BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan dana yang dberikan oleh pihak perbankan dalam dunia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan dana yang dberikan oleh pihak perbankan dalam dunia"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan dana yang dberikan oleh pihak perbankan dalam dunia perbankan di Indonesia disebut dengan kredit, yang terkadang selalu dihubungkan dengan adanya jaminan sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut. Jaminan merupakan hal yang penting dalam membuat dan melaksanakan perjanjian kredit atau perjanjian pinjam meminjam uang, serta guna melindungi kepentingan para pihak khususnya kreditur (yang meminjamkan). Djuhaendah Hasan mengatakan bahwasanya fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunas hutang di dalam perjanjian kredit atau dalam hutang piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan mengikat perjanjian jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan. 1 Fungsi jaminan secara yuridis adalah untuk kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian kredit atau hutang piutang atau kepastian realiasasi sutau prestasi dalam suatu perjanjian. Kepastian hukum ini adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia. 1 Djuhaenda Hasan, Perjanijan Jaminan Dalam Perjanjian Kredit, Proyek Elips dan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1998, hal 68.

2 Lembaga jaminan kebendaan dapat berupa hak tanggungan, kredit verban 2, fidusia, dan gadai. 3 Sehubungan dengan adanya jaminan sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit, maka secara garis besar ada dua macam bentuk jaminan, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan yang paling diminati oleh pihak bank dan pihak lainnya sebagai kreditur adalah jaminan kebendaan. Menurut Djuhaendah Hasan, jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi pelunasan atau pembayaran hutang apabila debitur melakukan cidera janji (wanprestasi). Di dalam jaminan kebendaan selalu tersedia benda tertentu yang menjadi objek jaminan sehingga dalam pratek jaminan kebendaan lebih disukai dari pada jaminan perorangan karena sifatnya yang lebih menguntungkan pihak kreditur. 4 Salah satu jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum positif di Indonesia adalah jaminan fidusia. Jaminan fidusia merupakan salah satu lembaga jaminan atas benda bergerak yang sering digunakan dalam berbagai aktifitas bisnis di masyarakat karena mudah proses untuk pengikatannya. Sejalan dengan perkembangan lembaga jaminan yang dikehendaki, agar dituangkan dalam aturan-aturan hukum yang lebih baku, terutama lembaga jaminan fidusia yang pada awalnya hanya bersumber pada Burgerlijke Wetbook (BW). Pada 2 Credit Verband sudah tidak berlaku lagi stelah keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. 3 Mariam Darus Badrulzaman, Kerangka Hukum Jaminan Indonesia Dalam hukum Jaminan Indonesia Seri Dasar Hukum Ekonomi 4, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998), hal Djuhaendah Hasan, Op Cit, hal 70

3 tanggal 9 September 1999 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesian dalam rapat paripurna memutuskan menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) jaminan fidusia untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Dengan disahkan RUU Fidusia oleh Presiden maka terpenuhilah pengaturan fidusia secara komprehensif dan memberikan kejelasan serta kepastian hukum. Jaminan fidusia ini biasanya sering dilakukan oleh pihak debitur atau penerima pinjaman terutama untuk golongan ekonomi menengah ke bawah. Hal tersebut dikarenakan, benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tetap berada di tangan debitur, sedangkan hak kepemilikannya saja yang diberikan sebagai jaminan kepada kreditur. Dengan demikian, denda objek jaminan fidusia tersebut masih dapat dipergunakan pihak debitur dalam aktifitas sehari-harinya. Ratnawati L. Prasodjo, staf ahli Menteri Kehakiman, dalam diskusi Undang- Undang Tentang Jaminan Fidusia, menjelaskan apa yang melatarbelakangi diajukan Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu : 1. Memenuhi tuntutan pembangunan ekonomi Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari Pembangunan Nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar dalam rangka membangun secara berkesinambungan dibutuhkan dana yang besar. Pinjam meminjam merupakan salah satu bentuk untuk dapat terpenuhinya kebutuhan akan dana yang besar tersebut. Kegiatan pinjam meminjam memerlukan perlindungan melalui sebuah lembaga jaminan yang mampu memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi para pihak yang terlibat. Lembaga jamina fidusia merupakan salah satu bentuk jaminan yang belum ada pengaturanya secara utuh. 2. Kebutuhan Masyarakat. Lembaga jaminan fidusia memungkinkan pra pembeli fidusia untuk tetap menguasai benda yang dijaminkan, agar dapat tetap melangsungkan kegiatan usahanya. Awalnya jaminan fidusia hanya berlaku bagi benda-benda bergerak

4 berwujud yang berbentuk peralatan usaha, dalam perkembanganya objek fidusia meliputi benda tetap. 5 Dari pengamatan terhadap Pasal-Pasal Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, lembaga ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Memberikan kedudukan preferen pada kreditor. 2. Mengikuti objek yang dijaminkan (droit de siute). 3. Memenuhi asa spesialitas dan publisitas sehingga mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum pda pihak-pihak yang berkepentingan. 4. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Tujuan dari pengaturan lembaga fidusia ini diharapkan dapat memperkecil kesulitan yang dihadapi oleh para pihak terutama kreditor yang ternyata debitor tidak memenuhi prestasinya sebagaimana mestinya, apabila benda di tangan debitor. Eksetensi fidusia sebagai lembaga jaminan di Indonesia dulunya hanya didasari pada yurisfrudensi. Hal ini dikarenakan tidak jelasnya konsep mengenai objek fidusia itu sendiri, baik dari sejak lahirnya fidusia dan pengakuannya dalam yurisprudensi tersebut. Pada awalnya, lembaga jamina fidusia ini dikenal dalam lembaga hukum Romawi dengan nama Fiducia cum creditore, sedangkan di Indonesia sendiri kebendaan Fidusia diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan Hooggerechtshop (HGH) tanggal 18 Agustus 1932, dan khususnya adalah pada waktu itu, karena sudah terbiasa dengan hukum adat, penyerahan secara constitutum 5 Ratnawati L. Prasodjo, Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia,Diskusi Undang- Undang Jaminan Fidusia dan Pendaftaranya, Hotel Regent, 23 September 1999, hal.30

5 possesorium sulit dibayangkan apabila dimengerti dan dipahami oleh orang Indonesia. Walaupun demikian, sebenarnya konsep constitutum possesorium ini bukan hanya monopoli hukum Barat saja. Kalau diteliti dan dicermati, dalam hukum adat di Indonesia pun mengenal konstruksi demikian. 6 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UUJF) dalam Pasal 1 angka (2) menyebutkan bahwa jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik itu berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Akan tetapi, ada hal yang harus didasari bahwa pada Pasal 2 UUJF juga memberikan suatu batasan terhadap ruang lingkup berlakunya setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia. Hal ini kembali dipertegas melalui rumusan dalam Pasal 3 UUJF yang menyatakan bahwasannya UUJF tidak berlaku terhadap : 1. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan,sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftarkan. 2. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) meter atau lebih. 6 Mustafa Siregar, Ringkasan Hukum Jaminan, Pasca Hukum USU, Medan, 2004, hal 13

6 3. Hipotik atas pesawat terbang. 4. Gadai Berdasarkan penjelasan secara umum dan singkat tentang UUJF di atas, maka dalam hal ini lembaga jaminan fidusia ini digunakan secara luas dalam berbagai transaksi pinjam meminjam atau kredit karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah dan cepat, serta adanya kepastian hukum dengan cara mendaftarkan jaminan fidusia tersebut. Pendaftaran jaminan fidusia tersebut memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia terhadap kteditur lain. Karena jaminan fidusia memberikan hak kepada pemberi fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan. Hal ini berbeda dengan gadai walaupun objek gadai hamper sama dengan objek fidusia yaitu juga sama-sama benda bergerak berwujud, namun karena objek gadai berada pada penerima gadai, maka objek gadai tersebut tidak dapat dipergunakan atau dimanfaatkan untuk kesehariannya oleh si pemberi gadai seperti sepeda motor, mobil dan sebagainya. Apabila tidak dilakukan maka akan mengalami kekurangan. Hal ini dinyatakan oleh Mariam Darus bahwasanya jika menalaah sistem hukum jaminan maka tampaklah bahwa hukum jaminan belum berada dalam system hukum yang bulat dan tuntas dimana pengaturannya masih bersifat sporadic dan belum tuntas. 7 Fungsi Kantor Pendaftaran Fidusia adalah penyelenggaraan pelayanan hukum terhadap pendaftaran jaminan fidusia untuk terciptanya tertib hukum di masyarakat 7 Mariam Darus Badrulzaman, Kerangka Hukum Jaminan Indonesia Dalam Hukum Jaminan Indonesia Seri Dasar Hukum Ekonomi 4, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal 1

7 sebagaimana keinginan dari UUJF itu sendiri. Jika dilihat dari arti fungsi, maka fungsi Kantor Pendaftaran Fidusia lebih bersifat administratif, tetapi tidak hanya semata-mata hanya berfungsi administratif maksudnya ketika jaminan fidusia didaftarkan fungsi substantif lebih dominan. Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia menurut sosiologis adalah merupakan aspek dinamis kedudukan status, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya. 8 Dengan melihat pengertian kata dasar dari peranan sebagaimana telah disebutkan di atas, maka jika dihubungan dengan peranan Kantor Pendaftaran Fidusia ada 2 (dua) jenis yaitu : 1. Peranan Pasif Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia yang bersifat pasif ini ada kaitannya dengan fungsi kantor pendaftaran yang bersifat administratif, maksudnya adalah bahwa kantor pendaftaran fidusia hanya menunggu siapa saja yang mau mendaftarkan jaminan fidusia kepada kantor pendaftaran Jaminan Fidusia, dan karena tidak aktif mencari siapa yang mau mendaftarkan Jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia, walaupun di dalam Pasal 11 Ayat (1) UUJF Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. 2. Peranan Aktif Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia yang bersifat aktif ini ada kaitannya dengan fungsi kantor pendaftaran fidusia yang bersifat subtansi, maksudnya adalah bahwa ketika ada yang mendaftarkan Jaminan fidusianya ke Kantor Pendaftaran Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1990, hal

8 Fidusia, maka Kantor Pendaftaran Fidusia berhak melakukan pengecekan setiap permohonan pendaftaran tidak mencantumkan apa yang disebutkan dalam Pasal 13 ayat (2) UUJF seperti data perjanjian pokok yang dijaminkan, uraian fisik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia, maka pihak Kantor Pendaftaran Fidusia akan mengembalikan kepada pemohon untuk diperbaiki kembali dan kalau sudah benar akan diproses sampai keluar Sertifikat Jaminan Fidusianya. Dalam pelaksanaan Pendaftaran Fidusia terlibat 2 (dua) pihak yaitu Pemohon dan Kantor Pendaftaran Fidusia. Pemohon dapat mengajukan pendaftaran jaminan fidusia jika sudah ada Kantor Pendaftaran Fidusia. Pada Pasal 12 UUJF menyatakan bahwa Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah sebagai berikut : 1. Pendaftaran jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) UUJF dilakukan pada kantor pendaftaran fidusia; 2. Untuk pertama kali, kantor pendaftaran fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; 3. Kantor pendaftaran Fidusia sebagaimana yang dimaksud ayat (2) berada dalam lingkup tugas Departemen Hukum dan Hak asasi Manusia RI; 4. Ketentuan mengenai pembentukan Kantor pendaftaran Fidusia untuk daerah lain dan penetapan wilayah kerjanya diatur dengan keputusan Presiden. Berdasarkan Pasal 12 ayat (4) UUJF serta keputusan Presiden No. 139 tahun 2000 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia yang menyatakan mengenai kedudukan Kantor Pendaftaran Fidusia adalah setiap ibukota propinsi di wilayah Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut dengan Keppres No. 139 tahun

9 2000). Alas an dibuatnya Keppres No. 139 tahun 2000 adalah melaksanakan Pasal 12 UUJF. Sehubungan dengan pertanyaan tersebut di atas, maka yang perlu untuk diteliti sebenarnya adalah Analisis Hukum Terhadap Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Pemberian Kredit Perbankan Menurut Undang-Undang No. 42 Tahun B. Rumusan masalah Berdasarkan kenyatan tersebut, menimbulkan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah objek yang dapat didaftarkan dalam perjanjian Kredit dengan Jaminan Fidusia? 2. Bagaimana Hambatan-Hambatan yang terjadi pada proses pendaftaran Jaminan Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia? 3. Apakah semua perjanjian Jaminan Fidusia yang diikat didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia? C. Tujuan penelitian Mengacu pada Permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui objek apa yang dapat didaftarkan dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang terjadi pada proses pendaftaran jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran fidusia 3. Untuk mengetahui bentuk perjanjian jaminan fidusia yang diikat dan didaftarakan di Kantor Pendaftaran Fidusia

10 D. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis untuk menambah literatur tentang perkembangan hukum khususnnya di bidang jaminan fidusia dalam hubungannya dengan jasa yang dikuasai oleh pemerintah. 2. Secara Praktis sebagai sumber pemikiran dan masukan para pihak yang berkepentingan khususnya masyarakat luas tentang fungsi dan kegunaan UUJF. E. Keaslian penelitian Sepanjang yang diketahui dari hasil hasil penelitian yang sudah ada dan yang sedang dilaksanakan terhadap analisis Hukum terhadap pendaftaran jaminan Fidusia dalam pemberian Kredit Perbankan Menurut Undang Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Adapun penelitian mengenai jaminan yang sudah dilaksanakan oleh saudara Juraini Sulaiman, Mahasiswa pasca Sarjana Bidang Ilmu Hukum dengan Nomor Induk Mahasiswa , meneliti tentang Analisis Yuridis fungsi dan peranan Kantor Pendaftaran Fidusia ditinjau dari Undang- undang No.42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia (Suatu penelitian di kantor wilayah departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara). Penelitian tersebut mempermasahkan dan membahas tentang bagaimana fungsi dan peranan Kantor Pendaftaran Fidusia ditinjau dari Undang- Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pendaftran Jaminan Fidusia dan prosedur yang ditempu pihak Kantor Pendaftran Fidusia dalam memberikan kepastian hukum kepada para pihak.

11 Dewi, Mahasiswi KeNotarisan dengan Induk Mahasiswa , menelitih tentang Pemberian Kredit Bank dengan Jaminan Fidusia telah keluarnya Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia di Kota Binjai. Penelitian tersebut mempermasalahkan dan membahas tentang peraturan perundangundangan yang mengatur pemberian kredit bank dengan jaminan fidusia sebelum atau sudah dikeluarkannya Undang-Undang No, 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, serta Pendaftaran Fidusia setelah dikeluarkannya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia serta hambatan-hambatan yang terjadi dalam melakukan pendaftaran jaminan fidusia dan eksekusi terhadap jaminan fidusia setelah dikelurkannya Undang-Undang No. 42 btahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dikatakan asli, baik disegi materi dari sifat penelitiannya belum ada yang menelitih sebelumnya. Sehingga dengan begitu, dapat saya pertanggungjawabkan Kemudian hari. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Kerangka teori merupakan teori yang dibuat untuk gambaran yang sistematis mengenai masalah yang akan ditelitih. Teori ini masih bersifat sementara yang akan dibuktikan kebenarannya dengan cara menelitih secara realitas. Kerangka teoritis lazimnya dipergunakan dalam penelitian ilmu-ilmu sosial dan juga dapat dipergunakan dalam penelitian hukum, yaitu pada penelitian hukum sosiologis atau empiris. 9 9 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal 127

12 Fungsi teori dalam penelitian dimaksudkan untuk memberikan arahan/petunjuk dan merambalkan serta menjelaskan gelaja yang diamati untuk dikaji dengan norma hukum. 10 Menurut teori konpensional, tujuan hukum adalah untuk mengwujudkan keadilan (rechtgerehtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit), dan kepastian hukum (rechtszekerheid). 11 Hukum perbankan berkembang sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat di bidang hukum perbankan. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan bangunan/rumah di atas tanah orang lain baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan penulasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. 12 Fidusia adalah lembaga yang berasal dari system hukum perdata barat yang eksistensi dan perkembangannya selalu dikaitkan dengan system civil law. Istilah civil law berasal dari kata latin jus civilei, yang diperlakukan kepada masyarakat Romawi. Selain jus civilei terdapat pula hukum yang mengatur warga Romawi dengan orang asing yang dikenal dengan jus gentium Tan Kamello,Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, PT Alumni, Bandung, 2004, hal Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologi, PT Agung, Jakarta, 2002, hal Pengertian Jaminan Fidusia di dalam UU Jaminan Fidusia No. 42 Tahun 1999 Pasal 1 angka 2 UU Jaminan Fidusia dapat disimpulkan bahwa objek Jaminan Fidusia meliputi benda bergerak dan tidak bergerak. 13 Ibid, hal 38

13 Hukum Romawi memuat ketentuan khususnya di bidang hukum perjanjian pada tingkat awal perkembangannya, dimana tidak terdapat bentuk yuridis yang memadai untuk memberikan jaminan baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, karena hak gadai dan hipotik sebagai hak jaminan bentuk lembaga jaminan pada saat itu sangat dirasakan dalam hubungannya dengan peminjaman uang, sehingga praktek menggunakan konstruksi hukum yang ada yaitu pemberian jaminan kebendaan oleh debitur kepada krediturnya dengan pengalihan hak milik secara kepercayaan. 14 Salah satu fungsi bank sebagai penyalur dana kepada masyarakat, bank melakukan secara aktif usahanya yakni memberikan kredit kepada pihak nasabah beditur. Bank memberikan kredit didasarkan kepada prinsip kehati-hatian. Pada prinsipnya dalam hukum adat tidak terdapat pengaturan secara khusus mengenai benda. Pada ahli hukum hanya menjelaskan hukum adat tentang benda antara lain hukum tanah, hukum transaksi yang berkaitan dengan tanah dan hukum perutangan. Oleh karena itu dalam penyusunan hukum benda yang dipergunakan adalah prinsip hukum adat mengenai tanah, yang dikombinasikan dengan hukum benda dalam BW serta hukum benda dari system hukum anglo saxon. Asas mempertahankan kepribadian bangsa lewat hukum adat ini diikuti oleh prinsip nasionalitas sebagaimana tercantum pada Pasal 9, 21, 30, dan 36 UUPA, sebaliknya terhadap benda bukan tanah belum ada larangannya untuk menerapkan prinsip nasionalitas. 14 Ibid

14 Penjaminan atas benda bukan tanah dapat dilakuakn dengan 2 (dua) cara yaitu : a. Penggunaan lembaga jaminan fidusia yang dibebankan terhadap benda bukan tanah sebagai jaminan utang yang penguasaannya tetap berada di tangan debitur; b. Lembaga gadai yang dibebani terhadap benda bukan tanah yang penguasaannya diserahkan kepada kreditur; Adanya pola pembagian benda yang demekian, berarti tidak terdapat tumpang tindih antara hukum jaminan yang mengatur tentang tanah dan hukum jaminan yang mengatur tentang bukan tanah. Hal tersebut juga akan menjadi koreksi terhadap UUJF sehingga dapat mengatasi ketidak jelasan objek jaminan fidusia. Praktek jaminan fidusia telah lama dkenal sebagai salah satu instrument jaminan kebendaan bergerak yang bersifat non-possessory, berbeda dengan jaminan kebendaan yang bersifat possessory seperti gadai, jaminan fidusia memungkinkan pihak debitur sebagai pemberi jaminan untuk tetap menguasai dan mengambil manfaat atas benda bergerak yang telah dijaminkan tersebut. Pada awalnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia hanya terbatas pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam persediaan (inventory). 15 Terdapat beberapa ketentuan perundang-undangan yang membahas mengenai fidusia sebagai suatu instrument jaminan. Meskipun begitu, secara umum tidak ada panduan teknis mengenai pelaksanaan instrumen fidusia tersebut. Lahirnya jaminan fidusia merupakan murni didasarkan pada ketentuan Pasal 1320 jo.1338 BW 15 Widjaja Gunawan & Ahmad Yani, Jaminan Fidusia (seri Hukum Bisnis), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal 6

15 mengenai kebebasan berkontrak. Pada Pasal 1 ayat (2) UUJF menyatakan bahwasanya hak tanggungan tetap berada dalam penguasaan pemberi jaminan fidusia sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima jaminan fidusia terhadap kreditur lainnya. Dengan keluarnya UUJF ini, maka dengan melihat ketentuan yang terdapat pada Pasal 17 UUJF menggariskan bahwasanya pembebanan hak jaminan pada benda bergerak menjadi lebih memiliki kepastian hukum, karena status kreditur dijamin dengan adanya institusi pendaftaran yang berfungsi untuk mendata pembebanan jaminan fidusia guna mencegah terjadinya pembebanan ulang jaminan fidusia terhadap barang yang sama tanpa sepengetahuan penerima jaminan fidusia yang pertama. Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan pada Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwasanya Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kata kredit berasal dari bahasa romawi yaitu credere yang artinya percaya. Dalam Bahasa Inggris disebut dengan faith atau trust. 16 Dengan demikian kredit menunjukkan hubungan kepercayaan antara pihak yang memberikan kredit (kreditur) dengan yang menerima kredit (debitur). Sementara pada Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwasanya kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan 16 Badarulzaman Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, PT. Alumni, Bandung, 1978, hal 19

16 kesepakatan pinjam-pinjaman antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk mengembalikan atau melunasi hutang setelah jangka waktu yang telah ditentukan dengan pemberian bunga. Namun undang-undang tersebut tidak menemukan lebih lanjut mengenai bagaiman bentuk persetujuan pinjam-meminjam tersebut. Perbedaan terletak pada bentuk kontra-prestasi yang akan diberikan nasabah peminjam dana (debitur) kepada bank (investor) atas pemberian kredit atau pembiayaan. Pada bank konvensional, kontrak prestasinya berupa bunga, sedangkan bank syariah kontrak prestasinya berupa imbalan atau bagi hasil sesuai dengan persetujuan atau kesepakatan bersama. KUHPerdata merumuskan dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH-Perdata yaitu: Pasal 1131 KUH-Perdata berbunyi : Segala kebendaan siberhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Pasal 1132 KUH-Perdata berbunyi : Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersamasama bagi semua benda yang menguntungkan padanya, pendapatan penjualan bendabenda itu dibagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecil piutang masingmasing, kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Pasal 8 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwasanya dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisa yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya

17 atau mengembalikan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. Keberadaan Kantor Fidusia ini berada dalam lingkup tugas Departemen Hukum Dan HAM (Hak Asasi Manusia), segala keterangan mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang ada pada Kantor Pendaftaran Fidusia terdapat pada Pasal 18 UUJF. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia yang memuat : a. Identitas pihak Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia; b. Tanggal, nomor akta Jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan fidusia; c. Data perjanjian pokok yang menjadi objek Jaminan fidusia; d. Uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan fidusia; e. Nilai penjaminan; dan f. Nilai benda yang menjadi objek Jaminan fidusia. Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat jaminan fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Sebagai bukti kreditur bahwa ia merupakan pemegang Jaminan fidusia adalah Sertifikat Jaminan fidusia yang diterbitkan Kantor Pendaftaran Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan Pendaftaran jaminan

18 fidusia. Berdasarkan Pasal 17 UUJF menyebutkan bahwasanya pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap objek jaminannya fidusia yang sudah terdaftar. Fidusia ulang oleh pemberi Fidusia, baik debitur maupun penjamin pihak ketiga tidak dimungkinkan atas benda yang dijadikan objek jaminan fidusia karena hak kepemiliknnya beralih kepada penerima fidusia. 2. Konsepsi Konsepsi adalah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungi antara teori yang ada dengan kegiatan observasi dalam penelitian, dan juga antar abstrak dan realitas. 17 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneraliskan dari hal-hal yang khusus, 18 yang disebut dengan operasional. Pentingnya suatu definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran dari suatu istilah yang dipakai,selain dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini perlu dirumuskan beberapa defenisi operasional tersebut yaitu : Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hal 18 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998,hal 3

