BUDIDAYA TANAMAN TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum. L. var. Prancak 95) PADA CEKAMAN KEKERINGAN POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) SECARA IN VITRO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUDIDAYA TANAMAN TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum. L. var. Prancak 95) PADA CEKAMAN KEKERINGAN POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) SECARA IN VITRO"

Transkripsi

1 BUDIDAYA TANAMAN TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum. L. var. Prancak 95) PADA CEKAMAN KEKERINGAN POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) SECARA IN VITRO Meirina Fitri Hartanti, Tutik Nurhidayati 1, S.Si., M.Si., Mukhammad Muryono 1 S.Si., M.Si Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi PEG yang dapat ditoleransi oleh eksplan daun tembakau (Nicotiana tabacum. L, var. Prancak 95) serta pengaruhnya terhadap morfogenesis eksplan pada kultur in vitro. Dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), faktor perlakuan pada penelitian ini adalah konsentrasi PEG yang diulang sebanyak 5 kali yaitu: 0 mg/l, 15 mg/l, 20 mg/l, 25 mg/l, dan 30 mg/l. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi PEG yang ditoleransi eksplan untuk membentuk eksplan adalah 25 mg/l dengan kalus yang terbentuk berwarna coklat dengan tekstur remah. Penambahan PEG menghambat pembentukan tunas pada eksplan. Kata Kunci: Nicotiana tabacum. L.var. Prancak 95, PEG, Alkaloid, Kultur In Vitro Abstract This research as a mean to find a tolerance concentration of PEG for morphogenesis induction tobacco (Nicotiana tabacum L. var Prancak 95) leaf explant on in vitro culture.used completely randomize design, treatment factor at this research is concentration of PEG with five times restarting, that is: 0 mg/l, 15 mg/l, 20 mg/l, 25 mg/l, and 30 mg/l. According to the result, concluded that tolerance concentration of PEG for roots growth by explant is 25 mg/l medium which brown crumb callus formed. Addition PEG also inhibit growth shoot of explant. Key words: Nicotiana tabacum L. var. Prancak 95, PEG, Alkaloid, In Vitro Culture *Corresponding Author Phone : meijuventini@gmail.com 1 Alamat sekarang : Prodi Biologi, FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya I PENDAHULUAN Spesies tembakau yang ada di dunia ini mencapai lima puluh (50) jenis. Diantara spesies yang dikenal, terdapat tiga spesies yang paling banyak dibudidayakan yaitu Nicotiana rustica, Nicotiana macrophylla, dan Nicotiana tabacum. Nicotiana tabacum sendiri merupakan spesies yang paling komersial hingga saat ini khususnya untuk industri rokok. Di Indonesia, Nicotiana tabacum banyak dihasilkan di Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sulawesi Selatan. Salah satu penghasil tembakau terbesar di Jawa Timur adalah Madura dimana saat ini tembakau Madura yang paling banyak dibudidayakan adalah varietas Prancak 95 (Basuki et al., 1999). Keunggulan tembakau varietas Prancak 95 tersebut adalah kadar nikotin relatif rendah yaitu sekitar 0,5%,. Selain itu, varietas ini tahan terhadap penyakit lanas (Suwarso, 2002). Teknik budidaya tembakau varietas Prancak 95 di Madura pada umumnya bersifat konvensional dimana tembakau ditanam hampir di setiap pekarangan rumah penduduk setempat. Akan tetapi, teknik budidaya secara konvensional ini dapat menimbulkan variasi genetik pada individu-individu keturunannya sehingga dapat menyebabkan hilangnya sifat unggul dari varietas Prancak 95 yang pada akhirnya akan mengarah pada kepunahan. Disamping itu, kondisi alam yang tidak menentu pada saat ini semakin menimbulkan

2 kondisi tidak menguntungkan bagi suatu budidaya tumbuhan terutama karena kekeringan. Secara umum tanaman tembakau dapat bertahan pada lahan yang tingkat kekeringannya di bawah kapasitas lapang yaitu tersedianya air tanah di bawah 41,08% per kilogram media tanah sehingga membudidayakan tembakau secara in vivo di lahan kering bukanlah suatu masalah. Bahkan cekaman kekeringan tersebut diindikasikan mampu meningkatkan konsentrasi alkaloid pada tanaman tembakau (Suwarso, 2002). Suwarso (2002) mengemukakan bahwa tanaman tembakau madura (Nicotiana tabacum var. Prancak 95) yang disiram selama tiga hari sekali dapat menghasilkan daun yang lebih tebal dimana ketebalan daun ini menentukan konsentrasi kandungan alkaloid pada tembakau. Akan tetapi, untuk mengetahui sejauh mana ketahanan tembakau terhadap kekeringan dan konsentrasi metabolit sekunder yang dihasilkan perlu dilakukan suatu pengujian. Salah satu teknik pengujian yang perlu dilakukan adalah pendekatan bioteknologi untuk pemuliaan tanaman yaitu teknik kultur jaringan tanaman dengan menggunakan senyawa yang berpotensi menyebabkan kekeringan, salah satunya adalah polyethilene glicol (PEG) (Krizek, 1985 dalam Husni 2006). Polyethilene glycol (PEG) dengan berat molekul lebih dari 4000 dapat menginduksi cekaman kekeringan pada tanaman dengan mengurangi potensial air pada larutan nutrisi tanpa menyebabkan keracunan (Lawyer, 1970 dalam Husni, 2006). Short et al. (1987) dalam Husni (2006) menyatakan bahwa kultur in vitro PEG dapat menginduksi cekaman kekeringan dan berkorelasi positif dengan yang terjadi di lapangan atau rumah kaca. Konsentrasi PEG 10, 20 dan 30% merupakan konsentrasi yang biasa digunakan untuk simulasi cekaman kekeringan di lapangan (Salisbury dan Ross, 1995). Konsentrasi PEG sebesar 5, 10, dan 15 mg/l dapat menyebabkan kentang (Solanum tuberrosum) yang dikulturkan secara in vitro tercekam kekeringan (Lestari, 2006). Tritoboma (1997) dalam Suwimen (2010) mengemukakan bahwa kultur kalus kopi robusta toleran terhadap cekaman kekeringan pada konsentrasi PEG 10%. Induksi pembentukan dan pertumbuhan akar tanaman Andalas (Morus macraura) secara in vitro terhambat akibat adanya 1-4% PEG pada medium kultur dimana semakin tinggi konsentrasi polyethilena glycol (PEG) semakin sedikit akar yang dihasilkan (Suwimen, 2010). Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukanlah penelitian kultur jaringan tanaman tembakau (Nicotiana tabacum var. Prancak 95) dengan menambahkan polyethilene glicol (PEG) pada beberapa tingkat konsentrasi sebagai cekaman kekeringan dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi PEG (poliethylene glicol) yang dapat ditoleransi oleh eksplan daun tembakau (Nicotiana tabacum L. var. Prancak 95) pada kultur in vitro serta Mengetahui pengaruh konsentrasi PEG (polyethylene glicol) pada morfogenesis eksplan daun tembakau (Nicotiana tabacum L. var. Prancak 95) pada kultur in vitro. II METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga Juli 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Program Studi Biologi ITS Surabaya serta di LPPT-UGM, Yogyakarta. Sterilisasi Alat Semua peralatan baik alat pembuatan medium (botol kultur) maupun alat inokulasi eksplan (cawan Petri, scalpel blade, gunting eksplan, pinset, kertas saring dan tissue) dilakukan sterilisasi. Sterilisasi dilakukan dengan autoklaf pada suhu 121 o C tekanan 1,5 atm selama 20 menit (Nugroho, 2004). Laminair Air Flow (LAF) disemprot dengan alkohol 70% dan alat-alat yang dimasukkan ke dalam LAF juga harus disemprot dengan alkohol 70%. Ruang tanam (LAF) disterilisasi dengan sinar UV selama 1 jam sebelum LAF digunakan. Ketika LAF digunakan, sinar UV harus dimatikan dan blower dihidupkan (Fitrianti, 2006). Sterilisasi Eksplan Sterilisasi permukaan eksplan daun tembakau terdiri dari dua tahap yaitu sterilisasi tahap I yang dilakukan di ruang persiapan dan sterilisasi tahap II yang dilakukan di laminair air flow (LAF). Pada sterilisasi tahap I, daun tembakau diambil dari greenhouse dan dicuci dengan air mengalir selama beberapa menit. Sedangkan sterilisasi tahap II eksplan daun muda tembakau (Nicotiana tabacum L. var prancak 95) dicelupkan pada etanol 70% selama 30 detik kemudian dicuci dengan

3 aquades steril, selanjtnya direndam dalam larutan sodium hipoklorit (clorox) 1% selama 10 menit, lalu dicuci dengan aquades steril secara bertingkat sebanyak 3 sampai 4 kali (Fowke et al., 1983). Selanjutnya eksplan diambil dengan pinset dan ditiriskan pada kertas saring steril (Hendaryono, 1994). Inokulasi Eksplan Proses inokulasi dilakukan di laminar air flow dengan kondisi aseptik. Alat-alat inokulasi ditata di dalam laminar air flow. Setiap alat tersebut dicelupkan ke dalam alkohol 95% dan dilewatkan di atas nyala api bunsen selama 1 menit. Daun tembakau dipotong ±1x1 cm dan diinokulasikan ke dalam botol kultur yang telah berisi ± 20 ml medium MS dengan posisi bagian abaksial menyentuh medium (Dhaliwal et al., 2004). Setelah eksplan diinokulasikan ke dalam botol kultur, botol ditutup rapat dan diberi label yaitu tanggal dilakukan inokulasi eksplan, konsentrasi hormon, dan konsentrasi PEG yang digunakan yang selanjutnya diinkubasi di rak kultur selama 30 hari. Setiap kolom rak kultur diberi pencahayaan dengan lampu neon 40 watt dengan lama penyinaran 16 jam terang (Dhaliwal et al., 2004; Ali et al. 2003). Suhu ruang penyimpanan diatur relatif konstan 25 o C±1 (Dhaliwal et al., 2004). Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan lima kali ulangan dimana susunannya tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Susunan pengaruh konsentrasi PEG terhadap eksplan daun Tembakau Nicotiana tabacum L. var Prancak 95 Konsentrasi Respon Petumbuhan PEG (mg/l) Kalus Akar Tunas 0 K 0 A 0 T 0 15 K 15 A 15 T K 20 A 20 T K 25 A 25 T K 30 A 30 T 30 Pengamatan dilakukan secara destruktif pada hari ke 30 (dihitung sejak inokulasi eksplan). Morfogenesis yang terjadi diamati berdasarkan parameter warna kalus dan tekstur kalus (lunak, keras, padat), jumlah tunas dan akar dari eksplan (Ali, 2007). Hasil pengamatan warna dan tekstur kalus selanjutnya dianalogkan ke dalam angka sehingga didapatkan data yang bersifat kuantitatif. Data yang diperoleh disusun dalam tabel pengamatan. Percobaan dianalisis dengan rancangan acak lengkap (RAL) 1 faktor. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan ANOVA dengan selang kepercayaan 95%, dan dilanjutkan dengan uji Dunnet menggunakan software minitab untuk mengetahui pengaruh PEG (polyethylene glicol) terhadap morfogenesis dan konsentrasi alkaloid eksplan daun tembakau. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H 0 = Tidak ada pengaruh konsentrasi PEG (polyethylene glicol) terhadap morfogenesis eksplan daun tembakau. H 1 = Ada pengaruh konsentrasi PEG (polyethylene glicol) terhadap morfogenesis eksplan daun tembakau. Sedangkan variabel yang digunakan adalah : Variabel bebas Variabel terikat : konsentrasi PEG : warna dan tekstur kalus, jumlah akar dan jumlah tunas Variabel terkendali : ph, suhu, kelembaban, dan pencahayaan. III. HASIL & PEMBAHASAN Pertambahan ukuran suatu sel tumbuhan merupakan pertumbuhan dimana pertambahan yang terjadi tidak hanya dalam hal volume, tetapi juga berat dan jumlah organ-organ yang terbentuk. Pada teknik kultur in vitro, pertumbuhan eksplan ditandai dengan terbentuknya kalus (callogenesis) serta pembentukan organ atau organogenesis. Hasil pengamatan eksplan Nicotiana tabacum var. Prancak 95 selama 30 hari menunjukkan respon callogenesis dan organogenesis. Respon Pembentukan Kalus (Callogenesis) Salah satu fase untuk mendapatkan individu baru pada teknik kultur jaringan tanaman adalah callogenesis atau terbentuknya kalus. Kalus merupakan massa parenkimatis yang belum terdiferensiasi. Pembentukan kalus pada

4 teknik kultur jaringan sendiri di pengaruhi oleh berbagai faktor yaitu komposisi zat pengatur tumbuh (ZPT) ataupun senyawasenyawa organik yang ditambahkan ke dalam media kultur (Zulkarnain, 2009). Kalus yang terbentuk pada medium tanpa polyethylene glycol (PEG) berwarna putih kehijauan dengan tekstur kompak. Warna putih pada kalus menandakan keberadaan leukoplas atau etioplas pada sel yaitu butir-butir plastida yang tidak berwarna dan mengandung pati. Selanjutnya ketika terpapar cahaya, warna putih berubah menjadi putih kehijauan atau hijau dimana perubahan warna tersebut terjadi akibat sel mulai membentuk klorofil. Salisburry (1995) mengemukakan bahwa sistem membran pada etioplas tersusun rapat dimana strukturnya disebut prolamela. Setelah terkena rangsangan cahaya, badan prolamela tersebut akan membentuk sistem tilakoid, khususnya pembentukan grana. Pembentukan grana tersebut diikuti pula oleh peningkatan sintesis protein yang mengikat klorofil a dan b dimana keberadaan klorofil tersebut terlihat pada warna kalus yang hijau ataupun putih kehijauan. Hasil menunjukkan bahwa semua kalus yang terbentuk pada kontrol (0 mg/l PEG) bertekstur kompak. Kalus yang kompak ditandai dengan bentuknya yang terorganisir dan terlihat padat. Pada perlakuan ini, potensial osmotik medium lebih rendah dibandingkan potensial osmotik sel sehingga air beserta zat-zat hara dapat masuk ke dalam sel secara osmosis. Keberadaan air dan zat-zat hara tersebut akan meningkatkan turgiditas (kekakuan) dinding sel dimana secara morfologi hal tersebut ditandai dengan terbentuknya kalus kompak. Gambar 4.1. Callogenesis Pada Medium Tanpa PEG. Kalus kompak (ditunjukkan dengan panah biru) yang pada akhirnya membentuk organ-oragan vegetatif, yaitu akar dan daun (Dokumentasi Pribadi, 2011). Terbentuknya kalus berwarna coklat pada perlakuan dengan polyethylene glycol (PEG) sendiri diinduksi oleh pelukaan yang terjadi pada saat pemotongan eksplan dimana Verpoorte (1993) dalam Robbiani (2010) menjelaskan bahwa kalus yang berwarna coklat merupakan respon oksidasi senyawa fenolik akibat pelukaan suatu jaringan eksplan. Sedangkan kalus putih merupakan akibat dari tidak terbentuknya kloroplas atau degradasi klorofil dimana hal ini dapat terjadi karena konsentrasi sitokinin lebih dulu digunakan untuk pertumbuhan eksplan menjadi kalus. Gambar 4.2. Callogenesis Pada Medium Dengan Penambahan Polyethilene Glicol (PEG). Pada gambar A kalus hanya terbentuk pada bagian tepi eksplan (ditunjukkan dengan lingkaran biru) sedangkan pada Gambar B eksplan terlihat menggembung dan berwarna coklat. Pencoklatan tersebut diindikasikan eksplan mengalami cekaman kekeringan yang diakibatkan oleh polyethilene glicol (PEG) (Dokumentasi Pribadi, 2011). Tekstur kalus yang dibentuk oleh eksplan pada medium yang ditambahkan polyethilene glicol (PEG) berbeda dengan tekstur kalus yang dibentuk oleh eksplan pada kontrol. Tekstur kalus pada perlakuan dengan polyethylene glicol (PEG) adalah remah. Pada sel tumbuhan, auksin menyebabkan dinding sel menjadi lunak (flacid) dimana hal ini memudahkan air pada medium tumbuh untuk masuk ke dalam sel secara osmosis. Namun karena keberadaan polyethylene glycol (PEG) menyebabkan potensial air di dalam sel lebih tinggi daripada potensial air di medium tumbuh, pergerakan air yang terjadi adalah dari sel menuju lingkungan (medium) sehingga menurunkan tekanan turgor pada dinding sel. Penurunan tekana turgor pada dinding sel tersebut ditandai dengan kalus remah.

5 Kehilangan tekanan turgor pada sel yang dikulturkan di medium perlakuan diindikasikan pula sebagai signal bagi membran plasma untuk mengaktifkan protein tertentu yang mendorong sintesis ABA (Asam absisat). Keberadaan ABA pada akhirnya akan merangsang terbentuknya protein yang berperan sebagai mekanisme toleransi terhadap cekaman kekeringan, yaitu prolin. Secara fisiologis prolin berperan sebagai substrat pada peristiwa respirasi sel yang mengalami cekaman kekeringan. Oleh karena itulah eksplan pada perlakuan polyethylene glycol (PEG) ini masih dapat menunjukkan respon pembentukan kalus selama 30 hari masa pengamatan meskipun tidak optimal. Respon Organogenesis Peristiwa pembentukan organ pada teknik kultur in vitro dapat terjadi secara langsung (direct) ataupun tidak langsung (indirect). Direct organogenesis merupakan peristiwa pembentukan organ tanpa melalui peristiwa callogenesis (pembentukan kalus), sedangkan indirect organogenesis adalah pembentukan organ yang didahului dengan pembentukan kalus (callogenesis). Berdasarkan Robbiani (2010), penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) 0,5 ppm NAA dan 1 ppm Kinetin menghasilkan respon organogenesis secara tidak langsung (indirect organogenesis). Respon organogenesis yang ditunjukkan pada penelitian ini adalah terbentuknya tunas dan akar pada beberapa eksplan (ditunjukkan pada Tabel dan Tabel 4.1.3). Tabel Rerata Jumlah tunas Konsentrasi PEG Jumlah Tunas (mg/l) b 15 0 a 20 0 a 25 0 a 30 0 a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Dunnet dengan selang kepercayaan 95 %. Tunas merupakan calon vegetatif tanaman yang berupa kuncup (gemmae). Kuncup tersebut pada akhirnya akan berkembang menjadi daun ataupun bunga yang berperan sebagai organ generatif tumbuhan. Pada teknik kultur jaringan tanaman sendiri, pembentukan tunas didefinisikan sebagai pembentukan daun dimana proliferasinya sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut George (2008), pembentukan tunas pada kultur in vitro lebih sering diinduksi pertama kali dibandingkan pembentukan akar supaya mekanisme fotosintesis kultur berlangsung lebih optimal. Gambar 4.3. Grafik Rerata Jumlah Tunas Sama halnya dengan respon callogenesis, pembentukan tunas juga dipengaruhi oleh komposisi medium tumbuh. Media yang sesuai akan memberikan respon organogenesis (pembentukan tunas), sedangkan media yang dimodifikasi (seperti penambahan polyethilene glicol pada penelitian ini) menghambat terbentuknya tunas yang diharapkan. Pada penelitian ini, eksplan daun tembakau (Nicotiana tabacum var. Prancak 95) berada pada fase awal vegetatif dimana pada fase vegetatif dibutuhkan senyawa-senyawa makronutrien yang berfungsi untuk membentuk organ-organ vegetatif secara lengkap. Hal tersebut dapat dilihat pada kontrol dimana rerata jumlah tunas yang dihasilkan sebesar 8,2. Sedangkan PEG yang ditambahkan ke dalam medium mengakibatkan potensial air medium lebih rendah dibandingkan potensial air sel, sehingga senyawa makronutrien yang terkandung di dalam medium tidak dapat berpindah ke dalam sel secara osmosis yang pada akhirnya menyebabkan organorgan vegetatif, yang dalam hal ini adalah

6 daun (tunas), tidak dapat dibentuk oleh eksplan yang dikulturkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsentrasi polyethilene glicol (PEG) yang digunakan pada penelitian ini tidak dapat ditoleransi oleh eksplan untuk membentuk tunas. Tabel Rerata Jumlah Akar Konsentrasi PEG Jumlah Akar (mg/l) 0 2 c 15 0 a bc ab 30 0 a Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Dunnet dengan selang kepercayaan 95 %. Hasil menunjukkan bahwa jumlah akar yang terbentuk pada kontrol relatif berbeda dengan jumlah tunas. Hal tersebut merupakan pengaruh dari komposisi zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan. Hendaryono (1994) menjelaskan bahwa konsentrasi auksin yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi sitokinin menyebabkan terbentuknya akar pada eksplan. Sebaliknya, jika konsentrasi sitokinin lebih tinggi dibandingkan auksin maka tunaslah yang akan lebih cepat (atau lebih banyak) dihasilkan oleh eksplan. Pada penelitian ini zat pengatur tumbuh (ZPT) yang digunakan adalah 0,5 ppm NAA (auksin) dan 1 ppm Kinetin (Sitokinin) sehingga jumlah akar yang dihasilkan relatif lebih sedikit daripada jumlah tunas. Gambar 4.4. Grafik Rerata Jumlah Akar Pengaruh polyethylene glycol (PEG) juga terlihat pada pembentukan akar meskipun hasilnya tidak berbeda secara signifikan. Gregory (1989) dalam Ai (2010) mengemukakan bahwa parameter pertumbuhan yang dapat digunakan sebagai penduga toleransi cekaman kekeringan pada tumbuhan adalah jumlah (kerapatan) dan kedalaman akar. Pada Tabel terlihat bahwa jumlah akar yang terbentuk antara kontrol (0 mg/l PEG) tidak jauh berbeda dengan jumlah akar yang terbentuk pada perlakuan polyethylene glycol (PEG), meskipun ada penurunan jumlah akar pada tingkatan konsentrasi polyethylene glycol (PEG) yang ditambahkan pada medium kultur. Suwimen (2010) mengungkapkan bahwa semakin tinggi konsentrasi polyethylene glycol (PEG) yang ditambahkan ke dalam media kultur semakin sedikit jumlah akar yang terbentuk dan ketika konsentrasi polyethylene glycol (PEG) telah mencapai batas toleransi maksimal tidak akan ada akar yang dibentuk oleh eksplan. Polyethylene glicol (PEG) merupakan zat aditif yang dapat mengurangi potensial air pada medium kultur. Akibatnya pergerakan air menjadi terhambat sehingga kebutuhan air tanaman tidak dapat terpenuhi secara maksimal. Tanaman yang berada pada kondisi tersebut akan melakukan berbagai adaptasi untuk tetap bertahan hidup. Salah satu mekanisme adaptasi yang dilakukan tanaman pada kondisi kekurangan air adalah dengan menggiatkan pertumbuhan akar dimana hasilnya diketahui melalui jumlah dan panjang akar yang dibentuk oleh eksplan. Pada penelitian ini sendiri panjang akar tidak digunakan sebagai parameter pengamatan, namun melalui Gambar 4.5 dapat diketahui bahwa akar yang dibentuk eksplan yang dikulturkan pada medium yang ditambahkan polyethylene glycol (PEG) lebih panjang dibandingkan akar pada medium tanpa polyethylene glycol (PEG). A B C Gambar 4.5. Hasil Pembentukan Akar. A) Menunjukkan akar muncul dari bagian abaksial salah satu tunas yang

7 terbentuk. B & C) Pembentukan akar pada eksplan yang dikulturkan pada medium yang ditambahkan polyethylene glycol (PEG) (Dokumentasi Pribadi, 2011). Sementara itu tidak terbentuknya akar pada konsentrasi 15 mg/l PEG diindikasikan akibat pengaruh konsentrasi hormon endogen eksplan. Rosita (2008) mengemukakan bahwa setiap eksplan mengandung hormon endogen yang berbeda-beda sehingga masing-masing eksplan menunjukkan pembentukan organ yang berbeda-beda pula. Hal ini semakin menegaskan bahwa komposisi zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada perbanyakan tanaman secara in vitro, baik pada tahap inisiasi kalus, proliferasi tunas, maupun pembentukan akar. Dengan demikian konsentrasi polyethylene glycol (PEG) sebesar 25 mg/l dikatakan sebagai konsentrasi maksimal yang dapat ditoleransi oleh eksplan daun tembakau (Nicotianan tabacum var. Prancak 95) untuk membentuk akar karena pada konsentrasi 30 mg/l tidak ada akar yang dibentuk oleh eksplan. IV. KESIMPULAN Setelah melakukan analisis hasil maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Konsentrasi polyethylene glicol (PEG) yang dapat ditoleransi eksplan daun tembakau (Nicotiana tabacum var. Prancak 95) untuk membentuk akar adalah 25 mg/l medium 2. Konsentrasi polyethylene glicol yang ditambahkan ke dalam medium mempengaruhi morfogenesis eksplan dengan menghambat pembentukan tunas dan membentuk kalus berwarna coklat dengan tekstur remah DAFTAR PUSTAKA Ai, Nio., Tondas, Sri., dan Butarbutar, Regina Evaluasi Indikator Toleransi Cekaman Kekeringan Pada Fase Perkecambahan Padi (Oryza sativa. L). Jurnal Biologi. XIV (1): Ali, Gowher. et al, Callus Induction and in vitro Complete Plant Regeneration of Different Cultivars of Tobacco (Nicotiana tabacum L.) on Media of Different Hormonal Concentration. BiotechnoLogy 6 (4): Departement of Biotechnology, University of Malakand, Chakdara NWFP, Pakistan. Basuki, S, Suwarso, A. Herwati, dan S. Yulaikah Biologi dan Morfologi Tembakau Madura. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat. Malang Dhaliwal, Harbinder. S. et al, Tiba Inhibition of In vitro Organogenesis in Excised Tobacco Leaf Explants. In vitro cell. Dev. Biol. Plant 40: Plant Physiology Research Group, Departement of Biological Sciences, University of Calgary, Calgary, Alberta, T2N 1N4, Canada. Fitrianti, A Efektivitas Asam 2,4- Diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan Kinetin pada Medium MS dalam Induksi Kalus Sambiloto dengan Eksplan Potongan Daun. Skripsi. Biologi FMIPA UNS: Semarang Fowke, L.C. et al, Organelles Associated With The Plasma Membrane of Tobacco Leaf Protoplasts. Plant Cell Reports (1983) 2: George, Edwin., Hall, M., and De Klerk Plant Propagation by Tissue Culture 3rd Edition. Springer Publisher: Netherlands Gunawan, L.W., Teknik kultur jaringan tumbuhan. Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan, Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. Hendaryono, D. P. S. dan A. Wijayani Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara

8 Vegetatif-Modern. Yogyakarta: Kanisius. Husni, Ali., Kosmiatin, M., dan Mariska Peningkatan Toleransi Kedelai Sindoro Terhadap Kekeringan Melalui Seleksi In vitro. Bul. Agron. 34 (1): Lestari, Endang. G Review: In Vitro Selection and Somaclonal Variation for Biotic and Abiotic stress Tolerance. Biodiversitas. 7 (3): Nugroho, A Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya. Jakarta. Robbiani, Daniar Pengaruh Kombinasi Naphthalene Acetic Acid (NAA) Dan Kinetin Pada Kultur In Vitro Eksplan Daun Tembakau (Nicotiana tabacum L. var. Prancak 95). Tugas Akhir. Jurusan Biologi FMIPA ITS: Surabaya. Rosita, Ela., Ariyanti, M., dan Amien, Suseno Induksi Akar dari Eksplan Daun Tiga Varietas Nilam (Pogostemon cablin Benth) dalam Media MS yang Mengandung Paclobutrazol In Vitro. Zuriat. 19 (1): Salisbury dan Ross Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung: Penerbit ITB. Santoso, Thomas Tata Niaga Tembakau di Madura. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. 3 (2): Suwarso Varietas Hibrida Harapan Tembakau Madura. Jurnal Litri. 8 (1): Suwimen Seleksi In Vitro Tumbuhan Andalas (Morus macroura Miq.) Toleran Cekaman Kekeringan Menggunakan Polietilena Glikol (PEG). Prosiding Seminar Dan Rapat Tahunan BKS-PTN Wilayah Barat ke-21. Zulkarnain Kultur Jaringan Tanaman, Solusi Perbanyakan Tanaman Budi Daya. PT. Bumi Aksara : Jakarta

Seminar Proposal Tugas Akhir SB Oleh: Daniar Robbiani ( ) Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati, S.Si.,M.Si. Nurul Jadid, S.Si.,M.Sc.

Seminar Proposal Tugas Akhir SB Oleh: Daniar Robbiani ( ) Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati, S.Si.,M.Si. Nurul Jadid, S.Si.,M.Sc. Seminar Proposal Tugas Akhir SB 09 1351 Oleh: Daniar Robbiani (1506100033) Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati, S.Si.,M.Si. Nurul Jadid, S.Si.,M.Sc. Nicotiana tabacum L. Manfaat: -Sumber pendapatan negara(rokok)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten. Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) The Effect of Explants Type and Growth Regulators Composition

Lebih terperinci

Tugas Akhir - SB091358

Tugas Akhir - SB091358 Tugas Akhir - SB091358 EFEKTIVITAS META-TOPOLIN DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO STROBERI (Fragaria ananassa var. DORIT) PADA MEDIA MS PADAT DAN KETAHANANNYA DI MEDIA AKLIMATISASI Oleh Silvina Resti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor yang pertama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO Zohiriah 1, Zulfarina 2, Imam Mahadi 2 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

LAPORAN BIOTEKNOLOGI KULTUR ORGAN_by. Fitman_006 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN. Kultur Organ OLEH : FITMAN D1B

LAPORAN BIOTEKNOLOGI KULTUR ORGAN_by. Fitman_006 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN. Kultur Organ OLEH : FITMAN D1B LAPORAN BIOTEKNOLOGI KULTUR ORGAN_by. Fitman_006 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN Kultur Organ OLEH : FITMAN D1B1 12 067 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO Delfi Trisnawati 1, Dr. Imam Mahadi M.Sc 2, Dra. Sri

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO ABSTRAK Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan Percobaan untuk mengetahui respons

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2011 hingga bulan Februari 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI KONSENTRASI ZPT NAA DAN BAP PADA KULTUR JARINGAN TEMBAKAU NICOTIANA TABACUM VAR. PRANCAK 95

PENGARUH KOMBINASI KONSENTRASI ZPT NAA DAN BAP PADA KULTUR JARINGAN TEMBAKAU NICOTIANA TABACUM VAR. PRANCAK 95 PENGARUH KOMBINASI KONSENTRASI ZPT NAA DAN BAP PADA KULTUR JARINGAN TEMBAKAU NICOTIANA TABACUM VAR. PRANCAK 95 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Pengaruh Kombinasi konsentrasi ZPT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Februari 2016 yang bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan dan Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari April 2016.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi sebelum masa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui pengaruh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH IAA DAN KINETIN TERHADAP MORFOGENESIS PADA KULTUR IN VITRO TANAMAN TEMBAKAU

PENGARUH KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH IAA DAN KINETIN TERHADAP MORFOGENESIS PADA KULTUR IN VITRO TANAMAN TEMBAKAU PENGARUH KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH IAA DAN KINETIN TERHADAP MORFOGENESIS PADA KULTUR IN VITRO TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L. var. Prancak-95) Noer Laily Desriatin Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada bulan Juni 2015 sampai Februari 2016 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Agustus 2016 di Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

Puput Perdana Widiyatmanto Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati S.Si., M.Si. Siti Nurfadilah, S.Si., M.Sc. Tugas Akhir (SB091358)

Puput Perdana Widiyatmanto Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati S.Si., M.Si. Siti Nurfadilah, S.Si., M.Sc. Tugas Akhir (SB091358) Tugas Akhir (SB091358) PENGARUH JENIS MEDIA DAN KONSENTRASI NAA (Naphthalene Acetic Acid) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BIJI Dendrobium capra J.J SMITH SECARA IN VITRO Puput Perdana Widiyatmanto

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 perlakuan, yaitu pemberian zat pengatur tumbuh BAP yang merupakan perlakuan pertama dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011 BAB III METODE PENELITIAN 3. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 0 Maret 0 yang berlokasi di Laboratorium Genetika dan Fisiologi Kultur Jaringan (Genetic and Physiology

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Tangerang. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen. Menurut Nasution (2009) desain eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

MICROPROPAGATION OF Jatropha curcas

MICROPROPAGATION OF Jatropha curcas Jurnal Natural Vol., No., 0 COMBINATIONN EFFECT OF NAPHTALENE ACETIC ACID (NAA) AND BENZYL AMINOPURINE (BAP) ON MICROPROPAGATION OF Jatropha curcas L. Meutia Zahara, Zairin Thomy, Essy Harnelly Alumni

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Pengaruh Kombinasi konsentrasi ZPT NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum var. Prancak 95

Pengaruh Kombinasi konsentrasi ZPT NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum var. Prancak 95 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Pengaruh Kombinasi konsentrasi ZPT NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum var. Prancak 95 Nisak K., Tutik Nurhidayati., dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN MULTIPLIKASI TUNAS DARI TUNAS IN VITRO (TANAMAN ANGGREK DAN KRISAN) Disusun Oleh : Puji Hanani 4411413023 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Respons pertumbuhan yang dihasilkan dari penanaman potongan daun binahong (Anredera cordifolia) yang ditanam pada medium MurashigeSkoog dengan

Lebih terperinci

RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO

RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO PKMP-3-3-1 RESPON REGENERASI EKSPLAN KALUS KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) TERHADAP PEMBERIAN NAA SECARA IN VITRO Eva azriati, Asmeliza, Nelfa Yurmita Biologi FMIPA Universitas Negeri Padang, Padang

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI ZAT PENGATUR TUMBUH 2,4-D, KINETIN DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN EKSTRAK DAUN SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens Merr.

PENGARUH VARIASI ZAT PENGATUR TUMBUH 2,4-D, KINETIN DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN EKSTRAK DAUN SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens Merr. PENGARUH VARIASI ZAT PENGATUR TUMBUH 2,4-D, KINETIN DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN EKSTRAK DAUN SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens Merr.) Muhtafharottul Dwi Indriani, Y. Sri Wulan Manuhara,

Lebih terperinci

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO Effect of IAA and BAP on Growth of Patchouli (Pogestemon cablin Benth) In Vitro Muhammad Hatta*, Mardhiah Hayati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Balai Penelitian Sei Putih Medan Sumatra Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO Imam Mahadi, Sri Wulandari dan Delfi Trisnawati Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu pemberian

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu pemberian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu pemberian zat pengatur tumbuh 2,4-D (1

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian yang bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu pada medium Murashige-Skoog

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pisang merupakan salah satu jenis tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tanaman pisang memiliki ciri spesifik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

INDUKSI TUNAS TIGA AKSESI Stevia rebaudiana Bertoni PADA MEDIA MS DENGAN PENAMBAHAN BAP DAN IAA SECARA IN VITRO

INDUKSI TUNAS TIGA AKSESI Stevia rebaudiana Bertoni PADA MEDIA MS DENGAN PENAMBAHAN BAP DAN IAA SECARA IN VITRO TUGAS AKHIR (SB 091358) INDUKSI TUNAS TIGA AKSESI Stevia rebaudiana Bertoni PADA MEDIA MS DENGAN PENAMBAHAN BAP DAN IAA SECARA IN VITRO Mirza Merindasya NRP. 1509 100 022 Dosen Pembimbing: Tutik Nurhidayati,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS 1 RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS Nurhafni Pembimbing : Dra. Yusmanidar Arifin, M. Si dan Milda Ernita, S. Si. MP

Lebih terperinci

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro Endah Wahyurini, SP MSi Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

Seleksi Toleransi Kekeringan In Vitro terhadap Enam Belas Aksesi Tanaman Terung (Solanum melongena L. ) dengan Polietilena Glikol (PEG)

Seleksi Toleransi Kekeringan In Vitro terhadap Enam Belas Aksesi Tanaman Terung (Solanum melongena L. ) dengan Polietilena Glikol (PEG) Seleksi Toleransi Kekeringan In Vitro terhadap Enam Belas Aksesi Tanaman (Solanum melongena L. ) dengan Polietilena Glikol () In Vitro Selection of Sixteen of Eggplant (Solanum melongena L. ) Accessions

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D. Selama masa inkubasi, kalus mulai terlihat tumbuh pada minggu ke-5. Data hari tumbuhnya kalus seluruh

Lebih terperinci

EFFECT OF ADDED NAPHTALEN ACETIC ACID (NAA) ON GROWTH PATCHOULI ACEH (Pogostemon cablin Benth.) PLANT

EFFECT OF ADDED NAPHTALEN ACETIC ACID (NAA) ON GROWTH PATCHOULI ACEH (Pogostemon cablin Benth.) PLANT EFFECT OF ADDED NAPHTALEN ACETIC ACID (NAA) ON GROWTH PATCHOULI ACEH (Pogostemon cablin Benth.) PLANT PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM ACEH (Pogostemon cablin Benth.) DENGAN PENAMBAHAN NAFTALEN ASAM

Lebih terperinci

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT ` ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP Anna Rufaida 1, Waeniaty 2, Muslimin 2, I Nengah Suwastika 1* 1 Lab.Bioteknologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap tumbuhan menghasilkan berbagai macam senyawa baik metabolit primer maupun sekunder. Metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, fenol dan flavonoid sangat

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada Bulan November 2015 hingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan yaitu perbedaan pemberian konsentrasi ion logam Cu 2+

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan yaitu perbedaan pemberian konsentrasi ion logam Cu 2+ BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental yang menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Perlakuan yang digunakan yaitu perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis sangat tinggi. Apabila dikelola dengan baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara (Subiyakto,

Lebih terperinci

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1 Ilmu Pertanian Vol. 12 No.1, 2005 : 51-55 PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE Yekti Maryani 1, Zamroni 1 ABSTRACT The study on crisan s

Lebih terperinci

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2 V. HASIL DAN PEMAHASAN A. Hasil Penelitian diakhiri saat umur enam minggu dan hasilnya dapat dilihat pada gambargambar dibawah ini: A Gambar 4. A=N0K0; =N0K1; =N0K2 Pada gambar 4 tampak eksplan dengan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal. 6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas cilembu, ubi jalar varietas sukuh,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Anggrek, Kebun Raya Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 hingga Juni 2011. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam tanaman, salah satunya adalah tanaman stevia (Stevia

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam tanaman, salah satunya adalah tanaman stevia (Stevia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan merupakan salah satu mahluk hidup ciptaan Allah SWT yang banyak memberikan manfaat bagi mahluk hidup yang lainnya, baik manusia maupun hewan. Allah SWT menganugrahkan

Lebih terperinci

KULTUR JARINGAN TANAMAN

KULTUR JARINGAN TANAMAN KULTUR JARINGAN TANAMAN Oleh : Victoria Henuhili, MSi Jurdik Biologi victoria@uny.ac.id FAKULTAS MATEMATIKA DA/N ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 Kultur Jaringan Tanaman Pengertian

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Keberhasilan suatu penelitian kultur in vitro dipengaruhi oleh eksplan yang hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul dapat dicirikan

Lebih terperinci

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO 11 Buana Sains Vol 9 No 1: 11-16, 2009 UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO Ricky Indri Hapsari dan Astutik PS Agronomi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Pelaksanaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.L Saat Muncul Tunas (hari) Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis secara statistik menunjukkan pengaruh nyata (Lampiran 5). Data hasil uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor perlakuan, yaitu penambahan sukrosa dalam media

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata

Lebih terperinci

Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan

Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan KULTUR EMBRIO SEBAGAI EMBRYO RESQUE PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merril) (Embryo Culture as the Embryo Rescue for Soybean [Glycine max L. Merril]) Syafrudin Ilyas Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman,

Lebih terperinci

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro 11 agar. Zat pengatur tumbuh yang digunakan antara lain sitokinin (BAP dan BA) dan auksin (2,4-D dan NAA). Bahan lain yang ditambahkan pada media yaitu air kelapa. Bahan untuk mengatur ph yaitu larutan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

PENGARUH α- BENZIL AMINO PURINA DAN α- ASAM ASETAT NAFTALENA TERHADAP PEMBENTUKAN TUNAS TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.

PENGARUH α- BENZIL AMINO PURINA DAN α- ASAM ASETAT NAFTALENA TERHADAP PEMBENTUKAN TUNAS TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth. 626. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 PENGARUH α- BENZIL AMINO PURINA DAN α- ASAM ASETAT NAFTALENA TERHADAP PEMBENTUKAN TUNAS TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.)

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di 22 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pengaruh Auksin (2,4 D) Dan Air Kelapa Terhadap Induksi Kalus Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L) telah dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

REGENERASI PADI VARIETAS CIHERANG SECARA IN VITRO [THE IN VITRO REGENERATION OF THE RICE CIHERANG VARIETY]

REGENERASI PADI VARIETAS CIHERANG SECARA IN VITRO [THE IN VITRO REGENERATION OF THE RICE CIHERANG VARIETY] REGENERASI PADI VARIETAS CIHERANG SECARA IN VITRO [THE IN VITRO REGENERATION OF THE RICE CIHERANG VARIETY] Muhammad Hazmi *) dan Maulida Dian Siska Dewi *) *) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI PENELITIAN II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data 2.1.1 Waktu dan tempat penelitian Pengambilan kapsul anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) dan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2012 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB-091351) PENGARUH MEDIA MS DENGAN PENAMBAHAN GLUTAMIN 100 PPM TERHADAP RESPON PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KULTUR TUNAS AKSILAR TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS NXI1-3, HW-1, DAN THA

Lebih terperinci

Repositori FMIPA UNISMA

Repositori FMIPA UNISMA Repositori FMIPA Unisma 2013 Uji Hormon NAA dan BAP dalam Medium MS untuk Pertumbuhan Eksplan Alfalfa (Medicago sativa L) dari Berbagai Sumber Eksplan Endang Pratiwi 1, Tintrim Rahayu 2 2 Jurusan Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) dari bulan Oktober

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dimulai dari Maret sampai dengan Mei 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci