UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH SIFAT FISIK-KIMIA SAMPAH TERHADAP REDUKSI VOLUME SAMPAH DAN KARAKTERISTIK AIR LINDI PADA BIOREAKTOR LANDFILL AEROBIK DAN ANAEROBIK TESIS GARY ALFRITS MUNTU ADAM FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN DEPOK JUNI 2015

2 UNIVERSITAS INDONESIA INFLUENCE OF PHYSICAL-CHEMICAL WASTE PROPERTIES ON WASTE VOLUME REDUCTION AND LEACHATE CHARACTERISTICS OF AN AEROBIC AND ANAEROBIC BIOREACTOR LANDFILL THESIS GARY ALFRITS MUNTU ADAM FACULTY OF ENGINEERING ENVIRONMENTAL ENGINEERING STUDY PROGRAM DEPOK JUNE 2015 ii

3 25/FT.TL.01/TESIS/6/2015 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH SIFAT FISIK-KIMIA SAMPAH TERHADAP REDUKSI VOLUME SAMPAH DAN KARAKTERISTIK AIR LINDI PADA BIOREAKTOR LANDFILL AEROBIK DAN ANAEROBIK TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister GARY ALFRITS MUNTU ADAM FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN DEPOK JUNI 2015

4 25/FT.TL.01/TESIS/6/2015 UNIVERSITAS INDONESIA INFLUENCE OF PHYSICAL-CHEMICAL WASTE PROPERTIES ON WASTE VOLUME REDUCTION AND LEACHATE CHARACTERISTICS OF AN AEROBIC AND ANAEROBIC BIOREACTOR LANDFILL THESIS Proposed as one of the requirement to obtain a Master s degree GARY ALFRITS MUNTU ADAM FACULTY OF ENGINEERING ENVIRONMENTAL ENGINEERING STUDY PROGRAM DEPOK JUNE 2015 ii

5 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Gary Alfrits Muntu Adam NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 22 Juni 2015 v

6 STATEMENT OF AUTHENTICITY I declare that this thesis of one of my own research, and all of references either quoted or cited here have been mentioned properly Name : Gary Alfrits Muntu Adam Student ID : Signature : Date : June 22 nd, 2015 vi

7 HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh : Nama : Gary Alfrits Muntu Adam NPM : Program Studi : Teknik Lingkungan Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Sifat Fisik-Kimia Sampah Terhadap Reduksi Volume Sampah Dan Karakteristik Air Lindi Pada Bioreaktor Landfill Aerobik Dan Anaerobik Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknik pada Program Studi Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, DEWAN PENGUJI Pembimbing : Ir. G.S. Boedi Andari, M.Eng., Ph.D ( ) Penguji 1 : Prof. Dr. Ir. Djoko M. Hartono, S.E., M.Eng. ( ) Penguji 2 : Dr. Ir. Setyo Sarwanto Moersidik, DEA ( ) Penguji 3 : Ir. Irma Gusniani, M.Sc. ( ) Ditetapkan di : Depok Tanggal : 22 Juni 2015 vii

8 STATEMENT OF LEGITIMATION This thesis is submitted by : Name : Gary Alfrits Muntu Adam Student ID : Student Program : Environmental Engineering Thesis Title : Influence Of Physical-Chemical Waste Properties On Waste Volume Reduction And Leachate Characteristics Of An Aerobic And Anaerobic Bioreactor Landfill Has been successfully defended before the Council Examiners and was accepted as part of the requirement necessary to obtain a Master of Engineering degree in Environmental Engineering Program, Faculty of Engineering,. EXAMINERS Advisor : Ir. G.S. Boedi Andari, M.Eng., Ph.D ( ) Examiner 1 : Prof. Dr. Ir. Djoko M. Hartono, S.E., M.Eng. ( ) Examiner 2 : Dr. Ir. Setyo Sarwanto Moersidik, DEA ( ) Examiner 3 : Ir. Irma Gusniani, M.Sc. ( ) Defined in : Depok Date : June 22 nd, 2015 viii

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena hanya atas berkat dan kuasa-nya lah, saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan sebaikbaiknya. Dalam proses pengerjaan tesis ini, saya menyadari ada banyak pihak yang turut membantu dan mendukung hingga akhirnya tesis ini dapat selesai. Maka dari itu, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. Gabriel S.B. Andari K. M.Eng., Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan mendengarkan segala keluh kesah saya selama mengerjakan tesis ini. Terima kasih Bu, untuk semua motivasi dan pembelajaran yang luar biasa. 2. Orang tua dan seluruh keluarga besar saya yang telah memberikan semangat dan mendukung saya, baik itu secara materi maupun moral. 3. Adik saya tercinta, Gina Stephanie Yuliana Adam yang telah memberikan semangat dan mendoakan saya untuk bisa terus berjuang menyelesaikan tesis ini. 4. Afrizal Citra Pradana dan Eliza Sinta Theresia selaku teman satu tim lysimeter jilid 2. Terima kasih untuk kerjasamanya dan untuk semua pengalaman berbagi ilmu. Sukses terus untuk kita semua. 5. Geng Fast Track Lingkungan 2010 Tercinta; Fieneshia Sevita, Puspa Suparno, Dini Aryanti, Dwi Rahayu, dan Nur Aisyah. Terima kasih untuk semua energi positif, untuk semangat, dan perhatian kalian yang luar biasa. Sukses untuk kita semua ya guys! 6. Mbak Sri Diah dan Mbak Licka Kamadewi dari Laboratorium Teknik Lingkungan yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada saya dalam perolehan data untuk tesis ini. 7. Perwakilan dari TPS Lenteng Agung, Jakarta Selatan yang telah memudahkan dalam proses pengambilan sampel untuk pengerjaan tesis ini. ix

10 8. Teman-teman Sipil - Lingkungan Angkatan Terima kasih untuk semangat dan dukungan yang telah kalian berikan. Sukses untuk kita semua. 9. Sahabat-sahabat yang selalu siap sedia mendengarkan keluh kesah ; Maria Dian Kusumaningrum, Bunga Isti Rumonda Dondha Siagian, Katherine Vania, dan Melisa. Terima kasih untuk semua dukungan dan semangat yang telah diberikan selama proses pengerjaan tesis ini. 10. Segenap karyawan Departemen Teknik Sipil; Mbak Fitri, Mbak Dian, Bang Jali, dan Mas Hamid yang telah membantu dalam hal administrasi dan perizinan untuk penggunaan laboratorium. Akhir kata, semoga Tuhan Yesus Kristus senantiasa membalas segala kebaikan dan kemurahan hati semua pihak yang telah membantu saya. Besar harapan saya agar tesis ini boleh memberikan manfaat bagi banyak pihak. Depok, Juni 2015 Penulis x

11 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai civitas akademik, saya yang bertanda tangan dibawah ini ; Nama : Gary Alfrits Muntu Adam NPM : Program Studi : Teknik Lingkungan Departemen : Teknik Sipil Fakultas : Teknik Jenis Karya : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah yang berjudul : Analisis Pengaruh Sifat Fisik-Kimia Sampah Terhadap Reduksi Volume Sampah Dan Karakteristik Air Lindi Pada Bioreaktor Landfill Aerobik Dan Anaerobik beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalih media atau formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tesis saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 22 Juni 2015 Yang menyatakan (Gary Alfrits Muntu Adam) xi

12 STATEMENT OF AGREEMENT OF FINAL REPORT PUBLICATION FOR ACADEMIC PURPOSES As an civitas academica of University Of Indonesia, I, the undersigned : Name : Gary Alfrits Muntu Adam Student ID : Study Program : Enviromental Engineering Department : Civil Engineering Faculty : Engineering Type Of Work : Thesis for the sake of science development, hereby agree to provide Non-exclusive Royalty Free Right for my scientific work entitled : Influence Of Physical-Chemical Waste Properties On Waste Volume Reduction And Leachate Characteristics Of An Aerobic And Anaerobic Bioreactor Landfill together with the entire documents (if necessary). With the Non-exclusive Royalty Free Right, University Of Indonesia has rights to store, convert, manage in the form of database, keep and publish my final report as long as list my name as the author and copyright owner. I certify that the above statement is true. Signed at : Depok Date : June 22 nd, 2015 The Declarer (Gary Alfrits Muntu Adam) xii

13 ABSTRAK Nama : Gary Alfrits Muntu Adam Program Studi : Teknik Lingkungan Judul : Analisis Pengaruh Sifat Fisik-Kimia Sampah Terhadap Reduksi Volume Sampah Dan Karakteristik Air Lindi Pada Bioreaktor Landfill Aerobik Dan Anaerobik Perlakuan aerasi dan resirkulasi air lindi yang diberlakukan pada bioreaktor landfill dapat mempengaruhi kualitas fisik kimia sampah dan air lindi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh perubahan sifat fisik-kimia sampah terhadap reduksi volume sampah, penyisihan nilai COD dan BOD5, dan perubahan konsentrasi logam berat antara lain logam Fe, Cd, Cu, Zn, Cr, dan Pb. Penelitian akan berlangsung selama 150 hari dan terbagi menjadi 3 tahap. Terdapat dua bioreaktor yang dioperasikan pada penelitian ini, yaitu bioreaktor aerobik dan anaerobik dengan sampel adalah sampah rumah tangga. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ketinggian sampah turun sebesar 63% untuk reaktor aerob dan 62% untuk reaktor anaerobik. Penyisihan nilai COD sebesar 99% terjadi pada reaktor aerobik dan 98% pada reaktor anaerobik. Perubahan konsentrasi logam berat dipengaruhi oleh perubahan ph air lindi dan perlakuan aerasi. Nilai rata-rata konsentrasi tiap logam berat yang diperoleh pada reaktor aerobik adalah 4,29 mg/l untuk logam Fe; 0,84 mg/l untuk logam Cr (VI); 0,12 mg/l untuk logam Cu; 0,04 mg/l untuk logam Cd; 0,77 mg/l untuk logam Zn; dan 0,11 mg/l untuk logam Pb. Sedangkan konsentrasi maksimum tiap logam pada reaktor anaerobik adalah 8,29 mg/l untuk logam Fe; 0,46 mg/l untuk logam Cr (VI); 0,09 mg/l untuk logam Cu; 0,04 mg/l untuk logam Cd; 0,79 mg/l untuk logam Zn; dan 0,10 mg/l untuk logam Pb. Konsentrasi tiap logam berat mulai stabil terhitung sejak hari ke-77 penelitian. Kata kunci : Bioreaktor landfill, sampah domestik, resirkulasi air lindi, aerasi, stabilisasi sampah, COD, BOD, logam berat xiii

14 ABSTRACT Name : Gary Alfrits Muntu Adam Study Program : Environmental Engineering Title : Influence Of Physical-Chemical Waste Properties On Waste Volume Reduction And Leachate Characteristics Of An Aerobic And Anaerobic Bioreactor Landfill Aeration mode and leachate recirculation affect waste and leachate characteristics. The objectives of this study were to observe the effect of physic and chemical waste properties on the reduction of waste volume, COD and BOD5 removal, and changes in heavy metals concentration, such as Fe, Cd, Zn, Cr, Cu, and Pb. This research was divided into 3 stages over 150 days. This research was carried out using 2 reactors containing household solid waste, namely aerobic and anaerobic bioreactor. Results showed that the height of waste for each reactor lift down 62%-63%, the COD percentage removal was 98% - 99%. Changing in concentration of heavy metals is affected by aeration and ph leachate. The average concentration of heavy metal obtained in the aerobic bioreactor was 4,29 mg/l for iron; 0,84 mg/l for chromium hexavalent; 0,12 mg/l for copper; 0,04 mg/l for cadmium; 0,77 mg/l for zinc; and 0,11 mg/l for lead. While the maximum concentration for each metal in the anaerobic reacotr was 8,29 mg/l for iron; 0,46 mg/l for chromium hexavalent; 0,09 mg/l for copper; 0,04 mg/l for cadmium; 0,77 mg/l for zinc; and 0,10 mg/l for lead. The heavy metals concentration were stabilized at day 77 th. Keywords : Landfill bioreactor, household solid waste, leachate recirculation, aeration, waste stabilization,cod, BOD, and heavy metals concentration. xiv

15 DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... v STATEMENT OF AUTHENTICITY... vi HALAMAN PENGESAHAN... vii STATEMENT OF LEGITIMATION... viii KATA PENGANTAR... ix HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... xi TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... xi STATEMENT OF AGREEMENT OF FINAL REPORT PUBLICATION FOR ACADEMIC PURPOSES... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT... xiv DAFTAR ISI... xv DAFTAR GAMBAR... xviii DAFTAR TABEL... xix DAFTAR LAMPIRAN... xxii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Identifikasi Masalah Pertanyaan Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Masalah Sistematika Penulisan Model Operasional Penelitian... 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Terdahulu yang Relevan (State of The Art) Perkembangan Bioreaktor Landfill Sistem Aerobik dan Anaerobik Sejarah Bioreaktor Landfill Aerobik Pengaruh Sistem Aerasi Terhadap Stabilisasi Sampah Pengaruh Aerasi Terhadap Penurunan Nilai COD Pengaruh Aerasi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Berat Penelitian Bioreaktor Landfill Skala Laboratorium Kebaharuan Penelitian (Novelty) Dasar Teori Landfill Bioreaktor Landfill Proses Fisik Kimia Pada Bioreaktor Landfill Air Lindi Karakteristik dan Komposisi Air Lindi Logam Berat Pada Air Lindi Hipotesa Penelitian BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN xv

16 3.1 Strategi Penelitian Kerangka Berpikir Tahapan Penelitian Variabel Penelitian Data Penelitian Instrumen dan Populasi Penelitian Perancangan Bioreaktor Landfill Penentuan Sistem Pemadatan Penentuan Sistem Aerasi Resirkulasi Air Lindi dan Penambahan Air Feedstock Sampah Instrumen Untuk Pengujian Data Penelitian Populasi Penelitian (Feedstock Sampah) Pengolahan Data Penelitian Prosedur Analisis Field Capacity Prosedur Analisis Rasio C/N Prosedur Analisis Logam Berat Analisis Statistik Data Penelitian Lokasi Penelitian Durasi Penelitian BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Perancangan dan Pengisian Bioreaktor Perancangan Bioreaktor Pengisian Sampel Sampah Analisis Deskriptif Parameter Fisik Sampah dan Air Lindi Analisis Penurunan Sampah Terhadap Waktu Analisis ph Air Lindi Terhadap Waktu Analisis Temperatur Sampah Terhadap Waktu Analisis Field Capacity Sampah Terhadap Waktu Analisis Rasio C/N Sampah Terhadap Waktu Analisis Deskriptif Penyisihan Kandungan Organik Pada Air Lindi Analisis Nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) Analisis Nilai Chemical Oxygen Demand (COD) Analisis Rasio BOD/COD Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Pengurangan Volume Sampah Analisis Perubahan Konsentrasi Logam Berat Pada Air Lindi Analisis Konsentrasi Logam Cu Pada Air Lindi Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Cu Pada Air Lindi Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu Analisis Konsentrasi Logam Pb (Timbal) Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Pb xvi

17 Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Analisis Konsentrasi Logam Zn (Seng) Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Zn Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Analisis Konsentrasi Logam Cd (Kadmium) Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Cd Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Analisis Konsentrasi Logam Fe (Besi) Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Fe Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Analisis Konsentrasi Logam Cr (Kromium) Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Cr Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Identifikasi Sumber Kandungan Logam Berat Pada Air Lindi Uji Independensi Parameter Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Hasil Uji Independensi Terhadap Parameter Fisik Sampah dan Air Lindi Hasil Uji Independensi Terhadap Parameter Pencemar Organik Pada Air Lindi Hasil Uji Independensi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Berat Pada Air Lindi BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xvii

18 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Hasil dari Pengoperasian Fukuoka Method Gambar 2.2 Grafik Rasio Penurunan Ketinggian Sampah Gambar 2.3 Grafik Persentase Penurunan Muka Sampah Gambar 2.4 Konsentrasi Logam Berat Zn, Fe, Cr, dan Cu Pada Bioreaktor Landfill Gambar 2.5 Konfigurasi Reaktor Penelitian Borglin et.al Gambar 2.6 Konfigurasi Reaktor Penelitian Zhongping et.al Gambar 2.7 Konfigurasi Reaktor Penelitian Sekman et.al Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Gambar 3.2 Tahapan Penelitian Bioreaktor Landfill Aerobik Gambar 3.3 Pipa PVC Ukuran Gambar 3.4 Tampak Atas Reaktor Gambar 3.5 Desain Lysimeter Gambar 3.6 TPS Lenteng Agung, Jakarta Selatan Gambar 3.7 ph Meter Gambar 3.8 Termometer Digital Gambar 3.9 Spektrofotometer DR Gambar 4.1 (a) Pengisian Kerikil; (b) Pengisian Material Sampah; Gambar 4.2 Kondisi TPS Lenteng Agung, Jakarta Selatan Gambar 4.3 Pengukuran Ketinggian Sampah dengan Menggunakan Meteran Gambar 4.4 Grafik Penurunan Ketinggian Sampah Pada Tiap Reaktor Gambar 4.5 Nilai ph Air Lindi Pada Kedua Reaktor Gambar 4.6 Grafik Temperatur Sampah Pada Tiap Reaktor Gambar 4.7 Volume Air Lindi yang Terbentuk Pada Kedua Reaktor Gambar 4.8 Nilai Field Capacity Sampah Pada Kedua Reaktor Gambar 4.9 Rasio C/N Pada Kedua Reaktor Gambar 4.10 Grafik Nilai BOD Pada Tiap Reaktor Gambar 4.11 Grafik Nilai COD Pada Tiap Reaktor Gambar 4.12 Rasio BOD5/COD Pada Kedua Reaktor Gambar 4.15 Konsentrasi Logam Cu di Air Lindi Pada Tiap Reaktor Gambar 4.16 Konsentrasi Logam Pb di Air Lindi Pada Tiap Reaktor Gambar 4.17 Konsentrasi Logam Zn di Air Lindi Pada Tiap Reaktor Gambar 4.18 Konsentrasi Logam Cd di Air Lindi Pada Tiap Reaktor Gambar 4.19 Konsentrasi Total Logam Fe di Air Lindi Pada Tiap Reaktor Gambar 4.20 Konsentrasi Logam Cr Heksavalen di Air Lindi Pada Tiap Reaktor xviii

19 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Karakteristik Air Lindi Pada Bioreaktor Tabel 2.2 Laju Aerasi Penelitian Terdahulu Tabel 2.3 Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 2.4 Karakteristik Air Lindi di Landfill Tabel 3.1 Variabel Penelitian Tabel 3.2 Data Penelitian Tabel 3.3 Spesifikasi Pipa PVC Tabel 3.4 Keterangan Modifikasi Pipa PVC Tabel 3.5 Detail Komponen Pipa Reaktor Tabel 3.6 Detail Komponen Pengisi Reaktor Tabel 3.7 Data Curah Bulanan Stasiun FT-UI Depok Tabel 3.8 Frekuensi Penambahan Air Tabel 3.9 Frekuensi Resirkulasi Air Lindi Tabel 3.10 Sifat Korelasi Berdasarkan Nilai Koefisien Korelasi Tabel 3.11 Jadwal Pra Penelitian Tabel 3.12 Jadwal Penelitian Bulan Desember Tahun Tabel 3.13 Jadwal Penelitian Bulan Januari Tahun Tabel 3.14 Jadwal Penelitian Bulan Februari Tahun Tabel 3.15 Jadwal Penelitian Bulan Maret Tahun Tabel 3.16 Jadwal Penelitian Bulan April Tahun Tabel 3.17 Jadwal Penelitian Bulan Mei Tahun Tabel 4.1 Karakteristik Fisik Awal Sampah Tabel 4.2 Korelasi Antara Nilai BOD5 dan COD Air Lindi Tabel 4.3 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah Tabel 4.4 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah Tabel 4.5 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah Tabel 4.6 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah di Reaktor Aerobik Tabel 4.7 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah di Reaktor Anaerobik Tabel 4.8 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu Tabel 4.9 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu Tabel 4.10 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu xix

20 Tabel 4.11 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu Di Reaktor Aerobik Tabel 4.12 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu Di Reaktor Anaerobik Tabel 4.13 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Tabel 4.14 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Tabel 4.15 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Tabel 4.16 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Di Reaktor Aerobik Tabel 4.17 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Di Reaktor Anaerobik Tabel 4.18 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Tabel 4.19 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Tabel 4.20 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Tabel 4.21 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Di Reaktor Aerobik Tabel 4.22 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Di Reaktor Anaerobik Tabel 4.23 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Tabel 4.24 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Tabel 4.25 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Tabel 4.26 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Di Reaktor Aerobik Tabel 4.27 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Di Reaktor Anaerobik Tabel 4.28 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Tabel 4.29 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Tabel 4.30 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Tabel 4.31 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Di Reaktor Aerobik xx

21 Tabel 4.32 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Di Reaktor Anaerobik Tabel 4.33 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Tabel 4.34 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Tabel 4.35 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Tabel 4.36 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Di Reaktor Aerobik Tabel 4.37 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Di Reaktor Anaerobik Tabel 4.38 Hasil Uji Independensi Terhadap Parameter Fisik Sampah Tabel 4.39 Hasil Uji Independensi Terhadap Parameter Pencemar Organik Air Lindi Tabel 4.40 Hasil Uji Independensi Terhadap Konsentrasi Logam Berat Air Lindi xxi

22 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Data Penurunan Ketinggian Sampah Lampiran 2 Data ph Air Lindi Lampiran 3 Data Temperatur Sampah Reaktor Aerobik Lampiran 4 Data Kadar Air Dan Field Capacity Sampah Lampiran 5 Data Konsentrasi Logam Berat Lampiran 6 Contoh Hasil Pengecekan Logam Berat Menggunakan AAS Lampiran 7 Data Nilai COD Air Lindi Lampiran 8 Data Nilai BOD Air Lindi Lampiran 9 Data Rasio C/N Sampah Lampiran 10 Hasil Uji ANOVA xxii

23 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap aktivitas manusia akan menghasilkan limbah yang pada umumnya akan dibuang karena dianggap sudah tidak memiliki nilai guna. Limbah yang dimaksud umumnya berbentuk padat, dan kata limbah menyatakan bahwa material tersebut sudah tidak memiliki nilai guna dan tidak dikehendaki keberadaannya. Limbah berbentuk padatan yang diproduksi dari kegiatan manusia dikenal dengan istilah sampah. Sampah didefinisikan sebagai bahan buangan berbentuk padat maupun semi padat yang berasal dari aktivitas manusia maupun hewan yang dibuang karena tidak memiliki manfaat bagi pemiliknya (Tchobanoglous, 1993). Keberadaan sampah tidak akan menjadi masalah ketika pengelolaan yang dilakukan tepat dan sesuai. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia berpotensi memproduksi sampah dalam jumlah besar. Dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah jiwa dan laju pertumbuhan penduduk yang berkisar 1,49% per tahunnya (BPS, 2014), maka Indonesia diperkirakan akan memproduksi sampah sebanyak 130 ton per hari (Kementerian Lingkungan Hidup, 2014). Produksi sampah yang terus meningkat tentu akan menjadi masalah besar ketika tidak diiringi dengan sistem pengelolaan yang baik. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 sebagai produk hukum yang mengatur pengelolaan sampah telah mengubah hierarki dari pengelolaan sampah. Sebelumnya, konsep kumpul angkut- buang merupakan konsep yang diaplikasikan dalam pengelolaan sampah. Namun seiring dengan meningkatnya produksi sampah, konsep ini sudah tidak relevan untuk dilakukan. Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 disebutkan bahwa hierarki pertama dalam proses pengelolaan sampah adalah pengurangan sampah melalui upaya 3R. Selanjutnya, hierarki kedua dari pengelolaan sampah adalah penanganan sampah yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, hingga akhirnya berujung pada pemrosesan akhir sampah. Nyatanya, pelaksanaan

24 2 hierarki pengelolaan sampah ini masih jauh dari harapan. Sekitar 69,5% sampah yang dihasilkan dari sektor rumah tangga tetap langsung dibuang menuju ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah (Kementerian Lingkungan Hidup, 2008). Pembuangan sampah ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan cara pengelolaan sampah yang masih diandalkan di Indonesia. Dari total TPA yang ada di Indonesia, 99% diantaranya merupakan TPA yang bersifat open dumping (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012). Pengoperasian TPA dengan sistem terbuka (open dumping) memberikan dampak negatif yang kompleks terhadap kondisi lingkungan di sekitar. Pengoperasian landfill dengan sistem terbuka tidak memperhatikan pengolahan lanjut terhadap air lindi yang terbentuk. Selain itu, pengoperasian landfill secara open dumping juga tidak memperhatikan emisi gas yang terbentuk akibat proses dekomposisi material organik pada sampah. Selain itu, pengoperasian TPA dengan sistem terbuka memerlukan banyak lahan untuk menampung setiap sampah yang masuk. Dengan tingginya volume sampah yang harus dibuang ke TPA, maka ketersediaan lahan TPA menjadi satu masalah yang harus dihadapi dalam hal pengelolaan sampah. Banyak daerah di Indonesia sulit mencari lahan yang sesuai untuk dijadikan sebagai lokasi pemrosesan akhir sampah. Hal ini juga dialami oleh Kota Depok yang saat ini hanya memiliki 1 TPA, yaitu TPA Cipayung. TPA Cipayung memiliki 3 buah kolam, yaitu kolam A, kolam B dan kolam C dengan luas masing-masing kolam adalah 2,1 Ha, 2,4 Ha dan 0,6 Ha (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok, 2012). Hanya saja, ketersediaan lahan di TPA Cipayung untuk menampung sampah Kota Depok semakin terbatas. Dari 3 kolam yang ada, saat ini hanya tersisa 1 kolam yang dapat dipergunakan dan diprediksikan bahwa 1 kolam yang tersisa ini hanya mampu menampung sampah sampai pertengahan 2013, disebabkan area landfill yang sudah tidak memadai lagi. Masalah ketersediaan lahan ini sebenarnya dapat diatasi dengan mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA. Pengurangan jumlah sampah bisa dilakukan dengan melakukan pemilahan sampah sebelum sampah dibawa menuju ke TPA. Dengan dilakukannya pemilahan ini, maka selanjutnya dapat ditentukan pengolahan yang tepat untuk setiap jenis sampah yang dihasilkan. Namun, ada alternatif lain untuk mengatasi masalah keterbatasan lahan di TPA. Solusi tersebut

25 3 adalah dengan mempercepat proses stabilisasi landfill. Dengan demikian, TPA dapat menampung sampah dengan jumlah yang lebih banyak, karena proses degradasi dapat berlangsung lebih cepat. Opsi lain yang dapat dilakukan untuk menambah kapasitas landfill adalah dengan mempercepat proses stabilisasi landfill. Percepatan stabilisasi landfill dapat dilakukan dengan menerapkan konsep bioreaktor landfill, yaitu dengan melakukan proses resirkulasi air lindi. Bioreaktor landfill adalah landfill yang dikontrol dengan melakukan penambahan nutrisi, penyangga atau inokulum untuk mencapai tingkat kelembaban antara 40%-60%. Fungsi utama dari bioreaktor landfill adalah untuk mempercepat proses degradasi material organik pada sampah. Ada 3 tipe konfigurasi dari bioreaktor landfill yang dikenal, yaitu bioreaktor aerob, bioreaktor anaerob, dan bioreaktor hybrid. Pada bioreaktor aerob dilakukan proses injeksi udara kedalam bioreaktor untuk mendukung aktivitas dekomposisi aerobik dan mempercepat proses stabilisasi sampah. Sedangkan pada bioreaktor anaerob, proses biodegradasi berlangsung tanpa adanya keberadaan oksigen (USEPA, 2013). Proses aerasi yang diberlakukan pada bioreaktor landfill juga dapat mengurangi produksi air lindi, dan dapat mempercepat penurunan kadar material organik baik itu dalam sampah maupun air lindi (Sang et.al, 2008). Selain itu, proses aerasi juga dinilai mampu untuk mengurangi konsentrasi logam berat yang terkandung dalam air lindi (Hwidong et.al., 2011). Proses aerasi dan resirkulasi air lindi yang dilakukan pada sistem akan mempengaruhi kualitas sampah dan air lindi, baik itu secara fisik, kimia maupun biologis. Dengan adanya pengaruh ini, maka penting untuk mengetahui karakteristik dari sampah dan air lindi. Parameter fisik yang akan dipantau selama penelitian berlangsung adalah penurunan muka sampah, temperatur sampah, ph air lindi, dan field capacity sampah. Parameter kimia yang akan dipantau adalah nilai BOD dan COD pada air lindi. Air lindi yang dihasilkan oleh landfill berpotensi memiliki kandungan logam berat dengan konsentrasi tertentu (Bilgili et.al., 2007). Maka dari itu, pada penelitian ini juga akan dilakukan pengecekan konsentrasi logam berat seperti Fe, Cr, Cd,.

26 4 1.2 Identifikasi Masalah Produksi sampah yang terus meningkat menuntut adanya sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Pengoperasian TPA dengan menggunakan sistem open dumping mengakibatkan lahan yang diperlukan untuk pemrosesan akhr sampah meningkat. Keterbatasan lahan yang dapat dijadikan sebagai TPA mengakibatkan perlu dilakukan upaya percepatan proses stabilisasi sampah, sehingga umur landfill dapat diperpanjang. Konsentrasi pencemar organik dan logam berat pada air lindi yang cukup tinggi perlu diperhatikan. Perlakuan aerasi in-situ pada bioreaktor dinilai mampu mempercepat laju penurunan sampah, sehingga berpotensi untuk mengurangi waktu yang diperlukan untuk stabilisasi sampah (Borglin et.al., 2004). Secara keseluruhan, bioreaktor landfill yang dioperasikan secara aerob memberikan keuntungan lebih jika dibandingkan dengan landfill tradisional. Perolehan kembali ruang akibat stabilisasi landfill yang lebih cepat dan pengolahan air lindi secara insitu merupakan keuntungan yang diperoleh dari pengoperasian bioreaktor landfill secara aerob. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan diajukan untuk mengetahui dari penelitian ini, antara lain adalah : 1. Bagaimana hubungan dan pengaruh antara perubahan sifat fisik-kimia sampah (temperatur sampah, ph air lindi, rasio C/N, dan field capacity) terhadap reduksi volume sampah yang ditinjau dengan mengukur penurunan ketinggian sampah pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik? 2. Bagaimana hubungan dan pengaruh proses dekomposisi material organik terhadap konsentrasi pencemar organik yang ditinjau melalui pengukuran nilai BOD5 dan COD air lindi pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik? 3. Bagaimana hubungan dan pengaruh antara perubahan karakteristik fisikkimia sampah dan air lindi (temperatur sampah, ph air lindi, rasio C/N, dan

27 5 field capacity) terhadap perubahan konsentrasi logam berat di air lindi pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik? 4. Bagaimana pengaruh dari perlakuan aerasi terhadap kelarutan tiap logam berat pada bioreaktor landfill? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis hubungan dan pengaruh antara perubahan sifat fisik-kimia sampah (temperatur sampah, ph air lindi, rasio C/N, dan field capacity) terhadap reduksi volume sampah yang ditinjau dengan mengukur penurunan ketinggian sampah pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik 2. Menganalisis hubungan dan pengaruh proses dekomposisi material organik terhadap konsentrasi pencemar organik yang ditinjau melalui pengukuran nilai BOD5 dan COD air lindi pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik. 3. Menganalisis hubungan dan pengaruh antara perubahan karakteristik fisikkimia sampah dan air lindi (temperatur sampah, ph air lindi, rasio C/N, dan field capacity) terhadap perubahan konsentrasi logam berat di air lindi pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik. 4. Menganalisis pengaruh dari perlakuan aerasi terhadap kelarutan tiap logam berat pada bioreaktor landfill. 1.5 Manfaat Penelitian Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain adalah : 1. Memberikan gambaran mengenai pengaruh perubahan sifat fisik-kimia sampah terhadap reduksi volume sampah yang terjadi pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik. 2. Memberikan informasi terkait dengan pengaruh sifat fisik-kimia sampah terhadap perubahan karakteristik air lindi pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik.

28 6 3. Memberikan informasi terkait kelebihan dan kekurangan dari pengoperasian bioreaktor landfill secara aerobik dan anaerobik. 1.6 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium. 2. Dalam penelitian ini akan dirancang dua buah reaktor, dimana satu reaktor merupakan reaktor kontrol (tidak diberikan perlakuan aerasi). 3. Feedstock yang akan digunakan sebagai sampel adalah sampah rumah tangga yang diperoleh dari TPS yang terletak di Jl. Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan. 4. Komposisi sampah yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 70% sampah organik dan 30% sampah anorganik. Sampah anorganik hanya terdiri atas sampah kertas dan sampah plastik. 5. Akan dilakukan proses pencacahan terhadap sampel sampah yang digunakan. Ukuran sampah yang akan masuk ke dalam reaktor berkisar antara cm. 6. Metode pengisian sampah ke dalam bioreaktor dilakukan secara batch, agar dapat diketahui penurunan ketinggian sampah pada bioreaktor secara pasti. 7. Konsentrasi logam berat pada air lindi yang akan diukur adalah logam Cr, Zn, Cu, Cd, Pb, dan Fe. 8. Penentuan laju aerasi disesuaikan dengan kapasitas pompa udara yang tersedia. 9. Frekuensi aerasi diberlakukan setiap hari, namun proses aerasi tidak dilakukan secara kontinu melainkan dilakukan secara bertahap (intermittent). 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN

29 7 BAB II BAB III BAB IV BAB V Bab ini berisi latar belakang mengapa penelitian tersebut dilaksanakan, rumusan masalah apa saja yang akan diteliti dalam penelitian ini, tujuan dari pelaksanaan penelitian ini, manfaat dari penelitian ini, batasan penelitian, sistematika penulisan dan model operasional dari penelitian ini. KAJIAN PUSTAKA Bab tinjauan pustaka berisi tentang penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini. Selain itu juga terdapat penjelasan mengenai kebaharuan dari penelitian ini, teori-teori dari aspek yang diteliti dalam penelitian ini, dan juga hipotesa dari penelitian ini. METODE PENELITIAN Bab metode penelitian berisi tentang strategi penelitian, kerangka berpikir penelitian, tahapan penelitian, variabel yang akan menjadi parameter penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian yang meliputi prosedur persiapan dan prosedur pelaksanaan, teknik pengumpulan data, langkah-langkah analisis data baik itu secara deskriptif maupun statistik, lokasi pelaksanaan penelitian, dan waktu pelaksanaan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab hasil dan pembahasan berisi mengenai data yang diperoleh dari hasil pengamatan, disertai dengan analisis terhadap data tersebut. Selain itu, hasil data juga dibandingkan dengan teori yang terkait dengan objek penelitian tersebut. KESIMPULAN Bab kesimpulan berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis data. Selain itu juga terdapat saran terkait dengan penelitian tersebut.

30 8 1.8 Model Operasional Penelitian Resirkulasi Air Lindi dan Penambahan Air Penyisihan Beban Pencemar Organik Pada Air Lindi BOD 5 COD Sampah Rumah Tangga Komposisi Sampah : 70% Sampah Organik dan 30% Sampah Anorganik Bioreaktor Landfill (Aerobik dan Anareobik) Perubahan Konsentrasi Logam Berat Logam Fe, Cr, Cu, Pb, Zn, dan Cd Perlakuan Aerasi Pengurangan Volume Sampah Laju Penurunan Sampah Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)

31 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan (State of The Art) Perkembangan Bioreaktor Landfill Teknologi bioreaktor landfill merupakan teknologi pemrosesan akhir sampah yang efisien karena mampu mempercepat proses stabilisasi sampah. Konsep utama dari bioreaktor landfill adalah dengan memberikan perlakuan resirkulasi air lindi terhadap sampah yang ditimbun dalam landfill. Resirkulasi air lindi dinilai sebagai cara untuk mengurangi zat pencemar di dalam air lindi dan mampu meningkatkan potensi gas yang dihasilkan karena lindi memiliki kandungan organik yang tinggi. Saat ini, ide pengembangan bioreaktor landfill sangatlah beragam. Tidak hanya dengan memberikan perlakuan resirkulasi air lindi, namun berbagai jenis teknik lain juga dilakukan guna memberikan hasil yang efisien terhadap stabilisasi sampah. Beberapa teknik yang dilakukan antara lain dengan melakukan aerasi in situ, menambahkan lumpur dari waste water treatment plant, pretreatment sampah dengan melakukan pencacahan, dan melakukan variasi kompaksi terhadap sampah Sistem Aerobik dan Anaerobik Untuk meningkatkan umur landfill dan mengurangi biaya yang diperlukan untuk mengolah air lindi, pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan menggunakan bioreaktor landfill. Bioreaktor landfill merupakan teknologi yang muncul sebagai bentuk usaha untuk meningkatkan laju biodegradasi sampah di landfill. Bioreaktor mengoptimasi kondisi yang ideal bagi mikroorganisme untuk mendegradasi material organik pada sampah. Pada bioreaktor aerobik dan anaerobik, air lindi yang dihasilkan akan diresirkulasi. Hal ini dilakukan untuk mendistribusikan ulang nutrien yang terkandung dalam air lindi guna mendukung kinerja mikroorganisme pada sistem. Pada bioreaktor anaerobik, penambahan air dapat mempercepat laju pembentukan gas metana yang jika dikelola dengan baik dapat dijadikan sebagai sumber energi baru. Sedangkan pada jika dilakukan penambahan udara kedalam

32 10 bioreaktor, maka kondisi aerobik atau mikroaerofilik akan terbentuk pada landfill. Laju biodegradasi material organik pada bioreaktor aerobik lebih cepat dan memiliki potensi untuk mengurangi waktu stabilisasi samaph dan mempercepat laju penurunan massa sampah pada landfill. Di sisi lain, penambahan udara kedalam sistem akan menghambat pembentukan gas metana. Pada bioreaktor aerobik, potensi reduksi oskidasi (redoks) ambien akan berubah dari yang semula bersifat negatif menjadi positif. Hal ini tentu saja akan berdampak terhadap spesiasi logam berat serta perpindahan dan juga penguraian senyawa organik yang terdapat dalam sampah. Kondisi aerob pada bioreaktor aerobik akan membatasi reaksi fermentasi, sehingga akan menghasilkan asam dalam jumlah yang banyak dan secara signifikan mengakibatkan penurunan nilai ph, mempengaruhi kelarutan, dan mempengaruh tingkat penyerapan terhadap kontaminan organik dan logam berat pada air lindi Sejarah Bioreaktor Landfill Aerobik Ide mengenai pengoperasian landfill secara aerobik telah diinvestigasi secara sporadis sejak 30 tahun lalu. Ide ini pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat, bertempat di Santa Clara, California (Read et.al., 2001). Pelaksanaan ide ini merupakan proyek demonstrasi yang didanai oleh USEPA pada tahun Dalam pelaksanaannya, udara dipompa masuk kedalam landfill melalui saluran pengumpul air lindi. Dengan demikian, maka sampah yang ada di dalam landfill akan cenderung kering. Hal yang serupa juga dilakukan di Elmira, New York dan Ontario County, dan New York Wall dan Zeiss. Pelaksanaan teknik ini memberikan hasil yang menjanjikan, termasuk didalamnya untuk mengurangi konsentrasi pencemar pada air lindi. Tujuan utama dari pelaksanaan sistem aerobik adalah untuk mencapai kondisi optimum pada proses stabilisasi sampah melalui degradasi material organik secara aerobik. Keberhasilan dari tujuan pelaksanaan sistem aerobik dilihat dari laju stabilisasi material organik, penurunan konsentrasi kontaminan pada air lindi, pengurangan konsentrasi gas metana, dan penyusutan massa sampah. Kunci utama yang perlu diperhatikan dalam pengoperasian bioreaktor landfill aerobik adalah mengatur kondisi aerobik yang berlangsung pada sistem

33 11 secara tepat. Pengaturan ini meliputi kontrol terhadap temperatur sampah dan kadar air yang harus dijaga agar tetap berada dalam rentang yang sesuai. Pengaturan ini dilakukan dengan menyeimbangkan debit udara yang masuk dan debit air lindi yang diresirkulasi (Read et.al., 2001). Hal-hal yang perlu dipantau selama sistem aerobik berjalan adalah temperatur sampah, kadar air sampah, konsentrasi gas landfill yang terbentuk (CO2, O2, CH4). Sedangkan untuk pemantauan air lindi meliputi nilai ph air lindi, nilai konduktivitas, konsentrasi BOD5 dan COD, kadar logam berat, dan konsentrasi volatile organic compounds. Gambar 2.1 Hasil dari Pengoperasian Fukuoka Method Sumber : Read et.al. (2001) Pengaruh Sistem Aerasi Terhadap Stabilisasi Sampah Teknologi bioreaktor aerobik merupakan teknik yang mendukung prinsip lingkungan berkelanjutan. Menurut Giannis et.al. (2007), hasil dari pengoperasian bioreaktor secara aerob adalah adanya oksidasi fraksi organik sampah oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O, yang mana untuk organik nitrogen akan dimineralisasi menjadi NH4 +. Jika dalam sistem terdapat oksigen terlarut, maka ion amonium akan dioksidasi kembali oleh bakteri nitrifikasi menjadi nitrat. Bioreaktor aerob dapat mempercepat proses penyisihan beban pencemar, mencapai kondisi optimum untuk stabilisasi sampah, dan mengurangi pembentukan gas metana. Menurut Asakura et.al. (2010), rasio oksigen dapat dijadikan sebagai parameter pengoperasian aerasi pada landfill, karena akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan stabilisasi material organik yang terkandung dalam landfill. Sedangkan Sang et.al. (2009) menyatakan bahwa proses aerasi yang diberlakukan secara bertahap dengan aerasi yang dilakukan secara kontinu memberikan dampak yang berbeda terhadap laju stabilisasi sampah. Proses aerasi secara bertahap dinilai

34 12 lebih efektif untuk meningkatkan laju pengurangan volume sampah. Hal serupa juga dinyatakan oleh Lee et.al. (2002) yang menganggap bahwa perlakuan aerasi secara bertahap sedikit lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan aerasi secara kontinu. Menurut Sekman et.al. (2011), kecepatan penurunan sampah di landfill dipengaruhi oleh komposisi sampah. Proses penurunan sampah dapat dibagi menjadi 3 fase. Laju penurunan sampah paling tinggi terjadi pada fase awal ketika sampah mengandung material organik dalam jumlah yang tinggi. Selama fase pertama, penurunan dipengaruhi oleh tekanan yang berasal dari berat sampah itu sendiri. Pada fase kedua, laju penurunan sampah terjadi cukup lambat dikarenakan semakin meningkatnya densitas dari sampah itu sendiri. Sedangkan pada fase kedua, penurunan sampah dipengaruhi oleh kecepatan degradasi material organik pada landfill. Selama fase ini, total volume landfill akan berkurang karena adanya proses dekomposisi material organik. Penurunan sampah pada fase ketiga terjadi akibat adanya proses degradasi sampah yang berlangsung relatif lambat. Pada fase ini, sampah secara berangsur-angsur akan terstabilisasi dan penurunan yang dapat dipantau semakin lama akan semakin kecil. Gambar 2.2 Grafik Rasio Penurunan Ketinggian Sampah Sumber : Sekman et.al. (2011) Menurut Zhongping et.al. (2010), Laju penurunan sampah merupakan indeks yang dapat digunakan untuk menggambarkan stabilisasi landfill. Laju penurunan sampah juga digunakan untuk mengukur efek aerasi terhadap

35 13 biodegradasi sampah. Proses deposisi sampah akan dipengaruhi oleh perpindahan air dan gas yang terdapat dalam landfill. Dari hasil penelitian Zhongping et.al. (2010) terlihat bahwa frekuensi aerasi mampu memberikan pengaruh terhadap penurunan muka sampah. Dengan memberikan 2 jam perlakuan aerasi berbanding dengan 6 jam tanpa perlakuan aerasi, hasil penurunan muka sampah terjadi lebih cepat dibandingkan dengan selalu melakukan aerasi. Penurunan muka sampah hingga hari terakhir penelitian mencapai 70% dari ketinggian awal sampah. Gambar 2.3 Grafik Persentase Penurunan Muka Sampah Sumber : Zhongping et.al. (2010) Pengaruh Aerasi Terhadap Penurunan Nilai COD Penerapan aerasi in situ pada bioreaktor mengakibatkan proses konversi karbon berjalan lebih cepat. Hal ini akan menyebabkan nilai COD pada reaktor aerobik lebih kecil dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Selama proses degradasi aerobik berlangsung, senyawa organik yang bersifat kompleks akan diurai menjadi senyawa organik sederhana oleh mikroorganisme dengan menggunakan enzim. Senyawa organik yang telah terurai ini akan terus dipecahkan menjadi molekul yang sangat sederhana oleh bakteri aerob, hingga akhirnya membentuk karbon dioksida, air, nitrat, dan sulfat. Variasi konsentrasi COD pada reaktor aerobik berbeda dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Dimana pada reaktor aerobik, penurunan nilai COD berlangsung stabil. Sedangkan pada reaktor anaerobik terjadi beberapa kali peningkatan nilai COD pada awal tahap. Hal ini terjadi karena selama profase masih terdapat oksigen dalam reaktor anaerobik. Namun seiring dengan berjalannya

36 14 penelitian, oksigen yang terdapat dalam sampah mulai habis, dan proses degradasi anaerobik mulai berlangsung pada sistem tersebut. Molekul organik kompleks yang telah diuraikan menjadi molekul organik sederhana akan larut dalam air lindi, yang akhirnya menyebabkan konsentrasi nilai COD meningkat (Qifei et.al., 2008) Pengaruh Aerasi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Berat Menurut Hwidong et.al. (2011), faktor yang paling mempengaruhi keberadaan logam berat pada air lindi adalah nilai ph pada landfill. Selain ph, volume air yang ditambahkan ke dalam sistem juga akan mempengaruhi kondisi oksidasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi konsentrasi logam berat. Pada bioreaktor aerobik, konsentrasi rata-rata logam berat untuk Cu, Fe, dan Zn terlihat lebih besar pada fase asam dibandingkan dengan fase akali. Untuk bioreaktor anaerobik, konsentrasi logam yang dominan pada fase asam adalah Cr. Kondisi aerobik memiliki potensi untuk meningkatkan kelarutan beberapa jenis logam, seperti Al, Cr, Cu, dan Pb. Flyhammar et.al. (1999) menyatakan bahwa mobilitas logam berat akan meningkat seiring dengan landfill yang semakin lama semakin teroksidasi. Hal ini dapat dibuktikan oleh reaksi kompleks yang terjadi antara logam berat dengan senyawa organik terlarut. Gambar 2.4 Konsentrasi Logam Berat Zn, Fe, Cr, dan Cu Pada Bioreaktor Landfill Sumber : Hwidong et.al. (2011)

37 15 Berikut ini merupakan karakteristik air lindi pada bioreaktor landfill baik yang dioperasikan secara aerob maupun anaerob. Parameter Tabel 2.1 Karakteristik Air Lindi Pada Bioreaktor Bioreaktor Aerob Bioreaktor Anaerob Fase Fase Asam Fase Alkali Fase Asam Metanogenesis ph 4,5-7,0 7,0-9,2 4,5-7,0 7,0-7,9 COD (mg/l) BOD (mg/l) Alkalinitas (mg/l CaCO3) Amonia (mg/l) Sulfida (mg/l) Kandungan Logam Berat (mg/l) - Aluminium Arsen Kromium Tembaga Besi Timbal Seng Sumber : Hwidong et.al. (2011) Penelitian Bioreaktor Landfill Skala Laboratorium Menurut Giannis et.al. (2007), bioreaktor landfill merupakan teknik pemrosesan akhir sampah yang mampu memberikan kondisi yang ideal bagi mikroorganisme untuk mendekomposisi material organik dalam sampah dan mempercepat proses stabilisasi sampah. Pada bioreaktor aerobik dan anaerobik, resirkulasi air lindi dapat meningkatkan kelembaban dalam landfill sekaligus menyediakan nutrien dan enzim yang diperlukan oleh mikroorganisme. Jika volume resirkulasi air lindi yang diberikan terhadap sistem terlalu banyak, maka akan muncul permasalahan seperti penyumbatan akibat terlalu banyaknya volume air dalam sistem dan terbentuknya kondisi asam yang dapat menghambat reaksi biologis dan kimia dalam sistem.

38 16 Strategi untuk mendesain dan mengoperasikan bioreaktor landfill sangat bergantung terhadap beberapa faktor, diantaranya adalah faktor ekonomi, iklim, lingkungan, dan status politik dari wilayah sekitar. Untuk memahami perbedaan antara bioreaktor aerobik dana anaerobik, diperlukan beberapa informasi terkait dengan laju pembentukan metana dan kecepatan respirasi aerob. Berbagai jenis penelitian mengenai bioreaktor landfill telah dilakukan. Setiap penelitian memiliki konfigurasi reaktor yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh Borglin et.al. (2004) menggunakan reaktor yang berbentuk heksagonal. Volume bioreaktor adalah 200 L, sedangkan ketinggian bioreaktor adalah 0,55 m dan lebar bioreaktor adalah 0,71 m. Massa sampah yang dimasukkan kedalam bioreaktor adalah 30 kg. Sampah yang akan dimasukkan kedalam bioreaktor dicacah terlebih dahulu hingga mencapai ukuran 5 cm. Komposisi sampah yang masuk kedalam bioreaktor didominasi oleh sampah kertas sebanyak 25,7%. Selain itu, terdapat pula sampah makanan sebanyak 16,2%, sampah logam 9,6%, sampah kaca 11,4%, sampah plastik 10,8%, sampah taman 12,2%, dan jenis sampah lainnya (seperti kain, karet, dan kayu) 10,5%. Eksperimen dilaksanakan selama 400 hari. Menurut Borglin et.al. (2004), Parameter kunci dalam mengoperasikan bioreaktor aerob adalah menentukan laju aerasi dan volume air lindi yang diresirkulasi. Air lindi yang diresirkulasi sebesar 20 ml/menit. Laju aerasi yang diberlakukan pada sistem sebesar 1,3 L/menit atau setara dengan 6,5 L/menit/m 3 sampah yang dimasukkan kedalam reaktor. Gambar 2.5 Konfigurasi Reaktor Penelitian Borglin et.al. Sumber : Borglin et.al. (2004)

39 17 Penelitian mengenai bioreaktor landfill yang dilakukan oleh Zhongping et.al. (2010) menggunakan reaktor dengan bentuk tabung. Bioreaktor dirancang dengan menggunakan pipa PVC dengan diameter 315 mm, dengan ketinggian mm. Massa sampel yang dimasukkan kedalam reaktor adalah 30 kg, dengan densitas akhir sampah sebesar 550 kg/m 3. Gambar 2.6 Konfigurasi Reaktor Penelitian Zhongping et.al. Sumber : Zhongping et.al. (2010) Pada penelitian Zhongping et.al. (2010) terdapat variasi terhadap frekuensi aerasi. Ada 3 reaktor yang digunakan dalam penelitian, dimana untuk reaktor 1 dioperasikan dengan perbandingan antara waktu perlakuan aerasi dengan waktu tanpa perlakuan aerasi adalah 2 jam berbanding 10 jam. Sedangkan pada reaktor 2, perbandingan antara waktu perlakuan aerasi dengan waktu tanpa perlakuan aerasi adalah 2 jam berbanding 6 jam. Dan untuk reaktor 3 merupakan reaktor yang selalu diberikan perlakuan aerasi. Jumlah oksigen yang disuplai kedalam sistem memiliki volume yang sama setiap harinya. Sedangkan Sekman et.al. (2011) menggunakan reaktor berbentuk silinder dengan diameter reaktor adalah 40 cm dan memiliki ketinggian sekitar 100 cm. Penelitian akan dilakukan selama 150 hari. Laju aerasi yang diberikan kepada tiap reaktor berbeda-beda, dengan rentang laju aerasi sebesar 0,1 1,0 L/menit-kg sampah dengan diameter pipa aerasi yang digunakan adalah 1 cm dan ketinggian pipa aerasi adalah 40 cm. Komposisi utama sampah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah organik dengan persentase sebesar 44%.

40 18 Gambar 2.7 Konfigurasi Reaktor Penelitian Sekman et.al. Sumber : Sekman et.al. (2011) Berikut ini merupakan rangkuman penelitian terdahulu mengenai laju aerasi yang diberlakukan pada bioreaktor landfill. Tabel 2.2 Laju Aerasi Penelitian Terdahulu No Peneliti Judul Penelitian Kuantitas Aerasi The Effect of Aeration Position on 1 The Spatial Distribution and Xiaoli et.al. Reduction of Pollutants in The (2012) Landfill Stabilization Process - a Pilot Scale Study 0,2 L/menit-kg sampah Bernreuter, et.al. (1999) Smith et.al. (2000) Kim dan Yang (2002) A Review of Aerobic Biocell Research and Technology Enchancing Aerobic Bioreduction Under Controlled Conditions in a Municipal Solid Waste Landfill Thorugh The Use of Injection and Water Recirculation A Novel Design For Anaerobic COD and Nitrogen Removal From Leachate in a Semiaerobic Landfill 0,5 L/menit-kg sampah 0,0002 L/menit-kg Sampah 0,003 L/menit-kg Sampah 5 Ishigaki et.al. (2003) Application of Bioventing to Waste Landfill for Improving Waste Settlement and Leachate Quality - a Lab Scale Model Study 0,8 L/menit-kg Sampah 6 7 Cossu et.al. (2003) Borglin et.al. (2004) The PAF Model : an Integrated Approach for Landfill Sustainability Comparison of Aerobic and Anaerobic Biotreatment of Municipal Solid Waste 0,17 L/menit-kg Sampah 0,04 L/menit-kg Sampah

41 19 No Peneliti Judul Penelitian Kuantitas Aerasi Monitoring Operational and 8 Bioreactor Giannis et.al. Leachate Characteristics of an (2008) Aerobic Simulated Landfill 0,03 L/menit-kg Sampah 9 10 Sang et.al. (2008) Bilgili et.al. (2007) Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014) Effect of Aeration on Stabilization of Organic Solid Waste and Microbial Population Dynamics in Lab-Scale Lysimeters - Effect of Aeration Rate Influence of Leachate Recirculation On Aerobic and Anaerobic Decomposition Of Solid Wastes 1,33 L/menit-kg Sampah 0,084-0,086 L/menit-kg Sampah Berikut ini merupakan ringkasan dari penelitian terdahulu terkait dengan penerapan dan pengoperasian dari bioreaktor landfill aerob dan anaerob.

42 20 No. Judul Penelitian Penulis 1 Influence of Aeration Modes on Leachate Characteristic of Landfills That Adopt The Aerobic- Anaerobic Landfill Method (Waste Management) 2 Quantifying Factors Limiting Aerobic Degradation During Aerobic Bioreactor Landfilling (Enviromental Science Technology) Chuanfu, et.al. Yazdani, et.al. Lokasi (Tahun) China (2014) California (2010) Tabel 2.3 Hasil Penelitian Terdahulu Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian Menentukan mode aerasi yang tepat untuk mempercepat proses dekomposisi material organik Kuantifikasi derajat dari degradasi anaerobik dan pembentukan CH 4 selama percobaan berlangsung Mengetahui mekanisme yang Kedalama n aerasi, laju injeksi udara, dan degradasi material organik Komposis i landfill gas, perlakuan aerasi in situ Temperatur, Konsentrasi O 2, Volume Air Lindi Terbentuk, TOC, dan Kandungan Nitrogen Pada Air Lindi Konsentrasi CH 4, CO 2, N 2, dan O 2, dan kadar air sampah Temperatur : Temperatur sensor yang dipasang pada kedalaman tertentu Kandungan O 2 : mengambil gas dengan menggunakan syringe dan kemudian diukur menggunakan gas chromatography Volume leachate : water level loggers TOC dan Total N : TOC analyzer NH 4 -N, kadar air, dan LOI : standard method China EPA Nitrit dan Nitrat : ion kromatografi sistem C/N : CNH analyzer Pengukuran konsentrasi gas dilakukan dengan analisis gas chromatography Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode standar Dari hasil penelitian diperoleh bahwa aerasi yang dilakukan pada bagian dasar lysimeter lebih efektif untuk proses dekomposisi material organik dibandingkan dengan aerasi yang dilakukan ditengah atau permukaan lysimeter. Walaupun telah dilakukan proses aerasi insitu, namun aktivitas anaerobik dalam bioreaktor landfill tetap berlangsung, tidak kurang dari 13%, dan terkadang bahkan lebih dari 65%. Dengan dilakukannya sistem aerasi in situ, rata-rata kadar air sampah

43 21 No. Judul Penelitian Penulis 3 Effect of Leachate Recirculation and Aeration on Volatile Fatty Acid Concentrations in Aerobic and Anaerobic Landfill Leachate (Waste Management and Research) 4 Oxygen Demand for The Stabilization of The Organic Fraction Of Municipal Solid Waste in Passively Aerated Bioreactors Bilgili, et.al. Kasinski, et.al. Lokasi (Tahun) Turki (2011) Polandia (2014) Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian membatasi aktivitas aerobik Menginvestigasi pengaruh dari resirkulasi air lindi dan aerasi terhadap sifat dan konsentrasi dari volatile fatty acid pada air lindi. Mernganalisis keefektifan dari proses aerasi selama proses stabilisasi sampah dengan menerapkan sistem ventilasi pasif terintegrasi dan resirkulasi air lindi Resirkulas i air lindi, sistem aerasi dan konsentras i VFA Stabilisasi sampah, volume udara terinjeksi, kebutuhan oksigen ph, konsentrasi VFA, dan nilai COD air lindi Temperatur, Massa sampah yang telah stabil, volume udara yang masuk kedalam reaktor, komposisi gas, kadar air sampah, Pengukuran komponen VFA dilakukan dengan menggunakan gas kromatografi. Pengukuran COD dan ph dilakukan sesuai dengan metode standar APHA, 2005 tentang pengujian kualitas air dan air limbah Temperature : menggunakan PC THERM REM-84 Massa sampah : menggunakan 4 sensor, dibaca setiap hari Volume udara terinjeksi : flow meter Komposisi gas (O 2, CO 2, dan CH 4 ) : diperoleh sebesar 33-36%. Laju degradasi VFA yang diperoleh hampir mencapai 100% pada setiap reaktor. Pada reaktor yang dioperasikan dengan sistem aerobik,diperoleh total konsentrasi VFA mengalami penurunan hingga dibawah mg/l. proses stabilisasi VFA memakan waktu sekitar hari untuk setiap reaktor yang dijalankan. Proses resirkulasi air lindi tidak memberiken efek terhadap laju degradasi material organik pada landfill aerobik. Dari penelitian diperoleh bahwa laju udara yang ada dalam reaktor adalah 0,016 m 3 /jam. Pengukuran laju aerasi dilakukan dengan menggunakan persamaan Darcy. Pengukuran laju aerasi bergantung terhadap intensitas metabolism

44 22 No. Judul Penelitian Penulis 5 The Effect of Aeration Position on The Spatial Distribution and Reduction of Pollutants in The Landfill Stabilization Process A Pilot Scale Study 6 Effect of Aerating Frequency on Stablizing Process of Aerobic Xiaoli et.al. Zhongping, et.al. Lokasi (Tahun) China (2013) China (2010) Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian Mengetahui pengaruh dari sistem aerasi terhadap produksi air lindi dan gas yang terbentuk akibat proses dekomposisi sampah. Mengetahui efek yang dari frekuensi aerasi pada proses stabilisasi sampah di bioreaktor aerob. Posisi aerasi, pembentu kan gas metana, reduksi nitrogen Frekuensi aerasi, kualitas air lindi komposisi elemen penting pada sampah, klorin, sulfur, hidrogen, nilai kalor, dan aktivitas respirometrik ph air lindi, total organik karbon, kadar air, total nitrogen, ammonia nitrogen, konsentrasi nitrat, konsentrasi nitrit, konsentrasi landfill gas ph air lindi, COD, konsentrasi ammonia nitrogen menggunakan GA 2000 plus analyzer Kadar air : dilakukan secara gravimetrik Cl, S, H : menggunakan makro analyzer vario Macro cube CHNS Pengukuran ph dilakukan dengan menggunakan ph meter Pengukuran total organik karbon dilakukan dengan menggunakan TOC analyzer Amonia nitrogen dan kadar air diukur dengan menggunakan metode standar yang diatur dalam EPA China Konsentrasi nitrat dan nitrit diukur dengan menggunakan sistem ion kromatografi (Dionex, ICS-1000) Pengukuran ph dilakukand engan menggunakan ph meter mikroba dan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senaywa organik pada sampah. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa posisi aerasi yang dilakukan pada bagian bahwa reaktor merupakan posisi yang paling favorit untuk distribusi oksigen ke material sampah. Selain itu posisi aerasi yang dilakukan dibawah juga dapat menyebabkan pembentukan metana menjadi terhambat. Perlakuan sistem aerasi juga menyebabkan konsentrasi polutan nitrogen menjadi turun. Penelitian dilakukan menggunakan 3 reaktor. Reaktor 1 merupakan reaktor yang dioperasikan dengan

45 23 No. Judul Penelitian Penulis Biroeactor Landfill Lokasi (Tahun) Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian Pengukuran nilai COD dilakukan dengan menggunakan metode kalium dikromat Pengukuran ammonia nitrogen dilakukan dengan menggunakan kolorimetri Nessler reagent. perbandingan waktu aerasi dan istirahat adlaah 1:5, sedangkan reaktor 2 merupakan reaktor yang dioperasikan dengan perbandingan waktu aerasi dengan istirahat adalah 1:3 dan reaktor 3 merupakan reaktor yang selama waktu penelitian tetap diberlakukan sistem aerasi. Untuk nilai ph, diperoleh bahwa pada reaktor 2 dan 3, nilai ph awalnya mendekati 8 bahkan hingga 8,5. Untuk penurunan COD paling maksimum terjadi pada reaktor 2, demikian pula dengan penurunan nilai ammonia nitrogen. 7 Factors Influencing Long- Term Settlement of Municipal Solid Waste in Laboratory Bioreactor Landfill Simulators Xunchang, et.al. Michigan (2013) Mengetahui pengaruh dari resirkulasi air lindi dan penambahan air terhadap proses stabilisasi sampah Penurunan muka sampah, perlakuan resirkulasi air lindi Penurunan muka sampah Pengukuran penurunan muka sampah dilakukan setiap hari dengan menggunakan pengamatan visual. Penurunan muka sampah akibat proses aerasi cukup besar

46 24 No. Judul Penelitian Penulis 8 Pilot-Scale Investigation of Aeration Rate Effect on Leachate CharacteristicMns in Landfills 9 Waste Stabilization Mechanism by a Recirculatory Semi-Aerobic Landfill With The Aeration System (Journal Material Cycles Waste Management) 10 Comparison of Solid Waste Sekman, et.al. Hirata, et.al. Sutthasil, et.al. Lokasi (Tahun) Turki (2011) Jepang (2011) Thailand (2014) Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian Menginvestigasi pengaruh dari variasi laju aerasi terhadap proses stabilisasi sampah Mengklarifikasi dan membandingkan mekanisme stabilisasi sampah pada semi aerobik landfill dengan sistem aerasi. Menginvestigasi performa jangka Kecepatan aerasi, kualitas air lindi, stabilitas sampah Sistem aerasi, penyisiha n nitrogen, keseimban gan massa sampah Perlakuan aerasi, ph, alkalinitas, konduktivitas, klorida, COD, BOD, total Kjeldahl nitrogen (TKN), ammonia nitrogen (NH 3 ) ph, total organik karbon (TOC), total nitrogen, total mikroba, rasio C/N Temperatur, kadar air, ph, Semua indikator diuji sesuai dengan metode yang relevan dan sesuai denganmetode standar APHA Untuk analisis parameter COD dilakukan dengan menggunakan metode yang dideskripsikan oleh Park, et.al. Analisis total organik karbon menggunakan Shimadzu, TOC VCNS Analisis total mikroba dilakukan sesuai dengan Japanese Industrial Standard Pengukuran rasio C/N dilakukan dengan menggunakan CN Coder Pengukuran temperatur dan kadar air Tidak ada pengaruh signifikan yang ditunjukkan akibat adanya variasi laju aerasi terhadap komposisi air lindi. Setelah 75 hari pengoperasian, penurunan konsentrasi COD sebesar 80%. Resirkulasi air lindi dengan aerasi dapat mempercepat proses konversi dan stabilisasi sampah dan laju aerasi paling rendah dinilai paling memungkinkan. Hasil menunjukkan bahwa pengoeprasian semi aerobik landfill dengan sistem aerasi mampu mempercepat proses stabilisasi sampah dan penyisihan konsentrasi nitrogen. Selain itu, populasi mikroba pada sistem ini lebih tinggi dibandingkan dengan landfill yang dioperasikan secara anaerobik. Landfill yang dioperasikan secara

47 25 No. Judul Penelitian Penulis Stabilization and Methane Emission from Anaerobic and Semi-Aerobic Landfills Operated in Tropical Condition (Environmental Engineering Research) 11 Leachate Purification of Mechanically Sorted Organic Waste in a Simulated Bioreactor Landfill (Waste Management and Research) Di Maria, et.al. Lokasi (Tahun) Italia (2013) Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian panjang dari lysimeter semi aerob yang disimulasikan pada kondisi tropis. Membandingkan kualitas air lindi yang terbentuk pada lysimeter semi aerob dengan landfill anaerobik yang konvensional Menganalisis pengaruh dari resirkulasi air lindi pada bioreaktor landfill untuk sampah MSOF (mechanically sorted organic fraction) terhadap kualitas air lindi. emisi gas metana, dan kualitas air lindi Resirkulas i air lindi, kualitas air lindi, mechanic ally sorted organic fraction (MSOF) BOD, total organik karbon, TSS, TDS, ammonium nitrogen, total Kjeldahl nitrogen, fosfat, dan konduktivitas. Total solid, volatile solid, ph, temperatur, total organik karbon, total nitrogen, logam berat, reaktivitas dari MSOF, potensi redoks air lindi (ORP), COD, BOD, ammonium, dan volatile fatty acid (VFA) dilakukan dengan memasang probe pada lysimeter Pengukuran kualitas air lindi dilakukan sesuai dengan metode standar. TOC dianalisis menggunakan TOC analyzer Komposisi gas diukur dengan menggunakan metode closeflux chamber Pengukuran total solid dilakukan dengan memanaskan sampel sampah selama 24 jam dengan suhu 105 o C. Pengukuran volatile solid dilakukan dengan memanaskan sampel sampah selama 24 jam dengan suhu 550 o C. Pengukuran ph dilakukan dengan mencampur air lindi dengan air selama 30 menit. Perbandingan air lindi dengan air adalah 10 : 1. Pengukuran ph dan ORP dilakukan dengan Delta Ohm HD semi aerobik mampu mengubah kualitas air lindi menjadi lebih baik dan mengurangi emisi metana dibandingkan dengan landfill yang dioperasikan dalam kondisi anaerobik. Penyisihan konsentrasi material organik pada air lindi turun sekitar 90% padahari ke-60 pengoperasian. Perlakuan resirkulasi air lindi mampu mengurangi konsentrasi logam berat sebesar 85-97% dari konsentrasi awal. Sedangkan untuk nilai BOD dan COD masing-masing turun sekitar 50% dan 85%. Tingginya laju stabilisasi sampah dapat dilihat dari proses reduksi VFA yang dapat berlangsung cepat, yaitu sekitar 65%, selain itu juga dapat dilihat dari tingginya

48 26 No. Judul Penelitian Penulis 12 Leaching Behavior of Iron From Simulated Landfills with Different Operational Modes (Bioresource Technology) Wen et.al. Lokasi (Tahun) China (2011) Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian Menginvestigasi kelarutan senyawa besi (II) dan besi (III) pada bioreaktor landfill yang dioperasikan dengan mode yang berbeda. Air Lindi, logam berat, besi. ph, COD, dissolved organic carbon (DOC), volatile fatty acid (VFA), ion sulfat, ion sulfida, konsentrasi besi (II) dan besi (III). Pengukuran total nitrogen dilakukan sesuai dengan UNI EN dan US EPA 6010C BOD, COD, ammonium, dan VFA diukur dengan menggunakan metode HACH Lange Pengukuran COD dilakukan sesuai dengan metode dikromat. Pengukuran VFA dilakukan dengan metode asidikasi etilen glikol kalorimetrik. Sulfat diukur dengan menggunakan metode sprectroscopic barium turbidity, sedangkan sulfida diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri. Besi (II) diukur secara fotometrik, sedangkan total besi diukur dengan menggunakan AAS dan besi (III) ditentukan dengan mengurangi kandungan total besi keseluruhan dengan nilai rasio COD/BOD. Proses resirkulasi air lindi pada bioreaktor anaerob tidak mengurangi kandungan nitrogen dan ammonium secara signifikan. Persentase kandungan besi untuk bioreaktor yang diberikan perlakuan resirkulasi air lindi adalah 0,14%. Sedangkan untuk bioreaktor kontrol adalah 1,00%. Tidaka da korelasi antara konsentrasi besi dengan karakteristik air lindi, yang diantaranya adalah ph, volatile fatty acid, COD, TOC, ion sulfat dan ion sulfida.

49 27 No. Judul Penelitian Penulis 13 Bioimmobilization of Cu and Zn in Recirculated Bioreactor Landfill (Environmental Science Pollution Research) Yu-Yang, et.al. Lokasi (Tahun) China (2010) Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian Menentukan sifat bio-immobilisasi dari logam berat (Cu dan Zn) di landfill. Menyediakan beberapa rekomendasi untuk mengontrol keberadaan logam berat pasca penutupan landfill Bioimmobilis asi logam Cu dan Zn, air lindi, bioreaktor landfill Konsentrasi Cu dan Zn pada air lindi, COD, ph, volatile fatty acid (VFA). konsentrasi besi (II) yang terukur. Pengukuran COD dilakukan dengan menggunakan metode oksidasi kalium dikromat. VFA diukur dengan menggunakan gas kromatografi dengan detector hydrogen flam. Cu dan Zn dianalisis dengan menggunakan spektrofotometri atomic absorpsi. Konsentrasi Cu dan Zn pada reaktor kontrol terus meningkat hingga hari ke-105, sedangkan pada reaktor yang diberikan perlakuan resirkulasi air lindi tetap. Bio-immobilisasi Cu dan Zn terjadi pada bioreaktor landfill dengan sistem resirkulasi air lindi. 14 Microorganisms in Landfill Bioreactors for Accelerated Stabilization of Solid Wastes (Journal of Bioscience and Bioengineering) Sang, et.al. Vietnam (2012) Menganalisis pengaruh dari kinerja mikroorganisme terhadap proses dekomposisi sampah Mikroorga nisme, Stabilisasi sampah Pengukuran jumlah mikroorganis me Pengukuran jumlah mikroorganisme dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, seperti : Teknik Plate Counts Teknik MPN (Most Probable-Number) Mikroorganisme pada landfill menyebabkan berbagai jenis reaksi yang berhubungan dengan fraksi organik dan logam berat. Selama proses dekomposisi aerobik berlangsung, bakteri akan mengkonversi material organik kompleks menjadi senyawa sederhana.

50 28 No. Judul Penelitian Penulis 15 Biological Stability of Municipal Solid Waste From Simulated Landfills Under Tropical Environment (Bioresource Technology) Shalini, et.al. Lokasi (Tahun) India (2010) Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian Menganalisis proses stabilisasi fresh waste dan sampah yang berumur (partially stabilized waste) Stabilitas sampah, komposisi biogas, laju penyerapa n oksigen Volatile solid, organik karbon, SOUR (Specific Oxygen Uptake Rate), biogas, water extract Kadar air, total solid, volatile solid, dan kandungan nitrogen diuji dengan menggunakan metode standar APHA SOUR diuji dengan menggunakan DO monitoring probe. Total organik karbon diuji dengan Metode Walkley - Black Mikroorganisme juga berperan secara langsung terhadap stabilitas logam berat. Kadar air dan kandungan material organik pada sampah adalah parameter penting yang mempengaruhi stabilitas sampah. Pengukuran penurunan muka sampah, SOUR, dan komposisi biogas merupakan langkah yang tepat untuk menggambarkan pola stabilisasi kandungan karbon dan nitrogen di landfill. 16 Effect of Leachate Injection Modes on Municipal Solid Waste Degradation in Anaerobic Bioreactor (Bioresource Technology) Benbelkac em, et.al. Perancis (2010) Mengidentifikasi pengaruh dari adanya variasi perlakuan resirkulasi air lindi terhadap degradasi sampah pada bioreaktor landfill. Variasi perlakuan resirkulasi air lindi, degradasi sampah Volume air lindi, volume gas, komposisi gas Volume air lindi yang terbentuk diukur setiap minggu Volume gas diukur dengan menggunakan gas flow meter Komposisi gas diukur dengan menggunakan mikro gas kromatograf Perlakuan resirkulasi air lindi pada waktu tertentu hanya efektif apabila volume air lindi yang diinjeksi cukup tinggi. Perkolasi air lindi mempengaruhi distribusi substrat nutrient pada lapisan sampah, sehingga

51 29 No. Judul Penelitian Penulis 17 Effects of Leachate Recirculation on a Landfill (International Journal of Advanced Enginerring Sciences and Technologies) 18 Effects of Temperature on Long-Term Behaviour of Waste Degradation Emissions and Post-Closure Management Based on Landfill Simulators (Waste Management Journal) 19 Leachate Characterization in Semi-Aerobic and Anaerobic Ashtashil Vrushketu Bhambulka r Wang, et.al. Aziz, et.al. Lokasi (Tahun) India (2011) Finlandia (2012) Malaysia (2010) Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian Menganalisis pengaruh dari perlakuan resirkulasi air lindi terhadap purifikasi air lindi Menganalisis pengaruh dari temperatur terhadap degradasi sampah, kualitas air lindi, dan pembentukan gas. Meninjau, menganalisis, dan membandingkan komposisi air lindi Resirkulas i air lindi, kualitas air lindi Temperat ur, kualitas air lindi, pembentu kan gas, degradasi sampah Kualitas air lindi, perlakuan aerasi. ph, BOD 3, COD, TDS, kesadahan kalsium, kesadahan magnesium, dan alkalinitas. Termperatur, konduktivitas dan chloride, COD, ammonium nitrogen, landfill gas. Phenol, total nitrogen, ammonia nitrogen, Seluruh parameter uji diukur sesuai dengan metode IS Kode Temperatur diukut dengan menggunakan thermometer. Konsentrasi dan volume Landfill gas diukur dengan menggunakan landfill gas drum-type meter dan landfill gas analyser. Semua parameter diukur sesuai dengan metode standar pengukuran proses degradasi berjalan lebih cepat. Ditemukan bahwa perlakuan resirkulasi air lindi mengakibatkan penyisihan kandungan organik pada landfill yang cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya nilai COD dan BOD, masing-masing sebesar 79% dan 86%. Nilai alkalinitas turun hingga mencapai 94%. Kondisi termofilik pada bioreaktor mengakibatkan proses degradasi berlangsung lebih cepat dengan kuantitas gas yang terbentuk lebih banyak. Selain itu, kondisi termofilik mengakibatkan konsentrasi COD dan ammonium nitrogen meningkat bila dibandingkan dengan kondisi mesofilik. Proses aerasi mampu mengurangi konsentrasi kontaminan pada air lindi. Konsentrasi fenol,

52 30 No. Judul Penelitian Penulis Sanitary Landfills : A Comparative Study (Journal of Environment Management) 20 Monitoring Operational and Leachate Characteristics of an Aerobic Simulated Landfill Bioreactor (Waste Management) Giannis, et.al. Lokasi (Tahun) Yunani (2008) Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian pada dua landfill yang dioperasikan secara anaerobik dan semi aerobik. Menginvestigasi karakteristik air lindi, seperti BOD, COD, nitrat, ammonium, sulfat, dan logam berat. Kualitas air lindi, perlakuan aerasi, nitrat, nitrit, total fosfor, BOD, COD, ph, turbiditas, warma, suspended solid, logam berat (Fe dan Zn), total coliform. Komposisi gas, COD, BOD, ph, potensial redoks, NH 4, nitrat, sulfat, dan beberapa jenis logam berat, seperti Ni, Cd, Pb, As, dan Zn. kualitas air bersih dan air limbak (APHA 2005). Komposisi gas diukur dengan menggunakan landfill gas analyzer Nilai ph air lindi dipantau secara langsung dengan menggunakan Crison, PH25 Konsentrasi COD, ammonium nitrogen, nitrat, dan sulfat diukur dengan menggunakan spectroquant kits photometer SQ NOVA 60 Konsentrasi BOD diukur dengan sistem WTW Oxi top IS 6. BOD, COD, dan warna air lindi pada landfill yang dioperasikan secara aerobik memiliki nilai yang lebih rendah bila dibandingkan dengan landfill yang dioperasikan secara anaerobik. Nilai BOD/COD pada landfill aerobik lebih kecil dibandingkan dengan landfill anaerobik. Setelah 70 hari pengoperasian, diperoleh bahwa nilai COD turun sekitar 78% dan nilai BOD turun sekitar 97%. Dan pada akhir penelitian, diperoleh nilai COD turun sebesar 90%, dan BOD turun sebesar 99,6%. Proses nitrifikasi dan denitrifikasi berlangsung secara bersamaan. Penurunan konsentasi logam berat terjadi cukup tinggi pada awal fase penelitian. Nilai ph yang tinggi pada akhir

53 31 No. Judul Penelitian Penulis 21 Metal Concentrations of Simulated Aerobic and Anaerobic Pilot Scale Landfill Reactors (Journal of Hazardous Materials) 22 Influence of Semi-Aerobic and Anaerobic Landfill Operation With Leachate Recirculation on Stablization Process (Waste Management and Research) Bilgili, et.al. Yufei, et.al. Lokasi (Tahun) Turki (2007) China (2012) Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian Menginvestigasi perubahan konsentrasi logam berat pada bioreaktor landfill yang dioperasikan secara aerobik dan anaerobik. Menginvestigasi pengaruh dari pengoperasian landfill secara semiaerobik dan anaerobik dengan resirkulasi air lindi terhadap proses stabilisasi sampah. Logam berat, sistem aerobik, sistem anaerobik Stabilisasi sampah, resirkulasi air lindi, sistem semiaerob ik, sistem anaerobik. Konsentrasi logam berat, diantaranya adalah : Ca, K, Na, Fe, Cd, Cr, Ni, Pb, Zn, dan Cu Kadar air, Volatile solid, total organik karbon, ph, COD, BOD, Amonia nitrogen, komposisi biogas yang meliputi CH 4, CO 2, dan O 2. Pengecekan logam berat dilakukan sesuai dengan metode standar ASTM (3010) Pengukuran konsentrasi logam berat dilakukan dengan menggunakan atomic absorption spectrophotometer. Kadar air ditentukan berdasarkan metode standar 2540-B Volatile solid diukur berdasarkan metode stnadar APHA 2440-E Total organik karbon ditentukan dengan TOC Analyzer M-700. ph diukur dengan PHS-digital ph meter. COD diukur dengan menggunakan metode titrasi K 2 Cr 2 O 7. penelitian disebabkan oleh penyerapan logam berat oleh sampah, presipitasi karbonat, dan presipitasi hidroksida. Semakin tinggi nilai ph, maka konsentrasi logam berat pada air lindi akan semakin kecil. Presipitasi logam berat pada sampah mengakibatkan konsentrasi logam berat pada sampah semakin meningkat. Presipitasi logam berat dilakukan oleh ion sulfida, karbonat, fosfat, dan hidroksida. Konsentrasi VS dan TOC pada landfill yang dioperasikan dengan sistem semiaerobik bernilai lebih rendah dibandingkan dengan landfill yang dioperasikan dengan sistem anaerobik. Konsentrasi CH 4 pada landfill semiaerobik juga bernilai rendah dibandingkan dengan landfill anaerobik.

54 32 No. Judul Penelitian Penulis 23 Enchanced Solid Waste Stabilization in Aerobic Landfills Using Low Aeration Rates and High Density Compaction (Waste Management and Research) 24 Influence of Oxygen Flow Rate on Reaction Rate of Organic Matter in Leachate From Aerated Waste Layer Containing El-Fadel, et.al. Asakura, et.al. Lokasi (Tahun) Libanon (2012) Jepang (2010) Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian Menganalisis pengaruh dari resirkulasi air lindi dikombinasikan dengan proses aerasi dan kompaksi terhadap biodegradasi sampah. Menentukan debit oksigen yang tepat untuk mencapai laju reaksi material organik yang pasti. Sistem aerasi dengan laju aerasi yang rendah, resirkulasi air lindi, proses kompaksi, biodegrad asi sampah. Debit oksigen, stabilisasi sampah ph, COD, BOD, total suspended solid, total dissolved solid, electric conductivity, volatile suspended solid, organic acid ph, ammonium, nitrat, nitrit, total organik karbon, laju konsumsi oksigen BOD ditentukan dengan mengukur konsumsi oksigen selama 5 hari. Amonia nitrogen diukur menggunakan Nessler reagent spectrophotometry. Komposisi biogas diukur dengan menggunakan portable gas extraction analyzer. Seluruh parameter diukur sesuai dengan metode pengecekan parameter air bersih dan air limbah (APHA AWWA WPCF 1998) ph diukur dengan menggunakan metode elektroda. Ammonium, nitrat, nitrit diukur dengan TOSOH IC-2001 TOC diukur menggunakan Penerapan resirkulasi air lindi pada landfill semiaerobik dinilai lebih bermanfaat untuk mempercepat proses stabilisasi sampah dibandingkan pada landfill anaerobik. Pengoperasian bioreaktor dengan sistem aerobik dapat mempercepat proses stabilisasi. Laju penurunan sampah yang terjadi hingga fase akhir penelitian berkisar antara 53-55%. Konsentrasi total organik karbon pada air lindi dapat dikurangi ketika rasio oksigen pada sampah cukup tinggi. Rasio oksigen yang tinggi juga

55 33 No. Judul Penelitian Penulis Mainlu Incineration Ash (Waste Management) Lokasi (Tahun) Tujuan Variabel Indikator Metode Hasil dan Uraian Shimadzu TOC 5000A Laju konsumsi oksigen diukut mengugnakan Oxitop-C. mempercepat laju degradasi sampah. 25 Degradation of Phenolic Compounds in Aerobic and Anaerobic Landfills : a Pilot Scale Study (Waste Management and Research) Yazici, et.al. Turki (2011) Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014) Menginvestigasi degradasi aerobik dan anaerobik dari fenol dan turunannya pada landfill aerobik dan anaerobik. Landfill aerob, landfill anaerob, biodegrad asi fenol ph, ammonia nitrogen, total fenol, total kjehdahl nitrogen, BOD, COD. Kualitas air lindi diukur sesuai dengan metode standar yang dikeluarkan oleh American Public Health Association (APHA 2005). Pengukuran fenol dilakukan menggunakan metode SPME. Pengoperasian landfill secara aerobik mampu mempercepat penyisihan fenol, klorofenol, diklorofenol, dan pentaklorofenol. Sedangkan hal sebaliknya terjadi pada landfill anaerobik, dimana terjadi akumulasi konsentrasi fenol akibat terjadinya proses deklorinasi.

56 Kebaharuan Penelitian (Novelty) Penelitian ini merupakan hasil pengembangan ide dari penelitian sebelumnya. Konsep utama dari penelitian ini adalah untuk mempercepat proses stabilisasi sampah di landfill. Selain itu, yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah perubahan konsentrasi pencemar organik dan konsentrasi logam berat pada air lindi. Pencemar organik merupakan material organik terlarut yang terbentuk pada air lindi akibat proses dekomposisi yang terjadi di dalam landfill. Banyak penelitian mengenai bioreaktor landfill yang telah dilakukan dengan mengoperasikannya secara anaerobik. Pengoperasian bioreaktor dalam kondisi anaerobik diharapkan dapat mempercepat proses pembentukan gas metana yang kemudian dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan. Namun berdasarkan keadaan nyata, permasalahan operasional di landfill tidak hanya terkait dengan emisi gas, melainkan terdapat masalah kapasitas tampung yang akhir-akhir banyak dihadapi oleh berbagai TPA di Indonesia. Pengoperasian bioreaktor landfill secara aerobik dinilai mampu untuk mempercepat proses penguraian material organik, sehingga stabilisasi sampah menjadi lebih cepat. Penelitian yang dilakukan oleh Erses et.al. (2008) dan Sang et.al. (2008) menyatakan bahwa proses aerasi yang diberlakukan pada sistem dapat mempercepat proses stabilisasi sampah. Erses et.al. (2008) membuktikan bahwa perlakuan aerasi mengakibatkan proses oksidasi material organik dan nitrogen menjadi lebih cepat. Terbukti dengan penurunan muka sampah yang terjadi dihitung dari ketinggian awal mencapai 37%. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan bioreaktor yang dioperasikan dalam kondisi anaerob, yaitu hanya 5%. Pembuktian yang sama juga dikemukakan oleh Sang et.al. (2008) yang menyatakan bahwa perlakuan aerasi in situ mampu mengurangi volume sampah hingga 40%. Berdasarkan meta analisis, peneliti terdahulu menitik beratkan pada hasil yang diperoleh dari perlakuan aerasi in situ, namun tidak secara spesifik menjelaskan frekuensi dan posisi dari aerasi yang ternyata juga memiliki pengaruh dalam mempercepat proses dekomposisi material organik (Zhongning et.al., 2010). Hal inilah yang menjadi pembaharuan dalam penelitian ini, dimana frekuensi aerasi dan posisi aerasi juga menjadi pertimbangan dalam perancangan dan pengoperasian bioreaktor landfill. Selain itu juga akan dilihat bagaimana pengaruh proses aerasi

57 35 terhadap oksidasi material organik yang terkandung dalam sampah. Sampah yang akan digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini sepenuhnya adalah sampah rumah tangga. Pemilihan sumber sampel juga menjadi perhatian khusus karena pada dasarnya sampah yang masuk ke landfill merupakan sampah yang berasal dari kawasan rumah tangga, baik itu sampah organik maupun sampah anorganik. 2.3 Dasar Teori Landfill Menurut Tchobanoglous (1993), landfill merupakan suatu fasilitas fisik yang digunakan sebagai tempat pemrosesan akhir sampah. Pembuangan sampah kedalam tanah merupakan cara yang paling sering dijumpai dalam pengelolaan limbah padat. Ada beberapa metode yang dikembangkan untuk pengoperasian landfill. Landfilling diperlukan karena pada dasarnya pengurangan limbah di sumber, daur ulang, atau minimalisasi limbag padat tidak dapat dilakukan secara keseluruhan, sehingga pasti ada sisa sampah yang juga seharusnyanya diolah. Menurut Tchobanoglous (1977), metode utama yang digunakan untuk proses landfilling dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu metode area, trench method, dan depression method. a. Metode Area Metode area digunakan ketika tanah tidak dapat digali untuk menampung sampah. Pengoperasian landfill dengan metode ini adalah dengan membuang sampah secara merata diatas lahan yang telah disediakan. Umumnya, kedalaman tiap lapisan sampah untuk landfill dengan menggunakan metode ini berkisar antara 6-10 ft. Setelah dipadatkan, maka lapisan sampah akan dilapisi dengan tanah penutup dengan ketebalan berkisar antara 6 12 in. b. Trench Method Trench method merupakan metode landfilling yang ideal untuk dilakukan di area yang memiliki ketinggian yang memadai, dimana tanah yang merupakan hasil galian dapat digunakan sebagai tanah penutup. Sampah akan diproses masuk kedalam lahan galian, dengan panjang satu sel lapisan

58 36 sampah berkisar antara ft. Lebar dari satu sel pada umumnya berkisar antara ft. Sedangkan ketinggian dari satu sel lapisan sampah berkisar antara ft. Sampah yang masuk ke dalam lahan galian kemudian akan dipadatkan. c. Depression Method Depression method merupakan metode landfilling yang dilakukan di area dengan kondisi geografis tertentu. Jenis area yang menerapkan metode ini untuk proses landfilling adalah daerah lembah. Cara menempatkan sampah dan melakukan pemadatan sangat bergantung terhadap kondisi geometri, karakteristik lapisan penutup, kondisi hidrologi dan geologi lokasi landfilling, dan akses yang dapat digunakan menuju ke lokasi landfilling. Proses stabilisasi sampah di landfill dipengaruhi oleh banyak hal. Menurut Sethi et.al. (2013), setidaknya ada 9 hal yang mempengaruhi stabilisasi sampah di landfill, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Kelembaban sampah Nilai kelembaban sampah yang berada diatas nilai field capacity dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme, melarutkan toksin, mendistribusikan nutrien, enzim, dan alkalinitas, serta tentu saja memberikan kondisi ideal untuk dekomposisi sampah. Nilai kelembaban sampah di landfill dianggap sebagai reaktan untuk reaksi hidrolisis, melepaskan unsur metabolit, menyangga nilai ph, dan juga mengontrol populasi mikroorganisme yang terdapat dalam landfill. Penambahan air ke dalam landfill harus disesuaikan dengan kondisi sampah yang terdapat dalam landfill, apakah sampah bersifat kering atau sebaliknya. b. Ukuran partikel sampah Ukuran partikel sampah akan berpengaruh terhadap proses stabilisasi sampah di landfill. Proses pencacahan sampah merupakan cara yang dapat dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel sampah. Semakin kecil ukuran partikel sampah, maka luas permukaan yang tersedia menjadi semakin besar. Dengan meningkatnya luas permukaan sampah, maka proses

59 37 penguraian material organik pada sampah oleh mikroorganisme akan berlangsung lebih cepat. c. Kandungan nutrient Nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan mikro organisme adlaah karbon, hidrogen, nitrogen, fosfor, oksigen, sodium, kalium, kalsium, magnesium, dan berbagai jenis unsur lainnya. Keseimbangan antara pembentukan asam dan produksi metana akan sangat dipengaruhi oleh rasio C/N sampah. d. Resirkulasi air lindi Resirkulasi air lindi dapat menyediakan tambahan karbon ke dalam landfill. Jika sampah memiliki kandungan organik yang tinggi, air lindi yang diresirkulasi terkadang dapat menyebabkan ketidakseimbangan terhadap laju pertumbuhan untuk beberapa jenis mikroorganisme. e. Volume dan frekuensi resirkulasi air lindi Dalam memberikan perlakuan resirkulasi air lindi, perlu ada perhatian khusus terhadap volume dan frekuensinya. Tingginya volume air lindi yang diresirkulasi akan mengurangi kapasitas buffering dan menghambat aktivitas dari bakteri metanogen. Sedangkan perubahan dari frekuensi resirkulasi air lindi akan memberiken efek terhadap proses stabilisasi sampah. Frekuensi perlakuan resirkulasi air lindi dapat dilakukan lebih sering ketika sampah dimasukkan kedalam landfill untuk meningkatkan nilai kelembaban sampah guna mencapai nilai field capacity yang sesuai. Namun, ketika gas metana mulai terbentuk, frekuensi resirkulasi air lindi dapat dikurangi. Menurut San et.al. (2001), frekuensi resirkulasi air lindi yang tepat adalah dilakukan 4 kali dalam seminggu dan dilakukan pengontrolan terhadap nilai ph air lindi. Dengan frekuensi tersebut, diharapkan dapat meningkatkan derajat stabilisasi sampah. f. ph dan Alkalinitas Dalam rentang nilai ph optimum (6,7 7,5), proses stabilisasi sampah dapat meningkat seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan bakteri metanogen. Nilai ph menjadi parameter penting untuk diperhatikan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terbentuknya inhibitor akibat akumulasi asam

60 38 dan percepatan laju degradasi sampah. Nilai ph rata-rata pada awal pengoperasian bioreaktor berada pada rentang nilai ph asam, namun nilai ph akan cenderung meningkat ketika fase dekomposisi telah mencapai fase metanogen. g. Proses Aerasi Dengan semakin cepatnya proses dekomposisi, pengoperasian landfill dengan sistem aerobik diharapkan mampu mengurangi biaya untuk pemantauan dan pengolahan air lindi. Berbagai penelitian terdahulu menyatakan bahwa dengan menggunakan sistem aerobik, penyisihan kandungan kimia pada air lindi menjadi lebih cepat. h. Temperatur Temperatur landfill akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi kimia yang berlangsung dalam sistem. Nilai temperature optimum yang dibutuhkan untuk menunjang kinerja mikroorganisme berada di antara o C. Sedangkan pertumbuhan dan kinerja mikroorganisme akan terhambat ketika nilai temperatur sampah lebih dari 50 o C. i. Toksin atau inhibitor Keberadaan kandungan logam berat dapat menjadi racun bagi mikroorganisme dan tentu saja akan menghambat pertumbuhan dari mikroorganisme tersebut Bioreaktor Landfill Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi ancaman dari pengoperasian landfill adalah dengan mengoperasikan bioreaktor landfill. Dengan melakukan pendekatan ini, maka proses penguraian sampah akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan proses yang berlangsung pada landfill tradisional. Menurut USEPA (2013), bioreaktor landfill dioperasikan untuk mempercepat proses degradasi sampah organik. Pada dasarnya, ada tiga jenis tipe konfigurasi dari bioreaktor landfill, yaitu bioreaktor aerobik, bioreaktor anaerobik, dan bioreaktor hybrid. Dalam bioreaktor landfill yang bersifat aerobik, air lindi

61 39 dibuang dari lapisan paling bawah, kemudian akan dialirkan dengan menggunakan pipa menuju ke tangki penyimpanan, dan kemudian akan diresirkulasi kembali menuju landfill dengan jumlah yang dikontrol. Selain itu, udara juga diinjeksi kedalam bioreaktor untuk mendukung aktivitas aerobic dan mempercepat proses stabilisasi sampah. Pada bioreaktor landfill yang bersifat anaerobik, air ditambahkan kedalam bioreaktor dalam bentuk resirkulasi air lindi dan juga penambahan air untuk mengoptimalkan proses stabilisasi. Proses biodegradasi akan berlangsung tanpa adanya keberadaan oksigen yang pada akhirnya akan memproduksi gas landfill. Gas yang diproduksi dari bioreaktor ini, terutama CH4, dapat ditangkap sebagai bentuk pengurangan terhadap emisi gas rumah kaca dan untuk dijadikan sebagai sumber energi alternatif. Sedangkan, dalam bioreaktor landfill yang bersifat hybrid (anaerobikaerobik), proses degradasi sampah akan berlangsung lebih cepat karena ada dua kondisi yang dipergunakan, yaitu secara aerobik dan anaerobik. Proses degradasi sampah akan berlangsung pada bagian atas bioreaktor dan pada bagian bawah akan mengumpulkan gas yang diproduksi Proses Fisik Kimia Pada Bioreaktor Landfill Proses dekomposisi sampah di landfill terjadi akibat adanya kombinasi antara proses kimia, fisik dan biologis. Proses dekomposisi menghasilkan produk samping dalam wujud padatan, cairan dan gas. Menurut Mc.Bean, et.al. (1995), proses penguraian sampah terbagi menjadi 3 fase, yaitu : fase dekomposisi secara aerobik, fase dekomposisi secara anaerobik (nonmetanogenik) dan fase dekomposisi secara aerobik (metanogenik). Menurut Tchobanoglous (1977), kecepatan dekomposisi material organik sangat bergantung terhadap karakteristik dari sampah itu sendiri dan juga kelembaban dari landfill. Secara umum, keberadaan material organik dalam sampah dapat dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu material organik yang mengandung selulosa atau bagian dari selulosa, material organik yang tidak mengandung selulosa ataupun bagian dari selulosa, dan material yang berupa plastic, karet, dan kain.

62 40 Proses dekomposisi aerobik terjadi karena adanya kehadiran unsur oksigen. Proses dekomposisi secara aerobik umumnya terjadi pada waktu awal karena pada waktu awal ini oksigen masih tersedia. Namun, karena oksigen yang tersedia didalam landfill digunakan untuk proses dekomposisi dan keterbatasan transport udara yang terjadi didalam landfill menyebabkan fase ini terjadi dalam jangka waktu yang relatif pendek. Selama fase aerobik terjadi, bakteri aerobik akan menguraikan material organik menjadi karbon dioksida, air dan residual organik yang telah terurai sebagian. Selain itu, produk samping yang dihasilkan selama fase ini berlangsung adalah timbulnya panas, seperti yang tertera pada persamaan berikut ini : Material Organik + O 2 CO 2 + H 2 O + Biomassa + Panas.. (2.1) Selama fase aerobik berlangsung, air lindi tidak selalu terbentuk karena sistem tidak dapat mencapai nilai field capacity pada fase awal tersebut. Air lindi yang terbentuk selama fase ini merupakan hasil dari tingginya tingkat permeabilitas dan juga banyak celah yang terbentuk diantara permukaan sampah. Hal ini memudahkan pergerakan air yang terpresipitasi, sehingga pada akhirnya membentuk air lindi. Biasanya, komposisi air lindi yang terbentuk pada fase ini terdiri atas air yang terperkolasi, garam terlarut yang terkandung dalam sampah dan sedikit material organik terlarut. Pada fase kedua yaitu fase anaerobik nonmetanogenik, proses dekomposisi sampah melibatkan bakteri fakultatif yang dominan muncul ketika kandungan oksigen dalam sistem mulai menipis. Pada proses ini akan terbentuk asam organik dengan konsentrasi yang cukup tinggi, amonia, hidrogen dan karbon dioksida. Produksi gas karbon dioksida dan asam organik menyebabkan tingkat keasaman air lindi turun pada rentang 5,5 6,5. Fermentasi asam yang terjadi selama proses ini akan memproduksi karbon dioksida, material organik yang terurai sebagian dan panas seperti reaksi dibawah ini : Material organik CO 2 + H 2 O + Pertumbuhan Organisme + Material Organik yang Terurai Sebagian.. (2.2)

63 41 Selanjutnya, proses dekomposisi material organik akan dilanjutkan dengan fase degradasi metanogenik. Pada fase ini mulai terbentuk gas metana dan gas karbon dioksida sebagai akibat dari adanya proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri metanogenik. Menurut Walsh dan Kinman (1979), proses fermentasi mulai terjadi 1 tahun setelah pembuangan sampah kedalam landfill. Bakteri metanogenik akan bekerja dengan baik pada ph netral yaitu sekitar 6,6 7,4. Jika pembentukan asam pada fase awal degradasi anaerobik terjadi dalam jumlah yang berlebihan, maka hal ini akan menghambat aktivitas bakteri metanogenik Air Lindi Menurut Bagchi (1994), air lindi merupakan hasil dari proses perkolasi dari air atau cairan lainnya yang melalui lapisan sampah. Selain itu, air lindi juga dikatakan sebagai limbah yang berasal dari kandungan air yang dimiliki oleh sampah. Ketika proses pemadatan diberlakukan pada sampah, maka kandungan air dalam sampah akan keluar yang kemudian mengalir dan menjadi air lindi. Air lindi merupakan cairan terkontaminasi yang mengandung banyak material terlarut atau terendapkan. Konsentrasi zat kimia dalam landfill diperkirakan sangat tinggi. Volume air lindi terbentuk akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya proses perkolasi air dalam landfill. Adapun faktor yang mempengaruhi kualitas air lindi adalah : a. Komposisi Sampah Keberagaman komposisi sampah sangat mungkin terjadi pada limbah padat domestik, dibandingkan dengan limbah padat yang berasal dari kawasan perindustrian. Dengan semakin beragamnya komposisi sampah, maka kualitas air lindi juga akan semakin beragam. Secara umum, keberagaman kualitas air lindi akan sangat tinggi jika komposisi sampah didominasi oleh sampah yang mudah membusuk (putrescible waste). b. Waktu Kualitas air lindi akan sangat bergantung terhadap waktu. Kualitas air lindi yang dihasilkan pada tahun pertama pengoperasian landfill akan lebih kuat dibandingkan dengan kualitas air lindi yang dihasilkan pada tahun berikutnya. Kualitas air lindi akan mencapai posisi puncak pada beberapa

64 42 tahun pertama pengoperasian landfill. Selanjutnya, kualitas air lindi akan menurun secara bertahap. c. Kondisi Temperatur Ambien Temperatur akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan mikroorganisme dan keberlangsungan reaksi kimia dalam sistem. Sebagai contoh, pada daerah yang mengalami musim dingin, temperatur yang rendah akan mengurangi produksi air lindi dan dapat menghambat beberapa reaksi kimia dalam sistem landfill. d. Kelembaban Landfill Air memainkan peran yang sangat penting untuk proses biodegradasi sampah dan dalam proses pelarutan pencemar. Kualitas air lindi yang dihasilkan dari sampah yang ditimbun di daerah beriklim basah akan berbeda dengan kualitas air lindi yang dihasilkan dari sampah yang ditimbun di daerah beriklim kering. e. Ketersediaan Oksigen Keberadaan oksigen sangat diperlukan bagi sampah yang mudah terdekomposisi (putrescible waste). Keberadaan oksigen pada landfill anaerob hanya terbatas pada fase awal. Ketika pelapisan tanah penutup sudah dilakukan, maka keberadaan oksigen dalam sistem akan berkurang seiring dengan waktu. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kuantitas air lindi adalah : a. Proses Presipitasi Volume air lindi akan sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis lokasi landfill. Kondisi geografis yang sangat berpengaruh tersebut adalah curah hujan dari lokasi tersebut. b. Intrusi Oleh Air Tanah

65 43 Terkadang, perletakan dasar landfill dibangun dibawah permukaan air tanah. Intrusi air tanah kedalam sistem landfill akan meningkatkan volume air lindi yang terbentuk. c. Kadar Air Sampah Kadar air sampah akan sangat berpengaruh terhadap volume air lindi yang terbentuk. Air lindi akan lebih sedikit terbentuk pada landfill yang terdiri atas sampah kering. d. Desain Lapisan Penutup Desain lapisan penutup harus dirancang sebaik mungkin guna mengurangi pembentukan air lindi pasca pengoperasian landfill. Sebaiknya, pada lapisan tanah penutup ditanami oleh vegetasi yang berfungsi untuk menyerap air yang masuk kedalam landfill Karakteristik dan Komposisi Air Lindi Kandungan senyawa kimia dalam air lindi akan sangat bervariasi terhadap waktu tergantung terhadap aktivitas fisik, kimia, dan biologis yang terjadi di dalam landfill. Konsentrasi senyawa kimia pada air lindi akan meningkat hingga mencapai nilai puncak tertentu dan kemudian akan turun secara bertahap. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat karakteristik air lindi pada landfill. Tabel 2.4 Karakteristik Air Lindi di Landfill Parameter (mg/l) Landfill Konvensional Landfill dengan Resirkulasi BOD COD Amonia Klorida Besi Seng ,1-66 Sumber : Sethi et.al. (2013) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yangfei et.al. (2011) menyatakan bahwa penurunan kandungan organik diukur dengan meninjau nilai COD mengalami penurunan cukup signifikan selama 1 bulan awal penelitian. Sedangkan pada reaktor anaerob memiliki tren yang berbeda. Perbedaan tren ini terjadi karena pada reaktor semiaerobik terdapat kapasitas buffer beban organik yang lebih baik dibandingkan dengan reaktor aerobik. Nilai COD setelah 600 hari pengoperasian

66 44 adalah mg/l untuk semi aerobik dan mg/l untuk aerobik. Nilai COD pada aerobik bisa lebih tinggi karena total sampah yang masuk ke aerobik dua kali lebih banyak dibandingkan dengan semi aerobik. Sedangkan untuk keberadaan logam besi sangat dipengaruhi oleh perlakuan resirkulasi air lindi. Keberadaan logam besi di bioreaktor yang diberikan perlakuan resirkulasi air lindi cenderung menunjukkan tren menurun seiring dengan bertambahnya waktu. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan landfill yang bersifat konvensional, dimana keberadaan logam besi justru cenderung konstan seiring pertambahan waktu Logam Berat Pada Air Lindi Sumber utama keberadaan logam berat di landfill berasal dari limbah padat industri, abu insinerator, limbah padat pertambangan, dan beberapa jenis sampah rumah tangga seperti baterai, cat, tinta, limbah elektronik dan sebagainya. Beberapa jenis logam berat yang sering kali ditemukan terdapat di landfill antara lain adalah logam besi, kadmium, tembaga, seng dan nikel (Erses dan Onay, 2003). Kelarutan logam berat pada air lindi bergantung terhadap 3 hal, yaitu nilai ph air lindi, potensi reduksi oksidasi (redoks), dan daya larut dari logam yang terkandung dalam sampah. Kelarutan logam pada air lindi akan bertambah ketika nilai ph mengalami penurunan. Konsentrasi logam berat dengan nilai maksimum ditemukan selama fase pembentukan asam dari proses degradasi sampah atau dapat dikatakan terjadi ketika nilai ph berada pada rentang asam (Hwidong et.al., 2011). Selanjutnya, pada tahap metanogenesis dimana kondisi ph sampah mulai netral, kandungan logam berat pada air lindi mengalami penurunan. Pada kondisi metanogenik, logam berat yang terlarut akan terendapkan sebagai endapan sulfida, endapan karbonat, endapan hidroksida, dan juga mungkin bisa berbentuk sebagai endapan fosfat. Namun, dengan adanya ion sulfida, hampir seluruh logam berat akan bereaksi dan kemudian membentuk garam sulfida kecuali untuk logam kromium. Ion sulfida dapat terbentuk selama proses dekomposisi anaerobik berlangsung, baik itu terbentuk dari sulfur yang terkandung dalam asam amino ataupun dari proses reduksi senyawa sulfur anorganik. Proses reduksi sulfur

67 45 menjadi ion suldia melibatkan peran mikroorganisme yang menggunakan ion sulfur sebagai pendonor elektron dalam proses oksidasi senyawa organik. Desulfovibrio dan Desulfotomaculum merupakan dua spesies mikroorganisme yang mampu untuk mengubah senyawa sulfur menjadi ion sulfida. Diketahui bahwa proses pemecahan sulfur dan produksi metana dapat terjadi dalam lingkungan yang sama. Bakteri pengurai sulfur memiliki keuntungan termodinamika yang dihasilkan dari produksi metana. Intinya bahwa bakteri pengurai sulfur memiliki peranan yang amat penting dalam hal penyisihan kandungan logam berat pada air lindi (Erses dan Onay, 2003). Ketika senyawa sulfur organik diurai oleh mikroorganisme, hasil utama yang dihasilkan sebenarnya adalah gas H2S. Walaupun fraksi sulfida hilang dalam bentuk gas, namun mayoritas sulfida tetap ada dalam bentuk larutan H2S (aq) atau HS -. Bentuk kelarutan H2S dalam air dapat dilihat pada reaksi dibawah ini : H 2 S H + + HS - 2H + + S 2- Kelarutan gas H2S di landfill akan sangat dipengaruhi oleh nilai ph air lindi. Ketika nilai ph berada pada rentang asam (ph = 6,0), 10% gas H2S akan terlarut dalam air lindi. Selanjutnya ketika nilai ph berada pada rentang netral (ph = 7,0), 50% gas H2S akan terlarut dalam air lindi. Dan ketika nilai ph berada pada rentang basa (ph =8,0), 90% gas H2S akan terlarut dalam air lindi. Selanjutnya ion sulfida yang terbentuk akibat terurainya senyawa H2S akan bereaksi dengan kandungan logam berat. Reaksi antara keduanya akan membentuk logam sulfida sesuai dengan reaksi berikut ini. Me 2+ + S 2- MeS (Me adalah simbol untuk logam berat) Menurut Hwidong et.al. (2011), konsentrasi logam berat pada air lindi sangat bervariasi, tergantung pada umur landfill dan jenis sampah yang dimasukkan kedalam landfill. Konsentrasi logam berat yang terkandung dalam air lindi menjadi perhatian tersendiri dalam pengoperasian landfill. Landfill modern telah mengantisipasi pencemaran air tanah yang mungkin terjadi dengan menerapkan liner system. Menurut Bagchi (1994), ada beberapa jenis mekanisme penyisihan logam berat pada air lindi, diantaranya adalah proses presipitasi, adsropsi, penyerapan, dan pertukaran ion. Setiap jenis pencemar logam berat memiliki mekanisme penyisihan

68 46 yang berbeda-beda. Berikut ini merupakan penjelasan mekanisme penyisihan untuk tiap jenis logam berat. a. Kadmium Mekanisme penyisihan yang paling utama terjadi pada logam berat cadmium adalah melalui proses presipitas dan adsorpsi. Kadmium, seperti layaknya seng, merkuri, dan timbal, mengalami proses hidrolisis saat nilai ph berada pada kondisi yang normal. Griffin et.al. (1976) menyatakan bahwa proses presipitasi kimia kadmium oleh anion seperti fosfat, sulfida, dan karbonat merupakan jenis mekanisme penyisihan yang cukup efektif. Huang et.al. (1977) menyatakan bahwa presipitasi kimia kadmium sangat bergantung terhadap ketersediaan ion anion, ph dan kemampuan reduksi oksidasi. b. Kromium Griffin (1977) menyatakan bahwa proses presipitasi, pertukaran kation, dan adsorpsi merupakan mekanisme penyisihan utama untuk logam berat kromium. Kemampuan reduksi oksidasi merupakan faktor terpenting yang akan mempengaruhi penyisihan dari kromium. Setiap mekanisme penyisihan juga bergantung terhadap bentuk dari kromium. Berdasarkan bentuk valensinya, kromium yang ditemukan pada air lindi terdiri atas kromium trivalen dan kromium heksavalen. Kromium heksavalen merupakan kromium dalam bentuk anion, sedangkan kromium trivalen merupakan kromium dalam bentuk kation. Menurut Fuller (1977), jenis kromium yang paling banyak ditemukan di landfill adalah kromium trivalen, tetapi seringkali yang menjadi perhatian utama adalah keberadaan dari kromium heksavalen. Menurut Fuller (1977), saat ph air lindi lebih dari 6, maka proses migrasi kromium akan dikontrol oleh presipitasi dalam bentuk ion oksida, karbonat, atau sulfida. Menurut Griffin (1977), pada nilai ph dibawah 4, kromium trivalent akan tersisihkan secara efektif melalui adsropsi oleh ion kaolinnit dan monmorilonit. Nilai ph memiliki pengaruh yang amat penting terhadap bentuk valensi.

69 47 c. Tembaga Proses penyisihan logam berat tembaga terjadi melalui proses adsorpsi, pertukaran ion, dan presipitasi senyawa kimia. Ada beberapa jenis senyawa tembaga yang mudah untuk terlarut dibawah kondisi asam. Rentang nilai ph yang optimum untuk proses adsorpsi tembaga dengan konsentrasi yang tinggi berada diantara nilai 5 6. d. Besi Proses penyisihan logam berat besi terdiri atas presipitasi, pertukaran ion, adsorpsi, dan biological uptake. Keberadaan logam besi pada air lindi terdiri atas dua bentuk valensi, yaitu besi (II) dan besi (III). Aktivitas biologis yang terjadi dalam landfill akan mempengaruhi konsentrasi logam besi pada air lindi. Kondisi anaerobik akan mendukung proses konversi ferric iron menjaid ferrous iron, dan juga akan meningkatkan kelarutan dari logam besi. e. Timbal Mekanisme penyisihan yang paling utama yang terjadi pada timbal adalah melalui proses adsorpsi, pertukaran ion, dan presipitasi. Nilai ph sangat mempengaruhi proses penyisihan logam timbal pada air lindi. Dengan nilai ph lebih dari 5, maka mekanisme penyisihan logam timbal menjadi meningkat. Menurut Fuller (1977), timbal menjadi lebih mudah untuk berpindah dari satu fase ke fase lain ketika kondisi anaerobik sedang berlangsung. f. Seng Proses penyisihan logam seng pada air lindi terjadi melalui proses adsropsi, pertukaran ion, dan presipitasi. Proses presipitasi logam seng terjadi dengan melibatkan beberapa jenis anion, diantaranya adalah sulfida, fosfat, karbonat, dan silikat.

70 Hipotesa Penelitian Berdasarkan analisis sementara antara rumusan masalah dalam penelitian dan dasar teori serta penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, maka dihasilkan hipotesis penelitian sebagai berikut : a. Perubahan sifat fisik kimia sampah pada bioreaktor akan mempengaruhi pengurangan volume sampah. Dengan adanya perlakuan aerasi pada reaktor aerobik, diharapkan terdapat perbedaan hasil penurunan sampah antara reaktor aerobik dan reaktor anaerobik. b. Proses dekomposisi material organik sampah pada bioreaktor akan mempengaruhi nilai BOD5 dan COD pada air lindi. Dengan adanya perlakuan aerasi pada reaktor aerobik, penyisihan nilai BOD5 dan COD pada air lindi diharapkan lebih besar dibandingkan dengan reaktor anaerobik. c. Perubahan sifat fisik kimia sampah pada bioreaktor akan mempengaruhi kelarutan logam berat pada sampah, sehingga juga akan mempengaruhi konsentrasi logam berat yang terlarut pada air lindi.

71 49 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Strategi Penelitian Penelitian ini tergolong sebagai penelitian eksperimen yang dilakukan dengan mengadakan rekayasa terhadap objek penelitian serta melakukan kontrol terhadap variabel tertentu. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat serta mengukur berapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan tertentu objek yang akan diteliti. Pada penelitian eksperimen juga disertai kontrol yang digunakan sebagai perbandingan. Pada penelitian ini dilakukan simulasi terhadap landfill. Sampah akan dimasukkan ke dalam reaktor dengan metode pengisian sampah secara batch. Adapun rekayasa yang dilakukan terhadap objek penelitian adalah dengan resirkulasi air lindi dan injeksi udara atau lebih dikenal dengan istilah aerasi. Perlakuan resirkulasi air lindi dan aerasi dianggap mampu mempercepat proses stabilisasi sampah pada landfill. Parameter utama yang harus dipantau dalam penelitian ini adalah laju penurunan sampah. Laju penurunan sampah merupakan indikator yang dapat menggambarkan proses stabilisasi sampah di landfill. Selain itu perlu dilakukan pengecekan terhadap parameter pendukung yang turut memberikan pengaruh terhadap stabilisasi sampah. Parameter pendukung tersebut antara lain adalah parameter fisik sampah, seperti temperatur sampah, ph air lindi, serta field capacity sampah. Sedangkan untuk parameter kimia sampah yang harus dipantau adalah nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand), nilai COD (Chemical Oxygen Demand),, rasio C/N, dan konsentrasi logam berat pada air lindi. 3.2 Kerangka Berpikir Landasan utama yang mendasari penelitian ini adalah produksi timbulan sampah yang semakin lama semakin meningkat dan juga masalah pencemaran lingkungan (baik itu pencemaran air, tanah maupun udara) yang dihasilkan akibat

72 50 dari pengoperasian landfill. Produksi timbulan sampah yang semakin lama semakin meningkat berdampak terhadap kebutuhan lahan yang akan digunakan sebagai tempat pemrosesan akhir. Selain itu, meningkatnya volume sampah yang harus ditimbun dalam landfill juga akan berdampak terhadap beban pencemaran air yang dihasilkan selama landfill beroperasi. Maka dari itu, diperlukan suatu teknik yang dapat mempercepat proses stabilisasi sampah di landfill dan juga mampu memperbaiki kualitas beban pencemaran air lindi. Konsep bioreaktor landfill merupakan teknologi yang dianggap dapat meningkatkan laju biodegradasi sampah di landfill. Bioreaktor landfill akan memberikan kondisi yang ideal bagi mikroorganisme untuk mendekomposisi material organik pada sampah. Resirkulasi air lindi yang diberlakukan akan mendistribusikan ulang nutrien yang diperlukan oleh mikroorganisme pada landfill. Pada penelitian ini, inovasi yang diterapkan adalah dengan memberikan perlakuan aerasi. Menurut Zhongning et.al. (2010), penerapan aerasi merupakan teknik yang mendukung prinsip lingkungan berkelanjutan. Dalam melakukan aerasi, ada faktor yang dipertimbangkan yaitu terkait dengan frekuensi aerasi. Frekuensi aerasi untuk penelitian ini akan dilakukan secara bertahap. Dengan memberikan perlakuan aerasi, perubahan yang dapat dilihat adalah pada waktu yang diperlukan untuk proses stabilisasi sampah. Selain itu, perlakuan aerasi juga mampu mempercepat proses penyisihan beban pencemar logam berat pada air lindi. Parameter yang diukur terkait dengan degradasi fisik sampah antara lain adalah penurunan muka sampah, temperatur sampah, ph air lindi, rasio C/N sampah, dan nilai field capacity sampah. Sedangkan, parameter pencemar logam berat yang dipantau pada penelitian ini adalah logam besi (Fe), kromium (Cr), cadmium (Cd), seng (Zn), timbal (Pb), dan tembaga (Cu). Data yang diperoleh dari penelitian ini kemudian akan dijadikan sebagai masukan untuk analisis statistik guna menentukan hubungan antara perlakuan aerasi terhadap waktu stabilisasi sampah dan penurunan beban pencemar logam berat pada air lindi.

73 51 Produksi Timbulan Sampah Semakin Meningkat Keterbatasan Lahan Untuk TPA Beban Pencemaran Air Lindi Semakin Meningkat Penerapan Sistem Aerasi In Situ Permodelan Bioreaktor Landfill Perlakuan Resirkulasi Air Lindi dan Penambahan Air Inovasi Penelitian: - Sistem Aerasi Dilakukan Secara Intermittent - Sumber Sampel : Sampah Rumah Tangga - Proses Pencacahan Sampah Perbaikan Sistem : - Sistem Pemadatan Sampah - Skema Pengisian Reaktor - Sistem Penutup Reaktor Proses Observasi Perubahan Fisik Sampah : - Penurunan Muka Sampah - Temperatur Sampah - Rasio C/N - Field Capacity Sampah Perubahan Kualitas Kimia Air Lindi : - ph Air Lindi - BOD - COD Perubahan Konsentrasi Logam Berat Pada Air Lindi : Fe, Cd, Cr, Zn, Cu dan Pb Stabilisasi Bioreaktor Landfill Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014) 3.3 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian merupakan bagian penting yang tidak bisa terlepas dari penelitian itu sendiri. Tahapan penelitian akan membantu peneliti untuk menjalankan penelitiannya secara sistematis dan terstruktur. Tahapan awal penelitian ini diawali dengan menentukan konsep atau ide untuk penyelesaian terhadap masalah pengelolaan sampah yang muncul. Setelah menentukan konsep atau ide, selanjutnya peneliti melakukan kajian terhadap masalah yang mungkin dihasilkan dari penelitian ini.

74 52 Tahapan penelitian selanjutnya adalah melakukan kajian literatur terkait dengan penerapan bioreaktor landfill, baik itu untuk skala lapangan maupun skala laboratorium. Dari hasil kajian literatur, maka dapat disusun konsep dari penelitian ini. Konsep penelitian diartikan sebagai satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide atau gagasan tertentu. Dengan lahirnnya konsep penelitian, maka dapat ditentukan pengembangan apa yang akan muncul pada penelitian ini. Adapun pengembangan yang muncul pada penelitian adalah penerapan aerasi dengan memperhatikan frekuensi aerasi. Selanjutnya, penelitian dilanjutkan dengan menetapkan variabel-variabel yang dapat diukur sebagai hasil dari penelitian. Selain itu, dapat juga dilakukan perancangan terhadap bioreaktor landfill yang akan digunakan sebagai instrumen dari penelitian ini. Setelah proses perancangan bioreaktor landfill selesai, maka dilanjutkan dengan observasi dari penelitian itu sendiri. Obeservasi penelitian dilakukan dalam skala laboratorium. Data yang diperoleh dari pengoperasian bioreaktor landfill kemudian akan dijadikan sebagai bahan untuk analisis secara deskriptif dan analisis secara statistik. Kemudian hasil analisis dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.

75 53 Permasalahan Pemrosesan Akhir Sampah Konsep atau Ide Penyelesaian Masalah Perumusan Masalah Atas Konsep atau Ide Kajian Literatur Konsep Penelitian Bioreaktor Landfill Aerobik Inovasi atau Pengembangan Penentuan Variabel Penelitian Perancangan Bioreaktor Landfill Pengujian Penelitian Skala Laboratorium Pengumpulan Data Penelitian Analisis Data Penelitian Analisis Deskriptif Data Analisis Statistik Data Pembahasan Kesimpulan dan Saran Gambar 3.2 Tahapan Penelitian Bioreaktor Landfill Aerobik Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)

76 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan gejala pada penelitian yang memiliki nilai bervariasi. Dilihat dari fungsinya, variabel penelitian terbagi atas 3 hal, yaitu variabel bebas (independen), variabel terikat (dependen), dan variabel kontrol. a. Variabel bebas Variabel bebas merupakan variabel yang sifatnya memberikan pengaruh terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah perubahan karakteristik fisik sampah dan perubahan karakteristik kimia pada air lindi. Kedua variabel ini akan memberikan pengaruh terhadap pengurangan volume sampah, penyisihan beban pencemar organik dan perubahan kualitas logam berat pada air lindi. Sub variabel perubahan karakteristik fisik sampah adalah temperatur sampah field capacity, dan rasio C/N sampah. Sedangkan sub variabel perubahan karakteristik kimia air lindi adalah ph air lindi. b. Variabel terikat Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi akibat adanya perubahan pada variabel bebas. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah pengurangan volume sampah, penyisihan beban pencemar organik dan perubahan konsentrasi logam berat pada air lindi. c. Variabel kontrol Variabel kontrol merupakan variabel yang ditetapkan oleh peneliti, dimana peneliti ingin mengontrol supaya variabel diluar yang diteliti tidak mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan terikat, atau ingin melakukan penelitian yang bersifat membandingkan. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah volume air lindi yang diresirkulasi dan laju aerasi yang diberlakukan pada sistem. Tabel 3.1 Variabel Penelitian No. Jenis Variabel Variabel Sub Variabel Temperatur Sampah Rasio C/N 1 Variabel Bebas Perubahan Karakteristik Sampah Perubahan Karakteristik Air Lindi Field Capacity Sampah ph Air Lindi

77 55 (Lanjutan) Tabel 3.1 Variabel Penelitian No. Jenis Variabel Variabel Sub Variabel Pengurangan Volume Sampah Laju Penurunan Sampah 2 Variabel Terikat 3 Variabel Kontrol Penurunan Beban Pencemar Organik Penurunan Beban Pencemar Logam Berat Volume Air Lindi yang Diresirkulasi Penambahan Air Laju Aerasi ` Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014) BOD (Biochemical Oxygen Demand) COD (Chemical Oxygen Demand) Besi (Fe) Kromium (Cr) Kadmium (Cd) Seng (Zn) Timbal (Pb) Tembaga (Cu) 3.5 Data Penelitian Data dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 jenis data, yaitu data mengenai karakteristik sampah dan data mengenai karakteristik air lindi. Data mengenai karakteristik sampah yang diukur dalam penelitian ini adalah penurunan ketinggian sampah, temperatur sampah, rasio C/N, dan field capacity sampah. Sedangkan data mengenai karakteristik air lindi yang diukur dalam penelitian ini adalah ph air lindi, volume air lindi yang terbentuk, nilai BOD5 dan COD, dan juga konsentrasi logam berat yang meliputi Fe, Cr, Cd, Zn, Pb, dan Cu. Selain itu, ada pula data lain yang diperlukan sebagai dasar desain perencanaan penelitian ini. Data tersebut adalah curah hujan Kota Depok dan berat jenis awal sampah. Tabel 3.2 Data Penelitian Data Primer No. Data yang Diamati Periode Pengukuran Metode Pengukuran A Data Karakteristik Sampah 1 Penurunan Ketinggian Setiap hari Sampah Pengamatan langsung (dengan menggunakan meteran) 2 Temperatur Sampah Setiap hari Pengukuran dengan menggunakan termometer

78 56 (Lanjutan) Tabel 3.2 Data Penelitian Data Primer No. Data yang Diamati Periode Pengukuran Metode Pengukuran A Data Karakteristik Sampah 3 Total Karbon Pada awal penelitian, setiap akhir pentahapan, dan pada akhir penelitian Pengukuran dengan menggunakan metode spektrofotometri 4 Total Nitrogen Pada awal penelitian, setiap akhir pentahapan, dan pada akhir penelitian 5 Kadar Air Sampah Pada tahap 1 : setiap hari Pada tahap 2 : setiap 1 minggu sekali Pada tahap 3 : setiap 2 minggu sekali 6 Oksigen Terlarut Pada tahap 1 : setiap hari Pada tahap 2 : setiap 1 minggu sekali Pada tahap 3 : setiap 2 minggu sekali Pengukuran dengan menggunakan metode kjehdahl nitrogen Pengukuran dengan menggunakan metode gravimetri Pengukuran dengan menggunakan DO meter B Data Karakteristik Air Lindi 1 ph Air Lindi Setiap hari Pengukuran dengan menggunakan ph meter 2 Volume Air Lindi yang Terbentuk Setiap hari Pengukuran dilakukan dengan menggunakan 3 Nilai BOD 5 dan COD Air Lindi 4 Konsentrasi Logam Berat (Besi) dan Kromium Heksavalen 5 Konsentrasi Logam Berat Kadmium, Timbal, Tembaga, Nikel, dan Seng Pada tahap 1 : setiap hari Pada tahap 2 : setiap 1 minggu sekali Pada tahap 3 : setiap 2 minggu sekali Pada tahap 1 : setiap hari Pada tahap 2 : setiap 1 minggu sekali Pada tahap 3 : setiap 2 minggu sekali Pada tahap 1 : setiap hari Pada tahap 2 : setiap 1 minggu sekali Pada tahap 3 : setiap 2 minggu sekali gelas ukur Pengukuran BOD 5 dilakukan dengan metode iodometri, sedangkan pengukuran COD dilakukan dengan metode spektrofotometri. Pengukuran dengan menggunakan metode spektrofotometri Pengukuran dengan menggunakan metode AAS Data Sekunder No. Data yang Diperoleh Sumber 1 Curah Hujan Koda Depok Berdasarkan literatur Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)

79 Instrumen dan Populasi Penelitian Instrumen penelitian didefinisikan sebagai alat yang dapat digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data yang diperlukan untuk memperoleh kesimpulan dari penelitian tersebut. Adapun instrumen penelitian ini adalah bioreaktor yang digunakan untuk menampung sampah dan berbagai jenis peralatan yang diperlukan untuk mengukur berbagai parameter uji yang terdapat dalam penelitian ini Perancangan Bioreaktor Landfill Perancangan reaktor ini disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan selama penelitian ini berlangsung. Reaktor yang akan digunakan untuk penelitian ini terbuat dari pipa dengan bahan PVC (polyvinyl chloride). Pada penelitian ini akan dirancang dua buah reaktor dengan spesifikasi yang sama. Reaktor 1 merupakan reaktor yang akan diberikan perlakuan aerasi, sedangkan reaktor 2 merupakan reaktor kontrol yang tidak diberikan perlakuan aerasi (anaerobik). Pipa yang digunakan sebagai reaktor memiliki diameter sebesar 12 atau sekitar 30,48 cm. Panjang pipa awalnya adalah 3,7 m. Namun menyesuaikan dengan lokasi penelitian, maka panjang pipa dibagi menjadi dua, sehingga diperoleh panjang pipa yang menjadi ketinggian reaktor adalah 1,85 m. Berikut ini merupakan gambar dan spesifikasi dari pipa PVC Vinilon 12 yang digunakan pada penelitian ini. Tabel 3.3 Spesifikasi Pipa PVC No. Spesifikasi Pipa Keterangan 1 Bahan Material PVC 2 Diameter Luar Pipa 31,80 cm 3 Tebal Dinding Pipa 0,92 cm 4 Diameter Dalam Pipa 29,96 cm 5 Spesific Gravity 1,40 gr/cm 3 6 Konduktivitas Termal 0,15 W/m.K 7 Modulus Elastisitas N/mm 2 Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)

80 58 Gambar 3.3 Pipa PVC Ukuran 12 Sumber : tangkiairmpoin.com (2014) Untuk mendukung pengamatan penurunan sampah, maka perlu dilakukan perubahan struktur dari pipa. Perubahan struktur dilakukan dengan memotong dinding pipa sepanjang 4 cm. Bagian yang dipotong ini selanjutnya akan diganti dengan menggunakan akrilik. Ketebalan akrilik yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 mm. pemasangan akrilik mulai dilakukan dari ketinggian 15 cm dari dasar pipa dan diakhiri pada ketinggian 1,5 m dari dasar pipa. Modifikasi pipa juga dilakukan pada sisi kanan dan kiri dinding pipa. Modifikasi yang dilakukan pada dua bagian ini adalah dengan melubangi pipa yang akan digunakan sebagai pipa aerasi dan port untuk pengambilan sampel sampah dan pengecekan temperatur sampah. Diameter lubang yang dirancang adalah ½. Pelubangan dinding pipa untuk pipa aerasi dilakukan pada ketinggian 13,5 cm dari dasar pipa. Pelubangan dilakukan pada ketinggian tersebut mengingat pada ketinggian tersebut masih diisi oleh kerikil. Selanjutnya pada ketinggian 30 cm dari dasar pipa dilakukan pelubangan yang akan digunakan sebagai port untuk pengambilan sampel dan pengecekan temperatur sampah. Selain itu, pada bagian dasar pipa juga diberikan lubang sebagai sarana drainase air lindi. Diameter lubang pada bagian dasar pipa adalah ½. Adapun keterangan mengenai pelubangan dinding pipa dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.4 Keterangan Modifikasi Pipa PVC No. Ketinggian Pelubangan Tujuan Pelubangan 1 13,5 cm Pipa Aerasi 2 30 cm Port Pengambilan Sampel 3 45 cm Port Pengambilan Sampel 4 60 cm Port Pengambilan Sampel

81 59 (Lanjutan) Tabel 3.4 Keterangan Modifikasi Pipa PVC No. Ketinggian Pelubangan Tujuan Pelubangan 5 90 cm Port Pengambilan Sampel cm Port Pengambilan Sampel Keterangan : Ketinggian Pipa Dihitung dari Dasar Pipa Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014) Pada bagian dalam pipa 12, dipasang pipa gas yang didesain berbentuk L. Diameter pipa yang digunakan untuk penangkapan gas adalah ¾. Pipa penangkapan gas mulai dipasang sejak ketinggian 20 cm diatas dasar pipa atau sekitar 5 cm dari dasar sampah. Pada dinding pipa gas diberi lubang kecil yang bertujuan untuk menangkap gas yang terbentuk pada sampah di ketinggian tertentu. Pelubangan dinding pipa gas dilakukan pada dua sisi dengan jarak antar lubang adalah sekitar 10 cm. Pelubangan dinding pipa dilakukan hingga mencapai ketinggian 60 cm dari dasar pipa penangkap gas. No. Komponen yang Digunakan Tabel 3.5 Detail Komponen Pipa Reaktor Fungsi Tinggi Keterangan 1 Pipa PVC Vinilon 12 Bioreaktor landfill 1,85 m Tebal = 9,2 mm 2 Pipa PVC A Untuk aliran air lindi 0,1 m 3 Pipa PVC B Untuk aliran gas 1,35 m 4 Pipa PVC C 5 Pipa PVC D Untuk penambahan air dan resirkulasi air lindi Untuk pengambilan sampel, pengukuran ph dan pengukuran temperature 0,5 m 0,02 m 6 Pipa PVC E Untuk aerasi 0,5 m Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014) Diameter ½ sebanyak 1 buah Diameter ¾ sebanyak 1 buah Diameter ½ sebanyak 4 buah Diameter ½ sebanyak 10 buah dipasang pada dua sisi berlawanan pada toren Diameter ½ sebanyak 1 buah dipasang pada bagian bawah reaktor Komponen material yang akan digunakan untuk mengisi reaktor adalah batu kerikil, feed stock sampah, lapisan geotekstil, dan lapisan tanah penutup.

82 60 Berikut ini merupakan spesifikasi ketinggian dari masing-masing komponen pengisi reaktor. Tabel 3.6 Detail Komponen Pengisi Reaktor No Komponen Pengisi Toren Tinggi Pengisian (mm) 1 Batu kerikil Feed stock (sampah rumah tangga) Lapisan geotekstil non-waven dengan plastic - 4 Lapisan tanah penutup 250 Total Tinggi Pengisian (mm) Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014) Pada Gambar 3.4 berikut ini dapat dilihat tampak atas dari bioreaktor yang akan digunakan, sedangkan pada Gambar 3.5 dapat dilihat desain bioreaktor yang dirancang dalam penelitian ini. 29,96 cm 31,80 cm Gambar 3.4 Tampak Atas Reaktor Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)

83 61 31,80 cm 31,80 cm 25,00 cm 25,00 cm 185,00 cm 185,00 cm 120,00 cm 120,00 cm 15,00 cm 15,00 cm Gambar 3.5 Desain Lysimeter Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014) Penentuan Sistem Pemadatan Proses pemadatan sampah perlu dilakukan untuk mencapai densitas sampah di landfill yang ideal. Menurut Tchobanoglous (1993), densitas sampah yang ideal berkisar antara kg/m 3. Proses pemadatan yang akan dilakukan terhadap sistem akan disesuaikan dengan konsolidasi yang diharapkan terjadi. Sampah yang akan dimasukkan kedalam bioreaktor memiliki ketinggian awal 1,20 m dengan berat jenis awal sampah adalah 300 kg/m 3. Selanjutnya sampah akan dipadatkan hingga densitasnya mencapai 600 kg/m 3. Dengan demikian, dapat dihitung bahwa ketinggian akhir sampah adalah 0,60 m. Pada penelitian ini, total beban yang akan ditambahkan ke dalam sistem untuk pemadatan adalah sebanyak 50 kg. Proses pembebanan akan dilakukan secara merata terhadap luas permukaan reaktor. Waktu untuk pembebanan akan

84 62 disesuaikan hingga sampah dapat mencapai densitas yang sesuai dengan densitas sampah terpadatkan, yaitu 600 kg/m 3. Untuk memastikan bahwa proses pemadatan berjalan sesuai, maka dapat digunakan persamaan konsolidasi bagi sampah perkotaan yang dikemukakan oleh Sowers (1973). Dari persamaan tersebut dapat diperoleh nilai indeks kompresi sampah untuk selanjutnya akan dibandingkan kesesuaiannya dengan literatur. H = H. Cc. log ( σ o + σ c σ o ) + H. Ca. log ( t 2 t 1 ) Nilai H merupakan penurunan yang terjadi akibat adanya proses pemadatan. Nilai H merupakan ketinggian awal sampah. Nilai Cc merupakan indeks kompresi dimana untuk limbah padat perkotaan berkisar antara 0,163 0,205. Nilai σ o merupakan besar tekanan pembebanan yang dilakukan terhadap lapisan sampah. Nilai σ c merupakan besar tekanan pembebanan tambahan yang berasal dari lapisan tanah penutup. Nilai t1 merupakan waktu awal saat proses pemadatan mulai dilakukan dan nilai t2 merupakan waktu akhir saat proses pemadatan selesai dilakukan Penentuan Sistem Aerasi Menurut Borglin et.al. (2004), penambahan udara ke dalam bioreaktor akan memberikan kondisi aerobik atau mikroaerofilik akan terbentuk pada landfill. Laju biodegradasi material organik pada bioreaktor aerobik lebih cepat dan memiliki potensi untuk mengurangi waktu stabilisasi sampah dan mempercepat laju penurunan massa sampah pada landfill. Di sisi lain, penambahan udara kedalam sistem akan menghambat pembentukan gas metana. Pada bioreaktor aerobik, potensi reduksi oskidasi (redoks) ambien akan berubah dari yang semula bersifat negatif menjadi positif. Berbagai penelitian terdahulu, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.4 menyatakan bahwa rentang laju aerasi pada bioreaktor aerob berkisar antara 0,0002 1,33 L/menit-kg sampah. Pada umumnya, untuk periode aerasi berkisar antara 1 sampai 3 bulan. Sedangkan berat sampah yang akan masuk kedalam reaktor adalah 30 kg. Dengan demikian, maka perhitungan laju aerasi yang akan diberlakukan pada penelitian adalah sebagai berikut.

85 63 Laju Aerasi = Kapasitas Aerator Berat Sampah L 1 Laju Aerasi = menit 30 kg sampah Liter Laju Aerasi = 0,03 menit kg sampah Untuk memastikan bahwa laju aerasi yang diberlakukan sesuai dengan perhitungan diatas, maka sistem bioreaktor aerob akan dilengkapi dengan flow meter. Pemasangan flow meter bertujuan untuk mengatur aliran udara yang akan masuk kedalam bioreaktor. Frekuensi aerasi akan sangat berpengaruh terhadap proses stabilisasi sampah pada landfill. Menurut Zhongning et.al. (2010), frekuensi aerasi yang paling baik adalah dengan melakukan aerasi secara bertahap. Pada umumnya, untuk periode aerasi berkisar antara 1 sampai 3 bulan. Pada penelitian ini, besar laju aerasi yang diberlakukan pada bioreaktor adalah 1 L/menit. Proses aerasi akan dilakukan secara intermittent, dengan durasi proses aerasi yang diberikan pada bioreaktor adalah 1 jam per harinya Resirkulasi Air Lindi dan Penambahan Air Air lindi yang dihasilkan pada bioreaktor landfill akan diresirkulasi kembali. Menurut Borglin, et.al. (2004), hal ini dilakukan untuk mendistribusikan ulang nutrien yang terkandung dalam air lindi guna mendukung kinerja mikroorganisme pada sistem. Prinsip penambahan air didasarkan pada tingkat kebocoran yang terjadi pada geotekstil. Perhitungan penambahan volume air perlu memperhatikan parameter curah hujan dari kota tempat sampel sampah diambil. Dalam penelitian ini, curah hujan yang harus diperhatikan adalah curah hujan Kota Depok. Langkah perhitungan volume penambahan air adalah sebagai berikut : Menentukan curah hujan tertinggi Kota Depok. Berikut ini adalah data curah hujan Kota Depok :

86 64 Tabel 3.7 Data Curah Bulanan Stasiun FT-UI Depok Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah Rank Sumber : Laboratorium Hidrolika, Hidrologi dan Sungai FTUI Depok (2013) Dari data diatas, maka diambil data curah hujan maksimum, yaitu 3828 mm/tahun atau setara dengan 0,1048 dm/hari. Menghitung luas permukaan reaktor Luas permukaan reaktor adalah : A = πr2 4 = 3,14 x 0, = 0,079 m 2 = 7,94 dm 2 Menghitung debit air hujan yang akan masuk kedalam sampah : Debit = Curah Hujan x Luas Permukaan Debit = 0,1048 dm/hari x 7,94 dm 2 Debit = 0,832 dm 3 /hari Menentukan tingkat kerusakan pada geotekstil yang diasumsikan Menurut penelitian Peggs (2009), kecelakaan kebocoran harus menjadi suatu pertimbangan dan sebaiknya tidak hanya menggunakan single liners. Asumsi tingkat kersuakan pada geotekstil adalah 24% dari kerusakan yang terjadi selama pemasangan lapisan geomembran. Sedangkan kerusakan lainnya, 74% terjadi ketika lapisan geomembran ditutupi oleh lapisan drainase dan sisanya 2% setelah penutupan. Menghitung volume penambahan air yang akan dilakukan Volume Penambahan Air = 0,832 dm 3 /hari x 24% Volume Penambahan Air = 0,2 L = 200 ml

87 65 Dengan mengikuti cara perhitungan diatas dan mengasumsikan tingkat kebocoran sebesar 24%, maka volume penambahan air yang perlu ditambahkan adalah 200 ml. Penentuan durasi penambahan air didasari pada produksi air lindi. Durasi penambahan air dilakukan setiap hari pada minggu pertama, selanjutnya untuk minggu kedua hingga minggu kedelapan dilakukan 1 kali dalam seminggu, sedangkan pada minggu kesembilan hingga minggu terakhir penelitian dilakukan setiap dua minggu sekali. Tabel 3.8 Frekuensi Penambahan Air Tahap Waktu Frekuensi Penambahan Air Jumlah Data 1 Minggu ke Minggu ke-2 sampai minggu ke-7 Minggu ke-8 sampai minggu ke-21 Sumber : Hasil Olahan (2014) Setiap hari, diluar Hari Sabtu, Minggu dan hari libur lainnya Setiap hari, diluar Hari Sabtu, Minggu dan hari libur lainnya Setiap hari, diluar Hari Sabtu, Minggu dan hari libur lainnya Untuk volume air lindi yang akan diresirkulasi sama dengan volume penambahan air, yaitu sebesar 200 ml dengan keterangan perlakuan sebagai berikut : Tahap Tabel 3.9 Frekuensi Resirkulasi Air Lindi Waktu Frekuensi Resirkulasi Air Lindi Jumlah Data 1 Minggu ke-1 Setiap hari 5 Minggu ke-2 sampai 2 minggu ke-7 Minggu ke-8 sampai 3 minggu ke-21 Sumber : Hasil Olahan (2014) Feedstock Sampah 1 kali dalam seminggu 2 kali dalam seminggu Sampel sampah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sampah rumah tangga yang berasal dari salah satu TPS, yaitu TPS Lenteng Agung, Jakarta 6 7

88 66 Selatan. Komposisi sampah yang akan digunakan sebagai sampel terdiri atas 70% sampah organik dan 30 % sampah anorganik. Sebelum sampah dimasukkan kedalam bioreaktor, akan dilakukan proses pemilahan terlebih dahulu. Proses pemilahan dilakukan untuk memastikan bahwa fraksi komposisi sampah yang akan dimasukkan kedalam reaktor sudah sesuai dengan perencanaan. Setelah dilakukan pemilahan, maka selanjutnya akan dilakukan pencacahan terhadap sampah, hingga ukuran sampah berkisar antara cm. Menurut Sethi et.al. (2013), melalui proses pencacahan maka luas permukaan sampah yang tersedia akan semakin besar. Hal ini akan mendukung proses penguraian material organik pada sampah. Selain itu, pencacahan dilakukan juga untuk memudahkan proses pengisian sampah kedalam reaktor mengingat dimensi reaktor yang tidak terlalu besar. Gambar 3.6 TPS Lenteng Agung, Jakarta Selatan Sumber : Dokumentasi Penulis (2014) Instrumen Untuk Pengujian Data Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipergunakan untuk mengukur parameter uji dalam suatu penelitian. Pada penelitian ini, instrumen atau alat bantu penelitian akan digunakan untuk mengukur karakteristik sampah dan air lindi. Instrumen penelitian yang digunakan untuk menguji parameter dalam penelitian ini adalah meteran, ph meter, termometer, spektrofotometer, dan alat AAS. Meteran kain yang digunakan untuk mengukur penurunan sampah yang terjadi akibat adanya proses dekomposisi material organik. Meteran kain akan ditempel tepat disamping dinding reaktor yang terdapat akrilik. Meteran kain yang digunakan pada penelitian ini memiliki tingkat ketelitian hingga + 1 mm. Hal ini

89 67 dilakukan agar nilai penurunan sampah yang diperoleh dari hari ke hari bersifat valid. ph meter digunakan untuk mengukur tingkat keasaman air lindi yang terbentuk. ph meter yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ph meter digital dengan tingkat ketelitian satu angka dibelakang koma. Perlu diperhatikan bahwa dalam menggunakan ph meter harus dipastikan bahwa kondisi ph meter berada dalam rentang nilai yang netral. Berikut ini merupakan gambar dari ph meter yang akan digunakan untuk mengukur ph air lindi. Gambar 3.7 ph Meter Sumber : Dokumentasi Penulis (2014) Termometer akan digunakan untuk mengukur temperatur sampah. Pengukuran temperatur sampah menjadi hal yang penting untuk mengetahui fase dekomposisi yang sedang terjadi dalam sistem. Selain itu pengukuran temperatur juga berguna untuk mengetahui apakah nilai temperatur yang terukur dalam sistem merupakan nilai temperatur yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Sethi et.al. (2013), pertumbuhan dan kinerja mikroorganisme akan terhambat ketika nilai temperatur sampah lebih dari 50 o C. Gambar 3.8 Termometer Digital Sumber : Dokumentasi Penulis (2014) Spektrofotometer DR 2000 merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur beberapa jenis parameter, diantaranya adalah untuk mengukur konsentrasi total karbon, total nitrogen, dan logam besi. Berikut ini

90 68 merupakan gambar dari spektrofotometer DR 2000 yang akan digunakan dalam penelitian. Gambar 3.9 Spektrofotometer DR 2000 Sumber : Dokumentasi Penulis (2014) Populasi Penelitian (Feedstock Sampah) Sampel yang akan digunakan sebagai feedstock adalah sampah rumah tangga yang berasal TPS Jagakarsa, Lenteng Agung. Sampah yang akan digunakan langsung diambil dari gerobak sampah yang mengangkut sampah dari perumahan warga sekitar menuju ke TPS. Selanjutnya sampah akan dipilah, dimana komposisi sampah yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 70% sampah organik dan 30% sampah anorganik. Sampah anorganik yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas sampah plastik, kertas, logam, dan kaca. Sebelum dimasukkan kedalam reaktor, feedstock akan dicacah terlebih dahulu dengan menggunakan alat pencacah. Pencacahan dilakukan hingga ukuran material sampah berkisar antara 5 10 cm. Hal ini dilakukan guna mempercepat proses stabilisasi sampah. Selain itu, pencacahan dilakukan agar proses pengisian feedstock kedalam reaktor dapat berjalan dengan mudah Pengolahan Data Penelitian Tidak semua hasil dari tiap parameter uji dapat langsung digunakan sebagai data penelitian. Ada beberapa hasil pengujian parameter yang perlu diolah terlebih dahulu hingga akhirnya dapat digunakan sebagai data penelitian. Beberapa parameter tersebut antara lain adalah field capacity, rasio C/N, dan konsentrasi logam berat.

91 Prosedur Analisis Field Capacity Nilai field capacity sampah dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu kadar air sampah, volume resirkulasi air lindi, volume penambahan air, dan volume air lindi yang terbentuk. Menurut Petchsri (2006), perhitungan nilai field capacity sampah adalah sebagai berikut : Jumlah Air Masuk = Jumlah Air Keluar + Jumlah Air yang Tersimpan QAir yang Ditambahkan + QKadar Air Sampah + QResirkulasi Air Lindi = QAir Lindi + Air yang Tersimpan Air yang Tersimpan = (QAir yang Ditambahkan + QKadar Air Sampah + QResirkulasi Air Lindi) QAir Lindi Nilai Field Capacity = (Air yang Tersimpan / Massa Sampah) x Prosedur Analisis Rasio C/N Pengukuran nilai karbon dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri. Dari hasil pengukuran akan diperoleh data berupa persentase nilai karbon berdasarkan pembacaan spektrofotometer. Untuk mengetahui nilai karbon sampel, maka dapat digunakan persamaan berikut ini : %C = % C dari spektro x faktor pengenceran bobot sampel Pengukuran nilai nitrogen dilakukan dengan menggunakan metode kjeldahl nitrogen. Dari hasil pengukuran, akan diperoleh 2 buah data yaitu kandungan nitrogen organik dan kandungan nitrogen anorganik. Untuk memperoleh kandungan nitrogen secara keseluruhan, maka tinggal menjumlahkan 2 data yang telah diperoleh tersebut Prosedur Analisis Logam Berat Pengukuran konsentrasi logam berat Cu, Cd, Pb, dan Znakan dilakukan dengan menggunakan metode AAS. Sedangkan untuk pengukuran konsentrasi logam berat Fe dan Cr akan dilakukan dengan metode spektrofotometri.

92 70 Perhitungan konsentrasi logam yang diperoleh dari pengukuran menggunakan AAS adalah sebagai berikut. Konsentrasi Logam Berat ( mg A x B ) = L C Dimana nilai A merupakan konsentrasi pembacaan di alat, nilai B merupakan volume akhir larutan, dan nilai C merupakan volume awal sampel Analisis Statistik Data Penelitian Uji statistik digunakan untuk mendukung hasil analisis data yang dilakukan secara deskriptif. Dalam penelitian ini terdapat beberapa jenis uji statistik yang dilakukan, diantaranya adalah untuk menentukan nilai signifikansi variabel penelitian dan untuk membuktikan hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji yang dilakukan untuk menentukan nilai signifikansi variabel adalah dengan uji independent sample T-test. Dari hasil uji ini akan diperoleh nilai signifikansi yang menyatakan apakah terdapat perbedaan antara data yang diperoleh dari pengoperasian reaktor secara aerobik dengan data yang diperoleh dari pengoperasian reaktor secara anaerobik. Untuk membuktikan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, maka akan dilakukan beberapa jenis uji statistik. Analisis statistik pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS. Pertama, untuk menguji hubungan antara dua variabel yang tidak menunjukkan hubungan fungsional, maka akan dilakukan uji signifikansi hubungan atau dikenal dengan uji korelasi. Dari hasil uji korelasi akan diperoleh koefisien nilai korelasi. Adapun Sujianto (2009) menyatakan bahwa koefisien nilai korelasi dapat dikelompokkan sebagai berikut : Tabel 3.10 Sifat Korelasi Berdasarkan Nilai Koefisien Korelasi Koefisien Korelasi Sifat Hubungan 0,00-0,20 Korelasi keeratan sangat lemah 0,21-0,40 Korelasi keeratan lemah 0,41-0,70 Korelasi keeratan kuat 0,71-0,90 Korelasi keeratan sangat kuat 0,91-0,99 Korelasi keeratan sangat kuat sekali 1,00 Korelasi keeratan sempurna Sumber : Sujianto (2009)

93 71 Setelah mengetahui bahwa terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, maka langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah menentukan pengaruh secara nyata yang diberikan oleh tiap variabel bebas terdapat perubahan variabel terikat. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh nyata antara tiap variabel bebas dengan variabel terikat dalam penelitian ini, maka perlu dilakukan analisis regresi. Regresi merupakan alat yang dapat digunakan untuk menilai pengaruh dari setiap perubahan variabel bebas terhadap variabel terikat dalam penelitian. Dengan menggunakan regresi maka dapat diketahui hubungan dari setiap variabel bebas terhadap variabel terikat yang dipengaruhinya. Dalam penelitian ini, variabel bebas merupakan perubahan pada karakteristik fisik sampah dan karakteristik kimia air lindi, sedangkan variabel terikat merupakan reduksi volume sampah, penurunan nilai BOD5 dan COD, dan juga perubahan konsentrasi logam berat pada air lindi. Melalui analisis regresi, maka dapat diperoleh suatu model matematis yang menggambarkan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam suatu penelitian, perubahan pada variabel terikat mungkin saja dipengaruhi oleh banyak variabel bebas. Untuk menyelesaikan masalah seperti ini, maka model matematisnya adalah sebagai berikut : Y = β o + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X β n X n + ε Nilai Y merupakan variabel respon atau dalam penelitian dikenal dengan variabel terikat. Nilai β o merupakan intercept, sedangkan nilai β 1, β 2, β 3, β n merupakan koefisien. Nilai X1, X2, X3, hingga Xn merupakan variabel regressor atau dikenal dengan variabel bebas. Dari hasil analisis regresi, maka akan diperoleh suatu persamaan garis regresi. Garis regresi merupakan garis yang menyatakan dan menggambarkan ukuran dan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dan diprediksi untuk memprediksi nilai dari variabel bebas dan variabel terikat. 3.7 Lokasi Penelitian Dilihat berdasarkan tempat penelitian, penelitian ini digolongkan sebagai penelitian laboratorium. Penelitian laboratorium merupakan penelitian yang dilaksanakan di laboratorium dan bersifat ekspeerimen atau percobaan. Lokasi

94 72 penelitian ini adalah Fakultas Teknik,. Namun untuk penjelasan secara detail mengenai lokasi penelitian dapat dilihat berikut ini. Reaktor akan diletakkan di Ruang Laboratorium Limbah Padat Program Studi Teknik Lingkungan, Gedung Departemen Teknik Sipil Lantai 4. Pengukuran penurunan ketinggian sampah, temperatur sampah, ph air lindi, dan volume air lindi yang terbentuk akan dilakukan di ruang tersebut. Pengukuran total karbon, total nitrogen, DO, COD, BOD, alkalinitas, konsentrasi logam besi, dan konsentrasi logam kromium heksavalen akan dilakukan di Laboratorium Teknik Penyehatan dan Lingkungan yang terletak di Gedung Departemen Teknik Sipil Lantai 4. Pengukuran konsentrasi gas akan dilakukan di Laboratorium Gas, Departemen Teknik Kimia Pengukuran konsentrasi logam berat kadmium, timbal, nikel, seng, dan tembaga akan dilakukan di Laboratorium AAS Program Studi Teknik Lingkungan yang terletak di Gedung Departemen Teknik Sipil Lantai 4.

95 Durasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan mulai dari bulan Desember 2014 hingga bulan Mei Adapun untuk keterangan mengenai durasi penelitian terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu jadwal pra penelitian dan jadwal penelitian. Tabel 3.11 Jadwal Pra Penelitian No. Keterangan November Desember Perancangan Reaktor 2 Pengukuran Berat Jenis Sampah 3 Pengukuran Kadar Air Sampah 4 Pengukuran ultimate analysis sampah 5 Pengambilan Sampel 6 Pencacahan Sampel 7 Persiapan Material Pengisi Reaktor Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)

96 74 Tabel 3.12 Jadwal Penelitian Bulan Desember Tahun 2014 No. Keterangan Desember Pengisian Sampah Ke Dalam Reaktor 2 Perlakuan Resirkulasi Air Lindi 3 Penambahan Air 4 Perlakuan Aerasi Pada Sistem 5 Pengukuran Parameter Pengujian - ph - Temperatur - DO - COD - BOD - Rasio C/N - Parameter Logam Berat - Volume Air Lindi - Pengukuran Kadar Air Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)

97 75 Tabel 3.13 Jadwal Penelitian Bulan Januari Tahun 2015 No. Keterangan Januari Pengisian Sampah Ke Dalam Reaktor 2 Perlakuan Resirkulasi Air Lindi 3 Penambahan Air 4 Perlakuan Aerasi Pada Sistem 5 Pengukuran Parameter Pengujian - ph - Temperatur - DO - COD - BOD - Rasio C/N - Parameter Logam Berat - Volume Air Lindi - Pengukuran Kadar Air Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)

98 76 Tabel 3.14 Jadwal Penelitian Bulan Februari Tahun 2015 No. Keterangan Februari Pengisian Sampah Ke Dalam Reaktor 2 Perlakuan Resirkulasi Air Lindi 3 Penambahan Air 4 Perlakuan Aerasi Pada Sistem 5 Pengukuran Parameter Pengujian - ph - Temperatur - DO - COD - BOD - Rasio C/N - Parameter Logam Berat - Volume Air Lindi - Pengukuran Kadar Air Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)

99 77 Tabel 3.15 Jadwal Penelitian Bulan Maret Tahun 2015 No. Keterangan Maret Pengisian Sampah Ke Dalam Reaktor 2 Perlakuan Resirkulasi Air Lindi 3 Penambahan Air 4 Perlakuan Aerasi Pada Sistem 5 Pengukuran Parameter Pengujian - ph - Temperatur - DO - COD - BOD - Rasio C/N - Parameter Logam Berat - Volume Air Lindi - Pengukuran Kadar Air Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)

100 78 No. 1 2 Keterangan Pengisian Sampah Ke Dalam Reaktor Perlakuan Resirkulasi Air Lindi 3 Penambahan Air 4 5 Perlakuan Aerasi Pada Sistem Pengukuran Parameter Pengujian - ph - Temperatur - DO - COD - BOD - Rasio C/N - Parameter Logam Berat - Volume Air Lindi - Pengukuran Kadar Air Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014) Tabel 3.16 Jadwal Penelitian Bulan April Tahun 2015 April

101 79 No. 1 2 Keterangan Pengisian Sampah Ke Dalam Reaktor Perlakuan Resirkulasi Air Lindi 3 Penambahan Air 4 5 Perlakuan Aerasi Pada Sistem Pengukuran Parameter Pengujian - ph - Temperatur - DO - COD - BOD - Rasio C/N Tabel 3.17 Jadwal Penelitian Bulan Mei Tahun 2015 Mei Parameter Logam Berat - Volume Air Lindi - Pengukuran Kadar Air Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)

102 80 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penulisan Bab 4 ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang diperoleh selama penelitian tersebut berlangsung. Pemaparan hasil akan disertai dengan analisis yang didasari atas teori terkait dengan proses stabilisasi sampah dan air lindi. Hasil pembahasan yang akan dipaparkan pada bab ini meliputi hasil pengecekan parameter fisik sampah, kandungan organik air lindi, dan konsentrasi logam berat pada air lindi. Pembahasan mengenai parameter fisik sampah meliputi penurunan sampah, temperatur, ph, field capacity, dan rasio C/N sampah. 4.1 Perancangan dan Pengisian Bioreaktor Perancangan Bioreaktor Perancangan bioreaktor dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dijelaskan pada sub bab Pada penelitian ini, terdapat dua buah reaktor yang digunakan sebagai instrumen penelitian. Kedua reaktor akan difungsikan dengan sistem yang berbeda, yaitu dengan adanya perlakuan aerasi (aerobik) dan tanpa adanya perlakuan aerasi (anaerobik). Susunan material pengisi bioreaktor disesuaikan dengan perencanaan yang terdapat pada Bab 3. Pengisian material pendukung diawali dengan menambahkan kerikil ke dalam tiap reaktor setinggi 15 cm. Selanjutnya, tiap reaktor akan diisi dengan sampel sampah seberat 30 kg. Pengisian sampah ke dalam reaktor dilakukan 1 kali pada awal penelitian. Selanjutnya, setiap reaktor akan diisi dengan material tanah penutup setinggi 25 cm. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat prosedur perancangan bioreaktor, diawali dengan pengisian material kerikil hingga berakhir pada pengisian tanah penutup. Penelitian ini akan terbagi dalam 3 tahap, yaitu tahap 1, tahap 2, dan tahap 3 untuk melihat perilaku degradasi sampah dalam rentang waktu tertentu. Pembagian tahapan didasari atas perbedaan frekuensi resirkulasi air lindi dan penambahan air yang diberikan pada bioreaktor. Pada tahap 1, resirkulasi air lindi dan penambahan air diberlakukan setiap hari. Tahap 1 terhitung sejak hari ke-1 sampai hari ke-7 penelitian. Pada tahap 2, resirkulasi air lindi dan penambahan air

103 81 diberlakukan setiap seminggu sekali. Tahap 2 terhitung sejak hari ke-8 hingga hari ke-49 penelitian. Sedangkan pada tahap 3, resirkulasi air lindi dan penambahan air diberlakukan setiap dua minggu sekali. Tahap 3 atau tahap akhir terhitung sejak hari ke-50 hingga hari ke-150 penelitian. Gambar 4.1 (a) Pengisian Kerikil; (b) Pengisian Material Sampah; (c) Penutupan Dengan Lapisan Geotekstil; (d) Pemadatan Lapisan Sampah Sumber : Dokumentasi Penulis (2014) Pengisian Sampel Sampah Sampel sampah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sampah domestik yang diambil dari TPS Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Pada Gambar 4.2 terlihat kondisi dari TPS Lenteng Agung. Komposisi sampah yang dibuang ke TPS Lenteng Agung terdiri oleh sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik terdiri atas sampah sisa makanan dan sampah organik yang berasal dari hasil kegiatan pasar. Sampah organik merupakan sampah dengan komposisi yang paling banyak ditemukan di TPS Lenteng Agung. Sedangkan untuk sampah anorganik yang ditemukan di TPS Lenteng Agung terdiri atas sampah plastik, sampah kertas, dan sampah logam berupa kaleng kemasan minuman. Pengambilan sampel sampah dilakukan pada tanggal 15 Desember 2014 pada pukul WIB. Komposisi sampel sampah yang diambil disesuaikan dengan perencanaan yang tertera pada Bab 3, bahwa komposisi sampah yang

104 82 digunakan sebagai sampel terdiri atas 70% sampah organik dan 30% sampah anorganik. Sampel sampah anorganik yang memiliki ukuran besar dicacah hingga ukuran sampah berkisar antara cm. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pengisian sampel sampah ke dalam reaktor. Selain itu, proses pencacahan dinilai mampu mempercepat proses dekomposisi sampah akibat dari luas permukaan sampah yang semakin besar (Sethi et.al., 2013). Gambar 4.2 Kondisi TPS Lenteng Agung, Jakarta Selatan Sumber : Dokumentasi Penulis (2014) Ketinggian awal sampah ketika dimasukkan ke dalam reaktor yang dioperasikan secara aerob adalah 115 cm. Berat sampah yang dimasukkan ke dalam reaktor tersebut adalah 29,4 kg. Volume sampah di reaktor aerob sebelum dipadatkan adalah 0,09 m 3. Dengan demikian, diperoleh nilai berat jenis awal sampah yang dimasukkan ke dalam reaktor aerob adalah 322,05 kg/m 3. Sedangkan ketinggian awal sampah pada reaktor yang difungsikan secara anaerobik adalah 125 cm. Berat sampah yang dimasukkan ke dalam reaktor tersebut adalah 30 kg. Volume sampah di reaktor tersebut sebelum memperoleh perlakuan pemadatan adalah 0,10 m 3. Dengan demikian, diperoleh nilai berat jenis awal sampah yang dimasukkan ke dalam reaktor anaerob adalah 302,33 kg/m 3. Proses pemadatan sampah dilakukan dengan menambahkan beban seberat 13 kg. Pembebanan mulai dilakukan pada tanggal 15 Desember 2014 pukul WIB dan berakhir pada tanggal 16 Desember 2014 pukul Sehingga, durasi pembebanan yang diberlakukan pada tiap reaktor adalah 17 jam. Akibat diberlakukannya proses pemadatan, ketinggian sampah pada tiap reaktor mengalami penurunan yang cukup besar. Ketinggian sampah pada reaktor aerob

105 83 turun menjadi 79 cm, sedangkan ketinggian sampah pada reaktor anaerob turun menjadi 83 cm. Temperatur sampah, kadar air sampah, dan rasio C/N sampah merupakan beberapa karakteristik fisik awal sampah yang ditinjau dalam penelitian ini. Nilai temperatur sampah pada tiap reaktor adalah 31,4 o C untuk reaktor aerob dan 31,9 o C untuk reaktor anaerob. Untuk pengukuran kadar air awal dan rasio C/N awal dilakukan dengan menggunakan sampel yang sama. Nilai kadar air awal sampah adalah 62%, sedangkan nilai rasio C/N awal sampah adalah 9,35. Keterangan mengenai karakteristik fisik awal sampah yang dimasukkan ke dalam tiap reaktor dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini. No Tabel 4.1 Karakteristik Fisik Awal Sampah Karakteristik Fisik Sampah Mula-Mula Satuan Aerob Reaktor Anaerob 1 Ketinggian Sampah m 1,15 1,25 2 Ketinggian Sampah Setelah Pemadatan m 0,79 0,83 3 Berat Jenis Sampah kg/m 3 322,05 302,33 4 Berat Jenis Sampah Setelah Pemadatan kg/m 3 468,81 455,32 5 Temperatur Sampah o C 31,4 31,9 6 Kadar Air Sampah % 62 7 Rasio C/N 9,35 Sumber : Hasil Olahan Penulis (2015) 4.2 Analisis Deskriptif Parameter Fisik Sampah dan Air Lindi Analisis Penurunan Sampah Terhadap Waktu Tingkat deposisi atau penurunan ketinggian sampah merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur pengaruh proses biodegradasi sampah terhadap stabilisasi landfill. Proses deposisi sampah dapat terjadi akibat 3 hal, yaitu turunnya kandungan air dari dalam landfill, turunnya kadar zat organik yang terkandung dalam sampah, serta berubahnya struktur permukaan sampah (Zhongping et.al., 2010). Penurunan ketinggian sampah diperoleh dengan mengukur ketinggian sampah secara langsung. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran yang terpasang pada sisi akrilik tiap reaktor (dapat dilihat pada Gambar 4.3).

106 84 Gambar 4.3 Pengukuran Ketinggian Sampah dengan Menggunakan Meteran Sumber : Dokumentasi Penulis (2014) Pengukuran ketinggian sampah dilakukan setiap hari. Pengukuran ketinggian sampah merupakan salah satu parameter yang dapat menggambarkan proses stabilisasi sampah yang sedang berlangsung. Nilai penurunan ketinggian sampah dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini. Gambar 4.4 Grafik Penurunan Ketinggian Sampah Pada Tiap Reaktor Sumber : Lampiran 1 Dari hasil pemantauan, diperoleh ketinggian awal sampah pada tiap reaktor adalah sebesar 115 cm untuk reaktor aerobik dan 125 cm untuk reaktor anaerobik. Ketinggian sampah pada tiap reaktor terus mengalami penurunan dari hari ke hari. Penurunan ketinggian sampah digolongkan menjadi 3 tahap, yaitu penurunan awal sampah, penurunan primer sampah, dan penurunan sekunder

107 85 sampah (El-Fadel et.al., 2000). Penurunan sampah yang terjadi akibat adanya penambahan beban eksternal terhadap sampah disebut sebagai penurunan awal sampah. Beban eksternal yang ditambahkan diatas lapisan sampah mampu mengurangi besar ruang yang terbentuk diantara permukaan sampah. Penurunan sampah akibat pemadatan diperkirakan akan terjadi selama 1 bulan awal penelitian (Sowers, 1973). Akibat proses pemadatan, ketinggian sampah pada reaktor aerob mengalami penurunan sebesar 31,30% dibandingkan dengan ketinggian awal. Sedangkan ketinggian sampah pada reaktor anaerob mengalami penurunan sebesar 33,60% dibandingkan dengan ketinggian awal. Penurunan ketinggian sampah yang cukup besar ini memberikan pengaruh terhadap berat jenis sampah pada tiap reaktor. Nilai berat jenis sampah pada tiap reaktor mengalami kenaikan. Pada reaktor aerob, nilai berat jenis sampah naik dari 322,05 kg/m 3 menjadi 468,81 kg/m 3. Sedangkan berat jenis sampah pada reaktor anaeorob naik dari 302,33 kg/m 3 menjadi 455,32 kg/m 3. Selanjutnya, pengurangan ketinggian sampah akan terus berlanjut dan terus dipantau pada tiap tahap. Pada tahap 1, penurunan ketinggian sampah terjadi akibat dari berat sampah itu sendiri atau dapat dikatakan sebagai penurunan primer (Elagroudy et.al., 2008). Pada akhir tahap 1, ketinggian sampah pada reaktor aerob turun 39,13% dibandingkan dengan ketinggian awal. Sedangkan, ketinggian sampah pada reaktor anaerob turun 44,00% dibandingkan dengan ketinggian awal. Pada akhir tahap 2, ketinggian sampah di reaktor aerob turun sebesar 49,57% terhadap ketinggian awal. Ketinggian sampah di reaktor anaerob turun sebesar 52,80% terhadap ketinggian awal. Dan pada tahap 3, ketinggian sampah pada reaktor aerob turun 59,13%, sedangkan ketinggian sampah pada reaktor anaerob turun sebesar 60% dibandingkan dengan hketinggian awal. Berat jenis sampah pada pertengahan tahap 3 adalah 788 kg/m 3 untuk reaktor aerob dan 755,84 kg/m 3. Pada akhir tahap 3, ketinggian sampah pada reaktor aerob adalah 43 cm, sedangkan pada reaktor anaerob adalah 47,5 cm. Dengan ketinggian akhir sampah tersebut, maka diperoleh bahwa persentase penurunan ketinggian sampah pada reaktor aerob adalah 62,61% terhadap ketinggian awal, sedangkan pada reaktor

108 86 anaerob adalah 62,00% terhadap ketinggian awal. Berat jenis sampah pada akhir tahap 3 adalah 861,30 kg/m 3 untuk reaktor aerob dan 795,62 kg/m 3 untuk reaktor anaerob. Penurunan sampah yang terjadi mulai dari tahap 2 hingga tahap 3 dapat dikategorikan sebagai penurunan sekunder sampah. Penurunan sekunder merupakan penurunan ketinggian sampah yang terjadi sebagai hasil dari proses dekomposisi fisik dan biokimia yang telah terjadi (Elagroudy et.al., 2008). Hal ini akan terus berlanjut hingga penurunan sampah mencapai kondisi stabil Analisis ph Air Lindi Terhadap Waktu Nilai ph air lindi merupakan salah satu parameter kontrol yang digunakan untuk memastikan bahwa proses dekomposisi berjalan dengan sesuai. Pengukuran nilai ph air lindi dilakukan setiap hari, dengan menggunakan alat ukur ph meter. Air lindi diambil dari bak penampung air lindi untuk selanjutnya diukur nilai phnya dengan menggunakan ph meter. Gambar 4.5 Nilai ph Air Lindi Pada Kedua Reaktor Sumber : Lampiran 2 Pada Gambar 4.5 dapat dilihat perubahan nilai ph air lindi terhadap waktu. Nilai ph awal untuk tiap reaktor adalah 4,70 untuk reaktor aerob dan 4,20 untuk

109 87 reaktor anaerob. Nilai ph awal tersebut cenderung asam, menandakan bahwa sudah terjadi proses penguraian material organik pada sampah yang berlangsung secara aerobik. Pada dasarnya, proses dekomposisi biologis material organik pada bioreaktor landfill terbagi menjadi 2 tahapan besar, yaitu proses dekomposisi aerobik dan proses dekomposisi anaerobik (McBean et.al., 1995). Proses dekomposisi material organik secara aerobik akan menghasilkan asam organik dengan struktur yang sederhana. Material organik pada sampah yang bersifat hidrolitik akan dipecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil, seperti asam metasetonik dan asam asetat. Asam jenis ini akan terakumulasi sementara pada air lindi, sehingga menyebabkan nilai ph air lindi pada fase awal penelitian bernilai asam (Zhongping et.al., 2010). Selanjutnya, nilai ph air lindi pada tiap reaktor mengalami kenaikan. Pada akhir tahap 1, nilai ph air lindi reaktor aerob naik menjadi 6,85. Kenaikan nilai ph ini disebabkan karena tingginya derajat degradasi yang terjadi pada sampah. Derajat degradasi yang tinggi terjadi akibat rendahnya proses asidifikasi pada air lindi. Perlakuan aerasi yang diberikan pada sistem membatasi reaksi fermentasi anaerobik (Sekman et.al., 2011). Ketika jumlah oksigen dalam reaktor meningkat, mikroba aerob akan menguraikan asam yang terakumulasi secara cepat, sehingga mengakibatkan nilai ph air lindi naik dalam waktu yang singkat (Zhongping et.al., 2010). Hal serupa juga terjadi pada reaktor anaerobik, dimana nilai ph air lindi mengalami kenaikan. Nilai ph pada reaktor anaerobik naik menjadi 5,95 pada akhir tahap 1. Nilai ini masih berada lebih rendah dibandingkan dengan nilai ph air lindi pada reaktor aerobik. Selama tahap 2 berlangsung, nilai ph air lindi pada kedua reaktor terus mengalami kenaikan. Pada reaktor aerob, nilai ph mulai mencapai kondisi basa pada hari ke-8 penelitian. Sedangkan nilai ph pada reaktor anaerob mulai mencapai kondisi basa hari ke -15 penelitian. Nilai ph air lindi mencapai kondisi maksimum pada hari ke-21 untuk kedua reaktor. Nilai maksimum ph air lindi pada reaktor aerob mencapai 8,85, sedangkan nilai maksimum ph air lindi pada reaktor anaerob mencapai 9,15.

110 88 Pada tahap 3, nilai ph air lindi di reaktor aerob tetap berada pada rentang nilai ph basa. Namun hal berbeda terjadi pada reaktor anaerob, dimana pada hari ke-56, nilai ph air lindi pada reaktor anaerob mengalami penurunan yang cukup tajam, yaitu dari 8,18 pada hari ke-55 turun menjadi 6,93 pada hari ke-56. Penurunan nilai ph terus terjadi hingga nilai ph mencapai titik minimum pada hari ke-63 penelitian, yaitu sebesar 5,37. Selanjutnya pada akhir tahap 3, nilai ph air lindi yang diperoleh pada reaktor aerobik adalah 7,82 sedangkan pada reaktor anaerobik adalah 7,65. Penurunan nilai ph pada awal tahap ke-3 ini dinilai terjadi karena adanya perubahan frekuensi resirkulasi air lindi yang diberlakukan pada reaktor. Pada tahap 3, frekuensi resirkulasi air lindi yang diberlakukan pada reaktor adalah setiap dua minggu sekali Analisis Temperatur Sampah Terhadap Waktu Temperatur landfill merupakan salah satu variabel bebas yang mempengaruhi proses degradasi sampah dan juga turut mempengaruhi kualitas air lindi (Lu et.al., 1985). Pada umumnya, nilai temperatur sampah di landfill cenderung fluktuatif dipengaruhi oleh temperatur ambien. Temperatur sampah menjadi parameter penting untuk diketahui karena sangat mempengaruhi kelarutan senyawa organik dan senyawa logam berat yang terkandung pada sampah (Sethi et.al., 2013). Pengukuran temperatur sampah dilakukan setiap hari. Pengukuran temperatur dilakukan dengan menggunakan termometer digital. Temperatur sampah tiap reaktor diukur pada tiap ketinggian sesuai dengan letak port (lubang) yang terdapat pada sisi masing-masing reaktor.

111 89 Gambar 4.6 Grafik Temperatur Sampah Pada Tiap Reaktor Sumber : Lampiran 3 Dari hasil pengukuran, diperoleh bahwa temperatur awal sampah pada reaktor aerob adalah 31,4 o C, sedangkan temperatur awal sampah pada reaktor anaerob adalah 31,9 o C. Nilai temperatur sampah pada tiap reaktor diperoleh dengan cara merata-ratakan tiap nilai temperatur yang diperoleh dari masing-masing port dalam satu reaktor. Nilai temperatur sampah pada masing-masing mengalami kenaikan yang cukup tinggi selama berada pada tahap 1. Rentang nilai temperatur sampah pada reaktor aerobik selama tahap 1 adalah antara 31,4 o C 36,1 o C, sedangkan rentang nilai temperatur sampah pada reaktor anaerobik selama tahap 1 pengoperasian adalah antara 31,9 o C 35,4 O C. Nilai temperatur sampah pada kedua reaktor meningkat tajam pada hari kedua pengoperasian. Untuk pengukuran temperatur pada tiap port, diperoleh bahwa nilai temperatur sampah tertinggi untuk reaktor aerob pada tahap 1 adalah sebesar 39,4 o C. Pada awal tahap 2, nilai temperatur sampah pada kedua reaktor mengalami penurunan. Rentang nilai temperatur sampah yang diperoleh selama tahap 2 untuk masing-masing reaktor adalah antara 29,5 o C 33,6 o C untuk reaktor aerob dan antara 28,9 o C 33,6 o C. Selama tahap 2, nilai temperatur sampah yang diperoleh pada kedua reaktor tidak berbeda jauh dengan temperatur ambien, dengan nilai

112 90 antara 27 o 28 o C. Nilai temperatur sampah cenderung stabil selama tahap 3 penelitian. Dari hasil pengukuran, nilai temperatur sampah pada akhir tahap 3 adalah 30,13 o C untuk reaktor aerob dan 29,25 o C untuk reaktor anaerob. Secara teori, seharusnya nilai temperatur sampah pada reaktor aerob dapat mencapai nilai 60 o C (Rich et.al., 2008). Namun hal berbeda justru ditemukan pada penelitian in, dimana temperatur maksimum yang diperoleh di reaktor aerob hanya mencapai 36,06 o C. Penyebab hal ini diduga karena ada pengaruh dari temperatur air dan air lindi yang ditambahkan pada bioreaktor. Temperatur air yang ditambahkan pada sampah akan mempengaruhi besar temperatur sampah saat pengecekan dilakukan. Selain itu, hal tersebut juga dapat terjadi karena proses aerasi yang diberlakukan dapat mempercepat proses pertukaran panas antara sistem dengan lingkungan. (El-Fadel et.al., 2012) Analisis Field Capacity Sampah Terhadap Waktu Nilai field capacity sampah diartikan sebagai total kandungan air yang tersimpan dalam sampah akibat adanya gaya gravitasi (Tchobanoglous et.al., 1993). Nilai field capacity merupakan parameter yang penting dalam menentukan aliran air lindi dalam landfill. Data field capacity juga menjadi penting guna mengontrol tingkat kelembaban landfill. Pengukuran field capacity sampah dilakukan setiap hari pada tahap 1, setiap satu minggu sekali pada tahap 2, dan setiap dua minggu sekali pada tahap 3. Nilai field capacity diperoleh dengan menghitung kesetimbangan massa air yang terdapat dalam bioreaktor. Nilai field capacity dipengaruhi oleh jumlah air yang ditambahkan kedalam bioreaktor, jumlah air yang terperkolasi keluar dari bioreaktor, dan kadar air yang tergantung dalam bioreaktor. Volume air yang ditambahkan pada tiap bioreaktor bersifat konstan pada masing-masing tahap. Pada Gambar 4.7 dapat dilihat kumulatif volume air lindi yang terbentuk untuk tiap reaktor.

113 91 Gambar 4.7 Volume Air Lindi yang Terbentuk Pada Kedua Reaktor Sumber : Lampiran 4 Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada tahap awal penelitian, volume air lindi yang terbentuk pada reaktor aerobik lebih kecil dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Namun seiring dengan berjalannya waktu, volume air lindi yang terbentuk pada reaktor aerobik justru lebih besar dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Hal ini juga didukung oleh hasil trendline yang menunjukkan bahwa volume air lindi yang terbentuk pada reaktor aerobik bersifat konstan, sedangkan pada reaktor anaerobik cenderung menunjukkan tren yang menurun. Produksi air lindi pada bioreaktor landfill berhubungan erat dengan tingkat permeabilitas sampah. Tingkat permeabilitas sampah dipengaruhi oleh berat jenis sampah, ukuran partikel sampah, porositas sampah, fase dekomposisi sampah, dan kedalaman dari landfill. Tingkat permeabilitas sampah akan berkurang seiring dengan bertambahnya densitas sampah (Hossain et.al., 2009). Dengan semakin rendahnya tingkat permeabilitas sampah, maka produksi air lindi akan meningkat. Hal inilah yang terjadi pada reaktor aerobik, dimana densitas sampah pada reaktor aerobik lebih besar dibandingkan dengan reaktor anaerob. Peningkatan densitas sampah menyebabkan volume air lindi yang terbentuk pada reaktor aerobik menjadi

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO Amy Insari Kusuma 3308100103 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Ellina S.P. MT. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan tersebut membawa

Lebih terperinci

PENGARUH RESIRKULASI LINDI BERSALINITAS TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH TPA BENOWO, SURABAYA

PENGARUH RESIRKULASI LINDI BERSALINITAS TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH TPA BENOWO, SURABAYA FINAL PROJECT RE 091324 PENGARUH RESIRKULASI LINDI BERSALINITAS TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH TPA BENOWO, SURABAYA Effect of Saline Leachate Recirculation on Solid Waste Degradation Rate in TPA Benowo,

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

ANALISA RISIKO PEKERJAAN TANAH DAN PONDASI PADA PROYEK BANGUNAN GEDUNG DI JABODETABEK SKRIPSI

ANALISA RISIKO PEKERJAAN TANAH DAN PONDASI PADA PROYEK BANGUNAN GEDUNG DI JABODETABEK SKRIPSI 127/FT.EKS.01/SKRIP/12/2008 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA RISIKO PEKERJAAN TANAH DAN PONDASI PADA PROYEK BANGUNAN GEDUNG DI JABODETABEK SKRIPSI NANI IRIANI 04 05 21 03 52 NIK FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP POTENSI PRODUKSI GAS METAN (CH 4 )

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP POTENSI PRODUKSI GAS METAN (CH 4 ) PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP POTENSI PRODUKSI GAS METAN (CH 4 ) Ika Bagus Priyambada 1, M. Arief Budiharjo 1, dan Juwita Aprianti 2 1 Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP, Jl. Prof. H. Sudarto,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 %

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 % BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang semakin meningkat pada setiap tahunnya.berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2015),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

Pengaruh Sistem Open Dumping terhadap Karakteristik Lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Air Dingin Padang

Pengaruh Sistem Open Dumping terhadap Karakteristik Lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Air Dingin Padang Pengaruh Sistem Open Dumping terhadap Karakteristik Lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Air Dingin Padang Puti Sri Komala, Novia Loeis Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus pencemaran terhadap sumber-sumber air. Bahan pencemar air yang seringkali menjadi masalah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI CFD PADA MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN SOLAR TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI CFD PADA MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN SOLAR TESIS UNIVERSITAS INDONESIA SIMULASI CFD PADA MESIN DIESEL INJEKSI LANGSUNG DENGAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DAN SOLAR TESIS DODY DARSONO 0806423961 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK JUNI 2010 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENGEMBANGAN DAN DAMPAK INDUSTRI BIOETANOL DI JAWA TIMUR DENGAN METODE INPUT OUTPUT TESIS KULSUM

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENGEMBANGAN DAN DAMPAK INDUSTRI BIOETANOL DI JAWA TIMUR DENGAN METODE INPUT OUTPUT TESIS KULSUM UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENGEMBANGAN DAN DAMPAK INDUSTRI BIOETANOL DI JAWA TIMUR DENGAN METODE INPUT OUTPUT TESIS KULSUM 0806422605 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK INDUSTRI DEPOK JUNI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia terhadap lingkungan adalah adanya sampah. yang dianggap sudah tidak berguna sehingga diperlakukan sebagai barang

BAB I PENDAHULUAN. manusia terhadap lingkungan adalah adanya sampah. yang dianggap sudah tidak berguna sehingga diperlakukan sebagai barang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pembangunan semakin meningkat akibat semakin meningkatnya kebutuhan manusia. Hal ini menyebabkan aktivitas manusia dari waktu ke waktu terus bertambah dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PERANCANGAN PABRIK PENGOLAHAN LIMBAH Oleh: KELOMPOK 2 M. Husain Kamaluddin 105100200111013 Rezal Dwi Permana Putra 105100201111015 Tri Priyo Utomo 105100201111005 Defanty Nurillamadhan 105100200111010

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI KOMARUDIN 0405040414 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL DEPOK DESEMBER 2008 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR I. DATA PEMOHON Data Pemohon Baru Perpanjangan Pembaharuan/ Perubahan Nama Perusahaan Jenis Usaha / Kegiatan Alamat........

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRAKSI PENAMPANG SALURAN TERHADAP KUALITAS FISIK AIR SUNGAI STUDI KASUS : SUNGAI SUGUTAMU SKRIPSI

PENGARUH KONTRAKSI PENAMPANG SALURAN TERHADAP KUALITAS FISIK AIR SUNGAI STUDI KASUS : SUNGAI SUGUTAMU SKRIPSI PENGARUH KONTRAKSI PENAMPANG SALURAN TERHADAP KUALITAS FISIK AIR SUNGAI STUDI KASUS : SUNGAI SUGUTAMU SKRIPSI oleh : HERYNA OKTAVIANA K. 04 04 01 030 9 DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN LEACHATE PADA PROSES PENGOMPOSAN DOMESTIC BIOWASTE SECARA ANAEROB

PENGARUH PENAMBAHAN LEACHATE PADA PROSES PENGOMPOSAN DOMESTIC BIOWASTE SECARA ANAEROB PENGARUH PENAMBAHAN LEACHATE PADA PROSES PENGOMPOSAN DOMESTIC BIOWASTE SECARA ANAEROB Budianto G dkk... FT USB SOLO Di for ABSTRAK Leachate merupakan ekstrak dari dissolved material dalam tumpukan sampah

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN APLIKASI SOFTWARE OPTIMASI WASTE BESI PADA PEKERJAAN STRUKTUR BETON BERTULANG PROYEK XYZ SKRIPSI

ANALISIS PENGGUNAAN APLIKASI SOFTWARE OPTIMASI WASTE BESI PADA PEKERJAAN STRUKTUR BETON BERTULANG PROYEK XYZ SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGGUNAAN APLIKASI SOFTWARE OPTIMASI WASTE BESI PADA PEKERJAAN STRUKTUR BETON BERTULANG PROYEK XYZ SKRIPSI MUHAMMAD KHADAFI 0404010546 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) Diperoleh penurunan kadar COD optimum pada variasi tumbuhan Tapak Kuda + Kompos 1 g/l. Nilai COD lebih cepat diuraikan dengan melibatkan sistem tumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang sedang berkembang, sektor perekonomian di Indonesia tumbuh dengan pesat. Pola perekonomian yang ada di Indonesia juga berubah, dari yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH AERASI DAN RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU PROSES DEGRADASI SAMPAH PADA BIOREACTOR LANDFILL

STUDI PENGARUH AERASI DAN RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU PROSES DEGRADASI SAMPAH PADA BIOREACTOR LANDFILL STUDI PENGARUH AERASI DAN RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU PROSES DEGRADASI SAMPAH PADA BIOREACTOR LANDFILL Syafrudin*), Bambang Pujianto, Sri Eko Wahyuni **), Dian Eni Sunarni, Monalisa ***) Abstrak On

Lebih terperinci

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK 52 3.1 Karakteristik Air Limbah Domestik Air limbah perkotaan adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan yang meliputi limbah

Lebih terperinci

ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU

ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU ISSN 2085-0050 ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU Subardi Bali, Abu Hanifah Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau e-mail:

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

Tingkat Toksisitas dari Limbah Lindi TPA Piyungan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus.

Tingkat Toksisitas dari Limbah Lindi TPA Piyungan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus. Tingkat Toksisitas dari Limbah Lindi TPA Piyungan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus., L) Oleh: Annisa Rakhmawati, Agung Budiantoro Program Studi Biologi Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Batam merupakan salah satu kota di Propinsi Kepulauan Riau yang perkembangannya cukup pesat yang secara geografis memiliki letak yang sangat strategis karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menjelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji yang digunakan adalah air limbah industri tepung agar-agar. Bahan kimia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus mendapat penanganan dan pengolahan sehingga tidak menimbulkan dampak yang membahayakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA 124/FT.EKS.O1/SKRIP/12/2008 UNIVERSITAS INDONESIA PERHITUNGAN DEBIT LIMPASAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE RASIONAL DAN PROGRAM SMADA DITINJAU DARI ASPEK TATA GUNA LAHAN (STUDI KASUS SUB-DAS PESANGGRAHAN )

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Keberadaan amonium di alam dapat berasal dari dekomposisi senyawa-senyawa protein. Senyawa ini perlu didegradasi menjadi gas nitrogen (N2) karena amonium menyebabkan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, aktivitas pengurangan amonium oleh bakteri nitrifikasi dan anamox diamati pada dua jenis sampel, yaitu air limbah industri dan lindi. A. Pengurangan amonium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 26 PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Riskha Septianingrum dan Ipung Fitri Purwanti purwanti@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Yommi Dewilda, Yenni, Dila Kartika Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis Padang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung Jurnal Teknologi Proses Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia 6() Januari 7: 7 ISSN 4-784 Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung Maya Sarah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA UJI TRIAKSIAL MULTISTAGE UNTUK TANAH KAOLIN SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA UJI TRIAKSIAL MULTISTAGE UNTUK TANAH KAOLIN SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA UJI TRIAKSIAL MULTISTAGE UNTUK TANAH KAOLIN SKRIPSI CIPTO ADI BROTO 06 06 04 137 1 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK DESEMBER 2008 129/FT.EKS.01/SKRIP/12/2008 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pengaruh Ukuran dan Fraksi Organik Terhadap Kuantitas dan Kualitas Timbulan Lindi

Pengaruh Ukuran dan Fraksi Organik Terhadap Kuantitas dan Kualitas Timbulan Lindi Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan ISSN: 2085-1227 Volume 5, Nomor 1, Januari 2013 Hal. 17-26 Pengaruh Ukuran dan Fraksi Organik Terhadap Kuantitas dan Kualitas Timbulan Lindi Kasam 1) ; Sarto 2) ;

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI SKRIPSI EFEKTIVITAS ZEOLIT TERAKTIVASI H 3 PO 4 DAN KOH UNTUK PENYISIHAN TOTAL AMONIA NITROGEN DAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR MENGGUNAKAN ANAEROBIC FIXED BED REACTOR INDAH PURNAMASARI

Lebih terperinci

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA NGIPIK, GRESIK

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA NGIPIK, GRESIK PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA NGIPIK, GRESIK Oleh: Ummy Arofah A. NRP. 3308100014 Dosen Pembimbing: I.D.A.A. Warmadewanthi, ST., MT., PhD. NIP. 19750212 1999 03 2 001

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis energi menjadi topik utama dalam perbincangan dunia, sehingga pengembangan energi alternatif semakin pesat. Salah satunya adalah produksi bioetanol berbasis

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan. keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan. keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya. Namun dalam pemanfaatannya, manusia cenderung melakukan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT Aditiya Yolanda Wibowo, Ardian Putra Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand,

Lebih terperinci

PERILAKU KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR PADA PERVIOUS CONCRETE SKRIPSI

PERILAKU KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR PADA PERVIOUS CONCRETE SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERILAKU KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR PADA PERVIOUS CONCRETE SKRIPSI ROY IMMANUEL 04 04 01 066 X FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK DESEMBER 2008 844/FT.01/SKRIP/12/2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk terpadat keempat di dunia dengan jumlah total penduduk sekitar 258

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENGUMUMAN DEVIDEN TERHADAP RETURN, VOLUME DAN FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM DI SEKITAR TANGGAL EX-DEVIDEN TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENGUMUMAN DEVIDEN TERHADAP RETURN, VOLUME DAN FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM DI SEKITAR TANGGAL EX-DEVIDEN TESIS UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENGUMUMAN DEVIDEN TERHADAP RETURN, VOLUME DAN FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM DI SEKITAR TANGGAL EX-DEVIDEN TESIS ANG MANDA MILLIANI 0806432215 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Salah satu tantangan pertanian Indonesia adalah meningkatkan produktivitas berbagai jenis tanaman pertanian. Namun disisi lain, limbah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PEMPROSESSAN BALOK TIMAH BERDASARKAN KETERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MEMPERHITUNGKAN RESIKO MENGGUNAKAN MULTIPLE REGRESSION DAN SIMULASI MONTE CARLO TESIS Diajukan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II.

TINJAUAN PUSTAKA II. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Lumpur Water Treatment Plant Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang dari aktifitas manusia maupun proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomis.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha)

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha) Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Kakao sebagai salah satu komoditas andalan perkebunan Indonesia menempati urutan ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Pada tahun 2005, hasil ekspor produk primer

Lebih terperinci

PERANCANGAN SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER TIPE FIXED HEAD DENGAN MENGGUNAKAN DESAIN 3D TEMPLATE SKRIPSI

PERANCANGAN SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER TIPE FIXED HEAD DENGAN MENGGUNAKAN DESAIN 3D TEMPLATE SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER TIPE FIXED HEAD DENGAN MENGGUNAKAN DESAIN 3D TEMPLATE SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PENERAPAN MANAGEMENT QUALITY BERBASIS ISO DALAM MEMPERCEPAT COLLECTION PERIODE (STUDI KASUS PT KBI) TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PENERAPAN MANAGEMENT QUALITY BERBASIS ISO DALAM MEMPERCEPAT COLLECTION PERIODE (STUDI KASUS PT KBI) TESIS UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PENERAPAN MANAGEMENT QUALITY BERBASIS ISO DALAM MEMPERCEPAT COLLECTION PERIODE (STUDI KASUS PT KBI) TESIS Oleh : RATIH AJENG WIDATI H. 07 06 17 2986 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Limbah cair dari sebuah perusahaan security printing 1 yang menjadi obyek penelitian ini selanjutnya disebut sebagai Perusahaan Security Printing X - memiliki karakteristik

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK DENGAN MENGGUNAKAN ROTARY BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC)

SKRIPSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK DENGAN MENGGUNAKAN ROTARY BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) SKRIPSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK DENGAN MENGGUNAKAN ROTARY BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) oleh : DODDY OCTNIAWAN NPM 0752010015 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH KARAKTERISTIK LIMBAH Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban dan konsistensinya

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIFITAS LAPIS GALVANIS TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DI DALAM TANAH (UNDERGROUND PIPE) SKRIPSI

STUDI EFEKTIFITAS LAPIS GALVANIS TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DI DALAM TANAH (UNDERGROUND PIPE) SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA STUDI EFEKTIFITAS LAPIS GALVANIS TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DI DALAM TANAH (UNDERGROUND PIPE) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN (1)Yovi Kurniawan (1)SHE spv PT. TIV. Pandaan Kabupaten Pasuruan ABSTRAK PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 58-63 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN Indriyati dan Joko Prayitno Susanto Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH SALINITAS TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA BENOWO

STUDI PENGARUH SALINITAS TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA BENOWO STUDI PENGARUH SALINITAS TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA BENOWO Oleh: Lailatul Azizah 3306 100 090 Dosen Pembimbing: IDAA. Warmadewanthi, ST, MT, PhD. Latar Belakang Tumpukan sampah ditpa proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air limbah dari proses pengolahan kelapa sawit dapat mencemari perairan karena kandungan zat organiknya tinggi, tingkat keasaman yang rendah, dan mengandung unsur hara

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENCELUPAN DAN TEMPERATUR PADA TAHAP HOT DIPPING TERHADAP KETEBALAN LAPISAN SENG PIPA BAJA DI PT XYZ TUGAS AKHIR

PENGARUH WAKTU PENCELUPAN DAN TEMPERATUR PADA TAHAP HOT DIPPING TERHADAP KETEBALAN LAPISAN SENG PIPA BAJA DI PT XYZ TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENCELUPAN DAN TEMPERATUR PADA TAHAP HOT DIPPING TERHADAP KETEBALAN LAPISAN SENG PIPA BAJA DI PT XYZ TUGAS AKHIR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

TESIS. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Lingkungan. Oleh : TRI MURNIATI NIM.

TESIS. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Lingkungan. Oleh : TRI MURNIATI NIM. PENGELOLAAN LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK DENGAN METODE ELEKTROLISIS SEBAGAI ALTERNATIF PENURUNAN TINGKAT KONSENTRASI LOGAM BERAT DI SUNGAI JENES, KECAMATAN LAWEYAN, KOTA SURAKARTA TESIS Disusun untuk memenuhi

Lebih terperinci

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang OP-18 REKAYASA BAK INTERCEPTOR DENGAN SISTEM TOP AND BOTTOM UNTUK PEMISAHAN MINYAK/LEMAK DALAM AIR LIMBAH KEGIATAN KATERING Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN MODAL KERJA BERSIH TERHADAP PROFITABILITAS PERUSAHAAN TERBUKA DI SEKTOR TRADING DENGAN PERIODE PENELITIAN TAHUN 2003 HINGGA 2007 SKRIPSI Diajukan sebagai

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

Proses Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Dalam Pengolahan Limbah

Proses Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Dalam Pengolahan Limbah Proses Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Dalam Pengolahan Limbah Salmah Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara BAB I 1.1 Nitrifikasi yang Menggunakan Proses Lumpur Aktif Dua

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS FAKULTAS EKONOMI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK EKONOMI PERENCANAAN KOTA & DAERAH JAKARTA JULI 2010

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS FAKULTAS EKONOMI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK EKONOMI PERENCANAAN KOTA & DAERAH JAKARTA JULI 2010 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KEBERADAAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) BANTAR GEBANG BEKASI TESIS MARTHIN HADI JULIANSAH 0706181725 FAKULTAS EKONOMI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Lebih terperinci