BAB II KETERBUKAAN DI DALAM PASAR MODAL. 1. Ketentuan Prinsip Keterbukaan Dalam Hukum Pasar Modal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KETERBUKAAN DI DALAM PASAR MODAL. 1. Ketentuan Prinsip Keterbukaan Dalam Hukum Pasar Modal"

Transkripsi

1 BAB II KETERBUKAAN DI DALAM PASAR MODAL A. Prinsip Keterbukaan di Dalam Pasar Modal 1. Ketentuan Prinsip Keterbukaan Dalam Hukum Pasar Modal Diakui bahwa keterbukaan merupakan terminologi yang teramat sering dikumandangkan dalam dunia hukum pasar modal, dan hukum pasar modal sendiri seakan belum sah jika belum mengatur tentang keterbukaan ini. Oleh karena itu, tidak heran jika peraturan perundang-undangan mengaturnya secara rinci. Ada suatu dilema yang inheren dalam hukum pasar modal itu sendiri. Disatu pihak, hukum terus mengejar dengan merinci sedetil-detilnya tentang halhal apa saja yang mesti di buka oleh pihak-pihak penyandang kewajiban keterbukaan, dilain pihak, hukum juga harus memperoleh kepentingankepentingan tertentu dari pihak yang diwajibkan membuka informasi tersebut. 21 Kepentingan tersebut sering kali bertentangan dengan kewajiban keterbukaan, misalnya kepentingan suatu emiten untuk tidak membuka (disclouse ) tentang informasi yang tergolong rahasia perusahaan. Maka dalam hal ini, sektor hukum harus jeli menimbang-nimbang dan menyelaraskan kepentingan investor dan pasar terhadap suatu keterbukaan dengan kepentingan emiten atau pihakpihak lain pemilik informasi. Keselarasan di antara dua kepentingan yang kontradikitf tersebut tercermin dalam prinsip yuridis yang menyatakan bahwa 21 Adrian Sutedi, Segi-Segi Hukum Pasar Modal. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hal

2 suatu disclosure di pasar modal tidaklah semata-mata full, tetapi juga mestilah fair, seperti yang tersimpul dalam istilah full and fair disclosure. Selain dari itu, sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu sistem hukum perdata kita, secara hukum dalam jual beli, si penjual diwajibkan untuk menanggung atas seluruh cacat yang tersembunyi dari barang yang dijualnya tersebut. 22 Ternyata terhadap jual beli saham dipasar modal, kewajiban menanggung cacat yang tersembunyi saja masih belum cukup, untuk itu berkembanglah suatu teori hukum tentang kewajiban bagi suatu perusahaan terbuka, yaitu dikenal dengan kewajiban buka-bukaan, yang dalam istilah bahasa Inggrisnya disebut dengan full and fair disclosure. Dokrin hukum tentang kewajiban keterbukaan bagi suatu perusahaan terbuka ini mempunyai karakteristik yuridis sebagai berikut. a. Prinsip ketinggian derajat akurasi informasi b. Prinsip ketinggian derajat kelengkapan informasi c. Prinsip ekuilibrum antara efek negative kepada emiten di satu pihak dengan di pihak lain, efek positif kepada public jika dibukanya informasi tersebut 23 Beberapa hal lain yang sering kali dilarang dalam hal keterbukaan informasi antara lain. a. Memberikan informasi yang salah sama sekali 22 Ibid. 23 Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, (Bandung; Citra Aditya Bakti. 1996), Hal

3 b. Memberikan informasi yang setengah benar c. Memberikan informasi yang tidak lengkap d. Sama sekali diam terhadap fakta/ informasi material 24 Keempat model pelanggaran ini dilarang karena oleh hukum dianggap data menimbulkan misleading bagi investor dalam memberikan judgement-nya untuk membeli atau tidak membeli suatu efek. Misleading merupakan suatu penyimpangan prinsip keterbukaan di pasar modal berupa pemberian informasi yang tidak benar atau menyesatkan. 25 Alasan utama mengapa suatu keterbukaan dilakukan adalah agar pihak investor dapat melakukan suatu keputusan untuk membeli atau tidak membeli efek. Karena suatu keputusan akan merupakan suatu landasan bagi terbentuknya suatu harga pasar yang wajar. Dalam hal ini, suatu harga akan wajar apabila dapat merefleksi nilai interinsik dari efek, di mana nilai interinsik sangat bergantung pada seberapa efisien tersedianya informasi tentang perusahaan yang bersangkutan. 26 Salah satu teori yang sangat dominan terhadap suatu harga efek yang juga secara gamblang menunjuk bagaimana vitalnya kedudukan suatu informasi tentang suatu perusahaan dalam hal seorang investor membeli efek adalah apa yang dikenal dengan nama efficient market hypothesis (teori pasar efisien). Efficient market hypothesis menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat 24 Ibid., hal Frans Satrio wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham Direksi dan Komisaris, (Jakarta:Visimedia,2009),hal Najib A. Gisymar, Insider Trading Dalam Transaksi Efek, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal 2. 21

4 mengalahkan pasar secara konsisten dengan menggunakan informasi yang sudah diketahui oleh pasar. Ini disebabkan karena harga tercipta merupakan ceminan dari seluruh informasi yang ada. 27 Emiten atau perusahaan publik mempunyai kewajiban untuk melaksanakan prinsip keterbukaan yang harus dilakukan baik sebelum go public maupun setelah go public. Adapun kewajiban-kewajiban emiten dalam melaksanakan keterbukaan adalah sebagai berikut. 1. Kewajiban Keterbukaan emiten pada saat Go public Pada saat seorang investor membeli saham di pasar modal, dia sudah harus mengetahui dengan pasti segala sesuatu tentang saham yang bersangkutan. Terutama yang harus diketahuinya adalah tentang segala sesuatu yang penting berkenaan dengan perusahaan penerbit saham tersebut, yang disebut juga dengan emiten. 28, karena dari situlah pihak investor dapat memprediksi apakah saham yang dibelinya itu bermutu atau tidak, sehingga apakah akan menguntungkan atau tidak jika dibeli. Oleh karena itu, hukum menempatkan kewajiban keterbukaan ini menjadi kewajiban yuridis, bahkan sering kali hal tersebut menjadi salah satu titik focus utama dari aturan-aturan hukum yang berkenaan dengan suatu pasar modal yang baik dan tertib. 2. Keterbukaan Melalui Pembuatan Prospektus 27 Bodie, et al, Essential of Investments, International Edition, McGrawn-Hill, New York. 28 pasal 1 ayat (6) UU Pasar Modal 22

5 Salah satu mekanisme agar keterbukaan informasi terjamin bagi investor atau public adalah lewat keharusan menyediakan suatu dokumen yang disebut prospektus bagi suatu perusahaan dalam proses melakukan go public. Suatu prospectus harus benar-benar berisikan informasi yang penting apa adanya. Banyak tuduhan bahwa sekarang emiten melakukan going public dipasar modal Indonesia menyediakan prospectus secara tidak layak, yakni hanya untuk sekedar memenuhi kewajiban yuridisnya yang terbit dari peraturan yang ada. Bahkan, hanya sekedar iklan bagi suatu perusahan untuk dapat membuat saham-sahamnya menjadi laku di pasar modal Kedudukan Yuridis dari Prospektus UU No. 8 Tahun 1995 dengan tegas memberlakukan prinsip bahwa propektus adalah merupakan suatu dokumen. Konsekuensinya, apabila ada seorang menawarkan suatu efek dengan menggunakan prospectus yang memuat informasi yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan pihak tersebut mengetahui atau sepatutnya mengetahui hal yang bersangkutan, maka dia wajib bertanggung jawab secara hukum atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari perbuatan tersebut. Untuk dapat membebankan tanggung jawab yuridis secara perdata kepada pihak penyedia prospectus yang tidak benar, hukum mensyaratkan bahwa sewaktu membeli efek, pihak pembeli efek yang bersangkutan tidak mengetahui ketidakbenaran isi prospectus tersebut. Jika dia telah mengetahui ketidakbenaran tersebut, tetapi masih mau membeli efek, 29 Adrian Sutedi, Op.Cit., hal

6 tentunya ia tidak dapat meminta ganti kerugian sebab pembeli tersebut sewaktu membeli efek telah mengambil resiko. 30 Dalam hal ini yang bertanggung jawab jika ada pihak-pihak yang menderita kerugian akibat dari prospectus yang menyesatkan terangkum dalam pasal 81 ayat (1) UU Pasar Modal, dimana yang mesti bertanggung jawab adalah setiap pihak yang menawarkan atau menjual efek dengan mempergunakan prospectus yang menyesatkan tersebut. Pihak yang menawarkan atau menjual biasanya terdiri dari emiten, underwriter, pialang atau bahkan investor yang ingin menjual kembali efek yang telah dibelinya. Pasal 81 ayat 1, menuliskan kesemua mereka harus bertanggung jawab secara hukum. 4. Kewajiban Keterbukaan Emiten Setelah Go Public Terdapat kewajiban keterbukaan dari pihak emiten yang wajib dilakukan setelah go public dan kewajiban ini berlangsung terus selama perusahaan yang bersangkutan masih merupakan perseroan terbuka. Kewajiban keterbukaan setelah proses go public dapat terjadi lewat instrument disclosure sebagai berikut a) Laporan berkala dari emiten khususnya bidang keuangan. b) Laporan insidentil bersifat umum c) Laporan insidentil bersifat khusus, termasuk didalamnya berupa realisasi penggunaan dana jika terjadi tender offer 30 Pasal 81 ayat (2) UU Pasar Modal 24

7 d) Laporan insidentil atas permintaan dari pihak Bapepam, Pemegang Saham atau pejabat lainnya sperti Bank Indonesia e) Laporan pihak tertentu seperti Akuntan public atau pemegang saham Laporan Keuangan Berkala oleh Emiten Salah satu bentuk keterbukaan setelah proses go public adalah laporan berkala yang harus dilakukan oleh Emiten. Pasal 86 huruf (a) membebankan kewajiban penyampaian laporan keuangan berkala tersebut kepada emiten, laporan disampaikan kepada Bapepam dan diumumkan kepada masyarakat. Laporan keuangan berkala oleh emiten tersebut terdiri atas laporan tahunan dan laporan semesteran. Prinsip-prinsip dari laporan keuangan berkala yaitu, a) Harus disajikan dalam bahasa Indonesia b) Disajikan secara perbandingan dengan priode yang sama dengan tahun sebelumnya, jika ada. c) Berdasarkan pada prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, yakni standar akuntansi keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia dan ketentuan akuntansi dibidang pasar modal yang ditetapkan bapepam. 31 Fuady, loc.cit. 25

8 d) Laporan keuangan tahunan harus harus disertai dengan laporan akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada bapepam. e) Laporan tahunan wajib diumumkan kepada public, berupa neraca, laporan rugi laba, laporan komitmen, wajib diumumkan dalam dua surat kabar. Laporan keuangan berkala yang harus disampaikan kepada Bapepam terdiri atas neraca laporan rugi laba, laporan saldo laba, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan Laporan Insidentil Kejadian Material oleh Emiten Emiten dibebankan suatu keharusan melakukan laporan insidentil perbuatan material. maksudnya adalah perundang-undangan dibidang pasar modal membebankan kewajiban kepada emiten untuk melaporkan pada bapepam dan mengumumkan pada masyarakat secepat mungkin setelah terjadinya kejadian material yang diperkirakan dapat mempengaruhi harga efek. 2. Informasi Fakta Material dan Hubungan dengan Prinsip Keterbukaan Para investor selalu aktif mengumpulkan berbagai informasi dan memanfaatkannya untuk memahami harga-harga saham yang ditawarkan dalam pasar perdana maupun pasar sekunder. Informasi yang dikumpulkan adalah 32 Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-97/PM/1996 tentang pedoman penyajian laporan keuangan 26

9 informasi yang mengandung fakta material. Menurut pasal 1 ayat 7 Undang- Undang Pasar Modal menyatakan : 33 Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. Selanjutnya Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep-86/PM/1996 dan Peraturan Nomor X K.1 menyatakan : Informasi atau Fakta Material yang diperkirakan dapat mempengaruhi harga efek atau keputusan investasi pemodal, antara lain hal-hal sebagai berikut: a. Penggabungan usaha, pembelian saham, peleburan usaha, atau pembentukan usaha patungan. b. Pemecahan saham atau pembagian dividen saham. c. Pendapatan dari dividen yang luar biasa sifatnya. d. Perolehan atau kehilangan kontrak penting. e. Produk atau penemuan baru yang berarti. f. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen. g. Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran efek yang bersifat utang. h. Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang material jumlahnya. i. Pembelian, atau kerugian penjualan aktiva yang material. j. Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting. k. Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan, dan atau direkturdan komisaris perusahaan. l. Pengajuan tawaran untuk pembelian Efek perusahaan lain. m. Penggantian Akuntan yang mengaudit perusahaan. 33 Pasal 1 ayat 7 No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 27

10 n. Penggantian Wali Amanat. o. Perubahan tahun fiskal perusahaan. 34 Disisi lain, penentuan Fakta Material menurut Undang-Undang Pasar Modal memiliki kemiripan dengan yang digunakan oleh pengadilan Amerika. Dalam kasus Listv. Fashion Park Inc. (1965) yang berpendapat dan menyatakan bahwa "fakta material meliputi fakta-fakta yang secara rasional dan obyektif mempengaruhi nilai saham perusahaan 35. Namun pendapat pengadilan dalam kasus List berkenaan dengan fakta material tidak lagi diikuti oleh pengadilan berikutnya. Konsep baru penentuan fakta material di Amerika telah berkembang berdasarkan tiga pendapat pengadilan yaitu, pertama, standar penentuan fakta material yang disahkan pengadilan melalui kasus SEC v. TexasGulf Sulphur (1968). Standar penentuan fakta material adalah didasarkan pada "test kemungkinan/ukuran" (probability/magnitude) fakta material atas informasi yang dapat berpengaruh kuat pada kemungkinan perusahaan di masa mendatang. Dalam hal ini faktor "kemungkinan" merupakan satu elemen dari penentuan fakta material tersebut. Kedua, standar penentuan fakta material yang disahkan pengadilan melalui kasus TSC Industries, Inc. v. Northway (1976). Penentuan fakta material dalam kasus Northway dilakukan dengan pendekatan "Standard Reasonable Shareholder" yaitu bahwa sesuatu yang menentukan fakta material sangat tergantung dari tanggapan investor petensial 34 Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: Kep-86/PM/1996 tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik 35 Bismar Nasution, Op.Cit., Hal

11 atau pemegang saham instutional yang rasional. Menguji sesuatu yang menjadi penentuan fakta material adalah ditentukan oleh pertimbangan yang matang untuk kepentingan pemegang saham yang rasional. Ketiga, standar penentuan fakta material yang disahkan pengadilan melalui kasus Basic, Inc. v. Levinson (1988). Penentuan standar Fakta Material ditetapkan berdasarkan suatu fact-specific secara case-by-case. Dalam kasus ini pengadilan berpendapat bahwa suatu penipuan bersifat material dilihat dari apakah pernyataan mempengaruhi keputusan investor yang rasional untuk berinvestasi dan berdasarkan fraud-on-the market theory, yaitu suatu pernyataan dikatakan menyesatkan hanya apabila pernyataan tersebut dapat mengubah keputusan investor untuk berinvestasi. 36 Prinsip keterbukaan mutlak dilaksanakan dalam pasar modal sejalan dengan tujuan prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor, menciptakan pasar yang efisien, dan perlindungan terhadap investor. Suatu hal bersifat fakta materil didasarkan pada ukuran bahwa apabila investor rasional secara substansial mengangap fakta itu penting dalam membuat keputusan. Dalam artian harus ada keinginan yang sunguh-sungguh bahwa keterbukaan dari fakta tersebut dipandang oleh investor mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap keseluruhan informasi yang tersedia. Kepercayaan investor terhadap sesuatu informasi yang dapat mempengaruhi harga dikategorikan sebagai informasi materil Ibid. 37 Ibid,. hal

12 3. Pengecualian Prinsip Keterbukaan di Dalam Pasar Modal Apabila di perhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum pasar modal, mengenai kewajiban keterbukaan bagi emiten sangatah banyak. Hal ini disebabkan karena keterbukaan merupakan focus sentral dari pasar modal. Oleh karena itu perannya membuat investor atau pemegang saham dan pelaku-pelaku bursa memiliki informasi yang cukup kuat dan akurat dalam pengambilan keputusan dan berinvestasi. Disisi lain dengan adanya informasi yang akurat, dapat mengantisipasi terjadinya perbuatan curang (fraudulent acts) di pasar modal. 38 Walaupun begitu banyaknya pengaturan tentang keterbukaan dalam pasar modal, ada suatu titik pengecualian dalam prinsip keterbukaan tersebut. Hal ini disebabkan ketidak-mungkinan segala sesuatu yang ada didalam perusahaan tersebut harus diumbar ke publik. Hanya sesuatu yang benar-benar diwajibkan dan penting bagi umum yang dibuka kepublik. Adapun contoh dari informasi yang tidak perlu bahkan tidak boleh disclosure adalah; a) Informasi yang belum matang untuk disclosure. Misalnya sebuah perusahaan pertambangan menemukan sumur baru yang belum begitu pasti. b) Informasi yang apabila didisclosure akan dimanfaatkan oleh pesaingpesaingnya sehingga merugikan perusahaan tersebut. 38 Ibid, Hal 2 30

13 c) Informasi yang memang bersifat rahasia. Yang sering disebut rahasia perusahaan. Misalnya jika ada kontrak dengan pihak ketiga, tetapi dalam kontrak tersebut ada klausula yang menyatakan bahwa apa-apa yang ada dalam kontrak tersebut adalah bersifat rahasia di antara pihak tersebut. 39 Peraturan tentang Pengecualian dalam Keterbukaan juga terdapat Pada peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Nomor IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama. Penerbitan Peraturan tersebut di atas merupakan penyempurnaan dari peraturan yang telah ada sebelumnya dan dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi Emiten atau Perusahaan Publik dalam memperoleh akses pendanaan melalui penerbitan surat utang yang tidak dilakukan melalui penawaran umum dan termasuk dalam kriteria Transaksi Material. Beberapa pengecualian yang diatur dalam Peraturan tersebut adalah a) Memberikan pengecualian terhadap kewajiban keterbukaan informasi atas Transaksi Material berupa penerbitan Efek bersifat utang yang nilainya lebih besar dari 50% dari ekuitas Perusahaan dimana pembeli Efek tersebut belum diketahui Pihaknya. b) pengecualian atas kewajiban keterbukaan informasi maupun RUPS terkait dengan Transaksi Material berupa penerimaan pinjaman yang diperoleh secara langsung dari bank, perusahaan modal ventura, perusahaan 39 Donald Mody Pangemanan, Peraturan Insider Trading Dalam Pasar Modal Indonesia Studi Mengenai Penerapan Teori Penyalahgunaan Dalam Praktik Insider Trading, Jurnal Hukum dan Pasar Modal, Edisi 2 Juli 2005, Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), hal

14 pembiayaan, atau perusahaan pembiayaan infrastruktur baik dari dalam negeri maupun luar negeri. c) Pemberian jaminan sehubungan dengan penerimaan pinjaman tersebut juga dikecualikan dari kewajiban keterbukaan informasi maupun RUPS. Peraturan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi emiten atau perusahaan publik dalam memperoleh akses pendanaan melalui penerbitan surat utang yang tidak dilakukan melalui penawaran umum dan termasuk dalam kriteria transaksi material Pelanggaran Terhadap Prinsip Keterbukaan di Dalam Pasar Modal Pada umumnya praktek yang dilarang dalam pasar modal sering berkaitan dengan adanya pelanggaran prinsip keterbukaan, seperti perbuatan mengeluarkan pernyataan fakta material yang salah (materially false statement), termasuk juga penghilangan (omission) fakta material dalam saham dan dokumen-dokumen penawaran umum lainnya. Dalam hal ini perbuatan-perbuatan tersebut menciptakan gambaran yang salah dari kualitas emiten, manajemen, potensi ekonominya, saham-saham yang ditawarkan atau fakta material lainnya yang ditawarakan. UU Pasar Modal telah membuat larangan terhadap perbuatanperbuatan pelanggaran dalam pasar modal. kategori perbuatan tersebut disebut 40 Peraturan Transaksi Material Diakses tanggal 23 November

15 juga dengan misleading statement, dimana terdapat pernyataan yang salah disebabkan adanya kegagalan memasukan seluruh fakta material. 41 Pasal 78 ayat 1 UU Pasar Modal menyatakan bahwa, dilarang membuat keteerangan tidak benar tentang fakta material atau tidak memuat keterangan yang benar tentang fakta material yang diperlukan agar prospektus tidak memberikan gambaran yang menyesatkan. Disamping itu juga terdapat larangan dalam pengumuman dalam media masa yang berhubungan dengan suatu penawaran umum. UU Pasar Modal secara tegas telah memuat perbuatan ini dalam kategori yang diatur dalam Bab XI tentang Penipuan, Manipulasi Pasr dan Perdagangan Orang. Pasar 90 UU Pasar Modal menyatakan bahwa, Dalam kegiatan perdagangan efek, setiap pihak secara langsung atau tidak langsung : a) Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun. b) Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan c) Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian 41 Bismar Nasuition, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana, Jakarta 2001) Hal.73 33

16 untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek. Pasar 91 UU Pasar Modal menyatakan, bahwa Setiap Pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek. Pasar 92 UU Pasar Modal menyatakan Setiap Pihak, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain, dilarang melakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek. Contoh pelanggaran ketentuan ini dapat dilihat dari manipulasi pasar dalam bentuk praktek cornering yaitu praktek penguasaan pasokan saham tertentu yang beredar dipasar sehingga persediaan terbatas dan harga saham naik secara tidak normal. Disini pelaku cornering dapat menentukan harga saham di brusa secara semu sampai pada titik yang diinginkannya. sebab harga saham ini tidak berdasarkan pada kekuatan permintaan jual atau beli saham yang sebenarnya, melainkan harga saham rekayasa dengan cara melakukan transaksi semu. 42 Pasar 93 UU Pasar Modal menyatakan Setiap Pihak dilarang, dengan cara apa pun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material 42 Bismar Nasution, Beberapa Aspek Hukum pasar Modal dalam Transaksi Saham, disampaikan sebagai modul perkuliahan pada mata Kuliah Hukum Kegiatan Ekonomi. Tahun Akademik 211/2012, Fakultas Hukum USU. 34

17 tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek apabila pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan (a) Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau(b) Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut. Ketentuan ini menunjuk pada kasus pelanggaran dalam bentuk misrepresentation atau omission yang pada gilirannya menyesatkan. Sisi lain dari praktek yang dilarang lainnya dapat dilihat dari pelanggaran prinsip keterbukaan perdagangan orang dalam atau dikeal sebagai Inside trading. Inside trading adalah perdagangan saham oleh orang dalam untuk memanipulasi harga saham atau praktik perdagangan saham dengan memanfatkan informasi orang dalam. Inside trading sendiri adalah praktek yang dilakukan oleh orang dalam yang memanfaatkan informasi penting untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek perusahaan yang dimaksud. Yang dimaksud dengan orang dalam disini meliputi direksi, komisaris, atau siapa saja yang posisinya memperoleh informasi dari orang dalam. 43 Oleh karena informasi ini milik orang dalam, investor publik lain tentu belum tau, dan ketika informasi tersebar, harga saham dapat berubah drastis dan menimbulkan potensi keuntungan besar bagi si pemilik informasi. 43 Pasal 95 UU Pasar Modal 35

18 B. Penerapan Keterbukaan di Lihat Dari Sudut Pandang Pasar Modal 1. Pengertian dan Aspek Keterbukaan Pada Pasar Modal Kegiatan didalam pasar modal adalah kewajiban pihak-pihak dalam suatu penawaran umum untuk memperhatikan dan memenuhi prinsip keterbukaan. Menurut UU Pasar Modal Pasal 1 angka 25 disebutkan yang dimaksud dengan keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan public dan pihak lain yang tunduk pada undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga efek tersebut. Setiap pihak yang melakukan penawaran tender untuk pembelian efek emiten atau perusahaan public wajib mengikuti ketentuan mengenai keterbukaan, kewajaran dan pelaporan yang ditetapkan oleh bapepam. Prinsip keterbukaan meliputi dua fase, yaitu masa sebelum pendaftaran dan masa sesudah pendaftaran. Masa sebelum pendaftaran dimulai pada saat perusahaan ingin melakukan go public, dan proses go public itu sendiri sudah mengharuskan emiten terbuka. Keterbukaan masa sebelum pendaftaran umumnya tercermin dari prospektusnya. 44 Prinsip-prinsip tersebut belum mendapat komitmen yang tegas dari OJK sehingga muncul banyak celah untuk diselewengkan emiten. Prospektus bukan lagi merupakan sarana transparansi, tetapi lebih merupakan ajang untuk promosi, 44 Adrian Sutedi, Op.Cit, hal

19 yang kecendrungan memperindah informasi. Dipandang dari sudut format pengungkapan, yang seharusnya dilarang secara tegas adalah keterangan yang salah, keterangan setengah benar, dan sama sekali diam terhadap fakta material. Sedangkan yang dilarang dalam undang-undang pasar modal pada umumnya adalah pemalsuan dan penipuan, pernyataan tidak benar atau menyembunyikan fakta, manipulasi pasar, insider traiding, dan larangan yang bersangkutan dengan reksa dana. 45 Penekanan untuk mencermati pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam pasar modal Indonesia adalah langkah yang tepat dilakukan, mengingat terdapat berbagai masalah hukum yang timbul dalam pelaksanaan prinsip keterbukaan tersebut. Jika diperhatikan secara mendalam ternyata beberapa peraturan yang terdapat dalam UUPM masih bersifat tidak cukup terperinci. UU ini tidak mengatur secara terperinci mengenai standar penentuan informasi yang mengandung fakta materil. Apabila suatu kejadian sulit untuk ditentukan sebagai suatu informasi atau fakta materill, maka konsep kewajiban untuk menyampaikan informasi menjadi terhambat dan sulit pula menentukan telah terjadinya pernyataan menyesatkan tergantung pada adanya pengungkapan yang salah atau pemberian informasi yang kurang lengkap atas peristiwa atau kejadian yang mengandung fakta materill. Setidak-tidaknya ada tiga fungsi prinsip keterbukaan dalam pasar modal. Pertama, untuk memelihara kepercayaan publik terhadap pasar. Semakin jelas 45 Ibid 37

20 informasi perusahaan, maka keinginan investor untuk melakukan investasi makin tinggi. Sebaliknya, ketiadaan atau kekurangan serta ketertutupan informasi dapat menimbulkan ketidakpastian bagi investor dan konsekuensinya menimbulkan ketidakpercayaan investor tersebut dalam melakukan investasi melalui pasar modal. 46 Kedua, prinsip keterbukaan berfungsi untuk menciptakan mekanisme pasar yang efisien. 47 Filosofi ini didasarkan pada konstruksi pemberian informasi secara penuh sehingga menciptakan pasar modal yang effisien, yaitu harga saham sepenuhnya merupakan refleksi dari seluruh informasi yang tersedia. Dengan demikian, prinsip keterbukaan dapat berperan dalam meningkatkan supply informasi yang benar 48 agar dapat ditetapkan harga pasar yang akurat. Oleh karena itu, semua informasi yang relevan mengenai apa yang ada dan aka nada harus dikemukakan. Jika tidak, mereka akan kehilangan kesempatan menjual sahamnya. Ketiga, prinsip keterbukaan penting untuk mencegah penipuan (fraud). Sangat baik untuk dipahami yang pernah diungkapkan oleh Barry A.K Rider: Sun Light is the best Disinfectant and electric light the best policeman. 49 Dia menyatakan bahwa dalam pasar keuangan, pendapat tersebut tidak perlu lagi dibuktikan, tetapi 46 Frank H. Easterbrook dan Daniel R. Fishel, Mandatory Disclosure and the protection of investor, Virginia Law Review, vol. 70, 1984, hal Lyan A. Stout The Unimfortance of Being Efficient: An Economic Analysis of Stock Market Pricing and Securities Regulation, Michigan Law Review, vol. 87, Desember 1989, hal Op cit,. hal Barry A.K. Rider, Global Trends in securities Regulation: The changing Legal Climate, Dick Climate. J Int IL, Spring

21 lebih banyak tergantung pada informasi apa yang harus diungkapkan dan kepada siapa informasi disampaikan. 50 Tanpa upaya pembenahan prinsip keterbukaan terhadap masalah-masalah yang timbul menyebabkan tujuan prinsip keterbukaan tidak tercapai dan pada akhirnya mengakibatkan pasar modal mengalami distorsi atau menjadi tidak efisien. Pengungkapan informasi tentang fakta materill secara akurat dan penuh diperkirakan dapat merealisasikan tujuan prinsip keterbukaan dan mengantisipasi timbulnya pernyataan menyesatkan bagi investor. 2. Tujuan Terbentuknya Keterbukaan di Dalam Pasar Modal Menurut Bismar Nasution setidaknya ada tiga tujuan Keterbukaan (Disclosure) dalam Pasar Modal yang antara lain adalah : 51 a) Untuk memelihara kepercayaan publik terhadap pasar. Dalam hal ini kepercayaan investor sangat relevan ketika munculnya ketidakpercayaan publik terhadap pasar modal yang pada gilirannya mengakibatkan pelarian modal (capital flight) secara besar-besaran dan seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran pasar modal (bursa saham). b) Menciptakan mekanisme pasar yang efisien. 50 Ibid 51 Bismar Nst, Op.Cit., Hal 9. 39

22 Pasar yang efisien berkaitan dengan sistem keterbukaan (Disclosure) wajib.sistem keterbukaan (Disclosure) wajib berusaha menyediakan informasitekhnis bagi anggota saham dan profesional pasar. c) Memberi perlindungan terhadap investor Dengan adanya keterbukaan (Disclosure) maka secara tidak langsung akan memberi perlindungan kepada investor yang apabila dalam membuat perjanjian pembelian saham oleh investor kemudian terdapat penipuan dalam bentuk perbuatan yang menyesatkan, misalnya pernyatan (miss representation) informasi, maka perlindungan investor tersebut dilihat dari sisi ketentuan perjanjian sebagai mana diatur dalam K.U.H. Perdata hanya sebatas pembatalan perjanjian transaksi saham. Banyak orang ketika membahas atas prilaku emiten yang tidak mau menjalankan prinsip-prinsip transparansi di pasar modal, seolah-olah sangat sulit untuk menterjemahkan prilaku tersebut kedalam sebuah penjelasan yang masuk akal dan dapat diterima oleh semua orang, tentang kesalahan apakah yang dilakukan oleh emiten yang tidak transparan. Sebenarnya soal transparansi bukan 100% milik dunia pasar modal, tetapi disetiap aspek dan dimensi kehidupan ini, transparansi adalah bagian yang selalu dituntut untuk dilaksanakan. Tindakan melakukan transparansi direfleksikan dalam pemenuhan kewajiban pelaporan laporan keuangan, fakta atau kejadian yang bersifat material atau kewajiban pelaporan lainnya. 40

23 3. Kaitan Prinsip Keterbukaan dengan Informasi yang Menyesatkan Pelanggaran prinsip keterbukaan (disclosure) merupakan suatu pelanggaran yang termasuk kedalam pernyataan yang menyesatkan, sebab adanya missrepresentation atau pernyataan dengan membuat penghilangan fakta materil, baik dalam dokumen-dokumen penawaran umum maupun dalam perdagangan saham. Pernyataan tersebut menciptakan gambaran yang salah dari kualitas sang emiten, manajemen dan potensi kekuatan ekonomi si emiten. Oleh karena itu, peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan (disclosure) membuat larangan atas perbuatan misrepresentation dan omission. Di Indonesia pelanggaran prinsip keterbukaan dalam bentuk pernyataan menyesatkan dapat dilihat dari indikasi pembukuan ganda milik anak perusahaan PT. Sumarecon Agung yang dilakukan oleh dua akuntan publik. Bapepam (sekarang OJK) memberikan sanksi terhadap akuntan public tersebut dengan membekukan izin mereka sebagai profesi penunjang pasar modal. 52 Peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan (disclosure) di pasar modal Indonesia telah memuat ketentuan mengenai larangan perbuatan menyesatkan tersebut, baik dalam prospektus maupun media masa yang berhubungan dengan suatu penawaran umum. Di samping itu, ketentuan larangan perbuatan menyesatkan telah menetapkan sanksi berupa ancaman pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp (lima miliar rupiah) terhadap hal Kecurangan PT. Sumarecon Agung, Kontan, No.34 Tahun II, tanggal 25 Mei 1998, 41

24 pelanggaran atas perbuatan itu. Namun demikian, peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan yang memuat ketentuan larangan perbuatan menyesatkan tersebut sangat sederhana dan kurang memadai untuk mengatur elemen- elemen perbuatan yang menyesatkan. Pasal 78 UU no. 8 mengatakan tidak boleh membuat pernyataan fakta materiil yang salah atau tidak memuat fakta materill yang benar. Larangan yang diatur dalam pasal 78 ini mirip dengan konsep dalam Rule 10b- 5 dan section 10(b) securities exchange act 1934, yang melarang pernyataan yang menyesatkan dalam prospektus dengan cara, 53 a) Mengunakan alat-alat, skema atau fasilitas untuk menipu. b) Membuat pernyataan yang salah mengenai fakta material atau tidak memasukan fakta material yang diperlukan dalam pernyataan dan dalam penjelasan tidak menyesatkan. c) Terlibat dalam tindakan praktek atau dalam praktek dan bidang bisnis yang beroperasi atau akan beroperasi sebagai penipuan atas seseorang dalam perdagangan saham. Larangan lainnya dapat dilihat dalam pasal 93 UU No. 8 dimana melarang seseorang yang dengan cara apapun untuk membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan, yang dapat mempengaruhi harga saham di lantai bursa, yaitu jika saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan: 53 Bismar Nasution, Op.Cit., hal

25 a) Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara materill tidak benar atau menyesatkan. b) Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran materill dari pernyataan atau keterangan tersebut. Apabila dibuat test terhadap perbuatan yang menyesatkan akibat misrepresentation dan omission berdasarkan elemen-elemen yang terdapat dalam ketentuan pidana, menurut pasal 380 KUHP, yang mengatur penyiaran kabar bohong, maka ketentuan itu tidak sesuai dan juga belum cukup. Karena elemenelemen ketentuan tindakan kabar bohong dalam KUHP tidak diterapkan untuk menentukan suatu perbuatan dikatakan sebagai mispresentation dan omission 54 Pasal 380 KUHP menetapkan, pertama, terdakwa hanya dapat dihukum menurut pasal ini, apabila ternyata kabar yang disiarkan itu adalah kabar bohong. Yang dianggap kabar bohong tidak saja memberitahukan suatu kabar yang kosong, tetapi juga menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian. Kedua, menaikan atau menurunkan harga barang-barang dan sebagainya dengan menyiarkan kabar bohong itu hanya dapat dihukum apabila penyiaran kabar bohong itu dilakukan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. 55 Elemen-elemen dalam ketentuan tindakan kabar bohong dalam 54 Bismar Nasution, Op.Cit, R. Soesilo, KItab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Penerbit Politiea, 1976), hal

26 KUHP belum cukup untuk menjadi ukuran misrepresentation dan omission yang dikategorikan sebagai perbuatan yang menyesatkan. 4. Perbandingan Dengan Negara Lain Di Amerika Serikat, suatu hal bersifat fakta materil didasarkan pada suatu ukuran, bahwa apabila investor rasional secara substansial mengaggap fakta itu penting dalam membuat putusan. Dengan kata lain, harus ada keinginan yang substansial, bahwa keterbukaan dari fakta yang dihapuskan tersebut dipandang oleh investor rasional mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap keseluruhan informasi yang tersedia. Kepercayaan investor rasional terhadap sesuatu informasi yang dapat mempengaruhi harga, dikategorikan sebagai informasi materil. 56 Berbeda dengan di Indonesia, putusan pengadilan di Amerika Serikat telah merinci elemen-elemen perbuatan menyesatkan. Elemen-elemen perbuatan yang menyesatkan dapat dirinci dari pendapat pengadilan yang terus berkembang. Shapiro v. UJB financial corp, menyatakan ada 6 elemen perbuatan menyesatkan; 57 a) Adanya pernyataan fakta materil yang salah ( palsu) atau pernyataan fakta materil itu tidak lengkap Bismar Nasution, Op.Cit., Shapiro v. UJB financial corp, 964 F 2d 272 (3 rd Cir.1992) 58 Orlanski, Ben D. Whose Representations are These Way? Attorney Prospektus Liability After Central Bank. (UNCLA Law Review, Vol hal

27 b) Adanya kewajiban untuk menyampaikan informasi kepada public, apabila gugatan itu didasarkan atas pernyataan fakta materil yang salah atau kurang lengkap. c) Adanya pengetahuan oleh pihak yang melakukan misrepresentation atau omission, bahwa yang dilakukannya adalah misrepresentation atau omission dan dilakukannya dengan maksud penipuan. d) Merupakan fakta materil e) Adanya Keyakinan (relianse) f) Adanya kerugian (injury) Dalam Myzel v. field, 386 F.2d 718 C.A Minn (1967), Pengadilan menetapkan batasan misrepresentation dan omission yang menyebabkan suatu pernyataan dikategorikan menyesatkan, yaitu bila pernyataan fakta materil yang diungkapkan adalah salah atau tidak lengkap dan pihak yang melakukannya mempunyai maksud penipuan. 59 Sedangkan dalam Shapiro v. UJB financial corp, 964 F 2d 272 (3d Cir. 1992) pernyataan menyesatkan dapat dilihat pada pernyataan proyeksi keuntungan dalam laporan keuangan perusahaan. Kasus UJB Financial Corp melaporkan bahwa antara tahun 1987 sampai 1989 perusahaan akan memperoleh keuntungan, tetapi pada bulan Maret 1990 UJB financial Corp mengungkapan terjadinya kerugian 13,1 persen dan kerugian UJB financial corp pada bulan juli 59 Myzel v. Fields, 386 F.2d 718, 734 C.A. Minn (1967). 45

28 bertambah banyak. Akibatnya harga saham UJB Financial Corp yang pada tahun 1987 sampai 1989 berada pada posisi tertinggi 27 dollar, jatuh menjadi 10 dollar pada tahun Elemen menyesatkan sebagaimana yang diuraikan sebelumnya sangat perlu dipahami, mengingat masih perlunya pengkajian mendalam untuk memperkaya pemikiran tentang elemen menyesatkan dalam peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan di pasar modal Indonesia. 60 Shapiro v. UJB Financial Corp.,964 F2d 272, 276 (3d Cir.1992) 46

AKIBAT HUKUM ADANYA MISLEADING INFORMATION PADA PROSPEKTUS DI TINJAU DARI HUKUM PASAR MODAL

AKIBAT HUKUM ADANYA MISLEADING INFORMATION PADA PROSPEKTUS DI TINJAU DARI HUKUM PASAR MODAL AKIBAT HUKUM ADANYA MISLEADING INFORMATION PADA PROSPEKTUS DI TINJAU DARI HUKUM PASAR MODAL Abstrak Oleh : Ade Hendra Jaya I Nyoman Gatrawan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Tulisan yang

Lebih terperinci

6. Kontrak pendahuluan 2. Perdagangan efek. 7. Penandatanganan perjanjian perjanjian 8. Public expose 1. Emiten menyampaikan 1.

6. Kontrak pendahuluan 2. Perdagangan efek. 7. Penandatanganan perjanjian perjanjian 8. Public expose 1. Emiten menyampaikan 1. direksi) 1 - keterbukaan (dan aspek 2. RUPS PenjaminEmisi dan. 3. Penunjukkan Agen penjual. - Underwriter 2. Penjatahan kepada - Profesi penunjang pemodal oleh sindikasi - Lembaga penunjang Penjamin Emisi

Lebih terperinci

TRANSAKSI YANG DILARANG & PRILAKU EMITEN. Institutional Equity Capital Market Division

TRANSAKSI YANG DILARANG & PRILAKU EMITEN. Institutional Equity Capital Market Division TRANSAKSI YANG DILARANG & PRILAKU EMITEN Institutional Equity Capital Market Division Contoh Kasus Fraud Petugas Pemasaran Cabang XX CASE Dicabang XX Seorang Nasabah berencana menarik dana sebesar Rp 999.999.999,-.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608]

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608] UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL [LN 1995/64, TLN 3608] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 103 (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin, persetujuan, atau pendaftaran

Lebih terperinci

PASAR MODAL Tinjauandari Aspek Yuridis KATIJO. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

PASAR MODAL Tinjauandari Aspek Yuridis KATIJO. Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara PASAR MODAL Tinjauandari Aspek Yuridis KATIJO Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Pengantar Dasar hukum mengenai pasar modal di Indonesia sudah ada sejak tahun 1952, yaitu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H. Initial Public Offering (IPO) : Sebuah Upaya Pengembangan Perusahaan

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H. Initial Public Offering (IPO) : Sebuah Upaya Pengembangan Perusahaan Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H Initial Public Offering (IPO) : Sebuah Upaya Pengembangan Perusahaan A. PENDAHULUAN Kebutuhan dana bagi seseorang memang merupakan pemandangan sehari-hari yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UU R.I No.8/1995 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

BAB III PROSPEKTUS YANG MENYESATKAN DI PASAR MODAL. A. Posisi Hukum dari Prospektus dalam Menyajikan Informasi atau Fakta

BAB III PROSPEKTUS YANG MENYESATKAN DI PASAR MODAL. A. Posisi Hukum dari Prospektus dalam Menyajikan Informasi atau Fakta BAB III PROSPEKTUS YANG MENYESATKAN DI PASAR MODAL A. Posisi Hukum dari Prospektus dalam Menyajikan Informasi atau Fakta Material Dalam Ilmu Hukum Pasar Modal, sering dipersoalkan tentang kedudukan hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PIALANG DALAM KEGIATAN BURSA EFEK

BAB II TINJAUAN UMUM PIALANG DALAM KEGIATAN BURSA EFEK 20 BAB II TINJAUAN UMUM PIALANG DALAM KEGIATAN BURSA EFEK 2.1. Pengertian Pialang / Perantara pedagang Efek dalam Kegiatan Bursa Efek Salah satu ciri yang membedakan perdagangan di pasar modal dengan perdagangan

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SSALINAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /POJK.04/2015 TENTANG KETERBUKAAN ATAS INFORMASI ATAU FAKTA MATERIAL OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UU R.I No.8/1995 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.306, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Emiten. Perusahaan Publik. Informasi. Fakta Material. Keterbukaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5780)

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /POJK.04/2017 TENTANG DOKUMEN PERNYATAAN PENDAFTARAN DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS,

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGA

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2017 KEUANGAN OJK. Efek. Bersifat Ekuitas, Utang, dan/atau Sukuk. Penawaran Umum. Pendaftaran. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SSALINAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /POJK.04/2015 TENTANG KETERBUKAAN ATAS INFORMASI ATAU FAKTA MATERIAL OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Informasi yang menyesatkan menurut peraturan perundangundangan. pasar modal adalah suatu informasi yang tidak

BAB V PENUTUP. 1. Informasi yang menyesatkan menurut peraturan perundangundangan. pasar modal adalah suatu informasi yang tidak 105 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Informasi yang menyesatkan menurut peraturan perundangundangan pasar modal adalah suatu informasi yang tidak menyampaikan fakta material secara benar atau tidak memuat

Lebih terperinci

PERAN KONSULTAN HUKUM DI DALAM RANGKA PERLINDUNGAN INVESTOR (INVESTOR PROTECTION) Said Sampara* ABSTRACT

PERAN KONSULTAN HUKUM DI DALAM RANGKA PERLINDUNGAN INVESTOR (INVESTOR PROTECTION) Said Sampara* ABSTRACT ISSN : NO. 0854-2031 PERAN KONSULTAN HUKUM DI DALAM RANGKA PERLINDUNGAN INVESTOR (INVESTOR PROTECTION) Said Sampara* ABSTRACT Keberadaan konsultan hukum pasar modal diperlukan untuk dapat memberikan pendapat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR: KEP-36/PM/2003 TENTANG KEWAJIBAN PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN BERKALA

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR: KEP-36/PM/2003 TENTANG KEWAJIBAN PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN BERKALA KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR: KEP-36/PM/2003 TENTANG KEWAJIBAN PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN BERKALA KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /POJK. /2015 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /POJK. /2015 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: /POJK. /2015 TENTANG KETERBUKAAN ATAS INFORMASI ATAU FAKTA MATERIAL PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

-1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.04/2014 TENTANG PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA

-1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.04/2014 TENTANG PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA -1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.04/2014 TENTANG PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan : pembelian efek yang ditawarkan oleh emiten di Pasar Modal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan : pembelian efek yang ditawarkan oleh emiten di Pasar Modal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan : 1. Keterkaitan antara Prospektus dan Prinsip Keterbukaan dalam rangka Penawaran Umum yang membuka peluang investasi

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan No.61, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Real Estat. Bank Kustodian. Manajer Investasi. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 5867) PERATURAN

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RURI LUKITANINGRUM PRINSIP KETERBUKAAN DAN TANGGUNG JAWAB INFORMASI PADA PASAR PERDANA DAN PASAR SEKUNDER

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA RURI LUKITANINGRUM PRINSIP KETERBUKAAN DAN TANGGUNG JAWAB INFORMASI PADA PASAR PERDANA DAN PASAR SEKUNDER RURI LUKITANINGRUM PRINSIP KETERBUKAAN DAN TANGGUNG JAWAB INFORMASI PADA PASAR PERDANA DAN PASAR SEKUNDER FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2000 PRINSIP KETERBUKAAN DAN TANGGUNG JAWAB INFORMASI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan No.133, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6080) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan UU Pasar Modal Nomor 8 tahun 1995 Pasal 1 butir 13, Pasar Modal didefinisikan sebagai Kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.H.1 : PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA

PERATURAN NOMOR IX.H.1 : PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA PERATURAN NOMOR IX.H.1 : PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA 1. KETENTUAN UMUM Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: a. Perusahaan Terbuka adalah Emiten yang telah melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-264/BL/2011 TENTANG PENGAMBILALIHAN

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PERNYATAAN PENDAFTARAN DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN MEMBERIKAN HAK MEMESAN

Lebih terperinci

PASAR MODAL INDONESIA

PASAR MODAL INDONESIA BAB 2 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELANGGARAN PRINSIP KETERBUKAAN INFORMASI DAN PRAKTEK INSIDER TRADING DALAM TRANSAKSI SAHAM PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) Tbk DI PASAR MODAL INDONESIA Adapun yang menjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Anotasi. Naskah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan kegiatan Pasar

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2015 TENTANG LAPORAN REALISASI PENGGUNAAN DANA HASIL PENAWARAN UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2015 TENTANG LAPORAN REALISASI PENGGUNAAN DANA HASIL PENAWARAN UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2015 TENTANG LAPORAN REALISASI PENGGUNAAN DANA HASIL PENAWARAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PP. No. : 45 Tahun 1995 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mewujudkan kegiatan Pasar

Lebih terperinci

PELANGGARAN PASAR MODAL

PELANGGARAN PASAR MODAL Nama : NIN YASMINE LISASIH. NPM : 110120100040. Sanksi Administrasi (Ps 102 ayat 2 UUPM) bersifat Teknis Pelanggaran Admisnistrasi Pelanggaran yg PELANGGARAN (Ps. 25-89 UUPM) PELANGGARAN PASAR MODAL TINDAK

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 53 /POJK.04/2017 TENTANG PERNYATAAN PENDAFTARAN DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN MEMBERIKAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PT BURSA EFEK JAKARTA NOMOR : Kep-306/BEJ/07-2004 TENTANG PERATURAN NOMOR I-E TENTANG KEWAJIBAN PENYAMPAIAN INFORMASI

KEPUTUSAN DIREKSI PT BURSA EFEK JAKARTA NOMOR : Kep-306/BEJ/07-2004 TENTANG PERATURAN NOMOR I-E TENTANG KEWAJIBAN PENYAMPAIAN INFORMASI KEPUTUSAN DIREKSI PT BURSA EFEK JAKARTA NOMOR : Kep-306/BEJ/07-2004 TENTANG PERATURAN NOMOR I-E TENTANG KEWAJIBAN PENYAMPAIAN INFORMASI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pelindungan terhadap

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG KETERBUKAAN ATAS INFORMASI ATAU FAKTA MATERIAL OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN

SOSIALISASI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG KETERBUKAAN ATAS INFORMASI ATAU FAKTA MATERIAL OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN SOSIALISASI PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 TAHUN 2015 TENTANG KETERBUKAAN ATAS INFORMASI ATAU FAKTA MATERIAL OLEH EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK Jakarta, Maret 2016 1 LATAR BELAKANG Latar belakang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PP. No. : 45 Tahun 1995 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB II LAPORAN KEUANGAN MENYESATKAN DI PASAR MODAL. Wild, Subramanyam dan Halsey dalam bukunya Financial Statement

BAB II LAPORAN KEUANGAN MENYESATKAN DI PASAR MODAL. Wild, Subramanyam dan Halsey dalam bukunya Financial Statement BAB II LAPORAN KEUANGAN MENYESATKAN DI PASAR MODAL A. Pengertian Laporan Keuangan Wild, Subramanyam dan Halsey dalam bukunya Financial Statement Analysis memberikan pengertian laporan keuangan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan uraian yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan uraian yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah penulis jabarkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Alasan Penggugat mengajukan gugatan terhadap PT BNI

Lebih terperinci

Akuntansi mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan tumbuh dan berkembangnya bisnis surat-surat berharga khususnya bisnis saham di

Akuntansi mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan tumbuh dan berkembangnya bisnis surat-surat berharga khususnya bisnis saham di PENDAHULUAN Dalam era globalisasi, dunia usaha dan masyarakat telah menjadi semakin kompleks sehingga menuntut adanya perkembangan berbagai disiplin ilmu termasuk Akuntansi. Akuntansi memegang peranan

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 19 /POJK.04/2016 TENTANG PEDOMAN BAGI MANAJER INVESTASI DAN BANK KUSTODIAN YANG MELAKUKAN PENGELOLAAN DANA

Lebih terperinci

Kewajiban pelaporan, baik secara berkala maupun insidentil Kewajiban melakukan keterbukaan informasi dalam rangka aksi korporasi

Kewajiban pelaporan, baik secara berkala maupun insidentil Kewajiban melakukan keterbukaan informasi dalam rangka aksi korporasi KETERBUKAAN INFORMASI DI PASAR MODAL OLEH: DJUSTINI SEPTIANA BAPEPAM-LK Jakarta 14 Juli 2011 1 Aspek Keterbukaan Informasi Kewajiban pelaporan, baik secara berkala maupun insidentil Kewajiban melakukan

Lebih terperinci

Kamus Istilah Pasar Modal

Kamus Istilah Pasar Modal Sumber : www.bapepam.go.id Kamus Istilah Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 74 /POJK.04/2016 TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA. BAB I KETENTUAN UMUM

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA. BAB I KETENTUAN UMUM LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.307, 2016 KEUANGAN OJK. PT. Peleburan. Penggabungan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5997). PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENGGABUNGAN USAHA ATAU PELEBURAN USAHA PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te No.298, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Perusahaan Publik. Pernyataan Pendaftaran. Bentuk dan Isi. Pedoman (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6166)

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN PUBLIK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN PUBLIK - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN PUBLIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN MEMBERIKAN HAK MEMESAN

Lebih terperinci

Analisis Penerapan Prinsip Keterbukaan Di Pasar Modal Dalam Kaitannya Dengan Pengelolaan Perusahaan Yang Baik

Analisis Penerapan Prinsip Keterbukaan Di Pasar Modal Dalam Kaitannya Dengan Pengelolaan Perusahaan Yang Baik Analisis Penerapan Prinsip Keterbukaan Di Pasar Modal Dalam Kaitannya Dengan Pengelolaan Perusahaan Yang Baik Oleh: Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Keterbukaan dalam pasar modal mempunyai makna bahwa menjadi

Lebih terperinci

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal A Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi bisnis yang diperlukan adalah informasi yang diperoleh dari laporan

BAB I PENDAHULUAN. informasi bisnis yang diperlukan adalah informasi yang diperoleh dari laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan bisnis saat ini semakin kompleks menyebabkan kebutuhan akan informasi yang lengkap dan berkualitas semakin dibutuhkan. Salah satu informasi bisnis yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan ini tidak akan dapat dibiayai oleh pemerintah saja melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan ini tidak akan dapat dibiayai oleh pemerintah saja melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembangunan ekonomi nasional suatu negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa mendatang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN 32 /POJK.04/2015 TENTANG PENAMBAHAN MODAL PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN MEMBERIKAN HAK MEMESAN EFEK TERLEBIH DAHULU

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 54 /POJK.04/2017 TENTANG BENTUK DAN ISI PROSPEKTUS DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM DAN PENAMBAHAN MODAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak alasan perusahaan melakukan penawaran umum baik dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak alasan perusahaan melakukan penawaran umum baik dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak alasan perusahaan melakukan penawaran umum baik dengan menjual saham atau surat hutang kepada masyarakat. Alasan yang tak mungkin disangkal perusahaan melakukan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2017 TENTANG PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH PERUSAHAAN TERBUKA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2017 TENTANG PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH PERUSAHAAN TERBUKA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /POJK.04/2017 TENTANG PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DIKELUARKAN OLEH PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG LAPORAN DAN PENGUMUMAN EMITEN PENERBIT OBLIGASI DAERAH DAN/ATAU SUKUK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP- 425/BL/2007 TENTANG PEDOMAN BAGI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-614/BL/2011 TENTANG TRANSAKSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB EMITEN DAN PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL ATAS ISI PROSPEKTUS YANG TIDAK BENAR DALAM PENAWARAN UMUM REKSA DANA

TANGGUNG JAWAB EMITEN DAN PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL ATAS ISI PROSPEKTUS YANG TIDAK BENAR DALAM PENAWARAN UMUM REKSA DANA TANGGUNG JAWAB EMITEN DAN PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL ATAS ISI PROSPEKTUS YANG TIDAK BENAR DALAM PENAWARAN UMUM REKSA DANA Indirani Wauran-Wicaksono Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya

Lebih terperinci

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; Kamus Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.E.2 : TRANSAKSI MATERIAL DAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA UTAMA

PERATURAN NOMOR IX.E.2 : TRANSAKSI MATERIAL DAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA UTAMA PERATURAN NOMOR IX.E.2 : TRANSAKSI MATERIAL DAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA UTAMA 1. KETENTUAN UMUM a. Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1) Perusahaan adalah Emiten yang telah melakukan Penawaran

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-05/PM/2002 TENTANG PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL,

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-05/PM/2002 TENTANG PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-05/PM/2002 TENTANG PENGAMBILALIHAN PERUSAHAAN TERBUKA KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, Menimbang : bahwa dalam rangka memberikan kesempatan yang lebih

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal (unified supervisory model)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 86, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3617) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional. memperoleh dana untuk berinvestasi melalui perbankan, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional. memperoleh dana untuk berinvestasi melalui perbankan, lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah dan masyarakat. Penerimaan pemerintah untuk membiayai

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2017 KEUANGAN OJK. Saham. Perusahaan Terbuka. Pembelian Kembali. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6077) PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 78 /POJK.04/2017 TENTANG TRANSAKSI EFEK YANG TIDAK DILARANG BAGI ORANG DALAM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 78 /POJK.04/2017 TENTANG TRANSAKSI EFEK YANG TIDAK DILARANG BAGI ORANG DALAM - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 78 /POJK.04/2017 TENTANG TRANSAKSI EFEK YANG TIDAK DILARANG BAGI ORANG DALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.04/2016 TENTANG PERNYATAAN PENDAFTARAN DALAM RANGKA PENAWARAN UMUM REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN DENGAN

Lebih terperinci

2017, No tentang Transaksi Efek yang Tidak Dilarang bagi Orang Dalam; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lemb

2017, No tentang Transaksi Efek yang Tidak Dilarang bagi Orang Dalam; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lemb No.299, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Transaksi Efek. Orang Dalam. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6167) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA. menjadikan perusahaannya sebagai salah satu perusahaan go public akan

BAB II PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA. menjadikan perusahaannya sebagai salah satu perusahaan go public akan BAB II PERUSAHAAN GO PUBLIC DI INDONESIA 2.1. Latar Belakang Go Public Pesatnya perkembangan dunia usaha menimbulkan persaingan yang ketat di antara para pelaku usaha. Setiap perusahaan berlomba-lomba

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEWAJIBAN KETERBUKAAN SEBUAH PERUSAHAAN SEBAGAI EMITEN SETELAH GO PUBLIC

KEWAJIBAN KETERBUKAAN SEBUAH PERUSAHAAN SEBAGAI EMITEN SETELAH GO PUBLIC 1 KEWAJIBAN KETERBUKAAN SEBUAH PERUSAHAAN SEBAGAI EMITEN SETELAH GO PUBLIC Oleh : Edo Relung Anantha I Dewa Made Suartha I Ketut Westra Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Univesitas Udayana Abstrak Tulisan

Lebih terperinci

PT Indosat Tbk. (didirikan di Republik Indonesia sebagai perseroan terbatas) Kode Etik

PT Indosat Tbk. (didirikan di Republik Indonesia sebagai perseroan terbatas) Kode Etik PT Indosat Tbk. (didirikan di Republik Indonesia sebagai perseroan terbatas) Kode Etik 1 I. PENDAHULUAN Kode Etik ini merangkum dasar-dasar berperilaku yang sudah lama dianut PT Indosat Tbk. ( Perseroan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-49/PM/1997 TENTANG

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-49/PM/1997 TENTANG KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP-49/PM/1997 TENTANG PENAWARAN UMUM SERTIFIKAT PENITIPAN EFEK INDONESIA ( INDONESIAN DEPOSITARY RECEIPT ) KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, Menimbang

Lebih terperinci

-2- dengan tetap mengedepankan kualitas keterbukaan informasi, beberapa penyederhanaan terutama informasi yang sifatnya historis diperlukan dengan tuj

-2- dengan tetap mengedepankan kualitas keterbukaan informasi, beberapa penyederhanaan terutama informasi yang sifatnya historis diperlukan dengan tuj TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN OJK. Prospektus. Efek Bersifat Ekuitas. Bentuk dan Isi. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 45) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR DALAM PERDAGANGAN SAHAM SETELAH LISTING DI PASAR MODAL. A. Perdagangan Saham Setelah Listing Di Pasar Modal

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR DALAM PERDAGANGAN SAHAM SETELAH LISTING DI PASAR MODAL. A. Perdagangan Saham Setelah Listing Di Pasar Modal BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR DALAM PERDAGANGAN SAHAM SETELAH LISTING DI PASAR MODAL A. Perdagangan Saham Setelah Listing Di Pasar Modal Listing merupakan tahap akhir dari rangkaian proses go

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR: KEP- 13/PM/2002 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR: KEP- 13/PM/2002 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR: KEP- 13/PM/2002 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN REKSA DANA BERBENTUK PERSEROAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, Menimbang : bahwa dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 19/9/PBI/2017 TENTANG PENERBITAN DAN TRANSAKSI SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/47/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/47/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/47/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci