PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara"

Transkripsi

1 ILEUS Leonardo Basa Dairi, Lukman Hakim Zain, Juwita Sembiring, Mabel Sihombing, Masrul Lubis, Hartono Apriliasta Purba Divisi Gastroenterologi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU RSUP. HAJI Adam Malik Medan PENDAHULUAN Ileus paralitik adalah suatu keadaan patofisiologik dimana terdapat hambatan motilitas pada traktus gastrointestinal dan tidak terdapat obstruksi mekanik intestinal, yang merupakan suatu akibat dari gangguan motilitas dan secara spesifik dapat diterangkan sebagai ileus paralitik atau adinamik ileus 1,2. Sedangkan ileus obstruksi merupakan suatu keadaan yang melibatkan adanya hambatan mekanik terhadap isi lumen usus, baik parsial maupun komplit yang terjadi pada satu atau lebih area usus 1,3. Keduanya dapat terjadi secara akut ataupun berkembang secara lambat sebagai akibat dari penyakit kronik 4. Baik ileus paralitik maupun ileus obstruksi merupakan dua gangguan yang berpotensi mengancam jiwa, kecuali bila dilakukan terapi lebih awal 4. Tidak mengherankan bahwa ileus paralitik dan ileus obstruksi termasuk dalam 10 penyebab kematian terbanyak di antara penyakit gastrointestinal 4. Satu per lima dari kasus abdomen akut yang dirawat di rumah sakit adalah akibat obstruksi intestinal dan 80 % di antaranya terletak pada level usus halus 4. Pada sebuah penelitian retrospektif di India Timur oleh Souvik et. al, dinyatakan bahwa dalam 3 tahun masa penelitian, ditemukan 9,87 % kasus obstruksi intestinal akut. 75,20 % di antaranya adalah pria, sedangkan 24, 79 % sisanya adalah wanita dan pada umumnya terjadi pada kelompok pasien usia tahun 5. Obstruksi intestinal akut melebihi 3% dari seluruh penyebab perawatan gawat darurat bedah 3. Berdasarkan perhitungan statistik Departemen Kesehatan Inggris, 75% kasus ileus paralitik dan obstruksi intestinal membutuhkan perawatan di Rumah Sakit dengan rata-rata usia pasien adalah 63 tahun 6. Angka mortalitas ileus paralitik dan obstruksi intestinal bervariasi tergantung etiologinya yaitu berkisar 2 hingga 20 % bahkan mencapai 50% pada pasien dengan sakit berat 1

2 dengan penyakit sistemik dan disfungsi organ multipel 4. Menurut Souvik et. al, angka mortalitas tinggi pada kelompok pasien tuberkulosis intestinal 5. Baik ileus paralitik maupun obstruksi intestinal merupakan gangguan yang fatal, namun kematian dapat dicegah dengan penanganan efektif yang dilakukan lebih awal 4. Patofisiologi kedua gangguan tersebut berbeda dan penting untuk diketahui bahwa tidak semua kasus memerlukan operasi 1, sehingga hal ini adalah suatu tantangan bagi dokter Spesialis Penyakit Dalam untuk menegakkan diagnosis dan memutuskan penanganan secara cepat dan tepat pada pasien dengan kasus-kasus tersebut. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna Untuk memahami ileus paralitik dan obstruksi intestinal, maka diperlukan pemahaman mendasar tentang fisiologi anatomi saluran cerna, terutama yang berhubungan dengan fungsi motilitas usus. Saluran cerna menyediakan suplai air, elektrolit dan nutrient untuk tubuh yang membutuhkan proses-proses sebagai berikut 7 : 1. Pergerakan makanan melalui saluran cerna 2. Sekresi cairan digestif dan proses pencernaan makanan 3. Absorpsi air,berbagai elektrolit dan produk digestif 4. Sirkulasi darah melalui saluran cerna untuk membawa substansi yang diabsorbsi 5. Sistem pengaturan dari semua proses diatas dengan sistem lokal usus, sistem syaraf dan sistem hormonal. Gambar 1. Potongan melintang usus 7 Otot halus pada usus tersusun sebagai kumparan-kumparan yang membentuk serat otot. Sinyal elektrik yang menginisiasi kontraksi otot dapat berpindah dari satu 2

3 serat otot ke serat otot usus lain pada setiap kumparan. Setiap lapisan otot berfungsi sebagai sinsitium yang berarti pada saat potensial aksi ditimbulkan di mana saja pada massa otot usus, sinyal elektrik akan diteruskan ke segala arah pada otot, sedangkan jarak penerusan sinyal tersebut tergantung pada eksitabilitas otot 7. Regulator Saluran Cerna Ada empat faktor yang menjadi regulator utama dalam saluran cerna, yaitu (1) Fungsi pergerakan autonomus otot saluran cerna (2) syaraf instrinsik (3) syaraf ekstrinsik dan (4) Hormon pada saluran cerna. Fungsi pergerakan autonomus otot saluran cerna Aktivitas elektrik pada otot halus gastrointestinal memiliki dua tipe yaitu: 1. Slow waves Jenis sinyal elektrik pada tipe ini bukanlah suatu potensial aksi melainkan perubahan resting membrane potential di mana semakin lama akan membuat membran menjadi kurang negative (atau lebih positif) sehingga mencetuskan spikes. Slow waves tidak menyebabkan kalsium tidak masuk ke dalam sel sebagai akibatnya slow waves tidak menimbulkan kontraksi otot. Proses dari slow waves belum diketahui secara jelas namun diduga merupakan interaksi kompleks antara sel otot halus dan interstitials cells of Cajal yang mana sel ini dipercaya memiliki aksi sebagai pacu elektrik pada sel otot halus Spikes Spikes adalah potensial aksi yang sesungguhnya, yang terjadi setiap resting membrane potential menjadi lebih positif dari 40 milivolt. Yang berperan dalam timbulnya potensial aksi pada otot halus gastrointestinal adalah membuka dan menutupnya kanal ion kalsium yang membuka secara lambat sehingga memungkinkan terjadinya potensial aksi berdurasi panjang 7. 3

4 Gambar 2. Potensial membran pada otot halus intestinal Selain adanya potensial slow waves dan spikes, terdapat banyak faktor yang membuat level voltase pada resting membrane potential dapat berubah. Faktor yang dapat menyebabkan depolarisasi membrane (sel otot lebih mudah tereksitasi) yaitu peregangan pada otot, stimulasi asetilkolin, stimulasi syaraf parasimpatis dan stimulasi pada hormon gastrointestinal. Sedangkan faktor yang menyebabkan hiperpolarisasi membrane (sel otot lebih sulit tereksitasi) adalah norepinefrin atau epinefrin dan stimulasi syaraf simpatis 7. Kontraksi tonik pada usus dapat disebabkan adanya potensial spikes yang berulang, hormon, atau faktor lain yang menyebabkan depolarisasi parsial usus kontinyu, atau masuknya ion kalsium secara terus-menerus ke dalam sel. Namun detail dari mekanisme-mekanisme ini masih belum jelas 7. Sistem Syaraf Enterik (Intrinsik) Sistem syaraf enterik terdiri atas dua pleksus, yaitu pleksus myenterik yang fungsi utamanya adalah mengontrol pergerakan gastrointestinal dan pleksus submukosa yang terutama berperan dalam sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal. Walaupun kedua pleksus ini dapat bekerja sendiri, namun stimulasi dari syaraf simpatis dan parasimpatis mempengaruhi kerja keduanya. Pleksus myenterik bersifat baik eksitatorik maupun inhibitorik, di mana peran inhibitorik ini lebih pada penghambatan kontraksi sfingter misalnya pada sfingter pilorik yang mengontrol pengosongan lambung. Pleksus submukosa berperan pada sekresi intestinal, absorpsi lokal dan kontraksi lokal 7. 4

5 Gambar 3. Sistem Syaraf Enterik 7 Sistem syaraf ekstrinsik Seperti yang telah diterangkan di atas, stimulasi syaraf parasimpatik secara umum meningkatkan aktivitas sebagian besar dari fungsi gastrointestinal. Sedangkan stimulasi syaraf simpatik menghambat aktivitas traktus gastrointestinal 7. Kontrol hormonal Hormon yang berpengaruh ialah: gastrin, kolesitokinin (menghambat kontraksi lambung secara moderat, mencetuskan kontraksi pada kandung empedu), sekretin, dan motilin (satu-satunya fungsi dari motilin yang diketahui adalah peningkatan motilitas gastrointestinal 7. Aliran darah pada usus tergantung pada tingkat aktivitas, sebagai contoh, aliran darah akan meningkat pada vili dan daerah yang berdekatan dengan area usus yang sedang melakukan proses absorpsi aktif. Menurunnya konsentrasi oksigen juga dapat menyebabkan peningkatan aliran darah intestinal. Sistem syaraf pun dapat mempengaruhi aliran darah gastrointestinal. Peran utama syaraf simpatik pada traktus gastrointestinal adalah menimbulkan vasokontriksi pada vena intestinal dan mesenteric, penurunan volume darah pada vena-vena tersebut memungkinkan tercukupinya aliran darah ke 5

6 bagian lain dalam sirkulasi. Pada syok hemoragik mekanisme ini dapat menyediakan mililiter darah ekstra untuk menunjang sistem darah sistemik 7. ILEUS PARALITIK Definisi Ileus paralitik (adynamik ileus) sering diidentikkan dengan ileus yang terjadi lebih dari tiga hari (72 jam) sesudah suatu tindakan operasi dan merupakan salah satu spectrum disfungsi traktus gastro intestinal posoperatif. Namun demikian sering juga salah disebut sebagai keadaan pseudoobstruction karena sebenarnya berbeda, dimana ileus paralitik melibatkan semua bagian usus sedangkan pseudo-obstruction hanya terbatas pada kolon (ileus kolonik). Keadaan ileus paralitik terjadi karena adanya hipomotilitas usus tanpa disertai adanya obstruksi mekanik dan keadaan paralitik pasca operasi umumnya membaik setelah 24 jam pada usus halus, jam pada lambung dan jam pada kolon. Etiologi Meskipun ileus paralitik mempunyai banyak kemungkinan etiologi, tetapi pasca operasi merupakan penyebab tersering dan tidak harus berupa operasi intra peritoneal, dapat retroperitoneal maupun operasi selain di abdomen.ileus paralitik tidak pernah terjadi secara primer, oleh karena itu mencari gangguan yang menjadi penyebab adalah hal yang penting untuk mencapai keberhasilan dalam tata laksana 1. Penyebab lain dari ileus paralitik antara lain sepsis, obat-obatan (seperti opioid, anti depresan, antasida), metabolik (hipokalemi, hipomagnesemia, hiponatremia, anemia dan hipoosmolalitas), infark miokard, pneumonia, komplikasi diabetes, trauma (misal fraktur spinal), kolik bilier, kolik renal, trauma kepala atau prosedur-prosedur bedah saraf, inflamasi intraabdominal dan peritonitis dan hematoma retroperitoneal. Penyebab yang paling sering dari ileus paralitik adalah gangguan metabolik dan gangguan elektrolit 1. Penyebab ileus paralitik dapat dibagi menjadi dua yaitu penyebab intra abdomen, dan ekstra abdomen 1. Penyebab intraabdomen 1,8 : 6

7 a. Hambatan reflex Laparotomi,Trauma abdomen,transplantasi renal b. Proses Inflamasi Luka penetrasi, Peritonitis cairan empedu, Peritonitis cairan kimia,perdarahan intraperitoneal, Pankreatitis akut, Kolesistitis akut, Penyakit Celiac, Inflammatory bowel disease c. Infeksi Peritonitis bakteri, Appendicitis, Diverticulitis, Herpes Zoster virus d. Proses iskemik Insufisiensi arteri, Trombosis vena, Arteritis mesenteric, Obstruksi strangulasi e. Trauma radiasi akut Radiasi abdomen, Proses retroperitoneal, Batu ureteropelvik, Pyelonefritis, Perdarahan retroperitoneal, Keganasan f. Alterasi sel interstitial Cajal Penyebab ekstra abdomen 1,8 a. Hambatan reflex Kraniotomi,Fraktur iga, tulang belakang atau pelvis, Infark miokard, Coronary bypass, Operasi bedah jantung, Pneumonia, emboli paru, Luka bakar, Gigitan labalaba janda hitam b. Obat Antikolinergik/antagonis ganglionik, Opiat, Agen kemoterapeutik, Tricyclic antidepressants, Phenotiazines c. Abnormalitas Metabolik Sepsis, Diabetes mellitus, Hipotiroid, Ketidakseimbangan elektrolit (hiperkalemia,hipokalemi,hipofosfatemia), Keracunan logam berat (merkuri) Porfiria, Uremia, Ketoasidosis diabetic, Penyakit sistemik seperti SLE 7

8 Penyebab yang berhubungan dengan Ilmu Penyakit Dalam: 1. Pankreatitis akut 3. Kolesistitis akut 4. Inflammatory bowel disease 5. Radiasi abdomen 7. Arteritis mesenterik 8. Infeksi herpes zoster 9. Trombosis vena 10. Pyelonefritis 11. Infark miokard 12. Pneumonia 13. Infeksi virus herpes simpleks anorektal 14. Obat-obatan; opiat, antikolinergik, 15. Sepsis 16. Ketidakseimbangan elektrolit 17. Uremia 18. Diabetes mellitus 19. SLE 20. Hipotiroid 21. Hipoparatiroid Ileus Paralitik Penyebab yang berhubungan dengan tindakan bedah: 1. Post laparotomi 2. Trauma abdomen 3. Transplantasi renal 4. Trauma penetrasi 5. Megakolon 6. Perdarahan intraperitoneal 7. Apendisitis 8. Divertikulitis 9. Obstruksi strangulasi 10. Batu ureteropelvik 11. Perdarahan retroperitoneal 12. Kraniotomi 13. Fraktur iga, tulang belakang, pelvis 14. Luka bakar 15. Peritonitis bakterial 16.Peritonitis cairan empedu Bagan 1. Ileus Paralitik Patogenesis Mekanisme ileus yang terlibat pada ileus paralitik dapat bersifat neurogenik, miogenik atau humoral 1. Ketiga faktor tersebut dapat menghambat secara berlebihan 8

9 maupun kurangnya rangsangan terhadap aktivitas otot pada usus. Sebagian besar kasus berhubungan dengan substansi di pembuluh darah, sedangkan mekanisme yang lain adalah mekanisme reflex dan kegagalan fungsi otot. Tiga sistem saraf berperan dalam mengataur motilitas gastrointestinal yaitu sistem saraf simpatik dan parasimpatik yang mengatur motilitas dan sistem saraf intrinsik. Saraf parasimpatik meningkatkan motilitas dan saraf simpatik menghambatnya. Ileus paralitik mungkin terjadi karena peningkatan aktivitas saraf simpatik yang berkepanjangan. Hormon-hormon dapat bekerja lokal atau melakukan fungsinya dari jauh melalui aliran darah. Kerusakan atau gangguan pada reflex-refleks neural yang menentukan motilitas usus yang terkoordinir dan atau kejadian inflamasi otot-otot intestinal dianggap merupakan pusat dari patogenesis ileus yang dipicu tindakan manipulasi usus,sedangkan yang diakibatkan bukan oleh manipulasi mungkin jauh lebih kompleks. Kadar serotonin plasma yang tinggi ditemukan pada kasus obstruksi mekanik akut yang berhubungan dengan iskemik usus yang diduga,berkaitan dengan kongesti vascular, tetapi tidak dijumpai pada kasus ileus paralitik Namun begitu, mekanisme dari berbagai penyakit yang mendasari terjadinya ileus paralitik masih misterius, kompleks dan jarang dapat dimengerti. Terapi dapat berhasil apabila kita mengatasi penyakit yang mendasari terjadinya ileus paralitik. Oleh karena itu, kita perlu mengenal penyakit-penyakit tersebut. Di sini akan dibahas beberapa penyakit atau keadaan yang mendasari terjadinya ileus paralitik 1. Hipokalemi Hipokalemi adalah salah satu gangguan elektrolit yang paling sering pada diare akut. Hipokalemi adalah suatu keadaan di mana konsentrasi plasma < 3,5 mmol/l sebagai akibat dari satu atau lebih faktor berikut ini: berkurangnya intake, masuknya kalium ke dalam sel, meningkatnya pengeluaran kalium. Gejala hipokalemi jarang muncul kecuali konsentrasi plasma < 3 mmol/l. Gejala-gejala tersebut adalah fatigue, mialgia, kelemahan otot, dari ektremitas bawah yang merupakan akibat dari lebih negatifnya resting membrane potential. Hipokalemi yang lebih berat dapat berakibat kelemahan yang progresif, hipoventilasi, dan kadang paralisis komplit. Salah satu manifestasi klinis 9

10 yang berat pada hipokalemi adalah ileus paralitik. Hal ini dikarenakan fungsi otot halus yang terpengaruh kurangnya kadar kalium dan sebagai manifestasinya adalah ileus paralitik 9,10. Diabetes mellitus Pasien dengan diabetes sering mengalami diare maupun konstipasi. Penyebab konstipasi dapat bersifat multifaktorial pada pasien diabetes. Namun patofisiologinya belum diketahui secara jelas. Secara patologi, pada pasien diabetes dapat terjadi demielinisasi nervus vagus proksimal dan nervus simpatik yang mensyarafi usus. Waktu pengosongan lambung diperpanjang sebagai akibat dari neuropati otonom yang terjadi secara sekunder pada hiperglikemia, sedangkan hiperglikemia sendiri dapat menyebabkan gangguan motilitas usus, namun hubungan secara jelas dengan dismotilitas usus pada pasien diabetes masih belum dapat diketahui 11. Hipotiroid Ileus paralitik pada hipotiroidisme diduga merupakan suatu neuropati otonom yang mempengaruhi syaraf di kolon. Laporan mengenai hal ini pertama kali dibuat oleh Bastenie(1946) yang mengemukakan hipotesisnya bahwa deposisi material miksedematosa pada serat otot di intestinal berinterferensi dengan ganglia otonom. Beberapa penulis berasumsi bahwa mekanisme ileus paralitik pada hipotiroid adalah neuropati otonom seperti halnya neuropati perifer yang sering ditemukan pada hipotiroidisme 12. Pada dismotilitas intestinal pada penyakit tiroid, ditemukan abnormalitas pada kontrol elektrik intrinsik dari aktivitas motor usus. Pada pasien hipotiroid frekuensi slow waves pada duodenum menurun 11. Hal ini mungkin adalah salah satu sebab dari menurunnya motilitas usus dan waktu transit pada usus halus menjadi memanjang. Pada studi manometrik pada satu pasien ditemukan adanya penurunan dari amplitude kontraksi usus halus dan menurunnya motilitas usus secara keseluruhan. Pada pasien dengan hipotiroid berat, dapat terjadi ileus paralitik dan pseudoobstruksi intestinal. Abnormalitas tersebut dapat kembali ke normal setelah koreksi dari disfungsi tiroid yaitu dengan cara memberikan terapi hormon pengganti yang adekuat 11. Hipoparatiroid 10

11 Mekanisme hormon paratiroid dalam mempengaruhi motilitas gastrointestinal tidak diketahui. Walaupun begitu, dapat kita ingat bahwa kalsium adalah elemen penting dalam kontraksi usus halus sehingga hipokalsemia dapat mengganggu aktivitas kontraksi usus. Telah dilaporkan adanya intestinal pseudoobstruksi dan malabsorpsi yang berhubungan dengan dismotilitas usus halus pada pasien hipoparatiroid. Gejala-gejala yang ditimbulkannya dapat diatasi dengan pemberian kalsium 11. SLE Systemic Lupus Erithematosus(SLE) adalah suatu penyakit inflamasi automun sistemik dengan berbagai macam manifestasi klinik. Traktus gastrointestinal adalah salah satu sistem organ yang paling dipengaruhi oleh SLE. Namun sebagian besar manifestasi gastrointestinal disebabkan efek samping terapeutik dan infeksi. Patogenesis SLE yang berhubungan dengan pseudoobstruksi intestinal masih belum dapat diketahui, walaupun begitu diduga ileus paralitik terjadi karena adanya vaskulitis. Vaskulitis kemudian akan menyebabkan terjadinya iskemi kronik dari otot halus usus sebagai akibatnya dapat timbul kerusakan otot dan hipomotilitas 13. Obat-obatan Antikolinergik dapat menurunkan tonus intestinal serta amplitude dan frekuensi kontraksi peristaltik. Analgesik opiat diketahui dapat menekan motilitas traktus gastrointestinal. Morfin dapat menurunkan kontraksi propulsif dengan mempengaruhi reseptor µ-opiat pada sel otot intestinal yang mengakibatkan waktu transit pada usus halus memanjang 11. Radiasi Kerusakan akibat radiasi terjadi pada semua struktur usus halus termasuk mukosa, pembuluh darah, jaringan ikat, syaraf enterik dan otot halus. Pada trauma akut, dapat terjadi dismotilitas usus halus. Pada trauma kronik, pleksus mienterik dapat terlihat normal tapi masih dapat ditemukan proliferasi syaraf submukosa yang meluas hingga ke otot sirkuler 11. Pankreatitis Akut Pankreatitis akut adalah gangguan inflamasi akut pankreas yang seringkali dapat mempengaruhi sistem organ lainnya yang ditandai dengan nyeri abdomen, mual, muntah, 11

12 demam, takikardia, takipnea, distress pernapasan, menurunnya bising usus, distensi abdomen, oliguria dan anuria. Komplikasi yang dapat terjadi secara metabolik yaitu hiperglikemia, hipertrigliserida, hipokalsemia dan ensefalopati 14,15. Lebih dari 80 % kematian oleh karena pankreatitis akut berat berhubungan dengan proses infeksi terutama infeksi sekunder dari bagian nekrotik pada pankreas atau jaringan peripankreas. Infeksi pankreas sekunder termasuk nekrosis pankreas infektif, abses pankreatik, dan pseudocyst pankreatik infektif yang menyebabkan trauma akut pada mukosa gaster, perdarahan kavum abdomen, fistula dan disfungsi organ multipel. Mekanisme terjadinya infeksi sekunder diduga oleh karena adanya pelepasan enzim pankreas dan substansi bioaktif dan substansi toksik pada fase akut akan menyebabkan paralisis gastrointestinal dan edema mukosa intestinal. Sehingga dapat terjadi translokasi bakteri dan atrofi intestinal mukosa. Sun B. et al (2002) menyatakan dalam penelitiannya bahwa ileus paralitik 5 hari menjadi salah satu faktor predisposisi dari pankreatitis akut berat 16. Kolesistitis akut Kolesistitis akut adalah inflamasi akut yang dapat dicetuskan oleh tiga faktor yaitu: inflamasi mekanik oleh karena batu empedu, inflamasi kimiawi yang disebabkan lisolesitin, serta inflamasi bakteri di mana yang disebutkan terakhir ini berperan dalam 50-85% kasus pasien dengan kolesistitis akut. Gejalanya yaitu nyeri abdomen kanan atas yang menjalar hingga ke area interskapula, scapula kanan, atau bahu, mual, muntah, demam tak terlalu tinggi. Sedangkan tanda khas pada kolesistitis akut adalah nyeri yang meningkat pada batuk atau palpasi pada abdomen kanan atas (tanda Murphy). Tanda lainnya adalah distensi abdomen dan bising usus hipoaktif oleh karena ileus paralitik 17. Ileus paralitik post operatif Ileus paralitik adalah masalah yang menjadi penyebab utama dari memanjangnya masa perawatan di rumah sakit post operasi. Pada ileus paralitik post operatif ini, terjadi gangguan pada sistem syaraf otonom yang melibatkan hiperaktivitas simpatetik, gangguan sistem syaraf enterik, inflamasi yang menyebabkan infiltrasi makrofag dan neutrofil serta mediator inflamasi lain, serta sejumlah obat anestesi umum(seperti halotan dan enfluran) dan penggunaan anti nyeri opiat

13 Patofisiologi Ileus paralitik menyebabkan beberapa perubahan pada fungsi dan keadaan usus. Perubahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Perubahan Flora Normal Usus Motilitas normal pada usus dapat membersihkan lumen usus dari nutrient dan organism sehingga pada saat terjadi gangguan motilitas, maka akan terjadi stasis dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan serta malabsorbsi. Jumlah bakteri yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan mukosa usus ringan dan pembentukan gas yang berlebihan. Dekonjugasi cairan empedu oleh bakteri mengganggu pembentukan micelle dan menyebabkan steatorea 1. Perubahan Isi Lumen Usus Belum terdapat studi yang menjelaskan perubahan aliran cairan dan elektrolit pada ileus paralitik secara memuaskan, namun kemungkinan tidak begitu berbeda dengan normal. Volume gas dapat bertambah dan kemungkinan karena udara yang tertelan, di mana udara ini terdiri dari nitrogen yang kurang diabsorbsi usus sehingga mengakibatkan distensi usus dan mengakibatkan rasa tidak nyaman pada perut 1,19. Selain itu dapat terjadi produksi oleh fermentasi bakteri yang semakin bertambah dengan asupan makanan 1. Efek Metabolik dan Efek Sistemik Konsekuensi sistemik yang dapat terjadi adalah ketidakseimbangan asam basa, elektrolit dan cairan. Distensi ekstrem juga akan menyebabkan elevasi diafragma dengan ventilasi yang restriktif dan kejadian atelektasis 1. Pendekatan Klinis Anamnesis Keluhan pasien tergantung pada waktu perkembangan ileus terjadi, penyakit yang mendasari, komplikasi dan faktor penyerta. Pasien dapat mengeluh perut kembung (oleh karena distensi abdomen), anoreksia, mual dan obstipasi dan mungkin disertai muntah 1,4,8 Nyeri abdomen yang tidak begitu berat namun bersifat kontinu dan lokasi nyeri yang tidak jelas adalah karakteristik keluhan pasien ileus 4. Riwayat penyakit keluarga perlu 13

14 ditanyakan untuk mendeteksi adanya kemungkinan miopati atau neuropati yang disebabkan oleh penyakit herediter 4. Pemeriksaan Fisik Pasien biasanya berbaring dengan tenang 1. Pada pemeriksaan perkusi abdomen dapat ditemukan perkusi timpani. Pada palpasi, pasien menyatakan perasaan tidak enak pada perut dan tidak dapat menunjuk dengan jelas lokasi nyeri. Auskultasi harus dilakukan secara cermat oleh karena dapat ditemukan bising usus yang lemah, jarang, dan bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Dapat terdengar low pitched gurgle, suara berdenting yang lemah yang kadang dapat dicetuskan dengan cara menepuk perut pasien, atau dapat terdengar suara air bergerak(succusion splash) saat pasien berpindah posisi 1,4,8. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan secara berulang karena komplikasi dapat timbul seiring waktu berjalan sehingga dapat terjadi perubahan hasil pemeriksaan fisik. Demam, hipotensi, atau tanda-tanda sepsis merupakan tanda bahaya akan terjadinya komplikasi yang mengancam jiwa 4. Pemeriksaan Penunjang -Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium penting dalam mencari penyakit yang mendasari ileus paralitik serta merencanakan manajemen terapinya. Pemeriksaan yang penting untuk dilakukan yaitu leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah, dan amilase. Pemeriksaan elektrolit serum, blood urea nitrogen, dan kreatinin membantu dalam menilai adanya ketidakseimbangan cairan dan ada tidaknya dehidrasi serta derajat dehidrasi. Pemeriksaan leukosit penting dalam menilai ada tidaknya infeksi atau inflamasi. -Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis, membedakan ileus paralitik dengan ileus obstruksi, dan untuk memahami penyebabnya 1,8. Sebagai awal, dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen polos dengan posisi supine dan tegak. Untuk membedakan ileus paralitik dan ileus obstruksi, perlu diperhatikan derajat distensi abdomen, volume cairan dan gas intraluminal Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar oleh karena terdapat kelainan pada akumulasi gas dan cairan, namun akumulasi gas dan cairan pada ileus paralitik tidak sebanyak pada obstruksi intestinal. Selain itu gas lebih banyak terdapat di kolon loop dari 14

15 distensi usus ringan dan dapat terlihat di sebelah atas atau berdekatan dengan lokasi proses inflamatorik misalnya pada pankreatitis. Loop ini disebut juga sentinel loops 1. Air fluid level berupa suatu gambaran line up (segaris) 1,8. Selain itu terdapat gambaran stepladder pattern 1. Gambar 4. Foto polos abdomen ileus paralitik 20 Pemeriksaan dengan CT-Scan terutama diperlukan untuk membedakan ileus dengan penyebab lain dari nyeri abdomen akut non-traumatik. Gambar.5 CT-scan pada ileus paralitik pada seorang anak. Tampak distensi usus halus dan rektum 15

16 Pemeriksaan dengan manometri usus halus dapat menyediakan informasi tambahan mengenai pola motilitas yang mendasari seperti miopati, neuropati atau obstruksi 4,21. Jika manometri menunjukkan pola kontraktil normal dengan kontraksi amplitudo rendah cenderung merupakan tanda dari penyakit yang didasari oleh masalah miogenik. Namun karena kegunaan klinisnya masih belum jelas, pemeriksaan ini belum digunakan secara rutin dan perlu diadakan evaluasi lagi 4. Diagnosis Banding Diagnosis banding utama pada ileus paralitik adalah penyebab akut abdomen non-traumatik lain seperti ischemic bowel disease, divertikulitis, diseksi aorta, inflammatory bowel disease yang berat, pankreatitis, dan kolik renal atau kolik bilier. Beberapa penyakit di atas dapat berkembang menjadi ileus sehingga membuat pemeriksaan fisik menjadi rancu 1,4. Tata Laksana Hal yang paling penting dalam penatalaksanaan ileus paralitik adalah mencari penyakit yang mendasari. Hal ini oleh karena ileus paralitik diterapi dengan mengobati penyakit dasar dan perlu diingat bahwa terapi operatif harus dihindari kecuali terdapat suatu katastrofi intraabdomen yang membutuhkan laparotomi 1. Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit mengobati kausa dan pemberian nutrisi yang adekuat 4,8.Dekompresi dilakukan dengan menggunakan nasogastric tube untuk mengurangi distensi akibat gas. Dekompresi dapat mengurangi gejala dan tanda distensi, mual dan muntah serta mengurangi regurgitasi dan aspirasi 4. Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Perlu dilakukan pembatasan penggunaan obat yang menghambat motilitas usus seperti opiat,dan obat antikolinergik 4. Hal-hal yang dapat mencegah ileus paralitik postoperatif yaitu salah satunya pemberian makanan via oral atau nasoenteric tube secara dini setelah operasi. Penjelasan yang logis mengenai hal ini adalah bahwa asupan makanan dapat menstimulasi reflex yang menghasilkan aktivitas gerak usus

17 Terapi farmakologi Alvimopan adalah antagonis reseptor µ-opioid yang dapat menghambat aksi opiat dalam menghambat motilitas gastrointestinal tanpa mempengaruhi kerja opiat sebagai anti nyeri 4. Sebuah penelitian doubled blind, placebo-controlled trial menyebutkan bahwa kelompok pasien post reseksi usus halus dan usus besar yang diberi alvimopan pergerakan usus terjadi lebih cepat, lebih cepat flatus dan dapat menkonsumsi makanan padat. Alvimopan diberikan dengan dosis 12 mg menit sebelum operasi dan dua kali sehari setelah operasi selama 7 hari 22. Terdapat beberapa penelitian dan studi klinis yang menyatakan bahwa NSAID meringankan mual dan muntah serta memperbaiki transit gastrointestinal. Laksatif dapat digunakan pada ileus paralitik, namun begitu belum terdapat penelitian randomized controlled trial mengenai efeknya. Prostaglandin dilaporkan dapat meningkatkan masa transit pada usus halus dan kolon, namun masih perlu dilakukan penelitian untuk memastikan kegunaannya. Neostigmin, yang merupakan inhibitor reversibel dari asetilkolinesterase yang dapat meningkatkan motilitas kolon pada periode awal postoperative dengan cara meningkatkan aktivitas asetilkolin pada reseptor muskarinik 18,22. Pemberian neostigmin 2 mg secara cepat dapat memacu flatus dan pasase feses pada % pasien. Neostigmin dapat diberikan 2-2,5 mg intravena bolus atau infuse selama 24 jam, dan perlu pengawasan oleh karena resiko terjadinya bradikardia dan bronkospasme 22. Ceruletide merupakan peptide sintetis yang dapat meningkatkan motilitas gastrointestinal dengan beraksi sebagai antagonis kolesistokinin. Namun karena memiliki efek samping mual dan muntah, maka tidak begitu efektif 18. Terapi lain Asao et.al menyatakan dalam penelitian randomized, prospective, controlled bahwa mengunyah permen karet dapat memicu motilitas usus setelah kolektomi laparoskopik pada kanker kolorektal. Pada penelitian tersebut, pasien mengunyah permen karet tiga kali sehari dimulai dari hari pertama setelah operasi

18 Tabel 1. terapi ileus postoperatif 18 Komplikasi Efek sistemik dari distensi abdomen yang terjadi pada abdomen adalah peninggian diafragma dengan ventilasi yang terhambat, dan selanjutnya dapat terjadi ateletaksis 19. ILEUS OBSTRUKSI Definisi Ileus obstruksi adalah hambatan pada satu atau lebih area di usus yang disebabkan problem mekanik. Penyebab obstruksi mekanis pada lumen usus dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu lesi ekstrinsik, lesi intrinsik, dan obturasi yang akan dibahas lebih lanjut 1, 4, 19,. Etiologi Terkadang penyebab dari ileus obstruksi tidak dapat diketahui sebelum operasi, namun dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yang tepat kita dapat menegakkan diagnosis dan merencanakan terapi. Lesi ekstrinsik Adhesi adalah penyebab paling sering dari obstruksi pada usus halus namun jarang terjadi pada kolon. Pita adhesi yang dapat memendek sejalan dengan waktu 18

19 menyebabkan terjadinya loop entrapment pada usus sehingga dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Hal ini berkaitan dengan kejadian strangulasi. Contoh dari lesi ekstrinsik adalah hernia dan volvulus 1,4. Lesi Intrinsik Keadaan yang dapat menyebabkan lesi intrinsik adalah tumor, intususepsi, dan proses inflamasi atau iskemik. Proses inflamasi atau iskemik dapat menyebabkan striktur lumen, disfungsi otot dan terganggunya masa transit pada usus 1,4. Obturasi Salah satu contoh dari obturasi adalah impaksi fesses yang disebabkan konstipasi kronik yang berat, bermacam-macam obat (contoh: narkotik, antipsikotik), dan karsinoma kolon atau divertikulitis 1,4. Tabel 2. Penyebab obstruksi mekanik 1 Lesi ekstrinsik Adhesi dan pita congenital Hernia - Hernia eksternal - Hernia internal - Hernia diafragmatik - Hernia pelvis Volvulus - Gaster - Usus halus - Sekum - Sigmoid Massa ekstrinsik - Tumor maligna atau benigna - Abses - Aneurisma - Hematoma - Endometriosis Lesi intrinsik 19

20 Neoplasma benigna atau maligna - Adenokarsinoma - Limfoma, limfosarkoma - Tumor karsinoid Inflamasi Tuberkulosis gastrointestinal Crohn s disease Striktur, sebagai akibat sekunder dari: - NSAIDs - Iskemia Divertikulitis Intususepsi Defek congenital - Stenosis pilorik hipertrofik - Atresia intestinal - Malrotasi - Divertikulum Meckel - Hirschsprung disease Hematoma - Trauma abdomen - Trombositopenia - Henoch-Schonlein purpura Benda intraabdomen - Ileus mekonium - Impaksi barium - Impaksi feses - Ileus batu empedu - Benda asing Patogenesis Tuberkulosis gastrointestinal Tuberkulosis gastrointestinal termasuk masalah utama pada negara-negara sedang berkembang. Kira-kira terdapat 20-25% pasien tuberkulosis abdominal yang juga disertai dengan tuberkulosis paru. Tuberkulosis gastrointestinal dapat menyerang semua bagian usus, namun area yang paling umum terkena tuberkulosis abdominal adalah ileum dan kolon. Penyebaran infeksi gastrointestinal berasal dari tiga jalur berikut ini 23 : 1. Penyebaran yang berasal dari sputum yang terinfeksi yang tertelan, biasa terjadi pada pasien dengan tuberkulosis paru akut. 20

21 2. Penyebaran melalui jalur pembuluh darah, berasal dari fokus tuberkulosis di paru 3. Penyebaran lokal yang berasal dari organ sekitar yang terinfeksi infeksi tuberkulosis primer(contoh: tuberkulosis renal menyebabkan fistula menuju duodenum) Terdapat tiga bentuk tuberkulosis gastrointestinal yaitu, bentuk ulseratif, hipertrofik, dan ulserohipertrofik 23. Diduga obstruksi intestinal disebabkan oleh jaringan parut, fibrosis dan massa rigid pada bentuk hipertrofik. Gejala pada obstruksi intestinal oleh karena tuberkulosis sama seperti gejala klinis pada penyebab lain, yaiu mual, muntah, nyeri abdomen, kemudian terdapat penurunan berat badan 23. Crohn s disease Pada Crohn s disease, yang dapat bermanifestasi menjadi proses inflamasi akut dan kronik, serta terdapat dua bentuk pola klinis yaitu pola fibrostenosis obstruksi dan pola penetrasi-fistula. Obstruksi usus pada penyakit ini dapat terjadi dalam berbagai tahap. Pada tahap awal, terjadi edema dinding usus dan spasme sehingga menyebabkan obstruksi intermiten serta nyeri setelah makan yang semakin meningkat. Setelah beberapa tahun, inflamasi persisten berkembang secara progresif menjadi penyempitan fibrostenotik dan striktur. Diare akan berkurang dan digantikan dengan obstruksi usus kronik. Selain itu dapat terjadi episode akut obstruksi yang dicetuskan oleh inflamasi usus dan spasme atau terkadang oleh impaksi makanan yang tidak tercerna. Obstruksi usus terjadi sebanyak 40% dari pasien dengan Crohn s disease 24. Striktur sekunder dari NSAIDs NSAIDs adalah salah satu obat yang digunakan secara luas yang efek sampingnya terutama terjadi pada saluran cerna. Prevalensi lesi pada usus halus yang disebabkan NSAIDs pada masa lalu diremehkan karena sulitnya melakukan pemeriksaan diagnostik yang sensitif pada usus halus, sebuah penelitian Shumaker DA et al. (2001) memaparkan efek samping NSAIDs pada usus halus dengan enteroskopi perioperatif. Efek samping NSAIDs pada usus halus adalah terbentuknya ulkus, striktur, dan enteropati. Ketiga lesi tersebut menimbulkan konsekuensi berupa obstruksi usus halus, perdarahan gastrointestinal kronik, perforasi, anemia defisiensi besi, dan malabsorbsi

22 Patofisiologi Perubahan flora normal usus Pada obstuksi parsial, stasis intestinal seperti halnya pada ileus paralitik dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan malabsorbsi. Jumlah mikroorganisme yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan mukosa. Pembentukan gas yang berlebihan, katabolisme nutrient dengan pembentukan asam lemak rantai pendek 1. Perubahan isi lumen usus Cairan dan elektrolit terkumpul di bagian proksimal dari area obtruksi. Dalam 12 (dua belas) jam pertama setelah timbulnya obstruksi usus terdapat penurunan absorbsi dan peningkatan sekresi dari air, natrium, dan kalium. Peningkatan sekresi tersebut merupakan akibat dari aktivasi refleks neural oleh reseptor regangan (stretch reseptors). Kegagalan absorbsi dan peningkatan sekresi air dan elektrolit akan terus berlangsung sehingga menyebabkan akumulasi cairan. Selain itu adanya saliva yang tertelan, cairan lambung, serta sekresi dari cairan empedu dan pankreas berperan dalam akumulasi cairan. Sedangkan akumulasi gas berasal dari udara yang tertelan dan fermentasi bakteri 1,4,19. Distensi usus yang disebabkan akumulasi gas dan cairan tersebut menyebabkan rasa tidak nyaman, Nyeri adomen pada ileus obstruksi lebih berat dibandingkan dengan nyeri abdomen pada ileus paralitik. Sedangkan sekuestrasi cairan dan elektrolit, hilangnya kapasitas absorbsi dan muntah berperan pada proses terjadinya dehidrasi dan insufisiensi sirkulasi darah melalui hilangnya cairan dari ekstraseluler dan kompartemen intravaskuler 1. Perubahan motilitas Pada model eksperimental obstruksi usus menunjukkan kontraksi meningkat di sebelah proksimal dari hambatan lumen usus sedangkan kontraksi di sebelah distal menurun. Komponen utama dari peningkatan aktivitas motor di bagian proksimal tersebut diatur oleh neuron motorik kolinergik usus. Pada keadaan obstruksi yang lama, akan terjadi peningkatan refleks peristaltik motorik. Proses tersebut akan disela oleh fase kontraksi berkelompok, gelombang kontraktil yang intens, atau hilangnya aktivitas 22

23 motorik. Hal-hal tersebut akan menimbulkan kolik intermiten dan borborigmi. Pada obstruksi kronik muskularis eksterna menjadi tebal melalui mekanisme hipertrofi dan hiperplastik. Semakin lama aktivitas motorik berkurang sehingga periode diamnya aktivitas motorik usus akan meningkat secara progresif. Pada obstruksi usus parsial akan terjadi perubahan pada Interstisial cell s of Cajal yang reversibel. Perubahan pada aktivitas neuronal, Insterstisial cell s of Cajal, dan otot halus usus itu sendiri diduga berperan dalam perubahan motilitas selama obstruksi intestinal kronik terjadi 1,4. Efek sistemik dan metabolik Sama dengan ileus paralitik, efek sistemik ada ileus obstruksi adalah ketidak seimbangan cairan elektrolit dan asam basa. Volume muntah tidak terlalu banyak pada obstruksi intestinal distal, namun nyeri kolik dan distensi abdomen lebih berat. Distensi dan nyeri pada obstruksi kolon cukup intens namun muntah dan dehidrasi jarang terjadi. Dengan adanya closed loop obstruction dan strangulasi dapat terjadi pelepasan usus yang necrotic sehingga menyebabkan pelepasan substansi yang menjadi penyebab systemic imflamatory response 1,4. 23

24 Pendekatan Klinis Anamnesis Pada ileus obstruksi, hal yang penting selain menyingkirkan diagnosis ileus paralitik adalah menentukan sifat obstruksi(parsial atau komplit), identifikasi lokasi dan gangguan anatomi yang mendasari. Keluhan umum pasien yaitu distensi abdomen, nyeri atau rasa tidak nyaman di perut, keluhan tersebut sering berhubungan dengan obstipasi dan mual atau muntah. Pasien dengan obstruksi usus proksimal umumnya mengeluh kembung dan distensi. Nyeri khas pada obstruksi yaitu rasa seperti tertekan yang tumpul, atau seperti diremas dengan periode eksaserbasi kram dan gelombang yang muncul secara bergantian. Nyeri pada obstruksi usus halus menjalar ke area periumbilikal, derajat nyeri cukup berat dan bersifat kolik. Sedangkan nyeri pada obstruksi kolon terlokalisasi sedikit di bawah umbilikus, sedangkan pada lesi distal biasanya mengalami nyeri yang lebih terlokalisasi pada abdomen kiri bawah. 24

25 Beberapa pasien mengeluh adanya borborigmi, atau gerakan usus yang dapat dilihat. Pada pasien dengan obstruksi pada outlet gaster, muntah akan bersifat asam dan tidak mengandung cairan bilier. Sedangkan pada obstruksi usus halus, muntah mengandung cairan bilier, terasa pahit dan dapat berbau feses. Ketika terjadi obstruksi komplit, maka pasien tidak dapat flatus ataupun buang air besar. Selain menanyakan mengenai keluhan yang dirasakan oleh pasien, kita juga perlu mengetahui riwayat gejala gastrointestinal sebelumnya, adanya penyakit lain, trauma atau operasi sebelumnya dan penggunaan obat-obatan 1,4. Pemeriksaan Fisik Pasien terlihat meringkuk, memegang perut, gelisah dan sering berganti-ganti posisi tidur, muntah. Pada inspeksi dapat terlihat distensi abdomen dan peristaltik usus. Perkusi abdomen akan menghasilkan suara timpani. Bila ditemukan pekak alih atau puddle sign pada perkusi maka kemungkinan terdapat cairan bebas di abdomen yang menyiratkan adanya asites inflamatorik atau asites akibat inflamasi. Pada palpasi, harus dicari adanya massa oleh karena inflamasi, atau neoplasma. bila teraba massa solid maka kemungkinannya adalah abses dari Crohn s disease atau diverticulitis. Bila pasien merasakan rebound tenderness pada palpasi maka hal tersebut mengindikasikan adanya komplikasi yang membutuhkan operasi segera. Auskultasi dapat membedakan obstruksi intestinal dengan ileus paralitik, yaitu pada obstruksi intestinal bising usus menjadi lebih keras, high pitched, dan hiperaktif, kecuali bila obstruksi berlangsung selama beberapa hari atau telah timbul komplikasi berupa iskemia, nekrosis, atau peritonitis 1,4. Pemeriksaan rektal dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan atau masssa di daerah pelvik. Pada pemeriksaan rektal, bila didapatkan feses pada sarung tangan, maka hal itu mengindikasikan adanya impaksi feses 4. Seperti halnya pada ileus paralitik, perlu dilakukan pemeriksaan fisik berulang pada obstruksi intestinal untuk memonitor timbulnya komplikasi 1,4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan foto polos abdomen dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis obstruksi usus pada lebih dari 60 % kasus 26. Dilakukan dengan dua posisi yaitu supine dan tegak (atau lateral dekubitus bila pasien tidak bisa tegak) merupakan pemeriksaan 25

26 awal yang berguna untuk menentukan letak obstruksi dan mencari penyebabnya. Pada posisi tegak atau lateral dekubitus dapat terlihat multiple air fluid levels dan stepladder pattern. Stepladder patern dengan multiple air fluid levels dan tidak terlihat gas di dalam kolon adalah tanda patognomonik Dapat ditemukan scalloped effect oleh karena udara dan cairan yang berkumpul di kolon proksimal dari obstruksi. Pada tahap awal strangulasi, sulit dibedakan dengan obstruksi simple, namun bila sudah mencapai tahap lanjut, maka usus yang nekrotik akan kehilangan kontur mukosanya dan mengalami edema sehingga tampak gambaran thumbprinted dan bentuk coffee bean. Untuk membedakan ileus paralitik dengan ileus obstruksi, maka perlu diperhatikan derajat distensi intestinal, jumlah cairan dan gas intralumen, dan pola distribusi air fluid-levels. Pada obstruksi intestinal, akumulasi gas dan cairan lebih banyak sedangkan air fluidlevels lebih panjang dan terlihat lebih jelas. Selain itu dapat ditemukan stepladder pattern. Apabila multiple air fluid-levels terlihat sebagai pola string of beads, maka terdapat kecenderungan adanya obstruksi parsial atau komplit derajat tinggi 1,4. Gambar 6. Obstruksi usus halus(kiri) foto polos abdomen pasien dengan obstruksi usus halus posisi supine.(kanan) foto dari pasien yang sama dengan posisi tegak, menunjukkan adanya air-fluid levels.. Walaupun pemeriksaan foto polos abdomen dapat menegakkan diagnosis pada sebagian besar kasus obstruksi intestinal, namun evaluasi lebih lanjut diperlukan(misalnya dengan CT-scan atau radiografi barium)pada % kasus 26. Sensitivitas CT-scan adalah % sedangkan spesifisitasnya adalah 70-90% dalam 26

27 deteksi obstruksi usus halus. Pada pemeriksaan CT-scan, adanya transisi yang jelas antara bagian usus yang berdilatasi dengan yang kolaps, dilatasi usus proksimal, dekompresi usus distal dan dengan kontras intralumen tidak dapat melalui zona transisi, serta kolon mengandung sedikit gas atau cairan, maka hal-hal tersebut mengarah pada diagnosis pasti obstruksi intestinal. Sedangkan bila terlihat titik transisi yang tidak terdapat adanya struktur ekstralumen atau abnormalitas dinding usus mneyiratkan adanya pita adhesi atau kongenital. Perubahan pada ketebalan dinding usus, massa ekstralumen dan penemuan lain menyediakan informasi penting mengenai penyebab dari obstruksi. Pemeriksaan CT-scan abdomen berguna dalam mendiagnosis tuberkulosis gastrointestinal 1,4. CT-scan dapat menunjukkan adanya penebalan dinding usus yang asimetris, dan nodus nodus yang melebar z. Gambar 7. CT-scan menunjukkan adanya dilatasi jejunum dengan transisi yang jelas, bagian distal kolaps. Tampak usus halus sesuai dengan gambaran obstruksi usus halus komplit Pada obstruksi intestinal parsial, penggunaan kontras barium direkomendasikan pada pasien dengan riwayat obstruksi berulang atau obstruksi mekanik level rendah untuk menentukan segmen obstruksi dan derajat obstruksi. Selain itu dapat membantu mengetahui penyebab obstruksi namun apabila dicurigai terdapat perforasi, maka kontras barium tidak boleh digunakan. Begitu juga dengan obstruksi kolon karena dapat menyebabkan impaksi barium 4. Selain itu, dapat pula digunakan sigmoidoskopi atau kolonoskopi pada obstruksi kolon. Sigmoidoskopi dapat pula berfungsi sebagai terapi pada volvulus sigmoid

28 Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan darah yaitu pemeriksaan hematokrit, elektrolit (natrium, sodium, chlorida dan bikarbonat), blood urea nitrogen, dan kreatinin serta analisis gas darah sebagai dasar dari terapi cairan Komplikasi Hilangnya cairan dan elektrolit dapat sangat berat, dan apabila tidak dilakukan terapi penggantian cairan, maka dapat terjadi hipovolemi, insufisiensi renal dan bahkan syok. Komplikasi yang paling berbahaya dari obstruksi intestinal akut adalah closedloop obstruction yang terjadi ketika lumen usus mengalami oklusi pada dua titik yang disebabkan satu mekanisme misalnya hernia fasial atau pita adhesi. Pada komplikasi tersebut, aliran darah juga terhambat. Pada kolon, walaupun aliran darah tidak terhambat oleh karena adanya mekanisme obstruksi, namun distensi pada sekum menjadi sangat ekstrim oleh karena diameternya yang besar, akibatnya, aliran darah intramural dapat terganggu pula dan pada akhirnya terjadi gangrene pada dinding sekum. Setelah terjadi hambatan aliran darah maka sebagai akibatnya terjadi invasi bakteri dan dapat pula timbul peritonitis. Sama halnya dengan ileus paralitik, efek sistemik yang disebabkan distensi adalah elevasi diafragma dengan ventilasi yang terhambat dan selanjutnya ateletaksis 19. Tata Laksana Dalam menentukan keputusan untuk melakukan terapi pada pasien ileus obstruksi, maka diperlukan observasi yang cermat. Segera setelah diagnosis ileus obstruksi ditegakkan, maka resusitasi cairan, elektrolit, dan asam basa harus dimulai. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menentukan apakah akan dilakukan terapi operatif, pertimbangan akan dilakukan terapi operatif atau terapi nonoperatif 1. Salah satu contoh yang membutuhkan operasi segera adalah obstruksi intestinal komplit yang akut yang merupakan keadaan emergensi yang dengan tujuan terapinya adalah membebaskan obstruksi 1. Apabila terdapat hipovolemia berat, maka terapi cairan intravaskuler harus dimonitor dengan pengukuran pengeluran urin dan evaluasi central venous pressure. Terapi cairan harus dilakukan berdasarkan defisit cairan dan kebutuhan cairan seharihari 1. 28

29 Cairan yang diberikan untuk mengoreksi defisit cairan adalah ringer laktat, sedangkan pada keadaan asidosis metabolik terutama pada ph darah arteri kurang dari 7,1 maka diperlukan NaHCO3 2 mmol/l 1. Hal lain yang penting untuk dilakukan adalah dekompresi usus untuk mengurangi distensi abdomen. Resusitasi cairan, elektrolit serta asam basa penting dilakukan untuk mengurangi resiko operasi 26. Seperti yang telah disebutkan di atas, obstruksi intestinal komplit akut harus dioperasi segera setelah resusitasi preoperatif dilaksanakan. Alasan operasi harus segera dilaksanakan pada obstruksi intestinal komplit adalah bahwa pada keadaan tersebut, kemungkinan strangulasi belum dapat disingkirkan dan penundaan operasi dapat berakibat fatal. Selain itu, kematian sangat terkait dengan kasus obstruksi akut yang sudah mengalami komplikasi. Sebelum operasi perlu dilakukan pemberian antibiotik spektrum luas sebagai terapi profilaksis sebab usus yang tidak dipersiapkan dengan pemberian antibiotik memiliki insiden tinggi terkena infeksi dan selanjutnya dapat terjadi sepsis 19,26. Pada obstruksi intestinal parsial, terapi operatif segera tidak selalu diperlukan sehingga masih ada waktu untuk menentukan derajat keparahan serta penyakit yang mendasari dengan pemeriksaan diagnostik. Jika pasien mengeluarkan feses dan flatus dan bila udara dapat terlihat di kolon, maka kemungkinan adanya strangulasi kecil. Laparotomi menjadi indikasi bila terdapat tanda-tanda seperti demam, takikardi, nyeri abdomen yang berlangsung terus-menerus, rebound tenderness dan leukositosis 1. Pada 45% kasus dengan gejala dan tanda seperti yang telah disebutkan, ditemukan strangulasi 26. Operasi segera tidak dianjurkan pula pada keadaan-keadaan seperti riwayat mengalami periode obstruksi intestinal multipel yang berulang, operasi abdomen multipel dengan adhesi luas, terapi radiasi abdomen, Crohn s disease atau karsinomatosis dengan metastasis luas 1. Perlu diketahui bahwa operasi segera tidak dianjurkan kecuali pada keadaan perforasi, peritonitis, dan kesulitan respirasi akibat distensi abdomen masif. Dapat dilakukan endoskopi yang digunakan tidak hanya untuk penegakkan diagnosis tapi juga terapi. Kateter balon pneumatik terutama membantu dalam terapi Crohn s disease. Gejala-gejala obstruksi dapat diatasi dengan obat-obatan namun pada beberapa kasus, 29

30 terutama pasien yang mengalami obstruksi intestinal proksimal, tindakan endoskopi, gastrostomi dan jejunostomi dapat mengatasi gejala mual, muntah dan kolik 1. Tabel 3. Rekomendasi tata laksana obstruksi usus halus(eastern Association fot the Surgery of Trauma) 26 No Rekomendasi Semua pasien dengan kecurigaan adanya obstruksi usus halus harus diperiksa dengan foto polos abdomen karena foto polos abdomen sama sensitifnya dengan Ct-scan dalam mmbedakan obstruksi dengan nonobstruksi.(level III) Semua pasien yang dengan foto polos abdomen belum dapat ditentukan obstruksi komplit atau letak tinggi sebaiknya diperiksa dengan CT-scan sebagai dasar untuk menetukan letak serta etiologi obstruksi(level I) Beberapa literatur menyatakan bahwa pemeriksaan kontas sebaiknya dipertimbangkan pada pasien yang tidak membaik setelah mendapatkan terapi konservatif selama 48 jam karena pemeriksaan kontras dapat menyingkirkan adanya obstruksi usus halus yang memerlukan operasi(level II) Kontras dengan osmolaritas rendah nonionik dapat menjadi alternatif dari barium untuk pemeriksaan kontras pada evaluasi obstruksi usus halaus untuk tujuan diagnostic(level I) No. Tata Laksana 1. Pasien yang pada foto polos abdomen ditemukan adanya obstruksi usus halus dengan tanda-tanda seperti demam, leukositosis, takikardia, asidosis metabolik dan nyeri terus-menerus; atau ditemukan peritonitis pada pemeriksaan fisik, sangat dianjurkan eksplorasi (Level 1) 2. Pasien yang tanpa manifestasi klinik di atas, obstruksi usus halus parsial atau komplit dapat diberikan tata laksana non-operatif, namun biasanya obstruksi komplit mengalami kegagalan terapi(level I) Pasien dengan obstruksi usus halus yang tidak mengalami perbaikan setelah diberikan terapi non-operatif selama 3-5hari sebaiknya menjalani operasi (Level III) Tidak ada perbedaan signifikan pada efek terapi non-operatif atau pada tingkat mortalitas setelah tindakan operasi pada dekompresi yang dilakukan dengan tube panjang dibandingkan dengan penggunaan nasogastric tube. Pada pasien yang telah terseleksi pelaksanaan terapi laparoskopi untuk obstruksi usus halus sebaiknya dipertimbangkan serta tindakan tersebut dapat memperpendek waktu perawatan di rumah sakit. Keterangan: Level I : rekomendasi ini cukup meyakinkan dan berdasarkan infomasi keilmuan yang biasanya berdasarkan data Kelas 1, Level 2: rekomendasi ini cukup beralasan yang didukung bukti keilmuan dan diperkuat dengan pendapat ahli, Level 3: rekomendasi ini didukung oleh yang tersedia tanpa bukti keilmuan yang kuat. 30

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

KONSEP TEORI. 1. Pengertian KONSEP TEORI 1. Pengertian Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prevalensi Prevalensi adalah jumlah orang dalam populasi yang menderita suatu penyakit atau kondisi pada waktu tertentu; pembilang dari angka ini adalah jumlah kasus yang ada

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau illeus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

ILEUS PARALITIK. Ali Djumhana

ILEUS PARALITIK. Ali Djumhana ILEUS PARALITIK Ali Djumhana Sub Bagian Gastroentero-Hepatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD / RS dr.hasan Sadikin B a n d u n g Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendiks merupakan salah satu organ yang fungsinya belum diketahui secara pasti. Apendiks sering menimbulkan masalah kesehatan, salah satunya adalah apendisitis (Sjamsuhidayat

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna

Lebih terperinci

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar.

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. CA. KOLON DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar. ETIOLOGI Penyebab kanker usus besar masih

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL DISUSUN OLEH : 1. SEPTIAN M S 2. WAHYU NINGSIH LASE 3. YUTIVA IRNANDA 4. ELYANI SEMBIRING ELIMINASI Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA 1 LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA I Deskripsi Perdarahan pada saluran cerna terutama disebabkan oleh tukak lambung atau gastritis. Perdarahan saluran cerna dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Adhesi peritoneal adalah pembentukan jaringan ikat patologis antara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Adhesi peritoneal adalah pembentukan jaringan ikat patologis antara 2.1 Definisi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Adhesi peritoneal adalah pembentukan jaringan ikat patologis antara omentum, usus dan dinding perut. (Diaz, 2008) Perlengketan ini dapat berupa jaringan ikat tipis seperti

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. saluran cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan

BAB I KONSEP DASAR. saluran cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Obstruksi usus atau Ileus menurut Sjamsuhidajat (1997) adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan elektrolit baik

Lebih terperinci

SAKIT PERUT PADA ANAK

SAKIT PERUT PADA ANAK SAKIT PERUT PADA ANAK Oleh dr Ruankha Bilommi Spesialis Bedah Anak Lebih dari 1/3 anak mengeluh sakit perut dan ini menyebabkan orang tua membawa ke dokter. Sakit perut pada anak bisa bersifat akut dan

Lebih terperinci

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN A. PENGERTIAN Nyeri abdomen merupakan sensasi subjektif tidak menyenanngkan yang terasa disetiap regio abdomen (Pierce A. Grace &Neil R.Borley, 2006). Nyeri abdomen ada

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala Tinjauan Pustaka A. Pendahuluan Insiden dari metastasi tulang menempati urutan kedua setelah metastase ke paru-paru dan hati. Frekuensi paling sering pada tulang adalah metastase ke kolumna vertebra. Di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geriatri adalah pelayanan kesehatan untuk lanjut usia (lansia) yang mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009). Menurut UU RI No.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar dan Isezuo, 2012). Stroke juga merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach. Sembilan puluh persen kelainan ini

BAB I PENDAHULUAN. Meissner dan pleksus mienterikus Auerbach. Sembilan puluh persen kelainan ini BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosa Meissner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insiden kematian apendisitis pada anak semakin meningkat, hal ini disebabkan kesulitan mendiagnosis appendik secara dini. Ini disebabkan komunikasi yang sulit antara

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) : Sindrom Kanalis Cubitalis (Cubital Tunnel Syndrome) Kesemutan atau baal biasanya terjadi di jari manis. Atau terjadi di wilayah saraf ulnaris. Gejalanya seperti sindrom ulnaris. Baal biasanya terjadi tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN

ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN ASKEP GAWAT DARURAT ENDOKRIN Niken Andalasari PENGERTIAN Hipoglikemia merupakan keadaan dimana didapatkan penuruan glukosa darah yang lebih rendah dari 50 mg/dl disertai gejala autonomic dan gejala neurologic.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saluran pencernaan (gastrointestinal, GI) dimulai dari mulut sampai anus. Fungsi saluran pencernaan adalah untuk ingesti dan pendorongan makanan, mencerna makanan, serta

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI. BAB 4 HASIL Dalam penelitian ini digunakan 782 kasus yang diperiksa secara histopatologi dan didiagnosis sebagai apendisitis, baik akut, akut perforasi, dan kronis pada Departemen Patologi Anatomi FKUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia, pada penderita

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

BAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya

BAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya BAB II A. Pengertian Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah massa fekal yang menyumbat pasase isi kolon. (Brunner & Suddarth, 2001) Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit kanker merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini berkembang semakin cepat. Di dunia ini, diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita

Lebih terperinci

bubur Setengah bubur Setengah padat padat

bubur Setengah bubur Setengah padat padat Mekanisme pembentukan feses Gerakan kolon lambat dan non-propulsif. Interval antara 2 kontraksi haustra dapat mencapai 30 menit. Gerakan haustra secara perlahan mengaduk isi kolon melalui gerakan maju

Lebih terperinci

Kesetimbangan asam basa tubuh

Kesetimbangan asam basa tubuh Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP)

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) PENDAHULUAN Pemeriksaan penunjang dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan salah satunya adalah pemeriksaan

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kardiovaskular dalam keadaan optimal yaitu dapat menghasilkan aliran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tujuan dari terapi cairan perioperatif adalah menyediakan jumlah cairan yang cukup untuk mempertahankan volume intravaskular yang adekuat agar sistem kardiovaskular

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masa puasa ( nil by mouth ) telah dikenal selama bertahun-tahun dandipraktekkan selama 50 tahun terakhir setelah tindakan operasi saluran cerna dimana dalam

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS ANTAGONIS KOLINERGIK Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PENDAHULUAN Antagonis kolinergik disebut juga obat peng hambat kolinergik atau obat antikolinergik. Yang paling bermanfaat

Lebih terperinci

K35-K38 Diseases of Appendix

K35-K38 Diseases of Appendix K35-K38 Diseases of Appendix Disusun Oleh: 1. Hesti Murti Asari (16/401530/SV/12034) 2. Rafida Elli Safitry (16/401558/SV/12062) 3. Zidna Naila Inas (16/401578/SV/12082) K35 Acute Appendicitis (Radang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011). Menurut Organisasi

Lebih terperinci

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c. APPENDISITIS I. PENGERTIAN Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997) II. ETIOLOGI Appendisitis

Lebih terperinci

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida A. Pengertian Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan

Lebih terperinci

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Angka Kejadian, Karakteristik dan Gambaran Radiologi Foto Polos Abdomen pada Pasien Ileus Obstruktif di Rumah Sakit Al-Ihsan Bandung Tahun 2014-2015 The Incidence,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia, selain itu diare juga membunuh 1.5 juta anak tiap tahunnya. Angka kejadian diare akut diperkirakan

Lebih terperinci

GAGAL GINJAL Zakiah,S.Ked. Kepaniteraan Klinik Interna Program Studi Pendidikan Dokter FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta

GAGAL GINJAL Zakiah,S.Ked. Kepaniteraan Klinik Interna Program Studi Pendidikan Dokter FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta GAGAL GINJAL Zakiah,S.Ked Kepaniteraan Klinik Interna Program Studi Pendidikan Dokter FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta 2010-2011 DEFINISI Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ansietas 2.1.1. Definisi Kecemasan atau ansietas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang terjadi oleh apapun penyebabnya yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hernia merupakan suatu penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara kongenital yang memberi

Lebih terperinci

KOLIK ABDOMEN. E. PEMERIKSAAN Tensi, nadi, pernapasan, suhu Pemeriksaan abdomen : lokasi nyeri Pemeriksaan rektal Laboratorium : - Leukosit - Hb

KOLIK ABDOMEN. E. PEMERIKSAAN Tensi, nadi, pernapasan, suhu Pemeriksaan abdomen : lokasi nyeri Pemeriksaan rektal Laboratorium : - Leukosit - Hb KOLIK ABDOMEN A. DEFINISI Kolik abdomen merupakah salah satu keadaan darurat non trauma, dimana seorang penderita oleh karena keadaan kesehatannya memerlukan pertolongan secepatnya untuk dapat dibebaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Urosepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi.

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia, yang ditandai dengan berbagai

Lebih terperinci

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI OLEH: Vita Wahyuningtias 07.70.0279 Daftar Isi Bab 1 Pendahuluan...1 Bab 2 Tujuan...2 Bab 3 Pembahasan...3 1. Pengertian...3 2. Etiologi...4 3. Patofisiologi...4 4. Gejala dan

Lebih terperinci

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang Definisi Sindroma koroner akut adalah spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 5 Diare. Catatan untuk instruktur

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 5 Diare. Catatan untuk instruktur Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 5 Diare Catatan untuk instruktur Fabian adalah anak usia 2 tahun yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari desa terpencil dengan diare dan tanda dehidrasi berat. Selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan

I. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan rata-rata orang dewasa (70 kg). Total air tubuh dibagi menjadi dua kompartemen cairan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

Pokok Bahasan: GASTROENTEROLOGI dan HEPATOLOGI Sakit perut berulang M. Juffrie

Pokok Bahasan: GASTROENTEROLOGI dan HEPATOLOGI Sakit perut berulang M. Juffrie Pokok Bahasan: GASTROENTEROLOGI dan HEPATOLOGI Sakit perut berulang M. Juffrie Definisi Sakit perut yang terjadi paling sedikit 3 kali, cukup berat sampai tidak bisa melakukan kegiatan sehari hari dalam

Lebih terperinci

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

EMBOLI CAIRAN KETUBAN EMBOLI CAIRAN KETUBAN DEFINISI Sindroma akut, ditandai dyspnea dan hipotensi, diikuti renjatan, edema paru-paru dan henti jantung scr cepat pd wanita dlm proses persalinan atau segera stlh melahirkan sbg

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, lebih dari 3.400 manusia di dunia meninggal di jalan setiap hari dan lebih dari 10 juta manusia mengalami cedera dan disabilitas tiap tahunnya. Anak anak,

Lebih terperinci

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT Dr. Suparyanto, M.Kes GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT CAIRAN TUBUH Cairan tubuh adalah larutan isotonik yang tersusun atas air dan zat terlarut (mineral)

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN COLIC ABDOMEN

LAPORAN PENDAHULUAN COLIC ABDOMEN LAPORAN PENDAHULUAN COLIC ABDOMEN DISUSUN OLEH: ANIATUN ROKHIMAH 121440124150012 PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIII SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA PURWOKERTO 2014 A. PENGERTIAN Kolik abdomen

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN CA.LAMBUNG

ASUHAN KEPERAWATAN CA.LAMBUNG ASUHAN KEPERAWATAN CA.LAMBUNG DEFINISI Kanker lambung merupakan neoplasma maligna yang di temukan di lambung, biasanya adenokarsinoma,atau gangguan sel gaster yang dalam waktu lama terjadi mutasi sel gaster,

Lebih terperinci

Konsep Pemberian Cairan Infus

Konsep Pemberian Cairan Infus Konsep Pemberian Cairan Infus Cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung

Lebih terperinci

SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH

SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH SYOK sebagai kondisi kompleks yang mengancam jiwa, yang ditandai dengan tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan dan sel-sel tubuh (Rice 1991). Komponen-komponen aliran darah

Lebih terperinci

Gambar 1. Atresia Pulmonal Sumber : (http://www.mayoclinic.org/images/pulmonary-valve-atresia-lg-enlg.jpg)

Gambar 1. Atresia Pulmonal Sumber : (http://www.mayoclinic.org/images/pulmonary-valve-atresia-lg-enlg.jpg) DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP RSHS BANDUNG TUGAS PENGAYAAN Oleh : Asri Rachmawati Pembimbing : dr. H. Armijn Firman, Sp.A Hari/Tanggal : September 2013 ATRESIA PULMONAL PENDAHULUAN Atresia pulmonal

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ginjal punya peran penting sebagai organ pengekresi dan non ekresi, sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tekanan Intra Abdomen Rongga abdomen dapat dianggap sebagai kotak tertutup dengan dinding yang keras (iga, tulang belakang, dan pelvis) serta dinding yang fleksibel (dinding

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner 2.1.1 Definisi Penyakit jantung koroner adalah penyakit pada pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung, yaitu terjadinya penyempitan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik : anemia makrositik yang ditandai peningkatan ukuran sel darah merah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh penderita kanker dan penyebab kematian keempat dari seluruh kematian pada pasien kanker di dunia.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare Akut dan Tata Laksananya Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi 3x/hari disertai perubahan konsistensi tinja (lembek atau cair) dengan

Lebih terperinci