V. EFISIENSI BANK-BANK MERGER DAN AKUISISI DI INDONESIA
|
|
- Suparman Hermawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 V. EFISIENSI BANK-BANK MERGER DAN AKUISISI DI INDONESIA 5.1. Statistik Deskriptif Variabel Input dan Output Efisiensi merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur kinerja suatu lembaga atau perusahaan. Pada bab ini akan dianalisis efisiensi untuk setiap bank-bank merger dan akuisisi di Indonesia dari tahun dengan membandingkan dualitas fungsi yaitu fungsi biaya (cost function) dan fungsi keuntungan lainnya (alternative profit function) menggunakan metode SFA. Pada Bab III telah dijelaskan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Gambaran secara dengan menggunakan statistik deskriptif variabelvariabel yang digunakan dalam model untuk seluruh sampel dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Variabel-variabel Input dan Output dari Bank-bank Merger dan Akuisisi Tahun (milyar rupiah) Bank Variabel N Mean Median Minimum Maximum Std. Dev. Merger Akuisisi C w w y y z z v v C w w y y z z v v Catatan: C= Total Biaya, w1=total dana, w2= Rasio upah tenaga kerja, y1=total kredit, y2=sekuritas, z1=pendapatan bukan bunga, z2=ekuitas, v1= NPL, v2= EOTA Sumber: Hasil Pengolahan
2 64 Nilai rata-rata dari variabel total biaya (C) pada bank-bank merger di Indonesia sebesar Rp ,04 milyar rupiah dan bank Danamon merupakan bank yang memiliki biaya total terbesar diantara bank-bank merger lainnya yaitu Rp ,97 milyar rupiah. Sementara Bank Artha Graha total biaya pada periode pengamatan selama penelitian hanya sebesar Rp. 5,29 milyar rupiah. Hal ini menunjukkan adanya gap yang cukup tinggi antara satu bank dengan bank yang lainnya. Nilai rata-rata variabel total dana pihak ketiga (w1) untuk bank-bank merger Rp ,86 milyar rupiah dengan total dana pihak ketiga yang terbesar sebesar Rp milyar rupiah (Bank Mandiri) dan total dana pihak ketiga yang terkecil sebesar Rp.13,69 milyar rupiah (Bank Artha Graha) dengan keragaman sebesar Rp ,3 milyar rupiah. Rasio upah tenaga kerja (w2) maksimum sebesar 0,0409 (Bank Artha Graha) dan minimum sebesar 0, (Bank Sumitomo) dengan rata-rata rasio upah tenaga kerja sebesar 0,009. Hal ini menunjukkan bahwa Bank Artha Graha mempunyai rasio upah tenaga kerja yang cukup besar dibandingkan bank-bank lainnya yang sekelompok dengan bank-bank merger dan akuisisi. Nilai rata-rata dari total kredit yang diberikan sebesar Rp ,2 milyar rupiah dengan total kredit terbesar dimiliki oleh Bank Mandiri sebesar Rp milyar rupiah dan total kredit terkecil dimiliki oleh Bank Commonwealth sebesar Rp. 7,56 milyar rupiah. Nilai rata-rata dari total sekuritas kelompok bank-bank merger (y2) adalah Rp ,3 milyar rupiah dengan nilai terkecilnya adalah Rp. 2 milyar rupiah dimiliki oleh Bank Artha Graha dan nilai terbesarnya adalah Rp milyar rupiah dimiliki oleh Bank Mandiri. Secara keseluruhan variabel-variabel dalam model memiliki gap yang cukup tinggi antara bank yang satu dengan bank yang lainnya. Berdasarkan informasi hasil penelitian menunjukkan bahwa bank BUMN seperti Bank Mandiri cukup banyak menyimpan sebagian asset bank tersebut dalam bentuk obligasi pemerintah maupun surat-surat berharga selain menyalurkan asset dalam bentuk pemberian kredit kepada pihak ketiga menurut laporan keuangan konsolidasi Bank Mandiri tahun 2008 hingga tahun Namun ada sumber yang menyebutkan bahwa sebagian besar bank BUMN banyak menyimpan total funds dalam bentuk obligasi daripada menyalurkan dalam bentuk kredit (Herminingsih, 2010). Nilai rata-rata dari total ekuitas untuk
3 65 seluruh bank-bank merger (z2) adalah Rp ,942 milyar rupiah dengan nilai terkecilnya Rp. 35,835 milyar rupiah dipegang oleh Bank Windu Kencana dan nilai terbesarnya Rp ,21 milyar rupiah dipegang oleh Bank Mandiri dengan tingkat keragaman Rp ,5 milyar rupiah. Nilai NPL terkecil pada bank-bank merger adalah 0,00 persen yang menunjukkan persentase kredit macet, kredit kurang lancar dan kredit diragukan terhadap total kredit sangat kecil bahkan tidak ada karena bernilai 0,00 persen sedangkan NPL terbesar adalah 93,6 persen, hal ini menunjukkan bank dengan NPL terbesar adalah bank yang sangat buruk kinerja pemberian kreditnya karena tingginya kemacetan kredit atau gagal bayar kredit para debitur. Nilai rata-rata dari variabel total biaya (C) pada bank-bank akuisisi di Indonesia sebesar Rp ,25 milyar rupiah dengan biaya terbesar ditanggung oleh Bank BRI sebesar Rp ,15 milyar rupiah dan total biaya terkecil dikeluarkan oleh Bank Hana sebesar Rp. 3,89 milyar rupiah dengan keragaman sebesar Rp ,84 milyar rupiah. Nilai rata-rata variabel total dana pihak ketiga (w1) untuk bank-bank akuisisi Rp ,84 milyar rupiah dengan total dana pihak ketiga yang terbesar sebesar Rp milyar rupiah (Bank BRI) dan total dana pihak ketiga yang terkecil sebesar Rp.65,89 milyar rupiah (Bank Hana) dengan keragaman sebesar Rp ,86 milyar rupiah. Rasio upah tenaga kerja (w2) maksimum sebesar 0,0403 (Bank Hana) dan minimum sebesar 0, (Bank Victoria) dengan rata-rata rasio upah tenaga kerja sebesar 0,011. Hal ini menunjukkan bahwa Bank Hana mempunyai rasio upah tenaga kerja yang cukup besar dibandingkan bank-bank lainnya yang sekelompok dengan bank-bank akuisisi. Nilai rata-rata dari total kredit yang diberikan sebesar Rp ,08 milyar rupiah dengan total kredit terbesar dimiliki oleh Bank BRI sebesar Rp milyar rupiah dan total kredit terkecil dimiliki oleh Bank Hana sebesar Rp. 71,52 milyar rupiah. Nilai rata-rata dari total sekuritas kelompok bank-bank akuisisi (y2) adalah Rp ,86 milyar rupiah dengan nilai terkecilnya adalah Rp. 479 juta rupiah dimiliki oleh Bank of India dan nilai terbesarnya adalah Rp ,37 milyar rupiah dimiliki oleh Bank BRI. Hasil pengolahan ini membuktikan bahwa Bank BRI banyak memberikan kredit kepada nasabah bank tersebut. BRI juga lebih memfokuskan pemberian kredit kepada usaha kecil.
4 66 Sehingga total kredit BRI lebih besar diantara bank-bank yang merger dan akuisisi. Nilai rata-rata dari total ekuitas untuk seluruh bank-bank akuisisi (z2) adalah Rp ,45 milyar rupiah dengan nilai terkecilnya Rp. 20,488 milyar rupiah dimiliki oleh Bank Hana dan nilai terbesarnya Rp ,06 milyar rupiah dimiliki oleh Bank HSBC dengan tingkat keragaman Rp ,04 milyar rupiah. Nilai NPL terkecil pada bank-bank merger adalah 0,00 persen yang menunjukkan persentase kredit macet, kredit kurang lancar dan kredit diragukan terhadap total kredit sangat kecil bahkan tidak ada karena bernilai 0,00 persen sedangkan NPL terbesar adalah 38 persen sedangkan batas dinyatakan sehat suatu bank jika NPL suatu bank dibawah 6 persen. Maka jika NPLnya lebih besar dari 6 persen, artinya masih ada beberapa bank akuisisi yang masih dinyatakan tidak sehat dilihat dari sisi NPL. Dilihat secara keseluruhan, dibandingkan antara bank-bank yang merger dan akuisisi tampak bahwa variabel biaya, dana pihak ketiga, upah tenaga kerja, total kredit dan ekuitas memiliki keragaman yang terbesar pada bank-bank akuisisi. Sedangkan variabel total sekuritas, pendapatan bukan bunga, NPL dan EOTA memiliki keragaman terbesar pada bank-bank merger. Hal ini menunjukkan bahwa bank-bank akuisisi memiliki kesenjangan dalam menghasilkan biaya, dana pihak ketiga, upah tenaga kerja, total kredit dan ekuitas. Hal ini disinyalir adanya bank yang memiliki asset terbesar sehingga jika dibandingkan dengan bank-bank lain yang lebih kecil ukuran asetnya akan terlihat mempunyai gap yang sangat besar. Karena bank dengan asset yang besar akan menghasilkan laba yang besar dan biaya yang juga besar serta menghasilkan variabel-variabel yang mempengaruhi biaya juga akan cenderung lebih besar. Tabel 7 dan Tabel 8 Menyajikan hasil estimasi parameter dari fungsi biaya dan fungsi keuntungan lainnya dengan menggunakan model SFA. Diharapkan dengan menggunakan dua fungsi ini dapat memperlihatkan variasi hasil serta mengkomparasi hasil estimasi dari dualitas fungsi tersebut, selain itu juga digunakan untuk menduga pengaruh dari faktor-faktor input terhadap output perbankan.
5 67 Tabel 7. Hasil Estimasi Fungsi Biaya dan Fungsi Keuntungan Lainnya Menggunakan Model SFA (pendekatan Time Invariant) Konstanta Total Dana (w1) Koefisien Estimasi Upah Tenaga Kerja (w2) Kredit (y1) Sekuritas (y2) Pendapatan bukan bunga (z1) NPL (v1) EOTA (v2) 0.5 lnw1lnw1 lnw1lnw2 0.5 lnw2lnw2 lnw1lny1 lnw1lny2 lnw1lnz1 lnw2lny1 lnw2lny2 lnw2lnz1 0.5 lny1lny1 lny1lny2 lny1lnz1 0.5 lny2lny2 lny2lnz1 0.5lnz1lnz1 Wald Test Log likelihood Fungsi Biaya (0.014)** (0.005)* (0.002)* (0.171) (0.395) (0.089)*** (0.357) (0.005)* (0.624) (0.022)** (0.808) (0.871) (0.001)* (0.003)* (0.46) (0.054)*** (0.081)*** (0.084)** (0.002)* (0.266) (0.0000)* Model SFA Fungsi Keuntungan Lainnya (0.018)** (0.119) (0.189) (0.018)*** (0.056)*** (0.09)** (0.631) (0.132) (0.351) (0.235) (0.09)*** (0.152) (0.015)** (0.214) (0.002)* (0.268) (0.602) (0.013)** (0.215) (0.123) (0.0000)* Keterangan: *signifikan di level 1%;**signifikan pada taraf nyata 5% ;*** signifikan pada taraf nyata 10%; Angka didalam kurung adalah t-statistik Sumber : hasil pengolahan Secara umum, hasil estimasi dari model SFA menunjukkan hasil yang cukup baik, terlihat dari tingkat signifikansi koefisien parameter yang sebagian besar signifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen dan 10 persen, baik secara
6 68 keseluruhan (ditunjukkan oleh nilai statistic uji-wald) maupun secara individual (ditunjukkan oleh nilai statistic uji-t). Namun, jika dilihat dari tanda koefisien estimasi untuk seluruh variabel bebas yang digunakan dalam model, ada sebagian kecil variabel yang mempunyai tanda negatif sehingga tidak sesuai dengan harapan teoritis (lihat Tabel 7). Jadi hanya sebagian lainnya yang menunjukkan bahwa variabel-variabel tersebut merupakan faktor penentu terhadap variabel biaya maupun variabel keuntungan. Pada Tabel 7 terlihat bahwa variabel-variabel yang signifikan terhadap biaya (cost) adalah total dana pihak ketiga, upah tenaga kerja, pendapatan bukan bunga dan EOTA. Namun demikian variabel pendapatan bukan bunga dan EOTA bertanda negatif, artinya variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap variabel cost. Koefisien estimasi bagi variabel total dana, upah tenaga kerja, kredit, sekuritas, penadapatan bukan bunga, NPL dan EOTA diperoleh dalam bentuk logaritma natural, dengan demikian koefisien-koefisien estimasi yang disajikan pada Tabel 7 merupakan nilai elastisitas biaya terhadap semua faktor tersebut. Dari hasil estimasi diperoleh koefisien total dana pihak ketiga sebesar 0,457, yang artinya apabila terjadi kenaikan total dana pihak ketiga sebesar 1 persen diduga akan meningkatkan biaya sebesar 0,46 persen, ceteris paribus. Nilai elastisitas upah tenaga kerja merupakan nilai elastisitas terbesar pada hasil pengolahan ini sebesar 0,76. Nilai ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan upah tenaga kerja sebesar 1 persen diduga akan meningkatkan biaya (cost) sekitar 0,76 persen, ceteris paribus. Mengingat bahwa industri perbankan di Indonesia relatif intensif tenaga kerja sebagai upaya untuk menjangkau nasabah maka upah tenaga kerja relatif sensitif terhadap biaya dibandingkan dengan variabel lainnnya. Sementara itu, untuk koefisien estimasi pendapatan bukan bunga sebesar -0,294, nilai ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan bukan bunga sebesar 1 persen, diduga akan menurunkan biaya (cost) sekitar 0,29 persen, ceteris paribus. Begitu juga dengan koefisien estimasi EOTA yang bernilai -0,797, yang berarti terjadi kenaikan EOTA sebesar 1 persen diduga akan menurunkan biaya (cost) sekitar 0,79 persen, ceteris paribus. Dari ketiga variabel yang signifikan terlihat bahwa nilai elastisitas upah tenaga kerja memiliki nilai elastisitas yang sangat
7 69 tinggi, yaitu 0,76. Hasil laporan laba rugi menunjukkan bahwa masih tingginya besaran nilai biaya tenaga kerja sehingga biaya tenaga kerja tetap menjadi penyumbang terbesar terhadap total biaya suatu bank. Adanya ekspansi industri perbankan akhir-akhir ini berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja yang cukup besar terutama untuk pengadaan jaringan unit kerja yang baru. Tenagatenaga kerja baru ini banyak ditempatkan untuk memperkuat unit kredit karena unit kredit membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan unit-unit lainnya. Sehingga dapat disimpulkan kondisi perbankan di Indonesia belum mampu mencapai efisien jika pengaruh biaya tenaga kerja masih sangat tinggi terhadap total biaya. Untuk melihat skor efisiensi masing-masing bank dapat dilihat pada analisis sub bab berikutnya. Tabel 7 juga menyajikan hasil estimasi pada fungsi keuntungan lainnya, dimana variabel-variabel yang siginifikan terhadap variabel keuntungan lainnya yaitu variabel total dana pihak ketiga, sekuritas, pendapatan bukan bunga, NPL dan EOTA. Koefisien estimasi total dana pihak ketiga sebesar -2,03, nilai estimasi tersebut menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan total dana pihak ketiga sebesar 1 persen, diduga akan menurunkan alternative profit sekitar 2,03 persen, ceteris paribus, karena peningkatan dana pihak ketiga akan mendorong terjadinya peningkatan cost of fund (beban bunga simpanan) dan jika tidak diiringi dengan peningkatan return dari pemberian kredit maka laba suatu bank akan turun sebagai akibat dari kenaikan total dana pihak ketiga. Untuk hasil estimasi koefisien variabel sekuritas diperoleh sebesar 1,112 persen, nilai estimasi ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan sekuritas sebesar 1 persen, diduga akan meningkatkan profit sekitar 1,11 persen, ceteris paribus. Hal ini jelas menunjukkan jika bank meningkatkan penyaluran asetnya dalam bentuk sekuritas atau dalam bentuk surat berharga lainnya, bunga dari surat berharga tersebut akan meningkatkan pendapatan bagi sebuah bank. Sementara itu, koefisien estimasi pendapatan bukan bunga sebesar -1,187. Angka ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan bukan bunga sebesar 1 persen, diduga akan menurunkan alternative profit sekitar 1,18 persen, ceteris paribus. Variabel yang signifikan terhadap keuntungan lainnya selanjutnya adalah variabel NPL, dimana koefisien estimasinya sebesar -0,295, angka ini
8 70 menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan NPL sebesar 1 persen diduga akan menurunkan alternative profit sebesar 0,29 persen, ceteris paribus. Profitabilitas suatu bank diukur dengan berbagai macam rasio diantaranya Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE) dan Net Profit Margin (NPM). Ada beberapa penelitian diantaranya penelitian oleh Utomo (2008) yang melakukan penelitian tentang hubungan variabel NPL terhadap kinerja keuangan di Bank Mandiri yang menghasilkan suatu kesimpulan bahwa NPL berhubungan negatif terhadap ROA, ROE dan NPM. NPL yang tinggi adalah indikator gagalnya bank dalam mengelola bisnis antara lain timbulnya masalah likuiditas (ketidakmampuan membayar pihak ketiga), rentabilitas (utang tidak bisa ditagih) dan solvabilitas (modal berkurang). NPL yang meningkat maka akan meningkatkan cadangan yang harus disiapkan dan ketika bank menghapus kredit yang bermasalah (NPL yang tinggi), cadangan tersebut menjadi biaya penghapusan piutang sehingga berakibat bank mengalami penurunan laba. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa temuan sebelumnya bahwa NPL meningkat dapat berakibat terhadap penurunan laba. Variabel yang signifikan selanjutnya yaitu variabel EOTA, dimana nilai elastisitasnya sebesar -0,287, angka ini menjelaskan jika terjadi kenaikan EOTA sebesar 1 persen diduga akan menurunkan keuntungan lainnya sebesar 0,28 persen. EOTA merupakan rasio antara ekuitas terhadap aktiva atau aset suatu bank. Jika semakin besar rasio EOTA mengindikasikan dua kemungkinan yaitu ekuitas yang semakin besar atau aset bank tersebut yang rendah. Jika ekuitas semakin besar atau asset bank tersebut rendah mengindikasikan pendapatan bank tersebut menurun. Hal tersebut konsisten dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan jika rasio EOTA semakin besar maka akan menurunkan laba suatu bank. Secara keseluruhan variabel yang signifikan terhadap variabel keuntungan lainnya, terlihat bahwa variabel sekuritas memiliki nilai elastisitas yang paling tinggi dibandingkan dengan variabel-variabel lainnya yang signifikan. Seperti dikutip dari Harian Neraca 1 menyebutkan bahwa sebagian besar bank yang beroperasi di Indonesia hanya mengandalkan transaksi surat berharga dan mencari 1 Rabu, 05 September Bank Perlu Tingkatkan Efisiensi. 8 Agustus 2012.
9 71 keuntungan lewat fee based income. Hal tersebut dipertegas dengan perspektif dari dunia usaha yang mengungkapkan pangsa kredit bank dari total pembiayaan perusahaan masih sangat minim. Artinya, bank lebih banyak menempatkan dananya di Surat Berharga Negara (SBN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dibandingkan disalurkan di sisi perkreditan untuk membiayai sektor produktif. Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa pengaruh parsial upah tenaga kerja dapat mendorong terjadinya peningkatan biaya dari bank tersebut, hal ini sesuai dengan harapan teoritis bahwa jika terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja akan meningkatkan upah tenaga kerja yang ditanggung oleh perusahaan tersebut. Hal ini berdampak pada peningkatan biaya perbankan. Berbeda dengan fungsi keuntungan lainnya, dimana pengaruh parsial dari variabel sekuritas dapat mendorong peningkatan laba dari bank. Namun, pengaruh parsial dari masingmasing variabel total dana, pendapatan bukan bunga, NPL dan EOTA dapat menurunkan laba dari bank. Pada Tabel 8, hasil analisis yang menggunakan pendekatan time varying decay. Diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik daripada pendekatan time invariant. Selain itu, dengan menggunakan pendekatan time varying decay dapat menghasilkan variabel η (dibaca:eta). Variabel η ini dapat memberikan gambaran efisiensi dari bank-bank tersebut apakah akan meningkat atau menurun selama kurun waktu periode penelitian. Pada fungsi biaya terlihat bahwa variabel-variabel yang signifikan terhadap biaya (cost) adalah total dana pihak ketiga, upah tenaga kerja, sekuritas, pendapatan bukan bunga dan EOTA. Variabel pendapatan bukan bunga dan EOTA bertanda negatif, artinya variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap variabel cost. Dari hasil estimasi diperoleh koefisien total dana pihak ketiga sebesar 0,977. Nilai ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan total dana pihak ketiga sebesar 1 persen diduga akan meningkatkan biaya (cost) sekitar 0,98 persen, ceteris paribus. Sementara itu, untuk koefisien estimasi upah tenaga kerja sebesar 1,176, nilai ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan upah tenaga kerja sebesar 1 persen, diduga akan meningkatkan biaya (cost) sekitar 1,18 persen, ceteris paribus. Selanjutnya untuk koefisien estimasi sekuritas (surat-surat berharga yang dimiliki bank tersebut) sebesar 0,32, artinya jika terjadi kenaikan
10 72 total sekuritas sebesar 1 persen maka diduga akan meningkatkan total biaya (cost) sebesar 0,32 persen, ceteris paribus. Tabel 8. Hasil Estimasi Fungsi Biaya dan Fungsi Keuntungan Lainnya Menggunakan Model SFA (pendekatan Time Varying Decay) Konstanta Total Dana (w1) Koefisien Estimasi Beban Tenaga Kerja (w2) Kredit (y1) Sekuritas (y2) Pendapatan bukan bunga (z1) NPL (v1) EOTA (v2) 0.5 lnw1lnw1 lnw1lnw2 0.5 lnw2lnw2 lnw1lny1 lnw1lny2 lnw1lnz1 lnw2lny1 lnw2lny2 lnw2lnz1 0.5 lny1lny1 lny1lny2 lny1lnz1 0.5 lny2lny2 lny2lnz1 0.5lnz1lnz1 Wald Test Log likelihood η Fungsi Biaya (0.125) (0.011)** (0.001)* (0.419) (0.003)* (0.001)* (0.587) (0.091)* (0.261) (0.002)* (0.118) (0.1) (0.002)** (0.0000)* Model SFA Fungsi Keuntungan Lainnya (0.225) (0.014)** (0.561) (0.484) (0.072)*** (0.001)* (0.809) (0.003)** (0.548) (0.156) (0.922) (0.248) (0.001)* (0.183) (0.186) (0.355) (0.001)* (0.241) (0.834) (0.725) (0.783) (0.113) (0.0000)* (0.011)** Keterangan: *signifikan di level 1%;**signifikan pada taraf nyata 5% ;*** signifikan pada taraf nyata 10%; Angka didalam kurung adalah t-statistik Sumber : Hasil Pengolahan
11 73 Untuk koefisien pendapatan bukan bunga bernilai sebesar 0,533, artinya bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan bukan bunga sebesar 1 persen, maka diduga akan menurunkan total cost sebesar 0,53 persen, ceteris paribus. Terakhir, besaran untuk koefisien EOTA adalah -0,451, artinya jika terjadi kenaikan EOTA sebesar 1 persen maka diduga akan menurunkan total cost (total biaya) sebesar 0,45 persen, ceteris paribus. Pada Tabel 8 juga dapat menunjukkan hasil estimasi pada fungsi keuntungan lainnya, dimana variabel-variabel yang siginifikan terhadap variabel keuntungan lainnya yaitu variabel total dana pihak ketiga, sekuritas, pendapatan bukan bunga dan NPL. Koefisien estimasi total dana pihak ketiga sebesar -1,479, nilai estimasi tersebut menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan total dana sebesar 1 persen, diduga akan menurunkan keuntungan lainnya sekitar 1,48 persen, ceteris paribus. Untuk hasil estimasi koefisien variabel sekuritas diperoleh sebesar 0,849 persen, nilai estimasi ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan sekuritas sebesar 1 persen, diduga akan meningkatkan profit sekitar 0,85 persen, ceteris paribus. Sedangkan untuk koefisien estimasi pendapatan bukan bunga yang nilainya sebesar -2,037, angka ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan bukan bunga sebesar 1 persen, diduga akan menurunkan keuntungan lainnya sekitar 2,034 persen, ceteris paribus. Variabel lainnya dalam model yang signifikan terhadap keuntungan lainnya yaitu NPL, dimana koefisien estimasinya sebesar -0,390, angka ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan NPL sebesar 1 persen diduga akan menurunkan keuntungan lainnya sebesar 0,39 persen, ceteris paribus. Battese dan Coelli (1992) menyatakan bahwa bila parameter η yang dihasilkan oleh pendekatan SFA dengan menggunakan metode time varying decay maka jika nilai SFA positif berarti technical efficiency atau cost efficiency akan meningkat seiring waktu, sebaliknya bila parameter η bernilai negatif maka technical efficiency atau cost efficiency akan menurun seiring dengan bertambahnya waktu. Hasil estimasi yang disajikan oleh Tabel 8 menunjukkan bahwa parameter estimasi η untuk cost function bernilai 0,026 (positif) sedangkan parameter estimasi η untuk alternative profit function bernilai -0,038 (negatif).