19 a. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 19 b. Kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan atau persetujuan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mengwajibkan pihak meminjam untuk mengembalikan atau melunasi hutang setelah jangka waktu yang telah ditentukan dengan pemberian bunga. 20 c. Kreditur adalah pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang. 21 d. Debitur adalah orang atau badan usaha yang memilki hutang kepada bank atau lembaga pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang. 22 Bahwa setiap bank yang memberikan kredit pada pihak debitur harus adanya jaminan yang harus dijaminkan kepada pihak bank, dimana antara pihak debitur dan pihak kreditur telah membuat perjanjian agar pihak bank dapat mengeluarkan kredit yang dibutuhkan oleh pihak debitur dalam membangun usahanya dan apabila pihak debitur tidak dapat membayar utangnya pada pihak bank, maka pihak kreditur baik itu melalui pengadilan atau kantor penfadratan fidusia berhak melelang barang yang menjadi jaminan utang debitur agar dapat melunasinya. 19 Lihat Undang Undang RI No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 20 Lihat Pasal 1 Ayat 11 Undang Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 21 Riduan Tobink dan Bill Nikholaus, Kamus Istilah Perbankan, Atalya Rileni Sudeco, Jakarta, 2003, hal Ibid

20 Asas jaminan fidusia menurut Tan Kamello berdasarkan UUJF anatar lain : a. Bahwa kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur-kreditur lainnya; b. Bahwa jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapa pun benda tersebut berada (droit de suite atau zaaksgevolg); c. Benda jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lain tersebut asas asesoritas; d. Bahwa jaminan fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru aka nada (kontinjen); e. Bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada; f. Bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan terhadap bangunan/rumah yang terdapat di atas tanah milik orang lain; g. Bahwa jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subjek dan objek di atas tanah milik orang lain; h. Bahwa pemberian jaminan fidusia harus orang yang memiliki kewenangan hukum atas objek jaminan fidusia; i. Bahwa jaminan fidusia harus didaftrakan ke kantor pendaftaran fidusia; j. Bahwa benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh kreditur penerima jaminan fidusia sekalipun itu diperjanjikan; k. Bahwa jaminan fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditur penerima fidusia yang terlebihdahulu mendaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia dari pada kreditur yang mendaftrakan kemudian;

21 l. Bahwa pemberi jaminan fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus mempunyai itikat baik; m. Bahwa jaminan fidusia mudah dieksekusi; 23 Pendaftaran benda jaminan yang ada di luar Negeri berdasarkan pasal 11 ayat (2) UUJF menyebutkan bahwasannya kewajiban pendaftaran tetap berlaku sekalipun benda yang dijaminkan benda luar Negeri. Hal ini berarti bahwa pendaftaran tetap dilakukan di dalam negeri sesuai dengan ketentuan UUJF. Akan tetapi dari pernyatan tersebut, maka ada kesulitan atau kendala yang bisa timbul jika benda tersebut tidak dikenal lembaga pendaftaran tersebut. Hal ini juga menjadi kesulitan, karena dalam penjelasan Pasal 11 UUJF mengatakan bahwa pendaftaran tersebut harus dilakukan di tempat kedudukan pemberi fidusia. G. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Medan pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Propinsi Sumatera Utara. Objek penelitian ini adalah Jaminan Fidusia yang di daftarkan pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Propinsi Sumatera Utara yang berkenaan dengan objek, Hambatan-Hambatan dan Perjanjian Jamanina Fidusia yang dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang ditinjau dengan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. 2. Jenis dan Sifat Penelitian 23 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, PT Alumni, Bandung, 2004, hal

22 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode penelitian normatif yang bersifat kualitatif yaitu metode penelitian yang mengacu pada normanorma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan. 24 Dalam penelitian ini dipergunakan adalah merujuk pada sumber hukum yakni penelitian yang mengacu norma-norma hukum terdapat dalam perangkat hukum. Tujuan pendaftaran dilakukan untuk mendapatkan kepastian hukum. Penelitian ini adalah yang bersifat deskriptif analitis yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan (menggambarkan) tentang kondisi atau gejala yang menjadi objek penelitian. Setelah itu diadakan suatu telaah secara kritis, dalam arti memberikan penjelasan-penjelasan atas fakta atau gejala tersebut, baik dalam kerangka sistematisasi, maupun sinkronisasi, dengan berdasarkan pada aspek yuridis. Dengan demikian akan menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian. 3. Pendekatan Penelitian Penelitian hukum terhadap beberapa pendekatan, dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu hukum yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Penelitian ini sendiri akan menggunakan metode pendekatan Normatif atau Undang-Undang. Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkutpaut dengan isu hukum yang menjadi objek penelitian ini. Pendekatan Normatif yang dimaksud untuk memecahkan permasalahan yang merupakan isu hukum yang diangkat dalam penelitian ini yaitu untuk meninjau 24 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Perdasa, Jakarta, hal 14

23 begaimana pelaksanaan terhadap objek yang dapat didaftarkan, Hambatan-Hambatan dan Perjanjian Pendaftaran Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia dan juga untuk melihat apakah pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Jaminan Fidusia secara langsung dalam masyarakat sudah sinkron atau sesuai dengan perintah Undang-Undang atau belum. 4. Sumber Data Adapun penelitian hukum yang digunakan dalam tesi ini diperoleh dari : a. Bahan Penelitian Primer yaitu : 1) Peraturan dasar (konvensi) tentang jaminan fidusia, antara lain Undang-undang No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Undang-undang No.4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, dan Undang-undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No.7 Tahun tentang Perbangkan. 2) Peraturan Pemerintah No.86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Perbankan Akta Jaminan Fidusia, Keputusan Presiden No.139 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran fidusia disetiap Ibukota Propinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. M. OB.PR Tahun 2000 Tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di seluruh Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, dan Surat Edaran Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.C Tahun 2004 Tentang Kewanangan Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusial.

24 b. Bahan Penelitian Skunder Bahan Penelitian skunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya karya dikalangan hukum ditambah dengan data yang diperoleh dari lapangan berupa table tentang objek jaminan fidusia yang didaftarakan, hasil wawancara dari Narasumber yang berkompeten dibidang jaminan fidusia yang dilaksanakan pada Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sumatera Utara. c. Bahan Penelitian tertier atau bahan hukum penunjukan mencangku : 1. Bahan-bahan yang memberikan petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder. Contohnya buku-buku, literature, media elektronik dan lain sebagainya. 2. Bahan-bahan hukum primer, skunder dan tertier (penujang) diluar bidang hukum yang dipergunakan untuk melengkapi atau penujang data penelitian. 5. Alat Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dalam penelitian ini adapun tehnik yang digunakan sebagai berikut: a. Studi Keperpustakan Studi Keperpustakan dilakukan dengan menelaah semua literatur pusaka yang berhubungan dengan topik penelitian baik yang bersifat normatif maupun yang berupa hasil penelitian kalangan hukum;

25 b. Studi dokumen yaitu membaca, mempelajari, meneliti literatur, dokumendokumen tertulis serta dokumen-dokumen lainnya yang relevan dengan kerangka dasar penelitian; c. Wawancara yaitu dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang bertujuan untuk memperoleh data yang lebih mendalam yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Adapun yang akan menjadi responden adalah : Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sumatera Utara; 6. Metode Analisis Data Dalam penelitian hukum kepustakaan (normatif) kegiatan analisis data sebenarnya telah dimulai sejak sebelum penyusunan kerangka acuan penelitian sampai pada saat terakhir penulisan laporan penelitian. Supaya laporan penelitian itu benar-benar memuat hasil pemikiran dan pendapat yang didasarkan informasi yang selengkap-lengkapnya. 25 (interprestasi) hukum yang dikenal, seperti penafsiran autentik, penafsiran menurut tata bahasa (gramatikal), penafsiran berdasarkan sejarah perundang-undangan (wethistoris) atau berdasarkan sejarah hukum (rechthistoris), penafsiran sistematis, penafsiran sosiologi, teleologis, penafsiran fungsional, ataupun penafsiran futuristik (suatu pemikiran) 26 Selanjutnya dijelaskan bahwa analisis bahan-bahan yang telah dikumpulkan tentu saja harus dilakukan menurut cara-cara analisis atau penafsiran 27. Bertitik tolak dan pemikiran tersebut dalam penelitian mi 25. C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad ke 20, (Bandung : Alumni, 1994) hal Ibid. hlm Disini sepertinya Sunaryati Hartono menyamakan pengertian Analisis dengan Penafsiran

26 digunakan penafsiran fungsional (penafsiran bebas) yang tidak mengikat dan sepenuhnya kepada kalimat dan kata-kata peraturan, melainkan mencoba untuk memahami maksud yang sebenarnya dan suatu peraturan dengan menggunakan berbagai sumber lain yang dianggap bisa memberikan kejelasan yang lebih memuaskan 28 serta tidak menutup kemungkinan metode penafsiran lain sesuai dengan kebutuhan. Alasan menggunakan metode penafsiran tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa tidak dapat disangkal bahwa dalam hukum berkaitan erat dengan faktor-faktor lain non hukum, oleh karena itu penggunaan metode interprestasi mi diharapkan dapat langsung mengkait kepada faktor-faktor tersebut. Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan Evaluasi terhadap semua data yang ada untuk mengetahui validitasnya. Untuk selanjutnya dilakukan pengelompokan terhadap data yang sejenis untuk kepentingan analisis dan penulisan laporan penelitian. 28. Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Cet 3, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 95.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengamanan pemberian dana atau kredit tersebut.jaminan merupakan hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan dana yang diberikan oleh pihak perbankan dalam dunia perbankan di Indonesia disebut dengan kredit, yang terkadang selalu dihubungkan dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang. hak tanggungan, kredit verban, fidusia, dan gadai.

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan peningkatan jaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang. hak tanggungan, kredit verban, fidusia, dan gadai. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi jaminan secara yuridis adalah untuk kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian kredit atau hutang piutang atau kepastian realiasasi suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, meningkat pula kebutuhan akan pendanaan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan dana

Lebih terperinci

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu Perjanjian Kredit biasanya terdapat perjanjian accesoir (perjanjian ikutan) yang mengikuti perjanjian kredit tersebut. Fidusia merupakan salah satu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara tentu memerlukan suatu pembangunan untuk menjadi suatu Negara yang maju. Pembangunan yang dilaksanakan Bangsa Indonesia mengacu pada salah

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH

UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH UNDANG-UNDANG FIDUSIA NO. 42 TAHUN 1999 MEMBAWA PERUBAHAN DALAM PRANATA JAMINAN RABIATUL SYAHRIAH Bidang Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara A. Latar Belakang Keluarnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN 1.1 Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa II. Tinjauan Pustaka A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undangundang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR A. Pengertian Kreditur dan Debitur Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adapun pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi. 1 1 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1.1 Sejarah Jaminan Fidusia a. Zaman Romawi Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi. Bagi masyarakat pada saat itu, fidusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI PD BPR BANK BOYOLALI A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

Pembebanan Jaminan Fidusia

Pembebanan Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia Fidusia menurut Undang-Undang no 42 tahun 1999 merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional dapat menciptakan dan menjadikan masyarakat Indonesia menuju kearah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 945. Dalam rangka memelihara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nopmor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mendefinisikan: Bank sebagai badan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam mendukung kegiatan ekonomi yang berkesinambungan. Masyarakat sangat memerlukan bantuan dana karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga menyebabkan meningkatnya kebutuhan usaha dalam sektor perbankan. Hal ini ditandai dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk memelihara dan meneruskan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian untuk mewujudkan perekonomian nasional dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian untuk mewujudkan perekonomian nasional dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu upaya untuk mewujudkan perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia berdasarkan Undang-undang 1945 Pasal 33 Ayat (4) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum publik menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. hukum publik menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata mengenal dua subjek hukum, yaitu individu atau perorangan dan badan hukum. Badan hukum dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu badan hukum prifat seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis

BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis BAB II TINJAUAN HUKUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Dan Dasar Hukum Jaminan Fidusia 1. Pengertian Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia merupakan lembaga jaminan yang secara yuridis formal diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia telah digunakan di Indonesia sudah sejak masa penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari

Lebih terperinci

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti kepercayaan. 23 Sesuai dengan arti kata ini,

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit 1. Pengertian Bank Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah suatu tempat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung dimanapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyahkt yang adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk membeli rumah, mobil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembagunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, 1999. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI (Study Kasus Perum Pegadaian Cabang Cokronegaran Surakarta) Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta JAMINAN DAN EKSEKUSI Studi terhadap Pelaksanaan Eksekusi Barang Jaminan dalam Perjanjian Kredit di Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara Wilayah Kerja Salatiga \ \ Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Bank selaku badan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Bank selaku badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan perekonomian nasional peran perbankan sangat penting sebagai jantung perekonomian nasional yang berfungsi sebagai lembaga penghimpun dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai negara agraris telah memberikan peluang bagi penduduknya untuk berusaha di bidang pertanian. Kegiatan di bidang usaha pertanian tidak terbatas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat

Lebih terperinci

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2 1 Oleh: Agus S. Primasta 2 Pengantar Secara awam, permasalahan perkreditan dalam kehidupan bermasyarakat yang adalah bentuk dari pembelian secara angsuran atau peminjaman uang pada lembaga keuangan atau

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan ekonomi diperlukan tersedianya dana, salah satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan permohonan kredit yang diberikan

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan terencana dan terarah yang mencakup aspek politis, ekonomi, demografi, psikologi, hukum, intelektual maupun teknologi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu usaha untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik daripada apa yang telah dicapai, artinya bahwa pembangunan merupakan perubahan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM. pembangunan nasional perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan

BAB III TINJAUAN UMUM. pembangunan nasional perlu senantiasa dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan BAB III TINJAUAN UMUM A. Kajian Umum Hukum Perbankan Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan asas kekeluargaan sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. Kesinambungan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. banyak dipraktikkan dalam lalu lintas hukum perkreditan atau pinjam meminjam.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA. banyak dipraktikkan dalam lalu lintas hukum perkreditan atau pinjam meminjam. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia adalah suatu lembaga jaminan yang bersifat perorangan, yang kini banyak dipraktikkan dalam lalu lintas hukum perkreditan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Unsur-Unsur Jaminan Kredit Pengertian jaminan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari adanya suatu utang piutang yang terjadi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kreditnya, sebab kredit adalah salah satu portofolio alokasi dana bank yang terbesar

BAB I PENDAHULUAN. kreditnya, sebab kredit adalah salah satu portofolio alokasi dana bank yang terbesar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank dalam menjalankan bisnisnya harus berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya, sebab kredit adalah salah satu portofolio alokasi dana bank yang terbesar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017 AKIBAT HUKUM EKSESEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN MENURUT UU NO.42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1 Oleh: Restu Juniar P. Olii 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang

Lebih terperinci