BAB I PENDAHULUAN. Menurut Eep Saefulloh Fatah (1994) pemilu sendiri juga merupakan satu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Menurut Eep Saefulloh Fatah (1994) pemilu sendiri juga merupakan satu"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana bagi pergantian kekuasaan dalam suatu negara demokrasi. Pemilu menghasilkan para pejabat publik baik di eksekutif maupun legislatif, dari tingkat lokal sampai tingkat nasional. Menurut Eep Saefulloh Fatah (1994) pemilu sendiri juga merupakan satu kriteria penting untuk mengukur kadar demokrasi sebuah sistem politik. Para sarjana politik sepakat akan hal ini, seperti Dahl (1985), Carter dan Herz (1982), Mayo (1982), Ranney (1990), dan Sundhaussen (1992). Mereka sepakat bahwa kadar demokrasi sebuah pemerintahan dapat diukur, antara lain, dari ada tidaknya pemilu yang mengabsahkan pemerintahan itu (Suhelmi dkk, 1997: 14). Di Indonesia pemilu sudah berkali-kali dilaksanakan, dari era kepemimpinan Soekarno, Orde Baru, sampai Era Reformasi ini. Di masa kepemimpinan Soekarno pemilu dilaksanakan sekali pada tahun Penyelenggaraan pemilu saat itu dilakukan oleh Panitia Pemilihan Indonesia (PPI). Pemilu 1955 menjadi pemilu pertama untuk memilih anggota Konstituante dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan pemilihan umum di Era Orde Baru diselenggarakan oleh Lembaga Pemilihan Umum (LPU). LPU dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 3 tahun Lembaga ini diketuai oleh Menteri Dalam 1

2 2 Negeri yang keanggotaannya terdiri dari Dewan Pimpinan, Dewan Pertimbangan, Sekertariat Umum LPU dan Badan Perbekalan dan Perhubungan. Pelaksanaan pemilu yang diselenggarakan oleh LPU sarat akan berbagai penyimpangan. Dalam enam kali pemilu yang diadakan Orde Baru hanya merupakan formalitas politik belaka. Enam pemilu Orde Baru itu telah menghasilkan pola perimbangan antarkekuatan politik yang khas dan terjaga. Golongan Karya (Golkar) senantiasa menjadi pemenang dengan perolehan suara mayoritas mutlak, antara 62,11 persen hingga 73,16 persen. Sementara suara yang diperoleh Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) jauh terpaut di bawah suara Golkar (Ahmad Suhelmi dkk., 1997: 19). Menyusul runtuhnya pemerintahan Orde Baru LPU diganti dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU diisi oleh wakil-wakil pemerintah dan wakil-wakil peserta pemilu KPU pertama ini telah menyelenggarakan pemilu tahun Setelah pemilu 1999 usai, KPU dirubah lagi untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang menginginkan KPU lebih independen dan akuntabel. Anggota-anggota KPU tidak lagi dari unsur wakil-wakil pemerintah dan wakil-wakil peserta pemilu (partai politik), melainkan dari unsur nonpartisipan. Sebagai penyelenggara pemilu KPU di era transisi dijamin dan dilindungi oleh UUD 1945, KPU dikategorikan sebagai lembaga negara yang memiliki apa yang disebut dengan constitutional importance. Maksudnya adalah KPU merupakan lembaga penting secara konstitusional. Namun

3 3 keberadaannya berada di luar konstitusi. Karena secara explisit nama KPU tidak termaktub dalam konstitusi. Pasal 22 E ayat (5) UUD 1945 mengatur bahwa Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Pada pasal tersebut komisi pemilihan umum ditulis kecil, artinya komisi pemilihan umum bukan nama melainkan penyebutan umum lembaga penyelenggara pemilu. KPU mulai menjalankan tugas penyelenggaraan pemilu dengan berdasarkan amanat UUD Dalam UUD 1945 BAB VIIB, Pasal 22 E ayat (1) ditegaskan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Prinsip pelaksanaan pemilu ini sering dikenal dengan akronim Luber dan Jurdil. Prinsip Luber dan Jurdil diterapkan dalam menyelenggarakan pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD, kepala daerah, dan pemilihan pejabat publik lain yang diatur oleh undang-undang. Pemilu pasca reformasi ingin menjawab tuntutan agar pemerintah lebih demokratis dengan pergantian kekuasaan secara berkala. Disamping itu, kehadiran Pemilihan Umum Kepala Daerah sendiri untuk mengakhiri sentralisasi kekuasaan di Era Orde Baru. Banyak pihak yakin Pemilukada menjadi jawaban politik atas pelbagai keterpurukan dan ketimpangan di pelbagai bidang (terutama ekonomi) di daerah selama puluhan tahun; sekaligus pintu masuk bagi terbangunnya sistem politik yang lebih stabil dan menyejahterakan (Any Rohyani dkk., 2006: xii). Dengan distribusi kekuasaan

4 4 dan wewenang yang cukup besar ke daerah, diharapkan pembangunan daerah lebih cepat dan sejalan dengan harapan masyarakat. Pemilu maupun pemilukada memiliki catatan tersendiri yang patut diperhatikan. Akhir-akhir ini trend pemilu maupun pemilukada cenderung mengemuka pada penurunan angka partisipasi. Dalam pemilu yang pernah diselenggarakan di Indonesia tingkat partisipasi pemilih semakin lama semakin mengalami penurunan. Warga negara yang mempunyai hak pilih semakin banyak yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu (golput). Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 1. Tingkat Partisipasi Pemilih di Indonesia, Tahun Pemilu Terdaftar Suara Sah Tidak Hadir Golput %* , , , , , , , , , ,22 *Di dalam angka-angka ini yang dimaksudkan dengan golput adalah para pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya ditambah dengan suara yang tidak sah. Sumber: Asfar (2004: 5) dikutip dari Kacung Marijan (2010: 126)

5 5 Secara kalkulatif tabel di atas mempertihatkan bahwa partisipasi politik dalam pemilu semakin lama semakin mengalami penurunan yang cukup berarti. Bahkan pada pemilu tahun 2009 tingkat golput lebih tinggi daripada angka golput tertinggi di Era Orde Baru. Peningkatannya mencapai lebih dari 400%. Kendati demikian data tersebut tidak bisa dimaknai tanpa melihat konteks politik dan sosial saat itu. Di masa pemerintahan Soekarno angka golput terlihat lebih tinggi daripada angka golput tertinggi di Era Orde Baru, perbandingannya antara 12,34% dengan 9,42%. Tapi angka golput tersebut lebih rendah daripada angka tertinggi golput pada Era Refomasi. Angka golput yang tidak terlalu tinggi itu juga memiliki nilai tambah karena pemilu tahun 1955 dapat berjalan dengan demokratis. Afan Gaffar (2006: 14), menyebutkan bahwa pada pemilu 1955 setiap pemilih dapat menggunakan hak pilihnya secara bebas tanpa ada rasa takut. Dia menambahkan, Undang-undang Pemilihan Umum tahun 1953 merupakan landasan berpijak yang sangat demokratik dan tidak memberikan peluang kepada Pnitia Pemilihan Indonesia untuk melakukan pengaturan lebih lanjut. Dengan demikian, Pemilihan Umum berjalan dengan sangat kompetitif sebagaimana halnya dalam suatu pemerintahan yang demokratik, sekalipun Pemilihan Umum tersebut tidak melahirkan satu partai politik yang kuat, yang mampu memberntuk eksekutif. Jadi warga negara berpartisipasi aktif dalam pemilu tahun 1955 dengan kesadaran politik yang tinggi. Mereka memilih dengan penuh kebebasan tanpa ada intervensi yang menerabas prinsip demokratis dari pihak pemerintah.

6 6 Pada Era Orde Baru berbeda lagi konteks politik dan sosialnya. Pemerintahan era ini bersifat sangat otoriter. Soeharto sebagai presiden mempunyai peran sangat tinggi dalam berbagai bidang kenegaraan. Peran negara pun sangat kuat, sampai-sampai negara dapat mengontrol rakyat dengan kuat. Kondisi ini yang dinyatakan oleh berbagai ilmuwan politik, mereka sepakat bahwa di Era Orde Baru aparatus negara mendominasi arena politik dan mengontrol masyarakat. Hanya saja para ilmuwan memberikan label tersendiri untuk menyebutkan kondisi di Era Soeharto. Ben Anderson memberi label state-qua-state, Donald Emmerson dengan bureaucratic pluralism, Karl D. Jackson dengan bureaucratic policy, Dwight King menyebut dengan bureaucratic authoritarism, dan William Liddle dengan limited pluralism (Budiwinarno, 2008: 27). Pada pemerintahan Era Orde Baru pemilu yang dilaksanakan secara demokratis tidak terjadi. Pemilu hanya dijadikan alat legitimasi politik belaka. Warga negara aktif dalam pemilu bukan karena mereka memiliki kesadaran politik yang tinggi bahwa memberikan suara merupakan hak setiap warga negara, tapi pemberian suara lebih dilakukan karena mobilisasi massa. Disamping itu pemilu pada masa ini penuh manipulasi untuk memenangkan Golkar. Pemilu direkayasa agar Golkar memenangkan pemilihan dengan mayoritas mutlak. Jadi meskipun tingkat voter s turnout pada Era Orde Baru termasuk tinggi, namun hal itu tidak dapat dijadikan ukuran untuk melihat partisipasi

7 7 masyarakat. Afan Gaffar (dalam Budiwinarno, 2008: 31) menyebutkan dua alasan terkait hal tersebut. Pertama, tingkat kehadiran untuk memberikan suara bukanlah tindakan yang bersifat pilihan. Artinya, si individu secara mandiri menentukan bahwa dirinya hadir ke tempat pemungutan suara bukan karena sepenuhnya kemauan sendiri mengingat kehadirannya dipaksakan oleh pihak lain di luar dirinya. Kedua, tingkat intensitas kegiatan yang menyangkut penilihan umum hanya berlangsung lima tahun sekali. Padahal, di antara rentang waktu tersebut, paling tidak hanya tiga bulan digunakan secara efektif untuk kampanye dalam pemilihan umum. Sementara itu, proses pengambilan keputusan publik hanya diformulasikan dalam lingkaran elit birokrasi dan militer yang terbatas sebagaimana terjadi dalam tipologi masyarakat birokrasi. Akibatkan masyarakat hanya dijadikan objek mobilisasi kebijakan para elit politik karena segala sesuatu lebih diputuskan di tingkat pusat. Jadi rendahnya angka golput tidak ekuivalen dengan tingginya kesadaran politik masyarakat. Masyarakat yang menjadi objek kepentingan penguasa tidak mengunakan hak pilihnya karena yakin bahwa hal tersebut merupakan hak baginya, dan dapat memberi manfaat baginya. Tapi hanya karena dimobilisasi oleh Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaannya. Pada pemilu Era Reformasi terlihat bahwa golput meningkat cukup tinggi. Pada pemilu 1999 golput sebesar 10,21%, pemilu ,34%, dan pemilu 2009 sebesar 39,22%. Bahkan pemilu tahun 2009 dengan jumlah golput 39,22% lebih besar 4 kali lebih dari pada angkat golput tertinggi pada masa Orde Baru yaitu 9,42%. Namun, kiranya angka golput pada Era Reformasi tidak sepenuhnya dapat dibandingkan dengan golput di Era Orde Baru. Kondisi sosial dan politik pasca runtuhnya Soeharto lebih demokratis. Hak-hak warga negara yang sebelumnya dikekang oleh pemerintah, sedikit demi sedikit mulai dinikmati masyarakat. Masyarakat dan media massa

8 8 memiliki hak untuk mengungkapkan pendapat secara bebas, termasuk untuk mengkritisi pemerintah, yang juga diatur dalam UUD 1945 pasca amandemen. Pemilu di Era Reformasi juga lebih demokratis. Penyelenggara pemula lebih akuntabel karena anggotanya nonpartisipan, disamping itu juga diawasi oleh badan khusus yang bernama Banwaslu. Pada masa Reformasi ini, angka golput yang tinggi tidak dapat serta merta dijadikan dasar bahwa kesadaran politik masyarakat rendah. Hal ini karena pemilu yang digelar lebih demokratis, penyelenggaraannya lebih akuntabel, terdapat pengawasan, dan pemilih pun dapat memilih secara bebas sesuai kehendak masing-masing. Jadi, fenomena golput bisa saja justru kesadaran politik masyarakat cukup tinggi. Masyarakat memahami bahwa memberikan suara dalam pemilu adalah hak mereka, yang tentu memiliki konsekuensi. Disisi lain sekarang ini masyarakat lebih cerdas untuk menilai calon-calon kontestan pemilu. Sehingga, bisa saja masyarakat golput karena mereka merasa tidak ada calon yang baik dimata mereka. Hal semacam inilah yang juga dikatakan oleh Firmanzah (2008: 124) bahwa golongan putih (golput) di Indonesia atau dimanapun sangat didominasi oleh pemilih jenis skeptis. Pemilih skeptif adalah pemilih yang memiliki ikatan ideologis rendah dan juga tidak menjadikan suatu kebijakan sebagai hal yang penting. Mereka berkeyakinan bahwa siapapun dan partai apa pun yang memenangkan pemilu tidak akan bisa membawa bangsa ke arah perbaikan yang mereka harapkan.

9 9 Pandangan-pandangan negatif terhadap pemilu dan hasil dari pemilu perlu dikikis. Hal ini untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum. Disamping itu juga untuk menghadirkan pemimpin yang baik. Jika tidak ada pemimpin yang baik dari beberapa calon kontestan pemilu, maka logikanya adalah memilih calon yang paling baik dari yang diangkap jelek. Sehingga, bukan pemilih yang paling buruk yang justru memenangi pemilu. Upaya untuk mengedukasi masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam pemilu dapat dilakukan dengan pendidikan politik. Hal ini didasarkan pada salah satu tujuan pendidikan politik sebagai upaya untuk meningkatkan partisipasi politik. Menurut Zamroni (2001: 25) sosialisasi politik/pendidikan politik bertujuan agar warga negara memiliki pengetahuan politik, kesadaran politik, nilai, sikap dan orientasi politik, dan mampu berpartisipasi dalam politik, sehingga aktif memberi dukungan dan kelak bisa melanggengkan sistem politik yang dianut selama ini. Dalam prakteknya pendidikan politik dapat dilakukan oleh berbagai agen. Seperti agen-agen yang diungkapkan Afan Gaffar (2002: 102) yaitu: keluarga, sanak saudara, kelompok bermain, sekolah (mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi). Yang kemudian dilanjutkan oleh berbagai media elektronik maupun cetak, seperti televisi, koran, dan radio. Peningkatan partisipasi politik tidak hanya dilakukan pada pemilih secara umum, tapi juga perlu dipertimbangkan segmentasi pada pemilihpemilih tertentu. Seperti halnya pada pemilih pemula. Pemilih pemula secara umum berjumlah sekitar 20% dari total pemilih. Jadi ketika pemilih pemula

10 10 mampu diarahkan untuk berpartisipasi aktif dalam pemilu, peluang untuk meningkatnya tingkat partisipasi dalam pemilu akan cukup signifikan. Sebenarnya pemilih pemula secara psikologis juga rentan. Perilaku memilih mereka masih belum rasional, dan lebih pada pengaruh-pengaruh ekternal. Dalam penelitian Jennings dan Nieni (1990) terungkap bahwa anakanak pada usia SMU cenderung menyokong calon politik yang sama seperti orangtua mereka. Ditambah lagi kecenderungan para remaja yang biasanya mudah terpengaruh dengan teman sebayanya. Peer group akan menjadi penentu keputusan dalam perilaku memilih pemilu pemula. Hal ini dikarenakan kelompok sebaya merupakan salah satu hal yang terpenting dalam penentuan sikap selain media massa dan kelompok lembaga sekolah, dan keagamaan (Ahmadi, 1990 dalam Mukti Sitompul, 2005: 2). Padahal idealnya seorang pemilih itu memilih berdasarkan landasanlandasan rasionalitas. Didasarkan atas kemampuan partai politik/kontestan untuk menghadirkan solusi-solusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi, baik di aras lokal maupun nasional. Solusi tersebut ditermanifestasikan dalam visi&misi yang diusung, dan program kerja yang ditawarkan. Disamping itu, rekam jejak dari kinerja partai politik/kontestan selama ini juga menjadi pertimbangan khusus. Pemilih tipe ini dikatakan sebagai pemilih tipe rasional. Disamping tipe pemilih rasional ada tipe pemilih kritis. Menurut Firmanzah (2008:121), Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam

11 11 menuntaskan masalah bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis. Ikatan ideologis tersebut membuat loyalitas pemilih terhadap partai atau seorang kontestan tinggi dan tidak semudah rational voter untuk berpaling ke partai lain. Pendidikan politik harus bisa mengadirkan tipe-tipe pemilih tipe rasional maupun tipe kritis. Ditingkat lokal pun partisipasi warga negara dalam pilkada cukup rendah. Misalnya dalam pilkada yang berlangsung antara Juni-Juli 2005, ratarata partisipasi pemilih adalah lebih rendah daripada pemilu nasional tahun 2004, yaitu hanya 73,1% (Sigit Pamungkas, 2010: 89). Di Kabupaten Sleman sendiri, tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu cenderung menurun. Dikatakan oleh Hazwan Iskandar Jaya, Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih, Humas dan Data Informasi KPU Kabupaten Sleman (kpusleman.wordpress.com), fakta di Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa prosentase (%) partisipasi kehadiran pemilih ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya adalah sebagai berikut: Tabel 2.Tingkat Partisipasi Pemilih di Kabupaten Sleman, No PEMILU 2004 (%) 2005 (%) 2009 (%) 2010 (%) 1 Pileg 81,30-72,68-2 Pilpres I 78,81-77,61-3 Pilpres II 76, Pilkada - 77, Pemilukada ,68

12 12 Melihat penurunan angka partisipasi politik dalam pemilu di Kabupaten Sleman, para skateholder perlu melakukan pendidikan politik yang lebih masif lagi. Sekolah, partai politik, media massa, dan lain sebagainya diharapkan bisa meningkatkan peran mereka dalam melakukan pendidikan politik terhadap masyarakat. KPU Kabupaten Sleman selama ini juga telah melaksanakan pendidikan politik yang dikhususkan bagi pemilih pemula. Secara akademis pendidikan politik oleh KPU Kabupaten Sleman dapat dikomparasikan dengan konsep-konsep pendidikan politik dari pendapat beberapa ahli. Sehingga dapat dikaji lebih dalam dan komprehensif mengenai konsep maupun implementasi pendidikan politik yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Sleman selama ini. Berdasarkan latar belakang tersebut kiranya kajian tentang peranan KPU Kabupaten Sleman dalam melaksanakan pendidikan politik bagi pemilih pemula di Kabupaten Sleman menjadi kajian yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Partisipasi politik warga negara Indonesia semakin lama semakin mengalami penurunan, sehingga jumlah golput semakin tinggi. 2. Menurunnya partisipasi warga negara dalam pemilu tidak hanya terjadi dalam skala nasional, namun terjadi pula di tingkat lokal pada pemilukadapemilukada yang diselenggarakan di daerah-daerah.

13 13 3. Di Kabupaten Sleman tingkat partisipasi juga mengalami penurunan pada pemilu-pemilu yang telah diselenggarakan. 4. Pendidikan politik perlu dilakukan pada bagi masyarakat, agar warga negara sadar betapa penting suara mereka untuk menentukan para pemimpin baik di tingkat nasional maupun pemerintahan lokal, dan wakilwakil di DPR, DPRD, dan DPD. 5. Pemilih pemula yang masih duduk di bangku SMA cenderung memiliki perilaku politik yang belum rasional. Dalam pemilu mereka memilih orang-orang yang didukung pula oleh orangtua, atau teman sebaya mereka, atau orang-orang yang secara kasat mata menarik. Padahal idealnya memilih itu berdasarkan pertimbangan rasional, dan juga pertimbangan ikatan ideologis pada partai tertentu. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan cakupan dari identifikasi masalah di atas, dalam penelitian ini diperlukan pembatasan, agar penelitian ini dapat fokus. Penelitian ini difokuskan dalam usaha untuk mengetahui peranan KPU Kabupaten Sleman dalam melaksanakan pendidikan politik bagi pemilih pemula di Kabupaten Sleman. Pendidikan politik yang diteliti berupa implementasi program-program dalam kaitan dengan pendidikan politik pada siswa-siswa SMA/SMK di Kabupaten Sleman pada tahun D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

14 14 1. Apakah latar belakang KPU Kabupaten Sleman melaksanakan pendidikan politik bagi pemilih pemula di Kabupaten Sleman? 2. Bagaimana peranan KPU Kabupaten Sleman dalam melaksanakan pendidikan politik bagi pemilih pemula di Kabupaten Sleman pada tahun ? E. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah di atas, penelitian ini diharapkan mencapai beberapa tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui latar belakang KPU Kabupaten Sleman melaksanakan pendidikan politik bagi pemilih pemula di Kabupaten Sleman. 2. Mengetahui peranan KPU Kabupaten Sleman dalam melaksanakan pendidikan politik bagi pemilih pemula di Kabupaten Sleman pada tahun F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan atau pengetahuan tentang pendidikan politik di tingkat lokal, dan memberikan kontribusi bagi khasanah ilmu pengetahuan bagi jurusan PKn dan Hukum. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti 1) Mengembangkan daya pikir dan penerapan keilmuan yang telah dipelajari di perguruan tinggi

15 15 2) Menambah kesiapan dan wawasan peneliti sebelum terjun dan berkontribusi bagi masyarakat b. Bagi Masyarakat Menambah referensi untuk memahami pendidikan politik bagi pemilih pemula yang selama ini dilakukan oleh KPU Kabupaten Sleman c. Bagi KPU Dapat dijadikan bahan untuk mengembangkan pendidikan politik yang telah diterapkan dengan dielaborasi konsep dan metode pendidikan politik yang telah ada G. Batasan Istilah Untuk kepentingan menghindari adanya multi-interpretasi atas judul penelitian ini, peneliti membatasi beberapa instilah sebagai berikut: 1. Peranan Peran adalah tugas utama yang harus dilakukan (KBBI, 2008: 667). Sedangkan peranan adalah suatu tindakan orang atau instansi yang berkedudukan dalam badan yang bertujuan untuk melaksanakan kegiatan tertentu (KBBI, 2008: 889). Peranan dalam penelitian ini adalah peranan KPU Kabupaten Sleman dalam melaksanakan pendidikan politik bagi pemilih pemula. 2. Pendidikan Politik Istilah pendidikan politik dalam penelitian ini mengacu pada pendidikan politik yang memiliki arti dan berdekatan atau hampir sama dengan sosialisasi politik, sehingga dapat digunakan secara bergantian. Pendapat

16 16 ini merujuk pada pendapat Alfian (1981: 235) yang mengatakan bahwa pendidikan politik (dalam arti longgar) adalah sosialisasi politik. Menurutnya, ada keeratan hubungan antara pendidikan politik dan sosialisasi politik. Sedang, pendidikan politik (dalam ati ketat) dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. 3. Pemilih Pemula Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1182) mendefinisikan pemilih sebagai orang yang memilih. Sedangkan pemula (2008: 1050) adalah adalah orang yang mulai atau mula-mula melakukan sesuatu. Jadi pemilih pemula dapat diartikan seseorang yang baru memulai atau pertama memilih. Memilih dalam konteks ini adalah partisipasi politik dalam pemilu untuk memilih partai politik atau kontestan pemilu. Dalam penelitian ini yang dimaksud pemilih pemula adalah siswa-siswa SMA/SMK/MA sederajat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Latar belakang KPU Kabupaten Sleman melaksanakan pendidikan politik. UU No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu.

BAB V PENUTUP. 1. Latar belakang KPU Kabupaten Sleman melaksanakan pendidikan politik. UU No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Latar belakang KPU Kabupaten Sleman melaksanakan pendidikan politik adalah sebagai pelaksanaan fungsi sosialisasi politik yang diamanatkan UU No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput.

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput. BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput. - Media Elektronik : Internet, tv, dan radio. - Survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi electoral atau demokrasi formal. Demokrasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi electoral atau demokrasi formal. Demokrasi merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara demokrasi. Josep Schumpeter, mengartikan demokrasi sebagai kompetisi memperoleh suara rakyat. Pengertian pada esensi itu merupakan pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik,

Lebih terperinci

BAB II KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA. A. Sejarah Singkat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhan Batu

BAB II KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA. A. Sejarah Singkat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhan Batu 7 BAB II KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA A. Sejarah Singkat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhan Batu Utara Untuk melaksanakan tuntutan agenda reformasi Tahun 1998 di bidang politik,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Peran. Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. 1. Peran. Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status) BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Peran Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status) terhadap sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 JURNAL PENELITIAN OLEH: NILUH VITA PRATIWI G2G115106 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PP 33/1999, PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 33 TAHUN 1999 (33/1999) Tanggal: 19 MEI 1999 (JAKARTA) Tentang: PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakatnya heterogen. Salah satu ciri sistem demokrasi adalah adanya

I. PENDAHULUAN. masyarakatnya heterogen. Salah satu ciri sistem demokrasi adalah adanya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi, dan kondisi masyarakatnya heterogen. Salah satu ciri sistem demokrasi adalah adanya partisipasi politik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I 1.1.Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Reformasi yang dimulai sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru pada bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR,

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR, DPRD, dan DPD) dan Gubernur Provinsi Lampung. Sedangkan di bulan Juli 2014, masyarakat

Lebih terperinci

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Desain Negara Indonesia Merdeka terbentuk sebagai Negara modern, dengan kerelaan berbagai komponen pembentuk bangsa atas ciri dan kepentingan primordialismenya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan disebagianbesar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga pada pemilu (Pemilu). Pada umumnya partai politik itu dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. dan juga pada pemilu (Pemilu). Pada umumnya partai politik itu dapat dikatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang berdasarkan kepada kedaulatan rakyat. Hal ini berarti bahwa dalam setiap pembuatan keputusan/ kebijakan harus berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman segala sesuatu aktifitas kerja dilakukan secara efektif dan efisien serta dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia ini yang menggunakan sistem pemerintahan demokrasi, dimana dalam sistem ini kedaulatan berada ditangan rakyat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih wakil wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota legislatif di MPR, DPR, DPD dan DPRD. Wakil rakyat

Lebih terperinci

BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik

BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik BAB I Pastikan Pilihan Anda Adalah Peserta Pemilu dan Calon Yang Memiliki Rekam Jejak Yang Baik Bab ini menjelaskan tentang: A. Ketahui Visi, Misi dan Program Peserta Pemilu. B. Kenali Riwayat Hidup Calon.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) merupakan sarana pesta demokrasi dalam suatu negara yang menganut paham demokrasi. Pemilu menjadi sarana pembelajaran dalam mempraktikkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Media massa adalah istilah yang digunakan sampai sekarang untuk jenis media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada masyarakat secara luas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan BAB I I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi memberikan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia. Perubahan tersebut dapat dilihat pada hasil amandemen ketiga Undang-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu instrumen terpenting dalam sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu parameter

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 84 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi demokrasi, terbukti dengan diberikannya kebebasan kepada setiap warga negara untuk bebas menyatakan pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakekatnya Pemilu legislatif adalah untuk memilih anggota DPR dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Tingkat Partisipasi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Pada Pemilu Presiden 2014 Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dalam

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251). BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang dianggap paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga setelah Amerika dan India menjadikan Pemilihan Kepala Daerah sebagai salah satu indikator pelaksanaan demokrasi berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi sebagai pilar penting dalam sistem politik sebuah Negara, termasuk Indonesia yang sudah diterapkan dalam pemilihan secara langsung seperti legislatif, Presiden

Lebih terperinci

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD 1945 yang diamandemen Hukum, terdiri dari: Pemahaman Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pemahaman

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK MASA REFORMASI DI INDONESIA

2015 PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK MASA REFORMASI DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang didasarkan oleh suatu prinsip yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi merupakan salah satu sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1999 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negarawan merupakan karakter yang sangat penting bagi kepemimpinan nasional Indonesia. Kepemimpinan negarawan diharapkan dapat dikembangkan pada pemimpin pemuda Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan suatu proses dalam pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu negara yang menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jadwal yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan

BAB I PENDAHULUAN. jadwal yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (pemilu) merupakan salah satu bentuk ditegakkannya demokrasi di Indonesia. Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali sesuai dengan jadwal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 2014 merupakan tahun politik bagi Indonesia. Disebut tahun politik antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang melibatkan setidaknya

Lebih terperinci

TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI

TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI ENI MISDAYANI, S.Ag, MM KPU KABUPATEN KUDUS 26 MEI 2014 DASAR HUKUM Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sistem kekuasaan negara yang pada dasarnya lahir dari bawah

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sistem kekuasaan negara yang pada dasarnya lahir dari bawah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum mempunyai esensi sebagai sarana demokrasi untuk membentuk sistem kekuasaan negara yang pada dasarnya lahir dari bawah menurut kehendak rakyat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan 136 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pilkada di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka.

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka. 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Reformasi 1998 menghadirkan perubahan proses demokrasi di Indonesia. Pemilihan Presiden/ Wakil Presiden hingga Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung,

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam

Lebih terperinci

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang BAB IV Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang Tahapan Pilkada menurut Peraturan KPU No.13 Th 2010 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

PEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA. Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta. Abstrack

PEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA. Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta. Abstrack PEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Abstrack Pilkada telah memiliki aturan pemilihan secara jelas, dan adanya pembatasan oleh

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL oleh : Timbul Hari Kencana NPM. 10144300021 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Di tahun 2009 masyarakat Indonesia akan melaksanakan Pesta Demokrasi. Dimana pesta tersebut adalah kesempatan masyarakat untuk memlih wakil dan pemimpinnya

Lebih terperinci

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis Budiyono Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Email : budiyono.1974@fh.unila.ac.id Abstrak Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibuktikan dengan bunyi pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu kedaulatan

BAB 1 PENDAHULUAN. dibuktikan dengan bunyi pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu kedaulatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia salah satu negara yang menganut sistem demokrasi, hal ini dibuktikan dengan bunyi pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu kedaulatan berada ditangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat untuk memilih. calonnya, calon pasangan kepala daerah untuk Wilayah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat untuk memilih. calonnya, calon pasangan kepala daerah untuk Wilayah Kabupaten BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah di Banyumas suasana politik semakin hangat. Banyak yang mempromosikan calonnya dengan berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peralihan kekuasaan dari rezim Orde Baru ke Orde Reformasi merubah tata pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan tuntutan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1999 TENTANG PENYERTAAN MODAL NEGARA UNTUK PENDIRIAN PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) DI BIDANG PERBANKAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan laju perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. Hasil amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hasil amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya perubahan itu terkait dengan pengisian

Lebih terperinci

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

C. Manajemen Pengelolaan Pelayanan

C. Manajemen Pengelolaan Pelayanan STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN KUNJUNGAN RUMAH PINTAR PEMILU BOENDA TANAH MELAYU KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU A. Latar Belakang Rumah Pintar Pemilu (RPP)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimana warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam pengawasan

I. PENDAHULUAN. dimana warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam pengawasan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan sistem pemerintahan demokrasi yang dimana warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam pengawasan jalannya pemerintahan. Warga negara

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih

Lebih terperinci

PENGENALAN PUBLIK TENTANG PARTAI POLITIK: BAGAIMANA KUALITAS PILEG 2014?

PENGENALAN PUBLIK TENTANG PARTAI POLITIK: BAGAIMANA KUALITAS PILEG 2014? PENGENALAN PUBLIK TENTANG PARTAI POLITIK: BAGAIMANA KUALITAS PILEG 2014? Jakarta, 29 Januari 2014 Q: Apakah Ibu/Bapak/Saudara tahu atau tidak tahu bahwa Tahun 2014 akan dilaksanakan Pemilihan Legislatif

Lebih terperinci

Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab *

Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab * Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 20 November 2015; disetujui: 7 Desember 2015 Latar Belakang Pilkada Serentak pada tanggal 9

Lebih terperinci

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH Policy Brief [05] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Demokrasi bukanlah bentuk pemerintahan yang terbaik, namun demokrasi adalah bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA

KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA KETUA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN HADIRI PERTEMUAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA bpk.go.id Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pertemuan dengan pimpinan lembaga negara di Majelis Permusyawaratan Rakyat

Lebih terperinci

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan proses perekrutan pejabat politik di daerah yang berkedudukan sebagai pemimpin daerah yang bersangkutan yang dipilih langsung

Lebih terperinci

Penyelenggara Pemilu Harus Independen

Penyelenggara Pemilu Harus Independen Penyelenggara Pemilu Harus Independen SALAH satu hasil studi banding Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR ke Meksiko dan Jerman ialah keinginan sejumlah anggota untuk menempatkan anggota partai sebagai

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF Demokrasi: Antara Teori dan Pelaksanaannya Di Indonesia Modul ini akan mempelajari pengertian, manfaat dan jenis-jenis demokrasi. selanjutnya diharapkan diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam mengikutsertakan warga negaranya dalam proses politik, termasuk

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA NO NO. PUTUSAN TANGGAL ISI PUTUSAN 1 011-017/PUU-I/2003 LARANGAN MENJADI ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI, DAN DPRD KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,

Lebih terperinci

PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI

PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI Diajukan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Politik Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep suci penyelenggaran Negara telah membawa perubahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. konsep suci penyelenggaran Negara telah membawa perubahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gelombang Demokrasi abad 21 melanda berbagai Negara dibelahan dunia termasuk Indonesia. Diambilnya prinsip demokrasi oleh Indonesia sebagai sebuah konsep suci

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sosialisasi politik merupakan salah satu cara dalam menyebarluaskan informasi politik, sehingga fungsi sosialisasi politik yaitu untuk memberikan pengetahuan dan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi adalah suatu cara atau taktik dalam meraih dan memperoleh sesuatu. Sehingga dalam wahana politik strategi merupakan sesuatu hal yang sangat urgen yang kianhari

Lebih terperinci

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN 2014 A. Perilaku Pemilih Dan Pilpres 2014 Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan pilar demokrasi dalam suatu negara seperti di Indonesia. Kehadiran partai politik telah mengubah sirkulasi elit yang sebelumnya tertutup bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan rakyat didalam konstitusinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat merupakan suatu

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci