BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG UMUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG UMUM"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG UMUM Fenomena Slum Squatters di Perkotaan dan Urgensi Rumah Susun Fenomena ledakan penduduk merupakan problematika yang sudah tidak asing lagi di Indonesia. Menduduki peringkat ketiga dalam kepadatan populasi di dunia, tidak mengherankan jika Indonesia akrab dengan persoalan demografi penduduk tersebut. Menurut sejarah, ledakan penduduk yang pertama di Indonesia terjadi sekitar tahun Laju pertumbuhan penduduk juga mengalami lonjakan yang cukup signifikan setelahnya hingga Indonesia kembali mengalami ledakan penduduk kedua pada tahun Data sensus yang tercatat oleh Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, saat ini terdapat kurang lebih jiwa yang bermukim di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, naik 13,2% dalam kurun waktu 10 tahun. Sedangkan, menurut data lain dari BPS, pertumbuhan penduduk Indonesia selalu naik 1,49% per tahun sehingga fenomena babyboom ini sangat mungkin terulang kembali mengingat sejumlah faktor ledakan penduduk seperti urbanisasi terus beranjak naik setiap tahunnya. Pemusatan penduduk di sebuah titik perkotaan inilah yang menjadi akar masalah utama timpangnya demografi kependudukan di Indonesia. Tajamnya kurva pertumbuhan penduduk sayangnya tidak dibarengi dengan pertumbuhan sumber daya dan inovasi sehingga menyebabkan masalah ini berbanding lurus dengan kelangkaan sumber daya dan persaingan yang ketat dalam memperoleh kebutuhan dasar sehari-hari yaitu papan, sandang, dan pangan. Ketatnya persaingan memperebutkan kebutuhan dasar pada akhirnya justru melahirkan problem-problem sosial yang baru seperti meningkatnya kemiskinan, kelaparan, kriminalitas, dan problem sosial lainnya. 1

2 Imbas dari persaingan kebutuhan dasar yang paling nyata adalah tumbuh suburnya pemukiman kumuh sebagai konsekuensi atas menipisnya ketersediaan lahan untuk tempat tinggal. Padahal, permintaan atas kepemilikan tanah selalu bertambah naik setiap saat sehingga tak ayal harga tanah juga semakin melonjak. Harga tanah yang mahal bukan masalah bagi mereka yang berpenghasilan tinggi, namun meroketnya harga tanah tidak dapat dicukupi oleh sebagian penduduk berpenghasilan rendah sehingga jalan keluarnya adalah mendiami lahan-lahan kosong yang tidak laik huni yang kebanyakan remanen. Lahan kosong yang dimaksud adalah bantaran sungai, kolong jembatan, daerah konservasi, ruang terbuka hijau, dan tempat-tempat lainnya. Masyarakat inilah yang disebut dengan masyarakat marjinal atau terpinggirkan. Dengan demikian, para kaum marjinal ini tidak memiliki legalitas yang akan mengikat kepemilikan lahan mereka. Isu kependudukan ini masih menjadi momok utama di perkotaan dan secara langsung menyentuh ke sendi utama arsitektur. Walaupun lekat dengan stigma kumuh atau slum, sebenarnya kaum marjinal tidak bisa serta-merta dikatakan sebagai slum squatters. Pemukiman kumuh pada hakikatnya lahir dari ketidakdisiplinan warga untuk memperbaiki lingkungannya seperti yang diutarakan oleh Komarudin (1997). Namun, sangat besar kemungkinan bagi masyarakat marjinal ini berkelompok dan pada akhirnya berkembang menjadi pemukiman kumuh akibat gaya hidup yang serba tidak mencukupi dan munculnya berbagai macam sektor non-formal dalam lingkungan permukiman. Untuk itu, indikator yang tepat untuk menunjukkan bahwa lahan tersebut termasuk dalam area kumuh adalah dengan memperhatikan poin-poin sebagai berikut: Kepadatan penduduk yang tinggi, sehingga penampilan fisik dari permukiman ini tidak teratur Jalanan antar bangunan yang sempit Minimnya urban service seperti : air minum, drainase, toilet, area cuci, listrik, dan perlindungan kebakaran Kepemilikan lahan illegal Adanya pemukiman kumuh tidak memungkiri juga saling berhubungan sebab-akibat dengan masalah tekanan lingkungan (environment pressure). Tekanan lingkungan merupakan suatu kondisi lingkungan yang menerima beban yang terlalu besar, yang 2

3 disebabkan fisik, sosial, ekonomi, akibatnya menimbulkan persoalan-persoalan lingkungan, baik secara fisik, sosial, maupun psikologis (Setiawan, 1995). Kota (lingkungan) yang padat dan semrawut akan menghasilkan jiwa warganya yang sakit. Jiwa yang sakit menghasilkan kelalaian, sifat malas, dan rasa tidak peduli terhadap sesama yang berdampak datangnya musibah penyakit bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat di sekitarnya (Supriatna, 2005). 1 Lebih jauh lagi, lingkungan memiliki kapasitas dan limitasi untuk mendukung kehidupan atau disebut dengan dengan daya dukung lingkungan (carrying capacity). Jika pemanfaatan yang dapat didukung lingkungan ini tereksploitasi, tentu saja akan menimbulkan berbagai ketimpangan. Fenomena inilah yang menandai tekanan lingkungan. Pemerintah sendiri sebenarnya telah memberikan beberapa solusi untuk memecahkan masalah pemukiman kumuh ini. Sejumlah alternatif solusi yang ditawarkan meliputi pemugaran rumah, program perbaikan kampung (KIP), pembangunan perumahan, konsolidasi lahan, pengembangan lahan terkendali, dan pengembangan rumah susun. 2 Di antara beberapa set alternatif tersebut, pengembangan rumah susun merupakan solusi yang cukup diminati. Konsep rumah susun sebagai vertical housing menjadi opsi menjanjikan karena dianggap efisien dan mampu menjawab tantangan semakin menyempitnya lahan dan daya dukung lingkungan disbanding dengan rasio penduduk. Wacana pembangunan perumahan bertingkat, baik rumah susun, apartemen, maupun kondominium sejatinya telah menjadi trend sejak tahun 1990an, tetapi belum berkembang karena faktor-faktor eksternal seperti penolakan dari warga. Namun jika ditelisik lebih dalam urgensinya dalam dimensi waktu saat ini, pembangunan rumah susun dianggap penting. Sesuai dengan UU No. 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, tujuan didirikannya rumah susun adalah untuk memenuhi kebutuhan rakyat terutama yang berpenghasilan rendah, meningkatkan daya guna lahan dan hasil guna tanah dengan memperhatikan lingkungan, dan memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya bagi kehidupan masyarakat. Hal tersebut dikuatkan dengan teori Chapin dan Kaiser yang mengungkapkan 1 Anonim, diakses pada 8 Maret 2015, pukul WIB 2 Eny Endang Surtiani, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terciptanya Kawasan Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota (Studi Kasus : Kawasan Pancuran, Salatiga), diakses pada 8 Maret 2015, pukul WIB 3

4 bahwa dalam suatu kota harus bisa memenuhi fungsi lokasi ruang yang terkait dengan living areas yakni perumahan sebagai pemenuhan kebutuhan primer yang juga harus dapat dijangkau oleh masyarakat (Chrisma, 2014). Oleh karena itu, rumah susun menjadi relevan dengan problematika kesejahteraan penduduk saat ini LATAR BELAKANG KHUSUS Peningkatan Demand Unit Rumah Susun di Surakarta Surakarta merupakan kota berskala menengah yang sudah banyak mengalami kemajuan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Kemajuan tersebut sangat terasa khususnya di sektor infrastruktur dan sektor non-formal. Peningkatan sektor informal contohnya adalah penggalakan Pasar Malam Ngarsopuro untuk mengakomodasi para pedagang handicraft. Sedangkan di infrastrukturnya sendiri sudah tidak bisa dihitung lagi prestasinya seperti penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) di Sekartaji, pemugaran Benteng Vastenburg, re-design seluruh pasar di Solo, pembangunan seluruh kantor pemerintah Kota Surakarta, alokasi rumah susun bagi pemukim kumuh, perluasan Terminal Tirtonadi Sebagai Terminal Bus Percontohan Nasional, dan lain-lain. Letak geografis Surakarta yang strategis dengan sister-city Yogyakarta dan Semarang, fasilitas yang cukup memadai ditambah dengan suasana yang sangat kondusif, menjadikan kota ini kompleks sesuai dengan konsep pemikiran teori sustainable city Chapin dan Kaiser (1979) yang menyebutkan bahwasanya kota berfungsi menjadi tempat untuk bekerja, tempat tinggal, tempat hiburan, sistem ruang terbuka dan perlindungan lingkungan. 3 Kondisi inilah yang mengundang para kaum urbanis untuk datang atau bahkan menetap di Surakarta. Pendatang yang umumnya berasal dari daerah ini datang untuk mencari pekerjaan yang lebih layak di Surakarta. Namun, sebagai kota inovatif, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan pun menjadi sangat berat. Akhirnya, mereka hanya dapat menyewa rumah seadanya, bahkan di kawasan yang amat rentan akan banjir. Fenomena lainnya menjamurnya pemukiman kumuh adalah akibat otonomi daerah 15 tahun silam yang tidak mengikat dan menjamin kesejahteraan warga Surakarta. Warga diperbolehkan membangun 3 Tety Widyaningrum, diakses 13 Maret 2015, pukul WIB 4

5 rumah semi-permanen bahkan rumah permanen di tanggul sungai. Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) lantas menganggap peraturan yang lemah ini sebagai tameng untuk mempertahankan rumah mereka ini. Pemandangan semacam ini dapat terlihat di salah satu sudut kota Surakarta, tepatnya di Kelurahan Nusukan, di tepian Kali Anyar. Gambar 1.1. Pemukiman Bantaran Kali Anyar Sumber : Dokumen Pribadi (2014) Pemerintah Kota Surakarta saat ini tidak pasif setelah melihat keadaan di beberapa kampung di Surakarta. Akhirnya pada 2004 silam, Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) pertama didirikan di Laweyan, Surakarta. Pembangunan rusunawa terus berlanjut hingga kini terdapat beberapa rusunawa tambahan seperti Rusunawa Semanggi, Rusunawa Jurug, Rusunawa Kerkov, dan Rusunawa Mojosongo. Masyarakat Surakarta juga merespon dengan baik pembangunan rusunawarusunawa tersebut. Hal tersebut tercantum dalam catatan sekretaris daerah yang menyatakan bahwa seluruh unit di rusunawa di atas telah terisi penuh. Bahkan, seluruh unit pada Rusunawa Mojosongo yang baru selesai pembangunannya pada Februari 2015 lalu juga telah diantre oleh masyarakat hingga mengakibatkan adanya waiting list sebanyak 200 KK. Tingginya permintaan dan antusiasme warga yang proaktif dengan pembangunan rusunawa ini membuat Pemerintah Kota Surakarta kembali mengajukan proposal pembangunan rusunawa di Kecamatan Banjarsari, mengingat di kecamatan lain telah terakomodasi. Lokasi yang diprioritaskan sejauh ini adalah di Kadipiro, sebuah kawasan Solo bagian utara yang memang kepadatan penduduknya sangat padat dan rasio kemiskinannya masih tinggi. 5

6 Kajian ini membuktikan bahwa sebenarnya masyarakat sudah sadar akan kebutuhan papan yang lebih aman, nyaman, dan higienis. Kebijakan pembangunan rumah susun di Surakarta juga telah mengalami peningkatan signifikan dengan pemerataan fisik bangunan rusun di setiap kecamatan. Hal tersebut berarti bahwa Pemerintah Kota Surakarta telah menjalankan fungsi fasilitator dan memampukan masyarakat. Tantangan terpenting setelah demand warga yang besar adalah bagaimana cara mengalihkan target perencanaan rumah susun dari sasaran kuantitatif menuju sasaran kualitatif, baik dari segi psikologis si penghuni maupun dari segi teknologinya. Semangat Mengangkat Nilai Budaya untuk Menciptakan Keadaan Homeostatis Kutipan dari Prof. Eko Budiharjo, M.Sc. (Konstruksi, April 1995:90) mengatakan bahwa masalah terpenting dalam pembangunan rumah susun sederhana bukan konstruksi, melainkan mempersiapkan manusianya, bagaimana membuat saddle sesuai dengan kudanya. Bagaimana wadah bangunan atau tata ruang lingkungan perumahan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan penghuninya. 4 Untuk itu, perancangan rumah susun hendaknya benar-benar mengkaji aspek-aspek yang berkenaan seperti filosofi, habit, kontekstual, dan lain-lain untuk menciptakan keadaan yang homeostatis atau kondisi yang akan dipertahankan oleh penghuni karena penghuni puas bermukim. Usaha perwujudan kata homeostatis tersebut sebenarnya telah tertuang dalam Strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) Kota Surakarta. SPPIP dalam konteks ini berfungsi sebagai payung kebijakan pembangunan permukiman sektoral sekaligus infrastruktur seperti drainase, persampahan, sanitasi, dan lain-lain di Kota Surakarta. Tidak hanya itu, SPPIP merupakan acuan yang menjembatani dokumen perencanaan menuju aksi nyata pengembangan ruang kota. Homeostatis sebagai state of stability di Kota Surakarta merupakan amalan dari visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun dalam mewujudkan Surakarta sebagai Kota Budaya, Mandiri, Maju, dan Sejahtera. 4 Hendro Trilistyo, Peranan Aspek Tata Ruang pada Kesejahteraan Penghuni Rumah Susun Sederhana (Studi Kasus : Rumah Susun Sombo dan Rumah Susun Menanggal Surabaya), diakses 7 Maret 2015, pukul WIB 6

7 Poin detail dari visi dan misi tersebut memiliki wawasan artian yang sangat luas. Salah satunya adalah tuntutan Kota Surakarta yang harus nguri-uri (mempertahankan) budaya Jawa. Obligasi itu sendiri dicerminkan pada seluruh elemen infrastruktur kota yang yang mengharuskan berkarakter Surakarta sebagai usaha dalam City Branding. City Branding tersebut berupa aksentuasi Jawa baik yang tangible (bendawi) maupun intangible (tak bendawi) sehingga hal tersebut dapat berjalan beriringan dengan slogan Solo s future is Solo s past. Aspek kebudayaan itu kemudian dibawa ke tujuan yang lebih besar, yaitu menciptakan Kota Surakarta sebagai Eco-Cultural City, yang tidak melulu terfokus pada ekonomi dan struktur pertumbuhan, namun juga masalah ekologi dan warisan budaya. Kolaborasi keempat komponen tersebut pada akhirnya adalah sebuah upaya bersama untuk memperbaiki fisik dan kualitas hidup di Kota Surakarta. Penerapan elemen-elemen Jawa saat ini telah menjadi langkah pasti dalam pembangunan kota. Sebagai contoh, re-design pasar-pasar di Solo yang menerapkan aksen regional tersebut menjadi detail yang membentuk wajah bangunan. Selain itu, pembangunan kantor pemerintahan seperti kelurahan dan kecamatan di seluruh penjuru Surakarta yang bernuansa Jawa. Semangat mempertahankan akar budaya tersebut ternyata sangat berpengaruh dalam beraktivitas. Para subjek yang selalu berada di lingkungan tersebut senantiasa seolah-olah berada di rumah sendiri sehingga rasa homeostatis dapat muncul ke tengah-tengah mereka. Regionalisme berupa penambahan nilai-nilai tradisi lokal itulah yang seharusnya dibawa ke perencanaan rumah susun karena tantangan terbesar dari perancangan rumah susun adalah bagaimana membuat para penghuni merasa nyaman dengan unitnya masingmasing tanpa meninggalkan aspek-aspek bertetangga. Dengan diterapkannya regionalisme pada bangunan rumah susun, diharapkan penghuni dapat merasakan homeostatis seperti pada preseden pasar dan kantor sehingga manifesto Eco-Cultural City yang berbudaya, maju, dan sejahtera pada Kota Surakarta dapat diwujudkan dengan nyata RUMUSAN MASALAH 7

8 Kesejahteraan masyarakat merupakan harga mati dalam sebuah susunan kota yang kompleks. Namun di tengah lapisan masyarakat yang heterogen, masih terdapat masyarakat yang kekurangan papan yang layak. Oleh karena itu, permasalahan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: Bagaimana menciptakan rumah susun yang mampu mengakomodasi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sekaligus mampu meremajakan kawasan kumuh di perkotaan? Bagaimana merancang rumah susun yang berwawasan budaya dan memuat nilainilai lokal dengan pendekatan arsitektur regionalisme? 1.3. TUJUAN DAN SASARAN PENULISAN Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mencermati sekaligus menjawab permasalahan dalam penanganan slum squatters di Kota Surakarta. Pada tulisan ini tujuan yang akan dikaji lebih lanjut adalah sebagai berikut: Mengarahkan pemecahan masalah atas slum squatters di Surakarta dengan cara merancang rumah susun sehingga tercipta lingkungan layak huni sebagai living areas. Sedangkan sasaran dari tulisan ini adalah sebagai berikut: Menciptakan rancangan rumah susun yang aman, nyaman, higienis bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan konsep arsitektur regionalisme. Merumuskan elemen-elemen regionalisme yang membuat kesan Jawa dalam rancangan rumah susun sehingga memenuhi tolok ukur homeostatis LINGKUP PEMBAHASAN Masalah dalam perancangan rumah susun sangat kompleks, namun lingkup pembahasan dalam tulisan ini lebih terkonsentrasi pada pemecahan masalah arsitektur dan aspek perilaku, seperti yang dijabarkan sebagai berikut: Tipologi rumah susun Fungsi dan kegiatan pada bangunan rumah susun Pendekatan regionalisme 8

9 Tampilan bangunan Standar-standar bangunan rumah susun Peraturan-peraturan yang mengikat tentang perancangan rumah susun 1.5. METODOLOGI PEMBAHASAN METODE PENELUSURAN MASALAH Pada tahapan penelusuran masalah ini, terbagi atas beberapa sekuen yang berlangsung secara beriringan. Tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut : Observasi Observasi dimulai dengan pengumpulan data dan berita menyusul gencarnya paparan wacana pembuatan sejumlah Rusunawa di Surakarta. Selain itu, fenomena ledakan penduduk yang menyebabkan adanya backlog juga turut menstimulasi ide untuk mendesain melalui kejadian aktual yang ada di tengah-tengah masyarakat. Studi Literatur Studi literature pada tahapan ini digunakan untuk memperkuat isu serta menemukan keterkaitan isu tersebut dengan literatur acuan PENCARIAN DATA DAN INFORMASI Pada tahapan pencarian data dan informasi, digunakan dengan beberapa pendekatan yaitu : Pendekatan Kualitatif Pendekatan kualitatif dalam konteks tahapan ini adalah survey lapangan. Survey adalah kegiatan mengamati secara langsung obyek site terpilih untuk menentukan aspek-aspek yang dibutuhkan pada proses desain nantinya. Pada tahapan ini digunakan cara pengamatan visual dan pengukuran. Pendekatan Kuantitatif Pada pendekatan kuantitatif ini, digunakan literatur-literatur tambahan sebagai uraian data primer dan sekunder (referensi) untuk mengolah data-data dari tinjauan lapangan. Salah satu cara untuk mengumpulkan data primer maupun sekunder adalah dengan melakukan wawancara terbuka secara langsung. 9

10 TAHAPAN ANALISIS DAN PENYAJIAN berikut ini : Tahapan analisis dan penyajian juga terbagi menjadi beberapa fase seperti diuraikan Tahap Analisis Deskripsi Kuantitatif Dalam tahap analisis ini, identifikasi dan analisis yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor urgensi perancangan rumah susun dan korelasinya terhadap persepsi masyarakat sebagai subyek utama penghuni berupa aspek sosial dan fisik. Tahap Analisis Deskripsi Normatif Analisis pada tahap ini diidentifikasi berdasarkan standar-standar yang ada dalam perancangan rumah susun yang mengatur sarana dan prasaranya. Tahap Penyajian Setelah data-data selesai diolah dan dianalisis, kemudian memasuki tahapan finishing berupa penyajian. Penyajian ini berupa uraian lengkap ditambah dengan grafik, tabel, dan diagram untuk mempermudah dalam pemahaman SISTEMATIKA PENULISAN Gambaran tentang sistematika penulisan yang digunakan pada laporan ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Berisi latar belakang mengapa judul dipilih, disertai dengan rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup pembahasan, metodologi pembahasan, sistematika penulisan, dan kerangka berpikir. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang kumpulan teori yang mendukung dan berkaitan dengan judul yang meliputi tentang pemukiman kumuh, tipologi rumah susun, peraturan dan standar-standar perencanaan rumah susun, dan arsitektur regionalisme. Selain itu, disertakan pula studi kasus sebagai preseden untuk merencakan desain rumah susun. 10

11 BAB III : TINJAUAN LOKASI Berisi alternatif site yang direncanakan sebagai obyek rumah susun yang dilengkapi dengan analisis kawasan berupa potensi, kelemahan, opportunity, dan ancaman. BAB IV : PENDEKATAN KONSEP PERANCANGAN Berisi tentang analisis dari tinjauan pustaka dan kajian standar untuk merancang sebuah rumah susun. BAB V : KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Berisi tentang jabaran konsep perancangan rumah susun, baik konsep filosofis, kontekstual, programatik ruang, serta struktur bangunan yang akan disematkan pada rancangan rumah susun nantinya KEASLIAN PENULISAN Beberapa karya skripsi Tugas Akhir pernah membahas tentang rumah susun. Namun, belum ditemukan karya yang mengacu pada arsitektur regionalisme. Karya skripsi tentang rumah susun yang pernah ada antara lain: Rumah Susun Sederhana Milik / RUSUNAMI (Hendra Budi Prasestya; 07/258687/ET/05713) Hendra mencoba untuk mengkaji masalah kurangnya kebutuhan perumahan di kota-kota besar, khususnya bagi masyarakat marjinal. Solusi yang dianggap tepat adalah dengan merancang RUSUNAMI bagi penduduk marjinal tersebut. Konsep yang ditekankan pada RUSUNAMI tersebut adalah sustainability dan siap bangun. Rusunawa Kerkov di Purwodiningratan dengan Pendekatan Green Architecture untuk Mewujudkan Tema Solo Masa Depan Bercermin Solo Masa Lalu (Ita Dwijayanti; 07/252321/TK/32849) Pada skripsi ini, Ita ingin merancang sebuah rumah susun yang mencerminkan budaya Kota Solo melalui slogan Solo Masa Depan Adalah Solo Masa Lalu. Untuk itu, titik berat rumah susun yang dirancang memiliki nilai-nilai tradisi yang tidak ditinggalkan. Selain itu, ditambahkan pula konsep arsitektur hijau untuk menanggapi isu global warming. 11

12 Rumah Susun dengan Konsep Arsitektur Melayu Kalimantan Barat untuk Relokasi Masyarakat di Kawasan Kumuh di Pontianak (Wisnu Suriel; 08/266621/ET/05954) Karya skripsi ini mencoba untuk memecahkan masalah akan rumah susun yang dianggap kurang cocok bagi para penghuninya. Indikator cocok pada skripsi ini diukur dari konfigurasi tata ruang, bentuk, dan konsep. Hal itulah yang dijadikan latar belakang permasalahan yang bersetting di Pontianak. Untuk itu, rumah susun pada konteks ini dirancang menggunakan konsep arsitektur melayu khas Kalimantan Barat. Rumah Susun Sewa Buruh Pabrik di Kawasan Industri Cikarang Bekasi dengan Pendekatan Arsitektur Ekologis (Kadek Arini Stepitula Gayatri; 09/281415/TK/34979) Bekasi, kota industri yang sedang berkembang, membutuhkan banyak fasilitas hunian bagi para buruhnya. Hal tersebut dipecah dengan perancangan rusunawa yang berwawasan ekologis. 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ledakan jumlah penduduk mungkin bukan sebuah fenomena yang asing di telinga untuk saat ini. Fenomena ledakan jumlah penduduk hampir terjadi di seluruh belahan dunia

Lebih terperinci

lib.archiplan.ugm.ac.id

lib.archiplan.ugm.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan dasar berupa pangan, sandang dan papan memiliki berpengaruh yang erat terhadap kelangsungan hidup manusia. Salah satu kebutuhan dasar berupa papan sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Judul laporan Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) yang disusun oleh penulis adalah Rumah Vertikal Ekologis di Surakarta dengan Fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

TUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan, perumahan, dan pemukiman pada hakekatnya merupakan pemanfaatan lahan secara optimal, khususnya lahan di perkotaan agar berdaya guna dan berhasil guna sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Kampung Vertikal Kalianyar dengan Pendekatan Arsitektur Perilaku 1.2 Pengertian Judul Kampung vertikal merupakan konsep hunian yang bertransformasi dari menjadi kampung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. Latar Belakang Eksistensi Proyek Pemukiman dan perumahan adalah merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah kampung berasal dari bahasa Melayu, digunakan sebagai terminologi yang dipakai untuk menjelaskan sistem permukiman pedesaan. Istilah kampung sering dipakai

Lebih terperinci

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APARTEMEN DI BEKASI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi adalah penyangga ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta. Terletak di sebelah timur DKI Jakarta, dengan letak astronomis 106 55 bujur timur dan 6 7-6 15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal semakin tinggi. Menurut Susanti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat cepat berimplikasi terhadap kepadatan suatu kota. Pertumbuhan penduduk yang semakin cepat tersebut mengakibatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks BAB III METODE PERANCANGAN Metode perancangan Rumah Susun pekerja ini menggunakan metode secara kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks permasalahan yang ada secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Ruang Kota dan Perkembangannya Ruang merupakan unsur penting dalam kehidupan. Ruang merupakan wadah bagi makhluk hidup untuk tinggal dan melangsungkan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor alami yaitu kelahiran dan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di

BAB I PENDAHULUAN. persoalan kecenderungan meningkatnya permintaan dan kurangnya penyediaan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, dimana perkembangannya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perkembangan wilayah perkotaan. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tingkat Kebutuhan Hunian dan Kepadatan Penduduk Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tingkat Kebutuhan Hunian dan Kepadatan Penduduk Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Tingkat Kebutuhan Hunian dan Kepadatan Penduduk Yogyakarta Tingkat kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk yang cukup besar memberi dampak terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin bertambahnya penduduk di Indonesia, terutama di daerah padat penduduk yaitu di pulau Jawa, mengakibatkan ketersediaan lahan untuk pemukiman akan makin berkurang

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bontang terletak 150 km di utara Samarinda. Dengan wilayah yang relatif kecil dibandingkan kabupaten

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bontang terletak 150 km di utara Samarinda. Dengan wilayah yang relatif kecil dibandingkan kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bontang terletak 150 km di utara Samarinda. Dengan wilayah yang relatif kecil dibandingkan kabupaten lainnya di Kalimantan Timur (406,70 km²), Bontang memegang

Lebih terperinci

lebih dahulu pengertian atau definisi dari masing-masing komponen kata yang digunakan dalam menyusun judul tersebut :

lebih dahulu pengertian atau definisi dari masing-masing komponen kata yang digunakan dalam menyusun judul tersebut : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian judul Judul yang kami ajukan untuk Tugas Akhir ini adalah: Solo Sky City Untuk dapat mengetahui pengertian judul di atas, maka diuraikan lebih dahulu pengertian atau definisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk kalangan menengah ke-atas (high-middle income). lebih dari batas UMR termasuk golongan menengah ke atas.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk kalangan menengah ke-atas (high-middle income). lebih dari batas UMR termasuk golongan menengah ke atas. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian pula dari lingkungan hidup. Menyadari adanya hubungan timbal balik antara permukiman

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN Sevi Maulani, 2014 BAB I PENDAHULUAN

RUMAH SUSUN MILIK DI JAKARTA DENGAN PENENKANAN DESAIN MODERN-GREEN Sevi Maulani, 2014 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengapa rumah susun? Kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan primer manusia. Berbagai macam upaya pemenuh kebutuhan ini terwujud dengan semakin banyaknya proyek-proyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika

BAB I PENDAHULUAN. yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman Kampung Aur merupakan salah satu permukiman padat penduduk yang terletak di bantaran Sungai Deli, Kelurahan Kampung Aur, Medan. Jika berbicara mengenai permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia. Seiring dengan rutinitas dan padatnya aktivitas yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika dalam sebuah kota tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan yang membawa kemajuan bagi sebuah kota, serta menjadi daya tarik bagi penduduk dari wilayah lain

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM MENCAPAI TARGET PEMBANGUNAN RPJMN 2015-2019 DIREKTORAT PERKOTAAN, PERUMAHAN, DAN PERMUKIMAN BAPPENAS JAKARTA 22 MEI 2017 Arah Kebijakan 2015-2019

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset sosial, ekonomi, dan fisik. Kota berpotensi memberikan kondisi kehidupan yang sehat dan aman, gaya hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 komposisi penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 komposisi penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta merupakan Ibu Kota Indonesia yang memiliki perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat diberbagai bidang dan sektor. Melihat pertumbuhan Kota Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan antara golongan satu dengan golongan yang lain. Adanya golongan yang berlapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya tingkat urbanisasi sangat berperan besar dalam meningkatnya jumlah penduduk di kota-kota besar. DKI Jakarta, sebagai provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang terkenal dengan gudegnya, masyarakatnya yang ramah, suasana yang damai tentram, nyaman dapat dirasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000

BAB I PENDAHULUAN. Respon risiko..., Juanto Sitorus, FT UI., Sumber data : BPS DKI Jakarta, September 2000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan Kota Jakarta dengan visi dan misi mewujudkan Ibu kota negara sejajar dengan kota-kota dinegara maju dan dihuni oleh masyarakat yang sejahtera. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan

BAB 1 PENDAHULUAN. juta jiwa. Sedangkan luasnya mencapai 662,33 km 2. Sehingga kepadatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta merupakan ibu kota Indonesia yang termasuk dalam 14 kota terbesar di dunia. Berdasarkan data sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2009 Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek Perkembangan kota Jakarta sebagai ibukota negara berlangsung dengan cepat. Dengan banyaknya pembangunan disana-sini semakin mengukuhkan Jakarta

Lebih terperinci

Penduduk. Baciro ,62. Demangan ,16. Klitren ,75. Kota Baru ,74. Terban 80 9.

Penduduk. Baciro ,62. Demangan ,16. Klitren ,75. Kota Baru ,74. Terban 80 9. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Pertumbuhan Penduduk Yogyakarta Kota Yogyakarta yang mempunyai luas wilayah 3.250 Ha (32,5 Km2 ) atau 1,02 persen dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau

BAB 1 PENDAHULUAN. berpenghasilan rendah (MBR) dapat juga dikatakan sebagai masyarakat miskin atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai dengan saat ini masalah kemiskinan masih menjadi persoalan yang belum tertuntaskan bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masyarakat yang berpenghasilan

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014

ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014 PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BIDANG SARANA DAN PRASARANA ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Pada dasarnya hunian tidak dapat dilihat sebagai tempat hidup saja

BAB I PENDAHULUAN. 1 Pada dasarnya hunian tidak dapat dilihat sebagai tempat hidup saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATARBELAKANG Indonesia sebagai negara berkembang dengan kondisi kependudukan yang tidak stabil tercermin pada angka pertumbuhan penduduk yang tak terkendali. Hal tersebut tampak

Lebih terperinci

Komposisi Penduduk DKI Jakarta 2012

Komposisi Penduduk DKI Jakarta 2012 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta merupakan kota besar dengan magnet penyerapan penduduk tertinggi di Indonesia. Dengan jumlah penduduk 12.000.000 jiwa penduduknya tersebar di 5 kota Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul 1.1.1 Judul Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual 1.1.2 Pemahaman Esensi Judul Ruang komunal

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta Sebagai sentral dari berbagai kepentingan, kota Jakarta memiliki banyak permasalahan. Salah satunya adalah lalu lintasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi Daerah Ibukota Yogyakarta mulai dari tahun 2008 yang memiliki jumlah penduduk 374.783 jiwa, pada tahun

Lebih terperinci

Persentase Jumlah Penduduk yang Tinggi, versus Lahan yang Terbatas

Persentase Jumlah Penduduk yang Tinggi, versus Lahan yang Terbatas Dalam pembukaan UUD 1945, tiap-tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak. Dalam perjalanannya, kita hampir melupakan aspek pemerataan atau cita-cita keadilan sosial yang begitu mendasar dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan salah satu permasalahan yang umumnya terjadi di daerah perkotaan. Dampak langsung yang dihadapi oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena dalam aktivitas perkotaan yang terjadi secara terus menerus. Urbanisasi akan membawa pembangunan perkotaan sebagai tanggapan dari bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga

BAB I PENDAHULUAN. kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota sebagai salah satu kenampakan di permukaan bumi, menurut sejarahnya kota berkembang dari tempat-tempat pemukiman yang sangat sederhana hingga timbullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern.

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern. BAB I PENDAHULUAN A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern. B. PENGERTIAN JUDUL v Terminal : Perhentian (bus, kereta api, dan sebagainya) penghabisan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan permukiman padat huni di tepian sungai perkotaan merupakan bagian dari struktur kota yang menjadi komponen penting kawasan. Menurunnya kualitas ruang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Seperti kota-kota besar lainnya yang berkembang menjadi sebuah metropolitan, Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat juga mengalami permasalahan serius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya laju pertumbuhan penduduk di suatu daerah diikuti pula dengan laju pertumbuhan permukiman. Jumlah pertumbuhan permukiman yang baru terus meningkat

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN BURUH PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI TERBOYO SEMARANG

RUMAH SUSUN BURUH PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI TERBOYO SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ( LP3A ) RUMAH SUSUN BURUH PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI TERBOYO SEMARANG PERIODE - 30 Diajukan Oleh : PRASOJO TRI WAHYU UTOMO L2B 307 017 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG

PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat kota, terutama kawasan bantaran sungai di tengah kota. Status kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. pusat kota, terutama kawasan bantaran sungai di tengah kota. Status kepemilikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan pertumbuhan yang kini sedang dirasakan sebagian besar kotakota di Indonesia salah satunya adalah pertumbuhan permukiman informal di kawasan pusat kota,

Lebih terperinci

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.2 Latar Belakang Permasalahan Perancangan

BAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.2 Latar Belakang Permasalahan Perancangan BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Dan Batasan Judul Permukiman Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perkampungan (document.tips,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di DKI Jakarta bertambah tiap tahunnya. Dari data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) angka kepadatan penduduk DKI Jakarta pada tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini isu mengenai Global Warming dan keterbatasan energi kerap menjadi perbincangan dunia. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui kelompok penelitinya yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia sekarang ini semakin meningkat dengan pesat sehingga jumlah kebutuhan akan hunian pun semakin tidak terkendali. Faktor keterbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu wilayah perkotaan semakin berkembang diberbagai sektor, sehingga perkembangan wilayah kota yang dinamis membawa berbagai macam dampak bagi

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang `BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta sebagai kota metropolitan dan ibukota negara menjumpai berbagai tantangan permasalahan. Salah satu tantangan tersebut adalah tantangan di bidang manajemen

Lebih terperinci

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Surabaya sebagai ibu kota Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu kota industri terbesar di Indonesia. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk dunia saat ini telah mencapai lebih dari 6 miliar, di mana di

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk dunia saat ini telah mencapai lebih dari 6 miliar, di mana di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk adalah orang atau orang-orang yang mendiami suatu tempat (kampung, negara, dan pulau) yang tercatat sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya faktor penarik suatu perkotaan dan faktor pendorong dari kawasan perdesaan menjadikan fenomena urbanisasi kerap terjadi di kota-kota di Indonesia. Harapan untuk

Lebih terperinci

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : MANDA MACHYUS L2D 002 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Antara lain disebabkan adanya peluang kerja dari sektor industri dan perdagangan.

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUMAHAN 1.1.1 Pertumbuhan Sektor Perumahan Nasional Peta bisnis properti di Indonesia menunjukkan terjadinya kecenderungan penurunan kapitalisasi pada tahun 2007,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar

Lebih terperinci

1 A p a r t e m e n S i s i n g a m a n g a r a j a S e m a r a n g

1 A p a r t e m e n S i s i n g a m a n g a r a j a S e m a r a n g BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Berbagai upaya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal ini, salah satu caranya adalah

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : IRMA NURYANI L2D 001 436 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oktober 2013 pukul WIB. pukul WIB

BAB I PENDAHULUAN. Oktober 2013 pukul WIB. pukul WIB BAB I PENDAHULUAN I.1 Penjelasan dan Pengertian Judul I.1.1 Pengertian Rumah Rumah secara fisik berarti suatu bangunan tempat kembali dari berpergian, bekerja, tempat tidur dan beristirahat memulihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Formal Latar Belakang Material BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Formal Geografi adalah salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memperhatikan aspek-aspek geografi yang mendukung dalam pembangunan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan dasar, salah satunya adalah kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal dalam permukiman.

Lebih terperinci

DESAIN ULANG RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG (Penekanan Desain Arsitektur Tropis)

DESAIN ULANG RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG (Penekanan Desain Arsitektur Tropis) LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR DESAIN ULANG RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG (Penekanan Desain Arsitektur Tropis) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang BAB III METODE PERANCANGAN Dalam perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa, telah dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang bertujuan untuk menunjang proses perancangan selanjutnya.

Lebih terperinci

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi

BAB V. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Banjarbaru Tahun Visi BAB V Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran 5.1 Visi Visi merupakan arah pembangunan atau kondisi masa depan daerah yang ingin dicapai dalam 5 (lima) tahun mendatang (clarity of direction). Visi juga menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan ibukota Provinsi Jawa Tengah yang letaknya berada di pesisir utara Pulau Jawa. Kota ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sisi utara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerap kali istilah Rumah ku, istanaku sering diucapkan,kata-kata yang

BAB I PENDAHULUAN. Kerap kali istilah Rumah ku, istanaku sering diucapkan,kata-kata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki tiga kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, dan papan dimana rumah merupakan salah satu yang termasuk di dalamnya. Kerap kali istilah Rumah ku, istanaku

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH

BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH Bab IV tediri dari ; Konsep dan strategi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh sampai dengan pencapaian kota

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jakarta merupakan kota yang paling padat penduduknya jika dibandingkan dengan kota lainnya di Indonesia. Berdasarkan data statistik dari Badan Pusat Statistik Provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lokasi penelitian ini terletak di Klender, kelurahan Jatinegara Kaum, Jakarta Timur, disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat kaum, dimana kata kaum diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi terletak pada LU dan BT. Kota Tebing Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tebing Tinggi adalah adalah satu dari tujuh kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan. Kota Tebing Tinggi terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN FRANSISCA RENI W / L2B

BAB I PENDAHULUAN FRANSISCA RENI W / L2B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan hasil cipta, rasa, karsa dan karya manusia yang paling rumit sepanjang sejarah peradaban. Begitu banyak masalah bermunculan silih berganti, akibat pertarungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Penataan Kawasan Semanggi Surakarta Sebagai Kampung Ramah Anak : Proses, cara, perbuatan menata, pengaturan, penyusunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi

Lebih terperinci

Rusunawa Khusus Buruh di Kawasan Industri Air Raja Tanjungpinang 1

Rusunawa Khusus Buruh di Kawasan Industri Air Raja Tanjungpinang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kota Tanjungpinang merupakan ibukota provinsi kepulauan riau berada disalah satu tanjung dan teluk pulau bintan yang berdekatan dengan pulau batamsebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci