FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN (UHN) MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN (UHN) MEDAN"

Transkripsi

1 ISSN: Volume: 2 Edisi : 2 Bln/Thn: September 2015 DAFTAR ISI Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif Dengan Menggunakan Visual Basic. Efron Manik (1), Simon Panjaitan (2) Penggunaan Psikologi Dalam Pendidikan Agama Kristen (Using Psychology In Christian Education) Juliver Lumbantobing Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Koneksi Matematis Siswa SMP Pencawan Medan. Arisan Candra Nainggolan Pengaruh Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa di SMP Negeri 2 Mardingding. Ribka Kariani An Error Analysis Of Sixth Semester English Department Students Of HKBP Nommensen University In Changing Active Voice Into Passive Voice Nurhayati Sitorus 1, Maria O. C. Sianipar Model Pembelajaran Team Games Tournament Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Prodi Ekonomi FKIP- UHN T.A 2013/2014. Linda Septi Yanti Sianipar Model Pembelajaran Arias Dengan Berbasis Konsep Dasar Fisika Dalam Mata Kuliah Listrik Dan Magnet di FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan Tahun Ajaran 2014/ 2015 Parlindungan Sitorus Metode Pembelajaran John Dewey Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa Adi Suarman Situmorang Pengembangan Bahan Ajar Kalkulus Dengan Memanfaatkan Microsoft Mathematics Hebron Pardede Pendekatan Pembelajaran Metakognitif Dengan Menekankan Aspeke Analogi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Pada Mata Kuliah Kapita Selekta Matematika Di Prodi Matematika FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan Friska B. Siahaan FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN (UHN) MEDAN Jl. Sutomo Nomor: 4A Medan, Kode Pos Medan Timur. Telepon: (061) ; , Faks : ; Alamat URL: jurnalsuluhpendidikanuhn@gmail.com

2 JURNAL SULUH PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN Jl. Sutomo Nomor: 4A Medan, Kode Pos Telepon: (061) ; , Faks : ; jurnalsuluhpendidikanuhn@gmail.com Jurnal Suluh Pendidikan ISSN: Pembina Prof. Dr. Belferik Manullang Prof. Manihar Situmorang, M.Sc., Ph.D Ketua Dewan Editor Dr. Dearlina Sinaga, M.Pd. Dr. Binur Panjaitan, M.Pd. Sekretaris Dewan Editor Dr. Binur Panjaitan, M.Pd. Dewan Editor Dr. Hotman Simbolon, MS Dr. Tagor Pangaribuan, M.Pd. Drs. Juliper Nainggolan, M.Si. Drs. Efron Manik, M.Si. Dra. Friska B. Siahaan, M.Pd. Drs. Sahlan Tampubolon, M.Hum Drs. Simon Panjaitan, M.Pd. Hebron Pardede, S.Si., M.Si. Editor Teknik Adi Suarman Situmorang, M.Pd. Parlindungan Sitorus, S.Si., M.Si. Alamat Redaksi Tata Usaha: Gedung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas HKBP Nommensen Lantai II Jl. Jl. Sutomo Nomor: 4A Medan, Kode Pos Medan Timur. Telepon: (061) ; , Faks : Alamat URL: jurnalsuluhpendidikanuhn@gmail.com Jurnal Suluh Pendidikan ini merupakan jurnal penelitian yang berisikan tulisan tentang pendidikan atau proses belajar mengajar. Jurnal Suluh Pendidikan terbit sebanyak dua kali dalam kurun waktu satu tahun yaitu setiap bulan Maret dan bulan September dengan jumlah minimal muatan tulisan sebanyak Sepuluh setiap kali terbit. Penyunting menerima sumbangan artikel yang belum pernah dipublikasikan dalam media lain. Naskah di atas kertas HVS A4 dengan spasi 1½ dengan maksimum tulisan 17 halaman, dengan format seperti tercantum dalam halaman kulit belakang. Naskah akan dimuat dalam jurnal ini setelah lulus evaluasi dari tim editor.

3 JURNAL SULUH PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN Jl. Sutomo Nomor: 4A Medan, Kode Pos Telepon: (061) ; , Faks : ; jurnalsuluhpendidikanuhn@gmail.com Jurnal Suluh Pendidikan Volume: (2), Edisi: (2), Bln/Thn: September 2015 DAFTAR ISI Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif Dengan Menggunakan Visual Basic. Efron Manik (1), Simon Panjaitan (2) Penggunaan Psikologi Dalam Pendidikan Agama Kristen (Using Psychology In Christian Education) Juliver Lumbantobing Penerapan Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Koneksi Matematis Siswa SMP Pencawan Medan. Arisan Candra Nainggolan Pengaruh Pembelajaran Think Talk Write (TTW) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa di SMP Negeri 2 Mardingding. Ribka Kariani An Error Analysis Of Sixth Semester English Department Students Of HKBP Nommensen University In Changing Active Voice Into Passive Voice Nurhayati Sitorus 1, Maria O. C. Sianipar Model Pembelajaran Team Games Tournament Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Prodi Ekonomi FKIP-UHN T.A 2013/2014. Linda Septi Yanti Sianipar Model Pembelajaran Arias Dengan Berbasis Konsep Dasar Fisika Dalam Mata Kuliah Listrik Dan Magnet di FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan Tahun Ajaran 2014/ 2015 Parlindungan Sitorus Metode Pembelajaran John Dewey Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa Adi Suarman Situmorang Pengembangan Bahan Ajar Kalkulus Dengan Memanfaatkan Microsoft Mathematics Hebron Pardede Pendekatan Pembelajaran Metakognitif Dengan Menekankan Aspeke Analogi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Pada Mata Kuliah Kapita Selekta Matematika Di Prodi Matematika FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan Friska B. Siahaan

4 JURNAL SULUH PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN Jl. Sutomo Nomor: 4A Medan, Kode Pos Telepon: (061) ; , Faks : ; jurnalsuluhpendidikanuhn@gmail.com KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena kasih dan RahmatNya sajalah Jurnal Suluh Pendidikan FKIP Universitas HKBP Nommensen ini dapat terbit untuk Volume 2, Edisi 2, September Tulisan yang dimuat dalam jurnal ini difokuskan pada bidang pendidikan baik itu pengembangan dan desain model pembelajaran, inovasi metode pembelajaran, inovasi media pembelajaran, inovasi teknik, dan pengembangan pendekatan pembelajaran. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada Saudara yang telah mengirimkan tulisannya untuk dimuat dalam jurnal Suluh Pendidikan FKIP Universitas HKBP Nommensen ini dan minta maaf bagi Saudara yang tulisannya ditolak maupun yang masih menunggu antrian untuk dimuat dalam jurnal ini. Demi kesempurnaan jurnal ini dan untuk pengembangan kualitas tulisan dan terbitan serta menjalin komunikasi dalam pertukaran informasi ilmiah, dengan senang hati kami bersedia menerima masukan yang membangun dari saudara serta bersedia menerima tulisan Saudara untuk terbitan selanjunya. Akhir kata, kami berharap semoga tulisan-tulisan yang dimuat pada edisi ini bermanfaat bagi setiap pihak yang membacanya. Tim Redaksi

5 Efron Manik JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN Halaman PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF DENGAN MENGGUNAKAN VISUAL BASIC Efron Manik (1), Simon Panjaitan (2). Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas HKBP Nommensen ABSTRACT At this time, media interactive learning can be made easily. We can make it fast, using the Visual Basic programming language. We can make the code of the program in an interactive media that is able to set the computer response in accordance with the request of students. So the computer will work according to the wishes of students who use it. The purpose of this research is to make good interactive learning media on the topic of determining the roots of quadratic equations and drawing graphs of quadratic functions in class X SMA with Visual Basic computer language. Users can learn on their own, and practice alone with the problems as he wishes. The media received a positive response from 53 respondents. Results of the assessment Respondents pass the minimum threshold criteria for the success of research. Interactive media made in this study will provide benefits to improve student achievement high school class X. Kata Kunci : Media Interaktif, Persamaan dan Funsi Kuadrat, Visual Basic. PENDAHULUAN Pada awal Desember 2013 sebuah organisasi dalam naungan Organization Economic Cooperation and Development (OECD) yang bernama Program for International Student Assessment (PISA) telah mengadakan sebuah survei mengenai sistim pendidikan dan kemampuan dari siswa sekolah. PISA ini telah mengadakan survei sejak tahun 2000 lalu. Survei diadakan tiap 3 tahun sekali. Dalam pesannya Andreas Schleicher (pimpinan OESD) mengatakan pendidikan hari ini akan menentukan ekonomi dimasa depan. Peringkat siswa Indonesia berada posisi 64 dari 65 negara (Pebrialdi, 2013). Indonesia hanya lebih baik dari negara Peru yang menempati posisi paling buncit dalam survei ini. Indonesia mendapatkan nilai 375 untuk matematika, untuk membaca Indonesia mendapatkan nilai 396, dan pembuatan karya ilmiah, Indonesia dapat nilai 382. Indonesia berada pada dasar jurang dalam survei ini. Kita tidak usah terlalu bermimpi membandingkan dunia pendidikan kita dengan negara tetangga JSP FKIP UHN hal 77

6 Efron Manik Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif. Singapura yang memang jauh diatas kita. Dengan negara Vietnam saja yang baru bangkit membangun negaranya kita masih kalah jauh. Vietnam berada pada peringkat 7 untuk ilmiah dengan nilai 528. Dunia pendidikan kita ini selalu dihinggapi berbagai masalah pelik, terutama di daerahdaerah terpencil yang jauh dari pantauan. Mulai dari kurangnya jumlah guru, mutu pendidikan, kwalitas guru, alat perlengkapan sekolah termasuk media pembelajaran yang jauh dari memadai, serta kondisi sekolah yang sudah tidak layak untuk digunakan. Banyaknya kendala yang belum diatasi oleh dunia pendidikan kita berpengaruh pada hasil dari pendidikan itu sendiri. Para ahli psikologi pendidikan mengemukakan bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret, contoh-contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dengan mempraktekkan sendiri upaya penemuan konsep melalui perlakuan terhadap kenyataan fisik, melalui penanganan benda-benda yang benar-benar nyata. Berdasarkan hal itu maka tugas guru bukan memberikan pengetahuan, melainkan menyiapkan media pembelajaran dan situasi yang memotivasi anak untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep sendiri. Matematika sebenarnya adalah pelajaran yang mudah dipelajari jika siswa mempelajari contoh-contoh yang disajikan dengan tekun dan mau mengerjakan soalsoal latihan yang diberikan dengan teliti. Jika siswa mengerjakan banyak soal-soal latihan maka pengertian dan rumus yang dibutuhkan pada pokok bahasan tersebut sudah langsung diingat tanpa perlu dihafal oleh siswa. Seandainya siswa boleh menuliskan soal yang ada dipikirannya dan setelah itu dia langsung mendapatkan penyelesaian dari soal tersebut maka siswa yang bersangkutan akan lebih menikmati proses pembelajaran. Siswa akan lebih berhasil jika yang menyelesaikan soal tersebut adalah suatu media interaktif (bukan gurunya atau temannya). Karena siswa akan berani menanyakan soal apapun tanpa rasa takut dan malu. Media Pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan menyalurkan setiap pesan dari pengirim kepenerima sehingga dapat menyalurkan pikiran, perasaan, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar mengajar. JSP FKIP UHN hal 78 Alamat URL: akademik.uhn.ac.id /portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan.

7 Efron Manik Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif. Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam suatu sistem maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Media pembelajaran adalah komponen integral dari sistem pembelajaran (Daryanto, 2012: 6). Media dapat membantu siswa untuk belajar mandiri tanpa kehadiran guru disampingnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang menyatakan bahwa kita dapat melihat dari uraian di muka bahwa sudah selayaknya kalau media tidak lagi hanya kita pandang sebagai alat bantu belaka bagi guru untuk mengajar, tetapi lebih sebagai alat penyalur pesan dari pemberi pesan (guru, penulis buku, produser, dan sebagainya) ke penerima pesan seperti siswa atau pelajar (Arsyad, 2011: 10). Lebih lanjut Arsyad (2011: 10) menyatakan bahwa Sebagai pembawa pesan, media tidak hanya digunakan oleh guru tetapi yang lebih penting lagi dapat pula digunakan oleh siswa. Dari pernyataan tersebut maka disimpulkan bahwa sebagai penyaji dan penyalur pesan dalam hal-hal tertentu media dapat mewakili guru menyampaikan informasi lebih teliti, jelas, dan menarik (Arsyad, 2011: 10). Fungsi tersebut dapat dilaksanakannya dengan baik walau tanpa kehadiran guru secara fisik. Media dengan bermacam-macam wujud kadang disebut multimedia. Multimedia merupakan media gabungan dari beberapa media visual, suara, dan lain-lain. Multimedia terbagi menjadi dua kategori, yaitu: multimedia linier dan multimedia interaktif (Daryanto, 2012: 53). Lebih lanjut dikatakan bahwa Multi media linier adalah suatu multimedia yang tidak dilengkapi dengan alat pengontrol apapun yang dapat dioperasikan oleh pengguna. Multimedia ini ini berjalan sekunsial (berurutan), contohnya: TV dan film. Multimedia interaktif adalah suatu media yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Contoh multimedia interaktif adalah pembelajaran interaktif dan aplikasi game (Daryanto, 2012: 53) JSP FKIP UHN hal 79 Alamat URL: akademik.uhn.ac.id /portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan.

8 Efron Manik Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif. Salah satu keunggulan multimedia interaktif adalah menolong siswa mampu belajar sendiri tanpa bantuan orang lain. Proses pengembangan multimedia interaktif perlu dilakukan mengingat terdapat beberapa keunggulan dari media ini, dibandingkan dengan media lainya, antara lain: (1) daya coba tinggi dan l atihan, (2) menumbuhkan kreativitas mahasiswa, (3) visualisasi informasi/ proses yang bersifat abstrak (tidak kasat mata), (4) mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, (5) ada stimulus-respon, (6) meningkatkan motivasi belajar peserta diklat, (7) visualisasi relevan dengan materi, (8) perbandingan teks, visual (grafis, video/ film, animasi) dan audio, dan (9) kesamaan modul multimedia interaktif (Susilana, 2009, 130). Dalam hal pembuatan media interaktif komputer perlu direncanakan dengan cermat supaya dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Susilana (2009: 132) mengatakan Pengembangan media interaktif berbasis komputer dapat ditempuh dengan langkah-langkah yaitu: (1) pembuatan garis-garis besar program media (GBPM), (2) Pembuatan Flowchart, (3) pembuatan storyboard, (4) pengumpulan bahan-bahan yang dibutuhkan, (5) pemprograman, dan (6) finising. Lankah-langkah ini perlu dipedomani supaya menghasilkan media yang baik terdiri dari Tahapan perencanaan perlu dibuat sebaik mungkin dan media tersebut harus mampu menjawab beberapa pertanyaan seperti yang diajukan Arsyad (2011: 173). Data empiris yang berkaitan dengan media pembelajaran secara umum bersumber dari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut ini. (a) Apakah media pembelajaran yang digunakan efektif? (b) Dapatkah media pembelajaran itu diperbaiki dan ditingkatkan? (c) Apakah media pembelajaran itu efektif dari segi biaya dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa? (d) Kriteria apa yang digunakan untuk memilih media pembelajaran itu? (e) Apakah isi pembelajaran sudah tepat disajikan dengan media itu? (f) Apakah prinsip-prinsip utama penggunaan media yang dipilih telah diterapkan? (g) Apakah media pembelajaran yang dipilih dan digunakan benar-benar menghasilkan hasil belajar yang direncanakan? (h) Bagai mana sikap siswa terhadap media pembelajaran yang digunakan? JSP FKIP UHN hal 80 Alamat URL: akademik.uhn.ac.id /portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan.

9 Efron Manik Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif. Setelah media pembelajara interaktif dibuat, uji coba media perlu dilakukan untuk memperoleh kekurangan yang masih mungkin ada untuk perbaikan. Susilana (2009, 207) mengatakan bahwa kekuatan dan kelemahan dari media pembelajaran yang telah dibuat oleh guru biasanya dapat diketahui dengan lebih jelas setelah program tersebut dilaksanakan di kelas dan dievaluasi dengan seksama. Hasil yang diperoleh dari evaluasi akan memberi petunjuk kepada guru tentang bagian-bagian mana dari media pembelajaran tersebut yang sudah baik dan bagian mana pula yang belum baik sehingga belum dapat mencapai tujuan dari pengembangan media pembelajaran yang diharapkan yang dalam hal ini terkait dengan pencapaian tujuan pembelajaran yang telah disusun. Arsyad (2011) memberikan lembar penilaian media (Lampiran 1) dengan judul Evaluasi Program Pembelajaran Dengan Bantuan Komputer. Pada zaman modern ini, pembuatan multimedia interaktif bukan hal yang mustahil. Dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic, media interaktif dapat dibuat. Kita dapat membuat kode program dalam suatu media interaktif yang mampu mengatur respon komputer sesuai dengan permintaan siswa. Sehingga komputer akan bekerja sesuai keinginan siswa yang menggunakannya. Karena keterbatasan dana dan waktu, penelitian ini hanya akan membuat media pembelajaran tentang topik menentukan akar-akar dan melukis grafik persamaan kuadrat pada kelas X SMA. Dalam media ini, siswa bebas membuat persamaan kuadratnya dan selanjutnya komputer akan memberi penyelesaian dan langkah-langkah penyelesaiannya. Visual Basic 1.0 dikenalkan pada tahun Konsep pemrograman dengan metode drag-and-drop untuk membuat tampilan aplikasi Visual Basic ini diadaptasi dari prototype generator form yang dikembangkan oleh Alan Cooper dan perusahaannya, dengan nama Tripod. Microsoft kemudian mengontrak Cooper dan perusahaannya untuk mengembangkan Tripod menjadi sistem form yang dapat diprogram untuk Windows 3.0, di bawah kode nama Ruby. Tripod tidak memiliki bahasa pemrograman sama sekali. Ini menyebabkan Microsoft memutuskan untuk mengkombinasikan Ruby dengan bahasa JSP FKIP UHN hal 81 Alamat URL: akademik.uhn.ac.id /portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan.

10 Efron Manik Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif. pemrograman Basic untuk membuat Visual Basic. Visual Basic merupakan bahasa yang mendukung Pemrograman berorientasi objek. Kita sangat muda meletakkan komponen-komponen yang kita inginkan pada Form Designer. Visual Basic langsung menyediakan jendela/ window code yang dapat dilengkapi dengan mudah. Jendela Visual Basic 6 menggunakan model Multiple Document Interface (MDI). Jendela Toolbox merupakan jendela yang sangat penting untuk melengkapi Form designer seperti yang kita inginkan. Dari jendela ini anda dapat mengambil komponen-komponen (object) yang akan ditanamkan pada form untuk membentuk user interface. Jika kita membutuhkan komponen lain yang mungkin diperlukan maka anda dapat mengambilnya dengan cara klik Project pada menu Bar dan selanjutnya klik Componets. Ada 17 komponen-komponen utama dalam kotak ToolBox yang sering digunakan. Pointer bukan merupakan suatu kontrol; gunakan icon ini ketika anda ingin memilih kontrol yang sudah berada pada form. PictureBox adalah kontrol yang digunakan untuk menampilkan image/ grafik dengan format: BMP, DIB (bitmap), ICO (icon), CUR (cursor), WMF (metafile), EMF (enhanced metafile), GIF, dan JPEG. Label adalah kontrol yang digunakan untuk menampilkan teks yang tidak dapat diperbaiki oleh pemakai. TextBox adalah kontrol yang mengandung string yang dapat diperbaiki oleh pemakai, dapat berupa satu baris tunggal, atau banyak baris. Frame adalah kontrol yang digunakan sebagai kontainer bagi kontrol lainnya. CommandButton merupakan kontrol hampir ditemukan pada setiap form, dan digunakan untuk membangkitkan event proses tertentu ketika pemakai melakukan klik padanya. CheckBox digunakan untuk pilihan yang isinya bernilai yes/no, true/false. OptionButton sering digunakan lebih dari satu sebagai pilihan terhadap beberapa option yang hanya dapat dipilih satu. ListBox mengandung sejumlah item, dan user dapat memilih lebih dari satu (bergantung pada property MultiSelect). ComboBox merupakan konbinasi dari TextBox dan suatu ListBox dimana pemasukkan data dapat dilakukan dengan pengetikkan maupun pemilihan. HScrollBar dan VScrollBar digunakan untuk membentuk scrollbar berdiri sendiri. Timer digunakan untuk proses background yang diaktifkan JSP FKIP UHN hal 82 Alamat URL: akademik.uhn.ac.id /portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan.

11 Efron Manik Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif. berdasarkan interval waktu tertentu. Merupakan kontrol non-visual. DriveListBox, DirListBox, dan FileListBox sering digunakan untuk membentuk dialog box yang berkaitan dengan file. Shape dan Line digunakan untuk menampilkan bentuk seperti garis, persegi, bulatan, oval. Image berfungsi menyerupai image box, tetapi tidak dapat digunakan sebagai kontainer bagi kontrol lainnya. Sesuatu yang perlu diketahui bahwa kontrol image menggunakan resource yang lebih kecil dibandingkan dengan PictureBox. Data digunakan untuk data binding. OLE dapat digunakan sebagai tempat bagi program eksternal seperti Microsoft Excel, Word, dll. Semua komponen-komponen pada ToolBox yang dibutuhkan diletakkan di Form Design. Properties dari komponen-kompnen diatur sedemikian rupa supaya bagus dilihat dan gampang digunakan. Pada komponenkomponen ini diletakkan kode program sesuai perencanaan sehingga diperoleh media interaktif. Untuk menbuat hasil pekerjaan media interaktif ini dapat berdiri sendiri maka kita dapat melakukannya dengan memilih File pada Menu Bar, dan klik Make...exe. Selanjutnya dilengkapi apa yang diminta, dan akhirnya file yang tercipta dapat digunakan tanpa membutuhkan software Visual Basic. Dari pernyataan di atas, maka yang menjadai masalah yang diteliti adalah apakah penggunaan bahasa komputer Visual Basic dapat digunakan untuk membuat media pembelajaran interaktif yang baik pada topik menentukan akar-akar persamaan dan melukis grafik fungsi kuadrat pada kelas X SMA? Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah membuat media pembelajaran interaktif yang baik pada topik menentukan akar-akar persamaan dan melukis grafik fungsi kuadrat pada kelas X SMA dengan bahasa komputer Visual Basic. Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat untuk meningkatkan prestasi belajar siswa SMA kelas X. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Universitas HKBP Nommensen. Penelitian ini direncanakan dilaksanakan selama enam bulan sejak Maret sampai dengan September Rancangan pembuatan media pembelajaran interaktif dilakukan dengan pertimbangan langkah-langkah yang JSP FKIP UHN hal 83 Alamat URL: akademik.uhn.ac.id /portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan.

12 Efron Manik Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif. diusulkan oleh Susilana (2009: 132), antara lain: 1. Persiapan Kegiatan ini dilakukan pada awal penelitian. Hal ini bertujuan mengumpulan bahan-bahan yang dibutuhkan dan mebuat jadwal/ tahaptahap penelitian lebih terperinci. 2. Pembuatan GBPM (Garis -garis Besar Program Media) GBPP akan diselaraskan dengan tujuan pembelajaran pada topik Menentukan Akar-akar Persamaan Kuadrat. GBPM juga akan diselaraskan dengan Tujuan Instruksional Khusus (TIK), serta mempertimbangkan indikator-indikator yang telah ditetapkan pada topik tersebut. Dengan mempertimbangkan semua hal tersebut, GBPM akan baik. 3. Pembuatan Flowchart. Sebelum menuliskan kode program, Flowchart harus dibuat terlebih dahulu. Pembuatan Flowchart bertujuan untuk membagi-bagi pekerjaan yang besar menjadi pekerjaan yang kecil-kecil, serta membuat langkah-langkah yang harus dilakukan saat pembuatan kode program 4. Pemrograman. Proyek pembuatan media pembelajaran interaktif ini menggunakan bahasa Visual Basic. Form Design dibuat menarik dan muda digunakan oleh pemakai. Kode program ditanamkan pada Form tersebut sesuai dengan Flowchart yang sudah dibuat sebelumnya. Kode program yang ada dalam Form akan membauat media ini menjadi interaktif. 5. Finising Kode program yang selesai dibuat akan diuji coba untuk mengetahui efektivitasnya dalam menunjang pencapaian tujuan pembelajaran tentang Menentukan Akar-Akar Persamaan Kuadrat. 6. Kriteria Keberhasilan Lembar penilaian untuk media ini menggunakan Lembar Penialaian pada Lampiran 1 yang ditulis oleh Susilana (2009: 132). Kita berharap harus lebih dari 50% dari butir-butir penilaian mempunyai rating tinggi dan tidak ada yang memiliki rating rendah. Jika hal ini belum tercapai maka ujicoba akan diulangi lagi dengan sejumlah perbaikan-perbaikan. JSP FKIP UHN hal 84 Alamat URL: akademik.uhn.ac.id /portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan.

13 Efron Manik Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif. Dengan menggunkan bahasa Visual Basic, media interkatif tentang Persamaan dan Fungsi Kuadrat dibuat dengan tiga Menu utama, yaitu: PK1, PK2, dan Grafik Fungsi. Masing-masing Menu mempunyai tiga Sub Menu, yaitu: Tujuan, Teori, dan Latihan. Sub Menu Tujuan menyajikan tujuan pembelajaran sesuai Menu, Sub Menu Teori menyajikan materi singkat sesuai Menu, dan Sub Menu Latihan merupakan halaman yang interaktif. Halaman depan dari media interaktif ini dapat dilihat pada Gambar 2. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pembahasan JSP FKIP UHN hal 85 Alamat URL: akademik.uhn.ac.id /portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan.

14 Efron Manik Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif. Menu PK1 membahas tentang memfaktorkan Persamaan Kuadrat dengan koefisien x 2 bernilai satu. Sub Menu Tujuan menyajikan tulisan sebagai berikut: Setelah selesai menggunakan materi yang ada pada menu PK1, pengguna diharapkan mampu menentukan akar-akar persamaan kuadrat untuk koefisien a = 1. Sedangkan Sub Menu Teori menampilkan teori singkat tentang cara mendapatkan angka-angka yang dibutukan dalam pemaktoran. Akhirnya Sub Menu Latihan menampilkan media interaktif yang digunakan sebagai latihan. Layar awal tampak seperti pada Gambar3(a) yang masih bebas diisi oleh pengguna dengan bilangan bulat. Misalkan pengguna mengganti koefisien x dengan bilangan 4 dan konstanta sama dengan 3, maka setelah dieksekusi (ditekan tombol Faktorkan!) maka di layar akan tertulis baris demi baris seperti Gambar 3(b). Penggunaan Menu PK2 hampir sama dengan Menu PK1 kecuali koefisien x 2 dalam menu ini boleh diganti dengan bilangan bulat tak nol. JSP FKIP UHN hal 86 Alamat URL: akademik.uhn.ac.id /portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan.

15 Efron Manik Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif. Menu Grafik Fungsi membahas cara melukis grafik fungsi kuadrat dalam koordinat kartesius. Sub Menu Tujuan menampilkan keterangan tentang apa yang akan di capai jika menu Grafik Funsi ini digunakan oleh pengguna. Sub Menu Teori membahas tentang langkah-langkah untuk menggambar grafik fungsi kuadrat. Sedangkan Sub Menu Latihan merupakan laman interaktif, yaitu: jika mahasiswa menuliskan fungsi kuadratnya maka media akan menerangkan langkah-langkah membuat grafiknya serta menggambarkannya. Layar awal tampak seperti pada Gambar4(a) yang masih bebas diisi oleh pengguna dengan bilangan bulat. Misalkan pengguna mengganti koefisien x 2 dengan bilangan -2, koefisien x dengan 2, dan konstanta sama dengan 4, maka setelah dieksekusi (ditekan tombol Lukis) maka di layar akan tertulis baris demi baris serta grafik fungsi seperti Gambar 4(b). JSP FKIP UHN hal 87 Alamat URL: akademik.uhn.ac.id /portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan.

16 Efron Manik Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif. 2. Hasil Tampilan layar yang dibahas dalam Sub Bab 4.1 di atas merupakan perbaikan media interaktif yang dilakukan setelah penyebaran angket kepada 53 responden pengguna media interaktif tersebut. Dari sepuluh butir angket Evaluasi Program Pembelajaran Dengan Bantuan Komputer, enam butir diantaranya mendapat penilaian yang cukup tinggi, yaitu: butir (1) Terfokus dengan jelas pada tujuan, (4) Relevan dengan tujuan kurikuler dan sasaran belajar, (5) Format penyajiannya memotivasi, (6) Terbukti efektif (yaitu dengan uji coba di lapangan), (8) Petunjuknya sederhana dan lengkap, dan (9) Memberi penguatan positif. Sedangkan empat butir mendapat penilaian yang sedang, yaitu: butir (2) Interaktif terusmenerus, (3) Bercabang untuk menyesuaikan dengan tingkat kemapuan siswa, (7) Sajian gambar/ grafik yang sesuai, dan (10) Dapat digunakan lagi (mengandung unsur acak/ random untuk menyajikan penayangan ulang yang bervariasi. Rataan dari sepuluh butir angket secara keseluruhan mempunyai nilai kategori tinggi. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil angket dari 53 Responden sudah melampaui kriteria keberhasilan penelitian yang diajukan pada Bab III, yaitu: Kita berharap harus lebih dari 50% dari butir-butir penilaian mempunyai rating tinggi dan tidak ada yang memiliki rating rendah (Jika hal ini belum tercapai maka ujicoba akan diulangi lagi dengan sejumlah perbaikan-perbaikan). Jadi perbaikan media interaktif sebenarnya tidak diperlukan lagi. Tetapi komentar langsung Responden sangat membantu untuk perbaikan media. Komentar langsung Responden di fokuskan untuk memperhatikan tentangdua hal yaitu: Titik Kekuatan dan Titik Kelemahan. Setelah komentar Responden disarikan, titik kekuatan dari media ini ada dua, yaitu: Materi singkat, padat, dan jelas, serta Penyampaian materi dan latihan cukup bagus. Sedangkan titik lemah ada tiga, yaitu: 1. Sebagian lembar media tidak kelihatan, dan ada kesalahan pengetikan. 2. Titik koordinat harus ditulis dulu sebelum menggambar grafik. 3. Command Button jika ditekan berulangulang terjadi hasil yang tidak baik. Semua saran dari Responden untuk perbaikan media ini dapat di akomodasi dan dilaksanakan untuk perbaikan media interaktif ini. Sehingga media ini melampau JSP FKIP UHN hal 88 Alamat URL: akademik.uhn.ac.id /portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan.

17 Efron Manik Pembuatan Media Pembelajaran Interaktif. batas minimum kriteria keberhasilan penelitian ini. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan bahasa komputer Visual Basic dapat digunakan untuk membuat media pembelajaran interaktif yang baik pada topik menentukan akar-akar persamaan dan melukis grafik fungsi kuadrat pada kelas X SMA. Pengguna dapat belajar sendiri dan berlatih sendiri dengan berbagai kasus sesuai keinginannya. Media ini mendapat respon positif dari 53 Resdponden. Hasil penilaian Responden melewati batas minimum kriteria keberhasilan penelitian. Media interaktif yang dibuat dalam penelitian ini akan memberikan manfaat untuk meningkatkan prestasi belajar siswa SMA kelas X. Saran Walaupun penilaian media interaktif ini melewati batas minimum kriteria keberhasilan, tetapi masih ada beberapa butir penilaian yang harus mendapat perhatian untuk mendapatkan media yang lebih baik. Empat butir yang harus diperbaiki antara lain: (1) Interaktif terusmenerus, (2) Bercabang untuk menyesuaikan dengan tingkat kemapuan siswa, (3) Sajian gambar/ grafik yang sesuai, dan (4) Dapat digunakan lagi (mengandung unsur acak/ random untuk menyajikan penayangan ulang yang bervariasi. Proyek penelitian selanjutnya dapat digunakan untuk mengembangkan media interaktif untuk pokok bahasan lain dalam mata pelajaran matematika. Sehingga kita akhirnya mempunyai media interaktif yang lengkap untuk semua pokok bahasan. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, A. (2011). Media Pembelajaran. Rajagrafindo Persada. Jakarta. Daryanto. (2012). Media Pembelajaran. Sarana Tutorial Nurani Sejahtera. Bandung. Pebrialdi. (2013). Siswa Indonesia Peringkat 64 Dari 65 Negara,Tapi Paling Bahagia di Dunia. 6/siswa-indonesia-paling-bahagia-didunia html. Diunduh: 4/3/2015. Manik, E. (2015). Modul Pemrograman Basic. UHN. Medan Sadiman, A.S., R. Rahardjo, dan A. Haryono. Media Pendidikan. Rajagrafindo Persada. Jakarta. Susilana, R, dan C. Riyani. (2009). Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian. Wacana Prima. Bandung. JSP FKIP UHN hal 89 Alamat URL: akademik.uhn.ac.id /portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan.

18 Juliver Lumbantobing JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN ISSN: Volume-2, Edisi-2, Maret 2015 Halaman PENGGUNAAN PSIKOLOGI DALAM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (USING PSYCHOLOGY IN CHRISTIAN EDUCATION) Juliver Lumbantobing, Jurusan Pendidikan Agama Kristen Universitas HKBP Nommensen ABSTRACT: Psychology had been using in Christian Education. The starting point of Psychology is different from Christian Education. According to the writer s observation as a lecture of Christian Education it is imposible to use Psychology in Christian Education unusefully so the purpose of Christian Education was not gained. Thus the writer will try to set up solutions to this problem. Basically the writer examined how the teacher of Christian Education use Psychology in the Christian Education and how far Psychology could give support for the Christian Education. So, the writer will explain what is Psychology, and then what is Christian Education, and then the writer tries to formulate the misson of the Church s Tasks, and then the writer explain how to use Psychology in Chistian Education, while finally the writer formulates conclusions that is no problems to use Psychology in Christian Educaion and suggestions to the Church and the teacher tu use Psychology wisely. Key Word: Psikologi, P.A.K. PENDAHULUAN Psikologi adalah suatu cabang ilmu tentang perilaku manusia. ia bersifat sekuler karena mendasarkan kerangka kerjanya murni berdasarkan logika manusia. Sedangkan Pendidikan Agama Kristen (P.A.K) adalah ilmu yang mendasarkan kerangka kerjanya selain pada kaidah-kaidah ilmiah juga pada ajaran-ajaran Alkitab; Sebagai salah satu bentuk tugas gereja, P.A.K. juga harus berjalan sesuai dengan missi Gereja. Sebagai salah satu bidang ilmu pendidikan. P.A.K. sering menggunakan Psikologi dalam kegiatannya. Guntrip (1971:19-24) mengingatkan adanya bahaya-bahaya yang haru s diwaspadai dalam menggunakan Psikologi dalam kegiatan gereja. Collins, (1971:16-18) mencatat bahwa dalam sejarah terdapat suatu masa yang mana Gereja bermusuhan dengan Psikologi. Oleh sebab itu penulis menduga: akan terdapat permasalahan dalam menggunakan Psikologi dalam P.A.K. Bagaimanakah Psikologi digunakan dalam P.A.K supaya tidak bermasalah bahkan justeru mendukung, Psikologi jenis manakah yang dapat digunakan oleh P.A.A.; demikianlah permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini. Tulisan ini akan meneliti JSP FKIP UHN hal 90

19 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 sejauhmanakah P.A.K. dapat menggunakan Psikologi dalam mengembangkan kegiatannya. Tujuannya ialah agar para pengerja P.A.K, terutama para guru-guru P.AK, tidak menjadi gamang atau ragu-ragu dalam menggunakan Psikologi, mereka juga dapat menjadi lebih berhikmat dalam memanfaatkan Psikologi tersebut. Metode Penelitian Tulisan ini menggunakan metode penelitian kwalitatif melului kajian/ sutdi Kepustakkan. Dalam mengumpulkan data/ informasi penulis mencoba mengumpulkan informasi seoptimal mingkin dari buku-buku yang membahas terkait dengan pokok pembahasan dari penelitian ini. Berdasarkan informasi yang terkumpul kemudian penulis menganalisa kesesuaian-kesesuain dari informasi pustaka terbut sehingga akhirnya penuli member kesimpulan dan saran sekaitan dengan pokok bahasan penelitian ini. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 1. Arti dan Manfaat Psikologi Pada mulanya, secara etimologis (psyche= jiwa + logos= ilmu) menurut Plato (th. 400 S.M.) psikologi mempunyai pengertian yang sederhana, yaitu: ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia (Kartono:1980:1-2). Namun, sekarang pengertian tersebut sudah mengalami perkembangan. Psikologi sekarang (disebut kemudian Psikologi Modern), bukan hanya meneliti sifat atau hakekat kejiwaan manusia saja, tetapi termasuk juga tingkah-laku manusia atau aktifitas manusia. Psikologi Modern lebih cenderung mempelajari atau meneliti tingkah-laku manusia (yang dianggap sebagai jiwa yang menjasmani), daripada mempelajari sifat atau hakekat jiwa manusia; karena jiwa itu merupakan sesuatu yang abstrak, yang tidak dapat dilihat. Psikologi Modern lebih merupakan ilmu pengetahuan tentang tingkah laku manusia (ibid). Psikologi menolong untuk memahami motif-motif dan tujuan dari setiap perilaku manusia. Psikologi dapat menolong untuk memahami mengapa seseorang melakukan sesuatu tindakan dan apa tujuan dari tindakan tersebut. Misalnya jika seorang anak menangis pasti ada alasannya dan juga tujuannya, kemungkinan ia meminta perhatian dari orangtuanya, kemungkinan dia lapar sehingga oleh tangisannya ia berharap untuk dikenyangkan. Psikologi JSP FKIP UHN hal 91

20 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 mempunyai banyak cabang. Misalnya Psikologi Pendidikan yang meneliti tentang bagaimana seseorang belajar, Psikologi Perkembangan yang menjelaskan tentang sifat dan hakekat manusia sesuai dengan perkembangannya, Psikologi Sosial, Psikologi Industri, Psikologi Agama, dlsbg. Psikologi, sesuai dengan bidangnya dapat bermanfaat bagi cabang ilmu pengetahuan untuk mengembangkan masing-masing keilmuannya. Dalam Ilmu Pendidikan misalnya: Psikologi, terutama Psikologi Pendidikan atau Psikologi Belajar, menolong untuk memperoleh pemahaman tentang bagaimanakah seorang anak itu belajar. Sebagaimana oleh Holt (196 7:x) menyebutkan bahwa anak mempunyai caranya sendiri dalam belajarnya, yang berbeda dari cara belajar orang dewasa; dia telah membuktika bahwa anak mengalami kegagalan dalam belajarnya karena cara pendidikan yang diperolehnya tidak sesuai dengan keberadaanya (1964:xiii). Selain Psikologi Pendidikan, terdapat juga Psikologi Anak dan Psikologi Perkembangan yang menolong untuk memperoleh pemahaman/ pengenalan tentang sifat-sifat dan hakekat seorang anak atau sifat-sifat manusia sesuai dengan perkembangannya. Dengan pengenalan yang mendalam tentang seorang anak atau orang lainnya, hal ini tentu akan menolong para pendidik untuk dapat lebih bijaksana dalam menentukan metode yang paling cocok diterapkan kepada nara didiknya. Pengenalan yang baik juga dapat mengembangkan hubungan yang lebih mesra antara para pendidik dan nara didiknya (bd. pepatah yang mengatakan: tak kenal maka tak saying). Tidak dapat disangkal bahwa sungguh besar manfaat/ sumbangan Psikologi, terutama yang terkait, dalam lingkungan pendidikan; dengan psikologi kegiatan belajar mengajar akan dapat berlangsung dengan lebih baik. Sekaitan dengan hidup keagamaan, manfaat psikologi juga tidak dapat diabaikan. Selain Psikologi Agama, terdapat beberapa penelitian psikologi, yang meneliti tentang hidup kegamaan dan keimanan manusia. Hal ini tentu menolong untuk memahami bagaimanakah hidup keagamaan atau keimanan seseorang itu berkembang, dengan demikian akan lebih mudah untuk lebih mengembangkannya. Goldman (1968:2) misalnya telah meneliti bahwa JSP FKIP UHN hal 92

21 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 konsep pemahaman anak terhadap Alkitab adalah berbeda dari remaja atau orang dewasa, anak-anak lebih bersifat operasional, mereka belum dapat berpikir abstrak. Itu sebabnya menurut Wahono (1986): pada hakekatnya anak tidak dapat mengkonsumsi seluruh nas-nas yang terdapat di dalam Alkitab, penggunan Alkitab kepada anak harus selektif. Westerhoff III (1976:91-92)) telah meneliti bagaimanakah iman seorang anak itu berkembang: bahwa mereka berada pada tahapan experienced faith, yaitu tahapan di mana imannya dipengaruhi oleh pengalamannya dalam hubungan-hubungannya dengan orang lain, misalnya: konsep Allah dapat dipahaminya berdasarkan pengalamannya dalam hubungannya dengan orangtuanya. Dengan demikian, Psikologi bermanfaat dalam memahami perkembangan hidup keagamaan atau keimanan seseorang sehingga tokoh-tokoh agama dapat melayani umatnya dengan lebih baik (bd.carrington, 1957:3-7). 2. Arti, Tujuan, Metode dan Hakekat Pendidikan Agama Kristen (P.A.K.) P.A.K. adalah pendidikan tentang Agama Kristen. P.A.K. juga dapat disebut sebagai pendidikan agama yang bersifat kristiani. Maka P.A.K. pada hakekatnya merupakan salah satu cabang pendidikan yang mengajarkan agama Kristen dengan cara-cara yang kistiani (bd. Groome, T.H., 1980). Sekaitan dengan istilah pendidikan yang terdapat pada P.A.K., berdasarkan pengertian etomologis menurut Price (1944:13) bahwa pendidikan ( education) berasal dari kata educere (bhs. Latin) = to bring up, to raise atau to lead out = mendesak/ mengeluarkan potensi-potensi diri seseorang untuk dikembangkan; dan educare (bhs. Latin) = to train, to teach, to instruct, to nourish atau to nurture; maka kegiatan P.A.K begitu luas, tidak hanya pada sekolah-sekolah formal (SD, SMP, SMS/K, Universitas) tetapi juga pada sekolah non fomal (Kursus, Seminar, Penataran, Semoloka, dll.(, termasuk juga pada kegiatan-kegiatan yang bersifat informal yang berlangsung di luar sekolah, seperti di tengah-tengah keluarga atau melalui pengalaman hidup dalam hubungan-hubungan dengan sesamanya.. Sekaitan dengan istilah agama Kristen yang teradapat pada P.A.K., bahwa menurut Hans Kung (1977:119) berdasarkan sejarah kekristenan bahwa agama kristen tidak hanya sekedar JSP FKIP UHN hal 93

22 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 pelengkap identitas tetapi merupakan agama yang begitu taat kepada Kristus (kristen adalah suatu sebutan yang diberikan pertama sekali oleh Pliny salah seorang pejabat Romawi bagi orang-orang yang begitu taat kepada Kristus), maka P.A.K. tidak hanya sekedar bertujuan untuk mengajarkan tentang nilai-nilai kristiani atau butirbutir pengetahuan agama Kristen; tetapi lebih dalam dari hal tersebut adalah untuk membentuk kepribadian Kristen dalam diri seseorang sehingga ia menjadi taat dan setia kepada Kristus, yang dinyatakannya dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh sebab itu P.A.K dapat didefinisikan sebagai: segala kegiatan (disengaja) yang merupakan usaha pengembangan diri (potensi-potensi diri), kepada ketaatan dan pengabdian bagi Kristus Yesus. Kegiatan P.A.K begitu luas, tidak hanya di dalam sekolah. Oleh sebab itu P.A.K. dapat berlangsung di luar sekolah: di Gereja, di tengah-tengah Keluarga, di tempat bekerja, di lingkungan masyarakat yang bersifat kristiani. Dapat dikatakan bahwa kegiatan P.A.K berlangsung seumur hidup: sejak dari kandungan sampai akhir hidup seseorang (bd. Miller, 1961:vii, from the womb to tomb, atau Eavey, 1966:9, from the cradle to the grave ). Kegiatan P.A.K. tidak hanya di sekolah, dengan demikian objek (sasaran P.A.K) adalah berasal dari berbagai lapisan usia, maka berdasarkan objeknya P.A.K. dapat dibedakan dengan: P.A.K. Anak, P.A.K. Remaja/ Pemuda, P.A.K. Dewasa, P.A.K. Keluarga,dan P.A.K. Lansia. Oleh sebab sifat objek yang berbeda, maka methode P.A.K. harus dibedakan sesuai dengan sifat dari objeknya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: ), istilah metode berarti: cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan, dsb.), atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Bila ditinjau dari akar katanya, metode berasal dari bahasa Yunani Kuno: meth = bersama + hodos = jalan; maka metode mengandung pengertian berjalan bersama (Schmidt, 1983:50). Dengan demikian metode dapat diartikan dengan: cara kerja yang sistematis untuk mencapai suatu tujuan, yang mana unsur-unsur yang terlibat dalam proses pencapaian tujuan dimaksud diharapkan akan berjalan bersama-sama. Dalam kegiatan belajar- JSP FKIP UHN hal 94

23 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 mengajar P.A.K.: murid dan guru berjalan berbimbingan tangan untuk mencapai tujuan (Homrighausen, 1985:93). P.A.K. bertujuan untuk membentuk kepribadian yang kristiani dalam diri seseorang sehingga ia selalu taat dan setia kepada Kristus dalam kehidupannya sehari. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa titik berangkat dari ajaran P.A.K. adalah Kristus. Segala proses kegiatan P.A.K harus tunduk kepada ajaran-ajaran Kristus, Kristus merupakan dasar pijakan dari setiap pemikiran, pertimbangan yang terdapat dalam P.A.K. Kristus yang dipercayai oleh jemaat Kristen mulamula atau Kristus yang dipercaya oleh umat Kristen pada saat ini adalah sama, yaitu Kristus yang diberitakan di dalam Alkitab (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru). Oleh sebab itu, untuk maksud di atas maka P.A.K harus mendasarkan teori-teorinya pada Alkitab, Alkitab merupakan sumber pengetahuan utama dari P.A.K., P.A.K. harus tunduk kepada Alkitab, yang dipercaya orang Kristen sebagai Firman Allah (bd. Hadiwijono, 1988:100). Segala bentuk kegiatan P.A.K. tidak boleh bertentangan dengan ajaran Alkitab. Akan tetapi, sebagai salah satu cabang Ilmu Pendidikan, P.A.K. juga harus berlangsung sesuai dengan kaidahkaidah yang berlaku dalam bidang pendidikan. P.A.K tidak hanya berjalan dengan berorientasi pada Alkitab saja, P.A.K. juga harus mengikuti kaidahkaidah yang dituntut oleh ilmu pendidikan. Dalam hal inilah diperlukan kreatifitas dari para pekerja P.A.K. bagaimana secara kreatif dapat mensinergikan ajaran Alkitab dengan teori keilmuan pendidikan, atau melangsungkan kegiatan P.A.K sesuai dengan sifat kelimuannya tanpa bertentangan dengan ajaran-ajaran Alkitab. Gereja adalah tubuh Kristus (1 Korintus 12:12-31//). Hal ini berarti bahwa Gereja diwakili di dalam Kristus, atau di dalam eksistensi Kristus sebagai manusia yang bertubuh (Hadiwijono, op.cit 273). Oleh sebab itu Gereja harus tunduk kepada Kristus sebagai kepalanya. Gereja dituntut untuk menyatakan karya Kristus di dunia, sebagaimana yang dilakukannya bagi manusia. Gereja mempunyai kewajiban untuk membagi pelayanan Kristus kepada segenap umat di dunia ini (ibid), termasuk di dalamnya kegiatan pendidikan, maka P.A.K. JSP FKIP UHN hal 95

24 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 merupakan salah satu gereja yang hakiki (bd. Homrighausen, op.cit: 32).. Walaupun P.A.K.merupakan salah cabang ilmu pendidikan, oleh sebab P.A.K. merupakan salah satu tugas/ tanggung jawab gereja yang hakiki, dan P.A.K. berlangsung di tengah-tengah Gereja, maka P.A.K. tidak terpisahkan dari Gereja, P.A.K. tidak terlepas dari hakekat dan misi Gereja (bd. Shinn, 1962:15-26). Oleh sebab itu, walaupun sebagai salah satu cabang ilmu pendidikan yang harus mengikuti kaidahkaidah ilmu pendidikan; dalam melangsungkan setiap kegiatannya, P.A.K. juga harus selalu menyesuaikan setiap kegiatnnya dengan misi Gereja. Dengan demikian, pada hakekatnya P.A.K harus diselenggarakan sesuai dengan Alkitab, misi Gereja dan kaidahkaidah yang terdapat dalam ilmu pendidikan. 3. Penggunaan Psikologi dalam Tugas-Tugas Gereja 3.1. Sejarah Penggunaan Psikologi dalam Tugas-tugas Gerejani Dari catatan sejarah dapat dilihat adanya suatu zaman pada waktu mana penggunaan Psikologi dalam tugas-tugas gerejani tidak diperbolehkan. Pada sekitar awal abad yang ke-20, pada waktu mana Psikologi menjadi salah satu cabang ilmu pengetahuan, sedang mengalami perkembangan yang begitu pesat hingga menjadi piskologi modern. Gereja menunjukkan sikap yang bermusuhan dan meragukan Psikologi (Collins, 1971:16-18). Gereja tidak dapat menerima para psikolog sebagai mitra kerjanya, apalagi menggunakan/ memanfaatkan hasil-hasil penelitian/ penemuan mereka. Sikap Gereja demikian terjadi karena : pada waktu itu tedapat sikap di kalangan para psikolog yang tidak mau tahu dengan agama, mereka mencoba mengabaikan pengaruh agama pada kepribadian dan sejarah manusia. Beberapa psikolog telah membua keputusan untuk mengeluarkan hal-hal bersifat keagamaan dari bidang Psikologi. Ada beberapa kaum psikolog yang tidak tertarik dengan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan agama. Seperti yang diungkapkan oleh Collins ( ibid): 1) Kelompok Behaviorisme oleh J.B. Watson (1913). Kelompok ini mencoba mempopulerkan metode psikologi eksperimental, yaitu metode penelitian psikologi yang benarbenar dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah, yang dapat dibuktikan JSP FKIP UHN hal 96

25 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 secara laboratories seperti bidang Fisika atau Kimia. Karena pengalamanagama tidak dapat diobservasi atau diteliti secara ilmiah, maka nereka memutuskan bahwa segala sesuatu yang terkait dengan keagamaan harus dikeluarkan dari Psikologi; 2) Ada juga kelompok Psikologi Klinis yang dipengaruhi oleh Sigmund Freud (1927). Freud sebenarnya juga tertarik dengan masalahmasalah agama. Akan tetapi ia mengatakan: agama merupakan suatu penyakit jiwa yang universal, sesuatu yang mirip dengan narkotika, yang menolong orang-orang yang tidak mempunyai kestabilan jiwa untuk dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Freud percaya bahwa ajaran agama ialah suatu ilusi yang akan hilang, sejalan dengan pendewasaan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh pendapat Freud ini, banyak psikolog klinis yang menolak agama sebagai suatu topik bagi penelitian Psikologi secara serius. Dengan adanya sikap beberapa psikolog seperti di atas, maka tidaklah mengherankan bahwa Gereja menjadi enggan untuk bersimpati kepada Psikologi. Akan tetapi, keadaan demikian tidak berlangsung selamanya. Setelah beberapa decade berlalu, terjadi perubahan sikap di kalangan para psikolog terhadap agama. Di antara mereka ada yang telah menyadari bahwa untukmengerti tentang tingkah laku manusia, pengaruh-pengaruh spiritual pada kehidupan seseorang tidak dapat diabaikan. Maka mereka pun mulai memperlihatkan suatu sikap yang bersimpati terhadap agama. ( ibid). Karena perubahan sikap para psikolog terhadap agama di atas, maka gereja juga mulai menunjukkan sikap yang terbuka terhadap mereka. Gereja mulai tertarik untuk mempelajari Psikologi. Gereja mulai menyadari bahwa betapa banyak penemuan dan pemahaman atau pengertian psikologis yang dapat digunakan dan yang berkaitan dengan tugas-tugas gerejani. Maka Gereja mulai menggunakan Psikologi untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugasnya. Maka sejak tahun 1925, Anton Boisen dan beberapa mahasiswanya telah berhasil memperkenalkan suatu cabang psikologi dengan sebutan Psikologi Pastoral (ibid). Berdasarkan uraian di atas dapat disebut bahwa kemungkinan penggunaan Psikologi dalam tugas-tugas gerejani tidak lagi peril dipermasalahkan. Akan JSP FKIP UHN hal 97

26 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 tetapi patut dipergumulkan bagaimana atau atas dasar pertimbangan apa Psikologi itu dapat dimanfaatkan dalam tugas-tugas gerejani, agar senantiasa sesuai dengan hakekat dan Tugas Panggilan Gereja di dunia. Dalam tulisan ini, penulis melihat secara khusus dalam kaitannya dengan Pendidikan Agama Kristen Dasar Pertimbangan A. Manfaat Psikologi Psikologi ialah suatu ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari tingkah laku manusia. Dengan mempelajari Psikologi, seseorang akan memperoleh atau belajar tentang praduga individu, emosi-emosi dan karakteristik pribadi. Maka melalui Psikologi seseorang dapat belajar untuk mengenal orang lain secara lebih objektif, termasuk juga mengenal tentang dirinya sendiri. Maka, pemahaman yang baik tentang Psikologi dapat bermanfaat untuk menolong diri sendiri maupun orang lain atau masyarakat, dalam memecahkan atau mengatasi persoalan-persoalan kehidupannya secara lebih efisien, khususnya yang berkaitan dengan perilaku (bd. Collins, ibid.). Dengan demikian, pemahaman yang baik tentang Psikologi ini dapat mencegah persoalanpersoalan baru dalam kehidupan yang mungkin timbul. Adalah mustahil bagi seseorang untuk dapat mengatasi persoalan dirinya atau orang lain dengan lebih baik atau lebih efisien jika ia tidak atau belum memahami persoalannya dengan baik. Pemahaman yang kurang baik tentang Psikologi kemungkinan mengakibatkan timbulnya persoalan baru dalam kehidupan pribadi atau orang lain. Kejelasan tentang pengaruh/ akibat penggunan Narkoba yang dapat dijelaskan oleh Psikologi misalnya. Jika seseorang memahami betapa sangat buruknya akibat penyalah-gunaan Narkoba, kemungkinan sekala iaakan selalu berupaya untuk menghindari Narkoba tersebut, juga dapat mempengaruhi orang lain untuk tidak mengkonsumsi Narkoba; maka seseorang tersebut akan terluput dari masalah Narkoba. Akan tetapi jika seseorang tidak memperoleh pemahaman yang baik tentang Narkoba tersebut, kemungkinan besar dia dapat terjerumus, jika ia terjerumus bagaimana mungkin ia dapat mencegah orang lain supaya tidak terjerumus. JSP FKIP UHN hal 98

27 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 B. Kesesuaian Pandangan Psikologi dengan Ajaran Gereja. Walaupun titik berangkat pandangan Psikolgi berbeda dengan pandangan Gereja, harus diakui bahwa di antara keduanya juga terdapat kesesuaian atau titik temu pemahaman. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Collins (1970: ), sedikitnya terdapat 7 (tujuh) kesesuaian di antara pandangan Psikologi dengan ajaran Gereja: - Manusia mempunyai nilai. Dalam pandangan Psikologi, manusia mempunyai nilai yang tinggi. Bagaimana pun keadaan diri seseorang, ia harus tetap dihargai sebagai manusia, manusia patut dihargai sebagaimana adanya. Dalam pandangan kekristenan, manusia juga mempunyai nilai yang patut dihargai (bd. Mzm 144:3b), karena ia adalah ciptaan Allah. - Perilaku manusia dipengaruhi oleh banyak kekuatan yang bervariasi. Baik pandangan Psikologi maupun teologi kekristenan, keduanya setuju bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh banyak kekuatan yang bervariasi. Sebagai contoh, menurut Psikologi bahwa perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh pengaruh biologis (genetif) dan social; di dalam Alkitab juga dinyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dosa (sifat dosa warisan) dan kuasa setan (bd. Mrk. 5:1-13; Rm. 7:15-20). - Pengalaman pada masa anak-anak mempunyai efek pada perilaku orang dewasa. Freud yang pertama mengembangkan ide ini dalam Psikologi. Alkitab juga menjelaskan hal demikian dalam Ams 22:6, didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu. - Manusia mempunyai banyak pergumulan/ permasalahan hidup. Baik Psikologi maupun Alkitab menjelaskan bahwa setiap orang mempunyai persoalan/ pergumulan hidup dalam perjalanan hidupnya. - Beberapa penyebab terjadinya permasalahan-permasalahan hidup manusia dapat dimengerti, paling tidak sebahagian dari permasalahan tersebut. - Persoalan hidup manusia dapat dikurangi JSP FKIP UHN hal 99

28 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 Psikologi dan kekritenan memang berbeda pada pemahaman tentang apa yang menyebabkan terjadinya kesulitan-kesulitan manusia, dan juga bagaimana cara untuk menanggulanginya. Akan tetapi keduanya percaya bahwa sesuatu dapat dilakukan walau sekecil apa pun untuk mengembangkan kondisi setiap orang. - Untuk merubah keadaan manusia hingga mencapai pada suatu keadaan yang lebih baik, merupakan tujuan yang dinginkan oleh Psikologi dan kekristenan. C. TUHAN memakai Manusia dan kebudayaannya untuk menggenapi Karya KeselamatanNya Melalui kesaksian Alkitab, baik dalam kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, nyata bahwa Allah sering menggunakan manusia sekaligus dengan kebudayaannya (hasil pemanfaatan/ pendayaan budi/ akal manusia Verkuyl, 1979:14), untuk mendukung pelaksanaan karya keselamatannya di dunia ini. Misalnya dalam Perjanjian Lama diceritakan tentang Nuh dengan bahteranya yang dipakai TUHAN untuk melaksanakan rencanana menghukum orang fasik dan menyelamatkan orang yang setia kepadanya (Kej. :13-19); Musa dengan dual oh batu yang berisi Taurat (Kel.24:12; Im. 34:1). Dalam kitab Perjanjian Baru dapat dilihat dalam pengalaman hidup Yesus: Dia menyampaikan ajaranna dengan menggunakan beberapa perumpamaan (Mat. 13//), Dia menggunakan kebiasaan/ budaya manusia untuk menyampaikan ajarannya. Jika Rasul Paulus menggunakan cara-cara yang berbeda untu melayani jemaatnya yang berbeda (1 Kor. 3:1-2; 9:19-23), hal ini menunjukkan bahwa ia juga menggunakan cara-cara/ budaya manusia dalam melakukan pelayanannya. Psikologi adalah Ilmu Pengetahuan, Psikologi merupakan hasil kebudayaan manusia, sama seperti benda-benda/ hasil teknologi lainnya yang digunakan oleh gereja dalam kegiatan pelayanannya. Sebagai contoh: Sejak dahulu kala Gereja telah menggunakan alat musik untuk mendukung pelayanan ibadahnya. Pada masa sekarang Gereja telah memanfaatkan media elektronik untuk mendukung pelayanannya, penulis sendiri telah menggunakan smart-phone sebagai pengganti Alkitab dan SMS JSP FKIP UHN hal 100

29 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 untuk menyampaikan intisari khotbah pada setiap hari Minggu. Berdasarkan penjelasan di atas maka, sebagai hasil budaya manusia, Psikologi dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pelayanan tgas-tugas gerejani, termasuk untuk pelayanan P.A.K Penggunaan Psikologi dalam Tugas-tugas Gerejani Telah dijelaskan di atas beberapa dasar pertimbangan yang dapat digunakan oleh Gereja untuk memanfaatkan Psikologi dalam tugastugas pelayanannya. Persoalan yang patut diperhatikan kemudian: bagaimanakah Gereja menggunakan Psikologi dalam tugas-tugas pelayanannya? Menurut penulis, Gereja hendaknya menganggap Psikologi hanya sebagai suatu alat atau sarana pendukung pelaksanaan tugas-tugas pelayannya di dunia ini. Hal ini berarti bahwa Psikologi bukanlah merupakan hal yang hakiki, sebagai alat pendukung iadapat digunakan tetapi pada kesempatan lain tidak perlu. Dengan demikian Psikologi dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dan manfaatnya untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas pelayanan gerejani. Sebagaimana yang dikatakan oleh Collins ( ibid), dalam menggunakan Psikologi harus tidak pernah dibiarkan bahwa ia menjadi kerja dari Gereja atau hakekat dan tujuan dari tugas Gereja. Psikologi dapat digunakan untuk menyebarkan Injil akan tetapi Psikologi bukanlah Injil itu sendiri. Psikologi dapat menjadi suatu alat yang bermanfaat dalam tugas-tugas gerejani, tetapi adalah Allah, melalui Roh Kudus, yang mengajari, membimbing dan mengintruksikan. Hal di atas patut digaris-bawahi, mengingat adanya kemungkinan penyalah-gunaan Psikologi dalam tugastugas gerejani, sehingga penggunaannya tidak lagi sesuai dengan hakekat dan misi Gereja. Sebagai contoh, dalam sejarah Gereja pernah terjadi yang mana para pengerja Gereja kadang-kadang telah menempatkan Psikologi sebagai yang terutama dalam tugas-tugas pelayanannya. Kedudukan Psikologi telah melebihi Injil, Psikologi telah disalah-gunakan di dalam tugas-tugas gerejani. Tentu hal demikian merupakan bahaya bagi Gereja yang harus dihindarkan. JSP FKIP UHN hal 101

30 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 Guntrip (1971:19-24) mengingatkan: ada 5 (lima) bahaya yang harus dihindarkan Gereja ketika menggunakan Psikologi dalam tugas pelayanannya: - suatu usaha untuk menyombongkan Psikologi. Psikologi dianggap sebagai satu-satunya alat pelayanan yang harus digunakan. - suatu usaha untuk mengkhobahkan Psikologi. Psikologi menjadi isi khotbah. - godaan bagi para pelayan Gereja untuk menganggap dirinya sebagai ahli Psikologi. - bahaya membuat suatu penilaian yang dangkal terhadap suatu pemahaman perilaku manusia yang berasal dari Psikologi. - timbulnya suatu anggapan bahwa hidup manusia dapat ditolong dengan Psikologi. Di pihak lain Gereja juga harus menyadari bahwa karena titik berangkat cara pandangan Psikologi dan Gereja adalah berbeda, maka dapat terjadi perbedaan atau pertentangan pengertian antara Psikologi dengan ajaran Gereja. Collins ( op.cit.) mengemukakan, terdapat beberapa pertentangan pengertian antara Psikologi dengan ajaran Gereja, yaitu: - Pandangan tentang Dunia Kaumnaturalis percaya bawa manusia merupakan penguasa dari dunia ini. Tetapi dalam ekeristenan diajarkan: Allah yang menciptakan langit dan bumilah penguasa tertinggi. - Deteminisme Menurut Psikologi bahwa segala sesuatu di dalam ala mini terjadi berdasarkan hokum alam. Sedangkan kekristen percaya bahwa sesgala sesuatu adalah berasal dari Allah, diciptakan oleh Allah. - Otoritas Psikologi menyatakan bahwa segala sesuatu pengetahuan yang tidak dapat diuji secara laboratories harus dibuang. Dalam hal ini mereka menganggap seolah0olah metode ilmiah adlah berkuasa. Kekristenan percaya bawa penyataan illahi yang terdapat di dalam Alkitablah yang terutama. Metode dan penemuanpenemuan ilmiah memang penting tetapi ia tidak dapat mengabaikan nilai- nilai agama. - Kata Hati Kebanyakan psikolog menganggap bahwa kata hati sebagai terbentuk JSP FKIP UHN hal 102

31 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 akibat dari suatu prose belajar, bukan dibawa sejak lahir. Pandangan kekristenan tentang kata hati ialah sesuatu yang dibawa lahir, yang merupakan salah satu pemberian Allah kepada manusia. Kata hati dapat berfungsi untuk mengingatkan manusia tentang kebenaran. - Hakekat atau Sifat Manusia Bagi tujuan Riset, menurut Psikologi bahwa manusia terdiri dari tubuh, jiwa dan roh; yang mana ketiganya masing-masing dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Bagi kekristenan, tidak menerima ajaran trikotomi tersebut, ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. - Keberdosaan Dalam Psikologi keberdosaan dianggap sebagai pelanggaran seseorang terhadap prinsip-prinsip etis, moral dan agama. Keberdosaan tiu dapat diatasi oleh manusia itu sendiri, misalnya dengan cara memperdebatkannya, mecoba melupakannya atau meminta maaf. Dalam ajaran Kristen, keberdosaan ialah pelanggaran terhadap Hukum Allah, ketidak-taatan. Manusia tidak dapat membebaskan dirinya dari dosa, Allahlah yang membebaskannya melalui Kristus Yesus (Rm 7:21-25, 1 Yoh. 1:8). - Tanda Mujijat Beberapa psikolog mengaitkan tanda mujijat sebagai ketahyulan, tetapi kekristenan percaya bahwa hal itu terjadi adalah karena kuasa Allah (Kol. 1:17; Iberani 1:3) - Dll. 4. Penggunaan Psikologi dalam P.A.K Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dikatakan bahwa karena P.A.K. merupakan salah satu tugas panggilan Gereja dan penggunaan Psikologi dalam tugas-tugas gereja tidak perlu diragukan; maka penggunaan Psikologi dalam P.A.K juga tidak perlu diragukan. Akan tetapi mengingat sejarahnya bahwa pernah terjadi penyalah-gunaannya, dan juga terdapat pertentangan ajaran gereja dengan pemahaman-pemahaman Psikologi, maka penggunaan Psikologi ini harus tetap menjaga kesesuaiannya dengan ajaran Alkitab dan misi Gereja. Dalam hal penggunaan Psikologi dalam P.A.K. ini harus tetap diingat bahwa Pasikologi hanyalah berupa alat atau sarana yang dapat berganti ganti dalam pemakaiannya, ia bukanlah hakekat. Sesuai dengan keperluannya, JSP FKIP UHN hal 103

32 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 hasil-hasil Psikologi dapat dimanfaatkan, tetapi beberapa teori/ pandangan yang tidak relevan tidak boleh dipaksakan untuk digunakan, bahkan harus ditolak. Terutama temuan-temuan/ ajaran Psikologi yang bertentangan dengan Ajaran Alkitab atau misi Gereja. Sejalan dengan di atas, P.A.K. tidak boleh terlalu tergantung kepada Psikologi, Psikologi tidak boleh didewakan. Keberhasilan P.A.K. dalam mencapai tujuannya semata-mata bukanlah karena Psikologi yang digunakannya sebagai alat bantu, melainkan adalah karena TUHAN Allah yang dengan cara tersembunyinya turut serta bekerja dalam seluruh proses kegiatan P.A.K. tersebut. Pengerja P.A.K. menggantungkan pekerjaannya hanya kepada Allah saja. Penggunaan Psikologi dalam P.A.K. terutama adalah sekaitan dengan bagaimana Psikologi dapat menolong pengerja P.A.K. untuk mengenal seluk-beluk pekerjaannya. Objek P.A.K. adalah manusia dari segala lapisan usia dan juga dari segala lapisan strata masyarakat. Oleh sebab itu cabang Psikologi yang relevan dengan P.A.K ialah Psikologi yang dapat menolong P.A.K untuk mengenal siapakah manusia atau bagaimanakah sifat karakteristiknya, sehingga P.A.K. dapat menentukan metode pendekatan manakah yang lebih sesuai diterapkan dalam proses belajar-mengajarnya. Dalam kaitan ini Psikologi Perkembangan sejak usia dini sampai akhir hidup, atau juga Psikologi Sosial atau Psikologi Industri relevan bagi P.A.K. Oleh sebab P.A.K. merupakan salah satu cabang dari Ilmu Pendidikan, atau tugas kegiatan P.A.K terutama adalah mendidik. Maka untuk membantu P.A.K agar dapat memahami bagaimana sebenarnya cara-cara seseorang belajar, maka Psikologi Pendidikan atau Psikologi Belajar dapat dimanfaatkan. Karena proses belajar-mengajar itu terkait dengan keadaan kognitif seseorang, maka Psikologi Perkembangan Kongnitif oleh Piaget juga patut dipelajari pengerja P.A.K. P.A.K adalah berkaitan dengan iman, P.A.K. berkaitan dengan agama. Maka Psikologi Agama juga perlu dipahami untuk membantu pengerja P.A.K dalam hal mencoba memahami bagaimanakah kehidupan agama itu berlangsung. P.A.K. adalah tentang pembentukan karakter, bahwa tujuan P.A.K. adalah JSP FKIP UHN hal 104

33 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 untuk menghasilkan keperibadian kristiani, yang mana setiap orang akan menunjukkan ketaatannya kepada Kristus, yang diwujud-nyatakan dalam kehidupannya sehari-hari. Maka Psikologi Perkembangan Moral Kohlberg juga patut dipelajari oleh para pengerja P.A.K. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan: Berdasarkan uraian di atas penulis berkesimpulan: 1. Para Pekerje P.A.K. tidak perlu ragu untuk memanfaatkan temuan Psikologi, sejauh tidak bertentangan dengan ajaran Alkitab dan missi Gereja. 2. Beberapa cabang Psikologi yang dapat dimanfaatkan ialah: Psikologi Pnedidikan atau Psikologi Belajar, Psikologi Perkembangan: Psikologi Perkembangan Konitif, Psikologi Perkembangan Moral.; Psikologi Agama, Psikologi Sosian dan Psikologi Industri. Saran Agar para pengerja P.A.K baik di Gereja terutama di lingkungan pendidikan lebih berhikmat dala menggunakan Psikologi: tidak terlalu mempertentangkan melainkan mencari titik temu, di mana keduanya dapat berjalan secara bersamaan. DAFTAR PUSTAKA Carrington, W.L., (1957), Psychology, Religion and Human Need, London, The Epworth Press. Collins, G.R., (197 0), Man in Motion, Illionis, Creation House (1971), Man in Transition, Illionis, Creation House. Eavey, C.B., (1966), History of Christian Education, Chicago, Moody Press. Goldman R., (1968), Religious Thinking from Childhoid to Adolesence, New York, The Seanburry Press. Groome, T.H., (1980), Christian Religious Education: Sharing Our Story and Vision, New York, Haper & Row Publisher Inc. Guntrip, H., (1971), Psychology for Ministers and Social Workers, London, George Allen & Unwin Limited. JSP FKIP UHN hal 105

34 Juliver Lumbantobing Penggunaan Psikologi dalam Pendidikan Agama. ISSN: Volume-2, Edisi-1, Maret 2015 Hadiwijono, H., (1988), Iman Kristen, Jakarta, BPK Gunung Mulia. Holt, J., (1964) How Children Fail, New York, Pitmann Publishing Coorporation (1967), How Children Learn, New York, Pitmann Publishing Coorporation. Homrighausen E.G., Enklaar, I.H., (1985), Pendidikan Agama Kristen, Jakarta, BPK Gunung Mulia. Kartono K., (1979), Psikologi Umum, Bandung, Yayasan Penerbitan Kasgoro. Kung, H., (1977), On Being a Christian, London, Collins. Miller, R.C., (1961) Christian Nurture and The Church, New York, Charles Scribner s Sons. Moeliono, A.M., dkk., (1988), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustak,. Price, J.M., (1944 ), A Survey of Religious Education, The Ronald Press Company, New York. Schmidt, A., (1 983), Kawan Sekerja Allah, Jakarta, BPK Gunung Mulia. Shinn, R.L., (1962), The Educational Mission of Our Church, Philadelpia, United Church Press. Verkuyl, J., (1979), Etika Kristen Kebudayaan, Jakarta, BPK Gunung Mulia. Wahono S. W., (1986), Di Sini Kutemukan, Jakarta, BPK Gunung Mulia. Westerhoff, J.H. III., (1976), Will Our Children Have Faith:, Australia, Dove Communicatons, East Malvern. JSP FKIP UHN hal 106

35 Arisan Candra Nainggolan JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN Halaman PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP PENCAWAN MEDAN Arisan Candra Nainggolan Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Katolik Santo Thomas SU Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa yang memperoleh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara biasa (PMB). Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Kotamadya Medan. Secara acak, dipilih satu sekolah sebagai subyek penelitian, yaitu SMP Pencawan Medan. Analisa data dilakukan dengan Uji t dan analisis varians dua jalur (ANOVA). Hasil penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan siswa yang pembelajarannya dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran matematika secara biasa. Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan agar pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif, dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, dan memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya dalam bahasa dan cara mereka sendiri. Kata kunci : Pendekatan Kontekstual, Komunikasi Matematis, Koneksi Matematis 1. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan dapat menyelesaikan masalah hidup yang dihadapinya, sebab hingga saat ini dunia pendidikan dipandang sebagai sarana yang efektif dalam usaha melestarikan nilai-nilai hidup. Salah satu pendidikan yang dapat dilakukan adalah pendidikan di, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi dengan segala aspeknya, seperti kurikulum, metode, pendekatan, strategi, dan model yang sesuai, fasilitas yang memadai dan sumber daya manusia yang profesional adalah aspek yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan yang direncanakan. Namun kenyataanya kemampuan matematika siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) bangsa Indonesia saat ini masih jauh ketinggalan dari negara-negara lain. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian TIMSS ( Trends in International Mathematics and Science Study). TIMSS JSP FKIP UHN hal 107

36 Arisan Candra Nainggolan Penerapan Pembelajaran Kontekstual. adalah studi internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa sekolah lanjutan tingkat pertama yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali. Indonesia mulai sepenuhnya berpartisipasi sejak tahun 1999, dimana pada waktu itu sebanyak 38 negara berpartisipasi sebagai peserta sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 46 negara dan pada tahun 2007 kembali bertambah menjadi 49 negara. Rizqi (2013) Mengatakan pada tahun 1999, Indonesia berada pada peringkat 34 kemudian turun lagi pada tahun 2003 menjadi peringkat 35 dan tahun 2007 menjadi peringkat 36. Pada tahun 2007, peringkat Indonesia jauh 16 tingkat di bawah Malaysia. Nilai rata-rata yang didapat siswa Indonesia hanya 397 sementara rata-rata nilai seluruh negara yang disurvei adalah 452. Demikian juga dengan hasil Ujian Nasional Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kota Medan, masih belum menggembirakan, bahkan ada beberapa siswa berada pada level dibawah standar kelulusan. Sebagaimana dikemukakan Basri (2010) selaku Kepala Dinas Pendidikan kota Medan menyatakan dari siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) sesumatera utara yang tidak lulus Ujian Nasional (UN) tahun 2010, sebanyak orang atau 5,23 persen berasal dari kota Medan. Hal yang sama juga terjadi pada sekolah SMP Putri Cahaya Medan, dari pengamatan peneliti dalam empat tahun terakhir ini tidak pernah siswa tamatanya lulus Ujian Nasional (UN) 100%. Tahun 2008 terdapat tiga orang tidak lulus, tahun 2009 terdapat dua orang tidak lulus dan tahun 2010 terdapat tiga orang tidak lulus serta tahun 2011 terdapat satu orang tidak lulus. Dimana setiap tahunnya karena nilai pelajaran matematika yang tidak memenuhi standard kelusan. Rendahnya nilai matematika siswa harus ditinjau dari lima aspek pembelajaran umum matematika sebagaimana yang dirumuskan dalam National Council of Teachers of Mathematic (NCTM, 2000) Menggariskan peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan lima tujuan umum yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi; kedua, belajar untuk bernalar; ketiga, belajar untuk memecahkan masalah; keempat, belajar untuk koneksi; dan kelima, pembentukan sikap postif terhadap matematika. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari sesuatu yang namanya JSP FKIP UHN hal 108

37 Arisan Candra Nainggolan Penerapan Pembelajaran Kontekstual. komunikasi khususnya dalam belajar matematika. Sehingga komunikasi merupakan fokus utama dalam pembelajaran matematika. Matematika itu adalah bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasa terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan meng-asses matematika. Selanjutnya Ruseffendi (1988:261) menyatakan hal yang serupa yaitu, Matematika adalah bahasa, agar dapat dipahami dengan tepat kita harus menggunakan simbol dan istilah yang cermat yang disepakati secara bersama. Dari pernyataan ini kita bisa melihat betapa pentingnya kemampuan komunikasi matematis dimiliki oleh siswa karena kemampuan komunikasi matematis ini merupakan esensi dari belajar-mengajar matematika. Rauf (2004) merinci kemampuan yang tergolong pada komunikasi matematis di antaranya adalah: Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematis; menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematis secara lisan atau tulisan; mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis; membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi; dan mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri. Sementara itu, berdasarkan temuan di lapangan dari beberapa hasil penelitian, dapat diketahui bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah. Marzuki (2012) menyatakan rata-rata kemampuan komunikasi siswa berada pada kualifikasi kurang. Hasil penelitian yang sama Rosdiana (2012) menyatakan dari hasil observasi di lapangan yang dilakukan olehnya diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide masih kurang sekali. Begitu juga dengan pengalaman langsung penulis di SMP Putri Cahaya Medan kelas IX-1 tahun pelajaran 2011/2012. Adapun model soal tes yang diberikan adalah: 3 m Gambar berikut menunjukan suatu ruangan A 15 m B 5 m JSP FKIP UHN hal 109

38 Arisan Candra Nainggolan Penerapan Pembelajaran Kontekstual. Adapun jawaban siswa adalah seperti pada gambar 1.1. berikut: a b ( ( c ( ( Gambar 1.1 Hasil Pekerjaan Siswa yang berhubungan dengan Komunikasi Matematis Dari Gambar 1.1 di atas tidak ada satupun yang dapat mengkomunikasikan dengan benar. Pada Gambar 1.1 a-c dapat diajukan pertanyaan, apakah jawaban tersebut sudah merupakan jarak terpendek yang ditempuh semut?. Sedangkan untuk Gambar 1.1 d walaupun jarak yang ditempuh lebih pendek, namun dapat diajukan pertanyan yang menggelitik yaitu: d dapatkah seekor semut berjalan pada suatu diagonal ruang?. Kemampuan berpikir yang tidak kalah pentingnya yang harus dimiliki oleh siswa adalah kemampuan koneksi matematis. Sebagaimana dikemukakan Dini (2014) bahwa kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Namun kenyataan di lapangan, dari penelitian Ruspiani (2000: 130) mengungkap bahwa rata-rata nilai kemampuan koneksi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih rendah, nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,2% untuk koneksi matematis siswa dengan pokok bahasan lain, 44,9% untuk koneksi matematis dengan bidang studi lain, dan 7,3% untuk koneksi matematika dengan kehidupan keseharian. Sebagai contoh pengalaman peneliti di SMP Putri Cahaya Medan kelas VIII-1 pada tahun pelajaran 2011/2012, dalam menyelesaikan masalah matematis sebagai berikut: Sebuah kapal berlayar ke arah barat dengan kecepatan 80 km/jam selama 1 jam. Kemudian kapal memutar ke arah utara dengan kecepatan 75 km/jam selama 1 JSP FKIP UHN hal 110

39 Arisan Candra Nainggolan Penerapan Pembelajaran Kontekstual. jam 12 menit. Tentukan jarak terpendek kapal sekarang dari tempat mula-mula! Adapun jawaban siswa adalah seperti pada Gambar 1.2. berikut: a b c d Gambar 1.2. Hasil Pekerjaan Siswa yang Berhubungan dengan Koneksi Matematis. Dari hasil yang diperoleh siswa untuk soal ini, ternyata hanya 40% dari siswa di kelas tersebut yang menyelesaikan soal tersebut dengan tuntas, sedangkan 60% lagi ternyata siswa mengalami kesukaran. Untuk itu diperlukan reformasi pembelajaran matematika. Sebagaimana yang dikemukakan Saragih (2007) bahwa diperlukan suatu pengembangan materi pembelajaran matematika yang dekat dengan kehidupan siswa, sesuai dengan tahap berpikir siswa, serta metode evaluasi yang terintegrasi pada proses pembelajaran yang tidak hanya berujung pada tes akhir. Ada banyak pendekatan pembelajaran yang bisa kita gunakan dalam upaya pengembangan materi pembelajaran matematika yang dekat dengan kehidupan siswa. Salah satu pendekatan yang diduga akan sejalan dengan karakteristik matematika dan harapan kurikulum yang berlaku pada saat ini adalah pendekatan kontekstual yang biasanya disebut juga dengan CTL ( Contextual Teaching and Learning), melalui model pembelajaran kontekstual ini diharapkan siswa lebih memahami konsep-konsep matematika yang diberikan dalam pembelajaran, dan tahu kegunaannya. Berdasarkan uraian di atas, dirasakan perlu upaya mengungkap apakah PMR dan Pembelajaran matematika secara biasa memiliki perbedaan kontribusi terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal itulah yang mendorong dilakukan suatu penelitian yang memfokuskan pada penerapan pendekatan kontekstual terhadap kemampuan komunikasi matematis dan koneksi JSP FKIP UHN hal 111

40 Arisan Candra Nainggolan Penerapan Pembelajaran Kontekstual. matematis siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini difokuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan CTL lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan PMB ditinjau dari keseluruhan siswa?, 2) apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan CTL lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan PMB ditinjau dari keseluruhan siswa?, 3) apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan CTL lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan PMB ditinjau dari Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi, sedang dan rendah)?, 4) apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan CTL lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan PMB ditinjau dari Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi, sedang dan rendah)?, 5) apakah terdapat interaksi antara pendekatan yang digunakan (CTL dan PMB) dengan Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi, sedang dan rendah) dalam peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa?, 6) apakah terdapat interaksi antara pendekatan yang digunakan (CTL dan PMB) dengan Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa (tinggi, sedang dan rendah) dalam peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa? Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh CTL terhadap kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa. Secara lebih khusus penelitian ini bertujuan mengkaji secara komprehensif: 1)peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan CTL lebih baik daripada siswa yang memperoleh Pembelajaran Matematika secara Biasa (PMB) ditinjau dari keseluruhan siswa, 2) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan CTL lebih baik daripada siswa yang memperoleh Pembelajaran Matematika secara Biasa (PMB) ditinjau dari keseluruhan siswa, 3) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan CTL lebih JSP FKIP UHN hal 112

41 Arisan Candra Nainggolan Penerapan Pembelajaran Kontekstual. baik daripada siswa yang memperoleh Pembelajaran Matematika secara Biasa (PMB) ditinjau dari KAM, 4) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan CTL lebih baik daripada siswa yang memperoleh Pembelajaran Matematika secara Biasa (PMB) ditinjau dari KAM, 5) tidak terdapat interaksi antara pendekatan yang digunakan ( CTL dan PMB) dengan KAM dalam peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa, 6) tidak terdapat interaksi antara pendekatan yang digunakan (CTL dan PMB) dengan KAM dalam peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMP Pencawan Medan kelas VIII. Pada minggu pertama s/d minggu kedua bulan agustus tahun 2015 selama 5 kali pertemuan (10 jam pelajaran = 10 x 40 menit) untuk masing-masing kelas sampel. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP kotamadya Medan tahun pelajaran 2015/2016. Dari sekolah terpilih secara acak SMP Pencawan Medan. Pada SMP Pencawan Medan dilakukan undian untuk memilih kelompok pembelajaran menggunakan pendekatan CTL yaitu kelas VIII(2), sedangkan kelas VIII(1) menggunakan pembelajaran matematika secara biasa. Desain dalam penelitian ini menggunakan kelompok kontrol pretes dan postest yang dinyatakan dalam tabel berikut: Kelas CTL (Eksperimen) PMB (Kontrol) Keterangan : Pretetes Treatment Post- O X O O - O X = Pendekatan Kontekstual O = Pretes dan Postes Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan komunikasi dan koneksi matematis, lembar pengamatan aktivitas siswa, lembar pengamatan kemampuan guru mengelola pembelajaran, dan bentuk proses penyelesaian masalah yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah pada masing-masing pembelajaran. Tes terlebih dahulu divalidasi oleh beberapa ahli dan dilakukan uji coba lapangan. Dari penjelasan di atas, skema berikut akan memberikan gambaran yang lebih terperinci mengenai rangkuman alur kerja dari penelitian yang dilakukan pada gambar 3.1 berikut. JSP FKIP UHN hal 113

42 Arisan Candra Nainggolan Penerapan Pembelajaran Kontekstual. Studi Pendahuluan, Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Studi Literatur Pengembangan Bahan Ajar&Validitas Bahan Ajar, Pendekatan Pembelajaran, Instrumen Penelitian Kelas Kontrol Pretes PMB Pemilihan Subjek Penelitian Observasi Postes Kelas Eksperimen Pretes CTL hasil kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa sebagai berikut: Tabel. 4.1 Rerata Skor Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kemampuan Komunikasi Matematis Stk CTL PMB Pretes Postes N- Gain Pre- Tes Postes N- Gain N x 10, 38,1 0,69 10,9 33,2 0,57 5 Std. 1,7 4,40 0,10 2,21 4,61 0, Mi , ,36 n Ma , ,78 Analisi Data Temuan Kesimpulan dan saran Gambar 3.1. Alur kerja dari penelitian yang dilakukan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Hasil Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan secara komprehensif tentang proses dan hasil belajar matematis siswa yang mendapat pendekatan kontekstual dan siswa yang mendapat pembelajaran matematika secara biasa. Hasil belajar matematika yang dimaksud adalah kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa. Adapun data Tabel. 4.2 Rangkuman Uji t Kelompok Data CTL dan PMB. Pendekatan Pembelajaran Skor N-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Perb. rata-rata N_Gain t Sig. H 0 CTL * PMB 0,699 > 0,572 7,47 0,00 Ditolak H 0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan CTL dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan PMB. Tabel. 4.3 Rerata Skor Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Kemampuan Koneksi Matematis Stk CTL PMB Pretes Postes N- Gain Pre- Tes Postes N- Gain N x 10, 37,2 0,68 10,8 32,2 0,54 6 Std. 1,7 4,40 0,10 2,21 4,61 0, Mi , ,35 n Ma , ,76 JSP FKIP UHN hal 114

43 Arisan Candra Nainggolan Penerapan Pembelajaran Kontekstual. Tabel. 4.2 Rangkuman Uji t Kelompok Data CTL dan PMB. Pendekatan Pembelajaran Skor N-Gain Kemampuan Koneksi Matematis Perb. rata-rata t Sig. H 0 N_Gain CTL * PMB 0,689 > 0,543 7,46 0,00 Ditolak H 0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan CTL dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan PMB. b. Pembahasan Hasil Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan deskripsi dan interpretasi data hasil penelitian. Deskripsi dan interpretasi dilakukan terhadap kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan CTL. Melihat hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan CTL lebih baik dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dibandingkan dengan PMB dan juga bahwa pembelajaran dengan menggunakan CTL lebih baik dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa dibandingkan dengan PMB. c. Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematis berdasarkan Pembelajaran, dan Kemampuan Awal Matematis Siswa. Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan CTL secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara biasa. Hal ini ditunjukan dengan peningkatan nilai rerata pembelajaran CTL sebesar 0,699 lebih tinggi daripada PMB sebesar 0,572 untuk kemampuan komunikasi matematis dan peningkatan nilai rerata pembelajaran CTL sebesar 0,689 lebih tinggi daripada PMB sebesar 0,543 untuk kemampuan koneksi matematis. Demikian pula kemampuan awal matematis memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Peningkatan nilai rerata pada siswa kemampuan awal matematis tinggi dengan CTL (0,814) lebih tinggi daripada PMB (0,689). Pada siswa kemampuan awal sedang, peningkatan nilai rerata yang memperoleh CTL (0,701) lebih tinggi daripada PMB (0,562). Demikian pula peningkatan nilai rerata pada siswa berkemampuan awal matematis rendah dengan CTL (0,575) lebih tinggi daripada PMB (0,468). Pada kemampuan koneksi matematis siswa kemampuan awal matematis juga memberikan pengaruh yang signifikan. Peningkatan nilai rerata pada siswa kemampuan awal matematis tinggi dengan CTL (0,801) lebih tinggi daripada PMB JSP FKIP UHN hal 115

44 Arisan Candra Nainggolan Penerapan Pembelajaran Kontekstual. (0,588). Pada siswa kemampuan awal sedang, peningkatan nilai rerata yang memperoleh CTL (0,668) lebih tinggi daripada PMB (0,545). Demikian pula peningkatan nilai rerata pada siswa berkemampuan awal matematis rendah dengan CTL (0,566) lebih tinggi daripada PMB (0,431). d. Interaksi Antara Faktor Pembelajaran, dan Faktor Kemampuan Awal Matematis Siswa dalam Mempengaruhi Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematis Siswa. Hasil analisi varians (ANAVA) dua jalur menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan faktor kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis. Hasil analisi varians (ANAVA) dua jalur juga menunjukan bahwa tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan faktor kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis. Artinya selisih rataan gain ternormalisasi kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa dengan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, dan rendah) yang diajar dengan CTL tidak berbeda secara signifikan dengan diajar melalui PMB. 4. SIMPULAN DAN SARAN a. Simpulan Berdasarkan hasil dan analisis penelitian di atas dan temuan selama pelaksanaan pembelajaran dengan CTL, diperoleh beberapa kesimpulan. Adapun kesimpulan yang diperoleh 1) ditinjau dari keseluruhan siswa, rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan CTL lebih baik daripada yang pembelajarannya dengan menggunakan PMB, 2) ditinjau dari keseluruhan siswa, rata-rata peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan CTL lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan PMB, 3) ditinjau dari KAM (tinggi, sedang dan rendah), rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan CTL lebih baik daripada yang pembelajarannya dengan menggunakan PMB untuk setiap kategori KAM (tinggi, sedang dan rendah), 4) ditinjau dari KAM (tinggi, sedang dan rendah), rata-rata peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang JSP FKIP UHN hal 116

45 Arisan Candra Nainggolan Penerapan Pembelajaran Kontekstual. pembelajarannya dengan menggunakan CTL lebih baik daripada yang pembelajarannya dengan menggunakan PMB untuk setiap kategori KAM (tinggi, sedang dan rendah), 5) tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan KAM (tinggi, sedang dan rendah) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. 6) tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan KAM (tinggi, sedang dan rendah) terhadap kemampuan koneksi matematis siswa. b. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka disampaikan beberapa saran antara lain: 1) dalam CTL perlu memperhatikan hal-hal berikut: (a) tersedianya bahan ajar dalam bentuk masalah kontekstual yang berfungsi sebagai informal matematika dalam proses belajar. (b) diperlukan pertimbangan bagi guru dalam melakukan intervensi sehingga usaha DAFTAR PUSTAKA Basri. H. (2010) Siswa Di Medan Tidak Lulus UN, (Online), ( id, diakses 25 Maret 2014) Dini, N. (2014). Penerapan Brain Based Learning Dalam Pembelajaran Matematika Untuk meningkatkan Motivasi Belajar Dan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa, (Online), ( diakses 20 Februari 2014). siswa untuk mencapai perkembangan aktualnya lebih optimal. (c) pendekatan kontekstual hendaknya diterapkan pada materi yang esensial menyangkut benda-benda yang real disekitar tempat belajar, agar siswa lebih cepat memahami pelajaran yang sedang dipelajari, 2) CTL dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa pada pokok bahasan relasi dan fungsi sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain, 3) pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan koneksi matematis siswa, maka diharapkan dukungan dari kepala sekolah untuk mensosialisasikan penggunaan pendekatan kontekstual di sekolah melalui MGMP matematika, pelatihan guru-guru matematika atau melalui seminar. Marzuki. (2012). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Antara Siswa yang diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsung. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED Medan. National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. NCTM: Reston VA. Rauf, S.A. (2004). Pembelajaran Kontekstual dalam Upaya Meningkatkan JSP FKIP UHN hal 117

46 Arisan Candra Nainggolan Penerapan Pembelajaran Kontekstual. Pemahaman Konsep dan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Tolitoli-Sulawesi Tengah. Bandung: Tesis PPs UPI. Tidak diterbitkan. Rizqi, A.M. (2015). Hasil Timss Terbaru. (Online), ( blogspot. Com, diakses 14 Februari 2015). Rosdiana. (2012). Perbedaan Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Kontekstual dengan Kooperatif Tipe Stad di SMP AL-Washliyah 8 Medan. Medan: Tesis PPs UNIMED.Tidak Diterbitkan Russeffendi. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press. Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menegah Pertama melalui Pendekatan Matemaatika Realistik. Disertasi S3 UPI. JSP FKIP UHN hal 118

47 Ribka Kariani JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN Halaman PENGARUH PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA DI SMP NEGERI 2 MARDINGDING Ribka Kariani Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unika Santo Thomas Medan kribka@yahoo.com Abstract Abstract. This study is aimed to know whether the mathematical communication skills of students who learn think-talk-write ( TTW) is better when compared to the mathematical of students who learn in convensional way. This study was a quasi-experimental research. The population of the study was the students of SMP Negeri 2 Mardingding. The sample is selected randomly of the four classes. The instrument used consisted of a post test mathematical communication skills with cubes and blocks. The data is obtained from the description test in mathematical communication skills. Statistical analysis of the data was analyzed by doing t- test. The results showed that mathematical communication skills of students who learn TTW is better when compared to the mathematical of students who learn in conventional way. Based on this result, the researcher suggested that TTW on mathematics can be used as an alternative for math teachers to improve students' mathematical communication skills in learning math. Keyword: Cooperative learning model Think-Talk-Write (TTW), mathematic communication, mathematics PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang banyak peranannya dalam perkembangan ilmu dan teknologi saat ini, seperti Aljabar dan Numerik. Matematika sebagai suatu disiplin ilmu memiliki karakteristik yang berbeda dengan ilmu lainnya karena matematika bukan hanya pengetahuan tentang objek tertentu tetapi juga menuntut cara berpikir untuk mendapatkan pengetahuan itu, matematika menyajikan suatu cara bagaimana manusia itu berpikir. Hal ini sesuai dengan penjelasan Johnson dan Rising dalam Suherman (2001:19) mengatakan bahwa matematika merupakan pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu ialah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Baroody (1993:99 ) matematika bukan hanya sekedar alat bantu berfikir, menemukan pola, menyelesaikan masalah, atau menggambarkan kesimpulan, tetapi juga sebagai suatu bahasa atau alat yang tak terhingga nilainya untuk JSP FKIP UHN hal 119

48 Ribka Kariani Pengaruh Pembelajaran Think-Talk. mengkomunikasikan berbagai macam ide secara jelas, tepat, dan ringkas. Pembelajaran matematika pada saat ini, diharapkan menjadi pembelajaran yang berorientasi kepada siswa. Siswa dituntut untuk aktif membangun pengetahuannya sendiri, guru hanya sebagai fasilisator. Namun pada kenyataannya sampai saat ini masih ada guru yang menggunakan paradigma lama yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru ( teacher centered), bukan pada siswa (student centered). Masih ada guru yang beranggapan bahwa belajar matematika merupakan transfer ilmu secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Guru berperan sebagai pemberi informasi dan siswa mendengarkan, guru memberikan contoh soal dan mengerjakannya kemudian memberikan soal yang akan dikerjakan siswa yang mirip dengan soal yang disajikan guru. Hal inilah membuat siswa tidak mempunyai kesempatan untuk mengemukakan ide dan gagasan, siswa hanya sampai pada berfikir tingkat rendah sementara tujuan yang ingin dicapai adalah berfikir rasional, kritis, logis, kreatif dan bernalar yang merupakan bagian dari berfikir tingkat tinggi. Berbagai cara dan usaha telah dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran matematika di kelas. Akan tetapi tatap saja masih ada kesulitan belajar yang dihadapi siswa. Kesulitan ini timbul akibat materi yang sulit, metode mengajar guru yang kurang tepat, teori belajar yang digunakan kurang sesuai atau pembelajaran yang digunakan guru kurang tepat. Di dalam laporan penelitian TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) mengemukakan bahwa prestasi matematika dan sain siswa Indonesia pada tahun 2003 berada pada peringkat 34 dari 45 negara, tahun 2007 Indonesia berada pada peringkat 36 dari 49 negara, dan tahun 2011 Indonesia berada pada peringkat 38 dari 42 negara. Ini menunjukkan bahwa rata-rata skor matematika siswa Indonesia berada jauh di bawah rata-rata skor internasional. Sekalipun hasil ini tidak menunjukkan prestasi siswa Indonesia secara umum dalam matematika, namun dengan membandingkan prestasi siswa Indonesia berdasarkan hasil TIMSS, sudah menunjukkan rendahnya kualitas pengetahuan matematika siswa Indonesia pada level internasional. Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk belajar bersama berbagi ide, bekerja dalam kelompokkelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah secara bersama. Hal ini dinyatakan oleh Sanjaya (2008 :242) mengatakan bahwa : pembebelajaran JSP FKIP UHN hal 120

49 Ribka Kariani Pengaruh Pembelajaran Think-Talk. kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Talk-Write (TTW) merupakan model pembelajaran yang memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa lebih banyak waktu berfikir, berbicara (diskusi bersama teman kelompoknya) saling membantu dan menulis. Pada pembelajaran ini, siswa dituntut untuk menemukan sendiri pengetahuan baru. Namun tidak sekedar mendapatkan pengetahuan yang baru, lebih dari itu siswa diharapkan supaya mampu dalam memahami proses yang terjadi untuk mendapatkan ilmu tersebut. Artinya, siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa juga dituntut untuk dapat mereflesikan benda nyata, gambar yang ada disekitarnya ke dalam ide matematika dan menginterpretasikan ilmu yang peroleh dengan kejadian aktual di masyarakat. Sedangkan guru dituntut supaya dapat memahami karakteristik belajar siswa, sehingga siswa dapat belajar dengan caranya masing-masing, dengan demikian pembelajaran menjadi menyenangkan dan lebih bermakna, dan inilah yang akan menumbuhkan sikap positif siswa terhadap pembalajaran matematika. Disamping itu perlu diketahui bahwa setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam memahami matematika. Seperti yang dinyatakan Ruseffendi (1991) bahwa, dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Namun perbedaan yang dimiliki oleh siswa bukan semata-mata bawaan dari lahir, tetapi bisa saja dipengaruhi oleh lingkungan. Dengan demikian pemilihan lingkungan belajar khususnya pembelajaran kooperatif tipe pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan sehingga dapat mengakomodasi kemampuan komunikasi siswa yang heterogen agar hasil belajar dapat dimaksimalkan. Pertanyaannya adalah bagaimana guru dapat menerapkan model pembelajaran untuk mengukur kemampuan komunikasi matematika siswa dan sejauh mana siswa perlu menggunakan kemampuan komunikasi matematika dalam pembelajaran matematika? PEMBAHASAN Pada dasarnya komunikasi di dimaknai sebagai proses penyampaian pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan JSP FKIP UHN hal 121

50 Ribka Kariani Pengaruh Pembelajaran Think-Talk. melalui saluran tertentu untuk tujuan tertentu. Menurut Sarwono (2010:186), syarat terjadinya komunikasi adalah adanya dua orang atau lebih pelaku, yakni orang pertama berfungsi sebagai pengirim pesan, sedangkan orang kedua sebagai penerima pesan. Kemampuan komunikasi matematika juga penting sebab matematika pada dasarnya adalah bahasa yang sarat dengan notasi dan istilah sehingga konsep yang terbentuk dapat dipahami, dimengerti dan dimanipulasi oleh siswa. Sehingga yang perlu ditekankan selanjutnya adalah bagaimana cara kita menyampaikan pesan agar dapat berjalan secara efektif. Kemampuan komunikasi matematika dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam menyampaiakan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau pembelajaran kooperatif tipe penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun tertulis. Komunikasi dalam matematika berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan siswa dalam berkomunikasi. Bentuk komunikasi yang dipergunakan oleh guru di kelas sangat menunjang keberhasilan dalam proses belajar-mengajar. Komunikasi multiarah dapat membantu siswa dalam mengasah kemampuan berkomunikasi, menyampaikan dan mengekspresikan ide-ide matematikanya. Komunikasi multiarah dapat berlangsung bila siswa belajar melalui strstegi pembelajaran kelompok. Sesuai dengan NCTM (2000 ) mengatakan bahwa komunikasi matematika dapat terjadi ketika siswa belajar dalam kelompok. Komunikasi yang terjalin di dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa yang seyogianya memiliki kemampuan heterogen dalam tingkat kecerdasan diharapkan dapat meningkatkan komunikasi maatematik siswa terhadap pembelajaran. Suherman (2001) menyebutkan bahwa bantuan belajar dari teman sebaya dapat menghilangkan kecanggungan, bahasa teman sebaya lebih mudah dipahami. NCTM (2000) mengungkapkan bahwa siswa dikatakan telah memiliki kemampuan komunikasi matematika apabila siswa telah menguasai standar evaluasi atau indikator sebagai berikut: (1) dapat menyatakan ide matematika dengan lisan, tulisan, mendemonstrasikan dan menggambarkan dalam bentuk visual; (2) dapat memahami, menginterpretasikan dan JSP FKIP UHN hal 122

51 Ribka Kariani Pengaruh Pembelajaran Think-Talk. menilai ide matematika yang disajikan dalam bentuk tulisan atau visual; (3) dapat menggambarkan hubungan pembuatan model. Kemudian Utari-Sumarmo (2010:6) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa dapat dilihat dari kemampuan: (1) menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide atau model matematika; (2) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan atau tulisan; (3) mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika; (4) membaca dengan penahaman suatu representasi matematika tertulis; (5) membuat konjektur, merumuskan dan generalisasi; dan (6) mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri. Dalam diskusi siswa perlu memiliki kemampuan komunikasi lisan yang dapat dilakukan dengan latihan secara teratur. Dari hasil diskusi yang diperoleh dapat menyadarkan siswa mengapa jawabannya salah, dan membantu siswa melihat jawaban yang benar. Seperti yang diungkapkan Petterson (dalam Ansari, 2009) bahwa hasil diskusi dapat menjelaskan kepada siswa gambaran bermacam-macam pembelajaran dan proses yang digunakan siswa untuk memecahkan masalah. Selain kemampuan membaca dan diskusi, kemampuan lain yang juga berkontribusi terhadap kemampuan komunikasi adalah menulis. Menulis adalah proses bermakna karena siswa sacara aktif membangun hubungan antara yang ia pelajari dengan apa yang sudah ia ketahui. Seperti yang diungkapkan oleh Masingila dan Wisniowska ( dalam Ansari, 2009) bahwa menulis dapat membantu siswa membentuk pengetahuan secara implisit dan berpikir secara eksplisit sehingga mereka dapat melihat dan merefleksikan pengetahuan dan pikirannya. Kemampuan mengemukakan ide matematika dari suatu teks baik lisan maupun tulisan merupakan bagian terpenting dari standard komunikasi matematika yang perlu dimiliki siswa, sebab seorang pembaca dikatakan memahami teks tersebut secara bermakna apabila ia dapat mengemukakan ide dalam teks secara benar dalam bahasanya sendiri. Karena itu, untuk memeriksa apakah siswa telah memiliki kemampuan teks membaca secara bermakna maka dapat didestimasi melalui kemampuan siswa menyampaikan secara lisan atau menuliskan kembali ide matematikanya dengan bahasanya sendiri. Salah satu tujuan dari penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama proses belajar. Dalam pemilihan metode, pembelajaran kooperatif tipe, pendekatan JSP FKIP UHN hal 123

52 Ribka Kariani Pengaruh Pembelajaran Think-Talk. dan teknik pembelajaran, diharapkan adanya perubahan dari mengingat (memorizing) atau menghapal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding ), dari model ceramah kependekatan discovery learning atau inquiry learning, dari belajar individual ke kooperatif, dan dapat menumbuhkembangkan kemampuannya seperti: mental, emosional serta keterampilan atau kognitif, afektif dan behaviour. Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompokkelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Pembelajaran kooperatif dirancang dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latarbelakangnya. (Trianto, 2010:58). Pada proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Tujuan dari model pembelajaran kooperatif ini adalah agar hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosialnya. Johnson & Johnson (1994) dalam Trianto (2010:60) menyebutkan bahwa prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1. Saling bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain, artinya setiap siswa merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok. 2. Interaksi antara siswa yang semakin meningkat dalam hal tukar-munukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama. 3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 4. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk JSP FKIP UHN hal 124

53 Ribka Kariani Pengaruh Pembelajaran Think-Talk. belajar bersama selama proses belajarnya. 5. Proses kelompok, yaitu terjadi apabila anggota kelompok mendiskusikan tujuan yang dicapai dan membuat hubungan kerja yang baik. Pembelajaran kooperatif tipe TTW merupakan pembelajaran yang membangun secara tepat untuk berfikir, merefleksikan dan untuk mengorganisasikan ide-ide serta mengetes ide tersebut sebelum siswa di minta untuk menulis (Huinker dan Laughlin, 1996) dalam Ansari (2009). Esensinya, pembelajaran kooperatif tipe TTW ini melibatkan tiga aspek penting yang harus dikembangkan dan dilakukan dalam pembelajaran matematika yaitu: 1. Tahap Think (Berfikir Tahap berfikir dimana siswa membaca teks berupa soal. Pada tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban atau penyelesaian, membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri. 2. Tahap Talk (Berbicara atau Berdiskusi) Tahap ini adalah tahap talk (berbicara atau diskusi) dimana diberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan tentang penyelidikannya pada tahap pertama. Pada tahap ini siswa merefleksikan, rnenyusun, serta melakukan negosiasi atau berbagi ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Kemajuan komunikasi siswa akan terlihat pada dialognya dalam berdiskusi baik dalam bertukar ide sesama teman kelompok ataupun refleksi mereka sendiri yang diungkapkannya kepada siswa lain. 3. Tahap Write (Menulis) Tahap ini adalah tahap write, dimana siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya dari kegiatan tahap pertama dan kedua. Tulisan ini terdiri atas landasan konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian, dan solusi yang diperolehnya. Pada tahap write, yang harus dilakukan adalah menulis. Menulis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk mengungkapkan dan merefleksikan pemikiran. Aktivitas menulis mendorong siswa dalam membuat hubungan dan juga memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa. Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh siswa sebagai hasil aktivitas menulis, seperti yang dikemukakan oleh Rose (dalam Baroody, 1993) bahwa menulis merupakan proses berfikir keras yang dituangkan dalam JSP FKIP UHN hal 125

54 Ribka Kariani Pengaruh Pembelajaran Think-Talk. kertas dan merupakan alat berfikir yang bermanfaat karena melalui berfikir siswa memperoleh pengalaman matematika sebagai suatu aktivitas yang kreatif. Lebih jauh, Manzo (dalam Ansari, 2003: 26) menjelaskan menulis dapat meningkatkan taraf berfikir siswa ke arah yang lebih tinggi (higher order thinking). METODOLOGI PENELITIAN Populasi penelitian ini adalah semua siswa SMP kelas VIII dari sekolah yang berakreditasi B yang ada di Kecamatan Mardingding yang berjumlah 3 sekolah. Dipilih sekolah yang berakreditas B atau sekolah dengan level menengah dengan pertimbangan bahwa pada umumnya sekolah yang berpredikat B mempunyai kemampuan akademik siswanya yang heterogen. Alasan dipilihnya siswa SMP kelas VIII adalah mengingat: a) Siswa kelas VIII merupakan siswa menengah pada satuan pendidikan tersebut yang diperkirakan telah dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya, b) terdapat topik matematika yang dianggap tepat yaitu materi pokok Kubus dan Balok mengingat materi pokok ini belum pernah diteliti di sekolah ini, c) siswa kelas VIII telah menerima cukup banyak materi prasyarat untuk mengikuti topik matematika yang akan diteliti. Sampel penelitian ini dipilih secara random (acak). Pengambilan sampel ini dimaksudkan agar setiap siswa dari seluruh populasi mendapat kesempatan yang sama untuk dipilih. Dari 3 sekolah berakreditas B diambil 1 sekolah yaitu SMP Negeri 2 Mardingding. Kemudian peneliti memilih kelas (karena tidak mungkin mengambil siswa secara acak untuk membentuk kelas) sebagai unit sampling terkecil. Dari 4 kelas yang ada dilakukan pengundian dengan penomoran tiap kelas. Sampel yang terpilih dua kelas yaitu siswa kelas VIII B dan siswa kelas VIII C, kemudian dilakukan undian dari dua kelas tersebut untuk memilih kelompok model pembelajaran kooperatif tipe TTW, sehingga terpilih kelas VIII B dengan jumlah siswa 40 orang sedangkan model pembelajaran biasa terpilih VIII C dengan jumlah 38 orang. Kelompok model pembelajaran kooperatif dibagi menjadi kelompokkelompok kecil sebanyak empat-lima orang. Anggota kelompoknya heterogen yang terdiri dari siswa pandai, sedang dan lemah (kurang). Teknik penentuan kelompok berdasarkan hasil tes kemampuan awal matematika siswa. Pada kelas model pembelajaran biasa tidak adanya pembagian kelompok. Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) sebab kelas JSP FKIP UHN hal 126

55 Ribka Kariani Pengaruh Pembelajaran Think-Talk. yang digunakan telah terbentuk sebelumnya. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen dengan kelompok kontrol hanya postes: Kelompok Perlakuan Postest Random : VIII-B (Kel. Eksperimen) X O Random : VIII-C (Kel. Kontrol) O Keterangan: X : Perlakuan berupa Pembelajaran Kooperatif tipe TTW O : Postes Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Instrumen pengumpulan data melalui tes kemampuan komunikasi matematika siswa. Data yang diperoleh melalui tes, digunakan untuk melihat kemampuan komunikasi matematika siswa terhadap matematika. Analisis statistik yang digunakan adalah uji t. HASIL PENELITIAN Setelah dilakukan postest kepada siswa diperoleh data masing-masing kelas untuk melihat apakah kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada siswa yang diajarkan melalui pembelajaran biasa. Ratarata kemampuan komunikasi matematika pada kelas eksperimen sebesar 10,89 dan pada kelas kontrol sebesar 6,39. Untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik daripada siswa yang diajarkan melalui pembelajaran konvensional digunakan uji t. Dari data yang diperoleh kemampuan komunikasi matematika diketahui berdistribusi normal dan homogen. Ukuran gejala pusat dan variasi data tentang tes kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat melalui output SPPS berikut: Tabel 1. Data-data Statistik Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Kelas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol. JSP FKIP UHN hal 127

56 Ribka Kariani Pengaruh Pembelajaran Think-Talk. Pada Tabel 1. dapat dilihat rata-rata kemampuan komunikasi matematik siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen masing-masing adalah 6,71 dan 10,88. Bila diperhatikan rata-rata kemampaun komunikasi matematik kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan selisih 4,17. Hal ini memberi petunjuk bahwa pembelajaran dengan strategi TTW dapat memberikan pencapaian kemampuan komunikasi matematik yang lebih baik daripada pembelajaran biasa. Variasi nilai komunikasi matematik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol masingmasing adalah 8,779 dan 12,860. Dapat dilihat bahwa variasi nilai kelas kontrol adalah lebih besar dari pada kelas eksperimen. Hal tersebut dapat memberi tanda bahwa kesenjangan nilai pada kelas kontrol adalah lebih besar. Sedangkan range pada kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol dengan selisih 3 yaitu Nilai paling tinggi kemampuan komunikasi matematik pada kelas kontrol adalah 15 dan paling rendah 2. Sedangkan pada kelas eksperimen, nilai paling tinggi diperoleh sebesar 16 dan nilai terendah adalah 6. Nilai yang paling banyak muncul pada kelas eksperimen adalah nilai 12 dan nilai yang paling banyak muncul pada kelas kontrol adalah 5. Berdasarkan kriteria ketuntasan belajar untuk kemampuan komunikasi matematik ditemukan bahwa sebanyak 6 siswa yang mencapai ketuntasan belajar pada kelas kontrol. Sementara itu, pada kelas eksperimen ditemukan 27 orang siswa mencapai ketuntasan belajar. Semua hasil tersebut diatas dapat menunjukkan bahwa pembelajaran TTW dapat memberikan jumlah siswa yang tuntas belajar untuk materi kubus dan balok lebih banyak jika dibandingkan dengan pembelajaran biasa. Hasil tes memberikan informasi tentang kemampuan komunikasi matematik siswa. Informasi tersebut berupa skor postes. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini. Tabel 4.2 menyajikan skor terendah ( x min ), skor tertinggi ( x maks ), rata-rata skor ( x ) dan stándar deviasi ( s) pada kelompok data dengan pembelajaran Think-Talk-Write dan pembelajaran biasa, seperti pada tabel 4.2 berikut : JSP FKIP UHN hal 128

57 Ribka Kariani Talk. Pengaruh Pembelajaran Think- ISSN: Volume-2, Edisi-2, September 2015 Tabel 2. Data Hasil Postest Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen dan Kontrol Gambar 1. Skor Rata-Rata Postest Kemampuan Komunikasi Kelas Eksperimen dan Kontrol Dari tabel 2 dan gambar 1 dapat dilihat bahwa rata-rata postes siswa dikelas eksperimen dan kontrol berbeda untuk setiap indikator komunikasi matematik adalah sebagai berikut : 1. Merefleksikan gambar ke dalam ide matematika untuk kelas eksperimen adalah 3,03 dan kelas kontrol adalah 2,08 atau eksperimen > kontrol, artinya kemampuan merefleksikan gambar ke dalam ide matematika di kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. 2. Menyatakan ide matematika ke dalam bentuk gambar untuk kelas eksperimen adalah 2,38 dan kelas kontrol adalah 1,21 atau eksperimen > kontrol, artinya kemampuan menguraikan ide matematika ke dalam bentuk gambar di kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. JSP FKIP UHN hal 129

58 Ribka Kariani Pengaruh Pembelajaran Think-Talk. 3. Menyatakan ide ke dalam model matematika untuk kelas eksperimen adalah 2,5 dan kelas kontrol adalah 1,39 atau eksperimen > kontrol, artinya kemampuan menyatakan ide ke dalam model matematika di kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. 4. Menjelaskan prosedur penyelesaian untuk kelas eksperimen adalah 2,98 dan kelas kontrol adalah 1,71 atau eksperimen > kontrol, artinya kemampuan menjelaskan prosedur penyelesaian di kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol. 5. Keseluruhan aspek komunikasi matematik kelas eksperimen adalah 10,89 dan kelas kontrol adalah 6,39 atau eksperimen > kontrol, artinya jika dilihat dari keseluruhan aspek kemampuan komunikasi matematik siswa kelas eksperimen lebih baik dari siswa kelas kontrol. Tabel 3. Uji Rata-Rata Kemampuan Komunikasi Matematika Aspek Eksperimen Kontrol t hitung t tabel Kesimpulan Komunikasi matematika 10,89 3,43 11,76 6,39 3,98 15,84 22,21 1,66 Tolak Ho Berdasarkan hasil analisis data dari Berdasarkan hasil perhitungan pada lapangan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tabel 1 di atas dengan menggunakan uji t pada taraf pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik signifikansi α = 0,05 diperoleh t hitung sebesar 22,21 daripada pembelajaran biasa. sedangkan t tabel sebesar 1,66. Karena t hitung > t tabel Saran peneliti terkait dengan (22,21 > 1,66) sehingga H 0 ditolak. Maka dapat pembelajaran ke depannya adalah: disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi 1. Kepada Guru matematika siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran kooperatif tipe pembelajaran kooperatif tipe TTW lebih baik dari TTW pada kemampuan komunikasi pada yang diajarkan dengan pemnelajaran matematika siswa dapat diterapkan konvensional. pada semua kategori. Oleh karena itu KESIMPULAN DAN SARAN hendaknya pembelajaran ini terus dikembangkan di JSP FKIP UHN hal 130

59 Ribka Kariani Pengaruh Pembelajaran Think-Talk. lapangan yang membuat siswa terlatih dalam mengkomunikasikan matematika siswa melalui proses merefleksikan gambar ke dalam ide matematika,, menyatakan ide-ide matematika dalam bentuk gambar, menyatakan ide-ide matematika ke dalam model matematika dan menjelaskan prosedur penyelesaian. Peran guru sebagai fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan memandu diskusi di kelas, serta kemampuan dalam menyimpulkan. 2. Kepada lembaga terkait Pembelajaran kooperatif tipe TTW, masih sangat asing bagi guru dan siswa, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika. 3. Kepada peneliti. Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan meneliti aspek lain secara terperinci yang belum terjangkau saat ini. DAFTAR PUSTAKA Ansari, B. (2009). Komunikasi Matematika: Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: PeNA. Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating. K- 8: Helping Children Think Mathematically. New York: Mac Millan Publishing Company. National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and Evaluation Standart for School Mahatematics. Reston, VA: NCTM (2000). Mathematics Assesment A Practical Handbook. Virginia, NCTM. Ruseffendi, H.E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. Suherman Ar, E. Dkk (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI. Sumarmo, U. (2010). Berfikir dan Disposisi Matematika: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah disajikan dalam Seminar FPMIPA UPI Bandung, Bandung, 11 Pebruari. TIMSS. (2012). Trends in International Mathematics and Science Study, (Online), ( p, diakses 20 Desember 2012). Trianto. (2010). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progesif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. JSP FKIP UHN hal 131

60 Nurhayati Sitorus JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN Halaman AN ERROR ANALYSIS OF SIXTH SEMESTER ENGLISH DEPARTMENT STUDENTS OF HKBP NOMMENSEN UNIVERSITY IN CHANGING ACTIVE VOICE INTO PASSIVE VOICE Nurhayati Sitorus 1, Maria O. C. Sianipar 2 Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas HKBP Nommensen Hayati.storus@gmail.com ABSTRACT This research aims to know the students ability in mastering passive voice, to know the categories of errors, and percentages of errors made by the sixth semester English Department students in changing active voice into passive voice. The research method is used in this research is qualitative and quantitative research. The result of this research are categories of errors are four categories, namely ommission, addition, misinformation, and ordering. The percentage of ommission is 16,18%, addition 5,65%, misinformation 57,90%, and misordering 20,27%. And the category has more error is misinformation. Key Words: Error Analysis, Passive Voice 1. INTRODUCTION 1.1 The Background of the Study Language is a tool that used human to communicate one each other. Through language, human can deliver message or information to the other. There are many kinds of language. One of them is English. It is very important to be learned students. The purpose of learning English is in order students to be able to communicate in that language both orally and writing. It is one of the foreign language taught in Indonesia. Nowadays, it has been taught to the students of kindergarten, elementary school, junior high school, senior high school and also to the university students. Teaching English for students is intended to master four languages skill, namely speaking, listening, reading, and writing. Writing unit includes composition and also grammar point. Grammar is a very old field of study (Seaton, 2007:3). In linguistics, grammar is the set of structural rules governing the composition of clauses, phrases, and words in any given natural language. The term refers also to the study of such rules, and this field includes morphology, syntax, and phonology, often complemented by phonetics, semantics, and pragmatics. Veit (1986:6) states the grammar is a person s subconscious language knowledge. To be good in English, we have to know the grammar because it is one of the basic elements in English some terms included in grammar are part of speech, sentence, elliptical construction (Elliptical JSP FKIP UHN hal 132

61 Nurhayati Sitorus An Error Analysis of Sixth Semester. English Sentence), gerund, to infinitive, voice and etc. In learning Grammar, sometime the students find out a difficulties to understand it, especially in learning passive voice. They have a difficulties in changing active voice into passive voice. It causes the passive voice is produced by active voice. So, there are some rules that must be understood by the students. In this case, the English teachers/lecturers have an important role to make the students understanding about it. So, they must explain passive voice as clear as possible to the students. And the English teachers/lectures also must give more attention to the student in teaching and learning process so that they can understand how to change active voice into passive voice. In changing active voice into passive voice sometimes the students do not understand fully about the rules of passive voice. So, it is quite impossible for them to make errors. Sometime the errors that they make are same. Those errors should be avoided. That s why the teacher should correct their work so that they do not do or make the same errors. Because the result of their work will give feed back to the English teachers/lecturers in teaching grammar, especially passive voice. By looking at the result of their work, the English teachers/lectures can improve their technique in teaching grammar, especialy in teaching passive voice. In this research, the writer will analyze the sixth semester English Department students errors in changing active voice into passive voice. By analyzing the student's errors in changing active voice into passive voice, the students will know their ability in passive voice. Then, they can improve their errors and mistakes by doing the best way. Whereas the teacher will know which part need more attention to the next teaching and learning process and also they will find and apply the best technique in teaching grammar, especially in teaching passive voice. 1.2 The Problem of the Study Based on the problem above, the writer formulated the problem as follows: 1. What categories of errors probably made by the sixth semester English department students in changing active voice into passive voice? 2. What are percentages of errors made by the sixth semester English Department students in changing active voice into passive voice? 3. Which category has more errors? 1.3 The Objective of the Study JSP FKIP UHN hal 133

62 Nurhayati Sitorus An Error Analysis of Sixth Semester. There are some the objectives of this research. They are: 1. To analysis the categories of errors probably made by the sixth semester English Department students in changing active voice into passive voice. 2. To analysis the percentages of errors made by the sixth semester English Department students in changing active voice into passive voice. 3. To analysis the category has more of errors. 1.4 The Scope of the Study In this research, the writer will give limitation with all the tenses. The tenses are limited to the simple present tense, present continuous tense, simple past tense, past perfect tense, and simple future tense in sentence of positive, negative and interogative. 1.5 The Significance of the Study The significance of this study are: 1. For the teacher/lecturer, the result of this study gives input in teaching and learning process, especially in teaching passive voice. So that s/he creates the technique to teach passive voice more effective. 2. For the students, this study gives feedback and evaluation for them so that they are more careful to do it and also they can avoid creating the same errors. 2. REVIEW RELATED LITERATURE 2.1 Error Analysis To many students and to the public in general, an error is something they have done wrong. Brown (1987:204) cites that learners do make errors and these errors can be observed, analyzed and classified to reveal something of system operating within the learner lead to a surge of study of learner s errors called errors analysis. The term errors analysis in second language acquisition means the investigating of Second Language Acquisition by collecting and describing samples of leaner s language. James (1998 : 62-63) also refers to Error Analysis as the study of linguistic ignorance which investigates what people do not know and how they attempt to cope with their ignorance. The fact that learners find ways how to cope with their ignorance makes a connection between English acquisition and learner strategies, which we divide into learning strategies and communication strategies. It seems this concept is the same as the one proposed by Crystal (1987:112) who says that error analysis is a technique for identifying, classifying and systematically interpreting the unacceptable forms produced JSP FKIP UHN hal 134

63 Nurhayati Sitorus An Error Analysis of Sixth Semester. by someone learning a foreign language, using any of the principles and procedures provided by linguistics. According to Dulay et. al. (1982:146) said that the most useful and commonly used descriptive classification of errors is linguistic categories, comparative taxonomy, communication effect taxonomy, and surface strategy taxonomy. 1. Linguistic Category These taxonomies classify errors according to the language component or linguistic constituent (or both of them) which is affected by the error. Among language components we count phonology, syntax and morphology, semantics and lexicon, and discourse (Dulay et. al. 1982: 146). Researchers use the linguistic category taxonomy as either the only one or combined with some other taxonomy. This taxonomy is also useful for organizing the collected data. 2. Comparative Taxonomy The Comparative taxonomy classifies errors on the basis of comparing the structure of second language errors to other types of constructions, most commonly to errors made by children during their first language acquisition of the language in question. In this taxonomy, we work with four main error categories: (1) developmental errors, (2) interlingual errors, (3) ambiguous errors, and (4) the grab bag category of other errors (Dulay et. al. 1982: ). 3. Communicative Effect Taxonomy This taxonomy focuses on the effect the errors have on the listener or reader. Dulay et. al. (1982: 189) said that errors that affect the overall organization of the sentence hinder successful communication, while errors that affect a single element of the sentence usually do not hinder communication. They call the former global errors and the latter local errors. (1) Among global errors they include: 1. wrong order of major constituents 2. missing, wrong, or misplaced sentence connectors 3. missing cues to signal obligatory exceptions to pervasive syntactic rules 4. regularization of pervasive syntactic rules to exceptions 5. wrong psychological predicate constructions (i.e. predicates describing how a person feels) 6. improper selection of complement types (i.e. subordinate clauses) (2) Local errors include, according to Dulay et. al. (1982: ), errors in noun and verb inflections, articles, auxiliaries, formation of quantifiers, and etc. 4. Surface Strategy Taxonomy This taxonomy concentrates on the ways in which surface structures are altered. Using this taxonomy, Dulay et. al. (1982: JSP FKIP UHN hal 135

64 Nurhayati Sitorus An Error Analysis of Sixth Semester. 150) divides errors into the following categories: (1) omission, (2) additions, (3) misformation, and (4) misordering. Omission is typical for the early stages of the second language acquisition, whereas in the intermediate stages misformation, misordering, or overuse are much more common (Dulay et. al. 1982: 155) (1) Omission means that an item which must be present in a well-formed utterance is absent. There is evidence that grammatical morphemes (e.g. noun and verb inflections, articles, prepositions) are omitted more often that content morphemes which carry the meaning (Dulay et. al. 1982: ). For instance, in the sentence *My father teacher the grammatical morphemes is and a are omitted. (2) Additions are the second category of surface strategy taxonomy and also the opposite of omission. The presence of an extra item which mustn't be present in a well formed utterance is characteristic for additions (Dulay et. al. 1982: 156). The characteristic for additions are divided into three categories: (a) double markings, as in *Did you went there?, (b) regularization, e.g.* sheeps, *cutted, and (c) simple addition, which contains the rest of additions. (3) Misformation refers to the use of the wrong form of the morpheme or structure (Dulay et. al., 1982:158). There are three types as well: (a) In regularizations an irregular marker is replaced by a regular one, as in *sheeps for sheep. (b) Archi-forms refer to the use of one member of a class of forms instead of using all the members, e.g. using this in the situations when either this or these should be used. (c) Alternating forms are represented by free alternation of various members of a class with each other, as in *those dog and this dog used by the same learner. (4) We talk about misordering when we come across an utterance where a morpheme or a group of them is incorrectly placed, as in *I get up at 6 o'clock always, where always is misordered. Ellis (1997:15) says that error analysis is a procedure used by both researcher and teachers. It involves collecting sample of learner language, identifying the errors in sample, describing these errors, classifying them according to their hypothesized causes, and evaluating their seriousness. 2.2 Passive Voice Before the writer explains about passive voice, the first the writer explains about voice. According to Murthy (2003:286) said that voice is the form of the verb which indicates whether a person or a thing does something or something has been done to a person or a thing. There are two JSP FKIP UHN hal 136

65 Nurhayati Sitorus JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN Halaman kinds of voice, namely active voice and George wrote a letter passive voice. Active voice occurs when a S V O verb form shows that the subject has done something (Murthy, 2003:286). For example, 2. The object of the sentence must be turned into subject Ex: Anne sings a song. Whereas passive voice George wrote occurs when a verb form shows that a letter something has been done to the subject A letter was written by (Murthy, 2003:286). For example, A song is George sung by Anne. We can change active voice 3. The be form must be used into passive voice if the sentence is transitive sentence Basic Rules of Passive Voice There are some rules that must be according to the tenses of the verb Ex: - A letter was 4. Past Participle of the verb must be used Ex: - A letter was written understood. According to Murthy (2003:286) 5. Preposition by must be added said that there are six basic rules that must be Ex: - A letter was written by known in passive voice. 6. The subject must be made the object 1. A sentence can be separated into subject, verb, and object. George wrote a letter Ex: A letter was written by George Pattern of Passive Voice The pattern of passive voice can been in the following table. Table 2.1 Pattern of Passive Voice Tense Passive Voice Form Simple Present Tense Present Continuous Tense Present Perfect Tense Simple Past Tense Past Continuous Tense Past Perfect Tense Simple Future Tense Future Perfect Tense tobe (am/is/are) + past participle tobe (am/is/are) + being + past participle have/has + been + past participle tobe (was/were) + past participle tobe (was/were) + being + past participle had + been + past participle will/ shall + be + past participle will/shall + have been + past participle Source: Murthy, 1998:295 JSP FKIP UHN hal 137

66 Nurhayati Sitorus An Error Analysis of Sixth Semester. 3. RESEARCH METHODOLOGY 3.1 Research Design Research design is the planning process of the research or the procedures in collecting and analyzing the data. This research uses qualitative and quantitave research. The writer uses qualitative researh is to know the categories of errors probably made by the sixth semester English department students in changing active voice into passive voice and to describe the causes of errors. Whereas quantitative research is to know the percentages of errors that made by the sixth semester English Department students in changing active voice into passive voice and the category has more errors. 3.2 Population and Sample Population Population is defined as all members of any well-defined class or pople events or objects. According to Arikunto (2002:108) population is all the subjects of the research. The population of the research is the sixth semester English Department students of HKBP Nommensen University. They consist of five classes/groups Sample Sample is a portion of population that observed (Arikunto, 2002:109). The writer takes sample by using random technique. To take the sample, the writer conducts cluster sampling of the population by using shuffling. And the sample is group A that consist of 35 students. 3.3 Instrument of the Research In this research, the writer gives a test to the students to get the data. The test is about passive voice. In this case, the students are asked to change the active voice into passive voice. The data in this research is the result of the test or the students answer. The data is gotten from the sixth semester English Department students of HKBP Nommensen University. 3.4 Research Procedure To identify the problem of the research, the writer will do some steps or procedures in analyzing data. The steps or procedures consist of: 1. Reading the students answers. 2. Identifying the students errors. 3. Classifying the errors. 4. Finding causes of the errors or describing the errors 5. Counting the percentages of the errors JSP FKIP UHN hal 138

67 Nurhayati Sitorus An Error Analysis of Sixth Semester. Bungin (2005: ) says to count the errors in percentage, the analysis also uses the formula. The formula is: Where: n errors = 100% = stands for the percentages of fx = stands of the total frequency of the sub-categories errors N = stands for the total errors of all categories 4. ANALYSIS DATA AND FINDINGS 4.1 Categories of Errors After the writer corrected the students answer, the writer found that there is no student that answer all question correctly. Then, she analysis the data. The writer found that there are some errors that the students did. The errors consist of some categories. They are ommision, addition, misinformation, and misordering. It can be showed in the table below. Table 4.1 Categories of Error Ques Categories of Error Ques Categories of Error Ommis Add Misinform Misordering Ommis Add Misinform Misordering Sum this case, the writer takes the students Table 4.1 shows that the total erors that the students did 513 errors. They consist of 83 ommission, 29 addition, 297 misinformation, and 104 misordering. The errors were found from 30 questions. Here answer for the third and fourth question because in these questions are found four categories of errors. 1.(a) These plants every day Mila was water is the example of each errors category. In JSP FKIP UHN hal 139

68 Nurhayati Sitorus An Error Analysis of Sixth Semester. (b) These plants doesn t watered every day by Mila (c) These plants is not watered by Mila every day. (d) These plants are not be watered Every day by Mila. The third question is found that there are four categories of errors. Sentence (a) is misordering. Here, the student does not order the sentence based on the theory. According to Murthy (2003:286) said that there are six basic rules that must be known in passive voice. One of them is the object of the sentence must be turned into subject. In this case the student do not do it. So, the student answer is wrong. It should be These plants are not watered every day by Mila. Sentense (b) is misinformation. Here, the student is wrong to use tobe. In this sentence the student use auxiliary does. It should be tobe are. So, the correct sentence is These plants are not watered every day by Mila. Then, the category of error in sentence (c) is ommission. Based on Murthy (1998:295) said if the tense is present tense, the pattern of passive voice is tobe (am/is/are) + past participle (V3). But in this sentence, we must put not after tobe because it is negative sentence. In this case, the student does not put ed after the verb water. It should be watered. Then, the sentence (d) is addition. Dulay et. al. (1982: 156) said that the presence of an extra item which mustn't be present in a well formed utterance is characteristic for additions. Here, the student adds the word be before the verb watered. It should be deleted. 2.(a) The room wasn t clean by Gary (b) Garry was cleaned cleaned his room (c) The room is not clean by Garry. (d) His room is not be cleaned by Garry. The forth question is found that there are four categories of errors, namely misordering, misinformation, ommission, and addition. The sentence (a) is misinformation, where the student is wrong to put tobe was. It should be His room is not cleaned by Garry. It s caused the tense is present. Sentence (b) is misordering. Here, the student does not order the sentence based on the theory. According to Murthy (2003:286) said that there are six basic rules that must be known in passive voice. One of them is the object of the sentence must be turned into subject. In this case the student does not do it. So, the student answer is wrong. It should be His room is not cleaned by Garry. The next sentence (c) is ommission. Based on Murthy (1998:295) said if the tense is present tense, the JSP FKIP UHN hal 140

69 Nurhayati Sitorus An Error Analysis of Sixth Semester. pattern of passive voice is tobe (am/is/are) + past participle (V3). Here, the student does not put ed after the verb clean. It should be cleaned. Then, the sentence (d) is addition. Dulay et. al. (1982: 156) said that the presence of an extra item which mustn't be present in a well formed utterance is characteristic for additions. Here, the student add the word be before the verb cleaned. It should be deleted. 4.2 Percentage of Errors The percentage of each error can be seen in the following. Table 4.3 shows that the percentage of ommission is 16,18%, addition 5,65%, misinformation 57,90%, and misordering 20,27%. And the category has more error is misinformation (57,90%). In this case, the students do not understand how to use tobe, tense, the rule and the pattern of passive voice. 5. CONCLUSION AND SUGGESTION 5.1 Conclusion In this research, there are four categories of error, namely ommission, addition, misinformation, and misordering. The percentage of ommission is 16,18%, addition 5,65%, misinformation 57,90%, and misordering 20,27%. And the category has more error is misinformation (57,90%). In this case, the students do not understand how to use tobe, tense, the rule and the pattern of passive voice. 5.2 Suggestion The students do not understand how to change active voice into passive voice. They do not understand the rule, tense, and pattern of passive voice. So, English lecturers especially grammar lecturers are hoped to give more attention to the students in teaching grammar especially in teaching passive voice. REFERENCES Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rhineka Cipta Brown, H.D Principles of Language Learning and Teaching. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Bungin, H. Burhan Metodoligi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Crystal, David The Cambridge encyclopedia of language Cambridge: University Press. Dulay, Burt, Krashen Second Language Acquisition and Universal Grammar. New York: Oxford University Press. Ellis, Rod Second Language Acquisition. New York: Oxford University Press. JSP FKIP UHN hal 141

70 Nurhayati Sitorus An Error Analysis of Sixth Semester. Murthy, Jayanthi Dakshina Contemporary English Grammar. New Delhi: Book Palace Murthy, Jayanthi Dakshina Contemporary English Grammar. New Delhi: Book Palace Seaton, Anne Basic English Grammar for English Language Learners. United States: Saddleback educational Publishing Thomson, A.J A Practical English Grammar. London: Oxford University Press. Veit, Richard Discovering English Grammar. Boston: Houghton Miff. JSP FKIP UHN hal 142

71 Linda Septi Yanti Sianipar JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN Halaman MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAMES TOURNAMENT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PRODI EKONOMI FKIP-UHN T.A 2013/2014. Linda Septi Yanti Sianipar Jurusan Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas HKBP Nommensen ABSTRAK Masalah hasil belajar adalah suatu masalah yang sangat penting untuk penyelesaian permasalahan matematika, khususnya matakuliah Matematika Ekonomi. Untuk meningkatkan kemampuan hasil belajar mahasiswa yang selama ini masih rendah, diperlukan suatu desain model pembelajaran yang tepat. Untuk itulah penelitian ini akan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan hasil belajar mahasiswa Prodi Pendidikan ekonomi FKIP-UHN dengan cara mengajar mahasiswa dengan menggunakan model pembelajaran TEAM games tournamen yang telah didesain untuk meningkatkan hasil belajar. Penelitin ini dilaksanakan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen Medan. Waktu pelaksanaan penelitian adalah semester genap tahun ajaran 2013/2014, Dengan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program studi pendidikan ekonomi FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan. Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa prodi pendidikan ekonomi FKIP Universitas HKBP Nommensen yang mengikuti matakuliah Himpunan dan Logika sebanyak 3 kelas. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa peningkatan hasil belajar mahasiswa dari test awal, nilai rata-ratanya adalah 53,33 dan presentase ketuntasan 20 %, pada post test I nilai rata-rata mencapai 65,83 dan presentase ketuntasan 55,56 % kemudian pada post test II nilai rata-rata sudah mencapai 86,11 dan presentase ketuntasan mencapai 91,7%. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan Model pembelajaran Team Games Tournament dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada matakuliah Matematika Ekonomi. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan wadah mencerdaskan kehidupan bangsa, karena dengan melalui pendidikan dapat dibina sumberdaya manusia terdidik yang mampu menghadapi perkembangan zaman. Dengan demikian keberhasilan pelaksanaan pendidikan di suatu lembaga pendidikan merupakan hal yang paling menentukan keadaan sumberdaya manusia di masa yang akan datang. Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan untuk menjelaskan kegiatan pembelajaran. Perguruan tinggi mempunyai tugas untuk menyiapkan mahasiswa menjadi anggota atau warga masyarakat yang sesuai dengan cita-cita, harapan dan nilai-nilai yang dianut serta dijunjung tinggi oleh masyarakat. Di Fakultas keguruan Ilmu pendidikan khususnya Prodi Pendidikan Ekonomi ada beberapa matakuliah yang diajarkan, salah satu di antaranya matakuliah Matematika JSP FKIP UHN hal 143

72 Linda Septi Yanti Sianipar Model Pembelajaran TEAM Games. ekonomi. Matakuliah ini mengajarkan mahasiswa tentang bagaimana menjadi seorang guru yang dapat menggunakan strategi,metode dan model dalam proses pembelajaran yang dilakukan Oleh karena itu, tenaga pengajar harus mengajarkan matakuliah ini sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman,yang menuntut guru harus professional dibidangnya kepada mahasiswa dengan baik dan dapat menyesuaikan dengan metode yang digunakan agar mahasiswa tidak merasa bosan dalam mengikuti proses pembelajaran. Namun kenyataannya, sebagian besar mahasiswa memandang matakuliah Matematika ekonomi sebagai matakuliah yang bersifat konseptual dan teoritis. Akibatnya, ketika mengikuti pembelajaran Matematika ekonomi mahasiswa merasa cukup mendengarkan dan mencatat konsepkonsep dan teori-teori yang dijelaskan oleh dosen, tugas-tugas terstruktur yang diberikan dikerjakan secara tidak serius dan bila dikerjakan pun sekedar memenuhi formalitas. Kurangnya motivasi belajar mahasiswa pada pelajaran matakuliah memunculkan suatu permasalahan belajar karena dalam proses pembelajaran, Hasil belajar mahasiswa sangat besar pengaruhnya dalam menentukan tingkat pemahaman dan pencapaian pada tujuan pembelajaran. Mahasiswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan memiliki semangat belajar yang tinggi pula, sebaliknya mahasiswa yang motivasi belajarnya rendah kemungkinan besar akan rendah pula hasil belajar. Ciri-ciri mahasiswa yang memiliki motivasi ditandai dengan tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, menunjukkan minat dalam bermacammacam masalah, lebih senang bekerja mandiri, cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan hal yang diyakininya itu, senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal. Oleh karenanya, sudah menjadi tugas dan tanggung jawab guru agar memotivasi mahasiswa dalam kegiatan belajarnya, sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakan dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Dalam matakuliah Matematika ekonomi kurang mampu dalam menciptakan situasi belajar yang menarik, karena dosen masih menggunakan metode pembelajaran yang JSP FKIP UHN hal 144

73 Linda Septi Yanti Sianipar Model Pembelajaran TEAM Games. bersifat konvensional sehingga dalam pembelajaran terjadi proses pembelajaran yang monoton dan membosankan. Padahal dalam upaya peningkatan hasil belajar mahasiswa di perguruan tinggi, para dosen berkewajiban untuk dapat menciptakan kegiatan belajar yang mampu membangun kemampuan mahasiswa dalam memahami pelajaran agar tercapai Hasil belajar yang optimal, oleh karena itu dalam mendesain kegiatan belajar yang optimal diperlukan kecermatan dosen dalam memilih teori dan model pengajaran yang akan diterapkan. Tidak semua teori dan model pengajaran cocok untuk semua mata pelajaran yang diajarkan karena setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tersendiri. Dalam kegiatan pembelajaran, aktivitas belajar mahasiswa juga masih kurang dikarenakan tidak adanya gairah dalam mengikuti matakuliah. Kurikulum 2013 dituntun keaktifan mahasiswa dalam menggunakan model pembelajaran yang kooperatif maka Guru harus melibatkan mahasiswa secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga mahasiswa pasif bisa berkembang menjadi aktif,dan bukan hanya mendengarkan penjelasan guru saja dan mencatat hal-hal penting tapi dituntut mahasiswa bisa membentuk jejaring (Network) dalam matakuliah Matematika ekonomi. Selain itu, didalam proses pembelajaran dosen perlu memberikan penghargaan atau pujian kepada mahasiswa yang bisa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh dosen. Dengan situasi mahasiswa pasif maka semangat mahasiswa untuk belajar kurang termotivasi. Mahasiswa hanya cukup menghafal prosedur lalu menerapkan pada soal yang sesuai. Pembelajaran yang demikian belumlah menjadikan mahasiswa tertarik terhadap materi yang diajarkan. Berdasarkan gambaran permasalahan di atas, Matakuliah matematika ekonomi sebaiknya diajarkan dengan cara yang khusus. Pembelajaran tidak hanya menggunakan metode ceramah, karena akan membuat mahasiswa merasa bosan selama mempelajarinya. Salah satu strategi untuk menarik perhatian dan semangat mahasiswa dalam matakuliah ini adalah dengan menggunakan model pembelajaran Team Games Tournamen ( TGT ) yang dikembangka Robert Slavin,merupakan teknik belajar menggabungkan kelompok belajar dengan kompetisi tim,dan bisa digunakan untuk meningkatkan JSP FKIP UHN hal 145

74 Linda Septi Yanti Sianipar Model Pembelajaran TEAM Games. pembelajaran beragam fakta,konsep dan keterampilan (Melvin L. Silberman,2006). Menurut Mokhamad Basiran (2008:4) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok kecil. Dalam proses pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok mencari hasil yang menguntungkan kelompoknya, sehingga belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggotanya dalam kelompok tersebut. Slavin ( 2008: 4) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif. yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Model Pembelajaran TGT adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,melibatkan seluruh peserta didik tanpa melihat status,melibatkan peran tutor sebaya dan mengandung unsur permainan serta reinforcement.aktivitas belajar dengan permainan dirancang dalam pembelajaran kooperatif TGT memungkinkan peserta didik dapat belajar lebih rileks,disamping menumbuhkan tanggung jawab,kerjasama,persaingan sehat dan keterlibatan belajar (Kokom, 2010). Permainan di dalam TGT dapat berupa pertanyaan atau soal yang ditulis pada kartukartu yang diberi angka.tiap mahasiswa misalnya mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untukmemberi pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut.turnamen harus memungkinkan semua mahasiswa dari semua tingkat kemampuan ( kepandaian ) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya.penilai turnamen ini dapat berperan sebagai alternative atau dapat pula sebagai review materi perkuliahan. Isjoni (2009 : 83) Team Games Tournaments (TGT) sebagai salah satu bentuk pengembangan pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Melalui kegiatan kelompok baik diskusi maupun kerja kelompok mahasiswa dapat berbagai pengalaman dengan mahasiswa lainnya. Para mahasiswa JSP FKIP UHN hal 146

75 Linda Septi Yanti Sianipar Model Pembelajaran TEAM Games. menyadari bahwa kompetisi merupakan sesuatu yang selalu mereka dihadapi setiap saat, tetapi TGT memberikan mereka peraturan dan strategi untuk bersaing sebagai individu setelah menerima bantuan dari teman mereka. Mereka membangun ketergantungan atau kepercayaan dalam tim asal mereka yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk merasa percaya diri ketika bersaing dalam turnamen. Sehingga TGT ini memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks serta menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan. Model pembelajaran tipe TGT dikembangkan dalam usaha meningkatkan aktivitas bersama sejumlah mahasiswa dan hasil belajar selama kegiatan belajar mengajar. Menurut Robert E. Slavin (2010: ) model pembelajaran kooperatif tipe TGT menggunakan permainan akademik. Dalam turnamen, siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lainnya yang setara kemampuan akademik berdasarkan kinerja sebelumnya. Komponen-komponen dalam TGT menurut Robert E. Slavin (2010 : 163) meliputi: 1) presentasi kelas, Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi secara garis besar dengan pengajaran langsung ataupun dengan ceramah. Pada presentasi ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok; 2) kelompok (Tim), Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk dapat menjawab soal pada saat permainan dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar-lembar kegiatan atau meteri lainnya. Pembelajaran tim sering melibatkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada yang membuat kesalahan. Pada metode TGT ini, poin penting yang perlu ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya; 3) turnamen, Turnamen dilakukan pada akhir JSP FKIP UHN hal 147

76 Linda Septi Yanti Sianipar Model Pembelajaran TEAM Games. minggu, setelah guru menyelesaikan presentasi kelas dan tim-tim memperoleh kesempatan berlatih dengan LKS. Sistem kompetesi yang dilakukan berdasarkan aturan turnamen yaitu masing-masing siswa dikelompokkan sesuai dengan tingkat atau level kemampuan yang dimiliki siswa. Guru mengelompokkan siswa dalam sebuah tim turnamen dari kelompok asal yang berbeda. Tim turnamen dikompetisikan dengan cara mengerjakan soal ulangan dengan sistem penskoran dan hasil dari skor yang diperoleh dari nilai turnamen akan ditambahkan pada nilai kelompok asal.. Siswa dari masingmasing kelompok bertanding untuk menyumbangkan poin tertinggi bagi kelompoknya. Dalam turnamen ini, siswa yang memiliki kemampuan akademik sedang atau rendah dapat menjadi siswa yang mendapat poin tertinggi dalam kelompok turnamennya. Poin dari perolehan setiap anggota kelompok diakumulasikan dalam poin kelompok; 4) permainan, Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor yang memuat satu pertanyaan, kemudian kelompok yang berperan sebagai pemain mencoba menjawab pertanyan yang sesuai dengan nomor itu. Setelah pembaca memberikan jawaban, siswa disebelah kiri (penantang pertama) mempunyai kesempatan untuk menantang (memberi jawaban beda) atau lewat. Jika penantang pertama lewat dan penantang kedua mempunyai jawaban berbeda maka penantang kedua boleh memberi tantangan. Jika semua siswa telah menjawab, menantang atau lewat penantang kedua (sebelah kanan pembaca) mencocokkan jawabanya pada kunci jawaban yang sesuai dan membacanya keras-keras. Pemain yang menjawab benar dapat menyimpan kartu tersebut. Dan jika penantang pertama dan kedua salah dalam memberikan jawaban maka mereka mendapat hukuman yaitu harus mengembalikan kartu yang dimenangkan sebelumnya pada gurunya. Jika tidak ada yang menjawab benar, maka kartu dikembalikan pada gurunya. Untuk babak berikutnya semua pindah satu posisi ke kiri, dan penantang pertama giliran menjadi pembaca, penantang kedua menjadi penantang pertama dan pembaca menjadi penantang kedua. Psermainan berjalan terus JSP FKIP UHN hal 148

77 Linda Septi Yanti Sianipar Model Pembelajaran TEAM Games. sampai waktu yang ditentukan habis atau kartunya habis. Ketika permainan berakhir, pemain mencatat jumlah kartu yang dimenangkan pada lembar pencatat skor; dan 5) Penghargaan kelompok Penghargaan kelompok ditentukan oleh kinerja masingmasing anggotanya. Ada tingkat penghargaan diberikan berdasarkan pada skor tim rata-rata.alur penempatan peserta turnamen menurut Slavin (2008: 86) dapat dilihat pada diagram berikut: Pembelajaran dengan model TGT diharapkan menjadikan mahasiswa berani mengemukakan pendapatnya sehingga dalam kegiatan pembelajaran mahasiswa menjadi aktif serta mahasiswa dapat lebih menguasai materi dalam pembelajaran, semangat dan ada ketertarikan mahasiswa untuk mengikuti matakuliah Matematika ekonomi. Dari uraian di atas penulis ingin mengetahui apakah bahwa dengan menggunakan model Cooperative Learning Tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa, maka dari itu peneliti tertarik untuk mengangkat judul : Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) Pada Matakuliah Matematika ekonomi Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas HKBP Nommensen MedanTahun Ajaran 2013 / METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan kelas (PTK) yang mengarah upaya meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada matakuliah matematika ekonomi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT ( Team Games Tournament) pada stambuk 2012 semester IV program studi pendidikan ekonomi FKIP Universitas HKBP Nommensen Tahun Ajar 2013/2014. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa stambuk 2012 semester IV program studi pendidikan ekonomi FKIP JSP FKIP UHN hal 149

78 Linda Septi Yanti Sianipar Model Pembelajaran TEAM Games. Universitas HKBP Nommensen Medan Tahun Ajar 2013/2014 dan akan dilaksanakan pada Maret 2014 dan berakhir sampai Juni Subjek penelitian ini adalah mahasiswa stambuk 2012 semester IV program studi pendidikan ekonomi semester genap Tahun Ajar 2013/2014 yang berjumlah 36 mahasiswa yang terdiri dari 3 orang mahasiswa laki-laki dan 33 orang mahasiswa perempuan. Penentuan kelas ini diambil berdasarkan hasil pengamatan terhadap kelas yang akan diuji. Desain penelitian ini meliputi kegiatan pelaksanaan PTK yang disusun oleh Arikunto,dkk (2008:16) yang terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, tindakan atau pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Pelaksanaan penelitian ini direncanakan dalam 2 siklus. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar soal test dan lembar observasi. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament), maka peneliti melakukan pengumpulan data dengan menggunakan tes dan observasi. Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan model analisis data deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan ketuntasan hasil belajar. Dan yang dianalisis untuk mendeskripsikan ketuntasan belajar adalah posttest. Dimana penelitian ini lebih memperhatikan kualitas hasil dan keterkaitan antara kegiatan hasil belajar matematika ekonomi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament). HASIL PENELITIAN Pada pertemuan awal peneliti memberikan pretest kepada mahasiswa group A semester IV yang berjumlah 36 orang sebanyak 10 soal dalam bentuk pilihan berganda. Pretest ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal dalam menyelesaikan soal matakuliah matematika ekonomi. Tetapi dari hasil pretest JSP FKIP UHN hal 150

79 Linda Septi Yanti Sianipar Model Pembelajaran TEAM Games. mahasiswa tersebut diperoleh bahwa hasil belajar mahasiswa masih rendah dan mahasiswa tergolong belum mampu menguasai materi ajar Pendekatan Belajar Mengajar. Hal tersebut dapat dilihat dari kesalahan siswa menjawab soal-soal, dikarenakan siswa belum menguasai materi pembelajaran. Dapat dilihat bahwa kemampuan mahasiswa dalam menguasai materi ajar Pendekatan Belajar Mengajar masih sangat rendah, dengan nilai rata-rata kelas mencapai 5,33. Dari 36 siswa terdapat 80% atau 28 orang mahasiswa belum tuntas dan 20% atau 8 orang mahasiswa yang masuk dalam kategori tuntas belajar pada materi ajar. Untuk butir soal pada tabel pretest, mahasiswa yang tidak dapat menjawab soal ataupun salah paham dalam menjawab soal, anak diberikan skor 0. Sedangkan mahasiswa yang benar menjawab soal maka diberikan skor 1. Dari hasil pengamatan hasil belajar ataupun ketuntasan belajar dimulai dari tes awal, post test siklus I dan Post test siklus II, terlihat adanya peningkatan yang baik yang dicapai mahasiswa. Hal tersebut membuktikan hipotesis penelitian yaitu menggunakan Model Team Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada materi Pendekatan Belajar Mengajar. Pada penelitian ini, pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan Team Games Tournament dalam proses pembelajaran telah dilaksanakan secara optimal dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar mahasiswa dari mulai pretest sampai siklus II. Berdasarkan hasil analisis data pada pretest, siklus I dan siklus II dapat diuraikan pembahasan pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.4. Peningkatan Nilai Hasil Pretest, Siklus I dan Siklus II Pre Test Siklus I Siklus II JSP FKIP UHN hal 151

80 Linda Septi Yanti Sianipar Model Pembelajaran TEAM Games ,33 65,83 86, % 55,56% 91,7% Dari tabel diatas dapat dilihat peningkatan hasil belajar mahasiswa dari test awal, nilai rata-ratanya adalah 53,33 dan presentase ketuntasan 20 %, pada post test I nilai rata-rata mencapai 65,83 dan presentase ketuntasan 55,56 % kemudian pada post test II nilai rata-rata sudah mencapai 86,11 dan presentase ketuntasan mencapai 91,7%. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan Model pembelajaran Team Games Tournament pada matakuliah matematika ekonomi dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Untuk lebih jelasnya peningkatan hasil belajar mahasiswa dapat dilihat pada gambar diagram berikut ini : Grafik 1 Nilai Rata-rata Hasil Belajar Mahasiswa KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian pada pelaksanaan tindakan terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Team Games Tournament maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pada saat diberikan pretest diperoleh tingkat ketuntasan sebanyak 8 orang (20 %) sedangkan sebanyak 28 orang JSP FKIP UHN hal 152

81 Linda Septi Yanti Sianipar Model Pembelajaran TEAM Games. mahasiswa (80 %) mendapat nilai belum tuntas 2. Setelah melaksanakan siklus I dengan menerapakan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) diperoleh tingkat ketuntasan hasil belajar sebanyak 20 orang ( 55,56 %) sedangkan sebanyak 16 orang mahasiswa ( 44,44%) mendapat nilai belum tuntas. 3. Setelah melaksanakan siklus II dengan menerapkan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) diperoleh tingkat ketuntasan hasil belajar sebanyak 33 orang mahasiswa ( 91,7%) sedangkan sebanyak 3 orang mahasiswa (86,11%) yang mendapat nilai belum tuntas. 4. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I ditemukan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan Team Games Tournament (TGT) tergolong sudah cukup baik tetapi belum maksimal sedangkan pada siklus II kegiatan belajar mengajar meningkat sangat baik 5. Dengan demikian maka dapat hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa dapat di terima. Saran Dari kesimpulan penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut : 1. Model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) ini sekiranya dapat dijadikan alternatif bagi tenaga pengajar untuk menerapakannya pada matakuliah Strategi Pembelajaran Akuntansi untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa. 2. Kepada pengajar yang ingin menerapkan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) sebaiknya melibatkan mahasiswa secara langsung dalam proses belajar mengajar agar mereka dapat merasakan langsung manfaat yang dapat diambil dari kegiatan belajarnya. 3. Adanya kebiasaan tenaga pengajar yang kurang harmonis kepada mahasiswa dan kurangnya keterlibatan pengajar dalam mengubah prilaku belajar yang kurang demokratis, hal ini sangat diharapkan sekali kepada pengajar untuk dapat menguasai dan merubah perilaku yang kurang harmonis antara pengajar dan mahasiswa. 4. Bagi peneliti lain yang melakukan penelitian tindakan, sebaiknya melakukan penelitian secara tuntas dengan cara mengkombinasikan berbagai model JSP FKIP UHN hal 153

82 Linda Septi Yanti Sianipar Model Pembelajaran TEAM Games. pengajaran dengan memperhatikan materi ajar yang diajarkan DAFTAR PUSTAKA Agus, Suprijono, Cooperatve Learning. Surabaya :Pustaka Belajar Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara Daulay, Anwar Saleh Dasar- Dasar Ilmu Pendidikan. Bandung: Citapustaka Media. Dimyati, Mudijono, Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Hamalik Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Istarani, Model Pembelajaran Inovatif. Medan: ISCOM Medan. Isjoni, Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Kunandar, Guru Profesional Implementasi KTSP Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta : Rajawali Pers. Lie, Anita, Cooperative Learning : Memperaktikkan di ruang-ruang kelas. Jakarta : Grasindo. Sanjaya,Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana. Salim, Syahrum, Metodelogi Penelitian Kuantitatif. Bandung : Citapustaka Media. Slameto, Belajar Dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Renika Cipta.. Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Slavin, E Robert, Cooperative Learning : Teori, Riset, Dan Praktik. Bandung : Nusa Media, Sudijono,Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Sudjana, Nana Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Trianto, Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta : Bumi Aksara. Hamdani,2011.Strategi Belajar Mengajar.Bandung : CV. Pustaka Setia. JSP FKIP UHN hal 154

83 Parlindungan Sitorus JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN Halaman MODEL PEMBELAJARAN ARIAS DENGAN BERBASIS KONSEP DASAR FISIKA DALAM MATA KULIAH LISTRIK DAN MAGNET DI FKIP UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN TAHUN AJARAN 2014/ 2015 Parlindungan Sitorus Jurusan Pendidikan Fisika FKIP Universitas HKBP Nommensen Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah model pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, dan Satisfaction ) dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa program studi pendidikan fisika Universitas HKBP Nommensen Medan, pada mata kuliah Listrik dan Magnet dengan menggambil topik kapasitor dan rangkaiannya. Dari hasil perhitungan analisis regresi diperoleh persamaan regresinya: ŷ = 6,52 + 0,85X. Pada persamaan tersebut koefisien arah regresi atau b = 0,85 bertanda positif yang artinya kedua variabel mempunyai hubungan linear yang positif, perhitungan uji kelinearan regresi diperoleh Fhitung < Ftabel atau 0,398 < 2,45. Pada uji keberartian regresi diperoleh Fhitung > Ftabel atau 280,37 > 4,20. Berdasarkan hasil pengujian koefisien korelasi didapat r = 0,95 maka dapat disimpulkan bahwa kedua variabel termasuk dalam kategori hubungan yang sangat kuat.. Pada uji keberartian koefisien korelasi diperoleh thitung > ttabel atau 16,11 > 2,048 makaperhitungan koefisien determinasi diperoleh r2 = 91,15% yang artinya kemampuan mahasiswa terhadap pemecahan masalah dalam persoalan fisika dipengaruhi oleh model pembelajaran ARIAS berbasis konsep dasar sebesar 91,15% sedangkan sisanya 8,85% dipengaruhi oleh faktor lain. Perhitungan peningkatan hasil belajar mahasiswa prodi pendidikan fisika mengalami peningkatan, sebesar rata-rata sebesar 27,7 % Kata Kunci: Model Pembelajaran ARIAS, KonsepDasar,Hasil Belajar PENDAHULUAN Pendidikan bagi sebagian besar orang berarti membimbing anak sehingga menjadi dewasa atau juga membuat orang yang tidak tau menjadi tau. Hampir semua manusia bisa menulis dan membaca karena belajar disekolah atau ada yang memberitahu. Pendidikan juga merupakan jalan yang dapat menuntun manusia dalam arah,tujuan terutama dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan juga merupakan tolak ukur dan faktor pendorong kemajuan suatu bangsa. Setiap negara maju memberikan sikap dan kebijakan yang hampir sama dalam menyikapi hal ini dan menempatkan pendidikan dalam skala prioritas yang tinggi dalam pembangunan. Dalam hal ini, pendidikan ditempatkan sebagai wadah untuk menciptakan bangsa yang memiliki sumber daya manusia yang tinggi. Oleh karena itu pendidikan dan JSP FKIP UHN hal 155

84 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. lembaga pendidikan ditangani oleh orang orang yang benar profesional dan kompeten. Selain itu, banyak kebijakan yang dibuat untuk menunjang tercapainya keberlangsungan proses itu baik terhadap pendidik, lembaga pendidikan, peserta didik, masyarakat dan aspek lain yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Dengan demikian pendidikan ditempatkan sebagai salah satu sistem dimana setiap bagian terkait satu sama lain dan memiliki perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, kontrol, evaluasi dan juga tujuan yang akan dicapai. Model pembelajaran sudah banyak yang dikembangkan oleh ahli pendidikan, misalnya model kooperatif, mind map dan lain sebagainya, model ini berfungsi untuk mempermudah siswa memahami materi. Model pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru/dosen dalam proses pembelajaran agar tercapainya tujuan pembelajaran. Suatu kegiatan pembelajaran di kelas disebut model pembelajaran jika :1) Kajian Ilmiah dari penentu atau ahlinya. 2) Adanya tujuan. 3) Adanya tingkah laku yang spesifik. 4)Adanya kondisi spesifik yang diperlukan agar tindakan atau kegiatan pembelajaran tersebut dapat berlangsung. Menurut Uno dalam Hamzah (2011:6) menyatakan bahwa pemilihan strategi pembelajaran yang tepat sangatlah penting. Artinya dibutuhkan kreativitas dan keterampilan guru/dosen dalam memilih dan menggunakan strategi pembelajaran, yaitu yang disusun berdasarkan karateristik peserta didik dan sesuai kondisi yang diharapkan. Model pembelajaran ARIAS dikembangkan sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan oleh guru/dosen sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Model pembelajaran ARIAS berisi lima komponen yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran yaitu Assurance, Relevance, Interest, Assessment, dan Satisfaction yang dikembangkan berdasarkan teori-teori belajar. Model ini sudah dicobakan di dua sekolah yang berbeda yaitu salah satu SD negeri di Kota Palembang (percobaan pertama) dan satu SD negeri di Sekayu, Kabupaten Musi Banyu Asin (percobaan kedua). Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil percobaan tersebut model pembelajaran ARIAS dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran JSP FKIP UHN hal 156

85 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata (1982: 27) yang termasuk faktor internal adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya kecerdasan motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif), sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah faktor lingkungan dan instrumental (misalnya guru, kurikulum, dan model pembelajaran). Bloom (1982: 11) mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran adalah kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini menyangkut model pembelajaran yang digunakan. Sering ditemukan di lapangan bahwa guru menguasai materi suatu subjek dengan baik tetapi tidak dapat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik. Hal itu terjadi karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada model pembelajaran tertentu sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Timbul pertanyaan apakah mungkin dikembangkan suatu model pembelajaran yang sederhana, sistematik, bermakna dan dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik sehingga dapat membantu meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar. Berkenaan dengan hal itu, maka dengan memperhatikan berbagai konsep dan teori belajar dikembangkanlah suatu model pembelajaran yang disebut dengan model pembelajaran ARIAS. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa, telah dicobakan pada sejumlah siswa di dua sekolah yang berbeda. Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa model pembelajaran ARIAS memberi pengaruh yang positif terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, model pembelajaran ARIAS ini dapat digunakan oleh para guru sebagai dasar melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan baik, dan sebagai suatu alternatif dalam usaha meningkatkan motivasi berprestasi dan hasil belajar siswa. Tujuan percobaan lapangan ini untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran ARIAS terhadap motivasi berprestasi dan hasil belajar. Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah penelitian ini hanya akan membahas JSP FKIP UHN hal 157

86 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. penerapan model pembelajaran ARIAS dengan berbasis konsep dasar fisika dalam mata kuliah listrik dan magnet di FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan Tahun Ajaran 2014/ Perlakuan akan dilakukan sekaligus pada kelas yang sama, waktu yang berbeda dan materi pokok bahasan yang berbeda, mengingat jumlah kelasnya hanya satu. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana peningkatan kemampuan pemahaman konsep dasar fisika mahasiswa yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam listrik dan magnet? 2) Bagaimana hasil belajar mahasiswa yang diajarkan dengan menggunakan model ARIAS berbasis konsep dasar fisika? Tujuan dari Penelitian ini adalah 1) Mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep dasar fisika bagi mahasiswa program studi pendidikan fisika. 2) Mengetahui hasil belajar mahasiswa yang diajarkan dengan menggunakan model ARIAS berbasis konsep dasar fisika dalam mata kuliah listrik dan magnet. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu merupakan hasil belajar (Hudojo, 1988). Artinya perubahan setelah belajar itu dapat dilihat dari prestasi belajar yang dihasilkan oleh mahasiswa, dalam menjawab pertanyaan atau persoalan yang ada serta menyelesaikan tugas yang diberikan guru /dosen. Belajar fisika adalah suatu proses psikologis berupa kegiatan aktif dalam upaya seseorang untuk mengonstruksi, memahami atau menguasai dan menggambarkan serta menggunakan konsep dasar fisika agar tercapai tujuan belajar. Artinya konsepkonsep yang ada dalam ilmu pengetahuan tidak boleh dipindahkan langsung dari guru ke mahasiswa sebab di dalamnya mengandung proses abstraksi, dimana mahasiswa harus dilibatkan dalam proses penemuan konsep. Mahasiswa dituntut memahami konsep paling dasar dalam fisika, mengaplikasikannya, mencari hubunganhubungan membentuk konsep. Pembelajaran a akan lebih efektif bila dosen dapat menerapkan model mengajar, pendekatan mengajar, dan media mengajar itu mengikut sertakan mahasiswa secara aktif dalam menemukan pengetahuan sehingga pengetahuan yang di peroleh itu menjadi bermakna. Model pembelajaran ARIAS merupakan modifikasi dari model ARCS. Model ARCS ( Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan JSP FKIP UHN hal 158

87 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. oleh Keller dan Kopp, sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari dua komponen tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction dengan akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: ). Model pembelajaran ini menarik karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987: 11-14). Namun demikian, pada model pembelajaran ini tidak ada evaluasi ( assessment), padahal evaluasi merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembelajaran. Evaluasi yang dilaksanakan tidak hanya pada akhir kegiatan pembelajaran tetapi perlu dilaksanakan selama proses kegiatan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar yang diperoleh siswa. Evaluasi yang dilaksanakan selama proses pembelajaran menurut Saunders,seperti yang dikutip Beard dan Senior dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Mengingat pentingnya evaluasi, maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menambahkan komponen evaluasi pada model pembelajaran tersebut. Dengan modifikasi tersebut, model pembelajaran yang digunakan mengandung lima komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (relevansi); confidence (percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment (evaluasi). Modifikasi juga dilakukan dengan penggantian nama confidence menjadi assurance, dan attention menjadi interest. Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance, karena kata assurance sinonim dengan kata selfconfidence (Morris, 1981: 80). Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak hanya percaya bahwa siswa akan mampu dan berhasil, melainkan juga sangat penting menanamkan rasa percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat berhasil. Demikian juga penggantian kata attention menjadi interest, karena pada kata interest (minat) sudah terkandung pengertian attention (perhatian). Dengan kata interest tidak hanya sekedar menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan JSP FKIP UHN hal 159

88 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. melainkan tetap memelihara minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Untuk memperoleh akronim yang lebih baik dan lebih bermakna maka urutannya pun dimodifikasi menjadi assurance, relevance, interest, assessment dan satisfaction. Makna dari modifikasi ini adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran ada relevansinya dengan kehidupan siswa, berusaha menarik dan memelihara minat/perhatian siswa. Kemudian diadakan evaluasi dan menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement). Dengan mengambil huruf awal dari masing-masing komponen menghasilkan kata ARIAS sebagai akronim. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sudah dimodifikasi ini disebut model pembelajaran ARIAS. Seperti yang telah dikemukakan model pembelajaran ARIAS terdiri dari lima komponen (assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction) yang disusun berdasarkan teori belajar. Kelima komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Deskripsi singkat masingmasing komponen dan beberapa contoh yang dapat dilakukan untuk membangkitkan dan meningkatkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut. Komponen pertama model pembelajaran ARIAS adalah assurance (percaya diri), yaitu berhubungan dengan sikap percaya, yakin akan berhasil atau yang berhubungan dengan harapan untuk berhasil (Keller, 1987: 2-9). Menurut Bandura seperti dikutip oleh Gagne dan Driscoll (1988: 70) seseorang y ang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimana pun kemampuan yang ia miliki. Sikap di mana seseorang merasa yakin, percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi mereka bertingkah laku untuk mencapai keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang, sehingga perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Sikap percaya, yakin atau harapan akan berhasil mendorong individu bertingkah laku untuk mencapai suatu keberhasilan (Petri, 1986: 218). Siswa yang memiliki sikap percaya diri memiliki penilaian positif tentang dirinya cenderung menampilkan prestasi yang baik secara terus menerus (Prayitno, 1989: 42). Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan JSP FKIP UHN hal 160

89 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap percaya diri adalah: Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta menanamkan pada siswa gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang yang terkenal dalam suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video atau potret seseorang yang telah berhasil (sebagai model), misalnya merupakan salah satu cara menanamkan gambaran positif terhadap diri sendiri dan kepada siswa. Menurut Martin dan Briggs (1986: ) penggunaan model seseorang yang berhasil dapat mengubah sikap dan tingkah laku individu mendapat dukungan luas dari para ahli. Menggunakan seseorang sebagai model untuk menanamkan sikap percaya diri menurut Bandura seperti dikutip Gagne dan Briggs (1979: 8 ) sudah dilakukan secara luas di sekolah-sekolah. Menggunakan suatu patokan, standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kamu tentu dapat menjawab pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku). Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai dengan kemampuan siswa (misalnya memberi tugas kepada siswa dimulai dari yang mudah berangsur sampai ke tugas yang sukar). Menyajikan materi secara bertahap sesuai dengan urutan dan tingkat kesukarannya menurut Keller dan Dodge seperti dikutip Reigeluth dan Curtis dalam Gagne (1987: ) merupakan salah satu usaha menanamkan rasa percaya diri pada siswa. Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam belajar dan melatih suatu keterampilan. JSP FKIP UHN hal 161

90 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. Komponen kedua model pembelajaran ARIAS, relevance, yaitu berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karir sekarang atau yang akan datang (Keller, 1987: 2 9). Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. Siswa akan terdorong mempelajari sesuatu kalau apa yang akan dipelajari ada relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki arah tujuan, dan sasaran yang jelas serta ada manfaat dan relevan dengan kehidupan akan mendorong individu untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan tujuan yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman apa yang akan didapat. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali (Gagne dan Driscoll, 1988: 140). Dalam kegiatan pembelajaran, para guru perlu memperhatikan unsur relevansi ini. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam pembelajaran adalah: 1) Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan memberikan harapan yang jelas (konkrit) pada siswa dan mendorong mereka untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka. 2) Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang. 3) Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan pengalaman nyata atau nilainilai yang dimiliki siswa. Bahasa yang jelas yaitu bahasa yang dimengerti oleh siswa. Pengalaman nyata atau pengalaman yang langsung dialami siswa dapat menjembataninya ke hal-hal baru. Pengalaman selain memberi keasyikan bagi siswa, juga diperlukan secara esensial sebagai jembatan mengarah kepada titik tolak yang sama dalam melibatkan siswa secara mental, emosional, sosial dan fisik, sekaligus merupakan usaha JSP FKIP UHN hal 162

91 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. melihat lingkup permasalahan yang sedang dibicarakan (Semiawan, 1991). 4) Menggunakan berbagai alternatif strategi dan media pembelajaran yang cocok untuk pencapaian tujuan. Dengan demikian dimungkinkan menggunakan bermacam-macam strategi dan/atau media pembelajaran pada setiap kegiatan pembelajaran. Komponen ketiga model pembelajaran ARIAS, interest, adalah yang berhubungan dengan minat/perhatian siswa. Menurut Woodruff seperti dikutip oleh Callahan (1966: 23) bahwa sesungguhnya belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian. Keller seperti dikutip Reigeluth (1987: ) menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran minat/perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Herndon (1987:11-14) menunjukkan bahwa adanya minat/perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa melanjutkan tugasnya. Siswa akan kembali mengerjakan sesuatu yang menarik sesuai dengan minat/perhatian mereka. Membangkitkan dan memelihara minat/perhatian merupakan usaha menumbuhkan keingintahuan siswa yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Minat/perhatian merupakan alat yang sangat berguna dalam usaha mempengaruhi hasil belajar siswa. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk membangkitkan dan menjaga minat/perhatian siswa antara lain adalah: Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang lain/aneh yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran, misalnya para siswa diajak diskusi untuk memilih topik yang akan dibicarakan, mengajukan pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu dipecahkan. Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser seperti dikutip Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke humor, dari cepat ke lambat, dari suara keras JSP FKIP UHN hal 163

92 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar. Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti demonstrasi dan simulasi yang menurut Gagne dan Briggs (1979: 157) dapat dilakukan untuk menarik minat/perhatian siswa. Komponen keempat model pembelajaran ARIAS adalah assessment, yaitu yang berhubungan dengan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan suatu bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid (Lef rancois, 1982: 336). Bagi guru menurut Deale seperti dikutip Lefrancois (1982: 336) evaluasi merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi berprestasi (Hopkins dan A ntes, 1990:31). Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai. Apakah siswa telah memiliki kemampuan seperti yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran (Gagne dan Briggs, 1979:157). Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau evaluasi diri. Evaluasi diri dilakukan oleh siswa terhadap diri mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal ini akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Mereka akan merasa malu kalau kelemahan dan kekurangan yang dimiliki diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan keberhasilannya (Soekamto, 1994). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Martin dan Briggs seperti dikutip Bohlin (1987: 11 14) bahwa evaluasi diri secara luas sangat membantu dalam pengembangan belajar atas inisiatif sendiri. Dengan demikian, evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang ingin mereka capai. Ini juga sesuai dengan apa yang dikemukakan Morton dan Macbeth seperti dikutip Beard dan Senior (1980: 76) bahwa evaluasi diri dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, untuk mempengaruhi hasil belajar siswa evaluasi JSP FKIP UHN hal 164

93 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. perlu dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan evaluasi antara lain adalah: Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa. Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera menginformasikan hasil evaluasi kepada siswa. Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri. Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman. Komponen kelima model pembelajaran ARIAS adalah satisfaction yaitu yang berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi.menurut Keller berdasarkan teori kebanggaan, rasa puas dapat timbul dari dalam diri individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik di mana individu merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan, mencapai atau mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik (Keller dan Kopp, 1987: 2-9). Seseorang merasa bangga dan puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat verbal maupun nonverbal dari orang lain atau lingkungan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini adalah semester ganjil tahun ajaran 2014/2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program studi pendidikan Fisika FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan. Sedangkan sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa prodi pendidikan fisika FKIP Universitas HKBP Nommensen yang mengikuti/ mengambil mata kuliah listrik dan magnet yang terdiri dari satu kelas. Jenis penelitian ini adalah eksperimen, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari desain model pembelajaran aktif berbasis bahan ajar JSP FKIP UHN hal 165

94 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. yang dikenakan pada subjek yaitu mahasiswa. Desain penelitian ini menggunakan eksperimen pretes dan postes yang dapat digambarkan sebagai berikut : A O 1 X O 2 Keterangan : A : Kelas sampel O 1 : Tes awal (pre test) O 2 : Tes akhir (post test) X : Pembelajaran dengan model ARIAS Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisisis inferensial. Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Jika hasil uji normalitas menghasilkan data yang berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji linieritas regresi dimana analisis regresi berguna untuk mendapatkan hubungan fungsional antara dua variabel atau lebih atau mendapatkan pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. Jika kedua variabel mempunyai hubungan yang linier maka persamaan regresi liniernya yaitu: Ŷ = a + bx (Sudjana 2005:312) Setelah dilakukan uji linieritas regresi dan diperoleh adanya hubungan fungsional antara dua variabel atau lebih maka dilanjut dengan uji regresi linier yang Untuk menentukan ada tidaknya hubungan yang berarti antara variabel bebas X dengan variabel terikat Y dilakukan uji signifikan 2 S regresi dengan rumus: Fhitung 2 S (Sudjana 2005:355). Setelah dilakukan uji regresi linier dan diperoleh adanya hubungan keberartian antara variabel bebas dan variabel terikat maka dilanjut dengan uji koefisien korelasi mengetahui kekuatan hubungan antara variabel bebas X dengan variabel terikat Y dengan menggunakan rumus product moment: r XY { N X N XY ( X )( Y ) 2 2 ( X ) }{ N Y 2 reg res ( Y ) (Sudjana 2005:369) Selanjutnya dilakukan Pengujian hipotesis statistik dengan langkah pertama membuat suatu hipotesis: H o :Tidak terdapat hubungan yang berarti (signifikan) antara variabel X terhadap variabel Y model pembelajaran ARIAS terhadap peningkatan hasil belajar mahasiswa. H a :Ada hubungan yang berarti (signifikan) variabel X terhadap variabel Y model pembelajaran ARIAS terhadap peningkatan hasil belajar mahasiswa. 2 } JSP FKIP UHN hal 166

95 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. HASIL PENELITIAN Berdasarkan perhitungan hasil pre tes dan pos tes diperoleh rata-rata hasil belajar pemecahan masalah fisika mahasiswa sebesar 74,67 untuk pre tes dengan nilai terendah 55 dan nilai tertinggi 90, sedangkan hasil pos tes diperoleh rataratanya sebesar 80,43 dengan nilai terendah = 64 dan nilai tertinggi = 100 artinya bahwa pelaksanaan model pembelajaran ARIAS berbasis konsep dasar termasuk dalam kategori baik untuk digunakan dalam pembelajaran yang memerlukan perhitungan. Dari hasil perhitungan analisis regresi diperoleh persamaan regresinya: ŷ = 6,52 + 0,85X. Pada persamaan tersebut koefisien arah regresi atau b = 0,85 bertanda positif yang artinya kedua variabel mempunyai hubungan linear yang positif. Atau setiap kenaikan model pembelajaran ARIAS berbasis konsep dasar sebesar 1 satuan akan meningkatkan pemahaman konsep dasar fisika 0,85 satuan. Dari hasil perhitungan uji kelinearan regresi diperoleh F hitung < F tabel atau 0,398 < 2,45 artinya terdapat hubungan yang linear dan berarti antara model pembelajaran ARIAS berbasis konsep dasar terhadap peningkatan hasil belajar dan kemampuan mahasiswa menyelesaikan masalah fisika dalam perkuliahan seharihari. Pada uji keberartian regresi diperoleh F hitung > F tabel atau 280,37 > 4,20 maka H a diterima dan H 0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara model pembelajaran ARIAS terhadap peningkatan hasil belajar mahasiswa program studi pendidikan fisika dalam topik listrik dan magnet. Berdasarkan hasil pengujian koefisien korelasi didapat r = 0,95 maka dapat disimpulkan bahwa kedua variabel termasuk dalam kategori hubungan yang sangat kuat. Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan yang sangat kuat antara model pembelajaran ARIAS terhadap peningkatan hasil belajar mahasiswa program studi pendidikan fisika dalam topik listrik dan magnet. Pada uji keberartian koefisien korelasi diperoleh t hitung > t tabel atau 16,11 > 2,048 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat dan berarti. Kemudian dari hasil perhitungan koefisien determinasi diperoleh r 2 = 91,15% yang artinya kemampuan mahasiswa terhadap pemecahan masalah dalam persoalan fisika dipengaruhi oleh model pembelajaran ARIAS berbasis konsep dasar sebesar 91,15% sedangkan sisanya 8,85% dipengaruhi oleh faktor lain. JSP FKIP UHN hal 167

96 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. Dan perhitungan peningkatan hasil belajar mahasiswa prodi pendidikan fisika mengalami peningkatan, sebesar rata-rata sebesar 27,7 % KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Metode ARIAS berbasis konsep dasar dapat meningkatkan keberhasilan mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahan fisika dalam perkuliahan, karena secara rata-rata meningkat 27,7 %. 2. Perhtungan hasil pre tes dan pos tes diperoleh rata-rata hasil belajar pemecahan masalah fisika mahasiswa sebesar 74,67 untuk pre tes dengan nilai terendah 55 dan nilai tertinggi 90, sedangkan hasil pos tes diperoleh rata-ratanya sebesar 80,43 dengan nilai terendah = 64 dan nilai tertinggi = 100 artinya bahwa pelaksanaan model pembelajaran ARIAS berbasis konsep dasar termasuk dalam kategori baik untuk digunakan dalam pembelajaran yang memerlukan perhitungan. 3. Dari hasil perhitungan analisis regresi diperoleh persamaan regresinya: ŷ = 6,52 + 0,85X. Pada persamaan tersebut koefisien arah regresi atau b = 0,85 bertanda positif yang artinya kedua variabel mempunyai hubungan linear yang positif. Atau setiap kenaikan model pembelajaran ARIAS berbasis konsep dasar sebesar 1 satuan akan meningkatkan pemahaman konsep fisika 0,85 satuan. Saran Untuk penelitian selanjutnya diharapkan melakukan penelitian model pembelajaran ARIAS melakukan penilaian terhadap keaktifan mahasiswa, meliputi menjawab pertanyaan, mengajukan petanyaan, menulis dan mencatat, bersemangat, melakukan pergerakan, dan penelitian dilakukan lebih dari satu siklus. DAFTAR PUSTAKA Amri, Sofan Pengembangan dan Model Pembelajaran Dalam Kurikulum Jakarta : Penerbit PT. Prestasi Pustakaraya. Arikunto, Suharsini,2009.Metode Penelitian dengan Pendekatan Praktis, Remaja Rosdakarya: Bandung. Arikunto S Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara JSP FKIP UHN hal 168

97 Parlindungan Sitorus Model Pembelajaran Arias. Atmadi, A Transformasi Pendidika. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Dimyati dan Mudjiono Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. DJamarah,B.H dan Zain.A(2010), Strategi Belajar Mengajar,P.P. Rineka Cipta,Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional Rancangan Peraturan pemerintah (RPP)Tentang Guru.Balitbang,Depdiknas: Jakarta. Gultom,Syawal Kompetensi dan Profesionalisme Guru dan Dosen.Prosiding Nopember Jalal,Faisal dan Zamroni,2006. Profesionalisme Guru. Prosiding Nopembenr Martinis, Yamin H 2006, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. gaung Persada Press:Jakarta. Mulyasa,E Standard Kompetensi dan Sertifikasi Guru. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. Peraturan Pemerintah Republik Indoinesia Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.Depdiknas : Jakarta. Samana,A Profesionalisme Keguruan. Kanisius :Yogyakarta. Singarimbun,M. Metode Penelitian survey. P.T Pustaka LP3ES: Jakarta. Slameto.Belajar dan faktor faktor yang mempengaruhi Belajar. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung. Sudjana. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Sinar Baru.Bandung. Suryabarata, Sumadi Metodologi Penelitian.PT Radja Grafindo Persada:Jakarta. Syah,Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan pendekatan baru, Remaja Rosdakarya Bandung. Tilaar,H.A.R Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Rineka Cipta Jakarta. JSP FKIP UHN hal 169

98 Adi Suarman Situmorang JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN Halaman METODE PEMBELAJARAN JOHN DEWEY TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MAHASISWA Adi Suarman Situmorang Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas HKBP Nommensen ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan adalah One-Group-Pretest-Postest. Populasi dari penelitian ini adalah 3 kelas yaitu 135 Mahasiswa Prodi Matematika FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan. Subjek dalam penelitian ini adalah 30 orang mahasiswa yang diperoleh dengan teknik Cluster Random Sampling pada grup B. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah efektifitas metode pembelajaran John Dewey efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa berdasarkan ketuntasan belajar,aktifitas proses pembelajaran dan peningkatan kemampuan belajar mahasiswa. Pada tahap awal sebelum diberi perlakuan, terlebih dahulu dilakukan pretest. Nilai rata-rata pretest adalah 61,36 terdapat 12 mahasiswa yang tuntas belajar dan 18 orang tidak tuntas belajar maka diperoleh persentase ketuntasan klasikal mahasiswa mencapai 40 % dan standart deviasi 10,84. Dengan L hitung < L tabel yaitu 0,138 < 0,161. Jadi,data pretest berdistribusi normal. Nilai rata-rata hasil observasi pada kelas eksperimen 64,83 dan hasil analisis data observasi pada kelas eksperimen diperoleh L hitung = 0,091 L tabel =0,161 ataul hitung < L tabel sehingga disimpulkan data observasi kelas eksperimen berdistribusi normal. Dari observasi diperoleh 13 mahasiswa keaktifannya sangat tinggi,10 mahasiswa keaktifannya tinggi dan 7 mahasiswa keaktifannya sedang. Nilai rata-rata posttest 77,65 terdapat 25 orang mahasiswa yang tuntas belajar sedangkan 5 mahasiswa tidak tuntas dengan standart deviasi 13,28. L hitung = 0,112 dengan L tabel =0,161 karena L hitung < L tabel maka data posttest berdistribusi normal. Oleh karena data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji T. Dari uji T diperoleh t hitung = 19,39, t tabel = 2,045 karena t hitung > t tabel maka ada peningkatan kemampuan belajar mahasiswa dengan menggunakan metode pembelajaran John Dewey. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran John Dewey efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa. Kata Kunci : Metode Pembelajaran John Dewey, Kemampuan Pemecahan Masalah. PENDAHULUAN Pendidikan adalah proses perubahan manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu,dari tidak bisa menjadi bisa,dari yang tidak paham menjadi paham sehingga mampu menjadi manusia yang berkualitas dan berpotensi. Pembangunan di bidang pendidikan merupakan suatu upaya untuk JSP FKIP UHN hal 170

99 Adi Suarman Situmorang Metode Pembelajaran John Dewey. mewujudkan sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan pendidikan di Indonesia sekurang-kurangnya menggunakan empat strategi dasar, yaitu : 1) Pemerataan kesempatan untuk memproleh pendidikan. 2) Relevansi.3) Peningkatan Kualitas. 4) Efisiensi. Secara umum srategi ini dapat dibagi menjadi dua dimensi yaitu peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan. Pembangunan peningkatan mutu diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktivitas pendidikan. Pemerataan pendidikan diharapkan dapat memberikan kesempatan yang sama dalam memproleh pendidikan bagi semua usia sekolah (Soekidjo, 2003). Adapun pengertian Pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 yaitu Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat bangsa dan negara. Sedangkan pengertian Pendidikan menurut para ahli yaitu Soekidjo ( 2003:16 ) menjelaskan bahwa pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. John Dewey mengemukaan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan sosial. Proses pendidikan dilakukan tentunya memiliki tujuan dan tujuan pendidikan sering bersifat sangat umum,seperti menjadi manusia yang baik, bertanggung jawab, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negara. Namun pada kenyataannya tujuan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di indonesia masih rendah, rendahnya mutu pendidikan ini diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah rendahnya kualitas pendidik atau pengajar, kurangnya sarana dan prasarana belajar, kurang relevannya kurikulum yang dibuat pemerintah khususnya untuk daerah terpencil atau daerah pedesaan, kurang pedulinya otangtua siswa terhadap JSP FKIP UHN hal 171

100 Adi Suarman Situmorang Metode Pembelajaran John Dewey. pendidikan anaknya khusunya didaerah pedesaan, siswa kurang motivasi dalam belajar, adanya dampak buruk dari alat elektronik seperti TV dan Play Station atau game (Nurhayati, 2010). Pendidikan perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah, masyarakat dan keluarga sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam pengelolaan pendidikan. Maka dari itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkakan mutu pendidikan menurut Hadis dan Nurhayati ( 2010:3) yaitu : 1. Perubahan kurikulum belajar. Kurikulum merupakan dasar atau jadwal pendidikan yang akan diajarkan guru kepada siswa. Perubahan kurikulum ini harus dipertimbangkan dengan matang agar guru dan siswa dapat melaksanakannya dengan baik. 2. Peningkatan mutu guru. Peningkatan guru bisa dilakukan dengan penyeleksian guru pendidik sebelum mereka mengajar pada suatu sekolah. Dengan adanya seleksi yang tepat ini diharapkan guru benar-benar merupakan tenaga pilihan yang bisa membimbing siswa dengan baik. 3. Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pada intinya bantuan ini dirancang pemerintah untuk membantu sekolah yang tidak mampu agar bisa menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang layak dan dibutuhkan siswa. 4. Sarana dan Prasarana pendidikan yang maju dan layak. Bila pendidikan di negara kita ingin maju maka sarana dan prasarana dari pendidikan tersebut harus ditingkatkan lebih baik lagi. 5. Pemerataan Pendidikan. Pendidikan tidak hanya untuk mereka yang dikota namun didaerah terpencil juga harus mendapatkan pendidikan yang layak. Sebenarnya sudah banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya kualitas pendidikan matematika di sekolah, namun usaha yang dilakukan oleh pemerintah belum menampakkan hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari proses pembelajarannya maupun dari hasil prestasi belajar siswanya. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang bari secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dalam lingkungannya (Slameto, 2013:2). Dengan kata lain, belajar sebagai kebutuhan JSP FKIP UHN hal 172

101 Adi Suarman Situmorang Metode Pembelajaran John Dewey. vital karena semakin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan berbagai perubahan yang melanda segenap aspek kehidupan dan penghidupan manusia. Seseorang dikatakan telah belajar, apabila terjadi perubahan tertentu, misalnya dari tidak dapat mengetik menjadi dapat mengetik. Tidak semua perubahan yang terjadi pada diri seseorang karena belajar. Misalnya, seorang anak yang tidak dapat tengkurap menjadi dapat tengkurap, dari tidak dapat berdiri menjadi dapat berdiri. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh siswa mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat sekolah menengah bahkan sampai ke perguruan tinggi karena matematika dapat meningkatkan pengetahuan siswa dalam berpikir secara logis, rasional, kritis, cermat, efektif, efisien. Sehingga dapat kita katakana bahwa Pembelajaran Matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah penggunaan metode matematika yang sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan, tingkat perkembangan intelektual siswa, prinsip dan teori belajar, keterlibatan siswa secara aktif, keterkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari, pengembangan dan pemahaman penalaran matematis (Situmorang, A.S. 2014). Peranan matematika sangat penting sekali di dalam dunia pendidikan karena matematika digunakan secara luas dalam segala bidang kehidupan manusia yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Ada banyak alasan tentang pentingnya matematika, sebagaimana menurut Cockroft ( dalam Abdurrahman 2009:253) juga mengatakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena: 1. Selalu digunakan di dalam kehidupan. 2. Semua bidang studi memerlukan keteramilan maematika yang sesuai. 3. Merupakan sarana komunikasi yang kuat,singkat dan jelas. 4. Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara. JSP FKIP UHN hal 173

102 Adi Suarman Situmorang Metode Pembelajaran John Dewey. 5. Menungkatkan kemamuan berikir logis,ketelitian,dan kesadaran keruangan. 6. Memberikan kepuasan terhada usaha memecahkan masalah yang menantang. Pada kenyatannya peranan matematika untuk meningkatkan kemampuan siswa masih rendah. Rendahnya kemampuan siswa dikarenakan rendahnya minat siswa untuk belajar matematika. Siswa selalu berasumsi bahwa pelajaran matematika merupakan salah satu pelajaran yang cukup menyulitkan, tidak menyenangkan, membosankan bagi siswa yang tidak minat belajar matematika dan siswa takut terhadap guru matematika, apalagi siswa selalu beranggapan bahwa guru matematika itu kejam atau killer, jarang ada yang tampil mengajar dengan muka senyum. Sehingga siswa merasa senang sekali kalau guru matematika tidak masuk mengajar. Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan matematika dianggap pelajaran sulit, diantarnya adalah karakteristik matematika yang bersifat abstrak, logis, sistematis, dan penuh dengan lambang-lambang dan rumus yang membingungkan. Selain itu, beberapa siswa tidak menyukai matematika karena matematika penuh dengan hitungan dan miskin komunikasi. Mengingat begitu penting peranan matematika, telah banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Usaha yang telah dilakukan diantaranya mengadakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), seminar, pelatihan guru, penyempurnaan kurikulum dan lain-lain. Namun usaha ini belum memberikan hasil yang memuaskan, karena jika dilihat di lapangan hasil belajar matematika masih rendah jika dibandingkan dengan hasil belajar mata pelajaran lain. Depdiknas (2003:1) merumuskan bahwa tujuan dari pembelajaran matematika adalah sebagai berikut : 1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. 2. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran yang divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba. 3. Mengembangkan kemampuan penyampaian informasi atau mengkomunikasikan gagasan. Pencapaian tujuan tersebut diuraikan dalam bentuk kompetensi dasar yang berupa JSP FKIP UHN hal 174

103 Adi Suarman Situmorang Metode Pembelajaran John Dewey. pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Untuk membantu siswa dalam menguasai matematika, perlu usaha maksimal agar tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai seperti yang diharapkan. Salah satu yang dapat dilakukan dalam pembelajaran matematika adalah guru seharusnya dapat memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat, sehingga siswa dapat memahami konsep matematik dengan baik dan mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dari konsep matematika tersebut. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia,Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2008 : 909 ) dikemukaan bahwa Kemampuan adalah kesanggupan. Kemampuan merupakan kesanggupan seseorang dalam melakukan aktivitas. Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda baik dalam menerima, mengingat maupun menggunakan sesuatu yang diterimanya. Siswa juga dapat berbeda dalam cara menerima, mengorganisasikan dalam cara pendekatan terhadap situasi belajar dan menghubungkan pengalamanpengalamannya tentang pelajaran serta cara mereka merespon terhadap metode pelajaran. Di dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Permendiknas No.20 Tahun 2006 tentang standart isi, disebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat genralisasi atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemapuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, JSP FKIP UHN hal 175

104 Adi Suarman Situmorang Metode Pembelajaran John Dewey. serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, masalah diartikan sebagai sesuatu yang harus diselesaikan. Suatu masalah biasanya memuat situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Maka masalah adalah sesuatu situasi yang harus diselesaikan sesorang individu atau kelompok, akan tetapi individu atau kelompok tersebut tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan pemecahan masalah menjadi salah satu kompetensi yang harus dikembangkan siswa pada materi-materi tertentu. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah oleh siswa dalam matematika ditegaskan juga oleh Branca (Mahuda, 2012: 12) sebagai: 1. Kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika. 2. Pemecahan masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika. 3. Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Sumarmo (Febianti, 2012:14) mengemukakan indikator pemecahan masalah sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. 2) Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik. 3) Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau diluar matematika. 4) Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan awal. 5) Menggunakan matematika secara bermakna. Menurut Polya (Suherman, 2003: 91), solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu: a. Memahami masalah. Langkah ini sangat penting dilakukan sebagai tahap awal dari pemecahan masalah agar siswa dapat dengan mudah mencari penyelesaian masalah yang diajukan. JSP FKIP UHN hal 176

105 Adi Suarman Situmorang Metode Pembelajaran John Dewey. Siswa diharapkan dapat memahami kondisi soal atau masalah yang meliputi: mengenali soal, menganalisis soal, dan menterjemahkan informasi yang diketahui dan ditanyakan pada soal tersebut. b. Merencanakan penyelesaian. Masalah perencanaan ini penting untuk dilakukan karena pada saat siswa mampu membuat suatu hubungan dari data yang diketahui dan tidak diketahui, siswa dapat menyelesaikannya dari pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana. Langkah perhitungan ini penting dilakukan karena pada langkah ini pemahaman siswa terhadap permasalahan dapat terlihat. Pada tahap ini siswa telah siap melakukan perhitungan dengan segala macam yang diperlukan termasuk konsep dan rumus yang sesuai. d. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Pada tahap ini siswa diharapkan berusaha untuk mengecek kembali dengan teliti setiap tahap yang telah ia lakukan. Dengan demikian, kesalahan dan kekeliruan dalam penyelesaian soal dapat ditemukan. Semakin banyak siswa dapat menyelesaikan setiap permasalahan matematika, maka siswa akan kaya akan variasi dalam menyelesaikan soal-soal matematika dalam bentuk apapun. Jenis masalah dalam pembelajaran matematika ada 4 yaitu : 1. Masalah Translasi adalah masalah yang berhubungan dengan aktivitas seharihari. 2. Masalah Aplikasi adalah masalah yang menerapkan suatu konsep,rumus matematika dalam sebuah soal matematika. 3. Masalah Proses/Pola adalah masalah yang memiliki pola,ketentuan dalam penyelesian. 4. Masalah Teka-teki adalah masalah yang bersifat menerka atau dapat berupa permainan namun tetap mengacu pada konsep dalam matematika. Dengan demikian kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan individu untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya dalam menemukan penyelesaian dari suatu masalah berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. JSP FKIP UHN hal 177

106 Adi Suarman Situmorang Metode Pembelajaran John Dewey. Guru sebagai salah satu orang yang menekuni suatu bidang ilmu mempunyai peran dalam meningkatkan hasil belajar siswa sehingga guru perlu waspada dalam menyampaiakn suatu materi pelajaran, guru harus terbeban dalam menciptakan atau mendesain suatu model pembelajaran yang dapat membantu guru mengembangkan topik pembelajaran sehingga meningkatkan pemahaman dan kreativitas matematis siswa (Doerr dan Thompson dalam Rajagukguk waminton, 2007). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Slameto ( 2007) yaitu, guru memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas siswa dalam belajar matematika dan guru harus benarbenar memperhatikan, memikirkan dan sekaligus merencakan proses belajar mengajar yang menarik bagi siswa, agar siswa berminat dan semangat belajar dan mau terlibat dalam proses belajar mengajar, sehingga pengajaran tersebut menjadi efektif. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, maka diperlukan berbagai terobosan, baik dalam pengembangan kurikulum, inovasi pembelajaran, dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan agar siswa tertarik dan tertantang untuk belajar dalam menemukan konsep dasar suatu ilmu berdasarkan hipotesis sendiri. Proses belajar seperti ini akan lebih berkesan dan bermakna sehingga konsep dasar dari ilmu ini tidak akan cepat hilang. Agar suatu pembelajaran bermakna maka diperlukan sebuah pemahaman konsep agar bisa menghubungkan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain (Dahar, 1989). Dengan demikian guru dapat menggunakan metode pembelajaran John Dewey. Dengan menggunakan metode John Dewey siswa akan berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip untuk memperoleh pengalaman dan eksperimen-eksperimen yang mengijinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri sampai akhirnya dapat menemukan jawaban-jawaban dengan demikian siswa lebih menyukai materi yang disajikan. Dengan diterapkannya pembelajaran dengan menggunakan metode pengajaran John Dewey dalam kegiatan pembelajaran maka diharapkan kemampuan memecahkan masalah dalam matematika siswa akan lebih baik. John Dewey merupakan salah seorang tokoh pendidikan berkebangsaan Amerika menawarkan tentang pola pendidikan partisipatif. Yang bertujuan untuk lebih memberdayakan peserta didik dalam JSP FKIP UHN hal 178

107 Adi Suarman Situmorang Metode Pembelajaran John Dewey. jalannya proses pendidikan. Pendidikan partisipatif akan membawa peserta didik untuk mampu berhadapan secara langsung dengan realitas yang ada di lingkungannya. Sehingga, peserta didik dapat mengintegrasikan antara materi yang ia pelajari di kelas dengan realitas yang ada. Metode pembelajaran John Dewey berpendapat bahwa belajar itu tergantung pada pengalaman dan minat siswa. Pengalaman dan pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses penginderaan yang selanjutnya akan masuk ke dalam memori serta tersusun dalam struktur kognitif. Pada tahap selanjutnya pengalaman dan pengetahuan yang telah tersusun secara kognitif tersebut akan bekerja secara psikomotorik untuk pemecahan masalah bagi siswa. Metode ini terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa dan tenaga kerja. Adapun langkah-langkah metode pengajaran John Dewey yaitu : 1) Guru menciptakan suasana belajar yang mendorong siswa siap belajar. 2) Guru membantu siswa membentuk kelompok agar siap belajar dan membelajarkan. 3) Siswa mendiskusikan permasalahan yang diberikan guru. 4) Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan siswa yang lain menanggapi. 5) Melalui tanya jawab guru dan siswa membahas cara penyelesaian masalah dengan tepat. 6) Guru mengadakan evaluasi dan refleksi dengan menanyakan kepada siswa tentang hal-hal yang belum dimengerti kemudian membuat kesimpulan dan menilai hasil tugas kelompok siswa. Proses pembelajaran ini merupakan kegiatan siswa yang dilakukan secara bersama dalam situasi pengalaman nyata, baik pengalaman dalam tugas yang dilakukan kehidupan sehari-hari maupun pengalaman dalam proses kegiatan pembelajaran. Metode ini menekankan kerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dengan adanya kerja sama maka siswa dapat memanfaatkan kelebihan diri sendiri dan kelebihan siswa lain untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Dari langkah-langkah JSP FKIP UHN hal 179

108 Adi Suarman Situmorang Metode Pembelajaran John Dewey. metode diatas maka metode ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari metode ini adalah : 1. Siswa dapat merasakan bahwa pembelajaran miliknya sendiri,karena siswa diberi kesempatan yang lebih luas untuk bekerjasama/ berpartisipasi dalam kelompok. 2. Memiliki motivasi yang lebih kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. 3. Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan menjadi dialog dan diskusi untuk saling belajarmembelajarkan diantara siswa. 4. Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi guru karna sesuatu yang dialami dan disampaikan siswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh guru. Kelemahan dari metode ini adalah : 1. Membutuhkan waktu yang relatif lebih lama. 2. Pembelajaran cenderung akan didominasi oleh siswa yang bisa atau sering berbicara, sehingga siswa yang lainnya lebih banyak mengikuti jalan pikiran siswa yang senang berbicara. 3. Pembicaraan dapat menyimpang dari arah pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan adalah One-Group-Pretest- Postest. Populasi dari penelitian ini adalah 3 kelas yaitu 135 Mahasiswa Prodi Matematika FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan. Subjek dalam penelitian ini adalah 30 orang mahasiswa yang diperoleh dengan teknik Cluster Random Sampling pada grup B. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah efektifitas metode pembelajaran John Dewey efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa berdasarkan ketuntasan belajar,aktifitas proses pembelajaran dan peningkatan kemampuan belajar mahasiswa. Desain penelitian ini secara visual dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 3.1. Tabel Rancangan Penelitian Kelompok Pre-Test Treatment Post-Test Eksperimen O 1 X O 2 Keterangan: X = treatment atau perlakuan. O 1 = Pre-test O 2 = Post-test Pengolahan data diawali dengan menguji persyaratan statistik yang diperlukan sebagai dasar dalam pengujian hipotesis antara lain JSP FKIP UHN hal 180

109 Adi Suarman Situmorang Metode Pembelajaran John Dewey. uji normalitas dan homogenitas, selanjutnya dilakukan uji-t, dengan rumus: t b = rumus diatas digunakan untuk menguji hipotesis yang disesuaikan dengan permasalahannya, dimana yang menjadi hipotesis adalah sebagai berikut. Ho : Tidak ada peningkatan kemampuan belajar siswa dengan menggunakan metode pembelajaran John Dewey. Ha : Ada peningkatan kemampuan belajar siswa dengan menggunakan metode pembelajaran John Dewey. Dengan Kriteria Pengujian: Terima Ho, jika t Hitung < t Tabel Terima Ha, jika t Hitung > t Tabel HASIL PENELITIAN Nilai pretest keseluruhan dari 30 jumlah sampel adalah 1840,7 sedangkan nilai perorangan terendah 46,6 dan tertinggi 80 nilai dan rata-rata 61,36 dengan standart deviasi 10,84. Melalui uji normalitas pretest diperoleh nilai L hitung < L tabel yaitu 0,138 < 0,161 dengan a = 5 %, n = 30. Jadi,data pretest berdistribusi normal. Penelitian ini menggunakan metode pembelajaran John Dewey. Nilai keseluruhan observasi pada metode ini adalah 1945 dengan nilai terendah 30,tertinggi 95 dan rata-rata 64,83. Melalui uji normalitas diperoleh L hitung = 0,091 dengan n = 30 dan taraf nyata a = 5% di dapat L tabel =0,161 karena L hitung < L tabel maka disimpulkan bahwa kelas yang menggunakan metode pembelajaran John Dewey berdistribusi normal. Dari proses pembelajaran ini terdapat 13 siswa keaktifannya sangat tinggi,10 siswa keaktifannya tinggi dan 7 siswa keaktifannya sedang. Melalui uji normalitas posttest diperoleh L hitung = 0,112 dengan n = 30 dan taraf nyata a = 5% di dapat L tabel =0,161 karena L hitung < L tabel maka data posttest berdistribusi normal. Dari uji normalitas pretest dan posttest yang berdistribusi normal sehingga analisis dapat dilanjutkan dengan menggunakan analisis anava satu arah untuk melihat ada atau tidak peningkatan kemampuan belajar. Berdasarkan uji t diperoleh t hitung = 19,39 dengan taraf signifikan 5 %,df ( N 1 ) = 29 maka t tabel = 2,045 karena t hitung > t tabel sehingga ada peningkatan kemampuan belajar siswa dengan menggunakan metode pembelajaran John Dewey.Dari hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran John Dewey efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. JSP FKIP UHN hal 181

110 Adi Suarman Situmorang Metode Pembelajaran John Dewey. Dari nilai posttest keseluruhan sampel, ditemukan sebuah temuan bahwa total nilaipostest adalah 2329,6 sedangkan nilai perorangan terendah 55,5 dan tertinggi 97,7 rata-rata 77,65 dengan standart deviasi 13,28. Kriteria ketuntasan minimum ( KKM ) siswa adalah 65. Bila kita lihat hasil nilai KKM maka hasil posttest ini jauh lebih baik dari pada hasil dari pretest. Apabila berbicara mengenai persentase ketuntasan dengan melihat KKM maka hanya 16 % saja tidak memenuhi KKM dan 83 % sisanya memenuhi. Hal ini menunjukkan terjadi adanya peningkatan ketuntasan belajar siswa. KESIMPULAN Yang menjadi kesimpulan pada penelitian ini yaitu metode pembelajaran John Dewey efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa, karena : 1. Metode pembelajaran John Dewey efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa berdasarkan peningkatan kemampuan belajar siswa. 2. Metode pembelajaran John Dewey efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa berdasarkan aktifitas proses pembelajaran. 3. Metode pembelajaran John Dewey efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa berdasarkan ketuntasan belajar. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman.2009.Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar.Jakarta:Rineka Cipta. Departemen Pendidikan Nasional,Pusat Bahasa.2008.Kamus Bahasa Indonesia.Jakarta. Depdiknas.2006.permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standart Isi.Jakarta:Depdiknas. Hadis dan Nurhayati.2010.Manegemen Mutu Pendidikan.Bandung:Alfabeta. Istarani, Model Pembelajaran Inovatif. Medan :Media Persada. Mahuda.2012.Pembelajaran Kooperatif Tipe Co-op Co-op dengan pendekatan Open Ended Untuk meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Sisa SMA.Skripsi.UPI Bandung:Tidak Diterbitkan. Mulyana.2003.Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya.Bandung:Romanja Rosdakarya. JSP FKIP UHN hal 182

111 Adi Suarman Situmorang Metode Pembelajaran John Dewey. Puskur.2002.Kurikulum Dan Hasil Belajar:Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar Dan Madrasah Ibtidaiyah.Jakarta:Balitbang Widyantini. Trianto,M.Pd.2009.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta:Prenada Media. Siregar,Dra.Evelin,M.Pd,dkk.2010.Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Situmorang A.S., Desain Model Pembelajaran Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika Semester-3 FKIP-UHN Medan, Jurnal Suluh Pendidikan UHN: 1(1): 1-9. Slameto.2010.Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.jakarta:rineka Cipta. Soekidjo.2003.Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta: PT Rineka Cipta. Syariful Bahri Djamarah.2000.Prestasi Belajar Dan Kompetensi Guru. Surabaya : Usaha Nasional. Sudjana.2005.Metode Statistik.Trasito.Bandung Suryadi,D.(2010).Bab4PemecahanMasalah Matematika.hhtp://file.upi.edu/Direktori/ FPMIPA/JUR.PEND.MATEMATIKA/ DIDI SURYADI/DIDI-15.pdf,(Diakses tanggal 23 januari 2014 ). Usman,Prof.DrHusaini,M.Pd.,MT dan Akbar,R.Purnomo Setiady,S.Pd.,M.Pd Pengantar Statistik.Jakarta : PT. Bumi Aksara JSP FKIP UHN hal 183

112 Hebron Pardede JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN Halaman PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KALKULUS DENGANMEMANFAATKAN MICROSOFT MATHEMATICS Hebron Pardede Prodi Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas HKBP Nommensen, Medan ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar dengan memanfaatkan perangkat lunak aplikasi Microsoft Mathematics 4 (pada materi kuliah Limit). Pengembangan dilakukan dengan tahapan: analisis kebutuhan, perancangan dan implementasi. Pada tahap implementasi dilakukan ujicoba kepada mahasiswa dan diperoleh hasil ujicoba sebagai berikut: kelulusan dengan kategori baik meningkat dari 6,9% menjadi 72,4%, sedang minat dan motivasi berada pada kategori baik dengan skor masing-masing 3,9dan 3,7. Microsoft Mathematics dalam pembelajaran sangat bermanfaat karena meningkatkan rasa percayadiri (tanggaban positif) mahasiswa yang berdasarkan angket minat 4,68 (kategori sangat baik) dan angket motivasi 4,84 (kategori sangat baik). Kata kunci: pengembangan bahan ajar, microsoft mathematics, minat, motivasi. PENDAHULUAN Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan peserta didik yang cakap, kreatif dan mandiri (Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3), yang ditindaklanjuti dalam PP No. 19 Tahun 2005 bab IV pasal 19, bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggaran secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat minat dan perkembangan peserta didik. Melalui kurikulum, undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut dituangkan pada setiap mata pelajaran pada tiap tingkat satuan termasuk kalkulus. Tahapan penting dalam kegiatan pembelajaran adalah memilih atau menentukan bahan ajar yang tepat dalam rangka membantu peserta didik mencapai kompentensi. Untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan, semua pihak : pendidik dan pebelajar harus berperan aktif. Sistem kredit semester menuntut pendidik dan pebelajar untuk menggunakan satu satuan waktu melaksanakan kegiatan pembelajaran secara mandiri. Namun sistem kredit semester belum seutuhnya dilaksanakan dengan baik oleh karena berbagai hal yang kurang memadai seperti ketersediaan perangkat pendukung semisal bahan ajar dan media pendukungnya. Bahan ajar telah banyak dikembangkan dengan tujuan untuk JSP FKIP UHN hal 184

113 Hebron Pardede Pengembangan Bahan Ajar Kalkulus. membantu pebelajar untuk belajar mandiri. Komputer merupakan sebuah media yang sangat membantu dalam proses belajar mandiri, sehingga para pengembang bahan ajar berusaha untuk mengembangkan bahan ajar berbasis komputer. Pengembangan bahan ajar berbasis komputer, misalnya dengan mengembangkan perangkat aplikasi, termasuk pekerjaan yang sulit karena tidak semua tenaga pendidik menguasai bahasa pemograman. Namun kesulitan tersebut telah dapat diatasi dengan banyaknya perangkat aplikasi yang tersedia khusus untuk bidang eksakta seperti fisika dan matematika, pendidik hanya dituntut mencari dan memilih perangkat aplikasi apa yang paling sesuai dengan materi ajar yang akan diajarkan, salah satu diantaranya Microsoft Mathematics.. Mata kuliah kalkulus merupakan mata kuliah wajib yang diajarkan di program studi pendidikan fisika Universitas HKBP Nommensen. Bahan ajar yang dipergunakan saat perkuliahan adalah berupa buku teks didukung media elektronik seperti komputer dan proyektor. Pemanfaatan perangkat lunak aplikasi matematika belum pernah digunakan secara regular sebagai bagian dari proses belajar mengajar. Pemahaman kalkulus akan menjadi modal besar bagi mahasiswa untuk melanjut pada mata kuliah kalkulus lanjutan seperti fisika matematika dan fisika lanjutan. Dalam pengalaman mengajar, mahasiswa sangat kesulitan menyelesaikan persamaanpersamaan matematika yang berkaitan dengan kalkulus bahkan persamaan kalkulus tingkat dasar. Kesulitan mahasiswa dalam mempelajari kalkulus salah satunya berawal dari ketidak pahaman akan salah satu materi prakalkulus yaitu limit. Kalkulus adalah studi tentang limit dan limit adalah pusat dalam banyak masalah dalam fisika, rekayasa dan ilmu sosial [3]. Oleh karena itu materi limit menjadi topik yang sangat penting untuk dituntaskan sehingga diharapkan mahasiswa lebih paham dengan fungsi limit dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan matematis dan fisika. Soal-soal dalam mata kuliah kalkulus dapat diselesaikan secara analitik dan numerik (m etode numerik).banyak persamaan matematik sulit diselesaikan secara analitik dan harus diselesaikan secara numerik, akan tetapi penyelesaian secara numerik membutuhkan langkah-langkah yang cukup panjang. Seiring perkembangan komputer (perangkat keras dan p erangkat lunak) penyelesaian secara numerik menjadi lebih mudah, karena memang perangkat lunak dikembangkan secara numerik. Banyak perangkat lunak yang dikembangkan untuk tujuan membantu penyelesaian persamaan matematis,diantaranya bahasa pemograman dan perangkat lunak aplikasi JSP FKIP UHN hal 185

114 Hebron Pardede Pengembangan Bahan Ajar Kalkulus. khusus matematika. Bahasa pemograman lebih fleksibel penggunaanya akan tetapi kebanyakan mahasiswa kesulitan menggunakannya karena banyaknya kode atau sintaks yang harus diingat. Sedangkan perangkat lunak aplikasi mudah digunakan (layaknya kalkulator) akan tetapi terbatas kemampuannya. Berbagai perangkat lunak telah diciptakan untuk fungsi tertentu seperti fungsi kalkulator, fungsi analisa, fungsi animasi dan visualisasi. Perangkat lunak tersebut ada yang gratis dan ada yang berbayar. Perangkat lunak gratis ada yang bisa diunduh untuk pemakaian off line dan ada yang dalam penggunaannya harus terhubung ke jaringan internet. Salah satu perangkat lunak untuk membantu menyelesaikan dan memvisualisasikan dalam bentuk grafik persamaan matematika adalah microsotf mathematics 4.0, yang merupakan perangkat lunak gratis-bebas diunduh. Microsoft mathematics 4.0 adalah perangkat lunak aplikasi yang dikeluarkan oleh Microsoft Corporation. Perangkat lunak ini adalah sejenis kalkulator namun memiliki fitur yang lebih lengkap dan memiliki kemampuan untuk menjabarkan secara detail langkah demi langkah penyelesaian suatu persoalan matematika [6]. Keunggulan perangkat ini dibandingkan dengan perangkat lain sejenis adalah karena dapat diunduh secara gratis dari situs resmi Microsoft dan pemakaiannya secara off line sehingga tidak memerlukan koneksi internet ketika digunakan. Dalam penggunaannya untuk penyelesaian persamaan matematika sangat mudah, karena tidak membutuhkan bahasa pemograman khusus. Pengguna tidak akan mengalami kesulitan mengoperasikannya karena aplikasi ini memiliki tampilan standar pemakaian ribbon seperti Microsoft Office 2007 ke atas. Untuk tujuan pembelajaran kalkulus, perangkat lunak aplikasi khusus matematika belum pernah digunakan di prodi pendidikan fisika FKIP UHN, walaupun alat bantu tersebut banyak yang tersedia secara gratisan di internet (online dan offline), dan berdasarkan studi pendahuluan bahwa mahasiswa kurang termotivasi untuk belajar mandiri karena soal-soal yang dihadapi sulit untuk diselesaikan secara mandiri sehingga perlu sebuah perangkat untuk membantu mahasiswa mencari solusi persamaan sebelum jawaban tersebut dibuktikan secara analitik. Dengan demikian rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) bagaimana merancang bahan ajar supaya mahasiswa termotivasi untuk belajar mandiri. 2) media (perangkat lunak aplikasi) apa yang sesuai sebagai alat bantu penyelesaian persamaanpersamaan kalkulus. JSP FKIP UHN hal 186

115 Hebron Pardede Pengembangan Bahan Ajar Kalkulus. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini adalah jenis penelitian dan pengembangan dan produk yang dihasilkan adalah bahan ajar berupa modul. Tahaptahap pengembangan bahan ajar yang dilakukan adalah mengacu kepada model yang dikemukakan oleh Triagarajan (Abba, 2000) yang dikenal dengan sebutan four-d model yaitu define, design, develop dan disseminate. Keempat tahap ini dirangkum oleh peneliti menjadi analisis kebutuhan, perancangan dan implementasi.1) Tahap analisis digunakan untuk melihat kondisi yang berkaitan dengan proses belajar mengajar kalkulus 1 di prodi pendidikan fisika Universitas HKBP Nommensen. Pada proses ini yang dilakukan adalah wawancara dengan mahasiswa dan pretest.2). Tahap perancangan digunakan untuk menyususun bentuk modul yang tepat sesuai dengan kurikulum dan silabus.3). Implementasi untuk mengetahui tingkat efektivitas rancangan maka dilakukan uji coba kepada mahasiswa. Instrumen dan Teknik Analisa Data Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, angket dan soal-soal (pretest dan posttest). Sedangkan teknik analisis data adalah dengan mencari rerata dari setiap aspek yang dinilai pada lembar instrumen. Penilaianangketdilakukandenganmengg unakanrumus: Sedangkanpenilaian pre-test dan posttest denganmenggunakanrumus: PEMBAHASAN DAN HASIL Analisis Kebutuhan Tahap awal dalam mengembangkan modul adalah analisis kebutuhan yang diperoleh dengan mengadakan wawancara dengan mahasiswa dan mengadakan uji pre-test. Wawancara dilaksanakan kepada mahasiswa tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Kesimpulan yang diperoleh bahwa mahasiswa sebanyak 75,9% menyatakan bahwa matakuliah kalkulus sulit dengan komentar. Angka ini diperkuat dengan nilai pre-test dimana tingkat ketidak berhasilan sebesar 72,4% (kategori kurang dan sangat kurang). Mahasiswa sebanyak 100% menginginkan sebuah alat bantu berupa perangkat lunak untuk membantu menyelesaikan persamaan-persamaan kalkulus, sehingga tingkat keyakinan mereka tinggi terhadap soal yang mereka kerjakan. Perancangan Kurikulumperkuliahan di Universitas HKBP Nommensen adalah kurikulum berbasis kompetensi yang dikembangkan sendiri oleh JSP FKIP UHN hal 187

116 Hebron Pardede Pengembangan Bahan Ajar Kalkulus. UHN dengan mengacu kepada KBK, sehingga perancangan modul kalkulus materi limit mengacu kepada kurikulum tersebut. Dalam penyusunan modul tersebut Microsoft Mahematics dimasukkan sebagai bagian modul untuk dipergunakan mencari solusi soal-soal limit. Implementasi Pada tahap implementasi dilakukan ujicoba kepada mahasiswa lewat perkuliahan. Pada pertemuan yang terakhir (pertemuan ke -4) dilakukan tes hasil belajar dengan bentuk soal essay test. Analisa Data Hasilujicobakepadamahasiswamemperli hatkankemampuankognitifdanresponterhada pbahanajarpadamatakuliahkalkulusmateri Limit diperlihatkanpadatabelberikut: Tabel 1.Hasilujikemampuanmahasiswa (pretest) Nilai Kategori Ketercapaian (%) Sangat baik Baik 6, Cukup 20, Kurang 65, Sangat kurang 0 6,9 (%) Sangat baik 37, Baik 34, Cukup 3, Kurang 6, Sangat kurang 17,2 Tabel 3. Data angketminatmahasiswasetelahpembelajaran Kondisi Angket Minat Tanggapan Kategori Positif Percaya 4,68 Sangat baik diri Kepuasan 4,49 Sangat baik Tabel 3. Data angketmotivasimahasiswasetelahpembelajar an Kondisi Angket Motivasi Tanggapan Kategori Positif Percaya 4,84 Sangat baik diri Kepuasan 4,49 Sangat baik Setelahpembelajarandilaksanakanminatdanm otivasimahasiswauntukbelajarkalkulastinggi yaitu rata-rata skorangketminatdanmotivasiadalah 3,9 (baik) dan 3,7 (baik). Tingkat kepuasandanminattersebutberpengaruhbesar kepadanilai yang semakinbaikpadaposttesdibandingkandengan pretest. Tabel 1.Hasilujikemampuanmahasiswa (post-test) Nilai Kategori Ketercapaian JSP FKIP UHN hal 188

117 Hebron Pardede Pengembangan Bahan Ajar Kalkulus. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Modul Kalkulus materi Limit dikembangkan melalui tahap pendefenisian, design dan pengembangan dan langkahlangkah pengembangan bahan ajar tidak sepenuhnya dilaksanakan seperti validasi. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa modul ini diberlakukan untuk kebutuhan internal prodi pendidikan fisika dan target yang ingin dicapai adalah peningkatan prestasi belajar mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) Mahasiswa sangat membutuhkan perangkat aplikasi untuk membantu prosel belajar, 2) Modul yang dihasilkan dikategorikan baik berdasarkan angket motivasi dan minat belajar mahasiswa. 3) Perangkat lunak Microsoft Mathematics dikategorikan berhasil meningkatkan motivasi dan minat belajar mahasiswa dan kategori baik dalam meningkatkan prestasi belajar, yang dapat dilihat pada hasil post test pada materi limit. Saran Penelitian ini hanya membahas materi ajar limit pada matakuliah kalkulus. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar dikembangkan pada semua materi ajar padakalkulus 1. [2] Forum Guru Indonesia, Bagaimana Cara Membuat Modul. blogspot.com/2012/10/bagaimanacara-membuat-modul.html (diakses 18 September 2014) [3] MafulHidayat, Cara MembuatModulPembelajaran, blogspot.com/2012/05/cara-membuatmodul-pembelajaran.html,(diakses 14 September 2014) [4] Paulina, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PAU PPAI-UT [5] Suprawoto, Mengembangkan Bahan Ajar Dengan Menyusun Modul /Mengembangkan-Bahan-Ajardengan-Menyusun-Modul(diakses 14 September 2014) [6] Wikipedia Indonesia, Microsoft Matematics, /wiki/microsoft_ Mathematics (diakses 17 September 2014) [7] Microsoft Mathematics Untuk Pembelajaran, Winita Sulandri (Tidak diterbitkan) [8] Aunurrahman, Belajar Pembelajaran, Alfabeta-Bandung. [9] Suprijono, Agus (2009). Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, Pustaka-Yogyakarta. [10] Abba, N, Pengembangan Perangkat Matematika Berorientasi Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya, Program Pasca Sarjan Unesa. DAFTAR PUSTAKA [1] Depdiknas, Pengembangan Bahan Ajar. JSP FKIP UHN hal 189

118 Friska B. Siahaan JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN Halaman PENDEKATAN PEMBELAJARAN METAKOGNITIF DENGAN MENEKANKAN ASPEKE ANALOGI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA MATA KULIAH KAPITA SELEKTA MATEMATIKA DI PRODI MATEMATIKA FKIP UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN Friska Bernadette Siahaan Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas HKBP Nommensen ABSTRAK Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang selama ini masih rendah, diperlukan suatu desain model pembelajaran yang tepat. Untuk itulah penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika FKIP-UHN dengan cara mengajar mahasiswa menggunakan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif dengan menekankan aspek Analogi yang telah didesain untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Penelitin ini dilaksanakan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas HKBP Nommensen. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini adalah semester ganjil tahun ajaran 2014/2015, dengan populasi seluruh mahasiswa program studi pendidikan Matematika FKIP Universitas HKBP Nommensen Medan. Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa prodi pendidikan Matematika FKIP Universitas HKBP Nommensen yang mengikuti matakuliah Kapita Selekta Matematika Sekolah yang diambil dua kelas secara acak dari 3 kelas yang ada. Data hasil penelitian yang diperoleh dianalisis dengan uji t. Sebelum dianalisi dengan uji t data yang diperoleh terlebih dahulu dianalisis dengan uji homogenitas dan uji normalitas dengan taraf signifikan 5%. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ratarata tes kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen adalah 39,663 dan kelas kontrol adalah 28,421 dengan uji t pada taraf signifikansi α = 0,05 maka diperoleh terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran metekognitif dengan menekankan aspek analogi dengan Pembelajaran Konvensional, atau Kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang menerima pendekatan pembelajaran metakognitif dengan menekankan aspek analogi lebih baik dari kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang memperoleh pembelajaran konvensional, sehingga diharapkan pendekatan pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative untuk meningkatkan kemapuan berpikir kritis mahasiswa. Kata Kunci: Pendekatan pembelajaran metakognitif dengan menekankan aspek analogi, Kemampuan berpikir kritis JSP FKIP UHN hal 190

119 Friska B. Siahaan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif. PENDAHULUAN Matematika merupakan pengetahuan yang esensial sebagai dasar untuk bekerja seumur hidup dalam abad globalisasi. Karena itu penguasaan tingkat tertentu terhadap matematika diperlukan bagi semua siswa agar kelak dalam hidupnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Selanjutnya Sujono ( 1988 : 20 ) mengemukakan bahwa, dalam perkembangan peradaban modern, matematika memegang peranan penting, karena dengan bantuan matematika semua ilmu pengetahuan menjadi sempurna. Matematika merupakan alat yang efisien yang diperlukan oleh semua pengetahuan dan tanpa bantuan matematika semuanya tidak akan mendapat kemajuan yang berarti, sehingga dapat dikatakan bahwa matematika menempati posisi yang penting di dalam sistim pendidikan dimana kualitasnya harus diupayakan peningkatannya. Kapita Selekta Matematika Sekolah adalah mata kuliah yang dikhususkan untuk para calon guru matematika yang pembahasannya memfokuskan pada penguasaan materi matematika sekolah, yaitu topik-topik terpilih yang dianggap essensial serta berbagai model mengajarkannya sebagai dasar pembelajaran di sekolah. Topik-topik yang essensial ini dapat dimaknai dalam beberapa hal yaitu:1) Topik penting yang sering terjadi miskonsepsi di kalangan siswa, calon guru matematika dan bahkan guru matematika yang sudah berpengalaman. 2) Topik matematika sekolah yang tidak dibahas di mata kuliah lain di tingkat perguruan tinggi. 3) Topik matematika yang bias dijadikan pengayaan atau pilihan di tingkat sekolah. Banyak topik yang essensial sering terjadi salah pengertian/miskonsepsi di kalangan siswa, calon guru matematika dan guru matematika di lapangan. Mulai dari topic persamaan kwadrat, trigoniometri hingga geometri.. Contohnya, masih banyak di antara mereka yang salah menjawab bila ditanya berapa nilai dari sin (baca: sinus tiga puluh)? Jawaban mereka umumnya adalah. Sepintas jawaban JSP FKIP UHN hal 191

120 Friska B. Siahaan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif. ini benar. Padahal bila kita cermat menyimak pertanyaannya, jelaslah jawaban ini salah. Sebab di pertanyaan tersebut adalah radian, bukan derajat. Nah, nilai itu benar bila pertanyaannya adalah berapa nilai sin (baca: sinus tiga puluh derajat Contoh lain miskonsepsi yang terjadi itu misalnya begini. Tentukan nilainilai yang memenuhi persamaan. Jawaban orang yang miskonsepsi itu misalnya seperti berikut ini. dan. Sehingga nilai-nilai yang memenuhi persamaan adalah. Sekurang-kurangnya ada dua hal kekeliruan yang terjadi dalam penyelesaian tersebut. Pertama penggunaan kata dan serta pembuatan kesimpulan berupa penulisan himpunan penyelesaian, yaitu. Penggunaan kata dan kurang tepa Sedangkan pembuatan kesimpulan berupa penulisan himpunan penyelesaian juga keliru karena dalam perintah soal tidaklah diminta untuk menentukan himpunan penyelesaian Masih banyak contoh lain tentang miskonsepsi ini, yang bila dicantumkan maka tidaklah efisien. Hal-hal semacam tersebut, sangat penting untuk diperbaiki. Karena matematika bukan hanya mengajarkan keterampilan berhitung, bukan hanya keterampilan mengerjakan soal, bukan hanya aspek praktis yang dikejar. Tapi, matematika juga mengajarkan aspekaspek lain berupa kecermatan, ketelitian, berpikir logis, kritis, bertanggung jawab, dan disiplin. Salah satu kemampuan berpikir yang dikembangkan dalam pembelajaran adalah kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis, menurut Ennis (2 000), adalah berpikir rasional dan reflektif yang difokuskan pada apa yang diyakini dan dikerjakan. Rasional berarti memiliki keyakinan dan pandangan yang didukung oleh bukti yang tepat, aktual, cukup, dan relevan. Sedangkan reflektif berarti mempertimbangkan secara aktif, tekun, dan hati-hati atas segala JSP FKIP UHN hal 192

121 Friska B. Siahaan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif. alternatif sebelum mengambil keputusan, sehingga dalam kemampuan berpikir kritis dibutuhkan kesadaran kognisi. Kemampuan berpikir kritis dari mahasiswa Prodi Matematika FKIP UHN sebagai calon guru matematika sangatlah dituntut agar kelak dalam pembelajaran matematika di sekolah tidak lagi dijumpai salah pengertian/miskonsepsi seperti pada contoh-contoh di atas. Salah satu upaya untuk menimbulkan kesadaran kognisi peserta didik adalah dengan memberikan arahan agar peserta didik bertanya pada dirinya sendiri. Hal ini dilakukan agar peserta didik dapat memonitor pemahaman mereka mengenai apa yang sedang dipelajari. Peserta didik bertanya pada dirinya sendiri apakah mereka memahami apa yang sedang mereka pelajari atau pikirkan. Peserta didik juga bertanya pada dirinya sendiri apakah mereka mengenali atau mengetahui apa yang mereka pikirkan. Berdasarkan karakteristik bahwa proses yang dilakukan berupa tindakan untuk menyadarkan kemampuan kognitif peserta didik, maka proses ini merupakan keterampilan metakognitif. Peserta didik dipandu untuk dapat menyadari apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka tidak ketahui serta bagaimana mereka memikirkan hal tersebut agar dapat diselesaikan. Pembelajaran Metakognitif merupakan pembelajaran yang menimbulkan kesadaran kognisi mahasiswa dengan memberi arahan agar mahasiswa bertanya pada diri sendiri agar dapat memonitor pemahamannya, mengenai apa yang sudah dipelajari, juga bertanya pada diri sendiri apakah mengenali atau mengetahui apa yang mereka pikirkan. Dalam mengintegrasikan Metakognitif terhadap proses pembelajaran secara operasionalnya dapat dilakukan dengan pendekatan Metakognitif yang menekankan aspek analogi merupakan suatu cara untuk memahami konsep abstrak dengan membandingkan sesuatu yang abstrak tersebut dengan sesuatu yang konkrit atau membandingkan dengan konsep abstrak yang telah dikenal oleh peserta didik namun JSP FKIP UHN hal 193

122 Friska B. Siahaan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif. memiliki jenis, sifat, atau perilaku yang mirip, sehingga konsep abstrak yang dipelajari lebih mudah dan lebih cepat untuk dimengerti, sehingga dapat diharapkan kemampuan berpikir kritisnya meningkat. Berdasarkan uraian di atas, baik teori maupun hasil peneltian yang terkait mengindikasikan pembelajaran pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif dengan menekankan aspek analogi diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, bertujuan utama untuk menelaah kemampuannya untuk berpikir kritis setelah mahasiswa mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif yang menekankan aspek analogi. Dalam menjawab pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu untuk melihat sejauh mana pengaruh pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif yang menekankan aspek analogi terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa, maka penelitian ini didesain dalam studi eksperimen dengan desain berbentuk randomized post test control group design. Dalam penelitian ini diambil sampel dua kelas yang homogen dengan pembelajaran berbeda. Kelompok pertama, diberikan pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif yang menekankan aspek analogi (X), kelompok kedua diberikan perlakuan dengan pembelajaran biasa. Dengan demikian, desain eksperimen dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: R - X O R - - O Keterangan: R = Pemilihan kelas secara acak O = Tes akhir (post test) X = Pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif yang menekankan aspek analogi Penelitian ini memuat dua variabel bebas dan satu variabel terikat yaitu Pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif yang menekankan aspek analogi sebagai variable bebas 1, diterapkan pada kelas eksperimen, yang dipilih secara acak dari 3 kelas yang tersedia dan Pembelajaran dengan pendekatan JSP FKIP UHN hal 194

123 Friska B. Siahaan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif. biasa (konven sional sebagai variable bebas 2 yang diterapkan pada kelas kontrol, yang juga dipilih secara acak dari kelas yang tersedia sedangkan variable terikatnya adalah Kemampuan berpikir kritis siswa Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Semester VI Prodi Matematika FKIP UHN Medan yang terdiri dari 3 kelas dan sebagai sampel diambil 2 kelas secara acak, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi sebagai kelas control.. Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan tes jenis tes melibatkan seperangkat tes berpikir kritis (soal berbentuk tes uraian). Penelitian ini ditujukan untuk menguji perbedaan rata-rata dua variabel yang berhubungan (dependent mean). Rumus yang akan digunakan untuk mencari t hitung adalah : t ' X 1 s n X 2 s n (Sudjana, 1996: 241) PEMBAHASAN Analisis Statistik : dengan uji t, Hipotesis statistik yang akan diuji dirumuskan sebagai berikut : H o : H A : μ x μ y μ μ μ x x y μ y kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif yang menekankan aspek analogi kemampuan berpikir kritis mahasiswa yang mendapat pembelajaran biasa. Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas terhadap data pretes kelompok eksperimen dan kontrol, ternyata kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen. Selanjutnya dilakukan pengujian perbedaan rata-rata data hasil pretes dengan menggunakan statistik parametrik yaitu uji-t pada taraf signifikansi = 0.05 (uji dua pihak, ½ = 0.025) dengan kriteria pengujian: H 0 t hitung diterima jika - t tabel < < + t tabel, sedangkan pada keadaan lain H 0 ditolak. Tabel 1. Pretes Kelompok Kelompok Kontrol Uji Perbedaan Rata-Rata Eksperimen dan JSP FKIP UHN hal 195

124 Friska B. Siahaan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif. Berdasarkan Tabel 1 di atas diperoleh: a. Kemampuan modeling Karena t hitung = berada pada interval s/d ( - t tabel <t hitung <+t tabel ), maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan modeling siswa kedua kelompok (kelompok eksperimen dan kontrol) relatif terdapat perbedaan. b. Kemampuan aritmatik sama atau tidak Karena t hitung = berada pada interval s/d ( - t tabel <t hitung <+t tabel ), maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan aritmatik siswa kedua kelompok (kelompok eksperimen dan kontrol) relatif terdapat perbedaan sama atau tidak c. Keseluruhan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita Karena t hitung = berada pada interval s/d ( - t tabel <t hitung <+t tabel ), maka dapat disimpulkan bahwa keseluruhan kemampuan berpikir kritis kedua kelompok (kelompok eksperimen dan kontrol) relatif tidak terdapat perbedaan Selanjutnya sama atau dilakukan pengujian perbedaan rata-rata data hasil postes terhadap kemampuan modeling, kemampuan aritmatik serta keseluruhan kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan statistik parametrik yaitu uji-t pada taraf signifikansi = 0.05 (uji dua pihak, ½ = 0.025) dengan kriteria pengujian: H 0 t hitung diterima jika - t tabel < < + t tabel, sedangkan pada keadaan lain H 0 ditolak. Tabel 2: Uji Perbedaan Rata-Rata Post tes Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Tabel 2 diperoleh: a. Kemampuan modeling Karena t hitung = 6,938 dan thit t tabel maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan JSP FKIP UHN hal 196

PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF DENGAN MENGGUNAKAN VISUAL BASIC

PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF DENGAN MENGGUNAKAN VISUAL BASIC JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN Halaman 77-89 PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF DENGAN MENGGUNAKAN VISUAL BASIC Efron Manik (1), Simon Panjaitan (2). Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas

Lebih terperinci

Pengenalan Visual Basic

Pengenalan Visual Basic page : 1 Pengenalan Visual Basic Visual Basic dikembangkan dari bahasa QuickBasic yang lebih tua yang berjalan diatas sistem operasi DOS. Versi awal Visual Basic pertama kali diciptakan oleh Alan Cooper

Lebih terperinci

Pengantar Pemrograman Visual

Pengantar Pemrograman Visual Pengantar Pemrograman Visual Sistem Penilaian Penilaian: Kehadiran 10% Kuis 10% Tugas 20% UTS 30% UAS 30% Nilai A > 80 Tidak hadir = tidak lulus Tidak buat tugas = nilai tugas 0. Tidak ikut kuis = nilai

Lebih terperinci

Pendidikan Teknik Informatika Universitas Negeri Malang

Pendidikan Teknik Informatika Universitas Negeri Malang STANDAR KOMPETENSI Mengenal Bahasa Pemrograman Visual Basic 6.0 KOMPETENSI DASAR Mengenal perintah dasar dan menu Visual Basic 6.0 1 2 3 IDE dan konsep penggunaan Visual Basic 6.0 Mengenal Interface visual

Lebih terperinci

Pemrograman Visual Modul I Perkenalan Lembar Kerja VB 6.0. S. Thya Safitri

Pemrograman Visual Modul I Perkenalan Lembar Kerja VB 6.0. S. Thya Safitri Pemrograman Visual Modul I Perkenalan Lembar Kerja VB 6.0 S. Thya Safitri Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Telematika Telkom Purwokerto 2016 Visual Basic adalah salah suatu development tools

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Sistem informasi terdiri dari dua kata, yaitu Sistem dan Informasi. Sistem yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Sistem informasi terdiri dari dua kata, yaitu Sistem dan Informasi. Sistem yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Sistem informasi terdiri dari dua kata, yaitu Sistem dan Informasi. Sistem yaitu sekumpulan objek yang bekerja bersama-sama untuk menghasilkan suatu kesatuan metode,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Sistem berasal dari bahasa latin Systema dan bahasa Yunani adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubuungkan bersama untuk memudahkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Microsoft Visual Basic 6.0 Microsoft Visual Basic merupakan salah satu bahasa pemrograman komputer. Bahasa pemrograman adalah perintah perintah yang dimengerti oleh komputer untuk

Lebih terperinci

Pemrograman Visual Basic

Pemrograman Visual Basic Pemrograman Visual Basic Pokok Bahasan: Pengenalan Visual Basic Asep Ramdhani M, S.Kom Blog YM http://asepramdhani.wordpress.com/ http://www.asepramdhani.co.cc/ bbrgaek@yahoo.com 1 Pendahuluan Visual Basic

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kata komputer berasal dari bahasa latin yatu computare yang artinya menghitung, dalam bahasa

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kata komputer berasal dari bahasa latin yatu computare yang artinya menghitung, dalam bahasa BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengenalan Komputer Kata komputer berasal dari bahasa latin yatu computare yang artinya menghitung, dalam bahasa inggris di sebut to compute. Secara difinisi komputer diterjemahkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Mesin Jual Otomatis Sejarah mesin jual otomatis pertama diperkirakan telah diciptakan pada abad pertama oleh Hero dari Alexandria, seorang matematikawan dan insinyur terkenal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. komputer. Bahasa komputer berasal dari bahasa asing yaitu To Compute, yang artinya

BAB II LANDASAN TEORI. komputer. Bahasa komputer berasal dari bahasa asing yaitu To Compute, yang artinya BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Dalam merancang sebuah sistem informasi, digunakan suatu alat pendukung yaitu komputer. Bahasa komputer berasal dari bahasa asing yaitu To Compute, yang artinya

Lebih terperinci

Alamat URL: akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan.

Alamat URL: akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/jurnalsuluhpendidikan. JURNAL Suluh Pendidikan FKIP-UHN ISSN: 2356-2595 Volume-2, Edisi-2, Maret 2015 Halaman 90-106 PENGGUNAAN PSIKOLOGI DALAM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (USING PSYCHOLOGY IN CHRISTIAN EDUCATION) Juliver Lumbantobing,

Lebih terperinci

Pertemuan 1 Pengenalan Visual Basic

Pertemuan 1 Pengenalan Visual Basic Pertemuan 1 Pengenalan Visual Basic 1.1 Pengertian Visual Basic adalah salah suatu development tools untuk membangun aplikasi dalam lingkungan Windows. Dalam pengembangan aplikasi, Visual Basic menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Inggris yang berasal dari bahasa Yunani datum yang berarti fakta. Bentuk jamak dari

BAB 2 LANDASAN TEORI. Inggris yang berasal dari bahasa Yunani datum yang berarti fakta. Bentuk jamak dari BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Data Bambang Wahyudi (2003, hal:1) menyatakan bahwa kata data diambil dari bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Yunani datum yang berarti fakta. Bentuk jamak dari datum adalah

Lebih terperinci

Konsep dasar pemrograman visual. Chapter 01

Konsep dasar pemrograman visual. Chapter 01 Konsep dasar pemrograman visual Chapter 01 1 PENGENALAN MS.VISUAL BASIC 6.0 Visual Basic adalah salah satu bahasa pemrograman komputer. Bahasa pemrograman adalah perintahperintah yang dimengerti oleh komputer

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Perangkat lunak adalah Perintah ( program computer ) yang bila di eksekusi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Perangkat lunak adalah Perintah ( program computer ) yang bila di eksekusi BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perangkat Lunak Perangkat lunak adalah Perintah ( program computer ) yang bila di eksekusi memberikan fungsi dan unjuk kerja seperti yang diinginkan. Struktur data yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada umumnya komputer berasal dari bahasa inggris yaitu compute Yang artinya

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada umumnya komputer berasal dari bahasa inggris yaitu compute Yang artinya BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Pada umumnya komputer berasal dari bahasa inggris yaitu compute Yang artinya menghitung. Jadi komputer merupakan alat pengolahan data elektronik yang dapat

Lebih terperinci

Malang, Januari 2007 Penulis

Malang, Januari 2007 Penulis Kata Pengantar Visual Basic merupakan salah satu bahasa pemrograman yang paling banyak digunakan saat ini. Penggunaannya tidak hanya terbatas pada pembuatan aplikasi-aplikasi baru saja, melainkan juga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. telah dirumuskan secara sistematis. Istiah komputer berasal dari bahasa latin

BAB 2 LANDASAN TEORI. telah dirumuskan secara sistematis. Istiah komputer berasal dari bahasa latin BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Komputer ialah alat yang digunakan untuk mengolah data menurut prosedur yang telah dirumuskan secara sistematis. Istiah komputer berasal dari bahasa latin (computare)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Sistem informasi terdiri dari dua kata, yaitu Sistem dan Informasi. Sistem

BAB 2 LANDASAN TEORI. Sistem informasi terdiri dari dua kata, yaitu Sistem dan Informasi. Sistem BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Informasi Perpustakaan Sistem informasi terdiri dari dua kata, yaitu Sistem dan Informasi. Sistem yaitu sekumpulan objek yang bekerja bersama-sama untuk menghasilkan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Inggris yang berasal dari bahasa Yunani datum yang berarti fakta. Bentuk jamak dari

BAB 2 LANDASAN TEORI. Inggris yang berasal dari bahasa Yunani datum yang berarti fakta. Bentuk jamak dari BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Data Bambang Wahyudi (2003, hal:1) menyatakan bahwa kata data diambil dari bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Yunani datum yang berarti fakta. Bentuk jamak dari datum adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Komputer ialah alat yang digunakan untuk mengolah data menurut prosedur yang telah dirumuskan secara sistematis. Istiah komputer berasal dari bahasa latin (computare)

Lebih terperinci

Pengenalan IDE Visual Basic

Pengenalan IDE Visual Basic Indo-Tektips, Teknikal Tips dan Online Forumnya Orang Indonesia Page 1 of 5 Dapatkan Artikel-artikel menarik di bawah ini : Artikel Java Artikel VB Artikel ASP Artikel JSP Artikel PHP Artikel Cold Fusion

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sekilas Tentang Microsoft Visual Basic 6.0 Microsoft Visual Basic merupakan salah satu aplikasi pemrograman visual yang memiliki bahasa pemrograman yang cukup popular dan mudah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa latin computere yang berarti menghitung. Dalam Bahasa Inggris komputer berasal dari kata to compute yang artinya

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI Bab 2 LANDASAN TEORI 2.1. Perangkat Lunak Software adalah perintah (program komputer) yang dieksekusi memberikan fungsi dan petunjuk kerja seperti yang diinginkan. Struktur data yang memungkinkan program

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Aplikasi Program aplikasi adalah program komputer yang dibuat untuk mengerjakan atau menyelesaikam masalah masalah khusus, seperti penggajian. 1 2.2 Pengertian Visualisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa bahasa pemrograman Visual Basic banyak dipilih orang, antara lain :

PENDAHULUAN. Ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa bahasa pemrograman Visual Basic banyak dipilih orang, antara lain : PENDAHULUAN Bahasa Pemrograman Sebuah komputer tidak memahami bahasa. Berbicara mengenai bahasa, misalnya Indonesia atau Inggris, komputer sangat sulit untuk mengerti, untuk itu kita perlu mengadopsi (menggunakan)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Landasan teori merupakan panduan untuk melaksanakan dan menyelesaikan suatu studi. Dalam tugas akhir ini penulis akan mengemukakan beberapa teori yang berkaitan dengan masalah yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Kebutuhan Aplikasi Analisis kebutuhan merupakan lanngkah awal untuk menentukan perankat lunak yang dihasilkan. Perangkat lunak yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pengguna

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kata komputer berasal dari bahasa Inggris, to compute yang berarti menghitung.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kata komputer berasal dari bahasa Inggris, to compute yang berarti menghitung. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Komputer Kata komputer berasal dari bahasa Inggris, to compute yang berarti menghitung. Beberapa pakar dan peneliti mengartikan komputer sebagai berikut : 1. Menurut Hamacher,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. oleh H. A. Simon (1987), kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) merupakan

BAB 2 LANDASAN TEORI. oleh H. A. Simon (1987), kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) merupakan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 KECERDASAN BUATAN Kecerdasan buatan adalah ilmu yang mempelajari cara membuat komputer melakukan sesuatu seperti yang dilakukan manusia (Minsky, 1989). Definisi lain diungkapkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Komputer merupakan salah satu teknologi yang diciptakan sebagai alat bantu manusia

BAB 2 LANDASAN TEORI. Komputer merupakan salah satu teknologi yang diciptakan sebagai alat bantu manusia BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Komputer merupakan salah satu teknologi yang diciptakan sebagai alat bantu manusia dalam mengerjakan berbagai macam tugas agar tugas yang dikerjakan tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer berasal dari bahasa latin computare yang artinya alat hitung,

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer berasal dari bahasa latin computare yang artinya alat hitung, BAB 2 LANDASAN TEORI Landasan teori merupakan bagian yang akan membahas tentang penyelesaian masalah yang akan memberikan jalan keluarnya. Dalam hal ini akan dikemukakan beeberapa teori-teori yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat sejak permulaannya.

BAB I PENDAHULUAN. orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat sejak permulaannya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tes psikometrik telah ada sejak awal abad ke 20 dalam 25-30 tahun terakhir ini, tes psikometrik ini banyak digunakan secara luas dikalangan industri karena

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema. Ditinjau dari sudut katanya sistem berarti sekumpulan objek yang bekerja bersama-sama untuk menghasilkan suatu kesatuan

Lebih terperinci

VISUAL BASIC.NET. 1. Apa Itu VB.NET?

VISUAL BASIC.NET. 1. Apa Itu VB.NET? VISUAL BASIC.NET 1. Apa Itu VB.NET? VB.NET adalah salah satu bahasa pemrograman Komputer Tingkat Tinggi. Bahasa Pemrograman Adalah Perintah-perintah yang dimengerti oleh computer untuk melakukan tugas-tugas

Lebih terperinci

Oleh: Adi Suarman Situmorang, M.Pd Rani Farida Sinaga, S. Pd, M.Si (Dosen FKIP Universitas HKBP Nommensen) LEMBAGA PENELITIAN

Oleh: Adi Suarman Situmorang, M.Pd Rani Farida Sinaga, S. Pd, M.Si (Dosen FKIP Universitas HKBP Nommensen) LEMBAGA PENELITIAN LAPORAN PENELITIAN EFEKTIVITAS GEOGEBRA SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA PEMBELAJARAN PADA MATA KULIAH GEOMETRI DI PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN TAHUN AJARAN 2013/2014 Oleh: Adi Suarman

Lebih terperinci

DASAR PEMROGRAMAN VISUAL BASIC

DASAR PEMROGRAMAN VISUAL BASIC BAHAN BELAJAR 1 DASAR PEMROGRAMAN VISUAL BASIC Sasaran : Setelah mempelajari bahan belajar ini, diharapkan mahasiswa dapat : a. Mengenal dan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic b. Mengenal dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Komputer berasal dari bahasa Latin computare yang artinya menghitung. Jadi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Komputer berasal dari bahasa Latin computare yang artinya menghitung. Jadi BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Komputer berasal dari bahasa Latin computare yang artinya menghitung. Jadi komputer dapat diartikan sebagai alat untuk menghitung. Perkembangan teknologi dan

Lebih terperinci

BAB II VISUAL BASIC 6.0

BAB II VISUAL BASIC 6.0 BAB II VISUAL BASIC 6.0 II.1. MENGENAL VISUAL BASIC 6.0 Visual Basic adalah salah suatu development tools untuk membangun aplikasi dalam lingkungan Windows. Visual Basic menggunakan pendekatan Visual untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sistem Menurut Davis (Sutabri, 2005:09) mendefinisikan sistem sebagai seperangkat unsur-unsur yang terdiri dari manusia, alat, konsep dan prosedur yang dihimpun menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa latin computere yang berarti

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa latin computere yang berarti BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa latin computere yang berarti menghitung. Dalam bahasa Inggris komputer berasal dari kata to compute yang artinya

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM 1 DASAR VISUAL BASIC 6.0

MODUL PRAKTIKUM 1 DASAR VISUAL BASIC 6.0 MODUL PRAKTIKUM 1 DASAR VISUAL BASIC 6.0 Setelah melaksanakan praktikum pada bab ini diharapkan mahasiswa dapat: Mengetahui konsep properti, event, methode dalam VB 6 Mengetahui lingkungan kerja IDE VB

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer (computer) diambil dari bahasa latin computare yang berarti

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer (computer) diambil dari bahasa latin computare yang berarti BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Istilah komputer (computer) diambil dari bahasa latin computare yang berarti menghitung (to compute). Dengan demikian komputer dapat diartikan sebagai alat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kata komputer berasal dari bahasa Inggris, to compute yang berarti menghitung.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kata komputer berasal dari bahasa Inggris, to compute yang berarti menghitung. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Komputer Kata komputer berasal dari bahasa Inggris, to compute yang berarti menghitung. Beberapapakar 1 dan peneliti mengartikan komputer sebagai berikut : 1. Menurut Hamacher,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa Latin Computare yang berarti

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa Latin Computare yang berarti BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Istilah komputer mempunyai arti yang luas dan berbeda untuk orang yang berbeda. Istilah komputer (computer) berasal dari bahasa Latin Computare yang berarti

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. adalah perintah yang dimengerti oleh komputer untuk melakukan tugas-tugas tertentu.

BAB 2 LANDASAN TEORI. adalah perintah yang dimengerti oleh komputer untuk melakukan tugas-tugas tertentu. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Visual Basic 6.0 Visual Basic adalah salah satu bahasa pemrograman komputer. Bahasa pemrograman adalah perintah yang dimengerti oleh komputer untuk melakukan tugas-tugas tertentu.

Lebih terperinci

MODUL I PENDAHULUAN. Modul I : Pengenalan Visual Basic 1

MODUL I PENDAHULUAN. Modul I : Pengenalan Visual Basic 1 MODUL I PENDAHULUAN MENGENAL VISUAL BASIC Microsoft Visual Basic adalah bahasa pemrograman yang dugunakan untuk membuat aplikasi windows yang berbasis GUI. Visual Basil merupakan Event-Driven Programming

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Data adalah kata majemuk dari datum. Data dapat diartikan sebagai berikut: Agus Eko-164 A/2

BAB 2 LANDASAN TEORI. Data adalah kata majemuk dari datum. Data dapat diartikan sebagai berikut: Agus Eko-164 A/2 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Data Data adalah kata majemuk dari datum. Data dapat diartikan sebagai berikut: 1. Data terdiri dari kumpulan karakter numerik atau alphanumerik atau kombinasi antara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Perangkat lunak adalah perintah ( program komputer ) yang bila dieksekusi

BAB 2 LANDASAN TEORI. Perangkat lunak adalah perintah ( program komputer ) yang bila dieksekusi BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perangkat Lunak Perangkat lunak adalah perintah ( program komputer ) yang bila dieksekusi memberikan fungsi dan unjuk kerja seperti yang diinginkan, struktur data yang

Lebih terperinci

PENGENALAN VISUAL BASIC 6.0

PENGENALAN VISUAL BASIC 6.0 PENGENALAN VISUAL BASIC 6.0 Visual Basic adalah salah satu bahasa pemrograman komputer. Bahasa pemrograman adalah perintah-perintah yang dimengerti oleh komputer untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Bahasa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer (computer) diambil dari bahasa latin yaitu Computare yang berarti

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah komputer (computer) diambil dari bahasa latin yaitu Computare yang berarti 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Istilah komputer (computer) diambil dari bahasa latin yaitu Computare yang berarti menghitung, com yang mempunyai arti menggabungkan dalam pikiran, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Sistem Konsep dasar sistem menekankan pada pentingnya perhatian terhadap setiap bagian yang dapat membentuk sebuah sistem. Dimana suatu sistem senantiasa tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kata komputer berasal dari bahasa inggris yaitu computare yang artinya

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kata komputer berasal dari bahasa inggris yaitu computare yang artinya BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Kata komputer berasal dari bahasa inggris yaitu computare yang artinya menghitung, karena pada awalnya komputer hanya berfungsi sebagai alat hitung atau sama

Lebih terperinci

MENGENAL VISUAL BASIC

MENGENAL VISUAL BASIC 1 MENGENAL VISUAL BASIC 1.1.Mengenal Visual Basic 6.0 Bahasa Basic pada dasarnya adalah bahasa yang mudah dimengerti sehingga pemrograman di dalam bahasa Basic dapat dengan mudah dilakukan meskipun oleh

Lebih terperinci

APLIKASI MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF SENI BANUA BANJAR

APLIKASI MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF SENI BANUA BANJAR APLIKASI MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF SENI BANUA BANJAR Kholik Setiawan 1), Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Islam Kalimantan Jl. Adhiyaksa No. 2, Kayu Tangi, Sungai Miai,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Aplikasi Aplikasi dapat diartikan sebagai program komputer yang dibuat untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu ( kamus komputer, 1996, Hal:20). Aplikasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. yang dimaksud dengan data dan informasi? Data adalah fakta fakta yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. yang dimaksud dengan data dan informasi? Data adalah fakta fakta yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Informasi Sistem berasal dari bahasa Yunani yaitu systema yang mengandung arti kesatuan dari bagian yang berhubungan satu dengan yang lain. Menurut Jogiyanto system adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Bambang Wahyudi (2003, hal:1) menyatakan bahwa kata data yang diambil dari bahasa Inggris

BAB 2 LANDASAN TEORI. Bambang Wahyudi (2003, hal:1) menyatakan bahwa kata data yang diambil dari bahasa Inggris BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Data Bambang Wahyudi (2003, hal:1) menyatakan bahwa kata data yang diambil dari bahasa Inggris yang berasal dari bahasa Yunani datum yang berarti fakta. Bentuk jamak dari datum

Lebih terperinci

APLIKASI MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF MATA KULIAH INFORMATION TECHNOLOGY BERBASIS MULTIMEDIA

APLIKASI MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF MATA KULIAH INFORMATION TECHNOLOGY BERBASIS MULTIMEDIA Seminar Nasional Teknologi Informasi 2016 A12 APLIKASI MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF MATA KULIAH INFORMATION TECHNOLOGY BERBASIS MULTIMEDIA Iwan Rijayana Program Studi Sistem Informasi, Universitas Widyatama

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Landasan teori merupakan bagian yang akan membahas tentang uraian pemecahan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Landasan teori merupakan bagian yang akan membahas tentang uraian pemecahan BAB 2 LANDASAN TEORI Landasan teori merupakan bagian yang akan membahas tentang uraian pemecahan masalah yang akan ditemukan pemecahannya melalui pembahasan-pembahasan secara teoritis. Teori teori yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Algoritma Genetika Sejarah Singkat Algoritma Genetika

BAB II DASAR TEORI 2.1 Algoritma Genetika Sejarah Singkat Algoritma Genetika BAB II DASAR TEORI 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan evaluasi atau perkembangan dunia komputer dalam bidang kecerdasan buatan (artificial intelligence). Kemunculan algoritma genetika

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sistem Pakar Kecerdasan buatan adalah salah satu bidang ilmu komputer yang mendayagunakan komputer sehingga dapat berperilaku cerdas seperti manusia. Ilmu komputer tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sekilas Mengenai Microsoft Visual Basic Versi 6 Microsoft Visual Basic adalah sebuah bahasa pemograman komputer. Bahasa pemograman adalah perintah perintah atau instruksi yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analisa Kebutuhan Perangkat Lunak Analisa kebutuhan merupakan langkah awal untuk menentukan perangkat lunak yang dihasilkan. Perangkat lunak yang baik dan sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Data adalah catatan atas kumpulan fakta. Data merupakan bentuk jamak

BAB 2 LANDASAN TEORI. Data adalah catatan atas kumpulan fakta. Data merupakan bentuk jamak BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Data Data adalah catatan atas kumpulan fakta. Data merupakan bentuk jamak dari datum, berasal dari bahasa Latin yang berarti "sesuatu yang diberikan". Dalam penggunaan sehari-hari

Lebih terperinci

MODUL I PENGENALAN VISUAL BASIC 6.0. Visual Basic adalah sebuah program yang berfungsi untuk membuat aplikasi berbasis

MODUL I PENGENALAN VISUAL BASIC 6.0. Visual Basic adalah sebuah program yang berfungsi untuk membuat aplikasi berbasis MODUL I PENGENALAN VISUAL BASIC 6.0 1. Visual Basic 6.0 Visual Basic adalah sebuah program yang berfungsi untuk membuat aplikasi berbasis Microsoft Windows secara cepat dan mudah. Dalam Visual Basic terdapat

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENELITIAN

LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Kemudahan dalam mengakses informasi adalah salah satu dampak positif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat. Kesadaran

Lebih terperinci

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MISSOURI MATHEMATICS PROJECT (MMP) PADA MATERI POKOK LUAS PERMUKAAN SERTA VOLUME PRISMA DAN LIMAS DITINJAU DARI KEMAMPUAN SPASIAL SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI

Lebih terperinci

APLIKASI KAMUS DIGITAL ANTONIM DAN SINONIM KATA DALAM BAHASA INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT VISUAL BASIC 6.0 TUGAS AKHIR

APLIKASI KAMUS DIGITAL ANTONIM DAN SINONIM KATA DALAM BAHASA INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT VISUAL BASIC 6.0 TUGAS AKHIR APLIKASI KAMUS DIGITAL ANTONIM DAN SINONIM KATA DALAM BAHASA INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT VISUAL BASIC 6.0 TUGAS AKHIR SITA SARTIKA 092406012 PROGRAM STUDI D III TEKNIK INFORMATIKA DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MEDIA INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER PADA MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME TABUNG DAN KERUCUT UNTUK SISWA SMP KELAS IX

PENGEMBANGAN MEDIA INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER PADA MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME TABUNG DAN KERUCUT UNTUK SISWA SMP KELAS IX PENGEMBANGAN MEDIA INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER PADA MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME TABUNG DAN KERUCUT UNTUK SISWA SMP KELAS IX Cahyani Firdawati Mahasiswa Universitas Negeri Malang E-mail : ayya.firda@yahoo.com

Lebih terperinci

A. Memulai dan Struktur Visual Basic

A. Memulai dan Struktur Visual Basic BAB II PEMOGRAMAN VISUAL BASIC A. Memulai dan Struktur Visual Basic Jika program visual basic terinstalasi pada sistem operasi Microsoft Windows XP, maka Microsoft Visual Basic dapat dimulai dengan langkah

Lebih terperinci

Visual Basic (VB) Tatik yuniati. Abstrak.

Visual Basic (VB) Tatik yuniati. Abstrak. Visual Basic (VB) Tatik yuniati Tatikyuniati10@yahoo.co.id Abstrak Visual Basic adalah generasi ketiga -event bahasa pemrograman dan lingkungan pengembangan terpadu (IDE) dari Microsoft untuk perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simulasi 2.1.1 Pengertian Simulasi Simulasi merupakan salah satu cara untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi di dunia nyata (real world). Banyak metode yang dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan diartikan sebagai suatu proses belajar berupa aktivitas yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Manusia tidak dapat lepas

Lebih terperinci

BAB I Pengenalan Microsoft Visual Basic 6.0

BAB I Pengenalan Microsoft Visual Basic 6.0 BAB I Pengenalan Microsoft Visual Basic 6.0 Pembuatan program dalam Visual Basic berbeda dengan pembuatan program-program DOS atau pemrograman yang bersifat konvensional. Dalam Visual Basic, pembuatan

Lebih terperinci

STMIK GI MDP. Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil Tahun 2011/2012

STMIK GI MDP. Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil Tahun 2011/2012 Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil Tahun 2011/2012 RANCANG BANGUN APLIKASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS X (SEPULUH) BERBASIS MULTIMEDIA Agustina 2008250011 Femilia

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Istilah komputer berasal dari bahasa latin computer yang berarti menghitung. Dalam bahasa Inggris komputer berasal dari kata to compute yang artinya menghitung.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Deteksi Gerak Deteksi gerak secara sederhana dapat dilakukan dengan mencari beda antara 2 buah citra yang berurutan pada hasil pencitraan menggunakan kamera digital.

Lebih terperinci

PANDUAN PELATIHAN E LEARNING DASAR

PANDUAN PELATIHAN E LEARNING DASAR 2009 I. PANDUAN PELATIHAN E LEARNING DASAR Fakultas Ekonomi Univesitas Muhammadiyah Yogyakarta 29/Agustus/2009 PENDAHULUAN Selamat datang di e:learning Community (elcom) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Lebih terperinci

VIDEO ANIMASI 2D SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN BILANGAN BULAT

VIDEO ANIMASI 2D SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN BILANGAN BULAT VIDEO ANIMASI 2D SEBAGAI ALTERNATIF MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN BILANGAN BULAT Septi Fajarwati 1, Hellik Hermawan 2, Nova Annuristian 3 1 Program Studi Sistem Informasi STMIK Amikom Purwokerto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara

BAB I PENDAHULUAN. orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar adalah susatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara

Lebih terperinci

LAPORAN APLIKASI PENGOLAHAN DATA SISWA DAN DATA NILAI PEMBELAJARAN SISWA SD NEGERI MANGUN JAYA 01

LAPORAN APLIKASI PENGOLAHAN DATA SISWA DAN DATA NILAI PEMBELAJARAN SISWA SD NEGERI MANGUN JAYA 01 LAPORAN APLIKASI PENGOLAHAN DATA SISWA DAN DATA NILAI PEMBELAJARAN SISWA SD NEGERI MANGUN JAYA 01 Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) Dosen : Wisnu Uriawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah REZA FAUZI, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah REZA FAUZI, 2013 BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari skripsi. Pendahuluan berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci

1. MENGENAL VISUAL BASIC

1. MENGENAL VISUAL BASIC 1. MENGENAL VISUAL BASIC 1.1 Mengenal Visual Basic 6.0 Bahasa Basic pada dasarnya adalah bahasa yang mudah dimengerti sehingga pemrograman di dalam bahasa Basic dapat dengan mudah dilakukan meskipun oleh

Lebih terperinci

Pengenalan Visual Basic

Pengenalan Visual Basic Pengenalan Visual Basic KETERANGAN : 1. Baris Menu, digunakan untuk memilih tugas-tugas tertentu seperti menyimpan project, membuka project, dll. 2. Main Toolbar, digunakan untuk melakukan tugastugas tertentu

Lebih terperinci

DASAR MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0

DASAR MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 DASAR MENGGUNAKAN VISUAL BASIC 6.0 Apa itu Visual Basic? Kata Visual menunjukkan cara yang digunakan untuk membuat Graphical User Interface (GUI). Dengan cara ini Anda tidak lagi menuliskan instruksi pemrograman

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN TGT (Team Games Tournament) YANG DILENGKAPI DENGAN MEDIA POWER POINT DAN DESTINASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN TGT (Team Games Tournament) YANG DILENGKAPI DENGAN MEDIA POWER POINT DAN DESTINASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 1 Tahun 2013 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN TGT (Team Games Tournament)

Lebih terperinci

Pengembangan Media Pembelajaran Fisika Menggunakan Lectora Inspire pada Materi Usaha dan Energi SMA

Pengembangan Media Pembelajaran Fisika Menggunakan Lectora Inspire pada Materi Usaha dan Energi SMA p-issn: 2461-0933 e-issn: 2461-1433 Halaman 71 Naskah diterbitkan: 30 Desember 2016 DOI: doi.org/10.21009/1.02210 Pengembangan Media Pembelajaran Fisika Menggunakan Lectora Inspire pada Materi Usaha dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Komputer Komputer (computer) berasal dari bahasa Latin computare yang berarti menghitung. Komputer mempunyai arti yang sangat luas dan berbeda untuk orang yang berbeda.

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN MENGENAL WIN32API DENGAN VISUAL BASIC 6.0 BERBASIS FLASH DAN WEB

MODUL PEMBELAJARAN MENGENAL WIN32API DENGAN VISUAL BASIC 6.0 BERBASIS FLASH DAN WEB MODUL PEMBELAJARAN MENGENAL WIN32API DENGAN VISUAL BASIC 6.0 BERBASIS FLASH DAN WEB Disusun oleh : Andi Ivan Akbar (0934010073) JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

memilih apa yang akan dikerjakan selanjutnya, bertanya dan memberikan jawaban

memilih apa yang akan dikerjakan selanjutnya, bertanya dan memberikan jawaban BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Multimedia Multimedia dapat diartikan sebagai pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafis, suara dan gambar bergerak (video dan animasi) dengan menggabungkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GEOGEBRA DALAM MENENTUKAN NILAI OPTIMUM DARI FUNGSI TUJUAN. Aseri Daniel Ndraha 1, Susi Herawati 1

PENGGUNAAN GEOGEBRA DALAM MENENTUKAN NILAI OPTIMUM DARI FUNGSI TUJUAN. Aseri Daniel Ndraha 1, Susi Herawati 1 PENGGUNAAN GEOGEBRA DALAM MENENTUKAN NILAI OPTIMUM DARI FUNGSI TUJUAN Aseri Daniel Ndraha 1, Susi Herawati 1 1 Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Bung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Psikometrik Penggunaan tes psikometrik sebagai pilihan dewasa ini telah sangat mapan, ia dapat memberikan informasi obyektif tentang ketrampilan kepada seseorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Komputer Menurut Jogiyanto dalam Salim Agus (2012) Komputer adalah seperangkat alat atau peralatan elektronik yang bekerja bersama-sama secara otomatis, menerima input

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Buatan Kecerdasan buatan (AI) merupakan cabang dari ilmu komputer yang dalam merepresentasi pengetahuan lebih banyak menggunakan bentuk simbol simbol daripada bilangan,

Lebih terperinci

MODUL I Pengenalan IDE Visual Basic 6.0

MODUL I Pengenalan IDE Visual Basic 6.0 MODUL I Pengenalan IDE Visual Basic 6.0 Visual Basic (VB) pada dasarnya adalah sebuah bahasa pemrograman komputer. Bahasa pemrograman adalah perintah-perintah atau instruksi yang dimengerti oleh komputer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan dewasa ini dapat dilihat dari peningkatan sistem pelaksanaan pendidikan dan pengembangan pembelajaran yang selalu diusahakan

Lebih terperinci