STUDI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI WILAYAH CIANJUR SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI WILAYAH CIANJUR SELATAN"

Transkripsi

1 STUDI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI WILAYAH CIANJUR SELATAN (Kasus di Kecamatan Cibinong dan Tanggeung) Septi Widiyanti DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 STUDI KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI WILAYAH CIANJUR SELATAN (Kasus di Kecamatan Cibinong dan Tanggeung) SEPTI WIDIYANTI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 RINGKASAN SEPTI WIDIYANTI. Studi Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Wilayah Cianjur Selatan (Kasus di Kecamatan Tanggeung dan Cibinong). Dibimbing oleh HARDJANTO. Proses kelembagaan dalam hutan rakyat memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang subsistem pengelolaan hutan rakyat. Mekanisme kelompok dan musyawarah dalam rangka pengaturan hasil menjadi satu komponen penting di dalam sistem kelembagaan hutan rakyat itu sendiri. Kesepakatan yang dihasilkan mempunyai orientasi utama kelestarian hutan dimana akan membawa pada kehidupan masyarakat yang lebih aman dan sejahtera. Akan tetapi pada umumnya sistem kelembagaan kelompok tani bersifat non-formal dengan bercirikan atauranaturan yang bersifat lisan tanpa ada upaya pendokumentasian aturan yang tersusun rapi. Sehingga memberikan pengaruh pada tingkat kepatuhan anggota di dalam menjalankan aturan tersebut. Kemudian juga kelembagaan kelompok tani yang diharapkan mampu menjadi pemberi solusi bagi permasalahan yang dihadapi petani tidak sepenuhnya mempunyai kapasitas sebagaimana kelembagaan formal lainnya. Kapasitas yang dimiliki kelompok tani sebagai kelembagaan adalah sebagai wadah perkumpulan para petani untuk mempermudah kegiatan distrbusi bantuan bibit dan pupuk juga penyuluhan kepada petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem kelembagaan hutan rakyat, seperti aturan, pedoman, bentuk kesepakatan, proses pengambilan keputusan, sistem tata nilai, dan kapasitas kelembagaan di beberapa desa dan kecamatan yang berlokasi di Kecamatan Tanggeung dan Cibinong di wilayah Cianjur Selatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di 2 (dua) kecamatan, Tanggeung dan Cibinong, 8 (delapan) dari 9 (sembilan) responden kelompok tani menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan yang mereka lakukan berdasarkan pada rapat anggota atau musyawarah. Kemudian 8 (delapan) dari 9 (sembilan) responden ketua kelompok menyatakan kesetiaan dan pengabdian anggota cukup tinggi. Tidak jauh berbeda dalam hal landasan penetapan pemimpin, seluruh responden kelompok tani menyatakan bahwa pemimpin ditetapkan bukan atas dasar hubungan paternalistik atau kesenioran melainkan keprofesionalan yang

4 dimiliki pemimpin tersebut. Sedangkan dalam hal persepsi terhadap waktu 38 dari 40 responden perwakilan anggota kelompok menyatakan orientasi mereka adalah ke masa depan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sistem kelembagaan kelompok tani di lokasi penelitian masih tergolong kelembagaan non-formal. Di samping itu kapasitas yang dimiliki kelembagaan kelompok tani hanya dalam hal penyelenggaraan penyuluhan dan penyediaan bantuan bibit dan pupuk bagi petani. Sedangkan dalam hal karakteristik anggota, kelembagaan kelompok tani tergolong masyarakat modern yang sebagian besarnya memiliki orientasi ke masa depan. Kata kunci : Kelembagaan, kelompok tani, hutan rakyat

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Studi Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Wilayah Cianjur Selatan (Kasus di Kecamatan Cibinong dan Tanggeung) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2009 Septi Widiyanti E

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP : Studi Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Wilayah Cianjur Selatan (Kasus di Kecamatan Cibinong dan Tanggeung) : Septi Widiyanti : E Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS NIP Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP Tanggal lulus :

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah dan kasih sayang-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam yang tiada henti penulis haturkan kepada Nabi Muhammad saw yang selalu menjadi inspirasi untuk terus berkarya di tiap langkah kehidupan ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, dengan judul Studi Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Wilayah Cianjur Selatan (Kasus di Kecamatan Cibinong dan Tanggeung). Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu, bapak, kakak dan adik tercinta, serta seluruh keluarga dan rekan-rekan juga sahabat atas do a, dukungan dan perhatiannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh jajaran dosen fakultas kehutanan IPB yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya selama penulis menjalankan aktivitas perkuliahannya dan kepada Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan pula kepada pihak Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) beserta seluruh ketua dan anggota kelompok tani di Kecamatan Cibinong dan Tanggeung yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberi kontribusi positif bagi kemajuan dokumentasi ilmiah kehutanan Indonesia. Bogor, November 2009 Septi Widiyanti

8

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 September 1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sudaryanto dan Ibu Widiastuti. Penulis memulai pendidikan dasar di SDN Pengasinan Bintara I Bekasi dari tahun 1993 sampai tahun Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 14 Bekasi sampai tahun 2002, kemudian melanjutkan di SMA Negeri 44 Jakarta pada tahun 2002 sampai Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa di IPB penulis aktif di organisasi IKMT (Ikatan Mahasiswa Muslim TPB) tahun , Staf Pengembangan Studi Politik dan Kebijakan KAMMI Daerah Bogor tahun , Koordinator bid. Keakhwatan Divisi PSDM DKM Ibaadurrahmaan tahun , Staf Kelompok Studi Pemanfaatan Sumber Daya Hutan (PSDH) FMSC (Forest Management Student Club) tahun , dan Sekretaris Umum JIMMKI (Jaringan Intelektual Mahasiswa Muslim Kehutanan Indonesia) tahun Selain itu penulis juga pernah mewakili departemen Manajemen Hutan dalam ajang Pemilihan Mahasiswa Berprestasi tingkat fakultas pada tahun Praktek yang diikuti penulis terdiri dari Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang dan Kamojang, Jawa Barat. Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di HP Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat. Dan Praktek Kerja Lapang (PKL) selama 2 (dua) bulan di PT. Sari Bumi Kusuma Kab. Sintang, Kalimantan Barat. Selain itu semasa menjalankan aktivitas akademiknya penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Inventarisasi Sumber Daya Hutan (ISDH). Dalam rangka menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Studi Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Wilayah Cianjur Selatan (Kasus di Kecamatan Cibinong dan Tanggeung) di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS.

10 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kelembagaan Pengertian Kelembagaan Pembentukan dan Perubahan Kelembagaan Komponen Utama Kelembagaan Kelembagaan Hutan Rakyat Kedudukan Kelembagaan dalam PHR Ruang Lingkup Kelembagaan Hutan Rakyat Kelompok Tani Hutan BAB III METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Objek Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Contoh Metode Pengumpulan Data Analisis Data BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Luas Wilayah Menurut Penggunaan Iklim Potensi Sumber Daya Manusia Kondisi Umum Usaha Hutan Rakyat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Embrio Lahirnya Kelembagaan Aktivitas Pengelolaan Lahan Kendala Upaya Aspek Keorganisasian (Struktural) Struktur Kelembagaan Tujuan Kelembagaan Keanggotaan... 29

11 ii Kepemimpinan Aspek Kelembagaan (Kultural) Sistem Tata Nilai Norma Kultur Kelembagaan Kapasitas Kelembagaan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 45

12 iii DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Jenis dan sumber data Luas cakupan wilayah kelompok tani Pihak yang paling dominan mengambil keputusan Struktur kelembagaan kelompok tani Tingkat fleksibilitas saat menghadapi tekanan Indikasi klik dalam kelembagaan Pola perekrutan anggota Pihak yang memutuskan perekrutan anggota Tingkat kesetiaan dan pengabdian anggota Landasan penetapan pemimpin Pola pergantian pemimpin Norma kelembagaan Kultur kelembagaan kelompok tani... 39

13 iv DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Jenis tanaman yang diusahakan di lahan milik Jenis aktivitas pengelolaan lahan Macam-macam kendala dan upaya dalam pengelolaan lahan Aspek kelembagaan Aspek keorganisasian Dokumentasi penelitian Kuesioner... 56

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset terbesar yang dimiliki bangsa ini. Negara Indonesia mempunyai ratusan juta hektar kawasan hutan yang terbagi ke dalam kawasan hutan milik negara dan hutan milik privat. Hutan milik privat atau yang disebut dengan hutan rakyat sudah cukup luas pengembangannya pada sebagian besar wilayah di Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun yang menangani kehutanan tingkat kabupaten di seluruh Indonesia luas hutan rakyat adalah ,64 ha (Sukadaryati 2006). Hutan rakyat memiliki peran yang cukup besar bagi penyelamatan lingkungan. Salah satunya yaitu untuk perlindungan tata air yang berada pada lahan masyarakat sekitar hutan. Selain itu, hutan rakyat juga menyumbang peran menjanjikan bagi perguliran ekonomi pemiliknya seperti menjadi sumber penghasil kayu, buah-buahan, daun, kulit kayu, biji-bijian dan masih banyak lagi. Terdapat perbedaan dalam hal pemanfaatan hutan rakyat di Jawa dan di luar Jawa. Hutan rakyat di Jawa lebih memprioritaskan pemanfaatan dari segi hasil hutan nonkayu dengan asumsi lebih cepat berproduksi dan dimanfaatkan langsung dibanding hasil hutan kayu yang menurut sebagian besar pemiliknya membutuhkan waktu yang lama untuk pemanfaatannya. Ditambah lagi kondisi areal hutan di jawa yang sempit sekedar memenuhi definisi hutan dimana minimal luas hutan sebesar 0,25 hektar. Dengan demikian petani lebih mengoptimalkan lahan-lahan yang dimilikinya untuk ditanami beberapa pohon komersil untuk dijual hasil hutan non kayunya atau dimanfaatkan sendiri. Tidak hanya hutan milik negara yang mempunyai aturan, pedoman, serta struktur kelembagaan yang khusus mengurus sistem pengelolaan hutan. Hutan rakyat juga demikian. Pada umumnya sistem pengelolaan hutan rakyat menganut sistem pengelolaan mandiri. Artinya, segala aturan dan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan berasal dari pemilik lahan atau keluarga yang mengusahakan hutan rakyat tersebut. Pola pengelolaan tersebut tidak mengelompok tetapi tersebar berdasarkan letak, luas kepemilikan lahan, dan keragaman pola usaha taninya. Pada dasarnya para petani hutan rakyat masih

15 2 tergabung dalam kelompok tani yang sederhana, dimana seluruh kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan seperti penebangan, produksi, pemasaran, penanaman dan lain-lain diatur oleh keluarga masing-masing kelompok tani. Maka dari itu, untuk menjamin kelestarian hasil hutan rakyat diperlukan penguatan kelembagaan diantara para kelompok tani sehingga terbentuk aturanaturan internal mengenai sistem pengelolaan hutan rakyat baik itu dalam hal penanaman, penebangan, pemasaran, dan lain-lain yang berkaitan dengan kelancaran subsistem pengelolaan hutan rakyat yaitu proses produksi, pemasaran, dan distribusi hasil hutan rakyat yang disepakati oleh seluruh anggotanya. Proses kelembagaan dalam hutan rakyat memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang subsistem pengelolaan hutan rakyat. Mekanisme kelompok dan musyawarah dalam rangka pengaturan hasil menjadi satu komponen penting di dalam sistem kelembagaan hutan rakyat itu sendiri. Kesepakatan yang dihasilkan mempunyai orientasi utama kelestarian hutan dimana akan membawa pada kehidupan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan Masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sistem pengelolaan hutan rakyat dalam hal kelembagaannya. Hutan rakyat yang pada umumnya tersebar berdasarkan letak, luas lahan, dan pola usaha taninya memiliki sistem pengelolaan yang terpusat pada satu sumber yaitu berasal dari keluarga petani hutan rakyat masing-masing. Dengan demikian, koordinasi atau interaksi antar petani hutan rakyat masih kurang. Sistem kelembagan antar petani hutan rakyat diperlukan dalam hal penetapan aturan-aturan terkait pengelolaan hasil hutan, pengambilan keputusan di antara para petani, maupun penyelesaian masalah terkait produksi, distribusi, dan pemasaran hasil hutan. 2. Penguatan kelembagaan hutan rakyat. Suatu sistem dikatakan baik apabila sistem tersebut berjalan secara berkesinambungan. Begitu pula halnya di dalam sistem kelembagaan. Pengelolaan kawasan hutan rakyat dapat terganggu seiring keengganan pemilik hutan tersebut untuk mengelola kawasan hutannya. Karena itu diperlukan penguatan kelembagaan dengan

16 3 melakukan regenerasi pengurus atau anggota di dalamnya. Sehingga tercapai sistem kelembagaan hutan rakyat waktu demi waktu disertai peningkatan kinerja dan kredibilitas sumber daya manusia. 3. Penyesuaian sistem kelembagaan yang ideal berdasarkan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Ideal tidaknya suatu sistem kelembagaan di suatu komunitas masyarakat tertentu bergantung pada kondisi sosial dan tingkat ekonomi masyarakatnya. Suatu sistem kelembagaan dapat dikatakan ideal jika frekuensi munculnya masalah baik internal maupun eksternal sangat kecil, dan hampir tidak adanya anggota di dalam kelembagaan tersebut yang merasa tertekan atas aturan-aturan atau kebijkan yang dibuat. 4. Sistem kelembagaan kelompok tani yang pada umumnya bersifat nonformal dengan bercirikan aturan-aturan yang dibuat bersifat lisan tanpa ada upaya pendokumentasian aturan yang tersusun rapi memberikan pengaruh secara tidak langsung kepada tingkat kepatuhan anggota untuk menaati aturan tersebut. Karena pada dasarnya aturan yang dibuat tidak memiliki kekuatan yang mengikat para anggotanya untuk melaksanakannya. 5. Kelembagaan kelompok tani sebagai wadah atau sarana penyediaan bantuan baik berupa penyuluhan dan pendidikan maupun pemberian fasilitas yang dibutuhkan anggota, tidak sepenuhnya memiliki kemampuan ataupun kapasitas untuk mengelola program-program yang ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi petani. Dengan demikian, pengoptimalan kapasitas kelembagaan menjadi penting demi penyelenggaraan subsistem pengelolaan hutan rakyat yang lebih terkoordinasi. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: Mengetahui sistem kelembagaan hutan rakyat, seperti aturan, pedoman, bentuk kesepakatan, proses pengambilan keputusan, sistem tata nilai, dan kapasitas kelembagaan di beberapa desa dan kecamatan yang berlokasi di Kecamatan Cibinong dan Tanggeung di wilayah Cianjur Selatan.

17 4 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ataupun gambaran tentang kondisi sistem kelembagaan hutan rakyat di suatu daerah sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan terkait kebijakan kehutanan. Bagi instansi pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dokumentasi ilmiah yang bermanfaat untuk kepentingan akademik maupun penelitian serupa lainnya. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi atau kontribusi dalam pemecahan masalah yang terkait dengan masalahmasalah sistem kelembagaan hutan rakyat. Bagi individu, penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat untuk menemukan ide-ide kreatif yang aplikatif berkaitan dengan pengelolaan sistem kelembagaan hutan rakyat bagi kemajuan kehutanan.

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan Pengertian Kelembagaan Suatu kelembagaan merupakan suatu sistem kompleks yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses, dan peran masing-masing komponen pendukung di dalamnya untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen pendukung di dalam suatu kelembagaan yaitu antara lain subjek atau orang sebagai penggerak sistem, segala aturan dan cara yang mengatur jalannya suatu sistem di dalam kelembagaan yang melibatkan banyak peran subjek tersebut. Pengertian kelembagaan menurut para ahli berbeda-beda sesuai pemikirannya masing-masing. Menurut Soekanto (2002) istilah kelembagaan diartikan sebagai lembaga kemasyarakatan yang mengandung pengertian yang abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut. Sedangkan menurut Tjondronegoro (1977) dalam Pranadji (2003) perihal pengertian tentang lembaga cenderung menyempitkan makna lembaga dalam kaitan perbedaan dengan organisasi. Cenderung menempatkan makna lembaga dengan pendekatan ciri kemajuan masyarakat. Selain itu Soemardjan dan Soelaeman (1974) menuliskan bahwa lembaga mempunyai fungsi sebagai alat pengamatan kemasyarakatan (social control) artinya kelembagaan dapat bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat yang berperan besar terhadap sirkulasi kelembagaan tersebut. Sedikit berbeda dengan Rahardjo (1999) yang dikutip oleh Pasaribu (2007), konsep kelembagaan yang dianut oleh masyarakat menggunakan konsep lembaga sosial yang secara lebih sederhana diartikan sebagai kompleks norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipandang sangat penting dalam masyarakat. Sedangkan dalam kasus kelembagaan usaha, Susanty (2005) memaparkan bahwa kelembagaan usaha atau kelembagaan kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi atau digunakan dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial (UKS). Melalui kelembagaan itu pula hubungan antar manusia diatur oleh sistem norma dan organisasi sosial mengatur hubungan manusia tersebut. Sementara dalam hal hubungan perilaku yang terjadi dalam suatu

19 6 organsiasi sosial, Rahayuningsih (2004) mengatakan di dalam suatu kelompok terdapat pengaruh dari perilaku organisasi (kelompok) terhadap perilaku perorangan. Sebaliknya perilaku perorangan juga memberikan pengaruh terhadap norma dan sistem nilai bersama yang biasanya menjadi perilaku kelompok. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian kelembagaan yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan suatu sistem yang sarat dengan nilai dan norma yang kompleks yang bertujuan untuk mengatur kehidupan manusia di dalam kelembagaan pada khususnya maupun manusia di luar kelembagaan pada umumnya. Norma-norma yang tumbuh dalam masyarakat memiliki tingkatan kekuatan mengikat tersendiri. Seperti yang dipaparkan Soekanto (2002) dalam Sosiologi sebagai Pengantar mengatakan, untuk dapat membedakan kekuatan mengikat normanorma tersebut dikenal adanya empat pengertian, yaitu: a) Cara (usage) b) Kebiasaan (folkways) c) Tata kelakuan (mores), dan d) Adat-istiadat (custom) Setiap tingkatan di atas memiliki kekuatan memaksa yang semakin besar mempengaruhi perilaku seseorang untuk mentaati norma. Begitu pula yang dipaparkan oleh Soemardjan dan Soelaeman (1974) bahwa setiap tingkatan tersebut menunjukkan pada kekuatan yang lebih besar yang digunakan oleh masyarakat untuk memaksa para anggotanya untuk mentaati normanorma yang terkndung di dalamnya Pembentukan dan Perubahan Kelembagaan Menurut Soekanto (2002) proses pembentukan suatu lembaga kemasyarakatan disebut proses institutionalization yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan, yang dimaksud ialah sampai norma itu dikenal oleh masyarakat, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembentukan lembaga kemasyarakatan berasal dari perilaku masyarakat yang lama kelamaan menjadi perilaku masyarakat yang disebut tata kelakuan dan adat istiadat. Dalam perkembangannya, suatu kelembagaan dapat mengalami perubahan baik cepat ataupun lambat, kecil ataupun besar maupun dikehendaki atau tidak dikehendaki. Masih menurut Soekanto (2002), perubahan yang terjadi pada lembaga-

20 7 lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Menurut Ibrahim (2002) dalam Pasaribu (2007), komponen-komponen kelembagaan yang dapat mengalami perubahan mencakup : (1) Perubahan unsur-unsur lembaga kemasyarakatan itu sendiri, seperti sebagian norma-norma dalam lembaga kemasyarakatan berubah atau bisa juga perubahan funsi lembaga itu; (2) Perubahan lembaga dalam arti kemasyarakatan lama hilang dan diganti dengan lembaga yang baru Komponen Utama Kelembagaan Mengutip dari Pasaribu (2007), kelembagaan tersusun atas tiga komponen utama yaitu hak kepemilikan (property rights), batas yurisdiksi dan aturan representatif. Hak kepemilikan mengandung makna sosial, muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligation) yang didefinisikan dan diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. Karena itu, pernyataan hak milik memerlukan pengesahan dari masayarakat dimanapun ia berada. Implikasi dari hal ini adalah : (1) hak seseorang adalah kewajiban orang lain, (2) hak yang dicerminkan oleh kepemilikan adalah sumber kekuatan untuk akses dan kontrol terhadap sumberdaya. Hak milik dapat diperoleh dari penemuan, pemberian atau warisan dan pembelian. Batas yuridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu kelembagaan dalam suatu masyarakat. Konsep batas yuridiksi dapat mencakup wilayah kekuasaan atau batas otorita yang dimiliki oleh suatu institusi, atau mengandung makna keduanya. Aturan representatif merupakan perangkat aturan yang menentukan mekanisme pengambilan keputusan organisasi. Aturan representatif mengatur siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa yang terdapat dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan menurut Pranadji (2003) kelembagaan yang bercirikan terhadap kemajuan masyarakatnya memiliki beberapa elemen pendukung diantaranya sebagai berikut. 1) Kompetensi SDM Komponen kompetensi yang dimaksud disini mencakup: a) Ketrampilan yang cukup pada individu, b) Kematangan emosional yang tinggi, c) Kemampuan bekerjasama yang bersifat mutualistik,

21 8 d) Apresiasi terhadap tata-nilai maju, e) Apresiasi tinggi terhadap penggunaan ilmu pengetahuan di bidang manajemen dan keorganisasian sosial yang progresif, dan f) Responsif terhadap kepemimpinan futuristik. 2) Tata Nilai Maju Untuk mengidentifikasi dan menentukan gambaran kemajuan yang dicapai masyarakat, baik dalam tingkat kelompok tani, desa, maupun negara diperlukan beberapa komponen tata nilai seperti di bawah ini. a) Penghargaan terhadap kerja keras, b) Rajin (tidak malas), c) Produktif (tidak konsumtif), d) Hemat (tidak menghabiskan aset strategis), e) Rasa malu dan harga diri tinggi, f) Prestasi-kompetitif, g) Sabar dan rendah hati (tidak pemarah dan suka pamer), h) Haus inovasi (tidak resisten terhadap inovasi), i) Cara kerja/berpikir sistematik dan terorganisir, j) Daya empati tinggi k) Rasional dan impersonal (tidak seenaknya dan mengikuti selera pribadi) l) Bervisi jangka panjang yang jelas. 3) Kepemimpinan Kepemimpinan yang dibahas disini bukan menekankan pada tipe kepemimpinan seseorang melainkan pada komponen apa saja yang menentukan suatu kepemimpinan untuk memajukan masyarakat pertanian dan pedesaan. Komponen kepemimpinan yang dimaksud adalah: a) Integritas personal yang tinggi yang melekat pada pribadi seorang pemimpin. b) Visi ke depan yang jelas dan implementatif c) Kemampuan seorang pemimpin memberi inspirasi dan mengarahkan anggota masyarakatnya d) Memiliki kemampuan untuk mengabdi pada masyarakatnya e) Mempunyai keunggulan atau keistimewaan yang signifikan dan sangat interaktif dengan kebutuhan masyarakat f) Memiliki kemampuan dalam pemecahan konflik yang terjadi di masyarakat

22 9 g) Memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang baik dengan anggota masyarakat yang dipimpinnya h) Mengajarkan penggunaan rasionalitas yang tinggi pada setiap pengambilan keputusan i) Menjunjung tinggi kewajiban untuk menegakkan sistem kerja kolektif masyarakat yang dipimpinnya. 4) Struktur dan Organisasi Sosial Struktur sosial yang sehat adalah cerminan dari diferensiasi dan spesialisasi pekerjaan yang sehat. Sedangkan organisasi sosial bisa didekati dengan memperhatikan sistem kemitraan dan keterlibatan masyarakat untuk tujuan di bidang pemenuhan kebutuhan pokok, peningkatan kegiatan ekonomi dan ketenagakerjaan, penguatan identitas individu dan sosial, pengelolaan pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan sistem pemeliharaan keteraturan sosial yang telah terbentuk. 5) Manajemen Sosial Manajemen sosial terkait erat dengan sistem pengambilan keputusan yang bersifat kolektif. 6) Hukum dan Pemerintahan Aspek hukum dapat ditelusuri dari konsistensi anatar norma ideal yang dirumuskan dalam bentuk aturan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan aspek pemerintahan ditekankan pada penagturan untuk peningkatan kreativitas dan peran masyarakat agar tercapai kesejahteraan bersama. 2.2 Kelembagaan Hutan Rakyat Kelembagaan tradisional yang tumbuh dan berkembang di masyarakat seperti hukum adat sering dianggap tidak sesuai atau bahkan mengganggu kepentingan hukum positif yang berlaku. Dalam pengelolaan sumberdaya hutan, sebenarnya aturan-aturan adat yang ada di tengah masyarakat di dalam dan di sekitar hutan memiliki suatu kearifan yang mendalam. Kelembagaan adat sangat besar pengaruhnya pada pola tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di sekitar hutan. Aturan-aturan adat yang ada merupakan peninggalan leluhur yang tetap harus dijaga dan dipatuhi walaupun aturan-aturan adat tersebut tidak tertulis. Aturan adat bagi masyarakat merupakan hukum yang mengikat dan memiliki sanksi yang tegas atas segala pelanggaran yang dilakukan. Secara luas

23 10 kelembagaan adat yang ada tidak hanya mengatur dan mengatasi tentang konflik sosial yang terjadi dalam masyarakatnya namun juga mengatur tentang pola perilaku masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya hutan yang ada di sekitar mereka. Hal ini adalah wajar mengingat hutan merupakan lingkungan hidup mereka dan juga sebagai tempat untuk mmemenuhi kebutuhan hidup yang serba sederhana. Dengan kata lain, kerusakan hutan berarti ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat sekitarnya (Yanuar 2001). Peran kelembagaan dalam pengelolaan hutan rakyat sangat penting diperhatikan keseimbangannya. Seperti yang disebutkan dalam Ngadiono (2004) bahwa tujuan pengelolaan hutan rakyat adalah terwujudnya hutan rakyat yang memiliki keseimbangan fungsi lingkungan, sosial dan ekonomi. Beberapa komponen keseimbangan tersebut antara lain: (1) Data dasar tingkat desa; (2) Tujuan dan sasaran; (3) Instrumen kebijakan dalam kegiatan hutan desa; (4) Program dan kegiatan hutan desa; (5) Dukungan kelembagaan dan dana. Menurut Ngadiono (2004) dana merupakan unsur penting dalam mewujudkan program dan kegiatan. Oleh karena itu, sistem dukungan pendanaan harus dibicarakan sejak awal dengan masyarakat. Kelembagaan akan mencakup 2 (dua) hal yaitu: (1) Organisasi masyarakat dan organisasi pengelola hutan rakyatnya; dan (2) Aturan hukum dan norma yang berkaitan dengan sistem pengelolaan hutan rakyat Kedudukan Kelembagaan dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Ada beberapa kendala yang mengiringi perjalanan pengusahaan hutan rakyat. Hal ini dikemukakan oleh Andayani (2003) sebagai berikut : (1) Teknologi, (2) Modal usaha, (3) Manajemen usaha tani, (4) Skill (kemampuan), (5) Kondisi fisik lahan usaha, dan (6) Kebijakan pemerintah. Akan tetapi Andayani dalam tulisannya juga menekankan pada penguatan kelembagaan dalam rangka melaksanakan usaha perhutanan rakyat yang berkesinambungan, karena apabila dalam melaksanakan produksi masih dilakukan secara individu diduga posisi tawarnya akan rendah. Kedudukan kelembagaan dalam hutan rakyat menurut Ngadiono (2004) merupakan unsur yang tidak kalah penting dengan unsur dukungan pendanaan hutan rakyat itu sendiri. Karena di dalam kelembagaan mencakup organisasi masyarakat dan aturan hukum yang berkaitan dengan sistem pengelolaan hutan rakyat Ruang Lingkup Kelembagaan Hutan Rakyat Hutan rakyat sebagaimana hutan negara juga membutuhkan sistem pengelolaan yang terencana yang mendukung pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan rakyat itu

24 11 sendiri. Karena pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan secara personal akan berbeda dengan pengelolaan secara kelompok. Pengelolaan hutan rakyat dengan membentuk kelembagaan atau organisasi di dalamnya akan semakin menumbuhkan interaksi dan koordinasi antar anggota sehingga tujuan bersama akan cepat tercapai. Kelembagaan hutan rakyat sebagaimana sub sektor kehutanan yang lainnya memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya. Keterkaitan tersebut nantinya akan memberikan efek terhadap kemajuan pembangunan kehutanan secara menyeluruh. Lingkup kelembagaan social forestry makro digambarkan secara lintas sektoral. Berhasil tidaknya pelaksanaan kegiatan hutan rakyat tidak bergantung dari pihakpihak yang berkecimpung dalam sektor kehutanan, tetapi juga tergantung dari sektorsektor lain seperti pertanian, perkebunan, transmigrasi, kementrian, dan UKM. Pelaksanaan kegiatan dikoordinir oleh suatu komisi yang disebut komisi social forestry. Komisi social forestry beranggotakan pemerintah, swasta, perguruan tinggi, LSM, dan masyarakat. Untuk selanjutnya hasil yang diharapkan dari pelaksanaan serangkaian kegiatan adalah terwujudnya good corporate governance atau sistem pemerintahan yang baik (Ngadiono 2004). 2.3 Kelompok Tani Hutan Kelompok tani hutan (KTH) merupakan sekumpulan orang yang mengelompokkan diri dalam usaha-usaha dalam bidang pengelolaan tanah hutan negara yang tumbuh dan berkembang dari, oleh, dan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan anggotanya untuk mencapai tujuan bersama (Perum Perhutani, 1987 dalam Permana, 1998). Sedangkan Suharjito (1994) menyatakan bahwa pembentukan kelompok tani merupakan awal dari sebuah upaya mewujudkan partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan negara. Mulyana (2001) dalam Puspita (2006) menyatakan kriteria pemilihan petani sebagai KTH itu adalah kedekatan dengan hutan, hak-hak yang sudah ada, ketergantungan dan pengetahuan lokal. Keempat dimensi itu sangat erat kaitannya dengan sumber daya hutan dan mudah untuk dikenali. Selanjutnya dalam tulisannya juga dikatakan proses pembentukan KTH adalah sebagai berikut : 1. Pembentukan kelompok 2. Penguatan kelembagaan 3. Penyuluhan 4. Insentif

25 12 Menurut Suharjito (1994) pengertian pembinaan KTH adalah suatu proses yang timbul dalam suatu hubungan antara pembina atau petugas Perum Perhutani bersama dengan instansi terkait dengan kelompok tani (KTH) binaan dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah atau mengembangkan kegiatan kelompok. Tujuan pembinaan yang ingin dicapai tentunya tidak terlepas dari tujuan perhutanan sosial pada umumnya, yaitu memaksimalkan partisipasi masyarakat sekitar hutan untuk bersama-sama membangun dan mengelola hutan secara penuh tanggung jawab dalam pembangunan hutan dan lingkungan sekitar.

26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil tempat di Kabupaten Cianjur tepatnya Kecamatan Cibinong dan Tanggeung dengan selang waktu pengumpulan data selama kurang lebih satu bulan yaitu bulan Juni-Juli. 3.2 Alat dan Objek Penelitian Penelitian ini memerlukan beberapa alat bantu seperti alat perekam dan kuisioner yang akan dibagikan kepada responden. Sedangkan objek penelitian yaitu ketua dan perwakilan dari kelompok tani yang terdapat di beberapa kecamatan yang akan dipilih sebagai sample. 3.3 Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan untuk melakukan penelitian ini ada 2 (dua) jenis data, data primer yang bersumber dari hasil wawancara kepada para responden dan data sekunder yang berasal atau yang didapatkan dari instansi atau lembaga yang terkait. Secara ringkas kebutuhan jenis dan sumber data digambarkan dalam tabel di bawah ini. Tabel 1 Jenis dan Sumber Data No. Jenis data Cara pengambilan Sumber data 1 Kondisi Umum a. Geografis wilayah Pencatatan data dari instansi Kantor desa, Kecamatan Cibinong, dan Tanggeung b. Luas wilayah Pencatatan data dari instansi Kantor desa, Kecamatan Cibinong, penggunaan dan Tanggeung c. Iklim Pencatatan data dari instansi Kecamatan Cibinong, dan Tanggeung d. Potensi SDM Pencatatan data dari instansi Kecamatan Cibinong, dan Tanggeung e. Usaha HR wawancara ke responden dan Ketua dan perwakilan anggota kelobservasi ke lokasi HR ompok tani

27 14 No. Jenis data Cara pengambilan Sumber data 2 Sejarah lahirnya wawancara Tim penyuluh dan ketua KT kelembagaan 3 Aktivitas pengelolaan lahan a. Jenis aktivitas pengisian kuesioner perwakilan anggota KT b. Kendala pengisian kuesioner perwakilan anggota KT c. Upaya pengisian kuesioner perwakilan anggota KT 4 Aspek struktural a. Luas cakupan pengisian kuesioner Ketua KT (Kelompok Tani) wilayah & anggota b. Struktur organisasi pengisian kuesioner Ketua KT c. Pengambil keputusan dominan pengisian kuesioner Ketua KT d. Pola sebaran kekuasaan pengisian kuesioner Ketua KT e. Tingkat fleksibilitas pengisian kuesioner Ketua KT f. Indikasi klik anggota pengisian kuesioner Ketua KT 5 Tujuan Kelembagaan wawancara mendalam Ketua KT 6 Keanggotaan a. Pola perekrutan pengisian kuesioner Ketua KT b. Pihak yang memutus kan anggota baru pengisian kuesioner Ketua KT c. Kesetiaan anggota pengisian kuesioner Ketua KT d. Frekuensi pertemuan pengisian kuesioner Ketua KT e. Partisipasi anggota pengisian kuesioner Ketua KT 7 Kepemimpinan a. Landasan pemilihan pengisian kuesioner Ketua KT b. Kekuasaan pemimpin pengisian kuesioner Ketua KT c. Gaya kepemimpinan pengisian kuesioner Ketua KT d. Periode pemilihan pengisian kuesioner Ketua KT 8 Aspek kultural a. Sistem tata nilai pengisian kuesioner perwakilan anggota KT b. Norma >> landasan norma pengisian kuesioner Ketua KT >> persepsi thd orang pengisian kuesioner Ketua KT

28 15 No. Jenis data Cara pengambilan Sumber data >> persepsi thd penghargaan dan sanksi pengisian kuesioner Ketua KT c. Kultur kelembagaan >> Banyaknya anggota yang mengetahui norma pengisian kuesioner Ketua KT >> kedisiplinan pengisian kuesioner Ketua KT >> Iklim kelembagaan pengisian kuesioner Ketua KT >> Faktor sistem kerja pengisian kuesioner Ketua KT 9 Kapasitas kelembagaan a. Peran wawancara mendalam Ketua KT b. Kapasitas wawancara mendalam Ketua KT 3.4 Metode Pengambilan Contoh Pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan dalam empat tahap. Pertama pengambilan contoh pada tingkat kecamatan yang terdapat di Kabupaten Cianjur. Dipilih 2 (dua) kecamatan dari 32 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Cianjur. Pengambilan contoh ini didasarkan pada beberapa kriteria, dimana pemilihan kecamatan dipilih secara sengaja dengan berdasar pada besarnya produksi, jumlah kelompok tani, dan ada tidaknya struktur kelembagaan di kecamatan tersebut. Selain itu kecamatan dipilih karena lokasinya yang berada di wilayah Canjur Selatan dimana di wilayah ini masih banyak terdapat aktivitas usaha hutan rakyat dibandingkan dengan wilayah lain di Cianjur. Kedua, pengambilan contoh desa yang akan dijadikan lokasi penelitian. Pengambilan contoh ini didasarkan pada desa yang memiliki cukup banyak lahan hutan rakyat, adanya kelompok tani yang terlibat dalam pengelolaan lahan hutan rakyat tersebut dan secara geografis letaknya tidak berjauhan dengan sekretariat penyuluh kehutanan. Ketiga, pengambilan contoh kelompok tani. Pemilihan contoh ini didasarkan pada adanya struktur kelembagaan pada kelompok tani, keaktifan kelompok tani yaitu berupa kegiatan-kegiatan pendampingan oleh penyuluh pada kelompok tani dan letaknya yang juga tidak jauh dari lokasi pengawasan penyuluh kehutanan. Keempat, pemilihan responden di dalam

29 16 kelompok tani. Pemilihan responden di dalam masing-masing kelompok tani tersebut dilakukan secara acak. 3.5 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan beberapa teknik berdasarkan jenis data yang dibutuhkan. 1. Teknik wawancara, menggunakan kuisisoner dan alat perekam yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk selanjutnya mendapat tanggapan atau respon dari para responden berupa penjelasan dari pertanyaan yang diajukan. 2. Teknik observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung ke kawasan hutan rakyat yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani. 3. Pencatatan data sekunder, mengumpulkan data yang terkait dengan bahan penelitian yang dibutuhkan kepada instansi atau lembaga khusus yang mengurusi masalah tersebut. 3.6 Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua teknik analisis yaitu, analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Teknik analisis kuantitatif lebih menekankan pada pendeskripsian dari nominal atau data berupa angka yang didapat dari hasil wawancara dengan responden yang dimasukkan ke dalam tabel untuk selanjutnya dianalisis berdasarkan literatur yang ada menjadi teks naratif. Sedangkan teknik analisis kualitatif lebih menekankan pada hasil penelitian yang berupa wawancara langsung kepada responden yang sifatnya pendeskripsian secara utuh terhadap gambaran informasi yang didapat dari responden.

30 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Desa Sukamekar adalah sebuah desa yang merupakan bagian dari Kecamatan Cibinong, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Desa Sukamekar terdapat di sebelah kiri jalan utama menuju Kantor Kecamatan Cibinong. Sementara Desa Cikangkareng berbatasan dengan Desa Pamoyanan di sebelah utara, Desa Girimukti di sebelah selatan, Desa Sukamekar di sebelah timur, dan Desa Klapanunggal di sebelah barat. Untuk mencapai Desa Sukamekar dari Kantor Kecamatan relatif jauh dan sulit, karena melewati jalan yang terjal dan bebatuan dengan kondisi jalan yang naik-turun. Begitu juga halnya dengan Desa Cikangkareng yang terletak lebih jauh ke dalam dari Desa Sukamekar. Kondisi akses jalan yang bebatuan semakin menyulitkan alat transportasi untuk melewatinya. Sedangkan Desa Sirnajaya yang merupakan bagian dari Kecamatan Tanggeung, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat memiliki batasan desa antara lain sebelah utara dan selatan berbatasan dengan Desa Cilongsong, sebelah barat dengan Desa Kertajaya, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Girijaya. Jarak Desa Sirnajaya ke kecamatan adalah 4 km, ke kabupaten berjarak 84 km, propinsi 148 km, dan menuju ibukota adalah 220 km. Kondisi jalan di Desa Sirnajaya dan Desa Kertajaya berbeda dengan Desa Sukamekar dan Cikangkareng. Selain letaknya yang dekat dengan terminal pertemuan antara angkutan dalam kota, kedua desa ini juga dekat dengan pusat pertokoan Kecamatan Tanggeung. Dengan demikian kondisi jalan reltif bagus dan mudah untuk dilewati kendaraan. 4.2 Luas Wilayah Menurut Peggunaan Pada Desa Cikangkareng luas pemukiman penduduknya adalah 195,25 ha, luas areal persawahan 237,64 ha, luas areal perkebunan 156,86 ha, luas areal untuk pemakaman sebesar 2,55 ha, luas pekarangan adalah 32,24 ha, luas taman adalah 5 ha, areal perkantoran seluas 1,4 ha, dan luas prasarana umum lainnya

31 18 3,61 ha. Sehingga total luas wilayah Desa Cikangkareng seluruhnya adalah 530,05 ha. Total luas tanah sawah dan tanah kering masing-masing adalah 237,64 ha dan 1088,96 ha. Sedangkan luas hutan rakyat sebesar 169,25 ha. Sementara untuk Desa Sukamekar luas pemukimannya sebesar 98,46 ha, luas persawahan 250 ha, luas areal pemakaman 5 ha, luas pekarangan 6,64 ha, dan luas areal perkantoran 2,7 ha. Sehingga total luas seluruhnya adalah 362,8 ha. Alokasi luas hutan rakyat sendiri adalah seluas 107 ha. Untuk Desa Sirnajaya sendiri luas wilayahnya sebesar 784,848 ha, dengan perincian luas hutan adalah 400 ha dan luas areal persawahan adalah 348 ha, sisanya 36 ha diperuntukkan bagi areal pemukiman penduduk. 4.3 Iklim Dalam hal iklim baik Desa Sukamekar, Cikangkareng, Sirnajaya, dan Kertajaya memiliki komponen penentu iklim yang tidak jauh berbeda. Curah hujan berkisar antara mm/tahun, dengan jumlah bulan hujan sebanyak 7 (tujuh) bulan dan suhu rata-rata harian adalah o C serta kelembaban 76%. Kondisi ini semakin dimungkinkan oleh ketinggian daerah dari permukaan laut yaitu mdpl. 4.4 Potensi Sumber Daya Manusia Dalam hal sumber daya manusia, Desa Sukamekar memiliki jumlah lakilaki sebanyak orang dan perempuan orang. Dengan demikian jumlah total penduduk di desa tersebut adalah orang. Jumlah kepala keluarga di Desa Sukamekar adalah KK dengan tingkat kepadatan penduduk 25 jiwa per km 2. Untuk Desa Cikangkareng jumlah laki-laki adalah orang dan jumlah perempuan orang dengan jumlah total penduduk adalah sebanyak orang dalam KK. Tingkat kepadatan penduduk yang dimiliki desa ini adalah adalah 26 jiwa per km 2. Untuk Desa Sirnajaya memiliki jumlah penduduk jiwa dengan klasifikasi perempuan berjumlah orang dan laki-laki berjumlah orang. Jumlah kepala keluarga adalah KK.

32 19 Dalam hal mata pencharian pokok, Desa Cikangkareng rata-rata penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Diketahui bahwa sebanyak 539 orang bermatapencaharian sebagai petani, 115 orang bekerja sebagai buruh tani, 221 orang mendapatkan penghasilannya sebagai pengusaha kecil dan menengah. Sisanya bermatapencaharian sebagai buruh migran, Pegawai Negeri Sipil, pengrajin industri, pedagang keliling, peternak, dan karyawan perusahaan. Sedangkan pada Desa Sukamekar, sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai buruh tani. Sebanyak warga bekerja sebagai buruh tani, terdiri atas laki-laki dan perempuan. Dalam hal tingkat pendidikan yang rata-rata dilalui oleh sebagian besar penduduk Desa Sukamekar, Cikangkareng, Sirnajaya maupun Kertajaya adalah tamatan sekolah dasar (SD). Sebanyak orang dari total seluruhnya orang di Desa Sukamekar berlatar belakang pendidikan tamatan SD. Tidak jauh berbeda dengan di Desa Cikangkareng, sebanyak warganya belatar belakang pendidikan tamatan SD dari total seluruhnya orang. Agama yang dianut oleh seluruh penduduk Desa Sukamekar, Cikangkareng, Sirnajaya, dan Kertajaya adalah Islam. 4.5 Kondisi Umum Usaha Hutan Rakyat Secara umum dinamika pengusahaan hutan rakyat yang terjadi di wilayah Cianjur Selatan khususnya Kecamatan Tanggeung dan Cibinong tidak ada perbedaan yang signifikan. Usaha hutan rakyat yang mereka upayakan sudah berlangsung kurang lebih 10 tahun terakhir ini. Bahkan ada yang sudah puluhan tahun mengelola hutan rakyat di lahan miliknya. Dengan demikian secara umum mereka sudah cukup mengerti tentang permasalahan-permasalahan yang terkait usaha hutan rakyat baik kendala maupun cara mengatasinya. Usaha hutan rakyat yang mereka kelola dibantu oleh dinas pemerintah setempat dengan didampingi oleh pihak penyuluh yang disediakan khusus untuk memberikan pendidikan, pemahaman, dan penyuluhan bagi petani yang belum sepenuhnya mampu mengelola hutan miliknya sendiri. Kelompok tani yang terdapat di Kecamatan Tanggeung dan Cibinong juga merupakan hasil inisiasi dari penyuluh kehutanan yang didukung oleh aparat desa

33 20 dan masyarakat. Walaupun ada satu atau lebih desa yang kelompok taninya terbentuk karena inisiasi program dari pemerintah sewaktu pelaksanaan GERHAN yaitu pada tahun Dengan demikian kelompok tani hutan rakyat yang terbentuk persis sama dengan kelompok tani pada saat program GERHAN tersebut dilaksanakan. Anggota kelompok tani yang dibentuk beranggotakan warga desa yang statusnya sebagai pemilik lahan yang ditanami kayu. Sementara batasan anggota hanya mencakup wilayah satu rukun warga atau RW sehingga yang menjadi ketua kelompok tani pun berasal dari Ketua RW wilayah tersebut. Jumlah kelompok tani di setiap desa juga berbeda-beda. Di Desa Sukamekar terdapat 2 (dua) kelompok tani, di Desa Cikangkareng terdapat 10 kelompok tani, di Desa Sirnajaya terdapat 8 (delapan) kelompok tani yang masing-masing memiliki nama kelompok tani sendiri, yaitu Rawalimus, Pasirmasigit, Rawadarsih, Rawasaladah, Haurkuning, Kubangsaat, Celak, dan Warungtujuh. Sedangkan di Desa Kertajaya hanya terdapat satu kelompok tani yaitu Gelarkubang. Sejauh ini kapasitas atau peran kelembagaan kelompok tani yang sangat terlihat kepada anggota kelompok antara lain memberikan penyuluhan dan pendidikan yang bekerjasama dengan penyuluh kehutanan, dan distribusi bantuan bibit kepada anggota kelompok. Ini artinya kapasitas kelompok untuk mengelola kredit simpan pinjam sebagaimana dimiliki oleh kelembagaan masyarakat desa lainnya belum teraplikasi dengan baik. Kapasitas kelompok untuk menaikkan harga tawar pada tengkulak juga belum dimiliki oleh kelembagaan kelompok tani, sebab proses pengelolaan hutan rakyat dari awal penanaman sampai penjualan hasil umumnya masih berjalan sendiri-sendiri.

34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Embrio Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan di dalam suatu kelompok atau perkumpulan orang pada dasarnya diawali dari kesamaan karakterisitik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Hal tersebut ditandai dengan adanya kesamaan kepentingan yang menyebabkan adanya upaya kerjasama untuk mencapai tujuan dan memenuhi kepentingan bersama. Seperti yang terjadi di daerah Gunung Kidul, Jawa Tengah. Kelompok tani disana lahir karena adanya kesamaan kebutuhan yaitu transportasi untuk mengangkut hasil kebun mereka. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut mereka bekerjasama antar petani untuk menyewa kendaraan yang nantinya akan digunakan untuk mengangkut hasil pertanian mereka. Dari informasi tersebut dapat dilihat bahwa suatu kelembagaan lahir karena adanya kesamaan kepentingan dan kebutuhan antara sesama anggota yang membuat mereka bekerjasama demi memudahkan pencapaian tujuan sehingga lebih efisien dalam pelaksanaannya. Berbeda halnya dengan kondisi yang terjadi di lokasi penelitian, yaitu di Kecamatan Tanggeung dan Cibinong Kabupaten Cianjur Selatan, dengan kultur hubungan kekeluargaan yang masih sangat erat di antara para petani dan dibatasi oleh struktur adminstratif desa. Kelompok tani disana beranggotakan sejumlah orang yang pada umumnya masih memiliki ikatan keluarga antar anggotanya. Sehingga pada saat Dinas Perkebunan dan Konservasi Tanah (PKT) dari Pemerintah Daerah menginisiasi pembentukan kelompok tani dalam rangka pendampingan dan pengembangan usaha hutan rakyat, tak dielakkkan lagi anggota yang terbentuk adalah kelompok tani yang berada dalam satu kampung atau Rukun Warga (RW). Dengan demikian ketua kelompok tani yang direkomendasikan pun berasal dari ketua RW masing-masing. Akan tetapi berbeda halnya dengan di Desa Kertajaya Kecamatan Cibinong, kelompok tani hutan disana terbentuk karena adanya program GERHAN 2007 dari pemerintah

35 22 kala itu yang mengharuskan pembentukan kelompok tani untuk memudahkan pemantauan pelaksanaan program tersebut. 5.2 Aktivitas Pengelolaan Lahan Aktivitas pengelolaan lahan yang dilakukan oleh mayarakat pemilik lahan cukup beragam. Mulai dari pembersihan lahan, pengolahan tanah, pemupukan, penyiangan, pemangkasan dan penjarangan. Sementara itu aktivitas yang paling dominan atau sering dilakukan oleh kebanyakan petani adalah penyiangan. Sebanyak 85% (lampiran 2) dari seluruh responden melakukan kegiatan penyiangan ini. Hal ini dilakukan karena 2 (dua) hal, yang pertama penyiangan semak belukar dapat membantu pertumbuhan tanaman yang lebih cepat sehingga tanaman dapat tumbuh optimal tanpa semak pengganggu. Kemudian yang kedua adalah aktivitas penyiangan menghasilkan rumput yang dapat digunakan untuk memberi pakan ternak mereka. Dengan demikian mereka tidak perlu mencari pakan ternak dari tempat lain. Kegiatan pengelolaan lahan yang kedua yang paling banyak dilakukan oleh para petani lahan kering adalah penjarangan. Dari hasil yang didapat diketahui bahwa banyaknya petani yang melakukan kegiatan ini yaitu sebesar 62,5% (data terlampir) dari total seluruh responden yang dimintai informasi. Penjarangan dilakukan bertujuan agar tanaman yang terkena penyakit atau cacat tidak mengganggu kelangsungan pertumbuhan tanaman yang sehat atau normal. Selain itu penjarangan yang dilakukan petani lebih dilatarbelakangi karena alasan untuk menambah modal dari hasil penjualan kayu melalui penjarangan. Sebagian petani yang tidak melakukan penjarangan dikarenakan kurangnya modal untuk melakukan penjarangan atau mereka lebih memilih untuk menebang habis hasil hutan mereka sehingga manfaat yang mereka dapatkan bisa jadi lebih besar. Kegiatan pengelolaan lahan yang paling sedikit dilakukan oleh para petani adalah pembersihan lahan dan pemupukan. Kurang dari 50% atau tepatnya 37,5% dari seluruh responden yang dimintai informasi mengenai hal yang berkaitan dengan masalah ini, yang melakukan kegiatan pembersihan lahan sebelum penanaman. Begitu juga halnya dengan kegiatan pemupukan yang juga tidak jauh berbeda dengan pembersihan lahan. Sebanyak 14 orang dari 40 responden yang

36 23 diwawancarai atau sebesar 35% yang melakukan kegiatan pemberian pupuk pada lahan hutan mereka. Kedua hal tersebut memiliki hambatan atau kendala yang tidak jauh berbeda, yaitu kurangnya modal untuk membeli pupuk dan kurangnya modal untuk membayar upah pekerja dalam membersihkan dan mengolah lahan mereka. Pada dasarnya masalah dalam hal dana atau biaya ini dapat dicarikan solusinya misalnya dengan bergotong-royong antar petani saat melakukan pengolahan lahan atau pembersihan lahan sebelum penanaman sehingga kerja yang dilakukan dapat lebih cepat dan ringan Kendala dalam Pengelolaan Lahan Dalam pengelolaan lahan milik terutama lahan hutan tentulah tidak terlepas dari kendala dan permasalahan yang menyangkut kegiatan pengelolaan tersebut. Beberapa di antaranya terkait dengan kondisi lahan, pemeliharaan tanaman, ketersediaan air dan pupuk, serangan hama dan penyakit, kurangnya dana, sampai sulitnya akses jalan menuju lokasi lahan milik. Akan tetapi di Kecamatan Cibinong dan Tanggeung kendala utama yang dialami petani dalam kegiatan pengelolaan lahan miliknya adalah masalah serangan hama. Lebih dari separuh responden menyatakan demikian, yaitu 13 dari 20 responden di dua kecamatan tersebut. Sementara kendala lainnya yang juga kerap kali mengiringi kegiatan pengelolaan hutan para petani yaitu kurangnya pupuk dan modal dalam pemeliharaan tanaman Upaya yang Dilakukan Dari sejumlah kendala dan permasalahan yang dihadapi petani dalam pengelolaan lahan milik mereka, tentunya ada upaya ataupun solusi yang dilakukan para petani untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Dalam hal penanganan masalah serangan hama, sebagian petani menggunakan obat semprot untuk membasminya. Sedangkan petani lain menggunakan cara manual untuk memusnahkannya. Hal ini dilakukan kembali karena kurangnya modal yang dimiliki petani, sehingga mereka memilih cara tradisional untuk menangani masalah serangan hama ini. Upaya lain yang dilakukan adalah konsultasi dengan pihak penyuluh kehutanan yang berkapasitas dalam permasalahan tersebut. Sedangkan dalam hal masalah kurangnya pupuk dan modal usaha petani melakukan upaya permohonan bantuan kepada kepala desa atau meminjam

37 24 kepada orang terdekat mereka. Akan tetapi ada sebagian petani yang menjual hasil kayunya untuk mendapatkan modal. Biasanya mereka menebang kayu dikala sedang sangat membutuhkan biaya baik itu biaya untuk melanjutkan sekolah anak mereka, maupun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. 5.3 Aspek Keorganisasian (Struktural) Struktur Kelembagaan Dalam sebuah kelembagaan yang beranggotakan sejumlah orang dengan visi dan misi yang sama, tentunya tidak terlepas dari struktur kelembagaan yang memiliki fungsi internal maupun eksternal untuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati. Struktur dalam suatu kelembagaan sangat penting karena ia menyediakan kejelasan bagian-bagian pekerjaan dalam aktifitas kelembagaan, keterkaitan antara fungsi-fungsi dalam susunan kelembagaan, serta hubungannya dengan lingkungan sekitar. Fungsi internal dalam suatu kelembagaan menjadi pedoman bagi anggotanya dalam bertindak, sedangkan fungsi eksternal menjelaskan tentang bagaimana dan siapa yang akan berhubungan dengan pihak luar. Dari dua kecamatan Tanggeung dan Cibinong didapat 9 (sembilan) responden kelompok tani mengenai aspek kelembagaan dalam kelompok tani mereka, salah satunya yaitu aspek keorganisasian. Tabel 2 Luas Cakupan Wilayah Kelompok Tani No. Kelompok tani Luas (ha) Jumlah anggota (orang) 1 Suburmukti Suburtani Cibingbin Mekarmukti Cinaen Saluyu Muktitani Haurkuning Gelarkubang Sumber: Hasil wawancara dengan responden ketua kelompok tani.

38 25 Dalam suatu lingkup kelembagaan kelompok tani yang terbatas luas wilayah dan anggotanya, tentunya kelompok tani di dua kecamatan tersebut juga memiliki keterbatasan linkup wilayah. Di Kecamatan Cibinong, dari 5 (lima) kelompok tani sebagai narasumber informasi terdapat 4 (empat) kelompok tani yang memiliki cakupan wilayah kelembagaan 25 ha dengan jumlah anggota 25 orang. Dengan demikian rata-rata kepemilikan lahan anggotanya seluas 1 (satu) ha. Akan tetapi berbeda kondisinya dengan di Kecamatan Tanggeung, terdapat satu kelompok tani (Saluyu) yang memiliki cakupan wilayah seluas 20 ha dengan jumlah anggota yaitu 83 orang. Dengan demikian rata-rata kepemilikan lahan anggotanya adalah 0,24 ha. Perbedaan jumlah anggota kelompok dalam cakupan wilayah yang kurang lebih serupa ini dikarenakan kultur atau trend (kecenderungan) petani yang berada dalam satu wilayah kelompok tani dengan kelompok tani yang lain berbeda-beda. Ada sebagian petani yang merasa lebih nyaman berinteraksi dengan sesama petani yang luas lahannya kurang lebih sama dengan luas lahan miliknya. Atau dapat juga dikarenakan adanya batasan geografis atau bentukan alam yang mengharuskan mereka membentuk kelompok tani tersendiri dengan jumlah anggota yang disesuaikan dengan struktur kelembagaan yang telah disepakati. Rentang kendali organisasi dalam satu kelembagaan kelompok tani juga menjadi faktor pembeda jumlah anggota antar kelompok tani. Rentang kendali organisasi yaitu batasan jumlah anak buah atau dalam hal ini anggota kelompok tani yang mampu diawasi oleh satu ketua atau pemimpin. Adanya rentang kendali yang berbeda antara satu kelompok tani yang satu dengan kelompok tani yang lain membuat jumlah anggota yang mampu dikoordinir tiap kelompok tani juga berbeda. Dalam hal proses pengambilan keputusan, kelembagaan kelompok tani sangat menjunjung tinggi musyawarah antar sesama anggotanya. Hal tersebut dapat diketahui dari adanya Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebagai pemegang pengambilan keputusan yang paling dominan.

39 26 Tabel 3 Pihak yang paling dominan mengambil keputusan No. Kecamatan Jumlah Kelompok Tani Pimpinan Dewan Pimpinan Rapat Anggota Tahunan 1 Cibinong Tanggeung Terdapat 8 (delapan) dari 9 (sembilan) kelompok tani yang menyatakan bahwa Rapat Anggota Tahunan (RAT) adalah pihak yang dominan dalam mengambil keputusan. Jika menilik bentuk kelembagaan kelompok tani yang mirip dengan koperasi, maka RAT sebagai pemegang pengambilan keputusan dominan menjadi sangat tepat. Pola sebaran kekuasaan yang terjadi di kelembagaan kelompok tani sebagian besar bahkan lebih dari separuhnya yaitu 7 (tujuh) kelompok tani menyatakan bahwa pola sebaran kekuasaan bersifat distributif. Sebaran kekuasaan distributif artinya pembagian tugas dan wewenang tidak hanya dilimpahkan ke satu orang saja akan tetapi didistribusikan ke beberapa orang yang memang pada dasarnya mampu dan berkapasitas dalam menangani tugas tersebut. Selain itu juga orang tersebut telah mendapat kepercayaan dari orang yang melimpahkan wewenang. Hal ini dapat dilihat dari beragamnya struktur organisasi yang dibentuk oleh kelompok tani. Pada umunya struktur kelembagaan yang dibentuk terdiri dari struktur inti yaitu : 1. Ketua, sebagai pemimpin yang mengoordinir seluruh anggota di bawahnya. 2. Sekretaris, sebagai pencatat agenda harian maupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan kelompok tani sekaligus sebagai tangan kanan ketua. 3. Bendahara, sebagai pengelola keluar masuknya dana yang dibutuhkan oleh kelompok. Namun demikian, terdapat 5 (lima) kelompok tani yang mencantumkan bidang lain diluar struktur inti seperti misalnya : 1. Seksi penanaman 2. Seksi operasional 3. Seksi keamanan 4. Seksi pemasaran 5. Seksi lokasi

40 27 6. Seksi pemeriksa kayu 7. Seksi peralatan 8. Seksi usaha 9. Seksi pemeliharaan Tabel 4 Struktur kelembagaan kelompok tani No. Kelompok tani Struktur kelembagaan No. Kelompok tani Struktur kelembagaan 1 Subur mukti *ketua 6 Haur kuning *ketua *sekretaris *sekretaris *bendahara *bendahara 2 Subur tani *ketua 7 Mukti tani *ketua *sekretaris *sekretaris *bendahara *bendahara *seksi penanaman *s. peralatan & usaha *seksi operasional *s. penanaman 3 Cibingbin *ketua 8 Saluyu *ketua *sekretaris *sekretaris *bendahara *bendahara *seksi lokasi *s. pemeriksa kayu 4 Mekar mukti *ketua 9 Gelarkubang *ketua *sekretaris *sekretaris *bendahara *bendahara *seksi keamanan *s. pemeliharaan *seksi pemasaran *s. penanaman 5 Cinaen *ketua *sekretaris *bendahara Kelompok tani yang membentuk bidang diluar struktur inti tersebut, 3 (tiga) diantaranya terdapat di lokasi penelitian Kecamatan Tanggeung. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok tani di Kecamatan Tanggeung lebih maju dibanding di Kecamatan Cibinong yang struktur kelompok taninya sebagian besar hanya terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Struktur organisasi yang dibentuk oleh masing-masing kelompok tani pada dasarnya menyesuaikan dengan kebutuhan yang dirasakan oleh kelompok tani tersebut. Struktur yang telah dibuat

41 28 dan disepakati bersama itu berkaitan dengan efektifitas pelaksanaan aktivitas yang dilakukan oleh kelompok tani tersebut. Dalam hal tingkat fleksibilitas ketika menghadapi tekanan, kelompok tani di Kecamatan Tanggeung dan Cibinong seluruhnya menyatakan fleksibel ketika menghadapi tekanan baik dari dalam maupun luar. Tabel 5 Tingkat fleksibilitas saat menghadapi tekanan No. Kecamatan Jumlah kelompok tani Tidak fleksibel Cukup fleksibel 1 Cibinong Tanggeung 0 4 Sumber: Hasil wawancara dengan ketua kelompok tani. Adanya tekanan baik dari dalam seperti konflik internal ataupun dari luar seperti masuknya budaya asing, mereka hadapi secara kebersamaan dan diselesaikan secara kekeluargaan. Hal tersebut dapat terlihat dari intensitas musyawarah dan pertemuan anggota yang sering mereka lakukan. Dengan demikian masalah apapun yang mereka hadapi baik individu maupun kelompok dapat dicarikan solusi secara bersama dan ditanggung bersama pula. Adanya indikasi klik dalam kelembagaan sangat terlihat dengan frekuensi kehadiran anggota yang cukup besar saat diadakannya pertemuan. Sebagian besar ketua kelompok tani menyatakan demikian karena hampir seluruhnya petani yang menjadi anggota kelompoknya hadir saat diumumkan informasi mengenai adanya pertemuan kelompok tani. Tabel 6 Indikasi 'klik' dalam kelembagaan No. Kecamatan Jumlah kelompok tani Ada Tidak ada 1 Cibinong Tanggeung 3 1 Sumber: Hasil wawancara dengan ketua kelompok tani. Jika klik dalam kelembagaan sudah tercipta, maka koordinasi antar anggota pun akan semakin cepat terbangun. Hal ini akan mendorong pelaksanaan aktivitas yang relatif cepat dan penyelesaian masalah dalam kelompok tani yang aplikatif.

42 Tujuan Kelembagaan Salah satu ciri kelembagaan modern atau yang adakalanya disebut organisasi adalah karena bermula dari adanya tujuan tertentu. Pada hakekatnya setiap kelembagaan baik itu kelembagaan tradisional maupun modern pastilah memiliki tujuan. Suatu kelembagaan lahir dan dibangun karena adanya tujuan. Kelembagaan itu akan tetap eksis sepanjang masih mampu mewujudkan tujuan tersebut. Ketika suatu kelembagaan dipandang tidak mampu lagi mewujudkan tujuan yang ingin dicapainya, maka dapat disepakati untuk dibentuk kelembagaan baru atau tidak sama sekali. Tujuan-tujuan yang dimiliki oleh kelompok tani pada umumnya bersifat implisit yang artinya tujuan lebih berorientasi ke dalam kelompok tani. Pada umumnya kelompok tani di dua kecamatan, Tanggeung dan Cibinong memiliki tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat sekitar dengan meningkatkan penghasilan petani dan kualitas produksi dengan memberi perhatian khusus dalam hal pemeliharaan tanaman. Adanya kesamaan tujuan antar anggotanya semakin mendukung kinerja dan produktivitas para anggota untuk berkontribusi dalam kelompok. Jika dilihat dari segi jumlah tujuan kelompok yang sedikit, maka dapat diketahui bahwa bentuk kelembagaan kelompok tani adalah asosiasi Keanggotaan Setiap kelembagaan pastilah memiliki anggota. Sadar atau tidak, formal atau nonformal, bebas keluar masuk atau tidak. Anggota merupakan syarat wajib yang harus dimiliki oleh suatu kelembagaan. Keberadaan anggota sekaligus sebagai pengakuan atau legalitas eksistensi kelembagaan tersebut. Kondisi anggota dalam suatu kelembagaan sangat menentukan kinerja kelembagaan tersebut. Tabel 7 Pola perekrutan anggota No. Kecamatan Jumlah kelompok tani Bebas Tidak bebas 1 Cibinong Tanggeung 0 4 Sumber: Hasil wawancara dengan ketua kelompok tani.

43 30 Tabel 8 Pihak yang memutuskan perekrutan anggota No. Kecamatan Jumlah kelompok tani Dari luar Dari dalam 1 Cibinong Tanggeung 0 4 Dalam hal pola perekrutan anggota, kelompok tani baik di Kecamatan Tanggeung maupun Cibinong termasuk bersifat tidak sukarela, terbatas dan tertutup. Hal ini ditunjukkan dari adanya beberapa syarat untuk menjadi anggota kelompok tani. Syarat yang pertama yaitu calon anggota harus memiliki lahan milik pribadi dan diperuntukkan untuk tanaman kayu. Syarat yang kedua yaitu calon anggota harus berasal dari daerah setempat yang berdomisili di lingkup wilayah kelompok. Sementara itu berkaitan dengan pihak yang memutuskan perekrutan anggota, seluruh responden kelompok tani menyatakan bahwa pihak yang memutuskan perekrutan anggota kelompok berasal dari dalam sendiri. Artinya tidak ada campur tangan luar kelompok dalam hal perekrutan anggota ini. Dalam hal kesetiaan dan pengabdian para anggotanya, delapan dari sembilan responden kelompok tani menyatakan kesetiaan anggota cukup tinggi. Tabel 9 Tingkat kesetiaan dan pengabdian anggota No. Kecamatan Jumlah kelompok tani Rendah Tinggi 1 Cibinong Tanggeung 1 3 Sumber: Hasil wawancara dengan ketua kelompok tani. Hal ini terlihat dari partisipasi anggota saat adanya pertemuan atau kegiatan bersama yang cukup tinggi. Berdasarkan informasi yang didapat, hampir seluruhnya, bahkan minimal lebih dari 50% kehadiran anggota saat diadakannya pertemuan kelompok baik pada saat penyuluhan maupun rapat anggota. Frekuensi pertemuan yang rutin dapat dijadikan sarana untuk mengikat komitmen para anggotanya. Lima responden kelompok tani menyatakan frekuensi pertemuan kelompok bersifat tetap atau rutin. Biasanya mereka mengagendakan pertemuan 3 (tiga) bulan sekali. Pertemuan disini membahas permasalahan-permasalahan yang dialami petani, penyuluhan bagi petani, ataupun diskusi mengenai program-

44 31 program yang akan dilaksanakan oleh kelompok. Sementara 4 (empat) kelompok lainnya yang menyatakan bahwa frekuensi pertemuan anggota semakin jarang diadakan. Dari empat kelompok itu, tiga diantaranya berada di Kecamatan Cibinong. Hal ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara kendala sulitnya akses transportasi yang dirasakan petani di Kecamatan Cibinong dengan frekuensi pertemuan kelompok disana. Ada indikasi frekuensi pertemuan kelompok yang semakin jarang dikarenakan sulitnya akses jalan yang harus dilalui petani, sehingga ada sebagian petani yang lebih memilih untuk tidak menghadiri pertemuan dikarenakan sulitnya akses jalan menuju lokasi pertemuan yang dilalui petani tersebut. Dengan demikian akses informasi kepada setiap anggota kelompok pun menjadi terhambat. Dalam hal keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan, seluruh responden kelompok tani menyatakan anggota yang terlibat dalam pengambilan keputusan cukup tinggi dan melibatkan banyak anggota. Artinya seluruh anggota dalam kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kelangsungan kinerja kelompoknya Kepemimpinan Kepemimpinan dalam suatu kelembagaan penting karena merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kelembagaan tersebut dalam mencapai tujuannya. Kepemimpinan yang baik adalah kunci keberhasilan suatu kelembagaan. Kepemimpinan bersifat zero sum terhadap sistem, artinya kepemimpinan yang baik dapat mereduksi sistem yang kurang baik, atau sebaliknya. Terkait dengan bagaimana proses kepemimpinan dipilih dan ditetapkan, seluruh responden kelompok tani menyatakan pemimpin kelompok dipilih berdasarkan kemampuan atau keprofesionalan yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan jabatan formal yang dimiliki oleh setiap kelompok tani yaitu sebagai Ketua RW (rukun warga) di desa ketua kelompok tersebut tinggal. Dengan demikian, seorang pemimpin kelompok tani pada dasarnya sudah dibekali dengan pengalaman dan kemampuan yang lebih dibanding anggotanya yang lain dalam hal kepemimpinan.

45 32 Tabel 10 Landasan penetapan pemimpin No. Kecamatan Jumlah kelompok tani Paternalistik Kesenioran Keprofesionalan 1 Cibinong Tanggeung Sumber: Hasil wawancara dengan ketua kelompok tani. Kekuasaan yang dimiliki pemimpin kelompok tani seluruhnya (9 kelompok) menyatakan kekuasaan yang dominan terbentuk adalah kekuasaan karena kemampuannya (experts power). Walaupun sebagiannya ada yang menyatakan pemimpin juga berkuasa dalam memberi penghargaan (reward power) dan memberi sanksi kepada anggotanya yang melanggar aturan (coercive power). Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh hampir seluruh responden kelompok tani adalah demokratis. Gaya kepemimpinan ini sangat memperhatikan unsur pentingnya penyampaian pendapat setiap anggotanya. Karena itu sangat sesuai jika pada saat proses pengambilan keputusan kelompok dilakukan melalui mekanisme musyawarah antar anggota. Dengan demikian setiap anggota memiliki hak yang sama untuk menyampaikan argumen mereka. Tabel 11 Pola pergantian pemimpin No. Kecamatan Jumlah kelompok tani Reguler Tidak reguler 1 Cibinong Tanggeung 0 4 Sumber: Hasil wawancara dengan ketua kelompok tani. Pergantian pemimpin yang terjadi dalam kelompok tani sebagai responden tidak terjadi secara reguler. Delapan kelompok tani menyatakan demikian, karena menurut mereka ketua kelompok tani baru akan diganti jika ketua tersebut sudah menyatakan dirinya tidak sanggup lagi untuk menjadi ketua, atau kesepakatan sebagian besar anggota yang menginginkan ketua kelompok mundur dari jabatannya. Selain karena landasan keprofesionalan seseorang, anggota kelembagaan juga mempertimbangkan dari segi pengalaman yang dimiliki seorang calon pemimpin. Sehingga, lambat laun proses kepemimpinan tersebut berjalan semakin menutup kemungkinan pemimpin baru untuk menggantikan

46 33 posisi pemimpin lama. Dengan demikian peluang pergantian pemimpin secara reguler pun semakin tipis. 5.4 Aspek Kelembagaan (Kultural) Sistem Tata Nilai Sistem tata nilai merupakan salah satu komponen wujud ideal kebudayaan yang mempengaruhi tiga komponen lainnya. Dimana komponen wujud ideal kebudayaan antara lain yaitu sistem nilai budaya, sistem norma-norma, sistem hukum, dan peraturan-peraturan khusus (Koentjaraningrat 1984). Memahami sistem nilai merupakan upaya yang paling sulit, karena sifatnya yang abstrak. Cara yang paling mudah adalah dengan melihat sistem norma, yang berpotensi untuk menggambarkan sistem nilai. Nilai (value) merupakan konsepsikonsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk (Soekanto 2002). Ia mencerminkan suatu kualitas preferensi dalam tindakan, memberi perasaan identitas, dan menentukan seperangkat tujuan yang hendak dicapai oleh suatu kelompok masyarakat tersebut. Karena itulah, nilai merupakan unsur pokok dan fundamental dalam masyarakat, serta menjadi tonggak bangunan struktur sosial. Untuk mengetahui sistem tata nilai yang dianut anggota kelembagaan yang dikaji, muncul beberapa pertanyaan terkait tata nilai tersebut. Yang pertama adalah mengenai hakekat hidup yang dianut anggota kelompok. Hampir seluruh dari responden atau lebih tepatnya 36 dari 40 responden (lampiran 4) yang menyatakan bahwa hidup merupakan sesuatu yang baik. Di kalangan ahli filsafat, ada yang menafsirkan hidup yang buruk merupakan akar dari sering terjadinya konflik, baik individu maupun sosial. Sedangkan dalam teori sosiologi yang sering disebut dengan Teori Struktural Fungsional, hakekat hidup yang baik adalah memandang segala sesuatu dari kamacata positif individu. Jika dilihat dari kondisi sosial kelompok tani yang secara intensitas jarang terjadi konflik antar individunya, maka dapat dipastikan bahwa sebagian besar dari mereka atau anggota kelompok tani memiliki hakekat hidup yang baik. Hal itu ditunjukkan pula dengan semangat dan kerja keras anggota dalam menjadikan usaha hutan rakyat mereka ke tahap yang lebih maju. Sementara 4 (empat) anggota lainnya

47 34 yang menganggap hakekat hidup buruk adalah mereka yang selalu melihat segala sesuatunya dari kacamata negatif. Sehingga pandangan mereka terhadap usaha hutan rakyat bukanlah sebagai suatu yang dapat memberi keuntungan tapi justru menjadi beban hidup yang enggan dilepaskan. Sementara dari segi penerapan nilai-nilai dalam bekerja, 38 responden menyatakan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hal ini menjadi wajar ketika memang satu-satunya sumber pendapatan mereka adalah dari bertani hutan. Responden yang menyatakan bekerja atau menjadi pemilik lahan hutan sebagai karya yang patut dibanggakan adalah responden yang menjadikan usaha hutan rakyat sebagai sampingan disamping pekerjaan utamanya yaitu sebagai pegawai negeri sipil. Dalam hal persepsi terhadap waktu, 38 responden menyatakan berorientasi ke masa depan. Hal ini menandakan bahwa kondisi masyarakatnya sudah modern. Sebagiamana diketahui bahwa masyarakat tradisional dipercaya memiliki persepsi waktu yang berorientasi ke masa lalu dan masa sekarang. Sedangkan masyarakat modern dicirikan dengan orientasinya yang jauh ke masa depan. Ciri yang paling kuat terlihat di masyarakat kelompok tani bahwa mereka berorientasi ke masa depan adalah adanya upaya untuk mengembangkan usaha hutan rakyat. Sebagaimana diketahui bahwa persepsi umum yang dipegang oleh masyarakat petani hutan adalah pohon sebagai investasi berharga layaknya perhiasan emas yang suatu saat dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sama halnya ketika mereka menanam pohon, mereka berharap suatu saat ketika pohon tersebut sudah besar dan bisa dijual, maka mereka akan menjualnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang seperti menyekolahkan anaknya hingga sarjana, atau menikahkan putrinya. Hal ini menjadi ciri utama adanya orientasi ke masa depan dari usaha hutan milik yang dikembangkannya tersebut. Dalam hubungannya dengan sesama manusia, 31 responden menyatakan lebih komunalistis dalam hubungannya dengan sesama manusia khususnya sesama anggota pemilik lahan. Hal ini ditunjukkan dengan cukup tingginya intensitas interaksi dan komunikasi di antara mereka. Komunikasi yang dibangun berawal dari adanya kesamaan permasalahan yang dihadapi terkait lahan hutan

48 35 milik mereka. Dari sana mereka saling tukar informasi dan masukan demi kelangsungan usaha hutan rakyat mereka. Persepsi kedudukan manusia terhadap alam biofisik juga penting dalam mengetahui tata nilai yang dianut para anggota kelompok. Banyak di antara mereka (36 dari 40 responden) yang menyatakan pentingnya menjunjung tinggi keselarasan hubungan dengan alam. Contoh kongkrit yang mereka tunjukkan adalah dengan menanam kembali pohon yang telah mereka tebang untuk diambil manfaatnya. Upaya minimal yang mereka lakukan adalah dengan menanam satu pohon atas tiap pohon yang habis ditebang. Walaupun ada sebagian di antara mereka yang menanam lebih dari satu pohon, yaitu 2 (dua) sampai 3 (tiga) pohon untuk setiap pohon yang ditebang. Dengan demikian mereka telah menerapkan prinsip manajemen hutan lestari atau yang biasa disebut dengan Sustainable Forest Management (SFM). Dimana fokus utamanya yaitu kesinambungan ekologi, ekonomi, dan sosial masyarakatnya Norma Norma merupakan aturan sosial, patokan perilaku yang pantas, atau tingkah laku rata-rata yang dianggap wajar. Kekuatan mengikat sistem norma terbagi menjadi empat tingkatan dari yang paling ringan yaitu cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (custom). Norma bersumber dari nilai, serta merupakan wujud dari nilai. Dalam norma dimuat hal-hal tentang apa yang diharuskan, dibolehkan, dianjurkan, atau larangan. Kepribadian seseorang terbentuk dari proses biologis, psikologis, dan sosiologis masyarakatnya. Selain di masyarakat umum, juga dikenal nilai dan norma kelembagaan, yaitu nilai dan norma yang hidup pada satu kelembagaan tertentu saja. Nilai dan norma yang dimaksud bukan berasal dari masyarakat dimana kelembagaan tersebut hidup, melainkan berasal dari kultur yang tercipta di dalam kelembagaan tersebut. Norma dalam kelembagaan adalah spesifik, meskipun tatanan nilai dan norma yang ada di lingkungannya ikut mempengaruhinya. Untuk memahami masalah norma yang hidup pada kelembagaan kelompok tani perlu diketahui unsur-unsur pelaksanaan norma tersebut. Seperti landasan norma, apakah norma yang mengatur kelembagaan berasal dari agama, kearifan setempat, atau keyakinan lain yang lebih kuat.

49 36 Tabel 12 Norma Kelembagaan No. Kelompok tani a1 b1 c1 a2 b2 a3 b3 c3 d3 1 Mekarmukti v v v 2 Suburtani v v v 3 Cibingbin v v v 4 Suburmukti v v v 5 Cinaen v v v 6 Saluyu v v v 7 Muktitani v v v 8 Haurkuning v v v 9 Gelarkubang v v v Total Sumber: Hasil wawancara dengan para ketua kelompok tani. Keterangan tabel: 1 : Landasan norma 2 : Persepsi terhadap kedudukan seseorang 3 : Persepsi secara umum terhadap reward dan punishment a1 : bersumber dari agama b1 : dari kearifan setempat c1 : dari keyakinan lain a2 : orang lebih dihargai karena status b2 : orang lebih dihargai karena prestasi dan kemampuan a3 : tidak tegas, dan tidak berjalan b3 : tidak tegas, namun berjalan c3 : tegas, namun tidak berjalan d3 : tegas, dan berjalan Di kecamatan Tanggeung dan Cibinong hampir sebagian besar landasan norma berasal dari agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk atau anggotanya. Hanya satu kelompok tani di Kecamatan Tanggeung yaitu kelompok tani Saluyu yang menjadikan kearifan setempat sebagai landasan utama dalam membentuk norma kelembagaan. Kearifan setempat yang dijadikan pegangan untuk mengatur tata kehidupan masyarakatnya adalah budaya atau adat kebiasaan

50 37 yang diwariskan secara turun-temurun oleh pendahulu-pendahulu mereka dan telah mengalir dalam setiap aktivitas kehidupan mereka. Unsur kedua untuk menganalisis terbentuknya norma di kelembagaan adalah persepsi secara umum terhadap kedudukan sesorang yang meliputi apakah orang lebih dihargai karena statusnya atau prestasi dan kemampuannya. Seluruh responden kelompok tani menyatakan bahwa anggota mereka lebih menghargai orang karena prestasi dan kemampuannya. Hal ini ditunjukkan dari penghargaan mereka terhadap para pemimpin mereka, seperti kepala desa, lurah, maupun ketua kelompok tani mereka. Mereka menganggap bahwa jasa dan pengabdian para pemimpin mereka terhadap kesejahteraan anggotanya tidak dapat dibayar dengan apapun. Hanya segelintir orang di kalangan mereka yang berani mengajukan diri sebagai pemimpin karena amanah dan tanggung jawab yang sangat berat. Karena itu pemilihan ketua atau pemimpin di daerah mereka dipilih berdasarkan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki oleh orang yang akan diangkat sebagai pemimpin mereka. Selain itu unsur ketiga dalam analisis norma kelembagaan adalah persepsi secara umum terhadap reward dan punishment. Berjalannya pemberian penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) kepada anggota yang berjasa atau melanggar aturan merupakan salah satu indikator terciptanya pelaksanaan norma yang ideal. Kurang dari separuh responden kelompok tani yang menyatakan pelaksanaan pemberian sanksi kepada anggota yang melanggar aturan berjalan dan bersifat tegas. Salah satu contoh aturan dan sanksi yang akan dikenakan bagi anggota yang melanggar adalah seperti di bawah ini. Jika satu ekor atau lebih hewan ternak merusak pohon yang berada di kawasan pemilik hutan, maka pemilik hewan ternak harus mengganti sebesar harga kayu yang dirusaknya atau sesuai kesepakatan antara pemilik lahan dengan pemilik hewan ternak. (Sumber: Hasil wawancara dengan Bp. Yayat selaku Ketua KT Saluyu) Menurut keterangan dari narasumber, aturan ini dibuat berdasarkan kesepakatan bersama dan dijalankan oleh seluruh anggota karena sifatnya tegas. Pemberian penghargaan maupun sanksi bagi anggota kelembagaan dapat meningkatkan kinerja anggota. Berbeda halnya jika dalam suatu kelembagaan

51 38 formal tidak terdapat aturan yang jelas dan sanksi yang tegas, maka hal itu kurang dapat meningkatkan kinerja atau produktivitas. Bahkan seringkali anggota kelembagaan tersebut merasa tidak terikat dengan aturan yang dibuat sehingga kinerja atau produktivitas kelembagaan secara umum tidak mengalami perubahan atau yang lebih buruknya mengalami penurunan. Namun demikian, sebagaimana diketahui bahwa kelembagaan kelompok tani lebih bersifat non-formal dimana unsur kekeluargaan yang masih kuat. Aturan-aturan yang dibuat pun hanya sebagai formalitas yang harus dimiliki sebagai kelembagaan. Anggota yang melanggar harus menanggung beban moral yang ditujukan oleh anggota kelembagaan yang lainnya Kultur Kelembagaan Kultur suatu kelembagaan erat kaitannya dengan bagaimana kebiasaan kinerja para anggota di dalamnya dalam meningkatkan produktivitas ataupun menaati aturan-aturan kelembagaan. Kebiasaan atau kultur anggota dalam menaati aturan-aturan kelembagaan didahului dengan indikator banyak tidaknya anggota kelembagaan yang mengetahui tentang aturan di dalam kelembagaan tersebut. Kedisiplinan kelembagaan yang dijalankan anggota dicirikan dari banyaknya anggota yang patuh dan menjalani setiap aturan yang dibuat, karena aturan tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan bersama para anggotanya. Kedisiplinan yang tinggi yang ditunjukkan oleh para anggota dapat membentuk sistem kerja yang berkualitas. Faktor utama yang membentuknya dapat hanya berupa faktor kebiasaan atau berlandaskan efisiensi manajemen. Sementara iklim utama yang terbentuk dalam kelembagaan juga mempengaruhi kultur kedisiplinan anggotanya. Iklim utama yang terbentuk dalam kelembagaan dapat berlandaskan otoriter atau demokratis pemimpinnya. Hasil wawancara mengenai kultur kelembagaan pada responden kelompok tani adalah sebagai berikut.

52 39 Tabel 13 Kultur kelembagaan kelompok tani No. Kelompok tani a1 b1 c1 a2 b2 c2 a3 b3 a4 b4 1 Mekarmukti v v v v 2 Suburtani v v v v 3 Cibingbin v v v v 4 Suburmukti v v v v 5 Cinaen v v v v 6 Saluyu v v v v 7 Muktitani v v v v 8 Haurkuning v v v v 9 Gelarkubang v v v v Total Ket. 1 : Banyaknya anggota yang mengetahui aturan dan norma dalam kelambagaan 2 : Pelaksanaan kedisiplinan 3 : Iklim utama dalam kelembagaan 4 : Faktor utama yang membentuk sistem kerja a1 : sedikit b1 : banyak c1 : semua a2 : tidak ada disiplin b2 : ada disiplin, tapi tak dijalankan c2 : Ada disiplin, dan dijalankan a3 : berlandaskan otoriter b3 : demokratis a4 : karena faktor kebiasaan b4 : berlandaskan efisiensi manajemen Di Kecamatan Tanggeung hampir seluruh responden kelompok tani yang menyatakan anggotanya banyak atau bahkan semua mengetahui tentang aturan di dalam kelompok tani. Dengan demikian tidak ada alasan bagi anggota untuk melanggar aturan yang telah dibuat karena ketidaktahuannya. Aturan yang dibuat bertujuan untuk mengatur segala kepentingan yang menyangkut anggota secara personal maupun kelembagaan secara umum. Hanya saja masih terdapat

53 40 kelompok tani yang para anggotanya belum mengetahui secara rinci tentang aturan-aturan di dalam kelembagaan kelompok tani yang diikutinya. Hal ini dapat dikarenakan oleh sifat anggota kelembagaan yang tertutup akan hal-hal baru dan kurangnya komunikasi antar pemimpin dengan anggota di bawahnya. Di Kecamatan Cibinong, banyak anggota kelompok tani yang mengetahui tentang aturan-aturan yang dibuat dalam kelembagaan kelompok tani. Dengan demikian peluang para anggota melakukan pelanggaran aturan semakin kecil, karena mereka telah mengetahui sanksi atau konsekuensi apa yang akan mereka peroleh. Dalam hal kedisiplinan anggota, di Kecamatan Cibinong hanya 3 (tiga) dari 5 (lima) responden kelompok tani yang menjalankan kedisiplinan. Hal ini berarti tingkat kedisiplinan anggota di Kecamatan Cibinong sebagian besarnya cukup disiplin. Kedisiplinan anggota kelompok tani dapat dilihat dari kinerja para petani dalam mengerjakan usaha hutannya, maupun saat berpartisipasi dalam agendaagenda kelembagaan. Faktor kebiasaan yang membentuk sistem kerja pada dasarnya kurang memperhatikan benar tidaknya cara atau proses penyelesaian suatu masalah. Akan tetapi faktor ini sangat kuat mewarisi perilaku seseorang untuk menguasai proses penyelesaian masalah yang dianggapnya benar. Sementara faktor pembentuk sistem kerja yang berdasarkan efisiensi manajemen sangat memperhatikan bagaimana proses penyelesaian suatu masalah tersebut dijalankan, apa dampaknya, bagaimana mengevaluasi masalah yang terjadi, upaya untuk mengurangi dampak negatif yang terjadi, sampai merumuskan hasil yang sesuai dengan karakteristik permasalahan Kapasitas Kelembagaan Setiap kelembagaan yang didirikan diharapkan memiliki peran-peran yang setidaknya dapat memberi manfaat bagi para anggotanya maupun masyarakat di luar anggota kelembagaan. Kelembagaan kelompok tani disini memiliki beberapa peran diantaranya mendampingi atau membantu kelompok tani lain yang mengalami kesulitan untuk bersama-sama dicarikan jalan keluar yang terbaik. Selain itu juga kelembagaan kelompok tani berperan dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam kelomoknya. Untuk penyelesaian konflik di luar kelembagaan belum pernah dilakukan, karena sejauh ini belum pernah terjadi

54 41 konflik antara kelompok tani dengan kelompok tani yang lain atau kelembagaan lain. Kelembagaan kelompok tani belum memiliki kapasitas dalam hal pengelolaan kredit dan simpan-pinjam bagi anggota yang kesulitan dalam hal permodalan. Sementara peran tersebut sangatlah bermanfaat apabila dapat diaplikasikan program kerja kelompok tani dalam rangka memberikan bantuan modal kepada petani miskin dengan jaminan ringan. Sejauh ini kelembagaan kelompok tani hanya berperan menyelenggarakan penyuluhan dan penyediaan bantuan bibit serta pupuk yang bekerjasama dengan Dinas Kehutanan setempat.

55 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Aturan-aturan dan bentuk kesepakatan yang dibuat dan dijalankan oleh kelompok tani bersifat aturan non-formal yang artinya aturan tersebut sebagian besar hanya bersifat lisan dan belum berupa aturan tertulis. 2. Pedoman yang dipegang oleh sebagian besar kelompok tani dalam menjalankan aktivitas pengelolaan hutan adalah bersumber pada agama yang dianut oleh seluruh anggota kelompok. 3. Proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seluruh kelompok tani adalah melalui Rapat Anggota atau musyawarah yang melibatkan seluruh anggota kelompok tani. 4. Kapasitas yang dimiliki kelembagaan kelompok tani hanya dalam hal penyelenggaraan penyuluhan dan penyediaan bantuan bibit yang bekerjasama dengan pihak di luar kelompok tani. 5. Anggota kelembagaan kelompok tani memiliki sistem tata nilai luhur yang dicirikan dengan persepsi sebagian besar anggota terhadap hakekat hidup adalah baik, bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, berorientasi ke masa depan dan menjunjung tinggi keselarasan dengan alam dan lingkungannya. 6.2 Saran 1. Perlu adanya kerjasama antara pemerintah daerah, petugas penyuluh kehutanan, dan akademisi untuk memberikan pengetahuan tentang peran dan kapasitas kelembagaan terutama dalam hal pengelolaan kredit dan simpan-pinjam bagi petani yang membutuhkan modal usaha. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bentuk aturan dan kesepakatan yang sesuai dengan kondisi pengembangan masyarakat di lokasi penelitian.

56 43 DAFTAR PUSTAKA Andayani W Strategi Pengembangan Hutan Rakyat. Jurnal Hutan Rakyat volume ke-5 no. 3. Yogyakarta: Bagian Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. Koentjaraningrat Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Ngadiono Tiga Puluh Lima Tahun Pengelolaan Hutan Indonesia Refleksi dan Prospek. Bogor: Yayasan Adi Sanggoro. Pasaribu LO Kelembagaan Pengelolaan Tana ulen pada Masyarakat Dayak Kenyah di Pampang Kecamatan Samarinda Utara, Kalimantan Timur [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Permana I Studi Peranan KTH (Kelompok Tani Hutan) dalam Pengembangan Usaha Produktif di RPH Mandalawangi Cikajang KPH Garut, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pranadji T Menuju Transformasi Kelembagaan dalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Puspita ID Motivasi Petani dan Peranan Kelompok Tani Hutan (KTH) dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Desa Warnasari, BKPH Pangalengan KPH Bandung Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Rahayuningsih E Penguatan Kelembagaan Usaha Simpan Pinjam RW-01 Kelurahan Babakan Asih Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung Propinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Soekanto S Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soemardjan S. dan Soelaeman S Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Suharjito D Pelembagaan dan Kemandirian Kelompok Tani Hutan (KTH). Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sukadaryati Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : tentang Potensi Hutan Rakyat di Indonesia dan Permasalahannya. Website: Diakses tanggal 10 November 2009.

57 44 Susanty E Pendayagunaan Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dalam Upaya Mensejahterakan Keluarga Miskin [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Yanuar M Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Hutan di Kabupaten Daerah Tingkat II Sanggau [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

58 LAMPIRAN 45

59 46 Lampiran 1 Jenis tanaman yang diusahakan di lahan milik Kecamatan No. Nama Petani Jenis tanaman Cibinong 1 Sunaryo (ckr) jengjen, mahoni 2 Wasid jengjen, gmelina, kayu afrika, karet, suren 3 kusnadi jengjen, suren, gmelina, mahoni, kayu afrika 4 Didi sengon, kayu afrika, kayu kihiang 5 Apud kayu afrika, sengon, petai, rambutan, durian 6 Kartom kayu afrika, sengon, durian 7 Sobari (ckr) sengon, kayu afrika, mahoni 8 Kaman mahoni, sengon, kayu afrika 9 Suherman jengjen, kayu afrika, karet 10 Robini sengon, kayu afrika, mahoni 11 Sudarman kapol, jengjen, kayu afrika, durian, gmelina 12 Emis jengjen, kayu afrika, gmelina, mahoni, durian 13 Odong kayu afrika, jengjen, singkong, jengkol 14 Odang kayu afrika, jengjen,kapol, singkong 15 Mistadiriya sengon, petai, jengkol, singkong 16 Sunaryo (skm) cengkeh, kopi, kayu afrika, sengon 17 Sobari (skm) kayu afrika, jengjen, kawung, kelapa 18 Zarkasih kayu afrika, jengjen, jengkol, petai 19 Ujun pisang, singkong, sengon, kayu afrika, mahoni, kemiri 20 Rustiawan sengon Tanggeung 1 Ili mahoni, kayu afrika, kelapa, cengkeh, pisang, jengjen 2 Aed jengjen, kayu afrika, jati, mahoni, kelapa 3 Solihin jengjen, mahoni, gmelina, kayu afrika 4 Soma mahoni, jengjen, gmelina, jati, durian 5 Jamil mahoni, jengjen, suren, mangga 6 Dadang jati 7 Suryadi jengjen, mahoni, kayu afrika 8 Zaenal jengjen, mahoni, kayu afrika, pisang, singkong 9 Endeng jengjen, mahoni, pisang, pepaya 10 Madjid jengjen, mahoni, kelapa, aren, bambu 11 Yayat jengjen, kadu, petai 12 Safrudin jengjen, mahoni 13 Iwan jengjen, mahoni 14 Ahmad Dahlan mahoni, kayu afrika, jengkol, rambutan, durian, manggis 15 Rukman jengjen, mahoni, kenanga, gmelina 16 Dayat mahoni, bambu, jengjen, kayu afrika, gmelina 17 Sapta mahoni 18 Oha jengjen, kenanga, mahoni 19 Sodik jengjen, mahoni, kayu afrika 20 Hapid mahoni, suren, kayu afrika, akasia, jengjen, gmelina

60 47 Lampiran 2 Jenis Aktifitas Pengelolaan Lahan No. Nama Petani I II III IV V 1 Sunaryo (ckr) v v v 2 Wasid v v 3 kusnadi v 4 Didi v v 5 Apud v v v 6 Kartom v v v 7 Sobari (ckr) v v 8 Kaman v v 9 Suherman v v v 10 Robini v v 11 Sudarman v v v 12 Emis v v 13 Odong v 14 Odang v v 15 Mistadiriya v v 16 Sunaryo (skm) v v 17 Sobari (skm) 18 Zarkasih v 19 Ujun v v 20 Rustiawan v 21 Ili v v v v 22 Aed v v v 23 Solihin v v 24 Soma v v 25 Jamil v v v 26 Dadang v v 27 Suryadi v v 28 Zaenal v v v 29 Endeng v 30 Madjid v v 31 Yayat v v v 32 Safrudin v 33 Iwan v v v v 34 Ahmad Dahlan v v v 35 Rukman v v v 36 Dayat v v Ket. I = Pembersihan lahan 37 Sapta v II = Penyiangan 38 Oha v v v v v III = Pemupukan 39 Sodik v v IV = Pemangkasan 40 Hapid v v v v V = Penjarangan Total

61 48 Lampiran 3 Macam-macam kendala dan upaya dalam pengelolaan lahan milik Kegiatan yang paling banyak No. Nama Petani mengeluarkan waktu, tenaga, dan biaya Kendala Upaya yang dilakukan petani 1 Sunaryo pemeliharaan * tanah kurang subur * konsultasi * serangan hama * memberikan potas 2 Wasid pembersihan lahan > serangan hama > penyemprotan hama 3 Kusnadi pembersihan lahan * kesuburan kurang *(tidak ada) * serangan hama 4 Didi penyiangan > gangguan hama > dimusnahkan secara manual > diracun 5 Apud penebangan * sulit air (kemarau) * dibunuh secara manual * kurang pupuk * serangan hama dan penyakit 6 Kartom penyiangan > serangan hama > dibunuh secara manual > kurang pupuk alami > kurang air 7 Sobari pemupukan * akses menuju lahan * konsultasi ke kades * mahalnya pupuk * mengajukan bantuan 8 Kaman pemupukan > akses sulit > konsultasi ke KT dan kades > pupuk mahal > memohon bantuan 9 Suherman pengolahan lahan *serangan hama dan penyakit * dibasmi dengan pestisida 10 Robini pemupukan > akses sulit > konsultasi ke KT dan kades > mahalnya pupuk > meminta bantuan

62 49 11 Sudarman penanaman * serangan hama dan penyakit * memberi obat/racun rayap 12 Emis pemupukan > kurangnya modal > meminta bantuan berupa > kurangnya bahan pembasmi pinjaman ke orang lain hama 13 Odong pengolahan lahan * serangan hama dan penyakit * konsultasi ke penyuluh * kurangnya kesuburan 14 Odang penanaman & penyulaman > kurangnya pupuk > (belum ada) 15 Mistadiriya pemupukan > pupuk mahal > membuat pengolahan pupuk > rendahnya harga jual mandiri 16 Sunaryo pemupukan * serangan hama * menggunakan obat pembas- * kurangnya pupuk mi hama 17 Sobari penanaman > serangan hama > (belum ada) 18 Zarkasih (ex klmpk) pengolahan lahan & * serangan hama dan penyakit * (belum ada) penanaman * kurangnya modal 19 Ujun (ex klmpk) pembersihan lahan > tanaman kurang sehat > (belum ada) karena kesuburan kurang > sulit memperoleh bibit 20 Rustiawan pemeliharaan * serangan hama > mengganti kayu dengan * kurangnya pupuk singkong 21 Ili pemupukan & pengolahan > sulit memperoleh pupuk > menjual kayu untuk membeli > sulit memperoleh obat hama pupuk 22 Aed pengolahan tanah * kurangnya modal * menjual kayu * sulit memperoleh pupuk 23 Solihin pemupukan > serangan hama > penyemprotan hama 24 Soma pengolahan & pemupukan * kurang SDM * menjual kayu untuk mem-

63 50 * kurangnya modal peroleh modal * sulitnya mendapat pupuk 25 Jamil penanaman > kurangnya dana > menjual kayu 26 Dadang penyiangan & pengolahan * kurang modal * gotong-royong antar petani saat pengolahan tanah 27 Suryadi penyiangan & pengolahan > kurang modal > menjual kayu 28 Zaenal penanaman * serangan hama * penyemprotan hama 29 Endeng penyiangan > serangan hama > penyemprotan hama 30 Madjid pemupukan * serangan hama * (belum ada) 31 Yayat penanaman > sulit memperoleh pupuk > (belum ada) 32 Safrudin penanaman * serangan hama * penyemprotan hama * serangan angin 33 Iwan pemupukan & penyiangan > serangan hama > dibunuh secara manual > bibit datang pada saat musim kemarau 34 Ahmad Dahlan penanaman * kurangnya modal * (belum ada) * serangan hama 35 Rukman pemupukan > serangan hama > (belum ada) > kurangya modal & bibit 36 Dayat penyiangan * serangan hama * menggunakan obat pembasmi hama 37 Sapta penyiangan > serangan hama > (belum ada) 38 Oha pemupukan * serangan hama * dibunuh secara manual 39 Sodik penanaman > serangan hama > (belum ada) 40 Hapid pengolahan tanah * serangan hama * dibunuh secara manual

64 51 Lampiran 4 Aspek Kelembagaan (Kultural): Sistem Tata Nilai No Nama Petani a1 b1 a2 b2 c2 a3 b3 c3 a4 b4 a5 b5 c5 1 Sunaryo v v v v v 2 Wasid v v v v v 3 Kusnadi v v v v v 4 Didi v v v v v 5 Apud v v v v v 6 Kartom v v v v v 7 Sobari v v v v v 8 Kaman v v v v v 9 Suherman v v v v v 10 Robini v v v v v 11 Sudarman v v v v v 12 Emis v v v v v 13 Odong v v v v v 14 Odang v v v v v 15 Mistadiriya v v v v v 16 Sunaryo v v v v v 17 Sobari v v v v v 18 Zarkasih v v v v v 19 Ujun v v v v v 20 Rustiawan v v v v v 21 Ili v v v v v 22 Aed v v v v v 23 Solihin v v v v v 24 Soma v v v v v 25 Jamil v v v v v 26 Dadang v v v v v 27 Suryadi v v v v v 28 Zaenal v v v v v 29 Endeng v v v v v 30 Madjid v v v v v 31 Yayat v v v v v 32 Safrudin v v v v v 33 Iwan v v v v v 34 Ahmad v v v v v 35 Rukman v v v v v v 36 Dayat v v v v v 37 Sapta v v v v v 38 Oha v v v v v v

65 39 Sodik v v v v v v 40 Hapid v v v v v Total Ket Lampiran 4 1 : Hakekat hidup yang dianut 2 : Nilai-nilai yang diterapkan dalam bekerja 3 : Persepsi terhadap waktu 4 : Sikap dasar tentang hubungan manusia dengan sesama 5 : Persepsi kedudukan manusia terhadap alam biofisik a1 : hidup merupakan sesuatu yang baik b1 : hidup merupakan sesuatu yang buruk a2 : bekerja untuk mencukupi nafkah hidup b2 : bekerja untuk kehormatan diri dan keluarga c2 : bekerja sebagai karya a3 : berorientasi ke masa depan b3 : berorientasi ke masa lalu c3 : berorientasi ke masa sekarang a4 : individualis b4 : komunalistis a5 : menjunjung tinggi keselaran b5 : tunduk terhadap alam c5 : menguasai alam 52

66 Lampiran 5 Aspek Keorganisasian (Struktural): Struktur Kelembagaan 53 No. Kelompok tani a4 b4 c4 a5 b5 a6 b6 a7 b7 1 Subur mukti *ketua v v v v *sekretaris *bendahara 2 Subur tani *ketua v v v v *sekretaris *bendahara *seksi penanaman *seksi operasional 3 Cibingbin *ketua v v v v *sekretaris *bendahara 4 Mekar mukti *ketua v v v v *sekretaris *bendahara *seksi keamanan *seksi pemasaran 5 Cinaen *ketua v v v v *sekretaris *bendahara 6 Saluyu *ketua v v v v *sekretaris *bendahara *seksi lokasi *seksi pemeriksa kayu 7 Mukti tani *ketua v v v v *sekretaris *bendahara *seksi peralatan *seksi penanaman *seksi usaha 8 Haur kuning *ketua v v v v *sekretaris *bendahara 9 Gelarkubang *ketua v v v v *sekretaris *bendahara

67 54 *s. pemeliharaan *s. penanaman Ket Lampiran 5: 1 : Luas cakupan wilayah kelompok tani (ha) 2 : Jumlah anggota (org) 3 : Tingkat kekomplekan struktur 4 : Pihak yang paling dominan mengambil keputusan 5 : Pola sebaran kekuasaan 6 : tingkat fleksibilitas ketika menghadapi tekanan 7 : indikasi 'klik' dalam kelembagaan a4 : Pimpinan, secara tunggal b4 : dewan pimpinan c4 : rapat anggota a5: sentralistis b5 : distributif a6 : tidak fleksibel b6 : cukup fleksibel a7 : ada b7 : tidak ada

68 55 Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian Gambar 1 Hutan sengon milik rakyat. Gambar 2 Hutan sengon campuran. Gambar 3 Pertemuan kelompok tani. Gambar 4 Wawancara responden. Gambar 5 Kelompok tani Gelarkubang. Gambar 6 Kelompok tani Saluyu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Suatu kelembagaan merupakan suatu sistem kompleks yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses, dan peran masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan 2.1.1 Pengertian Kelembagaan Kelembagaan merupakan suatu sistem yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses dan peran masing-masing komponen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Desa Hutan Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU, SUKABUMI MARTINUS ARDI RUBIYANTO

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU, SUKABUMI MARTINUS ARDI RUBIYANTO 1 KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DI DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU, SUKABUMI MARTINUS ARDI RUBIYANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK (Kasus: Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) OLEH: CORRY WASTU LINGGA PUTRA

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Laporan Akhir Hasil Penelitian TA.2015 KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Tim Peneliti: Kurnia Suci Indraningsih Dewa Ketut Sadra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hutan Rakyat Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41 Tahun 1999 Pasal 1 (E), hutan rakyat atau disebut juga hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA

PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT TERHADAP KEBERDAYAAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAH TANGGA (Kasus: Program Urban Masyarakat Mandiri, Kelurahan Bidaracina, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur) Oleh: DEVIALINA

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI DAN SUMBERDAYA PRIBADI PEREMPUAN TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAHTANGGA (Dusun Jatisari, Desa Sawahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir Desa Ciaruteun Ilir merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 360 ha,

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK SEWA SUNGAI KALIANYAR DAN PEMANFAATANNYA DI DESA SUNGELEBAK KECAMATAN KARANGGENENG KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTEK SEWA SUNGAI KALIANYAR DAN PEMANFAATANNYA DI DESA SUNGELEBAK KECAMATAN KARANGGENENG KABUPATEN LAMONGAN 43 BAB III PRAKTEK SEWA SUNGAI KALIANYAR DAN PEMANFAATANNYA DI DESA SUNGELEBAK KECAMATAN KARANGGENENG KABUPATEN LAMONGAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dalam pembahasan bab ini, penulis akan memaparkan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah) Oleh: SITI NURUL QORIAH A14204066 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI

ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI ANALISIS KELEMBAGAAN IRIGASI DALAM RANGKA PROYEK REHABILITASI SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI (Kasus Kawasan Irigasi Teknis Cigamea, Desa Situ Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Demografi Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Desa Citeko merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cisarua. Desa Citeko memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Program GNRHL/ Gerhan Program GNRHL/ Gerhan dilatarbelakangi oleh semakin memburuknya kondisi lahan kritis di Indonesia. Pada bab sebelumnya telah disampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A ANALISIS STRATEGI PEMASARAN DEPO PEMASARAN IKAN (DPI) AIR TAWAR SINDANGWANGI Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Oleh : WIDYA ANJUNG PERTIWI A14104038 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN

DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN DAMPAK PEMBANGUNAN FASILITAS PARIWISATA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA, KELEMBAGAAN DAN PELUANG USAHA DI PERDESAAN (Kasus di Sekitar Kawasan Pariwisata Kota Bunga, Desa Sukanagalih, Kecamatan Pacet,

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Topografi Desa Banyuroto terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan batas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan Desa Cisarua adalah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar ±

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Situ Udik Desa Situ Udik terletak dalam wilayah administratif Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Situ Udik terletak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Semua data yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti selama melakukan penelitian akan disajikan pada bab ini. Data tersebut merupakan data tentang partisipasi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hutan produksi di Indonesia

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut:

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut: KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Biofisik 4.1.1 Letak dan Aksesibilitas Berdasarkan buku Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Purwakarta (21) Dinas Kehutanan Purwakarta merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN PENCAPAIAN PRESTASI KERJA KARYAWAN DI TAMAN AKUARIUM AIR TAWAR, TAMAN MINI INDONESIA INDAH, JAKARTA

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN PENCAPAIAN PRESTASI KERJA KARYAWAN DI TAMAN AKUARIUM AIR TAWAR, TAMAN MINI INDONESIA INDAH, JAKARTA HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN PENCAPAIAN PRESTASI KERJA KARYAWAN DI TAMAN AKUARIUM AIR TAWAR, TAMAN MINI INDONESIA INDAH, JAKARTA RYANI MUTIARA HARDY PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskrifsi Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Popayato Barat merupakan salah satu dari tiga belas Kecamatan yang ada di Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Kecamatan Popayato

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Profil Kelurahan Mulyaharja 4.1.1. Keadaan Umum Kelurahan Mulyaharja Kelurahan Mulyaharja terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Geografis dan Luas Kecamatan Sukanagara secara administratif termasuk dalam Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Letak Kabupaten Cianjur secara geografis

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN Oleh : Ratri Hanindha Majid A14303031 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Desa Pesawaran Indah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2007 tanggal 10 Agustus 2007 tentang Pembentukan Kabupaten

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang :

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai temuan studi, kesimpulan serta rekomendasi pengembangan usaha tape

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN KEBUN RAYA BOGOR SEBAGAI OBJEK WISATA SKRIPSI MUHAMMAD SALIM R H34076107 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang

BAB III Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi. derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70 derajat 25 Lintang 33 BAB III OBYEK LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN 3.1.1 Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Sukabumi Kabupaten Sukabumi terletak antara 106 derajat 49 sampai 107 derajat Bujur Timur dan 60 derajat 57 sampai 70

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR

OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OPTIMALISASI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING MITRA CV. JANU PUTRO DI KEC. PAMIJAHAN KAB. BOGOR OLEH ARI MURNI A 14103515 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PENERAPAN HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN SISTEM AGROFORESTRI PARAK

PENERAPAN HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN SISTEM AGROFORESTRI PARAK PENERAPAN HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN SISTEM AGROFORESTRI PARAK (Studi Kasus di Kanagarian Koto Malintang Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat) Skripsi Oleh SUHARIANTO 031201015/

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Bungur). Pembentukan desa dipimpin oleh tokoh adat setempat yaitu Bapak

IV. GAMBARAN UMUM. Bungur). Pembentukan desa dipimpin oleh tokoh adat setempat yaitu Bapak 46 IV. GAMBARAN UMUM A. Sejarah Desa Toto Mulyo Pada tanggal 17 Mei 1953 Desa Toto Mulyo resmi menjadi Desa Definitif dan masuk wilayah Kecamatan Purbolinggo utara ( sekarang Kecamatan Way Bungur). Pembentukan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ Oleh : Raden Luthfi Rochmatika A14102089 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM 107 7.1 Latar Belakang Rancangan Program Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu bagaimana strategi yang dapat menguatkan

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO. selamat siang dan salam sejahtera bagi kita sekalian,

BUPATI WONOSOBO. selamat siang dan salam sejahtera bagi kita sekalian, BUPATI WONOSOBO SAMBUTAN BUPATI WONOSOBO DALAM RAPAT PARIPURNA DPRD KABUPATEN WONOSOBO PENYAMPAIAN LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN BUPATI WONOSOBO TAHUN ANGGARAN 2013 Yang terhormat, Saudara Ketua,

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan masalah mendasar yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional. Penataan SDM

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir 59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan 24 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Desa Merak Belantung secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Desa Merak Belantung

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT.BA) (PERSERO) TBK - UNIT PRODUKSI OMBILIN (UPO) DAN TAMBANG BATUBARA TANPA IZIN (PETI) TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI OMBILIN SAWAHLUNTO

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR

KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR KEEFEKTIFAN KOMUNIKASI ORGANISASI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI BAGIAN WEAVING PT. UNITEX TBK, BOGOR Oleh EVITA DWI PRANOVITANTY A 14203053 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang dilalui garis khatulistiwa, sehingga memiliki iklim tropis. Kondisi ini menyebabkan iklim

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA Oleh : RIDHO DWIANTO A34204013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti luas. Masyarakat sebagai kumpulan individu-individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan perkebunan baik yang berskala besar maupun yang berskala. sumber devisa utama Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan perkebunan baik yang berskala besar maupun yang berskala. sumber devisa utama Negara Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebahagian besar penduduk bangsa Indonesia hidup dari sektor pertanian dan perkebunan baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil guna meningkatkan perekonomian

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KOTA PEKALONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci