, termasuk ilmu pendidikan dan pengajaran, terus berkembang dengan pesat. Salah satu bentuk perkembangan ilmu pendidikan dan pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dasar adalah proses perubahan sikap yang diterapkan sedini mungkin melalui pengajaran dan pelatihan. Adapun pendapat Abdul (2013. Hlm. 70 ) menyatakan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nonformal merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal untuk melayani kebutuhan pendidikan masyarakat dalam rangka meningkatkan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempercepat modernisasi dalam segala bidang. Berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin kuat sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan SDM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dan komunikasi berkembang secara cepat seiring dengan globalisasi sehingga interaksi dan penyampaian informasi akan berkembang dengan cepat.

Lebih terperinci

Prinsip Belajar Orang Dewasa

Prinsip Belajar Orang Dewasa Prinsip Belajar Orang Dewasa By. Edi Purwanto PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FIKES - UMM 1 Pokok Bahasan a) Pembelajaran pedagogi b) Pembelajaran andragogi c) Asumsi pembelajaran orang dewasa d) Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang paling utama dalam menghadapi era globalisasi dimana keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup menarik adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa, pada masa tersebut mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap masa

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa, pada masa tersebut mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap masa BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa sebagai peserta didik yang terdaftar dan belajar pada Perguruan Tinggi pada umumnya berusia antara 18-24 tahun. Mahasiswa merupakan masa memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan pada satuan pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi terjadi persaingan antar bangsa di dunia. Bangsa yang mampu menguasai sejumlah pengetahuan, teknologi, dan keterampilan akan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan negara untuk mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Guru Dalam pendidikan, Guru merupakan komponen dari perangkat sistem pendidikan yang ada di sekolah, sebagai pendidik guru membimbing dalam arti menuntun peserta didik

Lebih terperinci

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION

2014 EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN READING COMPREHENSION BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini disampaikan pendahuluan penelitian yang meliputi latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal pokok yang dapat menunjang kecerdasan serta keterampilan anak dalam mengembangkan kemampuannya. Pendidikan merupakan sarana yang paling tepat

Lebih terperinci

PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT TRADISIONAL DAN MASYARAKAT MODERN. Jaka Waluya*)

PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT TRADISIONAL DAN MASYARAKAT MODERN. Jaka Waluya*) PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT TRADISIONAL DAN MASYARAKAT MODERN Jaka Waluya*) A. PENDAHULUAN S etiap individu dalam masyarakat merupakan potensi yang harus dikembangkan untuk mendukung dan melancarkan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR TEORI

BAB II DASAR-DASAR TEORI BAB II DASAR-DASAR TEORI 2.1 Pengertian College 2.1.1 Definisi College College merupakan suatu institusi pendidikan tinggi yang lebih tertuju pada pendidikan ilmu pengetahuan dan seni. Dalam arti luas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang terjadi ternyata menampakkan andalan pada. kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas, melebihi potensi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang terjadi ternyata menampakkan andalan pada. kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas, melebihi potensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena pertumbuhan kehidupan masyarakat maju, semakin lama semakin menunjukkan bahwa kunci perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi ternyata menampakkan andalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan dan kesejahteraan bangsa ditentukan oleh

I. PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan dan kesejahteraan bangsa ditentukan oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan dan kesejahteraan bangsa ditentukan oleh kemampuannya dalam mengembangkan serta memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa adalah dengan pendidikan. Pendidikan memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah komunikasi dalam konteks pedagogi adalah hal yang penting karena ketika proses pembelajaran berlangsung didalamnya terdapat interaksi antara guru dengan siswa

Lebih terperinci

BAB I. 1 C. Turney. et al, The School manager (Australia: Allen and Unwin, 1992). h. 5.

BAB I. 1 C. Turney. et al, The School manager (Australia: Allen and Unwin, 1992). h. 5. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggarakan pendidikan secara baik, tertata dan sistimatis hingga proses yang terjadi di dalamnya dapat menjadi suatu sumbangan besar bagi kehidupan sosial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan modal yang sangat penting bagi kemajuan dan. kemajuan zaman saat ini. Dengan majunya pendidikkan maka akan bisa

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan modal yang sangat penting bagi kemajuan dan. kemajuan zaman saat ini. Dengan majunya pendidikkan maka akan bisa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan modal yang sangat penting bagi kemajuan dan pembangunan suatu bangsa guna meningkatkan daya saing terhadap tantangan kemajuan zaman saat

Lebih terperinci

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks

Penerapan MBS, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hlm Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan dalam Konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber. Pada kenyataannya, pendidikan bukanlah suatu upaya yang sederhana, melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, pengendalian diri dan keterampilan untuk membuat dirinya berguna di

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, pengendalian diri dan keterampilan untuk membuat dirinya berguna di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana secara etis, sistematis, intensional dan kreatif dimana peserta didik mengembangkan potensi diri, kecerdasan, pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN KOMPETENSI DI PERGURUAN TINGGI Oleh Drs. Putu Agustana, M.Si. 16

PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN KOMPETENSI DI PERGURUAN TINGGI Oleh Drs. Putu Agustana, M.Si. 16 PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN KOMPETENSI DI PERGURUAN TINGGI Oleh Drs. Putu Agustana, M.Si. 16 Abstrak: Hampir semua pendekatan, model dan metode pembelajaran untuk pengembangan kemampuan berpikir (kognitif),

Lebih terperinci

PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI ERA DISRUPSI: PELUANG DAN TANTANGAN

PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI ERA DISRUPSI: PELUANG DAN TANTANGAN PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING DI ERA DISRUPSI: PELUANG DAN TANTANGAN Oleh Dr. Hartono, M.Si. Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas PGRI Adi Buana Surabaya E-mail: hartono@unipasby.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan upaya sadar yang dilakukan sekolah dengan berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan kemampuan kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilakukan melalui peningkatan kualitas manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilakukan melalui peningkatan kualitas manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilakukan melalui peningkatan kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional,

Lebih terperinci

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

DWI KUSTIANTI A FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA MINAT MENJADI GURU DITINJAU DARI PERSEPSI SISWA TENTANG KARAKTERISTIK GURU DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS XI IPS SMA ISLAM SUDIRMAN AMBARAWA (TAHUN AJARAN 2009/2010) SKRIPSI Disusun oleh: DWI KUSTIANTI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah peningkatan

BAB II LANDASAN TEORITIS. Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah peningkatan BAB II LANDASAN TEORITIS A. Self Directed Learning 1. Pengertian Self Directed Learning Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lembaga pendidikan terdiri dari lembaga pendidikan formal (sekolah), non formal (kursus atau bimbingan belajar), dan lembaga informal (keluarga). Biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi baik pemerintah maupun swasta didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan seni (Ipteks) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan seni (Ipteks) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. didik untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses kehidupan. Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar dan terencana antara guru dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pendidikan, baik pendidikan non formal (masyarakat),

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pendidikan, baik pendidikan non formal (masyarakat), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu berkembang sangat pesat. Hal ini harus didukung dengan adanya peningkatan dalam pelaksanaan pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Dimana biasanya anak mulai memasuki dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan moral bukanlah sebuah gagasan baru. Sebetulnya, pendidikan moral sama tuanya dengan pendidikan itu sendiri. Sejarah di negara-negara di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mendukung kemajuan bangsa dan Negara sebagaimana tercantum di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan dalam tiga jenis; pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia dapat ditempuh melalui tiga jalur, yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Salah satu satuan pendidikan

Lebih terperinci

PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR

PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR Pendahuluan Perkembangan manusia adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatankegiatan sosial dan budaya, yang merupakan suatu proses-proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kecerdasan intelektualnya agar menjadi manusia yang terampil, cerdas,

BAB I PENDAHULUAN. dan kecerdasan intelektualnya agar menjadi manusia yang terampil, cerdas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran penting dalam upaya peningkatan sumber daya manusia ke arah yang lebih baik. Pendidikan diharapkan mampu membentuk peserta didik yang

Lebih terperinci

KODE ETIK PROFESI MANAJEMEN SDM INDONESIA

KODE ETIK PROFESI MANAJEMEN SDM INDONESIA KODE ETIK PROFESI MANAJEMEN SDM INDONESIA MUKADIMAH Profesional SDM Indonesia yang berada dibawah naungan Perhimpunan Manajemen Sumberdaya Manusia Indonesia (PMSM) menjunjung tinggi nilai-nilai yang diemban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan dan harapan.

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Dengan pendidikan seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat menjamin kelangsungan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Sekolah adalah lembaga yang memberikan pengajaran kepada peserta didiknya. Lembaga pendidikan ini memberikan pengajaran secara formal. Berbeda halnya dengan

Lebih terperinci

LANDASAN ANDRAGOGIS PENDIDIKAN

LANDASAN ANDRAGOGIS PENDIDIKAN LANDASAN ANDRAGOGIS PENDIDIKAN (Sebuah refleksi ) Disajikan pada Diklat Peningkatan Kompetensi Gadik Secapa POLRI SUKABUMI Oleh: BABANG ROBANDI Universitas Pendidikan Indonesia Jl.Dr. Setiabudi 229 Bandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era informasi dan globalisasi yang terjadi saat ini, menimbulkan tantangan bagi bangsa Indonesia. Tantangan tersebut bukan hanya dalam menghadapi dampak tranformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan

BAB I PENDAHULUAN. pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan sistem Pendidikan di Indonesia pada umumnya lebih mengarah pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan berorientasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu TPA, Playgroup dan PAUD sejenis (Posyandu). Pendidikan formal yaitu. Taman Kanak-kanak (TK) maupun Raudhatul Athfal (RA).

BAB I PENDAHULUAN. yaitu TPA, Playgroup dan PAUD sejenis (Posyandu). Pendidikan formal yaitu. Taman Kanak-kanak (TK) maupun Raudhatul Athfal (RA). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang dimulai dari usia 0-6 tahun. Pendidikan ini dapat dilaksanakan oleh beberapa lembaga pendidikan, antara lain pendidikan

Lebih terperinci

Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Tujuan Pembelajaran Mahasiswa diharapkan dapat: Menjelaskan Pengertian Pembelajaran Menjelaskan ciri-ciri

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PROGRAM EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SEKOLAH SEBAGAI FAKTOR PENDUKUNG OLAHRAGA PRESTASI. Aris Fajar Pambudi, M.Or.

PENGELOLAAN PROGRAM EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SEKOLAH SEBAGAI FAKTOR PENDUKUNG OLAHRAGA PRESTASI. Aris Fajar Pambudi, M.Or. PENGELOLAAN PROGRAM EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SEKOLAH SEBAGAI FAKTOR PENDUKUNG OLAHRAGA PRESTASI Aris Fajar Pambudi, M.Or. (FIK UNY) arisfajar22@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini merupakan kajian mengenai

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNNES

FAKULTAS EKONOMI UNNES PENINGKATAN KUALITAS PROSES DAN HASIL BELAJAR MATA KULIAH TEORI AKUNTANSI MELALUI PENDEKATAN DISCOVEY LEARNING Agung Yulianto 1 Abstrak: Hakekat belajar yang sesungguhnya adalah belajar yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan hasil studi dan pengembangan model konseling aktualisasi diri

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kesimpulan hasil studi dan pengembangan model konseling aktualisasi diri BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Kesimpulan hasil studi dan pengembangan model konseling aktualisasi diri untuk mengembangkan kecakapan pribadi mahasiswa dipaparkan sebagai berikut. 1. Model

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N (AKHIR) Bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat strategis dalam

BAB I P E N D A H U L U A N (AKHIR) Bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat strategis dalam BAB I P E N D A H U L U A N (AKHIR) A. Latar Belakang Masalah Bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat strategis dalam memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan konseli di sekolah, serta membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Era globalisasi ditandai dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu yang mampu menyesuaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu dibutuhkan sistem pendidikan nasional yang mampu menjamin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepribadian individunya dan kegunaan masyarakatnya, yang diarahkan demi

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepribadian individunya dan kegunaan masyarakatnya, yang diarahkan demi 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Lingkungan Hidup Pendidikan merupakan perkembangan yang terorganisis dan kelengkapan dari semua potensi manusia, moral, intelektual dan jasmani, oleh dan daya dukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga sangat pesat. Belum lagi pada tahun 2010 kita dihadapkan pada pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. juga sangat pesat. Belum lagi pada tahun 2010 kita dihadapkan pada pasar bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat penting di era sekarang ini, mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) juga sangat pesat. Belum

Lebih terperinci

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah sebuah mata pelajaran di tingkat sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang

Lebih terperinci

No.2 Tahun 1989 yang kemudian disusul oleh beberapa Peraturan

No.2 Tahun 1989 yang kemudian disusul oleh beberapa Peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan proses belajar mengajar sebagaimana dinyatakan dalam UUSPN No. 2/1989 pasal 9 ayat 1. Selanjutnya dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Penemuan (Discovery Method) Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek dan eksperimentasi oleh siswa.

Lebih terperinci

BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF

BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF Program bimbingan dan konseling sekolah yang komprehensif disusun untuk merefleksikan pendekatan yang menyeluruh bagi dasar penyusunan program, pelaksanaan program,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses untuk membina dan mengantarkan anak didik agar dapat menemukan kediriannya agar menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas dasar prestasi dan kinerjanya. dengan meningkatkan profesionalisme dalam melakukan pekerjaan sebagai guru.

BAB I PENDAHULUAN. penghargaan atas dasar prestasi dan kinerjanya. dengan meningkatkan profesionalisme dalam melakukan pekerjaan sebagai guru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diterbitkannya Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah suatu bukti pengakuan terhadap peningkatan profesionalitas pekerjaan guru dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri... (UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh: PENGARUH INTENSITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL SISWA DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 JATIPURNO WONOGIRI TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Identifikasi Masalah 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan abad 21 semua organisasi dituntut untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Baik sumber daya materil dan

Lebih terperinci

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Pendekatan Perkembangan dalam Bimbingan di Taman Kanak-kanak 47 PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Penata Awal Bimbingan perkembangan merupakan suatu bentuk layanan bantuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi, sosial, budaya masyarakat dewasa ini semakin pesat. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tujuan penelitian, kegunaan penelitian, spesifikasi produk yang diharapkan. Untuk

I. PENDAHULUAN. tujuan penelitian, kegunaan penelitian, spesifikasi produk yang diharapkan. Untuk I. PENDAHULUAN Pembahasan dalam bab pendahuluan ini akan difokuskan pada beberapa sub bab yang terdiri dari latar belakang masalah, fokus masalah dan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha berkesinambungan yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha berkesinambungan yang dilakukan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha berkesinambungan yang dilakukan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Pemerintah membuktikan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian

Lebih terperinci