PENGEMBANGAN TUMBUHAN OBAT KELUARGA MELALUI PERAN SERTA MASYARAKAT (Studi Kasus di Kampung Gunung Leutik Desa Benteng, Kecamatan Ciampea Bogor)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN TUMBUHAN OBAT KELUARGA MELALUI PERAN SERTA MASYARAKAT (Studi Kasus di Kampung Gunung Leutik Desa Benteng, Kecamatan Ciampea Bogor)"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN TUMBUHAN OBAT KELUARGA MELALUI PERAN SERTA MASYARAKAT (Studi Kasus di Kampung Gunung Leutik Desa Benteng, Kecamatan Ciampea Bogor) SUSAN ROSMIATI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 PENGEMBANGAN TUMBUHAN OBAT KELUARGA MELALUI PERAN SERTA MASYARAKAT (Studi Kasus di Kampung Gunung Leutik Desa Benteng, Kecamatan Ciampea Bogor) SUSAN ROSMIATI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 RINGKASAN Susan Rosmiati (E ). Pengembangan Tumbuhan Obat Keluarga Melalui Peran Serta Masyarakat (Studi Kasus di Kampung Gunung Leutik, Kecamatan Ciampea, Bogor). Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan EDHI SANDRA. Masalah kesehatan merupakan aspek penting di dalam mencapai kesejahteraan hidup keluarga dan masyarakat. Namun bagi sebagian kalangan masyarakat akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, maupun obat-obatan modern sangat kurang. Dalam mengatasi hal tersebut, masyarakat perlu mencari alternatif untuk menanggulangi masalah kesehatan tersebut, yaitu kembali ke alam dengan memanfaatkan obat-obatan bahan alami, khususnya tumbuhan yang relatif lebih murah. Oleh karena itu, masyarakat perlu mengetahui tentang potensi dan manfaat tumbuhan obat di sekitarnya yang dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan mereka. Program tumbuhan obat keluarga (TOGA) akan berhasil apabila ada dukungan dan kesadaran masyarakat akan pengembangan tumbuhan sebagai bahan pengobatan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi potensi tumbuhan obat yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesehatan keluarga secara mandiri, menggali pengetahuan, pemanfaatan dan budidaya tumbuhan obat keluarga (TOGA) sebagai sarana pengobatan dan pemeliharaan kesehatan keluarga, mengidentifikasi permasalahan dan keinginan masyarakat dalam pengembangan tumbuhan obat keluarga (TOGA) serta pemecahannya. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2009 di Kampung Gunung Leutik Desa Benteng Kecamatan Ciampea, Bogor. Bahan dan alat yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi : dokumen dari berbagai instansi, peta, kamera, kuisioner untuk masyarakat Gunung Leutik dalam kaitannya pengetahuan, pemanfaatan dan budidaya tumbuhan obat, alat tulis menulis. Gunung Leutik memiliki potensi tumbuhan obat yang sangat besar yaitu 216 spesies tumbuhan obat dari 70 famili yang tersebar di 6 rukun tetangga. Tumbuhan obat yang banyak dibudidayakan tumbuh di pekarangan dan kebun. Berdasarkan tipologi habitat, pekarangan rumah dan kebun merupakan tempat yang banyak ditemukan tumbuhan obat. Habitus terbanyak dari potensi tumbuhan obat adalah herba sementara jika dilihat dari bagian yang dimanfaatkan adalah daun dan akar. Potensi tumbuhan obat Kampung Gunung Leutik ini mampu mengobati 25 kelompok penyakit yang merupakan penyakit yang biasa dialami oleh masyarakat. Potensi tumbuhan obat ini masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat karena hanya 45,37% yang diketahui oleh masyarakat, 21,76% yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat dan 26,85% yang dibudidayakan. Salah satu pengembangan TOGA yang dapat dilakukan yaitu melalui budidaya tumbuhan obat penting. Sehingga melalui pengembangan TOGA ini, masyarakat benar-benar dapat memanfaatkan TOGA untuk menjaga kesehatan keluarga, masyarakat sekitar dan berdampak pada kesejahteraan hidup yang lebih baik. Kata kunci : Tumbuhan obat, Tipologi habitat, Habitus, Keluarga, Kesehatan

4 SUMMARY Susan Rosmiati (E ). Family s Medicinal Plants Development through Community Participation (Case Study in Gunung Leutik Village, Ciampea Subdistrict, Bogor). Under supervision of : AGUS HIKMAT and EDHI SANDRA Health is a crucial aspect to reach family and social welfare. Unfortunately, it is still difficult for some people to access health services and modern medicines. The alternative solutions are needed to solve health problems. One of the best solutions is back to the nature by consuming natural medicines obtained from medicinal plants, which is relatively safer and cheaper. Therefore people need to understand about the potencies and benefits of medicinal plants surround them in order to build community s interest on natural medicines and develop family s medicinal plants. The objective of this research is identifying the medicine plant potency which can be developed to increase the family health independently, searching knowledge, using and cultivating the family s medicinal plants as a medicine facility and family health preservation. This study was conducted during May until June 2009 in Gunung Leutik Village, Ciampea Subdistrict, Bogor. Materials and tools that were used such documents from certain institutions; map; camera; questioner related to the community s knowledge, utilization and cultivation of medicinal plants and writing equipments. This research was conducted in May until June 2009 at Kampung Gunung Leutik, Benteng Village, Kecamatan Ciampea, Bogor. Materials and devices that needed in this research are: documents from many instances, map, camera, questionnaire for citizen of Gunung Leutik in the relationship with knowledge, usage and cultivation of medicine plant, writing tools. Gunung Leutik Village possesses big medicinal plants potencies that consist of 216 species, 70 family spread at 6 RT. Based on habitat typology, the potencies of medicinal plants are mostly found at house yards and gardens. The habitus is dominated by herbs. Leaves and roots are parts of plants that mostly used. The potencies of medicinal plants in Gunung Leutik village are able to be used for treating 25 kinds of illness. The potencies of medicinal plants are not used optimally yet. Out of 216 species of medicinal plants, only 45, 37% was known by people, 21, 76% was usually used and 26, 85% was cultivated. One of solution to develop family s medicinal plants is cultivating important medicinal plants. It is hopefully, the family s medicinal plants will be used properly to maintain family s and community s health toward better quality of life. Keywords: Medicinal plants, habitat typology, habitus, family, health

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengembangan Tumbuhan Obat Keluarga Melalui Peran Serta Masyarakat (Studi Kasus di Kampung Gunung Leutik Desa Benteng, Kecamatan Ciampea Bogor) adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2010 Susan Rosmiati E

6 Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM : Pengembangan Tumbuhan Obat Keluarga Melalui Peran Serta Masyarakat (Studi Kasus di Kampung Gunung Leutik Desa Benteng, Kecamatan Ciampea Bogor) : Susan Rosmiati : E Menyetujui : Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Ir. Agus Hikmat, M. Sc. F Ir. Edhi Sandra, MSi NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP Tanggal Lulus :

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengembangan Tumbuhan Obat Keluarga Melalui Peran Serta Masyarakat (Studi Kasus di Kampung Gunung Leutik Desa Benteng, Kecamatan Ciampea Bogor). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Dalam kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada: 1. Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc.F dan Ir. Edhi Sandra, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan berharga dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini serta Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam skripsi ini. 2. Dr. Lina Karlinasari, S. Hut, M. ScF sebagai dosen penguji wakil dari Departemen Hasil Hutan dan Ir. Muhdin, M ScF, Trop sebagai dosen penguji Manajemen Hutan dan Dr. Ir. Istomo, MS sebagai dosen penguji Silvikultur. 3. Kedua orang tua tercinta, ibunda Eros Rosidah, ayahanda Ano Sulaeman kakakku, Ir. P. Rahmat Efendi, Dra. E. Kenrossilawati dan Rahadian Rangga Purnama atas segala do a, kasih sayang, cinta dan pengertiannya 4. Pemerintahan Desa dan masyarakat Kampung Gunung Leutik Desa Benteng atas kerjasamanya dalam pengambilan data penelitian. 5. Sahabat-sahabat tersayang Risna Trisnawati, Shanti Susanti, Amelia Rahmatika, Tresika Deryanti, Marlina Nurul Maghribi, Dini Martharina, Lina Nurhayati, dan teman-teman KSHE Tarsius 42 atas semangat dan bantuannya, serta semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu, semoga Allah SWT mencatatnya sebagai suatu kebaikan di sisi-nya. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun demikian penulis berharap semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan dunia kehutanan pada khususnya. Bogor, Januari 2010 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pameungpeuk-Garut, Jawa Barat pada tanggal 7 Desember 1986 sebagai anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Ano Sulaeman dan Ibu Eros Rosidah. Penulis mengawali pendidikan di SDN Pameungpeuk-Garut II tahun Selanjutnya di SMP Negeri I Pameungpeuk- Garut tahun , dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri I Pameungpeuk-Garut tahun Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA I Pameungpeuk-Garut dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf Departemen Pengembangan Sumberdaya manusia DKM Ibaadurrahman tahun 2007, anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan menjadi anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF) pada tahun Tahun 2009 penulis menjadi asisten mata kuliah Konservasi Tumbuhan Obat. Tahun 2007 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di BKPH Gunung Slamet, KPH Banyumas Timur Jalur Baturraden- Cilacap dan BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Barat. Tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Umum Konservasi Ek-situ di Kebun Tanaman Obat Karyasari, Leuwiliang-Bogor, dan Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Tahun 2009 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Sukabumi-Jawa Barat. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian berjudul Pengembangan Tumbuhan Obat Keluarga Melalui Peran Serta Masyarakat (Studi Kasus di Kampung Gunung Leutik Desa Benteng, Kecamatan Ciampea Bogor) di bawah bimbingan Dr. Ir. Agus Hikmat, M. ScF. dan Ir. Edhi Sandra MS.

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Pengembangan Tumbuhan Obat di Indonesia Pelayanan Kesehatan Pengertian, Fungsi, Manfaat dan Peranan Pekarangan Masyarakat Desa... 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Metode Penelitian Tahapan penelitian Pengumpulan data Studi literatur Pengamatan potensi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Wawancara Pengolahan dan Analisis Data BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Desa Benteng Letak dan Luas Kawasan Topografi, iklim dan tanah Kondisi demografi, sosial dan ekonomi Keadaan sarana dan prasarana untuk kesehatan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Karakteristik Responden Umur responden Pendidikan responden Luas kepemilikan lahan responden Mata pencaharian responden... 18

10 5.1.5 Pendapatan total responden Potensi Tumbuhan Obat Kampung Gunung Leutik Potensi tumbuhan obat berdasarkan familinya Potensi tumbuhan obat berdasarkan tipologi habitat Data frekuensi perjumpaan tumbuhan obat Data potensi tumbuhan obat berdasarkan kelompok penyakit Potensi tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan Potensi tumbuhan obat berdasarkan habitus Jenis Penyakit Masyarakat Pendapat, Pengetahuan, Pemanfaatan dan Budidaya Tumbuhan Obat Pendapat terhadap TOGA Pengetahuan terhadap TOGA Pemanfaatan TOGA Budidaya TOGA Permasalahan, Keinginan Masyarakat dan Strategi Pengembangan TOGA Permasalahan dan Keinginan Masyarakat dalam Pengembangan TOGA Strategi dalam PengembanganTOGA BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 55

11 No. DAFTAR TABEL Halaman 1 Jenis kegiatan dan aspek yang dikaji dalam penelitian Pemanfaatn lahan/ penggunaan lahan di Desa Benteng Jumlah penduduk Desa Benteng Jenis mata pencaharian penduduk Desa Benteng Jumlah pemeluk agama di Desa Benteng Jumlah responden menurut kelompok umur Tingkat pendidikan responden Luas kepemilikan lahan responden Mata pencaharian responden Pendapatan total responden Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan kelompok familinya Data frekuensi perjumpaan tumbuhan obat Kelompok penyakit yang bisa diobati berdasarkan jumlah spesies tumbuhan obat terbanyak Jumlah dan persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan Rekapitulasi jumlah dan persentase spesies tumbuhan obat di desa berdasarkan nama habitusnya Penyakit yang banyak diderita masyarakat Tindakan berobat yang dilakukan oleh responden jika sakit Kelompok penyakit umum yang sering diobati dengan tumbuhan obat pada responden Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng Tingkat pengetahuan responden terhadap spesies tumbuhan obat Spesies tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan responden Spesies tumbuhan obat yang dibudidayakan Spesies tumbuhan obat yang dapat dikembangkan Strategi pengembangan tumbuhan obat... 47

12 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Denah Desa Benteng Potensi tumbuhan obat berdasarkan tipologi habitat Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat sekitar Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng Strategi pengembangan tumbuhan obat keluarga... 39

13 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1 Rekapitulasi kuesioner Kampung Gunung Leutik,Desa Benteng Potensi tumbuhan obat berdasarkan manfaat dan wilayah administratif Rekapitulasi jumlah famili dari potensi tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik Data frekuensi perjumpaan tumbuhan obat Rekapitulasi jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan klasifikasi kelompok penyakit atau penggunaannya Tingkat pengetahuan responden terhadap spesies tumbuhan obat Daftar spesies tumbuhan obat keluarha yang diketahui oleh responden dan sudah dimanfaatkan Rekapitulasi data penyakit UPTD Puskesmas Ciampea Tahun

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan aspek penting di dalam mencapai kesejahteraan hidup keluarga dan masyarakat. Namun, bagi sebagian kalangan masyarakat akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, maupun obat-obatan modern sangat kurang. Dalam mengatasi hal tersebut, masyarakat perlu mencari alternatif untuk menanggulangi masalah kesehatan tersebut, yaitu kembali ke alam dengan memanfaatkan obat-obatan bahan alami, khususnya tumbuhan yang relatif lebih murah. Pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat telah diwariskan secara turun temurun sebagai budaya bangsa dan perlu terus ditingkatkan, karena berbagai masalah penyakit dapat diobati dengan memanfaatkan tumbuhan yang dapat ditemui di lingkungan sekitar rumah atau pekarangan. Keberadaan tumbuhan obat dapat membangun kemandirian masyarakat untuk menjaga kesehatan keluarga sehari-hari, sehingga dapat menghemat pengeluaran keluarga. Pemerintah telah lama mencanangkan program tumbuhan /taman obat keluarga (TOGA), untuk mengatasi penyakit dan menjaga kesehatan keluarga yang murah dan mandiri. Namun, dalam perjalanannya tidak banyak berkembang. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan ketertarikan masyarakat dalam mengembangkan dan memajukan TOGA, masyarakat perlu mengetahui tentang potensi dan manfaat tumbuhan obat di sekitarnya yang dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan demikian pengembangan TOGA diharapkan dapat memberikan pengaruh positif dan menumbuhkan motivasi kembali yang besar terhadap masyarakat lainnya untuk dikembangkan lebih lanjut, dengan cara menanam tumbuhan obat di pekarangan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemandirian dalam pengobatan dan pemeliharaan kesehatan keluarga atau masyarakat. Program TOGA akan berhasil apabila ada dukungan dan kesadaran masyarakat akan pengembangan tumbuhan sebagai bahan pengobatan.

15 Pengembangan TOGA merupakan bagian penting dalam ketahanan obat masyarakat untuk mengatasi berbagai jenis penyakit. Kampung Gunung Leutik Desa Benteng Kecamatan Ciampea merupakan kampung yang berbatasan langsung dengan Kampus IPB Darmaga. Kondisi sarana dan prasarana kesehatan yang ada di kampung atau desa tersebut umumnya masih belum berkembang, dengan akses pelayanan kesehatan yang jaraknya cukup jauh. Hal ini yang menjadi pertimbangan, pentingnya pengembangan tumbuhan obat dilakukan di kampung tersebut. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi potensi tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesehatan keluarga secara mandiri. 2. Menggali pengetahuan, pemanfaatan dan budidaya tumbuhan obat keluarga (TOGA) di Kampung Gunung Leutik sebagai sarana pengobatan dan pemeliharaan kesehatan keluarga. 3. Mengidentifikasi permasalahan dan keinginan masyarakat di Kampung Gunung Leutik dalam pengembangan tumbuhan obat keluarga (TOGA) serta pemecahannya. 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam pengembangan tumbuhan obat keluarga (TOGA) berbasis pada peran serta masyarakat secara lebih luas.

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Menurut Departemen Kesehatan RI dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan No.149/SK/Menseknes/IV/1978 diacu dalam Kartikawati (2004), definisi tumbuhan obat adalah tumbuhan atau bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku obat (prokursor), atau tumbuhan yang diekstraksi dan ekstrak tumbuhan tersebut digunakan sebagai obat. Suhirman (1990) menyebutkan bahwa tumbuhan obat adalah tumbuhan yang bagian tumbuhannya (akar, batang, daun, umbi, buah, biji dan getah) mempunyai khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern atau tradisional. Selanjutnya Zuhud et al. (1994) lebih rinci mengemukakan bahwa tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya berkhasiat obat, dan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok : 1. Tumbuhan obat tradisional : spesies tumbuhan yang diketahui dan dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. 2. Tumbuhan obat modern : spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis. 3. Tumbuhan obat potensial : spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan secara ilmiah medis atau penggunaannya sebagai obat tradisional sulit ditelusuri. Tumbuhan obat terdiri dari beberapa macam habitus. Habitus berbagai spesies tumbuhan (Tjitrosoepomo 1988 diacu dalam Damayanti 1999) adalah sebagai berikut : a) Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki suatu batang yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan.

17 b) Perdu adalah tumbuhan berkayu yang tidak seberapa besar dan bercabang dekat dengan permukaan. c) Herba adalah tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair. d) Liana adalah tumbuhan berkayu dengan batang menjulur/ memanjat pada tumbuhan lain. e) Tumbuhan memanjat adalah herba yang memanjat pada tumbuhan lain atau benda lain. f) Semak adalah tumbuhan tidak seberapa besar, batang berkayu, bercabangcabang dekat permukaan tanah atau di dalam tanah. g) Rumput adalah tumbuhan dengan batang yang tidak keras, mempunyai ruasruas nyata dan seringkali berongga. Menurut Sumarto (1989) habitus spesies tumbuhan bambu adalah tumbuhan yang tergolong famili Gramineae (Poaceae) yang umumnya berumpun dan dapat mencapai ketinggian 40 m dan tebalnya 30 cm. 2.2 Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Menurut Departemen Kesehatan RI (1990) TOGA adalah sebidang tanah baik di halaman atau kebun yang dimanfaatkan untuk menumbuhkan tumbuhan yang berkhasiat obat dalam upaya memenuhi kebutuhan keluarga akan obat. Dalam kondisi tertentu TOGA dapat pula dibuat dengan memanfaatkan pot, atau benda-benda lain yang dapat dan cocok untuk menumbuhkan tumbuhan yang berkhasiat obat. Pengadaan tumbuhan untuk TOGA tidak boleh membebani masyarakat dan oleh sebab itu jenis-jenis tumbuhan obat yang ditanam di TOGA harus memenuhi kriteria (persyaratan) sebagai berikut : 1. Tumbuhan tersebut sudah terdapat di daerah pemukiman yang bersangkutan 2. Tumbuhannya mudah dikembangbiakkan, tidak perlu cara penanaman khusus dan tidak memerlukan cara pemeliharaan yang rumit. 3. Dapat dipergunakan untuk keperluan lain, misalnya untuk sumber makanan, bumbu dapur, kayu bakar, bahan kerajinan tangan, dan sebagainya. 4. Dapat diolah menjadi simplisia dengan cara sederhana 5. Tumbuhannya sudah terancam kepunahan.

18 2.3 Pengembangan Tumbuhan Obat di Indonesia Indonesia dengan mega biodiversity-nya memiliki ancaman kelestarian tumbuhan obat, diantaranya diakibatkan oleh kurangnya kebijakan pemerintah dan peraturan perundangan dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan tumbuhan obat. Pemanenan bahan baku obat dari alam, kerusakan habitat dan konversi hutan, kurangnya perhatian terhadap pengelolaan dan budidayanya, serta hilangnya budaya dan pengetahuan tradisional. Meskipun demikian terdapat prospek pengembangan tumbuhan obat Indonesia, yaitu dengan adanya permintaan bahan baku tumbuhan obat yang terus meningkat, sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, harga obat-obatan dari Barat yang semakin mahal, meningkatnya jumlah industri farmasi dan obat tradisional, serta kecenderungan masyarakat dunia untuk back to nature. Dengan ketersediaan sumber daya manusia, para pakar dan lembaga-lembaga penelitian akan mengembangkan pemanfaatan tumbuhan obat dan menemukan obat-obat baru (Zuhud & Siswoyo 2001) Pemanfaatan tumbuhan obat telah berkembang menjadi sektor usaha yang banyak diminati para inverstor, mulai dari skala industri rumah tangga, industri kecil hingga skala industri desa. Kondisi ini menyebabkan permintaan tumbuhan obat semakin meningkat dari tahun ke tahun, yang selanjutnya merangsang pemanenan berlebihan di alam, sehingga mengancam kelestarian berbagai spesies tumbuhan obat. Selain itu, pemanenan tumbuhan obat dari hábitat alaminya (hutan, maupun daerah liar lainnya) belum sepenuhnya didasarkan atas daya regenerasi alaminya (Zuhud et al. 1994) Tiga unsur dasar dalam strategi konservasi sumberdaya alam hayati yaitu perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan, dijadikan sebagai dasar dalam tujuan pelestarian pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan obat hutan tropika Indonesia, yaitu untuk memanfaatkan secara berkelanjutan keanekaragaman tumbuhan obat hutan tropika, melestarikan potensi keanekaragaman tumbuhan obat hutan tropika, dan mempelajari keanekaragaman tumbuhan obat hutan tropika. Kunci pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat dikelompokkan menjadi 4 aspek, yaitu aspek pelestarian, aspek pemanfaatan, aspek penelitian, dan aspek

19 kebijakan dan kelembagaan pengelolaan tumbuhan obat (Zuhud & Haryanto 1994). Sebagai bahan acuan dalam upaya pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat Indonesia, Strategi Konservasi Tumbuhan Obat Indonesia dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak di tingkat kabupaten dan kecamatan dengan program aksi sebagai berikut (Zuhud & Siswoyo 2001) : 1. Tata guna lahan/ruang 2. Konservasi in-situ 3. Konservasi ek-situ 4. Budidaya 5. Peningkatan nilai tambah tumbuhan obat melalui pemanfaatan pada pelayanan kesehatan formal 6. Menerapkan sistem sertifikasi/ekolabeling terhadap produk obat asli Indonesia 7. Membangun pusat informasi agribisnis tumbuhan obat 8. Membangun partisipasi semua stakeholder, antara lain para pengusaha, petani, pembuat kebijakan, dan pers. 9. Perlindungan dan kekayaan intelektual masyarakat 10. Kerjasama internasional Pola pengembangan tumbuhan dan tumbuhan obat di Indonesia mempertimbangkan dan memadukan pengkajian dari berbagai aspek meliputi tujuan pengobatan, pelayanan kesehatn masyarakat, ekonomi, sosial, kelembagaan, teknologi, pelestarian, dan kondisi tumbuhan yang ada saat ini sebagian besar belum dibudidayakan (Sudiarto et al. 1999) 2.4 Pelayanan Kesehatan Masyarakat tetap membutuhkan pengobatan (obat) tradisional, sebagaimana dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, terdapat folk sector dan popular sector (kalangan tradisi), seperti tabib, dukun, penjual jamu gendong, akupuntur dan sebagainya, yang menggunakan cara dan metode pengobatan di luar standarisasi professional sector atau paradigma kedokteran. Siswanto (2000) menyatakan, hendaknya terdapat kemitraan antara folk sector dan professional sector untuk

20 mencapai tujuan normatif sistem pelayanan kesehatan (lebih ekuiti, lebih efisien, namun tetap mempertahankan kualitas). Selain itu, Puryono (1998) menambahkan bahwa obat tradisional tetap diperlukan oleh masyarakat untuk pemeliharaan kesehatan, pengobatan, dan pemulihan kesehatan. Kalngie (1994) diacu dalam Suciati (2004) menyatakan bahwa kelompokkelompok masyarakat memiliki bentuk perawatan kesehatan yang berbeda-beda. Perilaku kesehatan seseorang pun berbeda-beda dipengaruhi oleh pengetahuan, kepercayaan, nilai dan norma dalam lingkungan sosialnya, berkenaan pula dengan etiologi, terapi, dan jenis penyakit yang dideritanya. Kelompok masyarakat lapisan atas dan menengah relatif sangat mengutamakan perawatan medis pada institusi-institusi kesehatan modern. Sekalipun demikian kepercayaan dan praktek medis tradisional sedikit banyak tetap dipertahankan. Tentunya bentuk perawatan kesehatan tradisional di perkotaan berbeda dengan di pedesaan. Departemen Kesehatan (1995) membagi pengobatan tradisional menjadi 4 kelompok yaitu : 1. Pengobatan tradisional yang menggunakan ramuan obat tradisional, seperti shinse, tabib, battra ramuan, dan jamu gendong. 2. Pengobatan tradisional yang menggunakan keterampilan, seperti akupunturis, battra patah tulang, battra pijat urut, dan sebagainya. 3. Pengobatan tradisional berdasarkan agama dan kebatinan, seperti kyai. 4. Pengobatan tradisional bersifat magis, seperti paranormal, dukun anti teluh, dan sebagainya. Pengobatan tradisional yang semula dianggap sebagai pengobatan alternatif, yaitu sebagai upaya mencari cara-cara pengobatan baru, tidak bergantung pada obat-obatan keras atau perlakuan drastis seperti pembedahan, saat sekarang ini diterima sebagai pelengkap dalam menangani masalah kesehatan. Masyarakat juga menganggap bahwa pengobatan tradisional bersifat holistik, sedangkan pengobatan modern hanya melihat penyakit saja.

21 2.5 Pengertian, Fungsi, Manfaat dan Peranan Pekarangan Sebagian besar penduduk Indonesia (menurut perkiraan 80%) berada di pedesaan. Pada daerah-daerah tersebut, hubungan antara manusia dan alam masih cukup erat. Secara tidak disadari pembangunan sebuah rumah banyak yang memenuhi syarat ideal. Hal ini disebabkan kebutuhan manusia akan lahan pemukiman masih sedikit sementara persediaan lahan masih melimpah. Kristyono (1992) diacu dalam Pari (2004) Arti pekarangan, untuk masyarakat desa tentunya lain daripada masyarakat kota, pekarangan bagi masyarakat kota dimanfaatkan untuk taman yang memberi keindahan dan kesegaran; sedangkan pekarangan bagi masyarakat desa dimanfaatkan sebagai lumbung hidup atau warung hidup, sehingga tidak jarang pekarangan dikenal pula dengan nama apotek hidup. Pekarangan berisi banyak tumbuhan dari berbagai spesies dan multi struktur. Hal ini menyatakan bahwa penggunaan lahannya memiliki banyak fungsi, seperti agroforestri, konservasi sumberdaya genetik, konservasi tanah dan air, produksi hasil, dan sosial budaya. Oleh karena itu pekarangan merupakan penggunaan lahan yang optimal dan lestari dengan produktivitas tinggi di daerah tropika. Menurut Karyono (1985) diacu dalam Bahro (1991), fungsi lahan pekarangan yang paling dirasakan manfaatnya adalah produksi, baik secara subsisten maupun komersial. Kedua fungsi tersebut sukar dipisahkan karena berfungsi subsisten tetapi pada saat lain akan berfungsi komersial. Fungsi komersial ditunjukkan oleh produksi yang berlebih, atau sengaja dijual untuk dapat membeli komoditi pangan yang lebih banyak walaupun kualitasnya lebih rendah. Menurut Basuki (1982), jenis-jenis tumbuhan pekarangan adalah sangat beragam dan memberikan banyak manfaat bagi pemiliknya, jenis-jenis yang dianggap penting yaitu : 1. Gadung (Dioscorea hispida Dennst) sebagai sumber karbohidrat. 2. Mengkudu (Morinda citrifolia L), kentangan (Coleus atropurpureus Bth), jeruk nipis (Citrus aurantifolia Christm.), kencur (Kaempteria galanga L), keci beling (Hemigraphis alternata), kumis kucing (Orthossiphon grandiflorus), dan lain-lain sebagai sumber obat. 3. Angsana (Pterocarpus indicus) sebagai sumber energi.

22 4. Melati (Jasminum sambac), tanjung (Mimosops elengii) sebagai tumbuhan hias/bunga. 5. Buah-buahan sebagai sumber vitamin. Salah satu manfaat pekarangan pedesaan adalah sebagai apotik hidup atau apotik hijau. Tumbuhan yang ditanam adalah tumbuhan obat yang dimanfaatkan sebagai sarana pengobatan dan usaha menjaga kesehatan keluarga. Usaha memberdayakan sistem pekarangan sebagai sumberdaya sudah lama menjadi bagian integrasi dalam usaha tani terpadu masyarakat pedesaan (Wahab 1998). 2.6 Masyarakat Desa Masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Struktur masyarakat terdiri dari beberapa unsur, yaitu manusia yang hidup bersama, berkumpul dalam waktu yang cukup lama sehingga terjadi sistem komunikasi dan timbul peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan kelompok tersebut sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan dan satu sistem hidup bersama sehingga menimbulkan kebudayaan (Soekanto 1982). Masyarakat biasanya digolongkan menjadi masyarakat desa dan masyarakat kota. Masyarakat desa adalah kelompok khusus dari orang-orang yang tinggal dalam wilayah tertentu, memiliki kebudayaan dan gaya hidup yang sama, sudah sebagai suatu kesatuan dan dapat bertindak secara kolektif dalam usaha mereka mencapai tujuan (Cohen 1983). Sistem kehidupan masyarakat desa biasanya berkelompok, atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto 1982). Menurut Kusumaatmadja (1995) kehidupan masyarakat tradisional adalah kehidupan yang harmoni dengan alam sekitar, sedangkan masyarakat modern dibentuk oleh jalan pikiran yang menyatakan bahwa manusia mempunyai hak untuk memanipulasi dan mengubah alam meskipun dewasa ini masyarakat modern telah meningkat kepeduliannya terhadap lingkungan dan alam sekitar.

23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada bulan Mei sampai Juni Lokasi ini dipilih karena berbatasan langsung dengan Kampus IPB Darmaga. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat dan tumbuhan yang ada di lingkungan Kampung Gunung Leutik Desa Benteng, serta dokumen atau laporan yang telah dilakukan oleh semua instansi yang terkait dengan penelitian ini. Sedangkan alat yang digunakan adalah peta, kamera, kuesioner, alat tulis-menuis dan komputer beserta perlengkapannya. 3.3 Metode Penelitian Tahapan penelitian Tahapan pengembangan Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) melalui peran serta masyarakat dilakukan secara bertahap, yaitu sebagai berikut : Tahap I : Studi literatur, laporan penyakit masyarakat, internet, dokumen-dokumen yang ada di Puskesmas, kantor desa dan kecamatan. Tahap II : Survei lapangan dengan melakukan wawancara dengan masyarakat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng. Tahap III : Pengamatan potensi tumbuhan obat yang ada di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng. Tahap IV : Pengolahan dan analisis data terhadap semua data dan informasi yang diperoleh dari tahap I, II, III. Seluruh tahapan tersebut meliputi beberapa aspek. Aspek yang dikaji disesuikan dengan kelompok tahapan kegiatan (Tabel 1).

24 Tabel 1 Jenis kegiatan dan aspek yang dikaji dalam penelitian Jenis Kegiatan Aspek yang dikaji Sumber Data Metode A. Kajian Kondisi Umum Kampung Gunung Leutik Studi literatur B. Kajian Potensi Pengetahuan, Pemanfaatan, Budidaya dan permasalahan TOGA di masyarakat 1. Letak dan luas 2. Topografi, iklim dan Tanah 3. Kondisi demografi penduduk, sosial-ekonomi masyarakat Kampung Gunung Leutik 4. Keadaan sarana dan prasarana untuk kesehatan 5. Data penyakit masyarakat Kampung Gunung Leutik 1.Potensi TOGA, spesies-spesies tumbuhan obat yang ada di desa 2. Pengetahuan, pemanfaatan, budidaya TOGA yaitu spesies-spesies tumbuhan yang diketahui dan dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat dan permasalahan pengembangan TOGA di masyarakat. Balai Desa Benteng dan Puskesmas Ciampea Masyarakat Kampung Gunung Leutik serta lingkungan sekitarnya. 1. Pengamatan TO 2. Pengambilan sampel foto/gambar dan sampel untuk di identifikasi 1.Survei lapang 2.Wawancara (kuesioner). C. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan data 2. Analisis data - Literatur - Hasil pengamatan di lapangan Pengolahan dilakukan dengan tabulasi dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif yang selanjutnya dijelaskan secara deskriptif Pengumpulan data Studi literatur Studi literatur dilakukan pada saat sebelum berangkat ke lokasi penelitian dan setelah pulang dari lokasi penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi dasar mengenai kondisi umum mencakup fisik, biotik kependudukan dan budaya masyarakat Kampung Gunung Leutik Desa Benteng.

25 Pengumpulan data dilakukan dengan merekapitulasi data-data terbaru dari seluruh sumber literatur yang ada. Data-data tersebut juga dijadikan acuan atau panduan untuk melengkapi data hasil pengamatan di lapangan. Selain itu juga dilakukan permintaan izin pada setiap instansi yang terkait dengan penelitian ini Pengamatan Potensi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) Pengamatan potensi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) dilakukan di halaman rumah-rumah warga dan daerah sekitarnya seperti sawah, kebun, sekitar sungai dan pemakaman umum yang ada di Kampung Gunung Leutik yang secara administratif Rukun Warga (RW) 5 meliputi 6 Rukun Tetangga (RT). Pengamatan potensi dilakukan dengan cara mengidentifikasi TOGA secara sensus, kemudian memisahkannya untuk setiap Rukun Tetangga, sehingga akan terlihat daerah mana yang memiliki potensi TOGA yang terbanyak. Identifikasi spesies tumbuhan obat menggunakan literatur : Dalimartha S (1999, 2000, 2006, 2008, 2009), Hariana A (2008, 2009), Heyne K (1987), Lasmadiwati E (2005, 2006) dan Yuniarti T (2008) Wawancara Pengambilan data melalui wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan menggunakan kuesioner, yang dimaksud semi terstuktur disini adalah kuesioner disajikan dalam bentuk pertanyaan tertutup dan terbuka. Kuesioner ditujukan pada responden masyarakat Kampung Gunung Leutik Desa Benteng yang terlihat memiliki ketertarikan terhadap Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA), dengan jumlah responden sebanyak 20 orang. Penelitian ini merupakan kajian deskriptif sehingga jumlah responden tidak didasarkan pada keterwakilan populasi, namun dipilih berdasarkan seberapa jauh responden tertarik pada tumbuhan obat dan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan.

26 Pengolahan dan Analisis Data Data-data primer dan sekunder yang diperoleh dari studi literatur, hasil pengamatan potensi Tumbuhan Obat Keluarga (TOGA) di lapangan, dan wawancara, diolah secara tabulasi dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif yang selanjutnya dijelaskan secara deskriptif. Data umum karakteristik responden disusun dan dikelompokkan kedalam lima karakteristik umum yaitu : (1) umur responden, (2) pendidikan responden, (3) luas kepemilikan lahan responden, (4) mata pencaharian responden dan (5) pendapatan responden. Data potensi TOGA hasil identifikasi disusun dan dikelompokkan berdasarkan (1) famili, (2) tipologi hábitat, (3) frekuensi perjumpaan, (4) klasifikasi berdasarkan kelompok penyakit, (5) klasifikasi berdasarkan bagian yang digunakan, (6) klasifikasi berdasarkan habitus (perawakan). Data penyakit masyarakat diperlukan untuk mengetahui potensi tumbuhan obat yang akan dikembangkan. Data penyakit didapat dari dua sumber yaitu, data penyakit dari UPTD Puskesmas Ciampea tahun 2007 dan data penyakit dari hasil wawancara dengan responden. Hasil wawancara dengan responden tentang tumbuhan obat diolah dan dikelompokkan kedalam : (1) pendapat responden terhadap tumbuhan obat, (2) pengetahuan responden terhadap tumbuhan obat, (3) pemanfaatan responden terhadap tumbuhan obat, (4) budidaya tumbuhan obat yang telah dilakukan responden. Spesies tumbuhan obat penting yang akan dikembangkan berdasarkan potensi tumbuhan obat Kampung Gunung Leutik Desa Benteng yang telah dikelompokkan, data penyakit masyarakat beserta data tentang pengetahuan, pemanfaatan dan budidaya tumbuhan obat yang sudah dilakukan oleh responden kemudian dianalisis agar diketahui strategi pengembangan tumbuhan obat yang sesuai dengan keinginan masyarakat dan kondisi kampungnya.

27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Desa Benteng Letak dan Luas Kawasan Desa Benteng adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 248,5 ha terdiri dari 7 RW (Rukun Warga) dan 39 RT (Rukun Tetangga). Desa Benteng terletak 1 km dari ibukota Kecamatan Ciampea, 40 km dari ibukota Kabupaten Bogor, 133 km dari ibukota propinsi dan 25 km dari ibukota negara. Desa Benteng berbatasan dengan : Sebelah Utara : Desa Rancabungur Sebelah Timur : Kampus IPB Darmaga Sebelah Selatan : Desa Bojong Rangkas dan Desa Cibanteng Sebelah Barat : Desa Ciampea Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Denah Desa Benteng.

28 4.1.2 Topografi, Iklim dan Tanah Topografi Desa Benteng berupa areal pesawahan dan tanah darat, terletak pada ketinggian 300 m dpl, temperatur udara di Desa Benteng rata-rata 23ºC 25ºC, tekanan udara rata-rata 1,010 mlb, penyinaran matahari 66% dan kelembaban nisbi 80%. Angka curah hujan rata-rata tahunan adalah kisaran 12,55 mm/hari. Pemanfaatan lahan/penggunaan tanah di Desa Benteng disajikan dalam Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Pemanfaatan lahan/ penggunaan lahan di Desa Benteng No Pemanfaatan lahan Luas (ha) 1 Pemukiman a. Pemukiman KPR-BTN b. Pemukiman Umum 11 80,5 2 Bangunan a. Sekolah b. Tempat Peribadatan c. Kuburan 2,5 2 2,5 4 d. Jalan 3 Pertanian (Irigasi sederhana) 12 4 Perikanan (Empang) 2 5 Lainnya (Lapangan Olahraga) 1,5 Jumlah 118 Sumber: Desa Benteng (2009) Kondisi Demografi, Sosial dan Ekonomi Kondisi demografi, sosial dan ekonomi meliputi jumlah penduduk, mata pencaharian, tingkat pendidikan dan agama. Jumlah penduduk Desa Benteng berdasarkan data monografi Desa Benteng tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Jumlah penduduk Desa Benteng Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (Jiwa) Laki-laki Perempuan Total * Keterangan: * = Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak KK Sumber: Desa Benteng (2009) Penduduk Desa Benteng yang berjumlah jiwa pada umumnya adalah penduduk lokal namun ada juga penduduk sebagai pendatang dari luar Bogor. Mata pencaharian masyarakat Desa Benteng beragam yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS), petani sedangkan lainnya swasta, pensiun, pedagang, sopir, dan lain-lain (Tabel 4). Tingkat pendidikan penduduk Desa Benteng pada

29 umumnya setingkat SLTA dan ada juga yang menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Tabel 4 Jenis mata pencaharian penduduk Desa Benteng No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 PNS ,80 2 Petani ,10 3 Pensiunan ,80 4 Perusahaan swasta ,33 Jumlah Sumber: Desa Benteng (2009) Masyarakat di Desa Benteng mayoritas beragama Islam. Namun ada pula yang beragama Katholik, Protestan, Budha dan Hindu. Tabel 5 menunjukkan jumlah pemeluk agama Desa Benteng. Tabel 5 Jumlah pemeluk agama di Desa Benteng No. Agama Jumlah Pemeluk (jiwa) Persentase (%) 1 Islam ,42 2 Katholik 631 5,07 3 Protestan 686 5,51 4 Budha 853 6,86 5 Hindu 142 1,14 Jumlah Sumber: Desa Benteng (2009) Keadaan Sarana dan Prasarana untuk Kesehatan Desa Benteng tergolong masih belum berkembang dalam bidang kesehatannya, baik sarana dan prasarananya. Hal ini terlihat dengan tidak adanya poliklinik atau tempat-tempat berobat lainnya, sarana yang ada hanya Posyandu 13 pos. Jumlah tenaga medis yang ada dan melaksanakan praktek di desa adalah dokter praktek swasta 2 orang, bidan desa 1 orang, bidan praktek swasta 1 orang, dukun beranak terlatih 4 orang, dan kader posyandu 35 orang.

30 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Umur responden Responden adalah ibu-ibu dan bapak-bapak yang umurnya bervariasi antara tahun, seperti disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah responden menurut kelompok umur Kelompok Umur (tahun) Jumlah Responden Kampung Gunung Leutik % Jumlah Dari Tabel 6 dapat diiketahui bahwa jumlah responden terbanyak secara keseluruhan memiliki kelompok umur tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok umur responden masih termasuk dalam usia produktif dan ada sebagian yang kurang produktif. Suyono (1991) menjelaskan bahwa usia produktif yaitu usia di atas 10 tahun dan kurang dari 50 tahun Pendidikan responden Sebagian responden hanya tamatan sekolah dasar (SD). Namun ada sebagian responden yang tidak tamat SD sehingga ada yang tidak dapat membaca dan menulis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7 mengenai tingkat pendidikan responden. Tabel 7 Tingkat pendidikan responden Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Kampung Gunung Leutik % Tidak Tamat SD 3 15 Tamat SD 8 40 Tamat SLTP 6 30 Tamat SLTA/SMA 3 15 Jumlah Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa responden terbanyak mempunyai latar belakang pendidikan tamatan SD, yaitu berjumlah 8 orang atau 40 % dari total responden. Menurut Alikodra (1985) diacu dalam Suyono (1991), latar belakang pendidikan yang rendah dari masyarakat merupakan salah satu faktor penting

31 terjadinya interaksi dalam masyarakat sekitar dengan sumber daya yang terdapat di alamnya, karena latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap pola berpikir dan pola hidup seseorang. Hal ini akan berpengaruh terhadap pandangan dan pengetahuan responden mengenai tumbuhan obat dan kesehatan keluarga Luas kepemilikan lahan responden Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng merupakan kawasan pedesaan tetapi termasuk pada wilayah kecamatan dengan akses yang kurang ke kota. Fungsi lahan sebagai areal pertanian masih cukup luas bila dibandingkan dengan lahan pemukiman. Lahan yang dimiliki responden untuk penggunaan di bidang pertanian terdapat dua jenis fungsi penggunaan yaitu pekarangan dan kebun. Pekarangan yang dimiliki juga merupakan areal TOGA masing-masing responden. Untuk kebun merupakan usaha responden di bidang pertanian, ada yang mengusahakannya sebagai mata pencaharian pokok tetapi lebih banyak hanya sebagai mata pencaharian sampingan. Jika hasilnya banyak dan berlebih kemudian dijual, Tabel 8 menunjukkan luas kepemilikan lahan responden. Tabel 8 Luas kepemilikan lahan Jenis Fungsi Lahan Luasan Lahan (m² ) Pekarangan Kebun Responden Kampung Responden Kampung Gunung Gunung Leutik (orang) Leutik (orang) < > Pada Tabel 8 terlihat bahwa luasan lahan yang dimiliki responden untuk pekarangan yaitu < 100 m, semua responden memiliki pekarangan. Kemudian untuk kebun luasannya > m dan m, tidak semua responden memiliki kebun. Istilah pekarangan dan kebun ini lebih mengacu kepada status lahan saja menurut sang pemiliknya, yaitu fungsinya kadang sulit dibedakan Mata pencaharian responden Mata pencaharian responden dapat dikategorikan atas dua kelompok, yaitu pertanian dan non pertanian. Kategori pertanian adalah usaha pertanian, perkebunan, ternak dan perikanan. Sedangkan kategori non pertanian adalah usaha

32 selain bidang pertanian, yaitu : berdagang, pegawai negeri atau swasta dan wirausaha lain. Sebagian besar responden memiliki sumber pendapatan yang tidak tetap dan sebagian besar responden tidak memiliki lahan pertanian sehingga pertanian bukanlah sumber pendapatan utama meskipun lokasi penelitian kawasan pedesaan. Rata-rata responden bekerja sebagai pedagang dan wirasawasta. Dalam Tabel 9 menunjukkan jenis mata pencaharian/sumber pendapatan responden dari Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng. Tabel 9 Mata pencaharian responden Jumlah Responden No. Mata Pencaharian Kampung Gunung % Leutik 1 Sektor Pertanian* Sektor Non Pertanian* Jumlah Keterangan: *Sektor Pertanian : Usaha pertanian hasil kebun, sawah, perikanan dan peternakan *Sektor Non Pertanian : pegawai negeri, swasta, berdagang dan wiraswasta lain Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa hanya 4 orang responden yang sumber pendapatannya dari sektor pertanian, yaitu 20 % dari total responden. Responden lainnya memiliki sumber pendapatan dari non sektor pertanian dalam hal ini pekerjaan suami dan usaha individu. Usaha di sektor pertanian, pada umumnya juga dilakukan oleh responden yang bermata pencaharian di sektor non pertanian, namun sifatnya hanya sekedar sampingan yang fungsinya tambahan penghasilan rumah tangga. Usaha yang dilakukan adalah hasil kebun, peternakan dan perikanan Pendapatan total responden Pendapatan total responden merupakan rata-rata pendapatan keseluruhan dari sektor pertanian dan sektor non pertanian. Sumber pendapatan sektor pertanian yaitu seperti kebun, sawah, usaha tani pekarangan, peternakan dan perikanan. Sedangkan sumber pendapatan sektor non pertanian yaitu seperti pegawai negeri, berdagang, wirausaha jasa dan buruh bangunan. Hasil wawancara dan kuesioner yang diperoleh, responden memiliki pendapatan terendah sebesar Rp ,-/bulan sampai teringgi Rp. > /bulan. Pendapatan responden dapat dikelompokkan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10.

33 Tabel 10 Pendapatan Total Responden Jumlah Pendapatan (Rp/Bulan) Jumlah Responden Kampung Gunung Leutik > > Jumlah Pada Tabel 10 terlihat bahwa pendapatan responden Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng rata-rata pada kisaran Rp Rp Kontribusi masing-masing sumber pendapatan responden berasal dari sektor pertanian dan non pertanian. % 5.2 Potensi tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng ditemukan 216 spesies tumbuhan obat dari 70 famili. Jumlah spesies tumbuhan obat terbanyak berturut-turut ditemukan di Rukun Tetangga (RT) 01 sebanyak 181 spesies, RT 04 sebanyak 154 spesies, RT 06 sebanyak 150 spesies, RT 02 sebanyak 147 spesies, RT 05 sebanyak 134 spesies dan RT 03 sebanyak 127 spesies. Rukun Tetangga (RT) 01 memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan obat yang tinggi dibandingkan dengan RT lainnya, banyaknya jumlah spesies yang ditemukan di RT 01 dipengaruhi oleh luasnya lahan terbuka hijau dan banyaknya spesies tumbuhan obat yang sudah dibudidayakan di pekarangan oleh responden di RT 01. Daftar potensi tumbuhan obat yang terdapat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng secara rinci disajikan pada Lampiran 2. Data potensi tumbuhan tersebut diperoleh dari tumbuhan obat yang ditanam pada lahan milik responden seperti pekarangan rumah, kebun, serta yang tumbuh liar sekitar pinggir jalan setapak, pinggir jalan besar, sawah, saluran irigasi, sungai besar dan lahan kering Potensi tumbuhan obat berdasarkan familinya Berdasarkan kelompok familinya, spesies-spesies tumbuhan obat yang ada di Kampung Gunung Leutik dikelompokkan ke dalam 70 macam famili, dimana jumlah spesies tumbuhan obat yang terbanyak termasuk ke dalam famili

34 Asteraceae dan Euphorbiaceae masing-masing sebanyak 16 spesies serta Fabaceae dan Zingiberaceae masing-masing sebanyak 10 spesies (Lampiran 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa famili Asteraceae dan Euphorbiaceae memiliki keanekaragaman spesies tertinggi dibanding dengan famili lainnya. Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan kelompok famili disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan kelompok familinya No Nama Famili Jumlah spesies 1. Asteraceae Euphorbiaceae Fabaceae Zingiberaceae Araceae 7 6. Solanaceae 7 7. Acanthaceae 6 8. Amaranthaceae 6 9. Malvaceae Rutaceae Cucurbitaceae Liliaceae Moraceae Famili lainnya (57 famili) Potensi tumbuhan obat berdasarkan tipologi habitat Potensi tumbuhan obat berdasarkan tipologi habitat dikelompokkan kedalam 9 tipologi habitat yaitu pekarangan rumah, kebun, pinggir jalan setapak, pinggir jalan besar, sawah, saluran irigasi (selokan), sungai besar, lahan kering dan pemakaman. Potensi tumbuhan obat menurut status pembudidayaannya, dibagi kedalam 3 klasifikasi yaitu dibudidayakan, liar serta dibudidayakan dan liar. Tumbuhan obat yang dibudidayakan hidup di pekarangan rumah dan kebun, tumbuhan obat yang liar hidup dipinggir-pinggir jalan desa, sawah, saluran irigasi, sungai besar dan lahan kering di desa, sedangkan tumbuhan obat yang dibudidayakan dan liar umumnya hidup di pemakaman. Berdasarkan pengelompokkan tipologi habitat, tumbuhan obat yang berasal dari pekarangan sebanyak 176 spesies (48 %), kebun sebanyak 59 spesies (16 %), pinggir jalan setapak sebanyak 41 spesies (11), pinggir jalan besar sebanyak 29 spesies (8 %), sawah sebanyak 21 spesies (6 %), saluran irigasi (selokan) sebanyak 16 spesies (4 %), lahan kering sebanyak 9 spesies (3 %), sungai besar sebanyak 8 spesies (2 %), dan pemakaman sebanyak 6 spesies (2 % ). Hal ini membuktikan bahwa peranan pekarangan sebagai penyedia tumbuhan obat masih tinggi di masyarakat

35 Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng. Spesies tumbuhan obat yang ada di pekarangan rumah ataupun kebun sebagian besar merupakan tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan masyarakat. Persentase tumbuhan obat berdasarkan tipologi habitat dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Potensi tumbuhan obat berdasarkan tipologi habitat Data Frekuensi Perjumpaan Tumbuhan Obat Potensi tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng berdasarkan frekuensi perjumpaan disajikan pada Tabel 12 dan secara rinci disajikan pada Lampiran 4. Tabel 12 Data frekuensi perjumpaan tumbuhan obat No Klasifikasi Nama Tumbuhan Obat Spesies TO Persentase (%) 1 Jarang ( 1-2 RT) Alamanda, anggur, bawang putih, 63 29,17 bayam duri, boroco, bunga kertas, bunga lilin, bunga tasbih, bungur kecil, wudani. 2 Sedang ( 3-4 RT) Alpukat, angsana, batrawali, bawang 35 16,20 merah, bayam, beluntas, delima, jarak kaliki, jeruk purut, kaliandra. 3 Sering (5-6 RT) Alang-alang, andong, arben hutan, awar-awar, bambu kuning, bandotan, bangle, begonia, belimbing manis, belimbing wuluh ,62 Tabel 12 Menjelaskan bahwa spesies tumbuhan obat yang sering ditemukan ada 118 spesies atau 54,62 % yang ditemukan dari 5-6 RT, seringnya frekuensi perjumpaan spesies-spesies tersebut dipengaruhi oleh luas lahan terbuka hijau

36 yang dimiliki dan luas pekarangan rumah masyarakat serta banyaknya spesies tumbuhan obat yang sudah mulai dibudidayakan masyarakat. Spesies tumbuhan obat yang ditemukan sedang ada 35 spesies atau 16,20 % yang ditemukan di 3-4 RT. Spesies-spesies yang ditemukan sedang dipengaruhi oleh tidak terlalu luasnya lahan terbuka hijau dan spesies tersebut tidak terlalu sering dipakai oleh masyarakat. Sedangkan spesies tumbuhan obat yang ditemukan jarang ada 63 spesies atau 29,17 %, terlihat dari frekuensi perjumpaan spesies-spesies tersebut ditemukan yaitu di 1-2 RT. Spesies-spesies tersebut jarang ditemukan karena spesies tersebut sangat jarang dibudidayakan dan pada umumnya masyarakat menganggap spesies tersebut hanya sebagai tanaman hias, buah-buahan dan sayuran, bukan termasuk tumbuhan obat Data Potensi Tumbuhan Obat Berdasarkan Kelompok Penyakit Pengklasifikasian potensi tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng dibagi kedalam 25 kelompok penyakit atau penggunaan (Lampiran 5). Kelompok penyakit terbesar yang mampu diobati adalah saluran pencernaan sebanyak 100 spesies tumbuhan obat. Hal ini menunjukkan bahwa potensi tumbuhan obat memiliki kesesuian dengan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat yaitu gangguan pencernaan. Selain menjaga pola makan yang sehat dengan diketahuinya spesies tumbuhan obat tersebut, diharapkan dapat bermanfaat mencegah penyakit degeneratif (menurunnya fungsi jaringan tubuh) yang berawal dari terganggunya fungsi pencernaan sehingga kesehatan masyarakat meningkat lebih baik. Klasifikasi kelompok penyakit yang bisa diobati berdasarkan jumlah spesies tumbuhan obat terbanyak disajikan dalam Tabel 13.

37 Tabel 13 Kelompok penyakit yang bisa diobati berdasarkan jumlah spesies tumbuhan obat terbanyak No Kelompok penyakit Khasiat/ macam penyakit spesies TO 1 Penyakit saluran pencernaan Maag, kembung, masuk angin, sakit perut, 100 cacingan, mules, peluruhb kentut, karminatif, muntah, diare, mencret, disentri, sakit usus, kolera, muntaber, berak darah, berak lender, usus buntu, typus 2 Penyakit saluran pembuangan Susah kencing, sembelit, wasir, sakit 85 saluran kemih, diuretic, susah buang air besar, ambeien, kencing darah, peluruh keringat, kencing malam 3 Penyakit kulit Koreng, bisul, panu, kadas, kurap, eksyim, 66 cacar, campak, borok, gatal-gatal, bengkak, luka bernanah, kudis, kutu air, dll 4 Penyakit saluran pernafasan / Batuk, TBC, pilek, asma, sesak nafas, 58 THT tenggorokan sakit, gondongan, mimisan, paru-paru 5 Penyakit lainnya Kaki gajah, menurunkan berat badan, susah tidur, sakit telinga, limpa bengkak, kanker, beri-beri, sakit kuku, mematikan jentik nyamuk, anti nyamuk perangsang syaraf, dll yang tidak tercantum di atas 36 6 Penyakit mulut Sariawan, mulut bau, dan mengelupas 34 7 Perawatan kehamilan dan 32 persalinan Keguguran, perawatan sebelum/sesudah melahirkan, nifas, penyubur kandungan, payudara bengkak, memperlancar ASI, dll yang berhubungan dengan hamil dan melahirkan 8 Penyakit khusus wanita Keputihan, terlambat haid, darah haid terlalu banyak, tidak dating haid, kanker payudara, nyeri haid, sakit leher rahim, dll yang berhubungan dengan penyakit wanita. 9 Penyakit jantung dan pembuluh Sakit jantung, stroke, jantung berdebardebar, 27 darah tekanan darah tinggi/hipertensi. 10 Pengobatan luka Luka, luka bakar, luka lainnya Pada umumnya setiap spesies mempunyai kegunaan menyembuhkan lebih dari satu penyakit. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tumbuhan untuk digunakan sebagai obat yaitu bagian tumbuhan, cara pemanenan, cara pengolahan dan aturan pemakaian. Bagian dari tumbuhan tersebut mempunyai peranan masing-masing dalam menyembuhkan penyakit, ada spesies tertentu yang seluruh bagiannya dapat digunakan, ada juga yang hanya bagian tertentu yang berpengaruh menyembuhkan penyakit. Beberapa spesies yang mempunyai banyak kegunaan untuk obat antara lain bawang putih (Allium sativum L.), sambiloto (Andrographis paniculata (Burn. F)

38 Ness), semanggi gunung (Hydrocotyle sibthorpioides Lam.). Spesies-spesies tersebut potensial sebagai bahan obat karena selain banyak berkhasiat untuk bermacam-macam penyakit, juga hampir seluruh bagiannya dapat berkhasiat obat. Adapun spesies-spesies yang berkhasiat mengobati penyakit yang sulit disembuhkan atau beresiko tinggi, seperti kelompok penyakit diabetes, ginjal, gangguan peredaran darah, kuning dan malaria, antara lain mengkudu (Morinda citrifolia L.), tempuyung (Sonchus arvensis L.), keladi tikus (Typhonium divaricatum (L). Dence.), ki koneng (Arcangelisia flava (L.) Merr.), meniran (Phyllanthus urinaria Linn.). Selain spesies tersebut di atas banyak spesies lain yang berguna sebagai obat untuk kelompok penyakit lainnya (Lampiran 2) Potensi tumbuhan obat berdasarkan bagian yang digunakan Berdasarkan bagian dari tumbuhan obat yang digunakan, potensi spesies tumbuhan obat yang ada di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng dapat dikelompokkan ke dalam 14 macam, yaitu daun, akar, buah, bunga, biji, semua bagian, batang, kulit batang, umbi, herba, getah, cabang/ranting/tangkai, rimpang dan air buah. Daun merupakan bagian tumbuhan yang berpotensi paling banyak digunakan sebagai obat, yaitu sebesar 123 spesies (31,86 %), sedangkan air buah merupakan bagian tumbuhan yang berpotensi paling sedikit digunakan sebagai obat, yaitu sebanyak 1 spesies ( 0,25 %), seperti tersaji pada Tabel 14. Bagian tumbuhan obat yang berupa akar, batang, kulit kayu, dan umbi membutuhakan upaya konservasi yang lebih besar dibandingkan bagian tumbuhan lainnya yang dimanfaatkan, karena jika tidak dibatasi dapat menimbulkan kematian pada tumbuhan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cunningham (1991) dalam Swanson (1995) yang menyatakan bahwa pemanfaatan bagian tumbuhan seperti akar, batang, kulit kayu, dan umbi untuk pengobatan perlu dibatasi, karena penggunaan bagian-bagian tumbuhan ini dapat langsung mematikan tumbuhan. Sedangkan pemanfaatan daun sebagai obat tidak berdampak buruk bagi kelangsungan hidup tumbuhan. Jika penggunaan daun lebih besar dari pada bagian lainnya, hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan tumbuhan obat dilakukan secara lestari, karena pada umumnya pengambilan tumbuhan tersebut tidak memberikan dampak/pengaruh yang besar pada

39 tumbuhan tersebut. Upaya konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan budidaya tumbuhan obat untuk mencegah kelangkaan dari tumbuhan obat tersebut. Tabel 14 Jumlah dan persentase spesies berdasarkan bagian yang digunakan No Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat Jumlah spesies Persentase tumbuhan obat (%) 1 Daun ,86 2 Akar 60 15,54 3 Buah (daging buah dan kulit buah) 48 12,43 4 Bunga 30 7,77 5 Biji (selaput biji) 28 7,25 6 Semua bagian 20 5,18 7 Batang 19 4,92 8 Kulit batang (kulit kayu dan kulit dalam) 18 4,66 9 Umbi 13 3,36 10 Herba 10 2,59 11 Getah 9 2,33 12 Cabang/ranting /tangkai 4 1,03 13 Rimpang 3 0,77 14 Air buah 1 0, Potensi tumbuhan obat berdasarkan habitus Berdasarkan habitus (perawakan), spesies-spesies tumbuhan obat yang terdapat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng dapat dikelompokkan ke dalam 6 (enam) macam habitus, yaitu herba, pohon, perdu, semak, liana dan bambu. Informasi tentang habitus masing-masing spesies tumbuhan obat secara rinci disajikan pada Lampiran 2, sedangkan rekapitulasi jumlah dan persentase spesies tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng berdasarkan nama habitusnya tersaji pada Tabel 15. Tabel 15 Rekapitulasi jumlah dan persentase spesies tumbuhan obat di Kampung Gunung Leutik berdasarkan nama habitusnya No. Habitus Jumlah Spesies Persentase (%) 1 Herba 87 40,27 2 Pohon 45 20,83 3 Perdu 42 19,44 4 Semak 38 17,59 5 Liana 3 1,38 6 Bambu 1 0,46 Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa spesies tumbuhan obat yang termasuk ke dalam habitus herba mempunyai jumlah spesies dan persentase yang lebih tinggi dibandingkan habitus lainnya, yaitu sebanyak 67 spesies (31,01%). Hal tersebut menunjukkan habitus herba mempunyai keanekaragaman spesies paling tinggi

40 diantara habitus lainnya. Adanya keanekaragaman bentuk hidup tumbuhan di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng menunjukkan kealamian dan mendukung kelestarian plasma nutfah sumberdaya yang terkandung di dalamnya.. Habitus suatu spesies sangat penting dilindungi hal ini terkait dengan upaya konservasi dalam hal perlindungan dan pemanfaatan, jika suatu habitus tidak dilindungi maka keberadaan spesies-spesies tumbuhan obat tersebut akan terancam langka. Salah satu usaha untuk melindungi spesies tumbuhan obat agar tidak langka maka perlu dilakukan budidaya dan pemanfaatan yang lestari. 5.3 Jenis penyakit masyarakat Jumlah penderita penyakit berdasarkan kelas umur menunjukkan bahwa, pada kelas umur 0-14 tahun jenis penyakit yang banyak diderita yaitu common cold, pada kelas umur tahun penyakit yang banyak diderita yaitu Gasteritis, pada kelas umur tahun penyakit yang banyak diderita yaitu penyakit pulpa dan pada kelas umur lebih dari 65 tahun penyakit yang banyak diderita yaitu penyakit hipertensi (Lampiran 9). Sedangkan secara keseluruhan penyakit yang sering diderita oleh masyarakat berdasarkan pengelompokkan jenis penyakit di Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng ada 16 penyakit utama yang disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16 Penyakit yang banyak diderita masyarakat No Jenis penyakit 1 Commond cold ( Flu, salesma ) 2 Gangguan pencernaan ( Gasteritis/maag ) 3 ISPA ( Infeksi Saluran Pernafasan Akut ) 4 Penyakit gigi dan jaringan ( penyakit pulpa ) 5 Hipertensi/ darah tinggi 6 Diare 7 Demam 8 Gangguan penyakit kulit ( Dermatitis/ Eksim, scabies /penyakit gatal-gatal ) 9 Batuk 10 Faringitis ( Radang tenggorokan ) 11 Tonsilitis ( Radang amandel ) 12 Sakit kepala 13 Abse s ( Pengumpulan nanah dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan jaringan ) 14 Myalgia ( Nyeri otot ) 15 Diabetes 16 Rhematism ( Rematik) Sumber ; UPTD Puskesmas Ciampea Tahun 2007

41 5.4 Pendapat, Pengetahuan, Pemanfaatan dan Budidaya Tumbuhan Obat Pendapat terhadap TOGA Pendapat responden sebagai sampel penelitian ini dapat dikatakan hampir keseluruhan responden yang diwawancara berpendapat baik/positif terhadap tumbuhan obat keluarga (TOGA) dan berpendapat TOGA memberikan manfaat karena TOGA sudah menjadi suatu tradisi (kebiasaan) keluarga secara turun temurun, sebagai pengobatan tradisional, murah dan mudah memperolehnya, sudah terpercaya khasiatnya dan merupakan pengobatan alami yang tidak berbahaya, aman dikonsumsi. Namun, tidak semua responden ikut memanfaatkan tumbuhan obat dari TOGA sebagai sarana pengobatan dan pemeliharaan kesehatan, karena sebagian lebih cenderung menggunakan obat-obatan modern dengan alasan lebih praktis, tidak repot seperti obat tradisional, lebih aman menggunakan obat dari dokter atau warung yang sudah jelas dosis dan aturan pakainya meskipun sebagian dari responden menyadari bahwa obat-obatan modern mempunyai efek samping. Tindakan berobat yang dilakukan oleh responden disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Tindakan berobat yang dilakukan oleh responden jika sakit Jumlah Responden No. Tindakan Pengobatan Kampung Gunung Leutik % Membuat obat sendiri secara 1 tradisional dari 9 45 pekarangan/kebun /hutan 2 Membeli obat ke warung Berobat ke puskesmas/ klinik 5 25 Jumlah Keterangan : obat-obatan warung (kimia) yang dibeli oleh responden: Rheumacyl, Oskadon, Konidin, Bintang Tujuh Puyer, Minyak Angin Mamo, Waisan, Neo Entrostop, Bodrex, Mixagrip, Paramex, Bodrexin, Promag, Inza, Procold, Neo Nafasin, Bodrex Flu, Mylanta. Sebagian responden masih menggunakan jamu dan obat tradisional dengan membuat sendiri dengan bahan baku dari TOGA yang ada di pekarangan. Alasan mereka menggunakan obat tradisional umumnya karena percaya khasiatnya yang dapat menjaga kesehatan dan menyembuhkan penyakit, selain itu mereka tidak perlu mengeluarkan biaya yang tinggi untuk pengobatan. Responden umumnya menanam tumbuhan obat sebagai TOGA di lahan pekarangan karena kesadaran pentingnya apotek hidup di pekarangan rumah berdasarkan informasi yang

42 diperoleh dari sebagian responden. Beberapa responden menyatakan pemeliharaan dan pengobatan alami sudah biasa dilakukan sebagai pengobatan awal sebelum membeli obat ke warung dan pergi ke puskesmas atau dokter. Berdasarkan hasil wawancara ada 16 penyakit yang pernah diderita oleh responden dan sebagian besar dari 16 penyakit tersebut telah diobati dengan menggunakan obat tradisional ( Tabel 18) Tabel 18 Kelompok penyakit umum yang sering diobati dengan tumbuhan obat pada responden Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng Tumbuhan Jumlah Kelompok Nama obat yang Pembuatan Ramuan responden yang Penyakit Penyakit sering sakit digunakan Gangguan Sistem Pernafasan Batuk - Daun suji - Akar alangalang - Pegagan - Ceplukan - Sidaguri - Daun sirih Direbus dan diminum airnya 1 Paru-paru - Kunyit besar (herbal) Diparut borehan sebagai 1 Gigi dan Mulut 1 Sariawan - Saga - Dadap serep Daun saga dan dadap dicuci bersih, diremas, diambil airnya, di minum. 1 Gangguan peredaran darah Penyakit kulit Penyakit kepala dan demam Penyakit Jantung Gangguan Ekskresi Darah rendah Gigi - Putri malu Direbus dan dikumurkumur Alergi/gatalgatal Sakit kepala Demam Diiris daging buahnya, 1 - Mahkota Hipertensi dijemur dan diseduh dewa Ginjal - Daun tempuyung - Kunyit Daun tempuyung direbus dicampur dengan parutan kunyit dan diminum airnya bersama ampas rebusannya. 3 - Kumis kucing - Ceplukan Direbus dan diminum airnya

43 Lanjutan Tabel 18 Kelompok Penyakit Nama Penyakit Tumbuhan obat yang sering digunakan - Akar alangalang Pembuatan Ramuan Jumlah responden yang sakit Gangguan Sistem Pencernaan Diare - Kunyit - Bandotan Kunyit diparut, diambil airnya dicampur dengan air dari bandotan yang telah diremas, diminum. 2 - Daun papaya rente - Lempuyang Daun pepaya rante ditumbuk dicampur dengan parutan lempuyang, diperas, diseduh dan ditambah kuning telur ayam kampung diminum. Gangguan Otot dan Tulang Maag - Pegagan Daun pegagan 15 - Meniran dicampur dengan akar - Ceplukan ceplukan, daun dan batang meniran, direbus dan diminum airnya. Typus Rematik - Jahe Diparut dicampur cuka 3 dibalur/diboreh Asam urat - Kumis kucing Dijemur sampai kering, digodog 3 L air = 4 gelas. 11 Sakit pinggang - Daun sembung Daun sembung dicuci, dipotong-potong, direbus, diminum airnya. 1 - Ciplukan - Alpukat Semua bagian ceplukan dijemur, dicampur dengan daun alpukat, digodog, diambil airnya, diminum. Pada Tabel 18 terlihat penyakit yang banyak diderita oleh responden paling tinggi adalah penyakit maag/ kelompok gangguan sistem pencernaan sebanyak 15 orang dan kelompok penyakit gangguan otot dan tulang /asam urat sebanyak 11 orang, serta penyakit sakit kepala sebanyak 10 orang. Tumbuhan obat yang sering digunakan oleh responden untuk mengobati penyakit pencernaan ada 9 spesies tumbuhan obat (Tabel 18). Sedangkan potensi yang ada untuk mengobati penyakit

44 pencernaan ada 100 spesies tumbuhan obat, jadi masih ada 91 spesies tumbuhan obat yang belum dimanfaatkan oleh responden. Dalam mengobati penyakit asam urat, responden menggunakan daun sembung (Blumea balsamifera). Berdasarkan Adi (2006) spesies tumbuhan obat sembung (Blumea balsamifera) memiliki khasiat dan manfaat dapat mengobati penyakit asam urat. Jadi antara pengetahuan masyarakat yang diperoleh dari turun temurun terdapat kesesuian dengan informasi ilmiah. Dengan adanya kesesuian antara pengetahuan masyarakat dengan pengetahuan ilmiah, harapannya akan semakin memperkuat keyakinan masyarakat dalam penggunaan spesies tumbuhan obat tradisional. Kurangnya pemanfaatan spesies tumbuhan obat selama ini, disebabkan kurangnya pengetahuan responden terhadap spesies tumbuhan yang memiliki khasiat obat. Sehingga dibutuhkan transfer informasi supaya responden mengetahui potensi yang ada secara optimal untuk mencegah dan mengobati penyakit yang umumnya diderita oleh masyarakat agar masyarakat sehat mandiri Pengetahuan terhadap tumbuhan obat keluarga (TOGA) Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, sebanyak 121 spesies tumbuhan obat telah diketahui. Spesies tumbuhan obat yang diketahui oleh responden dan ditemukan di lapangan selama penelitian sebanyak 98 spesies atau 45,37 % dari total potensi tumbuhan obat yang ada di lokasi penelitian. Sebanyak 23 spesies telah diketahui oleh responden, namun tidak ditemukan pada waktu penelitian (Lampiran 2). Dari jumlah spesies, perbedaan potensi tumbuhan obat yang diketahui responden melalui wawancara tetapi tidak ditemukan pada waktu di lapangan sebesar 10,64 % dari total potensi tumbuhan obat yang ada di lokasi penelitian. Pengetahuan tumbuhan obat keluarga (TOGA) yang diketahui oleh responden didapatkan dari pengalaman turun temurun, saling tukar menukar informasi dengan tetangga, dan penyuluhan yang pernah diadakan di lingkungan setempat. Spesies tumbuhan obat yang diketahui oleh responden disajikan pada Tabel 19 dan secara rinci disajikan pada Lampiran 6.

45 Tabel 19 Tingkat pengetahuan responden terhadap spesies tumbuhan obat No Klasifikasi Nama Tumbuhan Obat Spesies TO 1 Kurang (1-5 orang) Mentimun, selasih, salak, lidah 92 buaya, salam, sosor bebek, sirsak, pare, tomat, kamboja. 2 Sedang (6-10 orang) Alang-alang, alpukat, asam jawa, bangle, beluntas, jahe, jarak pagar, keji beling, kencur, kunyit Baik (11-16 orang) Ceplukan, dadap serep, daun 10 sendokan, jambu biji, jawer kotok, kumis kucing, sirih, papaya, pegagan, sembung. Pada Tabel 19 terlihat bahwa 10 spesies tumbuhan obat termasuk ke dalam klasifikasi pengetahuan baik dengan jumlah responden yang mengetahui orang, 19 spesies tumbuhan obat termasuk ke dalam klasifikasi sedang dengan jumlah responden yang mengetahui 6-10 orang, sedangkan 92 spesies tumbuhan obat termasuk ke dalam klasifikasi kurang dengan jumlah responden yang mengetahui 1-5 orang. Biasanya pengetahuan masyarakat dipengaruhi oleh tingkat kemudahan mendapatkan spesies tumbuhan obat tersebut dan khasiat dari tumbuhan obat tersebut yang sudah terpercaya dapat mencegah dan menyembuhkan penyakit. Berdasarkan Tabel 19 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat terhadap potensi spesies tumbuhan obat yang ada di desa masih kurang, setengahnya dari potensi tumbuhan obat di desa belum mereka ketahui. Adanya perbedaan potensi yang terjadi antara pengetahuan tumbuhan obat yang diketahui oleh responden dengan potensi tumbuhan obat yang ada di desa, disebabkan kurangnya informasi pengetahuan mengenai spesies tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai obat di masyarakat. Oleh karena itu, penjelasan informasi mengenai tumbuhan obat yang ada di sekitar mereka menjadi penting, salah satunya melalui program TOGA Pemanfaatan tumbuhan obat keluarga (TOGA) Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui ada 47 (21,76 %) spesies tumbuhan obat dari 23 famili yang sudah dimanfaatkan dari potensi tumbuhan obat yang ada di lokasi penelitian. Sebanyak 169 atau 78,24 % spesies tumbuhan obat dari total potensi yang ada di lokasi penelitian belum dimanfaatkan

46 oleh responden. Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan responden berdasarkan tingkat penggunaannya secara rinci disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Spesies tumbuhan obat yang sering dimanfaatkan responden No Klasifikasi Nama Tumbuhan Obat Spesies TO 1 Kurang ( 1-3 orang ) Daun sendokan, kencur, kaca piring, tempuyung, mahkota dewa, beluntas, 31 mahoni, keji beling, alang-alang, singkong, karuk, temulawak, mengkudu, angsana, sidaguri, kenikir, som jawa, sambiloto, jarak pagar, meniran, katuk, tekokak, sereh, temu kunci, lempuyang, lidah buaya, pacing, salam, sosor bebek, jawer kotok, kembang sepatu. 2 Sedang ( 4-6 orang) Suji, pegagan, papaya, ceplukan, bangle, 10 jambu biji, alpukat, bandotan, saga, lamak daging. 3 Sering (7-9 orang) Kunyit, jahe, sirih, kumis kucing, dadap 6 serep, sembung. Jumlah 47 Pada Tabel 20 berdasarkan klasifikasi pemanfaatannya dapat dilihat bahwa 31 spesies tumbuhan obat termasuk ke dalam klasifikasi kurang dengan jumlah responden yang sering menggunakan tumbuhan obat 1-3 orang, 10 spesies tumbuhan obat termasuk ke dalam klasifikasi sedang dengan jumlah responden yang sering menggunakan tumbuhan obat 4-6 orang, sedangkan 6 spesies tumbuhan obat termasuk ke dalam klasifikasi sering dengan jumlah responden yang sering menggunakan tumbuhan obat 7-9 orang. Spesies-spesies tumbuhan obat yang intensitas penggunaannya sering biasanya terkait dengan manfaat dari spesies tumbuhan obat itu yang multi fungsi, dan khasiat dari tumbuhan obat tersebut sudah dirasakan dan dipercaya dapat menyembuhkan penyakit. Spesies tumbuhan obat yang sering digunakan sebagian besar mereka peroleh dengan mengambil langsung di pekarangan rumah atau sekitar pemukiman mereka tinggal, karena spesies tersebut sudah banyak ditanam atau dibudidayakan oleh masyarakat. Namun intensitas masyarakat menggunakan tumbuhan sebagai obat tidaklah sering, terkadang mereka lebih sering memakai obat modern ketika sakit, karena dinilai lebih efisien, atau pergi ke puskesmas karena mudah dan cepat penanganannya. Beberapa spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh responden Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng tersaji pada Gambar 3.

47 (a) (b) (c) Gambar 3 Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat sekitar Kampung Gunung Leutik, Desa Bentenn : (a) Kunyit (Curcuma longa ( Linn.), (b) Sirih (Piper betle (L.), (c) Kumis kucing (Orthosiphon aristatus (Bl.) Miq) Spesies tumbuhan obat yang sering digunakan oleh responden seperti kunyit berkhasiat mencegah dan mengobati demam, diare, perut kembung, tidak nafsu makan, keputihan, terlambat haid. Sirih berkhasiat sebagai antibiotik yang dapat mengobati batuk, menghilangkan bau badan, mata merah dan gatal, luka pendarahan gusi/ bau mulut, keputihan dan kumis kucing yang sudah banyak diketahui berkhasiat mengobati penyakit ginjal. Berdasarkan Tabel 20 tersebut diketahui bahwa responden Kampung Gunung Leutik, Desa Benteng masih belum optimal memanfaatkan spesies potensi tumbuhan obat yang ada di kampung. Sedikitnya spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh responden, dipengaruhi oleh pengetahuan responden terhadap spesies tumbuhan yang memiliki khasiat obat masih kurang. Padahal apabila TOGA dimanfaatkan secara optimal kesehatan keluarga akan terjaga seperti yang dinyatakan oleh Sukmaji (2006) TOGA dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki gizi keluarga mengingat jenis tumbuhan obat dapat berupa sayuran dan buah-buahan. Melimpahnya spesies tumbuhan obat yang ada di desa, jika dimanfaatkan optimal oleh setiap keluarga sebagai upaya pencegahaan dan mengobati penyakit maka spesies tumbuhan obat yang ada akan lebih berkembang. Sehingga dengan banyaknya masyarakat memanfaatkan spesies tumbuhan obat, secara tidak langsung masyarakat telah membantu upaya konservasi. Sehingga semakin banyaknya khasiat tumbuhan obat yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Menurut Departemen Kesehatan RI dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan No.149/SK/Menseknes/IV/1978 diacu dalam Kartikawati (2004), definisi tumbuhan obat adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Tumbuhan obat adalah semua spesies tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat (Hamid et al. 1991). Tumbuhan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT KELUARGA DI KAMPUNG BABAKAN-CENGAL DESA KARACAK KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR TRIDHA ARISTANTIA

KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT KELUARGA DI KAMPUNG BABAKAN-CENGAL DESA KARACAK KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR TRIDHA ARISTANTIA KAJIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT KELUARGA DI KAMPUNG BABAKAN-CENGAL DESA KARACAK KECAMATAN LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR TRIDHA ARISTANTIA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kampung Adat Dukuh Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Waktu penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

KAJIAN ETNOBOTANI OBAT (ETNO-FITOMEDIKA) DI DESA CIBANTENG 2

KAJIAN ETNOBOTANI OBAT (ETNO-FITOMEDIKA) DI DESA CIBANTENG 2 KAJIAN ETNOBOTANI OBAT (ETNO-FITOMEDIKA) DI DESA CIBANTENG 2 Asti Dwi Rahmawati 1 E34110041, Ashri Istijabah Az-Zahra 1 E34120003, Rizki Kurnia Tohir 1 E3120028, Yanuar Sutrisno 1 E34120038, Gabriela Krisanti

Lebih terperinci

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH. Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara Sumber: Chapman, D. J (2004) Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Geografis dan Administratif Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Kecamatan Mojotengah merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dari luas Provinsi Jawa Barat dan terletak di antara Bujur Timur III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang terletak di kawasan utara Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Subang yaitu 2.051.76 hektar atau 6,34% dari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM DESA CIHIDEUNG ILIR, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR 4.1 Gambaran Umum Desa 4.1.1 Kondisi Fisik, Sarana dan Prasarana Desa Cihideung Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH A. Keadaan Geografis Desa Sokaraja Tengah terletak di wilayah kerja Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas. Desa Sokaraja Tengah terdiri dari 2 Dusun, 7 RW,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara megabiodiversitas, karena memiliki kekayaan flora, fauna dan mikroorganisme yang sangat banyak. Ada Sekitar 30.000 spesies tumbuhan,

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Profil Kecamatan Cisarua 5.1.1. Letak dan Keadaan Geografis Secara Geografis, Kecamatan Cisarua terletak di Selatan wilayah Bogor pada 06 42 LS dan 106 56 BB. Kecamatan

Lebih terperinci

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi 23 PROFIL DESA Pada bab ini akan diuraikan mengenai profil lokasi penelitian, yang pertama mengenai profil Kelurahan Loji dan yang kedua mengenai profil Kelurahan Situ Gede. Penjelasan profil masingmasing

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini berbatasan dengan Desa Bantarjati

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI

GAMBARAN UMUM LOKASI 23 GAMBARAN UMUM LOKASI Bab ini menjelaskan keadaan lokasi penelitian yang terdiri dari kondisi geografis, demografi, pendidikan dan mata pencaharian, agama, lingkungan dan kesehatan, potensi wisata, pembangunan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km, V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Megamendung Desa Megamendung merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis, Desa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Profil Kelurahan Mulyaharja 4.1.1. Keadaan Umum Kelurahan Mulyaharja Kelurahan Mulyaharja terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan 18 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak dan Keadaan Geografis Kelurahan Lubuk Gaung adalah salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai Provinsi Riau. Kelurahan Lubuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai

TINJAUAN PUSTAKA. obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai 11 TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Obat Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat, yang dikelompokan menjadi: (1) tumbuhan obat tradisional, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Sandra dan Kemala (1994) mengartikan tumbuhan obat sebagai semua tumbuhan, baik yang sudah dibudidayakan maupun yang belum dibudidayakan yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Kelurahan Penjaringan memiliki lahan seluas 395.43 ha yang

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota Pekanbaru yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan. Desa Bumi Restu memiliki

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan. Desa Bumi Restu memiliki 65 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wialayah Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan yang berlokasi pada dua Desa yaitu Desa Bumi Restu dan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Potensi Desa/ Kelurahan (2007), Desa Tlekung secara administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Desa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 360 ha,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI Desa Kembang Kuning terbagi atas tiga dusun atau kampung, yakni Dusun I atau Kampung Narogong, Dusun II atau Kampung Kembang Kuning, dan Dusun III atau Kampung Tegal Baru. Desa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rendah, hutan gambut pada ketinggian mdpl, hutan batu kapur, hutan

TINJAUAN PUSTAKA. rendah, hutan gambut pada ketinggian mdpl, hutan batu kapur, hutan TINJAUAN PUSTAKA 1. Kondisi Umum Hutan Batang Toru Kawasan hutan alam Batang Toru termasuk tipe hutan pegunungan rendah, hutan gambut pada ketinggian 900-1000 mdpl, hutan batu kapur, hutan berlumut (seperti

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

PROFIL DESA CIHIDEUNG ILIR. Kondisi Geografis. Struktur Kependudukan. ]. k

PROFIL DESA CIHIDEUNG ILIR. Kondisi Geografis. Struktur Kependudukan. ]. k 13 PROFIL DESA CIHIDEUNG ILIR Profil Desa Cihideung Ilir memuat informasi mengenai desa yang dijadikan tempat penelitian. Adapun informasi yang tersaji dalam bab ini adalah mengenai kondisi geografis Desa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Kondisi Umum Desa Kemukten 5.1.1 Letak Geografis Desa Kemukten secara administratif terletak di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Berdasarkan beberapa literatur yang diperoleh, antara lain: Rencana Aksi Koridor Halimun Salak (2009-2013) (BTNGHS 2009) dan Ekologi Koridor Halimun Salak (BTNGHS

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KELURAHAN GEDAWANG

BAB II DESKRIPSI KELURAHAN GEDAWANG BAB II DESKRIPSI KELURAHAN GEDAWANG. Kondisi Alam Kelurahan Gedawang merupakan kelurahan yang berada di dalam wilayah administratif Kecamatan Banyumanik Kota Semarang. Kondisi daratan Kelurahan Gedawang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

Statistik Daerah Kabupaten Bintan

Statistik Daerah Kabupaten Bintan Statistik Daerah Kabupaten Bintan 2012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BINTAN TIMUR 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BINTAN TIMUR 2014 ISSN : No. Publikasi: 21020.1418 Katalog BPS : 1101001.2102.060 Ukuran Buku

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH. Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH. Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH 5.1 Kecamatan Leuwiliang Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah serbuk gergaji. Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki empat unit usaha

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam

IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN A. Kondisi Desa 1. Sejarah Desa Awal terbentuknya Desa Margo Mulyo Pada tahun 1960 terjadi bencana alam gunung berapi di Magelang Kecamatan Serumbung Jawa tengah. Pada

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang

BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN. A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang BAB III GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN A. Kelurahan Proyonanggan Utara Batang 1. Keadaan Fisik a. Letak 62 Kelurahan Proyonangan Utara merupakan kelurahan salah satu desa pesisir di Kabupaten Batang Provinsi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Margosari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagelaran Utara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Margosari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagelaran Utara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Desa Margosari Desa Margosari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu. Desa Margosari dibuka pada tahun 1953 berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan di Indonesia diselenggarakan melalui tiga jalur, yaitu formal, informal dan non formal. Pendidikan nonformal merupakan kegiatan pembelajaran di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah. dari kantor Kabupaten Wonogiri sekitar 30 km. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisiografis a. Letak, Luas dan Batas Wilayah Desa Punduh Sari merupakan bagian dari wilayah administratif di Kecamatan Manyaran

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 35 BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis Desa Tegal merupakan salah satu desa dari 8 desa lainnya yang terletak di Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Secara wilayah, Desa Tegal memiliki luas sekitar

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini akan mengemukakan hasil temuan data pada lokasi yang berfungsi sebagai pendukung analisa permasalahan yang ada. 4.. Gambaran Umum Desa Pulorejo 4... Letak geografis

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Desa Karacak Desa Karacak merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Daerah Penelitian. geografis berada di koordinat 07 o LS-7 o LS dan

BAB IV PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Daerah Penelitian. geografis berada di koordinat 07 o LS-7 o LS dan BAB IV PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Luas, dan Batas Daerah Penelitian Desa Banjarharjo adalah salah satu desa di Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo, Daerah

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU 4.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Banjarwaru merupakan salah satu desa yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 19 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografi Desa Sipak merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 558 194 ha. Desa Sipak secara geografis terletak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Timur Provinsi Lampung. Desa ini memiliki luas hektar. Desa yang terdiri

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Timur Provinsi Lampung. Desa ini memiliki luas hektar. Desa yang terdiri 27 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Biofisik dan Tata Guna Lahan Desa Margasari terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung. Desa ini memiliki luas 1.702

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan Desa Cisarua adalah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar ±

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

https://rotendaokab.bps.go.id

https://rotendaokab.bps.go.id STATISTIK DAERAH KECAMATAN ROTE SELATAN 2016 STATISTIK DAERAH KECAMATAN ROTE SELATAN 2016 ISSN : No. Publikasi: 5314.1617 Katalog BPS : 1101002.5314041 Ukuran Buku: 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iv

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUNGURAN TIMUR 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BUNGURAN TIMUR 2015 ISSN : - Katalog BPS : 1101002.2103.050 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : 10 halaman Naskah :

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Tabel I Luas wilayah menurut penggunaan

BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Tabel I Luas wilayah menurut penggunaan BAB II GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Letak dan Luas Wilayah Kelurahan Pagaruyung merupakan salah satu dari sekian banyak kelurahan yang ada dikecamatan Tapung yang terbentuk dari program Transmigrasi oleh

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 No Publikasi : 2171.15.31 Katalog BPS : 1102001.2171.081 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 11 hal. Naskah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang 38 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat Berdirinya Kelurahan Sail Kelurahan adalah pembagian wilayah administratif di bawah kecamatan, dalam konteks merupakan wilayah kerja lurah sebagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Pulorejo merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Batas-batas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Desa Fajar Asri Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah. Desa Fajar Asri

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN SUBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Letak geografis Kelurahan Way Urang dan Desa Hara Banjar Manis dapat dilihat pada tabel berikut:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Karakteristik Wilayah Kecamatan Pacet merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di bagian utara kota Cianjur. Wilayah

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989. V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil dan Kelembagaan UBH-KPWN Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1. Desa Karimunjawa 4.1.1. Kondisi Geografis Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) secara geografis terletak pada koordinat 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan 110 0 05 57-110

Lebih terperinci

BAB II PROFIL WILAYAH. acuan untuk menentukan program kerja yang akan dilaksanakan selama KKN

BAB II PROFIL WILAYAH. acuan untuk menentukan program kerja yang akan dilaksanakan selama KKN BAB II PROFIL WILAYAH A. Kondisi Wilayah Survei sangat perlu dilakukan sebelum penerjunan ke lokasi KKN sebagai acuan untuk menentukan program kerja yang akan dilaksanakan selama KKN belangsung, sehingga

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. Kondisi Kebun Buah Mangunan. 1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Kebun Buah Mangunan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. Kondisi Kebun Buah Mangunan. 1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Kebun Buah Mangunan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI Kondisi Kebun Buah Mangunan 1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Kebun Buah Mangunan Wilayah Kabupaten Bantul merupakan salah satu wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dengan ibukota Pringsewu terletak 37 kilometer sebelah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dengan ibukota Pringsewu terletak 37 kilometer sebelah 48 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pringsewu. Keadaan Geografis Kabupaten Pringsewu dengan ibukota Pringsewu terletak 37 kilometer sebelah barat Bandar Lampung, ibukota Provinsi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 107

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang 4 BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dari hasil penelitian ini diperoleh gambaran umum penelitian yang meliputi lokasi penelitian dan aktivitas orang lanjut usia di kelurahan

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... ii ABSTRACT... iii ABSTRAK... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-nya kepada kita sekalian.

SAMBUTAN. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-nya kepada kita sekalian. KATA PENGANTAR Kecamatan Adiwerna Dalam Angka Tahun 2008, merupakan publikasi data statistik dan data sekunder yang memuat data lengkap dan diterbitkan secara series setiap tahunnya tentang Kacamatan Adiwerna.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pringsewu, secara geografis Kabupaten

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pringsewu, secara geografis Kabupaten 47 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Wilayah Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pringsewu, secara geografis Kabupaten Pringsewu terletak pada 140 0 42 0-105 0 8 0 BT dan

Lebih terperinci

NO KATALOG :

NO KATALOG : NO KATALOG : 1101002.3510210 STATISTIK DAERAH KECAMATAN WONGSOREJO 2013 Katalog BPS : 1101002.3510210 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 25,7 cm x 18,2 cm : vi + Halaman Pembuat Naskah : Koordinator Statistik

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SEMPOR. membuat sungai dari sebelah barat (Sungai Sampan), sedang yang muda

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SEMPOR. membuat sungai dari sebelah barat (Sungai Sampan), sedang yang muda 31 BAB II KONDISI WILAYAH DESA SEMPOR A. Sejarah Desa Sempor Pada jaman dahulu kala ada dua orang putra Eyang Kebrok, namanya belum diketahui mendapat perintah untuk membuat sungai. Putra yang tua membuat

Lebih terperinci