12 74 Dari hasil estimasi tersebut dapat dijelaskan bahwa telah terjadi perubahan tingkat efisiensi pada bank-bank merger dan akuisisi di Indonesia, jika dilihat dari sisi biaya (cost), bank-bank yang merger dan akuisisi mengalami perubahan tingkat efisiensi yang cenderung meningkat, sedangkan jika dilihat dari sisi profitnya, bank-bank merger dan akuisisi mengalami perubahan tingkat efisiensi yang cenderung menurun. Dengan kata lain, bahwa selama periode amatan variabelvariabel input yang signifikan terhadap biaya dan mempunyai tanda negatif (yaitu: pendapatan bukan bunga, NPL dan EOTA) dapat meminimalkan total biaya yang ditanggung oleh bank tersebut, sehingga efisiensi dari sisi biaya (cost efficiency) cenderung semakin efisien. Namun, lain halnya jika dilihat dari sisi profit dimana selama periode amatan variabel-variabel input yang signifikan terhadap keuntungan lainnya (alternative profit) dan mempunyai tanda positif (yaitu: kredit, sekuritas dan EOTA) tidak mampu meningkatkan profit dari bank tersebut, sehingga efisiensi (technical efficiency) dari sisi alternative profit cenderung semakin tidak efisien Efisiensi Kelompok Bank-bank Merger dan Akuisisi Sebagaimana telah dibahas pada sub bab sebelumnya bahwa nilai efisiensi berkisar antara 0 dan 1. Efisiensi bernilai 1 menunjukkan bank yang paling efisien dalam sampel pada periode tertentu dan efisiensi bernilai 0 atau mendekati 0 menunjukkan bank yang kurang efisien atau tidak efisien dalam sampel pada periode tertentu. Selanjutnya, dari hasil estimasi dengan pendekatan SFA dipilih dari hasil estimasi yang paling baik dapat dihitung nilai efisiensi biaya (cost efficiency) dan efisiensi alternative profit (technical efficiency) dari bank-bank merger dan akuisisi (lihat Tabel 9). Dalam hal ini, semakin tinggi nilai efisiensi suatu bank maka menunjukkan bahwa semakin efisien bank tersebut dalam mengelola faktorfaktor input (total dana, upah tenaga kerja, kredit, sekuritas, pendapatan bukan bunga, NPL dan EOTA) yang digunakan. Dari Tabel 8 terlihat bahwa dari kedua fungsi (baik fungsi biaya maupun fungsi keuntungan lainnya) menghasilkan perhitungan yang cukup jauh berbeda walaupun ada beberapa bank yang tetap
13 75 konsisten dalam tingkat efisiensinya (baik dari sisi biaya maupun sisi keuntungan lainnya). Dari Tabel 9 dilihat dari hasil perhitungan efisiensi biaya efisiensi yang tertinggi dimiliki oleh bank asing yang ada di Indonesia. Secara detail dapat dipaparkan bahwa bank yang lebih efisien dari sisi biaya (cost) pada penelitian ini yaitu Bank of Tokyo, peringkat kedua terbaik efisiensinya adalah bank HSBC dan peringkat ketiga adalah Bank Mizuho dengan nilai efisiensi masing-masing bank tersebut adalah (0,961), (0,960) dan (0,768). Disini artinya bahwa Bank of Tokyo beroperasi secara efisien sebesar 96,1 persen atau terdapat 3,9 persen efisiensi biaya yang masih bisa dimanfaatkan oleh bank tersebut untuk mencapai efisiensi yang optimal. Bank HSBC dan Bank Mizuho masing-masing beroperasi secara efisien sebesar 96 persen dan 76,8 persen atau ada 4 persen dan 23,2 persen efisiensi biaya yang masih bisa dimanfaatkan oleh Bank HSBC dan Bank Mizuho agar mencapai efisiensi yang optimal. Bank BRI, Bank Sumitomo dan Bank Danamon secara keseluruhan beroperasi secara efisien diatas 60 persen sedangkan bank-bank lainnya beroperasi sekitar 50 persen atau kurang dari 50 persen sehingga disini terlihat bahwa bank-bank di Indonesia masih banyak yang belum mencapai efisiensi biaya secara maksimal. Hasil penelitian ini sangat kontras dengan penelitian yang dilakukan oleh Huizinga, et al. (2001) bahwa hasil perhitungan efisiensi bank-bank yang merger di Eropa menunjukkan efisiensi biaya bank berhubungan positif dengan pelaksanaan merger. Selain itu dengan dilakukannya merger efisiensi keuntungan bank juga secara keseluruhan mengalami peningkatan. Alasan dibalik tingginya nilai efisiensi yang dimiliki oleh bank-bank asing atau bank-bank swasta yang dikuasai oleh bank asing adalah karena rendahnya cost of lending (bunga pinjaman) pada bank-bank asing terutama bank di Jepang (suku bunga kredit di Negara Jepang berkisar antara 0 hingga 0,1 persen). Sehingga sumber pendanaan yang berasal dari negara asal memiliki biaya yang lebih murah karena terkait dengan adanya kebijakan suku bunga di Jepang yang sangat rendah. Sedangkan di Indonesia masih menerapkan suku bunga kredit yang relatif tinggi berkisar 12 persen dan suku bunga tabungan (cost of fund) yang juga tinggi. Dana yang terserap dibank-bank asing khususnya bank Jepang banyak
14 76 disalurkan ke SBI maupun SUN karena spread antara suku bunga kredit di Jepang dan suku bunga kredit di Indonesia lebih besar, sehingga bank-bank tersebut lebih tertarik untuk menyalurkan kredit ke Indonesia. Dana-dana yang dihimpun oleh bank-bank asing tersebut banyak berasal dari negara mereka namun karena bankbank asing tersebut berpandangan bahwa penyaluran kredit diindonesia lebih menguntungkan sehingga bank-bank tersebut mengalami zero cost dan zero risk. Tambahan lagi dengan adanya regulasi dari Bank Indonesia yang membebaskan bank-bank asing untuk membuka kantor cabang di Indonesia sehingga membuat bank-bank asing lebih leluasa dalam pengelolaan dana yang terhimpun. Fungsi intermediasi pada bank-bank asing juga berjalan lebih baik dibandingkan dengan bank-bank swasta nasional. Hal inilah yang menjadi sebab dan akibat yang membuat bank-bank asing yang beroperasi di Indonesia lebih efisien dibandingkan dengan bank-bank swasta nasional maupun bank pemerintah. Tabel 9. Perbandingan Efisiensi Bank-bank Merger dan Akuisisi di Indonesia Kode Bank Nama Bank Efisiensi Biaya Kode Bank Nama Bank Efisiensi Keuntungan Lainnya 5 Bank Of Tokyo Bank BRI HSBC Bank Permata Bank Mizuho Mandiri Bank BRI UOB Bank Sumitomo Danamon Danamon Bank CIMB Niaga UOB HSBC Bank Permata Bank OCBC Ind Mandiri Rabobank Bank Commonwealth Bank Sumitomo Bank CIMB Niaga Bank Windu Kencana Bank OCBC Ind Bank Artha Graha Bank Index Selindo Bank Of Tokyo Hana bank Bank Mizuho Rabobank Bank of India Bank Artha Graha Victoria Bank Bank of India Hana bank Bank Windu Kencana Victoria Bank Sumber : hasil pengolahan Bank Commonwealth Bank Index Selindo
15 77 Namun, jika dilihat tingkat efisiensinya dari sisi keuntungan lainnya, yang beroperasi secara efisien yaitu Bank BRI, selanjutnya Bank Permata kemudian Bank Mandiri dengan nilai efisiensi masing-masing bank tersebut adalah (0,909), (0,790) dan (0,693). Makna dari nilai tersebut menyatakan bahwa Bank BRI beroperasi secara efisien 90,9 persen atau terdapat 9,1 persen keuntungan yang terbuang. Begitu juga dengan Bank Permata dan Bank Mandiri, masing-masing bank tersebut beroperasi secara efisien sebesar 79 persen dan 69,3 persen (dari sisi profit) atau terdapat 21 persen dan 30,7 persen keuntungan yang terbuang. Disini dapat disimpulkan bank yang konsisten terbaik efisiensinya baik dari dua fungsi (fungsi biaya maupun fungsi keuntungan lainnya) adalah Bank BRI. Bank BRI mampu mempertahankan kinerja dan kualitasnya meskipun saat itu krisis ekonomi terjadi. Merujuk dari salahsatu jurnal yang ditulis oleh Pattern, Rosengard dan Johnston (2000) menyatakan bahwa sistem BRI unit merupakan institusi microfinance yang terbesar dan tersukses didunia dimana pada masa krisis ekonomi, tingkat tabungan di BRI meningkat dan umumnya BRI unit yang banyak memberikan pinjaman kepada usaha mikro tidak terlalu terpengaruh oleh krisis ekonomi. BRI memfokuskan kinerja dalam pelayanan kepada masyarakat kecil, diantaranya dengan memberikan fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil dan masyarakat hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini terlihat pada perkembangan penyaluran KUK (Kredit Usaha Kecil) dan terdapat setidaknya BRI unit dan 375 Pos Pelayanan Desa di berbagai pelosok Indonesia 2. Alasan mengapa Bank Mandiri juga tergolong bank-bank yang mempunyai skor efisiensi cukup tinggi dalam penelitian ini. Hal ini tidak terlepas dari sejarah Bank Mandiri yang merupakan hasil merger dan empat bank milik pemerintah yakni Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Exim (Bank Ekspor Impor) dan Bapindo (Bank Pembangunan Indonesia). Keempat bank tersebut dilebur menjadi Bank Mandiri dikarenakan adanya permasalahanpermasalahan dalam manajemen keuangan. Untuk meningkatkan efisiensi Bank Mandiri melakukan proses konsolidasi secara menyeluruh seperti menutup beberapa kantor cabang yang saling berdekatan dan dengan melakukan pengurangan jumlah karyawan. Hasil penjualan asset (assetnya berupa penjualan Oktober Bank Rakyat Indonesia. 8 Juli 2012
16 78 beberapa kantor cabang) tersebut digunakan untuk ekspansi perusahaan dalam bentuk pembiayaan operasional Bank Mandiri. Pengurangan karyawan sudah tentu dapat mengurangi beban personalia yang ditanggung oleh Bank Mandiri sehingga Bank Mandiri dapat meminimalkan total biaya secara keseluruhan. Tetapi jika dilihat secara keseluruhan, nilai efisiensi Bank BRI dan Bank Mandiri masih lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai efisiensi bank-bank asing. Dengan demikian fakta ini dapat disimpulkan bahwa bank-bank milik pemerintah belum bisa mencapai tingkat efisiensi sebagaimana bank-bank asing (dilihat dari sisi biaya) yang beroperasi di Indonesia. Artinya disini, bank-bank asing mempunyai kinerja terbaik dalam mengalokasikan atau meminimumkan total biaya perusahaannya. Adapun statistik deskriptif dari efisiensi biaya dan efisiensi keuntungan lainnya dapat ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 10. Statistik Deskriptif Nilai Efisiensi Biaya dan Efisiensi Keuntungan Lainnya Minimum Maximum Mean Std. Deviation Eff. Biaya Eff. Keuntungan Lainnya Sumber: hasil pengolahan Berdasarkan hasil pengamatan dari 26 bank (19 bank merger dan akuisisi, 7 bank nonmerger maupun nonakuisisi), nilai efisiensi biaya terkecil yaitu sebesar 0, (Bank Victoria) dan nilai efisiensi keuntungan terkecil yaitu sebesar 0, (Bank Index Selindo). Nilai efisiensi yang kecil ini diduga karena bank tersebut tidak mampu mengoptimalkan penggunaan variabel-variabel input dalam meminimumkan biaya maupun memaksimumkan profit. Nilai efisiensi biaya terbesar yaitu sebesar 0, (Bank Of Tokyo) dan nilai efisiensi keuntungan lainnya terbesar yaitu sebesar 0, (Bank BRI). Adapun nilai rata-rata efisiensi biaya adalah sebesar 0,53213 dengan standar deviasi 0, Nilai ratarata efisiensi keuntungan lainnya adalah sebesar 0, dengan standar deviasi 0, Pengelompokan nilai efisiensi biaya menjadi empat kategori dengan menggunakan persentil kuartil lebih kurang standar deviation yaitu:
17 79 1. Nilai efisiensi biaya kurang dari 0,59 adalah bank dengan kategori tidak efisien 2. Nilai efisiensi biaya antara 0,59 hingga 0,69 adalah bank dengan kategori kurang efisien 3. Nilai efisiensi biaya antara 0,69 hingga 0,83 adalah bank dengan kategori cukup efisien 4. Nilai efisiensi biaya lebih dari atau sama dengan 0,83 adalah bank dengan kategori efisien Untuk melihat sebaran nilai efisiensi dalam sampel penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Distribusi Nilai Efisiensi Biaya Nilai Efisiensi Frekuensi Persentase NE<0, ,42 0,59 NE<0, ,79 0,69 NE<0,83 1 5,26 NE 0, ,53 Sumber:hasil pengolahan 5% 11% 16% 68% NE<0,59 0,59 NE<0,69 0,69 NE<0,83 NE 0,83 Sumber : Hasil Pengolahan Gambar 26. Sebaran Nilai Efisiensi Biaya Bank dengan tingkat efisiensi kurang dari 0,59 berjumlah 13 bank atau sekitar 68 persen. Sehingga dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa bank-bank merger dan akuisisi sebanyak 68 persen mengalami kondisi yang tidak efisien. Artinya disini bahwa bank-bank merger dan akuisisi belum bisa mencapai tingkat efisiensi. Bank dengan tingkat efisiensi lebih dari 0,83 berjumlah 2 bank atau sekitar 11 persen, artinya bahwa bank-bank yang telah mencapai efisiensi hanya 2
18 80 bank dan itu hanya dimiliki oleh bank-bank asing yang berlokasi di Indonesia atau bank-bank swasta yang saham terbesarnya dimiliki oleh bank asing. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 26. Pengelompokan nilai efisiensi keuntungan lainnya juga dibagi menjadi empat kategori dengan menggunakan persentil kuartil lebih kurang standar deviation yaitu: 1. Nilai efisiensi keuntungan lainnya kurang dari 0,47 adalah bank dengan kategori tidak efisien. 2. Nilai efisiensi keuntungan lainnya antara 0,47 hingga 0,61 adalah bank dengan kategori kurang efisien 3. Nilai efisiensi keuntungan lainnya antara 0,61 hingga 0,93 adalah bank dengan kategori cukup efisien 4. Nilai efisiensi keuntungan lainnya lebih dari atau sama dengan 0,93 adalah bank dengan kategori efisien Untuk melihat sebaran nilai efisiensi dalam sampel penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Distribusi Nilai Efisiensi Keuntungan Lainnya Nilai Efisiensi Frekuensi Persentase NE<0, ,95 0,47 NE<0,61 0 0,00 0,61 NE<0, ,79 NE 0,93 1 5,26 Sumber: hasil pengolahan 16% 5% 0% NE<0,47 0,47 NE<0,61 0,61 NE<0,93 NE 0,93 79% Sumber : hasil pengolahan Gambar 27. Sebaran Nilai Efisiensi Keuntungan Lainnya
19 81 Bank dengan tingkat efisiensi keuntungan lainnya kurang dari 0,47 berjumlah 15 bank atau sekitar 79 persen. Sehingga dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa bank-bank dalam sampel penelitian ini sebanyak 79 persen mengalami kondisi yang tidak efisien dalam memaksimumkan profitnya. Artinya disini bahwa bank-bank merger dan akuisisi belum bisa mencapai tingkat efisiensi dari sisi keuntungan. Bank dengan tingkat efisiensi lebih dari 0,93 berjumlah 1 bank atau sekitar 5 persen, artinya bahwa bank-bank yang telah mencapai efisiensi hanya 1 bank yaitu bank BRI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar Skala Ekonomi Seperti dikemukakan sebelumnya, skala ekonomi dapat ditentukan dengan mencari turunan pertama dari fungsi biaya terhadap output. Skala ekonomi (SE) akan dievaluasi untuk setiap bank pada setiap periode waktu. Skala ekonomi diperoleh dari hasil 1 per RSCE. Jika SE lebih dari 1, menunjukkan bahwa skala ekonomi bank sudah tercapai (economies of scale). Dalam arti apabila bank menambah 1 unit output maka biayanya akan meningkat kurang dari 1 unit. Bank dikatakan berada dalam kondisi increasing return to scale. Jika SE sama dengan 1, bank dikatakan beroperasi dalam kondisi constant return to scale. Artinya, apabila ank menambah 1 unit output maka biayanya akan meningkat 1 kali juga. Sedangkan jika SE kurang dari 1, apabila output meningkat 1 unit maka biaya akan meningkat sebesar lebih dari 1 unit (decreasing return to scale). Dalam kondisi ini dikatakan bahwa bank berada dalam keadaan diseconomies of scale. Skala ekonomi dan skor efisiensi sangat berkaitan erat. Sebuah bank yang efisien, seharusnya mencapai skala ekonomi. Sebaliknya, sebuah bank yang mencapai skala ekonomi, seharusnya memiliki skor efisiensi yang tinggi pula. Berdasarkan hasil perhitungan RSCE maupun SE yang ditunjukkan pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa seluruh bank-bank yang merger dan akuisisi di Indonesia memiliki nilai RSCE yang kurang dari 1 atau nilai SE yang lebih dari 1. Artinya disini bank-bank yang merger dan akuisisi di Indonesia mengalami kondisi increasing return to scale/decreasing cost, di mana jika ada penambahan output 1 unit maka akan meningkatkan biaya kurang dari 1 unit atau dapat dikatakan kondisi bank-bank merger dan akuisisi di Indonesia berada dalam
20 82 keadaan economies of scale. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak terdapat ruang untuk mengembangkan bank-bank di Indonesia dalam rangka meningkatkan skala ekonominya. Tabel 13. Nilai Skala Ekonomi Bank-bank Merger dan Akuisisi Kode Bank Nama Bank RSCE SE 1 Bank Mandiri Bank Danamon Bank Sumitomo Bank Mizuho Bank Of Tokyo Bank Permata Bank OCBC Ind Bank Artha Graha Bank Windu Kencana Bank CIMB Niaga Bank Commonwealth Rabobank Hana bank Victoria Bank Bank BRI Bank of India Bank Index Selindo HSBC UOB Sumber: hasil pengolahan Nilai RSCE paling kecil dimiliki oleh Bank Sumitomo yaitu sebesar 0,11 yang berarti bahwa kenaikan jumlah output sebanyak 1 persen akan mengakibatkan kenaikan biaya sebesar 0,11 persen. Jika dianalisis menurut skala ekonomi, menyatakan bahwa Bank Sumitomo memiiliki skala ekonomi paling besar sehingga Bank Sumitomo mengalami kondisi increasing return to scale atau decreasing cost dimana peningkatan biaya lebih kecil secara proporsional dibandingkan peningkatan outpunya atau dapat dinyatakan bahwa Bank Sumitomo telah mencapai kondisi economies of scale. Sedangkan nilai RSCE terbesar dimiliki oleh Bank Hana yaitu sebesar 0,43 yang berarti bahwa untuk meningkatkan output sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah biaya yang dikeluarkan sebesar 0,43 persen. Secara skala ekonomi, Bank Hana memiliki skala ekonomi yang paling kecil diantara bank-bank merger dan akuisisi lainnya.
21 83 Namun kondisi skala ekonomi Bank Hana masih tergolong increasing return to scale atau decreasing cost. Melihat hasil skala ekonomi jika dibandingkan dengan hasil tingkat efisiensi sesuai dengan teori ekonomi untuk beberapa bank yang telah mencapai kondisi efisiensi. Namun lain perlakuan untuk bank-bank yang belum mencapai kondisi efisiensi (nilai efisiensinya masih tergolong rendah), hasil ini tidak sesuai dengan teoritis, di mana seharusnya bank-bank yang telah mencapai kondisi economies of scale harus memiliki nilai efisiensi yang tinggi. Namun hasil pengolahan menunjukkan bahwa seluruh bank-bank merger dan akuisisi mengalami kondisi increasing return to scale atau decreasing cost namun tidak seluruh bank-bank merger dan akuisisi mencapai kondisi yang efisien. Skala ekonomi dan skor efisiensi sangat berkaitan erat. Sebuah bank yang efisien, seharusnya mencapai skala ekonomi. Sebaliknya, sebuah bank yang mencapai skala ekonomi, seharusnya memiliki skor efisiensi yang tinggi pula. Semakin tinggi nilai skala ekonomi suatu bank menunjukkan bahwa bank berperilaku semakin efisien. Namun, dari hasil penelitian ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan antara skala ekonomi dengan skor efisiensi. Untuk bank-bank yang lain selain Bank of Tokyo, Bank HSBC dan Bank Mizuho masih memiliki nilai efisiensi biaya yang tidak tinggi (lihat Tabel 9) dan juga mempunyai skala ekonomi yang increasing return to scale/decreasing cost, artinya di sini bank-bank hasil merger ataupun akuisisi mampu mencapai kondisi economies of scale namun belum bisa meningkatkan kinerja perbankan. Apakah bank-bank tersebut melakukan merger atau akuisisi hanya karena kewajiban terhadap Bank Indonesia karena adanya syarat minimal memiliki modal inti 100 milyar atau hanya ingin menyelamatkan bank-bank yang dalam kondisi tidak sehat. Sehingga alasan bank-bank di Indonesia melakukan merger dan akuisisi bukan karena ingin meningkatkan efisiensi dan meningkatkan skala ekonomi tapi hanya sekedar melakukan kewajiban bank terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan juga demi penyelamatan bank-bank tersebut supaya tidak dilikuidasi. Dapat dilihat dari Gambar 28, rata-rata secara keseluruhan nilai skala ekonomi bank-bank yang merger dan akuisisi di Indonesia tidak ada yang dapat
22 84 mencapai skala lebih dari 1 (mencapai kondisi increasing return to scale) atau bank-bank yang merger dan akuisisi di Indonesia tidak beroperasi dalam kondisi skala ekonomi (economies of scale) RSCE Efisiensi Sumber: hasil pengolahan Gambar 28. Perbandingan antara Efisiensi dan Skala Ekonomi Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Pradeep Srivastava (1999) yang melakukan penelitian pada bank di India. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara keseluruhan bank-bank di India beroperasi dalam skala ekonomi (economies of scale). Sehingga dapat disimpulkan kondisi bankbank merger dan akuisisi di Indonesia mengalami kondisi ekonomi yang relatif sama dengan kondisi perbankan di negara-negara lain Efisiensi pada kelompok Peer group Bank-bank Merger dan Akuisisi Sesuai dengan tujuan ketiga dalam penelitian ini yaitu mengkaji nilai efisiensi dari masing-masing bank-bank merger dan akuisisi diantara kelompok peer groupnya. Pada penelitian ini, dikelompokkan bank-bank tersebut mengacu pada pengelompokan bank-bank berdasarkan total asetnya (Statistik Perbankan Indonesia, maret 2012). Di dalam buku Statistik Perbankan Indonesia tersebut dijelaskan bahwa ada 4 kelompok peer group bank berdasarkan total asetnya, yaitu kelompok pertama bank-bank yang memiliki asset kurang dari 1 triliun, kelompok kedua yaitu bank-bank yang memiliki asset berada pada selang 1 triliun sampai 10 triliun, kelompok ketiga merupakan kelompok bank-bank yang
23 85 memiliki asset berada pada interval 10 triliun sampai dengan 50 triliun dan terakhir adalah kelompok keempat dimana kelompok bank-bank yang memiliki asset lebih dari 50 triliun. Pada penelitian ini, hanya meneliti dua kelompok bank yaitu kelompok ketiga (aset diantara 10 triliun sampai 50 triliun) dan kelompok keempat (aset lebih dari 50 triliun). Hal ini dilakukan karena keterbatasan waktu Efisiensi Kelompok Peergroup 4 (aset > Rp. 50 Triliun) Selanjutnya pada penelitian ini akan membahas nilai efisiensi dari fungsi biaya pada kelompok peergroup 4 dengan menggunakan model SFA dimana hasilnya akan diperbandingkan bagaimana kondisi bank-bank merger dan akuisisi dengan bank-bank nonmerger dan non akuisisi dalam kelompok kepemilikan total asset yang sama. Tabel 14. Efisiensi Biaya Kelompok Bank-bank Peergroup 4 (aset kurang dari Rp. 50 Triliun) Kode Bank Nama Bank Efisiensi RSCE Skala Ekonomi 3 Bank Of Tokyo HSBC Citibank Bank BRI BCA Danamon BNI UOB Bank Permata Mandiri Bank CIMB Niaga Bank OCBC Ind Bukopin Sumber: hasil pengolahan Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa hasil nilai efisiensi bank-bank merger dan akuisisi dengan bank-bank yang nonmerger/nonakuisisi yang tergabung dalam satu kelompok peergroup empat berdasarkan total asetnya menunjukkan bank yang merger (yaitu Bank of Tokyo dan Bank HSBC) masih menduduki peringkat pertama (tertinggi nilai efisiensinya) jika dibandingkan dengan bank yang nonmerger/nonakuisisi. Namun disini, Citibank yang bukan merupakan bank hasil merger ataupun akuisisi memiliki nilai efisiensi yang lebih tinggi
24 86 dibandingkan dengan Bank BRI dengan nilai efisiensi dari Citibank yaitu sebesar 0,89. Dari Tabel 14 dapat disimpulkan hanya beberapa bank-bank hasil merger maupun akuisisi yang tergabung dalam peergroup bank yang memiliki total aset kurang Rp. 50 triliun memiliki nilai efisiensi yang lebih baik dibandingkan dengan bank-bank nonmerger dan nonakuisisi namun masih sebagian lainnya belum bisa meningkatkan mergernya setelah melakukan kebijakan merger ataupun akuisisi. Sehingga kebijakan melakukan merger atau akuisisi harus dipertimbangkan kembali. Karena alasan bank-bank tersebut melakukan merger dan akuisisi bukan karena ingin meningkatkan efisiensi melainkan hanya karena kewajiban terhadap Bank Indonesia (patuh terhadap regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia). Di dalam penelitian ini hanya Bank BRI yang memiliki nilai efisiensi lebih baik dibandingkan bank-bank milik pemerintah lainnya. Hal ini terlihat dari cakupan daerah operasional kerja Bank BRI yang sudah menjangkau daerahdaerah pedesaan. Dan BRI juga banyak memberikan kredit kepada usaha-usaha kecil seperti UMKM. BRI juga menegaskan bahwa bank ini memang memiliki asset jauh lebih kecil dibandingkan Bank Mandiri namun di sini Bank BRI lebih mengejar target untuk peningkatan laba bersih dibandingkan aset 3. Bank milik pemerintah lainnya juga mempunyai nilai efisiensi cukup tinggi, karena bank milik pemerintah ini masih ada campurtangan dari pemerintah. Campurtangan di sini dimana bank milik pemerintah masih dilindungi pemerintah dengan adanya peraturan pemerintah yang terkesan masih melindungi bank-bank milik pemerintah. Sehingga banyak bank-bank milik pemerintah yang mengambil tindakan atau langkah-langkah yang dirasa aman bagi bank tersebut. Sebagai contoh bank swasta maupun bank BUMN boleh menerapkan hapus buku atau write off. Tapi, berbeda dengan bank swasta, bank BUMN tidak boleh melakukan hapus tagih atau pengurangan utang pokok (haircut). Padahal dengan hapus tagih itu bisa meringankan beban debitur karena diberi diskon pokok utang 4. Ditambah April Bank BUMN bukukan laba.26 Juli Minggu III, April Menghapus Noda Agar Kinerja Seolah Tak Tercela. 26 Juli 2012.
25 87 lagi dengan adanya tindakan bank-bank BUMN seperti Bank Mandiri yang banyak menyimpan aset bank-bank tersebut kedalam obligasi pemerintah sehingga bank-bank pemerintah ini adalah bank yang terkesan sangat aman bagi nasabah dalam menyimpankan dana mereka. Skala ekonomi dari bank-bank merger dan akuisisi dibandingkan dengan bank-bank nonmerger dan nonakuisisi yang tergabung dalam kelompok peergroup dengan asset lebih dari 50 triliun masih menunjukan dalam kondisi economies of scale karena angka dari skala ekonomi yang masih dibawah 1, hal ini mengindikasikan kondisi yang increasing return of scale atau decreasing cost Efisiensi Kelompok Peergroup 3 (Rp. 10 T <Aset< Rp. 50 T) Terakhir penelitian ini akan membahas hasil estimasi dan nilai efisiensi dari kelompok peergroup tiga dengan menggunakan metode dan pendekatan yang sama dengan estimasi sebelumnya. Nilai efisiensi pada kelompok bank-bank merger dan akuisisi yang tergabung dalam kelompok bank peergroup tiga ( yang memiliki asset antara 10 triliun hingga 50 triliun) menunjukkan bahwa hampir sebagian besar bank-bank merger dan bank akuisisi memiliki nilai efisiensi yang lebih tinggi daripada bank-bank yang tidak melakukan merger maupun akuisisi. Tabel 15. Efisiensi Biaya Kelompok Bank-bank Peergroup 3 (asset Rp. 10 s.d Rp. 50 Triliun) Kode Bank Nama Bank Efisiensi RSCE Skala Ekonomi 2 Bank Mizuho Bank Sumitomo DBS Bank Commonwealth Ekonomi Raharja Rabobank Bank Artha Graha Mega Victoria Bank Sumber: hasil pengolahan Di sini terlihat kinerja bank-bank merger dan akuisisi semakin membaik dengan melakukan merger dan akuisisi. Artinya dengan kebijakan yang
Analisis Hubungan Antar Variabel Input dan Output
IV. Analisis Hubungan Antar Variabel Input dan Output 4.1. Perkembangan Biaya dan Laba Pola gambaran perkembangan dari total biaya dan total laba dari masingmasing bank berdasarkan kelompoknya akan dijelaskan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1 Sejarah Perbankan Indonesia Periode Agustus 2012.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan bank swasta nasional yang sangat cepat dimulai pada tahun 1980an. Jumlah bank pada tahun 1988 adalah sebanyak 106 bank, kemudian meningkat menjadi 239 bank
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai lembaga intermediasi yang memiliki arti yaitu Lembaga keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan salah satu sektor yang sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian, karena menjalankan fungsi intermediasi keuangan. Bank sebagai lembaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat sepenuhnya terlepas dari pengaruh perkembangan lembaga keuangan. Lembaga
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesuksesan pembangunan nasional dapat diukur dari seberapa besar kemajuan pembangunan ekonomi dari negara tersebut. Dalam proses pembangunan ekonomi tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan segala sesuatu yang menyangkut bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam kegiatannya meliputi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah suatu badan usaha yang beroperasi di bidang keuangan dalam kegiatannya meliputi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. dilakukan melalui berbagai kebijakan di bidang perbankan tujuan utamanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Didalam Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 yang dikeluarkan pada tanggal 10 November 1998 tentang perubahan dari Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 yang menjelaskan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
117 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan dari hipotesis yang diajukan sebagai berikut : Berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2012:3). Pengertian bank dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk membantu perkembangan perekonomian bangsa agar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran lembaga keuangan di era globalisasi yang serba modern ini sangat diperlukan untuk membantu perkembangan perekonomian bangsa agar tidak menjadi bangsa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak pula kebutuhan dan keinginan masyarakat sehingga menyebabkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin pesatnya perkembangan perekonomian dewasa ini semakin banyak pula kebutuhan dan keinginan masyarakat sehingga menyebabkan kebutuhan masyarakat akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum Bank dapat didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi Bank menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingkat internasional, Perhimpunan bank-bank umum nasional (Perbanas)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya peningkatan daya saing industri perbankan nasional di tingkat internasional, Perhimpunan bank-bank umum nasional (Perbanas) mengusulkan adanya merger Bank
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomer 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan berbagai macam lembaga keuangan. Lembaga-lembaga keuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi saat ini tidak dapat terlepas dari perkembangan berbagai macam lembaga keuangan. Lembaga-lembaga keuangan tersebut yang paling besar peranannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemampuan bank dalam mendapatkan keuntungan yaitu menggunakan Return On
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana (surplus) dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang memegang. peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan terutama dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan terutama dalam mendukung terlaksananya aktivitas usaha di segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan giro yang merupakan kewajiban bank sebab harus dikembalikan sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perbankan merupakan salah satu institusi yang sangat berperan untuk menunjang pembangunan nasional khususnya dalam bidang perekonomian suatu negara. Masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada prinsipnya Bank adalah suatu industri yang bergerak di bidang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada prinsipnya Bank adalah suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbankan yang merupakan bisnis jasa saat ini berada dalam persaingan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, karenanya perusahaan perbankan selalu berkaitan dengan keuangan. Jadi dapat dikatakan bahwa usaha perbankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan atau financial intermediary yang mengandalkan kepercayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri perbankan pada dasarnya adalah industri yang bergerak pada bidang penghimpunan dana yang mana bank adalah lembaga yang menjadi media perantara keuangan
Lebih terperinciANALISA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA 2012
ANALISA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA 2012 Biro Riset BUMN Center LM FEUI Perbankan memiliki peran penting sebagai salah satu motor penggerak roda perekonomian bangsa. Memburuknya kinerja perbankan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tugas utamanya sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihakpihak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara keseluruhan bank merupakan suatu lembaga keuangan yang tugas utamanya sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihakpihak yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. modal yang diperlukan untuk selalu meningkatkan perekonomian suatu negara.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi yang terjadi saat ini telah merubah aspek dalam ekonomi, politik serta budaya. Ekonomi lebih cepat tumbuh membuat lebih banyak pula modal yang diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan (financial intermediary) yaitu sebagai lembaga perantara dua belah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik saat ini maupun untuk masa mendatang, maka kesehatan bank harus
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perbankan memegang peran penting dalam perekonomian nasional, baik saat ini maupun untuk masa mendatang, maka kesehatan bank harus dipelihara dan ditingkatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin majunya perkembangan perekonomian saat ini semakin banyak pula bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber dana yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa adanya pembangunan ekonomi yang baik dari suatu bangsa. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang saat ini semakin meningkat menunjukkan bahwa adanya pembangunan ekonomi yang baik dari suatu bangsa. Dalam pembangunan ekonomi peran perbankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga disebut dengan financial intermediary. Bank dapat dijadikan sebagai tempat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan semakin berkembangnya dunia perekonomian yang semakin pesat dan diikuti dengan perkembangan bisnis yang semakin pesat pula, maka diperlukan adanya suatu lembaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu negara sebagai lembaga keuanganan. Menurut Undang-Undang Nomor 7
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan suatu lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak dibidang keuangan yang memiliki peran penting dalam perekonomian suatu negara sebagai lembaga keuanganan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun 1988 tentang perubahan Undang Undang nomer 7 tahun 1992 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang - Undang RI Nomor 10 tahun 1988 tentang perubahan Undang Undang nomer 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah bank badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Riyadi : 2006) (Kasmir : 2011)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, bertugas menghimpun dana (Funding) dari masyarakat, menyalurkan dana (Lending)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting karena sifatnya sebagai lembaga intermediasi yaitu bertindak sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pilar ekonomi, sektor perbankan memiliki peran yang sangat penting karena sifatnya sebagai lembaga intermediasi yaitu bertindak sebagai mediator antara pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dana. Dengan demikian, sektor perbankan memiliki peran yang strategis dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan lagi kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan demikian,
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio keuangan Capital
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh rasio keuangan Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL), BOPO, dan Net
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stabilitas sistem keuangan memegang peran penting dalam perekonomian. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis moneter sebagai akibat jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap valuta asing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sebagai suatu hal yang merupakan tuntutan bangsa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan sebagai suatu hal yang merupakan tuntutan bangsa Indonesia untuk menuju masyarakat yang sejahtera. Pembangunan mempunyai sifat yang berkelanjutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang memegang. peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan terutama dalam
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan terutama dalam mendukung terlaksananya aktivitas usaha di segala
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank
I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat mempengaruhi perekonomian baik secara mikro maupun secara makro. Peran bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia perbankan memegang peranan penting dalam pertumbuhan stabilitas ekonomi. Hal ini dapat dilihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 1. Sofan Hariati (2012) Peneliti membahas mengenai Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Return On Asset (ROA) Pada Bank-Bank Umum Yang Go Public. Masalah yang
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
123 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dan telah dijelaskan pula di bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Perkembangan Capital Adequacy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. financial intermediary, yaitu suatu lembaga yang berperan menghimpun dana dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada prinsipnya Bank adalah suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial intermediary,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Capital Adequacy Ratio (CAR) Menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang keuangan. Pengertian bank menurut Undang-undang Nomor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan. Pengertian bank menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lembaga yang menghimpun dana (Funding) dari masyarakat yang. kembali kepada masyarakat yang kekurangan dana (Deficit unit) untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perekonomian, sektor perbankan merupakan sektor yang mempunyai peranan penting bagi perkembangan perekonomian suatu negara. Peran tersebut diwujudkan dalam fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (Financial intermediaries), antara pihak yang kelebihan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai perantara keuangan (Financial intermediaries), antara pihak yang kelebihan dana(surplus unit) dengan
Lebih terperinciEFISIENSI BANK-BANK MERGER DAN AKUISISI DI INDONESIA LIFI ANA
EFISIENSI BANK-BANK MERGER DAN AKUISISI DI INDONESIA LIFI ANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya yaitu menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat, dan melakukan jasa jasa lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor perbankan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karolina, 2014 Pengaruh Kecukupan Modal Terhadap Profitabilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank merupakan jantung dan urat nadi perdagangan dan pembangunan ekonomi suatu negara, oleh karena itu bank menjadi salah satu lembaga keuangan yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembiayaan perekonomian suatu Negara membutuhkan suatu institusi yang dapat berperan dalam mendukung kegiatan perekonomian salah satunya adalah Dunia perbankan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan digunakan untuk membiayai kegiatan usaha maupun ekspansi yang akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan salah satu bagian dari system keuangan yang mempunyai fungsi utama sebagai financial intermediary yaitu suatu lembaga perantara mempertemukan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan (finansial intermediary) antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan (finansial intermediary) antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dan pihak kekurangan
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 5.1. Analisis Perkembangan Penyaluran Kredit Dalam pelaksanaan aktivitas operasional bank, salah satu upaya yang dilakukan oleh setiap perbankan adalah peningkatan kinerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebijakan alokasi dana ke dalam berbagai bentuk kesempatan. investasi, memiliki peranan yang sangat besar dalam membentuk
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang. Kebijakan alokasi dana ke dalam berbagai bentuk kesempatan investasi, memiliki peranan yang sangat besar dalam membentuk rentabilitas suatu Bank. Dengan demikian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah
1 A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Di negara seperti Indonesia, bank memegang peranan penting dalam pembangunan karena bukan hanya sebagai sumber pembiayaan untuk kredit investasi kecil,
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dan telah dijelaskan pula di bab-bab sebelumnya, maka dapat di ambil simpulan sebagai berikut: 1. Perkembangan Capital Adequacy
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah ekonomi financial. Sesuai dengan UU RI No 10
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan perbankan memiliki hubungan yang sangat erat khususnya yang berkaitan dengan masalah ekonomi financial. Sesuai dengan UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. penelitian serta saran untuk penelitian selanjutnya dan implikasi bagi perbankan
BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP 5. Dalam bab ini akan dijelaskan kesimpulan penelitian, keterbatasan penelitian serta saran untuk penelitian selanjutnya dan implikasi bagi perbankan BUMN. 5.1. Kesimpulan Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) sebagai suatu kerangka menyeluruh arah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan antara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya bank adalah suatu industri yang bergerak dibidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan antara pihak yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalamnya sektor usaha. Perbankan sebagai lembaga perantara (intermediate)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan memiliki peran penting dalam perekonomian suatu negara. Kinerja perbankan yang kuat akan menopang berbagai sektor ekonomi termasuk didalamnya sektor
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan kebijakan pemerintah dalam bidang perbankan antara lain adalah paket deregulasi Tahun 1983, paket kebijakan 27 Oktober 1988, paket kebijakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serangkaian deregulasi yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) telah membawa
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perbankan nasional sebagai salah satu media lalu lintas keuangan global, memegang peranan penting bagi stabilitas sistem keuangan nasional. Melalui serangkaian deregulasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digunakan rasio keuangan yang salah satu diantaranya adalah Return On Equity
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank memiliki tujuan utama yaitu untuk memperoleh keuntungan yang dapat digunakan untuk membiayai operasi dan melakukan pengembangan. Untuk mengukur tingkat
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan mempunyai peranan sentral dalam memajukan taraf hidup rakyat banyak sejalan dengan pengertian Bank dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun1998 yaitu Badan Usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang menjadi perantara untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang menjadi perantara untuk menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan kepada masyarakat yang kekurangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggraini Pudji Lestari (2010) dengan topik Pengaruh rasio Likuiditas, Kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini menggunakan dua peneliti terdahulu sebagai rujukan. Rujukan yang pertama menggunakan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini Pudji
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu tulang punggung perekonomian di suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan salah satu tulang punggung perekonomian di suatu Negara termasuk di Indonesia. Industri perbankan selalu berkembang dan mengalami kemajuan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh lapisan mayarakat. fungsi bank adalah untuk meningkatkan perekonomian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan perusahaan yang menyediakan jasa keuangan bagi seluruh lapisan mayarakat. fungsi bank adalah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di suatu negara.
Lebih terperinciBAB III KERANGKA PEMIKIRAN
21 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Analisis Kinerja Keuangan Suatu pengukuran tingkat kesehatan Usaha Simpan Pinjam (USP) dalam kemampuan kerja dan produktifitasnya adalah dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan fungsi bank sebagai media perantara keuangan (Financial Intermediary)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangannya, perbankan memiliki peran yang penting dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Hal tersebut berhubungan dengan fungsi bank
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Daftar nama bank yang termasuk dalam objek penelitian ini adalah 10 bank berdasarkan total aset terbesar di tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 1.1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang membutuhkan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin majunya perkembangan perekonomian saat ini maka semakin banyak pula bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber dana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bank Semua sektor usaha baik sektor industri, perdagangan, pertanian, perkebunan, jasa, perumahan, dan lainnya sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembengkakan nilai dan pembayaran hutang luar negeri, melonjaknya non performing
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, peranan perbankan sebagai fungsi intermediary yaitu menghimpun dan menyalurkan kembali dana dirasakan semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk berbagai investasi, seperti pemberian kredit, pembelian surat-surat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri perbankan merupakan industri yang syarat dengan risiko, terutama karena melibatkan pengelolaan uang masyarakat dan di putar dalam bentuk berbagai investasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan penjualan total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan total aktiva maupun modal sendiri. Profitabilitas suatu faktor yang seharusnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan (funding)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998, Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan (funding) dan menyalurkannya kepada masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja perekonomian Indonesia dalam lima tahun terakhir, antara tahun 2008 hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan di Eropa dan Amerika,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada penelitian sekarang, penelitian-penelitian terdahulu tersebut dilakukan oleh :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Terdapat empat penelitian terdahulu yang dijadikan sabagai rujukan pada penelitian sekarang, penelitian-penelitian terdahulu tersebut dilakukan oleh : 1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat -giatnya melaksanakan pembangunan segala bidang kehidupan, salah satunya adalah di bidang perekonomian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia perbankan Indonesia semakin menghadapi banyak tantangan, terutama menghadapi pasar global. Di dalam melaksanakan bisnis, perbankan Indonesia akan dihadapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki fungsi sebagai Financial Intermediary yaitu. mendapatkan keuntungan dapat dihitung dengan menggunakan rasio keuangan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank memiliki fungsi sebagai Financial Intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkan dana ke masyarakat yang kekurangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi suatu negara tidak lepas dari peran penting perbankan. Peranan penting perbankan dalam era pembangunan nasional adalah sebagai sumber permodalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dikatakan bank sebagai urat nadi dari sistem keuangan yang menerima
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan lembaga keuangan memiliki peranan penting dalam sistem perekonomian, sebagai lembaga keuangan kepercayaan masyarakat dapat dikatakan bank
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perbankan memiliki peranan yang sangat strategis dalam menunjang berjalannya roda perekonomian dan pembangunan nasional mengingat fungsinya sebagai lembaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis global yang terjadi pada saat sekarang ini telah menyebabkan kinerja perekonomian Indonesia menurun. Pengelolaan perekonomian dan sektor usaha yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya, perbankan Indonesia telah mengalami pasang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah Dalam perkembangannya, perbankan Indonesia telah mengalami pasang surut. Diawali pada tahun 1983, ketika berbagai macam deregulasi dilakukan oleh pemerintah,
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, dan telah dijelaskan pula di babbab sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Capital Adequacy Ratio (CAR),
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan antara pihak yang kelebihan dana dan yang kekurangan dana.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana dan yang kekurangan dana. Dalam operasinya, tujuan utama
Lebih terperinci