KATA PENGANTAR. karena atas Asung Kertha Wara Nugraha-Nya, skripsi ini dapat penulis selesaikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. karena atas Asung Kertha Wara Nugraha-Nya, skripsi ini dapat penulis selesaikan"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas Asung Kertha Wara Nugraha-Nya, skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah PRAKTIK ILLEGAL FISHING DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL (STUDI KASUS: PENANGKAPAN KAPAL MOTOR KWAY FEY DI LAUT NATUNA). Skripsi ini diajukan sebagai kewajiban dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana. Penulis menyadari bahwa penyusunan dan penyelesaian skripsi ini dapat berhasil dengan baik berkat arahan, bimbingan, dukungan, masukan dan saran dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH.,M.Hum, Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana. 2. Bapak Dr. Gde Made Swardhana, SH.,MH, Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana. 3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH.,MH, Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana. 4. Bapak Dr. I Gede Yusa, SH.,MH, Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2 5. Ibu Anak Agung Sri Utari, SH.,MH, Ketua Bagian Hukum Internasional serta Bapak I Gde Putra Ariana, SH.,M.Kn, Sekretaris Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan semangat dan petunjuk yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH.,M.Hum, Dosen Pembimbing I dalam penyusunan skripsi ini, yang telah memberi arahan, bimbingan, dukungan, saran dan petunjuk yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Bapak Made Maharta Yasa, SH., MH, Dosen Pembimbing II dalam penyusunan skripsi ini, yang telah meluangkan banyak waktu dan telah dengan sabar memberi arahan, bimbingan, dukungan, masukan dan saran serta petunjuk yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Putu Dwi Djaya dan Ketut Supartini selaku orang tua penulis yang senantiasa sabar dan tak pernah berhenti memberikan dukungan demi rampungnya skripsi ini. 9. Indah Triari Dwijayanthi dan Andina Triari Dwijayanthi selaku saudara penulis, yang selalu memberikan motivasi-motivasi pada saat jenuh maupun suntuk. 10. Bapak I Nyoman Bagiastra, SH.,MH, Dosen Pembimbing Akademik penulis yang senantiasa mengarahkan dan membimbing penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

3 11. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah sangat berjasa memberikan ilmu pengetahuan selama penulis duduk di bangku perkuliahan. 12. Seluruh Staff Administrasi dan Pegawai di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Udayana. 13. Keluarga besar Asian Law Students Association Local Chapter Universitas Udayana, National Chapter Indonesia, Student Community for International Law, dan LittleCircleFoundation (LCF), tempat saya menempa soft skill dan menimba pengalaman yang tak kalah berguna dan sangat bermanfaat dalam penyusunan dan perampungan tugas akhir ini. 14. Komang Hare Yashuananda, Jody Bagus Wiguna serta teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Udayana yang selalu memberikan dukungan selama penulis duduk di bangku perkuliahan. Akhirnya, dengan menyadari keterbatasan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pembaca dan bagi kemajuan ilmu hukum. Denpasar, 15 Oktober 2016 Penulis

4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM...ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI...iv KATA PENGANTAR...v DAFTAR ISI...viii SURAT PERNYATAAN KEASLIAN...xiv ABSTRAK...xv ABSTRACT...xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Ruang Lingkup Masalah Orisinalitas Penelitian Tujuan Penelitian.. 9 a. Tujuan Umum...9 b. Tujuan Khusus Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis...10

5 b. Manfaat Praktis Landasan Teori Metode Penelitian a. Jenis Penelitian b. Jenis Pendekatan c. Bahan Hukum/Data d. Teknik Pengumpulan Bahan/Data e. Teknik Analisis BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ILLEGAL FISHING DAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL 2.1 Tinjauan mengenai Illegal Fishing Pengertian Illegal Fishing Bentuk Tindakan Illegal Fishing Tinjauan mengenai Hukum Laut Internasional Pengaturan Zona-zona Maritim Wilayah dan Yurisdiksi Negara di Laut BAB III PENGATURAN INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL DALAM MENANGANI PRAKTIK ILLEGAL FISHING 3.1 Pengaturan Hukum Mengenai Praktik Illegal Fishing Berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea Pengaturan Hukum Mengenai Praktik Illegal Fishing Berdasarkan The 1993 FAO Agreement to Promote Compliance with

6 International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on High Sea Pengaturan Hukum Mengenai Praktik Illegal Fishing Berdasarkan The Agreement for the Implementation of the Provision of the UNCLOS of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks Ketentuan Mengenai Konservasi dan Pengelolaan Persediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Persediaan Ikan Yang Beruaya Jauh Ketentuan Mengenai Mekanisme Kerja Sama Internasional dalam Konservasi dan Pengelolaan Atas Persediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Persediaan Ikan yang Beruaya Jauh Ketentuan Mengenai Kewajiban Negara Bendera Kapal Mekanisme Penataan dan Penegakan Hukum Di Laut Lepas Pengaturan Hukum Mengenai Praktik Illegal Fishing Berdasarkan The 1995 FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries Pengaturan Hukum Mengenai Praktik Illegal Fishing Berdasarkan International Plan of Action to Deter, Prevent and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IPOA-IUU) Pengaturan Hukum Mengenai Praktik Ilegal Fishing Berdasarkan Regional

7 Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing in the Region Implementasi ketentuan Hukum Perikanan Internasional dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia di Bidang Perikanan Tinjauan Komprehensif Perihal Pengaturan Instrumen Hukum Laut Internasional Dalam Menangani Praktek Illegal Fishing BAB IV MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL BERKAITAN DENGAN PRAKTIK ILLEGAL FISHING 4.1 Posisi Kasus Mekanisme Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Politik/DiplomatikError! Bookmark not defined. a. Negosiasi (Perundingan)... Error! Bookmark not defined. b. Pencarian Fakta (Inquiry)... Error! Bookmark not defined. c. Jasa baik dan Mediasi... Error! Bookmark not defined. d. Konsiliasi... Error! Bookmark not defined Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur HukumError! Bookmark not defined. a. International Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS)Error! Bookmark not defined. b. International Court of Justice (ICJ)... Error! Bookmark not defined.

8 c. Arbitrase... Error! Bookmark not defined. d. Arbitrase Khusus... Error! Bookmark not defined. 4.3 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Internasional Menggunakan Kekerasan... Error! Bookmark not defined. a. Non Perang... Error! Bookmark not defined. 1) Retorsi... Error! Bookmark not defined. 2) Reprisal... Error! Bookmark not defined. 3) Blokade Damai... Error! Bookmark not defined. 4) Embargo... Error! Bookmark not defined. b. Perang... Error! Bookmark not defined. 4.4 Tinjauan Komprehensif Mengenai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Internasional Berkaitan dengan Praktik Illegal Fishing... Error! Bookmark not defined. BAB V 5.1 Kesimpulan... Error! Bookmark not defined. 5.2 Saran... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA... 97

9

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Deklarasi dan Reservasi dari China Terhadap Ketentuan dalam UNCLOS DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 Lampiran 2. The 1993 FAO Agreement to Promote Compliance with International Conservation and Management Measures by Fishing Vessels on High Sea Lampiran 3. The Agreement for the Implementation of the Provision of the UNCLOS of 10 December 1982 relating to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks 1995 Lampiran 4. Lampiran 5. The 1995 FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries International Plan of Action to Deter, Prevent and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IPOA-IUU) 2001 Lampiran 6. Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices including Combating Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing in the Region 2007

11 ABSTRAK PRAKTIK ILLEGAL FISHING DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL (STUDI KASUS: PENANGKAPAN KAPAL MOTOR KWAY FEY DI LAUT NATUNA) Laut merupakan salah satu sumber kekayaan alam baik hayati maupun nonhayati. Perkembangan teknologi dan meningkatnya akses terhadap kekayaan alam yang ada di laut tidak hanya memberikan manfaat tetapi juga menimbulkan suatu ancaman bagi persediaan sumber daya ikan. Salah satu ancaman tersebut adalah praktik penangkapan ikan yang dilakukan secara tidak sah atau dikenal pula sebagai illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU-fishing). Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO) proporsi penurunan atau eksploitasi ikan dewasa ini telah mencapai angka 25% yang disebabkan oleh maraknya praktek IUU-fishing itu sendiri. Sebagai negara maritim, praktik illegal fishing juga marak terjadi di perairan Indonesia. Hingga akhir Agustus 2013, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menangkap 58 kapal ikan yang melakukan penangkapan ikan secara illegal, dimana sebagian besar kapal-kapal yang tertangkap justru berasal dari negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Filipina dan China. Hal ini menggambarkan urgensi pengaturan hukum internasional dan mekanisme penyelesaian sengketa internasional guna menangani praktik IUU-fishing tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan pendekatan perundang-undangan dan analisis-konseptual hukum, penulis melalui skripsi ini akan membahas dua permasalahan hukum utama yakni: keberadaan peraturan hukum internasional yang memberikan kewajiban hukum internasional dalam menangani praktik illegal fishing dan mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh berkaitan dengan praktik illegal fishing itu sendiri. Melalui penelitian normatif skripsi ini, adapun kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut: 1) Pengaturan dalam menangani praktik illegal fishing sudah berada di tingkat hard law dan soft law; 2) Sesuai dengan ketentuan dalam hukum internasional, maka setiap sengketa internasional patut diselesaikan secara damai, baik melalui jalur politik/diplomatik maupun melalui jalur hukum. Kata kunci: penangkapan ikan secara illegal, pengaturan, penyelesaian sengketa internasional.

12 ABSTRACT Sea is one of the natural resources, both living and non-living. The rapid development of technology and increasing access over the natural resources in the sea had not only providing benefits but also presenting a threat to the supply of fish resources. One of the threats is the practice of fishing conducted illegally or also known as illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU-fishing). Based on data from the Food and Agriculture Organization (FAO), the proportion of the reduction or exploitation of fish these days has reached 25% due to the rampant practice of IUU-fishing itself. As a maritime nation, illegal fishing practices are also rife in the waters of Indonesia. Until the end of August 2013, the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries has captured 58 fishing vessels conducting illegal fishing, where most of the ships were caught actually comes from neighboring countries, such as Malaysia, the Philippines and China. Thus, international regulatory framework and any mechanism of international dispute settlement over IUU-fishing remain as an urgent matter in order to combat the practice of IUU-fishing itself. Through the application of normative legal research method and statutory and analytical-conceptual approach respectively, the author shall observe two main legal issues namely: the existence of international regulation, which entails the international obligation to all States to combat the illegal fishing and also any means of international disputes settlement can be taken related to the practice of illegal fishing itself. Through normative legal research analysis, conclusion drawn for each respective issues are as follows: 1) The existing international legal instruments to combat the practice of illegal fishing already formed both in hard law and soft law; 2) In accordance with the provisions of international law, any international disputes shall be settle peacefully, which can be done through political or diplomatic settlement or judicial settlement. Keywords: illegal fishing, regulatory, international dispute settlement.

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. 1 Definisi ini merupakan definisi yang bersifat fisik semata. Laut menurut definisi hukum adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas di seluruh permukaan bumi, yaitu sekitar 70% atau 140 juta mil persegi dari permukaan bumi. 2 Pada zaman kuno, status hukum dari lautan tidak pernah dipersoalkan oleh siapa pun, dimana setiap orang bebas memanfaatkan laut (freedom of the sea), demi memenuhi kebutuhan hidupnya. 3 Pada masa itu, orang hanya memanfaatkan laut untuk kepentingan pelayaran, perikanan serta untuk kepentingan upacara-upacara keagamaan atau kepercayaan yang mereka yakini. 4 Semenjak berakhirnya Perang Dunia II, hukum laut mengalami perubahanperubahan yang mendalam. 5 Adapun faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan dalam hukum laut internasional yaitu, Pertama, semakin bergantungnya penduduk 1 URL: diakses tanggal 25 April Boer Mauna, 2011, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Edisi Kedua, Cet. 4, P.T. Alumni, Bandung, h Parthiana, I Wayan, 2014, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia, Cet. 1, Yrama Widya, Bandunug, h Ibid. 5 Boer Mauna, op. cit., h

14 dunia yang semakin bertambah jumlahnya pada laut dan samudera sebagai sumber kekayaan alam baik hayati maupun nonhayati termasuk minyak dan gas bumi; Kedua, kemajuan teknologi yang memungkinkan penggalian sumber kekayaan alam di laut yang tadinya tak terjangkau oleh manusia; Ketiga, perubahan peta bumi politik sebagai akibat kebangkitan bangsa-bangsa merdeka, menginginkan perubahan dalam tata hukum laut internasional yang dianggap terlalu menguntungkan negara-negara maju. 6 Sejak masa itu hukum laut tidak hanya mengurus mengenai kegiatankegiatan di atas permukaan laut tetapi juga dasar laut dan kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya. 7 Di abad ke-20 ini, fungsi laut telah meningkat dengan ditemukannya bahan-bahan tambang dan galian yang berharga di dasar laut dan dimungkinkannya usaha-usaha menggambil kekayaan alam tersebut, baik di airnya maupun di dasar laut dan tanah dibawahnya. 8 Perkembangan atas fungsi laut ini pun dirasakan Indonesia sebagai negara maritim dan negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki pulau 9 dengan luas laut yang mencapai 5.8 juta km 2 dan garis pantai sepanjang ± km dengan wilayah yang terletak pada posisi silang dunia, yaitu diantara dua benua dan dua samudera. Posisi geografis ini menyebabkan laut yang terdapat di antara pulau-pulau menjadi alur laut yang luas dan mengandung potensi sumber 6 Mochtar Kusumaatmadja, 1978, Hukum Laut Internasional, CV. Trimitra Mandiri, Bandung, h Ibid. 8 Frans E. Lidkadja & Daniel F. Bassie, 1985, Hukum Laut Dan Undang-Undang Perikanan, Ghalia Indonesia, Jakarta, h Portal Nasional Republik Indonesia, URL: diakses pada 13 April

15 daya kelautan yang sangat melimpah dan memiliki nilai strategis bagi kesinambungan Nasional. Luasnya wilayah laut yang dimiliki oleh Indonesia membawa tantangan tersendiri bagi Indonesia. Salah satu tantangan tersebut adalah pengelolaan sumber daya ikan secara berkelanjutan di perairan Indonesia menjadi sangat berat karena banyaknya praktek penangkapan ikan secara tidak sah yang oleh dunia internasional dikenal dengan kegiatan perikanan yang illegal, unreported and unregulated (selanjutnya disebut IUU-fishing). IUU-fishing ini telah mengancam persediaan ikan di seluruh dunia. Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO), dalam pertengahan tahun 1970-an, proporsi penurunan atau eksploitasi ikan secara berlebihan (overfishing) hanya 10%, namun sekarang angka ini meningkat menjadi 25%. Illegal fishing sebagai bagian dari IUU-fishing, merupakan penyumbang signifikan dalam masalah penurunan persediaan ikan ini. 10 Sampai akhir Agustus 2013, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menangkap 58 kapal ikan yang melakukan penangkapan secara ilegal. 11 Ironisnya, sebagian besar kapal-kapal ikan yang tertangkap mencuri ikan di perairan 10 Lihat: Laurance Blakely, 2008, The End of the Viarsa Saga And the Legality of Australia s Vessel Forfeiture Penalty For Illegal Fishing in Its Exclusive Economic Zone, Pacific Rim & Law Policy Journal, h URL: Diakses 25 April Anonim, 2014, Pemerintah Dituntut Menuntaskan Kasus Pencurian Ikan, BBC Indonesia, URL: diakses pada 25 April

16 Indonesia, justru berasal dari negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Filipina, Vietnam, Thailand dan China. 12 Menurut Kementerian Perikanan dan Kelautan, modus operandi yang umumnya dilakukan adalah penangkapan ikan tanpa izin, mengunakan izin palsu, serta menggunakan alat tangkap yang dilarang. 13 Pelaku juga diketahui melakukan penangkapan di wilayah yang tidak sesuai izin, serta tidak melaporkan hasil tangkapan yang sesungguhnya atau pemalsuan data hasil tangkapan. 14 Adanya kemajuan teknologi penangkapan ikan yang semakin canggih dan disertai dengan meningkatnya kebutuhan umat manusia terhadap ikan memerlukan adanya pengaturan yang tegas dan bersifat mengikat. Hingga saat ini, secara de facto dan de jure, United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 berlaku sebagai hukum internasional positif guna menegakan hukum laut. Namun, walaupun berlaku sebagai salah satu hukum internasional positif, UNCLOS 1982 tidak mengatur tentang IUU-fishing. Kendati demikian, praktek IUU-fishing ini lazim terjadi di kawasan laut yang tunduk di bawah kedaulatan dan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) suatu negara yang secara umum diatur dalam UNCLOS Adapun salah satu pasal yang mengatur tentang penegakan hukum terhadap praktek IUU-fishing adalah Pasal 73 UNCLOS 1982, yang 12 Anonim, 2015, Lagi, Kapal-Kapal Asing Pencuri Ikan Akan Ditenggelamkan, BBC Indonesia, URL: diakses pada 25 April Anonim, 2014, Pemerintah Dituntut Menuntaskan Kasus Pencurian Ikan, BBC Indonesia, URL: diakses pada 25 April Ibid. 4

17 menentukan bahwa jika kapal asing tidak mematuhi peraturan perundangundangan perikanan negara pantai di ZEE, negara pantai dapat menaiki, memeriksa, menangkap dan melakukan proses pengadilan atas kapal tersebut dan memberitahu negara bendera kapal. Salah satu insiden illegal fishing yang terjadi di Indonesia baru-baru ini adalah insiden penangkapan kapal motor Kway Fey yang berbendera China di perairan Natuna pada bulan Maret 2016, tepatnya pada tanggal 19 Maret Insiden ini diawali dengan adanya deteksi Target Operasi yang dimulai pada Sabtu, 19 Maret 2016 pukul 14.15, dimana posisi kapal ikan asing terdeteksi berada di wilayah Indonesia. 16 Target Operasi Kemudian dikejar dan diberhentikan, namun kapal tidak mau berhenti. Pihak Kapal Pengawas lalu memberikan tembakan peringatan, namun kapal tersebut tetap berusaha melarikan diri dengan zig-zag, sehingga KP Hiu 11 mendekat dan tidak bisa menghindari tabrakan. 17 Dalam operasi tersebut, delapan ABK kapal Kway Fey ditahan setelah mereka diduga melakukan pencurian ikan di wilayah Indonesia dan tertangkap di koordinat 05 05,866'N , 046'E jarak 2,7 mil haluan Hanna Azarya Samosir, 2016, Insiden di Natuna, Menlu Panggil Kuasa Usaha Kedubes China, CNN Indonesia, URL: /insiden-di-natuna-menlu-panggil-kuasa-usaha-kedubes-china/, diakses pada 25 April Taufik Rachman, 2016, Kronologi Penangkapan Kapal Pencuri Ikan KM Kway Fey 10078, Republica.co.id, URL: diakses pada 25 April Ibid. 18 Egy Adyatama, 2016, Menteri Susi Janji Lepas ABK Kapal Cina, Ini Syaratnya, Tempo, URL: diakses pada 25 April

18 Namun upaya penyitaan kapal Kway Fey gagal dilakukan setelah kapal coastguard atau kapal penjaga pantai milik China mengejar dan kemudian menabrak Kway Fay, sehingga kapal Hiu 11 milik Kementerian Kelautan kesulitan untuk menarik kapal itu. Tabrakan terjadi sekitar mil dari lokasi pemancingan ilegal dan saat hampir memasuki teritori Indonesia. 19 Walau gagal membawa kapal Kway Fey, namun delapan ABK telah dipindah ke kapal Hiu 11 dan kemudian dibawa ke pangkalan Pulau Tiga Natuna. Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Luar Negeri telah mengecam keras aksi pemerintah China itu. 20 Namun, China membantah dengan mengatakan lokasi pemancingan itu masuk wilayah penangkapan ikan tradisional (traditional fishing zone). 21 Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengancam akan melaporkan China ke pengadilan internasional untuk hukum laut (The International Tribunal for the Law of the Sea) jika tetap melakukan pencurian ikan di wilayah Indonesia. 22 Insiden yang terjadi antara Indonesia dan China sangat mempengaruhi hubungan baik antara kedua negara. Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk melakukan penelitian guna mendapatkan solusi terbaik terhadap konflik ini agar tidak ada lagi ketegangan antar negara terkait dengan illegal fishing ini. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dengan mengidentifikasi instrumen hukum laut 19 Ibid. 20 Ibid. 21 Egy Adyatama, 2016, Menteri Susi Akan Lapor Cina ke Pengadilan Internasional, Tempo, URL: diakses pada 25 April Ibid. 6

19 internasional dalam menangani praktik illegal fishing serta mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh berkaitan dengan praktik illegal fishing dalam bentuk skripsi dengan judul PRAKTIK ILLEGAL FISHING DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL (STUDI KASUS: PENANGKAPAN KAPAL MOTOR KWAY FEY DI LAUT NATUNA). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka timbul beberapa permasalahan yaitu: 1. Bagaimanakah pengaturan hukum laut internasional dalam menangani praktik illegal fishing? 2. Bagaimanakah mekanisme penyelesaian sengketa internasional berkaitan dengan praktik illegal fishing? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Mengingat luasnya permasalahan yang terkait illegal fishing dalam hukum internasional, maka akan sulit untuk membahas semua permasalahan dalam satu tulisan. Sehingga, dalam penulisan ini ruang lingkup permasalahan dibatasi hanya mengenai pengaturan instrumen hukum laut internasional dalam menangani praktik illegal fishing dan penyelesaian sengketa internasional antara Indonesia dan China berkaitan dengan penangkapan kapal laut Kway Fey di Laut Natuna. Ruang lingkup permasalahan ini pun akan dibahas dengan memperhatikan ketentuan dalam konvensi internasional terkait, salah satunya adalah United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)

20 1.4 Orisinalitas Penelitian Orisinalitas suatu penelitian sangat diperlukan untuk menghindari adanya plagiarisme. Adapun dalam penulisan penelitian ini, penulis melakukan suatu perbandingan terhadap penulisan penelitian ini dengan penulisan yang telah ada. Perbedaan penulisan hukum ini dengan karya penulisan ilmiah lain adalah: Nomor Judul Penulis Rumusan Masalah 1. Tinjauan Hukum Laut Ni Putu 1. Bagaimanakah kualifikasi Internasional Terhadap Putri hukum tindakan illegal Tindakan Illegal Fishing yang Dilakukan oleh Nelayan Vietnam di Wilayah Indonesia Wasundari fishing yang dilakukan oleh nelayan Vietnam? 2. Bagaimanakah penegakkan hukum illegal fishing yang dilakukan Indonesia terhadap nelayan Vietnam? 2. Tinjauan Tentang Yudi 1. Bagaimana penegakan Penegakan Hukum Dharma hukum terhadap pelaku Tindak Pidana Putra tindak pidana Illegal Penangkapan Ikan Secara Illegal (Illegal Fishing) Fishing oleh kapal berbendera asing di Zona di Wilayah Zona ekonomi eksklusif Ekonomi Eksklusif Indonesia? 8

21 Indonesia 2. Kendala yuridis apakah yang penegakan menghambat hukum terhadap pelaku tindak pidana Illegal Fishing di Zona ekonomi eksklusif Indonesia? Berdasarkan rincian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa penulisan penelitian ini tidak memiliki kemiripan yang signifikan terhadap penulisan karya ilmiah yang telah ada sebelumnya, terlebih mengenai substansi pembahasan. 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penulisan penelitian ini adalah: 1. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran dalam suatu karya ilmiah; 2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, Khususnya dalam bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa; 3. Untuk menambah perkembangan ilmu pengetahuan hukum; 9

22 4. Untuk mengembangkan kepribadian diri mahasiswa di dalam kehidupan; 5. Pembulatan studi mahasiswa untuk memenuhi persyaratan SKS dari jumlah beban studi untuk memperoleh gelar sarjana hukum. b. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penulisan penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisa pengaturan hukum laut internasional dalam menangani praktik illegal fishing; 2. Untuk mengetahui opsi-opsi penyelesaian secara hukum internasional yang dapat ditempuh berkaitan dengan praktik illegal fishing. 1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis merupakan manfaat yang ditujukan oleh peneliti dalam memberikan sumbangsih pada perkembangan bidang keilmuan yang didalami. 23 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dasar mengenai pengaturan instrumen hukum internasional dalam menangani praktik illegal fishing, serta mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh dalam sengketa mengenai illegal fishing. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai literatur tambahan bagi mahasiswa pada 23 Mukti Fajar & Yulianto Achmad, 2013, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h

23 umumnya dan penulis pada khususnya dalam hal pengaturan hukum terhadap larangan praktik illegal fishing. b. Manfaat Praktis Penulisan yang bersifat ilmiah ini juga memiliki manfaat penelitian yang ditujukan untuk kegunaan praktis menyelesaikan persoalan lainnya yang sejenis. Biasanya ditujukan bagi para praktisi hukum, manfaat bagi negara atau manfaat bagi masyarakat awam yang menemui kasus yang sama. 24 Selain itu, dari segi praktis berguna sebagai upaya yang dapat diperoleh langsung manfaatnya, seperti peningkatan keahlian meneliti dan keterampilan menulis, sumbangan pemikiran dalam pemecahan suatu masalah hukum, acuan pengambilan keputusan yuridis, dan bacaan baru bagi penelitian ilmu hukum. 25 Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Pemerintah Indonesia dan masyarakat internasional sebagai sarana pengembangan pemikiran tentang dasar hukum pengaturan dalam menangani praktik illegal fishing, serta mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh oleh para pihak yang bersengketa sesuai dengan hukum internasional yang berlaku dewasa ini. 1.7 Landasan Teori Landasan teori bertujuan untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum yang bersifat konsensus yang diperoleh dari rangkaian upaya penelusuran (controleur baar). Landasan teoritis ini meliputi: filosofi, teori hukum, asas-asas hukum, 24 Ibid. 25 Abdul Kadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h

24 norma, konsep-konsep hukum, dan doktrin. 26 Usulan penelitian ini menggunakan landasan teoritis sebagai berikut: a. Teori Kedaulatan Negara Kedaulatan berasal dari bahasa Latin yaitu superanus artinya yang teratas. Jadi kedaulatan Negara diartikan bahwa Negara memegang kekuasaan tertinggi. Dalam hal ini, Negara memiliki monopoli kekuasaan dimana Negara berhak mengambil tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan kedaulatannya. 27 Berdasarkan konsep hukum internasional, maka kedaulatan memiliki tiga aspek utama 28, yaitu ekstern, intern dan teritorial. (1) Aspek ekstern kedaulatan adalah hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungannya dengan berbagai negara atau kelompok-kelompok lain tanpa kekangan, tekanan atau pengawasan dari negara lain; (2) Aspek intern kedaulatan adalah hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga-lembaganya tersebut dan hak untuk membuat undangundang yang diinginkan serta tindakan-tindakan untuk mematuhi; 26 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h Mochtar Kusumaatmadja dan Etty E. Agoes, 2010, Pengantar Hukum Internasional, P.T. Alumni, Bandung, h Nkambo Mugerwa, 1968, Subjects to International Law, Edited by Max Sorensen, Mac Millan, New York, h

25 (3) Aspek teritorial kedaulatan berarti kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah tersebut. b. Teori Kepastian Hukum Teori Kepastian hukum secara normatif adalah suatu peraturan yang dibuat dan diundangkan secara pasti serta mengatur secara jelas dan logis. Sehingga, tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan tidak menimbulkan konflik norma. Kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan; dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya atura yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. 29 c. Prinsip Aut Judicare Aut Dedere Prinsip ini menyatakan bahwa allege offender of crime shall be handed over to a state concerned. 30 Prinsip ini merupakan penjabaran yang menyatakan bahwa setiap pelaku tindak kejahatan wajib dihadapkan pada peradilan terhadap tindak kejahatan yang dilakukan. d. Prinsip Kebebasan Memilih Prosedur Penyelesaian Hukum internasional tidak berisi keharusan agar suatu negara menyelesaikan sengketanya dengan suatu prosedur tertentu. Pasal Peter Mahmud Marzuki, 2012, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, h Antonio Cassese, 2003, International Criminal Law, Oxford University Press, New York, h. 13

26 Piagam PBB meminta kepada negara-negara untuk menyelesaikan secara damai sengketa-sengketa mereka sambil menyebutkan bermacam-macam prosedur yang dapat dipilih oleh negara-negara yang bersengketa. 31 Pasal 283 ayat 1 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 juga menetapkan, bahwa ketika timbul sengketa di antara negaranegara anggota menyangkut interpretasi atau penerapan konvensi tersebut, para anggota yang bersengketa harus meneruskan bertukar pendapat dengan cara terbaik mengenai penyelesaiannya melalui negosiasi atau cara damai lainnya. 1.8 Metode Penelitian Skripsi merupakan salah satu dari bentuk penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah dan tentunya harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah pula. Maka dari itu, penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah ini perlulah dilakukan suatu penelitian dan mencari kebenaran ilmu hukum dengan menggunakan metodologi yang bertujuan untuk mengadakan pendekatan atau penyelidikan ilmiah yang tepat. Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini termasuk ke dalam penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif berarti penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah sistem 31 Boer Mauna, op.cit, h

27 norma. Menurut Soerjono Soekanto 32 penelitian hukum dapat dibagi dalam: 1. Penelitian Hukum Normatif, yang terdiri dari: a. penelitian terhadap asas-asas hukum; b. penelitian terhadap sistematika hukum; c. penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum; d. penelitian sejarah hukum; dan e. penelitian perbandingan hukum. Selain itu Peter Mahmud Marzuki menyatakan pendapatnya mengenai penelitian hukum normatif, adalah:... suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip- prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi.... Penelitian hukum normatif dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi Maka dari itu, penulis menggunakan pendekatan-pendekatan tertentu, dari sejumlah pendekatan yang dikenal dalam penelitian hukum normatif. b. Jenis Pendekatan Penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah agar dapat mengungkapkan kebenaran jawaban atas permasalahan secara sistematis, metodologis, dan konsisten sehingga dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya, sebaiknya disusun dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang tepat. Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, antara lain pendekatan 32 Soerjono Soekanto dalam Bambang Sunggono, 2013, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta, h Peter Mahmud Marzuki dalam Mukti Fajar & Yulianto Achmad, 2013, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h

28 peraturanperundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis, pendekatan komparatif, dan pendekatan konseptual. 34 Pendekatan dalam penelitian hukum normatif dimaksudkan adalah bahan untuk mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis. Dalam penelitian hukum normatif terdapat beberapa pendekatan, yaitu: Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach); 2. Pendekatan Konsep (Conseptual Approach); 3. Pendekatan Analitis (Analytical Approach); 4. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach); 5. Pendekatan Sejarah (Historical Approach); 6. Pendekatan Filsafat (Philosophical Approach); dan 7. Pendekatan Kasus (Case Approach). Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) adalah metode penelitian dengan menelaah semua undang-undang, memahami hirarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. Dikatakan bahwa pendekatan perundang-undangan berupa legislasi dan regulasi yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. 36 Namun dalam penulisan ini, penulis menganalisis instrumeninstrumen hukum internasional agar ditemukan substansi dari permasalahan 34 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h Mukti Fajar & Yulianto Achmad, op.cit., h

29 yang akan dibahas. Pendekatan kasus (case approach) dalam penelitian hukum normatif bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. 37 Penulis menggunakan pendekatan ini untuk membahas bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa internasional yang dapat ditempuh oleh Indonesia dan China berkaitan dengan penangkapan kapal laut Kway Fey di Laut Natuna. c. Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan data sekunder yaitu data yang diperoleh penulis dari penelitian kepustakaan dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan pengelolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku atau dokumen. 38 Data sekunder terdiri atas: 1. Bahan hukum primer yaitu bahan bahan hukum yang bersifat mengikat dalam tulisan ini, seperti United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982; 2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, contohnya pendapat para sarjana; 37 Ibid, h Hilman Hadikusuma, 1995, Metode pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h

30 3. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 39 Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa undang undang atau buku buku hukum terutama mengenai konvensi tentang hukum laut, khususnya illegal fishing. d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan atau bahan nonhukum. 40 Adapun penulisan penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan bahan-bahan hukum yang diperoleh melalui: 1. Pengumpulan bahan hukum primer yang dilakukan melalui pengumpulan instrumen internasional yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas; 2. Pengumpulan bahan hukum sekunder yang dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan untuk mendapatkan bahan hukum yang bersumber dari buku-buku, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang terdapat dalam suatu jurnal hukum, maupun artikel hukum terpercaya terkait dengan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini yang terdapat di media massa atau internet; 39 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Graffindo Persada, Jakarta, h Mukti Fajar & Yulianto Achmad, op.cit, h

31 3. Pengumpulan bahan hukum tersier dilakukan dengan menggunakan kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. e. Teknik Analisis Adapun teknik pengolahan bahan hukum yaitu setelah bahan hukum terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teknik deskripsi yaitu dengan memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 41 Setelah bahan hukum primer dan sekunder yang terkumpul, kemudian dilakukan suatu penilaian (evaluasi) dan selanjutnya dilakukan interpretasi yang kemudian diajukan dengan argumentasi. Teknik argumentasi dilakukan untuk memberikan preskripsi atau penilaian benar atau salah atau apa yang lebih tepat digunakan berdasarkan hukum daripada permasalahan yang dibahas. Dari tahap-tahap tersebut nantinya akan ditarik kesimpulan secara sistematis agar tidak menimbulkan pertentangan antara bahan hukum yang satu dengan bahan hukum yang lain. Adapun teknik lain yang digunakan oleh penulis adalah teknik Analisis, yaitu pemaparan secara mendetail dari keterangan-keterangan yang didapat pada tahap sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini sehingga keseluruhannya membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan secara logis. 41 Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet. ke II, Ghalia Indo, Jakarta, h

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia. 161 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Menjawab rumusan masalah dalam Penulisan Hukum ini, Penulis memiliki kesimpulan sebagi berikut : 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal Asing yang Melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, laut adalah kumpulan air asin

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, laut adalah kumpulan air asin BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau 1.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 10 Desember 1982 bertempat di Jamaika merupakan hari bersejarah bagi perkembangan Hukum Laut Internasional. Saat itu diadakan Konferensi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982 ABSTRACT Oleh Ida Ayu Febrina Anggasari I Made Pasek Diantha Made Maharta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER 1982 RELATING

Lebih terperinci

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS YURISDIKSI INDONESIA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN PENENGGELAMAN KAPAL ASING YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA Oleh : Kadek Rina Purnamasari I Gusti

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status produksi perikanan tangkap dunia mengalami gejala tangkap lebih (overfishing). Laporan FAO (2012) mengungkapkan bahwa telah terjadi peningkatan penangkapan ikan

Lebih terperinci

PENENTUAN TITIK TERLUAR DARI PULAU REKLAMASI BERDASARKAN UNCLOS 1982

PENENTUAN TITIK TERLUAR DARI PULAU REKLAMASI BERDASARKAN UNCLOS 1982 SKRIPSI PENENTUAN TITIK TERLUAR DARI PULAU REKLAMASI BERDASARKAN UNCLOS 1982 ANAK AGUNG DALEM ARIYUDHA NIM. 1203005020 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 i PENENTUAN TITIK TERLUAR DARI PULAU

Lebih terperinci

KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA ATAS PULAU NIPA DITINJAU BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS) 1982

KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA ATAS PULAU NIPA DITINJAU BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS) 1982 KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA ATAS PULAU NIPA DITINJAU BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA (UNCLOS) 1982 Putri Triari Dwijayanthi I Nyoman Bagiastra Program Kekhususan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT FOR THE IMPLEMENTATION OF THE PROVISIONS OF THE UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA OF 10 DECEMBER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk bahan baku industri, kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk bahan baku industri, kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia yang diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina 1 TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA Jacklyn Fiorentina (Pembimbing I) (Pembimbing II) I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Progam Kekhususan

Lebih terperinci

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17

SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1. PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17 Daftar lsi leata PENGANTAR DAFTAR lsi v vii BAB I SE)ARAH HUKUM laut INTERNASIONAl 1 BAB II PENGATURAN KONVENSI HUKUM laut 1982 TENTANG PERAIRAN NASIONAl DAN IMPlEMENTASINYA DI INDONESIA 17 A. Pendahuluan

Lebih terperinci

ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN

ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN Pandapotan Sianipar, S.Pi Kasi Pengawasan Usaha Pengolahan, Pengangkutan, dan Pemasaran Wilayah Timur, Direktorat

Lebih terperinci

PENGATURAN TATA LETAK KABEL DAN PIPA (SUBMARINE CABLES AND PIPELINES) DI LANDAS KONTINEN SEBAGAI UPAYA UNTUK MENJAGA KEDAULATAN WILAYAH NEGARA

PENGATURAN TATA LETAK KABEL DAN PIPA (SUBMARINE CABLES AND PIPELINES) DI LANDAS KONTINEN SEBAGAI UPAYA UNTUK MENJAGA KEDAULATAN WILAYAH NEGARA SKRIPSI PENGATURAN TATA LETAK KABEL DAN PIPA (SUBMARINE CABLES AND PIPELINES) DI LANDAS KONTINEN SEBAGAI UPAYA UNTUK MENJAGA KEDAULATAN WILAYAH NEGARA ANAK AGUNG GEDE SERIDALEM NIM. 1203005040 FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil menghasilkan Konvensi tentang Hukum Laut Internasional/ The United Nations Convention on

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim terbesar ketiga di dunia yang memiliki luas laut mencapai 7.827.087 km 2 dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau. Garis pantainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 3 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan

Lebih terperinci

STATUS PULAU BUATAN YANG DIBANGUN DI DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF TERHADAP PENETAPAN LEBAR LAUT TERITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

STATUS PULAU BUATAN YANG DIBANGUN DI DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF TERHADAP PENETAPAN LEBAR LAUT TERITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF STATUS PULAU BUATAN YANG DIBANGUN DI DALAM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF TERHADAP PENETAPAN LEBAR LAUT TERITORIAL DAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Oleh: Anak Agung Gede Seridalem Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program

Lebih terperinci

KOMUNIKE BERSAMA MENGENAI KERJA SAMA UNTUK MEMERANGI PERIKANAN TIDAK SAH, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (/UU FISHING)

KOMUNIKE BERSAMA MENGENAI KERJA SAMA UNTUK MEMERANGI PERIKANAN TIDAK SAH, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (/UU FISHING) t \.. REPUBU K INDONESIA KOMUNIKE BERSAMA MENGENAI KERJA SAMA UNTUK MEMERANGI PERIKANAN TIDAK SAH, TIDAK DILAPORKAN DAN TIDAK DIATUR (/UU FISHING) DAN UNTUK MEMAJUKAN TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a. Internal waters/perairan pedalaman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat internasional, pasti tidak lepas dari masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum internasional yang sering muncul

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan panjang garis pantai yang mencapai 95.181 km 2, yang menempatkan Indonesia berada diurutan keempat setelah Rusia,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari

PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA. Oleh: Ida Ayu Karina Diantari PENERAPAN YURISDIKSI NEGARA DALAM KASUS PEMBAJAKAN KAPAL MAERSK ALABAMA DI PERAIRAN SOMALIA Oleh: Ida Ayu Karina Diantari Putu Tuni Cakabawa Landra Made Maharta Yasa Program Kekhususan Hukum Internasional

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa di Honolulu, Amerika Serikat, pada tanggal 5 September 2000, Konferensi Tingkat Tinggi Multilateral mengenai Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang merupakan satu kesatuan dan harus dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara Indonesia yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA MENGENAI PENETAPAN BATAS ZONA EKONOMI EKSKLUSIF,

Lebih terperinci

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Made Nanika Mawapusti Yadnya I Ketut Sudiarta Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE CONSERVATION AND MANAGEMENT OF HIGHLY MIGRATORY FISH STOCKS IN THE WESTERN AND CENTRAL PENGELOLAAN SEDIAAN

Lebih terperinci

PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER

PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER PENGATURAN HUKUM TERHADAP BATAS LANDAS KONTINEN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA DI GOSONG NIGER oleh JOHN PETRUS ADITIA AMBARITA I Made Pasek Diantha Made Maharta Yasa BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perikanan tangkap kini dihadang dengan isu praktik penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau yang disebut IUU (Illegal, Unreported, and

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN O L E H Puteri Hikmawati, SH., MH. Novianti, SH., MH. Dian Cahyaningrum, SH., MH. Prianter Jaya Hairi, S.H., L.LM.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERTIMBANGAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERIKANAN BAGI PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Australia begitu gencar dalam merespon Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU Fishing), salah satu aktivitas ilegal yang mengancam ketersediaan ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1072, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN PERIKANAN. Kapal Perikanan. Pendaftaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

Hukum Laut Indonesia

Hukum Laut Indonesia Hukum Laut Indonesia Pengertian Hukum Laut Hukum Laut berdasarkan pendapat ahli ahli : Hukum laut menurut dr. Wirjono Prodjodikoro SH adalah meliputi segala peraturan hukum yang ada hubungan dengan laut.

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID Oleh : Aldo Rico Geraldi Ni Luh Gede Astariyani Dosen Bagian Hukum Tata Negara ABSTRACT This writing aims to explain the procedure

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.307, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kapal Penangkap. Pengangkut. Ikan. Pemantau. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi.

Kata kunci: Masyarakat Ekonomi ASEAN, Persaingan Usaha, Kebijakan, Harmonisasi. 1 HARMONISASI KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Oleh I Gusti Ayu Agung Ratih Maha Iswari Dwija Putri Ida Bagus Wyasa Putra Ida Bagus Erwin Ranawijaya Program Kekhususan Hukum Internasional,

Lebih terperinci

ANALISIS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) TERHADAP KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

ANALISIS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) TERHADAP KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI ANALISIS PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) TERHADAP KEBAKARAN HUTAN DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL NORMAN AL FARRIZSY NIM. 1203005248 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa Bangsa selanjutnya disebut PBB merupakan suatu organisasi internasional yang dibentuk sebagai pengganti Liga Bangsa Bangsa selanjutnya

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Illegal unreported and unregulated (IUU) fishing merupakan masalah global yang mengakibatkan kerugian lingkungan, sosial dan ekonomi yang signifikan (APFIC,2007).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara-negara dalam melakukan hubungan-hubungan yang sesuai kaidah hukum internasional tidak terlepas dari sengketa. Seperti halnya manusia sebagai makhluk individu,

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA Oleh : Dr. Dina Sunyowati,SH.,MHum Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum-Universitas Airlangga Email : dinasunyowati@gmail.com ; dina@fh.unair.ac.id Disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKAT KLAUSULA ARBITRASE DALAM SENGKETA BISNIS

KEKUATAN MENGIKAT KLAUSULA ARBITRASE DALAM SENGKETA BISNIS SKRIPSI KEKUATAN MENGIKAT KLAUSULA ARBITRASE DALAM SENGKETA BISNIS I DEWA AYU INTEN SRI DAMAYANTI NIM. 1203005008 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 ii KEKUATAN MENGIKAT KLAUSULA ARBITRASE

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis, metodologis, dan konsisten. Sistematis artinya menggunakan sistem BAB III METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Menurut Abdulkadir Muhammad yang dimaksud sebagai penelitian hukum normatifempiris (applied

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING MELAKUKAN LINTAS DI ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA SKRIPSI

HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING MELAKUKAN LINTAS DI ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA SKRIPSI HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL DAN PESAWAT UDARA ASING MELAKUKAN LINTAS DI ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERHADAP TINDAKAN ILLEGAL FISHING YANG DILAKUKAN OLEH NELAYAN VIETNAM DI WILAYAH INDONESIA

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERHADAP TINDAKAN ILLEGAL FISHING YANG DILAKUKAN OLEH NELAYAN VIETNAM DI WILAYAH INDONESIA SKRIPSI TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERHADAP TINDAKAN ILLEGAL FISHING YANG DILAKUKAN OLEH NELAYAN VIETNAM DI WILAYAH INDONESIA NI PUTU PUTRI WASUNDARI 1103005133 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS

PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS DAN ASAS PACTA TERTIIS NEC NOCENT NEC PROSUNT TERKAIT PENYELESAIAN SENGKETA CELAH TIMOR ANTARA INDONESIA, AUSTRALIA DAN TIMOR LESTE Oleh : Stephanie Maarty K Satyarini

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona

BAB III PENUTUP. bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona 54 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari apa yang telah tertulis dalam bab pembahasan, dapat disimpulkan bahwa upaya Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di zona ekonomi eksklusif Indonesia yaitu

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Dani Budi Satria Putu Tuni Cakabawa Landra I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING Oleh: Sylvia Mega Astuti I Wayan Suarbha Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PENANGANAN PERKARA PERIKANAN

PENANGANAN PERKARA PERIKANAN 7/11/2017 MENINGKATKAN KEMAMPUAN DAN KOORDINASI ANTAR KEMEBTERIAN/LEMBAGA DALAM PENANGANAN ABK ASING PELAKU ILLEGAL FISHING DISAMPAIKAN OLEH DR.YUSTINUS SUSILO SH., MH PADA ACARA RAPAT KORDINASI NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh BAB V KESIMPULAN Laut memiliki peranan penting baik itu dari sudut pandang politik, keamanan maupun ekonomi bagi setiap negara. Segala ketentuan mengenai batas wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban

Lebih terperinci

KEWENANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH(BLUD) DALAM HAL PENGAWASAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN

KEWENANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH(BLUD) DALAM HAL PENGAWASAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN TESIS KEWENANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH(BLUD) DALAM HAL PENGAWASAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN I GEDE PERDANA YOGA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012 TESIS KEWENANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.668,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI TUKANG GIGI KARENA KELALAIAN DALAM MELAKUKAN PEKERJAANNYA DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI TUKANG GIGI KARENA KELALAIAN DALAM MELAKUKAN PEKERJAANNYA DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA BAGI TUKANG GIGI KARENA KELALAIAN DALAM MELAKUKAN PEKERJAANNYA DITINJAU DARI KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA dan UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN I

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 2 Jadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 2 Jadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, termasuk juga metode dalam sebuah penelitian. Menurut Peter R. Senn, 1 metode merupakan suatu prosedur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan

Lebih terperinci

PENGATURAN PENANGKAPAN IKAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA ARTIKEL

PENGATURAN PENANGKAPAN IKAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA ARTIKEL PENGATURAN PENANGKAPAN IKAN MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA ARTIKEL Oleh: FEBRY ANDRIAWAN 0810012111022 PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hukum Internasional mengatur tentang syarat-syarat negara sebagai pribadi

I PENDAHULUAN. Hukum Internasional mengatur tentang syarat-syarat negara sebagai pribadi I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Internasional mengatur tentang syarat-syarat negara sebagai pribadi hukum yang tertuang di dalam Konvensi Montevidio Tahun 1933 tentang Unsur- Unsur Berdirinya Sebuah

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian

BAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian BAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Illegal Fishing Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian ikan (illegal fishing), namun juga penangkapan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut Arafura merupakan salah satu bagian dari perairan laut Indonesia yang terletak di wilayah timur Indonesia yang merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA Oleh : Ida Kurnia * Abstrak Sebelum Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982, Indonesia telah mempunyai

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS

SKRIPSI PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS SKRIPSI PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS DAN ASAS PACTA TERTIIS NEC NOCENT NEC PROSUNT TERKAIT PENYELESAIAN SENGKETA CELAH TIMOR ANTARA INDONESIA, AUSTRALIA DAN TIMOR LESTE STEPHANIE MAARTY K SATYARINI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat

METODE PENELITIAN. menjawab permasalahan sesuai dengan fakta atau data yang ada dan dapat III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. lazim digunakan untuk meneliti ketentuan-ketentuan hukum positif sebagaimana

III. METODE PENELITIAN. lazim digunakan untuk meneliti ketentuan-ketentuan hukum positif sebagaimana III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif lazim digunakan untuk meneliti ketentuan-ketentuan hukum positif sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/PERMEN-KP/2013 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang III. METODE PENELITIAN Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 30 A. Pendekatan Masalah

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH Oleh : Made Aprina Wulantika Dewi Nyoman A. Martana Program Kekhususan : Hukum Pidana, Universitas Udayana Abstract : The problem raised is about

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM OVERMACHT DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA SEPEDA MOTOR (MOTOR BIKE RENT) OLEH PENYEWA WARGA NEGARA ASING

AKIBAT HUKUM OVERMACHT DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA SEPEDA MOTOR (MOTOR BIKE RENT) OLEH PENYEWA WARGA NEGARA ASING SKRIPSI AKIBAT HUKUM OVERMACHT DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA SEPEDA MOTOR (MOTOR BIKE RENT) OLEH PENYEWA WARGA NEGARA ASING KOMANG ADI ARTAWAN NIM. 1116051192 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK DAN PERLINDUNGAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DI INDONESIA

BENTUK-BENTUK DAN PERLINDUNGAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DI INDONESIA BENTUK-BENTUK DAN PERLINDUNGAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DI INDONESIA ABSTRAK: Oleh : Kadek Nicky Novita I Gst. Ngr. Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Administrasi Negara/ Hukum Pemerintahan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

KENDALA DALAM PENANGGULANGAN CYBERCRIME SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA KHUSUS

KENDALA DALAM PENANGGULANGAN CYBERCRIME SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA KHUSUS KENDALA DALAM PENANGGULANGAN CYBERCRIME SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA KHUSUS ABSTRAK Oleh I Made Agus Windara AA. Ketut Sukranatha Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Seperti yang kita

Lebih terperinci

PENERAPAN SANKSI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN CARA PEMBOBOLANATM DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI DENPASAR

PENERAPAN SANKSI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN CARA PEMBOBOLANATM DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI DENPASAR SKRIPSI PENERAPAN SANKSI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN CARA PEMBOBOLANATM DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI DENPASAR RYAN GABRIEL SIREGAR NIM. 0803005171 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 27 /MEN/2009 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 27 /MEN/2009 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 27 /MEN/2009 TENTANG PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah atau jawaban

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2011 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24 III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci